Asuhan Keperawatan BPH (Revisi) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA) Diajukan untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah II oleh Dosen Pembimbing Ns. Agus Khoirul F, M.Kep.



Disusun oleh: Ayu Setnia Sulistio P



(201914201006)



Fatimah Wulan Sari



(201914201009)



Lulu’il Laila Nuzulia



(201914201014)



M. Wahyu Nur Arifin



(201914201015)



Nur Annisatus Sholikah



(201914201019)



Virgo Falentinno



(201914201030)



STIKes SATRIA BHAKTI NGANJUK PRODI PENDIDIKAN NERS 2020/2021



i



ASUHAN KEPERAWATAN BPH (BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA) Diajukan untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah I oleh Dosen Pembimbing Ns. Agus Khoirul F, M.Kep.



Disusun oleh: Ayu Setnia Sulistio P



(201914201006)



Fatimah Wulan Sari



(201914201009)



Lulu’il Laila Nuzulia



(201914201014)



M. Wahyu Nur Arifin



(201914201015)



Nur Annisatus Sholikah



(201914201019)



Virgo Falentinno



(201914201030)



STIKes SATRIA BHAKTI NGANJUK PRODI PENDIDIKAN NERS 2020/2021 ii



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas karunia-Nya penulis bisa menyusun sebuah makalah yang berjudul " BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)" dengan lancar. Tujuan penulisan ini adalah untuk memenuhi tugas mata pelajaran Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, makalah ini juka bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kasus BPH . Penulis sangat berterima kasih kepada Ns.Agus Khoirul F,M. Kep. selaku pembimbing asuhan keperawatan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik maupun saran. Kritik dan saran tersebut akan menjadi bahan evaluasi penulis kedepannya.Penulis juga sangat mengharapkan masukan, kritikan serta saran dari semua pihak agar karya tulis ini bisa menjadi lebih sempurna.



Nganjuk,1 November 2021



Penulis



iii



DAFTAR ISI



Halaman Judul....................................................................................................................i Halaman sampul depan.....................................................................................................ii Kata Pengantar.................................................................................................................iii Daftar Isi...........................................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1 A. Latar Belakang.................................................................................................1 B. Rumusan Masalah...........................................................................................2 C. Tujuan Penelitian.............................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................3 A. Pengertian BPH...............................................................................................3 B. Etiologi BPH...................................................................................................3 C. Tanda dan Gejala BPH....................................................................................5 D. Patofisiologi BPH............................................................................................6 E. WOC BPH.......................................................................................................8 F. Pemeriksaan Penunjang BPH..........................................................................9 G. Penatalaksaan BPH..........................................................................................9 H. Komplikasi BPH............................................................................................10 I. Konsep Asuhan keperawatan BPH................................................................11 BAB III KESIMPULAN...............................................................................................23



iv



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah kelenjar prostat yang mengalami pembesaran sehingga dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari vesika (Arifianto dkk, 2019). Penyebab dari BPH kemungkinan berkaitan dengan penuaan yang disertai dengan perubahan hormon. Akibat penuaan, kadar testosteron serum menurun dan kadar estrogen serum meningkat. Terdapat teori bahwa rasio estrogen atau androgen yang lebih tinggi akan merangsang hiperplasia jaringan prostat (Arifianto dkk, 2019). Insidensi BPH akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, yaitu sekitar 20% pada pria usia 40 tahun, kemudian menjadi 70% pada pria usia 60 tahun dan akan mencapai 90% pada pria usia 80 tahun (Amadea, 2019). Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (2015) diperkirakan terdapat sekitar 70 juta kasus degeneratif salah satunya adalah BPH, dengan insiden di negara maju sebanyak 19%, sedangkan di negara berkembang sebanyak 5,35% kasus (Amadea, 2019). Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH dan pada tahun 2017 diIndonesia BPH merupakan penyakit urutan kedua setelah batu saluran kemih. Jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria di Indonesia yang berusia di atas 50 tahun ditemukan menderita penyakit BPH atau diperkirakan sebanyak 2,5 juta orang (Sumberjaya & Mertha, 2020). Angka kejadian BPH di Provinsi Bali berdasarkan data profil kesehatan Provinsi Bali tahun 2018 sebanyak 4.122 orang dimana penderita BPH tertinggi ada di Kabupaten Gianyar yaitu sebesar 794 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018). Data yang didapatkan di Ruang Bedah Sentral RSUD Sanjiwani tercatat sebanyak 19 penderita BPH yang menjalani operasi TURP dalam 3 bulan terakhir. Gejala awal BPH yaitu kesulitan dalam buang air kecil dan perasaan buang air kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh lebih besar, maka akan menekan dan mempersempit uretra sehingga menghalangi aliran urin. Kandung kemih mulai mendorong lebih keras untuk mengeluarkan urin, yang menyebabkan otot kandung kemih menjadi lebih besar dan lebih sensitif. Hal ini membuat kandung kemih tidak pernah 1



benar-benar kosong dan menyebabkan perasaan sering buang air kecil. Gejala lain BPH yaitu aliran urin yang lemah (Amadea, 2019). Penatalaksanaan jangka panjang pada pasien dengan BPH adalah dengan melakukan pembedahan. Salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan pada pasien dengan BPH adalah tindakan pembedahan Transurethral Resection Of the Prostate (TURP) yaitu prosedur pembedahan dengan memasukkan resektoskopi melalui uretra untuk mengeksisi dan mereseksi kelenjar prostat yang mengalami obstruksi (Sumberjaya & Mertha, 2020). TURP menjadi pilihan utama pembedahan karena lebih efektif untuk menghilangkan gejala dengan cepat dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan (Amadea, 2019). Tindakan operasi yang direncanakan dapat menimbulkan respon fisiologis dan psikologis pada pasien. Respon psikologis yang biasanya terjadi pada pasien pre operasi yaitu kecemasan atau ansietas (Herniwati, 2017). Ansietas adalah kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap obyek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). B. Rumusan Masalah a. Apa ? b. Apa saja Etiologi BPH? c. Bagaimana Tanda dan Gejala BPH? d. Bagaimana Patofisiologi BPH? e. Bagaimana WOC dari BPH?



f. Apa saja Pemeriksaan Penunjang BPH? g. Bagaimana Penatalaksaan BPH? h. Apa saja Komplikasi BPH? i. Bagaimana Konsep Asuhan keperawatan BPH? C. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui pengertian dari BPH b. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari BPH c. Untuk mengetahui bagaimana Tanda dan Gejala dari BPH d. Untuk mengatahui bagaimana Patofisiologi dari BPH e. Untuk mengetahui bagaimana WOC dari BPH 2



f. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang dari BPH g. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan BPH h. Untuk mengetahui apa saja Komplikasi dari BPH i. Untuk mengetahui bagaimana konsep asuhan keperawatan dari BPH



3



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian BPH Prostat merupakan organ penting system reproduksi pada laki-laki. Posisi prostat terletak pada bagian perut bawah, yaitu di bawah kandung kemih dan mengelilingi saluran kemih. Prostat berfungsi untuk memproduksi enzim air mani dan melarutkan sperma yang dihasilkan oleh testis. Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit pembesaran atau hipertrofi dan prostat. Kata–kata hipertrofi seringkali menimbulkan kontrovensi di kalangan klinik karena sering rancu dengan hiperplasia. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih



tua dari



50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi



uretral dan



pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ). Jadi dapat disimpulkan bahwa begigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran pada kelenjar prostat, ditandai dengan meningkatnya ukuran kelenjar periuretra yang disebabkan karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang biasanya terjadi pada pria berusia lebig dari 50 tahun. B. Etiologi BPH Menurut Prabowo dkk (2014) etiologi BPH sebagai berikut: a. Peningkatan DKT (dehidrotestosteron) Peningkatan 5 alfa reduktase dan resepto androgen akan menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hyperplasia. b. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada pria terjadi peningkan hormone estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostat. c. Interaksi antar sel struma dan sel epitel prostat



4



peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH. d. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis ) Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat. e. Teori stem sel Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu terjadi BPH Menurut Tanto (2014) teori yang umum digunakan adalah bahwa BPH bersifat multifactorial dan pengaruh oleh sistem endokrin, selain itu ada pula yang menyatakan bahwa penuaan menyebabkan peningkatan kadar estrogen yang menginduksi reseptor adrogen sehingga meningkat sensitivitas prostat terhadap testosteron bebas, secara patologis, pada BPH terjadi proses hiperplasia sejati disertai peningkatan jumlah sel. Pemeriksaan micropis menunjukkan bahwa BPH tersusun atas stroma dan epitel dengan rasio yang bervariasi. C. Tanda dan Gejala BPH Menurut Hariono ,(2012) tanda dan gejala BPH meliputi: a. Gejala obstruktif 



Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan sering kali disertai dengan mengejan.







Intermittency, yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh ketidak mampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.







Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir kencing.







Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran d







estrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.







Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.



b. Gejala iritasi 



Urgensi, yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit di tahan. 5







Frekuensi, yaitu penderita miksi lebih sering miksi dari biasanya dapat terjadi pada malam dan siang hari.







Disuria, yaitu nyeri pada waktu kencing.



Klasifikasi BPH Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim De Jong ( 2010 ), klasifikasi BPH meliputi : a. Derajat 1: Biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberi pengobatan konservatif b. Derajat 2 : Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra ( trans urethral resection / TUR ). c.



Derajat 3 : Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya dengan pembedahan terbuka, melalui trans retropublik / perianal.



d. Derajat 4 : Tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari retensi urine total dengan pemasangan kateter. D. Patofisiologi BPH Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu (Presti et al, 2013). Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi. Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) 6



yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus. Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Retensi urine ini diberikan obat-obatan non invasif tetapi obat-obatan ini membutuhkan waktu yang lama, maka penanganan yang paling tepat adalah tindakan pembedahan, salah satunya adalah TURP (Joyce, 2014). TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotongan dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Trauma bekas resectocopy menstimulasi pada lokasi pembedahan sehingga mengaktifkan suatu rangsangan saraf ke otak sebagai konsekuensi munculnya sensasi nyeri (Haryono, 2012).



7



E. WOC BPH Estrogen dan Testosteron tidak



Sel prostate umur Faktor Usia



panjang



Faktor Usia



seimbang Sel stroma pertumbuhan berpacu



Sel yang mati kurang



Produksi stroma dan epitel berlebihan



Prostate membesar



Penyempitan lumen ureter prostatika



Resiko pendarahan



TURP



Obstruksi Iritasi mukosa kandung kencing, terputusnya jaringan, trauma bekas insisi



Irigasi



Retensi urine Obstruksi oleh pembekuan darah post op Penurunan pertahanan tubuh



Resiko infeksi



Rangsangan syaraf diameter kecil Gate kontrol terbuka



Nyeri Akut



Gangguan eliminasi urine Kurangnya informasi terhadap pembedahan



Ansietas 8



F. Pemeriksaan Penunjang BPH Menurut Haryono (2012) pemeriksaan penunjang BPH meliputi : a. Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus mukosa rectum kelainan lain seperti benjolan dalam rectum dan prostat. b. Ultrasonografi (USG) Digunakan untuk memeriksa konsistensi volume dan besar prostat juga keadaan bulibuli termasuk residual urine. c. Urinalisis dan kultur urine Pemeriksaan ini untuk menganalisa ada tidaknya infeksi dan RBC (Red Blood Cell) dalam urine yang memanifestasikan adanya pendarahan atau hematuria (prabowo dkk, 2014). d. DPL (Deep Peritoneal Lavage) Pemeriksaan pendukung ini untuk melihat ada tidaknya perdarahan internal dalam abdomen. Sampel yang di ambil adalah cairan abdomen dan diperiksa jumlah sel darah merahnya. e. Ureum, Elektrolit, dan serum kreatinin Pemeriksaan ini untuk menentukan status fungsi ginjal. Hal ini sebagai data pendukung untuk mengetahui penyakit komplikasi dari BPH. f. PA (Patologi Anatomi) Pemeriksaan ini dilakukan dengan sampel jaringan pasca operasi. Sampel jaringan akan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk mengetahui apakah hanya bersifat benigna atau maligna sehingga akan menjadi landasan untuk treatment selanjutnya. G. Penatalaksanaan BPH Menurut Haryono (2012) penatalaksaan BPH meliputi : a. Terapi medikamentosa 



Penghambat adrenergik, misalnya prazosin, doxazosin, afluzosin.







Penghambat enzim, misalnya finasteride 9







Fitoterapi, misalnya eviprostat



b. Terapi bedah Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi, adapun macam-macam tindakan bedah meliputi: 



Prostatektomi  Prostatektomi suprapubis , adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen yaitu suatu insisi yang di buat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas.  Prostaktektomi perineal, adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.  Prostatektomi retropubik, adalah suatu teknik yang lebih umum di banding [endekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat yaitu antara arkuspubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih.







Insisi prostat transurethral (TUIP)  Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil (30 gr / kurang) dan efektif dalam mengobati banyak kasus dalam BPH.







Transuretral Reseksi Prostat (TURP) Adalah operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop dimana resektroskop merupakan endoskopi dengan tabung 10-3F untuk pembedahan uretra yang di lengkapi dengan alat pemotong dan counter yang di sambungkan dengan arus listrik.



H. Komplikasi BPH a. Retensi urine. Retensi urine ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk buang air kecil. Pengidap BPH yang mengalami retensi urine mungkin perlu dibantu dengan kateter yang dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk mengeringkan urine.  b. Infeksi saluran kemih.



10



BPH juga bisa membuat pengidapnya tidak mampu mengosongkan kandung kemih sepenuhnya. Kondisi ini meningkatkan risiko infeksi saluran kemih. c. Batu kandung kemih. Batu kandung kemih juga dapat terbentuk apabila pengidap BPH tidak mampu mengosongkan kandung kemih sepenuhnya. Jika ukurannya semakin besar, batu bisa menyebabkan infeksi, mengiritasi kandung kemih, dan menyumbat aliran urine. d. Kerusakan kandung kemih. Kandung kemih yang tidak dikosongkan sepenuhnya lama kelamaan dapat meregang dan melemah. Akibatnya, dinding otot kandung kemih tidak lagi berkontraksi dengan baik. e. Kerusakan ginjal. Tekanan pada kandung kemih akibat retensi urine terus-menerus dapat merusak ginjal atau menyebarkan infeksi kandung kemih sampai ke bagian ginjal. I. Konsep Asuhan Keperawatan BPH a. Pengkajian  Data pengkajian Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan menurut Effendy (1995, dalam Dermawan, 2012).  Riwayat Kesehatan  Keluhan Utama: Adalah apa yang di rasakan oleh pasien saat mengalami masalah atau penyakit yang di deritanya . Contoh pada pasien dengan BPH ( Pembesaran prostat jinak atau benign prostatic hyperplasia) pasien sering merasakan adanya gangguan atau pun nyeri pada saluran urine yang menyebabkan rasa tidak nyaman.  Riwayat penyakit sekarang



11



Adalah menjelaskan penyakit atau kondisi apa yang di rasakan oleh pasien sekarang contoh : pasien merasakan kesulitan untuk buang air kecil ( bak ) di karenakan pasien mengalami BPH  Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit terdahulu biasanya di isi riwayat pasien dahulu paisen apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama seperti yang di alami sekarang ataupun masalah kesehatan lain nya . Contoh pasien pernah mengalami pembesaran prostat jinak ( BPH )  Riwayat penyakit keluarga Mengkaji apakah keluarga memiliki riwayat penyakit keturunan atau pun masalah kesehatan yang lai nya  Pola Fungsi Kesehatan  Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan Pandangan pasien tentang penyakitnya dan cara yang dilakukan pasien menangani penyakitnya  Pola nutrisi Kemampuan pasien dalam mengkonsumsi makanan yang harus di kaji di antara nya frekuensi ,jenis ,makanan , minuman serta porsi makanan apakah ada perubahan pola nafsu makan terjadi saat mengalami keluhannya  Pola eliminasi  Eliminasi BAB : tanyakan frekuensi jumlah warna tentang bab terakhir  Eliminasi BAK : mengkaji frekuensi , jumlah warna , pada pasien terpasang kateter threeway mengkaji jumlah warna biasanya kemerahan  Pola Aktivitas (ADL) Biasanya pasien mengalami penurunan aktifitas berhubungan dengan keluhan sakit atau nyeri pengaruh dari masalah kesehatan yang di alami pasien  Pola istirahat dan tidur Istirahat dan tidur sering mengalami gangguan karena nyeri dan gangguan kurang nyaman  Pola kognitif Daya ingat pasien kebanyakan dijumpai tidak mengalami gangguan 12



 Persepsi diri dan konsep diri Perasaan menerima dari pasien dengan keadaannya, kebanyakan pasien tidak mengalami gangguan konsep diri  Pola peran hubungan Perubahan pola peran hubungan dalam tanggung jawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melakukan peran  Pola seksual dan reproduksi Kemampuan pasien untuk melaksanakan peran sesuai dengan jenis kelamin. Kebanyakan pasien tidak melakukan hubungan seksual karena kelemahan tubuh  Mekanisme koping Mekanisme pertahanan diri yang biasa digunakan oleh pasien adalah dengan meminta pertolongan orng lain  Spiritual Tergantung pada kebiasaan, ajaran dan aturan dari agama yang dianut oleh individu.  Pemeriksaan Fisik  Keadaan umum Keadaan umum pasien mulai saat pertama kali bertemu dengan klien di lanjutkan mengukur tanda tanda vital klien . Kesadaran klien juga di amati apakah composmemtis ,mentis ,apatis ,semi koma dsb  Tanda-tanda vital Tanda tanda vital meliputi ( tekanan darah respirasi suhu ) dan apakah pasien mengalami takkikardia peningkatan darah serta dapat juga hipotermi.  Sitem Pernafasan Infeksi: biasanya klien terjadi sesak nafas, frekuensi pernafasan meningkat Palpasi: tidak ada nyeri tekan, eksplanasi dada simetris, getaran tectil fremitus normal Auskultasi: biasanya terdengar suara nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, suara nafas menurun dan perubahan bunyi nafas  Sistem Kardiovaskuler 13



Inspeksi: tidak terdapat sianosis, tidak terdapat tanda tanda perubahan letak maupun kelainan pada pemeriksaan inspeksi Palpasi : biasanya denyut nadi meningkat, akral hangat CRT. Perkusi: pada menusia normal pemeriksaan perkusi yang didapatkan pada thorax adalah redup  Sistem Persyarafan Inspeksi: klien menggigil, kesadaran menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat  Kepala dan rambut Inspeksi: rambut bersih, warna hitam Palpasi: tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan  Mata Bentuk: normal, simetris Fungsi penglihatan: normal Palpebra: normal Ukuran pupil: normal Konjungtiva: merah muda Sklera: putih Lensa: hitam Odema palpebra:  Telinga Bentuk: normal, simetris, besar Fungsi pendengaran: normal Kebersihan: bersih, tidak kotor Sekret: Daun telinga: normal Mastoid: normal Nyeri telinga:  Hidung Bentuk: simetris Fungsi penciuman: normal 14



Pembengkakan: Perdarahan: Kebersihan: hidung bersih Sekret:  Mulut dan tenggorokan Warna bibir: coklat Kebersihan mulut: bersih Mukosa bibir: lembab Keadaan gigi: bersih Keadaan mulut: normal Kesulitan menelan: Leher Trakea :simetris JVP(tekanan vena jugularis): Kelenjar limfe: terdapat benjolan Kelenjar tiroid: normal Kaku kuduk: tidak  Thoraks/paru Inspeksi: dada simetris Palpasi: tidak ada nyeri Perkusi: redup Auskultasi: bunyi nafas veskuler, nada rendah,  Jantung Inspeksi: tampak denyut nadi di apeks Palpasi: apeks teraba di intercosta Perkusi: terdengar suara pekak Auskultasi: terdengar suara s1 dan s2 tunggal  Abdomen Inpeksi: Aukskultasi: Perkusi: suara timpani 15



Palpasi:  Sistem perkemihan Inspeksi: terdapat massa padat dibawah abdomen bawah Palpasi: pada palpasi bimanual ditemukan adanya rebaan pada ginjal dan pada palpasi supra simfisis akan teraba distensi blandder dan nyeri tekan.  Sistem reproduksi Pada laki laki pemeriksaan penis, uretra dan skrotum tidak ditemukan adanya kelainan.  Genetalia : Terpasang kateter lubang threeway dengan irigasi NaCL 09% urine berwarna merah hingga merah muda  Rektum dan anus :  Ekstermitas Warna kulit: baik ( mengkaji apakah ada masalah pada kulit) Turgor kulit: menurun Kelembaban kulit: baik b. Analisis data No Data 1. Data Subjektif : - Mengeluh nyeri Data Objektif : - tampak meringis - gelisah - frekuensi nadi meningkat - Tekanan darah meningkat - Pola nafas berubah - proses berpikir terganggu 2. Data Subjektif : Data Objektif : 3. Data Subjektif : - merasa bingung, khawatir dengan akibat dari kondisi yang di



Etiologi Agen pencedera fisik



Masalah Nyeri akut



Trauma dan efek samping pembedahan



Resiko pendarahan



Kurang terpapar informasi



Ansietas



16



hadapi - sulit berkonsentrasi



4.



5.



Data Objektif : - tampak gelisah,tegang Sulit tidur - frekuensi napas ,nadi serta tekanan darah meningkat - Tremor dan pucat Ds : Do : Ds : Sensasi penuh pada kandung kemih Do : - Disuria / anuria - Distensi kandung kemih



Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder



Resiko infeksi



Peningkatan tekanan uretra



Retensi urin



c. Diagnosa Keperawatan 



Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik







Resiko pendarahan berhubungan dengan resiko trauma efek samping pembedahan







Retensi urin berhubungan dengan peningkatan uretra







Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder







Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi



d. Intervensi Keperawatan No Diagnosa keperawatan 1 Nyeri akut (SDKI)



Kriteria hasil



Intervensi keperawatan



Rasional



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 24 jam maka di harapkan kriteria hasil : 1. Keluhan nyeri



Observasi 1. Identifikasi lokasi karakteristik,durasi frekuensi kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi faktor yang



1. Identifikasi untuk mengetahui karakteristik durasi frekuensi kualitas intensitas nyeri



17



menurun dengan skala 5 2. Meringis menurun dengan skala 5 3. Gelisah menurun dengan skala 5 4. Frekuensi membaik dengan skala 5 5. Pola napas membaik dengan skala 5 6. Proses berpikir membaik dengan skala 5. 7. Fungsi berkemih membaik dengan skala 5 8. Pola tidur membaik dengan skala 5 SLKI



memperberat dan memperingan nyeri 4. Monitor efek samping penggunaan analgesik Teraupetik 1. Berikan teknis non farmakologis untuk mengurangi ras nyeri 2. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri 3. Fasilitas i istirahat tidur 4. Pertimbangan kan jenis sumber nyeri dalam strategi meredakan nyeri Edukasi 1. Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian obat analgetik jika perlu SIKI



2.



Resiko



Setelah dilakukan 18



2. Untuk mengetahui skala nyeri 3. Untuk mengetahui faktor nyeri 4. Untuk mengetahui efek samping dari obat 5. Untuk bertujuan mengurangi rasa nyeri 6. Untuk membuat klien nyaman 7. Bertujuan agar klien tidur dan setidaknya mengurangi rasa nyeri 8. Bertujuan untuk mengevaluasi strategi meredakan nyeri 9. Menjelaskan pemicu nyeri kedapa klien 10. Bertujuan melatih pasien dalam meredakan nyeri 11. Teknik non farmakologis bertujuan mengurangi rasa nyeri 12. Penggunaan obat analgetik bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri



pendarahan SDKI



intervensi keperawatan selama 24 jam di harapkan kriteria hasil : 1. Kelembaban membran mukosa meningkat dengan skala 5 2. Kelembaban kulit meningkat dengan skala 5 3. Perdarahan pasca operasi menurun dengan skala 5 4. Hemoglobin membaik dengan skala 5 5. Tekanan darah membaik dengan skala 5 6. Suhu tubuh membaik dengan skala 5



Observasi 1. Monitor tanda gejala perdarahan 2. Monitor nilai hemoglobin setelah dan sebelum perdarahan 3. Monitor ttv ostostatik Teraupetik 1. Pertahan kan bed rest selama perdarahan 2. Batasi tindakan invasif 3. Hindari pengukuran suhu rektal Edukasi 1. Jelaskan tanda gejala perdarahan 2. Anjurkan untuk asupan cairan untuk menghindari konstipasi 3. Anjurkan segera melaporkan jika terjdi perdarahan



SLKI Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan jika perlu 2. Kolaborasi pemberian produk darah jika perlu SIKI



19



1. Untuk memantau tanda tanda gejala perdarahan 2. Untuk mengetahui kadar hemoglobin 3. Untuk mengetahui tanda-tanda vital klien 4. Untuk membuat klien nyaman dan memperlambat laju darah 5. Untuk menjaga kondisi paisen 6. Untuk mengedukasi tanda gejala perdarahan 7. Agar klien tidak kehilangan cairan saat perdarahan berlangsung 8. Bertujuan agar perawat bisa memberikan tindakan lanjutan saat pasien perdarahan 9. Obat pengontrol darah bertujuan untuk menghambat perdarahan 10. Produk darah bertujuan untuk mengganti darah pasien yang keluar terlalu banyak



3.



Retensi urin



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 24 jam maka di harapkan kriteria hasil : 1. Distensi kandung kemih menurun dengan skala 5 2. Berkemih tidak tuntas menurun dengan skala 5 3. Urin menetes menurun dengan skala 5 4. Disuria menurun dengan skala 5 5. Anuria menurun dengan skala 5 SLKI



4.



Resiko infeksi



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 24 jam maka di harapkan kriteria hasil : 1. Nyeri menurun dengan skala 5



Observasi Periksa kondisi pasien (kesadaran,TTV daerah parineal, distensi kadung kemih, intenkonisa urin, refleks berkemih) Terapeutik - Siapkan peralatan bahan dan ruangan tindakan - Pasang sarung tangan - Bersihkan parineal dengan cairan NaCl - Lakukan insersi kateter urin dengan menerapkan prinsip aseptic, sambungkan urin dengan urin bag - Isi balon NaCl 0,9% - Fiksasi selang kateter di paha - Pastikan kantung urin ditempatkan lebih rendah - Berikan label waktu pemasangan



1.Untuk mengetahui kondisi pasien 2.Untuk komunikasi pemberian kateter Untuk menjelaskan atau mengedukasi tentang pemasanagan katete



Edukasi - Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter Anjurkan menarik napas saat insensi selang kateter Observasi 1. Untuk 1. Identifikasi riwayat mengetahui kesehatan riwayat 2. Identifikasi kesehatan kontraindikasi 2. Untuk pemberian imunisasi mengevaluasi Terapeutik pemberian 1.Dokumentasikan imunisasi 20



2. Bengkak menurun dengan skala 5 3. Cairan berbau busuk dengan skala 5 4. Kultur urin membaik dengan skala 5 5. Kultur area luka membaik dengan skala 5 SLKI



informasi vaksinasi 2. Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat Edukasi 1. Jelaskan tujuan manfaat, reaksi yang terjadi dan efek samping 2. Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah 3. Informasikan vaksinasi bentuk kejadian khusus



3. Mengetahui riwayat vaksinasi 4. Untuk mengetahui jadwal imunisasi yang tepat 5. Mengetahui reaksi yang terjadi 6. Untuk menjelaskan informasi imunisasi



SIKI 5.



Ansietas



Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 24 jam di harapkan kriteria hasil : 1. Verbalisasi kebingungan menurun dengan skala 5 2. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang di hadapi menurun dengan skala 5 3. Perilaku gelisah menurun dengan skala 5 4. Perilaku tegang menurun dengan skala 5 5. Frekuensi pernapasan menurun dengan skala 6. Frekuensi nadi menurun dengan skala 5



Observasi 1. Identifikasi saat tingkat Ansietas berubah 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan 3. Monitor tanda tanda Ansietas



1. Untuk mengetahui tingkat Ansietas 2. Bertujuan untuk mengetahui kemampuan pasien 3. Untuk Teraupetik memantau tanda 1. Ciptakan suasana Ansietas teraupetik untuk 4. Untuk menumbuhkan membuat pasien kepercayaan nyaman dan 2. Temani pasien untuk tenang mengurangi kecemasan 5. Untuk 3. Pahami situasi Ansietas menjaga 4. Motivasi stabilisasi mengidentifikasi situasi perasaan pasien yang memicu kecemasan 6. Bertujuan agar pasien tidak Edukasi panik 1. Jelaskan prosedur 7. Memotivasi 2. Informasi kan keluarga bertujuan untuk untuk bersama pasien membuat pasien 3. Latih kegiatan semangat dan 21



7. Tekanan darah menurun dengan skala 5 8. Tremor dan pucat menurun dengan skala 5 9. Konsentrasi membaik dengan skala 5 10. Pola tidur membaik dengan skala 5



pengalihan 4. Latih teknik relaksasi Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian obat Ansietas jika perlu -



SLKI



22



SIKI



mengevaluasi situasi yang mempengaruhi Ansietas 8. Untuk menjelaskan semua tindakan keperawatan untuk pasien 9. Bertujuan agar pasien tidak sendirian 10 . Untuk mengalihkan pasien agar tidak Ansietas 11. Untuk membuat klien lebih relaks dan nyaman 3.12. Obat Ansietas bertujuan untuk mengurangi rasa Ansietas jika di butuhkan



BAB III Kesimpulan Benigna Prostat Hiperplasia adalah pembesaran pada kelenjar prostat, ditandai dengan meningkatnya ukuran kelenjar periuretra yang disebabkan karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang biasanya terjadi pada pria berusia lebig dari 50 tahun. Etiologi BPH a. Peningkatan DKT b. Ketidakseimbangan esterogen-tostosteron c. Interaksi anat sel struma dan sel epitel prostat d. Berkurangnya kematian sel e. Teori stem sel Tanda dan gejala a. Gejala obstruksi b. Gejala iritasi Pertama kali BPH terjadi salah satunya karena faktor bertambahnya usia, dimana terjadi perubahan keseimbangan testosterone, esterogen, karena produksi testosterone menurun, produksi esterogen meningkat dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adipose di perifer. Keadaan ini tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase. Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensistesis protein sehingga mengakibatkan kelenjar prostat mengalami hyperplasia yang akan meluas menuju kandung kemih sehingga mempersempit saluran uretra prostatika dan penyumbatan aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal



23



Daftar Pustaka Fransisca, baticaca. 2009. Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system perkemihan. Jakarta : salemba medika Haryono, Rudi.2012. Keperawatan medical bedah system perkemihan.Yogyakarta :rapha publishing Herdman, T Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2016. Edisi 10. Jakarta: EGC Hidayat, A. Aziz alimul.2009. Pengantar kebutuhan dasar manusia dan aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Prabowo Eko dan Pranata Eka. 2014 .Buku ajar asuhan keperawatan sistem perkemihan. Yogyakarta : Nuha Medika Smeltzer dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC



24