Askep Gerontik Tn.i - Laura Santi Chintya - 2104021 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA TN. I DENGAN DIABETES MELITUS DI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WREDHA ABIYOSO YOGYAKARTA



DISUSUN OLEH: LAURA SANTI CHINTYA 2104021



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA 2022 1



LEMBAR PENGESAHAN



Laporan Asuhan Keperawatan Gerontik Stase Keperawatan Gerontik di Balai Pelayanan Sosial Tresna Wredha Abiyoso Ini Telah Diteliti dan Disetujui Oleh Preceptor Praktik Klinik dari BPSTW Abiyoso dan Preceptor Akademik Dari STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.



Yogyakarta, Januari 2022



Preceptor Klinik



Preceptor Akademik



BPSTW Adiyoso Yogyakarta



STIKES Bethesda Yakkum



Yogyakarta



Muh Fathoni Rohman,S.KM., S.Kep



Indrayanti, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom



Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners STIKES Bethesda



2



Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas Praktik Stase Keperawatan Gerontik di Balai Pelayanan Sosial Tresna Wredha (BPSTW) Abiyoso, Kota Yogyakarta. Penyusunan laporan ini bertujuan untuk melengkapi tugas Stase Keperawatan Gerontik. Selama proses penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat: 1.



Ibu Vivi Retno Intening, S.Kep., Ns., MAN, selaku Ketua STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.



2.



Ibu Ethic Palupi, S.Kep., Ns., MNS, selaku koordinaator Ketua Prodi Pendidikan Profesi STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta.



3.



Bapak Muh Fathoni Rohman,S.KM., S.Kep, selaku preceptor klinik Stase Keperawatan Gerontik di BPSTW Abiyoso.



4.



Ibu Indrayanti, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.Kom, selaku koordinator praktik Stase Keperawatan Gerontik dan preceptor akademik.



5.



Seluruh staf dan karyawan BPSTW Abiyoso yang turut membantu dalam penyusunan laporab.



6.



Tn. I yang telah berkenan menjadi lansia binaan.



7.



Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam penyelesaian laporan ini.



Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu penulis meminta saran dan kritikan yang membangun demi perbaikan selanjutnya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang membaca. Yogyakarta, Januari 2022



3



Laura Santi Chintya DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 2 KATA PENGANTAR...................................................................................... 3 DAFTAR ISI.................................................................................................... 4 BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 5 A. Latar Belakang...................................................................................... 5 B. Tujuan................................................................................................... 6 C. Manfaat................................................................................................. 6 D. Metode.................................................................................................. 7 BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................. 8 A. Konsep Dasar Gerontik......................................................................... 8 B. Konsep Dasar Medis Diabetes Melitus................................................. 11 C. Konsep Asuhan Keperawatan............................................................... 18 BAB III TINJAUAN KASUS.......................................................................... 41 A. Pengkajian............................................................................................. 41 B. Analisis Data......................................................................................... 50 C. Diagnosis Keperawatan........................................................................ 50 D. Rencana Keperawatan.......................................................................... 51 E. Catatan Perkembangan......................................................................... BAB IV PEMBAHASAN................................................................................ BAB V PENUTUP........................................................................................... DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... LAMPIRAN.....................................................................................................



4



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Kelainan tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme, karbohidrat, lemak, dan protein. Penyakit diabetes mellitus (DM) dikenal sebagai penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, di mana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh (Ernawati dalam R.A.Oetari, dkk, 2019). Diabetes melitus (DM) ditegakkan bila kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL atau glukosa darah 2 jam pasca pembebanan (GDPP) ≥ 200 mg/dL atau glukosa darah sewaktu (GDS) ≥200 mg/dL dengan gejala sering lapar, sering haus, sering buang air kecil, dan berat badan menurun (PERKENI, 2019). Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan penderita DM terbanyak keempat di dunia setelah 3 India, Cina, dan Amerika Serikat, dengan jumlah penderita sebanyak 12 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 (Sonta Imelda, 2018). Di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada Riskesdas tahun 2018 provinsi yang paling banyak menderita DM adalah provinsi DKI Jakarta sebanyak 2,6% penduduk. Di Indonesia penderita Diabetes Melitus mencapai 1,5 permil atau sejumlah



5



1.017.290 penduduk. Tiga besar provinsi dengan kejadian tinggi yaitu Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan 2,6 permil, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 2,4 permil, dan Kalimantan Timur 2,3 permil (Riskesdas, 2018). Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menyusun laporan Asuhan Keperawatan Pada Bp. I dengan Diabetes Melitus Di BPSTW Abiyoso Yogyakarta Tahun 2022, agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Gerontik, lansia mampu meningkatkan kemampuannya dalam memelihara kesehatan, sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan menjadi lebih baik. 2. Tujuan Khusus Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan Gerontik, diharapkan lansia mampu: a. Meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi oleh lansia. b. Meningkatkan kemampuan lansia dalam mengambil keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan anggota. c. Meningkatkan masalah produktifitas lansia dalam meningkatkan mutu kehidupan. C. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Mampu menjelaskan cara menangani pasien dengan penyakit diabetes mellitus, seperti tentang diit DM, senam kaki DM, perawatan kaki DM. 2. Bagi Petugas Kesehatan Memberikan informasi tentang kondisi lansia yang mengalami masalah kesehatan untuk dilakukan intervensi keperawatan lansia lebih lanjut.



