Askep TBC [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TB PARU Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran KMB I dosen Ibu Kiki Rizki A, M. Kep



Disusun Oleh :



Cecep Yanyan Herdiana Eka MustikaSari Faddila Apriliyanti Florentina Lenni Simanjorang Retno Herdianti Silvi Ariesta Junaedi Warsudin



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS TAHAP SARJANA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR CIMAHI 2020



i



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi pendidikan dalam profesi keperawatan. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukanmasukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.



Bandung, 22 Oktober 2020



Penyusun



ii



DAFTAR ISI



Kata Pengantar



i



Daftar Isi



ii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum 2. Tujuan Khusus C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Instansi Pendidikan 2. Bagi Mahasiswa Keperawatan



1 2 3 3 3



BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Definisi TBC



4



B. Etiologi TBC



4



C. Manifestasi Klinis TBC



5



D. Klasifikasi TBC



7



E. Pathway TBC



8



F. Pemeriksaan Diagnostik TBC



10



G. Komplikasi TBC



12



H. Penatalaksanaan Klinis TBC



13



I. Pengkajian Keperawatan



17



J. Analisa Data



26



K. Diagnosa Keperawatan



32



L. Perencanaan Keperawatan



33



M. Implementasi



45



N. Evaluasi



45



iii



BAB III TINJAUAN KASUS A. Pengkajian



47



B. Analisa Data



50



C. Diagnosa Keperawatan



52



D. Perencanaan



53



BAB IV PEMBAHASAN A. Pengkajian Keperawatan



60



B. Diagnosa keperawatan



61



C. Intervensi Keperawatan



63



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran Daftar Pustaka Lampiran - Lampiran



66 66



1



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Penyakit Tuberculosis Paru (TBC) merupakan penyakit yang masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat terutama di negara berkembang. Dengan masuknya kuman Tuberculosis Paru maka akan menginfeksi saluran nafas bawah dan dapat menimbulkan terjadinya batuk produktif dan darah (Pribadi, 2018). Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia. Sedangkan 75% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang – orang pada umur produktif dari usia 15 – 54 tahun (Lanus, Suyani, & dkk, 2014). Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga menyebabkan kematian. Komplikasi tuberkulosis seperti halnya emfisema, efusi pleura pada komplikasi dini dan Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis (SPOT), sindrom gagal nafas dewasa pada komplikasi lanjut (Pratikanya, 2017). Laporan WHO pada tahun 2015 dalam jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Andalas menyebutkan terdapat 9,6 juta kasus TB Paru di dunia dan 55% kasus terjadi di daerah Asia Tenggara dan Afrika. Tiga negara dengan insidensi kasus terbanyak tahun 2015 yaitu India (23%), Indonesia (10%), dan china (10%). Indonesia sekarang berada pada rangking kedua negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Pada tahun 2014 ditemukan jumlah kasus baru BTA positif sebanyak 176,677 kasus, menurun bila dibandingkan kasus BTA positif yang ditemukan tahun 2013 sebanyak 193.310 kasus. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 272 per 100.000 penduduk dengan estimasi 2 berjumlah 183 per 100.000 penduduk. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 25 per 100.000 kematian (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).



2



Tuberculosis



disebabkan



oleh



myobacterium



Tuberculosis.



Mekanisme penularan TB Paru dimulai dengan penderita TB Paru BTA (+) mengeluarkan dahak yang mengandung kuman TB ke lingkungan udara sebagai aerosol (parikel yang sangat kecil). Partikel aerosol ini terhirup melalui saluran pernapasan mulai dari hidung menuju paru-paru tepatnya di alveoli paru. Pada alveoli kuman TB paru mengalami pertumbuhan dan perkembangbiakan yang akan mengakibatkan terjadinya destruksi paru. Bagian paru yang telah rusak atau dihancurkan ini kan berupa jaringan/selsel mati yang oleh karenanya akan diupayakan oleh paru untuk dikeluarkan dengan reflek batuk. Oleh karena itu pada umumnya batuk karena TB adalah produktif, artinya berdahak (Danusantoso,2000). Pada penderita TB paru bila penggunaannya kurang baik, maka penderita



TB



Paru



akan



mengalami



komplikasi



seperti



hemoptisis(pendarahan dari saluran napas bawah, kolaps dari lobus akibat teraksi



bronchial,



bronkiektaksis



(peleburan



bronkus



setempat),



pneumotorax, penyebab infeksi ke organ lain(Rahim, 2008). Penatalaksaan TB dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pencegahan, pengobatan dan penemuan penderita (active case finding). Intervensi keperawatan untuk pasien Tuberkulosis dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas dengan mengatur posisi tidur semi atau high fowler mengajarkan teknik batuk efektif (Nic,2015).



B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Memahami konsep dasar teori dan asuhan keperawatan pada pasien TB paru.



3



2. Tujuan Khusus a. Mampu mengidentifikasi pengkajian keperawatan pasien dengan TB Paru. b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan dengan masalah TB Paru. c. Mampu mendeskripsikan rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru. d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada pasien dengan masalah TB Paru. e. Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan masalah TB Paru.



C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Instansi Pendidikan Asuhan



keperawatan



medikal



bedah



dapat



menjadi



bahan



pertimbangan dalam proses pembelajaran dan perkembangan ilmu keperawatan khususnya pada pasien TB Paru.



2. Bagi Mahasiswa Keperawatan Diharapkan dapat memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan TB Paru.



4



BAB II TINJAUAN TEORITIS



A. Definisi TBC Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang dapat menyerang berbagai organ, terutama perenkim paru-paru yang disebabkan oleh kuman yaitu Mycobacterium tuberkulosis dengan gejala yang bervariasi. (Majampoh, Boki, & dkk, 2013).Tuberculosis Paru (TB) merupakan contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini disebabkan oleh mikroorganisme Mycobacterium tuberkulosis yang biasanya ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet) dari suatu individu ke individu lainnya. Tuberkulosis sebagai infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantaraisel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit Tuberkulosis ini biasanya terletak di paru, tetapi dapat mengenai organ lain (Isselbacher, 2015).



B. Etiologi TBC Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium yaitu Mycobacteriumtuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium antara lain :M tuberculosis, M africanum, M. bovis, M. leprea dsb. Yang juga dikenal sebagi Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok



bakteri



Mycobacterium



tuberculosis



yang



bias



menimbulkan gangguan pada saluran napas dikenal sebagai MOTT



5



(Mycobacterium



Other



Than



Tuberculosis)



yang terkadang



bisa



mengganggu penegakan diagnosis yang pengobatan TB. Untuk itu pemeriksann bakteriologis yang mampu melakukan identifikasi



terhadap



Mycobacterium



tuberculosis



menjadi



sarana



diagnosis ideal untuk TB Secara umum sifat kuman TB. (Subuh & Priohutomo, 2014). Merupakan jenis kuman berbentuk batang berukurang panjangg 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen M.tubercolosis adalah berupa lemak/ lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberculosis. Basil TB sangat rentang terhadap sinar matahari sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultra-violet. Basil TB juga rentang terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100ºC. Basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau lisol 5% (Imam, 2008).



C. Manifestasi Klinis TBC Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam- macam atau malah banyak pasien TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah : 1. Demam Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi kadang- kadang pana dapat mencapai 40-41ºC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitlah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan



6



demam influenza. Keadaan ini dapat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. 2. Batuk Gejala ini banyak ditemukan, batuk terjadi karena adanya iritasi bronkus. Batuk ini deperlukan untuk mebuang produkproduk radang keluar. Karena terlibatnya brongkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru dan setelah penyakit berkembang dalam jariang paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktoif) kemudian setalah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi terdapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus. 3. Sesak Nafas Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) sebelum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. 4. Nyeri Dada Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. 5. Malaise Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupan anoreksia tidak nafsu makan,



7



berat badan menurun, sakit kepela, meriang, nyeri otot, keringat malam dll. Gejala malaise ini makin lama semakin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Bahar & Amin, 2007).



