Laporan Bahasa Indonesia Novel Ronggeng Dukuh Paruk [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Bahasa Indonesia tentang Analisis Novel “Ronggeng Dukuh Paruk”



Nama Kelompok : 1)



Firda Zamrotum M.



(09)



2)



Gerry Ardhyansyah



(10)



3)



Hadid Giri Pujangga (11)



4)



Izzah Puspita



(12)



5)



Khurota Ayunin



(13)



6)



Monica Rosalina



(14)



7)



M. Gilang Amanullah (15)



8)



M. Hafidhul Wahyi



(16)



SMA Negeri 1 Taman Tahun Pelajaran 2017-2018



I.



Identitas Novel



II.



1. Judul



: Ronggeng Dukuh Paruk



2. Nama Pengarang



: Ahmad Tohari



3. Tahun Terbit



: 2011



4. Nama Penerbit



: PT Gramedia Pustaka Utama



5. Kota terbit



: Jakarta



6. Ukuran



: Panjang 20,5 cm, Lebar : 14,8 cm, Tebal : 1,8 cm



7. Halaman



: 408 Halaman



Analisis Unsur-Unsur Intrinsik 1. Tema



: Kasih tak Sampai



2. Tokoh dan Penokohan



:



a) Pengertian Tokoh,



Tokoh merupakan pelaku yang mengemban



peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin cerita, atau tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tanpa tokoh alur tidak akan pernah sampai pada bagian akhir cerita. b) Pengertian Penokohan, Penokohan merupakan upaya pengarang dalam menampilkan gambaran dan watak para tokoh, bagaimana mengembangkan dan membangun para tokoh dalam sebuah cerita. c) Analisi Tokoh No



1.



2.



Nama Tokoh Ki Secamenggala



Rasus



Jenis Tokoh



Peran Tokoh



Watak Tokoh



sebagai seorang bromocorah, Figuran



serta moyang dukuh paruk



Moyang



(hanya diceritakan).



Protagonis



Kekasih Srintil, Seorang Tentara



3.



Darsun



Figuran



Teman Rasus



4.



Warta



Figuran



Teman Rasus



5.



Srintil



Protagonis



Bersahabat, penyayang, pendendam dan pemberani Penurut, setia kawan



Perhatian, setia kawan, penghibur



Seorang Ronggeng, Kekasih



Bersahabat, agresif,



Rasus



dewasa



6.



Sakarya



Antagonis



Kakek Srintil



7.



Kertareja



Antagonis



Dukun Ronggeng



8.



Nyai Kertareja



Antagonis



Istri Kertareja



9.



Sarkum



Tirtagonis



Penabuh Gendang



10.



Dower



Antagonis



Pemuda yang ikut sayembara bukak klambu



Penyayang, tega, pekerja keras Mesum, Serakah, Licik, egois Penurut, serakah, licik, egois Mesum, Penurut, hebat Pantang menyerah



Anak lurah yang ikut 11.



Sulam



Antagonis



sayembara bukak klambu, seorang penjudi dan



Sombong



berandal 12.



Nenek Rasus



Tirtagonis



Nenek Rasus



13.



Siti



Figuran



Gadis di pasar Dawuan



Penyayang, Sabar, Linglung Lugu, Pemalu, alim Pekerja keras, Keras



14.



Santayib



Protagonis



Ayah Srintil



kepala, bertanggung jawab



15.



Nyai Santayib



Protagonis



Ibu Srintil



Rela berkorban, keibuan



16.



Sersan Selamet



Protagonis



Seorang pimpinan tentara



Tegas, penuyuruh



17.



Kopral pujo



Protagonis



Tentara, teman Rasus dalam pasukan



Wirsites dan 18.



Ciplak



(suami



Figuran



Penjual music kecapi



istri)



19.



Marsusi



Antagonis



20.



Tampi



Protagonis



21.



Goder



Figuran



Kepala perkebunan karet Wanakeling



Penakut



Rendah hati , ramah serta pekerja keras sombong, angkuh, pemarah, kasar dan pendedendam



Ibu dari anak yang diasuh



baik, penyayang,



Srintil



perhatian serta peduli



Anak Tampi dan juga anak yang sangat disayangi oleh



lucu



Srintil 22.



Dilam



Antagonis



23.



Tarim



Protagonis



Seorang yang berasal dari Warubosok Dukun



Pendendam baik syirik, dan suka



24.



Ibu camat



Antagonis



Istri camat



membicarakan kejelekan orang lain



25.



Sentika



Tirtagonis



Seorang yang sangat kaya



tenang, baik, ramah,



yang berasal dari



penyayang, tegas dan



Alaswangkal.



berwibawa baik, keibuan, ramah,



26.



