Askep Perioperatif Luka Bakar [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN A. Konsep Luka Bakar 1. Pengertian Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. (Musliha, 2010). Luka bakar adalah injury pada jaringan yang disebabkan oleh suhu panas (thermal), bahan kimia, elektrik dan radiasi (Suryadi, 2001). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi juga disebabkan oleh kontak dengan suhu rendah (Masjoer, 2003). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh trauma panas yang memberikan gejala tergantung luas dalam dan lokasi lukanya (Tim Bedah, FKUA, 1999) Jadi, luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas, kimia, elektrik maupun radiasi. 2. Etiologi Menurut Musliha 2010, luka bakar dapat disebabkan oleh ; a. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn) 1) Gas 2) Cairan 3) Bahan padat (solid) b. Luka bakar bahan kimia (Hemical Burn) c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn) d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury) 3. Tanda dan Gejala Menurut Wong dan Whaley’s (2003), tanda dan gejala pada luka bakar adalah : a. Grade I Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh dalam 3-7 hari dan tidak ada jaringan parut.



b. Grade II Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian dalam), terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem sub kutan (adanya penimbunan dibawah kulit), luka merah dan basah mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21-28 hari tergantung komplikasi infeksi. b. Grade III Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputihputihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan mati) atau hitam keabu-abuan (seperti luka yang kering dan gosong juga termasuk jaringan mati), tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri (perlu skin graf). 4. Patofisiologi Pada dasarnya luka bakar itu terjadi akibat paparan suhu yang tinggi, akibatnya akan merusak kulit dan pembuluh darah tepi maupun pembuluh darah besar dan akibat kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan plasma sel darah, protein dan albumin, mengalami gangguan fisiologi. Akibatnya terjadilah kehilangan cairan yang masif, terganggunya cairan di dalam lumen pembuluh darah. Suhu tinggi juga merusak pembuluh darah yang mengakibatkan sumbatan pembuluh darah sehingga beberapa jam setelah terjadi reaksi tersebut bisa mengakibatkan radang sistemik, maupun kerusakan jaringan lainnya. Dari kilasan diatas maka pada luka bakar juga dapat terjadi sok hipovelemik (burn syok). 5. Fase Luka Bakar a. Fase akut Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa



saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang masih ditingkahi dengan problema instabilitas sirkulasi. b. Fase sub akut Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan : 1) Proses inflamasi dan infeksi 2) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional. 3) Keadaan hipermetabolisme c. Fase lanjut Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur. 6. Klasifikasi Luka Bakar (Menurut Musliha, 2010) a. Dalamnya luka bakar Kedalaman Ketebalan partial superfisial (tingkat I)



Penyebab Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari)



Penampilan Warna Kering, tidak Bertambah ada merah gelembung. Oedem minimal atau tidak ada. Pucat bila ditekan



Perasaan Nyeri



Lebih dalam dari ketebalan partial (tingkat II)



Ketebalan sepenuhnya (tingkat III)



Kontak dengan bahan air, atau bahan padat Jilatan api pada pakaian. Jilatan langsung kimiawi. Sinar ultra violet Kontak dengan bahan cair atau padat. Nyala api. Kimia. Kontak dengan arus listrik.



dengan ujung jari, berisi kedalam bila tekanan dilepas. Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar. Pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali Kering disertai kulit mengelupas, Pembuluh darah seperti arang terlihat di bawah kulit yang mengelupas. Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar. Tidak pucat bila ditekan.



BerbintikSangat nyeri bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat



Putih, kering, hitam, coklat tua. Hitam. Merah



Tidak sakit, sedikit sakit. Rambut mudah lepas bila dicabut



b. Luas luka bakar, Menurut Musliha (2010) Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu : 1) Kepala dan leher



: 9%



2) Lengan masing-masing 9%



: 18%



3) Badan depan 18%, badan belakang 18%



: 36%



4) Tungkai masing-masing 18%



: 36%



5) Genetalia/perineum Total



: 1% : 100%



c. Berat ringannya luka bakar, Menurut Musliha (2010) Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : 1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh 2) Kedalaman luka bakar 3) Anatomi lokasi luka bakar 4) Umur klien 5) Riwayat pengobatan yang lalu 6) Trauma yang menyertai atau bersamaan American collage of surgeon membagi dalam : a). Parah – critical : a. Tingkat II : 30% atau lebih b. Tingkat III : 10% atau lebih b). Sedang – moderate : a. Tingkat II : 15-30% b. Tingkat III : 1-10% c). Ringan – minor : a. Tingkat II : kurang 15% b. Tingkat III : kurang 1% 7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboraturium meliputi Hb, Hmt, Gula Darah, Natrium dan elektrolit, ureum kreatinin, Protein, Urin Lengkap, AGD (PO2 dan PCO2). Pemeriksaan Radiologi, Foto Thorax, EKG, CVP untuk mengetahui tekanan vena sentral. 8. Penatalaksanaan a. Resusitasi Airway, Breathing, Circulation



