12 0 508 KB
KEPERAWATAN KERITIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ARDS
Disusun oleh : Kelompok 1 ASTY WINDAWATI CYNTIA CLARA HENY GSWINDA NORA SETIA NINGSIH PUTRI NURUL AISHAH SUCI DESRIANTI SURIADI YATI MAHLIGANA
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN STIKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU 2019
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah Swt, yang memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Asuhan keperawatan pada pasien ARDS. Makalah ini tidak tersusun dengan sempurna dan masih terdapat kekurangan - kekurangan dalam penulisannya. Maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar, bahkan bisa tersusun dengan sempurna. Makalah
ini
disusun
agar
pembaca
dapat
memperluas
ilmu
pengetahuannya. Mudah - mudahan makalah yang sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang membacanya, dengan pemahaman yang di dapatkan pembaca dari makalah ini tentunya penulis akan memperbanyak ilmu pengetahuan agar bisa menyelesaikan makalah berikutnya dengan sempurna tanpa ada kesalahan, demi peningkatan mutu pendidikan kita bersama. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih atas perhatian, kritik, serta saran yang akan pembaca berikan kepada penulis nantinya.
Pekanbaru, 10 November 2019
Kelompok 1
1 Keperawatan kritis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................
3
A. Latar Belakang ...............................................................................
3
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
3
C. Tujuan ............................................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................
5
A. ........................................................................................................
5
B. ........................................................................................................
5
C. ........................................................................................................
6
BAB III PENUTUP ..................................................................................
8
A. Simpulan .......................................................................................
8
B. Saran ...............................................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA
2 Keperawatan kritis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Menurut Aryanto Suwondo,2006 ARDS (acute respiratory distress syndrome) merupakan keadaan darurat medis yag dimana dipicu oleh pross akut yang berhubungan langsung ataupun tidak langsungdengan kerusakan paru. Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah suatu penyakit paru akut yang memrlukan perawatan di Intensive care Unit (ICU) dan mempunyai angka eatian yang tinggi. Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti,banyak factor penyebab yang dapat berpean pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut paru dan menyebakan fibross. ARDS terjadi sbagai akibat cedera trauma pada membran alveolar yang mengakibatakan kebocoran cairan kedalam ruang intersesiel alveolur dan perubahan dalam jaringan-jaringan kapiler, terdapat ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi yan jelas akibat kerusakan pertukaran gas dan pegalihan ekstansif darah dala paru-paru. ARDS juga disebut sebagai penyakit syok paru yang diakibatkan oleh cedera paru dimana sebeumnya paru sehat ,sindrom ini mempengarhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000 pasien tiap tahun, dengan laju mortalitas 65% untuk semua yang mengalami ARDS. Faktor resiko menonjol adalah sepsis. Kondisi pencetus lain termasuk trauma mayor, tranfusi darah, aspirasi tenggelam, inhalasi, asap kimia, ganggauan metabolic toksisk, dan kelebihan dosis obat (Brunner and Suddrat). Oleh karena itu penanganan ARDS sangat memerlukan tindakan khusus dari perawat untuk mencegah memburuknya kondisi kesehatan klien. Hal karena klien yang mengalami ARDS dalam kondisi gawat yang dapat mengancam jiwa klien.
3 Keperawatan kritis
B. Rumusan masalah Bagaimana Asuhan keperawatan ARDS pada pasien kritis ?
C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui tentang bagaimana Asuhan keperawatan ARDS pada pasien kritis. 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang. b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang. c. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang .
4 Keperawatan kritis
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) ARDS
merupakan
syndrome
yang
ditandai
oleh
peningkatan
permeabilitas membrane alveolar kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alvelora difusi, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein. Sindrome distress pernapasan dewasa (acute respiratory distress syndrome,ARDS) adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan membran kapiler paru. ARDS selau terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru, kardiovaskuler, atau tubuh secara luas (Elizabeth J.Corwin,2009). Gagal nafas akut atau ARDS terjadi dimana pertukaran ooksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsentrasi oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan ksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45MMHG (Brunner and Stuart, 2001).
