Analisis Novel Ronggeng Dukuh Paruk [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Indonesian Literature HL



Felicia Mirabel – 12 IndoA HL



Analisis Novel Ronggeng Dukuh Paruk Judul karya



: Ronggeng Dukuh Paruk



Pengarang



: Ahmad Tohari



No



1



Konvensi – konvensi sastra Tokoh



Penjelasan teknik dan efek



Rasus Sebagai Tokoh Utama yang berperan juga sebagai narator, Rasus adalah tokoh yang lahir di Dukuh Paruk. Rasus sendiri, merupakan tokoh yang beruntung karena diangkat begitu saja oleh Militer secara tiba-tiba (Hal 91). Di Militer-lah Rasus mendapat pelajaran membaca dan menulis – dimana penduduk Dukuh Paruk pun tidak ada yang bias melakukannya (Hal 93). Meskipun ia tidak menyukai apa yang Srintil lakukan (menjadiRonggeng), ia mencintainya tetap sampai akhir cerita. Srintil



-



-



Srintil adalah tokoh yang menjadi Ronggeng di DukuhParuk. Setelah sekian lamanya Dukuh Paruk tidak memiliki sosok Ronggeng (penghibur warga Dukuh Paruk), Srintil muncul akibat observasi penduduk desa yang melihat kemahirannya dalam menari. Meskipun Srintil adalah Ronggeng, ia tetap sebisa mungkin menjaga harga dir idan kehormatannya sebagai wanita.Namun samas eperti warga Dukuh Paruklainnya, iatetap tidak terdidik. Suami istri Kartareja Suami istri Kartareja merupakan orangtua asuh bagi Srintil. Kartareja adalah dukun ronggeng turun temurun di Dukuh Paruk. Srintil patuh di bawah kuasa dukun ronggengnya pasangan suami istri Kartareja. Uang hasil meronggeng maupun melayani laki – laki menghidupkan pasangan suami istri ini. Oleh karena itu, ketika Sritil pada awal – awalnya mulai memberontak untuk menolak lelaki yang ingin menidurinya, suami istri Kartareja berusaha sekuat tenaga untuk membujuk Srintil agar mau melakukannya karena bagi mereka, Srintil adalah salah satu aset yang sangat beharga. Tanpa Srintil, mereka tidak akan mendapatkan apa – apa. Pasangan suami istri ini merupakan pasangan yang sangat licik. Hal tersebut terbukti ketika mereka melakukan kelicikan pada dua orang pemuda yang mampu memenuhi persyaratan untuk bisa mewisuda keperawanan Srintil. Karena kebodohan dan pergumulan politik serta ketidaktahuan yang terjadi, Dukuh Paruk dan ronggengnya pun hancur and menjadi aib sekaligus noda. Namun, cerita tidak berhenti disitu. Sampai pada akhirnya, Nyai Kartareja masih saja menggunakan Srintil untuk mendapatkan uang, ia mencoba menyerahkan Srintil kepada Marsusi yang pada akhirnya gagal. Selain itu, Nyai Kartareja juga menyerahkan Srintil kepada Pak Bajus sampai kepada titik dimana Srintil kehilangan dirinya Waras Waras merupakan salah satu tokoh pembantu yang muncul di buku kedua dalam novel



Kutipan Pendukung Bakar: “Bakar adalah ayah yang sangat layak... bakar sebagai orang bijak yang bisa...”( pg. 228) “Nanti dulu, Kang Sakarya, Aku yakin betul apa yang terjadi di sawah-sawah itu...”(pg. 233) “Laki – laki yang hampir sebaya ini secara turun – temurun menjadi dukun ronggeng di Dukuh Paruk... Dia pun sudah bertahun – tahun menunggu kedatangan seorang calon ronggeng untuk diasuhnya.” – hal. 16 “Oh, tenanglah, bocah bagus. Lihat, anak Pecikalan itu masih tertidur nyenyak. Engkau jadi pemenang. Srintil menunggumu sekarang.” – hal. 78 “Bahwa dirinya adalah perempuan dalam falsafah yang amat dalam. Perempuan yang harus mampu berperan banyak di hadapan seorang laki – laki muda yang nyaris tersingkir dari identitas kelelakiannya, seorang perjaka yang tumbuh dalam malapetaka kejiwaan. Kesaradan yang tulus dari naluri seorang ronggeng sejati.” – hal. 216



