3 Laporan Pendahuluan Gea [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN GASTROENTERITIS AKUT PADA ANAK DIRUANG PUSPA



Diajukan untuk memenuhi tugas Stase Anak Dosen : TIM



Disusun Oleh : Risza Apriani Fauziyah JNR0200119



PROGRAM STUDI PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN TAHUN AKADEMIK 2020/2021



Daftar Isi



Daftar Isi................................................................................................................... i A. Pengertian ........................................................................................................ 1 B. Anatomi Fisiologi ............................................................................................ 1 C. Etiologi............................................................................................................. 7 D. Manifestasi Klinis ............................................................................................ 8 E. Komplikasi ....................................................................................................... 8 F.



Patofisiologi ..................................................................................................... 9



G. Pathway.......................................................................................................... 11 H. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 12 I.



Penatalaksanaan Medis .................................................................................. 12



J.



Konsep Asuhan Keperawatan ........................................................................ 16



Daftar Pustaka ....................................................................................................... 26



i



A. Pengertian Gastroenteritis adalah peradangan pada lambung, usus kecil dan usus besar dengan berbagai kondisi patologis dari saluran gastrointestinal dengan manifestasi diare, dengan atau tanpa disertai muntah, serta ketidaknyamanan abdomen (Muttaqin, 2011). Gastroenteritis adalah muntah dan diare akibat infeksi atau peradangan pada dinding saluran pencernaan, terutama lambung dan usus. Di masyarakat luas, gastroenteritis lebih dikenal dengan istilah muntaber (Nurarif & Kusuma, 2015) Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk tinja dengan intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali dalam kurun waktu satu hari (Prawati & Haqi, 2019). Diare adalah kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2011) B. Anatomi Fisiologi



1



Sistem pencernaan /sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zatzat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi kedalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisaproses tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan dan juga meliputi organ organ yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu: pankreas, hati dan kandung empedu. 1. Mulut Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada manusia. Mulut biasanya terletak dikepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir dianus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi olehselaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat dipermukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri darimanis, asam, asin dan juga pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan juga lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan dikunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecilyang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagianbagian dari makanan tersebut dengan enzimenzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan juga menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis. 2. Kerongkongan (Esofagus) Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut kedalam lambung.



2



Makanan



berjalan



melalui



kerongkongan



dengan



menggunakan



prosesperistaltik. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Esofagus dibagi menjadi tiga bagian: a) Bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka). b) Bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus). c) Serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus). 3. Lambung Merupakan organ otot berongga yang besar dan juga berbentuk seperti kandang keledai. Terdiri dari 3 bagian yaitu: a) Kardia. b) Fundus. c) Antrum. Makanan masuk kedalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung kedalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmikuntuk mencampur makanan dengan enzimenzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting: a) Lendir Lendir melindungi sel-sel lambung darikerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini,bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung b) Asam klorida (HCl) Asam klorida menciptakan suasana yang sangatasam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengancara membunuh berbagai bakteri.



3



c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein) 4. Usus Halus (usus kecil) Usus halus /usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak diantara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap kehati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan juga lemak. Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot melingkar (Msirkuler), lapisan otot memanjang (M longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum), usus kosong (jejenum) dan usus penyerapan (ileum). Villi usushalus terdiri dari pipa berotot (>6cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi /usus 12 jari (duodenum), usus tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum). a) Usus dua belas jari Usus dua belas jari (Duodenum) Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usushalus yang terletak setelah lambung dan juga menghubungkannya ke usus kosong (jejenum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usushalus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir diligamentumTreitz.



Usus



duabelas



jari



merupakan



organ



retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus duabelas jari terdapat duamuara saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenumdigitorum, yang berarti dua belas jari. Lambung melepaskan makanan kedalam usus duabelas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk kedalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna



4



oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. b) Usus Kosong (jejenum) Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian dari usus halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan jugausus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan juga terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yaitu sedikitnya selgoblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis. c) Usus Penyerapan (ileum) Usus penyerapan /ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan juga jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan juga garam-garam empedu. 5. Usus Besar (Kolon) Usus besar /kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam ususbesar berfungsi mencerna makanan beberapa bahan dan juga membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa



5



penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air dan terjadilah diare. 6. Usus Buntu (sekum) Usus buntu /sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan juga beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivore memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif memiliki yang kecil, yang sebagian /seluruhnya digantikan oleh umbai cacing. 7. Umbai Cacing (Appendix) Umbai cacing /apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disebut apendisitis /radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah didalam rongga abdomen /peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda-beda diretrocaecal /dipinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organvestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik. Operasi membuang umbaicacing dikenal sebagai appendiktomi. 8. Rektum dan Anus Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir dianus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika



6



kolon desendens penuh dan juga tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem sarafyang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, seringkali material akan dikembalikan ke ususbesar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan juga anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan juga sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan juga penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus C. Etiologi Menurut Arif Muttaqin (2011) dan Suriadi (2010), penyebab dari gastroenteritis sangat beragam , antara lain sebagai berikut : 1. Faktor infeksi : a.



Infeksi berbagai macam bakteri yang disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum (enteropathogenic, escherichia coli, salmonella, shigella, V.Cholera, dan clostridium).



b.



Infeksi berbagai macam virus : enterovirus, echoviruses, adenovirus, dan rotavirus. Penyebab diare terbanyak pada anak adalah virus Rotavirus.



c.



Jamur : candida



d.



Parasit (giardia clamblia, amebiasis, crytosporidium dan cyclospora)



2. Faktor non infeksi/ bukan infeksi : a.



Alergi makanan, misal susu, protein



7



b.



Gangguan metabolik atau malabsorbsi : penyakit



c.



Iritasi langsung pada saluran pencernaan oleh makanan



d.



Obat-obatan : Antibiotik, Laksatif, Quinidine, Kolinergik, dan Sorbital.



e.



Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis



f.



Emosional atau stress



g.



Obstruksi usus



D. Manifestasi Klinis Menurut Sodikin (2011), Beberapa tanda dan gejala yang terjadi pada kasus gastroenteritis, antara lain : 1.



Bayi atau anak menjadi cengeng, rewel, gelisah



2.



Suhu badan meningkat



3.



Nafsu makan berkurang atau tidak ada



4.



Timbul diare



5.



Feses makin cair, mungikn mengandung darah dan atau lender



6.



Warna feses berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.



7.



Muntah baik sebelum maupun sesudah diare



8.



Terdapat gejala dan tanda dehidrasi : ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus otot dan turgor kulit berkurang, selaputlendir pada mulut dan bibir terlihat kering



9.



Berat badan menurun, Pucat, lemah



E. Komplikasi Menurut Wijayaningsih (2013) beberapa komplikasi diare, diantaranya : 1.



Dehidrasi akibat kekurangan cairan dan elektrolit yang dibagi menjadi: Dehidrasi ringan,apabila terjadi kehilangan cairan < 5% BB Dehidrasi sedang,apabila terjadi kehilangan cairan 5-10% BB Dehidrasi berat,apabila terjadi kehilangan cairan >10-15% BB



8



2.



Renjatan hipovolemik akibat menurunnya volume darah dan apabila penurunan volume darah mencapai 15-25% maka akan menyebabkan penurunan tekanan darah.



3.



Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).



4.



Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.



5.



Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.



6.



Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan



F. Patofisiologi Gastroenteritis bisa disebabkan oleh 4 hal, yaitu faktor infeksi (bakteri, virus, parasit), faktor malabsorbsi, faktor makanan dan faktor psikologis. Diare karena infeksi seperti bakteri, berawal dari makanan atau minuman yang terkontaminasi dan tertelan masuk ke dalam saluran pencernaan. Sistem pertahanan tubuh di lambung yaitu asam lambung, dapat membunuh bakteri yang masuk ke dalam lambung, namun apabila jumlah bakteri terlalu banyak, maka dapat lolos dan masuk ke duodenum kemudian berkembang biak. Pada kebanyakan kasus gastroenteritis, organ tubuh yang diserang adalah usus. Bakteri di dalam usus akan memproduksi enzim yang dapat mencairkan lapisan lendir permukaan usus, sehingga bakteri dapat masuk ke dalam membran epitel, dan akan mengeluarkan toksin yang dapat merangsang sekresi cairan-cairan usus di bagian kripta villi dan menghambat absorbsi cairan. Akibatnya volume cairan di dalam lumen usus meningkat yang mengakibatkan dinding usus menggembung dan tegang, dan akan terjadi hipemotilitas untuk menyalurkan cairan di usus besar. Apabila jumlah cairan tersebut melebihi kapasitas absorbsi usus maka akan terjadi diare (Ngastiyah, 2011). Diare yang disebabkan malabsorbsi makanan oleh usus terjadi karena peningkatan tekanan osmotik di dalam rongga usus. Peningkatan tekanan



