Unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk [PDF]

  • Author / Uploaded
  • dhea
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk



A. Tema : Masalah yang dibicarakan dalam cerita Sosok perempuan yang kehidupannya tergoyah karena pengaruh hukum adat di tempat dia tinggal Bukti   : “ Eh Rasus. Mengapa kau menyebut hal-hal sudah lalu? Aku mengajukan permintaan itu sekarang. Dengar rasus, aku akan berhenti menjadi ronggeng karena aku ingin menjadi istri seorang tentara. Engkaulah orangnya.” (RDP: 63) “............. bahkan lebih dari itu. Aku akan memberi kesempatan kepada pedukuhanku yang kecil itu kembali kepada keasliannya. Dengan menolak perkawinan yang ditawarkan Srintil, aku memberi sesuatu yang paling berharga bagi Dukuh Paruk: Ronggeng!” (RDP:64) B. Alur : Jalan cerita         Maju, mundur, gabungan 



Bukti alur Maju          : “ Jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk keluar halaman. Setelah menghabiskan sepiring nasi gaplek mereka lebih senang bergulung dalam kain sarung, tidur di atas balai-balai bambu. Mereka akan bangun esok pagi bila sinar matahari menerobos celah dinding dan menyengat diri mereka.” (RDP:7) Sudah dua bulan Srintil menjadi ronggeng. Namun adat Dukuh Paruk mengatakan masih ada dua tahapan yang harus dilaluinya sebelum Srintil berhak menyebut dirinya seorang ronggeng yang sebenarnya. (RDP: 43)











Bukti alur mundur      : “ Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujan lebat. Dalam kegelapan yang pekat, pemukiman terpencil itu lengang, amat lengang.” (RDP:11) Bukti alur gabungan: “ Dukuh Paruk dengan segalan isinya termasuk cerita Nenek itu hanya bisa ku rekam setelah aku dewasa. Apa yang ku alami sejak anak-anak kusimpan dalam ingatan yang serba sederhana.” (RDP:17) “ Lebih baik sekarang kuhadapi hal yang lebih nyala. Srintil sudah menjadi Ronggeng di  Dukuh Paruk.” (RDP:19) “Tahun 1960 wilayah kecamatan Dawuan tidak aman.” (RDP: 64) “ Sebagai laki-laki usia dua puluh tahun, aku hampir dibuatnya menyerah.”   (RDP:63)



Tahap-tahap alur perkembangan alur secara rinci terdiri dari lima bagian sebagai berikut. 1) Perkenalan Menceritakan tentang kehidupan rasus dan srintil ketika masih kecil yang harus di tinggal oleh kedua orang tua mereka karena peristiwa keracunan tempe bongkrek yang menimpa warga Dukuh Paruk. Kemudian pada bab kedua menceritakan perihal kematian Emak rasus dan