Indonesian Literature HL Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Ia adalah anak dari Sentika yang datang ke Dukuh Paruk untuk mengundang Srintil menjadi gowok bagi dirinya. Isu pergowokan, dimana seorang perempuan disewa oleh seorang ayah bagi anak lelakinya yang sudah menginjak dewasa dan menjelang kawin, diusung melalui tokoh Waras. Srintil diundang datang ke Alaswangkal untuk meronggeng, dan juga untuk menjadi gowok bagi Waras. Pada awalnya Srintil tidak menyanggupi dirinya untuk menjadi gowok, tetapi setelah melihat Waras yang nyaris tersingkir dari identitas kelelakiannya, ia memutuskan untuk menjadi gowok. -



Bakar: Teknik deskripsi narator: Orang yang selalu berpidato, amat pandai berbicara, sudah berubah tetapi semangatnya luar biasa. Di mata Srintil, Bakar adalah ayah yang sangat layak. Ramah, dan kelihatannya paham akan banyak hal termasuk perasaan pribadi Srintil. Kebapakannya tidak hanya dibuktikan dengan bayaran tinggi yang selalu diberikannya kepada Srintil, tetapi juga dengan sikapnya yang dingin terhadap tujuan-tujuan erotik. Bakar juga memberikan hadiah kepada Srintil beserta rombongannya berupa seperangkat alat pengeras suara, dll. Bakar juga adalah orang yang bijak yang bisa memimpin dan melindungi Dukuh Paruk. Di luar daerah Dukuh Paruk, Bakar berpropaganda macam-macam yang pasti sulit dimengerti oleh orang Dukuh Paruk. Misalnya tentang perjuangan kaum tertindas untuk mendapatkan kembali hak-haknya. Bakar tidak bisa berbiara macam-macam di Dukuh Paruk. Dia hanya ingin Srintil dan rombongannya menjadi alatpenarik massa. Teknik dialog tokoh: Kata-kata yang dilontarkan Bakar kepada Sakarya mengandung penghinaan, menyangkut moyang Dukuh Paruk yang amat dikeramatkan oleh sekalian keturunannya



2



Tema dan isu – isu











Perubahan konsep budaya akibat propaganda partai komunis. Tarian Ronggeng adalah sebuah kebanggaan bagi masyarakat Dukuh Paruk. Tarian ini mengandung banyak ritual – ritual dan tradisi yang dipercayai oleh masyarakat setempat. Dengan datangnya partai komunis, terjadi perubahan – perubahan elemen dari tarian ini. Propaganda yang dilakukan oleh partai komunis mengakibatkan berkurangnya esensi – esensi dari tarian ini, sebagai contoh, ritual sesajen yang harusnya dilaksanakan sebelum pertunjukkan tari dimulai, perlahan mulai hilang ketika kelompok tari ini harus tampil secara resmi kepada khalayak di luar penonton dari desa mereka. Tarian Ronggeng sendiri dijadikan sebagai media propaganda oleh partai komunis tersebut Teknik : setting Ketidaksetaraan gender Perempuan di Dukuh Paruk pasti berada di bawah kuasa suaminya. Akan tetapi, posisi Srintil sebagai seorang Ronggeng memampukannya untuk memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari laki – laki. Ronggeng adalah seorang ikon masyarakat dari Dukuh Paruk yang menjadi kebanggaan mereka. Walaupun Srintil sebagai Ronggeng sudah lebih berkuasa, namun Ia tetap dipandang sebagai seorang perempuan yang jasanya dibayar dengan uang. Bahkan,nilai – nilai yang tersirat dalam dirinya dapat dibeli, dan oleh karena itu dalam kata lain, Ronggeng hanyalah sebuah objek yang dapat diperjual belikan.







