Askeb Kespro - Hilda Rizky Amelia Rev [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN INDIVIDU ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN LEUKOREA TANGGAL : 11 MEI s/d 15 MEI 2020



Disusun Oleh: HILDA RIZKY AMELIA P27824118003



KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI KEBIDANAN SUTOMO TAHUN 2020



LEMBAR PENGESAHAN Laporan individu yang disusun oleh mahasiswa semester IV Prodi DIII Kebidanan Sutomo Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya tahun akademik 2020/2021 ini sesuai dengan keadaan yang sebenar-benarnya. Tanggal 11 Mei s/d 15 Mei 2020



Pembimbing Pendidikan



Titi Maharani,SST.,M.Keb



Ira Rahayu Tiyar Sari, SST



NIP. 198503202006042003



NIP. 198604292010122003



Mengetahui Ka.Prodi DIII Kebidanan



Dwi Wahyu W S,SST.,M.Keb NIP.197910302005012001



Dosen Tabulasi



K.Kasiati,S.Pd,M.Kes NIP.196404301985032003



KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan pada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan individu dengan judul “Asuhan Kebidanan Kesehatan Reproduksi Remaja dengan Leukorea” dengan baik. Laporan ini merupakan tugas individu bagi mahasiswa Prodi D3 Kebidanan Sutomo Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya Semester IV. Penulis sebagai penyusun mengucapkan terimakasih kepada para pembimbing yang tlah membimbing penulis didalam menyelesaikan laporan individu ini, yakni kepada : 1. Astuti Setiyani,SST.,M.Kes selaku kepala Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya 2. Dwi Wahyu Wulan S,SST.,M.Keb selaku ketua Prodi DIII Kebidanan Sutomo Poltekkes Kemenkes Surabaya 3. Titi Maharani,SST.,M.Keb selaku pembimbing pendidikan Prodi DIII Kebidanan Sutomo 4. Ira Rahayu Tiyar Sari, SST selaku pembimbing pendidikan Prodi DIII Kebidanan Sutomo Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran guna menyempurnakan laporan ini sangat diharapkan.



Surabaya,



Mei 2020



Penulis



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi antara anak-anak ke dewasa. Selama masa ini, akan terjadi perubahan percepatan pertumbuhan, munculnya tanda seks sekunder, mulai terjadi fertilitas, dan terjadi perubahan psikososial (Soetjiningsih,2010). Leukorhea merupakan gejala yang berupa cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah (Hutabarat, 2007). Pengeluaran cairan ini sebagai keadaan faal dari saluran kelamin wanita. Seluruh permukaan saluran kelamin wanita mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan cairan berupa lender jenuh, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009). Leukorhea merupakan pengeluaran cairan pervagina yang bukan darah, keputihan yang disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan disekitar bibir vagina bagian luar. Yang sering menimbulkan leukorhea ini antara lain bakteri, virus, jamur ,atau juga parasit. Infeksi ini dapat menjalar dan menimbulkan peradangan pada saluran kencing, sehingga dapat menimbulkan rasa pedih saat si penderita buang air kecil (Joseph, 2011). Sekresi keputihan fisiologis tersebut bisa cair seperti air atau kadang- kadang agak berlendir, umumnya cairan yang keluar sedikit, jernih, tidak berbau dan tidak gatal. Sedangkan leukorhea yang tidak normal disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal didalam vagina dan disekitar bibir vagina bagian luar, kerap pula disertai bau busuk, dan menimbulkan rasa nyeri sewaktu berkemih atau bersenggama (Mahammad Shadine, 2012). Leukorhea yang normal memang merupakan hal yang wajar. Namun leukorhea yang tidak normal dapat menjadi petunjuk adanya penyakit yang harus diobati (DiniKasdu, 2008). Secara sosial remaja banyak mengalami tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada diri mereka. Remaja diharapkan untuk tidak lagi seperti anakanak,remaja harus lebih mandiri dan bertanggung jawab dalam kehidupannya. Secara psikologis remaja mulai mengalami rasa suka dan tertarik terhadap lawan jenis dan mempunyai rasa sensitif yang lebih tinggi dibanding ketika



