0 0 237 KB
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PADA ANAK DENGAN PENYAKIT CETV ”Ditulis untuk memenuhi sebagian tugas mata kuliah Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal”
Oleh KELOMPOK 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Anggelia putri Angelia Valentine Azura Agustina Camelia Chika Gustia Aswira Cindy Octavia Nur Hafiza Reshna Tri Wahyuli Tasya Sonia Putri
(221212105) ( 221212104) (221212109) (221212111) (221212112) (221212113) (221212081) (221212087) (221212096)
Kelas 2C
Dosen Pengampu: Ns. Velga Yazia,M.Kep
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN DAN SAINSS UNIVERSITAS MERCUBAKTI JAYA TA.2024
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehendak Tuhan Ynag Maha Esa atas karunia-nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Salawat beriringan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagai usnul hasanah dari dunia sampai ke akhirat. penulisan makalah ini tidak terlepas dari segala karunia dan nikmat tuhan yang senantisa diberikan kepada penulis sehingga penulisan makalah ini terencana dengan baik. Makalah ini ditulis untuk memenuhi sebagian tugas Mata Kuliah “Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal”. Makalah ini berjudul “Sosiokultural dalam konteks asuhan keperawatan jiwa dan legal” dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan dari dosen pengampu mata kuliah. Oleh karena itu, penulis mengucapakan terima kasih kepada Ibuk “Ns. Velga Yazia,M.Kep” Selaku dosen pengampu mata kuliah “Keperawatan Anak Sakit Kronis dan Terminal” atas arahan , bimbingan, dan dorongannya kepada penulis sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Selanjutnya, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman sejurusan S1 keperawatan Angkatan 2022 atas kerjasamanya dalam menyelesaian makalah ini, penulis juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca atas kekurangan, kekeliruan, serta kekhilafan penulis dalam kesempurnaan makalah ini.
Padang, 13 Mei 2024
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... DAFTAR ISI
..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... A. Latar Belakang ................................................................................................... B.
Tujuan ...............................................................................................................
C.
Manfaat .............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... A. Definisi CETV .................................................................................................. B.
Etiologi CETV ..................................................................................................
C. Patofisiologi CETV ........................................................................................... D. Manifestasi Klinis CETV .................................................................................. E. Komplikasi CETV ............................................................................................ F. Pemeriksaan Penunjang CETV ......................................................................... G. Penatalaksanaan CETV ..................................................................................... BAB III ASKEP TEORITIS .......................................................................................... A. Pengkajian
........................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan ...................................................................................... C. Intervensi Keperawatan ...................................................................................... D. Implementasi Keperawatan ................................................................................ E. Evaluasi Keperawatan ........................................................................................ DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... LAMPIRAN
................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bayi yang lahir dengan keadaan sehat serta memiliki anggota tubuh yang lengkap dan sempurna merupakan harapan dari seorang Ibu dan seluruh keluarga. Namun terkadang pada beberapa keadaan tertentu didapati bayi yang lahir kurang sempurna karena mengalami kelainan bentuk anggota tubuh.Salah satu kelainan adalah kelainan bawaan pada kaki yang sering dijumpai pada bayi yaitu kaki bengkok atau CTEV(Congeintal Talipes Equino Varus). CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi medial dari tibia (Schwartz, 2002). CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau posisi normal. Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti kaki). Deformitas kaki dan ankledipilah tergantung dari posisi a) Talipes Varus :inversi atau membengkok ke dalam. b) Talipes Valgus: eversi atau membengkok ke luar. c) Talipes Equinus: plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada tumit. d) Talipes Calcaneus: dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi dari pada tumit CTEV rata-rata muncul dalam 1 - 2 : 1000 angka kelahiran bayi di Indonesia. Terdapat predominasi laki-laki sebesar 2 : 1 terhadap perempuan,dimana 50% kasusnya adalah unilateral (Bergerault,2013). Prevalensi kejadian sebesar 1 - 2 kasus dalam 1000 kelahiran hidup, perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1, penyebabnya sampai saat ini belum diketahui secara pasti (Cahyono,2012).