“‟Aku khawatir, Kang,‟ kata Sakarya. „Bagaimana?‟ „Jangan-jangan kita melakukan kesalahan. Pentas kita kali ini dilakukan menyimpang adat….aku dilarang mereka membakar dupa, Kang…‟” (hal. 188) Atas kesadaran primordial “Suatu ketika datang seseorang ke Dukuh Paruk menawarkan gambar – gambar partai. Dikatakannya gambar itu adalah perlambangan rakyat tertindas.” (hal.182)biasanya Srintil rela memberikan jasa. Namun dalam perkembangannya, tak ada lelaki Dukuh Paruk yang memiliki cukup keberanian untuk mendekati Srintil. Bukan hanya Srintil sudah demikian kaya…karena kepribadian Srintil yangbermartabat.



Indonesian Literature HL 



Pembodohan masyarakat akibat datangnya partai politik Akibat keterbatasaan kemampuan beraksara (atau buta huruf) dari warga Dukuh Paruk, rencana – rencana busuk dari partai politik yang ingin memenangkan suara pemilu dapat terlaksana dengan sangat mudah dan lancar. Wakil dari partai tersebut dapat dengan mudah datang ke Dukuh Paruk dan menawarkan gambar – gambar partai dan dikatakan bahwa gambar tersebut melambangkan rakyat yang tertindas. Teknik : narasi Teknik : setting Pendidikan Warga Dukuh Paruk memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah. Dalam novel, diceritakan bahwa warga Dukuh Paruk buta huruf. Tanpa pendidikan tentunya Dukuh Paruk merupakan sebuah desa yang memang kumuh karena tidak ada pengetahuan yang dapat dimiliki oleh Dukuh Paruk untuk memajukan desa mereka. Pada saat Sakun mendatangkan desa Dukuh Paruk ini, ia telah menjelaskan bahwa Dukuh Paruk merupakan sebuah desa yang tidak memiliki harpan banya kuntuk melanjutkan kehidupan sebagai propagandanya untuk mendapatkan dukungan, tetapi warga Dukuh Paruk menjelaskan bahwa secara kasar mereka menolak pendidikan karena terlihat sebagai sesuatu yang dapat mengubah desa mereka dan perubahan tersebut selalu dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Warga Dukuh Paruk tidak pernah menganggap pendidikan sebagai sesuatu yang positif dengan sebuah pandangan dimana pendidikan dapat membantu desa untuk menghindari hal yang negatif seperti apa yang telah dihadapi Dukuh Paruk melalui manipulasi partai komunis.



3



Alur: kronologis



4 5



Narator Setting



-Budaya: Ronggeng Jenis kesenian tari Jawa di mana pasangan saling bertukar ayat-ayat puitis saat mereka menari diiringi musik dari rebab atau biola dan gong. Ronggeng mungkin berasal dari Jawa, tetapi juga dapat ditemukan di Sumatra dan Semenanjung Malaya.Pasukan tari terdiri dari satu atau beberapa penari wanita profesional, disertai oleh sekelompok musisi memainkan alat musik: rebab dan gong. Istilah "ronggeng" juga diterapkan untuk penari wanita seperti Srintil. Selama penampilan ronggeng, para penari profesional perempuan diharapkan untuk mengundang beberapa penonton laki-laki atau klien untuk menari dengan mereka sebagai pasangan dengan memberi uang tips untuk penari wanita, diberikan selama atau setelah tarian. Pasangan tarian intim dan penari perempuan seperti Srintil mungkin melakukan beberapa gerakan yang mungkin dianggap terlalu erotis dalam standar kesopanan etiket keraton Jawa. Di masa lalu, nuansa erotis dan seksual dari tarian ronggeng memberi seorang penari seperti Srintil reputasi buruk sebagai prostitusi yang terselubung seni tari. Isu yang diangkat melalui setting ini adalah tentang pengeksploitasian hasrat seksual pria Dukuh



(hal. 227) “Nanti dulu. Menurut sampean kami adalah rakyat yang tertindas. Apa sampean tidak keliru? Kami sam sekali tidak merasa tertindas, sungguh! Sejak zaman dulu kami hidup tenteram di sini.”(hal 183) “Itulah. Sampean tidak mengerti bagaimana cara mereka melakukan penindasan terhadap rakyat. Sejak zaman nenek moyang sampean, kaum penindas itu telah melakukan kejahatannya. Cara mereka telah menyejarah. Lihatlah akibat kejahatan mereka dis inin. Semua orang kurang makan! Semua orang bodoh dan sakit. Anak-anak cacingan dan kudisan. Anak-anak kalian di sini sungguh-sungguh hidup tanpa harapan.” (hal. 183) “Wah, kami bingung, Mas. Kami tak pernah mengenal mereka. Cerita sampean kedengaran lucu. Pokknya begini, Mas. Sejak dulu beginilah yang bernama DUkuh Paruk. Kami senang hidup di sini karena itulah kepastian yang kami terima. Kami tak pernah percaya ada sesuatu yang lebih baik daripada kepastian itu.” (hal. 183)



“Lihat. Baru beberapa bulan menjadi ronggeng sudah ada gelang emas di tanganSrintil. Bandul kalungnya sebuah ringgit emas pula,” kata seorang perempuan penjual sirih.”



“Keesokan harinya Sakarya menemui Kartareja. Laki- laki yang hampir sebaya ini secara turun-



Indonesian Literature HL Paruk melalui pembenaran akan budaya Ronggeng, -Budaya: Dukuh Paruk Dukuh Paruk merupakan sebuah desa yang berada di selatan Jawa Tengah. Desa tersebut memiliki karakteristik tersendiri.Desa ini adalah sebuah desa yang miskin dan cukup terbelakang, maka dari itu dapat dilihat pula dari novel Ronggeng Dukuh Paruk bahwa para penduduknya masih buta huruf, tidak terlalu memiliki sopan santun yang baik.. Masyarakat Dukuh Paruk berpikir bahwa Srintil memiliki darah seorang penari ronggeng. Hal ini tentu menjadi berita yang sangat didambakan masyarakat sebuah desa yang hidup karena adanya budaya ronggeng. Kepercayaan ronggeng tersendiri diyakini oleh seluruh pendidik desa dan diwariskan secara turun temurun oleh perintis desa. Ronggeng dianggap sebagai penyelamat, baik material maupun rohani di desa tersebut. Buruknya pendidikan juga berperan di 6



Pemakaian Bahasa



temurun menjadi dukun ronggeng di Dukuh Paruk. Pagi itu Kartareja mendapat kabar gembira. Dia pun sudah bertahun- tahun menunggu kedatangan seorang calon onggeng untuk diasuhnya. Belasan tahun sudah perangkat calungnya tersimpan di para- para di atas dapur. Dengan adanya laporan Sakarya tentang Srintil, dukun ronggeng itu berharap bunyi calung akan kembali terdengar semarak di dukuh Paruk.”



Ronggeng Ritual bukak-klambu Bukak-klambu merupakan simbol yang jelas merepresentasikan adat istiadat dan kepercayaan masyarakat dukuh paruk yang telah lama diterapkan. Bukak-klambu yang melibatkan ritual pengambilan keperawanan seseorang yang hendak menjadi ronggeng sungguh menyimbolkan berbagai hal seperti:  Rendahnya kehormatan dan nilai kesucian seorang perempuan yang juga disimbolkan oleh keperawanan mereka yang seperti terbeli oleh uang. Hal ini jelas menandakan primitifnya pola pikir masyarakat Dukuh Paruk yang belum memahami norma dan nilai-nilai yang harusnya dijunjung tinggi pada sosok seorang wanita.  Ironi yang ditimbulkan di sini tentang bagaimana seorang ronggeng yang sudah hilang keperawanan kepada orang asing dan sebelum menjalin hubungan pernikahan justru dipandang tinggi oleh masyarakat Dukuh Paruk dan dianggap sebagai wanita yang penuh kehormatan.  Fakta bahwa para istri justru bangga dengan suami mereka yang mampu memenangi sayembara bukak-klambu dengan “membeli” keperawanan ronggeng seperti Srintil adalah bentuk ironi lainnya. Hal ini menyimbolkan sebuah pola pikir yang tidak luas dan belum memahami soal etika pernikahan dan perselingkuhan atau perzinahan yang tentunya terjadi apabila seorang suami berhubungan badan dengan ronggeng yang pada hakekatnya bukan istri mereka. Namun yang menjadi acuan pola pikir masyarakat Dukuh Paruk adalah level ekonomi mereka dan bagaimana mereka merasa mapan apabila mampu memenangi sayembara bukak-klambu.  Srintil yang memutuskan untuk memberikan keperawanannya kepada Rasus adalah bentuk pertentangan seorang wanita terhadap norma dan pola pikir masyarakat yang ada dan diterapkan pada adat Dukuh Paruk. Pilihannya tersebut sungguh menjadi simbol yang berdampak pada nilai pada dirinya sendiri karena memberikan keperawanannya kepada seseorang yang sungguh nyatanya, ia cintai. Meskipun ia tidak bisa lepas dari tanggung jawabnya sebagai ronggeng, tetapi ia telah membuat sebuah trobosan dan hal terjauh yang



