Akta Perdamaian Dalam Gugatan Perdata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Akta Perdamaian Dalam Gugatan Perdata OPINI | 18 January 2012 | 01:34



Dibaca: 563



Komentar: 0



Nihil



Dalam sidang perkara perdata, sebelum dilaksanakannya pemeriksaan pokok gugatan oleh majelis hakim, pertama-tama hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara. Menurut pasal 130 HIR (Herziene Indonesisch Reglement), jika pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba mendamaikan mereka. Jika perdamaian tercapai maka perdamaian itu dibuat dalam sebuah akta (surat), dimana kedua belah pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang dibuat. Akta tersebut berkekuatan hukum sama seperti putusan pengadilan biasa. Menurut Yahya Harahap, dalam prakteknya upaya hakim untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa itu lebih merupakan suatu upaya formalitas belaka. Pasal 130 dan 131 HIR dalam pelaksanaannya belum cukup efektif meningkatkan jumlah perdamaian dalam sengketa dan mengurangi tumpukan perkara di Mahkamah Agung. Kurang efektifnya pasal-pasal tersebut dalam menciptakan perdamaian, merupakan motivasi dibentuknya regulasi teknis yang lebih memaksa (imperatif). Dengan motivasi itu, kemudian Mahakamah Agung (MA) membentuk Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari pasal 130 dan 131 HIR, yang secara tegas mengintegrasikan proses mediasi kedalam proses beracara di pengadilan. Sifat memaksa PERMA tersebut, tercermin dalam pasal 12 ayat (2), dimana dijelaskan bahwa pengadilan baru diperbolehkan memeriksa perkara melalui hukum acara perdata biasa apabila proses mediasi gagal menghasilkan kesepakatan. Menurut PERMA, MEDIASI merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan yang dilakukan melalui perundingan diantara pihak-pihak yang berperkara. Perundingan itu dibantu oleh mediator yang berkedudukan dan berfungsi sebagai pihak ketiga yang netral. Mediator berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa yang sebaik-baiknya dan saling menguntungkan. Mediator yang mendamaikan itu dapat berasal dari mediator pengadilan maupun mediator luar pengadilan. Dari manapun asalnya, mediator harus memenuhi syarat memiliki sertifikat mediator. Menurut pasal 13 PERMA, jika mediasi gagal, maka terhadap segala sesuatu yang terjadi selama proses mediasi tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti. Selain semua dokumen wajib dimusnahkan, mediator juga dilarang menjadi saksi atas perkara tersebut – pihak yang tidak cakap menjadi saksi. Pernyataan maupun pengakuan yang timbul dalam proses mediasi, tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti persidangan perkara yang bersangkutan maupun perkara lain. Penggunaannya dalam persidangan menjadi tidak sah dan tidak memiliki kekuatan bukti. Kekuatan Hukum Akta Perdamaian Disamakan kekuatannya dengan Putusan Yang Berkekuatan Hukum Tetap Menurut pasal 130 ayat (2) HIR, akta perdamaian memiliki kekuatan sama seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap – dan terhadapnya tidak dapat diajukan banding maupun kasasi.



Mempunyai Kekuatan Eksekutorial Karena telah berkekuatan hukum tetap, akta perdamaian tersebut langsung memiliki kekuatan eksekutorial. Jika putusan tersebut tidak dilaksanakan, maka dapat dimintakan eksekusi kepada pengadilan. Putusan Akta Perdamaian Tidak Dapat Dibanding Karena berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi, maka terhadap akta perdamaian tidak dapat diajukan banding maupun kasasi. Pendahuluan Article ini akan mencoba untuk membahas mengenai mengenai proses mediasi yang dilakukan dipengadilan sesuai dengan ketentuan pasal 130 HIR, 154 Rbg dan Peraturan Mahkamah Agung No.1 tahun 2008 tentang Mediasi di Pengadilan (“Perma Mediasi”). Mediasi di Pengadilan. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibatu oleh mediator (Pasal 1 ayat 7 Perma Mediasi). Tujuan Mediasi ini adalah guna mengurangi penumpukan perkara yang ada di Pengadilan, serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus. Kelalaian hakim untuk melaksanakan mediasi berdasarkan ketentuan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 HIR mengakibatkan putusan pengadilan batal demi hukum. (Pasal 2 ayat 3 Perma Mediasi). Berikut ketentuan Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg. Pasal 130 HIR 1) Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah Pihak datang, maka pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka. 2) Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat sebuah surat (akte) tentang. itu, dalam mana kedua belah Pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan hukum dijalankan sebagai putusan ang biasa. 3)



Keputusan yang sedemikian tidak diizinkan dibanding.



4) Jika pada waktu mencoba akan memperdamaikan kedua belah fihak, perlu dipakai seorang jurubahasa, maka peraturan pasal yang berikut dituruti untuk itu. Pasal 154 Rbg



1) Bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka pengadilan negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya. 2) Bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa. 3)



Terhadap suatu keputusan tetap semacam itu tidak dapat diajukan banding.



4) Bila dalam usaha untuk mendamaikan para pihak diperlukan campur tangan seorang juru bahasa, maka digunakan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam pasal berikut. (Rv. 31; IR. 130.) Selain dalam proses mediasi ini harus dituangkan dalam berita acara persidangan, hakim diwajibkan pula untuk menyatakan didalam putusannya bahwa upaya mediasi sudah diusahakan namun tidak berhasil beserta dengan nama hakim yang melakukan mediasi tersebut (dalam hal upaya mediasi gagal ditempuh) (Pasal 2 ayat 4 Perma Mediasi) Pengecualian Mediasi di Pengadilan Untuk perkara yang dilesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, hubungan industrial, keberatan atas keputusan badan penyelesaian sengketa konsumen, dan keberatan atas putusan komisi pengawas persaingan usaha dikecualikan dalam Perma Mediasi ini. selain perkara diatas yang didaftarkan di pengadilan negeri harus dilakukan mediasi terlebih dahulu sebalum memeriksa pokok perkara. Mediator Setiap mediator harus mendapatkan sertifikasi dari lembaga yang telah ditunjuk dan diakreditasi oleh Mahkamah Agung (MA) setelah mengikuti pelatihan oleh lembaga tersebut. Kecuali Pasal 9 ayat 3: “Jika dalam wilayah pengadilan yang bersangkutan tidak ada mediator yang bersertifikat, semua hakim pada pengadilan yang bersangkutan dapat ditempatkan dalam daftar mediator.” Pasal 11 ayat 6: “Jika pada pengadilan yang sama tidak terdapat hakim bukan pemeriksa perkara yang bersertifikat, maka hakim pemeriksa pokok perkara dengan atau tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib menjalankan fungsi mediator.” Para pihak berhak untuk menentukan/mengajukan mediator, sebagai berikut: 1. Hakim bukan pemeriksa perkara pada pengadilan yang bersangkutan; 2. Advokat atau akademisi hukum;



3. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau berpengalaman dalam pokok sengketa; 4. Hakim majelis pemeriksa perkara; (lihat pasal 11 ayat 6) 5. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan butir b dan d, atau gabungan butir c dan d.



Apabila kedua belah pihak hadir pada persidangan pertama maka, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu sampai dengan 2 hari kerja berikutnya untuk memilih mediator termasuk biaya yang timbul. Kemudian hakim memberitahu mediator terpilih untuk melaksanakan tugas. Dalam hal dalam 2 hari kerja para pihak tidak berhasil untuk menentukan mediator maka pada pihak harus menyampaikan kepada ketua majelis hakim. Kemudian majelis hakim menunjuk hakim bersertifikat pada pengadilan tersebut yang bukan pemeriksa perkara untuk menjadi mediator. Jika dalam pengadilan tersebut tidak ada hakim lain yang tidak memeriksa perkara tersebut dan tidak bersertifikat, maka majelis hakim yang memeriksa perkara dengan atau tanpa sertifikat yang ditunjuk oleh ketua majelis hakim wajib menjalankan fungsi mediator (Pasal 11 Perma Mediasi). Dalam melaksanakan mediasi dipengadilan para mediator harus berpedoman kepada Pedoman Prilaku Mediator yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung. Prosedur Mediasi: Jangka Waktu Penyerahan Berkas: Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator/para pihak gagal memilih mediator, para pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama lain dan kepada mediator/ kepada hakim mediator. Mediasi dapat dilakukan dengan komunikasi jarak jauh (Pasal 13 Perma Mediasi). Saksi Ahli dalam Mediasi: Atas persetujuan kedua belah pihak mediator dapat mengundang saksi ahli, namun demikian para pihak harus terlebih dahulu mencapai kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau tidak mengikat penilaian ahli tersebut (Pasal 16 Perma Mediasi). Mediasi Mencapai Kesepakatan: Apabila mediasi mencapai kesepakatan maka para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai. Pada hari sidang yang ditentukan kesepakatan tersebut disampaikan kepada hakim pemeriksa perkara. Kesepakatan ini dapat dikuatkan dengan dalam bentuk akta perdamaian dengan menyatakan pencabutan gugatan atau keterangan perkara sudah selesai (Pasal 17 Perma Mediasi). Akta Perdamaian



Sehubungan dengan akta perdamaian, beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan mengatur hal ini a. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase”); Perjanjian perdamaian didasarkan pada Pasal 6 ayat (2) UU Arbitrase mensyaratkan bahwa hasil dari penyelesaian suatu sengketa atau beda pendapat `dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis yang ditandatangani oleh semua pihak yang terkait, yang selanjutnya berdasarkan Pasal 6 ayat (7) UU Arbitrase, kesepakatan tertulis tersebut wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri. dalam Pasal 6 ayat (7) menyatakan bahwa kesepakatan tertulis tersebut wajib didaftarkan di pengadilan negeri. b.



Perma Mediasi



Berdasarkan Pasal 23 Perma Mediasi, pihak yang bersengketa, dengan bantuan mediator besertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan yang wajib dilampiri dengan kesepakatan perdamaian. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”)



c.



Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dalam KUHPerdata di atur dalam Pasal 1851 dengan Pasal 1864. Bahwa Pasal 1851 ayat (1) dan (2) hanya mensyaratkan bahwa suatu perdamaian harus dibuat dalam bentuk tertulis, yang dikutip sebagai berikut: “Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak , dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang mengakhiri suatu perkara yang bergantung atau pun mencegah timbulnya suatu perkara Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis” Berdasarkan Pasal 1858 KUHPerdata, perdamaian mempunyai suatu kekuatan seperti suatu putusan Hakim dalam tingkat penghabiasan dan tidak dapat dibatalkan atas dasar mengenai kekhilafan mengenai hukum atau berdasarkan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan. Namun, berdasarkan Pasal 1859 sampai dengan Pasal 1863 suatu perjanjian perdamaian dapat dibatalkan dengan alasan bahwa:    



Terjadi kekhilafan mengenai orangnya atau perselisihannya; Kesalahpahaman mengenai tentang duduk perkaranya; Apabila perdamaian diadakan atas dasar surat-surat yang kemudian dinyatakan palsu; Perdamaian mengenai suatu sengketa yang telah diakhiri dengan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, namun tidak diketahui oleh para pihak atau salah satu pihak;



Berdasarkan penjelasan singkat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian perdamaian tidak harus dibuat dalam akta notaris. Namun, apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1867 jis Pasal 1868 dan Pasal 1870 KUHPerdata, suatu akta otentik, yaitu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang dan dibuat oleh oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya, memberikan bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya terhadap para pihak berserta ahli waris-ahli warisnya. Mediasi Tidak Mencapai Kesepakatan: Tidak hadir dalam mediasi: Mediasi dinyatakan gagal apabila salah satu pihak atau kuasanya 2 (dua) kali berturut-turut tidak menghadiri proses mediasi sesuai dengan jadwal yang sudah disepakati atau telah 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir dalam proses mediasi tanpa alasan yang jelas. Dalam hal sengketa menyangkut melibatkan aset atau harta kekayaan pihak ketiga lainnya yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan didalam gugatan, sehingga pihak lain tersebut tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam mediasi maka mediator berhak untuk menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara tersebut tidak layak untuk dimediasikan karena pihak tidak lengkap (Pasal 16 Perma Mediasi). Melebihi Jangka Waktu yang ditentukan: Jika dalam waktu 40 hari dan./atau tambahan selama 15 hari maka mediator wajib menyampaikan kepada hakim pemeriksa perkara bahwa mediasi telah gagal. Setelah itu hakim memeriksa perkara tersebut dengan hukum acara biasa. Pada dasarnya hakim berhak untuk melakukan mediasi pada setiap tahap persidangan, dalam hal dalam pemeriksaan perkara pihak mengajukan mediasi, maka mediasi tersebut harus telah selesai dilaksanakan paling lama 14 (empat belas) hari sejak para pihak mengajukan perdamaian kepada hakim pemeriksa perkara. Mediasi di Pengadilan Agama Berbeda pada pengadilan negeri dalam perkara perdata biasa, pada pengadilan agama menyangkut perkara perceraian hakim cenderung lebih hati-hati dalam melakukan mediasi. Biasanya hakim lebih memaksimalkan proses mediasi. Berbeda dengan perkara yang menyangkut status seseorang (personal recht) seperti dalam hal perkara perceraian, maka apabila terjadi perdamaian tidak perlu dibuat akta perdamaian yang dikuatkan dengan putusan perdamaian, karena tidak mungkin dibuat suatu perjanjian / ketentuan yang melarang seseorang melakukan perbuatan tertentu, seperti melarang salah satu pihak meninggalkan tempat tinggal bersama, memerintahkan supaya tetap mencintai dan menyayangi, tetap setia, melarang supaya tidak mencaci maki dan lain sebagainya, karena hal-hal tersebut apabila diperjanjikan dalam suatu akta perdamaian dan kemudian dilanggar oleh salah satu



pihak, maka akta perdamaian tersebut tidak dapat dieksekusi, selain itu akibat dari perbuatan itu dan tidak berbuatnya, tidak akan akan mengakibatkan terputusnya perkawinan, kecuali salah satu pihak mengajukan gugatan baru untuk perceraiannya. Hal ini juga untuk menghindari tidak diterimanya perkara (NO; Niet Onvankelijk Verklaat) berdasarkan azas nebis in idem. (Pasal 83 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Pasal 32 Peraturan Permerintah Nomor 9 Tahun 1975). Berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, maka kesepakatan yang ingin dicapai adalah kesepakatan untuk rukun dan damai, bukan kesepakatan untuk melakukan perceraian secara damai. Untuk itu, dalam mewujudkan keinginan perdamaian dalam perkara perceraian adalah dengan jalan mencabut perkara tersebut.



Mediasi Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi, cari



Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.[1] Mediasi disebut emergent mediation apabila mediatornya merupakan anggota dari sistem sosial pihak-pihak yang bertikai, memiliki hubungan lama dengan pihak-pihak yang bertikai, berkepentingan dengan hasil perundingan, atau ingin memberikan kesan yang baik misalnya sebagai teman yang solider. Pengertian mediasi menurut Priatna Abdurrasyid yaitu suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang yg mengatur pertemuan antara 2 pihak atau lebih yg bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa biaya besar besar tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Pihak ketiga (mediator) berperan sebagai pendamping dan penasihat. Sebagai salah satu mekanisme menyelesaikan sengketa, mediasi digunakan di banyak masyarakat dan diterapkan kepada berbagai kasus konflik.



Daftar isi [sembunyikan]       



1 Jenis Mediasi 2 Perilaku mediator 3 Hal-hal yang perlu dihindari dalam mediasi 4 Tahapan mediasi 5 Efektivitas mediasi 6 Mediasi di Indonesia 7 Referensi



[sunting] Jenis Mediasi 3 jenis mediasi menurut filsuf skolastik : 



Medium quod



Yaitu sesuatu yang sendiri diketahui dan dalam mengetahui sesuatu itu, sesuatu yang lain yang diketahui. Contoh yang biasa diberikan untuk mediasi ini adalah premis-premis dalam silogisme. Pengetahuan tentang premis-premis membawa kita kepada pengetahuan tentang kesimpulan. Contoh lain : lampu merah lampu lalu lintas berwarna merah harus berhenti harus berhenti, jadi kendaraan harus berhenti. 



Medium quo



Yaitu sesuatu yang sendiri tidak disadari tetapi melaluinya sesuatu yang lain bisa diketahui. Contohnya : lensa kacamata yang kita pakai, kita melihat benda-benda di sekitar kita tapi kacamata itu sendiri tidak secara langsung kita sadari. 



Medium in quo



Sesuatu yang tidak disadari secara langsung dan yang di dalamnya diketahui sesuatu yang lain. Contohnya : kaca spion di mobil, supir mobil melihat kendaran di belakang dan hal-hal lain di sekitarnya dalam kaca spion sendiri tidak secara langsung ia sadari.[2]



[sunting] Perilaku mediator Perilaku yang harus dilakukan oleh mediator : 



Problem solving atau integrasi, yaitu usaha menemukan jalan keluar “win-win solution”. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan menerapkan pendekatan ini bila mereka memiliki perhatian yang besar terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa jalan keluar menang-menang sangat mungkin dicapai.















Kompensasi atau usaha mengajak pihak-pihak yang bertikai supaya membuat konsesi atau mencapai kesepakatan dengan menjanjikan mereka imbalan atau keuntungan. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang besar terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa jalan keluar menang-menang sulit dicapai. Tekanan, yaitu tindakan memaksa pihak-pihak yang bertikai supaya membuat konsesi atau sepakat dengan memberikan hukuman atau ancaman hukuman. Salah satu perkiraan mengatakan bahwa mediator akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang sedikit terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa kesepakatan yang menang-menang sulit dicapai. Diam atau inaction, yaitu ketika mediator secara sengaja membiarkan pihak-pihak yang bertikai menangani konflik mereka sendiri. Mediator diduga akan menggunakan strategi ini bila mereka memiliki perhatian yang sedikit terhadap aspirasi pihak-pihak yang bertikai dan menganggap bahwa kemungkinan mencapai kesepakatan “win-win solution”.



[sunting] Hal-hal yang perlu dihindari dalam mediasi Hal-hal yang harus dihindari dalam mediasi :    



Ketidaksiapan mediator Kehilangan kendali oleh mediator Kehilangan netralitas Mengabaikan emosi



[sunting] Tahapan mediasi Tahapan-tahapan dalam mediasi : - Mendefinisikan permasalahan:   



Memulai proses mediasi Mengungkap kepentingan tersembunyi Merumuskan masalah dan menyusun agenda



- Memecahkan permasalahan:    



Mengembangkan pilihan-pilihan (options) Menganalisis pilihan-pilihan Proses tawar menawar akhir Mencapai kesepakatan



[sunting] Efektivitas mediasi Kriteria efektivitas mediasi:



 



  



Fairness, yaitu menyangkut perhatian mediator terhadap kesetaraan, pengendalian pihak-pihak yang bertikai, dan perlindungan terhadap hak-hak individu. Kepuasan pihak-pihak yang bertikai, yaitu apakah intervensi mediator membantu memenuhi tujuan pihak-pihak yang bertikai, memperkecil kerusakan, meningkatkan peran serta, dan mendorong komitmen. Efektivitas umum, seperti kualitas intervensi, permanen tidaknya intervensi, dapat tidaknya diterapkan. Efisiensi dalam waktu, biaya, dan kegiatan. Apakah kesepakatan tercapai atau tidak.



[sunting] Mediasi di Indonesia Beberapa alasan mengapa mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa mulai mendapat perhatian yang lebih di Indonesia: 



 



Faktor Ekonomis, dimana mediasi sebagai altematif penyelesaian sengketa memiliki potensi sebagai sarana untuk menyelesaikan sengketa yang lebih ekonomis, baik dari sudut pandang biaya maupun waktu. Faktor ruang lingkup yang dibahas, mediasi memiliki kemampuan untuk membahas agenda permasalahan secara lebih luas, komprehensif dan fleksibel. Faktor pembinaan hubungan baik, dimana mediasi yang mengandalkan cara-cara penyelesaian yang kooperatif sangat cocok bagi mereka yang menekankan pentingnya hubungan baik antar manusia (relationship), yang telah berlangsung maupun yang akan datang.



Apa Itu Mediasi ?



Perselisihan. Argumentasi. Pertentangan. Anda berharap Anda bisa menjalankan bisnis Anda tanpa mereka. Tapi sesulit apapun Anda mencoba, masalah selalu datang menghampiri.



Tapi bagaimana jika Anda bisa merubah gangguan ini menjadi keuntungan? Daripada memakan waktu dan mahalnya pengadilan yang membiarkan setiap orang tidak gembira, bagaimana jika Anda bisa menangani pertentangan dengan cara yang bisa memperkuat daripada melemahkan suatu hubungan?



Di seluruh dunia, bisnis yang kecewa dengan biaya dan ketidakpastian sistem hukum beralilh ke mediasi. Tidak seperti umumnya, proses persidangan yang mengecewakan, mediasi bersifat pribadi, prosedur yang fleksibel dimana profesional terlatih membantu para pihak dalam mencapai kesepakatan yang berguna untuk kedua belah pihak. Solusi yang menguntungkan kedua belah pihak.



Dibandingkan dengan pengadilan, mediasi lebih fleksibel, efektif biaya , pribadi dan efisien daripada proses pengadilan umum. Meskipun semua perkara tidak cocok dengan mediasi, kebanyakan, dan tidak mengherankan dengan yang ada di seluruh dunia, lebih dari 80% dari semua permasalahan yang mengarah pada mediasi berhasil diselesaikan.



Ini tidak begitu mengejutkan,waktu itu, mediasi merupakan salah satu metode yang berkembang dengan cepat dalam menyelesaikan masalah, seperti bisnis yang menemukan fleksibilitas dan keefektifannya yang berarti lebih cepat, , lebih efektif dan kurangnya kerugian dalam penyelesaian perselisihan. 