Askep Luka Bakar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

i



MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA TN “Y” DENGAN DIAGNOSIS THERMAL BURN INJURY (COMBUTSIO) DI RUANG UNIT LUKA BAKAR RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR



KARYA ILMIAH AKHIR



DISUSUN OLEH : NUR ANITA, S.Kep 18.04.036



YAYASAN PERAWAT SULAWESI SELATAN STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR PROGRAM STUDI NERS MAKASSAR 2019



ii



iii



iv



PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH AKHIR (ORISINILITAS) Yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Nur Anita, S.Kep Nomor Induk Mahasiswa : 18.04.036 Program Studi : Profesi Ners Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya tulis saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar ners di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pemikiran yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan karya ilmiah akhir ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berupa gelar ners yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut. Demikian, pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan sama sekali. Makassar,



2019



Yang Membuat Pernyataan



Nur Anita, S.Kep 18.04.036



PERSEMBAHAN



Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati kupersembahkan karya sederhana ini kepada



BapakdanIbutercinta,yangtakpernahberhenti mendoakan,mengorbankansegalanya,menasehati,



memotivasi,agarpu trinyamencapaiseb uahcita-cita yangdiainginkan.



KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga, sehinga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir yang berjudul “Manajemen Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada Tn “Y” dengan Thermal Burn Injury di Ruangan Unit Luka Bakar RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar”. Karya Ilmiah Akhir ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan di Program Studi Profesi Ners. Didalam penulisan Karya Ilmiah Akhir ini penulis telah berupaya seoptimal mungkin, namun sebagai insan yang tidak sempurna, penulis menyadari keterbatasan Karya Ilmiah Akhir ini, untuk itu kiranya para pembaca berkenan memberikan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang-orang yang penulis hormati dan cintai yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung. Terutama kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda Taslim dan Ibunda Sutiani atas ketulusan doa, kasih sayang, serta yang selalu memberikan semangat dan nasehat kepada anakanaknya. Ucapan terima kasih ini juga penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberi masukan, bantuan dan bimbingan yang sangat berguna dan bermanfaat. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:



1.



Bapak H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes, selaku Ketua Yayasan Perawat Sulawesi Selatan yang telah memberi arahan selama ini.



2.



Ibu Sitti Syamsiah, S.Kp., M.Kes., selaku Ketua Stikes Panakkukang Makassar yang telah memberikan perhatian besar terhadap ptofesi Ners.



3.



Direktur RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan praktik keperawatan kegawatdaruratan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.



4.



Bapak Kens Napolion, S.Kp., M.Kep., Sp.Kep.J, selaku Ketua Program Studi Profesi Ners yang telah memberikan bimbingan dan izin untuk menempuh Pendidikan di Program Studi Profesi Ners.



5.



Bapak Ns. I Kade Wijaya, S.Kep., M.Kep, selaku pembimbing institusi yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan kritikan yang membangun demi kesempurnaan karya ilmiah akhir ini.



6.



Ibu Herlina, S.Kep., Ns, selaku pembimbing lahan yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan saran selama melakukan praktik profesi keperawatan kegawatdaruratan di ruang Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.



7.



Dosen Program studi Profesi Ners yang dengan sabar memberikan pengarahan yang tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini.



8.



Civitas akademika Stikes Panakkukang Makassar yang telah memberikan wadah serta bantuan dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini.



9.



Teman-teman SIRKU14S1 dan teman-teman profesi Ners, terima kasih untuk waktunya selama ini. Terima kasih untuk masukkan, saran dan dukungannya.



10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan doa, dukungan serta batuannya. Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan karya ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, masukan yang berupa saran dan kritik yang membangun dari para penguji maupun pembaca akan sangat membantu. Makassar, 12 Desember 2019 Penulis



Nur Anita, S.Kep



DAFTAR ISI LEMBAR SAMPUL...............................................................................



i



LEMBAR PERSETUJUAN..................................................................



ii



KATA PENGANTAR............................................................................



iii



DAFTAR ISI...........................................................................................



vi



DAFTAR TABEL...................................................................................



vii



DAFTAR GAMBAR..............................................................................



viii



DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................



ix



BAB I PENDAHULUAN......................................................................1 A. Latar Belakang....................................................................



1



B. Tujuan Umum.....................................................................



5



C. Tujuan Khusus....................................................................



5



D. Manfaat Penulisan.............................................................



6



E. Sistematika Penulisan.......................................................



7



BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAAN......................................... A. Tinjauan Teori...................................................................



9 9



1) Konsep Dasar Medis..................................................



9



1.1 Pengertian.............................................................



9



1.2 Etiologi...................................................................



10



1.3 Patofisiologi...........................................................



11



1.4 Penatalaksanaan Medik.....................................



23



2) Konsep Asuhan Keperawatan..................................



31



2.1 Pengkajian............................................................



31



2.2 Diagnosa Keperawatan......................................



36



2.3 Intervensi...............................................................



38



2.4 Implementasi........................................................



48



2.5 Evaluasi.................................................................



49



B. Tinjauan Kasus.................................................................



50



1) Pengkajian (Primary dan Sekundary)......................



50 2)



Analisa Data................................................................



60 3)



Diagnosis Keperawatan............................................



61 4)



Perencanaan Keperawatan......................................



62 5)



Implementasi Keperawatan......................................



66 6)



Evaluasi........................................................................ 66 BAB III PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN................................



79



BAB IV PENUTUP...............................................................................



94



A. Simpulan............................................................................



94



B. Saran..................................................................................



94



DAFTAR PUSTAKA............................................................................



96



DAFTAR TABEL



Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan berdasarkan NIC..........................................39 Tabel 2.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium.......................................................59 Tabel 2.3 Analisa Data.......................................................................................60 Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan......................................................................62 Tabel 2.5 Implementasi Hari I............................................................................66 Tabel 2.6 Implementasi Hari II..........................................................................71 Tabel 2.7 Implementasi Hari III.........................................................................75



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1 Rules of Nine................................................................................17 Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat 3......................................................................58



xiii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan utama di rumah sakit. Ada beberapa hal yang membuat situasi di IGD menjadi khas, diantaranya adalah pasien yang perlu penanganan cepat walaupun riwayat kesehatannya belum jelas. Yang dimaksud dengan Pelayanan Gawat Darurat (Emergency Care) adalah bagian dari pelayanan yang dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera (Imediately) untuk menyelamatkan kehidupannya (Lifesaving) (John, 2013). Luka bakar merupakan penyebab umum terjadinya cedera traumatik dan kondisi kegawatan utama di ruang gawat darurat yang memiliki berbagai jenis permasalahan, tingkat mortalitas dan morbiditas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal pada fase syok sampai fase lanjut (Young et al, 2019). Kompleksitas masalah yang timbul pada fase emergency menyebabkan kesulitan petugas kesehatan dan perawat melakukan perawatan luka bakar pasien tersebut. Fase Emergency merupakan waktu awal (0 menit) yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah kegawatan pasien khususnya hemodinamik pasien selama 24-48 jam pertama (Artawan, 2016). Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2012, secara global, trauma luka bakar termasuk kedalam peringkat



xiv



ke 15 penyebab utama kematian pada anak-anak dan dewasa muda yang berusia 5-29 tahun. Angka mortalitas akibat trauma luka bakar sekitar 195.000 jiwa pertahun. Lebih dari 95% trauma luka bakar yang serius terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Asia Tenggara merupakan wilayah penyumbang terbesar kasus luka bakar di dunia dengan angka kematian tertinggi adalah perempuan dan anak-anak dibawah usia 5 tahun serta orang tua yang berusia lebih dari 70 tahun. Sedangkan luka bakar karena lsitrik menyebabkan sekitar 1.000 kematian per tahun. Sekitar 90% luka bakar terjadi di negara berkembang, secara keseluruhan hampir 60% dari luka bakar yang bersifat fatal terjadi di Asia Tenggara dengan tingkat kejadian 11,6 per 100.000 penduduk (Hasdianah & Suprapto, 2014). Data dari American Burn Association (ABA) tahun 2010 insiden tentang luka bakar di Amerika Serikat sejak tahun 2001 hingga Juni 2010 diperkirakan lebih dari 163.000 kasus, dimana 70% pasien adalah laki-laki dengan rata-rata usia sekitar 32 tahun, 18% anak-anak yang berusia di bawah 5 tahun dan 12% kasus berusia lebih dari 60 tahun. Luka bakar dengan luas 10% Total Body Surface Area (TBSA) sebesar 7%. Penyebab tertinggi akibat flame burn (44%) dan tingkat kejadian paling sering di rumah (68%). Pada tahun 2016 sekitar 486.000 orang mengalami luka bakar dan mendapatkan perawatan medis di Amerika Serikat, 40.000 orang membutuhkan rawat inap dirumah sakit, jumlah rata-rata yang