6



3. Bagi Penulis Memberikan



pengalaman



dan



meningkatkan



kompetensi



didalam



memberikan pelayanan asuhan keperawatan lansia. 4. Bagi Lansia Lansia mampu mengenal masalah kesehatan secara berkala, memodifikasi lingkungan dan manfaat kesehatan dengan tepat. D. Metode Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya: 1. Wawancara Dengan cara tanya jawab tentang hal-hal yang perlu diketahui berkaitan dengan aspek fisik, sosial budaya, ekonomi,dan keadaan lingkungan. 2. Observasi Observasi langsung dilakukan terhadap hal-hal yang tidak perlu dipertanyakan, karena sudah cukup melalui pengamatan saja dan penilaian dilakukan sendiri sesuai dengan kriteria teori, pengamatan ini dilakukan terutama pada pengamatan fisik saja. 3. Pemeriksaan Fisik Dilakukan pada lansia yang mempunyai masalah kesehatan dan keperawatan, berkaitan dengan keadaan fisik. 4. Studi Dokumentasi Dengan menggunakan studi dokumentasi diharapkan dapat membantu memperoleh data kesehatan lansia, misalnya : melalui rekam medik, KMS lansia, dan kartu kesehatan lainnya.



7



BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar Gerontik 1. Definisi Menua atau menjadi tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita (Martono, 2015).



Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapantahapan menurunnya berbagai fungsi organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi dan sosiallansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living (Afidah, 2019). 2. Batasan Umur Lanjut Usia Usia terbagi menjadi tiga jenis (Murwani, 2014). a. Usia biologis Usia biologis yaitu yang menunjuk kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada dalam keadaan hidup tidak mati.



8



b. Usia psikologis Usia psikologis usia yang menunjuk kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang di hadapinya. c. Usia soial yaitu usia menunjuk kepada peran-peran yang di harapkan atau diberikan masyarakat terhadap seseorang sehubung dengan usianya. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lanjut usia meliputi: 1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-59 tahun. 2) Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60-70- tahun. 3) Usia tua (old), kelompok usia antara 70-90 tahun. 4) Usia sangat tua (very old), usia diatas 90 tahun. 3. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara generative yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, soaial dan seksual (Azizah, 2011). a. Perubahan fisik Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patalogis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan dan kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyababkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. b. Penurunan Fungsi 1) Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti berikut ini: Perubahan Otot Perubahan otot pada lansia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu berkurangnya masa otot, perubahan 9



degenerative jaringan konektif, osteoporosis, kekuata otot menurun, koordinasi menurun dan mudah jatuh/fraktur. 2) Kulit Dengan bertambahnya usia berdampak pada perubahan kulit yang mengakibatkan Proliferasi epidermal menurun, Kelembapan kulit menurun, Suplai darah kekulit menurun, dermis/kulit menipis, kelenjar keringat berkurang. 3) Pola Tidur Akibat dari penuaan dapat mengganggu pola tidur lansia yang akan membuat lansia membutuhkan waktu yang lama untuk tidur, sering terbangun, mutu tidur berkurang, lebih lama berada di tempat tidur. 4) Fungsi Kognitif Fungsi



kognitif



merupakan



kemampuan



atensi,



memori,



pertimbangan, pemecahan masalah serta kemampuan eksekutif. Beberapa perubahan fungsi kognitif yaitu: a) Beberapa



lansia



menunjukkan



penurunan



keterampilan



itelektual, tapi masih mampu mengembangkan kemampuan kognitf. b) Penurunan kemampuan mengingat/mengenai memori. c) Tidak ada/jarang penurunan inteligensi. 5) Perubahan Penglihatan Semakin bertambahnya usia maka dapat mengakibatka penglihatan semakin berkurang. Perubahan tersebut yaitu: a) Kornea kuning/keruh. b) Size pupil mengecil/atropi M. Ciliaris. c) Atropi sel-sel fotoreseotor. d) Penurunan suplai darah dan neuron ke retina. e) Penkapuran lensa. f) Konsekuensi: Meningkatnya sensitivitas terhadap cahaya silau, Respon lambat terhadap perubahan cahaya, Lapang pandang



10



menyempit,



perubahan



persepdi



warna,



Lambat



dalam



memproses informasi visua dan Sulit berkendara pada malam hari. B. Konsep Medis Diabetes Melitus 1. Definisi Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik yang disertai berbagai



kelainan



metabolik



akibat



gangguan



hormonal



yang



menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata ginjal saraf dan pembuluh darah. Diabetes Melitus klinis adalah suatu sindrom gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (Rendy & Margareth, 2012). Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) (2019), diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Diabetes melitus adalah suatu keadaan ketika tubuh tidak mampu menghasilkan atau menggunakan insulin (hormon yang membawa glukosa darah ke sel-sel dan menyimpannya sebagai glikogen). Dengan demikian, terjadi hiperglikemia yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak serta menimbilkan berbagai komplikasi kronis pada organ tubuh (Aini & Aridiana, 2020).



11



2. Anatomi dan Fisiologi



Gambar 2.1 Anatomi Pankreas Pankreas adalah organ pipih yang terletak melintang berada di bagian atas abdomen di belakang gaster di dalam ruang retroperitoneal, panjangnya kira-kira 20-25 cm, tebal ± 2.5 cm dan beratnya sekitar 80 gram, terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari abdomen dan dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum. Di sebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa di arah craniodorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesenterika superior berada di leher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus uncinatus pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu: a.



Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.



b.



Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung ke dalam darah.



Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin dan eksokrin. Selnya berfungsi



12



sebagai sel endokrin yaitu pulau langerhans. Pulau langerhans berbentuk oval dimana dalam tubuh manusia terdapat 1-2 juta, sel dalam pulau langerhans dibedakan granulasi dan pewarnaannya separuh dari sel mensekresi insulin sedangkan lainnya polipeptida dari pankreas diturunkan bagian eksokrin dari pankreas. Struktur organ ini lunak dan berlobus, tersusun atas: a.