Nyai Sentika



Protagonis



Istri Sentika



penyayang dan juga tenang



27.



Waras



Figuran



Anak dari Sentika dan Nyai



lucu, polos, dan kekanak-



Sentika



kanakan baik demi sebuah tujuan



28.



Pak Bakar



Antagonis



Orang Politik



yang diinginkannya, serta Pak Bakar bersifat licik. Tamir memiliki sifat



29.



Tamir, Diding, dan Kusen



Seorang priyayi dari Jakarta Figuran



yang bertugas mengukur sawah di dekat Dukuh Paruk



sangat ingin mengetahui mengenai sesuatu. Diding berwatak tenang. Dan Kusen berwatak baik dan pekerja keras.



Ketua dari priyayi yang 30.



Bajus



Antagonis



datang dari Jakarta dalam hal urusan mengukur sawah



Sopan, rajin tapi licik



di dekat Dukuh Paruk Seorang yang penting dan 31.



Pak Blengur



Figuran



kaya raya sekaligus tempat dimana Bajus meminta pekerjaan.



Tegas dan baik



d) Bagaimana cara pengarang menggambarkan watak para tokoh ?  Dengan cara dramatic yaitu kutipan dialog pada cerita serta percakapan antar tokoh



3. Alur / Plot / Jalan Cerita



:



a) Jenis alur yang digunakan adalah alur campuran. Ceritanya terkadang melaju ke masa depan, namun juga terkadang mengulas masa lalu. Dalam cerita ini yakni ditengah-tengah cerita pengarang menceritakan kembali masa lalu yang sempat dialami oleh pemeran cerita. Seperti menceritakan kembali terjadinya peristiwa tempe bongrek sebelas tahun yang lalu atau semasa bayinya Srintil b) Tahapan Alur 1) Pengenalan / Eksposisi Tahap ini umumnya berisi sejumlah informasi penting sehubungan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap berikutnya. Misalnya, berupa pengenalan tentang waktu dan tempat terjadinya peristiwa dan pengenalan tokoh cerita. Kutipan tahap pengenalan adalah sebagai berikut : “ Di tepi kampung, tiga anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong. Namun ketiganya masih terlampau lemah untuk mengalihkan cengkeraman akar ketela yang terpendam dalam tanah kapur. .... Dibawah pohon nangka itu mereka melihat Srintil sedang asyik bermain seorang diri. Perawan kecil itu sedang merangkai daun nangka dengan sebatang lidi untuk dijadikan sebuah mahkota”. 2) Konflik / Permasalahan Tahap ini merupakan tahap pemunculan masalahmasalah dan peristiwa-peristiwa yang kemudian menjadi sebab terjadinya konflik. Konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.



Permasalahan dimulai saat Srintril resmi menjadi penari Ronggeng, yang mana Srintil tentu telah melewati beberapa ritual untuk menjadi resmi menjadi Ronggeng, dan salah satu ritual itu adalah “Bukak Klambu”. Dan sejak saat itu pula Srintil telah menjadi milik semua orang. 3) Komplikasi / Peruntutan Pada tahap ini konflik semakin meningkat dan semakin di kembangkan hingga muncul permasalahan lainnya. Konflik utama dikembangkan dengan kuat pada novel bagian kedua, yaitu ketika Rasus membuat keputusan untuk meninggalkan Dukuh Paruk. Yang mana hal itu membuat Srintil sedih sehingga membuat Srintil tidak mau untuk naik panggung dan membuat keheranan di kalangan masyarakat Dukuh Paruk. 4) Klimaks Permasalahan



yang



sudah



diperkenalkan



di



tahap



sebelumnya kemudian memuncak di tahap ini. Hal itu membuat sang tokoh mengalami ketegangan dan kesulitan dalam menghadapi konflik yang dia hadapi. Puncak permasalahan terjadi ketika Srintil di tangkap karena persoalan yang sebenarnya sama sekali ia tak mengerti. Srintil ditangkap dengan tuduhan keterlibatannya dalam PKI. Sehingga mengharuskan dia mendekam di penjara selama 2 Tahun. 5) Anti Klimaks Permasalahan yang memuncak di dalam suatu cerita mulai menurun di tahap ini. Anti klimak terjadi ketika Srintil saat telah bebas mengalami pilunya hidup. Orang yang dia kira mencintai dia



dan mampu bersama membangun indahnya biduk rumah tangga, ternyata mengkhianati Srintil. Dan hal itu menyebabkan tekanan kejiawaan pada Srintil sehingga Srintil menjadi gila. 6) Konklusi / Penyelesaian Di tahap ini, masalah yang tersaji di dalam cerita dapat diselesaikan. Di tahap ini, pembaca atau penonton bisa menyimpulkan kesan yang mereka dapat dari cerita tersebut, sekaligus pesan atau amanat di balik cerita tersebut. Penyelesaian yaitu



4. Setting / Latar



:



 Jenis-jenis / macam Setting : a) Tempat



 Di tepi kampung, Kutipan : “Di tepi kampung, tiga anak laki-laki sedang bersusah payah mencabut sebatang singkong. Namun ketiganya masih terlampau lemah untuk mengalihkan cengkeraman akar ketela yang terpendam dalam tanah kapur.”