D. Klasifikasi TBC 1. Tuberkulosis paru Tuberculosis Paru adalah kuman mikrobakterium tuberkuloso yang menyerang jaringan paru-paru. Tuberculosis paru dibedakan menjadi dua macam yaitu: a. Tuberculosis paru BTA posistif (sangat menular). 1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak, memberikan hasil yang positif. 2) Satu periksaan dahak memberikan hasil yang positif dan foto rontgen dada menunjukan Tuberkulosis aktif.



b. Tuberculosis Paru BTA negative Pemeriksaan dahak positif negative/ foto rontgen dada menunjukan Tuberkulosis aktif. Positif negative yang dimaksudkan disini adalah “hasilnya meragukan”,



jumlah kuman yang



ditemukan pada waktu pemeriksaan belum memenuhi syarat positif.



c. Tuberculosis ekstra paru Tuberculosis ekstara paru adalah kuman mikrobakterium tuberkulosa yang menyerang organ tubuh lain selain paru-paru, misal selaput paru, selaput otak, selaput jantung, kelenjar getah bening, tulang, persendian kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan lain-lain (Laban, 2008).



8



E. Pathway TBC Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien TB paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini mengandung basil TB dan ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular. Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB paru ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto rontgen. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-tubercolosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi awal terjadi dalam 210 minggu setelah pemajanan. Massa jaringan paru yang disebut granulomas merupakan gumpalan basil yang masih hidup. Granulomas diubah menjadi massa jaringan jaringan fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut tuberkel ghon dan menajdi nekrotik membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan atau respon yang inadekuat dari respon sistem imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti keju dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerah menyembuh membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih



9



membengkak, menyebabkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut (Darliana, 2011).



10



F. Pemeriksaan Diagnostik TBC Menurut (Padila, Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam, 2013) pemeriksaan yang menunjang untuk mengetahui seseorang dikatakan posistif penderita TB paru yaitu: 1. Darah a. Leukosit sedikit meningkat b. LED meningkat 2. Sputum : BTA Pada BTA (+) ditemukan sekurang-kurangnya 3 batang kuman pada satu sedian dengan kata lain 5.000 kuman dalam 1 ml sputum. Untuk mengetahui secara pasti seseorang penderita penyakit TBC, maka dilakukan pemeriksan dahak/sputumnya. Pemeriksaan dahak dilakukan sebanyak 3 kali dalam 2 hari yang dikenal dengan istilah SPS (sewaktu, pagi, sewaktu). a. Sewaktu (Hari pertama) Dahak penderita diperiksa di laboratorium sewaktu penderita datang pertama kali. b. Pagi (Hari kedua) Sehabis bangun tidur keesokan harinya, dahak penderita ditampung dalam wadah/ pot kecil yang diberikan oleh petugas laboratorium, ditutup rapat, dan dibawah ke laboratorium untuk diperiksa. c. Sewaktu (Hari kedua) Dahak penederita dikeluarkan lagi di laboratorium (penderita datang ke laboratorium) untuk diperiksa. Jika hasil posistif, maka orang tersebut dapat dipastikan menderita TB paru.



3. Tes tuberculin : Mantoux Tes



11



4. Rontgen : Foto PA Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut : a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon). c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma) (Werdhani, 2002) d. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. e. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon). f. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma) (Werdhani, 2002)



12



G. Komplikasi TBC Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut (Abd.Wahit & Suprapto, 2013) dan (Manurung, 2013) :



1.



Hemomtisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan



kematian



karena



syok



hipovolemik



atau



tersumbatnya jalan nafas. 2.



Kolaps dari lobus akibat retraksi brochial.



3.



Bronkiektasis



(peleburan



bronkus



setempat)



dan



fibrosis



(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru. 4.



Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.



5.



Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.



6.



Mal nutrisi.



7.



Efusi pleura.



8.



Gangguan gastrointestinal (sebagai efek samping obat-obatan).



13



H. Penatalaksanaan Klinis TBC Petalaksanaan pasien dengan Tuberkulosis paru dibagi menjadi 2 yaitu farmakologis dan non farmakologis, sebagia berikut: 1. Medis ( Farmakologi ) a. Tujuan pengobatan Tuberkulosis adalah: 1) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas hidup. 2) Mencegah terjadinya kematian oleh karena Tuberkulosis Paru atau dampak buruk selanjudnya. 3) Mencegah terjadinya kekambuhan Tuberkulosis Paru. 4) Menurunkan penularan Tuberkulosis Paru. 5) Mencegah terjadinya dan penularan Tuberkulosis Paru resistant.



b. Prinsip pengobatan Tuberkulosis Paru. Obat Anti Tuberculosis (OAT) adalah komponen penting dalam pengobatan TB. Pengobatan TB Paru adalah merupakan salah satu upaya penting efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari kuman Micobacterium Tuberculosa. Pengobatan yang adekuat harus memahami prinsip (Kesehatan R., 2014) : 1) Pengobatan diberikan dalam bentuk panduan OAT yang tepat mengandung minimal 4 macam oabat untuk mencegah terjadinya resistensi. 2) Diberikan dalam dosis yang tepat. 3) Ditelan secara teratur dan diawasi seraca langsung oleh POM (Pengawas



Menelan



Obat)



sampai



selesai



pengobatanPengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup lama terbagi dalam tahap awal serta tahap lanjud untuk mencegah kekambuhan.



14



c. Pengobatan tuberculosis. Terbagi menjadi 2 fase:fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Jenis obat anti tuberculosis : 1) Jenis obat utama yang digunakan adalah : a) Rifampisin b) INH c) Pirazinamid d) Steptomisin e) Etambutol 2) Kombinasi dosis tetap Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 4 obat antituberkulosis yaitu rifamsinin, INH, pirazinamid dan etambutol dan 3 obat antituberkulosis, yaitu rifampisin, INH dan pirazinamid. 3) Jenis obat tambahan lainnya. a) Kanamisin b) Kuinolon c) Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amaksilin, asam klavulanat d) Deviyat rimfampisin dan INH



2. Penatalaksanaan Keperawatan a. Penerapan batuk efektif dan fisioterapi dada pada pasien TB paru yang mengalami ketidakefektifan bersihan jalan nafas mampu meningkatkan pengeluaran sekret. Disarankan untuk menerapkan latihan batuk efektif dan fisioterapi dada bagi pasien TB Paru dengan masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas sebagai tindakan mandiri keperawatan(Sitorus, Lubis, & dkk, 2018).



15



b. Pemberian posisi semi fowler pada pasien TB paru telah dilakukan sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Posisi yang tepat bagi pasien dengan penyekit kardiopulmonari adalah diberikan posisi semi fowler denagn derajat kemiringan 3045º. Tujuan untuk diketahui pengaruh pemberian posisi semi fowler terhadap kestabilan pola napas pada pasien TB paru. (Majampoh, et al., 2013).



c. Pemberian terapi Vitamin A dan Vitamin D diteliti berfungsi sebagai imunomodulator yang terlibat dalam aktivasi makrofag melawan patogen. Metabolit aktif akan memodulasi respon pejamu terhadap infeksi mikrobakteria sehingga terjadi pengeluaran cathelicidin



yang



berfungsi



sebagai



antimikroba



untuk



menginduksi autofagi. Defisiensi vitamin D merupakan salah satu faktor risiko terpapar TB dan berhubungan erat dengan sistem imun yang menurun. Penelitian sebelumnya menyatakan vitamin D mampu meningkatkan respon inflamasi penderita TB sehingga terjadi



perbaikan



klinis



yang



cukup



signifikan



(Sugiarti,



Ramadhian, & dkk, 2018). Menurut (Greenhalgh & Butler, 2017)terapi sinar matahari / vitamin D dimulai pada musim panas antara pukul 05.00- 06.00 pagi sampai tengah hari. Klien di perkenankan untuk berjemur selama 15 hari. Pada hari pertama kaki terkena sinar matahari selama 5 menit, pada hari kedua 10 menit dan kaki bagian bawah selama selama 5 menit. Dengan demikian turus berlanjut selama 15 hari secara bertahap. Vitamin D telah terbukti dalam meningkatkan kekebalan orang-orang yang berhubungan dengan TB. Pengobatan TB akan tampak bahwa vitamin



D



bukan



obat



tetapi



tambahan



berharga



untuk



menghilangkan patogen oleh sistem kekebalan tubuh dan antibiotik.