kehidupan Ki Secamenggala, dalam bab dua emak rasus, nenek rasus, kartareja, Nyai kartareja diperkenalkan. Dalam bab ketiga membicarakan tentang sayembara bukak klambu, bab ini Dower dan Sulam diperkenalkan. Pada bab keempat tokoh utama dibicarakan, dalam bab ini Sersan slamet dan Kopral Pujo diperkenlakan. 2) Timbulnya Konflik Konflik utama Ronggeng Dukuh Paruk, yaitu malapetaka keracunan tempe bongkrek yang membunuh sebagian masyarakat Dukuh Paruk termasuk kematian ronggeng Dukuh paruk yang terakhir serta penabuh gendang. Munculnya konflik lain ditandai ketika srintil mulai menjadi ronggeng baru, saat itu kehidupan srintil mulai berubah. Dari yang dulunya sering bermain bersama Rasus, Warta, Darsun, tapi setelah menjadi ronggeng dia sudah tidak ada waktu untuk bermain. Menanggapi hal itu Rasus mulai renggang dengan srintil, wanita yang disukainya. 3) Peningkatan konflik Konflik meningkat pada bab dua dan tiga. Konflik utama dikembangkan dengan kuat pada bab tiga, yaitu ketika srintil harus menyelesaikan syarat terakhir menjadi seorang ronggeng, syarat terakhir yang harus dipenuhi itu bernama bukak-klambu. Sebuah syarat yang akan menggoyahkan hubungan Rasus dan Srintil. Hal itu memunculkan kebencian yang mendalam bagi rasus atas semua kebudayaan yang ada di Dukuh paruk. 4) Klimaks Puncak permasalahan terjadi ketika srintil telah menjadi seorang ronggeng Dukuh Paruk. Itu tandanya srintil menjadi milik orang banyak dan rasus sebagai seorang laki-laki yang menyukainya harus merelakan. 5) Pemecahan masalah atau Penyelesaian Penyelesaian bagian pertama novel RDP yaitu ketika Rasus pergi meninggalkan Dukuh. Rasus merasa dukuh paruk bertindak semena-mena dan hanya menciptakan kesengsaraan baginya. Sebagai seorang anak yang menghubungkan diri emaknya dengan diri srintil, Dukuh Paruk membuat noda dalam hidupnya. Kepergian Rasus untuk menentukan pilihan-pilihan. Pilihan-pilihan itulah yang nantinya akan mengubah segalanya, tentang Srintil, asal-usul ibunya, dan juga tujuan hidupnya. Berdasarkan tahap-tahap alur yang diuraikan di atas dapat disimpulkan alur yang terdapat dalam novel RDP buku pertama Catatan Buat Emak menggunakan alur campuran.



C. Tokoh    : Orang yang berperan dalam cerita                1.      Rasus



9. Nenek Rasus



               2.      Warta



10.  Santayib (Ayah Srintil)       



               3.      Dursun



11. Istri Santayib (Ibu Srintil)



               4.      Srintil



12. Dower



               5.      Sakarya ( Kakek Srintil)



13. Sulam



               6.      Ki Secamenggala



14. Siti



               7.      Kartareja dan Nyai Kartareja



15. Sersan Slamet



               8.      Sakum



16. Kopral Pujo



D. Penokohan/Watak: Sifat pemain dalam sebuah novel 1. Rasus : Bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani  Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4)  Bukti bahwa Rasus penyayang “ Suatu saat ku bayangkan emak ingin pulang ke Dukuh Paruk.” (RDP:49)  Bukti bahwa Rasus pendendam “ Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap Dukuh Paruk......” (RDP:47)  Bukti bahwa Rasus pemberani “ Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum juga muncul. Karena tidak sabar menunggu, maka timbul keberanianku” (RDP:61) 2. Warta : Bersahabat, perhatian dan penghibur  Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.”(RDP:4)  Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh cemburu. Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya menjadi sia-sia.” (RDP:37) “Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada yang salah pada diriku. Aku terharu. Suaramu memang bisa membuat siapa pun merasa begitu terharu.” (RDP:37) 3. Dursun : Bersahabat  Bukti bahwa Dursun bersahabat Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong.” (RDP:4) 4. Srintil : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa  Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok hari Rasus dan dua orang temannya akan bersedia kembali bermain bersama.” (RDP:4)  Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng “ ......., Srintil mulai menari. Matanya setengah terpeja. Sakarya yang berdiri di samping Kartsreja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia ingin membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang ronggeng.” (RDP:10)  Bukti bahwa Srintil agresif “ aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku, menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat.” (RDP:38)  Bukti bahwa Srintil dewasa “ dia tidak mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia mulai berceloteh tentang bayi, tentang perkawinan.” (RDP:53) 5. Sakarya (Kakek Srintil) : Penyayang, tega  Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak yang bersinar redup. Sakarya, kamitua di pedukuhan kecil itu masih merenungi ulah cucunya sore tadi.” (RDP:8)



 6.



7.



8.



9.



10.



11.



12.



13.



14.