1) Pernafasan : udara panas → mukosa rusak → oedem → obstruksi ; efek toksik dari asap : HCN, NO2, HCL, Bensin → iritasi → bronkhokontriksi → obstruksi → gagal nafas 2) Sirkulasi : Gangguan permeabilitas kapiler : cairan dan intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler → hipovolemi relatif → syok → ATN → gagal ginjal b. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka c. Resusitasi cairan → Baxter d. Monitor urine dan CVP e. Topikal dan tutup luka 1) Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% (1:30) + buang jaringan nekrotik 2) Tulle 3) Silver sulfa diazin tebal 4) Tutup kassa tebal 5) Evaluasi 5-7 hari, kecuali balutan kotor f. Obat-obatan 1) Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian 2) Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur 3) Analgetik : kuat (morfin, petidine) 4) Antasida : kalau perlu 9. Komplikasi a) Curting Ulcer / Dekubitus b) Sepsis c) Pneumonia d) Gagal Ginjal Akut e) Deformitas f) Kontraktur dan Hipertrofi Jaringan parut Komplikasi yang lebih jarang terjadi adalah edema paru akibat sindrom gawat panas akut (ARDS, acute respiratory disters syndrome) yang menyerang sepsis gram negatif. Sindrom ini diakibatkan oleh kerusakan kapiler paru dan



kebocoran cairan kedalam ruang interstisial paru. Kehilangan kemampuan mengembang dan gangguan oksigen merupakan akibat dari insufisiensi paru dalam hubungannya dengan siepsis sistemik (wong, 2008). B. Tinjauan Konsep Perioperatif 1. Pengertian keperawatan perioperatif Keperawatan perioperatif merupakan proses keperawatan untuk mengembangkan rencana asuhan secara individual dan mengkoordinasikan serta memberikan asuhan pada pasien yang mengalami pembedahan atau prosedur invasif (AORN, 2013 dalam A. Prabowo, 2018). Keperawatan perioperatif tidak lepas dari salah satu ilmu medis yaitu ilmu bedah. Dengan demikian, ilmu bedah yang semakin berkembang akan memberikan implikasi pada perkembangan keperawatan perioperatif (Muttaqin & Sari, 2011). Perawat kamar bedah (operating room nurse) adalah perawat yang memberikan asuhan keperawatan perioperatif kepada pasien yang akan mengalami pembedahan yang memiliki standar, pengetahuan, keputusan, serta keterampilan berdasarkan prinsip-prinsip keilmuan khususnya kamar bedah (AORN, 2013 dalam Hipkabi, 2014). Keperawatan perioperatif dilakukan berdasarkan proses keperawatan sehingga perawat perlu menetapkan strategi yang sesuai dengan kebutuhan individu selama periode perioperatif (pre, intra, dan post operasi) (Muttaqin & Sari, 2011). Perawat kamar bedah bertanggung jawab mengidentifikasi kebutuhan pasien, menentukan tujuan bersama pasien dan mengimplementasikan intervensi keperawatan. Selanjutnya, perawat kamar bedah melakukan kegiatan keperawatan untuk mencapai hasil akhir pasien yang optimal (Hipkabi, 2014). Perawat kamar bedah dalam pelayanannya berorientasi pada respon pasien secara fisik, psikologi spiritual, dan sosial-budaya (AORN, 2013 dalam A. Prabowo, 2018).



2. Fase pelayanan perioperatif Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Kata “perioperatif” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pembedahan yaitu pre operatif, intra operatif, dan post operatif (Hipkabi, 2014). Keahlian seorang perawat kamar bedah dibentuk dari pengetahuan keperawatan profesional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan kedalam tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang sifatnya resiko atau aktual pada setiap fase perioperatif akan membantu penyusunan rencana intervensi keperawatan (Muttaqin & Sari, 2011). a. Fase pre operatif Fase pre operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pre operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang diberikan serta pembedahan (Hipkabi, 2014). Asuhan keperawatan pre operatif pada prakteknya akan dilakukan secara berkesinambungan, baik asuhan keperawatan pre operatif di bagian rawat inap, poliklinik, bagian bedah sehari (one day care), atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan di kamar operasi oleh perawat kamar bedah (Muttaqin & Sari, 2011). b. Fase intra operatif Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk kamar bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan atau ruang perawatan intensif (Hipkabi, 2014). Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan infus, pemberian medikasi intravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Dalam hal ini sebagai contoh memberikan dukungan psikologis selama induksi anastesi, bertindak sebagai perawat