16



d. Penatalaksaan diet makanan Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Tingkat kecukupan energi responden tuberkulosis mayoritas berada pada kategori kurang, baik tuberkulosis dengan sputum BTA (+) maupun sputum BTA (-). Hal ini disebabkan karena mayoritas responden tuberkulosis tidak menjalankan diet tepat yaitu Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Asupan energi diperoleh dari konsumsi



makanan



seseorang



sehari-hari



untuk



menutupi



pengeluaran energi, baik orang sakit maupun orang sehat, konsumsi pangan harus mengandung energi yang cukup sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan energi mengalami penurunan 5% setiap 10 tahun (Lauzilfa, Wirjatmadi, & dkk, 2016).



e. Serta dukungan utama keluarga dapat mengembangkan respon koping yang efektif untuk beradaptasi dengan baik dalam menangani stresor yang dihadapi terkait penyakitnya baik fisik, psikologis maupun sosial. Pengawas Menelan Obat (PMO) untuk pasien TB paru terbanyak adalah keluarga (Suami, istri, orangtua, anak, menantu) yaitu sebanyak 93%, sebanyak 4,7% petugas kesehatan. Secara fungsional dukungan mencakup emosional berupa adanya ungkapan perasaan, memberi nasihat



atau



informasi, dan pemberian bantuan material. Dukungan juga terdiri atas pemberian informasi secara verbal atau non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran keluarga mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima(Hasanah, Makhfudli, & dkk, 2018).



17



I. Pengkajian Keperawatan 1. Identitas Penyakit tuberculosis dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di daerah dengan tingkat kepadatan tinggi, sehingga masuknya cahaya matahari ke dalam rumah sangat minim (Wahid & Suprapto, 2013).



2. Keluhan Utama Tuberkulosis dijuluki the great imitator, suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah pasien yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik (Muttaqin, 2008) Keluhan yang sering menyebabkan pasien dengan TB paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu (Muttaqin, 2008): a. Keluhan Respiratori, meliputi : 1) Batuk Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan



apakah



keluhan



batuk



bersifat



nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah (Muttaqin, 2008). 2) Batuk Darah Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan utama klien untuk meminta pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut klien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat harus menanyakan seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa



18



blood streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah (Muttaqin, 2008). 3) Sesak Napas Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain-lain (Muttaqin, 2008). 4) Nyeri Dada Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena TB (Muttaqin, 2008).



b. Keluhan Sistemis, meliputi: 1) Demam Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya, sedangkan



masa



bebas



serangan



semakin



pendek



(Muttaqin, 2008). 2) Keluhan Sistemis lain Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu bulan. Akan tetapi penanmpilan akut dengan batuk, panas, dan sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia (Muttaqin, 2008).



19



3. Riwayat Kesehatan Sekarang Pengkajian ini dialkukan untuk mendukung keluhan utama. Pengkajian yang ringkas dengan PQRST dapat memudahkan perawat untuk melengkapi data pengkajian. Apabila, keluhan utama klien adalah sesak napas,



maka perawat



perlu



mengarahkan atau



menegaskan pertanyaan untuk membedakan antara sesak napas yang disebabkan oleh gangguan pada sistem pernapasan dan kardiovaskular. Sesak napas yang ditimbulkan oleh TB paru, biasanya akan ditemukan gejala jika tingkat kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertainya seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dan lain- lain. Pengkajian ringkas dengan menggunakan PQRST yaitu, Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila istirahat. Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah dalam melakukan pernapasan. Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan. Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala sesak sesuai klasifikasi sesak napas dan klien menerangkan seberapa jauh sesak napas memengaruhi aktivitas sehari-hari. Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari, sifat mula timbulnya (onset), tentukan apakah gejala timbul mendadak, perlahanlahan atau seketika itu juga, apakah gejala timbul secara terus menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien pada saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali muncul, dan apakah pasien pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya (Muttaqin, 2008).



20



4. Riwayat Kesehatan Sebelumnya Menurut (Muttaqin, 2008) pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes melitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa yang lalu yang masih relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjadi dimasa lalu. Adanya alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual yang disebabkan karena meminum OAT (Muttaqin, 2008).



5. Riwayat Kesehatan Keluarga Menurut (Muttaqin, 2008) secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat menanykan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi penularan didalam rumah.



6. Riwayat Psikososial Spiritual Pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh presepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku pasien. Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal pasien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-sosio-spritual yang seksama. Pada kondisi klinis, pasien dengan Tuberkulosis sering mengalami



21



kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya. Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman pasien bertempat tinggal. Hal ini penting, mengngat TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang bertempat tinggal dipemukiman padat dan kumuh karena populasi bakteri TB paru lebih mudah hidup ditempat kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar matahari yang kurang. TB paru merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang masyarakat miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh nonspesifik dan mengonsumsi makanan yang kurang bergizi, dan juga tidak mampu untuk membeli obat, ditambah lagi kemiskinan membuat pasien diharuskan bekerja bekerja secara fisik sehingga mempersulit penyembuhan penyakitnya. Pasien TB kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka sering kali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal yang penting. Padahal, taraf hidup yang baik amat dibutuhkan untuk penjagaan kesehatan pada umumnya dan dalam menghadapi infeksi pada khususnya (Muttaqin, 2008).



7. Pemeriksaan Fisik Persistem a. Keadaan Umum dan Tanda – Tanda Vital Keadaan umum pada pasien TB dapat dilakukan secraa selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran pasien yang terdiri atas compas mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma. Seorang perlu mempunyai pengalaman dan pengetahuan tentang konsep anatomi dan fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GCS bila kesadaran pasien menurun yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien TB perlu biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,



22



frekuensi napas, meningkatkan apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan. tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit seperti hipertensi (Muttaqin, 2008).



b. Pemeriksaan Fisik 1) Head To Toe a) Kepala Kaji kulit kepala bersih atau tidak, ada benjolan atau tidak, simetris atau tidak. (Muttaqin, 2008). b) Rambut Kaji pertumbuhan rata/tidak, rontok, warna rambut (Muttaqin, 2008). c) Wajah Kaji warna kulit, struktur wajah simetris/tidak (Muttaqin, 2008). d) Sistem Penglihatan Kaji kesimetrisan mata, conjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/tidak (Muttaqin, 2008). e) Wicara dan THT -



Wicara Kaji fungsi wicara, perubahan suara, afasia, dysfonia



-



THT 



Inspeksi hidung : Kaji adanya obtruksi/tidak, simetris/tidak, ada secret/tidak.







Telinga



:



Kaji



telinga



luar



bersih/tidak,



membran tympani, ada secret/tidak 



Palpasi : Kaji THT ada/tidak nyeri tekan lokasi dan penjalaran.



23



2) Persistem a) Sistem Pernafasan B1 (Breathing) Pemeriksaan fisik pada pasien TB paru merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi (Muttaqin, 2008) : -



Palpasi Palpasi



trakea.



Adanya



pergeseran



trakea



menunjukkan- meskipuntetapi tidak spesifik-penyakit dari lobus atas paru. Pada Tb paru disertai adanya efusi pleura masif dan pneumothoraks akan mendorong posisi trakea ke arah berlawanan dari sisi sakit. Gerakan



dinding



thorak



anterior/ekskrusi



pernapasan. TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya



penurunan



gerakan



dinding



pernapasan



biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas. Gertaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakkan tangannya di dada pasien saat pasien berbicara adalah bunyi yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronkial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus pada pasien dengan TB paru biasanya ditemukan pada pasien yang disertai komplikasi efusi pleura masif, sehingga hantaran suara menurun karena transmisi getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga pleura (Muttaqin, 2008).



24



-



Perkusi Pada pasien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada pasien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan di dapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan dirongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka di



dapatkan



bunyi



hiperresonan



terutama



jika



pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat (Muttaqin, 2008). -



Auskultasi Pada pasiien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronchi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana di dapatkan bunyi ronchi. Bunyi yang terdengar melalaui stetoskop ketika klien berbicara disebut sebagai resonan vokal. Pasien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit (Muttaqin, 2008).



b) Sistem Kardiovaskular B2 (Blood) Pada pasien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi: -



Inspeksi : Inspeksi adanya parut dan kelemahan fisik.



-



Palpasi



: Denyut nadi perifer melemah.



-



Perkusi



: Batas jantung mengalami pergeseran pada



TB paru dengan efusi pleura massif mendorong ke sisi sehat.



25



-



Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan (Muttaqin, 2008).



c) Sistem Persyarafan B3 (Brain) Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringat berat. Pada pengkajian objektif, pasien tampak dengan wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya konjungtiva anemis pada TB paru dengan hemoptoe masif dan kronis, dan sklera ikterik pada TB paru dengan gangguan fungsi hati (Muttaqin, 2008). d) Sistem Genitourinaria B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Pasien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutaman Rifampisin (Muttaqin, 2008). e) Sistem Pencernaan B5 (Bowel)) Kaji pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan (Muttaqin, 2008). f) Sistem Muskuloskeletal B6 (Bone) Aktivitas sehari-hari berkuarang banyak pada klien TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetep dan jadwal olahraga menjadi tak teratur (Muttaqin, 2008).



26



-



Inspeksi Kaji warna kulit, edema/tidak, eritmea.



-



Palpasi Kaji CRT normal/tidak, perubahan akral, turgor kulit, nyeri tekan, clubbing finger.



g) Sistem Endokrin Kaji terjadinya pembesaran kelenjar thyroid, palpitasi, exopthalmmus, neuropati, retinopati (Muttaqin, 2008).



J. Analisa Data NO 1.



DATA DS : -



Pasien mengatakan



ETIOLOGI



MASALAH



Mycrobacterium



Bersihan jalan nafas



tubercylosis



tidak efektif



sesak atau sulit bernafas



Droplet



(Dispnea). -



Pasien mengatakan



Menetap diudara



sulit bicara. -



Pasien mengatakan



Terhirup



sesak jika berbaring lurus



Menempel dijalan napas



ditempat tidur (ortopnea).



Terhirup bronkus



DO: -



Batuk



tidak



Iritasi pada bronkus



efektif. -



Tidak



mampu



batuk. -



Sputum berlebih.



Produksi Sputum



27



-



Terdapat



bunyi



Batuk



napas wheezhing atau mengi, atau ronkhi kering. -



Terlihat



pasien



gelisah



karena



tidak



Bersihan jalan nafas tidak efektif



nyaman



akibat batuk terus menerus. -



Sianosis



-



Frekuensi



nafas



berubah -



Pola



nafas



berubah 2.



DS : -



Dispnea



Mycrobacterium



Pola nafas tidak



tubercylosis



efektif



saat/setelah aktivitas. -



Ortopnea



DO: -



Menetap di udara Penggunaan otot bantu napas.



-



Droplet



Terhirup



Fase ekspirasi inspirasi



Menempel di jalan napas



memanjang. -



Pernapasan



Iritasi pada pleura



cunging hidung. -



Diameter thorakx



Cairan dalam pleura



anterior-posterior meningkat. -



Eksursi dada



Menekan paru-paru



28



nerubah



Ekspansi paru menurun



Sesak napas



Pola napas tidak efektif 3.



DS : -



Merangsang aktivitas



Pasien



simpatis



mengatakan tidak napsu makan -



Efek pada GI



Pasien mengatakan



Pergerakan makanan



tidak mau



menjadi lambat



makan -



Pasien



Makanan tertahan



mengatakan



dilambung



cepat kenyang setelah makan Do: -



Reflek regang di lambung



Berat



Badan



Pasien menurun minimal



Perasaan mual muntah



10%



dibawah rentang



Perasaan mual muntah



ideal -



Bising



Usus



Anoreksia



Hiperaktif -



Otot



pengunyah



Lemah -



Otot



kebutuhan menelan



lemah -



Nutrisi kurang dari



Membran mukosa pucat



Defisit nutrisi



Defisit Nutrisi



29



-



Sariawan



-



Serum



albumin



turun -



Rambut Rontok Berlebihan



4.



Diare



Ds :



Mycrobacterium



Do :



Tuberculosis



-



Hipertermi



Suhu Tubuh diatas nilai



Droplet



Normal -



Terlihat kulit



Menetap di udara



merah -



Takikardi



-



Takipnea



-



Kulit terasa



Terhirup



Menempel di jalan napas



hangat Inflamasi



Merangsang hipotalamus sehingga suhu tubuh meningkat



hipertermi



5.



DS : -



Mengeluh lelah



-



Hemaptoe



Anemia



Dispnea saat atau setelah aktivitas



BB menurun



Intoleransi Aktivitas



30



-



Merasa tidak nyaman



Suplai O2 kejaringan menurun



setelah beraktivitas -



Kelelahan



Merasa lemah Intoleransi aktifitas



DO : -



Frekuensi jantung meningkat lebih dari 20% dari kondisi istirahat



-



Tekanan darah berubah lebih dari 20% dari kondisi istirahat



-



Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat atau setelah aktivitas



-



Gambaran EKG menunjukkan iskemia



-



Sianosis



-



Anemia



31



6.



Ds : -



-



mengeluh sulit Merangsang pengeluaran



mengeluh sering



mediator kimia (serotania,



mengeluh tidak



histamin, prostaglandin, bradikinin)



puas tidur -



-



mengeluh pola



Merangsang Ujung-ujung



tidur berubah



saraf bebas



mengeluh istirahat tidak



Impuls



cukup -



mengeluh



Ditransfer ke medula



aktivitas menurun



spinalis melalui radik dorsalis



Do : -



nyeri atau kolik



-



hipertiroidisme



-



kecemasan



-



penyakit paru obstructive kronis



-



kehamilan



-



periode pasca



Thalamus



Kortek serebri



Persepsi nyeri



Merangsang RAS



operasi Pusat Jaga Aktif



Tidur Terganggu



Gangguan Istirahat Tidur (SDKI, 2017)



Gangguan Istirahat Tidur



tidur



terjaga -



Peradangan Pada Pleura



32



K. Diagnosa Keperawatan Diagnosa



Keperawatan



adalah



keputusan



klinis



mengenai



seseorang, keluarga, atau, masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan keperawatan. Diagnosis keperawatan sejalan dengan diagnosa medis sebab dalam mengumpulkan data –data saat melakukan pengkajian keperawatan yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa keperawatan ditinjau dari keadaan penyakit dalam diagnosa medis. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, diagnosa yang termuat dalam standar ini diurutkan sesuai dengan kategori dan subkategori diagnosis keperawatan. Diagnosis-diagnosis keperawatan yang berada dalam satu subkategori diurutkan secara alfabetis untuk memudahkan pencarian diagnosis keperawatan dalam satu subkategori yang akan dirujuk. Terdapat 5 Kategori dan 14 Subkategori Diagnosis Keperawatan, Fisiologis, Psikologis, Prilaku, Relasional, Lingkungan. 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas (D.0149) 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan). (D.0005) 3. Defisit



nutrisi



berhubungan



dengan



Kurangnya



Peningkatan



kebutuhan metabolisme. (D.0019) 4. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infesi, kanker) ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal. (D.0130) 5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilitas. (D.0056) 6. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (misalnya lingkungan / Tindakan). ( D. 0055)



33



L. Perencanaan Keperawatan No 1.



Diagnosa Keperawatan



TUJUAN



Intervensi



(SDKI)



(SLKI)



(SIKI)



Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi selama ....x, Latihan batuk efektif efektif berhubungan dengan maka bersihan jalan napas meningkat Tindakan : hipersekresi nafas



Dengan kriteria hasil :



1. Observasi :



 Batuk efektif meningkat(5)



-



Identifikasi kemampuan batuk.



 Produksi sputum menurun (5)



-



Monitor adanya retensi sputum.



 Mengi menurun (5)



-



Monitor tanda dan gejala.



 Wheezing menurun (5)



-



infeksi saluran nafas.



 Dispnea menurun (5)



-



Monitor input dan aoutput



 Ortopnea menurun (5)



cairan, (mis. Jumlah dan



 Sulit bicara menurun (5)



karakteristik).



