Bju Hukum Ketenagakerjaan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU) UAS TAKE HOME EXAM (THE) SEMESTER 2020/21.1 (2020.2)



Nama Mahasiswa



: KOMANG AGUS KURNIAWAN



Nomor Induk Mahasiswa/NIM



: 041017038



Tanggal Lahir



: 12 JUNI 1986



Kode/Nama Mata Kuliah



: ADBI4336



Kode/Nama Program Studi



: ILMU HUKUM



Kode/Nama UPBJJ



: UPBBJ UT MATARAM



Hari/Tanggal UAS THE



: 15 DESEMBER 2020



Tanda Tangan Peserta Ujian



Petunjuk



1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini. 2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik. 3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan. 4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS TERBUKA



Surat Pernyataan Mahasiswa Kejujuran Akademik



Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Mahasiswa



: KOMANG AGUS KURNIAWAN



NIM



: 041017038



Kode/Nama Mata Kuliah



: HUKUM KETENAGAKERJAAN



Fakultas



: FHISIP



Program Studi



: ILMU HUKUM



UPBJJ-UT



: MATARAM



1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman https://the.ut.ac.id. 2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun. 3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian UAS THE. 4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan saya). 5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka. 6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.



Mataram, 15 Desember 2020 Yang Membuat Pernyataan



KOMANG AGUS KURNIAWAN



JAWABAN



1. a.



Pekerja anak adalah bagian dari anak yang bekerja (Warking Children) namun yang tidak sesuai dengan aturan ketenagakerjaan dan konvensi ILO.Sebab pada dasarnya, anak-anak, yaitu mereka yang menurut UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 berusia 18 Tahun kebawah, tidak bole bekerja kecuali keadaan terpaksa yang disebabkan adanya persoalan ekonomi dan sosial dari (Keluarga) anak yang tidak menguntungkan.Ini berati dalam situasi darurat, seorang anak boleh bekerja tetapi itupun dengan tidak boleh menyimpang dari ketentuan yang diatur dlam UndangUndang.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa usia anak yang bekerja (Working Children) tidak boleh kurang dari 13 Tahun dan hanya boleh bekerja pada jenis-jenis pekerjaan ringan yang tidak membahayakan fisik, mental dan moral anak.Syarat lainnya jam kerja bagi anak usia 13 hingga 15 tahun yang bekerja tidak boleh lebih dari 3 jam dalam sehari atau 15 jam dalam seminggu dan harus seizin orang tua.Sementara anak yang berusia antara 15 hingga 17 Tahun hanya boleh bekerja maksimal 40 Jam dalam seminggu dan tetap harus seizin orang tua.Disamping itu anak harus bersekolah.Sayangnya dalam kebanyakan situasi, anak-anak sering terjebak dalam situasi dipaksa menjadi pekerja anak.Survei Pekerja Anak (SPA) dari Badan Pusat Statistik (BPS) bekerja sama dengan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) pada Tahun 2009 menemukan bahwa di Indonesia, jumlah anak yang bekerja atau working children sebesar 4,1 Juta anak diaman 1,7 Juta jiwa diantaranya berstatus pekerja anak, yaitu terdapat setidaknya 674.000 Anak dengan umur dibawah 13 Tahun berstatus bekerja, sekitar 321.000 Anak dengan umur 13 sampai 14 Tahun bekerja lebih dari 15 Jam per minggu, dan sekitar 760.000 jiwa anak dengan umur 15 sampai 17 Tahun bekerja diatas 40 Jam per minggu.Adapun ketentuan normatif pekerja anak adalah sebagai berikut: 1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang mengatur mengenai hal yang berhubungan dengan pekerja anak mulai dari batas usia diperbolehkan kerja, siapa yang tergolong anak, pengupahan dan perlindungan bagi pekerja anak. 2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Retifikasi Konvensi ILO Nomor 138 Tahun 1973 mengenai batas usia minimum diperbolehkan bekerja. Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang umur minimum seseorang untuk bekerja, yaitu: a) Umur minimum tidak boleh kurang dari 15 Tahun. Negara-negara yang fasilitas perekonomian dan pendidikannya belum dikembangkan secara memadai dapat menetapkan usia minimum 14 Tahun untuk bekerja pada tahap permulaan. b) Umur minimum yang lebih tua yaitu 18 Tahun ditetapkan untuk jenis pekerjaan yang berbahaya “yang sifat maupun situasi dimana pekerjaan tersebut dilakukan kemungkinan besar dapat merugikan kesehatan, keselamatan atau moral anak”. c) Umur minimum yang lebih rendah untuk pekerjaan ringan ditetapkan



pada umur 13 Tahun. 3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 Tahun 1999 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjan terburuk untuk anak. Undang-Undang ini menghimbau adanya pelarangan dan aksi untuk menghapuskan segala bentuk perbudakan atau praktek-praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon, dan kerja keras, termasuk pengarahan anak-anak atau secara paksa atau untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata dengan menerapkan Undang-undang dan Peraturan. b.



