Askep Polio [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Poliomyeilitis atau sering disebut polio adalah penyakit akut yang menyerang sistem saraf perifer yang disebabkan oleh virus polio. Penyakit poliomyelitis paling banyak menyerang pada anak – anak di bawah 5 tahun dan juga bisa pada remaja. Gejala utama penyakit ini adalah kelumpuhan. Kelumpuhan biasanya dapat menetap setelah 60 hari yang akan menyebabkan kecacatan. (Widoyono, 2011). Menurut WHO pada tahun 2018, wabah polio ditemukan di negara papua nugini setelah 18 tahun menghilang dinegara pasifik. Jumlah kasus polio diseluruh dunia telah turun lebih dari 99 persen sejak 1988, dari sekitar 350.000 kasus kemudian menjadi 22 kasus yang dilaporkan pada tahun 2017 (Kompas, 2018). Kasus polio di Indonesia pada tahun 2005 terjadi pertama kali di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat yang dengan cepat menyebar ke Provinsi Banten, DKI, Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Data terakhir melaporkan secara total terdapat 295 kasus polio 1 yang tersebar di 10 Provinsi dan 22 kabupaten/ kota di Indonesia (Budi, et al., 2013). Berdasarkan epidemiologi polio di Indonesia, penting bagi perawat untuk mengetahui konsep dasar penyakit polio beserta konsep asuhan keperawatannya pada anak karena anak yang rentan terkena penyakit polio. Perawat dapat berperan serta untuk mencegah dan mengobati penyakit polio di Indonesia yang dapat meliputi beberapa upaya yang terdiri dari upaya promotif untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan penyakit polio melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya hidup sehat, dan peningkatan gizi; upaya preventif untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat



penyakit



polio;



upaya



kuratif



dan



rehabilitatif



untuk



menyembuhkan penderita, mencegah kematian, dan menurunkan tingkat kejadian penyakit polio.



1



B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah yaitu “ Bagaimana asuhan keperawatan poliomyelitis pada anak ?”



C. Tujuan Penulisan a. Tujuan Umum Setelah disusunnya makalah ini mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan poliomeilitis melalui pendekatan keperawatan. b. Tujuan Khusus, dapat: 1. Menjelaskan tentang konsep teori penyakit poliomyelitis. 2. Mengkaji pada anak dengan penyakit poliomyelitis. 3. Merumuskan diagnose pada anak dengan penyakit poliomyelitis. 4. Mengintervensi tindakan keperawatan pada anak dengan penyakit poliomyelitis. 5. Mengimplementasi tindakan keperawatan pada anak dengan penyakit poliomyelitis. 6. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada anak dengan penyakit poliomyelitis.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Pengertian Poliomyeilitis atau sering disebut polio adalah penyakit akut yang menyerang sistem saraf perifer yang disebabkan oleh virus polio.Gejala utama penyakit ini adalah kelumpuhan. Kelumpuhan biasanya dapat menetap setelah 60 hari yang akan menyebabkan kecacatan. (Widoyono, 2011). Poliomielitis merupakan penyakit infeksi akut oleh sekelompok virus ultramikroskop yang bersifat neurotrofik yang awalnya menyerang saluran pencernaan dan pernafasan yang kemudian menyerang susunan saraf pusat melalui peredaran darah (Huda, 2016). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Poliomielitis adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh poliovirus (PV) pada anak dibawah 15 tahun yang menyerang susunan saraf pusat dan ditandai dengan kelumpuhan. Sampai saat ini tidak ada obat untuk mengobati penyakit ini, tetapi tersedia vaksin yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit ini. Karenanya, upaya yang paling penting dalam mengatasi penyakit ini adalah dengan memberikan imunisasi.



B. Etiologi Menurut Widoyono (2011), Virus Polio termasuk genus enterovirus. Di alam bebas virus polio dapat bertahan hingga 48 jam pada musim kemarau dan 2 minggu pada musim hujan. Di dalam usus manusia virus dapat bertahan hidup sampai 2 bulan. Virus polio tahan terhadap sabun, detergen, alkohol, eter, kloroform, tetapi virus ini akan mati dengan pemberian formaldehida 0,3%, klorin, pemanasan, dan sinar ultraviolet. Poliomyelietis dapat disebabkan oleh virus yaitu sebagai berikut: a. Tipe I Brunhilde : Sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas b. Tipe II Lansing : Kadang menyebabkan kasus yang sporadik c. Tipe III Leon



: Epidemi ringan



3



Virus tersebut dapat hidup berbulan – bulan di dalam air, mati dengan pengeringan atau oksidan. Virus tersebut hanya menyerang sel – sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3 – 4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis yaitu: 1. Medula spinalis terutama kornu anterior 2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti – inti saraf kranial serta formasioretikularis yang mengandung pusat vital 3. Sereblum terutama inti – inti virmis 4. Otak tengah “ midbrain ” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang – kadang nucleus rubra 5. Talamus dan hipotalamus 6. Palidum 7. Korteks serebri, hanya daerah motorik



C. Patofisiologi Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring, berkembang biak dalam saluran pencernaan (traktus digestivus), kelenjar getah bening regional dan sistem (retikuloendotelial). Dalam keadaan ini timbul : 1. Perkembangan virus. Tubuh bereaksi dengan membentuk tipe antibodi spesifik. 2. Bila pembentukan zat anti dalam tubuh mencukupi dan cepat maka virus akan dinetralisasikan sehingga timbul gejala klinik yang ringan, atau tidak terdapat sama sekali dan timbul imunitas terhadap virus tersebut. 3. Bila proliferasi virus tersebut lebih cepat dari pembentukan zat anti, maka akan timbul viremia dan gejala klinik, kemudian virus akan terdapat dalam feses untuk beberapa minggu lamanya. Berlainan dengan virus lain yang menyerang susunan syaraf, maka neuropatologi poliomyelitis biasanya patognomonik. Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringan sekali dapat terjadi



4



penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis adalah : 1. Medula spinalis terutama kornu anterior 2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti – inti saraf kranial serta formasioretikularis yang mengandung pusat vital 3. Sereblum terutama inti – inti virmis 4. Otak tengah “ midbrain ” terutama masa kelabu substansia nigra dan kadang – kadang nucleus rubra 5. Talamus dan hipotalamus 6. Palidum 7. Korteks serebri, hanya daerah motorik Bergantung pada beratnya penyakit. Pada bentuk paralitik sesuai dengan bagian yang mana yang terkena. Bentuk spinal dengan paralisis pernafasan dapat ditolong dengan bantuan pernafasan buatan. Tipe bulbar prognosisnya buruk, kematian biasanya karena kegagalan fungsi pusat pernafasan atau infeksi sekunder pada jalan nafas. Otot-otot yang lumpuh dan tidak pulih kembali menunjukan paralisis tipe flasitd dengan Antonia, refleksi dan degenerasi. Komplikasi residual paralisis tersebut ialah kontraktur terutama sendi subluksasi bila otot yang terkena sekitar sendi, perubahan trofik oleh sirkulasi yang kurang sempurna hingga mudah terjadi ulserasi. Pada keadaan ini diberikan pengobatan secara ortopedik. D. Penularan Virus Polio Cara penularannya dapat melalui inhalasi , makanan dan minuman, bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain. Penularan melalui oral berkembang biak di usus di tandai verimia virus dengan DC faecese beberapa minggu (Huda, 2016). Masa inkubasi polio biasanya 7-14 hari dengan rentang 3-35 hari. Manusia merupakan satu-satunya reservoir dan merupakan sumber penularan. Virus ditularkan antar manusia melalui rute oro-fekal. Penularan melalui sekret faring dapat terjadi bila keadaan higiene sanitasinya baik sehingga tidak memungkinkan terjadinya penularan oro-fekal. Pada akhir masa inkubasi dan



5



masa awal gejala, para penderita polio sangat poten untuk menularkan penyakit. Setelah terpajan dari penderita, virus polio dapat ditemukan pada sekret tenggorokan 36 jam kemudian dan masih bisa ditemukan sampai 1 minggu, serta pada tinja dalam waktu 72 jam sampai 3-6 minggu atau lebih. Virus polio dapat menyerang semua golongan usia dengan tingkat kelumpuhan yang bervariasi (Widoyono, 2011). Faktor yang mempengaruhi penyebaran virus adalah kepadatan penduduk, tingkat higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah ( Afie, 2009).