masa anak-anak. Perubahan yang terjadi pada remaja baik secara fisik, sosial, maupun psikologis, menuntut remaja untuk memahami pertumbuhan dan perkembangan yang mereka alami agar mereka mampu melewati masa peralihannya. (Wirdhana,2012). Perhatian pada kelompok remaja menjadi hal penting untuk dilakukan, mengingat masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan, serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatan tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, maka akan menyebabkan remaja jatuh dalam perilaku yang berisiko. Sehingga remaja memerlukan adanya ketersediaan pelayanan kesehatan peduli remaja yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan remaja (Kemenkes, 2013) Oleh karena itu jika leukorhea fisiologis hanya dibiarkan akan berisiko menjadi keputihan yang patologis. Sehingga diperlukan perubahan perilaku sehari-hari untuk menjaga organ intim tetap kering dan tidak lembab. Perempuan yang memiliki riwayat infeksi yang ditandai dengan leukorhea berkepanjangan mempunyai dampak buruk untuk masa depan kesehatan reproduksinya. Sehingga dianjurkan untuk melakukan tindakan pencegahan dengan menjaga kebersihan genetalia dan melakukan pemeriksaan Khusus sehingga dapat diketahui secara dini penyebab leukorea (Khusaiyah,S, DKK.2015). Penulis tertarik mengambil Asuhan Kebidanan Kesehatan Reproduksi Remaja dengan Leukorea ini karena untuk meningkatkan kualitas yang diberikan kepada remaja, agar remaja yang mengalami leukorhea fisiologis tidak berubah menjadi patologis karena kesalahan asuhan yang diberikan kepada pasien.



1.2 Tujuan 1.2.1



Tujuan Umum Dapat melakukan asuhan kebidanan pada remaja dengan leukorhea menggunakan



7



langkah



menejemen



varney



dan



melakukan



pendokumentasian menggunakan SOAP secara komprehensif 1.2.2



Tujuan Khusus



a. Dapat melakukan pengkajian data, baik data subyektif maupun obyektif b. Dapat membuat interpretasi data dengan tepat c. Dapat menentukan diagnose/masalah potensial dan antisipasi d. Dapat menentukan tindakan segera yang tepat e. Dapat membuat perencanaan tindakan yang tepat f. Dapat melaksanakan rencana tindakan yang telah dibuat dengan baik g. Dapat melakukan evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan dari awal 1.3 Pelaksanaan Tanggal : 11 Mei-15 Mei 2020 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan pada laporan individu ini dimulai dengan Judul, Halaman Pengesahan, dan Kata Pengantar. Bab I memuat pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Tujuan, Tujuan Umum, Tujuan Khusus, Pelaksanaan, dan Sistematika Penulisan. Kemudian Bab II memuat Tinjauan Teori yang berisi pengertian kesehatan reproduksi, faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi, ruang lingkup kesehatan reproduksi, hal-hal yang ada seputar kesehatan reproduksi remaja, pengertian leukorhea, jenis leukorhea, gejala leukorhea, penyebab leukorhea, dan pencegahan leukorhea. Kemudian Bab III memuat Konsep Dasar Asuhan Kebidanan yang disusun menggunakan 7 langkah varney yaitu pengumpulan data, interpretasi data, diagnose potensial, identifikasi kebutuhan segera, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Kemudian Bab IV memuat kesimpulan dari hasil asuhan komprehensif. Kemudian Daftar Isi.



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kesehatan Reproduksi 2.1.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi Istilah reproduksi berasal dari re yang artinya kembali, kata produksi yang artinya membuat atau menghasilkan sehingga istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya (Rajab, 2009). Kesehatan reproduksi menurut Kemenkes RI (2015) adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Ruang lingkup pelayanan kesehatan repoduksi menurut International Conference Population and Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo terdiri dari kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pencegahan dan penanganan infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi, pencegahan dan penanganan infertilitas, kesehatan reproduksi usia lanjut, deteksi dini kanker saluran reproduksi serta kesehatan reproduksi lainnya seperti kekerasan seksual, sunat perempuan dan sebagainya. Kesehatan reproduksi menurut Depkes RI adalah suatu keadaan sehat, secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kedudukan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan pemikiran kesehatan reproduksi 10 bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit, melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sudah menikah (Nugroho, 2010). 2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi (Taufan, 2010) yaitu:



1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan kurangnya pengetahuan tentang perkembangan seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil). 2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, kurangnya peran orang tua dalam mendidik dan menawasi anak, dsb). 3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua dan remaja, depresi karena ketidak seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang memberi kebebasan secara materi). 4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual). 2.1.3 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi Secara garis besar, ruang lingkup kesehatan reproduksi (BKKBN, 2011) meliputi: 1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir 2. Kesehatan reproduksi remaja 3. Pencegahan dan penanggulangan pada penyimpangan seksual dan napza yang dapat berakibat pada HIV/AIDS 4. Kesehatan reproduksi pada usia lanjut Uraian ruang lingkup kesehatan reproduksi remaja berdasarkan pada pendekatan siklus kehidupan, yakni memperhatikan kekhususan kebutuhan penanganan



sistem



reproduksi



pada



setiap



fase



kehidupan,



serta



kesinambungan antar fase kehidupan tersebut. Ini dikarenakan masalah kesehatan reproduksi pada setiap fase kehidupan dapat diperkirakan, maka apabila tidak ditangani dengan baik maka akan berakibat buruk bagi masa kehidupan selanjutnya Salah satu ruang lingkup kesehatan reproduksi dalam siklus kehidupan adalah kesehatan reproduksi remaja. Tujuan dari program kesehatan reproduksi remaja adalah untuk membantu remaja agar memahami kesehatan reproduksi, sehingga remaja memiliki sikap dan perilaku sehat



serta bertanggung jawab kaitannya dengan masalah kehidupan reproduksi (Widyastuti dkk., 2012).