B. ETIOLOGI ARDS (Acute respiratory distress syndrome) 1. Depresi system saraf pusat Mengakibatkan gagal nafas kaena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapsan,terletak dibawah batang otak (poros dan medulla). 2. Kelainanan Neurologis primer Akan mempengaruhi fungsi pernapsan. Implus yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melaui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal kereseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf sperti gangguan melalui spinalis,otot-otot pernapasan atau perteuan neurouskular yang terjadi pada pernapasan akan sangat memepangaruhi ventilasi . 5 Keperawatan kritis
3. Efusi pleura, hemotoraks dan penuone thoraks Mengakibatkan
kondisi
yang
mengaggua
ventilasi
mellaui
penghamaba ekspnasi paru. Kondisis ini biasanya diakibatan oleh penyakit paru yang mendasari,penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebbakan gagal nafas. 4. Trauma Disebabkan oleh kendaraan beromotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cedera kepala,ketidaksadaran dan pendarahan dari hidung dan mulut dapat menceah obstruksi jjaan nafas atau depresi pernapasan. Hemotoraks,penemutoraks dan fratur tuang iga dapat terjadi dan mungkin menyebabkan gagal nafas. 5. Penyakit akut paru Penumonia disebabkan ole akteri dan virus. Pneumonia kimiawi atau pneumonia diakibatkan oleh menginspirasi uap yang mengitrasi lambung yang bersifat asam. Asam bronkial,embolisme paru dan edema paru adalah bebrapa kondisis klien yang menyebabkan gagal nafas. 6.
Emboli lemak dan cairan.
7.
Respon imunologi terhadap antigen pejamu (syndrome gspasture SLE).
C. PATOFISIOLOGI ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) Pada tahun 1967, Ashbaugh dan kawan-kawan menjelaskan ARDS dalam laporan kasus tentang 12 pasien yang memperlihatkan takipnea akut, penurunan komplian paru, infiltrate pulmonal difus pada sinar-x dada, dan hipoksemia. Peneliti selanjutnya menggunakan pemeriksaan histologist paru pasien ARDS untuk menunjukkan fibrosis paru yang tidak sama dengan penyakit lain. Hal ini menimbulkan pemahaman baru bahwa proses patologis tidak terbatas pada endothelium paru, tetapi merupakan hasil perubahan epithelium paru dan jaringan vascular, serta perkembangan membrane hialin. Perubahan patologis pada jaringan vascular paru, peningkatan edema paru, dan gangguan pertukaran gas merupakan tanda utama patofisiologi. Perubahan paru pada patologis pada ARDS secara langsung berhubungan 6 Keperawatan kritis
dengan kaskade kejadian yang disebabkan oleh pelepasan mediator sel dan biokimia. Aktivasi, interaksi, dan kerja multisystem dari mediator biologis sangat kompleks. 1.
Sindrom respons inflamasi sistemik Sindrom respons sistemik (systemic inflammatory response syndrome, SIRS)menjelaskan respons inflamasi yang terjadi diseluruh tubuh akibat beberapa gangguan sistemik. Kebanyakan pasien ARDS menunjukkan gejala yang menggambarkan SIRS, dan sistem pernafasan dapat menjadi sistem organ yang paling awal dan paling sering terlibat dalam respons sistemik. Denagn demikian, pemahaman tentang patofisiologi SIRS dan pengetahuan intervensi yang di gunakan untuk SIRS penting dalam kaitannya dengan ARDS. Sering kali, pasien SIRS mengalami disfungsi organ multisystem (multisystem organ dysfunction, MODS), terutama pada hati dan ginjal. Ketika kerusakan endutel berkembang dan hipoksia jaringan terjadi akibat gangguan pertukaran gas yang parah, respons inflamasi terus teradi dan kaskade SIRS meningkat (bertambah) dengan pelepasan lebih banyak mediator. Oleh karena itu, ARDS dan MODS merupakan bagian dari siklus setan dan kontinum SIRS. Penentuan pemicu untuk SIRS dan ARDS yang terjadi [pada beberapa individu, namun tidak terjadi pada individu lain dan penelitian tentang bagaimana menghentikan jalur kaskade adalah topic penelitian kontinu.
2.