3



sembuh 93% dan 3275 orang meninggal sebelum dan sesudah dirawat (American Burn Association, 2016). Di Indonesia, belum ada angka pasti mengenai kejadian luka bakar, ini disebabkan karena tidak semua rumah sakit di Indonesia memiliki unit pelayanan luka bakar. dr I Nyoma Putu Riasa (Ketua Perhimpunan Luka Bakar dan Penyembuhan Luka Indonesia) (2015) menyatakan bahwa sepanjang 2012-2014 terdapat 3.518 kasus luka bakar di 14 rumah sakit besar di Indonesia. Menurut Grace dan Borley (2006) luka bakar merupakan respon kulit dan jaringan subkutan terhadap paparan yang berasal dari sumber panas, listrik, zat kimia, dan radiasi. Hal ini akan menimbulkan gejala berupa nyeri, pembengkakan, dan terbentuknya lepuhan Semua luka bakar (kecuali luka bakar ringan atau luka bakar derajat I) dapat menimbulkan komplikasi berupa shock, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, infeksi sekunder, dan lainlain (Rismana, et al.,2013). Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang



terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam (Yovita, 2012). Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistemik. Prioritas utama adalah pencegahan, pelaksanaan upaya penyelamatan kehidupan untuk pasien yang mengalami luka bakar berat, pencegahan disabilitas dan kecacatan serta rehabilitasi (Smeltzer & Bare, 2015). Evaluasi awal pasien luka bakar dimulai dengan evaluasi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi. Setelah jalan nafas stabil dan faktor pemberat lain, serta cedera inhalasi, dan pemeriksaan fisik dievaluasi, tingkat cedera luka bakar dinilai dan pasien dilakukan pembersihan dan debridement (Lewis et al, 2014), lalu diaplikasikan antimokroba topikal (Young et al, 2019). Antimikroba topikal yang ideal untuk pasien dengan luka bakar harus memiliki spektrum aktivitas luas, memiliki penyerapan sistemik minimal, tidak menunda penyembuhan luka, menyerap dan menumbus escar dengan baik, tanpa ada rasa sakit dan gatal pada aplikasi dan murah (Patet et al, 2008 dalam Bryant & Nix, 2012).



Pada studi pendahuluan tanggal 7-12 Oktober 2019 di ruang Unit Luka Bakar (ULB) Bedah RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR, terdapat 8 orang pasien yang mengalami luka bakar dengan 4 orang pasien mengalami luka bakar dengan penyebab luka bakar dengan api dan 3 orang pasien mengalami luka bakar dengan penyebab luka bakar listrik dan 1 orang pasien mengalami luka bakar dengan penyebab luka bakar thermal. Penulis melihat perawatan luka pada luka bakar, masih menggunakan perawatan luka standar luka bakar dengan menggunakan antimikroba topikal perak sulfadiazine (Burnazim). Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik menulis Karya Ilmiah Akhir



(KIA)



dengan



judul



“Manajemen



Asuhan



Keperawatan



Kegawatdaruratan pada Tn. Y dengan Diagnosa Medis Skin Avulsi di Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar”. B. Tujuan Umum Mendapatkan



gambaran



dan



pengalaman



langsung



dalam



mengaplikasikan teori asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada klien dengan luka bakar dengan pendekatan proses keperawatan di ruangan unit luka bakar rumah sakit wahidin sudirohusodo makassar. C. Tujuan Khusus 1. Mendapat



gambaran



dan



pengalaman



langsung



melakukan pengkajian keperawatan kegawatdaruratan pada



dalam



Tn.Y dengan luka bakar termal di Ruangan Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 2. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan perumusan



diagnosa



keperawatan



kegawatdaruratan pada Tn. Y dengan luka bakar termal di Ruangan Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 3. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan penyusunan intervensi keperawatan kegawatdaruratan pada Tn. Y dengan luka bakar termal di Ruangan Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 4. Mendapat gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan implementasi keperawatan kegawatdaruratan pada Tn. Y dengan luka bakar termal di Ruangan Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar D. Manfaat Penulisan Terkait dengan tujuan, maka tugas akhir ini di harapkan dapat memberi manfaat: 1. Manfaat praktis a. Hasil karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelayanan di rumah sakit sakit agar dapat melakukan asuhan keperawatan klien dengan luka bakar



b. Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar. 2. Manfaat akademis a. Hasil karya ilmiah ini merupakan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar. b. Sebagai bahan referensi dan menambah wawasan penerapan ilmu tentang luka bakar. E. Sistematika Penulisan 1. Tempat dan Waktu Pengambilan Kasus a. Tempat Pengambilan



laporan



manajemen



pelayanan



dan



asuhan



keperawatan di ruang Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. b. Waktu dan Pelaksanaan Pengambilan Kasus Waktu pelaksanaan pengambilan kasus mulai dari tanggal 7-12 Oktober 2019. 2. Teknik Pengambilan Data a. Manajemen Pelayanan Di Ruang Unit Luka Bakar Tehnik pengambilan data untuk manajemen asuhan keperawatan di ruang gawat darurat dilakukan dengan melakukan pengkajian mulai dengan wawancara kepada pasien maupun keluarga pasien secara langsung. Pengkajian



primer dengan menggunakan pengkajian (Airway), (Breathing), (Circulation), (Disability), dan (Exposure). Dan pengkajian sekunder menggunakan metode head to toe, dan untuk data penunjang pengumpulan data dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium.



9



BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAAN A. Tinjauan Teori 1. Konsep Dasar Medis a. Definisi Luka bakar yaitu kerusakan secara langsung maupun tidak langsung pada jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai ke organ dalam yang di sebabkan kontak langsung dengan sumber panas yaitu, api, air atau uap panas, bahan kimia, radiasi, dan arus listrik (Majid, 2013). Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan



kerusakan organ. Bahan kimia



terutama



asam



menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan.



Lama



kontak



jaringan



dengan



sumber



panas



menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Wong, 2014).



10



Jadi luka bakar merupakan luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat). b. Etiologi Etiologi Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal (Brunner & Suddart, 2015), diantaranya adalah : 1) Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat. Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lain-lain). 2) Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn). Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga. 3) Luka



bakar



sengatan



listrik



(Electrical



Burn).



Listrik



menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke distal. Sering



kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown. 4) Luka bakar radiasi (Radiasi Injury). Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi. c. Patofisiologi Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga (Yovita, 2012). Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan temperatur sampai 440C tanpa kerusakan bermakna, kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap drajat kenaikan temperatur. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan dengan konduksi panas.Kerusakan



pembuluh darah ini



mengakibatkan cairan intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan tetapi protein plasma dan elektrolit. Pada luka bakar ekstensif



dengan



perubahan



permeabilitas



yang



hampir



menyeluruh,



penimbunan jaringan masif di intersitial menyebabakan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami defisit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan proses transportasi ke jaringan, kondisi ini dikenal dengan syok (Moenadjat, 2001). Ada tiga mekanisme yang menyebabkan cedera pada trauma inhalasi, yaitu kerusakan jaringan karena suhu yang sangat tinggi, iritasi paru-paru dan asfiksia. Hipoksia jaringan terjadi karena sebab sekunder dari beberapa mekanisme. Proses pembakaran menyerap banyak oksigen, dimana di dalam ruangan sempit seseorang akan menghirup udara dengan konsentrasi oksigen yang rendah sekitar 1013%. Penurunan fraksi oksigen yang diinspirasi (FIO2) akan menyebabkan hipoksia. Dengan terhirupnya CO maka molekul oksigen digantikan dan CO secara reversible berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam darah, akibatnya otak juga mengalami penurunan kebutuhan oksigen (Muflihah et al, 2018) Karbonmonoksida mempengaruhi berbagai organ di dalam tubuh, organ yang paling terganggu adalah organ yang mengkonsumsi oksigen dalam jumlah besar, seperti otak dan jantung. Beberapa literatur menyatakan bahwa hipoksia



