7 0 226 KB
MAKALAH KELOMPOK ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PENYAKIT HIRSCHSPRUNG DISEASE Disusun Untuk Memenuhi TugasKeperawatanAnak Dosen Pembimbing: Wiwi Kustio P,M.PH
DisusunOleh : 1. Yoan Tyas Pambudi
(2920183323)
2. Yuaninda Astri Rachmawati
(2920183324)
3. Nurlita Shintaningrum
(2820173072)
Kelas 3B
PRODI D3 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA 2020
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Keperawatan Anak ini dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Penyakit Hirschsprung Disease” sesuai harapan penulis dan sesuai waktu yang telah di tentukan, meskipun tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Dalam penyusunan tugas makalah ini, tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan, dorongan, dan fasilitas yang penulis terima dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Wiwi Kustio P,M.PH selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Keperawatan Anak atas bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan.Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusulan makalah ini, sehingga kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan demi perbaikan lebih lanjut.
Yogyakarta, September 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………………………………………………………….. ii DAFTAR ISI…………………………………………………………………… iii BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………… 1 A. Latar Belakang…………………………………………………………. 1 B. Tujuan …………………………………………………………………. 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA………………………………………………….. 3 A. Definisi Hirschsprung..………………………………………………... 3 B. Klasifikasi Hirschsprung..……………………………………………... 4 C. Etiologi Hirschsprung…………………………………………………. 4 D. Manifestasi Klinis Hirschsprung...…………………………………….. 4 E. Patofisiologi Hirschsprung ..…………………………………………... 6 F. Pathway Hirschsprung...……………………………………………….. 8 G. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………… 9 H. Komplikasi Hirschsprung .…………………………………………….. 11 I. Penatalaksanaan Hirschsprung...……………………………………….. 11 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN…………………………………..……. 13 A. Pengkajian ……………………………………………………………... 13 B. Diagnosa Keperawatan…………………………………………………. 14 C. Rencana Asuhan Keperawatan (NCP)………………………………….. 14 BAB IV ANTICIPATORY GUIDANCE………………………………………. 24 BAB V PENUTUP……………………………………………………………… 25 A. Kesimpulan …………………………………………………………….. 25 B. Saran……………………………………………………………………. 25 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………... 26
iii
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usus besar merupakan organ yang ada dalam tubuh manusia. Usus besar merupakan tabung muscular dengan panjang sekitar 1,5 m yang terdiri dari sekum, kolon, dan rectum. Dimana diameter usus besar lebih besar daripada usus kecil. Semakin ke bawah menuju rectum, diameternya akan semakin kecil. Secara fisiologis, usus besar berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan elektrolit. Selain itu, usus besar juga berfungsi untuk menyimpan feses, dan mendorongnya keluar. Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom. Inervasi usus besar sangat berkaitan dengan sel ganglion pada submukosa (Meissner’s) dan pleksus myenteric (Aurbach’s) pada usus besar bagian distal. Apabila sel ganglion tersebut tidak ada, maka akan timbul penyakit yang disebut Hirschsprung’s Disease(Surya dan I Made, 2015). Penyakit Hirschsprung merupakan penyakit yang terjadi pada usus, dan paling sering pada usus besar (colon). Normalnya, otot pada usus secara ritmis akan menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit Hirschsprung, saraf (sel ganglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini mengakibatkan feses tidak dapat terdorong, seperti fungsi fisiologis seharusnya. (Henna, 2017). Penyakit hirschprung mencegah tinja (feses) untuk melewati usus karena hilangnya sel-sel saraf di bagian bawah usus besar. Kondisi ini merupakan penyebab tersering dari penyumbatan usus yang lebih rendah (obstruksi) pada bayi baru lahir dan kemudian pada masa bayi dan kanakkanan, penyakit hirschprung merupakan penyebab penyakit sembelit kronis. Penyakit hirschprung dapat menyebabkan sembelit, diare dan muntah dan kadang-kadang menyebakan komplikasi usus yang serius, seperti enterocolitis dan megacolon tocsic yang dapat mengqancam jiwa. Jadi, sangat penting bahwa penyakit hirschprung didiagnosis dan dirawat
1
sedini mungkin.
Insiden penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak
diketahui secara pasti, tetapi berkisar di satu di antara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 220 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1540 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 40 sampai 60 pasien penyakit Hirschsprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, Down Syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%) adalah kelainan yang paling sering diantara beberapa kelainan kongenital lainnya(Corputty dkk, 2015). B. TUJUAN 1. TujuanUmum Mahasiswamampumemahamidanmembuatasuhankeperawatandenganh irchprungdeseasedandapatmengaplikasikannyakekehidupannyata. 2. TujuanKhusus a. Untukmengetahuidefinsihirschprung deases b. Untukmengetahuietiologihirschprung deases c. Untukmengetahuiklasifikasihirschprung deases d. Untukmengetahuitandadangejalahirschprung deases e. Untukmengetahuipatofisiologihirschprung deases f. Untukmengetahuipemeriksaanpenunjanghirschprung deases g. Untukmengetahuipenatalaksanaanhirschprung deases h. Untukmengetahuia asuhan keperawatan pada hirschprung deases
2
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. DEFINISI Hirschprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomali kongenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidak adekuatan motilitas sebagian usus. Hirschprung merupakan keadaan tidak ada atau kecilnya sel saraf ganglion parasimpatik pada pleksus meinterikus dari kolon distalis. Daerah yang terkena dikenal sebagai segmen aganglionik (Sodikin, 2014). Penyakit Hirschprung merupakan penyakit yang terjadi di usus, dan paling sering pada usus besar( colon) normalnya, otot pada usus secara ritmis akan menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit hirschpung, saraf ( sel panglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini mengakibatkan feses tidak terdorong, seperti fungsi fisiologis seharusnya. ( Henna,2017) Penyakit Hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus yang dimulai dari sfingter ani internal kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon. Keadaan upnormal tersebut yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan, fingter rektum tidak dapat berileksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan, kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong kebagian sekmen yang tidak ada ganglion dan akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus proksimal (A.Aziz Alimul Hidayat, 2016).
3
B. KLASIFIKASI Menurut (Sodikin,2014) Hirschpung dibedakan berdasarkan panjang segmen yang terkena, hirschprung dibedakan menjadi dua tipe berikut : 1. Segmen pendek Segmen pendek aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid, merupakan 70% kasus penyakit Hirschprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibanding anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum, insidenya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibanding wanita dan kesempatan bagi saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dalam 20. 2. Segmen panjang Daerah aganglionosis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat menyerang seluruh kolon atau sampai usus halus. Anak laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin. C. ETIOLOGI Faktor
genetic
danlingkunganseringterjadihisprungataumegakolonpadaanakdengan down syndrome,
kegagalansel
gagaleksistensi.
neural
padamasaembriodalamdindingusus,
Tidakadanyasel-sel
ganglion
dalam
rectum
ataubagianrektosigmoidkolon, ketidakmampuansfingter rectum berelaksasi (Haryono, Rudi, 2016). Penyakit ini disebabkan oleh angalianosis meisner dan aurbach dalam lapisan diniding usus, muali dari spingter aniinternus kea rah proximal, 70% terbatas di daerah vokto sigmoid 10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya , 5% dapat mengenai seluruh usus dan pylorus (Abdullah,2016). D. MANIFESTASI KLINIK
4
Gejala Penyakit Hirshprung menurut (Henna,2017) 1. Masa neonatal (baru lahir-11bulan) a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 - 48 jam setelah lahir b. Muntah berisi empedu c. Enggan minum (Menyusu) d. Distensi abdomen 2. Masa Bayi dan anak - anak (1-3 tahun) a. Konstipasi b. Diare berulang c. Tinja seperti pita dan berbau busuk d. Distensi abdomen e. Adanya masa difecal dapat dipalpasi. f. Gagal tumbuh. g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia. Tanda dan gejala dari Hirschprung adalah adanya obstruksi pada usus letak rendah. Bayi dengan Hirschprun dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut : a.
Obstruksi total saat lahir, dengan muntah, distraksi abdomen, dan
ketiadaan evaluasi mekonium. b.
Keterlambatan evakuasi mekonikum diikuti obstruksi periodic
yang membaik secra spontan maupun dengan enema. Bayi sering menglami konstipasi , muntah dan dehidasi. c.
Gejala ringan berupa konstipasi Selama beberapa minggu atau
bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut( Henna,2017). d. Kostipasi ringan, enterokolitis deengan diare , distensi abdomen dan demam. Diare berbau busuk dapat menjadi satu-satunya geajala. TandadangejalaMenurut (Abdullah, 2016): 1. Tanda a. Anemiadantanda-tandamalnutrisi b. Perutmembuncit
(abdomen
mungkinkarenaretensikotoran.
5
distention)
c. Terlihatgelombang peristaltic padadinding abdomen d. Pemeriksaan rectal touche (colokdubur) menunjukkansfingter anal yang
padat/ketat,
danbiasanyafesesakanlangsungmenyemprotkeluardenganbaufesesd an gas yang busuk. e. Tanda-tandaedema, bercak-bercakkemerahankhususnya di sekitar umbilicus,
punggungdan
di
sekitar
genitalia
ditemukanbilatelahterdapatkomplikasi peritonitis. 2. Gejala yang biasanyatimbulpadaanak-anakyakni a. Konstipasikronis b. Gagaltumbuh, danMalnutrisi c. Pergerakan
peristaltic
ususdapatterlihatpadadinding
abdomen
disebabkanolehobstruksifungsionalkolonyang berkepanjangan. d. Obstruksiusus yang komplit, e. Perforasisekum, f. fecal
impaction
atauenterocolitisakut
yang
dapatmengancamjiwadan sepsis jugadapatterjadi. E. PATOFISIOLOGI Istilah kongenital aganglion megakolon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding submukosa colon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan ke abnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus konstan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada megakolon(Sodikin,2014). Semua ganglion pada intramural pleksus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus
6
mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian kolon tersebut melebar.
7
PATHWAY Menurut (Sodikin 2014), Tidakadanyasel ganglion Tidakadanyaperistaltikusussecaraspontan
Makananmenumuk di colon
Mekoniumterlambat / tidakadamekonium Konstipasi
Colon dilatasi
Gangguaneliminasiurin
Megacolon
menekanlambung
Pembedahan
Distensi
Colostomy
Mual, muntah
Jumlahcairan
Anoreksia
Gangguankeseimba
Nyeri
ngancairan NyeriAkut
Gangguannutrisikuran gdarikebutuhantubuh
Kerusakaninte gritaskulit DefisiensiPengetahuan Resikoinfeksi
8
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Menurut (Sodikin, 2014)pemriksaan penunjang ada beberapa antaara lain: 1. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pada masa neonatus biasanya tidak dapat menegakkan diagnosis, hanya memperlihatkan adanya distensi abdomen dan/atau spasme anus. Imperforata ani letak rendah dengan lubang perineal kemungkinan memiliki gambaran serupa dengan pasien
Hirschsprung. Pemeriksaan
fisik
yang saksama dapat
membedakan keduanya. Pada anak yang lebih besar, distensi abdomen yang disebabkan adanya ketidakmampuan melepaskan flatus jarang ditemukan Differensial. 2.
Pemeriksaan Colok Dubur Pada penderita Hirschsprung, pemeriksaan colok anus sangat penting untuk dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan karena lumen rektum yang sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium (Feses) yang menyemprot.
3. Pemeriksaan Laboratorium a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan dan elektrolit b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan platelet preoperatif. c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan. 4. Pemeriksaan Radiologi a. Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah. b. Dengan pemeriksaan Barium Enema akan ditemukan:
9
1) Terdapat daerah transisi 2) Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit. 3) Enterokolitis pada segmen yang melebar. 4) Adanya penyumbatan pada kolon. 5) Terdapat retensi barium setelah 24-48 jam 5. Pemeriksaan lain-lain a. Biopsi rektal dilakukan dengan anestesi umum, hal ini melibatkan diperolehnya sampel lapisan otot rektum untuk pemeriksaan adanya sel ganglion dari pleksus Aurbach (Biopsi) yang lebih superfisial untuk memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus meissner. b. Biopsi otot rektum Pengambilan
otot
rektum,
dilakukan
bersifat
traumatik,
menunjukan aganglionosis otot rektum. Caranya adalah dengan mengambil lapisan otot rektum, yang dilakukan di bawah narkose. c. Biopsi isap, caranya adalah dengan mengambil mukosa dan submukosa dengan alat pengisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa d. Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang ditempatkan dalam rektum dan dikembangkan. Secara normal, dikembangkannya balon akan menghambat sfingter ani interna. Efek inhibisi pada penyakit hirschsprung tidak ada dan jika balon berada di dalam usus aganglionik, dapat diidentifikasi gelombang rektal yang abnormal. Uji ini efektif dilakukan pada masa neonatus karena dapat diperoleh hasil baik positif palsu ataupun negatif palsu. e. Pemeriksaan aktivitas enzim Asetilkolin esterase dari hasil biopsi isap. bila ditemukan peningkatan aktivitas enzim asetilkolin enterase, maka berarti khas penyakit hirsprung. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus.
10
G. KOMPLIKASI Menurut
(Henna,2017)
Komplikasi
yang
dapatterjadidaripenyakitHirschprunginiadalah: 1. Obstruksiusus 2. Konstipasi 3. Ketidakseimbangancairandanelektrolit 4. Entrokolitis 5. Struktur anal daninkontinensialpadaanak post operasi.
H. PENATALAKSANAAN Menurut(Abdullah,2016)
penatalaksanaanhisprungadaduacara,
yaitupembedahandankonservatif. 1. Pembedahan Dengancarapenarikankolon/penyakithisprungdilakukandalamduatahap. Mula-muladilakukankolostomi loop atau double barrel sehingga tonus danukuranusus
yang
dilatasidanhipertrofidapatkembali
(memerlukanwaktukira-kira
3
sampai
4
normal bulan).
Tigaprosedurdalampembedahandiantaranya. a) Prosedur Duhamel Dengancarapenarikankolon
normal
kearahbawahdanmenganastomosiskannya
di
belakangususaganglionik, membuatdindinggandayaituselubungaganglionikdanbagian posterior kolon normal yang telahditarik. b) Prosedur Swenson Membuangbagianaganglionikkemudianmenganastomosiskan end to end
padakolon
yang
bergangliondengansaluran
anal
dilatasidanpemotongansfingterdilakukanpadabagian posterior.
11
yang
c) Prosedur Soave Dengancaramembiarkandindingototdarisegmen
rectum
tetaputuhkemudiankolon yang bersaraf normal ditariksampaike anus
tempatdilakukannya
anastomosis
antarakolon
normal
danjaringanototrektosigmoid yang tersisa. 2.
Konservatif Padaneonatesdenganobstruksiususdilakukanterapikonservatifmelaluip emasangansoundelambungsertapipa meconium danudara.
12
rectal
untukmengeluarkan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Menurut
Sodikin
(2016),
pengkajian
keperawatan
pada
pasien
Hirschsprung adalah sebagai berikut : 1. Lakukan pengkajian fisik rutin 2. Kumpulkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan pola defekasi 3. Kaji status hidrasi dan nutrisi umum 4. Pantau pola defekasi 5. Ukur lingkar abdomen 6. Obsevasi manifestasi penyakit Hirschsprung : Periode bayi baru lahir a. Gagal mengeluarkan meconium dalam 24-48 jam setelah lahir b. Menolak untuk minum air c. Muntah berwarna empedu d. Distensi abdomen Masa bayi a. Ketidakadekuatan kenaikan BB b. Konstipasi c. Episode diare dan muntah d. Tanda aminous (sering menandakan adanya enterokolitis). e. Diare berdarah f. Demam g. Letargi berat Masa kanak-kanak (gejala lebih kronis) a. Konstipasi b. Feses berbau menyengat dan seperti karbon c. Distensi abdoen
13
d. Massa fekal dapat teraba e. Anak biasanya mempunyai nafsu makan dan pertumbuhan buruk 7. Kolaborasi dalam prosedur diagnostic dan pengujian, misalnya radiografi, biopsy rektal, amnometri anorectal. B. Diagnosa Keperawatan Menurut Royyan (2016) diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan Hirschprung adalah sebagai berikut : 1. Pra Bedah a. Ansietas berhubungan dengan stressor Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan
individu
akan
adanya
bahaya
dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman, yang di tandai dengan : 1. Gelisah 2. Insomnia 3. Resah 4. Ketakutan 5. Sedih 6. Fokus pada diri 7. Kekhawatiran 8. Cemas Setelah
TUJUAN INTERVENSI dilakukan tindakan Pengurangan
RASIONAL 1. Mengetahui adanya
keperawatan diharapkan pasien Kecemasan (5280) :
peningkatan atau penurunan
tidak
tingkat ansietas
mengalami
ansietas, 1. Identifikasi
dengan kriteria hasil : Kontrol (1402) :
Kecemasan
tingkat
kecemasan
2. Membantu
Diri 2. Bantu pasien untuk mengenal
14
situasi
pasien
mengenali kecemasannya
dalam
penyebab
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
yang
menimbulkan 3. Pendekatan
kecemasan
TD : 110-120/80-90 mmHG N : 60-100x/menit RR : 16-20x/menit 2. Klien
menunjukan
untuk
pasien merasa lebih tenang
yang menenangkan
4. Relaksasi dapat menurunkan
pasien
relaksasi rub
Koping (1302) : mampu
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan gejala cemas 4. Pasien
tidur
adekuat
prosedur
dan
apa
yang
dirasakan
selama prosedur
membuat
pasien merasa lebih tenang
untuk
prosedur
menambah
pengetahuan
mengenai tindakan yang akan dilakukan
keluarga 7. Keluarga atau orang terdekat menemani
anak
yang sering menemani pasien akan membuat pasien merasa
5. Postur tubuh, ekspresi wajah, 8. Berikan obat untuk bahasa tubuh dan tingkat
mengurangi
aktivitas
kecemasan
menunjukan
rub
semua 6. Penjelasan
dapat 7. Dorong
mempertahankan
ketenangan pada pasien
dan nyaman
6. Jelaskan
3. Klien
kecemasan dan menciptakan 5. Back/neck
mengontrol 5. Lakukan back / neck
cemas
membuat
3. Gunakan pendekatan
menggunakan teknik
dapat
teknik
menenangkan
4. Instruksikan
S : 36,5-37,5oC
yang
lebih tenang 8. Pemberian obat dapat memberikan efek tenang
berkurangnya kecemasan
pada pasien
b. Resiko injuri dengan factor risiko penurunan motilitas usus TUJUAN INTERVENSI Setelah dilakukan tindakan Manajemen
RASIONAL 1. Lingkungan yang
keperawatan
diharapkan Lingkungan (6480) :
aman bagi pasien
pasien
mengalami 1. Sediakan
dapat
tidak
cedera, dengan kriteria hasil
lingkungan
:
aman untuk pasien
Kontrol Resiko (1902) :
yang
mencegah
terjadinya
cedera
yang akan terjadi
2. Identifikasi
2. Terpenuhinya
1. Klien terbebas dari cedera
kebutuhan
kebutuhan
2. Klien mampu menjelaskan
keamanan
15
pasien,
keamanan
pasien
cara/metode
untuk
sesuai
dengan
mencegah injury/cedera
kondisi
3. Klien mampu menjelaskan
fungsi
factor
resiko
dari
fisik
dan
kognitif
pasien dan riwayat
lingkungan/perilaku
penyakit
personal
pasien
terdahulu
untuk
mencegah
injury
tempat tidur
fasilitas
kesehatan yang ada 6. Mampu
penerangan
yang
cukup status
kesehatan
cedera 3. Pemasangan rail
side
mencegah
4. Penerangan
yang
mempermudah pasien
untuk
melakukan
mengenalli 5. Menganjurkan
perubahan
pasien mengalami
baik
4. Memberikan
5. Manggunakan
mencegah
pasien jatuh
4. Mampumemodifikasi gaya 3. Memasang slide rail hidup
dapat
pergerakan
keluarga menemani pasien
5. Keluarga menemani
6. Mengontrol lingkungan
membuat dari
kebisingan 7. Memindahkan
yang akan pasien
merasa lebih aman 6. Lingkungan aman
barang barang yang
kebisingan
membahayakan
membuat merasa
yang dari pasien lebih
tenang dan nyaman 7. Mengurangi resiko terjadinya pada pasien 2. Pasca Bedah a. Resiko infeksi dengan factor risiko tindakan invasife Definisi : peningkatan resiko masuknya organisme pathogen Factor-faktor resiko : 1) Prosedur infasif
16
cedera
2) Ketidakcukupan pengetahuan untuk menghindari paparan pathogen 3) Trauma 4) Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan 5) Rupture membrane amnion 6) Agen farmasi (imunosupresan) 7) Malnutrisi 8) Peningkatan paparan lingkungan pathogen 9) Imunosupresi 10) Ketidakadekuatan imun buatan 11) Tidak
adekuat
pertahanan
sekunder
(penurunan
Hb,
Leukopenia, penekanan respon inflamasi) 12) Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perunahan sekresi pH, perbahan peristaltic) 13) Penyakit kronik Setelah
TUJUAN INTERVENSI RASIONAL dilakukan Perlindungan Infeksi 1. Mengetahui adanya tanda
tindakan
keperawatan (6550) :
dan gejala yang muncul
diharapkan pasien tidak 1. Monitor tanda dan mengalami
infeksi,
dengan kriteria hasil : Kontrol Risiko : Proses Infeksi (1924) : dan gejala infeksi 2. Mendeskripsikan
vital pasien
penularan
mempengaruhi
peningkatan
suhu
menunjukkan
kepada 3. Mencuci tangan dengan
pasien, keluarga dan
cara yang benar dapat
pengunjung
mencegah
dengan
cara
tangan dengan benar untuk
pasien
timbulnya
infeksi
mencuci 4. Istirahat
4. Anjurkan serta
2. Adanya
adanya infeksi
perlindungan infeksi
penyaklit, faktor yang penularan
2. Monitor tanda-tanda 3. Edukasi
1. Klien bebas dari tanda
proses
gejala infeksi
pada pasien
yang
cukup
dapat meningkatkan daya tahan tubuh
banyak 5. Mencegah adanya infeksi
17
penatalaksanaannya
beristirahat
3. Menunjukan
Kontrol
kemampuan
untuk (6540) :
Infeksi dressing
infus
4. Jumlah leukosit dalam 6. Lakukan batas normal 5. Menunjukan
prinsip
steril perilaku
hidup sehat
steril
dalam
perawatan
luka
mencegah
timbulnya
infeksi pada luka pasien
dalam 7. Mengurangi
perawatan luka 7. Batasi
paparan
pathogen dari luar
jumlah 8. Pemberian
pengunjung 8. Kolaborasi tim
infus 6. Prinsip
mencegah tinmbulnya 5. Monitor infeksi
pada area sekitar tusukan
medis
yang dengan dalam
pemberian
obat
antibiotic
tepat
mencegah
dapat dan
mengurangi
adanya
infeksi
antibiotic b. Nyeri
akut
behubunngan
dengan
cidera
fisik
akibat
pembedahan Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengelaman emosional yang
muncul secara aktual atau potensial kerusakan
jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (asosiari study nyeri internasional): seranggan mendadak atau pelan itensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan. Batasan Karakteristik : 1) Laporkan secara verbal atau non verbal 2) Fakta dari observasi 3) Posisi antalgic untuk menghindari nyeri 4) Gerakan melindungi 5) Tingkah laku berhati hati 6) Muka topeng
18
7) Ganggguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) 8) Terfokus pada diri sendiri 9) Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) 10) Tingkah laku distraksi, contoh : jalan jalan, menemui orang lalin dan/ aktivitas, aktivitas berulang ulang) 11) Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) 12) Perubahan autonomic dalam tonus otot ( mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) 13) Perubahan nafdu makan dan minum Factor yang berhubungan :Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis) TUJUAN INTERVENSI RASIONAL Setelah dilakukan Manajemen Nyeri 1. Mengetahui daerah tindakan
keperawatan (1400)
nyeri, kualitas, durasi,
diharapkan masalah nyeri 1. Kaji nyeri secara
skala
akut berhubungan dengan
dirasakan
komprehensif
agen cedera fisik dapat 2. Monitor teratasi
dengan
kriteria
hasil :
nyeri
tanda- 2. Mengetahui
tanda vital 3. Berikan
umum tindakan
peningkatan
untuk memberikan
darah
1. Pasien dapat mengenali
kenyamanan
menandakan
frekuensi
dan
tanda
nyeri) 2. Ekspresi wajah pasien tampak lebih rileks 3. Skala nyeri berkurang menjadi 1(0-10)
untuk
pasien
keadaan pasien,
Tingkat Nyeri (2102)
nyeri (skala, intensitas, 4. Ajarkan
yang
dan
tekanan nadi adanya
nyeri
melakukan 3. Meningkatkan sirkulasi
Teknik
relaksasi
nafas dalam 5. Kolaborasi dengan
umum,
menurunkan
area tekanan local dan kelelahan otot
tim medis dalam 4. Relaksasi nafas dalam pemberian
19
meningkatkan ventilasi
4. Tanda-tanda vital dalam
analgetik
serta mengurangi rasa
batas normal TD
:
nyeri
110-120/80-90
5. Analgetik
dapat
mmHg
menurunkan
nyeri
RR : 16-25x/menit
melalui
N : 60-100x/menit
penghambatan
S : 36,5 oC - 37,5oC
rangsang
mekanisme nyeri
baik
Kontrol Nyeri (1605)
secara sentral maupun
5. Pasien
perifer
mampu
melakukan
Teknik
relaksasi c. Devisit Volume cairan Definisi
:
peurunan
cairan
intravaskule,
interstisial,
dan/
intrasellular. Ini mengarah ke dehidrasi, kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium Batasan Karskteristik : 1) Kelemahan 2) Haus 3) Penurunan turgor kulit/lidah 4) Membran mukosa/kulit kering 5) Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi 6) Pengisian vena menurun 7) Perubahan status mental 8) Konsentrasi urine meningkat 9) Temperatur tubuh meningkat 10) Hemakotrit meninggi 11) Kehilangan berat badan seketika ( kecuali pada third spacing) Faktor faktor yang berhubungan :
20
1) Kehilangan volume cairan secara aktif 2) Kegagalan mekanisme pengaturan TUJUAN INTERVENSI RASIONAL Setelah dilakukan Manajemen Cairan 1. Pemeriksaan TTV tindakan