 Di dalam rumah Kartareja, Kutipan : “Di dalam rumah, Nyai Kartareja sedang merias Srintil. Tubuhnya yang kecil dan masih lurus tertutup kain sampai ke dada. Angkinnya kuning. Di pinggang kiri kanan ada sampur berwarna merah saga. Srintil didandani seperti laiknya seorang ronggeng dewasa.”



 Di halaman rumah Kertareja, Kutipan : “warga desa beserat anak-anak berada di halaman rumah Kertareja untuk melihat kasur yang akan digunakan Srintil pada ritual Mbukak Kllmbu”



 Makam Ki Secamenggala, Kutipan :“Srin, ini tanah pekuburan. Dekat dengan makam Ki Secamenggala pula. Kita bisa kualat nanti.”



 Dukuh Paruk, Kutipan :“Dukuh Paruk masih diam meskipun beberapa jenis satwanya sudah terjaga oleh pertanda datangnya pagi.”



 Pasar Dawuan, Kutipan :“Orang-orang di Pasar Dawuan asyik terlena. Segala sesuatu lepas dari perhatian mereka, tak terkecuali sebuah subjek yang sedang terdampar di atas lincak pedagang lontong. Musik Wirster mengantarkan Srintil ke alam jaga yang paling santun.”



 Poliklinik, Kutipan : “emak bersama 5 orang lainnya dibawa ke poliklinik di sebuah kota Kawedanan”



 Kota Kawedanan, Kutipan : “emak bersama 5 orang lainnya dibawa ke poliklinik di sebuah kota Kawedanan”



 Di Hutan, Kutipan : “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai. Dalam hal ini aku kecewa karena tiga orang tentara yang kuiringkan sama sekali tak berpengalaman dalam hal berburu”



 Di Rumah Sakarya, Kutipan : “sebelum meninggalkan Rumah Sakarya, para perampok membuat orang tua itu pingsan”



 Rumah nenek Rasus, Kutipan : “Rasus pun masuk kedalam rumah neneknya”



b) Waktu



 Jum’at malam, Kutipan : “Sudah Jum’at malam. Seorang pemudapun belum juga datang menemui harapannya, menyerahkan sekeping ringgit emas bagi keperawanan



Srintil.



“Alangkah



malu



bila



sayembara bukak klambu yang kuselenggarakan tidak berhasil. Sia-sialah tiga ekor kambing yang telah ku jual,” pikir Kartareja seorang diri. Tetapi lamunan dukun ronggeng itu terhenti ketika pintu depan berderit



 Tahun 1946, Kutipan : “Seandainya ada seorang di Dukuh Paruk yang pernah bersekolah, dia dapat



mengira-ngira saat itu hampir pukul dua belas tengah malam, tahun 1946. Semua penghuni pendukuh itu telah tidur pulas, kecuali Santayib, ayah Srintil”



 Tahun 1960, Kutipan : “Tahun 1960 wilayah kecamatan Dawuan tidak aman”



 Sore hari, Kutipan : “Demikian, sore itu Srintil menari dengan mata setengah tertutup, jari tangannya melentik kenes. Ketiga anak laki-laki yang mengiringinya menyaksikan betapa Srintil telah mampu menyanyikan banyak lagu-lagu ronggeng.”



 Tengah malam, Kutipan : “Menjelang tengah malam barangkali hanya Sakarya yang masih termangu di bawah lampu minyak yang bersinar redup.”



 Siang hari, Kutipan : “Matahari naik. Panasnya mulai menyengat. Panas yang telah mengubah warna rambut orang dan anak Dukuh Paruk menjadi merah. Kulit kehitaman bersisik. Dukuh Paruk yang tadi malam basah kuyup kini terjerang. Panas dan lembab.”



 Pagi, Kutipan : “Pagi itu Kartareja mendapat kabar gembira. Dia pun sudah bertahun-tahun menunggu kedatangan seorang calon ronggeng untuk diasuhnya.”



 Malam hari, Kutipan : “Selesai dengan pekerjaan malam itu, Santayib berangkat tidur. Sepi. Dukuh Paruk dengan semua penghuninya larut bersama malam yang dingin dan lembab. Srintil yang masih bayi acap kali terjaga bila popoknya basah. Bila kainnya sudah diganti Srintil lelap kembali di ketiak ibunya.



 Hari Sabtu, Kutipan : “Hari Sabtu tiba. Hari yang sangat mengesankan karena nistaku ternista”



 11 Tahun yang lalu, Kutipan : “11 tahun yang lalu ketika Srintil masih Bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujan lebat.”



c) Suasana



:



 Lengang, Kutipan : “Dalam kegelapan yang pekat, pemukiman terpencil itu lengang, amat lengang”



 Ramai, Kutipan : “Detik berikutnya bergemalah irama calung yang di kembari tepuk tangan hampir semua warga Dukuh Paruk”



 Sunyi, Kutipan : “…. , seorang bromocorahyang sengaja mencari daerah paling sunyi sebagai tempat menghabiskan riwayat keberandalannya”



 Hening, Kutipan : “Hening, Tanggapan hanya berupa bisik-bisik lirih”



 Panik, Kutipan : “Santayib tidak peduli atas kepanikan luar biasa yang sedang melanda para tetangga”



 Menegangkan, Kutipan : “Pada malam ke-9 , ada 5 orang yang sedang beriringan berjalan di pematang, mereka adalah perampok” d) Alat / Benda :



 Cungkil, Kutipan “cari sebatang cungkil, kata Rasus kepada temannya”



 Linggis, Kutipan : “percuma, hanya sebatang linggis dapat menembus tanah sekeras ini”



 Calung, Kutipan : “… Sakum, laki-laki dengan sepasang mata keropos namun punya keahlian istimewa dalam memukul calung besar”



 Gong, Kutipan : “sebuah gendang, dua calung dan sebuah gong di tiup yang terbuat dari seruas bamboo besar”



 Gendang, Kutipan : “sebuah gendang, dua calung dan sebuah gong di tiup yang terbuat dari seruas bamboo besar”



 Dupa, Kutipan : “Kertajaya muncul dengan pendupaan yang dibawanya berkeliling arena tempat Srintil menari”



 Arang,



Kutipan



:



“mereka



memadikannya



dan



menyediakan arang gagang padi buat keramas ”



 Botol, Kutipan : “Kertareja mengeluarkan botol-botol dari lemari”



 Keris, Kutipan : “lama aku berfikir tentang keris itu. Ada keraguan untuk menyerahkannya kepada Srintil”



 Bedil, Kutipan : Selesai mengenakan seragam, kusambar bedil yang tergantung diatas balai-balai di bilik. e) Peristiwa



:



 Kematian massal akibat tempe bongkrek buatan Santayib



 Saat Srintil menari di bawah pohon nangka yang mana dia menari serasa telah di masuki Indang Ronggeng



 Saat menjalankan ritual memandikan Srintil di Kuburan sebagai



syarat



sah



menjadi



Ronggeng, tiba-tiba



Kertareja kerasukan arwah Ki Secamenggala



 Rasus diangkat menjadi tentara oleh Sersan Selamet Karena berhasil membuhun 2 perampok yang akan mencuri di rumah Kertareja



 Srintil kembali tampil menari saat dia diminta mengisi acara Agustusan



 Srintil masuk penjara karena dia di tuduh ikut terlibat dalam kegiatan PKI



 Kebakaran di Desa Dukuh Paruk  Setelah 2 tahun mendekam di penjara akhirnya Srintil bisa bebas dan kembali ke Desa Dukuh Paruk



 Pada akhirnya Srintil menjadi gila karena lagi-lagi ia telah di kecewakan oleh seseorang yang dia anggap baik  Fungsi Setting : a) Fungsi Fisikal :



 Pohon nangka, Kutipan : “Di pelataran yang membatu di bawah pohon nangka. Ketika angin tenggara bertiup dingin menyapu harum bunga kopi yang selalu mekar di musim kemarau.



 Batang Singkong, Kutipan “… , namun batang singkong itu tetap tegak di tempatnya”



 Pohon Bacang, Kutipan : “maka dia berbalik, menoleh kanan-kiri mencari sebatang pohon Bacang.”



 Sawah, Kutipan : “Karena letak Dukuh Paruk ditengah amparan sawah yang sangat luas, tenggelamnya matahari tampak jelas dari sana ”



 Pohon Semboja, Kutipan “pohn –pohon puring di pekuburan melayu, tetapi pohon semboja malah berbunga ”



b) Fungsi Psikologis



 Ceria, Kutipan : Ceria di bawah pohon nangka itu berlanjutsampai matahari menyentuh garis cakrawala. Sesungguhnya Srintil belum hendak berhenti menari. Namun Rasus berkeberatan karena ia harus menggiring tiga ekor kambingnya pulang ke kandang.