Kepala pankreas, merupakan bagian yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum.



b.



Badan pankreas, merupakan bagian utama pada organ ini, letaknya di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama.



c.



Ekor pankreas, adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan berdekatan.



Fungsi pulau langerhans: a.



Unit sekresi dalam pengeluaran homeostastik nutrisi



b.



Menghambat sekresi insulin



c.



Menghambat sekresi polipeptida pankreas



d.



Menghambat sekresi glikogen.



Ada empat sel dalam pulau langerhans: a.



Sel α menyekresi hormon glukagon 20-40% fungsi meningkatkan kadar gula darah.



b.



Sel β menyekresi insulin 60-80% fungsi mengatur dan mengontrol kadar gula darah dan membantu glukosa masuk ke sel.



c.



Sel delta menyekresi somatostatin yang dapat menekan keluarnya (inhibitor) hormon pertumbuhan, insulin dan gastrin 5-15%.



d.



Sel F menyekresi polipeptida pankreas.



Stimulus utama untuk keluarnya insulin adalah glukosa, melalui insulin tubuh dapat menggunakan makanan yang dicerna. Fungsi glukagon meningkatkan kadar glukosa dalam darah organ targetnya hepar. Glukagon menstimulasi glukogenolitis (pemecah glikogen menjadi glukosa). Bila glukosa tidak mencukupi, glukagon menarik asam amino dan lemak otot



13



mengubahnya menjadi glukosa melalui glukoneogenesis. Glukagon bekerjasama dengan epinefrin dan glukokortikoid untuk mempertahankan kadar glukosa ketika tubuh mengalami stress atau sedang puasa (Syaifudin, 2014). Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B, molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus di dalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah (Syaiffudin, 2014).



Gambar 2.2 Pulau Langerhans Jaringan pankreas terdiri atas labula dari pada sel sekretori yang tersusun mengitari



saluran-saluran



halus.



Saluran-saluran



ini



mulai



dari



persambungan saluran-saluran kecil dari labula yang terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan melalui labula yang terletak di dalam ekor pankreas dan berjalan melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluransaluran kecil itu menerima saluran dari labula lain dan kemudian bersatu untuk membentuk saluran utama yaitu duktus wirsungi. Kepulauan



14



langerhans pada pankreas membentuk organ endokrin yang mensekresi insulin, yaitu sebuah



hormon



antidiabetik,



yang diberikan dalam



pengobatan diabetes. Insulin adalah sebuah protein yang dapat turut dicernakan oleh enzim-enzim pencerna protein. Insulin mengendalikan kadar glukosa dan bila digunakan sebagai pengobatan dalam hal kekurangan, seperti pada diabetes, ia memperbaiki kemampuan sel tubuh untuk mengabsorbsi dan menggunakan glukosa dan lemak insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Kelenjar pankreas terletak di lekukan usus dua belas jari, sangat penting untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah yaitu waktu puasa antara 60-120 mg/dl dan dalam dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dl. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, baik



secara kuantitas maupun kualitas keseimbangan tersebut



akan terganggu dan kadar glukosa cenderung naik. 3. Etiologi Menurut Aini & Aridiana (2020), etiologi Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut: a. Diabetes tipe I: 1) Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. 2) Faktor-faktor imunologi Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu antibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. 3) Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang



15



menimbulkan destruksi sel beta. b. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. c. Obesitas, makan berlebihan menyebabkan gula dan lemak dalam tubuh menumpuk dan menyebabkan kelenjar pankreas bekerja keras memproduksi insulin untuk mengolah gula (Aini &Aridiana, 2020). d. Kekurangan insulin, disebabkan karena tidak memadainya hasil sekresi insulin sehingga respon jaringan terhadap insulin berkurang merupakan gejala dari hiperglikemik (ADA, 2014). e. Pada saat kehamilan, seorang ibu secara naluri akan menambah konsumsi makanan sehingga berat badan ibu otomatis akan naik 7-10 kg. 4. Manifestasi Klinis Menurut Aini & Aridiana (2020), manifestasi klinis diabetes melitus adalah: a. Pengeluaran urin (poliuria) adalah keadaan dimana volume air berkemih dalam waktu 24 jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria ditimbulkan sebagai gejala DM karena kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkan melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin dikeluarkan mengandung glukosa. b. Timbul rasa haus (polidipsia) adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan. c. Timbul rasa lapar (polifagia) Klien DM akan terasa cepat lapar dan lemas hal tersebut disebabkan



16



karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan pada glukosa dalam darah cukup tinggi. d. Penyusutan berat badan pada klien DM disebabkan karena tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energy.



5. Patofisiologi Menurut Smeltzer, pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta prankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dihati meskipun tetap berada dalam darah menimbulkan hiperglikemia prospandial. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urine (glikosuria). Ketika glukosa yang berlebihan dieksresikan kedalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis ostomik, sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliurea), dan rasa haus (polidipsi). (Smeltzer dan Bare,2015). Difisiensi insulin juga akan mengganggu metabolisme protein dalam lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat penurunan simpanan kalori. Gejala lainya kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glikosa yang tersimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam asam amino dan subtansi lain). Namun pada penderita difisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hipergikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk



17



samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebih. Ketoasidosis yang disebabkan dapat menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. (Smeltzer dan Bare, 2015) DM tipe II merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama



adalah



terjadinya



hiperglikemia



kronik.