 Sianosis menurun (5)  Gelisah menurun (5)



2. Terapeutik -



 Frekuensi nafas membaik(5)  Pola nafas membaik (5)



Atur posisi semi fowler atau fowler.



-



Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien.



34



-



Buang



sekret



pada



tempat



sputum. 3. Edukasi -



Jelaskan tujuan dan posedur batuk efektif.



-



Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4detik ditahan



selama



2detik,



kemudian keluarkan dari mulut dengan



bibir



mencucu



(dibulatkan) selama 8detik. -



Anjurkan



mengulangi



tarik



nafas dalam hingga 3x. -



Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ketiga.



4. Kolaborasi -



Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran jika perlu.



35



2.



Pola nafas tidak efektif



Setelah dilakukan intervensi selama ....x,



Manajemen jalan napas



berhubungan dengan



maka pola napas membaik Dengan



1. Observasi :



hambatan upaya nafas (mis.



kriteria hasil :



Nyeri saat bernafas,



 Ventilasi semenit meningkat (5)



kelemahan otot pernafasan)



 Kapasitas vital meningkat (5)



(D.0005)



 Diameter thoraks anterior-posterior meningkat (5)  Tekanan ekspirasi meningkat (5)  Tekaranan inspirasi memingkat (5)  Dispnea menurun (5)  Penggunaan otot bantu napas menurun (5)  Pemanjangan fase ekspirasi menurun (5)



- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) - Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi, kering) - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma). 2. Terapeutik : - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-titt dan chin-lift (jawtrust jika curiga trauma servikal) - Posisikan semi fowler



 Ortopnea menurun (5)



- Berikan minum hangat



 Pernapasan persed-lip menurun (5)



- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu



 Pernapasan cuping hidung menurun



- Lakukan penghisapan lendir



(5)  Frekuensi napas membaik (5)



kurang dari 15 detik. - Lakukan hiperoksigenasi sebelum



36



 Kedalaman napas membaik (5)  Ekskursi dada membaik (5)



penghisapan endotrakeal - Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep McGill. - Berika oksigen, jika perlu. 3. Edukasi - Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi. - Ajarkan teknik batuk efektif 4. Kolaborasi kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu



3.



Defisit nutrisi berhubungan



Setelah dilakukan intervensi selama ....x,



dengan Kurangnya



maka status nutrisi, membaik. Dengan



Peningkatan kebutuhan



kriteria hasil :



metabolisme (D.0019)



 Porsi makanan yang dihabiskan



Managemen Nutrisi 1. Observasi -



Identifikasi status nutrisi.



-



Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.



meningkat(5)  Kekuatan otot mengunyah meningkat(5)



-



Identifikasi disukai.



makanan



yang



37



 Kekuatan otot menelan meningkat(5)



-



 Serum albumin meningkat(5)  Verbalisasi keinginan untuk



jenis nutrien. -



meningkatkan nutrisi meningkat(5)  Pengetahuan ttg pilihan makanan yg sehat meningkat(5)  Pengetahuan tentang pilihan



tepat meningkat(5)



-



monitor asupan makanan



-



monitor bebrat badan



-



monitor



-



-



 Nyeri abdomen menurun(5)



Fasilitasi menentukan pedoman diet(mis, piramida makanan).



-



Sajika makanan secara menarik dan suhu yang sesuai.



-



meningkat(5)  Perasaan cepat kenyang menurun(5)



Lakukan oral hygine sebelum makan, jika perlu.



 Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan kesehatan



pemeriksaan



2. Teurapetik



 Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat(5)



hasil



labolatorium



 Penyiapan dan penyimpanan makanan yg aman meningkatt(5)



Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik



minuman yang sehat meningkat(5)  Pengetahuan ttg standar nutrisi yg



Identifikasi kebutuhan kalori dan



Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstripasi.



-



Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.



38



 Sariawan menurun(5)



-



 Rambut rontok menurun(5)  Diare menurun(5)



perlu. -



 BB membaik (5)  Indeks massa tubuh (IMT) membaik(5)



Berikan suplemen makanan , jika



Hentikan



pemberian



makan



melalui selang nasogatrik. 3. Kolaborasi -



Kolaborasi pemberian medikasi



 Frekuensi makan membaik(5)



sebelum



 Nafsu makan membaik(5)



nyeri, anti emetik) jika perlu.



 Bising usus membaik(5)



-



makan(mis,



pereda



Kolaborasi dengan ahli gizi untuk



 Tibal lipatan kulit trisep membaik(5)



menentukan jumlah kalori dan



 Membran mukosa membaik(5)



jenis nutrien yang di butuhkan, jika perlu.



4.



Hipertemi berhubungan



Setelah dilakukan intervensi selama ....x,



dengan proses penyakit



maka termoregulasi dapat membaik,



(mis. Infesi, kanker)



Dengan kriteria hasil :



Managemen hipertermia 1. Observasi - Identifikasi penyebab hipertermia



ditandai dengan suhu tubuh



 Menggigil menurun (1)



(mis, dehidrasi, terpapar



diatas nilai normal.



 Kulit merah menurun (1)



lingkungan panas, penggunaan



(D.0130)



 Kejang menurun (1)



ingkubator).



 Akrosianosis menurun (1)



- Monitor suhu tubuh.



39



 Konsumsi oksigen meningkat (5)



- Monitor kadar elektrolit. - Monitor haluaran urin. - Monitor komplikasi akibat hipertermia 2. Terapeutik - Sediakan lingkungan yang dingin - Longgarkan atau lepaskan pakaian - basahi dan kipasi permukaan tubuh - berikan cairan oral - ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hyper hidrosis (keringat berlebih) - lakukan pendinginan eksternal (mis,. Selimut ‘hepotermia atau kompres dingin pada dahi, leher, abdomen, axila).



40



- hindari pemberian antipiretik atau aspirin - berikan oksigen jika perlu 3. Edukasi Anjurkan tirah baring 4. Kolaborasi - Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena jika perlu. 5.



Intoleransi aktifitas



Setelah dilakukan intervensi selama ....x,



berhubungan dengan



maka intoleransi aktifitas dapat



imobilitas (D.0056)



meningkat, Dengan kriteria hasil :



Managemen Energi 1. Observasi - Identifikasi gangguan fungsi



 Saturasi oktigen meningkat (5)



tubuh yang mengakibatkan



 Kemudahan dalam melakukan



kelelahan.



aktifitas sehari hari-hari meningkat(5)



- Monitor kelelahan fisik dan emosional.



 Kecepatan berjalan meningkat(5)



- Mopnitor pola dan jam tidur.



 Jarak berjalan meningkat(5)



- Monitor lokasi dan ketidak



 Kekuatan tubuh bagian atas meningkat(5)



nyamanan selama melakukan aktifitas.



41



 Kekuatan tubuh bagian bawah



2. Teurapetik



meningkat(5)



- Sediakan lingkungan nyaman



 Toleransi dalam menaiki tangga



dan rendah stimulus (mis,.



meningkat(5)



Cahaya, suara, lingkungan) - Lakukan latihan rentan gerak pasif dan atau aktifitas - Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan - Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan. 3. Edukasi -



Anjurkan tirah baring.



-



Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap.



-



Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang.



42



-



Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan



4. Kolaborasi Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan. 6.



Gangguan Pola tidur



Setelah dilakukan intervensi selama ....x,



Dukungan Tidur



berhubungan dengan



maka gangguan pola tidur dapat



Tindakan



hambatan lingkungan



meningkat, Dengan kriteria hasil :



(misalnya lingkungan /



 Keluhan sulit tidur menurun (1)



Tindakan)



 Keluhan sering Terjaga menurun



(D.0055)



1. Observasi -



tidur. -



(1)  Keluhan tidak puas tidur menurun  Keluhan



pola



tidur



berubah



menurun (1)  Keluhan Istirahat tidak cukup menurun (1)  Kemampuan beraktivitas



Identifikasi faktor penggangu tidur (Fisik/Psikologis).



-



(1)



Identifikasi pola aktivitas dan



Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. Kopi, Alkohol, Makan mendekati sebelum tidur, minum mendekati sebelum tidur.



43



meningkat (1)



-



Klasifikasi obat



tidur



yang



dikonsumsi 2. Teurapetik -



Modifikasi lingkungan (MLS pencahayaan, bising, suhu, matras, tempat tidur).



-



Batasi waktu siang jika perlu.



-



Fasilitas menghilangkan stress sebelum tidur.



-



Tetapkan jadwal tidur rutin.



-



Lakukan



prosedur



untuk



melakukan kenyamanan (Pijat, pengaturan



posisi,



terapi



akunputur). -



Sesuaikan jadwal pemberian obat atau menunjang siklus tidur terjaga.



44



3. Edukasi -



Jelaskan pentingnya waktu tidur selama sakit.



-



Anjurkan



menetapi



kebiasaan



waktu tidur. -



Anjurkan menghindari makanan atau minuman yang mengganggu waktu tidur.



-



Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supressor terhadap tidur REM.



-



Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)



-



Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya.



45



M. Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana keperawatan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana keperawatan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, rencana keperawatan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan pasien. Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Perencanaan keperawatan lain dapat dilaksanakan dengan baik jika pasien mempunyai keinginan untuk berpartisispasi dalam implementasi keperawatan (Nursalam, 2009).



N. Evaluasi Evaluasi merupakan suatu proses kontinu yang terjadi saat anda melakukan kontak dengan pasien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data subjektif dan objektif dari pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan. Selain itu, anda juga meninjau ulang pengetahuan tentang status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, dan hasil yang diharapkan. Anda dapat mengevaluasi pasien secara lebih baik. Jika hasil telah dipenuhi, berarti tujuan untuk pasien juga telah terpenuhi. Bandingkan perilaku dan respon pasien sebelum dan setelah dilakukan asuhan keperawatan. Bisa disimpulkan bahwa langkah- langkah evaluasi sebagai berikut: 1. Daftar tujuan pasien. 2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu. 3. Bandingkan antara tujuan dan kemampuan pasien. 4. Diskusikan dengan pasien atau keluarga, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.



46



BAB III TINJAUAN KASUS



Seorang laki-laki berusia 54 tahun dirawat diruang penyakit dalam dengan keluhan sesak napas dan batuk. Pasien mengalami batuk berdahak sejak kurang lebih 2bulan yang lalu dan sudah berobat jalan. Saat pasien sedang melakukan aktivitas disore hari, tiba-tiba pasien merasa sesak seperti tidak bias nafas. Pasien mengatakan seperti ada dahak yang menghalangi jalan napasnya. Pada malam harinya pasien mengalami demam tinggi dan membeli obat warung untuk menurunkan panasnya. Pada esok harinya karena makin merasa sesak, pasien di bawa ke puskesmas, tetapi pihak puskesmas tidak memiliki alat pemeriksaan akhirnya pasien dirujuk ke RS untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter UGD, pasien diputuskan untuk dirawat inap. Hasil pengkajian saat ini didapatkan: tekanan darah 130/80mmHg. Nadi 68x/menit, RR 28x/mnt, S 36,70c, pernafasan cuping hidung(+), retraksi intercostal(+), pasien terpasang WSD di dada sebelah kanan yaitu bagian basal paru postero lateral interkosta ke 8-9, nafas dangkal, taktil fremitus kanan dan kiri tidak sama, hipersonan, capillary rime>3detik, turgor kulit jelek, akral teraba dingin, penurunan nafsu makan(+), pergerakan terbatas karena sesak nafas, tidak bias tidur nyenyak dan sering terbangun. Pasien diberikan terapi oksigen 5liter/mnt, injeksi ketorolac 1x30mg, ranitidine 1x50mg, dan ceftriaxone 1x2gram. Pasien memiliki riwayat penyakit asma sejak 10 tahun lalu dan pernah dirawat dirumah sakit tahun 1982 karena kecelakaan. Pasien juga perokok aktif, sudah lama menderita batuk berdahak dan melakukan rawat jalan. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan data leukosit klien 10.710mm3, HB 12,7gr%, LED 1 jam 20 mm/jam, LED 2 jam 55mm/jam, pada pemeriksaan BTA positif adanya bacteri.



47



A. Pengkajian 1. Identitas Pasien - Nama pasien : Tn. L - Umur



: 54 tahun



- Jenis Kelamin : Laki-Laki



2. Riwayat Kesehatan a. Alasan masuk rumah sakit Pasien sehari sebelumnya sedang melakukan aktivitas di sore hari, tiba-tiba pasien merasakan sesak nafas seperti tidak biasa bernafas seperti ada dahak yang menghalangi jalan nafasnya. Pada malam harinya pasien mengalami demam tinggi dan membeli obat warung untuk menurunkan panasnya. Karena makin sesak pasien dibawa ke PKM, dan PKM tidak memiliki alat pemeriksaan akhirnya di rujuk ke RS.



b. Keluhan Utama Sesak



c. Riwayat Kesehatan sekarang Pasien mengeluh sesak , sesak dirasakan bertambah berat ketika beraktivitas, sesak dirasakan seperti ada dahak yang menghalangi jalan nafasnya sesak dirasakan 1 hari yang lalu dan terjadi secara tiba-tiba



d. Riwayat Kesehatan Dahulu Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit asma sejak 10 tahun yang lalu dan pernah dirawat dirumah sakit pada tahun 1982 karena kecelakaan.



48



e. Riwayat Kesehatan Keluarga Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit keturunan.



3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan Umum - Penampilan : Pasien tampak sesak - Kesehatan : Composmetis - GCS : 15, E = 4 , V=5, M=6 b. Tanda – Tanda Vital -



TD : 130/80 mmhg



-



N : 68 x/menit



-



R : 28 x/menit



-



S : 36,7oC



c. Sistem Pernafasan Bentuk hidung proposional, lubang hidung simetris, terdapat pernafasan cuping hidung (+), retraksi intercostal (+), pasien terpasang WSD di dada sebelah kanan yaitu bagian basal paru posteolateral intercosta 8-9, nafas dangkal, traktil fremitus kanan dan kiri tidak sama, hipersonal.



d. Sistem Pencernaan Penurunan nafsu makan (+)



e. Sistem Kardiovaskuler Akral terasa dingin , CRT >3 detik, TD 130/80 mmhg , N : 68 x/menit.



49



f. Sistem Integumen Turgor kulit jelek



g. Sistem Perkemihan Tidak ada keluhan



h. Sistem Muskuloskeletal Pergerakan Terbatas (+)



4. Data Penunjang a. Data Penunjang Lab No 1.



2.



Nama Test



Hasil



Unit



Nilai Nomal



12,7



g/dl



13.0~16.0



10.710



/mm3



4,000~10,000



Hematologi -



Hemoglobin



-



Leucosit



-



LED 1 Jam



20



mm/jam



0~15



-



LED 2 Jam



55



mm/jam



0~15



BTA



Positif



Negative



Bakteri (+)



b. Data Penunjang Terapi Medis No Nama Obat 1. Keterolac



Dosis 1 x 30 mg



Cara Pemberian IV



2.



Ranitidin



1 x 50 mg



IV



3.



Ceftriaxone



1 x 2 gr



IV



50



B. Analisa Data No 1.



Data Ds : Pasien mengeluh sesak



Etiologi



Masalah



Mycrobacterium tubercylosis



Pola napas tidak efektif



Droplet Do : -



Menetap di udara Terdapat



Terhirup



pernafasan cuping hidung (+) -



Retraksi Intercostal (+)



-



Pasien WSD



terpasang di



dada



sebelah kanan yaitu bagian basal paru postero



lateral



intracosta 8-9 -



Nafas dangkal



-



Traktil kanan



Menempel di jalan napas Iritasi pada pleura Cairan dalam pleura Menekan paru-paru Ekspansi paru menurun Sesak napas Pola napas tidak efektif



fremitus kiri



tidak



sama



2.



-



Hipersonan



-



TD : 130/80 mmhg



-



R : 28 x/menit Hemaptoe



Ds : Pasien mengatakan Pergerakan Terbatas



Anemia BB menurun Suplai O2 kejaringan menurun



Do : -



Sesak



-



Terpasang wsd



Kelelahan



Intoleransi aktifitas



51



3.



Pergerakan terbatas



Ds :



Intoleransi aktifitas Peradangan Pada



Pasien mengatakan tidak



Pleura



bisa tidur Merangsang Do :



pengeluaran



-



Sesak



mediator kimia



-



Sering terbangun



(serotania, histamin,



-



Terpasang WSD



prostaglandin,



-



RR : 28 x/m



-



TD : 130/80 mmhg



bradikinin)



Merangsang Ujungujung saraf bebas



Impuls



Ditransfer ke medula spinalis melalui radik dorsalis



Thalamus



Kortek serebri



Persepsi nyeri



Merangsang RAS



Pusat Jaga Aktif



Gangguan Istirahat Tidur



52



Tidur Terganggu Gangguan Istirahat Tidur C. Diagnosa Keperawatan 1. Pola Nafas Tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas. 2. Risiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pernafasan. 3. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (misalnya lingkungan / Tindakan).



53



D. Perencanaan No 1.



Diagnosa Keperawatan



Tujuan



Intervensi



(SDKI)



(SLKI)



(SIKI)



Pola nafas tidak efektif



Setelah dilakukan intervensi selama 3



berhubungan dengan hambatan



x 24 Jam, maka pola napas membaik



upaya nafas (mis. Nyeri saat



Dengan kriteria hasil :



bernafas, kelemahan otot



 Ventilasi semenit meningkat (5)



pernafasan)



 Kapasitas vital meningkat (5)



(D.0005)



 Diameter thoraks anteriorposterior meningkat (5)  Tekanan ekspirasi meningkat (5)  Tekaranan inspirasi memingkat (5)  Dispnea menurun (5)  Penggunaan otot bantu napas menurun (5)  Pemanjangan fase ekspirasi menurun (5)  Ortopnea menurun (5)



Manajemen jalan napas 1. Observasi : - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) - Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi, kering) - Monitor sputum (jumlah, warna, aroma). 2. Terapeutik : - Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-titt dan chin-lift (jawtrust jika curiga trauma servikal) - Posisikan semi fowler - Berikan minum hangat - Lakukan fisioterapi dada, jika perlu



54



 Pernapasan persed-lip menurun (5)  Pernapasan cuping hidung menurun (5)  Frekuensi napas membaik (5)  Kedalaman napas membaik (5)  Ekskursi dada membaik (5)



- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik. - Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal - Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep McGill. - Berika oksigen, jika perlu. 3. Edukasi - Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi. - Ajarkan teknik batuk efektif 4. Kolaborasi kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu



2.



Intoleransi aktifitas berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama 3 dengan imobilitas



x 24 jam, maka intoleransi aktifitas



(D.0056)



dapat meningkat, Dengan kriteria hasil :  Saturasi oktigen meningkat (5)



Managemen Energi 1. Observasi - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan.



55



 Kemudahan dalam melakukan aktifitas sehari hari-hari meningkat(5)  Kecepatan berjalan meningkat(5)



- Monitor kelelahan fisik dan emosional. - Mopnitor pola dan jam tidur. - Monitor lokasi dan ketidak



 Jarak berjalan meningkat(5)



nyamanan selama melakukan



 Kekuatan tubuh bagian atas



aktifitas.



meningkat(5)  Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat(5)  Toleransi dalam menaiki tangga meningkat(5)



2. Teurapetik - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis,. Cahaya, suara, lingkungan) - Lakukan latihan rentan gerak pasif dan atau aktifitas - Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan - Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan.



56



3. Edukasi -



Anjurkan tirah baring.



-



Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap.



-



Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang.



-



Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan



4. Kolaborasi Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan. 3.



Gangguan Pola tidur



Setelah dilakukan intervensi selama 3



Dukungan Tidur



berhubungan dengan hambatan



x 24 jam, maka gangguan pola tidur



Tindakan



lingkungan (misalnya



dapat meningkat, Dengan kriteria



lingkungan / Tindakan)



hasil :



(D.0055)



1. Observasi -



 Keluhan sulit tidur menurun (1)  Keluhan sering Terjaga



Identifikasi pola aktivitas dan tidur.



-



Identifikasi



faktor



penggangu



tidur (Fisik/Psikologis).



57



menurun (1)  Keluhan



tidak



puas



Identifikasi makanan dan



tidur



minuman yang mengganggu tidur



menurun (1)



(mis. Kopi, Alkohol, Makan



 Keluhan pola tidur berubah



mendekati sebelum tidur, minum



menurun (1)  Keluhan Istirahat tidak cukup



mendekati sebelum tidur. -



Klasifikasi



menurun (1)  Kemampuan beraktivitas meningkat (1)



obat



tidur



yang



dikonsumsi 2. Teurapetik -



Modifikasi lingkungan (MLS pencahayaan, bising, suhu, matras, tempat tidur).



-



Batasi waktu siang jika perlu.



-



Fasilitas menghilangkan stress sebelum tidur.



-



Tetapkan jadwal tidur rutin.



-



Lakukan



prosedur



untuk



melakukan kenyamanan (Pijat, pengaturan akunputur).



posisi,



terapi



58



-



Sesuaikan



jadwal



pemberian



obat atau menunjang siklus tidur terjaga. 3. Edukasi -



Jelaskan pentingnya waktu tidur selama sakit.



-



Anjurkan



menetapi



kebiasaan



waktu tidur. -



Anjurkan menghindari makanan atau minuman yang mengganggu waktu tidur.



-



Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supressor terhadap tidur REM.



-



Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja)



59



-



Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya.



60



BAB IV PEMBAHASAN



Penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada “Tn. L” dengan Tuberculosis Paru dari skenario 4 yang diberikan oleh dosen. Penulis berusaha menerapkan asuhan keperawatan secara teoritis dan sistematis sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa tahap proses keperawatan dibagi menjadi 5 tahap yaitu pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan. Dalam proses penerapan proses keperawatan tersebut memperoleh berupa kesenjangan dan kesamaan antara teori dan kasus skenario 4. Pada pembahasan ini penulis akan memaparkan beberapa kesenjangan yang ditemukan pada saat mengerjakan asuhan keperawatan dengan membandingan antara teori dan kasus, dan penulis akan membahas tahap demi tahap dari proses keperawatan yang diberikan kepada klien yaitu :



A. Pengkajian Keperawatan Pada tahap pengkajian penulis mengacu pada format yang telah disediakan tidak jauh berbeda dengan format yang ada ditinjauan teoritis. Dalam



pengumpulan



data,



penulis



melakukan



pengkajian



secara



komperehensif yang mengacu pada tinjauan teoritis dan melihat dari kondisi pasien. Data hasil pengkajian penulis mendapatkan dari kasus yang ada, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, status kesehatan pasien yang dipaparkan dalam contoh kasus. Dari hasil pengkajian yang diperoleh penyebab pasien menderita TB Paru dari Mycobacterium Tuberculosis hal ini dibuktikan dengan adanya pasien mengalami batuk produktif sudah ± 2 bulan, hasil pemeriksaan labolatorium, leukocyte pasien 10,710 ditandai adanya infeksi, dan hasil BTA positip adanya bakteri. Dimana faktor usia juga pasien merupakan kelompok lansia yang rentan secara imun sehingga mudah terkena infeksi. Data ini telah mendukung untuk ditegakkan diagnose TB Paru. Hal ini ini dijelaskan, bahwa



61



salah satu penyebab klien menderita penyakit TB Paru adalah batuk produktif yang dialami klien selama ± 2 bulan. Manifestasi klinis yang ditemukan pada pasien diantaranya adalah batuk produktif. Batuk produkrif ± 2 bulan, mengalami demam dimalam hari, adanya penurunan nafsu makan juga bisa terjadi karena produksi sekret yang banyak.



Pada



pengkajian



pasien



tidak



ditemukan



demam,



secara



berkelanjutan dikarenakan TB merupakan jenis infeksi kronis sehingga adanya sesak, demam tidak terjadi secara terus menerus. Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan data objektif : tekanan darah 130/80mmHg. Nadi 68x/menit, RR 28x/mnt, S 36,70c, pernafasan cuping hidung(+), retraksi intercostal(+), pasien terpasang WSD di dada sebelah kanan yaitu bagian basal paru postero lateral interkosta ke 8-9, nafas dangkal, taktil fremitus kanan dan kiri tidak sama, hipersonan, capillary rime>3detik, turgor kulit jelek, akral teraba dingin, penurunan nafsu makan(+), pergerakan terbatas karena sesak nafas. Pada pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan penunjang didapatkan data leukosit klien 10.710 mm3, HB 12,7g/dl, LED 1 jam 20 mm/jam, LED 2 jam 55 mm/jam, pada pemeriksaan BTA positif adanya bacteri.



B. Diagnosa keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan TBC Paru sebagai berikut : 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas (D.0149). 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan). (D.0005). 3. Defisit nutrisi berhubungan dengan Kurangnya Peningkatan kebutuhan metabolisme. (D.0019). 4. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infesi, kanker) ditandai dengan suhu tubuh diatas nilai normal. (D.0130). 5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilitas. (D.0056).



62



6. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (misalnya lingkungan / Tindakan). ( D. 0055) Sedangkan pada saat penulis melakukan pengkajian diagnosa keperawatan yang muncul pada klien adalah sebagai berikut : 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan). (D.0005). Diagnosa ini muncul karena dari hasil pengkajian ditemukan data yang mendukung, seperti pasien mengatakan nafas terasa sesak, Terdapat pernafasan cuping hidung (+), Retraksi Intercostal (+), Pasien terpasang WSD di dada sebelah kanan yaitu bagian basal paru postero lateral intracosta 8-9, Nafas dangkal, Traktil fremitus kanan kiri tidak sama, Hipersonan, TD : 130/80 mmhg, R : 28 x/menit. Sesuai dengan tinjauan teori dalam buku (Mutaqin. 2008).



2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilitas. (D.0056). Diagnosa ini muncul karena dari hasil pengkajian ditemukan data yang mendukung, seperti pasien mengeluh pergerakan terbatas dan terpasang wsd. Sesuai dengan tinjauan teori dalam buku (Mutaqin. 2008).



3. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (misalnya lingkungan / Tindakan). ( D. 0055). Diagnosa ini muncul karena dari hasil pengkajian ditemukan data yang mendukung, seperti pasien mengeluh sulit tidur, nafas sesak, sering terbangun, terpasang WSD, RR : 28 x/m, TD : 130/80 mmhg. Sesuai dengan tinjauan teori dalam buku (Mutaqin. 2008).



63



C. Intervensi Keperawatan Tahap ini penulis menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan yang muncul pada pasien. Adapun intervensi tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut : 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan). (D.0005) :  Manajemen jalan napas a. Observasi : -



Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas).



-



Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing, ronkhi, kering).



-



Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).



b. Terapeutik : -



Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-titt dan chinlift (jaw-trust jika curiga trauma servikal).



-



Posisikan semi fowler.



-



Berikan minum hangat.



-



Lakukan fisioterapi dada, jika perlu.



-



Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.



-



Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal.



-



Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep McGill.



-



Berika oksigen, jika perlu.



c. Edukasi -



Anjurkan



asupan



cairan



2000ml/hari,



jika



tidak



kontraindikasi. -



Ajarkan teknik batuk efektif.



d. Kolaborasi Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.



64



2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan imobilitas. (D.0056) :  Managemen Energi a. Observasi - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan. - Monitor kelelahan fisik dan emosional. - Mopnitor pola dan jam tidur. - Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama melakukan aktifitas. b. Teurapetik - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis,. Cahaya, suara, lingkungan) - Lakukan latihan rentan gerak pasif dan atau aktifitas - Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan - Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan. c. Edukasi - Anjurkan tirah baring. - Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap. - Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang. - Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan. d. Kolaborasi Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan. 3. Gangguan Pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (misalnya lingkungan / Tindakan). ( D. 0055) :  Dukungan Tidur Tindakan a. Observasi - Identifikasi pola aktivitas dan tidur. - Identifikasi faktor penggangu tidur (Fisik/Psikologis). - Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur (mis. Kopi, Alkohol, Makan mendekati sebelum tidur, minum mendekati sebelum tidur. - Klasifikasi obat tidur yang dikonsumsi.



65



b. Teurapetik - Modifikasi lingkungan (MLS pencahayaan, bising, suhu, matras, tempat tidur). - Batasi waktu siang jika perlu. - Fasilitas menghilangkan stress sebelum tidur. - Tetapkan jadwal tidur rutin. - Lakukan prosedur untuk melakukan kenyamanan (Pijat, pengaturan posisi, terapi akunputur). - Sesuaikan jadwal pemberian obat atau menunjang siklus tidur terjaga. c. Edukasi - Jelaskan pentingnya waktu tidur selama sakit. - Anjurkan menetapi kebiasaan waktu tidur. - Anjurkan menghindari makanan atau minuman yang mengganggu waktu tidur. - Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supressor terhadap tidur REM. - Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur (mis. Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift bekerja). - Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi lainnya.



66



BAB V KESIMPULAN DAN SARAN



A. Simpulan Asuhan keperawatan pada pasien dengan sistem pernapasan : TB Paru (TBC) melalui proses pengkajian dengan menggunakan format pengkajian, pemeriksaan fisik, observasi, dan wawancara dilakukan kepada klien dan keluarga. Dari pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan: Tuberkulosis Paru (TBC) dilakukan secara bio, psiko, sosio, spiritual, pada laporan kasus pasien dengan TB Paru perlu dikaji riwayat kesehatan keluarga, riwayat kesehatan masa lalu, pola kebiasaan sehari-hari dan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik klien secara menyeluruh. Dari kasus yang ada pengkajian didapatkan data bahwa pasien mengalami TB Paru yang dibuktikan dengan adanya pemeriksaan BTA positif adanya bakteri. Gejala yang muncul pada penderita diantaranya adalah batuk seperti ada yang menghalangin jalan napas, yang disertai dengan pernafasan cuping hidung serta dari hasil observasi tercacat RR 28x/mnt. Dalam membuat laporan kasus ini penulis mengalami kendala untuk menentukan diagnosa dan perencanaan yang sangat mendekati dengan kondisi pasien, karena disisi lain pada kasus yang muncul terdapat kondisi pasien terpasang WSD, yang kelompok kami anggap sebagai komplikasi TB Paru ke efusi pleura.



B. Saran Berdasarkan kesimpulan dari seluruh proses asuhan keperawatan seperti yang tertera diatas, maka penulis ingin menyampaikan saran-saran untuk



memperbaiki



serta



meningkatkan



mutu



pelayanan asuhan



67



keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pernafasan: TB Paru, yaitu: 1. Bagi mahasiswa sebaiknya sebelum melakukan asuhan keperawatan terhadap klien, hendaknya memahami konsep dasar terkait kasus yang akan ditangani sehingga dalam melakukan asuhan keperawatan lebih komprehensif dan sesuai dengan teori. 2. Bagi perawat yang sudah terjun langsung ke pasien hendaknya meningkatkan kualitas pendokumentasian terutama respon tindakan dan evaluasi akhir (SOAP) dapat dilakukan pada setiap diagnosa keperawatan.



DAFTAR PUSTAKA



Black, Joyce M. Dan Jane H. H. (2014). Kepertawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8 buku 3. Alih Bahasa: dr. Joko Mulyanto, dkk. Jakarta: ELSEVIER.



Donges, Marlyn E.(2012). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa : I Kariasa dan Sumarati. Jakarta : EGC.



Hidayat, A. Aziz Alimul.(20014). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Penerbit Salemba Madika, Jakarta.



Kementrian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Nasional Pelayanan Keperawatan Tuberkulosis. Jakarta.



Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:http//www.depkes.go.id/reseorces/download/general/Hasil%20Ris kesdas%202 013.pdf.diperoleh 12 maret 2017



Muttaqin Arif. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Penerbit Salemba Medika, Jakarta



Naga S. Sholeh.(2014).Paduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Penerbit Diva Press, yogyakarta



Smeltzer& Bare. (2016). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 12.Alih bahasa: Yulianti, D. Kimin, A. Jakarta:EGC



Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika



Zulkifli, Amin & Asril Bahar. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta