Askep Trauma Thorax 3 Reg A-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN PASCA BEDAH KARDIOTHROAK Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah Lanjut Dosen Pembimbing : NS.Roma Setio S.Kep,M.kep Tingkat : 3 Reguler A Kelompok 1 DISUSUN OLEH : 1. 2. 3. 4. 5.



Mauliana Nurul Fahmi Putri Chintya Nurdiani Susi Ananda Zumaidil Aula



( P07120118 016 ) ( P07120118 028 ) ( P07120118 029 ) ( P07120118 036 ) ( P07120118 037 )



KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES ACEH D-III KEPERAWATAN BANDA ACEH 2021



1



KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat allah swt karena atas berkat dan rahmat nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul “asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien trauma thoraks” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah keperawatan medikal bedah lanjut diprogram studi ilmu keperawatan. Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.



2



DAFTAR ISI COVER...................................................................................................................1 KATA PENGANTAR............................................................................................2 DAFTAR ISI...........................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4 1.1 Latar Belakang..........................................................................................4 1.2 Rumusan Masalah....................................................................................5 1.3 Tujuan ......................................................................................................5 1.4 Manfaat.....................................................................................................6 BAB II TINJAUAN TEORITIS...........................................................................7 2.1 Anantomi Fisiologi...................................................................................7 2.2 Definisi...................................................................................................11 2.3 Etiologi...................................................................................................12 2.4 Epidemiliologi........................................................................................12 2.5 Patofisiologi............................................................................................14 2.6 Manifestasi Klinis...................................................................................14 2.7 Pathway..................................................................................................16 2.8 Komplikasi.............................................................................................17 2.9 Penatalaksanaan .....................................................................................17 2.10Pencegahan............................................................................................18 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................19 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5



Pengkajian Keperawatan......................................................................19 Diagnosa Keperawatan..........................................................................24 Perencaaanan Tindakan Keperawatan...................................................24 Implementasi Keperawatan...................................................................28 Evaluasi Keperawatan...........................................................................29



BAB IV PENUTUP..............................................................................................30 4.1 Kesimpulan ...........................................................................................30 4.2 Saran......................................................................................................17 DAFTAR PUSAKA.............................................................................................31



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut (sudoyo, 2010). Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%.dan hanya 1015% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian (sudoyo, 2010). Di australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma. Trauma



toraks



dapat



meningkatkan



kematian



akibat



pneumotoraks



38%,



hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flailchest 69% (nugroho, 2015). Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalu lintas atau luka tembak.bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus rongga paru-paru. Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita nampak kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi berkurang (sudoyo, 2010)



4



Trauma tumpul thoraks sebanyak 96.3% dari seluruh trouma thoraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab terbanyak dari trauma tumpul thoraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang disertai dengan trauma thoraks lebih tinggi (15,7%) dari pada yang tidak disertai trauma thoraks (12,8%) pengolahan trauma thoraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap harus menganut kaidah klasik dari pengolahan trauma pada umumnya yakni pengolahan jalan nafas, pemberian pentilasi dan control hemodianamik (patriani, 2012). Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera fisik sehingga dapat menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau orang dewasa. Di dalam thoraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah 1.2



Rumusan Masalah 1. Bagaimana teori trauma thoraks? 2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan trauma thoraks pada pasien yang mengalami trauma thorak ? 3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien trauma thoraks?



1.3



Tujuan 1.3.1 Tujuan umum Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai trauma thorak serta asuhan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah trauma thoraks. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Mahasiswa mampu mengetahui teori trauma thoraks. 2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada pasien trauma thoraks. 5



3. Mahasiswa mampu tindakan keperawatan pada pasien trauma thoraks. 1.4



Manfaat 1. Mahasiswa mampu memahami teori trauma thoraks. 2. Mahasiswa mampu konsep teori asuhan keperawatan pada pasien trauma thoraks. 3. Mahasiswa mampu memahami tindakan keperawatan pada pasien trauma thoraks



6



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi fisiologi Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih panjang dari pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru - paru dan mediastinum. Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua paru - paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu: sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga dada yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh darah dan saluran limfe (patriani, 2012). Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang melayang. Tulang kosta berfungsi melindungi organ vital rongga toraks seperti jantung, paru-paru, hati dan lien (patriani, 2012).



7



Batas tulang pada dinding toraks Batas tulang pada dinding toraks .muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada tiap spatium interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang bersebelahan. Setiap otot pada kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi mereka masing-masing: 1. Muskulus interkostal eksternal merupakan yang paling superficial 2. Mukulus interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal danprofundal Muskulus interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi yang samadengan muskulus interkostal internal. Otot ini paling tampak pada dinding torakslateral. Mereka melekat pada permukaan internal rusuk - rusuk yang bersebelahan sepanjang tepi medial lekuk kosta (nugroho, 2015). Muskulus



subkostal



berada



pada



bidang



yang



sama



dengan



m.interkostalprofunda, merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya semakin banyak diregio bawah dinding toraks posterior. Otot - otot ini memanjang dari permukaan interna satu rusuk sampai dengan permukaan internarusuk kedua atau ketiga di bawahnya (nugroho, 2015). Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam dinding toraks anterior dan berada pada bidang yang sama dengan m.interkostal profunda. Muskulus torakal transversus muncul dari aspek posteriorprosesus xiphoideus, pars inferior badan sternum, dan kartilage kosta rusuk sejati di bawahnya.



8



Suplai Arterial Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks terutama terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan mengelilingi dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara rusuk - rusuk yang bersebelahan (hudak, 2011). Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal posterior yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal suprima, yang turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus kostoservikal pada leher. Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya berasal dari permukaan posterior aorta torakalis (hudak, 2011). Pada sekitar level spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang menjadi dua cabang terminal : 1. Arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior menujudinding abdomen anterior. 2. Arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati diafragma, dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir arteri interkostal anterior yang menyuplai enam spatium interkostal teratas muncul sebagai cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan yang menyuplai spatium 9



yang lebih bawah berasal dari arteri muskuloprenikus. Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat dua arteri interkostal anterior : 1) Satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya, 2) Satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian bertemu dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal posterior distribusi pembuluh - pembuluh interkostal anterior dan posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi hubungan anastomosis.



Suplai Vena . Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola suplai arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan didrainase menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang terhubung dengan vena brakhiosefalika dalam leher. Vena - vena interkostal posterior pada sisi kiri akan bergabung dan membentuk vena interkostal superior kiri, yang akan didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri (patriani, 2012). Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam limfonodi yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus parasternal), dengan kepala dan leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan diafragma (nodus diafrgamatikus) (patriani, 2012).



10



Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang merupakan ramus anterior nervus spinalis t1 - t11 dan terletak pada spatium interkostalis di antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Nervus interkostal berakhir sebagai cabang kutaneus anterior, yang muncul baik secara parasternal, di antara kartilage kosta yang bersebelahan, ataupun secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen anterior, untuk menyuplai kulit pada toraks, nervus interkostal membawa : 1. Inervasi



somatik



motorik



kepada



otot







otot



dinding



toraks



(Intercostal,subcostal, and transversus thoracis muscles ) 2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal. 3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer. Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas disuplai oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher. Selain menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi area lainnya : 1. Ramus anterior t1 berkontribusi ke pleksus brakhialis 2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua berkontribusikepada innervasi kutaneus permukaan medial lengan atas. 3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan peritoneum dinding abdomen 2.2 Definisi Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (nugroho, 2015). Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (rendy, 2012).



11



Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut.trauma thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (sudoyo, 2010) Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah trauma yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam. 2.3



Etiologi Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65% dan trauma tajam 34.9 % (ekpe & eyo, 2014). Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (saaiq, et al., 2010). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling (sudoyo, 2010). Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, Berenergi sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan pneumotoraks seperti pada aktivitas menyelam (hudak, 2011). Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera (sudoyo, 2010). 12



2.4



Epidemiologi Peningkatan pada kasus trauma toraks dari waktu ke waktu tercatat semakin tinggi.hal ini banyak disebabkan oleh kemajuan sarana transportasi diiringi oleh peningkatan



kondisi



sosial



ekonomi



masyarakat.



Trauma



toraks



secara



langsungmenyumbang 20% sampai 25% dari seluruh kematian akibat trauma, danmenghasilkan lebih dari 16.000 kematian setiap tahunnya di amerika serikatbegitu pula pada negara berkembang (hudak, 2011). Di amerika serikat penyebab paling umumdari cedera yang menyebabkan kematian pada kecelakaan lalu lintas, dimanakematian langsung terjadi sering disebabkan oleh pecahnya dinding miokard atauaorta toraks. Kematian dini (dalam 30 menit pertama sampai 3 jam) yangdiakibatan oleh trauma toraks sering dapat dicegah, seperti misalnya disebabkanoleh tension pneumotoraks , tamponade jantung, sumbatan jalan napas, danperdarahan yang tidak terkendali. Oleh karena seringnya kasus trauma toraksreversibel atau sementara tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukantindakan operasi, sangat penting untuk dokter yang bertugas di unit gawat daruratmengetahui lebih banyak mengenai patofisiologi, klinis, diagnosis, serta jenis penanganan lebih (nugroho, 2015). Di antara pasien yang mengalami trauma toraks, sekitar 50% akan mengalami cedera pada dinding dada terdiri dari 10% kasus minor, 35% kasus utama, dan 5% flail chest injury. Cedera dinding dada tidak selalu menunjukkan tanda klinis yang jelas dan sering dengan mudah saja diabaikan selama evaluasi awal (hudak, 2011). Di australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. Dengan adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien dengan trauma. Trauma



toraks



dapat



meningkatkan



kematian



akibat



pneumotoraks



38%,



hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail Chest 69% (hudak, 2011). Trauma tumpul toraks menyumbang sekitar 75%-80% dari keseluruhan trauma toraks dan sebagian besar dari pasien ini juga mengalami cedera ekstratoraks.trauma tumpul pada toraks yang menyebabkan cedera biasanya disebabkan oleh salah satu 13



dari tiga mekanisme, yaitu trauma langsung pada dada, cedera akibat penekanan, ataupun cedera deselarasi.



2.5



Patofisiologi Utuhnya



suatu



dinding



toraks



sangat



diperlukan



untuk



sebuah



ventilasipernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot -otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru – paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur - struktur yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4 komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum.dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot - otot yang terkait (sudoyo, 2009). Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru termasuk paru – parudan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumokel.mediastinum termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (sudoyo, 2009). Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari Cedera, cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari. Pasien – pasien t3wtrauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi



14



respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung (sudoyo, 2009). 2.6



Manifestasi klinis Adapun tanda dan gejala pada pasien trauma thorax menurut hudak, (2009) yaitu : 1. Temponade jantung a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung b. Gelisah c. Pucat, keringan dinginpeninggian tvj (9tekanan vena jugularis) d. Pekak jantung melebar e. Bunyi jantung melemah f. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure g. Ecg terdapat low voltage seluruh lead h. Perikardiosentesis kuluar darah (fkui:2005) 2. Hematothorax a. Pada wsd darah yang keluar cukup banyak dari wsd b. Gangguan pernapasan (fkui:2005) 3. Pneumothoraks a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas b. Gagal pernapasan dengan sianosis c. Kolaps sirkulasi d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik



15



2.7



Pathway



Trauma tajam atau tumpul



Thoraks



Cedera jaringan lunak, cedera/hilangnya kontinuitas struktur



Akumulasi cairan dalam kavum pleura



Ekspansi paru



Gangguan ventilasi



Perdarahan jaringan interstitium, pendarahan intra alveolar, kolaps arteri dan arteri-arteri kecil, hingga tahanan perifer pembulh darah paru meningkat.



Hemathoraks Ketidakefektifan pola nafas



Edema tracheal/faringeal, peningkatan produksi secret dan penurunan kemampuan batuk efektif



Reabsorbsi darah oleh pleura tidak memadai/tidak optimal Diskontinuitas jaringan



Thorakdrains bergeser Pemasangan WSD



16



2.8



Komplikasi Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%, pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum 20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akanmenjadi ards. Walaupun angka kematian ards menurun dalam decadeterakhir, ards masih merupakan salah satu komplikasi trauma toraks yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (nugroho, 2015). 



kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks yangpaling sering terjadi.sebagai akibat dari trauma tumpul dinding toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah pada kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta.







fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung maupuntidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri, yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.







flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.







fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering kalidisertai dengan fraktur kosta multipel.



 



kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks reseptor yang Merangsang nyeri pada periver kulit palingumum terjadi. Nyeri akut pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi tiba Resikodada infeksi kerusakan integritas Ketidakefektifan kulit bersihan jalan 17



napas



tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat menyebabkan rupture alveolus..gejala yang paling umum pada pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu. 2.9



Penatalaksanaan Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma lainnya dan meliputi abcde, yaitu a: airway patency with care ofcervical spine, b: breathing adequacy, c: circulatory support, d: disabilityassessment, dan e: exposure without causing hypothermia (nugroho, 2015). Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara keseluruhan harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi jalan napas, tension pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif, hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang besar (nugroho, 2015). Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi utama untuk intubasi endotrakeal darurat.resusitasi cairan intravena merupakan terapiutama dalam menangani syok hemorhagik.manajemen nyeri yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma toraks.Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia, hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal napas (hudak, 2011). Pasien dengan tanda klinis tension pneumotoraks harus segera menjalani dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube. Foto toraks harus dihindari pada pasien - pasien ini karena diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x - ray hanya akan menunda pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan (hudak, 2011).



2.10 Pencegahan Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami 18



pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut (patriani, 2012) .



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1



Pengkajian Keperawatan 1. Pengkajian primer a. Airway Trauma ini diketahui apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya tanda perubahan kualitas suara dan trauma yang luas pada daerah leher akan menyebabkan terabanya defek pada regio sendi sternoclavikula. penanganan trauma ini paling baik dengan reposisitertutup fraktur dan jika perlu dengan intubasi endotracheal. b. Breathing Gejala yang terpenting dari trauma thorax adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola pernapasan, terutama pernapasan yang dengan lambat memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang mempengaruhi breathing harus dikenal dan diketahui selama primary survey. c. Circulation Adnya tanda-tanda syok dapat disebebkan oleh hematothorax masif maupun tension pneumothorax. Penderita trauma thorax didaerah sternum



19



yang menunjukkan adanya disritmia harus dicurigai adanya trauma miokard.  Open Pneumothorak open pneumothorad adalah menutup lubang pada dinding dada ini sehingga open pneumothorax menjadi closed pneumothrax (tertutup). Prinsip penutupan bersih. Harus segera ditambahkan bahwa apabila selain lubang pada dinding dada, juga ada lubang pada paru, maka usaha menutuo lubang ini secara total (occlusive dressing) dapat mengkibatkan terjadinya tension pneumothorax. Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah : a) Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plaster pada 3 sisinya, sedangkan pada sisi yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/soffratule pada sisi dalamnya supaya kedap udara). b) Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka harus sering dievaluasi paru. Apabila ternyata timbul pada tension pneumothorax maka kasa harus dibuka, c) Pada luka yang besar dapat dipakai plastik infus yang digunting sesuai ukuran.  Tension Pneumothorax Penatalaksanaan tension pneumothorax adalah dengan dekompresi “needle thoracosintesis”, yakni menusuk dengan jarum besar pada ruang interncostal 2 pada garis midclavicularis. Terapi definitif dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 diantara garis axillaris dan misaxillaris.  Hemathorax Masif Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan operatif. Terapi awal yang harus dilakukan adalah penggantian volume darah yang dilakukan bersama dengan dekompresi rongga pleura dan kebutuhan thorakotomi diambil bila 20



didapatkan kehilangan darah awal lebih dari 1500 ml atau kehilangan darah terus menerus 200 cc/jam dalam waktu 2-4 jam.  Flaill Chest Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat, pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri resusitasi cairan. Sesak nafas berat akibat kerusakan perenkim paru mungkin harus dilakukan ventilasi tambahan  Tamponade Jantung Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan pada penderita temponade jantung tetapi tidak boleh menghambat untuk dilakukannya resusitasi. Metode yang cepat untuk menyelamatkan penderita ini adalah dilakukan pericardiosintesis (penusukan rongga perikardium) dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut. Tindakan definitif adalah dilakukan perikardiotomi yang dilakukan oleh ahli bedah.. 2. Pengkajian sekunder 1) Anamnesis a. Identitas klien, Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnostik medik, alamat. b. Identitas penanggung jawab, Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung jawab selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat. 2) Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama, merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri pada dada dan gangguan bernafas.



21



b. Riwayat kesehatan sekarang,merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana (nyeri yang dirasakan klien, Regional (R) yaitu penyebaran nyeri, safety (S) yaitu posisi yang sesuai untuk mengurangi nyeri dan dapat membuat klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri. c. Riwayat kesehatan yang lalu,Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah terdapat riwayat sebelumnya. 3. Pengkajian Sekunder Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 2000) meliputi :  Aktivitas istirahat Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.  Sirkulasi Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.  Integritas ego Tanda : ketakutan atau gelisah.  Makanan dan cairan Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.  Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen. Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.  Keamanan Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan. 22



4. Pemeriksaan Fisik 1) Sistem Pernapasan : 



Sesak napas







Nyeri, batuk-batuk.







Terdapat retraksi klavikula/dada.







Pengambangan paru tidak simetris.







Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.







Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)







Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.







Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.







Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.







Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.



2) Sistem Kardiovaskuler : 



Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.







Takhikardia, lemah







Pucat, Hb turun /normal.







Hipotensi.



3) Sistem Muskuloskeletal - Integumen. 



Kemampuan sendi terbatas







Ada luka bekas tusukan benda tajam.







Terdapat kelemahan.







Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.



4) Sistem Endokrine 



Terjadi peningkatan metabolisme.







Kelemahan.



5) Sistem Sosial / Interaksi. 23







Tidak ada hambatan.



6) Spiritual : 



Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.



5. Pemeriksaan Diagnostik : 1) Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. 2) Pa Co2 kadang-kadang menurun. 3) Pa O2 normal / menurun. 4) Saturasi O2 menurun (biasanya) 5) Hb mungkin menurun (kehilangan darah) 6) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan Data tambahan pasien 1. Data psikologi: Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik dalam proses keperawatan 2. Data social: Hubungan keluarga dan klien baik, terlihat dari keluarga yang selalu menunggu klien. 3. Data spiritual: Klien beragama



islam, keluarga



selalu berdoa



untuk kesembuhan klien. 3.2



Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan Perfusi Jaringan. 2. Ketidakefektifan pola pernapasan. 3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas. 4. Resiko terjadinya syok Hipovolemia.



3.3 N



Diagnosa



Perencanaan keperawatan Tujuan dan Kriteria



Intervensi



24



o 1.



Keperawatan Gangguan



Tujuan :



(NOC)



(NIC) Rasional 1. Kaji faktor penyebab dari 1. Deteksi dini



Perfusi



Setelah diberikan asuhan



situasi/keadaan



memprioritaskan



Jaringan



keperawatan



individu/penyebab penurunan



mengkaji



perfusi jaringan



neurologi/tanda-tanda



selama



(1x24) jam diharapkan dapat



mempertahankan



untuk intervensi, status



kegagalan untuk menentukan



perfusi jaringan.



perawatan kegawatan atau



Kriteria Hasil:



tindakan pembedahan



 Tanda-tanda



vital



dalam batas normal  Kesadaran meningkat



2. Menganalisa 2. Monitor



dan



mencatatnya



 Menunjukkan perfusi 3. Monitor adekuat



GCS keadaan



tingkat



kesadaran 3. Memberikan



umum



pasien



tentang



informasi



derajat/keadekuatan



perfusi



jaringan



dan



membantu menentukan keb. intervensi. 4. Memaksimalkan



transport



oksigen ke jaringan 5. Mengidentifikasi 4. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi



defisiensi



dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi



5. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. 2.



Ketidakefektif



Tujuan :



an pola



Setelah diberikan asuhan



biasanya dengan peninggian



maksimal,



pernapasan



keperawatan



kepala tempat tidur. Balik ke



ekspansi paru dan ventilasi



sisi yang sakit. Dorong klien



pada sisi yang tidak sakit



selama(1X24)



1. Berikan posisi yang nyaman, 1. Meningkatkan



jam



diharapkan



dapat



untuk



mempertahan



jalan



mungkin.



duduk



inspirasi meningkatkan



sebanyak



25



nafas .



2. Observasi fungsi pernapasan, 2. Distress



pernapasan



dan



Keiteria Hasil :



catat frekuensi pernapasan,



perubahan pada tanda vital



 Mengalami perbaikan



dispnea



dapat terjadi sebgai akibat



pertukaran



gas-gas



atau



perubahan



tanda-tanda vital.



stress fisiologi dan nyeri atau



pada paru.



dapat



 Memperlihatkan



terjadinya syock sehubungan



frekuensi pernapasan yang efektive.  Adaptive



menunjukkan



dengan hipoksia 3. Jelaskan pada klien bahwa 3. Pengetahuan



mengatasi



faktor-faktor



tindakan tersebut dilakukan



diharapkan



untuk menjamin keamanan.



mengurangi



penyebab.



apa



yang dapat



ansietas



dan



mengembangkan kepatuhan klien



terhadap



rencana



teraupetik. 4. Pertahankan perilaku tenang, 4. Membantu klien mengalami bantu pasien untuk kontrol



efek fisiologi hipoksia, yang



diri



dapat



dnegan



menggunakan



pernapasan lebih lambat dan



dimanifestasikan



sebagai ketakutan/ansietas.



dalam. 5. Perhatikan



alat



bullow 5. Mempertahankan



drainase berfungsi baik, cek



tekanannegatif



intrapleural



setiap 1 – 2 jam



sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru



3.



Ketidakefektif an



Tujuan :



1. Jelaskan



bersihan Setelah diberikan asuhan



jalan napas



keperawatan



selama



klien



kegunaan batuk yang efektif



diharapkan akan membantu



dan



mengembangkan



mengapa



terdapat



diharapkan jalan nafas



penumpukan



pasien normal, dengan



saluran Pernapasan.



Kriteria hasil :



optimum/drainase cairan. tentang 1. Pengetahuan yang



sekret



di



klien



terhadap



kepatuhan rencana



teraupetik



2. Ajarkan klien tentang metode 2. Batuk yang tidak terkontrol



26



 Menunjukkan



batuk



yang efektif.  Tidak



yang



tepat



pengontrolan



batuk.



ada



lagi



penumpukan sekret di



adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi



3. Auskultasi paru sebelum dan 3. Pengkajian sesudah klien batuk.



ini



membantu



mengevaluasi



saluran pernapasan



keefektifan



upaya batuk klien.



 Klien tampak nyaman



4. Dorong



atau 4. Hiegene mulut yang baik



berikanperawatan mulut yang



meningkatkan



rasa



baik setelah batuk



kesejahteraan dan mencegah bau mulut.