Meskipun



pula



pewarisannya belum jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam munculnya DM tipe II. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendah aktivitas fisik, diet, dan tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer dan Bare,2015). Mekanisme terjadinya DM tipe II umunya disebabkan karena resistensi insulin dan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terkait dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin DM tipe II disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. (Smeltzer dan Bare,2015). Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel sel B tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan



18



terjadinya DM tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang berupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah



pemecahan



lemak



dan



produksi



badan



keton



yang



menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada DM tipe II, meskipun demikian, DM tipe II yang tidak terkontrol akan menimbulkan masalah akut lainya seperti sindrom Hiperglikemik Hiporosmolar Non-Ketotik (HHNK). (Smeltzer dan Bare, 2015). Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun tahun) dan progesif, maka DM tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan, seperti : kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi.). (Smeltzer dan Bare, 2015).



19



20



6. Pemeriksaan Diagnostik Menurut American Diabetes Association (ADA) (2010) dalam Aini & Aridiana (2020) kriteria diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan dengan empat cara yaitu sebagai berikut: a. A1C atau HbA1C > 6,5% Kadar A1C mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan. Tujuan dan manfaat pemeriksaan ini adalah menilai kualitas pengendalian DM dan memperkirakan risiko berkembanganya komplikasi diabetes. b. Kadar glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. c. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L). Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L). Cara melakukan TTGO yaitu pasien puasa sedikitnya 8 jam kemudian diperiksa kadar gula darah puasanya. Setelah itu diberikan 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit, dan 2 jam kemudian diperiksa gula darahnya. Meskipun TTGO lebih spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri yaitu sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktik sangat jarang dilakukan. 7. Penatalaksaan Ada empat pilar dalam penatalaksanaan diabetes melitus menurut Aini & Aridiana (2020), yaitu edukasi, terapi gizi/diet, olahraga, dan obat. a. Edukasi Perubahan perilaku sangat dibutuhkan agar mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal. Supaya perubahan perilaku berhasil, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Perubahan perilaku bertujuan agar penyandang diabetes dapat menjalani pola hidup sehat. Beberapa perubahan perilaku yang



21



diharapkan seperti mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani, menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman dan teratur, melakukan pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data yang ada, melakukan perawatan kaki secara berkala, memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat, mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes, mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes, serta memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada (PERKENI, 2006 ; Soegondo, 2008 dalam Aini & Aridiana 2020). b. Terapi gizi medis Pada umumnya, diet untuk penderita diabetes diatur berdasarkan 3J yaitu jumlah (kalori), jenis, dan jadwal. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain jenis kelamin, umur, aktivitas fisik atau pekerjaan, dan berat badan. Penyandang diabetes yang juga mengidap penyakit lain, maka pola pengaturan makan sesuaikan dengan penyakit penyertanya. Hal yang terpenting adalah jangan terlalu mengurangi jumlah makanan karena akan mengakibatkan kadar gula darah yang sangat rendah (hipoglikemia) dan juga jangan terlalu banyak mengonsumsi makanan yang memperparah penyakit diabetes mellitus. c. Olahraga Olahraga selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan



dan



memperbaiki



sensitivitas



insulin,



sehingga



akan



memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Prinsip olahraga pada klien DM adalah CRIPE, yaitu sebagai berikut (Kariadi, 2009 dalam Aini & Aridiana, 2020).



22



1) Continous (terus-menerus) Latihan harus berkesinambung terus-menerus tanpa berhenti dalam waktu tertentu, contohnya seperti berlari, istirahat, lalu mulai berlari lagi. 2) Rhytmical (berirama) Olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contohnya, jalan kaki, berlari, berenang, atau bersepeda. 3) Interval (berselang) Latihan dilakukan secara berselang-seling antara gerak lambat dan cepat. Contohnya, lari dapat diselingi dengan jalan cepat atau jalan cepat diselingi jalan biasa (asalkan tidak berhenti). 4) Progressive (meningkat) Latihan dilakukan meningkat secara bertahap sesuai kemampuan dari ringan sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit dan intensitas latihan mencapai 60-70% maximum heart rate (MHR). Sementara frekuensi latihan dilakukan 3-5 kali per minggu. 5) Endurance (daya tahan) Latihan harus ditujukan pada latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan pernapasan dan jantung. Hal ini dipenuhi oleh olahraga seperti jalan kaki, berlari, berenang, atau bersepeda. d. Intervensi farmakologis (obat) Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Intervensi farmakalogis terdiri atas pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan injeksi insulin. 1) Obat hipoglikemik oral (OHO) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi empat golongan berikut (Perkeni, 2006 dalam Aini & Aridiana, 2020). a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) (1) Sulfonilurea



23



Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan merupakan pilihan utama untuk klien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada klien dengan berat badan lebih. Penggunaan sulfonilurea jangka



panjang tidak



dianjurkan untuk orang tua, gangguan fungsi ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskuler. Hal ini bertujuan untuk mencegah hipoglikemia. (2) Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri atas dua macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsoprsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. b) Penambahan sensitivitas terhadap insulin Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR- y), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai



efek



menurunkan



resistensi



insulin



dengan



meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada klien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema atau retensi cairan dan juga pada gangguan fungsi hati. Klien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan fungsi hati secara berkala. c) Penghambat glukoneogenesis (Metformin) Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Obat ini utamanya dipakai pada penyandang



