6 0 519 KB
ASUHAN KEPERAWATAN “KATARAK” MAKALAH
DISUSUN OLEH : KEPERAWATAN C KELOMPOK 3 1. RISNAWATI PANEO (841415189) 2. YULINDA LAKATARA (841415195) 3. MELISA ARSYAD (841415201)
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO TAHUN AKADEMIK 2016/2017
[1]
DAFTAR ISI DAFTAR ISI............................................................................................................................i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.........................................................................................................1 B. Tujuan......................................................................................................................2 C. Manfaat....................................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Medis..........................................................................................................3 B. Konsep Keperawatan...............................................................................................13 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan..............................................................................................................34 B. Saran........................................................................................................................34 DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................35 Lampiran I : Pathway...............................................................................................................36 Lampiran II : WOC..................................................................................................................37
[2]
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata merupakan bagian panca indera yang sangat penting dibanding indera lainnya. Para ahli mengatakan, jalur utama informasi 80% adalah melalui mata. Mata sering disebut jendela karena bisa menyerap semua yang memantulkan. Fatalnya, banyak faktor yang menyebabkan gangguan pada mata hingga menimbulkan kebutaan. Buta adalah kondisi tidak bisa melihat sesuatu apapun yang ada dihadapannya. Tetapi menurut ilmu kedokteran bidang mata dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bila seseorang hanya dapat melihat atau menghitung jari dengan jarak kurang dari 3 meter ( 90% kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat pemulihan daya pandang. Penyakit ini dapat dicegah dengan banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin B2, vitamin A dan vitamin E. Selain itu, untuk mengurangi pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik menggunakan kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari. Penatalaksannaan medis untuk pasien katarak adalah pembedahan (EKEK dan EKIK). Pembedahan dilakukan apabila tajam penglihatan sudah
[1]
menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari, atau bila katarak ini menimbulkan penyakit seperti glaukoma dan uveitis. B. Tujuan 1. Mahasiswa dapat mengetahuai definisi Katarak 2. Mahasiswa dapat mengetahui etiologi dari Katarak 3. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi dari Katarak 4. Mahasiswa dapat Mengetahui patofisiologi Katarak 5. Mahasiswa dapat Mengetahui manifestasi klinis Katarak 6. Mahasiswa dapat Mengetahui pemeriksaan penunjang Katarak 7. Mahasiswa dapat Mengetahui penatalaksanaan Katarak 8. Mahasiswa dapat mengetahui komplikasi akibat Katarak 9. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan Katarak C. Manfaat 1. Agar mahasiswa memahami definisi dari Katarak 2. Agar mahasiswa memahami etiologi dari Katarak 3. Agar mahasiswa mampu mengklasifikasikan Katarak 4. Agar mahasiswa mengerti patofisiologi dari Katarak 5. Aga mahasiswa memahami manifestasi klinis Katarak 6. Aga mahasiswa memahami bagaimana pemeriksaan penunjang Katarak 7. Agar mahasiswa memahami penatalaksanaan Katarak 8. Agar mahasiswa memahami apa saja komplikasi Katarak 9. Agar mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan Katarak
[2]
BAB I KONSEP MEDIS A. Definisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan. (Hardhi Kusuma, 2015) Katarak adalah sejenis kerusakan mata yang menyebabkan mata berselaput dan rabun. (Wikipedia, 2013) Kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, proses penuaan. Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi. B. Etiologi Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda. Faktor risiko terjadinya katarak disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sebagai berikut : 1. Usia lanjut [3]