2.2 Leukorhea 2.2.1 Pengertian Menurut Shadine (2012) leukorhea merupakan sekresi vaginal abnormal pada wanita. Sedangkan menurut Aziz (2009) leukorhea adalah cairan yang keluar dari alat reproduksi perempuan hampir sebagian besar perempuan pernah mengalami leukorhea. Sementara menurut Bahari (2012) leukorhea adalah kondisi vagina saat mengeluarkan cairan atau lender menyerupai nanah. Jadi, dapat disimpulkan bahwa leukorhea adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina diluar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak, serta disertai rasa gatal setempat penyebab leukorhea dapat secara normal (fisiologis) yang dipengaruhi oleh hormon tertentu (Kusmiran, 2011). 2.2.2 Jenis Leukorhea 1. Leukorhea Normal (Fisiologis ) Yaitu leukorhea yang tidak di sebabkan oleh penyakit namun karena perubahan faal tubuh. Leukorhea fisiologis ini tentu tidak berbahaya (Andik, 2004). Leukorhea normal ciri- cirinya ialah : warna bening, kadang- kadang putih, kental, tidak berbau, tanpa disertai keluhan (misal gatal, nyeri, rasa terbakar, dsb ), keluar pada saat menjelang dan sesudah menstruasi atau pada saat stress dan kelelaha (Wijayanti, 2009). 2. Leukorhea Abnormal (Patologis ) Yaitu leukorhea yang diakibatkan oleh penyakit tertentu (Andik, 2004). Leukorhea tidak normal dengan ciri- ciri ialah : jumlahnya banyak, timbul terus menerus, warnanya berubah, (misalnya kekuningan, hijau, abu- abu, menyerupai susu atau yogurt), disertai adanya keluhan (seperti gatal, panas, nyeri) serta berbau (apek, amis, dsb) (Wijayanti, 2009). 2.2.3 Penyebab Leukorhea



1. Penyebab leukorhea fisiologis Penyebab leukorhea fisiologis menurut Bahari (2012) ialah :



a. Aktifitas fisik yang sangat melelahkan sehingga daya tahan tubuh melemah.



b. Pola hidup yang kurang sehat, seperti kurang olahraga, pola makan yang tidak teratur, atau kurang tidur.



c. Kondisi kejiwaan yang sedang mengalami stres berat. d. Kondisi hormon yang tidak seimbang. Misalnya, terjadinya peningkatan hormon estrogen pada masa pertengahan siklus menstruasi, saat hamil, atau mendapatkan rangsangan seksual. Sedangkan menurut Sibagariang, et al (2010 ) ialah : a. Pengaruh sisa estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin sehingga bayi baru lahir sampai umur 10 hari mengeluarkan leukorea. b. Pengaruh estrogen yang maningkat pada saat menarche. c. Rangsangan saat koitus sehingga menjelang persetubuhan seksual menghasilkan sekret, yang merupakan akibat adanya pelebaran. d. Adanya peningkatan produksi kelenjar-kelenjar pada mulut rahim saat masa ovulasi. e. Mukus serviks yang padat pada masa kehamilan sehingga menutup lumen serviks yang berfungsi mencegah kuman masuk ke rongga uterus.



2. Penyebab leukorhea Patologis Penyebab leukorhea patologis menurut Kusmiran (2011) ialah :



a. Infeksi atau peradangan yang terjadi karena mencuci vagina dengan air kotor.



b. Pemeriksaan dalam yang tidak benar. c. Pemakaian pembilas vagina yang berlebihan. d. Pemeriksaan yang tidak higienis. e. Adanya benda asing dalam vagina. f. Celana yang tidak menyerap keringat. Sedangkan menurut Manan (2011) ialah :



a. Sering menggunakan WC umum yang kotor, terutama WC duduk b. Membilas vagina dari arah yang salah, yaitu dari anus kearah depan



c. Sering bertukar celana dalam/ handuk dengan orang lain d. Kurang menjaga kebersihan vagina e. Tidak segera mengganti pembalut saat menstruasi f. Lingkungan sanitasi yang kotor g. Sering mandi berendam dengan air hangat dan panas (jamur yang menyebabkan leukorea lebih mungkin tumbuh di kondisi hangat)



h. Sering menggaruk vagina. Sementara menurut Bahari (2012) ialah : -



Penggunaan tisu yang terlalu sering untuk membersihkan organ kewanitaan



-



Kadar gula darah yang tinggi. Kondisis ini menyebabkan jamur penyebab leukorhea tumbuh dengan subur.



2.2.4



-



Sering berganti- ganti pasangan ketika melakukan hubungan seksual.