Bukti bahwa Sakarya tega “Jangkrik!” sahutku dalam hati. “kamu si tua bangka dengan cara memperdagangkan Srintil.” (RDP:63) Ki Secamenggala : Nenek moyang asal Dukuh Paruk  Buktinya adalah “hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya penuh Roh Ki Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja.....” (RDP:27) Kartareja dan Nayi Kartareja : Mistis, egois  Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu hal disembunykan oleh Nyai Kartareja terhadap siapa pun. Itu ketika dia meniuokan mantra pekasih ke ubunubun Srintil.”(RDP::9) “Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar, laki-laki itu memberi aba-aba....” (RDP:26) Sakum : Hebat  Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secata seksama pagelaran ronggeng.” (RDP:9) Nenek Rasus : linglung  Bukti bahwa Nenek Rasus pikun “ Ah, semakin tua nenekku. Kurus dan makin bungkuk. Kasian, Nenek tidak bisa banyak bertanya kepadaku. Linglung dia.” (RDP:62) Santayib (Ayah Srintil) : Bertanggungjawab, keras kepala  Bukti bahwa Santayib bertanggungjawab “ Meski Santayiborang yang paling akhir pergi tidur, namun dia pulalah pertama kali terjaga di Dukuh Paruk.....” (RDP:12)  Bukti bahwa Santayib keras kepala “Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu, ini Santayib! Aku telah menelan seraup tempe bongrek yang kalian katakan beracun. Dasar kalian semua,  asu buntung! Aku tetap segar bugar meski perutku penuh tempe bingrek. Kalian mau mampus, mampuslah! Jangan katakan tempeku mengandung racun......” (RDP:15) Istri Santayib : Keibuan, prihatin  Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang tahu diri. Rupanya dia tahu aku harus melayani sampean setiap pagi.” (RDP:12)  Bukti bahwa Istri Santayib prihatin “Srintil kang. Bersama siapakah nanti anak kita, kang?” (RDP:16) Dower : Mengusahakan segala macam cara  Bukti bahwa Dower mengusahakan “ pada saja baru ada dua buah perak. Saya bermaksud menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok bisa kuperoleh seringgit emas.” (RDP:34) “Aku datang lagi kek. Meski bukan sekeping ringgit emas yang kubawa, kuharap engkau mau menerimanya.” (RDP:41) Sulam : Penjudi dan berandal, sombong  Bukti bahwa Sulam penjudi dan berandal “ Dia juga kenal siapa Sulam adanya; anak seorang lurah kaya dari seberang kampung. Meski sangat muda, Sulam dikenal sebagai penjudi dan berandal.” (RDP:42)  Bukti bahwa Sulam sombong “ Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali engkau belum mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah ringgit emas. Bukan rupiah perak, apalagi kerbau seperti anak pecikalan ini.” (RDP:42) Siti : Alim







Bukti bahwa Siti alim “hw, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh Paruk. Dia marah karena kau memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan singkong ke arah Rasus) (RDP:50) 15. Sersan Slamet : Penyuruh, tegas  Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan dimulai.peti-prti logam serta barang lainnya diangkat ke atas pundak dan kubawa ke sebuah rumah....” (RDP:54)  Bukti bahwa Sersan Slamet tegas “Katakan; ya! Kami tentara. Kami memerlukan ketegasan dalam setiap sikap,” kata Sersan Slamet tegas (RDP:55) 16. Kopral Pujo : Penakut  Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan. Ternyata Kopral Pujo tidak lebih berani daripada aku......” (RDP:60) E. Latar 1) Latar Waktu   : Waktu terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah cerita                     a. Sore hari  



Waktu ini tergambar dari kutipan berikut.  Ketiganya patuh. Ceria di bawah pohon nagnka itu belanjut sampai matahari   menyentuh garis cakrawala (RDP: 14). Kutipan diatas menceritakan tentang Rasus, Darsun, dan warta ketika mengiringi srintil menari hingga sore hari. Pengarang menggambarkan waktu ini dengan bahasa yang sederhana yaitu “matahari menyentuh garis cakrawala”. b. Tengah malam Waktu tengah malam tergambar dari kutipan berikut. Seandainya ada seorang di Dukuh Paruk yang pernah bersekolah, dia dapat mengirangira saat itu hampir pukul dua belas tengah malam, tahun 1946 (RDP:21). Kutipan diatas mengambarkan malam sebelum terjadinya keracunan tempe bongkrek yang dialami masyarakat Dukuh Paruk. Waktu yang ditegaskan dalam kutipan di atas adalah tengah malam, yang mana waktu tersebut menjadi latar waktu dalam novel ini. c. Tengah hari (Siang) Latar waktu tengah hari terlihat dalam kutipan berikut. Namun semuanya berubah menjelang tengah hari. Seorang anak berlari-lari dari sawah sambil memegangi perut (RDP: 24) Kutipan di atas menegaskan bahwa racun dalam tempe bongkrek mulai bereaksi ketika tengah hari dimana setelah masyarakat Dukuh Paruk selesai melakukan aktivitas di sawah. Dalam kutipan tersebut latar waktu yang terjadi tengah hari. d. Pagi Latar waktu pagi digambarkan dalam kutipan berikut.