Katarak umumnya terjadi pada usia lanjut (katarak senil). Dengan bertambahnya usia lensa akan mengalami proses penuaan, di mana dalam keadaan ini akan menjadi katarak. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada usia 60 tahun keatas. 2. Kongenital Katarak dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin seperti German measles atau rubella. Katarak kongenitalis bisa merupakan penyakit keturunan (diwariskan secara autosomal domonan). 3. Penyakit metabolik (Diabetes mellitus) Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap berada dalam lensa. 4. Merokok Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan karetenoid. Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3 hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein. 5. Konsumsi alcohol Peminum alkohol kronis mempunyai risiko tinggi terkena berbagai penyakit mata, termasuk katarak. Dalam banyak penelitian alkohol berperan dalam terjadinya katarak. Alkohol secara langsung bekerja pada protein lensa dan secara tidak langsung dengan cara mempengaruhi penyerapan nutrisi penting pada lensa. 6. Trauma : cedera mata dapat mengenai semua umur seperti pukulan keras, tusukan benda, terpotong, panas yang tinggi dan bahan kimia dapat merusak lensa mata dan keadaan ini disebut katarak traumatik. 7. Pajanan terhadap sinar matahari berlebih (sinar UV). 8. Pajanan radiasi obat tertentu seperti kortikosteroid, eserin 0.25 – 0.5%, ergot dan antikolinesterase topikal. Berbagai faktor dapat mengakibatkan tumbuhnya katarak lebih cepat. Faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan berkembangnya kekeruhan lensa adalah obat tertentu, sinar ultra violet B dari cahaya matahari, efek racun dari rokok, alkohol, gizi, kurangnya vitamin E dan radang menahun di dalam bola mata. Obat yang dipergunakan untuk penyakit tertentu dapat [4]
mempercepat timbulnya katarak sepert betametason, klorokuin, klorpromazin, kortison, ergotamin, indometasin, medrison, neostigmin, pilokarpin dan beberapa obat lainnya. C. Klasifikasi Berdasarkan garis besar katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut : 1. Katarak perkembangan ( developmental ) dan degenerative. 2. Katarak trauma : katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata. 3. Katarak komplikata (sekunder) : penyakit infeksi tertentu dan penyakit seperti DM dapat mengakibatkan timbulnya kekeruhan pada lensa yang akan menimbulkan katarak komplikata. 4. Berdasarkan usia pasien, katarak dapat di bagi dalam : a. Katarak kongeniatal, katarak yang di temukan pada bayi ketika lahir (sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun). b. Katarak juvenile, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun dan di bawah usia 40 tahun. c. Katarak presenil, katarak sesudah usia 30-40 tahun d. Katarak senilis, katarak yang terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Jenis katarak ini merupakan proses degenerative (kemunduran) dan yang paling sering ditemukan. Adapun tahapan katarak senilis, yaitu : 1)Katarak insipien : pada stadium insipien (awal) kekeruhan lensa mata masih sangat minimal, bahkan tidak terlihat tanpa menggunakan alat periksa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Penderita pada stadium ini sering kali tidak merasakan keluhan atau gangguan pada penglihatanya sehingga cenderung diabaikan. 2)Katarak immataur : lensa masih memiliki bagian yang jernih. 3)Katarak matur : Pada stadium ini proses kekeruhan lensa terus berlangsung dan bertambah sampai menyeluruh pada bagian lensa sehingga keluhan yang sering disampaikan oleh penderita katarak pada saat ini adalah kesulitan saat membaca, penglihatan menjadi kabur, dan kesulitan melakukan aktifitas sehari-hari. 4)Katarak hipermatur : terdapat bagian permukaan lensa yang sudah merembes melalui kapsul lensadan bias menyebabkan perdangan pada struktur mata yang lainya.
Kekeruhan
Insipien Ringan
Cairan lensa
Normal
Iris Normal Bilik mata depan Normal
Imatur Sebagian Bertambah (masuk) Terdorong Dangkal [5]
Matur Seluruh Normal Normal Normal
Hipermatur Masif Berkurang (air+masa lensa keluar) Tremulans Dalam
Sudut bilik mata Shadow test
Normal Negatif
Sempit Positif
Normal Negatif
Terbuka Pseudopos
D. Patofisiologi Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna seperti kristal salju. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus multiple (zonula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influx air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis : 1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa. Air yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yang menyebabkan kekeruhan lensa. 2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut kolagen terus bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah. Makin lama serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa. Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa. Dengan bertambahnya usia, ketebalan dan berat lensa akan meningkat sementara daya akomodasinya [6]
akan menurun. Dengan terbentuknya lapisan konsentris baru dari kortek, inti nucleus akan mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini dikenal sebagai sklerosis nuclear. Selain itu terjadi pula proses kristalisasi pada lensa yang terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-molecular-weight-protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba tiba ini mengalami fluktuasi refraktif index pada lensa sehingga menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan pandangan. Modifiaksi kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan pigmentasi progresif yang akan menyebabkan warna lensa menjadi keruh. Perubaha lain pada katarak terkait usia juga menggambarkan penurunan konsentrasi glutatin dan potassium serta meningkatnya konsentrasi sodium dan calcium. Terdapat berbagai faktor yang ikut berperan dalam hilangnya transparasi lensa. Sel epithelium lensa akan mengalami proses degeneratif sehingga densitasnya akan berkurang dan terjadi penyimpangan diferensiasi dari sel-sel fiber. Akumulasi dari sel-sel epitel yang hilang akan meningkatkan pembentukan serat-serat lensa yang akan menyebabkan penurunan transparasi lensa. Selain itu, proses degeneratif pada epithelium lensa akan menurunkan permeabilitas lensa terhadap air dan molekul-molekul larut air sehingga transportasi air, nutrisi dan antioksidan kedalam lensa menjadi berkurang. Peningkatan produk oksidasi dan penurunan antioksidan seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide memiliki peran penting pada proses pembentukan katarak. Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina. E. Manifstasi Klinis Gejala subjektif dari pasien dengan katarak antara lain : 1. Biasanya klien melaporkan penurunan ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan penglihatan tadi. 2. Menyilaukan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari Gejala objektif biasanya meliputi :
[7]
1. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan menjadi kabur atau redup. 2. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih. Penglihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. 3. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih, sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif. Gejala umum gangguan katarak meliputi : 1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek. 2. Gangguan penglihatan bisa berupa : a. Peka terhadap sinar atau cahaya. b. Dapat melihat dobel pada satu mata (diplobia). c. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca. d. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu. 3. Gejala lainya adalah : a. Sering berganti kaca mata b. Penglihatan sering pada salah satu mata c. Hilangnya persepsi warna F. Pemeriksaan Penunjang 1. Kartu mata snellen atau mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, akueus atau vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit system saraf, penglihatan ke retina. 2. Lapang Penglihatan : penuruan mungkin karena massa tumor, karotis, glaukoma. 3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg) Jika TIO dalam batas normal (< 21 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan tetes mata Tropicanamide 0.5%. setelah pupil cukup lebar dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat serajat kekeruhan lensa apakah sesuai dengan visus pasien. 4. Pengukuran Gonioskopi : membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glukoma. 5. Tes Provokatif : menentukan adanya/tipe glaukoma 6. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan. 7. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik atau infeksi. 8. EKG, kolesterol serum, lipid 9. Tes toleransi glukosa : kotrol DM 10. Keratometri 11. Pemeriksaan lampu slit [8]
12. A-scan ultrasound (echography) 13. Penghitungan sel endotel penting untuk fakoemulsifikasi & implantasi. 14. USG mata sebagai persiapan untuk pembedahan katarak.
G. Penatalaksanaan 1. Pencegahan Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin B2, vitamin A dan vitamin E. Selain itu, untuk mengurangi pajanan sinar matahari (sinar UV) secara berlebih, lebih baik menggunakan kacamata hitam dan topi saat keluar pada siang hari. 2. Penatalaksanaan medis Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya konservatif. Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit retina atau saraf optikus, seperti diabetes dan glaukoma. Indikasi : a. Secara klinis : bila ditemukan uveitis atau berkembang kearah glaukoma b. Secara verbal : Bila monokuler harus stadium matur Binokuler : visus orang buta huruf : 5/50 Visus orang terpelajar :5/20 Pemeriksaan pre-operasi katarak : a. Status lokalis Fungsi retina harus baik-dengan test proyeksi Tidak boleh ada infeksi pada mata atau jaringan sekitar (missal:uveitis) Tak ada glaucoma, bahaya terjadi prolaps bola mata Koreksi visus b. Status generalis, hindari kondisi berikut : Hipertensi [9]
DM karena luka sulit sembuh, mudah terjadi infeksi dan perdarahan post
hifema sulit hilang Batuk kronik karena bisa terjadi prolaps bola mata Gagal jantung
Ada dua macam teknik yang tersedia untuk pengangkatan katarak : a. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler (EKEK) Merupakan tehnik yang lebih disukai dan mencapai sampai 98% pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat struktur mata selama pembedahan. Prosedur ini meliputi pengambilan kapsul anterior, menekan keluar nucleus lentis dan mengisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan irigasi dan alat hisap dengan meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh. Selain itu ada penemuan terbaru pada ekstrasi ekstrakapsuler, yaitu fakoemulsifikasi. Cara ini memungkinkan pengambilan lensa melalui insisi yang lebih kecil dengan menggunakan alat ultrason frekwensi tinggi untuk memecah nucleus dan korteks lensa menjadi partikel yang kecil yang kemudian di aspires melalui alat yang sama yang juga memberikan irigasi kontinus. b. Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler (EKIK) Pengangkatan seluruh lensa sebagai satu kesatuan. Setelah zonula dipisahkan, lensa diangkat dengan cryoprobe yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis. Ketika cryoprobe diletakkan secara langsung pada kapsula lentis, kapsul akan melekat pada probe. Lensa kemudian diangkat secara lembut. Namun, saat ini pembedahan intrakapsuler sudah jarang dilakukan. Pengangkatan lensa memerlukan koreksi optikal karena lensa kristalina bertanggung jawab terhadap sepertiga kekuatan focus mata. Koreksi optikal yang dapat dilakukan diantaranya : 1) Kaca Mata Apikal Kaca mata ini mampu memberikan pandangan sentral yang baik, namun pembesaran 25% - 30% menyebabkan penurunan dan distorsi pandangan perifer yang menyebabkan kesulitan dalam memahami relasi spasial, membuat bendabenda nampak jauh lebih dekat dan mengubah garis lurus menjadi lengkung. Memerlukan
waktu
penyesuaian
yang
lama
ampai
pasien
dapat
mengkoordinasikan gerakan, memperkirakan jarak dan berfungsi aman dengan medan pandang yang terbatas. 2) Lensa Kontak [10]
Lensa kontak jauh lebih nyaman dari pada kaca mata apakia. Lensa ini memberikan rehabilitasi visual yang hamper sempurna bagi mereka yang mampu menguasai cara memasang, melepaskan, dan merawat lensa kontak. Namun bagi lansia, perawatan lensa kontak menjadi sulit, karena kebanyakan lansia mengalami kemunduran ketrampilan, sehingga pasien memerlukan kunjungan berkala untuk pelepasan dan pembersihan lensa. 3) Implan Lensa Intraokuler ( IOL ) IOL adalah lensa permanen plastic yang secara bedah diimplantasi ke dalam mata. Mampu menghasilkan bayangan dengan bentuk dan ukuran normal, karena IOL mampu menghilangkan efek optikal lensa apakia. Sekitar 95% IOL di pasang di kamera posterior, sisanya di kamera anterior. Lensa kamera anterior di pasang pada pasien yang menjalani ekstrasi intrakapsuler atau yang kapsul posteriornya rupture tanpa sengaja selama prosedur ekstrakapsuler. H. Komplikasi 1. Glaucoma 2. Ablasio Retina 3. Uveitis 4. Kerusakan endotel kornea 5. Sumbatan pupil 6. Edema macula sistosoid 7. Endoftalmitis 8. Fistula luka operasi 9. Pelepasan koroid 10. Bleeding
[11]
BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas/Data demografi Berisi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai identitas pasien. 2. Riwayat penyakit sekarang Keluhan utama pasien katarak biasanya antara lain : a. Penurunan ketajaman penglihatan secara progresif (gejala utama katarak). b. Mata tidak merasa sakit, gatal atau merah c. Berkabut, berasap, penglihatan tertutup film d. Perubahan daya lihat warna e. Gangguan mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan mata f. Lampu dan matahari sangat mengganggu g. Sering meminta ganti resep kaca mata h. Lihat ganda i. Baik melihat dekat pada pasien rabun dekat ( hipermetropia) j. Gejala lain juga dapat terjadi pada kelainan mata lain 3. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat penyakit sistemik yang dimiliki oleh pasien seperti : a. DM b. Hipertensi c. pembedahan mata sebelumnya, dan penyakit metabolic lainnya memicu resiko katarak. d. Kaji gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena, e. ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi, steroid / toksisitas fenotiazin. f. Kaji riwayat alergi 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress. 5. Aktifitas istirahat Gejala yang terjadi pada aktifitas istirahat yakni perubahan aktifitas biasanya atau hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan. 6. Neurosensori Gejala yamg terjadi pada neurosensori adalah gamgguam penglihatan kabur / tidak jelas, sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa di runag gelap. Penglihatan berawan / kabur, tampak lingkaran cahaya / pelangi di sekitar sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan, fotophobia (glukoma akut). [12]
Gejala tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil (katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan (glukoma berat dan peningkatan air mata). 7. Nyeri / kenyamanan Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan / atau mata berair. Nyeri tiba-tiba / berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala. 8. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Dalam inspeksi, bagian-bagian mata yang perlu di amati adalah dengan melihat lensa mata melalui senter tangan (penlight), kaca pembesar, slit lamp, dan oftalmoskop sebaiknya dengan pupil berdilatasi. Dengan penyinaran miring ( 45 derajat dari poros mata) dapat dinilai kekeruhan lensa dengan mengamati lebar pinggir iris pada lensa yang keruh ( iris shadow ). Bila letak bayangan jauh dan besar berarti kataraknya imatur, sedang bayangan kecil dan dekat dengan pupil terjadi pada katarak matur. 9. Pemeriksaan Diagnostik a. Kartu mata Snellen / mesin telebinokular ( tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : mungkin terganggu dengan kerusakan lensa, system saraf atau penglihatan ke retina ayau jalan optic. b. Pemeriksaan oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optic, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme. c. Darah lengkap, laju sedimentasi (LED) : menunjukkan anemi sistemik / infeksi d. EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid : dilakukan untuk memastikan aterosklerosis. e. Tes toleransi glukosa / FBS : menentukan adanya/ control diabetes. 10. Data Fokus 1. Klien
mengatakan penglihatan
seperti
berawan,
kabur
padahal sudah
menggunakan kaca mata plus 1 dan minus 2.5 pada orbita dextra dan sinistra. 2. Klien mengatakan sudah 2 tahun ini mempunyai
Diabetes
Melitus
dan
menjalankan pengobatan secara teratur 3. Klien mengatakan tidak mengerti kenapa sampai mengalami katarak
1. Hasil
pemeriksaan
fisik
dengan
opthalmoscope bagian kornea ada selaput putih 2. Vital sign : a. TD : 140/90 mmHg b. N : 84x/menit c. T : 37,4˚C 3. RR : 24x/menit 4. Hasil pemeriksaan : a. BB : 78 kg b. GDS terakhir 210
[13]
4. Kemungkinan klien mengatakan cemas
5. Kemungkinan klien terlihat sulit untuk
memikirkan biaya untuk operasinya. 5. Kemungkinan klien mengatakan kesulitan
beraktivitas. 6. Kemungkinan klien wajahnya tampak
untuk beraktivitas 6. Kemungkinan klien
gelisah 7. Kemungkinan
mengatakan
penglihatannya tidak jelas 7. Kemungkinan klien mengatakan terkena
sinar/paparan
menyilaukan mata 8. Kemungkinan klien melihat
sesuatu
jika
berbayang-bayang
menjadi dua bayangan. 9. Kemungkinan klien mengatakan takut akan kondisinya. 10. Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu sama sekali tentang penyakitnya. 11. Kemungkinan klien mengatakan cemas takut
tidak
berhasil
menjalankan
operasinya. 12. Kemungkinan klien mengatakan gelisah 13. Kemungkinan klien mengatakan cemas terhadap penyakit yang dideritanya. 14. Kemungkinan klien mengatakan pada
pada dirinya sendiri. 13. Kemungkinan skla nyeri (6) 14. Kemungkinan klien terlihat menahan rasa sakit. 15. Kemungkinan
klien
terlihat
merintih
kesakitan ( nyeri ) 16. Kemungkinan terlihat pada bagian luka oprasi klien terdapat kemerahan. 17. Kemungkinan terlihat pada bagian luka klien mengalami iritasi. 18. Kemungkinan klien dan luka post operasi.
operasi beberapa hari
kemudian. 17. Kemungkinan klien mengatakan tidak tahu dengan cara perawatan luka post operasi. 18. Kemungkinan klien mengatakan berasal dari keluarga kurang mampu. B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan Sensori/Persepsi (Penglihatan) (00122) 2. Risiko Cidera (00035) [14]
keluarganya
tampak masih bingung dengan perawatan
tahan terhadap nyerinya. 16. Kemungkinan klien mengatakan badannya sehabis
terus
sama. 8. Kemungkinan klien terlihat bingung. 9. Kemungkinan klien terlihat cemas. 10. Kemungkinan klien terlihat takut 11. Kemungkinan klien terlihat tegang. 12. Kemungkinan klien terlihat memfokuskan
bagian mata nyeri. 15. Kemungkinan klien mengatakan tidak
panas
terlihat
bertanya-tanya dengan pertanyaan yang jika
matahari
mengatakan
klien
Pre-Operasi : 19. Ansietas (00146) Post-Operasi : 1. Nyeri Akut (00132) 2. Resiko Infeksi (00004)
[15]
C. Intervensi No 1
Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional NOC NOC Gangguan Persepsi Sensori Distorsi kendali piker diri Observasi : Observasi : Status neurologis (Penglihatan) (00122) 1. Observasi tanda-tanda 1. Pengawasan tanda-tanda Fungsi sensorik Domain 5. Persepsi/kognisi vital pasien (TD, N, S, dan penyebaran infeksi dan Perilaku kompensasi Kelas 3. Sensasi/persepsi Definisi : Perubahan pada RR) keadaan umum pasien penglihatan 2. Kaji tingkat ketajaman 2. Mengetahui kemampuan jumlah atau pola stimulus yang Tujuan : Setelah dilakukan penglihatan klien (visus). klien untuk diterima, yang disertai respons tindakan keperawatan selama memfokuskan atau terhadap stimulus tersebut yang 3 x 24 jam gangguan persepsi melihat benda. dihilangkan, dilebihkan, sensori teratasi, dibuktikan 3. Untuk mengetahui factor 3. Identifikasi faktor yang oleh disimpangkan atau dirusakan. pencetus sehingga klien menimbulkan gangguan Kriteria Hasil : Batasan karakteristik : mengalami gangguan persepsi sensori seperti 1. Distorsi kendali pikir Subjektif : pada penglihatan. 1. Distorsi sensori deprivasi tidur, medikasi, diri : pembatasan diri 4. Cahaya yang kuat Objektif : terapi, ketidakseimbangan terhadap gangguan 1. Perubahan pola perilaku menyebabkan rasa tidak 2. Perubahan ketajaman sensori elektrolit persepsi, proses piker da nyaman setelah 3. Perubahan respon yang 4. Observasi penglihatan nisi piker menggunakan tetes mata biasanya terhadap stimulus yang kabur dimana dapat 2. Status neurologis : fungsi 4. Disorientasi dilator. terjadi bila menggunakan motoric sensorik/ kranial: 5. Iritabilitas 6. Gelisah tetes mata. kemampuan saraf kranial untuk mengenali impuls Faktor yang berhubungan :
sensorik dan motoric [16]
Mandiri :
Mandiri : 1. Untuk
mengetahui
1. Perubahan
persepsi, 3. Fungsi
sensorik:
transmisi, dan/atau integrasi
kutaneus:
tingkatan
sensori
stimulasi terhadap kulit
1. Lakukan Uji Ketajaman penglihatan klien
lensa
dirasakan dengan tepat 4. Perilaku kompensasi penglihatan
:
pribadi mengompensasi
2. Bersihkan mata, apabila kapas basah dan bersih. 3. Peningkatan komunikasi:
dalam
memfokuskan
cahaya
perlengketan akibat
palpebra
penumpukan
secret. 3. Agar pasien mengetahui
dapat metode
membantu pembelajaran
dlam upaya menjalani
dan penerimaan metode
hidup
alternative
kekurangan
untuk
menjalani hidup dengan penurunan penglihatan 4. Manajemen
fungsi waham:
dengan dalam
melihat. 4. Meningkatkan kenyamanan
pasien
meningkatkan
yang
kenyamanan, keamanan
meminimalkan
dan
kecemasan pasien
orientasi
realitas
pasien yang mengalami keyakinan yang kuat dan
[17]
klien
benda dapat terlihat 2. Untuk mencegah
ada kotoran dan gunakan
gangguan penglihatan
kemampuan
pada retina sehingga
tindakan untuk
tingkat
bisa
salah yang tidak sesuai dengan kenyataan 5. Manajemen lingkungan:
5. Meningkatkan keamanan
mobilitas
fisik dalam lingkungan
memanipulasi lingkungan pasien
sekitar
untuk
teraupetik 6. Manajemen
manfaat halusinasi:
menurunkan
resiko
cedera
mengembalikan
meningkatkan keamanan, kenyamanan dan
6. Agar
orientasi
realitas
kesadaran
dari
halusinasinya
pasien yang mengalami halusinasi 7. Pemantauan neurologis: mengumpulkan
dan
7. Agar
mengetahui
keaadaan pasien secara umum
menganalisis data pasien untuk
mencegah
atau
meminimalkan komplikasi neurologis. 8. Anjurkan pasien untuk menangani keterbatasan penglihatan, hindari
cahaya
menyilaukan, [18]
misalnya yang
8. Menurunkan
bahaya
keamanan sehubungan dengan
perubahan
lapang pandang/kehilangan
istirahatkan mata apabila
penglihatan
sudah
akomodasi
pupil
terhadap
sinar
terlihat
tanda-
tanda kelelahan. 9. Sesuaikan
lingkungan
dengan
kemampuan
penglihatan. 10. Anjurkan
pasien
menggunakan kaca mata ketika tutup
terbangun dengan
dan
penutup
mata selama tidur sesuai kebutuhan.
dan
lingkungan. 9. Meningkatkan self care dan
mengurangi
ketergantungan. 10. Kaca mata digunakan
dapat sebagai
proteksi awal terhadap paparan benda asing ke mata dan penutup mata saat
tidur
dapat
menghindari
eksudasi
berlebih Health Education : 1. Jelaskan
kepada
penyebab
Health Education : klien
terjadinya
gangguan penglihatan 2. Yakinkan
[19]
klien
1. Agar klien tidak merasa cemas
dan
untuk dan
keluarga
bahwa
defisit
persepsi
atau
defisit
berusaha menangani
penyakitnya 2. Untuk mengurangi kecemasan
klien
dan
sensori hanya sementara,
keluarga
dan
jika perlu.
meningkatkan
untuk
kepercayaan klien dan keluarga
untuk
melakukan 3. Ajarkan pemberian
pasien tetes
untuk mata
(jumlah tetesan, jadwal dan dosis)
pengobatan
lebih lanjut 3. Mengontrol
TIO
mencegah
dan
kehilangan
penglihatan lanjut.
Kolaborasi : 1. Kolaborasi untuk tindakan pembedahan. Misalnya : teknik EKEK dan EKEK.
Kolaborasi : 1. Untuk lensa
mengangkat yang
sehingga
keruh tidak
menghambat 2
Risiko kontrol
Domain 11.
mengetahui Tujuan : Setelah dilakukan 1. Monitor gaya berjalan 1. Untuk tindakan keperawatan selama (terutama kecepatan), kemampuan klien 3 x 24 jam resiko cedera keseimbangan dan tingkat beraktivitas saat berkurang, dibuktikan oleh kelelahan dengan mengalami gangguan Kriteria Hasil : ambulasi penglihatan 1. Klien terbebas dari cedera
Keamanan/Perlindungan Kelas 2. Cedera Fisik Definisi : Rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi
Observasi :
penglihatan klien. Observasi :
Resiko Cidera (00035)
[20]
lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu, yang dapat mengganggu kesehatan.
2. Klien mampu menjelaskan 2. Observasi cara/metode untuk
tingkah
laku 2. Tingkah laku hiperaktif
pasien
mengindikasikan pasien
mencegah injury/cedera 3. Klien mampu menjelaskan
beresiko
mengalami
cedera
factor resiko dari Faktor Risiko: 1. Gangguang fungsi psikomotor 2. Hambatan fisik (pengaturan komunitas) 3. Pajanan pada patogen 4. Disfungsi integrasi sensori
lingkungan/perilaku
Mandiri :
personal 4. Mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah gaya hidup injury 5. Mengguanakan fasilitas kesehatan yang ada 6. Mampu mengenali
Mandiri :
1. Pertahankan
posisi 1. Memberikan
tempat tidur rendah dan
kenyamanan pasien saat
pagar tempat tidur tinggi
membutuhkan
bantuan
dan mengurangi resiko 2. Sediakan
lingkungan
yang aman untuk pasien
cidera. 2. Mengurangi
resiko
terjadinya cidera pada
perubahan status
pasien 3. Mencegah
3. Menghindarkan
kesehatan
lingkungan berbahaya
yang (misalnya
terjadi
agar cidera
tidak pada
pasien.
memindahkan perabotan) 4. Menyediakan
tempat
tidur yang nyaman dan bersih 5. Menempatkan lampu [21]
ditempat
saklar yang
4. Agar nyaman
pasien
merasa
saat
berada
ditmpat tidur. 5. Memberikan kemudahan pada
pasien
saat
mudah dijangkau pasien mmbutuhkan bantuan. 6. Mengtrol lingkungan 6. Agar pasien tidak merasa dari
kebisingan,
Membatasi pengunjung. 7. Memindahkan barang
barang-
yang
dapat
membahayakan 8. Beritahu pasien untuk tidak menggaruk mata Health Education :
tangan
dan
mengurangi sehingga
stres, mempercepat
proses peenyembuhan. 7. Memberikan perlidungan terhadap resiko cidera. 8. Mencegah terjadinya cidera pada mata. Health Education :
1. Instruksikan keluarga akan pentingnya
terganggu
pegangan
untuk
tangga,
1. Untuk mencegah resiko cedera akibat penglihatan yang menurun.
kamar mandi dan jalur untuk berjalan 2. Anjurkan pasien meminta bantuan
setiap
kali
melakukan kegiatan 3. Anjurkan keluarga pasien untuk pasien
ikut
mengawasi
2. Untuk terjadinya
mencegah cedera
atau
jatuh atau luka 3. Pengawasan dari petugas kesehatan (perawat) tidak dapat merawat selama 24 jam penuh maka dari itu
[22]
perlu bantuan keluarga atau
orang
terdekat
pasien Kolaborasi :
Kolaborasi :
Pre-Operasi : No 1
Diagnosa Keperawatan Ansietas (00146) Domain 9: Koping/Toleransi Stres Kelas 2. Respon Koping Definisi : Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons otonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan
Kriteria Hasil
Intervensi
NOC Anxiety self-control Anxiety level Coping
NOC
Tujuan : Setelah dilakukan
Observasi :
Observasi :
1. Identifikasi tingkat
1. Mengetahui sejauh mana
kecemasan
Mandiri :
mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas 2. Mengindentifikasi,
menenangkan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap perilaku pasien
mengungkapkan dan [23]
untuk
intervensi
Mandiri :
1. Gunakan pendekatan yang 1. Suasana
1. Klien mampu
pasien
selanjutnya.
3 x 24 jam Ansitas berkurang, Kriteria Hasil :
kondisi
menentukan
tindakan keperawatan selama dengan dibuktikan oleh
Rasional
yang
tenang
dapat mengurangi tingkat kecemasan klien. 2. Untuk mengubah perilaku pasien.
yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk
menunjukan tehnik untuk mengontrol cemas 3. Vital sign dalam batas
normal bertindak menghadapi ancaman. 4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan Batasan karaktristik : 1. Gelisah 2. Kontak mata yang buruk 3. Mengekspresikan
3. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
mampu
mencegah dengan
4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
tingkat aktivitas
3. Perawat lebih
awal
meminimalkan
rasa cemas 4. Perasaan aman
dan
nyaman dapat menurangi ketakutan dan kecemasan
menunjukkan
5. Dorong pasien untuk
berkurangnnya kecemasan
kekhawatiran karena
klien. mengungkapkan perasaan, 5. Mempermudah ketakutan, persepsi
perubahan dalam peristiwa
mengetahui
perawat
bagaimana
perasaan klien apakah
hidup 4. Tampak waspada 5. Ketakutan 6. Sangat khawatir
kecemasan berkurang
klien atau
tidak
untuk bisa menentukan intervensi selanjutnya
Faktor yang berhubungan :
Health Education :
1. Penyalagunaan zat 2. Perubahan besar (mis., stasus
1. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
ekonomi, lingkungan, stasus
selama prosedur 2. Instruksikan pasien
kesehatan, fungsi peran, status peran) 3. stresor
menggunakan teknik relaksasi
Health Education : 1. Pasien
mampu
memahami prosedur dan menimalkan kecemasan 2. Memperbaiki manajemen stress
sehingga
kecemasan [24]
tinkat klien
menurun. Kolaborasi : 1. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan, mis :
Kolaborasi : 1. Jika
klien
merasakan
tetap
kecemasan
yang berlebihan maka perlu
untuk
obat
diberikan
yang
mengurangi
bisa
kecemasan
sehingga
tidak
memperparah
penyakit
klien Post-Operasi : No 1
Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut (00132) Domain 12. kenyamanan Kelas 1. kenyamanan fisik Definisi : Pengalaman sensori dan
emosional
yang
tidak
Kriteria Hasil
Intervensi
NOC Pain level Pain control Comfort level
Rasional
NOC Observasi :
Observasi :
1. Observasi dan catat lokasi, 1. Untuk
Tujuan : Setelah dilakukan
beratnya nyeri (1-10)
dalam
mempermudah melakukan
pengobatan bukti adanya tindakan asuhan keperawatan 2. Pantau 2. Untuk mengetahui menyenangkan yang muncul keletihan fisik dan emosi selama …x24 jam nyeri dapat adanya keletihan fisik akibat kerusakan jaringan yang yang berlebihan pada teratasi, dibuktikan oleh dan emosi yang aktual atau potensial atau pasien. [25]
digambarkan kerusakan
dalam
hal Kriteria Hasil :
sedemikian
rupa 2. Mampu mengontrol nyeri
(International Association for
(tahu
the study of pain): awitan yang
mampu
tiba-tiba
tehnik
atau
lambat
dari
intensitas ringan hingga berat dengan
akhir
yang
3. Pantau
dapat
diantisipasi atau diprediksi dan
penyebab
menggunakan
aktivitas
misalnya
takikardi,
distrimia,
untuk mengurangi nyeri,
nafas. 4. Pantau dan catat pola tidur
mencari bantuan) 3. Melaporkan bahwa nyeri dengan
pola
keseimbangan
dan
yang
jam
tidur terapi
diberikan
membantu
dan
menentukan
tindakan selanjutnya. 6. Mengetahui
setelah nyeri berkurang.
perkembangan
kondisi
pasien
dan
1
lain,
aktivitas yang berulang) 7. Mengekspresikan perilaku menangis) 8. Masker wajah
nafas.
mondar-
aktivitas
distrimia,
dsypnea, pucat dan sesak
atau meringankan nyeri
Mandiri :
mis.,gelisah,
takikardi,
pasien. faktor yang memperberat 5. Mengevaluasi
mandir mencari orang lain atau
respon
kardiorespirasi terhadap
tidurnya. 5. Kaji skala, lokasi, dan
frekuensi dan tanda nyeri) 6. Observasi TTV 5. Menyatakan rasa nyaman distraksi
berlebihan. 3. Mendeteksi
pasien dan jumlah jam 4. Menjaga
Batasan Karakteristik : nyeri 1. Perubahan selera makan 4. Mampu mengenali nyeri 2. Perubahan tekanan darah 3. Perubahan frekuensi (skala, intensitas,
(mis.,berjalan
terhadap
dsypnea, pucat dan sesak
menggunakan manajemen
pernapasan 4. Laporan isyarat 5. Diaforesis 6. Perilaku
kardiorespirasi
nonfarmakologi
berkurang
berlangsung