Perubahan patologis pada sindrom gawat napas akut Mediator yang dilepaskan akibat cedera langsung atau tidak langsung
dapat
mencetuskan
ARDS,
yang
meliputi
lopopolisakarida(LPS) pada sepsis bakteri gram-negatif, ada hubungan antara tanda klinis (hipoksia akut berat yang resisten terhadap perbaikan dengan oksigen tambahan, takipnea dan dispnea), pelepasan mediator (interleukin, faktor nekrosis tumor (tumor necrosis faktor TNF) dan faktor aktivasi-trombosit (platet-activating faktor, PAF), dan perubahan patologis (permeabilitas mikrovaskular, hipertensi paru, dan kerusakan 7 Keperawatan kritis
endotel paru), Beberapa mediator primer bertanggung jawab atas kerusakan paru pada ARDS dan kerjas utamanya terkait dengan ARDS. Pertukaran gas pulmonal yang adekuat bergantung pada alveoli yang terbuka dan berisi udara membrane kapiler – alveolar utuh, dan aliran darah normal melalui pembuluh darah paru pada ARDS, kerusakan membaran kapiler-alveolar difus terjadi dan meningkatkan permeabilitas membrane. Perubahan pada integritas membrane kapileralveolar memungkinka n cairan berpindah dari Ruang vaskuler ke ruang intersial dan ruang
alveolar edema alveolar dan intertisial yang
diakibatkannya dan kemudian menyebabkan kolaps alveolar dapat dapat menggangu oksigeniasi dan ventilasi.patogenesis ARDS di jelaskan pada gambar, mediator inflamasi
menyebabkan
dasar vaskuler paru
mengalami vasokontriksi .hipertensi pulmonal dan terjadi penurunan paru karena penurunan aliran darah dan penurunan hemoglobin dalam kapiler,terdapat penurunan oksigen yang tersedia untuk difusi dan transport, yang lebih lanjut mengganggu oksigenasi.perubahan patologis mengaruhi pembulu darah pulmonal pertukaran gas serta mekanika paru dan bronkial.ARDS secara keseluruhan aadalah salah satu gangguan disfusi oksigen dan eliminasi karbon dioksida ke dalam darah kapiler pulmonal.ventilasi terganggu karena terjadi penurunan komplians paru dan peningkatan tahanan jalan napas .peningkatan permeabilitas membrane, alveoli yang kolaps
dan berisi cairan dan surfaktan
disfungsional suatu zat yang biasanya menurunkan tantangan permukaan alveoli dan mecegah kolaps alveoli, menyebabkan penurunan komplinan paru. Ada perkembangan dalam perubahan patologis yang berkaitan dengan ARDS,yang dimulai dengan peningkatan edema paru dan pada tahap awal dan berkembang menjadi inflamasi, fibrosis, dan gangguan penyembuhan pada tahap akhir.dengan mengenai sifat dinamis dari perubahan patologis morfologis pada ARDS perawat dapat memahami
8 Keperawatan kritis
perubahan dalam pengkajian pisik, strategi ventilasi mekanis,terapi dan penatalaksanaan yang terjadi selama pasien menjalani perawatan kritis. 3.
Tahap sindrom gawat napas akut Ada tahap yang berbeda pada perkembangan ARDS pda tahap 1 diagnosis sulit ditetapkan karena tanda ARDS yang tidak jelas.secara klinis pasien menunjukan peningkatan dispnea dan takipnea namun ada sedikit perubahan radiografik pada tahap ini neutrofil terisolasi: akan tetapi,tidak ada tanda-tanda kerusakan sel dlam 24 jam (waktu keritis untuk terapi awal). Keparahan gejala gawat napas meningkat dengan sianosis krekels bilateral kasar pada saat askultasi dan perubahan radiografik yang sesuai dengan bercak infiltrate.pada saat ini (tahap 2) gangguan dasar vaskuler akibat mediator menyebabkan peningkatan edema intersitisial dan alveolar dasar epitl dan endotel semakin permeable terhadap protein, hipoksia resisten terhadap pemberian oksigen tambahan dan v entilasi mekanis kemungkinan besar akan di mulai sebagai respons terhadap perburukan rasio oksigen ateri dan oksigen inspirasi(rasio paco2 atau f1o2) dari hari kedua sampai hari kesepuluh setelah cedera (tahap 3) tanda-tandaSIRS muncul dengan ketidaksetabilan hemodinamik edema generaliata kemungkinan awoitan infeksi
nosokomial
peningkatan
hipoksemia
dan
gangguan
paru.bronkogram udara jelas terlihat pada radiografi dada begitu pula penurunan volume paru serta tanda interstisial difus. Tahap 4 yang terjadi setelah 10 hari di tandai dengan beberapa perubahan radiografik tambahan ada peningkatan gangguan multioran,SIRS dan peningkatan tekanan karbon dioksida ateri (paco2) ketika fibrosis paru progersif dan perubahan emfisema menyebabkan peningkatan ruang rugi perubahan paru fibrotic menyebabkan kesulitan dalam penatalaksanaan ventilasi dengan peningkatan
tekanan
penumotoraks.