E. Klasifikasi Dapat berupa poliomyelitis asimtomatis, poliomyelitis abortif, poliomyelitis non-paralitik, dan poliomyelitis paralitik: a. Poliomielitis asimtomatis Setelah masa inkubasi 7-10 hari, karena daya tahan tubuh maka tidak terdapat gejala klinis sama sekali. Pada suatu epidemi diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas pada virus tersebut. b. Poliomyelitis abortif Diduga secara klinik hanya pada daerah yang terserang epidemic terutama yang diketahui kontak dengan pasien poliomyelitis yang jelas. Diperkirakan terdapat 4-8% penduduk pada suatu epidemi. Timbul mendadak berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala berupa infeksi virus seperti malaise, anoreksia, nausea, muntah, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat dengan menemukan virus dibiakan jaringan. Diagnosis banding : influenza atau infeksi bakteri daerah nasofaring. c. Poliomyelitis non-paralitik Gejala klinik sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea, dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari, kadang-kadang di ikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk dalam fase kedua dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini ialah adanya nyeri dan kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai dengan hypertonia, mungkin



6



disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha duduk dari sikap tidur, ia akan menekuk kedua lutut keatas sedangkan kedua lengan menunjang kebelakang ada tempat tidur (tanda tripod) dan terlihat kekakuan otot spinal oleh spasme. Kuduk kaku terlihat secara pasif dengan kerning dan brudzinsky yang positif. Head drop ialah bila tubuh pasien ditegakan dengan menarik pada kedua ketiak akan menyebabkan kepala terjatuh ke belakang. Reflek stendon tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka kemungkinan akan terdapat poliomyelitis paralitik. Diagnosis banding dengan meningismus, meningitis serosa tonsillitis akut yang berhubungan dengan adenitis servikalis. d. Poliomyelitis paralitik Gejala sama pada poliomyelitis non-paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau kranial. Timbul paralitis akut. Pada bayi ditemukan paralisis vesika urinearia dan atonia usus. a. Bentuk spinal. Tipe poliomyelitis paralisis yang paling sering akibat invasi virus pada motor neuron di kornu anterior medulla spinalis yang bertanggung jawab pada pergerakan otot-otot, termasuk otot-otot intercostal, trunkus, dan tungkai. Kelumpuhan maksimal terjadi cukup cepat (2-4 hari), Gejala kelemahan / paralisis/ paresis otot leher, abdomen, tubuh, diagfragma, toraks dan terbanyak ekstremitas bawah. Tersering otot besar, pada tungkai bawah otot kuadriseps femoris, pada lengan otot deltoideus. Sifat paralisis asimetris. Refleks tendon mengurang/ menghilang. Tidak terdapat gangguan sensibilitas. Diagnosis Banding: 



Pseudoradikuloneuritis yang non-neurogen Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pleiositosis. Disebabkan oleh trauma/kontusia, demam reumatik akut, osteomyelitis.







Polioneuritis Gejala paraplegia dengan gangguan sensibilitas, dapat dengan paralisis palatum mole dan gangguan otot bolamata







Polioradikuloneuritis



7







Miopatia (kelainan progresif dari otot-otot dengan paralisis dan kelemahan disertai rasa nyeri)



b. Bentuk bulbar. Terjadi kira-kira 2% dari kasus polio paralitik. Polio bulbar terjadi ketika poliovirus menginvasi dan merusak saraf-saraf di daerah bulbal batang otak. Destruksi saraf-saraf ini melemahkan otototot yang dipersarafi nervus kranialis, menimbulkan gejala ensefalitis, dan menyebabkan susah bernafas, berbicara, dan menelan. Gangguan motorik satu atau lebih saraf otak dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernafasan dan sirkulasi. Akibat gangguan menelan, sekresi mucus pada saluran napas meningkat yang dapat menyebabkan kematian. c.



Bentuk bulbospinal. Kira-kira 19% dari semua kasus polio paralitik yang memberikan gejala bulbar dan spinal; subtype ini dikenal dengan respiratori atau polio bulbospinal. Polio virus menyerang nervus frenikus, yang mengontrol diagfragma untuk mengembangkan paru-paru dan mengontrol otot-otot yang dibutuhkan untuk menelan. Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar.



d. Bentuk ensefalitik Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun, tremor dan kadang-kadang kejang. F. Manifestasi Klinis Penyakit poliomyelitis paling banyak pada anak – anak di bawah 5 tahun dan juga bisa pada remaja. Kemungkinan gejala dicurigainya poliomyelitis pada anak adalah panas disertai dengan sakit kepala, sakit pinggang, kesulitan menekuk leher dan punngung, kekuatan otot yang diperjelas dengan tanda head drop, tanpa tripod saat duduk, tanda tanda spinal, tanda brudzinsky atau kering. Infeksi virus polio dapat diklasifikasikan menjadi minor illnesses (gejala ringan, seperti: asmtomatis / silent infection dan poliomyelitis abortif) dan major illnesses (gejala berat, baik paralitik, maupun non-paralitik) (Huda, 2016). a. Minor Illnesses (Gejala Ringan) 1. Sangat ringan atau bahkan tanpa gejala 2. Nyeri



tenggorokan



dan



perasaan



tak



enak



diperut,



gangguan



gastrointestinal, demam ringan, perasaan lemas, dan nyeri kepala



8



3. Terjadi selama 1-4 hari, kemudian menghilang dan jarang lebih dari 6 hari. Selama waktu itu virus bereplikasi pada nasofaring dan saluran cerna bagian bawah. b. Major Illnesses (Gejala Berat) 1. Poliomielitis non-paralitik Gejala klinis sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala, nausea dan muntah lebih berat. Gejala-gejala ini timbul 1-2 hari, kadang-kadang diikuti penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk dalam fase kedua dengan nyeri otot. Khas untuk penyakit ini adalah adanya nyeri atau kaku otot belakang leher, tubuh dan tungkai dengan hipertonia mungkin disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior. Bila anak berusaha duduk dari posisi tidur, maka ia akan menekuk kedua lutut ke atas sedangkan kedua tangan menunjang kebelakang pada tempat tidur (Tripod sign) dan terlihat kekakuan otot spinal oleh spasme, kaku kuduk terlihat secara pasif dengan Kernig dan Brudzinsky yang positif. “Head drop” yaitu bila tubuh penderita ditegakkan dengan menarik pada kedua ketiak sehingga menyebabkan kepala terjatuh ke belakang. Refleks tendon biasanya tidak berubah dan bila terdapat perubahan maka kemungkinan akan terdapat poliomyelitis paralitik. 2. Poliomielitis paralitik Gejala poliomielitis paralitik sama dengan yang terdapat pada poliomyelitis non-paralitik disertai kelemahan satu atau lebih kumpulan otot skelet atau kranial, dan timbul paralisis akut. Pada bayi ditemukan paralisis vesika urinaria dan atonia usus. Secara klinis dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk sesuai dengan tingginya lesi pada susunan saraf yang terkena. e. Bentuk spinal Gejala kelemahan/paralysis/paresis otot leher, abdomen, tubuh, diafragma, toraks dan terbanyak ekstremitas bawah. Tersering otot besar, pada tungkai bawah otot kuadrisep femoris, pada lengan otot deltoideus, dan sifat paralisis adalah asimetris. Refleks tendon mengurang/menghilang serta tidak terdapat gangguan sensibilitas.



9



f. Bentuk bulbar Terjadi akibat kerusakan motorneuron pada batang otak sehingga terjadi insufisiensi pernafasan, kesulitan menelan, tersedak, kesulitan makan, kelumpuhan pita suara dan kesulitan bicara. Saraf otak yang terkena adalah saraf V, IX, X, XI dan kemudian VII. g. Bentuk bulbospinal Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan bentuk bulbar h. Bentuk ensefalitik Dapat disertai gejala delirium, kesadaran yang menurun, tremor dan kadang-kadang kejang.



G. Komplikasi Menurut driyana, dkk (2013) Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien polio adalah sebagai berikut : 1. Hiperkalsuria 2. Melena 3. Pelebaran lambung akut 4. Hipertensi ringan 5. Pneumonia 6. Ulkus dekubitus dan emboli paru 7. Psikosis



H. Pemeriksaan Penunjang Menurut Huda (2016) pemeriksaan penunjang terdiri dari : 1. Pemeriksaan Lab : 



Pemeriksaan darah tepi perifer







Cairan serebrospinal







Pemeriksaan serologik







Isolasi virus polio



2. Pemeriksaan radiology 3. Pemeriksaan MRI dapat menunjukkan kerusakan di daerah kolumna anterior 4. Pemeriksaan likuor memberikan gambaran sel dan bahan mikia ( kadar gula dan protein )



10



5. Pemeriksaan Histologik corda spinalis dan batang otak untuk menentukkan kerusakan yang terjadi pada sel neuron.



I. Penatalaksanaan Pengobatan pada penderita polio tidak spesifik. Pengobatan ditujukkan untuk merdakan gejala dan pengobatan spotif untuk meningkatkan stamina penderita. (Widoyono,2011) Menurut Reeves dalam Huda (2016) penatalaksanaan pengobatan pada penderita



poliomyelitis



adalah



simptomatis



dan



suportif.



Adapun



penatalaksanaan menurut klasifikasi poliomyelitis yaitu sebagai berikut: 1. Infeksi tanpa gejala : istirahat total 2. Infeksi abortif : istirahat sampai beberapa hari setelah temperatur norma. Kalau perlu dapat diberikan analgetik, sedatif. Jangan melakukan aktivitas selama 2 minggu, 2 bulan kemudian dilakukan pemeriksaan



neuromuskuloskeletal



untuk



mengetahui



adanya



kelainan. 3. Non Paralitik : sama dengan tipe abortif. Pemberian analgetik sangat efektif bila diberikan bersamaan dengan pembalut hangat selama 1530 menit setiap 2-4 jam dan kadang – kadang mandi air panas juga dapat membantu. Sebaiknya diberikan foot board, papan penahan pada telapak kaki, yaitu agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai. Fisioterapi dilakukan 3-4 hari setelah demam hilang. Fisioterapi bukan mencegah atrofi otot yang timbul sebagai akibat denervasi sel kornu anterior, tetapi dapat mengurangi deformitas yang terjadi. 4. Paralitik : Harus di rawat di rumah sakit karena sewaktu – waktu dapat terjadi paralisis pernafasan, dan untuk ini harus diberikan pernafasan mekanis. Bila rasa sakit telah hilang dapat dilakukan fisioterapi pasif dengan menggerakkan kaki/tangan. Jika terjadi paralisis kandung kemih maka diberikan stimulan parasimpatetik seperti bethanechol (Urecholine) 5-10 mg oral atau 2,5-5mg/SK.



11



J. Pencegahan Menurut Widoyono (2011) pengendalian penyakit poliomyelitis yang paling efektif adalah pencegahan melalui vaksinisasi dan surveilans AFP. 1. Imunisasi aktif. Vaksin polio dibagi menjadi dua yaitu inactivated polio virus (IPV) yang diberikan secara suntikan dan attenuated polio virus (OPV) yang diberikan tetesan dibawah lidah. Kelebihan dari IPV adalah berisi virus yang lemah, sehingga tidak berhubungan dengan kejadian poliomielitis akibat pemberian vaksin. Formulasi yang lebih baik adalah enhanced inactivated poliovirus vaccine (eIPV). Vaksin ini diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 – 12 bulan dan sebelum masuk sekolah (usia 4 tahun). Pemberian OPV terutama sejak tahun 1960an. Imunisasi dengan cara ini menyebabkan penurunan yang signifikan pada kasus-kasus poliomielitis di dunia. Pemberian secara oral memberikan kelebihan dengan adanya pertahana tubuh terhadap virus tersebut di mukosa saluran nafas dan pencernaan. Kerugian OPV adalah dapat menyebabkan vaccine-associated paralytic poliomyelitis



(VAPP).



Pemberian vaksin ini diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan pemberian booster setiap 4 tahun. Varian OPV baru berupa monovalent oral poliovirus type 1 vaccine (mOPV1) diperkenalkan pertama kali di India pada bulan April 2005. Dari penelitan didapatkan bahwa varian baru ini 3 kali lebih efektif dan jauh lebih sedikit angka efek samping dibandingkan pemberian OPV pertama, sehingga menjadi rekomendasi internasional untuk menghilangkan poliovirus (Dinkes, 2013). 2. SAFP ( Surveilance Acute Flaccid Paralysis) SAFP adalah suatu pengamatan ketat pada semua kasus kelumpuhan yang mirip



dengan



kelumpuhan



dengan



kelumpuhan



pada



kasus



poliomyelitis, yaitu akut ( < 2 minggu ), flaccid ( layu, tidak kaku) yang terjadi pada anak kurang dari 15 tahun, dalam rangka menentukkan kasus polio.



12



13



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN POLIOMYELITIS PADA ANAK



A. Pengkajian 1. Identitas Pasien Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tenpat lahir, asal dan suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang tua dan penghasilan orang tua (Wong, 2009). Biasanya anak yang sering terkena penyakit polio adalah yang berusia di bawah 15 tahun (Widoyono, 2011). Biasanya anak yang terkena risiko virus poliomyelitis pada daerah endemis dan kepadatan penduduk, tingkat higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah. 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Sekarang : Keluhan Utama : keluarga pasien biasanya mengeluh aktivitas anaknya terganggu karena kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan yang sifatnya mendadak dan layuh. Riwayat Keluhan Utama : Awalnya keluarga pasien mengeluh semakin hari berat badan anaknya berkurang disertai dengan keluahan tidak nafsu makan, mual muntah, kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan. Keluhan yang biasanya dikeluhkan pasien pada saat pengkajian : 



Keluarga pasien mengatakan bahwa akhir-akhir ini anaknya rewel 3 disertai sakit kepala.







Keluarga mengatakan bahwa pasien demam sudah 3 hari yang lalu.



b. Riwayat Penyakit Terdahulu Riwayat



penyakit



yang



pernah



diderita



anak,



biasanya



sebelumnya anak belum pernah mengalami penyakit poliomyelitis.



14



c. Riwayat Penyakit Keluarga Apabila terdapat keluarga yang menderita polio, biasanya kemungkinan besar keluarga yang lain dapat terserang polio dengan mudah. 3. Riwayat Imunisasi Biasanya anak yang terkena polimyelitis, riwayat imunisasinya tidak lengkap. 4. Tumbuh Kembang Anak Biasanya



ketika



anak



terkena



penyakit



poliomyelitis



tumbuh



kembangnya terganggu, terutama tumbuh kembang anak pada peningkatan ukuran tubuh yaitu, tinggii badan dan berat badan. 5. Riwayat Nutrisi Anak biasanya mengalami nafsu makan menurun, berat badan menurun, mual dan muntah, dan kesulitan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia). 6. Pengkajian Sosial Biasanya pada anak dengan poliomielitis akan mengalami gangguan konsep diri, karena anak tidak bisa bermain dengan kondisi tubuh yang sedang dialaminya. 7. Riwayat Sirkulasi Anak biasanya mengeluh nyeri punggung saat beraktifitas, perubahan pada tekanan darah, serta perubahan pada frekuensi jantung. 8. Riwayat Eliminasi Anak biasanya sering sembelit saat BAB. Usus mengalami gangguan fungsi. Urine yang keluar sedikit (retensi urin). 9. Riwayat Neurosensori Anak biasanya tampak kelemahan, kelelahan, serta kelumpuhan. 10. Riwayat Nyeri/Keamanan Anak biasanya akan mengeluh nyeri dan kejang otot, sakit kepala, gatal (pruritus), serta sensasi yang abnormal. Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik dari rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur.



15



11. Riwayat Pernafasan Biasanya anak mengalami perubahan pola napas, irama napas meningkat, dispnea, potensial obstruksi.



B. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum : Biasanya keadaan umum anak dengan polio yaitu lemah. 2. Kesadaran : Biasanya kesadaran anak menurun. 3. Tanda – tanda vital : a. Tekanan darah : Tekanan darah anak kemungkinan akan meningkat. b. Denyut nadi : Denyut nadi anak kemungkinan akan meningkat. c. Suhu : Biasanya anak mengalami hipertermi 4. Pernapasan : Pernapasan anak biasanya meningkat 5. Berat Badan : BB anak biasanya turun karena anoreksia. 6. Kepala Bibir anak tampak pucat. 7. Ektermitas Biasanya pada anak poliomyelitis terdapat kelumpuhan pada ektermitas bawah.



C. Pemeriksaan Diagnostik Biasanya pasien poliomielitis hanya cukup dilakukan pemeriksaan fisik.



D. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah. 2. Hipertermi b/d proses infeksi. 3. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf. 4. Gangguan Mobilitas Fisik b/d paralysis. 5. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.



16



E. Rencana Keperawatan Intervensi keperawatan adalah segala steatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2017). Adapun rencana keperawatan yang disusun sesuai dengan diagnosa diatas, yaitu sebagai berikut:



No Diagnosa .



Keperawatan



Dx 1.



Tujuan dan Kriteria Hasil



Gangguan



Tujuan :



Nutrisi



Setelah



Kurang



dari asuhan



Kebutuhan Tubuh



Intervensi



Rasional



1. Kaji pola makan anak.



1. Mengetahui



dilakukan



dan output anak. 2. Berikan nutrisi kalori,



keperawatan



b/d selama 3x24 jam,



anoreksia, mual



diharapkan



muntah.



anak



nutrisi membaik



dengan



nutrisi



mineral.



seimbang



anak. 4. Berikan



Kriteria



3. Mengetahui



makanan



kesukaan anak.



4. Menambah masukan dan merangsang anak untuk



makan



lebih



banyak.



Mual muntah



5. Berikan



makanan



sedikit tapi sering.



berkurang 



dengan



perkembangan anak.



hasil: 



2. Mencukupi kebutuhan



protein, vitamin dan



3. Timbang berat badan



dan perubahan



intake



5. Mempermudah proses pencernaan



Intake output adekuat



2.



Hipertermi b/d infeksi.



Tujuan :



proses Setelah



1. Pantau dilakukan



suhu



tubuh



anak.



1. Untuk



mencegah



kedinginan



asuhan



tubuh



yang berlebih



keperawatan



2. Jangan



pernah



selama 2x24 jam,



menggunakan usapan



diharapkan



alcohol



Suhu



17



saat



2. Dapat



menyebabkan



efek neurotoksi.



tubuh anak kembali normal.



mandi/kompres. 3. Kompres



Kriteria hasil : 



mandi



hangat durasi 10-20



membantu



mengurangi demam.



menit.



Suhu tubuh normal



3. Dapat



:



36,5-37,5oC 3.



Nyeri



b/d Tujuan:



proses infeksi Setelah



dilakukan 1. Ajarkan anak strategi



yang



asuhan



non



menyerang



keperawatan



untuk membantu anak



membuat nyaman dan



syaraf.



selama 3x24 jam,



mengatasi nyeri.



tenang.



diharapkan



farmakologis



1. Teknik-teknik seperti



anak 2. Libatkan orang tua



tidak tampak nyeri



dalam



Kriteria hasil:



strategi.











Mengikuti



memilih



3. Minta



orang



tua



pengobatan



membantu



yang



dengan menggunakan



diberikan



srtategi selama nyeri. 4. Berikan



Anak



anak



analgetic



sesuai advis dokter.



tampak



dapat



2. Nyeri dan dapat lebih di toleransi



3. Pendekatan



ini



tampak paling efektif pada nyeri ringan.



4. Obat analgetic dapat mengurangi



rasa



nyeri.



nyaman 



relaksasi,



Anak mengatakan tidak nyeri



4.



Gangguan



Tujuan:



Mobilitas



Setelah



Fisik paralysis.



1. Tentukan dilakukan



atau



b/d asuhan



aktivitas



keadaan



fisik



anak.



1. Memberikan informasi



mengembangkan



keperawatan



rencana



selama 3x24 jam,



bagi



diharapkan



rehabilitasi.



anak



mampu melakukan 2. Kaji kelelahan pada aktivitas



lain



anak.



18



untuk



perawatan program



2. Kelelahan



yang



dialami



dapat



sebagai



pengganti



mengindikasikan



pergerakan,



keadaan anak.



menjaga kestabilan 3. Indetifikasi



faktor-



postur.



faktor



Kriteria hasil:



mempengaruhi











yang



makanan



yang adekuat dapat mempengaruhi



Anak dapat



kemampuan



mengikuti



untuk



latihan yang



pemasukan makanan



diberikan.



yang adekuat.



aktif



3. Asupan



anak



kemampuan



seperti



untuk aktif.



Anak dapat 4. Evaluasi kemampuan untuk



anak



4. Latihan berjalan dapat



mengurangi



anak



meningkatkan



tremor



melakukan mobilisasi



keamanan



dalam



secara aman.



efektifan anak untuk



dan



berjalan



melakukan pergerakan 5.



Kecemasan pada



Tujuan : Setelah



anak dilakukan



1. Kaji tingkat ansietas



asuhan



anak



dan



keluarga



1. Respon



keluarga



bervariasi tergantung



dan keluarga keperawatan



(mis.rendah, sedang,



pada



b/d



parah).



yang dipelajari.



kondisi selama 1x24 jam,



penyakit.



diharapkan



2. Sediakan



Kecemasan



pada



informasi



pola



kultural



2. Informasi



yang



tentang penyakit yang



menimbulkan ansietas



anak dan keluarga



akurat



dapat diberikan dalam



menurun dengan



kebutuhan.



sesuai



jumlah



yang



dapat



Kriteria hasil:



dibatasi



setelah



 Anak



tenang



periode



yang



dan



dapat



mengekspresika



diperpanjang. 3. Berikan



n perasaannya.  Orang merasa



tua



dorongan



3. Dorongan



motivasi pada anak



dapat membuat anak



dan keluarga



dan keluarga merasa tenang



tenang



dan berpartisipasi



19



motivasi



dalam perawatan anak.



F. Implementasi Keperawatan Menurut PPNI (2017) Tindakan keperawatan adalah prilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Implementasi merupakan suatu tindakan keperawatan oleh perawat yang sesuai dengan intervensi yang sudah direncanakan. Ada beberapa hal yang harus diperhatiakn dalam melakukan implementasi kepada anak – anak, yaitu harus adanya trans supaya si anak dapat kooperatif dan komunikasi efektif, dan libatkan orangtua si anak dalam melakukan implementasi.



G. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Manurung, 2011). Adapun evaluasi keperawatan dalam kasus polio pada anak, anak harus menunjukan kriteria hasil sebagai berikut: 1. Anak meningkat nafsu makannya dan imun tubuh anak membaik. 2. Suhu badan anak sudah dalam rentang normal 3. Anak sudah dapat mengontrol rasa nyeri dan rasa terhadap nyeri sudah mulai berkurang 4. Anak dapat melakukan pergerakan sehingga dapat mengikuti latihan yang diberikan 5. Anak sudah merasa tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya.



20



BAB IV PENUTUP



A. Kesimpulan Poliomielitis adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh poliovirus (PV) pada anak dibawah 15 tahun yang menyerang susunan saraf pusat dan ditandai dengan kelumpuhan. Penularan virus polio terutama melalui jalur fekal-oral dan membutuhkan kontak yang erat. Prevalensi infeksi tertinggi terjadi pada seseorang yang tinggal serumah dengan penderita. Biasanya bila salah satu anggota keluarga terinfeksi, maka yang lain juga terinfeksi. Kontaminasi tinja pada jari tangan, alat tulis, mainan anak, makanan dan minuman, merupakan sumber utama infeksi (Afie, 2009). Poliomielitis dapat dicegah dengan cara antara lain yaitu Jangan masuk daerah endemik, Dalam daerah endemik jangan melakukan stres yang berat seperti tonsilektomi, suntikan dan sebagainya, Mengurangi aktifitas jasmani yang berlebihan, Imunisasi aktif (Staf Pengajar IKA FKUI, 2005). Sampai saat ini tidak ada obat untuk mengobati penyakit ini, tetapi tersedia vaksin yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit ini. Karenanya, upaya yang paling penting dalam mengatasi penyakit ini adalah dengan memberikan imunisasi. B. Saran Penting bagi perawat untuk mengetahui konsep dasar penyakit polio beserta konsep asuhan keperawatannya. Perawat dapat berperan serta untuk mencegah dan mengobati penyakit polio di Indonesia yang dapat meliputi beberapa upaya yang terdiri dari upaya promotif untuk meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan cara pengobatan penyakit polio melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran jasmani, peningkatan gaya hidup sehat, dan peningkatan gizi; upaya preventif untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi yang memperberat penyakit polio; upaya kuratif dan rehabilitatif untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, dan menurunkan tingkat kejadian penyakit polio.



21



DAFTAR PUSTAKA



Eka Ayu Sartika, Resa. 2018. WHO: Wabah Polio Terjadi Di Papua Nuigini Setelah 18 Tahun. Kompas.com Huda Nurarif, Amin & Kusuma, Hardi. 2016. Asuhan Keperwatan Praktis.Yogyakarta: Mediaction Jogja. Manurung, santa. 2011. Keperawatan profesional. Jakarta : Tim. PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI. Widoyono. 2011 . Penyakit Tropis. Surabaya: Erlangga.



22