24



diabetes yang bertubuh gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada klien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati, serta klien-klien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskuler, sepsis, renjatan, dan gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual, untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. d) Penghambat glukosidase alfa (Acarbose) Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. 2) Insulin Berdasarkan berbagai penelitian klinis, insulin selain dapat memperbaiki status metabolik dengan cepat (terutama kadar glukosa darah), juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara lain perbaikan inflamasi. Pada klien DMT-1 (DM tipe 1), terapi insulin dapat diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Sementara pada DMT- 2 dapat menggunakan hasil konsensus (PERKENI 2006 dalam Aini & Aridiana 2016) yaitu jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A,C > 6,5%) dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin. Lebih jelasnya insulin diperlukan pada keadaan- keadaan berikut : a) Penurunan berat badan yang cepat b) Kendali kadar glukosa darah yang buruk (A,C > 6,5 % atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dL) c) DM lebih dari 10 tahun d) Hiperglikemia



berat



yang



disertai



ketosis,



hiperglikemia



hiperosmolar non-ketotik, dan kombinasi OHO dosis hampir



25



maksimal e) Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, dan stroke). f) Kehamilan dengan DM (diabetes melitus gestasional) yang tidak terkendali dengan perencanaan makan. g) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. h) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO. 8. Pengobatan Menurut Hasdianah (2012), Pengobatan diabetes melitus yang secara langsung terhadap kerusakan pulau-pulau Langerhans di pankreas belum ada. Oleh karena itu pengobatan untuk penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin (gejala DM), mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung, ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dll. Pengobatan Diabetes Menurut Hasdianah (2012), Sarana pengendalian secara farmakologis pada diabetes melitus dapat berupa : a. Pemberian insulin b. Pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) c. Golongan sulfonylurea d. Golongan biguanid e. Golongan inhibitor alfa glukosidase f. Golongan insulin sensitizing g. Klorpropamid h. Tolbutamid i. Glibenklamid j. Glipizid k. Glikazid l. Glikuidon



26



9. Komplikasi Menurut Sujono & Sukarmin (2013), komplikasi DM dibagi dalam 2 kategori mayor, yaitu komplikasi metabolik akut dan komplikasi vaskular jangka panjang : a. Komplikasi Metabolik Akut 1) Hyperglikemia. Hiperglikemi didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi pada rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. Hiperglikemia



mengakibatkan



pertumbuhan



berbagai



mikroorganisme dengan cepat seperti jamur dan bakteri. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita DM mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut: a) Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang. b) Glukogenesis (pembentukkan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah. c) Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan. d) Glukoneogenesis pembentukan glukosa dari unsur karbohidrat meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah kedalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak. Yang tergolong komplikasi metabolisme akut hyperglikemia, yaitu : a) Ketoasidosis Diabetik (DKA) Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,



27



peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kekurangan elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan kematian. b) Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK) Sering terjadi pada penderita yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut, namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600



mg/dl.



Hiperglikemia



menyebabkan



hiperosmolaritas,



diuresis osmotik dan dehidrasi berat. 2) Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi insulin. Penderita DM mungkin suatu saat menerima insulin yang jumlahnya lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk mempertahankan kadar glukosa normal yang mengakibatkan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Tingkatan hypoglikemia adalah sebagai berikut: a) Hipoglikemia ringan Ketika kadar glukosa menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang. Pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.



28



b) Hipoglikemia sedang Penururnan kadar glukosa yang menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Berbagai tanda gangguan fungsi pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional. c) Hipoglikemia berat Fungsi sistem saraf mengalami gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lain untuk mengatasi hipoglikemi yang dideritanya. Gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran. Penanganan harus segera diberikan saat terjadi hipoglikemi. Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10-15 gram gula yang bekerja cepat per oral misalnya 2-4 tablet glukosa yang dapat dibeli di apotek, 4-6 ons sari buah atau teh manis, 2-3 sendok teh sirup atau madu. Bagi pasien yang tidak sadar, tidak mampu menelan atau menolak terapi, preparat glukagon 1 mg dapat disuntikkan secara SC atau IM. Glukagon adalah hormon yang diproduksi sel- sel alfa pankreas yang menstimulasi hati untuk melepaskan glukosa b. Komplikasi Kronik Jangka Panjang 1) Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerolus ginjal (nefropati diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik). 2) Makroangiopati, mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskular. Gangguan dapat berupa penimbunan sorbitol dalam



29



intima vaskular, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. C. Konsep Asuhan Keperawatan 1.



Pengkajian Menurut Kemenkes (2016) Pengkajian keperawatan pada lansia adalah suatu tindakan peninjauan situasi lansia untuk memperoleh data dengan maksud menegaskan situasi penyakit, diagnosis masalah, penetapan kekuatan



dan



kebutuhan



promosi



kesehatan



lansia.



Data



yang



dikumpulkan mencakup data subyektif dan data obyektif meliputi data bio, psiko, sosial, dan spiritual, data yang berhubungan dengan masalah lansia serta data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi atau yang berhubungan dengan masalah kesehatan lansia seperti data tentang keluarga dan lingkungan yang ada. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengkajian pada lansia adalah: a. Interelasi (saling keterkaitan) antara aspek fisik dan psikososial: terjadi penurunan kemampuan mekanisme terhadap stres, masalah psikis meningkat dan terjadi perubahan pada fisik lansia. b. Adanya penyakit dan ketidakmampuan status fungsional. c. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang yang adekuat, kebisingan minimal, suhu cukup hangat, hindari cahaya langsung, posisi duduk yang nyaman, dekat dengan kamar mandi, privasi yang mutlak, bersikap sabar, relaks, tidak tergesagesa, beri kesempatan pada lansia untuk berpikir, waspada tanda-tanda keletihan. Pengkajian pada pasien lansia adalah sebagai berikut: a. Identitas klien, meliputi: nama, tempat dan tanggal lahir, pendidikan terakhir, golongan darah, agama, status perkawinan, tinggi badan, berat badan, penampilan, ciri-ciri tubuh, jenis kelamin. b. Riwayat kesehatan keluarga, meliputi: genogram tiga generasi dan riwayat penyakit turunan. c. Keluhan utama yang dirasakan saat ini, seperti: nyeri (OPQRSTUV), sesak napas, dll.



30



d. Pemeriksaan fisik, meliputi: kepala, mata, hidung, mulut, telinga, leher, dada, abdomen, genetalia, ekstremitas, dan integumen. e. Data pemerubahan fisik, psikologis, dan psikososial 1) Perubahan fisik Pengumpulan data dengan wawancara: a) Pandangan lanjut usia tentang kesehatan b) Kegiatan yang mampu di lakukan lansia c) Kebiasaan lanjut usia merawat diri sendiri d) Kekuatan fisik lanjut usia: otot, sendi, penglihatan, dan pendengaran e) Kebiasaan makan, minum, istirahat/tidur, BAB/BAK f)



Kebiasaan gerak badan/olahraga/senam lansia



g) Perubahan-perubahan fungsi tubuh yang dirasakan sangat bermakna h) Kebiasaan lansia dalam memelihara kesehatan dan kebiasaan dalam minum obat Pengumpulaan data dengan pemeriksaan fisik : a) Pemeriksanaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpilasi, perkusi, dan auskultasi untuk mengetahui perubahan sistem tubuh: b) Pengkajian sistem persyarafan: kesimetrisan raut wajah, tingkat kesadaran adanya perubahan-perubahan dari otak, kebanyakan mempunyai daya ingatan menurun atau melemah c) Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak. Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena proses pemenuaan d) Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu dengar, tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga. e) Sistem kardiovaskuler: sirkulasi perifer (warna, kehangatan),



31



auskultasi denyut nadi apical, periksa adanya pembengkakan vena jugularis, apakah ada keluhan pusing, edema. f)



Sistem gastrointestinal: status gizi (pemasukan diet, anoreksia, mual, muntah, kesulitan mengunyah dan menelan), keadaan gigi, rahang dan rongga mulut, auskultasi bising usus, palpasi apakah perut kembung ada pelebaran kolon, apakah ada konstipasi (sembelit), diare, dan inkontinensia alvi.



g) Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil), frekuensi, tekanan, desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasa sakit saat buang air kecil, kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks, adanya kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual. h) Sistem



kulit/integumen:



kulit



(temperatur,



tingkat



kelembaban), keutuhan luka, luka terbuka, robekan, perubahan pigmen, adanya jaringan parut, keadaan kuku, keadaan rambut, apakah ada gangguan-gangguan umum. i)



Sistem



muskuloskeletal:



kaku



sendi,



pengecilan



otot,



mengecilnya tendon, gerakan sendi yang tidak adekuat, bergerak dengan atau tanpa bantuan/peralatan, keterbatasan gerak, kekuatan otot, kemampuan melangkah atau berjalan, kelumpuhan dan bungkuk. 2) Perubahan psikologis, data yang dikaji: a) Bagaimana sikap lansia terhadap proses penuaan b) Apakah dirinya merasa di butuhkan atau tidak c) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan d) Bagaimana mengatasi stres yang di alami e) Apakah mudah dalam menyesuaikan diri f)



Apakah lansia sering mengalami kegagalan



g) Apakah harapan pada saat ini dan akan datang h) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses



32



pikir, alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam menyelesaikan masalah 3) Perubahan sosial ekonomi, data yang dikaji: a) Darimana sumber keuangan lansia b) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang c) Dengan siapa dia tinggal d) Kegiatan organisasi apa yang diikuti lansia e) Bagaimana pandangan lansia terhadap lingkungannya f) Seberapa sering lansia berhubungan dengan orang lain di luar rumah g) Siapa saja yang bisa mengunjungi h) Seberapa besar ketergantungannya i) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginan dengan fasilitas yang ada 4) Perubahan spiritual, data yang dikaji : a) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya b) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan, misalnya pengajian dan penyantunan anak yatim atau fakir miskin. c) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah apakah dengan berdoa d) Apakah lansia terlihat tabah dan tawakal. f. Pengkajian Khusus Pada Lansia: Pengkajian Status Fungsional, Pengkajian Status Kognitif 1) Pengkajian status fungsional dengan pemeriksaan Index Katz Skor A B



Kriteria Kemandirian dalam hal makan, minum, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan mandi Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut



33



C



Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan D Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan E Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi tambahan F Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan G Kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F Tabel 1 Index Katz di atas untuk mencocokkan kondisi lansia dengan skor yang diperoleh. 2) Pengkajian status kognitif a) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questionaire) adalah penilaian fungsi intelektual lansia. Benar



Salah



No 01 02 03 04 05 06 07 08



Pertanyaan Tanggal berapa hari ini ? Hari apa sekarang ? Apa nama tempat ini? Dimana alamat anda? Berapa umur anda ? Kapan anda lahir ? (Minimal tahun) Siapa presiden Indonesia sekarang ? Siapa presiden Indonesia sebelumnya ? 09 Siapa nama Ibu anda? 10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru, semua secara menurun TOTAL NILAI



b) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi mental, orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa. Nilai Maksimum



Pasien



34



Pertanyaan



Orientasi 5



Tahun, musim, tgl, hari, bulan, apa sekarang? Dimana kita (negara bagian, wilayah, kota ) di RS mana ? ruang apa



5 Registrasi 3



Nama 3 obyek (1 detik untuk mengatakan masingmasing) tanyakan pada lansia ke 3 obyek setelah Anda katakan. Beri point untuk jawaban benar, ulangi sampai lansia mempelajari ke 3 nya dan jumlahkan skor yang telah dicapai



Perhatian dan Kalkulasi 5



Mengingat 3



Pilihlah kata dengan 7 huruf, misal kata “panduan”, berhenti setelah 5 huruf, beri 1 point tiap jawaban benar, kemudian dilanjutkan, apakah lansia masih ingat huruf lanjutannya) Minta untuk mengulangi ke 3 obyek di atas, beri 1 point untuk tiap jawaban benar



Bahasa 9



Nama pensil dan melihat (2 point)



30 2.



Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan menurut Smeltzer dan Bare (2015) adalah sebagai berikut: a.



Ketidakstabilan glukosa darah



b.



Perfusi perifer tidak efektif



c.



Nyeri akut



35



d.



Gangguan integritas kulit



e.



Risiko ketidakseimbangan elektrolit



f.



Risiko infeksi



Menurut NANDA (2015-2017) dalam Kemenkes (2016) Diagnosis keperawatan adalah “Clinical Judgment” yang berfokus pada respon manusia terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan atau kerentanan (vulnerability) baik pada individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Berdasarkan pengertian tersebut, pengertian dari diagnosis keperawatan gerontik adalah keputusan klinis yang berfokus pada respon lansia terhadap kondisi kesehatan atau kerentanan tubuhnya baik lansia sebagai individu, lansia di keluarga maupun lansia dalam kelompoknya. Ada beberapa tipe diagnosis keperawatan, diantaranya: tipe aktual, risiko, kemungkinan, sehat dan sejahtera (welfare), dan sindrom.



a. Diagnosis keperawatan aktual Diagnosis berfokus pada masalah (diagnosis aktual) adalah clinical judgment yang menggambarkan respon yang tidak diinginkan klien terhadap kondisi kesehatan atau proses kehidupan baik pada individu, keluarga, kelompok dan komunitas. Hal ini didukung oleh batasan karakteristik kelompok data yang saling berhubungan. Contoh : 1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh 2) Gangguan pola nafas 3) Gangguan pola tidur 4) Disfungsi proses keluarga



5) Ketidakefektifan manajemen regimen terapeutik keluarga b. Diagnosis keperawatan risiko atau risiko tinggi Adalah clinical judgment yang menggambarkan kerentanan lansia sebagai



individu,



keluarga,



kelompok



dan



komunitas



yang



memungkinkan berkembangnya suatu respon yang tidak diinginkan



36



klien terhadap kondisi kesehatan/proses kehidupannya. Setiap label dari diagnosis risiko diawali dengan frase: “risiko”. Contoh diagnosis risiko adalah: 1) Risiko kekurangan volume cairan 2) Risiko terjadinya infeksi 3) Risiko intoleran aktifitas 4) Risiko ketidakmampuan menjadi orang tua



5) Risiko distress spiritual c. Diagnosis keperawatan promosi kesehatan Adalah Clinical judgement yang menggambarkan motivasi dan keinginan



untuk



mengaktualisasikan



meningkatkan potensi



kesejahteraan



kesehatan



pada



dan



individu,



untuk keluarga,



kelompok atau komunitas. Respon dinyatakan dengan kesiapan meningkatkan perilaku kesehatan yang spesifik dan dapat digunakan pada seluruh status kesehatan. Setiap label diagnosis promosi kesehatan diawali dengan frase: “Kesiapan meningkatkan” Contoh : 1) Kesiapan meningkatkan nutrisi 2) Kesiapan meningkatkan komunikasi 3) Kesiapan untuk meningkatkan kemampuan pembuatan keputusan 4) Kesiapan meningkatkan pengetahuan



5) Kesiapan meningkatkan religiusitas d. Diagnosis keperawatan sindrom Adalah clinical judgement yang menggambarkan suatu kelompok diagnosis keperawatan yang terjadi bersama, mengatasi masalah secara bersama dan melalui intervensi yang sama. Sebagai contoh adalah sindrom nyeri kronik menggambarkan sindrom diagnosis nyeri kronik yang berdampak keluhan lainnya pada respon klien, keluhan tersebut biasanya diagnosis gangguan pola tidur, isolasi sosial, kelelahan, atau gangguan mobilitas fisik. Kategori diagnosis sindrom dapat berupa



37



risiko atau masalah. Contoh:



1) Sindrom kelelahan lansia 2) Sindrom tidak berguna 3) Sindrom post trauma 4) Sindrom kekerasan



38



3.



Perencanaan Keperawatan No . 1



Diagnosis keperawatan Tanggal: Jam: D.0027 Ketidakstabilan glukosa darah



Laura SC



Tindakan keperawatan Tujuan dan kriteria Tindakan Tanggal: Tanggal: Jam: Jam:



L.05022 I.03115 kadar Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hiperglikemia keperawatan selama ...x.. jam 1. Monitor kadar glukosa darah diharapkan kestabilan kadar glukosa darah dengan kriteria hasil: 2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala tetap ada atau 1. Kadar glukosa dalam darah membaik memburuk 2. Mengantuk menurun 3. Ajarkan pengelolaan diabetes 3. Lelah/lesu menurun penggunaan insulin dan obat 4. Keluhan lapar menurun oral 5. Mulut kering menurun



Rasional Tanggal: Jam:



1. Mengetahui kestabilan kadar glukosa dalam darah 2. Menentukan tindakan yang akan dilakukan pada pasien terkait pemberian terapi 3. Agar pasien dapat konsisten dan patuh dalam mengkonsumsi obat dan memberikan insulin secara mandiri



4. Kolaborasi pemberian insulin 4. Membantu mengontrol kadar gula darah



Laura SC Laura SC



Laura SC



39



No . 2



Diagnosis keperawatan Tanggal: Jam: D.0129 Gangguan integritas kulit



Laura SC



Tindakan keperawatan Tujuan dan kriteria Tindakan Tanggal: Tanggal: Jam: Jam:



Rasional Tanggal: Jam:



L.14125 I.11353 Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit keperawatan selama ...x.. jam 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab diharapkan integritas kulit gangguan integritas kulit terjadinya gangguan pada meningkat dengan kriteria hasil: kulit 1. Elastisitas meningkat 2. Gunakan produk berbahan 2. Produk berbahan minyak 2. Hidrasi meningkat minyak atau petroleum pada mampu melembabkan 3. Kerusakan lapisan kulit kulit kering kulit yang kering menurun 4. Pigmentasi abnormal 3. Anjurkan menggunakan lotion 3. Penggunaan lotion menurun membantu menjaga 5. Jaringan parut menurun kelembaban kulit 6. Tekstur membaik 4. Anjurkan cukup



minum



5. Anjurkan asupan nutrisi



Laura SC



air



yang 4. Konsumsi air yang cukup dapat menghidrasi kulit yang kering



meningkatkan 5. Dapat membantu menutrisi kulit



6. Antioksidan pada buah dan sayur menjaga kesehatan 6. Anjurkan meningkatkan kulit asupan buah dan sayur 7. Anjurkan mandi dan 7. Mandi dan menggunakan sabun secukupnya dapat



40



menggunakan secukupnya



sabun



membuat kulit lebih bersih dan lembab.



Laura SC Laura SC



4.



Implementasi Keperawatan Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat di terapkan kepada klien. Aplikasi yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan (Nursalam, 2015).



5.



Evaluasi Keperawatan Evaluasi atau tahap penilaian adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semua (Nursalam, 2015).



41



BAB III TINJAUAN KASUS Tanggal Pengkajian



: 10 Januari 2022



Pengkajian dilakukan oleh



: Laura Santi



Chintya A. Pengkajian 1. Identitas Klien Data Biografi L/P



Nama



: Bp. I



Tempat & Tanggal Lahir



: Yogyakarta, 05 Mei 1948



Pendidikan terakhir



: S2



Gol.Darah



:O



Agama Status Perkawinan TB/BB Penampilan



: Islam : Belum Kawin : 158 cm/ 56 kg : Rambut rapi, rambut beruban, pakaian rapi dan sopan



Ciri-ciri tubuh



: Rambut pendek, berkaca mata, kulit sawo matang



Orang yang dekat dihubungi



: Ny. E



Jenis Kelamin



: Perempuan



Hubungan dengan usila



: Keponakan



Alamat



: Batam



Tanggal masuk panti



: 22/12/2014



42



2. Riwayat Keluarga



Keterangan: : Laki-laki



: Meninggal



: Perempuan



: Garis perkawinan : Garis keturunan



: Tinggal serumah : Pasien Klien mengatakan bahwa beliau adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Orang tua pasien dan kakaknya sudah meninggal. Klien mengatakan bahwa beliau tinggal seorang diri dan belum pernah menikah, klien memiliki keponakan yang tinggal di Batam, keponakannya biasa menghubungi klien melalui telpon panti, keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit diabetes. 3.



Alasan Datang Ke Panti Wreda (jika klien ada di panti wreda) Bp. T pengurus panti mengatakan bahwa klien masuk ke panti karena alasan social dimana klien ini tidak ada yang mengurus karena tinggal seorang diri.



4. Keluhan Utama: Klien mengatakan saat ini tidak memiliki keluhan. 5. Pemahaman dan penatalaksanaan masalah kesehatan : Klien mengatakan memahami bahwa masalah kesehatannya saat ini adalah gula darah tinggi dan klien saat ini mengonsumsi obat untuk mengontrol gula darahnya. 43



6. Obat-obatan (jika Klien menggunakan obat): No . 1



Nama Indikas Kontra Efek Samping Implikasi i Obat dan Keperawata n Indikasi Dosis Metformi Metformin  Asidosis  Ketidaknyamana  Observasi metabolik n dada, jantung digunakan n 1x1 nilai akut atau berdebar untuk pemeriksaan kronis  Gangguan mengobati laboratoriu dengan atau saluran cerna: diabetes m darah tanpa koma Mual, muntah, melitus  Kondisi diare, sakit perut,  Observasi tipe 2 pola nafas akut yang perut kembung, (NIDDM) dan denyut dapat mulas / dispepsia, yang kadar nadi mengubah perut kembung, gula fungsi tinja abnormal,  Observasi darahnya ginjal sembelit. mual tidak (misalnya  Badan lemas,  Pantau terkontrol dehidrasi, gejala mirip flu adanya efek infeksi  Gangguan perasa, dengan samping berat, syok) sakit kepala. diet dan dari aktivitas  Hipoksia  Gangguan pemberian penyebab kejiwaan: fisik obat penyakit Meningkatnya











7.



akut atau kronis  (misalnya gagal jantung atau pernapasan tidak stabil,  serangan jantung baru-baru ini, syok) Alkohol  akut keracunan atau alkoholism e Gangguan ginjal berat (eGFR