ensefalopati yang terjadi akibat dari keracunan CO adalah karena injuri reperfusi dimana peroksidasi lipid dan pembentukan radikal bebas yang menyebabkan mortalitas dan morbiditas. Efek toksisitas utama adalah hasil dari hipoksia seluler yang disebabkan oleh gangguan transportasi oksigen (Muflihah et al, 2018) Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multisistem yaitu terjadinya kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler, peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro yang menyuplai sirkulasi organ-organ penting seperti: otak, kardiovaskuler, hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan organ multi system (Moenajat, 2001). d. Manifestasi Klinis Gambaran klinis luka bakar dapat dikelompokkan menjadi trauma primer dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan oleh luka bakar dan morbiditas yang



akan muncul mengikuti trauma awal. Pada daerah sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema, nyeri atau perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka bakar berat seperti syok hipovolemik, hipotermi, perubahan uji metabolik dan darah (Rudall & Green, 2010). Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luas luka bakar lebih dari 25% LPTT. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas pembuluh darah yang berlangsung secara kontinyu setidaknya dalam 36 jam pertama setelah trauma luka bakar. Berbagai protein termasuk albumin keluar menuju ruang interstitial dengan menarik cairan, sehingga menyebabkan edema dan dehidrasi. Selain itu, tubuh juga telah kehilangan cairan melalui area luka, sehingga untuk mengkompensasinya, pembuluh darah perifer dan visera



berkonstriksi



yang



pada



akhirnya



akan



menyebabkan



hipoperfusi. Pada fase awal, curah jantung menurun akibat melemahnya kontraktilitas miokardium, meningkatnya afterload dan berkurangnya volume plasma. Tumour necrosis factor-α yang dilepaskan sebagai respon inflamasi juga berperan dalam penurunan kontraktilitas miokardium (Rudall & Green, 2010). Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat, hal ini disebabkan akibat evaporasi cairan pada kulit karena suhu tinggi luka bakar dan syok hipovolemik. Uji kimia darah menunjukkan tingginya kalium (akibat kerusakan pada sel)



dan rendahnya kalsium (akibat hipoalbuminemia). Setelah 48 jam setelah trauma luka, pasien dengan luka bakar berat akan menjadi hipermetabolik (laju metabolik dapat meningkat hingga 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan meningkat mencapai 38,5 0C akibat adanya respon inflamasi sistemik terhadap luka bakar. Respon imun pasien juga akan menurun karena adanya down regulation pada reseptor sehingga meningkatkan resiko infeksi dan juga hilangnya barier utama pertahanan tubuh yaitu kulit (Rudall & Green, 2010). Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber yaitu antara lain, sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar, penggantian pembalut luka ataupun donor kulit. Setelah terjadinya luka, respon inflamasi akan memicu dikeluarkannya berbagai mediator seperti bradikinin dan histamin yang mampu memberi sinyal rasa nyeri (Richardson & Mustard, 2009). e. Klasifikasi Luka Bakar Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, antara lain yaitu: 1) Klasifikasi Luka Bakar berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka: a) Luka bakar derajat I (superficial) Terjadi



di



permukaan



kulit



(epidermis).



Manifestasinya berupa kulit tampak kemerahan, nyeri,



dan mungkin dapat ditemukan bulla. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 3 hingga 6 hari dan tidak menimbulkan jaringan parut saat remodeling (Barbara et al., 2013). b) Luka bakar derajat II Melibatkan semua lapisan epidermis dan sebagian dermis. Kulit akan ditemukan bulla, warna kemerahan, sedikit edem dan nyeri berat. Bila ditangani dengan baik, luka bakar derajat II dapat sembuh dalam 7 hingga 20 hari dan akan meninggalkan jaringan parut (Barbara et al., 2013). c) Luka bakar derajat III Derajat III (full thickness) melibatkan kerusakan semua lapisan kulit, termasuk tulang, tendon, saraf dan jaringan otot. Kulit akan tampak kering dan mungkin ditemukan bulla berdinding tipis, dengan tampilan luka yang beragam dari warna putih, merah terang hingga tampak seperti arang. Nyeri yang dirasakan biasanya terbatas akibat hancurnya ujung saraf pada dermis. Penyembuhan luka yang terjadi sangat lambat dan biasanya membutuhkan donor kulit (Barbara et al., 2013).



2) Klasifikasi Luka Bakar berdasarkan Luas Luka Bakar Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas permukaan tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA). Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun (Yapa, 2009)



Gambar 2.1 Rules of nine Sumber: health.state.mn.us. (2019)



Wallace membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of Wallace, yaitu: a) Kepala sampai leher



:9%



b) Lengan kanan



:9%



c) Lengan kiri



:9%



d) Dada sampai proses sussipoideus



:9%



e) Prosessus sipoideus sampai umbilicus : 9 % f) Punggung



:9%



g) Bokong



:9%



h) Genetalia



:1%



i) Paha sampai kaki kanan depan



:9%



j) Paha sampai kaki kanan belakang



:9%



k) Paha sampai kaki kiri depan



:9%



l) Paha sampai kaki kiri belakang



:9% 100%



f. Fase Luka Bakar Pembagian fase luka bakar menurut Yusuf (2016) terbagi menjadi: 1) Fase Akut Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas),



breathing



(mekanisme



bernafas),



dan



(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat



circulation



terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. 2) Fase Subakut Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan: a) Proses inflamasi dan infeksi. b) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ -organ fungsional. c) Keadaan hipermetabolisme. 3) Fase Lanjut Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.



g. Tingkat Keseriusan Luka Bakar American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu: 1) Luka bakar mayor a) Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak. b) Luka bakar fullthickness lebih dari 20%. c) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum. d) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka. e) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi. 2) Luka bakar moderat a) Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak. b) Luka bakar fullthickness kurang dari 10%. c) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum. 3) Luka bakar minor Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah: a) Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-anak. b) Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.



c) Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki. d) Luka tidak sirkumfer. e) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur h. Pemeriksaan Penunjang Menurut



Doenges,



2000,



diperlukan



pemeriksaan



penunjang pada luka bakar yaitu : 1) Sel darah merah (RBC) Dapat terjadi penurunan sel darah merah (Red Blood Cell) karena kerusakan sel darah merah pada saat injuri dan juga disebabkan oleh menurunnya produksi sel darah merah karena depresi sumsum tulang. 2) Sel darah putih (WBC) Dapat terjadi leukositosis (peningkatan sel darah putih/White Blood Cell) sebagai respon inflamasi terhadap injuri. 3) Gas darah arteri (AGD) Penurunan PaO2 atau peningkatan PaCO2. 4) Karboksihemoglobin (COHbg) Kadar COHbg (karboksihemoglobin) dapat meningkat lebih dari 15 % yang mengindikasikan keracunan karbon monoksida.



5) Serum elektrolit: Potasium pada permukaan akan meningkat karena injuri jaringan atau kerusakan sel darah merah dan menurunnya fungsi renal; hipokalemiadapat terjadi ketika diuresis dimulai; magnesium mungkin mengalami penurunan. Sodium pada tahap permulaan menurun seiring dengan kehilangan air dari tubuh; selanjutnya dapat terjadi hipernatremia. 6) Sodium urine Jika lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, sedangkan jika kurang dari 10 mEq/L menunjukan tidak adekuatnya resusitasi cairan. 7) Alkaline pospatase Meningkat akibat berpindahnya cairan interstitial/kerusakan pompa sodium. 8) Glukosa serum Meningkat sebagai refleksi respon terhadap stres. 9) BUN/Creatinin Meningkat yang merefleksikan menurunnya perfusi/fungsi renal, namun demikian creatinin mungkin meningkat karena injuri jaringan. 10) Urin Adanya



albumin,



Hb,



dan



mioglobin



dalam



mengindikasikan kerusakan jaringan yang dalam dan



urin



kehilangan/pengeluaran protein. Warna urine merah kehitaman menunjukan adanya mioglobin 11) Rontgen dada Untuk mengetahui gambaran paru terutama pada injuri inhalasi. 12) Bronhoskopi Untuk mendiagnosa luasnya injuri inhalasi. Mungkin dapat ditemukan adanya edema, perdarahan dan atau ulserasi padasaluran nafas bagian atas. 13) ECG Untuk mengetahui adanya gangguan irama jantung pada luka bakar karena elektrik. 14) Foto Luka Sebagai dokumentasi untuk membandingkan perkembangan penyembuhan luka bakar. i. Penatalaksanaan 1) Pertolongan Pertama pada Luka Bakar (Yovita, 2012) a) Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala b) Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem



c) Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. d) Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun. e) Evaluasi awal f) Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey sekunder Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk menentukan mekanisme dan waktu terjadinya trauma. Untuk membantu mengevaluasi derajat luka bakar karena trauma akibat air mendidih biasanya hanya mengenai sebagian lapisan kulit (partial thickness),



sementara luka bakar karena api biasa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness). 2) Resusitasi Cairan Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam



setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam. Cara yang banyak dipakai dan lebih sederhana untuk resusitasi cairan adalah menggunakan rumus Baxter yaitu: %Luka Bakar x BB x 4 cc Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama. Contoh: seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari kedua. (Yovita, 2012). 3) Pergantian Darah Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai tambahan terhadap suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah yang bersirkulasi melalui kapiler yang terluka, terdapat kehancuran sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari sel darah merah yang tersisa. Karena plasma predominan hilang pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh sebab pemberian sel darah merah dalam 48 jam



pertama tidak dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan. 4) Perawatan Luka Bakar Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal. Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi: pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal



mungkin



agar



pasien



merasa



nyaman



dan



meminimalkan timbulnya rasa sakit (James et al, 2005). 5) Early Exicision and Grafting (E&G) Dengan metode ini eschar di angkat secara operatif dan kemudian luka ditutup dengan cangkok kulit (autograft atau allograft), setelah terjadi penyembuhan, graft akan terkelupas dengan sendirinya. E&G dilakukan 3-7 hari setelah terjadi luka, pada umumnya tiap harinya dilakukan eksisi 20% dari luka bakar kemudian dilanjutkan pada hari



berikutnya. Tapi ada juga ahli bedah yang sekaligus melakukan eksisi pada seluruh luka bakar, tapi cara ini memiliki resiko yang lebih besar yaitu: dapat terjadi hipotermi, atau terjadi perdarahan masive akibat eksisi (Yovita, 2012). Metode ini mempunyai beberapa keuntungan dengan penutupan luka dini, mencegah terjadinya infeksi pada luka bila dibiarkan terlalu lama, mempersingkat durasi sakit dan lama perawatan di rumah sakit, memperingan biaya perawatan di rumah sakit, mencegah komplikasi seperti sepsis dan mengurangi angka mortalitas. Beberapa penelitian membandingkan teknik E&G dengan teknik konvensional, hasilnya tidak ada perbedaan dalam hal kosmetik atau fungsi organ, bahkan lebih baik hasilnya bila dilakukan pada luka bakar yang terdapat pada muka, tangan dan kaki (Yovita, 2012). Pada luka bakar yang luas (>80% TBSA), akan timbul kesulitan mendapatkan donor kulit. Untuk itu telah dikembangkan metode baru yaitu dengan kultur keratinocyte. Keratinocyte didapat dengan cara biopsi kulit dari kulit pasien sendiri. Tapi kerugian dari metode ini adalah membuthkan waktu yang cukup lama (2-3 minggu) sampai kulit (autograft) yang baru tumbuh dan sering timbul luka parut. Metode ini juga sangat mahal (Yovita, 2012).



6) Escharotomy Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas dapat menyebabkan iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi edema saat resusitasi cairan, dan saat adanya pengerutan keropeng. Iskemi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada jarijari tangan dan kaki. Tanda dini iskemi adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai baal pada ujung-ujung distal. Juga luka bakar menyeluruh pada bagian thorax atau abdomen dapat menyebabkan gangguan respirasi, dan hal ini dapat dihilangkan dengan escharotomy. Dilakukan insisi memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas (James et al, 2005). 7) Antimikroba Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila jumlah kuman sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman tersebut dapat menembus ke dalam jaringan yang lebih dalam kemudian menginvasi ke pembuluh darah



dan



mengakibatkan



infeksi



sistemik



yang



dapat



menyebabkan kematian. Pemberian antimikroba ini dapat secara topikal atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat dalam bentuk salep atau cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang sering dipakai: Salep: Silver sulfadiazine, Mafenide acetate,



Silver nitrate, Povidone-iodine, Bacitracin (biasanya untuk luka bakar grade I), Neomycin, Polymiyxin B, Nysatatin, mupirocin, Mebo (Yovita, 2012). j. Komplikasi Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013). 1) Infeksi luka bakar Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau kateter. Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia (Burninjury, 2013). 2) Terganggunya suplai darah atau sirkulasi Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah (blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu



menganggu sirkulasi darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang kemudian akan membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013). 3) Komplikasi jangka Panjang Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau posttraumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013). 2. Konsep Asuhan Keperawatan Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif. Data subyektif di dapatkan berdasarkan hasil wawancaraa baik dengan pasien ataupun keluarga pasien, sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi dan pemeriksaan fisik.



a. Pengkajian Pengkajian menurut Majid (2013), meliputi: 1) Pengkajian Primer (Primary Survey) Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma,



karenanya



harus



airway,



dicek



breathing



dan



circulation, disability, dan exposure terlebih dahulu. a) Airway Pada luka bakar ditemukan adanya sumbatan akibat edema mukosa jalan nafas di tambah secret yang di produksi berlebihan (hipersekresi) dan mengalami pengentalan. Apabila terdapat kecurigaan adanya trauma inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda-tanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: terkurung dalam api, luka bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam. b) Breathing Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan



dada



untuk



bernapas,



segera



lakukan



escharotomi. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang



dapat



menghambat



pernapasan,



misalnya



pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya



dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, ronkhi atau wheezing. Selain itu dikaji juga kedalaman nafas pasien. c) Circulation Luka



bakar



menimbulkan



kerusakan



jaringan



sehingga menimbulkan edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik karena kebocoran plasma yang luas. Kaji ada tidaknya penurunan tekanan darah kelainan detak jantung misalnya takikardi, bradikardia. Kaji juga



ada tidaknya sianosis, capiler refil time



memanjang, kondisi akral, dan nadi pasien. Manajemen cairan pada pasien luka bakar, dapat diberikan dengan Formula Baxter. Formula Baxter (1) Total cairan: 4cc x berat badan x luas luka bakar (2) Berikan 50% dari total cairan dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16 jam berikutnya. d) Disability Moenadjat (2009), pada pasien penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan reflex, pupil anisokor dan nilai GCS.



e) Exposure Pada pasien dengan luka bakar terdapat hipertermi akibat inflamasi (Moenadjat, 2009). Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat, hal ini disebabkan akibat evaporasi cairan pada kulit karena suhu tinggi luka bakar dan syok hipovolemik. Uji kimia darah menunjukkan tingginya kalium (akibat kerusakan pada sel) dan rendahnya kalsium (akibat hipoalbuminemia). Setelah 48 jam setelah trauma luka, pasien dengan luka bakar berat akan menjadi hipermetabolik (laju metabolik dapat meningkat hingga 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan meningkat mencapai 38,5 0C akibat adanya respon inflamasi sistemik terhadap luka bakar. Respon imun pasien juga akan menurun karena adanya down regulation pada reseptor sehingga meningkatkan resiko infeksi dan juga hilangnya barier utama pertahanan tubuh yaitu kulit (Rudall & Green, 2010). 2) Pengkajian sekunder (Secondary Survey) Secondary Survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien yang merupakan bagian



penting dari pengkajian pasien. Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, social, dan system (Emergency Nursing Association, 2007). a) Keluhan utama: Luas cedera akibat dari intesitas panas (suhu) dan durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi ditemukan keluhan stridor, takipnea, dyspnea, dan penafasan seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010) b) Riwayat penyakit sekarang: Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi (Sjaifuddin, 2006). c) Riwayat



penyakit



dahulu:



Penting



dikaji



untuk



menentukan apakah pasien mempunyai penyakit yang tidak



melemahkan



kemampuan



untuk



mengatasi



perpindahan cairan dan melawan infeksi (misalnya diabetes melitus, gagal jantung kongestif, dan sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan atau gastro intertisnal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera



inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal



jantung



kongestif,



emfisema)



maka



status



pernapasan akan sangat terganggu (Hudak dan Gallo, 1996). d) Riwayat penyakit keluarga: kaji riwayat keluarga yang kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara genetic kepada pasien seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC, dll e) Review of system. b. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu kesimpulan yang dihasilkan dari Analisa data (Capernito, 2009). Diagnosa keperawatan adalah langkah



kedua



dari



proses



dari



proses



keperawatan



yang



menggambarkan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok maupun potensial. Dimana perawat mempunyai lisensi dan kompetensi untuk mengatasinya (Sumijatun, 2010). Menurut



teori



Amin



Huda



Nurarif



(2013),



diagnose



keperawatan yang muncul pada kasus luka bakar, yaitu: 1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan cedera alveolar 2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya obstruksi jalan nafas



3) Nyeri akut



berhubungan



dengan



agen



cedera



(mis,



biologis, zat kimia, fisik) 4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera 5) Kekurangan



volume



cairan



berhubungan



dengan



kehilangan cairan aktif 6) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi 7) Hambatan mobilitas fisik berhubungan penurunan ketahanan tubuh dan penurunan kekuatan otot. 8) Resiko infeksi faktor risiko pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan kulit; jaringan traumatic. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respon inflamasi.



c. Intervensi Tabel No. 1



2



2.1 Intervensi keperawatan berdasarkan Nursing Intervention Classification (NIC) Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Airway Management 1. Bebaskan jalan napas 2. Atur kelembaban udara yang sesuai 3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 4. Monitor frekuensi dan kedalaman napas Monitor Respirasi a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan upaya bernapas b. Catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan dada, apakah menggunakan alat bantu, dan adakah penggunaan alat bantu dan retraksi otot interkosta c. Monitoring pernapasan, hidung, adanya suara ngorok d. Monitoring pola napas, bradypnea, takipnea, hiperventilasi, respirasi kusmaul dan lain-lain e. Palpasi kesamaan ekspansi paru-paru f. Monitor adanya kelelahan otot diafragma g. Austkultasi suara napas, catat area penurunan dan ketidakadanya ventilasi dan bunti napas



Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler alveolar



Setelah dilakukan tindakan keperawatan status pernapasan seimbang antara konsentrasi udara dalam darah arteri dengan kriteria hasil: a. Menunjukan peningkatan ventilasi dan oksigen cukup b. AGD dalam batas normal c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal d. Tidak ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum mampu bernafas dengan mudah tidak ada pursed lips).



Ketidakefektif an bersihan jalan nafas berhubungan dengan



Setelah dilakukan Airway Suction tindakan keperawatan a. Pastikan kebutuhan status respirasi: oral/tracheal suctionic kepatenan jalan napas b. Auskultasi suara napas dengan kriteria hasil: sebelum dan sesudah



adanya obstruksi jalan nafasa



3



Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan kulit/jaringan



suctioning a. Mendemonstrasikan O2 dengan batuk efektif dan c. Berikan menggunakan nasal untuk suara napas yang memfasilitasi suction bersih nasotrakeal b. Menunjukan jalan d. Gunakan alat yang steril nafas yang paten setiap melakukan c. Mampu tindakan mengidentifikasi dan mencegah e. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam faktor yang dapat setelah kateter dikeluarkan menghambat jalan dari nasotrakeal napas f. Monitor status oksigen pasien Airway Management a. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan d. Lakukan fisioterapi dada jika perlu e. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction f. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan g. Berikan broncodilator bila perlu h. Monitor respirasi dan status O2



Setelah dilakukan Manajemen Nyeri tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian klien mampu nyeri secara menunjukan tingkat komprehensif termasuk kenyamanan dengan lokasi, kriteria hasil: karakterisitik, durasi, a. Melaporkan nyeri frekuensi, kualitas dan berkurang / hilang faktor presipitasi. 2. Kaji tanda-tanda vital (skala 0-3) 3. Observasi reaksi b. Tanda-tanda vital nonverbal dari dalam batas normal



c. d. e. f.



(TD: 120/80 mmHg, Nadi: 80x/I, Suhu: 360C, P: 20x/i) Frekuensi nyeri berkurang/hilang Ketegangan otot berkurang/hilang Dapat berisitirahat Skala nyeri berkurang/ menurun



4



Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi kerusakan integritas kulit dengan kriteria hasil: a. Tidak adanya infeksi pada luka b. Kelembaban luka tetap terjaga c. Adanya jaringan granulasi



5



Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif



Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat menunjukan adanya peningkatan keseimbangan cairan dengan kriteria hasil: a. Mempertahankan urin output sesuai dengan usia, BB, BJ



ketidaknyamanan. 4. Berikan posisi nyaman 5. Ajarkan teknik non farmakologis: tekni relaksasi napas dalam, distraksi, kompres hangat 6. Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri dirasakan. 7. Tingkatkan istirahat 8. Kolaborasi pemberian analgetic untuk mengurangi nyeri a. Kaji/catat ukuran, warna kedalaman luka, perhatikan jaringan nektrotik dan kondisi sekitar luka b. Lakukan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan control infeksi c. Pertahankan penutupan luka sesuai indikasi d. Tinggikan area graft bila mungkin/tepat e. Pertahankan posisi yang diinginkan dan imobilisasi area bila di indikasikan f. Pertahankan balutan diatas area graft baru dan sisi donor sesuai indikasi Fluid management 1. Monitor diare atau muntah 2. Awasi tanda-tanda hipovolemik (oliguria, abdominal pain, bingung) 3. Monitor balance cairan 4. Monitor pemberian



urin normal, HT normal b. Tanda-tanda vital dalam batas normal c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan temperature pasien dalam batas normal dengan kriteria hasil: a. Suhu tubuh dalam rentang normal (360C-370C) b. Nadi dan RR dalam rentang normal c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak pusing



6



Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi



7



Hambatan Setelah dilakukan mobilitas fisik tindakan keperawatan berhubungan diharapkan klien penurunan menunjukkan mobilitas ketahanan optimal dengan kriteria tubuh dan hasil: penurunan a. Mempertahankan kekuatan otot. posisi fungsional. b. Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas



cairan parenteral 5. Monitor BB jika terjadi penurunan BB drastic 6. Monitor tanda-tanda dehidrasi 7. Monitor tanda-tanda vital 8. Berikan cairan per oral sesuai kebutuhan 9. Kolaborasi pemberian terapi Fever Treatment a. Monitor suhu sesering mungkin b. Tingkatkan sirkulasi udara c. Monitor intake dan output d. Berikan antipiretik Temperature Regulation a. Monitor suhu dan warna kulit b. Monitor tanda-tanda hipotermi dan hipertermi c. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh Vital Sign Monitor a. Monitor TD, nadi, suhu dan RR b. Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit c. Monitor sianosis perifer d. Monitor kualitas dari nadi a. Kaji tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala 04 0: pasien tidak tergantung pada orang lain 1: pasien butuh sedikit bantuan 2: pasien butuh bantuan sederhana 3: pasien butuh bantuan banyak



8



Resiko infeksi faktor risiko pertahanan primer tidak adekuat; kerusakan kulit; jaringan traumatic. Pertahanan sekunder tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respon inflamasi.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tidak ada tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil: Status imun setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil : a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, dan fungsi Laesa) b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi c. Jumlah leukosit dalam batas normal 4,0-10,0



4: pasien sangaat tergantung pada orang lain b. Observasi kemampuan gerak motoric, keseimbangan c. Ubah posisi pasien tiap 2 jam d. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya e. Bantu pasien melakukan perubahan gerak (ROM) aktif dan pasif f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (fisioterapi) Kontrol Infeksi a. Monitor tanda dan gejala infeksi b. Pertahankan tekhnik aseptik c. Batasi pengunjung bila perlu d. Pertahankan hand hygiene e. Penatalaksanaan pemberian antibiotik f. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi g. Perhatikan keluhan klien terhadap keluhan peningkatan nyeri, rasa terbakar, eritema atau bau tak sedap. h. Observasi luka terhadap pembentukan bula, perubahan warna luka, bau drainase yang tidak sedap. i. Lakukan perawatan luka sesuai protocol dengan tehnik steril. j. Lakukan perlindungan infeksi. k. Berikan therapy



obat-obatan sesuai indikasi; anti biotic, TT dll. l. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien d. Implementasi Setelah dilakukan perumusan tahapan-tahapan intervensi dalam perencanaan



keperawatan,



maka selanjutnya



dilakukan



proses



implementasi, yaitu melakukan tahapan-tahapan intervensi tersebut. Pelaksanaan implementasi ini dilakukan dengan tim kesehatan lain. Pelaksanaan atau implementasi adalah fase tindakan dari proses keperawatan yang terkait dengan pelaksanaan rencana yang berfokus pada proses penyembuhan pasien (Anderson & McFarlane, 2007). Implementasi berguna untuk mencapai tujuan yang telah dibuat. Selain itu,



implementasi



intervensi



keperawatan



berfungsi



untuk



meningkatkan, memelihara, atau memulihkan kesehatan, mencegah penyakit, dan memfasilitasi rehabilitasi. e. Evaluasi Sebagai tahap terakhir dari proses keperawatan dilakukan evaluasi yang tidak hanya sekedar melaporkan intervensi keperawatan telah dilakukan, namun juga untuk menilai apakah hasil yang diharapkan sudah terpenuhi (Potter & Perry, 2009) Majid & Prayogi (2013), evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan



pasien. Pada pasien Combutio dapat dinilai hasil pelaksanaan perawatan dengan melihat catatan perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung keadaan dari keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah. Evaluasi dapat dilihat 4 kemungkinan yang menentukan tindakan yang perawatan selanjutnya antara lain: 1) Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum 2) Apakah massalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum 3) Apakah masalah sebagian terpecahkan/tidak dapat dipecahkan 4) Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang



B. TINJAUAN KASUS 1. Identitas Pasien No. Rekam Medis



897170



Nama



: Tn “Y”



Jenis Kelamin



: Laki-laki



Tempat/Tgl/ Umur



: 03/03/1986/33 Tahun



Alamat



: Gowa



Rujukan dari



:-



Diagnosa



: Thermal Burn Injury



Nama keluarga yang bisa dihubungi : Ny “Y” Transportasi waktu datang : Kendaraan pribadi Alasan masuk



: Pasien datang dengan keluhan luka



pada bokong yang dialami pada tanggal 13 September 2019 akibat kecelakaan (tergesek kenalpot), tidak ada riwayat penurunan kesadaran, tidak ada riwayat mual dan muntah. Saat pengkajian didapatkan tandatanda vital: Tekanan darah 110/80 mmHg, Nadi 88x/i, pernafasan 16x/i, suhu 36.60C.



2. Survey Primer PENGKAJIAN PRIMER Rimary Survey



Trauma Score



A. Airway



A. Frekuensi Pernapasan



1. Pengkajian jalan napas √



10-25



4



Tersumbat



25-35



3



Palatum Mole jatuh



>35



2



Sputum (lendir)



89 mmHg



4



2. Assement :



70-89 mmHg



3



3. Masalah Keperawatan: Ketidakefektifan



50-69 mmHg



2



1-49 mmHg



1



0



0



bersihan







jalan napas



4. Intervensi/Implementasi : 5. Evaluasi : ---



D. Pengisisan Kapiler √



2detik



1



Tidak ada



0



B. Breathing



E. Glasgow Coma Scale (GCS)



Fungsi Pernapasan







14-15







Dada simetris:











Sesak Napas:











Respirasi : 16 kali/menit







Krepitasi :







Suara napas: Vesiculer



TRAUMA



Kanan



4+1+4+2+5 = 15



Ada



Ya Ya



Ya







Tidak







Jelas



REAKSI PUPIL Kanan Ukuran (mm) √







Jelas



Cepat Konstriks



Menurun



Vesikuler



Stridor



Lambat



Wheezing



Ronchi



Dilatasi







Saturasi O2 : 100%







Assement : -







Resusitasi : Tidak dilakukan



SCROE



Menurun



Kiri



Tak bereaksi Kiri Ukuran (mm) √



Cepat



resusitasi



Konstriks



Re-evaluasi: Tidak dilakukan



Lambat



resusitasi



Dilatasi



Masalah Keperawatan : Intervensi/Implementasi : Evaluasi : -



8-10



2



3-4



Tidak



Ronchi



4



3



Tidak



Stridor



Wheezing



Ada



4 4



5-7



Vesikuler







11-13



5



Tak bereaksi



1 (A+B+C+D+E)



=



C. Circulation Keadaan Sirkulasi 



Tekanan darah: 110/ 80mmHg







HR : 88 x/menit √



Kuat



Lemah



Reguler



Irreguler







Suhu axilla : 36.6ºC







Temperatur Kulit H angat







pan as



dingin √



Gambaran kulit  Sawo matang  Kulit lembab  Turgor kulit: elastis







Pengisian Kapiler 2 deti k







Output urine : -







Assesment : -







Resusitasi : -







Re-evaluasi : - Masalah



Keperawatan : Intervensi/Implementasi : Evaluasi : D. Disabillity 1. Penilaian fungsi neurologis



Alert



: composmentis



Verbal response : Ada respon verbal Pain response :Terdapat respon nyeri Unresponsive



: Tidak ada



2. Masalah Keperawatan: 3. Intervensi Keperawatan : 4. Evaluasi: E. Exposure 1. Penilaian Hipothermia/hyperthermia Hipothermia:



Pasien



tidak



Pasien



tidak



hypothermia Hiperthermia: hiperthermia 2. Masalah Keperawatan



:-



3. Intervensi / Implementasi : 4. Evaluasi PENILAIAN NYERI : Nyeri : Jenis :



Tidak √



Akut







Ya,



Lokasi : bokong



(0-10) : 3 (skala ringan)



Kronis 0



1











2 □



3



4 □



5



6



7



8



9



10



























3. Survey Sekunder 1. Riwayat Kesehatan a. S: Sign/symptoms (tanda dan gejala): Pada saat pengkajian pasien mengatakan nyeri ringan pada luka (bokong), Keadaan umum: baik. b. A: Allergies (alergi): Pasien mengatakan tidak ada alergi obat dan makanan. c. M: Medications (pengobatan) -



Cairan RL 24 tetes/menit



-



Ceftriaxone 1 gr/12 jam/intravena



d. P: Past medical history (riwayat penyakit): Luka pada bokong dialami sejak 20 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit akibat awalnya pasien sedang memperbaiki letak sayur-sayur di mobil pickup tiba-tiba mobil tersebut berjalan dengan sendirinya karena mesinnya belum dimatikan dan posisi pickup saat itu berada pada tanjakan kemudian pasien melompat dan berusaha mencari batu untuk mengganjal ban mobil dari bagian depan namun pasien tertabrak dan masuk ke bawah mobil dan mengenai kenalpot mobil. e. L: Last oral intake (makanan yang dikonsumsi terakhir, sebelum sakit): Pasien mengatakan hanya mengomsumsi nasi,ikan, dan sayur. f. E: Event prior to the illnesss or injury (kejadian sebelum injuri/sakit): Pasien sedang bekerja



2. Riwayat dan Mekanisme Trauma (Dikembangkan Menurut Opqrst) a. O: Onset (seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi) Luka Bakar b. P: Provokatif (penyebab) Mengenai kenalpot mobil. c. Q: Quality (Kualitas) Tertusuk-tusuk d. R: Radiation (paparan) Bokong e. S: Severity (tingkat keparahan) Berat f. T: Timing (waktu) 20 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit 2. Tanda-tanda Vital: Tekanan darah Nadi



: 110/80 mmHg : 88 x/menit



Frekuensi Napas : 16x/menit Suhu tubuh



: 36.6 0C



3. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe) a. Kepala Kulit kepala Mata



: Kepala tampak besih



: _ Konjungtiva  Edema



: Anemis : Tidak terdapat edema pupil



Telinga



: Tampak simetris, tidak ada serumen



Hidung



: Tampak simetris,tidak tampak adanya serumen Mulut



dan gigi : Mulut tampak bersih dan simetris, mukosa lembab, ada bau mulut. Wajah b. Leher



: Tampak simetris dan tidak ada nyeri tekan : Bentuk/Kesimetrisan : Simetris antara Kiri dan Kanan



c. Dada/ thoraks Paru-paru : Simetris kiri dan kanan, suara napas Jantung



: Simetris kiri dan kanan, Batas paru dan jantung ICS 2-3



d. Abdomen: Tidak ada nyeri tekan pada abdomen, tidak ada bekas operasi e. Bokong: Adanya luka bakar pada seluruh bokong sampai paha kiri bagian dalam



Gambar 2.2 Luka Bakar Derajat 3 Sumber: Data Pribadi (2019) f. Genitalia: Tidak dilakukan g. Ekstremitas : Status sirkulasi : Pengisian kapiler pada ektermitas atas dan bawah < 2 detik. Terpasang infus pada kaki kanan dengan cairan Ringer Laktat 24 tetes/menit h. Neurologis Fungsi sensorik : Pasien dapat merasakan stimulus berupa sentuhan ringan pada anggota tubuh. Fungsi Motorik : Pasien dapat mengangkat kedua kakinya dan tangannya dan mampu menahan dorongan. Kekuatan otot. 55 55



4. Hasil Laboratorium Table 2.2 Hasil pemeriksaan laboratorium hematologi rutin Tn “Y” Nama Diagnosa



: Tn.Y



RM



: Skin Avulsi



Tgl. Hasil



: 897170



: 02-10-2019



Hasil



Nilai Rujukan



Satuan



WBC



9.11



4.00-10.0



10^3/ul



RBC



3.42



4.00-6.00



10^6/ul



HGB



10.5



12.0-16.0



Gr/dl



HCT



31.1



37.0-48.0



%



MCV



90.9



80.0-97.0



fL



MCH



30.7



26.5-33.5



Pg



MCHC



33.8



31.5-35.0



gr/dl



PLT



436 +



150-400



10^3/ul



RDW-CV



12.7



10.0-15.0



PDW



8.9



10.0-18.0



fL



MPV



8.9



6.50-11.0



fL



PCT



0.39



0.15-0.50



%



NEUT



4.70



52.0-75.0



%



LYMPH



2.74



20.0-40.0



%



MONO



1.32



2.00-8.00



10^3/ul



EO



0.27



1.00-3.00



10^3/ul



BASO



0.08



0.00-0.10



10^3/ul



HEMATOLOGI RUTIN



4. ANALISA DATA Table 2.3 Analisa data Data



Masalah Keperawatan



DS : -



Pasien mengatakan ada luka akibat terkena kenalpot mobil. Pasien mengatakan adanya luka bakar pada bokong



Kerusakan integritas Jaringan



DO : -



Adanya luka bakar derajat 3 pada bokong pasien.



Faktor Resiko : - Luka bakar derajat 3 pada bokong - WBC: 9. 11 10^3/ul - RBC: 3.42 10^6/ul - HGB: 10.5 g/dL DS : - Pasien mengatakan nyeri - Pasien mengatakan nyeri pada luka akibat kecelakaan - Pasien mengatakan nyeri pada bokongnya - Pasien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk - Pasien mengatakan nyeri muncul ketika bergerak DO : - Adanya luka bakar derajat 3 pada bokong - Pasien namoak meringis ketika bergerak - Skala nyeri: 3 (ringan) NRS



Resiko Infeksi



Nyeri Akut



5. Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan integritas jaringan 2. Resiko Infeksi 3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka bakar)



57



6. Intervensi Keperawatan Tabel 2.4 Intervensi keperawatan berdasarkan kasus No 1.



2.



Diagnosa Keperawatan Kerusakan integritas jaringan



Resiko Infeksi



Tujuan



Intervensi



Setelah dilakukan tindakan Keperawatan Perawatan Luka selama 3x24 jam di harapkan integritas 1. Monitor karakteristik luka (mis, drainase, jaringan mengalami perbaikan atau warna, ukuran, bau) dipertahankan dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda infeksi 1. Perfusi jaringan baik: 3. Lepaskan balutan dan plester secara a. Suhu kulit sekitar luka dalam batas perlahan 4. Bersihkan dengan cairan normal (36.50C – 37.50C) 5. NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai b. Hidrasi sekitar luka baik kebutuhan c. Tidak tampak nekrosis d. Tidak ada pigmentasi yang 6. Bersihkan jaringan nekrotik 7. Berikan salep yang sesuai kulit/lesi, jika perlu abnormal 8. Pasang balutan sesuai jenis luka 9. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka 10. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase 11. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 12. Kolaborasi pemberian Antibiotik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Kontrol Infeksi selama 3x24 jam di harapkan resiko 1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah Infeksi tidak terjadi dengan: melakukan tindakan keperawatan.



Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi: - Dolor (Nyeri) - Kalor (Panas) - Tumor (Bengkak) - Rubor (Kemerahan) - Fungsi Laesa (kehilangan fungsi) 3.



Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka bakar)



2. Batasi pengunjung bila perlu 3. Instruksi pada penjunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah meninggalkan pasien. 4. Pertakankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat. 5. Berikan terapi antibiotic bila perlu.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan Managemen Nyeri (1400) selama 3x24 jam, pasien mampu menunjukan 1. Lakukan Pengkajian nyeri yang komperhensif nyeri teratasi dengan kriteria hasil : yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, a. Ekspersi wajah pasien tampak tenang frekuensi, kualitas, atau beratnua nyeri dan faktor b. Melaporkan nyeri berkurang dari skala 3 pencetus. (Ringan) ke skala 0 (tidak ada nyeri) NRS 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan. 3. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyaman akibat prosedur. 4. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (suhu ruangan, pencahayaan, suara bising) 5. Gali penggunaan metode farmakologi yang dipakai pasien saat ini untuk menurunkan nyeri.



7. Implementasi Tabel 2.5 Implementasi Hari I No Diagnosa Dx 1. Kerusakan integritas jaringan



2.



Risiko infeksi



Hari/Tgl/Jam Senin, 07/10/19 10 : 00



Senin, 07/10/19 10.07 12.00



Implementasi



Evaluasi



Perawatan Luka 1.Melakukan perawatan luka dengan cairan Nacl 0.9 % dan sabun yang mengandung Chlorhexidine dan memberikan salep burnazin dan ditutup dengan khasa dan dibalut. Hasil : Luka tampak bersih, luka tampak merah (granulasi) dan memberikan rasa nyaman pada pasien.



Senin, 07/10/2019 13 : 30 S : - Pasien mengatakan merasa nyaman O: - Skala Nyeri 3 (Ringan) - Luka tampak kemerahan A: Kerusakan Integritas jaringan



P: Lanjutkan Intervensi Kontrol infeksi Proteksi terhadap infeksi Jam 12 : 30 1. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment S : - Pasien mengatakan masih Hasil : Mengurangi resiko infeksi merasakan nyeri. 1.Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. O: - Skala Nyeri 3 (Ringan) Hasil : Tidak ada tanda dan gejala infeksi - Luka tampak kemerahan Dolor (Nyeri) Skala 3 (Ringan), Kalor (Panas) Tidak A: Resiko infeksi tidak terjadi ada, Tumor (Bengkak) Tidak ada , Rubor P: Lanjutkan Intervensi (Kemerahan) Tidak ada, Fungsi Laesa (kehilangan Proteksi funggsi) Tidak ada. terhadap infeksi



12.05



(07.00 & 19.00)



3.



Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka bakar)



Senin, 07/10/2019 09.00 Wita



09:05 09.40



2. Monitor WBC Hasil : 9. 11 10^3/ul (4.00-10.0) 3.Memberikan perawatan luka pada area epidema Hasil : membantu dalam proses penyembuhan dan memberikan rasa nyaman kepada pasien. 4. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah Hasil : Luka tampak Kemerahan 5.Penatalaksanaan pemberian antibiotik Ceftriaxone 1 gram /12 jam/iv Hasil: tidak ada tanda-tanda alergi Manajemen Nyeri 1. Melakukan Pengkajian nyeri yang komperhensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. Hasil : P: Luka bakar derajat 3 Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk R: Bokong S: Skala 3 (Ringan) T: Saat bergerak 2. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan. Hasil : Ekspresi wajah pasien tampak meringis. 3.Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyaman



Senin, 07.10.2019 Jam : 14 : 00 Wita S: Pasien Mengatakan masih merasakan nyeri O : Skala Nyeri 3 (Ringan) - Eskpresi wajah pasien tampak meringis - Pasien tampak gelisah A : Nyeri akut belum teratasi P : Lanjutkan Intervensi Manajemen Nyeri



11.00



akibat prosedur. Hasil :Menjelaskan pada pasien bahwa nyerinya berada pada skala 3 (Ringan) 4.Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (suhu ruangan,pencahayaan,suara bising) Hasil : Pasien merasa nyaman



Tabel 2.6 Implementasi Hari II No Diagnosa Dx 2. Risiko infeksi



Hari/Tgl/Jam



Implementasi



Evaluasi



Senin, 07/10/19 10.07



Proteksi terhadap infeksi 1. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment Hasil : Mengurangi resiko infeksi 1.Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. Hasil : Tidak ada tanda dan gejala infeksi Dolor (Nyeri) Skala 3 (Ringan), Kalor (Panas) Tidak ada, Tumor (Bengkak) Tidak ada , Rubor (Kemerahan) Tidak ada, Fungsi Laesa (kehilangan funggsi) Tidak ada. 2. Monitor WBC Hasil : 9. 11 10^3/ul (4.00-10.0) 3.Memberikan perawatan luka pada area epidema Hasil : membantu dalam proses penyembuhan dan memberikan rasa nyaman kepada pasien. 4. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah Hasil : Luka tampak Kemerahan 5.Penatalaksanaan pemberian antibiotik Ceftriaxone 1 gram /12 jam/iv Hasil: tidak ada tanda-tanda alergi



Jam 12 : 30 S : - Pasien mengatakan masih merasakan nyeri. O: - Skala Nyeri 3 (Ringan) - Luka tampak kemerahan



Manajemen Nyeri 1. Melakukan Pengkajian nyeri yang komperhensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. Hasil : P: Luka bakar derajat 3



Selasa, 08.10.2019 Jam: 14.00 Wita



12.00



12.05



(07.00 & 19.00) 3.



Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka bakar)



Selasa, 08/10/2019 09:30 Wita



A: Resiko infeksi tidak terjadi P: Lanjutkan Intervensi Proteksi terhadap infeksi



S: Pasien Mengatakan nyeri berkurang O : Skala Nyeri 3



09:35 Wita 09:37 Wita



10:00 Wita



(Ringan) Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk R: Bokong - Eskpresi wajah S: Skala 3 (Ringan) pasien tampak T: Saat bergerak meringis 2. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal mengenai - Pasien masih ketidaknyamanan. tampak gelisah A : Nyeri akut belum Hasil : Ekspresi wajah pasien tampak meringis. teratasi 3.Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari P : Lanjutkan Intervensi ketidaknyaman akibat prosedur. Manajemen Nyeri Hasil :Menjelaskan pada pasien bahwa nyerinya berada pada skala 3 (Ringan) 4.Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (suhu ruangan,pencahayaan,suara bising) Hasil : Pasien merasa nyaman



Tabel 2.7 Implementasi Hari III No Dx 2.



Diagnosa



Hari/Tgl/Jam



Resiko Infeksi



Rabu, 09/10/19 08:00 Wita



08:08 Wita



3.



Nyeri Akut berhubungan dengan agen



Rabu, 09/10/2019 07:30 Wita



Implementasi



Evaluasi



Proteksi terhadap infeksi 1. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment Hasil : Mengurangi resiko infeksi 1.Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. Hasil : Tidak ada tanda dan gejala infeksi Dolor (Nyeri) Skala 3 (Ringan), Kalor (Panas) Tidak ada, Tumor (Bengkak) Tidak ada , Rubor (Kemerahan) Tidak ada, Fungsi Laesa (kehilangan funggsi) Tidak ada. 2. Monitor WBC Hasil : 9. 11 10^3/ul (4.00-10.0) 3.Memberikan perawatan luka pada area epidema Hasil : membantu dalam proses penyembuhan dan memberikan rasa nyaman kepada pasien. 4. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah Hasil : Luka tampak Kemerahan 5.Penatalaksanaan pemberian antibiotik Ceftriaxone 1 gram /12 jam/iv Hasil: tidak ada tanda-tanda alergi



Kamis,10.10.2019



Manajemen Nyeri 1. Melakukan Pengkajian nyeri yang komperhensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,



Kamis,09.10.2019



Jam : 14 : 00 Wita S : - Pasien mengatakan masih merasakan nyeri. O: - Skala Nyeri 3 (Ringan) - Luka tampak kemerahan



A: Resiko infeksi tidak terjadi P: Lanjutkan Intervensi Proteksi terhadap infeksi



cidera fisik (luka bakar)



07:35 Wita 07:40 Wita



07:42 Wita



frekuensi, kualitas, atau beratnya nyeri dan faktor pencetus. Hasil : P: Luka bakar derajat 3 Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk R: Bokong S: Skala 3 (Ringan) T: Saat bergerak 2. Mengobservasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan. Hasil : Ekspresi wajah pasien tampak meringis. 3.Memberikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri,berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyaman akibat prosedur. Hasil :Menjelaskan pada pasien bahwa nyerinya berada pada skala 3 (Ringan) 4.Mengendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (suhu ruangan, pencahayaan, suara bising) Hasil : Pasien merasa nyaman



Jam : 14 : 00 Wita S: Pasien Mengatakan nyeri berkurang O : Skala Nyeri 3 (Ringan) - Eskpresi wajah pasien tampak meringis - Pasien masih tampak gelisah A : Nyeri Akut Belum teratasi P : Lanjutkan Intervensi Manajemen Nyeri



66



BAB III PEMBAHASAN KASUS KELOLAAN Pada bab ini merupakan pembahasan dari asuhan keperawatan pada Tn. “Y” dengan luka bakar termal di Ruangan Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo yang dimulai pada tanggal 7-12 Oktober 2019. Dalam bab ini, penulis akan membahas pendekatan proses keperawatan yang dilakukan meliputi segi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. A. Pengkajian Menurut Moenadjat (2009), pengkajian pada luka bakar yaitu: 2. Survei Primer a. Airway Pada pasien luka bakar ditemukan adanya sumbatan jalan napas akibat edema mukosa jalan napas di tambah sekret yang di produksi berlebihan (hipersekresi) dan mengalami pengentalan (Majid,



2013).



Oedem



laring



yang



ditimbulkannya



dapat



menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga (Yovita, 2012). Pada saat pengkajian survei primer, data yang ditemukan yaitu: jalan napas bebas, tidak ada obstruksi akibat edema



67



mukosa jalan napas dan tidak ada sekret yang di produksi berlebihan serta tidak ada kecurigaan trauma inhalasi. Hal ini terjadi karena luka bakar yang dialami oleh Tn “Y” merupakan luka bakar akibat terpapar atau kontak dengan objek panas (kenalpot mobil) pada bokong klien, yang dimana letaknya jauh dengan saluran napas (airway). Selain itu, pasien dalam proses penyembuhan karena telah di rawat di Unit Luka Bakar RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo selama 3 hari setelah sebelumnya hanya dirawat di rumah dengan peralatan seadanya selama 20 hari. Menurut Yovita (2012) sumbatan jalan napas dapat terjadi karena kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga. Terjadi kesenjangan antara hasil pengkajian teori dengan kasus dimana pada teori dijelaskan bahwa pada pasien luka bakar ditemukan adanya sumbatan jalan napas akibat edema mukosa jalan napas di tambah sekret yang di produksi berlebihan (hipersekresi), namun hal ini tidak ditemukan pada Tn. Y.



b. Breathing Menurut



Majid



(2013)



apabila



terdapat



Eschar



yang



melingkari dada maka segera lakukan escharotomy karena dapat menghambat pergerakan dada untuk bernapas. Periksa juga apakah ada trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. Kaji pergerakan dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak. Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling, ronkhi atau wheezing. Selain itu dikaji juga kedalaman nafas pasien. Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan dada simetris anatar kedua lapang paru, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan dalam batas normal 16x/menit. Berdasarkan teori pengkajian pernapasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan dan keadekuatan pernapasan pasien. Berdasarkan analisis terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Pada teori disebutkan bahwa pada luka bakar terdapat eschar dan trauma yang dapat menghambat pergerakan dinding dada. Hal ini tidak terjadi karena luka bakar yang dialami oleh Tn “Y” merupakan luka bakar akibat terpapar atau kontak dengan objek panas (kenalpot mobil)



pada bokong klien dan tidak terdapat trauma yang dapat mengganggu fungsi kerja paru-paru klien serta klien dalam perbaikan kondisi c. Circulation Pada pengkajian circulation hal-hal yang harus diperhatikan adalah ada tidaknya penurunan tekanan darah, kelainan detak jatung misalnya takikardia, bradikardia. Kaji juga ada tidaknya sianosis, capiler refil time (CRT) memanjang, kondisi akral, dan nadi pasien. Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan luka bakar derajat III dengan luas 5%. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88x/menit, CRT