keperawatan (4120)
membantu
diharapkan pasien tidak 1. Monitor mengalami
defisien
tanda-tanda
vital pasien
2. Penimbangan
kriteria hasil :
popok/pembalut
Keseimbangan Cairan
diperlukan
bila
vital
dalam batas normal TD : 110-120/80-90 mmHg
popok/pembalut dapat membantu
3. Monitor status hidrasi
1. Tanda-tanda
status
kondisi pasien
volume cairan, dengan 2. Timbang
(0601)
mengevaluasi
(membrane mukosa)
dalam
pengukuran intake dan output cairan
4. Berikan cairan yang 3. Memonitor tepat 5. Kolaborasi
dengan
N : 60-100x/menit
dokter
dalam
RR:16-25x/menit
pemberian cairan infus
S:36,5oC-37,5oC)
status
hidrasi
pasien
membantu
dalam
menentukan intervensi selanjutnya 4. Pemberian cairan yang
2. Turgor kulit elastis
tepat
dapat
3. Membrane
memperbaiki
turgor
mukosa
lembab
kulit
4. Tidak
merasakan
5. Pemberian cairan infus
pusing
dapat menyeimbangkan
Keseimbangan dan
output
intake
cairan ditubuh pasien
tidak
terganggu d. Kurang pengetahuan tantang kosndisi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif; Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.
21
Batasan Karakteristik : Memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti intruksi, perilaku tidak sesuai. Faktor Berhubunngan : Keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber informasi. TUJUAN INTERVENSI RASIONAL Setelah dilakukan Pengajaran : Proses 1. Menumbuhkan tindakan
keperawatan Penyakit (5602) :
diharapkan pasien dapat 1. Bina mengetahui
mengenai
kondisinya,
dengan
kriteria hasil :
hubungan
baik
keluarga
pasien
dan
perawat
dengan keluarga
Pengetahuan : Proses
dalam
Penyakit (1803)
informasi
kepada atau
tim
kesehatan lainnya
2. Sertakan
keluarga 2. Keikutsertaan keluarga pemberian
memberikan rasa aman dan
1. Pasien dan keluarga 3. Ciptakan menyatakan
kepercayaan pasien dan
lingkungan
yang kondusif
nyaman
pada
pasien 3. Lingkungan
yang
pemahaman
tentang 4. Kaji tingkat Pendidikan
kondusif memudahkan
penyakit,
kondisi,
dan pengetahuan pasien
pasien dalam menerima
prognosis
dan
dan keluarga terhadap
informasi
program pengobatan
penyakit yang diderita
2. Pasien dan keluarga 5. Hindari
memberikan
mampu melaksanakan
harapan
prosedur
menakut-nakuti pasien
yang
dijelaskan
3. Pasien dan keluargna menjelaskan
kembali
dan
secara 6. Sediakan bagi keluarga
benar mampu
kosong
apa
informasi
tentang
kemajuan
pasien
4. Dengan
mengetahui
tingkat Pendidikan dan pengetahuan
pasien,
perawat
dapat
mudah
dan
dalam
lebih terarah
memberikan
informasi
dengan cara yang tepat 5. Menghindari hubungan
yang
yang tidak baik antara
dijelaskan
pasien
22
dan
keluarga
perawat/tim kesehatan
dengan perawaat atau
lainnya
tim kesehatan lainnya 6. Menginformasikan tentang
kemajuan
kesehatan pasien dapat menjadikan
motifasi
dan semangat pasien untuk sembuh
23
BAB IV ANTICIPATORY GUIDANCE Pada perawatan praoperasi harus di perhatiakan juga kondisi klinis anak – anak dengan malnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kalui melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan protein tinggi serta situasi yang dapat digunakan nutrisi parenteral total (NPT). Perencanaan pulang dan perawatan dirumah : 1. Ajarkan pada orang tua untuk menunjukan tanda dan gejala komplikasi jangka panjang berikut ini. a) Stenosis dan kontriksi b) Inkontinensia c) Pengosongan usus yang tidak adekuat d) Perawatan dan pembersihan alat rektal tube e) Tabung rektal irigasi 2. Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang penatalaksanan diet. a) Makanan sesuai program b) Masukan cairan sesuai progam c) Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi 3. Rujuk ke tapak spesifik untuk informasi yang dapat diberikan pada orang tua tentang perawatan dirumah. 4. Kolaboratif Untuk mencegah komplikasi akibat penyumbatan usus.
24
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penyakit Hirschprung merupakan penyakit yang terjadi di usus, dan paling sering pada usus besar( colon) normalnya, otot pada usus secara ritmis akan menekan feses hingga ke rectum. Pada penyakit hirschpung, saraf ( sel panglion) yang berfungsi untuk mengontrol otot pada organ usus tidak ditemukan. Hal ini mengakibatkan feses tidak terdorong, seperti fungsi fisiologis seharusnya. Penyakit ini disebabkan oleh angalianosis meisner dan aurbach dalam lapisan diniding usus, muali dari spingter aniinternus kea rah proximal, 70% terbatas di daerah vokto sigmoid 10% sampai seluruh kolon dan sekitarnya , 5% dapat mengenai seluruh usus dan pylorus. Diagnose yang sering muncul pada penderita Hirschsprung adalah ansietas berhubungan dengan stressor, resiko injuri dengan factor risiko penurunan motiitas usus, risiko infeksi dengan factor risiko tindakan invasife, nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik akibat pembedahan, defisit volume cairan, dan pengetahuan tantang kosndisi, prognosis, kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif. B. Saran Dari asuhan keperawatan pada pasien dengan Hirschsprung, penulis menyarankan: 1. Diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya keperawatan dapat memberikan
pendidikan
kesehatan
tentang
pengenalan,
dan
perawatanHirschsprungdi rumah sakit melalui pasien dan keluarga maupun dimasyarakat. 2. Diharapkan perawat dalam setiap pelaksanaan tindakan keperawatan hendaknya selalu mengikutsertakan keluarga sebagai orang terdekat dari pasien.
25
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah.2016. Asuhan Keperawatan Klien Anak.Yogyakarat:Pustaka Pelajar Corputty, ED, Harsali FL, Alwin M. 2015. Gambaran Pasien Hirschsprung D RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2010 – September 2014.
Jurnal
e-Clinic
(eCI).
Vol
3.
No
1.
(https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/6822 ) Haryono, Rudi. 2016. Keperawatan Medical Bedah Kelainan Bawaan Sistem Pencernaan.Yogyakarta :Gosyen Publishing Henna, N et all. 2017. Children With Clinical Presentations of Hirschsprung’s Disease
A
Clinicopathological
Experience.
Biomedical.
Vol
27.
(https://www.thebiomedicapk.com/articles/226/pdf) Henna,N et all.2017. Children With clinic presentation of Hirschpung’s desease-A Clinicopathilogical Experience. Biomedica:27:1-4._ Hidayat A.Aziz Alimul. 2016. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika Surya,
PA
dan
I
Made
D.
2015.
Gejala
dan
Diagnosis
Penyakit
Hirschprung.Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
UdayanaBagian/SMF
Universitas
Udayana/
Rumah
Ilmu Bedah Fakultas SakitUmum
PusatSanglah
Kedokteran Denpasar.
(https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/8099/6103) Sodikin. 2016. Keperawatan Anak : Gangguan Pencernaan. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Sodikin. 2014. Prinsip Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastrointestinal & Hepatobilier. Jakarta : Salemba Medika
26
Royyan, Abdullah. 2016. Asuhan Keperawatan Klien Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
27