Bentuk pekerjaan yang diperbolehkan untuk anak Pada prinsipnya anak-anak tidak boleh bekerja, dikecualikan untuk kondisi dan kepentingan tertentu anak diperbolehkan bekerja, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.Bentuk pekerjaan tersebut antara lain: 1) Pekerjaan Ringan Anak yang berusia 13 Tahun sampai dengan 15 Tahun diperbolehkan melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental dan sosial.Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan harus memenuhi persyaratan: a) Izin tertulis dari orangtua atau wali; b) Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali; c) Waktu kerja maksimum 3 Jam; d) Dilakukan pada siang hari dan tidak menggangu waktu sekolah; e) Menjamin keselamatan dan kesehatan kerja; f) Adanya hubungan kerja yang jelas;dan g) Menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 2) Pekerjaan dalam rangka bagian kurikulum pendidikan atau pelatihan Anak dapat melakukan pekerjaan yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang dengan ketentuan: a) Usia paling sedikit 14 Tahun b) Diberi petujnjuk yang jelas tentang tata cara pelaksanaan pekerjaan serta mendapat bimbingan dan pengawasan dalam melaksanakan pekerjaan. c) Diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. 3) Pekerjaan untuk mengmbangkan bakat dan minat Untuk mengembangkan bakat dan minat anak dengan baik, maka anak perlu diberikan kesempatan untuk menyalurkan bakat dan minat.Untuk menghidarkan terjadinya eksploitsi terhadap anak, pemerintah telah mengesahkan kebijakan berupa KEPMENNAKERTRANS Nomor:KEP/115/Men/VII/2004 tentang perlindungan bagi anak yang melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat.Dalam KEPMENNAKERTRANS Nomor:KEP/115/Men/VII/2004 dijelaskan bahwa pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat harus memenui kriteria: a) Pekerjaan tersebut bisa dikerjakan anak sejak usia dini. b) Pekerjaan tersebut diminati anak c) Pekerjaan tersebut berdasarkan kemampuan anak d) Pekerjaan tersebut menambahkan kreatifitas dan sesuai dengan dunia



anak. Dalam mempekerjakan anak untuk mengembangkan bakat dan minat yang berumur kurang dari 15 Tahun, pengusaha wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a) Membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan orang tua/wali yang mewakili anak dan memuat kondisi dan syarat kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b) Mempekerjakan diluar waktu sekolah. c) Memenuhi ketentuan waktu kerja paling lama 3 Jam perhari dan 12 Jam perminggu. d) Melibatkan orang tua/wali dilokasi ditempat kerja untuk melakukan pengawasan langsung. e) Menyediakan tempat dan lingkungan kerja yang bebas dari peredaran dan penggunaan narkotika, perjudian, minuman keras, prostitusi dan hal-hal sejenis yang memberikan pengaruh buruk terhadap perkembangan fisik, mental dan sosial anak. f) Menyediakan fasilitas tempat istirahat selama waktu tunggu. g) Melaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja. c.



Pekerjaan terburuk yang tidak boleh dipekerjakan pada anak-anak diatur lebih detail dalam UU Ketenagakerjaan yaitu mengenai pekerjaan-pekerjaan yang dilarang dilakukan dan melibatkan anak. Larangan mempekerjakan anak tersebut terdapat dalam Pasal 74 UU Ketenagakerjaan, yaitu larangan mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk, yaitu: 1) Segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya; segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian; 2) Segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau; 3) Semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak. Jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan Kesehatan, Keselamatan Atau Moral Anak ditetapkan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP-235/MEN/2003 Tahun 2003 yaitu: 1) Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan dan Keselamatan Anak: a) Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, Instalasi, dan peralatan lainnya, meliputi:pekerjaan pembuatan, perakitan/pemasangan, pengoperasian, dan perbaikan: (1) Mesin-Mesin (2) Pesawat (3) Alat berat seperti traktor, pemecah batu, grader, pencampur aspal, mesin pancang (4) Instalasi pipa bertekanan, listrik,pemadam kebakaran, dan saluran listrik (5) Peralatan lainnya sperti tanur, dapur peleburan,lift, pecancah. (6) Bejana tekan, botol baja,bejana penimbun,bejana pengangkut,