 Cemas, Kutipan : “Rasus cemas tidak bisa lagi bermain sepuasnya dengan Srintil di bawah pohon nangka. Tetapi Rasus tak berkata apa pun. Dia tetap terpaku di tempatnya sampai pentas itu berakhir hampir tengah malam.



 Terkesima, Kutipan : “kettika Srintil muncul di tuntun Nyai Kertareja, semua mata terarah kepadanya. Rasus yang berdiri di depan lapisan penonton paling depan ternganga”



 Panik, Kutipan : “Dalam haru-biru kepanikan itu katakata “wuru bongkrek” mulai diteriakkan orang. Keracunantempe bongkrek. Santayib, pembuattempe



bongkrek itu, sudah mendengar teriakan demikian. Hatinya ingin dengan sengit membantahnya.”



 Senang, Kutipan : “Pagi itu Kertareja mendapat kabar gembira. Dia pun suda bertahun-tahun menunggu kedatangan seorang Ronggeng untuk diasuhnya.”



 Sedih, saat Srintil sadar bahwa Rasus telah



pergi



meninggalkan Dukuh Paruk, dan saat itu Srintil hanya bisa menangis.



 Termenung, saat Srintil berada diujung Kampung Dukuh Paruk, dia hanya bisa termenung atas kepergian Rasus



 Bingung, ketika Srintil mendapat tawaran untuk tampil di acara Agustusan , sebenarnya Srintil tidak mau namun di sisi lain ia merasa kasian kepada Sakum yang kehilangan mata pencarian akibat Srintil tidak lagi menari.



 Kecewa, saat Srintil mulai berharap pada Bajus dan mengira Bajus adalah pria baik, namun ternyata Bajus malah menghianati dirinya dengan menjual dirinya pada Bos Bajus.



 Terharu, Kutipan : “banyak orang terharu dan kagum bagiaman Srintil menari”



 Malu, Kutipan : “aku diam karena kecewa dan sedikit malu”



 Ragu, Kutipan : “lama aku berfikir tentang keris itu. Ada keraguan untuk menyerahkannya kepada Srintil”



5. Sudut Pandang / Titik Kisah / Point of View : Sudut pandang yang digunakan dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk tidak hanya satu. Karena ada beberapa sudut pandang dalam novel tersebut. Seperti pada BAB 1 sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Karena disini tidak diketahui siapa yang menceritakan. Apakah si pengarang ataukah orang lain yang pada saat itu



berada pada tempat itu. Kemudian pada BAB 2 hingga BAB 4 menggunakan sudut pandang orang pertama sertaan. Karena pada bagian tersebut yang bercerita adalah tokoh Rasus. Rasus menceritakan apa yang di alami saat itu. 6. Amanat / Misi 



:



Sebagai seorang wanita harus dapat menjaga kesuciannya atau keperawanannya sebelum menikah.







Manusia hendaknya percaya akan adanya Tuhan dan jangan percaya pada hal-hal yang negatif atau tahayul.







Keterbatasan hanya pada satu pemahaman tidak akan membuat kemajuan yang lebih pada kehidupan.







Jangan menyia-nyiakan orang yang telah sepenuh hati mencintai kita, karena belum tentu suatu saat nanti kita dapat menemukan orang yang mencintai kita seperti itu.







Adat bagaimanapun tetap harus berlaku dalam kehidupan yang meyakininya, karena jika memang suatu daerah mempercayai adat yang berlaku, maka harus dijalankan dengan sebaik-baiknya. Karena pada setiap keyakinan pasti ada suatu hal yang akan terjadi jika suatu adat kebiasaan tidak dilaksanakan.







Hati-hati dalam bertindak / jangan mudah percaya pada orang lain



7. Gaya Penceritaan Pengarang 



:



Pengarang dalam menuliskan novel Ronggeng Dukuh Paruk menggunakan bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah, yaitu bahasa Jawa. Penggunaan bahasa daerah terlihat dari adanya penggunaan kata-kata seperti mbak yu, wong bagus, jenganten, wong ayu, dan masih banyak lagi. Tidak hanya dari pengguanaan kata-kata tersebut, penggunaan bahasa daerah juga terlihat dari adanya nyanyi yang digunakan pada saat Srintil menari ronggeng, yaitu: Uluk-uluk perkutut manggung Teka suka ngendi, Teka suka tanah sabrang Pekanmu apa, Pakanku mado tawon



Manis madu tawon, Ora manis kaya putuku, Srintil 



Novel ini juga menggunakan beberapa majas, yaitu: a.