B. Tujuan 1. Mengetahui definisi CTEV 2. Mengetahui etiologi dari CTEV 3. Mengetahui klasifikasi dari CTEV 4. Mengetahui patofisiologi dari CTEV 5. Mengetahui manifestasi klinis dari CTEV 6. Mengetahui pemeriksaan diagnostik CTEV 7. Mengetahui penatalaksanaan pada klien dengan CTEV 8. Mengetahui komplikasi dari CTEV 9. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan CTEV C. Manfaat 1. Bagi Penulis Bagi peneliti ini dapat menjadi proses pembelajaran untuk mengetahui lebih dalam tentang seberapa besar faktor pengaruh metode French Functional Methode dan Tightrope Walker untuk meningkatkan kemampuan berjalan anak CTEV. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk institusi pendidikan sebagai sarana pendidikan untuk mempersiapkan peserta didik di lingkungan fisioterapi untuk memahami dan mengetahui permasalahan yang berkaitan tentang CTEV
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah dari posisi normal yang umum terjadi pada anak-anak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Talipes berasal dari kata talus (ankle) dan pes (foot), menunjukkan suatu kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) dan varus (bengkok ke arah dalam/medial). Congenital Talipes Equino Varus adalah deformitas kaki yang tumitnya terpuntir ke dalam garis tungkai dan kaki mengalami plantar fleksi. Keadaan ini disertai dengan meningginya tepi dalam kaki (supinasi) dan pergeseran bagian anterior kaki sehingga terletak di medial aksis vertikal tungkai (adduksi). Dengan jenis kaki seperti ini arkus lebih tinggi (cavus) dan kaki dalam keadaan equinus (plantar flexi). Congenital Talipes Equino Varus adalah suatu kondisi di mana kaki pada posisi Plantar flexi talocranialis karena m. Tibialis anterior lemah, Inversi ankle karena m. Peroneus longus, brevis dan tertius lemah, Adduksi subtalar danmidtarsal B. Etiologi Etiologi dari CTEV masih tidak diketahui dengan pasti, namun pada beberapa penelitian didapatkan faktor genetik maupun lingkungan meningkatkan risiko terjadinya CTEV. Berdasarkan hasil studi meta analisis, sistematik review dan literature review didapatkan beberapa faktor risiko tersering terjadinya CTEV, diantaranya: 1. Riwayat keluarga Berdasarkan hasil penelitian , dinyatakan bahwa keluarga dengan riwayat CTEV 6
terutama pada keturunan pertama lebih berisiko dibandingkan keturunan kedua.
Beberapa protein genetik terlibat dalam kejadian CTEV, seperti: HOX, STS, PITX1, TBX4 dan RBM10. Faktor genetik ini umumnya mempengaruhi pembentukan faktor transkripsi yang berperan dalam proses pembentukan kaki dan sering dijumpai pada CTEV 2. Penggunaan obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) Paparan SSRI cukup berisiko terutama apabila terjadi pada trimester 1 Penggunaan beberapa obat seperti golongan paroxetine, certraline, citalopram selama kehamilan dapat meningkatkan risiko CTEV 326% (OR 4,26), 90% (OR 1,9) dan 64% (OR 1,64). Namun hal ini tidak terjadi pada pasien yang konsumsi antidepresan SSRI (fluoxetine) dan non-SSRI. 3. Amniosentesi Tindakan invasif meningkatkan risiko terjadinya CTEV sebesar 260% (OR 3,6) dibandingkan dengan tindakan CVS (biopsi villi korialis). Tindakan ini dikaitkan dengan risiko terjadinya kebocoran terutama pada amniosentesis pada usia kehamilan muda (11 minggu) yang menyebabkan berkurangnya cairan amnion, sehingga pergerakan ekstremitas terhambat dan menyebabkan terjadinya deformitas CTEV (13). 4. Ibu hamil yang merokok Ibu hamil yang merokok 1-10 batang rokok perhari meningkatkan risiko kejadian CTEV 41% (OR 1,41), sedangkan penggunaan >10 rokok perhari memilikirisiko kejadian CTEV sebesar 89% (OR 1,89) 5. Obesitas maternal Ibu hamil dengan BMI >30 berisiko sebesar 46% atau 1,46 kali mengalami CTEV dibandingkan BMI normal (18,5 –24,9). Obesitas ibu hamil ini juga sering dikaitkan dengan risiko penyakit sistemik lain, seperti: diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit jantung. 6. Diabetes gestasional 7
Diabetes memiliki hubungan yang kuat dengan kejadian CTEV. Hal ini dikaitkan dengan komplikasi dari diabetes gestasional pada bayi umumnya dapat menyebabkan makrosomia sehingga berisiko mengalami kesulitan persalinan , dan ruang gerak bayi yang terbatas akibat ukuran bayi yang lebih besar dari normal sehingga dapat menjadi risiko CTEV. Selain faktor genetik lingkungan, didapatkan juga beberapa penyakit yang umumnya menyertai penyakit CTEV ini, diantaranya distal arthrogryposis, congenital myotonic dystrophy, myelomeningocele atau spina bifida, dan amniotic band sequenc C. Patofisiologi Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum diketahui. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim. Ahli lain mengatakan bahwa kelainan terjadi karena perkembangan. embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan yang terganggu pada fase tersebut akan menimbulkan deformitas dimana dipengaruhi pula oleh tekanan intrauterine. Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki, dan bilateral pada 50% kasus. Kemungkinan terjadinya deformitas secara acak adalah 1: 1000 kelahiran. Pemeriksaan pada bayi kaki pekuk menunjukkan equinus kaki belakang, varus kaki belakang dan kaki tengah, aduksi kaki depan dan berbagai kekakuan. Semua temuan ini adalah akibat dislokasi medial sendi talonavikuler. Pada anak yang lebih tua, atrofi betisdan kaki lebih nyata daripada bayi, tanpa memandang seberapa baik kaki terkoreksi atau fungsionalnya. D. Manifestasi Klinis 1. Tidak adanya kelainan congenital lain 2. Berbagai kekakuan kaki. 3. Hipoplasia tibia, fibula, dan tulang-tulang kaki ringan 4. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. 5. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus. 8
6. Tumit tertarik dan. mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi. 7. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus, Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya deformitas rocker- bottomdengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Malcolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan malcoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya. 8. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu 85° menjadi 55°karena adanya perputaran subtalar ke medial. 9. Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya tetapi otototot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal.
10. Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi. E. Komplikasi 1. Komplikasi dapat terjadi dari terapi konservatif maupun operatif. Pada terapi konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi mungkin didapat selama dan setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan dikarenakan tekanan dari cast. Ketika kaki telah terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat menarik kulit 9
menjadi kencang, sehinggga aliran darah menjadi terganggu. Ini membuat bagian kecil dari kulit menjadi mati. Normalnya dapat sembuh dengan berjalannya waktu. dan jarang memerlukan cangkok kulit. 2. Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati infeksi. 3. Kaki bayi sangat kecil, struktumya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki bayi terbentuk oleh tulang rawan. Material ini dapat rusak dan mengakibatkan deformitas dari kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi sendir dengan bertambahnya usia 4. Komplikasi bila tidak diberi pengobatan: deformitas menetap pada kaki F. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Ultrasonografi Tes ini dapat membantu dokter untuk melihat posisi tulang dan ligament dikaki bayi yang terkena CTEV. 2. X-ray Dapat membantu dokter melihat tulang kaki yang tepengaruh. 3. MRI Diperlukan jika terdapat kerusakan jaringan lunak yang signifikan. G. Penatalaksanaan Sekitar 90-95% kasus club foot bisa di-treatment dengan tindakan non-operatif. Penanganan yang dapat dilakukan pada club foot tersebut dapat berupa: 1. Non-Operative: Pertumbuhan yang cepat selama periode infant memungkinkan untuk penanganan remodelling. Penanganan dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri dari tiga tahapan yaitu: koreksi dari deformitas, mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot normal tercapai, observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya deformitas. Koreksi dari CTEV adalah dengan manipulasi dan aplikasi dari serial "cast" yang dimulai dari sejak lahir dan dilanjutkan sampai tujuan koreksi tercapai. Koreksi ini ditunjang juga dengan latihan stretching dari struktur sisi medial kaki dan latihan 1 0
kontraksi dari struktur yang lemah pada sisi lateral. pada anak dengan koreksi non bedah sama dengan perawatan pada anak dengan anak dengan penggunaan "cast". Anak memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini, sehingga perawatan harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit dan sirkulasi merupakan bagian penting pada pemakaian cast. "cast" (termasuk observasi terhadap komplikasi), dan menganjurkan orangtua untuk memfasilitasi tumbuh kembang normal pada anak walaupun ada batasan karena deformitas atau therapi yang lama. Perawatan "cast" meliputi:
Biarkan cast terbuka sampai kering
Posisi ektremitas yang dibalut pada posisi elevasi dengan diganjal bantal pada hari pertama atau sesuai intruksi Observasi ekteremitas untuk melihat adanya bengkak, perubahan wama
kulit dan laporkan bila ada perubahan yang abnormal
Cek pergerakan dan sensasi pada ektremitas secara teratur, observasi adanya rasa nyeri
Batasi aktivitas berat pada hari-hari pertama tetapi anjurkan untuk melatih otototot secara ringan, gerakkan sendi diatas dan dibawah cast secara teratur.
Istirahat yang lebih banyak pada hari-hari pertama untuk mencegah trauma
Jangan biarkan anak memasukkan sesuatu ke dalam cast, jauhkan benda- benda kecil yang bisa dimasukkan ke dalam cast oleh anak.
Rasa gatal dapat dukurangi dengan ice pack, amati integritas kulit pada tepi cast dan kolaborasikan bila gatal-gatal semakin berat
Cast sebaiknya dijauhkan dari dengan air
2. Operatif Operasi dilakukan dengan melepasakan jaringan lunak yang mengalami kontraktur maupun dengan osteotomy. Ostectomy biasanya dilakukan pada kasus club foot yang neglected/ tidak ditangani dengan tepat. Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut:
Jika terapi dengan gibs gagal
1 1
Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan
3. Kasus yang resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu, tindakan ini dimulai dengan pemanjangan tendo Achiles kalau masih ada equinus, dilakuakan posterior release dengan memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki posterior, dan kalau perlu, kapsul talokalkaneus. Varus kemudian diperbaiki dengan melakukan release talonavikularis medial dan pemanjangan tendon tibialis posterior. (Ini Menurut Buku Appley). 4. Pada umur 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas umur 10 tahun atau kalau tulang kaki sudah mature, dilakukan tindakan artrodesis triple yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak pada tiga persendian. yaitu: art, talokalkaneus, art, talonavikularis, dan art, kalkaneokuboid.
1 2
BAB III ASKEP TEORITIS
A. Pengkajian 1. Biodata klien : Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan alamat. bayi laki-laki dua kali lebih banyak menderita kaki bengkok daripada perempuan. Kelainan ini sering terjadi pada anak laki-laki. Survei membuktikan dari 4 orang kasus Club foot, maka hanya satu saja seorang perempuan. Itu berarti perbandingan penderita perempuan dengan penderita laki-laki adalah 1:3 dan 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. 2. Keluhan Utama : Keluhan yang membuat klien dibawa ke rumah sakit karena adanya keadaan yang abnormal pada kaki anak yaitu adanya berbagai kekakuan kaki, atrofi betis kanan, hipoplasia tibia, fibula dan tulang-tulang kaki ringan. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti Klien tidak mengalami keluhan apa-apa selain adanya keadaan yang abnormal pada kakinya. 4. Riwayat penyakit keluarga 1 3
Dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
5. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal 1) Antenatal Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali perawatan antenatal , kemana serta kebiasaan minum jamua-jamuan dan obat yang pernah diminum serat kebiasaan selama hamil. 2) Natal Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, section secaria dan gamelli), presentasi kepala dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis spontan atau tidak. 3) Postnatal Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang berhubungan dengan gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola eliminasi dan respon lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya ashyksia, trauma dan infeksi. 6. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1 4
Berat badan, lingkar kepala, lingkar lengan kiri atas, lingkar dada terakhir. Tingkat perkembangan anak yang telah dicapai motorik kasar, halus, social, dan bahasa.
1 5
7. Riwayat Kesehatan Keluarga Sosial , perkawinan orang tua, kesejahteraan dan ketentraman, rumah tangga yan harmonis dan pola suh, asah dan asih. Ekonomi dan adat istiaadat, berpengaruh dalam pengelolaan lingkungan internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan intelektual dan pengetahuan serta ketrampilan anak. Disamping itu juga berhubungan dengan persediaan dan pengadaan bahan pangan, sandang dan papan. 8. Riwayat Imunisasi Riwayat imunisasi anak sangat penting, dengan kelengkapan imunisasi pada anak mencegah terjadinya penyakit yang mungkin timbul. Meliputi imunisai BCG, DPT, Polio, campak dan hepatitis. 9. Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola nutrisi, Makanan pokok utama apakah ASI atau PASI. pada umur anak
tertentu. Jika diberikan PASI (ditanyakan jenis, takaran dan frekuensi) pemberiaannya serta makanan tambahan yang diberikan. Adakah makanan yang disukai, alergi atau masalah makanan yang lainnya). 2) Pola eliminasi, sistem pencernaan dan perkemihan pada anak perlu dikaji BAB atau BAK (Konsistensi, warna, frkuensi dan jumlah serta bau). Bagaimana tingkat toileting trining sesuai dengan tingkat perkembangan anak. 3) Pola aktivitas, kegiatan dan gerakan yang sudah dicapai anak pada usia sekelompoknya mengalami kemunduran atau percepatan. 4) Pola istirahat, kebutha istirahat setiap hari, adakah gangguan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur dan yang mempercepat tidur. 5) Pola kebersihan diri, bagaiman perawatan pada diri anak apakah sudah mandiri atau masih ketergantuangan sekunder pada orang lain atau orang tua. 10. Pemeriksaan Fisik 1 6
1) Pantau status kardiovaskuler
1 7
2) Pantau nadi perifer 3) Pucatkan kulit ekstremitas pada bagian distal untuk memastikan sirkulasi yang adekuat pada ekstremitas tersebut 4) Perhatikan keketatan gips, gips harus memungkinkan insersi jari diantara kulit Ekstremitas dengan gips setelah gips kering 5) Kaji adanya peningkatan hal-hal berikut: -
Nyeri
-
Bengkak
-
Rasa dingin
-
Sianosis atau pucat
6) Kaji sensasi jari kaki -
Minta anak untuk menggerakkan jari kaki
-
Observasi adanya gerakan spontan pada anak yang tidak mampu berespon terhadap perintah
-
Laporkan dengan segera adanya tanda-tanda ancaman kerusakan sirkulasi
-
Intruksikan anak untuk melaporkan adanya rasa kebas atau kesemutan
7) Periksa suhu (gips plester) -
Reaksi kimia pada proses pengeringan gips, yang meningkatkan panas
- Evaporasi air, yang menyebabkan kehilangan panas 8) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau adanya nyeri tekan 9) Inspeksi bagian dalam gips untuk adanya benda-benda yang terkadang dimasukkan oleh anak yang masih kecil 10) Observasi adanya tanda-tanda infeksi -
Periksa adanya drainase
-
Cium gips untuk adanya bau menyengat
-
Periksa gips untuk adanya ”bercak panas” yang menunjukkan infeksi dibawah gips
-
Waspadai adanya peningkatan suhu, letargi dan ketidaknyamanan
11) Observasi kerusakan pernafasan (gips spika) -
Kaji ekspansi dada anak
-
Observasi frekuensi pernafasan 1 8
12)
Observasi warna dan perilaku Kaji adanya bukti-bukti perdarahan (reduksi bedah terbuka) :
- Batasi area perdarahan
13)
Kaji kebutuhan terhadap nyeri
1 9
ANALISA DATA data
Masalah 1. Tanda Mayor : Tanda Minor : -
CTEV Calcaneus,navicular dan cuboid terotasi kearah medial terhadap talus
etiologi Resiko tinggi cidera
Intervensi pada sendi subtalar (tungkai) Bentuk kaki abnormal Hambatan mobilitas fisik Risiko tinggi cedera
2. Tanda Mayor Ds: 1. mengeluh tidak nyaman Do: 1. Gelisah Tanda Minor Ds: 1. Mengeluh sulit tidur 2. Tidak mampu rileks 3. Mengeluh kedinginan/ kepanasan 4. Merasa gatal 5. Mengeluh mual 6. Mengeluh lelah Do: 1. Menunjukkan gejala distress 2. Tampakmerintih/m enangis 3. Pola eliminasi berubah 4. Postur tubuh berubah 5. Iritabilitas
Terapi Terapi operatif Pembedahan Nyeri
Gangguan rasa nyaman (Nyeri)
3. Tanda Mayor Ds: Do: 1. Kerusakan jaringan dan/ lspisan kulit Tanda Minor Ds: Do: 1. Nyeri 2. Perdarahan 3. Kemerahan 4. Hematoma
4. Tanda Mayor Ds: 1. Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas Ds: 1. kekuatan otot menurun 2. rentang gerak (ROM) menurun
Terapi konserfativ
Pemasangan gipsGips
terlalu ketat
Kompartemen sindrom Kerusakan integritas kulit CTEV Calcaneus,navicular dan cuboid terotasi kearah medial terhadap talus
Intervensi pada sendi subtalar (tungkai)
Tanda minor Ds: 1. nyeri saat bergerak 2. enggan melakukan pergerakan 3. merasa cemas saat bergerak Do: 1. sendi kaku 2. gerakan tidak terkoordinasi 3. gerakan terbatas 4. fisik lemah
Resiko tinggi kerusakan integritas kulit
Bentuk kaki abnormal
Hambatan mobilitas fisik
Kerusakan mobilitas fisik
5. tanda mayor Ds: 1. merasa bingung 2. merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi 3. sulit berkonsentrasi Do: 1. tampak gelisamh 2. tampak tegang 3. sulit tidur tanda minor Ds: 1. mengeluh pusing 2. anoreksia 3. papitasi 4. merasa tidak berdaya Do: 1. frekuensi nafas meningkat 2. frekuensi nasi meningkat 3. tekanan darah meningkat 4. diaforesis 5. tremor 6. muka tampak pucat 7. suara bergetar 8. kontak mata buruk 9. sering berkemih 10. berorientasi pada masa lalu
CTEV
Calcaneus,navicular dan coboid terotasi kearah medial terhadap talus
Inversi pada sendi subtalar (tungkai)
Bentuk kaki abnormal
ansietas
ansietas
A. Diagnosa Keperawatan 1. Resiko tinggi cidera berhubungan dengan adanya gips, pembengkakan jaringan, kemungkinan kerusakan saraf 2. Gangguan rasa nyaman (Nyeri) berhubungan dengan cidera fisik 3. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gips 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal 5. Ansietas berhubungan dengan penggunaan dan pengangkatan gips. B. Intervensi Keperawatan No 1.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Keperawatan Hasil Resiko tinggi Tujuan :
1.
cidera b.d adanya
Rasional
Tinggika
1. Untuk
1n. ekstremitas yang di menurunkan
gips,
Pasien
tidak gips
pembengkakan
mengalami
jaringan,
kerusaka2n.
gips yang terpajan untuk peninggian
kemungkinan
kerusakan neurologis
mengetahui adanya nyeri, ekstremitas
kerusakan saraf
atau
pembengkakan, 2.
sirkulasi
Kaji
dan ,bengkak,
bagian karena
perubahan meningkatkan
Pasien
warna
mempertahankan
pucat), pulsasi, hangat, 2.Adanya tanda-
integritas gips
da2n.
atau aliran balik vena
kemampuan tanda tersebut menandakan
untuk bergerak
Kriteria Hasil:
3.
– Jari kaki hangat, merah muda, sensitif, dan menunjukkan pengisian
(sianosis
kapiler
basah
Rawat
dengan
17
telapak gangguan
tangan,hindari penekanan sirkulasi gips dengan ujung jari (gips plester) .
dengan segera
gips terjadinya
–
Gips
mengering
4.
Tutupi
tepi 3. Karena
dengan cepat, tetap gips yang kasar dengan ” bersih dan utuh
penekanan dapat
petal” adesif 5.
Jangan
menyebabkan area tekan
menutupi
gips
yan4g.
masih basah
Jangan melindungi
6.
gips mengeringkan
gips
dengan kipas pemanas
lingkungan
dengan kelembaban
Untuk
mengeringkannya dari dalam keluar
tinggi 8. Bersihkan area yang
dan
mencegah iritasi
7. Gunakan kipas 5. di
tepi
kulit
atau pengering biasa
Untuk
4.
kotor
dari
gips
6. Karena
dengan kain basah dan terjadi
dapat luka
sedikit pembersih putih bakar dan gips yang rendah abrasif.
hanya
akan
kering di bagian luar tetapi tidak di bagian dalam
18
.
2.
rasa Tujuan :
Gangguan nyaman
(Nyeri) ketidaknyamanan
berhubungan dengan fisik
.
yang nyaman, gunakan
yang dialami pasien
cidera tidak
ada
1. Berikan posisi. 1. Mengurangi bantal untuk menyokong
minimal –
Anak
menunjukkan
ekstremitas yang
atau area dependen 2.
Kriteria Hasil:
batasi
Bila
perlu di gips
aktivitas
yang.
bukti.
3. Hilangkan rasa. gatal
ketidaknyamanan
dengan udara dinginyang
ketidaknyamanan
minor
2.
Untuk
tidak melelahkan
bukti
–
ketegangan
dapat
dibawah
gips 3.
ditiupkan
dari
spuit
asepto,
fan,
dan
pengering rambut.
ditoleransi
4.
mencegah nyeri
Hindari
Udara
dingin
dapat
mengurangi rasa gatal 4. Karena
menggunakan bedak atau lotion dibawah gips
substansi
ini
mempunyai kecenderungan untuk
19
20
”menggumpal” dan menimbulkan iritasi
3.
Resiko
tinggi Tujuan :
kerusakan integritas
Pasien kulit mengalami
berhubungan
kulit
dengan gips
Kriteria Hasil : -
1. Pastikan bahwa. semua
tidak iritasi
tepi gips halus dan bebas
1.
Tepi
gips yang tidak halus
dapat
dari proyeksipengiritasi mengiritasi kulit
Tidak
2. jangan
membiarkan
2. Untuk
ditemukannya anak memasukkan sesuatu mencegah
tanda-tanda kerusakan
trauma kulit
ke dalam gips
integritas kulit
3. Untuk 3. Waspadai
anak yang mendorong
lebih besar untuk tidak
kepatuhan 4.
memasukan benda-benda kedalam gips, jelaskan Karena
kulit
mengapa ini penting 2. Jaga agar kulit yang yang
terpajan
tetap
bersih dan bebas dari.
bersih memicu
iritan 21
tidak
dapat
22
3. Lindungi gips
timbulnya iritasi 5. Karena dapat
23
kulit teriritasi
selama mandi,
kecuali akibat
jika gips sintetik tahan
adanya
air di dalam
terhadap air
gips 6.
6. Selama gips Karena dilepas,
rendam akan
danbasuh
gips mengeras
kulit dengan
denganperlahan
kulit
terdeskuamasi dan
sekresi
sebasea
4.
Tujuan :
Kerusakan mobilitas
Dorong untu1k.
fisik Pasien
meningkatkan
berhubungan
mempertahankan
ambulasi
dengan
penggunaan otot pada.
mungkin
kerusakan
area yang tidak sakit
sesegera mobilitas 2. Untuk
1.
Ajarkan.
penggunaan
muskuloskeletal Kriteria hasil :
membantu
alat
melatih
mobilisasi seperti kurk ekstremitas untuk kaki yang di gips
–
1. Untuk
Ekstremitas
dengan bantuan
2. Dorong anak penopang berat
yang tidak sakit tetap
dengan
mempertahankan
untuk berambulasi segera
tonus otot yang baik.
setelah kondisi umumnya. melatih
–
anak
alat
memungkinkan 3.
melakukan
ambulasi. badan
24
dan
meningkatkan Dorong mobilitas
aktivitas aktivitas
3. Untuk
bermain
dan
25
yang sesuai dengan
pengalihan
4. Untuk
usia dan kondisi 5. Dorong anak
anak5.
melatih
otot
yang tidak sakit untuk
menggunakan
5. Untuk
sendi-sendi di atas dan mempertahanka n
d6i. bawah gips
fleksibilitas
dan fungsi sendi 5.
Ansietas
Tujuan :
1. Jelaskan apa.
berhubungan dengan
1.
yang akan dilakukan dan Pasien
mendapatkan apa yang dapat dilakukan Menghilangkan
penggunaan dan dukungan
yang anak untuk membantu
pengangkatan
adekuat
selama
gips.
pemasangan
2. Jelaskan
apa mendorong
dan. yang akan dialami
kerja sama
pengangkatan gips
2.
ana2k selama pengangkatan
Kriteria Hasil :
gips; kebisingan gergaji, Anak
menjalani
prosedur pemasangan dan
pengangkatan
gips dengan distres minimal
dan
rasa takut dan
kerja
sensasi
geli
karena rasa takut kulit terpotong
getaran, ketidakmungkinan cidera karena
prosedur,
menunjukkan keamanan gergaji pada diri sendiri
sama
dan orang lain
26
Menghilangkan
C. Implementasi Implementasi adalah suatu penerapan atau tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana yang telah disusun atau dibuat dengan cermat dan terperinci sebelumnya.
D. Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses identifikasi untuk mengukur atau menilai apakah suatu kegiatan atau program yang dilaksanakan sesuai dengan perencanaan atau tujuan yang ingin dicapai.
27
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah dari posisi normal yang umum terjadi pada anak-anak. CTEV adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia (Priciples of Surgery, Schwartz). Penyebab pasti dari clubfoot sampai sekarang belum diketahui. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim dan perkembangan embryonic yang abnormal yaitu saat perkembangan kaki ke arah fleksi dan eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Treatment dimulai saat kelainan didapatkan dan terdiri dari tiga tahapan yaitu : koreksi dari deformitas,mempertahankan koreksi sampai keseimbangan otot normal tercapai, observasi dan follow up untuk mencegah kembalinya deformitas. Pemasangan gips serial segera dimulai setelah kelahiran.
B. Saran Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan kepada para pembaca khususnya pada orang tua, jika mempunyai bayi baru lahir, sebaiknya memperhatikan kondisii bayinya, bila orang tua malihat ketidaksesuain bentuk dari kedua kaki bayi segeralah meminta konfirmasi pada petugas medis tentang keadaan kaki bayi. Bila ternyata ada kelainan 28
sebaiknya segera
29
berobat ke dokter spesialis orthopedic untuk mendapatkan pengobatan sedini mungkin karena pengobatan CTEV ini secara bertahap dan berkelanjutan sehingga harus sabar dan rutin kontrol serta mematuhi anjuran dokter agar tercapai hasil yang optimal. Selain itu, diharapkan juga kepada tenaga medis khususnya perawat agar lebih tepat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada anak dengan CTEV.
30
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, K. A. C., & SpOT, K. A. Congenital Talipes Equino Varus (CTEV). 2015 Salter, RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system: An introduction to orthopaedics, fractures, and joint injuries, rheumatology, metabolic bone disease, and rehabilitation. Lippincott Williams & Wilkins, 1999.
31