-



Infeksi akibat kondom dan benang AKDR.



Pencegahan Leukorhea



1. Pencegahan leukorhea menurut Manan (2011): a. Menjaga kebersihan genitalia, membersihkan vagina dengan air bersih yang mengalir dengan cara mengusap dari depan ke belakang b. Minimalisir penggunaan sabun antiseptik karena dapat menggangu keseimbangan pH vagina c. Menghindari penggunaan produk berbentuk bedak karena akan memicu pertumbuhan jamur d. Memastikan vagina selalu dalam keadaan kering saat berpakaian e. Menggunakan celana dalam yang kering dan menyerap keringat f. Menghindari penggunaan celana yang ketat, karena akan mengganggu masuknya udara ke organ vital g. Mengganti pembalut tepat waktu minimal 3 kali sehari. 2. Pencegahan leukorhea menurut (Sadine, 2012) a. Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat kelamin. rambut vagina atau pubis yang terlampau tebal dapat menjadi tempat sembunyi



kuman. Jadi, jangan lupa mengguntingnya atau membersihkanya agar pemberian obat leukorhea berupa salep bisa lebih mudah menyerap. b. Jika leukorhea masih dalam taraf ringan, coba gunakan sabun atau larutan antiseptik khusus pembilas vagina, tapi jangan gunakan berlebihan karena hanya akan mematikan flora normal vagina dan keasaman vagina juga terganggu, jika perlu, konsultasikan dulu ke dokter c. Perhatikan kebersihan lingkungan. Leukorhea juga bisa muncul lewat air yang tidak bersih. Jadi, bersihkan bak mandi, ember, ciduk, water torn, dan bibir kloset dengan antiseptik untuk menghindari menjamurnya kuman. d. Setia pada pasangan merupakn langkah awal untuk menghindari leukorhea yang disebabkan oleh infeksi yang menular melalui hubungan seksual. e. Bagi yang sudah menikah, lakukan pap smear.



BAB III KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN I.



Pengkajian Data a. Data Subyektif 1) Biodata -



Nama Identitas dimulai dengan nama pasien, yang harus lengkap : nama depan, nama tengah (bila ada), nama keluarga dan nama panggilan akrab (Matondang, 2009)



-



Umur Pada remaja usia 10 — 19 tahun (WHO,2014). Menurut BKKBN



usia



10-24



tahun



dan



belum



menikah



(BKKBN,2012), jika terdapat discharge yang jernih, tidak gatal atau berbau menunjukkan kemungkinan discharge tersebut adalah leukorea fisiologis akibat stimulasi estrogen dari ovarium terhadap uterus dan vagina. (Marcdante, 2014). -



Pendidikan Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh



mana



tingkat



intelektualnya,



sehingga



bidan



dapat



memberikan konseling sesuai pendidikannya -



Pekerjaan Mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam hal gizi pasien tersebut. Pekerjaan juga



diperlukan untuk mengetahui bagaimana aktivitas sehari-hari klien. (Wiknjosastro, 2010) -



Agama Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa



-



Suku/bangsa Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.



-



Alamat Untuk mengetahui tempat tinggal serta mempermudah pemantauan. (Nursalam, 2008)



2) Keluhan Utama Remaja



perempuan



dengan



kondisi



peripubertal



(skala



maturitas tanner tahap III) sering mengeluh adanya discharge vagina atau lebih dikenal dengan istilah keputihan. Discharge yang



jernih,



tidak



gatal



atau



berbau



menunjukkan



kemungkinan discharge tersebut adalah leukorea fisiologis akibat



stimulasi estrogen dari ovarium terhadap uterus dan



vagina (Marcdante, 2014). Ciri-ciri dari keputihan patologis yaitu cairan yang keluar sangat kental dan warna kekuningan, bau yang sangat menyengat, jumlahnya yang berlebih dan menyebabkan rasa gatal, nyeri juga rasa sakit dan panas saat berkemih. Keputihan patologis berupa cairan eksudat yang berwarna,



mengandung



banyak



leukosit, jumlahnya



berlebihan, berbau tidak sedap, terasa gatal atau panas, sehingga seringkali menyebabkan luka akibat garukan di daerah mulut vagina (Bahari, 2012) 3) Riwayat Menstruasi -



HPHT



: Untuk mengetahui tafsiran persalinan (TP)



-



Menarche : Untuk mengetahui awal menstruasi Px (normalnya Px usia  12 – 16 thn



-



Siklus Haid



: Untuk mengetahui jarak antara menstruasi satu



dengan yang lainya atau untuk mengetahui kesuburan Px. ( Normal 28 – 35 hr) -



Lama Haid



: Untuk mengetahui lama menstruasi Px.