5. Kolaborasi kesehatan



dengan lain



tim 5. Expextorant



Pemberian



antibiotika atau expectorant.



untuk



memudahkan mengeluarkan lendir



dan



mengevaluasi



perbaikan kondisi klien atas 4.



Resiko



Tujuan :



1. Monitor



terjadinya syok



Setelah diberikan asuhan



Hipovolemia



keperawatan



keadaan



pengembangan parunya umum 1. Untuk memonitor kondisi



pasien



selama



pasien



selama



terutama



perawatan



saat



terjadi



diharapkan klien tidak



perdarahan. Perawat segera



mengalami



mengetahui



syok



hipovolemik, dengan



presyok / syok



Kriteria hasil : 



2. Observasi vital sign setiap 3 2. Perawat



Tanda Vital dalam batas



normal



jam atau lebih



(N:



20x/menit)



RR



perlu



mengobaservasi untuk



120-60 x/menit, S : 36-3oC,



tanda-tanda



vital



memastikan



terus sign tidak



terjadi presyok / syok



: 3. Jelaskan pada pasien dan 3. Dengan melibatkan pasien keluarga tanda perdarahan,



dan keluarga maka tanda-



dan segera laporkan jika



tanda



terjadi perdarahan



segera diketahui dan tindakan



perdarahan



dapat



yang cepat dan tepat dapat



27



segera diberikan. 4. Kolaborasi



:



Pemberian 4. Cairan intravena diperlukan



cairan intravena



untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat



5. Kolaborasi : pemeriksaan : 5. Untuk HB, PCV, trombosit



mengetahui



tingkat



kebocoran pembuluh darah yang



dialami



untuk



acuan



pasien



dan



melakukan



tindakan lebih lanjut.



3.4 No 1.



Implementasi Keperawatan



Diagnosa Keperawatan Gangguan Perfusi Jaringan.



1. Mengkaji



Implementasi faktor penyebab dari



situasi/keadaan



individu/penyebab penurunan perfusi jaringan. 2. Memonitor GCS dan mencatatnyaMonitor keadaan umum pasien misal seperti TTV 3. Memberikan oksigen tambahan sesuai indikasi 4. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai 2.



Ketidakefektifan pola pernapasan.



indikasi. 1. Memberikan



posisi



yang



nyaman,



biasanya



dengan



peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. 2. Memobservasi kan fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. 3. Menjelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.



28



4. Mempertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan



pernapasan lebih lambat dan



dalam 5. Memperhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek 3.



Ketidakefektifan bersihan jalan napas.



setiap 1 – 2 jam 1. Menjelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di saluran Pernapasan. 2. Mengajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. 3. Mengauskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. 4. Mendorong atau berikanperawatan mulut yang baik setelah batuk 5. Mengkolaborasi dengan tim kesehatan lain Pemberian



4.



Resiko terjadinya syok Hipovolemia



antibiotika atau expectorant. 1. Monitor keadaan umum pasien 2. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih 3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan 4. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena 5. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit .



3.5



Evaluasi Keperawatan Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah : 1. Gangguan Perfusi Jaringan teratasi. 2. Pola pernapasan efektive.



29



3. Jalan napas lancar/normal 4. Resiko terjadinya syok Hipovolemia teratasi.



BAB IV PENUTUP 1.1



Kesimpulan Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat



thorax akut. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang



mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (sudoyo, 2010) Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di amerika serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%. Dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian (sudoyo, 2010). Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada



yang



disebabkan oleh



benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (rendy, 2012).



30



1.2



Saran Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk menyempurnakan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Aru w, sudoyo. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid ii, edisi v. Jakarta: interna publishing Hudak dan gallo. (2011). Keperawatan kritis: pendekatan asuhan holistik. Edisi - viii jakarta: egc Nugroho, t. Putri, b.t, & kirana, d.p. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat darurat. Padang : medical book Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta : penerbit buka Mediaction. Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada. http://asuhankeperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-traumadada.html. Diakses pada tanggal 02 Januari 2019 Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam . yogjakarta : Nuha medika



31