dan sejenisnya. b) Pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan kerja yang berbahaya (bahaya fisik, bahaya biologis, bahaya kimia); c) Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu: (1) Pekerjaan konstruksi bangunan, jembatan, irigasi atau jalan; (2) Pekerjaan yang dilakukan dalam perusahaan pengolahan kayu seperti penebangan, pengangkutan dan bongkar muat; (3) Pekerjaan mengangkat dan mengangkut secara manual beban di atas 12 kg untuk anak laki-laki dan di atas 10 kg untuk anak perempuan; (4) Pekerjaan dalam bangunan tempat kerja yang terkunci; (5) Pekerjaan penangkapan ikan yang dilakukan di lepas pantai atau di perairan laut dalam; (6) Pekerjaan yang dilakukan di daerah terisolir dan terpencil; (7) Pekerjaan di kapal; (8) Pekerjaan yang dilakukan dalam pembuangan dan pengolahan sampah atau daur ulang barang-barang bekas; (9) Pekerjaan yang dilakukan antara pukul 18.00 – 06.00. 2) Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Moral Anak: a) Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karaoke, bola sodok, bioskop, panti pijat atau lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi; b) Pekerjaan sebagai model untuk promosi minuman keras, obat perangsang seksualitas dan/atau rokok. 2. a.



Berdasarkan Pasal 168 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menerangkan bahwa Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri. Yang dimaksud “pemanggilan secara patut” adalah pekerja/buruh telah dipanggil secara tertulis yang ditujukan pada alamat pekerja/buruh sebagaimana tercatat di perusahaan berdasarkan laporan pekerja/buruh. Tenggang waktu antara pemanggilan pertama dan kedua paling sedikit 3 hari kerja. Dalam konteks pekerja yang mangkir, lazimnya kewajiban pekerja adalah untuk bekerja, dan apabila ia berhalangan untuk masuk kerja, ia harus menunjukkan iktikad baik dengan memberitahukan penyebab ketidakhadirannya.Apabila pekerja dipanggil dan menerima pemanggilan tersebut, ia harus menunjukkan iktikad baik dengan menjawab pemanggilan pertama, dan tidak menunggu sampai dengan pemanggilan kedua. Sehingga, apabila si pekerja tidak menunjukkan iktikad baiknya dengan tidak memberikan respon atau memberikan alasan yang dapat diterima setelah menerima pemanggilan pertama, syarat formil tenggang waktu 3 hari antara pemanggilan pertama dan kedua tidak pula harus dipenuhi. Artinya, pemanggilan kedua bisa saja dilakukan 2 hari setelah pemanggilan pertama, karena apabila mengikuti syarat formil tersebut dalam Penjelasan Pasal 168 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, pekerja yang mangkir dapat mencari alasan mengenai tidak sahnya pemanggilan yang dilakukan oleh perusahaan, misalnya dengan beralasan tidak ada tenggang waktu 3 hari antara pemanggilan pertama dan kedua. Padahal, pekerja tersebut sudah tidak menunjukkan iktikad baiknya sejak awal.



Dari penjelasan tersebut diatas jika dikaitkan dengan permasalahan yang dialami oleh Anton, perbuatan yang dilakukan oleh Anton belum masuk kualifikasi sebagai tindakan mangkir.Selama tidak masuk kerja, Anton sudah beritikad baik dengan memberitahukan kepada rekan kerjanya alasan sehingga Anton tidak masuk kerja, walaupun hal tersebut tidak sah.Namun Anton masih memiliki kesempatan untuk memberikan alasan dengan melampirkan bukti-bukti yang sah terkait alasan tidak masuk kerja. Keputusan perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Anton tidak sah berdasarkan Pasal 168 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, karena pihak perusahaan belum memberikan surat panggilan kepada Anton sebelum Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak tersebut dilakukan. b.