-



Banyak Darah : Untuk mengetahui apakah terjadi menorargi, jumlah perdarahan (normalnya darah yang keluar saat menstruasi  50 – 100 ml/hari)



-



Dysmenorre



: Untuk mengetahui apakah ada kondisi yang



abnormal/tidak -



Fluor Albus



: Untuk mengetahui apakah ada penyakit/infeksi



pada alat reproduksi eksterna/interna. Pada keadaan normal fluor albus keluar sebelum dan sesudah haid, tidak bau, tidak gatal, tidak berwarna. 4) Riwayat kesehatan Remaja



Indonesia



peningkatan



saat



ini



sedang



mengalami



kerentanan terhadap berbagai ancaman risiko



kesehatan terutama yang berkaitan dengan kesehatan seksual dan reproduksi termasuk peningkatan ancaman HIV/AIDS. Keputihan fisiologis dan patologis juga mempunyai dampak pada wanita. Keputihan fisiologis menyebabkan rasa tidak nyaman pada wanita sehingga dapat mempengaruhi rasa percaya dirinya. Keputihan patologis yang berlangung terus menerus akan menganggu fungsi organ reproduksi wanita khususnya pada bagian saluran indung telur yang dapat menyebabkan infertilitas (Kasdu, 2008). 5) Riwayat kesehatan keluarga Untuk mengetahui riwayat penyakit yang sedang dan pernah dialami seperti jantung, hipertensi, asma, TBC, hepatitis, PMS, HIV/AIDS, TORCH, infeksi saluran kencing, epilepsi, dan malaria, penyakit keluarga yang menular (TBC, hepatitis, PMS, HIV/AIDS), riwayat penyakit keturunan (DM, hipertensi, jantung), riwayat faktor



keturunan (Keturunan kembar, kelainan konginetal, kelainan jiwa, kelainan darah). 6) Pola Kehidupan Sehari – hari -



Pola nutrisi : Dalam mengkaji nutrisi perlu diketahui pola makan yang dahulu dan sekarang berupa kualitas dan kuantitas frekuensi dan porsi makan (Susilowati, 2008).



-



Pola eliminasi



: Mengetahui keseimbangan cairan dalam tubuh



(Out put cairan) apakah terjadi obstipasi atau tidak. Apakah melakukan vulva hygiene setelah selesai buang air besar atau buang air kecil. -



Pola personal hygine : mengkaji tingkat kebersihan sehari-hari (mandi, gosok gigi, ganti baju dan celana dalam). Hal ini dapat membantu mengetahui apakah terjadi infeksi pada alat genitalia pasien. Pasien disarankan untuk meningkatkan frekuensi pergantian celana dalam yang berbahan katun dan mudah diserap. Bersihkan vagina menggunakan sabun setiap mandi, setiap selesai BAK dan BAB, dari arah depan ke belakang, kemudian mengeringkan dengan handuk bersih atau tisu (Saifuddin, 2010)



-



Data Psikososial & Spiritual Perasaan klien menghadapi gangguan reproduksi dengan keputihan pada kasus gangguan reproduksi Flour Albus biasanya di dapatkan data psikologisnya adalah pasien merasa cemas dan tidak nyamanan. Faktor-faktor situasi, seperti pekerjaan wanita dan pasangannya, pendidikan, status perkawinan, latar belakang budaya dan etik, serta status sosial ekonomi (Marmi, 2011).



b. Data Obyektif 1) Pemeriksaan Umum Data yang diperoleh melalui hasil observasi yang jujur dari pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium/pemeriksaan diagnosis lain (Prawirohardjo, 2009) 1) Keadaan umum.



Keadaannya baik atau memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami ketergantungan dalam berjalan, lemah atau buruk yaitu kurang atau tidak memberi respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain, serta pasien sudah tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri (Sulistyawati, 2009). Baik, maka akan ditemukan bahwa pasien kooperatif,



-



gerakannya terarah. -



Sedang, maka pasien mersa tegang dan sedikit cemas.



-



Buruk, mungkin ditemukan kondisi yang tidak kooperatif, bingung, gerakan tidak terarah, gemetar dan merasa sangat cemas.



2) Kesadaran Tingkat kesadaran dari seorang klien bisa dibagi menjadi 4 yaitu composmentis, somnolen, koma dan apatis (Nursalam, 2008). -



Composmentis adalah sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.



-



Somnolen adalah keadaan mengantuk yang masih dapt pulih bila diransang, tapi bila dirangsang berhenti pasien akan tertidur kembali.



-



Apatis adalah pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.



-



Koma adalah penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon terhadap ransangan nyeri (Prihardjo, 2007).



3) Tanda Vital Pemeriksaan tanda vital, sebagai berikut



- Tekanan darah : (Saifuddin, 2010)



Batas



normalnya



120/80



mmHg.



- Suhu



: Batas normal suhu tubuh yaitu 35,8-37°C.



untuk mengetahui resiko terjadinya infeksi yang disebabkan oleh keputihan (Mandriwati, 2008).



- Respirasi



: Normalnya 16 x/menit - 22x/menit.



- Nadi



: Normalnya 60 x/menit - 100x/menit.



Frekuensi nadi merupakan indicator yang baik dari kondisi fisik umum pasien. Jika frekuensi nadi meningkat lebih dari 100 denyut per menit, hal tersebut dapat mengindikasikan adanya nyeri dan infeksi.



2) Pemeriksaan Fisik - Wajah : keadaan muka pucat atau tidak adakah kelainan, adakah oedema (Wiknjosastro, 2010).



- Mata



: untuk mengetahui apakah konjuntiva warna merah muda



dan sklera warna putih (Nursalam, 2009).



- Mulut : ada stomatitis atau tidak, keadaan gigi ada karies atau tidak, gusi berdarh atau tidak (Nursalam, 2009)



- Leher : Adakah pembesaran kelenjar gondok atau thyroid, ada benjolan atau tidak (Nursalam, 2009).



- Dada



: untuk mengetahui apakah ada retraksi dada kanan kiri saat



bernafas, apakah payudara simetris atau tidak, apakah ada benjolan atau tidak (Nursalam, 2009).



- Axila : untuk mengetahui apakah ada benjolan atau tidak, terdapat nyeri atau tidak (Nursalam, 2009).



- Genetalia : melihat bentuk, warna, pembengkakan, luka, varises, pengeluaran cairan (warna, konsistensi, jumlah). Klien yang mengalami



leukhorea



fisiologis



biasanya



ditandai



dengan



pengeluaran cairan/lendir berwarna putih atau bening.



- Ekstremitas : Atas



: untuk melihat adanya oedem pada jari



Bawah :



untuk



melihat



adanya



oedem



pada



pergelangan kaki, reflex tendon dalam kedutan lutut, varises dan tanda himan jika ada indikasi (Varney, 2006) 3) Pemeriksaan Penunjang a.



Whiff test Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri anaerob. Whiff test positif menunjukkan bakterial vaginosis.



b.



Tes lakmus untuk Ph Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 80- 90% bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.



c.



Pewarnaan gram sekret vagina Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan Lactobacillus sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari Gardnerella vaginalis dan atau Mobilincus sp. dan bakteri anaerob lainnya.



d.



Kultur vagina Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis tanpa grjala klinis tidak perlu mendapat pengobatan.



e.



Uji H2O2 Pemberian setetes H2O2 (hidrogen peroksida) pada sekret vagina diatas gelas objek akan segera membentuk gelembung busa ( foaming bubbles) karena adanya sel darah putih yang karakteristik untuk trikomoniasis atau pada vaginitis deskuamatif,



sedangkan



pada



vaginosis



bakterialis



atau



kandidiasis



vulvovaginal tidak bereaksi. II.



Identifikasi diagnose/masalah Dikembangkan dari data dasar: interpretasi dari data ke masalah atau diagnose khusus yang teridentifikasi. Kedua kata masalah maupun diagnose dipakai, karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai diagnose tetapi tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat wacana yang menyeluruh untuk pasien. 1. Diagnosa Kebidanan Nn….umur…tahun dengan leukhorea fisiologis Dasar : S



:



Nn….mengatakan mengeluarkan cairan putih, banyak, kental dan



tidak berbau dari kemaluannya sejak…minggu ini O : KU : baik/sedang/buruk Kesadaran : composmentis/somnolen/apatis/koma VS :



T : 120/70 mmHg



N : 60x/menit-100x/ menit



S : 36°C-37,5°C



R : 16x/menit-24x/menit



Perut tidak ada pembesaran PPV : cairan putih, kental, tidak berbau Kulit : kemaluan kemerahan, tanda chadwick tidak ada. 2. Masalah Dasar :



III.



S



: Nn… mengatakan cemas dengan keadaannya.



O



: wajah pasien tampak gelisah.



Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah potensial atau diagnose potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan membutuhkan pencegahan sambil mengamati klien, Bidan diharapkan waspada dan bersiap mencegah diagnosis/masalah potensial terjadi dilakukan asuhan yang aman.



Potensial



: terjadi infeksi atau kelainan ginekologik pada organ



genetalia internal pada Nn…. Antisipasi



: Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mendeteksi



adanya infeksi IV.



Melaksanakan Tindakan Segera atau Kolaborasi Pada langkah ini, bidan atau dokter mengidentifikasi perlunya segera melakukan konsultasi atau melakukan kolaborasi bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Pengobatan yang dilakukan bisa saja menggunakan metode-metode modern atau pun memanfaatkan ramuan-ramuan yang berasal dari beragam jenis tanaman obat.