9 Keperawatan kritis
jalan napas dan perkembangan
Cedera paru langsung atau tidak langsung
Pelepasan mediator
Perubahan epitel alveolar
Perubahan endotel
Perpindahan cairan dan protein Kerusakan sel tipe 1
Disfungsi sel tipe II
Penebalan membrane kapiler-alveolar
Fungsi surfaktan
Gangguan difusi gas
Tegangan permukaan dan komplians
Permeabilitas kapiler
Vasokonstriksi pulmonal
Edema paru interstisial
Perubahan status aliran darah secara regional
Kolapa alveolar
Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Peningkatan kerja pernafasan
10 Keperawatan kritis
Pirau intrapulmonal
Hipoksemia yang sulit diatasi dengan oksigen tambahan
D. MANIFESTASI KLINIS ARDS (Acute respiratory distress syndrome) Gejala klinis utama pada ARDS : 1. Peningkatan jumlah pernapsan 2. Klien mengeluh sulit bernapas,retraksi dan sianosis 3. Pada auskultasi mugkin terdapat suara nafas tambahan. 4. Penurunan kesadaran mental 5. Tatikardi,takipnea 6. Dispnea dengan kesulitan bernafas 7. Terdapat retraksi interkosta 8. Sianosis 9. Hipoksemia
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ARDS (Acute respiratory distress syndrome) a. Laboraturium 1. Analisa gas darah a) Hipoksemia (penurunan PaO2) b) Hipokapnia
(penurunan
PCO2)
pada
tahap
awal
karena
hieperventilasi c) Hiperkapnia (Peningkatan PCO2) menuju gagal ventilasi d) Alkalosis respiratori (ph>7,45) pada tahap dini e) Asidosis respiratori atau metabolic terjadi pada tahap lanjut. b. Pemeriksaan Rontgen Dada 1. Tahap awal : sedikit normal,infertilasi pada perhilir paru. 1. Tahap lanjut : Interstisisal bilateral difusi pada paru,infertilate dialveoli. Pemeriksaan ststus oksigen 2. Hitung
darah
lengap,serum
elektrlit,urinalisis
dan
(darah,sputum) untuk mrnrntukan penyebab utama dari pasien.
11 Keperawatan kritis
kultur
F. KOMPLIKASI ARDS 1. Multiorgan dyfunction syndrome (MODS) 2. Pneumonia nosocomial 3. Penemotoraks 4. Sinusitis 5. Trauma laring 6. Trakeomalasia 7. Fistula trakeo esofangeal 8. Erosi areri inominata G. PENGKAJIAN Pengkajian terintegrasi pada pasien dengan sindrom gawat napas akut (ARDS) Tahap
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaaan Diagnostik
Tahap 1 (12
a. Gelisah,dyspnea,takipnea
jam
b. Penggunaan otot bantu
pertama)
pernapasan sedang sampai luas
a. AGD : Alkalosis respiratorik b. CXR: Tidak ada peruahan radiografik c. Kimia : Hasil darah dapat bervariasi tergantung pada penyebab persepitasi (misalnya peningkatan hitungsel darah putih,perubahan hemoglobin) d. Hemodinamik : Peningatan PAP,PAWP normal atau rendah
12 Keperawatan kritis
Tahap 2 (24 jam)
a. Dispnea
a. AGD : Penurunan
berat,takipnea,sianosis,takip
Sao2 walaupun
nea
diberikan oksigen
b. Krekels bilateral kasar
tambahan.
c. Penurunan udara yang
b. CXR: bercak
masuk ke lapang paru yang dependen
infiltrate c. Kimia: peningkattan
d. Peningkatan agitasi dan gelisah
asidosis (metabolick) bergantung pada keparahan awitan d. Hemodinamik: PAP semakin meningkat ,PAWP normal atau rendah
Tah ap 3 (2-10 hri)
a. Penurunan udara yang masuk secara bilateral. b. Gangguan responsivitas
a. AGD : Perburukan hipoksemia b. CXR: Brnkogram
(mungkin berhubungan
udara,penurunan
dengan sedasi yang
volume paru.
diperlukan untuk
c. Kimia : tanda-tanda
memeprtahankan ventilasi
kelihatan organ lain:
mekanis )
penurunan platelet
c. Penurunan mortalitas menurun
dan hemoglobin peningkatan hitung
d. Edeama generalisata
sel darah putih,factor
e. Integritas kulit yang buruk
pembekuan
dan kerusakan kulit
abnormal. d. Hemodinamik : Tidak berubah atau menjadi semakin memburuk.
13 Keperawatan kritis
Tah
a. Gejala MOODS
a. AGD : perburukan
ap 4(>10
termasuk penurunan
hipoksemia dan
hari)
eterlibatan system
hiperkapnia
haluaran urin,mortalitas lambung yang buruk, gejala gangguan
b. CXR : bronkogram udara,penuemotaks c. Kimia : Tanda
koagulasi
perisisten
Atau keterlibatan system
keterlibatan organ
tunggal system
lain : penurunan
pernapasan dengan
trombosit dan
perbaikn terhadap sejalan
hemoglobin,peningk
dengan waktu
atan hutung sel darah putih,factor pembekuan abnormal d. Hemodinamik : tidak berubah atau menjadi semakin memburuk
H. TATALAKSANA 1. Ambil alih fungsi pernafasan dengan ventilator mekanik 2. Obat-obatan : a. Korikosteroid pada pasien dengan fase lanjut ARDS/ALI atau fase fibroproliferatif,yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persiisten,pada atau sekitar hari ketujuh ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini masih menunggu hasil studi multisener RCT besar yang sedang berlangsung. b. Inhalasi nitric oxide ( NO) memebri efek vasodilatasi selektif padaarea paru yang terdistribusi,sehinggan menurunkan pirau intrapulmoner dan
14 Keperawatan kritis
tekanan arteri pulmoner, memperbaiki V/Q matching dan oksigenasi arterial. Diberikan hanya pada pasien dengan hipoksia berat refrakter. 3. Posisi pasien : Posisi pasien telungkup meningkatkan oksigenasi, tetapi tidak mengubah mirtalitas. Perhatian terutama saat merubah posisi telentang ke telungkup,dan mencegah decubitus pada area yang menumpu beban. 4. Cairan,pemberi cairan harus menghitung keseimbangan antara : a. Kebutuhan perfusi organ yang optimal b. Masalah ekstravasi cairan ke paru jaringan : peningkatan tekanan hidrostatik intravaskuler mendorong akumulasi cairan di alveolus.
15 Keperawatan kritis
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ARDS A. Kasus Seorang perempuan, 27 tahun, 12 hari pasca melahirkan, suku Jawa, datang ke RSUD Dr. Soetomo dengan keluhan utama sesak napas. Sesak napas sejak 1 minggu SMRS yang memberat 1 hari SMRS. Sesak napas terasa lebih berat saat aktivitas dan membaik dengan istirahat. Keluhan sesak napas telah dirasakan penderita sejak usia 9 bulan kehamilan tetapi tidak mengganggu aktivitas. Menurut penderita, ia telah menyampaikan keluhan ini kepada dokter akan tetapi dikatakan akibat kehamilan dan disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan. Terdapat batuk tanpa dahak sejak 1 minggu SMRS. Tidak dikeluhkan adanya demam, hanya sumersumer. Penderita mengatakan terdapat penurunan napsu makan seiring kehamilannya yang semakin membesar. Ad anya penurunan berat badan disangkal. Bengkak pada kaki disadari sejak 1 hari SMRS. Adanya riwayat bengkak pada kaki sebelumnya disangkal. Berdasarkan data rujukan, penderita didiagnosa dengan edema paru ec kardiomiopati peripartum. Penderita tidak pernah mengalami sesak napas sebelumnya. Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, penyakit jantung, penyakit ginjal dan penggunaan obat rutin disangkal oleh penderita. Selain obat dari dokter kandungan berupa vitamin kehamilan, penderita tidak pernah mengomsumsi obat apa pun secara rutin. Penderita mempunyai riwayat partus pervaginan pada pemeriksaan di rumah sakit lain. Berdasarkan riwayat sosial, penderita tinggal di kamar kos sempit yang kurang memiliki ventilasi. Berdasarkan pemeriksaan fisik yang dilakukan keadaan umum didapatkan kesan sakit berat, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 106 x/menit, frekuensi napas 32 x/menit, dan suhu aksiler 37o C. Pada pemeriksaan kepala dan leher penderita tampak anemis dan dispnea, tidak didapatkan tanda-tanda ikterus maupun sianosis, tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening leher serta tidak didapatkan adanya peningkatan tekanan vena jugularis. Pada inspeksi toraks didapatkan simetris 16 Keperawatan kritis
baik pada konsisi statis dan dinamis, tidak tampak adanya abnormalitas bentuk dada dan vena kolateral. Pada palpasi didapatkan fremitus raba sedikit meningkat di kedua lapang paru. Pada perkusi didapatkan sonor di kedua lapangan paru. Pada auskultasi didapatkan bronkovesikuler di kedua lapangan paru disertai ronki di 2/3 bawah lapang paru dan tidak terdengar adanya wheezing. Pada pemeriksaan jantung, abdomen, didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan anggota gerak didapatkan hangat, kering, merah. Didapatkan adanya edema pada kedua ekstrimitas bawah. Tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening di ketiak maupun pelipatan paha. Pemeriksaan darah lengkap dengan hasil leukosit 10,5 x 103/uL; limfosit 17,3%; monosit 9,4%; Granulosit 73,3%; Hb 10,5 g/dL; MCV 82,3fL; MCH 26,7 pg; PLT 446 x103/uL; BUN 9,1mg/dL; Serum Creatinine 0,51 mg/dL; Glukosa 97 mg/dL; SGOT 33 U/L; SGPT 19 U/L; Albumin 2,95 mg/dL; Natrium 135 mmol/L; Kalium 3,0 mmol/L; Klorida 91 mmol/L. Analisis gas darah memberikan hasil pH 7,51; pCO2 43 mmHg; pO2 160 mmHg; HCO3 34,3 mmol/L; BE 11,3 mmol/L; SO2 100%; AaDO2 65 mmHg dengan penggunaan masker oksigen nonrebreathing 8 liter per menit. Pada pemeriksaan foto toraks (lihat gambar 1) ditemukan adanya gambaran retikulogranuler pattern pada kedua lapang paru yang dapat merupakan gambaran suatu interstitial pneumonia DD interstitial lung edema. Pada pemeriksaan EKG didapatkan jantung dengan sinus takikardia 110 x/menit, terdapat nonspesifik ST-T changes. Sementara pada pemeriksaan ekokardiografi ditemukan hasil: katup-katup TR ringan, dimensi ruang jantung normal. Vegetasi (–). Thrombus (–), fungsi sistolik LV normal (EF by teach 75% biplane 74%), fungsi diastolic LV normal, fungsi sistolik RV normal (TAPSE 2,1), analisa segmental LV normokinetik, tidak terdapat LVH, dan PCWP 12,25 mmHg; SVR 1371; PVR 313,943. Berdasarkan data selama perawatan di rumah sakit meliputi keluhan penderita, pemeriksaan fisik, laboratorium, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya, akhirnya disimpulkan diagnosis TB paru kasus baru yang
17 Keperawatan kritis
datang dengan manifestasi sesak napas ec ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome).
B. Askep Kasus 1. Pengkajian a. Data Subjectif 1) Pasien mengatakan sesak napas sejak 1 minggu SMRS 2) Pasien mengatakan sesak napas berat saat beraktivitas 3) Pasien mengatakan batuk tanpa dahak 1 minggu SMRS 4) Pasien mengatakan napsu makan menurun 5) Pasien mengatakan bengkak pada kaki 1 minggu SMRS
b. Data Objektif 1) Diagnosa edema paru 2) Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 106 x/menit, frekuensi napas 32 x/menit, dan suhu aksiler 37o C. 3) Penderita tampak anemis dan dispnea 4) Pada palpasi didapatkan fremitus raba sedikit meningkat di kedua lapang paru. 5) Pada perkusi didapatkan sonor di kedua lapangan paru. 6) Pada auskultasi didapatkan bronkovesikuler di kedua lapangan paru disertai ronki di 2/3 bawah lapang paru dan tidak terdengar adanya wheezing. 7) Edema pada kedua ekstrimitas bawah 8) pH 7,51; pCO2 43 mmHg; pO2 160 mmHg; HCO3 34,3 mmol/L; BE 11,3 mmol/L; SO2 100%; AaDO2 65 mmHg dengan penggunaan masker oksigen nonrebreathing 8 liter per menit. 9) Pemeriksaan foto toraks (lihat gambar 1) ditemukan adanya gambaran retikulogranuler pattern pada kedua lapang paru yang dapat merupakan gambaran suatu interstitial pneumonia DD interstitial lung edema. 18 Keperawatan kritis
10) Pemeriksaan EKG didapatkan jantung dengan sinus takikardia 110 x/menit, terdapat nonspesifik ST-T changes. 11) Limfosit 17,3% (normal 25,0 – 40,0) 12) Monosit 9,4% (normal 2,0 – 8,0) 13) Albumin 2,95 mg/dL (normal 3,4 – 5,0)
2. Diagnosa Keperawatan a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi b. Hambatan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan ventilasi perkusi. c. 3. Intervensi Keperawatan 1. DX : Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi Tujuan : Setelah dilaukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan status ventilasi pernafasan membaik. Kh : a. Frekuensi pernafasan ormal b. Irama pernpasan veskuler c. Kedalaman inspirasi dalam batas normal d. Suara perkusi nafas dalam rentang normal Intervensi : Manajemen jalan nafas O : 1. Identifikasi kebutuhan actual atau potensial pasien untuk memasukan alat membuka jalan nafas 1. Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagai mana mestinya N : Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Poisikan untuk meringankan sesak nafas Lakukan fisioterapi dada sebagai mana mestinya
19 Keperawatan kritis
Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lender Motivasi pasien untk bernafas pelan, dalam berputar dan batuk Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan E : Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif C : Kelola nebulizer ultra sonic sebabai mana mestinya 2. DX : Gangguan petukaran gas b.d ketidak sembangan ventilasi perfusi Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 3 X 24 jam diharapkan status pernafasan pertukaran gas membaik atau dalam rentang normal KH : a. PH arteri dlam bentuk normal b. keseimbanagan ventilasi dan perfusi c. Dispnea pada saat istirahat d. Dispnea dalam aktivitas ringn. Intervensi : Manajemen asam basa Alkalosis metabolic O : - monitor pola nafas -monitor kemungkinan penyebab alkalosis metabolic sebelum memberikan penanganan keseimbangan asam basa - monitor penyebab pembentukan HCO3 atau kehilangan ion hydrogen - monitor hasil analisa gas darah, elektrolit serum dan elektrolit urine secara tepat N : - pertahankan kepatenan jalan nafas -
Hitung konsentrasi klorida urine sehingga dapat membantu dalam menentukan penyebab alkalosis metabolic
-
Berikan cairan asam dengan cara yang tepat
-
Montor intake output cairan 20
Keperawatan kritis
-
Hitung perbedaan HCO3 terobservasi dan perubahn HCO3 yang sesuai diharapkan untuk menentukan ada tidaknya penyimpangan asam basa.
E: - Instruksikan kepada pasien dan keluarga tindakan yang harus dilakukan untuk
menangani alkalosis metabolic.
C: - Dptkan kolaborasi pemeriksaan specimen keseimbangan asam basa secara tepat. -
Berikan reseptor antagonis 112 (misalnya ranitidine dan simetidin) untuk memblokade sekresi hidroklorisa dilambung dengan cara yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
21 Keperawatan kritis
Somantri,Iman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Brunner and Suddrath,(2001). Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakrta: EGC
22 Keperawatan kritis