9



osmotik terjadi karena makanan atau zat di usus yang tidak dapat diserap. Sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadi diare (Ngastiyah, 2011). Makanan beracun juga dapat menyebabkan diare apabila tertelan. Makanan beracun di dalam usus akan menyebabkan iritasi mukosa usus dan mengakibakan hiperperistaltik, sehingga terjadi penurunan absorbsi usus, dan timbul diare. Peristaltik yang menurun juga dapat menyebabkan diare karena bakteri tumbuh berlebihan (Ngastiyah, 2011). Adanya iritasi mukosa usus dan peningkatan volume cairan di lumen usus menyebabkan nyeri pada abdomen. Selain itu, nyeri abdomen atau kram juga timbul karena metabolisme karbohidrat oleh bakteri di usus yang menghasilkan gas H2 dan CO2 yang juga akan menimbulkan kembung dan flatus berlebihan. Biasanya pada keadaan ini juga akan timbul keluhan mual muntah dan nafsu makan menurun. Hal ini dikarenakan terjadinya ketidakseimbangan asam-basa dan elektrolit (Ngastiyah, 2011). Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan akan menyebabkan dehidrasi, yang ditandai dengan penurunan berat badan, turgor kulit berkurang, mata cekung, mukosa bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Tubuh yang kehilangan cairan dan elektrolit berlebihan, terjadi penurunan volume cairan ekstrasel dan intrasel dan juga mengalami penurunan Na, K dan ion karbonat. Maka volume darah juga akan berkurang. Tubuh akan mengalami gangguan sirkulasi, perfusi jaringan terganggu dan akhirnya dapat menyebabkan syok hipovolemik dengan gejala denyut jantung meningkat, nadi cepat dan lemah, penurunan tekanan darah , dan penurunan kesadaran. Akibat lain dari kehilangan cairan tubuh yang berlebihan adalah terjadinya asidosis metabolik dimana pasien akan pucat dan pernapasan menjadi cepat dan dalam, (Ngastiyah, 2011).



10



Faktor psikologis juga dapat menyebabkan diare. Kondisi psikologis seperti stress, marah dan takut dapat merangsang kelenjar adrenalin di bawah pengendalian sistem persarafan simpatis untuk merangsang pengeluaran hormon yang bekerja mengatur metabolisme tubuh. Sehingga bila terjadi stres maka metabolisme meningkat dalam bentuk peningkatan motilitas usus (Ngastiyah, 2011).



G. Pathway Infeksi



Makanan



Psikologi



Berkembang diusus



Toksis tak dapat diserap



Ansietas



Hipersekresi air & elektrolit



Hiperperistaltik



Malabsorbsi KH, lemak, protein



Isi usus Meningkatkan tekanan osmotik Pergeseran air & elektrolit ke usus



Diare



Distensi abdomen



Frekuensi BAB meningkat



Mual muntah Hilang cairan dan elektrolit berlebihan



Frekuensi BAB meningkat Nafsu makan menurun



Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit



Asidosis metabolik Sesak



Dehidrasi 11



Defisit nutrisi



Gangguan pertukaran gas



Kekurangan volume cairan



Resiko syok hipovolemi



Sumber : Nurarif & Kusuma, 2015 H. Pemeriksaan Penunjang Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada diagnos medis diare adalah : 1. Pemeriksaan darah tepi lengkap 2. Pemeriksaan urine lengkap 3. Pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur 4. Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik 5. Pemeriksaan sediaan darah malaria serta serologi Helicobacter Jejuni sangat dianjurkan 6. Duodenal intubation



untuk mengetahui kuman penyebab secara



kuantitatif dan kualitatif tentang pada diare kronik. 7. Pemeriksaan darah 5 darah perifer lengkap, analisis gas darah (GDA) & elektrolit (Na, K, Ca, dan P serum yang diare disertai kejang) 8. Pemeriksaan tinja 9. Pemeriksaan analisa gas darah 10. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal 11. Pemeriksaan serum elektrolit terutama kadar natrium, kalium, calsium dan fosfor (terutama pada penderita diare yang disertai kejang) 12. Pemeriksaan



kadar



glukosa



darah



bila



terdapat



tanda-tanda



hipoglikemia I. Penatalaksanaan Medis Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan (2011) program lima langkah tuntaskan diare yaitu:



12



1.



Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah. Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare. Sejak tahun 2004, WHO/UNICEF merekomendasikan Oralit dengan osmolaritas rendah. Berdasarkan penelitian dengan Oralit osmolaritas rendah diberikan kepada penderita diare akan: a) Mengurangi volume tinja hingga 25% b) Mengurangi mual muntah hingga 30% c) Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena sampai 33%. Aturan pemberian oralit menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan : a) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5% 1)



Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret



2)



Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret



3)



Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret



b) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5%-5% Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kgbb dan selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi c) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10% Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas. Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat



13



minum langsung dari gelas. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. 2.



Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat. Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap sehat. Obat Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30 detik. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai berikut: 1) Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari 2) Balita umur ≥ 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari



3.



Pemberian Makan Memberikan makanan selama diare kepada balita (usia 6 bulan ke atas) penderita diare akan membantu anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Sering sekali balita yang terkena diare jika tidak diberikan asupan makanan yang sesuai umur dan bergizi akan menyebabkan anak kurang gizi. Bila anak kurang gizi akan meningkatkan risiko anak terkena diare kembali. Oleh karena perlu diperhatikan:



14



a) Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masa penyembuhan (bayi 0 – 24 bulan atau lebih). b) Dukung ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi berusia 0- 6 bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formula berikan konseling kepada ibu agar kembali menyusui eksklusif. Dengan menyusu lebih sering maka produksi ASI akan meningkat dan diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi. c) Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makan. Makanan Pendamping ASI (MP ASI) sesuai umur pada bayi 6 – 24 bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan keluarga secara bertahap. d) Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak. 4.



Antibiotik Selektif Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Efek samping dari penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik.



5.



Nasihat kepada orang tua/pengasuh Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian Oralit, Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika anak: a) Buang air besar cair lebih sering b) Muntah berulang-ulang c) Mengalami rasa haus yang nyata d) Makan atau minum sedikit e) Demam



15



f) Tinjanya berdarah g) Tidak membaik dalam 3 hari



J. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan klien. Pengkajian yang lengkap, dan sistematis sesuai dengan fakta atau kondisi yang ada pada klien sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu ( Olfah & Ghofur, 2016 ). a. Anamnesa 1) Identitas penderita Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis. 2) Keluhan Utama Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan utamanya yakni BAB lebih dari 3 kali sehari, konsistensi encer, mual muntah, perut sakit. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. c) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.



16



3) Riwayat Kesehatan a) Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama Frekuensi BAB meningkat dengan bentuk dan konsistensi yang lain dari biasanya dapat cair dan berlendir/berdarah dan dapat pula disertai gejala lain panas, muntah, anoreksia, nausea, vomiting. b) Riwayat Kesehatan Dahulu Jika disebabkan infeksi parenteral (infeksi) diluar alat pencernaan, OMA infeksi. c) Riwayat Kesehatan Keluarga Ada pasien yang menderita alergi makanan (diare yang disebabkan adalah alergi terhadap makanan). d) ADL Nutrisi : terjadi anoreksia, mual, muntah Eleminasi : BAB lebih dari 4x (bayi)/BAB lebih dari 3x (anak) dapat cair, lendir, berdarah dan BAK frekuensi menurun Pesonal hygiene : iritasi pada sekitar usus Aktivitas : lemas dan mengantuk Istirahat tidur : bisa terganggu bisa tidak e) Pemeriksaan fisik Keadaan umum : kedaan dehidrasi ringan, kesadaran kompos mentis keadaan lebih dari lanjut, apatis, somnolen, koma. Sistem kardiovaskuler : peningkatan jantung, nadi, TD menurun, nadi kecil dan cepat serta meningkat suhu tubuh. Sistem RR : Pernafasan cepat, dalam dan teratur 2. Sistem pencernaan : peningkatan frekuensi BAB dan peningkatan peristaltik usus, kembung, distersi abdomen, tympani. Sistem perkemihan : produksi urine menurun (oliguri – anuri) Sistem integumen : turgor menurun, panas, pucat, kapiler refill melambat, warna kemerahan/lecet (terutama sekitar anus)



17



Sistem muskuloskeletal : kejang bila panas meningkat, pada hypoglikemi tremor/getar, hipokalemi, distensi abdomen.



3. Analisa Data No 1



2



3



4



5



6



7



Data DS: Pasien mengatakan sesak napas DO: Takikardia, penurunan / peningkatan PCO2, bunyi napas tambahan, gelisah DS: Pasien mengeluh sering BAB DO: Defekasi lebih dari 3 kai dalam 24 jam, feses lembek atau cair DS : DO : Frekuensi nadi meningkat, turgor kulit menurun, nadi teraba lemah, volume urin menurun DS: DO: Kerusakan jaringan dan lapisan kulit, muncul tanda infeksi DS: Pasien mengatakan nyeri abdomen, nafsu makan menurun DO: Bising usus hiperaktif, otot penguyah lemah, membran mukosa pucat, sariawan, diare DS: Merasa bingung, khawatir terhadap kondisi yang dihadapi DO: Tampak gelisah, tegang DS: Pasien mengatakan tidak nafsu makan minum DO: Mukosa bibir kering



Etiologi Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi



Masalah Gangguan pertukaran (D.0003)



Proses infeksi Kecemasan Terpapar kontaminan



Diare (D.0020)



Kehilangan cairan aktif Kekurangan intake cairan Perubahan sirkulasi Penurunan mobilitas Faktor mekanis (gesekan) Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient



gas



Hipovolemia (D.0023)



Gangguan integritas kulit (D.0129)



Defisit (D.0019)



nutrisi



Terpapar bahaya Ansietas (D.0080) lingkunga (polutan, kontaminan) Kekurangan volume Resiko hipovolemia cairan (D.0034)



4. Diagosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul



18



a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi ditandai dengan Takikardia, penurunan / peningkatan PCO2, bunyi napas tambahan, gelisah (D.0003) b. Diare berhubungan dengan Proses infeksi; Kecemasan; Terpapar kontaminan ditandai dengan Defekasi lebih dari 3 kai dalam 24 jam, feses lembek atau cair (D.0020) c. Hipovolemia



berhubungan



dengan



Kehilangan



cairan



aktif;



Kekurangan intake cairan ditandai dengan frekuensi nadi meningkat, turgor kulit menurun, nadi teraba lemah, volume urin menurun (D.0023) d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan Perubahan sirkulasi; Penurunan mobilitas; Faktor mekanis (gesekan) ditandai dengan Kerusakan jaringan dan lapisan kulit, muncul tanda infeksi (D.0129) e. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient ditandai dengan keluhan nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising usus hiperaktif, otot penguyah lemah, membran mukosa pucat, sariawa, diare (D.0019) f. Ansietas berhubungan dengan terpapar bahaya lingkunga (polutan, kontaminan) ditandai dengan merasa bingung, khawatir terhadap kondisi yang dihadapi, tampak gelisah, tegang (D.0080) g. Resiko hipovolemia ditandai dengan kekurangan volume cairan, mukosa bibir kering (D.0034)



19



5. Intervensi Keperawatan No 1



Diagnosa Keperawatan Gangguan pertukaran gas (D.0003)



2



Diare (D.0020)



Perencanaan Tujuan Setelah diberikan intervensi selama 1 x 24 jam maka diharapkan pertukaran gas pasien meningkat dengan kriteria hasil : (L.01003) 1. Pola nafas membaik 2. Warna kulit membaik 3. Sianosis membaik 4. Takikardia membaik



Setelah diberikan intervensi selama 1 x 24 jam maka diharapkan eliminasi fekal membaik membaik dengan kriteria hasil : (L.04033) 1. Keluhan BAB cair menurun 2. Distensi abdomen menurun



Intervensi Pemantauan respirasi (I.01014) Observasi: 1. Monitor frekuensi,irama,dan kedalaman upaya nafas 2. Monitor pola nafas 3. Monitor saturasi oksigen 4. Monitor nilai analisa gas darah Terapeutik: 1. Dokumentasikan hasil pemantauan Edukasi : 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu Kolaborasi: 1. Kolaborasi pemberian obat. Manajemen diare (I.03101) Observasi 1. Identifikasi penyebab diare 2. Identifikasi riwayat pemberian makanan 3. Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja 4. Monitor tanda dan gejala hipovolemia 5. Monitor jumlah pengeluaran diare



20



3



Hipovolemia (D.0023)



3. Konsistensi feses membaik Terapeutik 4. Frekuensi defekasi membaik 1. Berikan asupan makanan oral (mis. larutan garam gula, oralit)) 5. Peristaltik usus membaik 2. Pasang jalur inravena 3. Berikan cairan intravena 4. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit 5. Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap 2. Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan mengandung laktosa 3. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (mis. loperamide, difenoksilat) 2. Kolaborasi obat pengeras feses (mis. atapulgit, smektil, kaolin pektin) Setelah diberikan intervensi Manajemen syok hipovolemik (I.02050) selama 1 x 24 jam maka Observasi: diharapkan status cairan klien 1. Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, dapat membaik, dengan kriteria frekuensi napas, TD dan MAP). hasil: (L.03028) 2. Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD) 1. Kekuatan nadi meningkat. 3. Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit dan 2. Turgor kulit meningkat. CRT).



21



3. 4. 5. 6. 7.



4



Gangguan integritas kulit (D.0129)



Output urine meningkat. Membran mukosa membaik. Oliguria membaik. Intake cairan membaik. Suhu tubuh membaik.



Setelah diberikan intervensi selama 1 x 24 jam maka diharapkan sintegritas kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil : (L.14125) 1. Elastisitas meningkat 2. Kerusakan jaringan menurun 3. Tanda infeksi menurun 4. Suhu kulit membaik



4. Periksa tingkat kesadaran dan respon pupil. Terapeutik: 1. Pertahankan jalan napas paten. 2. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%. 3. Berikan posisi syok (modified trendelerberg). 4. Pasang jalur IV berukuran besar (misalnya, nomer 14 atau 16). 5. Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine. 6. Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung. 7. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Kolaborasi: 1. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 1-2 L pada dewasa. 2. Kolaborasi pemberian infus cairan kristaloid 20 mL/kgBB pada anak. 3. Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu. Perawatan integritas kulit (I.11353) Observasi 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit Terapeutik 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring 2. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare 3. Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering 4. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering



22



5



Defisit nutrisi (D.0019)



Setelah diberikan intervensi selama 1 x 24 jam maka diharapkan status nutrisi membaik dengan kriteria hasil : (L.03030) 1. Nafsu makan membaik 2. Berat badan membaik 3. Bising usus dalam rentang normal 4. Nyeri abdomen menurun



Edukasi 1. Anjurkan menggunakan pelembab 2. Anjurkan minum air yang cukup 3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 4. Anjurkan meningkatkan asupan sayur dan buah 5. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem Manajemen nutrisi (I.03119) Observasi 1. Identifikasi status nutrisi 2. dentifikasi alergi dan intoleransi makanan 3. Identifikasi makanan yang disukai 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik 6. Monitor asupan makanan 7. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Terapeutik 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu 2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi 3. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein 4. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai 5. Berikan suplemen makanan, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu 2. Ajarkan diet yang diprogramkan



23



6



Ansietas (D.0080)



Setelah diberikan intervensi selama 1 x 24 jam maka diharapkan tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil : (L.09093) 1. Verbalisasi kebingungan menurun 2. Verbalisasi khawatir menurun 3. Perilaku gelisah menurun 4. Perilaku tegang menurun 5. Pola tidur membaik



7



Resiko hipovolemia



Setelah diberikan intervensi selama 1 x 24 jam maka



Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri, antimetik), jika perlu 3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu Reduksi ansietas (I.09314) Observasi 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan 3. Monitor tanda ansietas Terapeutik 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan percaya 2. Pahami situasi yang membuat ansietas 3. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan 4. Motivasi mengidentifikasi suasana yang memicu kecemasan Edukasi 1. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepasi 2. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi kecemasan 3. Latih teknik relaksasi 4. Anjurkan keluarga untuk tetap menemani pasien Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu Manajemen hipovolemia (I.03116) Observasi



24



(D.0034)



diharapkan status cairan membaik 1. Periksa tanda gejala hipovolemia dengan kriteria hasil : (L.03028) 2. Monitor intake dan output cairan 1. Kekuatan nadi meningkat Terapeutik 2. Turgor kulit membaik 1. Hitung kebutuhan cairan 3. Output urine meningkat 2. Berikan posisi modified trendelenburg 4. Perasaan lemah menurun 3. Berikan asupan cairan oral Edukasi 1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral 2. Anjurkan menghidarai perubahan posisi mendadak Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl, RL) 2. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. NaCl 0,4%, glukosa 2,5%) 3. Kolaborasi pemberian produk darah



25



Daftar Pustaka Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Balita. Jakarta Ngastiyah, 2011. Perawatan Anak Sakit. Edisi II. Jakarta: EGC Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta. Mediaction PPNI. (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika Wijayaningsih Kartika Sari. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Tim. Yustiana Olfah, APP., M.Kes & Abdul Ghofur, S.Kp, M. K. (2016). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta.



26