Matahari mulai kembali pada lintasannya di garis khatulistiwa. Angin tenggara tidak lagi bertiup (RDP:44) Kutipan di atas merupakan salah satu latar dalam novel RDP ketika waktu pagi, yang menggambarkan waktu pagi telah terasa. e. Malam hari Waktu malam hari tergambar dari kutipan berikut. Karena gelap aku tak dapat melihat dengan jelas. Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa waktu terjadinya ketika malam hari. Dengan adanya kata gelap yang memperjelas latar waktu tersebut. Latar waktu yang disebutkan di atas merupakan waktu yang terdapat dalam novel RDP, sebenarnya dari latar waktu tersebut ada yang lebih dari satu. Tapi penulis hanya mengambil salah satu sebagai perwakilan. 2) Latar Tempat     : Tempat terjadinya suatu peristiwa dalam sebuah cerita Novel RDP berlatar utama di pendukuhan yang bernama Dukuh Paruk. Latar tempat ini terlihat dalam kutipan berikut. Dua pululuh tiga rumah berada di pendukuhan itu, di huni oleh orang-orang seketurunan. Di Dukuh Paruk inilah akhirnya Ki Secamenggala menitipkan darah dagingnya (RDP: 10) Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa latar tempat di dalam rumah novel RDP terjadi di Dukuh Paruk sedangkan latar tempat di luar rumah tidak ditemukan dalam novel. Adanya dua puluh tiga rumah di pendukuhan menggambarkan bahwa Dukuh Paruk merupakan pemukiman kecil yang keberadaannya ditempat terpencil. Latar utama yang terjadi di Dukuh paruk memunculkan latar pendukung. Hal ini terdapat dalam latar berikut. 



Di tepi kampong



Di tepi kampung ini menjadi latar rasus dan temannya Darsun dan Warta mencabut        batang singkong yang menjadi cerita pertama yang terdapat dalam novel (RDP: 10). 



Di pelataran yang membatu di bawah pohon nangka



Tempat tersebut merupakan tempat srintil sering bermain dengan mendedangkan lagu kebanggan para ronggeng. Selain itu di bawah pohon nangka srintil sering menari dan bertembang (RDP: 13). 



Di halaman rumah Kartareja



Tempat ini menjadi bagian dari upacara sacral yang dipersembahkan kepada leluhur Dukuh Paruk sebelum menuju pekuburan dukuh paruk (RDP: 45)







Di Pekuburan Ki Secamenggala



Latar ini syarat srintil untuk menjadi seorang ronggeng yaitu srintil melakukan upacara pemandian di pekuburan ki secamenggala (RDP: 46) 



Pasar Dawuan



Tempat ini adalah tempat yang dituju rasus ketika meninggalkan Dukuh paruk. Hal ini secara implicit terdapat dalam kutipan berikut. “Sampai hari-hari pertama aku menghuni pasar Dawuan, aku menganggap nilai-nilai yang kubawa dari Dukuh Paruk secara umum berlaku pula di semua tempat (RDP: 84).”. 



Di Hutan



Tempat ini menjadi tempat berburu Rasus, Sersan slamet dan Kopral Pujo (RDP: 95) 



Di Rumah Sakarya



Latar ini menjadi tempat pertama yang di datangi oleh perampok ketika ingin merampok harta milik srintil, tapi saat itu srinti sedang berada di rumah kartareja, hingga akhirnya perampok berbelok ke rumah kartareja (RDP: 101) 



Di Beranda Rumah Nenek Rasus



Tempat ini menggambarkan ketika rasus pulang kerumah neneknya ketika dia selesai menangkap perampok yang ada di Dukuh Paruk, tapi kemudian di kembali menjadi tobang (RDP: 103) 3) Latar Suasana                        : Suasana yang terjadi dalam sebuah cerita Ceria “ Ketiganya patuh, ceria di bawah pohon nangka itu berlanjut sampai matahari menyentuh garis cakrawala.” (RDP:7) Terkesima “ penonton menunda kedipan mata ketika Srintil bangkit....” (RDP:10) Panik “ Dalam haru-biru kepanikan itu kata-kata wuru bongkrek mulai di teriakkan orang.” (RDP:13) F. Sudut Pandang : Pembawaan suatu cerita Berdasarkan beberapa pandangan tentang pusat pengisahan, dapat diperoleh gambaran bahwa ada beberapa kemungkinan yang dapat dipergunakan oleh pengarang dalam menceritakan ceritanya melalui pusat pengisahan, seperti halnya dalam novel RDP pada bagian pertama menggunakan sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut. Ia merasa srintil telah menjadi milik semua orang Dukuh Paruk. Rasus cemas tidak bisa lagi bermain sepuasnya dengan Srintil di bawah pohon nangka. Tetapi Rasus tak berkata apapun. (RDP: 20)



Pengarang dalam kutipan di atas ikut terlibat dalam cerita sekaligus sebagai pengamat. Penggunaan orang ketiga dalam novel ini dapat dikatakan logis, dalam gaya penceritaan orang ketiga serta serba tahu karena pengarang berada di luar cerita, pengarang mengetahui batin tokoh utama, seperti tokoh Rasus ketika menyaksikan pentas menari srintil. Pengarang seperti ikut merasakan apa yang dirasakan Rasus, yaitu perasaan hati Rasus. Sedangkan pada bagian kedua sampai seterusnya ditampilkan dengan Sudut pandang orang pertama pelaku utama, yaitu Rasus yang di sebut “aku”. “Aku” yang bercerita dalam novel RDP mempunyai dua kemungkinan. Pertama, “aku” pencerita yang berkedudukan sebagai pengarang yang menyusun cerita. Kedua, “aku” tokoh utama yang mempunyai kedudukan yang dominan pada cerita. Penggunaan sudut pandang orang pertama pelaku utama terlihat jelas dalam kutipan berikut. Aku mengenal dengan sempurna setiap sudut tersembunyi di Dukuh paruk. Ketika kartareja bercakap-cakap dengan Dower, aku mendengarnya dari balik rumpun pisang di luar rumah. (RDP: 59-60) Pada kutipan di atas ditunjukkan dengan tidak adanya komentar pengarang dalam cerita. Tokoh utama bercerita tentang dirinya sendiri melalui tingkah laku yang diperankannya. Disamping itu, dari pemahaman tokoh aku tentang Dukuh Paruk memperkuat dugaan sedut pandang pada bab dua sampai empat menggunakan orang pertama pelaku utama. G.



Gaya bahasa : Ciri-ciri pembawaan bahasa yang terdapat dalam cerita



Gaya Bahasa yang terlihat dalam novel ini kadang membingungkan, karena terdapat bahasa jawa dan mantra-mantra jawa. Uluk-uluk perkutut manggung Teka saka negndi, Teka saba tanah sabrang Pakanmu apa Pakanku madu tawon Manis madu tawon, Ora manis kaya putuku, Srintil (RDP:10) H. Amanat : Pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui novel “Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu melihat seseorang itu tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir mengenai tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Jangan gampang terpengaruh dengan keadaan duniawi karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat mencekam masa depanmu!



 Pesan lain mungkin lebih cenderung kepada ketidak senangan atau kebencian pengarang terhadap pengkhianatanyang dilakukan oleh PKI di akhir September 1965. sehingga novel ini muncul dan menjadi penyuara kegetiran hati pengarang yang menggambarkan keadaan di masa itu.