scrub, atau membantu mengatur posisi pasien di atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip kesimetrisan tubuh (Smeltzer, 2010). Pengkajian yang dilakukan perawat kamar bedah pada fase intra operatif lebih kompleks dan harus dilakukan secara cepat dan ringkas agar segera dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien yang bersifat resiko maupun aktualakan didapatkan berdasarkan pengetahuan dan pengalaman keperawatan. Implementasi dilaksanakan berdasarkan pada tujuan yang diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim operasi, serta melibatkan tindakan independen dan dependen (Muttaqin & Sari, 2011). c. Fase post operatif Fase post operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) atau ruang intensive dan berakhir berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan rawat inap, klinik, maupun di rumah.lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anastesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, serta rujukan untuk penyembuhan, rehabilitasi, dan pemulangan (Hipkabi, 2014). C. Asuhan Keperawatan 1. Pre operasi a. Pengkajian pre operasi Pengkajian di ruang pra operasi perawat melakukan pengkajian ringkas mengenai kondisi fisik pasien dengan kelengkapannya yang berhubungan dengan pembedahan. Pengkajian ringkas tersebut berupa validasi, kelengkapan administrasi, tingkat kecemasan, pengetahuan pembedahan, pemeriksaan fisik terutama tanda-tanda vital, dan kondisi abdomen (Mutaqin, 2009). Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh. Pengkajian pasien pre operasi meliputi:



1) Identitas pasien meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, golongan darah, alamat, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa 2) Ringkasan hasil anamsesa pre operasi Keluhan ketika pasien dirawat sampai dilakukan tindakan sebelum operasi 3) Pengkajian psikologis, meliputi perasaan takut/cemas dan keadaan emosi pasien 4) Pengkajian fisik, pengkajian tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu. 5) Sistem integument, apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit/ lesi di area badan. 6) Sistem kardiovaskuler, apakah ada gangguan pada sisitem cardio, validasi apakah pasien menderita penyakit jantung, kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi, kebiasaan merokok, minum akohol, oedema, irama dan frekuensi jantung. 7) Sistem pernafasan, apakah pasien bernafas teratur 8) Sistem abdomen apakah pasien mengalami jejas dan nyeri pada abdomen 9) Sistem reproduksi, apakah pasien wanita mengalami menstruasi? 10) Sistem saraf, bagaimana kesadaran? 11) Validasi persiapan fisik pasien, apakah pasien puasa, perhiasan, make up, pakaian pasien, perlengkapan operasi dan validasi apakah pasien alergi terhadap obat? b.



Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien pre operasi dalam (SDKI,2017) yaitu: 1) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional 2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera kimiawi



c. Rencana keperawatan Menurut (SIKI, 2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan 2 diagnosa diatas adalah : 1) Ansietas berhubungan dengan Krisis Situasional



Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 jam, tingkat ansietas pasien menurun dengan kriteria hasil: a) Verbalisasi kebingungan menurun b) Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun c) Perilaku gelisah menurun d) Perilaku tegang menurun Intervensi : Observasi : a) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal: kondisi, waktu, stresor) b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan c) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan non verbal) Teraupetik: a) Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan c) Pahami situasi yang membuat ansietas d) Dengarkan dengan penuh perhatian e) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan f) Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan g) Motivasi mengidentifikasi situassi yang memicu kecemasan h) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang Edukasi: a) Jelaskan prosedur serta sensasi yang mungkin dialami b) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi f) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat h) Latih tekhnik relaksasi



Kolaborasi : a) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu 2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 jam, tingkat nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil: a) Keluhan nyeri menurun b) Meringis menurun c) Sikap protektif menurun d) Gelisah menurun e) Kesulitan tidur menurun Intervensi : Observasi : 1) Monitor efek samping penggunaan analgetik 2) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. 3) Identifikasi skala nyeri 4) Identifikasi nyeri non verbal 5) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 6) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri 7) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 8) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup Teraupetik : 1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misal : TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin.) 2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (misal : suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.) 3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi : 1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri



2) Jelaskan strategi meredakan nyeri 3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5) Ajarkan eknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu 2. Intra operasi a. Pengkajian keperawatan Pengkajian intra operasi secara ringkas mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan pembedahan, diantaranya adalah validasi identitas dan prosedur jenis pembedahan yang dilakukan, serta konfirmasi kelengkapan data penunjang laboratorium dan radiologi (Mutaqin, 2009). b. Diagnosis keperawatan Pasien yang dilakukan pembedahan akan melewati berbagai prosedur. Prosedur pemberian anastesi, pengaturan posisi bedah, manajemen asepsis dan prosedur bedah laparatomi. Masalah keperawatan yang akan muncul dalam (SDKI,2017) yaitu: 1) Resiko cedera berhubungan dengan perubahan sensasi Definisi: Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik. 2) Resiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan Definisi: Beresiko mengalami kehilangan darah baik internal (terjadi dalam tubuh) maupun eksternal (terjadi hingga keluar tubuh). c. Rencana keperawatan Menurut (SIKI,2018) Intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan diagnosa diatas adalah : 1) Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2-3 jam, tingkat perdarahan menurun dengan kriteria hasil: a) Perdarahan pasca operasi menurun



b) Hemoglobin membaik c) Tekanan darah dan denyut nadi membaik Intervensi Observasi : a) Monitor tanda dan gejala perdarahan b) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan sesudah kehilangan darah c) Monitor tanda-tanda vital ortostatik d) Monitor koagulasi Teraupetik : a) Pertahankan bedrest selama perdarahan b) Batasi tindakan invasif, jika perlu c) Gunakan kasur pencegah dekubitus d) Hindari pengukuran suhu rektal Edukasi : a) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan b) Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi c) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk mencegah konstipasi d) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan e) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K f) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan Kolaborasi : a) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu b) Kolaborasi pemberian produk darah , jika perlu c) Kolaborasi pemberian pelunak tinja , jika perlu 2) Risiko cidera berhubungan dengan perubahan sensasi Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2-3 jam, tingkat cedera menurun dengan kriteria hasil: a) Kejadian cedera menurun b) Luka/lecet menurun (SLKI,2019) Intervensi dalam buku NIC (Bulechek, 2013) a) Periksa monitor isolasi utama



b) Siapkan alat dan bahan oksigenasi dan ventilasi buatan c) Periksa keadekuatan fungsi dari alat-alat tersebut d) Monitor aksesoris spesifik yang dibututhkan untuk posisi bedah tertentu e) Periksa persetujuan bedah dan tindakan pengobatan lain yang diperlukan f) Periksa bersama pasien atau orang yang berkepentingan lainnya mengenai prosedur dan area pembedahan g) Berpartisipasi dalam fase “time out” dalam pre operatif untuk memeriksa terhadap prosedur; benar pasien, benar prosedur, benar area pembedahan, sesuai kebijakan instansi. h) Dampingi pasien pada fase transfer ke meja operasi sambil melakukan monitor terhadap alat i) Hitung kasa perban, alat tajam dan instrumen, sebelum, pada saat dan setelah pembedahan j) Sediakan unit pembedahan elektronik, alas lapang pembedahan dan elektroda aktif yang sesuai k) Periksa ketiadaan pacemaker jantung, implan elektrik lainnya,atau prothesis



logam



yang



merupakan



kontaindikasi



electrosurgicalsurgery l) Lakukan tindakan pencegahan terhadap radiasi ionisasi atau gunakan alat pelindung dalam situasi dimana alat tersebut dibutuhkan, sebelum operasi dimulai m) Sesuaikan koagulasi dan arus pemotong sesuai instruksi dokter atau kebijakan institusi n) Inspeksi kulit pasien terhadap cedera setelah menggunakan alat pembedahan elektronik. 3. Post operatif 1) Pengkajian Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan diantaranya adalah kesadaran, kualitas jalan nafas, sirkulasi, dan



perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan elektrolit, kardiovaskuler, lokasi daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat yang digunakan dalam pembedahan. 2) Diagnosa keperawatan post operatif Diagnosa post operasi saat post operatif dalam (SDKI,2017) meliputi: a) Resiko hipotermia perioperatif Definisi: Beresiko mengalami penurunan suhu tubuh dibawah 36oC secara tiba-tiba yang terjadi satu jam sebelum pembedahan hingga 24 jam setelah pembedahan Faktor risiko: (1) Prosedur pembedahan (2) Kombinasi anastesi regional dan umum (3) Skor american society of anastesiologist (ASA) > 1 (4) Suhu pra-operasi rendah < 36oC (5) Berat badan rendah (6) Neuropati diabetik (7) Komplikasi kardiovaskuler (8) Suhu lingkungan rendah (9) Transfer panas (mis. volume tinggi infus yang tidak dihangatkan, irigasi > 2 liter yang tidak dihangatkan) Kondisi klinis terkait: (1) Tindakan pembedahan b) Nyeri akut Definisi: Pengalaman sensorik atau eosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Penyebab: (1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma) (2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritaan) (3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, atihan fisik berlebihan)



c) Gangguan integritas



kulit / jaringan berhubungan dengan faktor



mekanis (luka bakar) dan pembedahan Definisi: Kerusakan kulit (dermis dan atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan /atau ligamen) 3) Rencana keperawatan Menurut (SIKI,2018) intervensi keperawatan yang dilakukan berdasarkan diagnosa diatas adalah : a) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisiologis Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 jam, tingkat nyeri pasien berkurang dengan kriteria hasil: (1) Keluhan nyeri menurun (2) Meringis menurun (3) Sikap protektif menurun (4) Gelisah menurun (5) Kesulitan tidur menurun Intervensi : Observasi : 1) Monitor efek samping penggunaan analgetik 2) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri. 3) Identifikasi skala nyeri 4) Identifikasi nyeri non verbal 5) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 6) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri 7) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 8) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup Teraupetik : 1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misal : TENS, hipnosis, akupresure, terapi musik, biofeedback,



terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin.) 2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (misal : suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.) 3) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri Edukasi : 1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 2) Jelaskan strategi meredakan nyeri 3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian analgetik , jika perlu b) Risiko hipotermi perioperatif b.d suhu lingkungan rendah Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan selama 1 jam, termoregulasi membaik dengan kriteria hasil: (1) Mengigil menurun (2) Suhu tubuh membaik (3) Suhu kulit membaik. Intervensi : Observasi : (1) Monitor suhu tubuh (2) Identifikasi penyebab hipotermia, (misal : terpapar suhu lingkungan



rendah,



kerusakan



hipotalamus,



penurunan



metabolisme, kekurangan lemak subkutan ) (3) Monitor tanda dan gejala akibat hipotermi Teraupetik : (1) Sediakan lingkungan yang hangat (misal: atur suhu ruangan)



laju



(2) Lakukan penghangatan pasif (misal: Selimut, menutup kepala, pakaian tebal) (3) Lakukan penghatan aktif eksternal (misal: kompres hangat, botol hangat, selimut hangat, metode kangguru) (4) Lakukan penghangatan aktif internal (misal : infus cairan hangat, oksigen hangat, lavase peritoneal dengan cairan hangat) c) Gangguan integritas



kulit / jaringan berhubungan dengan faktor



mekanis (luka bakar) dan pembedahan Intervensi : Observasi : 



Monitor karakteristik luka







Monitor tanda – tanda infeksi



Tarapeutik 



Lepaskan balutan dan plester secara perlahan







Bersihkan dengan caitan NaCl atau cairan nontoksik







Bersihkan jaringan nekrotik







Berikan salep yang sesuai ke kuit / lesi, jika perlu







Pasang balutan sesuai jenis luka







Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka







Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase



Edukasi 



Jelaskan tanda dan gejala infeksi







Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein



DAFTAR PUSTAKA Agung Prabowo. 2018. Tingkat kelelahan Kerja Perawat Kamar Bedah RSUP Dr Kariadi Semarang. Di publikasikan http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/1904 di akses pada 19 April 2020. AORN. (2013). Perioperative Standards and Recommended Practices, 2013 edition. Denver: AORN, Inc. Di publikasikan http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/1904 di akses pada 19 April 2020 Hipkabi. (2014). Buku Pelatihan Dasar-Dasar Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah (Cetakan Ke-15). Jakarta: Hipkabi Press Dipublikasikan http://repository.unimus.ac.id/id/eprint/1904 di akses pada 17 April 2020 Mansjoer, A.  (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI Musliha, 2010. Keperawatan Gawat darurat. Yogyakarta : Nuha Medika Mutaqqin, Arif, & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Perioperatif: Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika Muttaqin, Arif & Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal (Aplikasi asuhan keperawatan medikal bedah). Jakarta: Salemba medika Lemone Priscilla dkk. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol.2 Edisi 5, Jakarta: EGC Lusianah & Suratun. (2010). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Gastrointestnal. Jakarta: Trans Info Media Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses & Praktik, (Ed). Jakarta: EGC Smeltzer and Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. Soewito, B. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pasien pre operasi appendisitis di ruang rawat inap rumah sakit umum daerah siti aisyah kota lubuklinggau tahun 2017. Jurnal keperawatan lubuklinggau volume 5 No. 2 di akses pada 18 April 2020 Tim Pokja DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta. Tim Pokja DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta. Tim Pokja DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta.