BAB I Psikiatrik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Instalasi rawat darurat (IRD) merupakan tempat yang penuh dengan kesibukan dimana sindrom psikiatrik akut seringkali muncul dan menimbulkan kesulitan dalam diagnostik dan manajemen. Ruang kedaruratan di rumah sakit awalnya digunakan untuk mengatasi dan memberikan pelayanan segera pada pasien dengan kondisi medis atau trauma akut. Peran ini kemudian meluas dengan memberikan pelayanan segara pada tipe kondisi lain, termasuk pasien yang mengalami kedaruratan psikiatri. (Petit, 2004; Trent, 2013) Kedaruratan psikiatri merupakan keadaan yang tak terduga dengan potensi katastrophic, dengan demikian diharapkan praktisi kesehatan mental harus siap untuk mengatasi krisis seperti keinginan bunuh diri, agitasi dan agresi, serta keadaan confusional state. Berdasarkan data yang dikumpulkan pada tahun 2001, didapatkan 30% pasien dengan depresi unipolar, 26% psikosis, 20% dengan penyalahgunaan zat, 14% bipolar, 4% gangguan penyesuaian, 3% gangguan cemas, dan 2% dengan demensia. Sekitar 40 persen dari semua pasien terlihat di ruang gawat darurat psikiatri memerlukan rawat inap. Sebagian besar kunjungan terjadi selama jam malam, dan tidak ada perbedaan antara hari, minggu, bulan, atau tahun. (Allen et al., 2002; Sadock and Sadock, 2010) Banyak penyakit medis umum yang memberikan gejala gangguan perilaku dan dapat menyebabkan perubahan dalam berpikir dan mood. Berbagai gejala tersebut menyebabkan peningkatan keterlibatan psikiatri dalam pelayanan kedaruratan. Saat ini juga telah banyak pasien dengan alasan medis yang datang dengan ciri-ciri kepribadian dan mekanisme koping yang maladaptif yang dapat mempersulit penatalaksanaan medisnya. Dalam semua situasi ini, peran psikiater sebagai konsultan dan penghubung dapat menjadi sangat penting dalam memfasilitasi perawatan yang tepat. Psikiater hendaknya mampu dalam mengelola pasien yang mengalami kegawatdaruratan, mengelola masalah sistem rumah sakit, informasi tentang penyakit medis dan psikiatris, terampil dalam konflik resolusi, etis dan legal tentang tanggung jawab untuk keamanan pasien, dan mampu melayani sebagai pemimpin tim yang bisa terjun langsung dalam krisis. (Riba, et al., 2010)



1



Secara keseluruhan, kedaruratan psikiatri merupakan bidang yang masih terus berkembang. Klinisi diharapkan memiliki kemampuan atau keahlian pada consultation-liaison psychiatry, manajemen krisis, brief psychotherapy, risk assessment dan pengetahuan yang luas mengenai pengobatan, sistem pelayanan rumah sakit dan kesehatan, serta psikiatri secara umum. (Riba et al., 2010) B. RUMUSAN MASALAH 1. Jelaskan pengertian kedaruratan dalam psikiatri 2. Jelaskan tujuan pelayanan kedaruratan psikiatri 3. Bagaimana Proses Evaluasi Kedaduratan Psikiatri 4. Jelaskan Tujuan Terapi Rehabilitas 5. Bagaimana Penatalaksanaan Kedaruratan Psikiatri 6. Bagaimana Intervensi Psikososial pada Kedaruratan Psikiatri C. TUJUAN MASALAH 1. Tujuan Umum



Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran umum tentang keperawatan gawat darurat psikiatri serta mampu berperan sebagai perawat jiwa baik di Rumah Sakit atau di komunitas. 2. Tujuan Khusus a. Memenuhi tugas keperawatan Gadar Psikiatri b. Untuk memperdalam pengetahuan dalam keperawatan Gadar Psikiatri c. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan pengertian keperawatan Gadar Psikiatri d. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan faktor penyebab diadakannya keperawatan Gadar Psikiatri e. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala bunuh diri f. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala prilaku kekerasan g. Teman-teman mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala gaduh/gelisah 2



BAB II ISI A. PENGERTIAN KEDARURATAN PSIKIATRIK Berdasarkan konsensus yang dikembangkan oleh American Psychiatric Association (APA) menyebutkan bahwa kedaruratan psikiatri adalah gangguan yang bersifat akut, baik pada pikiran, perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan intervensi segera yang didefinisikan oleh pasien, keluarga pasien, atau masyarakat. (Trent, 2013) Rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. Keperawatan Kegawat Daruratan (emergency Nursing) Adalah bagian dari keperawatan dimana perawat memberikan asuhan kepada klien yang sedang mengalami keadaan yang mengancam kehidupan karena sakit atau kecelakaan. Unit Gawat Darurat Adalah tempat/unit di RS yang memiliki tim kerja dengan kemampuan khusus & peralatan yang memberikan pelayan pasien gawat darurat, merupakan rangkaian dari upaya penanggulangan pasien dengan gawat darurat yang terorganisir. Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting. Keperawatan Gawat Darurat adalah pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu keperawatan gawat darurat & tehnik keperawatan gawat darurat berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio- spiritual yang komprehensif ditujukan pada semua kelompok usia yang sedang mengalami masalah kesehatan yang bersifat urgen , akut dan kritis akibat trauma, proses kehidupan ataupun bencana. B. FAKTOR PENYEBAB GADAR PSIKIATRI Kondisi Kedaruratan Adalah suatu kondisi dimana terjadi gangguan integritas fisiologis atau psikologis secara mendadak. Semua masyarakat berhak mendapat 3



perawatan kesehatan gawat darurat, pencegahan, primer, spesialistik serta kronik. Perawatan GD harus dilakukan tanpa memikirkan kemampuan pasien untuk membayar. Semua petugas medis harus diberi kompensasi yang adekuat, adil dan tulus atas pelayanan kesehatan yang diberikannya. Diperlukan mekanisme pembayaran penggantian atas pelayanan gratis, hingga tenaga dan sarana tetap tejaga untuk setiap pelayanan. Ini termasuk mekanisme kompensasi atas penderita yang tidak memiliki asuransi, bukan penduduk setempat atau orang asing. Semua pasien harus mendapat pengobatan, tindakan medis dan pelayanan memadai yang diperlukan agar didapat pemulihan yang baik dari penyakit atau cedera akut yang ditindak secara gawat darurat. Tempat rujukan layanan kegawatdaruratan psikiatrik biasanya dikenal sebagai Psychiatric Emergency Service, Psychiatric Emergency Care Centres, atau Comprehensive Psychiatric Emergency Programs. Tenaga kesehatan terdiri dari berbagai disiplin, mencakup kedokteran, ilmu perawatan, psikologi, dan karya sosial di samping psikiater. Untuk fasilitas, kadang dirawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal jiwa, atau unit gawat darurat, yang menyediakan perawatan segera bagi pasien selama 24 jam. Di dalam lingkungan yang terlindungi, pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik diberikan untuk memperoleh suatu kejelasan diagnostik, menemukan solusi alternatif yang sesuai untuk pasien, dan untuk memberikan penanganan pada pasien dalam jangka waktu tertentu. Bahkan diagnosis tepatnya merupakan suatu prioritas sekunder dibandingkan dengan intervensi pada keadaan kritis. Fungsi pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik adalah menilai permasalahan pasien, memberikan perawatan jangka pendek, memberikan pengawasan selama 24 jam , mengerahkan tim untuk menyelesaikan intervensi pada tempat kediaman pasien, menggunakan layanan manajemen keadaan darurat untuk mencegah krisis lebih lanjut, memberikan peringatan pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, dan menyediakan pelayanan konseling lewat telepon. C. TANDA DAN GEJALA AWAL 1. Bunuh diri Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993). Perilaku bunuh diri atau 4



destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993). Dikutip dari situs kesehatan mental epigee.org, berikut ini adalah tandatanda bunuh diri yang mungkin terjadi: 1. Bicara mengenai kematian: Bicara tentang keinginan menghilang, melompat, menembak diri sendiri atau ungkapan membahayakan diri. 2. Baru saja kehilangan: kematian, perceraian, putus dengan pacar atau kehilangan pekerjaan, semuanya bisa mengarah pada pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Kehilangan lainnya yang bisa menandakan bunuh diri termasuk hilangnya keyakinan beragama dan hilangnya ketertarikan pada seseorang atau pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati. 3. Perubahan kepribadian: seseorang mungkin memperlihatkan tanda-tanda kelelahan, keraguan atau kecemasan yang tidak biasa. 4. Perubahan perilaku: kurangnya konsentrasi dalam bekerja, sekolah atau kegiatan sehari-hari, seperti pekerjaan rumah tangga. 5. Perubahan pola tidur: tidur berlebihan, insomnia dan jenis gangguan tidur lainnya bisa menjadi tanda-tanda dan gejala bunuh diri. 6. Perubahan kebiasaan makan: kehilangan nafsu makan atau bertambahnya nafsu makan. Perubahan lain bisa termasuk penambahan atau penurunan berat badan. 7. Berkurangnya ketertarikan seksual: perubahan seperti ini bisa mencakup impotensi, keterlambatan atau ketidakteraturan menstruasi. 8. Harga diri rendah: gejala bunuh diri ini bisa diperlihatkan melalui emosi seperti malu, minder atau membenci diri sendiri. 9. Ketakutan atau kehilangan kendali: seseorang khawatir akan kehilangan jiwanya dan khawatir membahayakan dirinya atau orang lain. 10. Kurangnya harapan akan masa depan: tanda bunuh diri lainnya adalah seseorang merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan dan segala hal tidak akan pernah bertambah baik.



5



Beberapa tanda bunuh diri lainnya meliputi pernah mencoba bunuh diri, memiliki



riwayat



penyalahgunaan



obat



atau



alkohol,



belanja



berlebihan,



hiperaktivitas, kegelisahan dan kelesuan.



2. Perilaku kekerasan Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan



oleh



sejumlah



anggota



keluarga



bahkan



polisi.



Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005).



Perilaku



kekerasan



atau



agresif



merupakan



suatu



bentuk



perilaku



yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993 dalam Depkes, 2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman ( Stuart dan Sunden, 1997 ). Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan. Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Dapat dilakukan pengkajian dengan cara:



1. ObservasI : Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi, berdebat. Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang 2. Wawancara : Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan klien. Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda -tanda marah adalah sebagai berikut : a. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel. b. Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik, penyalahgunaan obat dan tekanan darah. c. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. d. Spiritual



:



kemahakuasaan,



kebajikan/kebenaran



diri,



keraguan,



tidak bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat. 6



e. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan humor.



Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut: 1.



Muka merah



2.



Pandangan tajam



3.



Otot tegang



4.



Nada suara tinggi



5.



Berdebat



6.



Kadang memaksakan kehendak



Gejala yang muncul : 1.



Stress



2.



Mengungkapkan secara verbal



3.



Menentang



D. Dasar Hukum Pelayanan Kedaruratan Psikiatri Penaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit. Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5l UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa “Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat” termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu. Tentunya 7



upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta). Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan. Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil. Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa “pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu “. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang memelakukanngandung risiko. Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa “tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan”. Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk 8



melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu. Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupun yang teriatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untuk melakukan tindakan medis dalam undang-undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan, karena masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan di bidang kesehatan. Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang ini (misainya petugas 118), maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa.



9



BAB III KESIMPULAN A. KESIMPULAN Kedaruratan psikiatri merupakan keadaan yang tak terduga dengan potensi katastrophic. Berdasarkan konsensus yang dikembangkan oleh American Psychiatric Association (APA) menyebutkan bahwa kedaruratan psikiatri adalah gangguan yang bersifat akut, baik pada pikiran, perilaku, atau hubungan sosial yang membutuhkan intervensi segera yang didefinisikan oleh pasien, keluarga pasien, atau masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pasien kedaruratan psikiatri yaitu tindakan kekerasan atau agitasi, withdrawal dan intoksikasi zat, bunuh diri, kekerasan domestik, kekerasan terhadap anak dan lansia, serta perkosaan. Secara keseluruhan, kedaruratan psikiatri merupakan bidang yang masih terus berkembang. Klinisi diharapkan memiliki kemampuan atau keahlian pada consultation-liaison psychiatry, manajemen krisis, brief psychotherapy, risk assessment dan pengetahuan yang luas mengenai pengobatan, sistem pelayanan rumah sakit dan kesehatan, serta psikiatri secara umum. (Riba et al., 2010) Penaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.



B. SARAN 1. Selalu berfikiran positif akan segala hal 2. Selalu mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa 3. Menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang positif 4. Jangan mencoba-coba sesuatu yang tidak baik.



10



DAFTAR PUSTAKA Adam K. 2010. Kedaruratan Psikiatrik dalam Praktik. Jakarta : Proffesional Book Allen H, et al., 2002, Emergency Psychiatry (Review of Psychiatry Series, Vol 21, Number 3, American Psychiatric Publishing, Inc., Washington DC. Duckworth K. dan Freedman J., 2012, Psychosocial Treatments, Review article, National Alliance on Mental Illness, www.nami.org Elvira S. D., 2005, Kumpulan Makalah Psikoterapi, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, Jakarta. Guerrero Anthony dan Piasecki Melissa (ed), 2008, Problem-Based Behavioral Science and Psychiatry, Springer Science and Business Media, New York. Heriani, Kusumadewi Irmia, Siste Kristiani, 2010, Kedaruratan Psikiatri dalam Buku Ajar Psikiatri, Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Jacobs D and Brewer M, 2004, APA Practice Guideline Provides Recommendations for Assesing and Treating Patients With Suicidal Behaviours, Psychiatric Annals 34:5 halaman 373-380. Jacobs D. G., Baldessarini R. J., Conwell Y., Fauwcett J. A., Horton L., Meltzer H., Pfefer C. A., Simon R. I., 2003, Practice Guideline for The Assesment and Treatment of Patients With Suicidal Behaviors, Psychiatry Online. Khouzam H.R., Gill T.S., Tan D.T., 2007. Handbook of Emergency Psychiatry. Elsevier’s Health Science, Philadelphia. Sadock BJ, Kaplan HI, Sadock VA, 2009, Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry: Other Psychiatric Emergencies. 9th ed., Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia.



11