Askep Gadar Anak DGN Kejang Demam [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM



DI SUSUSN OLEH : 1. Ade Ayu Kartini 2. Akbar Ariyanto 3. Debora 4. Farida Yunimaisah 5. Erna Atnaningsih 6. Chika Permata Ali 7. Siti Atikah Sari 8. Fery Budiyono 9. Nurainun Ulfah S 10. Fahmi Eka Karlina 11. Eka Rindi Antika 12. Ari Safaria Yanuar 13. Vera Trini Yanti P



195139003 195139005 195139007 195139009 195139011 195139013 195139015 195139017 195139019 195139021 195139023 195139025 195139027



Dosen : Ns. Apri Sunadi, M. Kep. Sp. Kep. M.B



FAKULTAS ILMU KESEHATAN BIDANG STUDI SARJANA KEPERAWATAN UIVERSITAS RESPATI INDONESIA 2020



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejang demam (febrile convulsion,feris seizure ) ,ialah perubahan aktivitas motorik dan / behavior yang bersifat paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktivitas listrik abnormal di otak yang terjadi akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang pada anak umunya diprovokasi oleh kelaianan somatic berasal dari otak yaitu demam tinggi, infeksi, sinkop, trauma kpala, hipokia, keracunan atau aritmia jantung. Setiap anak dengan kejang demam perlu diperiksa dengan seksama untuk mencari bila terdapat sepsis, meningitis bakteri , atau penyakit serius lainnya. (Widagdo,2012) Pengobatan kejang demam ditunjukan pertama untuk segera mengatasi kejang yang terjadi pemberian diazepam 1 mg/kg 24 jam dalam 3 dosis ,biasanya selama 2-3 hari, dan antipireik untuk segera menurunkan peningkatan suhu tubuh.pemberian antikonvulsan untuk upaya pencegahan di anggap kontroveri karena kurang efektif dan pengaruh efek samping yang tak dikehendaki .jika deam (38,5 0c atau lebih ) untuk mencegah terjadinya kejang dapat diberi antipiretik. Prognosis untuk fungsi neurologic adalah sangat baik. (Widagdo,2012) Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosialspiritual, ( Medula, 2013) Bentuk dari terapi fisik yang dapat diterapkan oleh ibu adalah Pemberian cairan yang lebih banyak dari kebutuhan anak yang disesuaikan dengan jumlah kebutuhan cairan menurut umur anak, untuk mencegah dehidrasi saat evaporasi terjadi, mengusahakan anak tidur atau beristirahat yang cukup supaya metabolismenya menurun, tidak memberikan anak pakaian panas yang berlebihan pada saat menggigil. Lepaskan



pakaian dan 4 selimut yang terlalu berlebihan. Memakai satu lapis pakaian yang menyerap keringat dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada anak, memberi aliran udara yang baik atau pertahankan sirkulasi ruangan yang baik dan memberikan kompres hangat (tepidsponging) pada anak. Penggunaan kompres air hangat di lipat ketiak dan lipat selangkangan (inguinal) selama 10-15 menit dengan temperatur air 30-320C, akan membantu menurunkan panas dengan cara panas keluar lewat pori-pori kulit melalui proses penguapan. (IDAI, 2014). B. Tujuan Tujuan umum



: Untuk mengetahui tentang penyakit kejang demam pada anak.



Tujuan khusus



: Untuk mengetahui : 1. Definisi penyakit kejang demam pada anak. 2. Etiologi penyakit kejang demam pada anak 3. Manifestasi klinik penyakit kejang demam pada anak. 4. Patofisiologi penyakit kejang demam pada anak. 5. Komplikasi penyakit kejang demam pada anak. 6. Pemeriksaan diagnostik penyakit kejang demam pada anak. 7. Penatalaksanaan penyakit kejang demam pada anak. 8. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam.



BAB II TINJAUAN TEORITIS A. PENGERTIAN Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5 tahun. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013). Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir3% dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki dari pada perempuaan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan lakilaki (Judha & Rahil, 2011). B. ETIOLOGI Peranan infeksi pada sebagian besar kejang demam adalah tidak spesifik dan timbulnya serangan terutama didasarkan atas reaksi demamnya yang terjadi(Lumbantobing, 2007).Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009). Kejang demam yang menetap lebih lama dari 15 menit menunjukan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan



mengesampingkan meningitis. Infeksi saluran pernapasan atas, dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling sering (Jessica 2011). C. KLASIFIKASI Berdasarakan study epidemiologi kejang dibagi menjadi 3 jenis yaitu kejang demam sederhana (70-75%) kejang deamam kpmpeks (20-25 %),dan kejang sistomik ( 5 %) . kejang demam sederhana (simple febris convulsion )biasanya terdapat pada anak umur 6 bulan sampai 5 tahun disertai kenaikan suhu tubuh yang cepat mencapai ≥390C kejang bersifat umum dan tonik klinik ,umunya berlangsung beberapa menit atau detk yang jarang sampai 15 menit ,pada akhir demam kemudian diakhiri dengan keadaan singkat seperti mengantuk (drowsiness) dan bangkitan kejangan terjadi hanya sekali dalam 24 jam anak tidak mempunyai kelainan neurologic pada pemeriksaan fisis dan riwayat normal dan demam ukan disebabkan oleh menigititis ,ensefalitis atau penyakit lain dari otak. (Widagdo,2012) Kejang demam kompleks (complexor complited febrile convulsion ) dengan sifat berupa lama kejang lebih dari 15 menit atau kejang berulang lagi daam 24 jam atau terdapat kejang fokal atau temuan fokal dan masa pasca bangkitan(pos-tistal period ) umur pasien ,status neurogik dan sifat demam adalah sama degan pada kejang demam sederhana



Kejang demam sistomatik atau symptomatic



febrile seizure dengan sifat yaitu umur dan sifat demam dalah sama pada kejang demam sederhana dan sebelumnya anak telah mengalami kelainanneurologi atau penyakit akut. (Widagdo,2012) D. PATOFISIOLOGI Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.



Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011). Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen. Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga terjadi peningkatan kontraksi otot. Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin. Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul kejang. Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan kesadaran, otot ekstremitas maupun



bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2007).



E. PATHWAY



F. MANIFESTASI KLINIS Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang muncul pada penderita kejang demam :



1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C. 2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan. 3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan kesadaran) Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 kriteria antara lain: 1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun. 2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit. 3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang saja ). 4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam. 5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan. 6 6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan 7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali. Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.(Judha & Rahil, 2011)



G. PENATALAKSANAAN 1. Primary Survey :







Airway : Kaji apakah ada muntah, perdarahan, benda asing dalam mulut seperti lendir dan dengarkan bunyi nafas.







Breathing : kaji kemampuan bernafas klien







Circulation : nilai denyut nadi







Menilai koma (coma = C) atau kejang (convulsion = C) atau kelainan status mental lainnya Apakah anak koma ? Periksa tingkat kesadaran dengan skala AVPU: A



: sadar (alert)



V



: memberikan reaksi pada suara (voice)



P



: memberikan reaksi pada rasa sakit (pain)



U



: tidak sadar (unconscious)



Tindakan primer dalam kegawatdaruratan dengan kejang demam adalah : a. Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat kejang b. Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. c. Bebaskan jalan nafas dengan segera : 



Buka seluruh pakaian klien







Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)







Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan menahan bila sedang dalam keadaan kejang)



d. Oksigenasi segera secukupnya e. Observasi ketat tanda-tanda vital f. Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang g) Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL. Menurut, Judha & Rahil (2011), menyatakan bahwa dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan yaitu : Pemberantasan kejang secepat mungkin, apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :



a. Segera diberikan diazepam dan pengobatan penunjang b. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. c. Pengobatan rumat Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis per hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya. d. Mencari dan mengobati penyebab Penyebab kejang demam adalah infeksi respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang adekuat untuk mengobati penyakit tersebut. Pada pasien yang diketahui kejang lama pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, kalium, magnesium, kalsium, natrium dan faal hati. Bila perlu rontgen foto tengkorak, ensefalografi. Menurut,



Riyadi,



Sujono



&



Sukarmin



(2009),



menyatakan



bahwa



penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain: a. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata- rata yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan maksimal dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10 mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama diberikan masih timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila



masih kejang maka ditunggu 15 menit lagi



kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga dengan dosis yang sama secara intramuskuler. b. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi miring, pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.



c. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan. d. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan memudahkan dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan intravena pemantauan intake dan output cairan selama 24 jam perlu dilakukan, karena pada penderita yang beresiko terjadinya peningkatan tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat penurunan kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan intraklanial juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu dihindari. e. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres). Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak seperti kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh darah yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan pemberian antipiretik seperti prometazon 4- 6 mg/kg BB/hari (terbagi dalam 3 kali pemberian). f. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan obatobatan untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.Posisi kepala hiperekstensi tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan craa menaikan tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15° (posisi tubuh pada garis lurus) g. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan dosis awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan- 1tahun, 75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan tehnik pemberian intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian) hari berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian. h. Pengobatanpenyebab. Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah kenaikan suhu tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang



menjadi penyebab infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang demam. i. Terapi obat-obatan Setiap kasus anak dengan kejang memerlukan perawatan secara intensif untuk penatalaksanaan yang adekut. Tindakan yang utama untuk kasus anak dengan kejang ialah secara simultan mengatasi kejang (simtomatik) sekaligus juga menghilangkan penyebab penyakit primer (kausatif). Bila penyakit primer sudah dapat diatasi maka diharapkan gejala kejang akan hilang dan tidak mengalami eksaserbasi. Tetapi yang lain adalah bersifat suportif/resusiatif sesuai dengan indikasi. (Widagdo, 2012) Tindakan perawatan yang perlu dilakukan pada anak yang sedang dalam keadaan kejang saat sebelum dan sudah di tempat layanan kesehatan, ialah. 1 1. Memposisikan anak secara lateral decubitus 2. Upayakan agar leher dalam posisi lurus untuk menjaga agar saluran nafas tetap terbuka 3. Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak yang sedang mengalami kejang 4. Menjaga agar lidah tidak tergigit 5. Secepatnya membawa anak ke Unit Gawat darurat (UGD) terdekat untuk penanganan lebih lanjut. (Widagdo, 2012) Menurut (Widagdo, 2012) Obat-obat anti konvulsi yang dapat diberikan atas indikasi sesuai dengan temuan pada anamnesis, pemeriksaan fisis termasuk penunjang. Obat dimaksud antara lain ialah: a. Benzodiazepine: diazepam intravena digunakan sebagai terapi awal untuk status epileptikus. 



Clonazepam







Nitrazepam







Clobazam







Carbamazepine







Ethosuximide







Phenytoin (dilantin) digunakan untuk kejang umum tonikklonik primer atau sekunder, kejang parsial, dan status epileptikus.







Tiagabine digunakan untuk pengobatan kejang parsial kompleks sebagai obat tambahan.







Topiramate, digunakan untuk sebagai obat tambahan pada terapi kejang kompleks refrakter dengan atau tanpa generalisasi.







Valproic acid (depakene, Depakote), adalah sebagai antikolvulsan dengan spectrum luas, termasuk kejang umum tonik-klonik, kejang absans, dan kejang mioklonik.







Vigabatrin, adalah efektif untuk spasme infantile dan sclerosis tuberosa, dan sebagai obat tambahan untuk pengobatan kasus kejang yang kurang respons terhadap pemberian antikolvunsan lain.







Oxcarbazepine (trileptal) mempunyai beberapa persamaan dengan carbamazepine, diberikan sebagai tambahan kepada terapi kejang parsial, tidak untuk absans.







Zonisamide (zonegran), mekanisme kerja obat belum diketahui, diberikan untuk tambahan pengobatan pada kejang parsial dan kejang mioklonik.







ACTH, paling sesuai untuk pengobatan spasme infantile, dan sama efektifnya dengan prednisone untuk pengobatan kejang kriptogenetik dan simtomatik Terapi diet ketogenik dengan tinggi lemak, relative rendah karbohidrat, dan pengaturan ketat terhadap kalori cairan, dan protein.



Tindakan bedah, ditunjukkan kepada kasus yang tidak respons terhadap pengobatan, pada kasus dengan kejang yang persisten atau dengan kejang yang frekuen dan tidak berhasil diatasi dengan sedikitnya 3 macam obat antikolvunsan,



adalah



merupakan



kasus



yang



perlu



dipertimbangan



mendapat



terapi



pembedahan. (Widagdo,2012) Stimulasi saraf vagus (VNS) dibagian kiri dari leher secara intermiten dapat menurangi kejang setelah 12 bulan terapi. Rangsangan listrik secara intermiten dapat dilakukan dengan menanam pacemaker sebagai stimulator dibawah kulit pada bagian atas dada kiri yang diikat pada kabel yang ditempatkan dileher. (Widagdo,2012) Terapi simtomatik lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa pada kasus kejang yang disertai dengan demam maka diperlukan tindakan untuk mengatasi gejala demam yang tinggi atau menyebabkan anak rewel dan tidak tenang. (Widagdo,2012) a. Acetaminophen b. Ibuprofen Terapi kausal yang utama ialah antimokrobial untuk mengatasi infeksi sebagai penyebab terbanyak (>80%) dari kejang yang dipergunakan adalah sesuai indikasi/hasil uji restitensi, diantara lain yaitu : 1. Ampicillin 2. Oxacillin 3. Cefotaxim 4. Ceftriaxone Terapi kasual yang lain ilag surih hormone yang dilakukan pada kasus kejang dengan penyakit defisiensi hormone yang dilakukan pada kasus kejang dengan penyakit defisiensi hormone sebagai penyakit primernya seperti pada defisiensi ACTH atau defisiensi hormone adrenal. (Widagdo,2012) Terapi lain adalah bersifat suportif, dengan tujuan memperbaiki dan mempertahankan



keadaan



umum



pasien



seoptimal



mungkin



termasuk



memberikan kecukupan akan kebutuhan nutrisi, cairan, dan elektrolit, inhalasi



oksigen, dan lain-lain yang dilaksanakan dalam perawatan secara regular maupun intensif. (Widagdo,2012) H. KOMPLIKASI Komplikasi pada kejang demam anak menurut Garna & Nataprawira (2005) 1. Epilepsi : Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya serangan yang bersifat spontan dan berkala. Bangkitan kejang yang terjadi pada epilepsi kejang akibat lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat. 2. Kerusakan jaringan otak : Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor M Metyl D Asparate (MMDA) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuoran secara irreversible. 3. Retardasi mental : Dapat terjadi karena defisit neurologis pada demam neonatus. 4. Aspirasi : Lidah jatuh kebelakang yang mengakibatkan obstruksi jalan napas. 5. Asfiksia : Keadaan dimana bayi saat lahir tidak dapat bernafas secra spontan atau teratur. I. Pemeriksaan penunjang Untuk menentukan factor penyebab dan komplikasi pada ana, diperlukan beberapa pemeriksaan



penunjang



meliputi



pemeriksaan



laboratorium



,fungsi



lumbal,



elektroensefalografi dan pencitraan neurologis . pemilihan jenis pemerksaan penunjan ini ditentukan sesuai dengan kebutuhan, (Antonius, 2015) 1.



Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada anak dengan kejang berguna untk mencari etiologi dan komplikasi akibat kejang lama. Jenis pemeriksaan yang dilakukan bergantung pada kondisi klinis pasien . pemeriksaan yang dilanjurkan pada pasien dengan kejang lama adalah kadar glukoa darah, elektrolit ,darah perifer lngkp dan masa prottombin, pemeriksaan laboratoruim tersebu bukan pemeriksaan rutin pada kejang demam. Jika dicurigai adanya meningitis bakteriaritis perlu dilakukan pemeriksaan kultur darah kultur cairan selebrospinal . pemeriksaan polymerase



chain reaction ( PCR ) terhadap virus herpes simpleks dilakukan pada kasus dengan kecurigaan ensefalitis, (Antonius, 2015) 2. Fungsi lumbal Fungsi lumbal dapat dipertimbangka pada pasien kejang disertai penurunan kesadaran atau ganguan statu mental,perdarahan kulit ,kaku kuduk,kejang lama,gjala infeksi,paresis,peningkatan sel darah putih ,atau pada kaus yang tidak didapatkan factor pencetus yang jelas fungsi lumbal ulang dapat dilakukan dalam 48 atau 72 jam setelah



fungsi lumbal yang pertama yang



memastikan adanya infeksi susunan saraf pusat. Bila didapatkan kelainan neurlogis fokal dan peningkatan tekanan intracranial ,dilanjutkan melakuka pemeriksaan ct-scan kepala berlebih dahulu untuk risiko terjadinya herniasi, (Antonius, 2015) The



American



Academy



of



pediatrics



merekmendasikan



bahwa



pemeriksaan fungsi lumbal sangat dianjurkan pada serangan kejang pertama disertaia demam pada anak usis dibawah 12 bulan karena manifestasi klinis meningitis tidak jelas atau bahkan tidak ada .pada anak usia 12-18 bulan dianjurkan melakukan fungsi lumbal , sedangkan pada usia lebih dari 18 bulan fungsi lumbal dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya infeksi intracranial ( meningitis ), (Antonius, 2015) 3. Elektroensefalografi Pemerikasaan EEG digunakan untuk mengetahui adanya gelombang epileptiform. Pemeriksaan EEG mempunyai keterbatasan, khusunya intetiktral EEG . beberapa anak tanpa kejang secara klinis ternyata memperlihatkan gambaran EEG epileptiform, sedangkan anak lain degan epilepsy berat mempunyai gambaran intrkiktal EEG yang normal. Sensitivitas EGG interiktal bervariasi. Hanya sindrom epilepsy saja yang menunjukkan kelainan EGG yang khas, abnormalitas EGG berhubungan dengan manifestasi klinis kejang, daapat berupa gelombang paku tajam dengan /gelombang lambat. Kelainan dapat bersifat umum,multifocal,atau fokal pada daerah temporal maupun frontal. (Antonius, 2015). Pemeriksaan EEG segera atau dalam 24-48 jam setelah kejang atau slep deprivation dapat memperlihatkan berbagai macam kelainan. Beratnya kelainaan



EGG tidak selalu berhubungan dengan beratnya klinis . gambaran EEG yang normal atau memperhatikan kelainan minimal menunjukan kemunginan pasien bebas dari kejang setelah obat ant epilepsy dihentikan. (Antonius, 2015) 4. Pencitraan neurologis Foto polos kepala memilki nilai diagnostic kecil meskipun dapat menunjukan adanya fraktur ulang tengkorak. Kelainan jaringan otak pada trauma tulang kepal dideteksi dengan ct-scan kepala. Kelainan ct-scan kepala dapat ditemkan pada pasien kejang dengan riwayat trauma kepala ,pemeriksaan neurologis yang abnormal perubahan pola kejang-kejang berulang riwayat mendrita penyakit susunan safaf pusat kejang pokal dan riwayat keganasan. (Antonius, 2015) Magnestic resonance imaging (MRI ) lebih superior dibandingkan ct-scan dalam mengevaluasi lesi epileptogenik atau tumor kecil didaerah temoral atau daerah yang tertutup struktur tulang misalnya daerah selebrum atau batan otak . MRI dipertimangkan pada anak dengan kejang yang sulit diatasi ,epilepsy lobus temporalis,perkembangan terlamabat tanpa adanya kelainan pada c-scan dan adanya lesi ekuivika pada ct-scan. (Antonius, 2015) Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi: a. Darah 1) Glukosa darah:hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N