Alasan yang dapat digunakan perusahaan untuk melakukan pemberhentian terhadap pekerja/buruh selain karena mangkir adalah sebagai berikut: 1) Perusahaan dapat melakukan PHK karena buruh melakukan kesalahan berat, sesuai ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu: a) Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan. b) Memberikan keterangan palsu/yang dipalsukan sehingga merugikan perusahaan. c) Mabuk, minum minuman keras yang memabukkan, memakai dan atau mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja. d) Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja. e) Menyerang, menganiaya, mengancam atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja. f) Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. g) Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan. h) Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja. i) Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara. j) Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih. k) Pekerja/buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4). 2) Perusahaan dapat melakukan PHK karena perubahan status Perusahaan sesuai Pasal 163 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu : a) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai



ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4). b) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perusahaan, dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4). 3) Perusahaan dapat melakukan PHK karena perusahaan tutup sebagaimana pasal 164 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu : a) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). b) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. c) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). 4) Perusahaan dapat melakukan PHK karena perusahaan pailit sesuai Pasal 165 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu : Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). 5) Perusahaan dapat melakukan PHK karena usia pensiun sesuai Pasal 167 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu : a) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan Pasal 156



ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3), tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). b) Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program pensiun se-bagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata lebih kecil daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) dan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh pengusaha. c) Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang iurannya/premi-nya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha. d) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. e) Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). f) Hak atas manfaat pensiun sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) ti-dak menghilangkan hak pekerja/buruh atas jaminan hari tua yang bersifat wajib sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6) Perusahaan dapat melakukan PHK karena Perbuatan pengusaha sesuai Pasal 169 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu: Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut : a) menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh; b) membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan; c) tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih; d) tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/ buruh; e) memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang f) diperjanjikan; atau g) memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan, dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja. 3. a.



Bentuk kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana



diatur dalam Pasal 88 ayat (3) Undang-undangan Ketenagakerjaan meliputi: 1) Upah minimum; Ketentuan mengenai upah minimum diatur dalam pasal Pasal 88 sampai dengan 92 Undang-undang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Tenaga kerja dan Transmigrasi No 7 Tahun 2013 tentang Upah minimum. Upah minimum menurut Pasal 1 angka 1 Permenakertrans No 7 Tahun 2013 adalah upah terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap oleh Gubernur sebagai jaring pengaman. Upah minimum provinsi diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. Upah minimum tersebut ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan atau Bupati/walikota. Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum kepada Gubernur melalui Kantor Wilayah Kementerian Tenaga Kerja atau instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Provinsi. Berdasarkan permohonan penangguhan tersebut, Gubernur setelah meminta akuntan public memeriksa keuangan perusahaan, dapat menolak atau mengabulkan. Apabila disetujui, putusan Gubernur hanya berlaku untuk masa paling lama 1 tahun. Pengaturan pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal kesepakatan tersebut lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan maka kesepakatan itu batal demi hukum dan pengusaha wajib membayar upah menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 2) Upah waktu kerja/lembur; Berdasarkan ketentuan pasal 78 Undang undang Ketenagakerjaan, bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat: a) Ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; b) Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur. Ketentuan waktu kerja lembur dan upah lembur diatur dengan Keputusan Menteri. Keputusan Menteri yang dimaksud adalah Kepmenakertrans Nomor: KEP. 102/MEN/VI/2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur. Berdasarkan Kepmenakertrans No. KEP 102/MEN/VI/2004, waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 ( empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu. Tidak termasuk kerja lembur yang dilakukan pada waktu istirahat mingguan atau hari libur resmi.Pengusaha yang mempekerjakan