Ritual bukak-klambu “Sesudah berlangsung malam bukak-klambu, Srintil tidak suci lagi.” (hal. 53) “Bukak-klambu adalah semacam sayembara, terbuka bagi laki-laki mana pun. Yang disayembarakan adalah keperawanan calon ronggeng.” (hal. 51) Ibu “… bahwa yang berdiri telanjang di depanku bukan Srintil, bukan pula ronggeng Dukuh Paruk, melainkan perempuan khayali yang melahirkan diriku sendiri.” (hal. 67) “Tetapi Srintil sebagai cermin tempat aku mencari bayangan Emak menjadi baur dan bahkan hancur berkeping.” (hal. 53) Gowok “Bahwa gowok adalah seorang perempuan yang disewa oleh seorang ayah bagi anak lelakinya yang sudah menginjak dewasa. Dan menjelang kawin.” (hal. 201)



Indonesian Literature HL bisa ia lakukan. Gowok Pergowokan yang melibatkan Srintil sendiri yang melakukannya demi uang, sungguh menjadi alat lain yang digunakan oleh Ahmad dalam upayanya menyimbolkan dan mengusung isu feminisme. Sosok Srintil yang menjadi seorang gowok adalah simbol dan bentuk pola pikir masyarakat Jawa dalam menyepelekan nilai-nilai seorang perempuan tetapi justru menggunakan hal tersebut untuk kepentingan laki-laki. Di sini, Waras sebagai laki-laki yang menggunakan Srintil sebagai growoknya sungguh menjadi simbol dominasi laki-laki yang berperan dalam menjadikan perempuan seorang alat atau semacam pembantu yang mempersiapkan laki-laki sebelum pelaminan. Kekuatan uang pun tersimbolkan dengan jelas melalui peran Waras dan ayahnya, Sentika yang mampu menyewa Srintil dengan uang. Dukuh Paruk Ibu Sosok seorang ibu adalah sosok yang dipantulkan oleh seorang Srintil pada pandangan Rasus. Hal ini berdampak besar kepada alur cerita dan bagaimana pembaca memahami hubungan antara Rasus dan Srintil. Sosok seorang ibu sendiri dapat menjadi simbol yang dengan jelas menyimbolkan cinta dan perlindungan yang dibutuhkan Rasus sebagai seorang yang tumbuh sebatang kara. Cinta dan perlindungan di sini menjadi kebutuhan yang ingin dimiliki Rasus namun sirna seketika saat Srintil setuju untuk menjadi ronggeng. Hal ini tentunya memiliki konteks yang lebih luas di mana sosok ibu yang ditanamkan oleh Rasus pada Srintil dapat juga menyimbolkan diskriminasi dan dominasi adat dan pola pikir masyarakat Dukuh Paruk yang memisahkan Srintil dari Rasus. Hal ini tentunya berhubungan dengan ritual-ritual yang wajib dijalani Srintil ketika hendak menjadi ronggeng, terutama ritual atau sayembara bukak-klambu. Militer