Majas Personifikasi Majas ini terdapat dalam kutipan “ Dukuh Paruk kembali menjatuhkan



pundak-pundak yang berat, kembali bersimbah air mata.” (Ronggeng Dukuh Paruk: 276). Dari kutipan diatas kita mengetahui bahwa Dukuh Paruk hanyalah sebuah desa, yang tidak bisa menjatuhkan sebuah punggung. b.



Majas Asosiasi atau Perumpamaan Majas ini terdapat dalam kutipan “di bagian langit lain, seekor burung



pipit sedang berusaha mempertahankan nyawanya. Dia terbang bagai batu lepas dari katapel sambil menjerit sejadi-jadinya. Dari kutipan tersebut majas asosia dilihat dari adanya penggunaan kata bagai.



8. Nilai – nilai yang terdapat dalam cerita



:



 Nilai Religius, unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karema warga Dukuh Paruk lebih mempercayai adanya nenek moyang dan halhal animisme lainnya



 Nilai social, Warga Dukuh Paruk mempunyai kepercayaan kepada kekeramatan makam Ki Sicamenggala, kepercayaan kepada roh indang, sebagai pesan dalam dunia peronggengan, dan kehidupan yang identik dengan pertunjukkan ronggeng beserta calungnya, sumpahserapah, dan seloroh cabul. Dalam kehidupannya pun tidak ada penerapan gotong-royong, yang ada hanya membantu orang-orang yang dianggap pantas untuk diperlakukan secara baik. Contohnya saja, para warga yang sangat memuliakan Srintil, ketika Srintil dinobatkan menjadi Ronggeng Dukuh Paruk. Apabila dipandang secara umum, novel ini juga mengandung nilai tentang tumbuhnya kesadaran setiap orang Indonesia terhadap nilai-nilai kemanusiaan masih menjadi persoalan yang penting dalam perjalanan sejarah bangsa ini. Banyak orang yang menyuarakan tentang demokrasi dan hak asasi manusia ,



itu merupakan bukti bahwa masalah kemanusiaan masih sangat sering terjadi. Gambaran nyata terdapat dinovel ini yang terwakili oleh sosok Srintil dan Rasus yang berbicara tentang pentingnya kesadaran terhadap masalah kemanusiaan.



 Nilai Budaya yaitu masyarakat daerah Banyumas, khususnya di Dukuh Paruk yang masih menjalani kehidupan bermasyarakatnya dengan adat yang ada dari leluhur atau nenek moyang meraka. Yang paling jelas tentang nilai budaya dalam novel ini, yaitu dengan keharusannya adanya ronggeng di dukuh tersebut, dan seorang ronggeng pun harus menjalani tradisi seorang ronggeng yaitu khususnya adat bukak-klambu.



 Nilai Moral yang terkandung dalam novel ini yaitu di dukuh ini tidak mengharamkan perbuatan yang senonoh kepada wanita. Namun, yang perlu kita ketahui bahwa tidak semua wanita sama, ingin diperlakukan tidak senonoh. Jelas berbeda antara wanita Dukuh Paruk dan luar daerah Dukuh Paruk.



 Nilai Estetika yang tercerminkan dalam novel ini yaitu tema yang diangkat dalam novel ini. Tema yang ada sangatlah kompleks dan menjadikannya memiliki estetika tersendiri bagi para pembaca. Penggunaan gaya bahasa, yang jarang kita temui pada novel-novel lainnya pun menjadi penunjang tema yang diangkat ini, serta menambahkan keindahan di dalam novel ini.



 Nilai Politik yaitu, adanya kesewenang-wenangan kekuasaan yang telah menindas orang-orang kecil yang kebanyakan dari mereka tidak tahu menahu mengenai berbagai persoalan tentang politik, khususnya persoalan mengenai pengkhianatan yang dilakukan oleh PKI yang terjadi pada tanggal 30 September 1965.



9. Sinopsis Srintil adalah gadis Dukuh Paruk. Dukuh Paruk adalah sebuah desa kecil yang terpencil dan miskin. Namun, segenap warganya memiliki suatu kebanggaan tersendiri karena mewarisi kesenian ronggeng yang senantiasa menggairahkan hidupnya. Tradisi itu nyaris musnah setelah terjadi musibah



keracunan tempe bongkrek yang mematikan belasan warga Dukuh Paruk sehingga lenyaplah gairah dan semangat kehidupan masyarakat setempat. Untunglah mereka menemukan kembali semangat kehidupan setelah gadis cilik pada umur belasan tahun secara alamiah memperlihatkan bakatnya sebagai calon ronggeng ketika bermain-main di tegalan bersama kawan-kawan sebayanya (Rasus, Warta, Darsun). Permainan menari itu terlihat oleh kakek Srintil, Sakarya, yang kemudian mereka sadar bahwa cucunya sungguh berbakat menjadi seorang ronggeng. Berbekal keyakinan itulah, Sakarya menyerahkan Srintil kepada dukun ronggeng Kartareja. Dengan harapan kelak Srintil menjadi seorang ronggeng yang diakui oleh masyarakat. Dalam waktu singkat, Srintil pun membuktikan kebolehannya menari disaksikan orang-orang Dukuh Paruk sendiri dan selanjutnya dia pun berstatus gadis pilihan yang menjadi milik masyarakat. Sebagai seorang ronggeng, Srintil harus menjalani serangkaian upacara tradisional yang puncaknya adalah menjalani upacara bukak klambu, yaitu menyerahkan keperawanannya kepada siapa pun lelaki yang mampu memberikan imbalan paling mahal. Meskipun Srintil sendiri merasa ngeri, tak ada kekuatan dan keberanian untuk menolaknya. Srintil telah terlibat atau larut dalam kekuasaan sebuah tradisi, di sisi lain, Rasus merasa mencintai gadis itu tidak bisa berbuat banyak setelah Srintil resmi menjadi ronggeng yang dianggap milik orang banyak. Oleh karena itu, Rasus memilih pergi meninggalkan Srintil sendirian di Dukuh Paruk. Kepergian Rasus ternyata membekaskan luka yang mendalam di hati Srintil dan kelak besar sekali pengaruhnya terhadap perjalanan hidupnya yang berliku. Rasus yang terluka hatinya memilih meninggalkan Dukuh Paruk menuju pasar Dawuan, dan kelak dari tempat itulah Rasus mengalami perubahan garis perjalanan hidupnya dari seorang remaja dusun yang miskin dan buta huruf menjadi seorang prajurit atau tentara yang gagah setelah terlebih dahulu menjadi tobang. Dengan ketentaraannya itulah kemudian Rasus memperoleh penghormatan dan penghargaan seluruh orang Dukuh Paruk, lebih-lebih setelah berhasil menembak dua orang perampok yang berniat menjarah rumah Kartareja yang menyimpan harta kekayaan ronggeng Srintil.



Beberapa hari singgah di Dukuh Paruk Rasus sempat menikmati kemanjaan dan keperempuanan Srintil sepenuhnya. Tapi itu semua tidak menggoyahkan tekadnya yang bulat untuk menjauhi Srintil dan dukuhnya yang miskin. Pada saat fajar merekah, Rasus melangkah gagah tanpa berpamitan pada Srintil yang masih pulas tidurnya. Kepergian Rasus tanpa pamit sangat mengejutkan dan menyadarkan Srintil bahwa ternyata tidak semua lelaki dapat ditundukkan oleh seorang ronggeng. Setelah kejadian itu Srintil setiap hari tampak murung dan sikap Srintil yang kemudian menimbulkan keheranan orang-orang disekitarnya. Kebanyakan mereka tidak senang menyaksikan kemurungan Srintil, sebab mereka tetap percaya ronggeng Srintil telah menjadi simbol kehidupan Dukuh Paruk. Dalam kurun waktu tertentu, Srintil tetap bertahan tidak ingin menari sebagai ronggeng, bahkan senang mengasuh bayi Goder (anaknya Tampi, seorang tetangga) dengan gaya asuhan seorang ibu kandung. Perlawanan atau pemogokan Srintil masih bertahan ketika datang tawaran menari dari Kantor Kecamatan Dawuan yang akan menggelar pentas kesenian menyambut perayaan Agustusan. Kalau pun pada akhirnya runtuh dan pasrah, bukan semata-mata tergugah untuk kembali tampil menari sebagai seorang ronggeng, melainkan mendengar ancaman Pak Ranu dari Kantor Kecamatan. Srintil menyadari kedudukannya sebagai orang kecil yang tak berhak melawan kekuasaan. Sama selaki ia tidak membayangkan akibat lebih jauh dari penampilannya di panggung perayaan Agustusan yang pada tahun 1964 sengaja dibuat berlebihan oleh orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI). Warna merah dipasang di mana-mana dan muncullah pidato-pidato yang menyebut-nyebut rakyat tertindas, kapitalis, imperalis, dan sejenisnya. Pemberontakan PKI kandas dalam sekejap dan akibatnya orang-orang PKI atau mereka yang dikira PKI dan siapa pun yang berdekatan dengan PKI di daerah mana pun ditangkapi dan di tahan. Nasib itu terjadi juga pada Srintil yang harus mendekam di tahanan tanpa alasan yang jelas. Pada mulanya, terjadi paceklik di mana-mana sehingga menimbulkan kesulitan ekonomi secara menyeluruh. Pada waktu itu, orang-orang Dukuh Paruk tidak berpikir panjang dan tidak memahami berbagai gejala zaman yang berkembang di luar wilayahnya.



Dalam masa paceklik yang berkepanjangan, Srintil terpaksa lebih banyak berdiam di rumah, karena amat jarang orang mengundangnya berpentas untuk suatu hajatan. Akan tetapi, tidak lama kemudian ronggeng Srintil sering berpentas di rapat-rapat umum yang selalu dihadiri atau dipimpin tokoh Bakar. Walaupun Srintil tidak memahami makna rapat-rapat umum, pidato yang sering diselenggarakan orang. Yang dia pahami hanyalah menari sebagai ronggeng atau melayani nafsu kelelakian. Tapi hubungan mereka tetap baik. Hubungan



mereka



merenggang



setelah



beberapa



kali



terjadi



penjarahan padi yang dilakukan oleh orang-orang kelompok Bakar. Sukarya merasa tersinggung dengan Bakar, karena Bakar mengungkit-ungkit masa lampau Ki Secamenggala yang dikenal orang sebagai bromocorah. Karena hal itu Sakarya memutuskan hubungan dengan kelompok Bakar. Sakarya tidak hanya melarang ronggeng Srintil berpentas di rapat-rapat umum, tetapi juga meminta pencabutan lambang partai. Akan tetapi, Bakar menanggapinya dengan sikap bersahaja. Dalam tempo singkat, Dukuh Paruk kembali ketradisinya yang sepi dan miskin. Akan tetapi, kedamaian itu hanya sebentar, karena mereka kemudian kembali bergabung dengan kelompok Bakar setelah terkecoh oleh kerusakan cungkup makam Ki Secamenggala. Sakarya menduga kerusakan itu ulah kelompok Bakar yang sakit hati, tetapi kemudian beralih ke kelompok lain setelah menemukan sebuah caping bercat hijau di dekat pekuburan itu. Sayang, mereka tidak mampu membaca simbol itu. Dan Srintil pun semangat menari walaupun tariannya tidak seindah penampilannya yang sudah-sudah. Ternyata penampilan yang berlebihan itu merupakan akhir perjalanan Srintil sebagai ronggeng. Mendadak pasar malam bubar tanpa penjelasan apa pun dan banyak orang limbung, ketakutan, dan kebingungan, sehingga kehidupan terasa sepi dan mencekam. Berbagai peristiwa menjadikan orangorang



Dukuh



Paruk



ketakutan,



tetapi



tidak



mengetahui



cara-cara



penyelesaiannya. Yang terpikir adalah melaksanakan upacara selamatan dan menjaga kampung dengan ronda setiap saat. Keesokan harinya orang-orang Dukuh Paruk melepas langkah Kartareja dan Srintil yang berniat meminta perlindungan polisi di Dawuan. Tapi ternyata harapan berlindung kepada



polisi itu berantakan, karena kepolisian dan tentara justru sudah menyimpan catatan nama Srintil yang terlanjur populer sebagai ronggeng rakyat yang mengibarkan bendera PKI. Srintil pulang ke Dukuh Paruk setelah dua tahun mendekam dalam tahanan politik dengan kondisi kejiwaan yang sangat tertekan. Ia berjanji menutup segala kisah dukanya selama dalam tahanan dan bertekad melepas predikat ronggengnya untuk membangun sebuah kehidupan pribadinya yang utuh sebagai seorang perempuan Dukuh Paruk, meskipun tidak mengetahui sedikitpun keberadaan Rasus. Tanpa sepengetahuan Srintil, Nyai Kartareja menghubungi Marsusi. Akibatnya, Srintil mengumpat kebodohan neneknya dan meratapi nasibnya sebagai perempuan yang terlanjur dikenal sebagai ronggeng. Untungah Srintil masih bisa mengelak perangkap Marsusi. Selepas dari perangkap Marsusi, Srintil kembali mendapat tekanan dari lurah Pecikalan agar mematuhi kehendak Pak Bajus.Bajus hendak menikahi Srintil, sehingga Srintil berusaha mencintai Bajus. Tapi Srintil sangat kecewa, karena Bajus ternyata lelaki impoten yang justru hanya berniat menawarkannya kepada seorang pejabat proyek. Srintil pun mengalami goncangan jiwa dan akhirnya menderita sakit gila sampai akhirnya dibawa ke rumah sakit jiwa oleh Rasus.