1) Terapi Farmakologi (Pengobatan Modern) (Bahari,2012) Jika penyebab keputihan adalah infeksi ada beberapa tindakan pengobatan modern yang bisa di lakukan. Diantaranya ialah sebagai berikut : a. Obat-obatan Berikut adalah berbagai jenis obat yang bisa digunakan guna mengatasi keputihan : 1. Asiklovir (digunakan untuk mengobati keputihan yang disebabkan oleh virus herpes). 2. Podofilin



25%



(digunakan



untuk



mengobati



keputihan



yang



disebabkan oleh kondiloma). 3. Larutan asam trikloro-asetat 40 – 50 % atau salep asam salisilat 20 – 40 % (digunakan dengan cara dioleskan). 4. Metronidazole



(digunakan



untuk



mengobati



keputihan



yang



disebabkan oleh bakteri Trichomonas vaginalis dan Gardnerrella). 5. Nistatin,mikonazol,klotrimazol,dan



fliconazole



(digunakan



untuk



mengobati keputihan yang disebabkan oleh jamur candidda albikan). b. Larutan Antiseptik Larutan antiseptik digunakan untuk membilas cairan keputihan yang keluar dari vagina. Akan tetapi, larutan ini hanya berfungsi membersihkan. Sebab, larutan tersebut tidak bisa membunuh penyebab



infeksi ataupun menyembuhkan keputihan yang diakibatkan oleh penyebab lainnya c. Hormon Estrogen Hormon estrogen yang diberikan biasanya berbentuk tablet dan krim. Pemberian hormon ini dilakukan terhadap penderita yang sudah memasuki masa menopause atau lanjut usia. d. Operasi kecil Operasi kecil perlu dilakukan jika penyebab keputihan adalah tumor jinak, misalnya papilloma. e. Pembedahan, Radioterapi atau kemoterapi Metode pengobatan ini dilakukan jika penyebab keputihan adalah kanker serviks atau kanker kandungan lainnya. Selain itu , metode pengobatan ini juga dilakukan dengan mengacu pada stadium kankernya (Bahari,2012). 2) Terapi Non Farmakologi (Pengobatan Tradisional) Selain pengobatan dengan metode modern tersebut, masih ada banyak cara yang bisa dilakukan guna mengobati keputihan, diantaranya adalah cara tradisional. Metode pengobatan tersebut dilakukandengan memanfaatkan jenis tumbuhan obat yang dapat ditemui dengan mudah dialam sekitar (Cowan,1999). V.



Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh Membuat suatu rencana asuhan yang komprehensif, ditentukan oleh langkah seelumnya, adalah suatu perkembangan dari masalah atau diagnose yang sedang terjadi atau terantisipasi dan juga termasuk mengumpulkan informasi tambahan atau tertinggal untuk data dasar. Suatu rencana asuhan yang komprehensif tidak saja mencankup apa yang ditentukan oleh kondisi pasien dan masalah yang terkait, tetapi juga mengaris bawahi bimbingan yang terantisipasi (anticipatory guide) untuk seperti apa yang diharapkan terjadi berikutnya. Penatalaksanaan leukhorea dilakukan tergantung pada penyebabnya: 1. Lakukan konseling



2. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, penafasan dan suhu) serta melakukan pemeriksaan fisik terfokus. 3. Dilakukan pencegahan/penanganan secara dini dilakukan tergantung penyebabnya Umumnya obat-obatan untuk mengatasi penyebab dan mengurangi keluhan. Misalnya



jika leukhorea fisiologis biasanya



hanya dilakukan konseling seperti jangan terlalu kelelahan dan sering mengganti celana dalam, serta menjaga kebersihan vulva hygiene. Jika memang perlu dilakukan pengobatan diberikan obat golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi jamur dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Sediaan obat yang diberikan dapat berupa sediaan oral (berupa pil, tablet, kapsul), sediaan topikal seperti krim yang dioleskan, dan vula yang dimasukkan ke dalam liang vagina. 4. Memberi tahu kepada pasien untuk segera kembali jika ada keluhan VI.



Implementasi Asuhan Kebidanan Melakukan perencanaan asuhan menyeluruh perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul tangung jawab untuk mengarahkan



pelaksanaannya



(yaitu:



memastikan



langkah-langkah



tersebut benar-benar terlaksana dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan manajemen asuhan klien agar penanganan kasus leukhorea fisiologis dapat berhasil diatasi dan memuaskan. Penatalaksanaan leukhorea dilakukan tergantung pada penyebabnya: 1. Melakukan konseling 2. Melakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, penafasan dan suhu) serta melakukan pemeriksaan fisik terfokus. 3. Melakukan pencegahan/penanganan secara dini dilakukan tergantung penyebabnya Umumnya obat-obatan untuk mengatasi penyebab dan



mengurangi keluhan. Misalnya



jika leukhorea fisiologis biasanya



hanya dilakukan konseling seperti jangan terlalu kelelahan dan sering mengganti celana dalam, serta menjaga kebersihan vulva hygiene. Jika memang perlu dilakukan pengobatan diberikan obat golongan flukonazol untuk mengatasi infeksi jamur dan golongan metronidazol untuk mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Sediaan obat yang diberikan dapat berupa sediaan oral (berupa pil, tablet, kapsul), sediaan topikal seperti krim yang dioleskan, dan vula yang dimasukkan ke dalam liang vagina. 4. Memberi tahu kepada pasien untuk segera kembali jika ada keluhan VII.



Evaluasi Evaluasi langkah terakhir ini sebenarnya adalah merupakan pengecekan apakah rencana asuhan tersebut, yang meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnose . rencana tersebut dapat di anggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya dan dianggap tidak efektif jika memang tidak efektif. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian tidak. Sekali lagi, dengan mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum, maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi



mengapa



proses



manajemen



tidak



efektif



serta



melakukan penyesuain pada rencana asuhan tersebut 1. Sudah dilakukan konseling 2. Sudah dilakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu serta melakukan pemeriksaan fisik terfokus. 3. Sudah dilakukan pencegahan/penanganan



secara



dini dilakukan



tergantung penyebabnya 4. Pasien bersedia kembali jika sewaktu-waktu ada keluhan VIII. Dokumentasi Menurut



Keputusan



Menteri



Kesehatan



RI



Nomor



938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan



melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan. Dengan mengacu kriteria sebagai berikut :



a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia.



b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP S : adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan A : adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan P : adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan rujukan.



BAB IV KESIMPULAN Asuhan kebidanan kesehatan reproduksi pada remaja dengan leukorhea yang komprehensif dapat membuat pemeriksaan menjadi lancar tanpa harus menimbulkan komplikasi. Setiap bidan harus berusaha untuk melakukan pelayanan kebidanan yang menyeluruh. Penerapan manajemen asuhan kebidanan pada kesehatan reproduksi dengan menggunakan 7 langkah varney yang didapat dari data subjektif dan objektif dengan menginterpretasikan catatan pada kasus leukorea dan mengenal penyimpangan dari keadaan normal sehingga dapat diketahui dan dilaksanakan tindakan selanjutnya sesuai dengan masalah yang muncul. Dalam hal ini, bidan menerapkan teori dalam praktik kebidanannya.



DAFTAR PUSTAKA masih ada dapus yang belum masuk ya kemudian kalo nyusun diurutkan abjad …nulisnya diperhatikan yang rapi Joseph dan Nugroho.2011.Ginekologi Dan Obstetry (0bsgyn).Yogyakarta: Grahamedik Manuaba Dkk.2013. Kesehatan Reproduksi Jakarta:Buku Kedokteran EGC



Untuk



Mahasiswa



Bidan.



Purwaningsih,W & Fatmawati,S.2010.AsuhanKeperawata Maternitas.Yogyakarta: Graha Medika Hasbullah,MA.2010.Tuntunan Praktis Dan Padat Bagi Ibu Hamil.Bogor:Pustaka Ibnu Umar Manuaba,SD.2012.Buku Ajar Ginekologi Untuk Mahasiswa Kebisanan.Jakarta: Buku Kedokteran EGC Porwoastuti,E&Wahyuni,SE.2015. Ilmu Obstetric & Ginekologi Social Untuk Kebidanan.Yogyakarta: PT Pustaka Baru Alauddin,



Tresnawati,F.



2013.Asuhan



Kebidanan.Jakarta:PT.



Pustakaraya Azhar,M, 2013. Panduan kesehatan Wanaita.Solo:AS-SALAM GROUP Citrawati,MD, 2014.System Reproduksi Manusia.Yogyakarta:Graha Ilmu



Prestasi



NS Sallika, 2010. Serba Serbi Kesehatan Perempuan,Jakarta Selatan:Kawah Media Ongga TP, 2012.Kitab Kehamilan Dan Persalinan.Yogyakarta: Mitra Buku Sibagariang,EE, 2010.kesehatan reproduksi wanita.Jakarta: Trans info media. http://repository.ump.ac.id/1310/4/NISSA%20LYANA%20SARI%20BAB %20II.pdf. Diakses pada tanggal 8 Mei 2020 http://eprints.umpo.ac.id/1624/1/3.%20BAB%201%20aik%20-%20Copy.pdf. Diakses pada tanggal 8 Mei 2020 http://repository.unmuha.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/165/7.%20BA B%20II.pdf?sequence=10&isAllowed=y. Diakses pada tanggal 8 Mei 2020 http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/123/jtptunimus-gdl-miraahmadg-6123-4babii.pdf. Diakses pada tanggal 8 Mei 2020 http://repositori.uin-alauddin.ac.id/13298/1/MEGAWATI%2070400114009.pdf. Diakses pada tanggal 10 Mei 2020 http://whitelove999.blogspot.com/2012/08/asuhan-kebidanan-gangguanreproduksi_25.html. Diakses pada tanggal 29 Mei 2020 https://www.scribd.com/document/400028559/ASKEB-REMAJA. Diakses pada tanggal 29 Mei 2020