pekerja/buruh melebihi waktu kerja, wajib membayar upah lembur. Bagi pekerja/buruh yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu, tidak berhak atas upah kerja lembur, dengan ketentuan mendapatkan upah yang lebih tinggi. Yang termasuk dalam golongan jabatan tertentu adalah mereka yang memiliki tanggung jawab sebagai pemikir, perencana, pelaksana, dan pengendali jalannya perusahaan yang waktu kerjanya tidak dapat dibatasi menurut waktu yang ditetapkan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu terdapat persayaratan yang wajib dipenuhi pengusaha jika akan mewajibkan pekerja untuk bekerja lembur. Untuk melakukan kerja lembur harus ada perintah tertulis dari pengusaha dan persetujuan tertulis dari pekerja/buruh yang bersangkutan. Perintah dan persetujuan tertulis dapat dibuat dalam bentuk daftar pekerja/buruh yang bersedia bekerja lembur yang ditanda tangani oleh pekerja/buruh yang bersangkutan dan pengusaha. Pengusaha harus membuat daftar pelaksanaan kerja lembur yang memuat nama pekerja/buruh yang bekerja lembur dan lamanya waktu kerja lembur.Perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh selama waktu kerja lembur berkewajiban: a) Membayar upah kerja lembur; b) Memberi kesempatan untuk istirahat secukupnya; c) Memberikan makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selam 3 (tiga) jam atau lebih. Pemberian makan dan minum tidak boleh diganti dengan uang. Dalam prakteknya ketentuan ini belum diterapkan. Tujuan pemberian makanan dan minuman sekurang-kurangnya 1.400 kalori apabila kerja lembur dilakukan selam 3 (tiga) jam sehari adalah untuk menjaga kesehatan pekerja. Untuk menentukan jenis makanan dan minuman yang diberikan kepada pekerja saat lembur haruslah berkonsultasi dengan ahli gizi. Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan. Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan. Dalam hal upah pekerja/buruh dibayar secara harian, penghitungan besarnya upah sebulan adalah upah sehari dikalikan 25 (dua puluh lima) bagi pekerja/buruh yang bekerja 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau dikalikan 21 (dua puluh satu) bagi pekerja/buruh yang bekerja 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Dalam upah pekerja/buruh dibayar berdasarkan satuan hasil, upah sebulan adalah upah rata-rata 12 (dua belas) bulan terakhir. Dalam hal pekerja/buruh bekerja kurang dari 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), upah sebulan dihitung berdasarkan upah rata-rata selama bekerja dengan ketentuan tidak boleh lebih rendah dari upah minimum setempat.Pada dasarnya upah terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan upah lembur adalah 100% (seratus persen) dari upah. Dalam hal upah terdiri atas upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap, apabila upah pokok ditambah tunjangan tetap lebih kecil dari 75% (tujuh puluh lima persen) keseluruhan upah, maka dasar perhitungan upah lembur 75% (tujuh puluh lima persen) dari keseluruhan upah. Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut: Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja: a) Untuk jam kerja lembur pertama harus dibayar upah sebesar 1,5 (satu setengah) kali upah sejam;



b) Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayar upah sebesar 2 (dua) kali upah sejam. c) Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi untuk waktu kerja 6 (enam) hari kerja 40 (empat puluh) jam seminggu maka : (1) Perhitungan upah kerja lembur untuk 7 (tujuh) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 (empat) kali upah sejam; (2) Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek perhitungan upah kerja lembur 5 (lima) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam keenam 3 (tiga) kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan kedelapan 4 (empat) kali upah sejam. Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan/atau hari libur resmi, untuk kerja 5 (lima) hari kerja dan 40 (empat puluh) jam seminggu, maka penghitungan upah kerja lembur untuk 8 (delapan) jam pertama dibayar 2 (dua) kali upah sejam, jam kesembilan dibayar 3 (tiga) kali upah sejam dan jam kesepuluh dan kesebelas 4 (empat) kali upah sejam. Bentuk perlindungan upah yang ketiga adalah waktu istirahat dan cuti.Pengusaha wajb memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Waktu istirahat dan cuti meliputi: a) Istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; b) Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; c) Cuti tahunan, sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus; d) Istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masing-masing 1 (satu) bulan bagi pekerja/buruh yang telah bekerja selama 6 (enam) tahun secara terusmenerus pada perusahaan yang sama dengan ketentuan pekerja/buruh tersebut tidak berhak lagi atas istirahat tahunannya dalam 2 (dua) tahun berjalan dan selanjutnya berlaku untuk setiap kelipatan masa kerja 6 (enam) tahun. Pelaksanaan waktu istirahat tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Hak istirahat panjang sebagaimana dimaksud dalam hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tertentu. Bentuk perlindungan upah yang lainnya meliputi perlindungan saat menjalankan ibadah, saat menstruasi, melahirkan, gugur kandungan, dan saat menyusui bagi pekerja perempuan.Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang sekucupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya. Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Pelaksanakan ketentuan tersebut diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh



istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan. Pekerja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja. Setiap pekerja/buruh yang menggunakan hak waktu istirahat berhak mendapat upah penuh. Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus-menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada hari libur wajib membayar upah kerja lembur.Upah pada prinsipnya hanya diberikan apabila pekerja masuk kerja. Prinsip ini dikenal dikenal dengan no work no pay. Menyimpang dari asas no work no pay tersebut, dalam hal tertentu pengusaha tetap wajib membayar upah jika pekerja/buruh tidak masuk kerja dengan sebabsebab tertentu: a) Pekerja/buruh sakit bukan sebagai akibat kecelakaan kerja sehingga tidak dapat bekerja, dimana sakit tersebut harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter b) Pekerja/buruh perempuan yang sakit pada masa haid dan memberitahukan kepada pengusaha sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan pada hari pertama dan hari kedua masa haidnya. c) Pekerja/buruh yang menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia; d) Pekerja/buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena sedang menjalankan kewajiban terhadap Negara tetapi tidak melebihi 1 tahun; e) Pekerja/buruh yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menunaikan kewajiban ibadah agamanya; f) Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha; g) Pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat; h) Pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan atas persetujuan pengusaha; i) Pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan. Upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang sakit sebagai berikut: a) Untuk 4 (empat) bulan pertama, dibayar 100% (seratus perseratus) dari upah; b) Untuk 4 (empat) bulan kedua, dibayar 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari upah; c) Untuk 4 (empat) bulan ketiga, dibayar 50% (lima puluh perseratus) dari upah; d) Untuk bulan selanjutnya, dibayar 25% (dua puluh lima perseratus) dari



upah sebelum pemutusan hubungan kerja dilakukan oleh pengusaha. Sedangkan upah yang dibayarkan kepada pekerja/buruh yang tidak masuk bekerja sebagai berikut: a) Pekerja/buruh menikah, dibayar untuk selama 3 (tiga) hari; b) Menikahkan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; c) Mengkhitankan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; d) Membaptiskan anaknya, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; e) Istri melahirkan atau keguguran kandungan, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; Suami/istri, orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia, dibayar untuk selama 2 (dua) hari; f) Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk selama 1 (satu) hari 3) Upah untuk denda, pemotongan upah dan ganti rugi. Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalainnya dapat dikenakan denda. Pengusaha yang karena kesengajaan dan kelalaiannya mengakibatkan keterlambatan pembayaran upah, dikenakan denda sesuai dengan presentase tertentu dari upah pekerja/buruh. Pemerintah mengatur pengenaan denda kepada pengusaha dan/atau pekerja/buruh, dalam pembayaran upah. Dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang berlaku, upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak.Pengaturan denda secara lengkap memang belum diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Sebelumnya pernah ada ketentuan yang mengatur tentang denda, yaitu Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 Tentang Perlindungan Upah, yang selanjutnya disebut dengan PP No. 8 Tahun 1981. Dalam kaitan ini terdapat asas hukum perundangan, yaitu apabila belum ada ketentuan hukum yang mengatur maka berlakulah ketentuan hukum yang lama. Berdasarkan ketentuan pasal 2 Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 1981, yaitu hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus. Ketentuan itu dapat diinterpretasikan bahwa akan ada akibat hukum apabila hak itu tidak diberikan tepat pada waktunya. Bentuk dari akibat hukum itu adalah pemberian ganti rugi kepada pekerja yang berupa bunga keterlambatan pembayaran upah. Apabila upah terlambat dibayar, maka mulai dari hari keempat sampai hari kedelapan terhitung dari hari dimana seharusnya upah dibayar, upah tersebut ditambah dengan 5% (lima persen) untuk tiap hari keterlambatan. Sesudah hari kedelapan tambahan itu menjadi 1% (satu persen) untuk tiap hari keterlambatan, dengan ketentuan bahwa tambahan itu untuk 1 (satu) bulan tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah yang seharusnya dibayarkan.Apabila sesudah sebulan upah masih belum dibayar maka disamping berkewajiban untuk membayar, pengusaha diwajibkan pula membayar bunga yang ditetapkan oleh bank untuk kredit perusahaan yang bersangkutan. Penyimpangan yang mengurangi ketentuan dalam pasal ini adalah batal menurut hukum. Denda hanya dapat dilakukan bila telah diatur dalam perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan. Pelanggaran



yang dapat dikenai sanksi denda adalah pelanggaran terhadap kewajibankewajiban pekerja/buruh yang telah ditetapkan dalam perjanjian tertulis antara pengusaha dan pekerja/buruh. Besarnya denda untuk setiap pelangaran harus ditentukan dan dinyatakan dalam mata uang Republik Indonesia (Rupiah). Apabila terhadap suatu peanggaran sudah dikenakan denda maka pengusaha dilarang menuntut ganti rugi atas pelanggaran yang sama.Pemotongan upah oleh pengusaha untuk pihak ketiga hanya dapat dilakukan bilamana ada surat kuasa dari pekerja/buruh. Surat kuasa ini tidak disyaratkan untuk semua kewajiban pembayaran oleh pekerja/buruh kepada negara atau iuran sebagai peserta pada suatu dana yang menyelenggarakan jaminan social yang ditetapkan dengan peraturan perundangundangan. Surat kuasa pemotongan upah setiap saat dapat ditarik oleh pekerja/buruh. Setiap ketentuan pemotongan upah yang bertentangan dengan hal tersebut adalah batal menurut hukum.Ganti rugi dapat dimintakan oleh pengusaha dari buruh, bila terjadi kerusakan barang atau kerugian lainnya, baik milik pengusaha maupun milik pihak ketiga oleh buruh karena kesengajaan atau kelalaian. Ganti rugi demikian harus diatur terlebih dahulu dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan dan setiap bulannya tidak boleh melebihi 50% (lima puluh persen) dari upah. 4) Upah untuk pembayaran pesangon dan Upah untuk perlindungan pajak penghasilan. Pesangon diberikan kepada pekerja yang karena sebab tertentu mengalami pemutusan hubungan kerja. Ketentuan tentang besarnya pesangon yang harus diberikan pengusaha kepada pekerja dari waktuwaktu mengalami perbaikan. Sedangkan upah untuk penghitungan pajak penghasilan didasarkan pada Undang-undang Pajak Penghasilan. Selain kebijakan pengupahan yang ditetapkan pemerintah melalui peraturan perundang-undangan sebagai upaya melindungi kepentingan buruh dan kelaurga, juga dibentuk Dewan Pengupahan yang diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pengembangan sistem pengupahan nasional, agar sistem pengupahan kedepan akan lebih baik. b.



Penghasilan pekerja buruh yang diperoleh dari pengusaha berdasar pada Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja RI nomor:SE-07/MEN/1990 terdiri atas upah dan bukan upah. Penghasilan upah komponennya terdiri dari: 1) Upah Pokok Upah pokok yaitu imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja/buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan. 2) Tunjangan Tetap Tunjangan Tetap yaitu suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja/buruh dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok seperti tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan jabatan dan lain-lain.Tunjangan tetap pembayarannya dilakukan secara teratur dan tidak dikaitkan dengan kehadiran pekerja/buruh atau pencapaian suatu prestasi kerja tertentu. 3) Tunjangan Tidak Tetap Tunjangan Tidak Tetap yaitu suatu pembayaran yang secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan pekerja/buruh dan keluarganya



serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok seperti tunjangan transport atau tunjangan makan apabila diberikan berdasarkan kehadiran pekerja/buruh. Sementara itu penghasilan yang bukan upah terdiri atas: 1) Fasilitas Fasilitas yaitu kenikmatan dalam bentuk nyata/natura yang diberikan perusahaan oleh karena hal-hal khusus atau untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh seperti fasilitas kendaraan, pemberian makan cuma-cuma, sarana ibadah, temapt penitipan bayi dan lain-lain. 2) Bonus Bonus yaitu pembayaran yang diterima pekerja dari hasil keuntungan perusahaan atau karena pekerjaan berprestasi meningkatkan produksi dan target normal 3) Tunjangan Hari Raya (THR), Gratifikasi dan pemberian keuntungan lainnya c.



Dalam menentukan sistem pengupahan, pemerintah melakukan beberapa pendekatan, jelaskan pendekatan-pendekatan pemerintah telah membuat rambu-rambu dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, selain itu telah diterbitkan pula Keputusan Presiden No. 107 tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP-231/MEN/2003.Dewan Pengupahan adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit secara struktur terdiri atas : 1). Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) yang dibentuk oleh Presiden 2). Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) yang dibentuk oleh Gubernur 3). Dewan Pengupahan Kota/Kabupaten (Depeko/Depekab)yag dibentuk oleh Walikota/Bupati. Tugas Dewan Pengupahan tersebut adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan pengupahan dan pengembagan sistem pengupahan Nasional/Provinsi, Kabupaten/Kota. Seperti dalam penentuan upah minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK). Untuk mengatur tentang ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) Pemerintah membuat peraturan yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-01/MEN/1999 dan diperbaharui pada tahun 2000 menjadi Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-226/MEN/2000 tentang upah minimum. Upah minimum menurut peraturan tersebut adalah upah minimum terendah yang terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap. Upah minimum terdiri atas upah minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMS Provinsi), Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK), Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota, Upah minimum Provinsi adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh Kabupaten/ Kota di suatu Provinsi. Adapun upah minimum Kabupaten/Kota adalah uapah minimum yag berlaku di Daerah Kabupaten/Kota. Sementara itu, upah minimum sektoral Kabupaten/Kota adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di Darah Kabupaten/Kota Ketentuan tentang struktur dan dan skala upah di Indonesia sudah diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: KEP.49/MEN/IV/2004 tentang struktur dan skala upah. Struktur upah adalah



susunan tingkat upah dari yang terendah sampai yang tertinggi atau dari yang tertinggi sampai yang terendah. Adapun skala upah adalah kisaran nominal upah untuk setiap jabatan, dasar pertimbangan untuk menyusun struktur upah terdiri atas : 1) Struktur organisasi 2) Rasio perbedaan bobot pekerjaan antara jabatan 3) Kemampuan perusahaan 4) Biaya keseluruhan tenaga kerja 5) Upah minimum 6) Kondisi pasar. Sedangkan dalam menyusun skala upah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu : Skala tunggal, yaitu skala upah dengan ketentuan setiap jabatan pada golongan jabatan yang sama mempunyai upah yang sama. Skala ganda yaitu skala upah dengan ketentuan setiap golongan jabatan mempunyai nilai upah nominal terendah dan tertinggi. 4. a.



Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) untuk tenaga kerja harian lepas, borongan atau Perjanjia Kerja Waktu Tertentu (PKWT) memiliki aturanaturan yang bersifat khusus dan tersendiri,sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor:KEP-150/MEN/1999. Hal yang paling pokok adalah bahwa setiap tenaga kerja wajib dilindungi program Jamsostek. Dalam hal tata cara pendaftaran kepesertaan bagi tanaga harian lepas, borongan dan tenaga kerja berdasarkan PKWT tidak berbeda dengan tenaga kerja/karyawan tetap.Demikian pula besarnya iuran untuk masingmasing program.Perbedaanya terletak pada program-program yang wajib diikuti bagi karyawan/pekerja/buruh kontrak.Ketentuannya adalah sebagai berikut: 1) Bagi tenaga kerja harian lepas yang bekerja kurang dari 3 (Tiga) Bulan wajib diikutsertakan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK). 2) Apabila Tenaga kerja tersebut dipekerjakan selama 3 (Tiga) bulan berturut-turut atau lebih dengan jumlah hari kerja sekurang-kurangnya 20 hari perbulan maka pengusaha wajib mengikutkan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT) , dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).Kewajiban tersebut harus dilaksanakan setelah tenaga kerja bersangkutan melewati masa kerja 3 (Tiga) Bulan berturut-turut.Upah untuk menentukan besarnya iuran bagi tenaga kerja ditetapkan sebesar upah sehari dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 (Satu) Bulan Kalender.



b.



Hal yang paling pokok dari program jamsostek adalah melindungi setiap tenaga kerja baik tenaga kerja tetap maupun tenaga kerja lepas, borongan atau kontrak. Tatacara pendaftaran kepesertaan bagi tenaga harian lepas, borongan dan tenaga kerja berdasarkan PKWT tidak berbeda dengan tenaga kerja/karyawan tetap. Demikian pula, besarnya iuran untuk masing-masing program. Perbedaanya terletak pada program-program yang wajib diikuti bagi karyawan/pekerja/buruh kontrak. Bagi tenaga kerja harian lepas yang bekerja kurang dari 3 bulan wajib diikut sertakan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK). Apabila tenaga kerja tersebut dipekerjakan selama 3 bulan berturut-turut atau lebiuh dengan jumlah hai



kerja sekurang-kurangnya 20 hari per bulan maka pengusaha wajib mengikutkan dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pemeliharaan Keshatan (JPK).upah untuk menentukan besarnya iuran bagi tenaga kerja ditetapkan sebesar upah sehari dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 bulan kalender. Ketentuan program Jamsostek pada tenaga kerja harian lepas berlaku pula bagi pengusaha yang mempekerjaakan tenaga kerja borongan. Perbedaanya terletak pada cara menetapkan iuran berdasarkan upah. Tenaga kerja yang bekerja kurang dari 3 bulan, upah sebulan yang dipergunakan sebagai dasar penetapan iuran adalah upah 1 hari kerja dikalikan jumlah hari kerja dalam 1 bulan kalender. Bagi tenaga kerja borongan yang telah bekerja selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, besarnya upah sebulan digunakan sebagai dasar penetapan iuran yaitu jika upah dibayar secara borongan atau satuan maka upah sebulan dihitung dari rata-rata upah 3 bulan terakhir dan jika pekerjaan tergantung dari keadaan cuaca maka upah sebulan dihitung dari rata-rata 12 bulan terakhir. Apabila upah sebulan yang didasarkan pada perhitungan tersebut diatas lebih rendah dari upah minimum dalam sebulan maka dasar perhitungan iuran menggunkan upah minimum yang berlaku.