Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Endokrin DM Dan Tryroid [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Keperawatan Medikal Bedah I Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Endokrin: Diabetes Mellitus dan Gangguan Thyroid



Dosen: Ika Nur Pratiwi, S.Kep., Ns., M.Kep.



Disusun oleh kelompok 5: 1. Sarah Maulida Rahmah



131611133006



2. Regyana Mutiara Guti



131611133013



3. Ayu Saadatul Karimah



131611133020



4. Putri Aulia Kharisma



131611133027



5. Indriani Dwi Wulandari



131611133034



6. Novia Tri Handika



131611133042



7. Mudrika Novita Sari



131611133050



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2017



KATA PENGANTAR



Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu yang berjudul “Askep Gangguan Sistem Endokrin”. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini d ari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Surabaya, 26 Oktober 2017



Penulis



ii



DAFTAR ISI



COVER ................................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................2 1.3 Tujuan .............................................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3 2.1 Diabetes Melitus .............................................................................................3 2.1.1 Etiologi Penyebab Diabetes Melitus ................................................................ 4 2.1.2 Gambaran Klinis ............................................................................................... 4 2.1.3 Proses Terjadi ................................................................................................ 13 2.1.4 Patofisiologis .................................................................................................. 14 2.1.5 Penyebab dan Faktor Resiko Diabetes Melitus ............................................. 18 2.1.6 Penatalaksanaan ............................................................................................ 20 2.1.7 Komplikasi ...................................................................................................... 30 2.1.8 Data Dasar Pengkajian ................................................................................... 30 2.1.9 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang Mengalami Diabetes Melitus .................................................................................................................... 31



2.2 Kelenjar Tiroid .............................................................................................48 2.2.1 Kelainan Tiroid ............................................................................................... 49 2.2.2 Hipertiroid...................................................................................................... 51 2.2.3 Hipotiroid ....................................................................................................... 53 2.2.4 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang Mengalami Gangguan Hipotiroid .. 64



BAB III PENUTUP ..............................................................................................93 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................94



iii



BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Sistem endokrin merupakan system kelenjar yang memproduksi substans untuk digunanakn di dalam tubuh. Kelenjar endokrin mengeluarkan substansi yang tetap beredar dan bekerja didalam tubuh. Hormon merupakan senyawa kimia khsus diproduksi oleh kelenjar endokrin tertentu. terdapat hormon setempat dan hormon umum. Contoh dari hormon setempat adalah asetilkolin yang dilepaskan oleh bagian ujung-ujung syaraf parasimpatis dan syaraf rangka. Sekretin yang dilepaskan oleh dinding duedenum dan diangkut dalam darah menuju penkreas untuk menimbulkan sekresi pankreas dan kolesistokinin yang dilepaskan diusus halus, diangkut kekandung empedu sehingga timbul kontraksi kandung empedu dan pankreas sehingga timbul sekresi enzim. Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh sistem saraf. Bila sistem endokrin umumnya bekerja melalui hormon, maka sistem saraf bekerja melalui neurotransmiter yang dihasilkan oleh ujung-ujung saraf. Kelenjar endokrin melepaskan sekresinya langsung ke dalam darah . Kelenjar endokrin ini termasuk hepar, pancreas (kelenjar eksokrin dan endokrin), payudara, dan kelenjar lakrimalis untuk air mata. Sebaliknya, Kelenjar eksokrin melepaskan sekresinya kedalam duktus pada permukaan tubuh, sepertikulit, atau organ internal, seperti lapisan traktusintestinal.Jika kelenjar endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi



Page 1



tubuh. Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus diatur dalam batas-batas yang tepat. Tubuh perlu merasakan dari waktu ke waktu apakah diperlukan lebih banyak atau lebih sedikit hormon.



1.2 Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari diabetes melitus? 2. Bagaiana penyebab dan faktor resiko diabetes melitus? 3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami diabetes mellitus? 4. Apa definisi dari kelenjar tiroid? 5. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan hipotiroid? 6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami gangguan hipertiroid?



1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari diabetes melitus 2. Untuk mengetahui penyebab dan faktor resiko diabetes melitus 3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami diabetes mellitus 4. Untuk mengetahui definisi dari kelenjar tiroid 5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami hipotiroid 6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami hipertiroid



Page 2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Diabetes Melitus Istilah diabetes mellitus diperoleh dari Bahasa latin yang berasal dari kata Yunani, yaitu diabetes yang berarti pancuran dan mellitus yang berarti madu. Istilah pancuran madu berkaitan dengan kondisi penderita yang mengeluarkan urin dengan kadar gula yang tinggi dalam jumlah besar. Ditinjau dari segi ilmiah, diabetes mellitus merupakan penyakit kelainan metabolic glukosa (molekul gula paling sederhana yang merupakan hasil pemecahan karbohidrat) akibat defisiensi atau penurunan efektivitas insulin. Insulin merupakan hormone yang berperan dalam metabolism glukosa dan disekresikan oleh sel β pada pancreas. Kurangnya sekresi insulin menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dan melebihi batas normal jumlah glukosa yang seharusnya ada dalam darah. Kelebihan glukosa tersebut akan dibuang melalui urin. Tingginya kadar glukosa dapat merusak saraf, pembulih darah, dan arteri yang menuju ke jantung. Kondisi tersebut menyebabkan diabetes mellitus meningkatkan resiko serangan jantung, stroke, gagal ginjal,



penyakit pembuluh darah di perifer, serta penyakit



komplikasi lain. Dalam kasus yang parah, diabetes mellitus dapat menyebabkan kebutaan sampai kematian. Gangguan metabolisme glukosa pada kasus diabetes mellitus akan mempengaruhi metabolisme tubuh yang lain, seperti metabolism karbohidrat, protein, lemak, dan air. Gangguan metabolism tersebut akhirnya menimbulkan kerusakan seluler pada beberapa jaringan tubuh. Diabetes Melitus (DM) menurut D’ Adamo adalah suatu penyakit yang mengakibatkan tidak seimbangnya kemampuan tubuh menggunakan makanan secara efisien yang disebabkan oleh pancreas gagal memproduksi insulin atau terjadi misfungsi tubuh yang tidak bisa menggunakan insulin secara tepat (D’Adamo, 2008).



Page 3



Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer, 2000:580). Diabetes Melitus yaitu suatu gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikkan dengan hiperglikemia karena defisiensi atau ketidakadekuatan penggunaan insulin (Engram, 1999:532).



2.1.1 Etiologi Penyebab Diabetes Melitus menurut Price (1995) dibagi menjadi 2 yaitu : 1.



IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) Penyebab dari jenis IDDM yaitu karena faktor genetik, penyakit ini timbul karena adanya proses perusakan imunologi sel-sel yang memproduksi insulin.



2.



NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus) DM jenis ini disebabkan karena kurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel, hal ini dapat terjadi karena obesitas. NIDDM ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin dan kerja insulin.



2.1.2 Gambaran Klinis 2.1.2.1 Diabetes Melitus Tipe 1



Page 4



Diabetes Melitus Tipe 1 adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronis akibat gangguan sekresi insulin, yang diakibatkan oleh karena berkurangnya sekresi insulin akibat kerusakan sel β-pankreas yang didasari proses autoimun. (American Diabetes Association [ADA], 2015) 2.1.2.1.1 Etiologi Etiologi DM tipe 1 diakibatkan oleh kerusakan sel beta pankreas karena paparan agen infeksi atau lingkungan, yaitu racun, virus



(rubella



kongenital,



mumps,



coxsackievirus



dan



cytomegalovirus) dan makanan (gula, kopi, kedelai, gandum dan susu sapi). Beberapa teori ilmiah yang menjelaskan penyebab diabetes mellitus tipe 1 sebagai berikut: 1.



Hipotesis sinar matahari Menyatakan bahwa waktu yang lama dihabiskan dalam ruangan, dimana akan mengurangi paparan sinar matahari kepada anak-anak, yang akan mengakibatkan berkurangnya kadar vitamin D. Bukti menyebutkan bahwa vitamin D memainkan peran integral dalam sensitivitas dan sekresi insulin (Penckofer, Kouba, Wallis, & Emanuele, 2008).



2.



Hipotesis higiene "Hipotesis kebersihan” Menyatakan bahwa kurangnya paparan dengan prevalensi patogen, dimana kita menjaga anak-anak kita terlalu bersih, dapat



menyebabkan



hipersensitivitas



autoimun,



yaitu



kehancuran sel beta yang memproduksi insulin di dalam tubuh oleh leukosit. (Curry, 2009) 3.



Hipotesis Susu Sapi Menyatakan bahwa eksposur terhadap susu sapi dalam susu formula pada 6 bulan pertama pada bayi dapat menyebabkan kekacauan pada sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan risiko untuk mengembangkan diabetes mellitus tipe 1 di kemudian hari.



Page 5



2.1.2.1.2



Patofisiologi



Diabetes



mellitus



(DM)



tipe



I



diperantarai



oleh



degenerasi sel β Langerhans pankreas akibat infeksi virus, pemberian aloksan),



senyawa atau



mengakibatkan berhenti penurunan



toksin,



secara



genetik



produksi



sama



sekali.



pemasukan



diabetogenik (wolfram



insulin Hal



glukosa



(streptozotosin, sindrome)



yang



rendah



atau



sangat tersebut



dalam



mengakibatkan



otot



dan



jaringan



adiposa. Secara patofisiologi, penyakit ini terjadi lambat dan membutuhkan waktu yang bertahun-tahun, biasanya terjadi sejak anak-anak atau awal remaja. Penurunan berat badan merupakan ciri



khas



dari



penderita



DM



I



yang



tidak



terkontrol.



Gejala yang sering mengiringi DM I yaitu poliuria, polidipsia, dan polifagia. Peningkatan volume urin terjadi disebabkan oleh diuresis osmotik (akibat peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemik) dan benda-benda keton dalam urin. Lebih lanjut, diuresis osmotik tersebut akan mengakibatkan kondisi dehidrasi, kelaparan dan shock. Pada DM I, kadar glukosa darah sangat tinggi, tetapi tubuh tidak dapat memanfaatkannya secara optimal untuk membentuk



energi.



Oleh



karena



itu,



energi



diperoleh



melalui peningkatan katabolisme protein dan lemak. Seiring



Page 6



dengan kondisi tersebut, terjadi perangsangan lipolisis serta peningkatan kadar asam lemak bebas dan gliserol darah. Dalam hal ini terjadi peningkatan produksi asetil-KoA oleh hati,



yang



pada



gilirannya



diubah



menjadi



asam



asetoasetat dan pada akhirnya direduksi menjadi asam βhidroksibutirat



atau



mengalami



dekarboksilasi



menjadi



aseton. Pada kondisi normal, konsentrasi benda-benda keton relatif



rendah



karena



insulin



dapat



menstimulasi



sintesis



asam lemak dan menghambat lipolisis. 2.1.2.1.3 Gejala Klinis 1.



Polidipsi, poliuria, polifagia, berat badan turun



2.



Hiperglikemia (≥ 200 mg/dl), ketonemia, glukosuria Anak dengan DM tipe 1 cepat sekali menjurus ke dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe 1, penderita harus segera dirawat inap.



2.1.2.1.4 Komplikasi Komplikasi jangka pendek (akut) yang sering terjadi : hipoglikemia dan ketoasidosis. Komplikasi jangka panjang biasanya terjadi setelah tahun ke-5, berupa : nefropati, neuropati, dan retinopati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe 1. Diagnosis dini dan pengobatan dini penting sekali untuk : 1.



Mengurangi terjadinya gagal ginjal berat, yang memerlukan dialisis.



2.



Menunda ”end stage renal disease” dan dengan ini memperpanjang umur penderita. Adanya ’mikroalbuminuria’ merupakan parameter yang



paling sensitif untuk identifikasi penderita resiko tinggi untuk nefropati



diabetik.



Mikroalbuminuria



mendahului



makroalbuminuria. Pada anak dengan DM tipe-1 selama > 5 tahun,



Page 7



dianjurkan skrining mikroalbuminuria 1x/tahun. Bila tes positif, maka dianjurkan lebih sering dilakukan pemeriksaan. Bila didapatkan hipertensi pada penderita DM tipe-1, biasanya disertai terjadinya nefropati diabetik. Tindakan: pengobatan hiperglikemia dan hipertensi (bila ada). (Irland NB, 2010) 2.1.2.1.5 Pemantauan Ditujukan untuk mengurangi morbiditas akibat komplikasi akut maupun kronis, baik dilakukan selama perawatan di rumah sakit maupun secara mandiri di rumah, meliputi : 1.



Keadaan umum, tanda vital.



2.



Kemungkinan infeksi.



3.



Kadar gula darah (juga dapat dilakukan di rumah dengan menggunakan glukometer) setiap sebelum makan utama dan menjelang tidur malam hari.



4.



Kadar HbA1C (setiap 3 bulan).



5.



Pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar gula > 250 mg/dl).



6.



Mikroalbuminuria (setiap 1 tahun).



7.



Fungsi ginjal.



8.



Funduskopi untuk memantau terjadinya retinopati (biasanya terjadi setelah 3-5 tahun menderita DM tipe-1, atau setelah pubertas).



9.



Tumbuh kembang.



Page 8



2.1.2.2 Diabetes Melitus Tipe 2 DiabetesMellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat insensivitas sel terhadap insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal.Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pancreas, maka diabetes mellitus tipe 2 dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolic yang di tandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pancreas dana tau gannguan fungsi insulin (resistensi insulin). (Corwin, 2001, hal 543) 2.1.2.2.1 Prevalensi Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena sering secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar



Page 9



sampai 57% pada tahun 2012 angka kejadian diabetes mellitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi kejadian diabetes mellitus tipe 2 adalah 95% dari popoulsi dunia yang menderita diabetes mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menederita dibetes mellitus tipe 1. Diabetes Mellitus Tipe 2 sedang naik daun.Hal ini ditandai dengan hiperglikemia karena resistensi insulin dan penurunan aktivitas insulin. Pada 2014, lebih dari 371 juta orang dilaporkan menderita Diabetes Mellitus Tipe 2 dibeberapa negara dengan China di puncak (92,3 juta) diikuti oleh India (80 juta) dan Amerika Serikat (29,1 juta). (Najah Syamiyah, 2014)



2.1.2.2.2Patogenesis Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relative maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu: a.



Rusaknya sel-sel B pancreas karena pengaruh dari luar (virus,zat kimia, dll).



b.



Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pancreas.



c.



Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer. (Manaf, 2006)



2.1.2.2.3 Patofisiologi Dalam patifisiologi diabetes melitus tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan adalah resistensi insulin dan disfungsi sel B pancreas.Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.Keadaan



ini



lazim



disebut



sebagai



resistesi



insulin.Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurangnya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatic yang



Page 10



berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B Langerhans secara autoimun seperti diabetes mellitus tipe 2.Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes mellitus tipe 2 hanya bersifat relative dan tidak absolut.Pada awal perkembangan diabetes mellitus tipe 2, sel B menjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama, artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, maka pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pancreas. Kerusakan sel-sel B pancreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya penederita meemerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua factor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin. (Buraerah, 2010) 2.1.2.2.4 Faktor Risiko Peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus yang sebagian besar diabetes mellitus tipe 2, berkaitan dengan beberapa factor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American Diabetes Association (ADA) bahwa diabetes mellitus berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi riwayat keluarga dengan diabetes melitus (first degree relative), umur lebihdari 45 tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan bayi lebih 4000 gram atau riwayat pernah menderita diabetes mellitus gestasional dan riwayat lair dengan berat badan rendah kurangdari 2,5 kg. fator risiko yang dapat diubah meliputi obesitas berdasarkan IMT ≥ 25 kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak sehat. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic ovarysindrome(PCOS), penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya,



Page 11



memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau peripheral arterial diseases (PAD), konsumsi alcohol, faktor stress, kebiasaan merokok, jenis kelamin, konsumsi kopi dan kafein. a) Obesitas (kegemukan). Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan dengan Indeks Massa Tubuh >23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah. b) Hipertensi. Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan darah dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer c) Riwayat keluarga diabetes mellitus. Individu yang menderita diabetes mellitus diduga mempunyai gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen



resesif tersebut yang



menderita Diabetes Mellitus d) Dislipedimia adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >250mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL >35mg/dl sering didapat pada pasien Diabetes e) Umur. Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus adalah >45 tahun f)



Faktor genetik. Diabetes Mellitus tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berebagai faktor mental. Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial. Risiko emperis dalam gal terjadinya Diabetes Mellitus tipe 2 akan meningkatkan dua sampai enam kali lipat jika orang tua saudara kandung menderita Diabetes Mellitus tipe 2



g) Alcohol dan rokok. Perubahan-perubahan dalam gaya hidup berhubungan dengan peningkatan frekuensi Diabetes Mellitus tipe 2. Walaupun kebanyakan peningkatan obesitas dan



Page 12



pengurangan ketidak aktifan fisik, faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perubahan dari lingkungan tradisional kelingkungan kebarat-baratan



yang meliputi perubahan-



perubahan dalam konsumsi alcohol dan rokok, juga berperan dalam peningkatan Diabetes Mellitus tipe 2. Alcohol akan mengganggu metabolism gula darah terutama pada penderita Diabetes Mellitus, sehingga akan mempersulit regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Faktor risiko penyakit tidak menular, termasuk Diabetes Mellitus tipe 2 dibedakan menjadi dua. Yang pertama adalah faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya umur, faktor genetic, pola makan yang tidak seimbang jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alcohol, indeks masa tubuh. 2.1.3 Proses Terjadi Tubuh



memiliki



system



yang



dapat



mengatur



dan



menyeimbangkan zat-zat yang mengalir didalamnya. Glukosa dalam tubuh mengalami proses metabolism agar dapat dimanfaatkan oleh sel-sel yang membutuhkan. Dalam proses pencernaan makanan, karbohidrat akan dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana, yaitu glukosa dan diserap ke aliran darah dan bergerak ke seluruh sel yang akan digunakan sebagai energi. Tingginya konsumsi karbohidrat menyebabkan konsentrasi glukosa dalam darah meningkat, sehingga untuk menormalkannya glukosa diubah menjadi 2 bentuk yaitu glikogen yang disimpan dihati dan otot dan lemak yang disimpan dalam jaringan adiposa. Jika sedang lapar (tidak ada asupan karbohidrat), konsentrasi glukosa akan turun, dengan bantuan glucagon (hormone yang disekresi oleh sel α pankreas), glikogen di hati akan pecah lagi menjadi glukosa dan dilepaskan kembali ke darah untuk menjaga glukosa tetap normal. Produksi dan sekresi insulin dipacu oleh jumlah glukosa dalam darah. Jika jumlah glukosa telah mencapai kadar tertentu, insulin akan



Page 13



disekresikan dan membuka sel-sel dlam hati, otot, dan lemak sehingga memungkinkan glukosa masuk ke dalam sel-sel tersebut. Dengan demikian, glukosa tidak menumpuk dalam darah dan kafdar glukosa darah tetap normal. Pada kasus defisiensi insulin, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel sehingga konsentrasi glukosa diluar sel termasuk dalam darah meningkat. Sehingga menyebabkan timbunan glukosa di luar sel dan didarah tidak bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energy yang diperlukan sel. Glukosa yang menumpuk didalam darah akan dibuang melalui ginjal ke dalam urin sehingga terjadi glikosuria. Sebenarnya, ginjal dapat mencegah setiap glukosa agar tidak masuk ke dalam urin karena ginjal telah menyaring, tetapi jika kadar glukosa terlalu tinggi maka ginjal tidak mampu menyaring semua glukosa. Keadaan ini disebut dengan melewati batas ambang ginjal. Jika glukosa masuk ke dalam urin akan menyebabkan kencing manis. (Harjadi, 2009)



2.1.4 Patofisiologis



Page 14



Page 15



Insulin adalah hormon yang dibentuk sel beta langerhans yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat bagi sel dalam bentuk insulin yang berfungsi terhadap transparan glukosa, asam amino, asam lemak, di samping itu insulin juga berperan mengaktifkan enzim sehingga meningkatkan metabolisme intra sel. Bermacam-macam penyebab Diabetes Melitus yang berbeda akhirnya akan mengarah ke insufisiensi insulin. Metabolisme karbohidrat yang terganggu akan menyebabkan kelaparan dalam sel hormone counter regulator seperti flukagon, epineprin, non epineprin growth hormon dan kortisel akan dikeluarkan oleh tubuh. Menurunnya proses glikogenesis menyebabkan produksi glukosa dari glikogen meningkat dan glikogenesis akan menurun yaitu pembentukan glukosa dari non karbohidrat seperti asam amino, hal ini akan menyebabkan penurunan pemecahan lemak menjadi keton untuk memberi alternatif sumber energi. Kekurangan insulin akan menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel. Menyebabkan sel mengalami kelaparan. Sel sebagai keadaan krisis dengan mengeluarkan hormon counter regulator untuk tetap memenuhi kebutuhan energi dengan menggunakan sumber energi lain seperti lemak. Akibat tingginya kadar glukosa darah menimbulkan tiga gejala utama poliuria, polidipsi, polifagia. Karena glukosa yang masuk ke tubulus tinggi maka glukosa melampaui ambang ginjal dan glukosa akan dibuang bersama urin dan menyebabkan dehidrasi ruang ekstra sel dan cairan intra sel akan keluar dan menimbulkan mekanisme haus. Polifagia terjadi karena glikogen tidak sampai sel akan mengalami starvasi atau kelaparan dan muncul tanda lapar (Brunner and Suddart). 2.1.4.1 Gejala Gejala hiperglikemia ditandai dengan : 1.



Poliuria Poliuria adalah suatu kondisi dimana tubuh memproduksi air seni berlebihan atau lebih banyak dari jumlah normal, yakni lebih dari 2,5 – 3 Liter selama 24 jam pada orang dewasa. Dengan demikian,



Page 16



banyak yang menyimpulkan bahwa poliuria diartikan sebagai banyak kencing atau sering buang air kecil. 2.



Polidipsia Polidipsia adalah timbulnya rasa haus yang berlebihan sehingga akan menyebabkan minum lebih sering. Pada penderita DM, glukosa dalam darah yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa dalam pembuluh darah sehingga proses filtrasi ginjal berubah menjadi osmosis (filtrasi zat dari tekanan tinggi ke tekanan rendah). Akibatnya, air yang ada di pembuluh darah terambil oleh ginjal sehingga



pembuluh



darah



menjadi



kekurangan



air



yang



menyebabkan penderita menjadi cepat haus 3.



Penurunan berat badan Fungsi pankreas adalah memproduksi insulin untuk memproses asupan glukosa sebagai sumber energi. Pada orang yang menderita diabetes, tubuhnya gagal mengelola gula menjadi energi akibat terjadinya resistensi insulin. Sehingga ketika tubuh butuh energi, tubuh akan mencari alternatif dengan cara memecah lemak untuk menjadi energi. Jika masih tidak cukup, maka protein atau otot yang dipecah sehingga lama-lama berat badan menyusut.



4.



Polifagia Polifagia adalah rasa lapar yang berlebihan.Pada penderita diabetes, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel target dan berubah menjadi glikogen untuk disimpan di dalam hati sebagai cadangan energi karena, insulin yang dihasilkan pancreas tidak dapat bekerja atau insulin dapat bekerja tetapi bekerjanya lambat. Oleh karena itu, tidak ada intake glukosa yang masuk sehingga penderita DM merasa cepat lapar dan lemas.



5.



Penglihatan kabur Orang dengan diabetes beresiko terjadi pandangan kabur ketika gula darah terlalu tinggi. Mereka juga berisiko lebih besar pada tiga masalah mata yang serius seperti katarak, glaukoma, dan retinopati.Orang dengan diabetes juga lebih berpotensi untuk



Page 17



mendapatkan jenis glaukoma yang disebut glaukoma neovascular yaitu pembuluh darah baru tumbuh di iris, sehingga menghalangi aliran normal cairan dari mata dan meningkatkan tekanan. 6.



Kerentanan terhadap infeksi Penderita penyakit diabetes mellitus khususnya yang tidak disiplin dalam menjaga kadar gula darah akan sering terjadi kerusakan atau penurunan system



kekebalan tubuh.



Masalah inilah



yang



menyebabkan penderita DM sangat mudah mengalami infeksi. Karena ketika system kekebalan tubuh mengalami kerusakan atau penurunan fungsi, maka bakteri dan juga virus penyebab infeksi akan sangat mudah menyerang tubuh. 7.



Lemas Rasa lemas yang dikeluhkan penderita ini berhubungan dengan kadar gula darah yang tinggi. Gula disaring oleh glomerulus ginjal secara terus menerus,ketika kadar glukosa amat tinggi, filtrate glomerulus mengandung glukosa diatas batas ambang untuk direabsorpsi. Akibatnya kelebihan glukosa dikeluarkan melalui urine yang disebut glikosuria. Glikosuria ini mengakibatkan kehilangan kalori yang sangat besar sehingga penderita menjadi lemas.



8.



Kesemutan Pada penderita diabetes, tingginya kadar gula akan menyebabkan gangguan aliran darah dan fungsi saraf serta kerusakan pada pembuluh darah sehingga akan menimbulkan gejala kesemutan.



9.



Impotensi pada pria Tingkat gula darah yang tidak terkontrol akibat diabetes dapat merusak pembuluh darah kecil dan saraf. Kerusakan saraf yang mengontrol rangsangan dan respon seksual dapat menghambat kemampuan seorang pria untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk melakukan hubungan seksual. Selain itu, berkurangnya aliran darah dari pembuluh darah yang rusak juga memberikan kontribusi untuk disfungsi ereksi.



Page 18



10. Pruritus pada vulva wanita Pruritus secara harfiah adalah sensasi gatal pada vulva. Pada tahap lanjut, pasien akan merasakan sensasi seperti terbakar di daerah vagina. Pasien akan menggaruk daerah vagina selama tidur dan mengalami shock ketika bangun karena mendapati dirinya sudah berlumuran darah akibat garukan yang tidak disadarinya tersebut. Penyebabnya yaitu kadar glikogen pada sel-sel epitel kulit dan vagina meningkat, sehingga menimbulkan “diabetes kulit”. Keadaan



tersebut



merupaka



faktor



predisposisi



timbulnya



dermatiis, kandidosis, danfurunkolosis yang menyebabkan gatal. 2.1.5 Faktor Risiko Diabetes Melitus Diabetes



mellitus



utamanya



disebabkan



oleh



dua



hal,



yaitu



meningkatnya kadar gula darah, dan kurangnya produksi insulin. Ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap resistensi atau defisiensi insulin, diantaranya berat badan lebih, peningkatan usia, gaya hidup yang kurang aktivitas, kelainan hormone, dan faktor genetic atau keturunan: 1. Konsumsi Zat Gizi Konsumsi karbohidrat yang tinggi dapat meningkatkan risiko terkena DM sebanyak 10,28 kali (Sujaya, 2009). Selain itu, individu dengan konsumsi lemak yang tinggi berisiko 5,25 kali lebih besar untuk terkena diabetes, dibandingkan dengan individu yang konumsi lemaknya rendah. Konsumsi karbohidrat yang tinggi ini akan semkain meningkatkan risiko DM jika diiringi asuan serat yang rendah (Gross dkk., 2004 dalam Sujaya, 2009) 2. Obesitas Kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak yang merupakan faktor risiko dari obesitas menyebabkan meningkatnya Asam Lemat atau Free Fatty Acid (FFA)



dalam sel.



Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan adipose (Teixeira-Lemos dkk., 2011) 3. Faktor Genetik



Page 19



Penelitian dari Genome-Wide Association menemukan bahwa terdapat jenis Single Nucleotide Polimorphisms (SNPs) yang terkait dengan fungsi sel β pancreas yang memicu terjadinya DM. Namun, faktor lain seperti obesitas dan rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor yang lebih penting (Sladek, 2007 dalam Praet, 2009). Penelitian di India Utara juga menemukan gen DOK5 sebagai gen yang menimbulkan kerentanan akan diabetes dan obesitas ( Tabassum dkk., 2010). 4. Riwayat Keluarga Penelitian dari Lies (1998) menunjukkan bahwa adanya riwayat diabetes mellitus pada keluarga (orang tua atau kakek nenek) berhubungan signifikan dengan kejadian diabetes mellitus pada seseorang. Hasil ini diperkuat oleh penelitian Iswanto (2004) yang menemukan bahwa adanya riwayat diabetes pada kakek, nenek, ayah, ibu, paman, bibi,kakak atau adik berhubungan signifikan dengan kejadian diabetes mellitus. 5. Penyakit Mental Saat seorang mengalami stress, tubuhnya akan memproduksi hormone kortisol secara berlebih. Produksi kortisol yang berlebih ini akan mengakibatkan sulit tidur, depresi, tekanan darah merosot, yang kemudian akan membuat individu tersebut menjadi lemas, dan nafsu makan berlebih. Oleh karena itu, ahli nutrisi biologis Shawn Talbott menejlskan bahwa pada umumnya orang yang mengalami stress panjang akan mempunyai kecenderungan berat badan yang lebih (Siagian, 2012). Berat badan berlebih adalah salah satu faktor risiko diabetes mellitus 6. Hipertensi Pada penderita hipertensi menyebabkan penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh darah menjadi menyempit. Hal ini akan menyebabkan proses pengangkutan glukosa dari dalam tubuh menjadi terganggu (Zieve, 2012). Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan diabetes mellitus cenderung lebih tinggi pada kelompok yang menderita hipertensi, dibandingkan dengan yang tidak hipertensi. Pada kelompok yang hipertensi, presentase TGT dan DM adalah masing-maisng sebesar 15,1%



Page 20



dan 9%. Angka yang lebih rendah ditemukan pada kelompok yang tidak hipertensi,dengan persentase TGT dan DM masing-masing sebesar 8,4% san 3,4%. 7. Umur Penelitian Iswanto (2004) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kejadian diabetes mellitus. Resiko diabetes meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, terutama setelah usia 40 tahun, karena jumlah sel-sel beta di dalam pankreas yang memproduksi insulin menurun seiring bertambahnya umur. 8. Pendidikan Dari hasil Rikesdas 2907, ditemukan bahwa pada tingkat pendidikan tidak sekolah hingga tamat SMA, prevalensi TGT dan DM terus mengalami peningkatan. Sedangkan khusus untuk pendidikan tamat perguruan tinggi, prevalensi TGT dan DM-nya meningkat dibandingkan dengan kelompok pendidikan sebelumnya (Tamat SMA) 9. Aktivitas Fisik Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan jumlah energy yang dikonsumsi



melebihi



jumlah



energy



yang



dikeluarkan,sehingga



menimbulkan keseimbangan energy positif yang disimpan pada jaringan adipose. 10. Jenis kelamin Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan bahwa prevalensi TGT dan DM menurut pemeriksaan gula darah pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Prevalensi TGT pada perempuan adalah 11,5 % (dibandingkan dengan 8,7% pada laki-laki), sedangkan prevalensi DM pada perempuan adalah 6,4% (dibandingkan dengan 4,9% pada lakilaki). Beckles dan Thompson Reid (2001) dalam Grant, dkk. (2009) memaparkan bahwa variasi proporsi diabetes mellitus, khususnya pada wanita dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu dampak dari diabetes gestasional pada ibu dan bayi, serta tingginya prevalensi pada wanita berusia tua. 11. Ras



Page 21



Variasi kejadian diabetes mellitus menurut suku atau ras ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan makan dari masing-masing. Penelitian pada masyarakat Bali tahun 2009 menunjukan bahwa masyarakat yang lebih banyak emngkonsumsi makanan tradisional dengan kandungan lemak dan karbohidrat yang tinggi memiliki risiko yang lebih besar mengalami diabetes mellitus (Sujaya, 2009). 2.1.6 Penatalaksanaan 1. Farmakologis a. Diabetes mellitus tipe 1 : Insulin Dependent Diabetes Mellitus Pasien dengan DM 1 diobati dengan insulin, karena sel sel betanya tidak katif lagi. Lama kerja sediaan insulin (PERKENI, 2011): 



Insulin kerja cepat / rapid acting insulin  Digunakan pada waktu makan  Mulai bekerja dalam waktu 30 menit  Bekerja maksimal dalam 2 hingga 3 jam  Efek bertahan hingga 6 jam  Insulin Neutral Protamine Hagedorn (NPH) harus di-resuspensi



(mengaduknya



perlahan



dengan



memutar pen) sebelum digunakan  Contoh : Humulin R; Novolin R; dan, untuk pompa insulin, Velosulin, hanya Humulin R yang tersedia di Indonesia 



Insulin kerja pendek / short acting insulin  Digunakan pada waktu makan  Mulai bekerja dalam 15 menit  Bekerja maksimal dalam sekitar 1 jam  Efeknya bertahan hingga 4 jam  Contoh : glulisine, lispro, dan aspart, semua produk belum tersedia di Indonesia







Insulin kerja sedang / intermediate acting insulin  Digunakan sehari sekali



Page 22



 Bekerja maksimal 4 hingga 8 jam setelah injeksi  Efeknya bertahan hingga 18 jam  Jika diinjeksikan sebelum tidur, insulin akan bekerja maksimal pada dini hari, yaitu saat insulin paling dibutuhkan  Contoh : NPH, Humulin N, dan Novolin N, hanya Humulin N tersedia di Indonesia 



Insulin kerja panjang / long acting insulin  Menurunkan kadar glukosa secara bertahap  Efeknya dapat bertahan hingga 24 jam  Contoh : detemir (Levemir) dan glargine (Lantus), tersedia di Indonesia







Ultralong acting insulin  Digunakan sehari sekali  Efeknya dapat bertahan lebih dari 24 jam  Contoh : degludec (Tresiba), belum tersedia di Indonesia Respon individual terhadap terapi insulin cukup beragam, oleh sebab itu jenis sediaan insulin mana yang diberikan kepada



seorang



penderita



dan



berapa



frekuensi



penyuntikannya ditentukan secara individual, bahkan seringkali memerlukan penyesuaian dosis terlebih dahulu. Umumnya, pada tahap awal diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Insulin kerja singkat diberikan sebelum makan, sedangkan Insulin kerja sedang umumnya diberikan satu atau dua kali sehari dalam bentuk suntikan subkutan. Namun, karena tidak mudah bagi penderita untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia sediaan campuran tetap dari kedua jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang (NPH).



Page 23



b. Diabetes mellitus tipe 2 : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus Penggolongan DM tipe 2 dengan menggunakan golongan obat yaitu : Golongan Sulfonil urea



Contoh senyawa



Mekanisme kerja



Glyburide/libenkla



Merangsang sekresi



mid



insulin di kelenjar



Glipizide



pancreas,



Glikazida



tersebut efektif pada



Glimepiride



penderita



Glikuidon



yang



sel-sel



pankreasnya



masih



senyawa



diabetes



berfungsi. Meglitinida



Refaglinid



Merangsang sekresi insulin di kelenjar pancreas



Turunan fenilalanin



Nateglinide



Meningkatkan kecepatan insulin di kelenjar pancreas



Biuanida



Metformin



Bekerja



langsung



pada



hati,



menurunkan produksi hati,



glukosa



namun



tidak



merangsang sekresi insulin oleh kelenjar pancreas Tiazolidindion



Rosiglitazone



Meningkatkan keepekaan



tubuh



terhadap



insulin.



Berkaitan



dengan



PPARY (Peroxisome Proferator activated



Page 24



receptor gamma) di otot, jaringan lemak dan



hasil



untuk



menurunkan resistensi insulin. Inhibitor-α



Acarbose miglitol



glukosidae



Menghambat



kerja



enzim-enzim pencernaan



yang



mencerna karbohidrat, sehingga memperlambat absorbs glukosa ke dalam darah.



c. Obat antidiabetic oral Obat-obat antidiabetik oral ditujukan untuk membantu penanganan pasien diabetes mellitus tipe 2. Farmakoterapi antidiabetik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat . (Soewondo P, 2011) 1. Golongan sulfonylurea Golongan obat ini bekerja merangsang sekresi insulin dikelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian senyawa-senyawa sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk diabetes dewasa baru dengan berat badan normal dan kurang serta tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya. Jenis sulfonylurea :



Page 25



 Sulfonylurea generasi pertama (contoh: tolbutamid, asektoheksamid, klorpropamid, tolazamid)  Sulfonylurea generasi kedua (contoh: gliburid, glipizid, glimepiride) 2. Golongan biguanida Golongan ini yang tersedia adalah metformin, metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat selular dan menurunkan produksi gula hati. Metformin juga menekan nafsu makan hingga berat badan tidak meningkat, sehingga layak diberikan pada penderita yang overweight. 3. Golongan tiazolidindion Golongan obat baru ini memiliki kegiatan farmakologis yang luas dan berupa penurunan kadar glukosa dan insulin dengan jalan meningkatkan kepekaan bagi insulin dari otot, jaringan lemak dan hati, sebagai efeknya penyerapan glukosa ke dalam jaringan lemak dan otot meningkat. Tiazolidindion diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel β pankreas.Contoh: Pioglitazone, Troglitazon. 4. Golongan inhibitor alfa glucosidase Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan hiperglikemia postprandrial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin. Contoh: Acarbose.



Page 26



2. Non Farmakologis a. Pengaturan diet Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan diet pada diabetes adalah:  Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah mendekati kadar normal  Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang optimal  Mencegah komplikasi akut dan kronik  Meningkatkan kualitas hidup.  Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal  Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan  Komposisi diet sehat mengandung sedikit lemak jenuh dan tinggi serat larut. (PERKENI,2015) Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes mellitus, yang terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian hasil metabolis yang optimal dan pencegahan serta perawatan komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian utamanya pada regulasi administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan memelihara berat badan yang sehat.



Penurunan



berat



badan



telah



dibuktikan



dapat



mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu, dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, natrium kurang dari 3 g, dan diet cukup serat sekitar 25 g /hari. (Rojas, 2013)



Page 27



Sedangkan menurut ADA, 2015. Porsi makan pasien dengan diabetes digambarkan seperti gambar dibawah ini :



b. Olah raga Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga akan memperbanyak jumlah Universitas Sumatera Utara dan juga meningkatkan penggunaan glukosa. c. Berhenti merokok Kandungan nikotin dalam rokok dapat mengurangi penyerapan glukosa oleh sel. Dari penelitian yang dilakukan terhadap subyek uji pasien lansia bahwa merokok 2 batang dalam sehari dapat menyebabkan resiko nefropati dan menghambat absorpsi insulin.



3. Lima pilar penatalaksanaan DM menurut PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) dan ADA (American Diabetes Association) 1. Edukasi



Page 28



Harus rajin mencari banyak informasi mengenai diabetes dan penanganannya. Misalnya mendengarkan pesan dokter, bertanya pada dokter, mendengarkan radio atau televisi mengenai diabetes. Bisa juga mencari artikel mengenai diabetes. 2. Perencanaan makan/diet Yaitu dengan mengatur jumlah kalori total dan kalori per makanan, setiap kali makan pelru mengkombinasikan dengan komponen tinggi serat, dan rendah glikemik, serta mengatur jadwal seperti 3 kali makanan utama dan 3 kali camilan. 3. Aktifitas fisik Melakukan aktivitas fisik rutin 30 menit per hari dan 5 hari dalam seminggu



dengan



intensitas



yang



sedang



seperti



aerobik



(Sudoyono, 2006). Tetapi emang tidak semua orang dapat melakukan aktifitas fisik secara rutin, karena ada faktor lain yang menjadi penyebab, seperti usia, kesehatan, dan lainnya. Contoh lain aktifitas fisik yang dapat dilakukan misalnya senam kaki. Menurut Priyanto (2013) aktifitas fisik khususnya senam kaki akan membantu meningkatkan aliran darah di daerah kaki sehingga akan membantu menstimulasi syaraf-syaraf kaki dalam menerima rangsang. Hal ini akan meningkatkan sensitivitas kaki terutama pada penderita diabetes melitus. 4. Obat insulin Obat insulin perlu diputuskan bersama dokter untuk mennetukan jenis dan dosis terapi yang sesuai. Umumnya dosis dinaikkan bertahap. 5. Pemeriksaan gula darah mandiri Dianjurkan untuk pemeriksaan sacara mingguan, misalnya 2-3 kali per minggu atau minimum 1 minggu sekali. Sebaiknya monitoring terfokus pada 2 tes point yaitu glukosa pre meal dan glukosa post meal.



Page 29



2.1.7 Komplikasi Komplikasi jangka panjang diabetes yaitu retinopati dengan potensi kehilanganpenglihatan, nefropati yang menyebabkan gagal ginjal, neuropati perifer dengan risiko ulkus kaki, amputasi, dan persendian Charcot, dan neuropatiotonom yang menyebabkan gejala gastrointestinal, genitourinari, dan kardiovaskular dan gangguan fungsi seksual. Penderita diabetes memiliki peningkatan kejadian aterosklerotik kardiovaskular, arteri perifer, dan penyakit serebrovaskular. Hipertensi dan kelainan metabolisme lipoprotein juga sering ditemukan pada penderita diabetes.



2.1.8 Data Dasar Pengkajian Menurut Doenges (2000), pengkajian data dasar Diabetes Melitus adalah: 1. Aktivitas/Istirahat Gejala : lemah, letih, lesu, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, gangguan istirahat atau tidur. Tanda : takikardia, dan tachipnea saat istirahat dengan aktivitas penurunan kekuatan otot, letargi. 2. Integritas Ego Data Subyektif : stress, tergantung pada orang lain, tidak berdaya, perasaan putus asa. Data Obyektif : ansietas, peka, kekuatan, marah, menarik diri. 3. Sirkulasi DS : riwayat hipertensi pada ekstremitas, penyembuhan yang lama. DO : takikardia, penurunan tekanan darah postural, hipertensi, distritmia, kulit panas, kering dan kemerahan. 4. Eliminasi DS : poliuria, nokturia, rasa nyeri, atau terbakar, kesulitan berkemih, diare. DO : urin encer, pucat, poliuria, urin berkabut, bising usus, lemah dan menurun, hiperkatif. 5. Makanan/Cairan



Page 30



DS : Nafsu makan hilang, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan GD, haus, penggunaan diuretic. DO : kulit kering, turgor kulit jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid, aceton. 6. Neurosensori DS : pusing, sakit kepala, kesemutan, kelemahan otot, parestesia, gangguan penglihatan. DO : disorientasi, mengantuk, letargi, stupor (tahap lanjut) gangguan memori (masa lalu). 7. Nyeri/Kenyamanan DS : abdomen yang tegang, nyeri (sedang berat). DO : wajah meringis dengan palpasi, terlihat sangat berhati-hati.. 8. Pernapasan DS : batuk dengan/tanpa sputum. DO : batuk dengan/tanpa sputum (infeksi), frekuensi pernafasan. 9. Keamanan DS : ulkus kulit, kulit kering gatal. DO : demam, diaforesis, lesi/ulserasi parastesia, penurunan rentang gerak. 10. Seksualitas DS : Masalah tentang hubungan atau keintiman, masalah impotensi pada pria, kesulitan orgasme pada wanita. 11. Pembelajaran DS : Faktor resiko keluarga Diabetes Melitus: penyakit jantung, stroke, hipertensi, penyembuhan yang lambat, penggunaan obat, steroid, diuretic, dilantin, dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa darah), memerlukan bantuan dalam perawatan luka, adaptasi terhadap alat bantu ambulansi, kemungkinan aktivitas perawatan diri.



2.1.9 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang Mengalami Diabetes Mellitus A. Teori Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Mellitus



Page 31



PENGKAJIAN: Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu: a. Pengumpulan data Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan



status



kesehatan



dan



pola



pertahanan



penderita,



mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh



melalui



anamneses,



pemeriksaan



fisik,



pemeriksaan



laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 1. Identitas pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pedidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor registrasi, tanggal masuk rumah sakit dan diagnose medis 2. Keluhan utama Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai nawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka 3. Riwayat kesehatan sekarang Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasi 4. Riwayat kesehatan dulu Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas. Adanya



riwayat



penyakit



janjtung,



obesitas,



maupun



arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obatobatan yang biasa digunakan oleh penderita. 5. Riwayat kesehatan keluarga Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung. 6. Riwayat psikososial



Page 32



Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita. 7. Pola aktivitas sehari-hari: a. Pola persepsi management kesehatan Menjelaskan tentang persepsi atau pandangan klien terhadap sakit yang dideritanya, tindakan atau usaha apa yang dilakukan klien sebelum dating kerumah sakit, obat apa yang telah dikonsumsi pada saat akan datang kerumah sakit. b. Pola nutrisi dan metabolisme Menggambarkan asupan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit, kondisi rambut, kuku dan kulit, kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan, makanan yang disukai dan banyaknya minum yang dikaji sebelum dan sesudah masuk RS. c. Pola eliminasi Menggambarkan pola eliminasi klien yang terdiri dari frekuensi, volume, adakah disertai rasa nyeri, warna dan bau. d. Pola tidur dan istirahat Menggambarkan penggunaan waktu istirahat atau waktu senggang, kesulitan dan hambatan dalam tidur, pada pasien dengan kasusu DM Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan. e. Pola aktivitas dan latihan Menggambarkan kemampuan beraktivitas sehari-hari, fungsi pernapasan dan fungsi sirkulasi. Pada kasus DM adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita



mudah mengalami



kelelahan.



Page 33



f. Pola tata nilai dan kepercayaan Menggambarkan sejauh mana keyakinan pasien terhadap kepercayaan yang dianut dan bagaimana dia menjalankannya. Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita. g. Pemeriksaan fisik  Status kesehatan umum Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.  Kepala dan leher Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.  Sistem integumen Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.  Sistem pernafasan Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.  Sistem kardiovaskuler Perfusi



jaringan



menurun,



nadi



perifer



lemah



atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.  Sistem gastrointestinal



Page 34



Terdapat



polifagi,



polidipsi,



mual,



muntah,



diare,



konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.  Sistem urinary Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.  Sistem muskuloskeletal Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas  Sistem neurologis Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi. h. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :  Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.  Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).  Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman. Analisa Data Data



yang



sudah



terkumpul



selanjutnya



dikelompokan



dan



dilakukananalisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :



Page 35



1. Kebutuhan dasar atau fisiologis 2. Kebutuhan rasa aman 3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang 4. Kebutuhan harga diri 5. Kebutuhan aktualisasi diri Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan. DIAGNOSA KEPERAWATAN Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnose keperwatan yang mungkin muncul pada klien diabetes mellitus yaitu: a. Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. b. Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia. c. Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit. d. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain. e. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemanjanan atau mengigat, kesalahan interpretasi informasi INTERVENSI KEPERAWATAN Perubahan



status



nutrisi



kurang



dari



kebutuhan



tubuh



berhubungandengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. Tujuan : -



Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat



-



Menunjukkan tingkat energi biasanya



-



Berat badan stabil atau bertambah. Intervensi :



Page 36



1. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan



makanan



yang



dapat



dihabiskan



oleh



pasien.



Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. 2. Timbang



berat



badan



setiap



hari



atau



sesuai



indikasi.



Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya). 3. Identifikasi



makanan



yang



disukai/dikehendaki



kebutuhan



termasuk



etnik/kultural.



Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. 4.



Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi. Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien.



5. Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. a.



Resiko



infeksi



berhubungan



dengan



hyperglikemia.



Tujuan : -



Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.



-



Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi. Intervensi : 1) Observasi



tanda-tanda



infeksi



dan



peradangan.



Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.



Page 37



2) Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien



termasuk



pasiennya



sendiri.



Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang. 3) Pertahankan



teknik



aseptik



pada



prosedur



invasif.



Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. 4) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi. 5) Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam. Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret. b.



Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan



glukosa/insulin



dan



atau



elektrolit.



Tujuan : -



Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi.



-



Mengenali



dan



mengkompensasi



adanya



kerusakan



sensori.



status



mental.



Intervensi : 1) Pantau



tanda-tanda



vital



dan



Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal 2) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan



kebutuhannya.



Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas. 3) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya. Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan



Page 38



dengan



realitas



dan



mempertahankan



orientasi



pada



lingkungannya. 4) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori



pada



paha/kaki.



Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan. c.



Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang



tidak



dapat



diobati,



ketergantungan



pada



orang



lain.



Tujuan : -



Mengakui perasaan putus asa



-



Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan.



-



Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri. Intervensi : 1) Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan. Rasional



:



Mengidentifikasi



area



perhatiannya



dan



memudahkan cara pemecahan masalah. 2) Tentukan



tujuan/harapan



dari



pasien



atau



keluarga.



Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping. 3) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan



usaha



yang



dilakukannya.



Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.



Page 39



4) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan



diri



sendiri.



Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi. IMPLEMENTASI 1) Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan



insulin, penurunan masukan oral.



Intervensi : -



Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien.



-



Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.



-



Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural.



-



Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi.



-



Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi.



2) Resiko



infeksi



berhubungan



dengan



hyperglikemia.



Intervensi : -



Observasi



tanda-tanda



infeksi



dan



peradangan.



mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial. -



Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri.



-



Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif.



-



Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh.



-



Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam.



3) Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan



glukosa/insulin



dan



atau



elektrolit.



Intervensi : -



Pantau tanda-tanda vital dan status mental.



-



Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya.



Page 40



-



Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya.



4) Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang



tidak



dapat



diobati,



ketergantungan



pada



orang



lain.



Intervensi : -



Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan.



-



Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.



-



Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.



-



Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri.



EVALUASI Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai: 1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan. 2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.



Kasus: Seorang pasien perempuan bernama nyonya x yang merupakan ibu rumah tangga, usia 57 tahun .Datang ke rumah sakit mengeluh lemas, pasien menderita hiperglikemia dengan kadar glukosa darah sewaktu 420 mg/dL. Pasien juga mengeluh luka kotor di kaki akibat Diabetes mellitus yang dialami sejak 5 tahun yang lalu. Area sekitar luka berwarna merah



Page 41



dan pada daerah luka mulai kehilangan sensitivitas saat disentuh dan mengeluarkan nanah dan berbau busuk. 2.1.9.1 Biodata (Identitas pasien) Nama



: Nyonya X



Umur



: 57 tahun



Jenis kelamin



: Perempuan



Pendidikan



: SLTA



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Agama



: Islam



No. RM



: 112233



Tanggal masuk



: 25 Oktober 2017



Tanggal pengkajian: 25 Oktober 2017 Alamat



: Surabaya



Diagnosa medis



: hiperglikemia dengan luka



2.1.9.2Riwayat Kesehatan 



Keluhan Utama Lemas karena kadar glukosa darah sewaktu 420 mg/dL, luka sejak 5 tahun yang lalu dan area sekitar luka berwarna merah, pada daerah luka mulai kehilangan sensitivitas saat disentuh dan mengeluarkan nanah dan berbau busuk.







Riwayat kesehatan sekarang Klien dibawa ke Rumah Sakit pada tanggal 25 Oktober 2017 dengan keluhan lemas dan kaki kehilangan sensitivitas serta mengeluarkan nanah dan berbau busuk, suhu 37 ˚C. Klien mengatakan telah menderita penyakit tersebut sudah 5 tahun.







Riwayat kesehatan masa lalu Menurut keterangan keluarga sebelumnya klien tidak pernah menderita penyakit seperti ini, dan tidak ada anggota keluarga klien yang menderita penyakit yang sama. Klien tidak mempunya alergi terhadap apapun, klien juga tidak merokok dan minum alcohol.



2.1.9.3Pemeriksaan Fisik 



Pemeriksaan umum



Page 42



a. Keadaan umum



: baik



b. Tanda-tanda vital



:



1. Tekanan darah



: 90/120 mmHg



2. Suhu



: 37 ᵒC



3. RR



: 17 x /menit



4. Nadi



: 90 x / menit



c. Berat badan



:



1. BB sebelum sakit : 58 kg 2. BB sekarang 



: 55 kg



Pemeriksaan Head to toe a. Kepala 1. Wajah dan kulit kepala Bentuk muka oval, ekspresi wajah gelisah dan pucat, rambut hitam tapi beruban, bersih dan tidak rontok, tidak ada nyeri tekan. 2. Mata kanan dan kiri simetris, mata cekung, konjungtiva anemis, seklera tidak ikterit, tidak ada sekret, gerakan bola mata normal, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, fungsi penglihatan menurun. 3. Hidungtidak ada polip, keadaan seputum bersih, tidak ada sektet, tidak ada radang, tidak ada benjolan, fungsi penghidu baik. 4. Telinga Canalis bersih, pendengaran baik, tidak ada benjolan pada daun telinga, tidak memakai alat bantu pendengaran. 5. Mulut Gigi bersih, tidak ada karies gigi, tidak memakai gigi palsu, gusi tidak ada peradangan, lidah bersih, bibir kering. b. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada nyeri tekan, tidak ada bendungan vena jugularis dan tidak ada pembesaran kelenjar thyroid. c. Thorax dan paru Tidak ada kelainan pada thorax dan paru d. Abdomen



Page 43



1. Inspeksi



: abdomen simetris, datar dan tidak ada luka



2. Auskultasi : peristartik 25x/ menit 3. Palpasi



: ada nyeri di kuadran kiri atas.



4. Perkusi



: suara hypertimpani.



e. Genitalia Tidak ada kelaian, tidak terpasang kateter f. Musculoskeletal Ekstresmitas atas : simetris, tidak ada odema atau lesi, tidak ada nyeri tekan, tangan kanan terpasang infuse RL 20 tetes/ menit. Ekstremitas bawah : kaki kanan dan kaki kiri simetris tidak ada kelainan. g. Integument Warna kulit kuning kecoklatan, turgor kulit jelek/ kering tidak ada lesi. h. Pemeriksaan Lab 1. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. glukosa darah sewaktu klien adalah 420 mg/dL. 2. Urine Pemeriksaan



didapatkan



adanya



glukosa



dalam



urine.



Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ). 3. Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman. 2.1.9.4 Diagnosa NO. DIAGNOSA 1.



Resiko



NOC



NIC



 Pengetahuan:



ketidakseimbangan



Manajemen



kadar glukosa darah



diabetes



Manajemen hiperglikemia  Rawat luka dengan baik dan benar



:



Page 44



 kadar



Domain 2, kelas 4 00179



glukosa



membersihkan



darah



secara



 manajemen diri:



Kerentanan



terhadap



variasi kadar glukosa /



aseptik



menggunakan larutan



diabetes



Definisi



luka



yang



tidak



iritatif,



 tingkat depresi



angkat sisa balutan



 status nutrisi



yang menempel pada



gula darah dari rentang



luka dan nekrotomi



normal,



jaringan yang mati.



yang



dapat Kriteria hasil



mengganggu kesehatan



 dapat



R:merawat



mengontrol



teknik



luka



dengan



aseptik,



dapat



Faktor resiko



kadar



glukosa menjaga kontaminasi luka



 kurang



darah



dan larutan yang iritatif akan



 pemahaman



merusak jaringan granulasi



tentang



manajemen



tyang timbul, sisa balutan



manajemen



diabetes



jaringan



pengetahuan



 pemantauan darah



tidak adekuat  stress



proses



granulasi.  memonitor



pencegahan dengan



kadar



glukosa dalam darah R:untuk mengetahui kondisi



 melaporkan luka glukosa dalam darah apakah



 manajemen



tepat



tindakan



perawatan kaki



berlebihan



diabetes



dapat



 dapat melakukan menghambat



diabetes



glukosa



nekrosis



yang tidak



tidak mengalami



peningkatan



/



sembuh kepada penurunan  pantau



pemberi



tanda-tanda



pelayanan



hiperglikemia:



primer



poliuria,



 dapat



polifagia, kelesuan



menggunakan prosedur tepat



polidipsia,



R: poliuria, polidipsia,dan



yang polifagia dapat menyebabkan dalam tingkat



kelesuan



berlebih



mengelola



pada tubuh klien karena



insulin



pengontrolan fungsi tubuh



Page 45



 dapat



yang tidak sesuai.  mengintruksikan



memanajemen tanda dan gejala



pasien dan keluarga



depresi



mengenai manajemen



 mengetahui



diabetes



selama



faktor penyebab,



periode



sakit,



tanda dan gejala



termasuk penggunaan



awal penyakit



insulin dan/atau obat



 dapat mengatasi



oral, monitor asupan



perasaan depresi



cairan,



 dapat memenuhi



penggantian



karbohidrat,



dan



asupan



gizi,



kapan



mencari



makanan,



dan



bantuan



petugas



cairan



kesehatan,



sesuai



kebutuhan R: agar dapat memanajemen diabetes yang dialami oleh klien dan mengetahui cara penanganan hiperglikemia



terhadap dan



cara



penggunaan insulin  memberikan



insulin



sesuai resep R: agar dapat mengontrol hiperglikemia  melakukan



review



riwayat



kadar



glukosa darah pasien dan/atau keluarga R:



untuk



penyebab



mengetahui terjadinya



hiperglikemia



Page 46



Konseling Nutrisi  mengkaji



asupan



makanan



dan



kebiasaan



makan



pasien R: untuk mengetahui dan memberikan



asupan



makanan yang tepat untuk pasien 2.



Resiko infeksi



 status imun



Domain 11, kelas 1



 kontrol



00004



Kontrol Infeksi



resiko:



 monitor tanda dan



proses infeksi



gejala



infeksi



sistemik dan lokal Definisi Rentan



R: untuk mengetahui pada



Kriteria hasil mengalami



 klien bebas dari daerah mana saja beresiko



invasi dan multiplikasi



tanda dan gejala terhadap



organisme



infeksi



patogenik



yang



dapat



mengganggu kesehatan



penyebaran



dalam



batas



perilaku



mellitus



sehat



 Obesitas



 monitor



R: untuk mengetahui jumlah



hidup kadar leukosit akibat adanya gangguan system kekebalan  berikan



integritas kulit



antibiotic



 Malnutrisi



proteksi



 Prosedur infasif



infeksi



 Pertahanan



adekuat



granulosit,



tubuh



 Kerusakan



primer



infeksi



WBC



 menunjukan



 Diabetes



dari



serta



 jumlah leukosit tersebut



normal Faktor resiko



infeksi



terapi untuk terhadap



R: antibiotic yang sesuai tidak



dapat



mencegah



dan



melindungi dari penyebaran



Page 47



 Pengetahuan yang



tidak



cukup



untuk



menghindari



infeksi



menjadi



semakin



parah  ajarkan pasien cara menghindari infeksi



pemajanan



R: untuk mencegah klien



pathogen



terpapar ataupun



kembali



terinvasi infeksi



2.1.9.5 Evaluasi 1.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam, kadar gula pasien menurun



2.



Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam, luka pasien bersih dan terhindar dari infeksi



2.2



Kelenjar Tiroid



Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar ini dapat ditemui di bagian depan leher, sedikit di bawah laring. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh



Page 48



membakar energi, membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon lainnya. Kelenjar tiroid adalah kelenjar yang terletak di dalam leher bagian bawah melekat pada tulang laringm sebelah kanan depan trakea, dan melekat pada laring. Kelenjar ini terdiri dari dua lobus yaitu lobus dekstra dan lobus sinistra, saling berhubungan dan masing-masing lobus tebalnya 2 cm, panjang 4 cm, dan lebar 2,5 cm. Tiroid mengeluarkan dua hormon penting, yaitu: Triodotironin dan Tiroksin. Hormon ini berfungsi mengatur laju metabolisme dengan cara mengalir bersama darah dan memicu sel untuk mengubah lebih banyak glukosa. Jika Tiroid mengeluarkan terlalu sedikit Triodotironin dan Tiroksin (Hipotiridisme), maka tubuh akan merasa kedinginan, letih, kulit mengering dan berat badan bertambah. Sebaliknya jika terlalu banyak (Hipertiroidisme), tubuh akan berkeringat, merasa gelisah, tidak bisa diam dan berat badan akan berkurang. Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat mekanisme : yaitu sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, di mana hormon pelepas-tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan dari hormon perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang kemudian pada gilirannya merangsang sekresi hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid; kemudian deio dininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T4 dan T3; autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam hubungannya dengan suplai iodinnya; dan stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH .



Pengelolaan kelainan kelenjar tiroid dilakukan dengan



melakukan uji kadar hormon TSH dan tiroksin bebas, didasari atas patofisiologi yang terjadi, sehingga akan didapatkan pengelolaan menyeluruh.



2.2.1 Kelainan Tiroid 1.



Hypertrofi dan hyperplasia fungsional a.



Struma difosa toksik (tirotoksikosis), suatu keadaan hipermetabolisme dari tubuh karena jaringan tubuh di pengaruhi



Page 49



respon terhadap hormone tiroid yang berlebihan dalam darah lepas dari asalnya, bukan suatu penyakit tetapi suatu sindrom dalam beberapa kelainan. b.



Struma difusa non toksik: 



Tipe endemic: kekurangan yodium yang kronik, kekurangan ini di sebut air minum yang kurang mengandung yadium sebagai goiter simple, struma edemik, gondok edemik, atau goiter koloid.







Tipe sporadic: Pembesaran difusi dari struma di daerah edemik penyebabnya adalah suatu stimulus yang tidak di ketahui tetapi umumnya tidak terjadi pada penduduk secara umum.



2.



Hipotiroidisme, disebabkan kelainan structural dan fungsional dari kelenjar tiroid sehingga sintesis dari hormone tiroid sehingga menjadi insufisiensi. Bila keadaan ini permanen dan komplet maka keadaan ini di sebut atirosis atau atiroidisme. a.



Kreatinisme hipotiroidisme yang berat terjadi sewaktu bayi . penderita menjadi cebol dan imbisil. Terjadi pada umur 2-3 bulan dengan gejala lidah tebal, kedua mata lebih tebal dari biasa, suara serak, sering konstipasi, somolen, kulit kasar kekuningan, kepala besar dan ekspresi seperti orang bodoh.



b.



Miksedema juvenile. Hipoterodisme yang timbul pada anak sebelum akhir balik (pubertas). Anak menjadi cebol, pertumbuhan tulang melambat, kecerdasan berkurang.



c.



Miksedema dewaasa. Gejala nonspesifik, timbilnya sangat perlahan dengan gejala konstipasi, letargi, tidak tahan dingin, otot tegang dan sering kram.



3.



Neoplasma a.



Jinak/ benigna. Adenoma tiroid pada umumnya bekerja secara otonom dan tidak di pengaruhi oleh TSH, dapat bertambah menjadi toksik, dan sering menjadi karsinoma (ganas).



Page 50



b.



Ganas/ maligna. (karsinoma tiroid), dimulai dari epitel folikel tiroid dengan karakteristik tersendiri memungkinkan menjadi karsinoma metastatic (karsinoma kapiler, karsinoma folikuler, karsinoma anapilastik). Pengelolaan kelainan kelenjar tiroid dilakukan dengan melakukan



uji kadar hormon TSH dan tiroksin bebas, didasari atas patofisiologi yang terjadi, sehingga akan didapatkan pengelolaan menyeluruh. Diagnosis dari penyakit tiroid telah banyak disederhanakan dengan dikembangkannya assay yang peka untuk TSH dan tiroksin bebas. Suatu peningkatan TSH dan tiroksin bebas yang rendah menetapkan diagnosis dari hipotiroidisme, dan TSH yang tersupresi dan FT4 yang meningkat menetapkan diagnosis dari hipertiroidisme. Gangguan pada kelenjar paratiroid bisa berupa hipoparatiroid ataupun hiperparatiroid. Hipoparatiroid merupakan hilangnya fungsi kelenjar paratiroid sehingga menyebabkan gangguan metabolisme dimana kalsium serum menurun dan fosfat serum meningkat dan menyebabkan hipokalsemia. Sedangkan hiperparatiroid merupakan keadaan kelenjar paratiroid memproduksi



lebih



banyak hormon paratiroid dengan



dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium (Smeltzer & Bare, 2002).



2.2.2 Hipertiroid



Hipertiroid merupakan gangguan kelenjar tiroid yang memiliki manifestasi kardiovaskular, salah satu di antaranya adalah fibrilasi atrium (atrial fibrillation - AF). Hal ini disebabkan karena secara fisiologis, hormon tiroid memiliki efek langsung terhadap jantung, terhadap sistem saraf simpatis, dan efek sekunder terhadap perubahan hemodinamik.



Page 51



Fibrilasi atrium merupakan suatu kondisi gangguan irama jantung yang paling sering ditemui di dalam praktik sehari-hari dan menyebabkan mortalitas yang dihubungkan dengan tingginya frekuensi emboli. Hipertiroid merupakan bentuk tirotoksikosis yang paling sering dijumpai, terjadi akibat kelebihan sekresi tiroksin (T4) atau triiodotironin (T3). Penyakit Graves merupakan penyebab paling umum; sekitar 60% dari hipertiroid disebabkan oleh penyakit Graves. Hipertiroid pada penyakit Graves biasanya disebabkan karena adanya antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid secara berlebihan. Gejala klinis penyakit Graves meliputi dua kelompok utama, yaitu tiroidal dan ekstratiroidal. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroid akibat sekresi hormon tiroid berlebihan. Gejala-gejala hipertiroid berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis berlebihan, seperti cepat lelah, gemetar, tidak tahan panas, berat badan turun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas di tungkai bawah.Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas di tungkai bawah. Untuk diagnosis tepat dan terpercaya, Crooks (1959) membuat indeks diagnostik, yaitu Indeks Wayn.



Page 52



2.2.2 Hipotiroid



Hipotiroid adalah salah satu kelainan pada GAKI yang sering dijumpai. Bahkan hipotiroid merupakan gangguan yang umum terjadi dan paling sering ditemui di praktek dokter ahli endokrin (Devdhar et al.). Hipotiroid timbul karena kelenjar tiroid tidak mampu memproduksi hormon tiroid yang mencukupi kebutuhan tubuh sehingga kekurangan pasokan ini berefek pada penurunan hampir seluruh fungsi organ tubuh. Berdasarkan letak gangguannya, hipotiroid bisa dibagi menjadi hipotiroid primer, sekunder, dan tersier (Orlander et al.). Hipotiroid lebih sering terjadi pada wanita dengan ukuran tubuh kecil pada saat lahir dan indeks massa tubuh yang rendah pada masa anakanak (Kajantie et al.). Prevalensi hipotiroid sepuluh kali lebih banyak ditemukan pada wanita dibanding pria (Devdhar et al.). Perbedaan prevalensi ini timbul karena pada wanita terjadi peningkatan sintesis tiroglobulin di sel hepar yang dipicu oleh estrogen (Mazzaferi). Page 53



Hipotiroid kongenital dapat menyebabkan keterbelakangan mental yang memiliki prognosis buruk bila terlambat diobati, terutama pada defisit IQ. Namun, bila dapat dideteksi awal dan diberikan intervensi berupa hormon tiroid sebelum berumur 3 bulan, maka pertumbuhan mental dan IQ dapat mendekati normal. Oleh karena itu, diagnosis dini sangatlah diperlukan dalam kasus hipotiroid. Gejala klinis hipotiroid kongenital samar dan tidak spesifik. Gejala khas hipotiroid biasanya tampak jelas pada bayi yang berumur beberapa bulan, tetapi pada saat itu diagnosis sudah terlambat (Rustama). Hipotiroid kongenital dapat menyebabkan keterbelakangan mental yang memiliki prognosis buruk bila terlambat diobati, terutama pada defisit IQ. Namun, bila dapat dideteksi awal dan diberikan intervensi berupa hormon tiroid sebelum berumur 3 bulan, maka pertumbuhan mental dan IQ dapat mendekati normal. Oleh karena itu, diagnosis dini sangatlah diperlukan dalam kasus hipotiroid. Gejala klinis hipotiroid kongenital samar dan tidak spesifik. Gejala khas hipotiroid biasanya tampak jelas pada bayi yang berumur beberapa bulan, tetapi pada saat itu diagnosis sudah terlambat (Rustama).



Page 54



2.2.2.1 Klasifikasi Secara klinis dikenal 3 hipotiroidisme, yaitu : 1) Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan hipofisis atau hypothalamus 2) Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar tiroid 3) Karena sebab lain, seperti farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium, dan resistensi perifer. Yang paling banyak ditemukan adalah hipotiroidisme primer. Oleh karena itu, umumnya diagnosis ditegakkan berdasar atas TSH meningkat dan fT4 turun. Manifestasi klinis hipotiroidisme tidak tergantung pada sebabnya. 2.2.2.2 Etiologi Etiologi dari hipotiroidisme dapat digolongkan menjadi tiga tipe yaitu 1) Hipotiroid primer Mungkin disebabkan oleh congenital dari tyroid (kretinism), sintesis hormone yang kurang baik, defisiensi iodine (prenatal dan postnatal), obat anti tiroid, pembedahan atau terapi radioaktif untuk hipotiroidisme, penyakit inflamasi kronik seperti penyakit hasimoto, amylodosis dan sarcoidosis. 2) Hipotiroid sekunder Hipotiroid sekunder berkembang ketika adanya stimulasi yang tidak memadai dari kelenjar tiroid normal, konsekwensinya jumlah tiroid stimulating hormone (TSH) meningkat. Ini mungkin awal dari suatu mal fungsi dari pituitary atau hipotalamus. Ini dapat juga disebabkan oleh resistensi perifer terhadap hormone tiroid. 3) Hipotiroid tertier/ pusat Hipotiroid tertier dapat berkembang jika hipotalamus gagal untuk memproduksi tiroid releasing hormone (TRH) dan akibatnya tidak dapat distimulasi pituitary untuk mengeluarkan TSH. Ini mungkin berhubungan dengan suatu tumor/ lesi destruktif lainnya diarea hipotalamus.Ada dua bentuk utama dari goiter sederhana yaitu endemic dan sporadic. Goiter endemic prinsipnya disebabkan oleh nutrisi, defisiensi iodine. Ini



Page 55



mengalah pada “goiter belt” dengan karakteristik area geografis oleh minyak dan air yang berkurang dan iodine. Sporadik goiter tidak menyempit ke area geografik lain. Biasanya disebabkan oleh: a. Kelainan genetic yang dihasilkan karena metabolisme iodine yang salah . b. Ingesti dari jumlah besar nutrisi goiterogen (agen produksi goiter yang menghambat produksi T4) seperti kobis, kacang, kedelai , buah persik, bayam, kacang polong, Strowbery, dan lobak. Semuanya mengandung goitogenik glikosida Ingesti dari obat goitrogen seperti thioureas (Propylthiracil) thocarbomen, (Aminothiazole, tolbutamid). 2.2.2.3 Epidemiologi Prevalensi hipotiroid kongenital di dunia mendekati 1:3000 dengan prevalensi tinggi sekali pada daerah yang kekurangan yodium yaitu sekitar 1:900. Di Indonesia hasil skrining bayi dengan hipotiroid kongenital mencapai 1 dari 4.305 bayi lahir hidup. Pada sindrom Down, insiden hipotiroid kongenital lebih tinggi, yaitu 1:141. Perempuan memiliki prevalensi lebih besar dibandingkan laki-laki yaitu 2:1. 2.2.2.4 Patogenesis Kelenjar tiroid mulai berkembang pada umur 24 hari gestasi sebagai suatu divertikulum, yaitu suatu pertumbuhan dari endoderm pada bucopharyngeal cavity. Kelenjar tiroid yang berkembang turun pada leher anterior, pada brachial pouches ke-4 dan mencapai posisi orang dewasa setinggi C5-7 pada minggu ke-7 gestasi. Proses migrasi dari faring posterior ke leher anterior ini dapat terhanti yang mengakibatkan timbulnya kelenjar tiroid ektopik. Pada umur gestasi 10-11 minggu. Kelenjar tiroid fetal sudah mampu menghasilkan hormon tiroid, namun kadarnya masih sedikit. Saat gestasi 18-20 minggu, kadar T4 (tiroksin) dalam sirkulasi fetus sudah mencapai kadar normal, pada mas ini aksis pituitari-tiroid fetal secara fungsional sudah bebas dari pengaruh aksis pituitari-tiroid maternal.



Page 56



Produksi T3 (triiodotironin) tergantung dari maturasi enzim deiodinase hepar, yaitu sekitar umur 30 minggu gestasi. Kelenjar tiroid memerlukan tirosin tirosin dan iodium untuk membuat T4 dan T3, iodium masuk ke dalam sel folikel kelenjar tiroid dengan cara transport aktif. Di dalam sel, iodium akan dioksidasi oleh enzim tiroid peroksidase menjadi iodida. Kemudian terjadi organifikasi, yaitu iodida akan berikatan dengan molekul tirosin sehingga terbentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT). Kemudian terjadi proses coupling. Dua molekul DIT akan membentuk tetraiodotironin=tiroksin (T4) dan satu molekul MIT dengan satu molekul DIT akan membentuk triiodotironin (T3). Tiroglobulin dengan T3 dan T4 berikatan dan disimpan dalam lumen folikel. TSH akan mengaktifkan enzim-enzim yang dibutuhkan untuk melepaskan ikatan T3 dan T4 dari tiroglobulin. T4 merupakan hormon utama yang diproduksi dan dilepaskan oleh kelenjar tiroid dan hanya 10-40% dari T3 dalam sirkulasi yang dilepaskan oleh kelenjar tiroid, sedangkan sisanya dihasilkan dari proses monodeiodonisasi dari T4 di kelenjar perifer. T3 merupakan mediator utama yang mempunyai efek biologis dari kelenjar tiroid dengan mengadakan interaksi dengan receptor nuclear specific. Bila terjadi abnormalitas dari reseptor tersebut mengakibatkan terjadinya hormon tiroid resisten. Pemeriksaan T3 dilakukan apabila dicurigai adanya resisten hormon tiroid yaitu ditemukannya gejala klinis hipotiroid namun kadar T4 dan TSH normal, serta dibuktikan tidak adanya kelainan kadar T3. Pengaruh kadar hormon tiroid ibu terhadap fetus sangat minimal, tapi penyakit tiroid ibu dapat mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid fetus atau neonatus. Hormon T4 dapat melewati plasenta secara bebas, sedangkan hormon-hormon tiroid lain tidak. Autoantibodi IgG pada ibu penderita tiroiditis autoimun dapat melewati plasenta dan akan menghambat fungsi kelenjar tiroid fetus. Tiamin yang dipakai untuk terapi hipotiroid dapat memblok sintesis hormon tiroid fetal, tapi kebanyakan hal ini bersifat transien. Iodium radioaktif yang dipakai ibu hamil akan



Page 57



merusak kelenjar tiroid fetus secara permanen. Obat-obat lain yang mempengaruhi kelenjar tiroid antara lain litium, estrogen, testosteron, salisilat, dan antikonvulsan (karbamazepin, fenobarbital, difenilhidantoin, fenitoin). Hormon tiroid memberikan efek yang luas pada pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme, termasuk perubahan konsumsi oksigen, metabolisme protein, karbohidrat, lipid dan vitamin. Hormon tiroid diperlukan untuk pertumbuhan otak dan proses mielinisasi dari sistem konektivitas jaringan saraf. Periode kritis terbesar untuk perkembangan otak akan dipengaruhi hipotiroid, yaitu pada beberapa minggu atau bulan setelah lahir. 2.2.2.5 Patofisiologi



Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan untuk alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari kekurangan hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu defisiensi hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah.



Page 58



Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu akan menekan struktur di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia. Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi achlorhydria (pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal, bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh. Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat. 2.2.2.6 Gejala Klinis Tanda-tanda klinis dini dari hipotiroid kongenital tidak dapat dikenali dengan mudah dan pasti, sehingga banyak negara telah menganjurkan



dilakukan



skrining



hormon



tiroid



pada



neonatus.



Manifestasi klinis dini tersebut antara lain: 1.



Gangguan regulasi termal, seperti: hipotermia, sianosis perifer, ekstremitas dingin



2.



Gangguan



gastrointestinal,



seperti:



gangguan



makan,



distensi



abdomen, muntah, konstipasi 3.



Gangguan neuromuskular, seperti: hipotonia, letargi



4.



Keterlambatan maturasi skeletal, seperti: fontanela dan sutura kranialis lebar, epifisis femoral distal tidak tampak



5.



Keterlambatan maturasi biokimia yaitu ikterus Setelah bayi berusia 3 bulan mulai terlihat gambaran kretin



sporadik klasik yaitu suara tangis berat atau parau, lidah membesar,



Page 59



hipoplasia hidung/nasoorbital, kulit kasar dan kering, hernia umbilikalis, dan refleks tendon menurun serta terlambat mencapai perkembangan sesuai umur. Setelah anak berusia 6 bulan anak akan tampak bodoh karena retardasi mental. Pada kurun usia berikutnya di samping pertumbuhan tinggi badan yang sangat terganggu (cebol) terdapat juga gangguan neurologik khususnya tanda-tanda disfungsi serebeler, misalnya gangguan keseimbangan, tremor, disartri, dan lainnya. Apabila hipotiroid kongenital ini tidak diobati maka akan timbul komplikasi yaitu gangguan tumbuh/short stature, gangguan perkembangan intelek (intelectual disability/retardasi mental), gangguan pendengaran dan dekompensasi kordis. Keterlambatan pemberian terapi setiap satu bulan akan menurunkan IQ 1 poin. 2.2.2.6 Komplikasi Penyakit yang sering muncul akibat hipotiroidisme adalah: 1.



Koma Miksedema Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidsme termaasuk hipotermia tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala (Corwin, 2009).



2.



Penyakit Hashimoto Disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat otoantibodi yang merusak jaringan tiroid. Ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal.



3.



Gondok Endemic Hipotiroid akibat ddeffisiensi iodium dalam makanan. ini terjadi karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalam usaha untuk menyerap semua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya umpan balik.



Page 60



4.



Karsinoma Tiroid Karsinoma tiroid dapat terjadi akibat terapi tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH atau terapi iodium radioaktif untuk menghancurkan



jaringan



tiroid.



Terapi-terapi



tersebut



akan



merangsang poliferasi dan hiperplasia sel tiroid. 5.



Masalah Jantung Hormon tiroid, terutama triiodothyronine (T3), mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak langsung. Mereka terkait erat dengan denyut jantung dan output jantung. T3 memberikan manfaat tertentu dengan relaksasi otot polos pembuluh darah dapat mengalir lancar melalui pembuluh darah.



2.2.2.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium Penegakan diagnosis hipotiroid kongenital adalah berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Apabila diagnosis hanya didasarkan pada gejala klinis saja maka diagnosis akan terlambat 6-12 minggu atau lebih, sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium yang mendukung. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain pemeriksaan darah rutin/darah perifer dan fungsi tiroid (TSH, T4 total/TT4 atau T4 bebas/fT4). Kadar TSH normal di bawah 20-25µU/ml setelah 24 jam pertama kehidupan. Bila kadar TSH antara 25-50 µU/ml maka perlu evaluasi lebih lanjut seperti kadar T4. Bila kadar TSH > 50 µU/ml kemungkinan hipotiroid kongenital sangat besar. Kadar TSH yang sangat tinggi



dan kadar



fT4



yang sangat



rendah kebanyakan karena



atireosis/aplasia tiroid. Anemia sering terjadi pada pasien hipotiroid dimana jenis anemia normositik normokrom adalah paling sering, namun kadang juga bisa mikrositik yang disebabkan karena penurunan absorpsi besi atau makrositik karena defisiensi folat dan kobalamin. Gambaran sumsum tulang tampak lemak lebih banyak dan hiposeluler, sedangkan eritropoesis biasanya normoblastik. Pada anemia makrositik dan susmsum tulang



Page 61



megaloblastik perlu dipikirkan adanya penyakit autoimun sehingga antibodi melawan sel parietal sebagaimana melawan kelenjar tiroid. Terapi hormon biasanya cukup efektif. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan radiologis ditujukan untuk mengetahui beberapa gejala dari hipotiroid misalnya adanya kardiomegali pada foto toraks, dan umur tulang yang terlambat (delayed bone age). Pemeriksaan Sidik Tiroid Sintigrafi atau sidik tiroid menggunakan Tc99 atau I123 dapat membantu dalam menentukan etiologi hipotiroid kongenital. Tidak adanya uptake radionuclide



memberikan kemungkinan



sporadic athyroid



hipotiroidism, tiroid ektopik di lingual atau sublingual Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi dapat digunakan sebagai pengganti sidik tiroid tapi pemeriksaan ini tidak dapat menentukan adanya tiroid ektopik.



Gambar 5. Bagan Alur Skrining Hipotiroid Kongenital dan Tindak Lanjut 2.2.2.8 Tatalaksana



Page 62



Tindakan utama dalam tatalaksana pasien dengan hipotiroid kongenital adalah diagnosis dini dan replacement therapy hormon tiroid. Waktu yang paling baik untuk pemberian hormon tiroid adalah bila diagnosis dapat ditegakkan sebelum bayi berumur 13 hari dan kadar hormon tiroid dalam darah mencapi normal dalam umur 3 minggu. Namun demikian beradasarkan pedoman IDAI retardasi mental dapat dicegah bila hipotiroid ini ditemukan dan diobati sebelum usia 1 bulan. Dengan meningkatkan kadar tiroksin di dalam tubuh maka akan membantu proses mielinisasi susunan saraf pusat sehingga perkembangan fungsi otak dapat dibantu khususnya dalam periode perkembangan otak (0-3 tahun). Preparat yang diberikan adalah L-tiroksin. Adapun dosis yang diberikan sesuai dengan usia pasien serta berdasarkan respon klinis maupun laboratorium terhadap terapi yang diberikan. Tabel 1. Dosis pemberian obat L-tiroksin berdasarkan usia Usia



Dosis (µg/kg/hari)



0-3 bulan



10-15



3-6 bulan



8-10



6-12 bulan



6-8



1-5 tahun



4-6



6-12 tahun



3-5



>12 tahun



2-4



Kemungkinan hipertiroid perlu diwaspadai pada pemberian awal tiroid (dosis tinggi). Pemeriksaan yang perlu dilakukan secara berkala antara lain fungsi tiroid (setiap bulan apabila terdapat perubahan dosis terapi). Efek samping yang dapat muncul antara lain hiperaktif, kecemasan, takikardia, palpitasi, tremor, demam, dan berat badan menurun. Apabila fase perkembangan kritis otak sudah dilalui, pemantauan dapat dilakukan 3 bulan sekali dengan memperhatikan pertumbuhan linier, berat badan, perkembangan motorik dan bahasa serta kemampuan akademis untuk yang sudah bersekolah. Apabila terjadi regresi atau stagnasi perkembangan, kepatuhan pengobatan perlu diselidiki.



Page 63



2.2.2.9 Prognosis Diagnosis sedini mungkin dan terapi yang adekuat akan memberikan hasil yang lebih baik. Namun demikian, studi menunjukkan bahwa walaupun diterapi sedini mungkin akan tetap memiliki kelainan intelektual meskipun hanya sedikit.



2.2.4 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Yang Mengalami Gangguan Hipotiroid Teori Asuhan Keperawatan pada Pasien Hipotiroid Pengkajian 1. Identitas klien a. umur: kebanyakan terjadi pada usia tua yaitu antara umur 30-60 tahun dan pada bayi pada hipotiroidisme kongenital b. jenis kelamin: Hipotiroidisme lima kali lebih banyak diderita oleh perempuan daripada laki-laki namun tidak menutup kemungkinan dapat diderita oleh laki-laki 2. Keluhan utama klien Keluhan utama klien mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh a. Sistem pernapasan: dispneu atau merasa sesak saat beraktivitas, sleep apneu b. Sistem pencernaan: Pasien biasanya akan merasa tidak nafsu makan atau anoreksia dan kesulitan untuk buang air besar (konstipasi) c. Sistem kardiovaskuler: terjadi bradikardi d. Sistem musculoskeletal: pasien akan merasakan nyeri otot, kesemutan, dan gerak otot lambat e. Sistem neurologik dan Emosi/psikologis: fungsi intelektual lambat, berbicara lambat dan terbata – bata dan gangguan memori f. Metabolik: penurunan metabolism basal yang menyebabkan penurunan suhu tubuh dan intoleransi terhadap dingin 3. Riwayat penyakit saat ini 4. Riwayat penyakit dahulu 5. Riwayat kesehatan klien dan keluarga.



Page 64



6. Pemeriksaan fisik mencakup a. Penampilan secara umum: amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lambat. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat. b. Aktivitas atau istirahat : pasien lebih banyak tidur, gerakan melambat, berkurangnya reflek, kelemahan otot proksimal c. Sirkulasi : bradikardia, gangguan kontraktilitas, penurunan curah jantung, dan kardiomegali ( paling banyak disebabkan oleh efusi perikard), anemia d. Eliminasi :Penurunan kemampuan ekskresi kelebihan cairan cairan dan hiponatremia, Penurunan peristaltik usus yang menyebabkan konstipasi e. Makanan / Cairan: Anoreksia, Peningkatan berat badan akibat penurunan metabolisme f. Neurosensori: lebih sering mengantuk, penurunan reflek otot, kesemutan, dan gangguan memori, pusing g. Pernapasan: sesak dengan aktivitas, gangguan respon ventilasi terhadap hiperkapnia dan hipoksia, hipoventilasi, sleep apnea, dapat ditemukan efusi pleura h. Seksualitas: perubahan ovulasi, anovulasi, dan penurunan libido (Subekti dan Purnamasari: 2007) 7. Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya, mengurung diri. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. dapat dikaji bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri 8. Pemeriksaan penunjang yaitu suatu pemeriksaan medis yang dilakuan atas indikasi tertentu guna memperoleh ketarangan yang lebih lengkap. Pemeriksaan penunjang pada kasus hipotyroid mencakup: -



Pemeriksaan thoraks,



-



Pemeriksaan Hemoglobulin



Page 65



Pemeriksaan hemoglobin merupakan pemeriksaan yang cukup akurat untuk menentukan keadaan anemia, yang diikuti dengan pemeriksaan hematokrit dan juga pemeriksaan jumlah retikulosit. Pada pasien yang menderita hipotiroid kadar HB nya akan lebih kecil dari kadar HB normal. -



Pemeriksaan TSH, T3 dan T4 Thyroid stimulating hormone (TSH) adalah hormon yang dihasilkan oleh hipofisa anterior. TSH berfungsi merangsang produksi hormon tiroid seperti T4 dan T3 melalui reseptornya yang ada di permukaan sel tiroid. Sintesis dari TSH ini dipengaruhi oleh thyrotropin releasing hormone (TRH) yang dihasilkan oleh hypothalamus bila didapatkan kadar hormon tiroid yang rendah di dalam darah. Bila kadar T3 dan T4 meningkat, produksi TSH akan ditekan sehingga akan terjadi penurunan kadar T3 dan T4. Level TSH yang tinggi menunjukkan kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon tiroid yg adekuat (terutama tiroksin(T4) dan sedikit triiodotironin(fT3). (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal). Tetapi, untuk mendiagnosis hipotiroidisme sekunder dan tertier tidak dapat dgn hanya mengukur level TSH. Oleh itu, uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan hipotiroidisme masih disuspek), sbb: free triiodothyronine (fT3), free levothyroxine (fT4), total T3, total T4 dan 24 hour urine free T3.



Diagnosa 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan fungsi pernafasan. 2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipometabolisme, sekresi hormon tiroid menurun. 3. Hipotermia berhubungan dengan hipometabolisme tubuh. 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan metabolisme. 5. Gangguan eliminasi: defekasi berhubungan dengan penurunan motilitas usus. 6. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan tonus otot.



Kasus: Ny. N 28 tahun dirawat dengan keluhan tidak ada nafsu makan sudah seminggu ini, 1 porsi hanya habis 4 sendok, kesehariannya tidak suka makan yang asin, suka sesak selama 4 hari yang lalu seperti tertekan benda berat dibagian dada



Page 66



skala 8-9 timbul saat bernafas beraktifitas, ada benjolan di leher depan dan nyeri tekan, sering tidur larut malam karena urusan pekerjaan sejak 10 tahun yang lalu, cepat lelah, tampak gelisah, rambutnya rontok sangat banyak setiap kali menyisir, suaranya seminggu ini parau, kuku juga mudah rapuh, dia tidak mengerti kenapa ini terjadi, kegiatan sehari-harinya sering dibantu oleh keluarga seperti makan, minum, mandi karena cepat merasa kekah. Ketika diperiksa oleh perawat yang bertugas pemeriksaan fisik didapat TD 90/60 mmHg, Nadi : 64 x/menit , suhu : 37,3oC, RR 25x/menit, dangkal terdapat wheezing. Miksedema: hasil rongen thorax: efusi pleura. Hasil pemeriksaan laboratorium: HB: 8g/dl normal : wanita 12-16 gr/dl : pria 14-18gr/dl T3 : 0,15mg/dl normal: 0,58-1,59 mg/dl T4 : 0,2 µg/dl normal : 4,3-13,4mg/dl TSH : 5,00 µlU/ml normal : 0,50-4,0 mIU/ml Identitas Pasien: Nama



: Ny. N



Tempat, tanggal lahir



: Surabaya, 23 Februari 1968



Umur



: 45 tahun



Jenis Kelamin



: Perempuan



Agama



: Islam



Berat badan



: 40 kg



Tinggi badan



: 160 cm



Suku



: Jawa



Pekerjaan



: Ibu rumah tangga



Status perkawinan



: Menikah



Status Pendidikan



: SLTA



Diagnosis medis



: Hypotyroid



Riwayat Kesehatan: 



Keluhan utama: klien tidak ada nafsu makan sudah seminggu ini, suka sesak selama 4 hari yang lalu seperti tertekan benda berat dibagian dada skala 8-9 timbul saat bernafas beraktifitas, ada benjolan di leher depan dan nyeri tekan, sering tidur larut malam karena urusan pekerjaan sejak 10 tahun yang lalu, cepat lelah, tampak gelisah,



Page 67



rambutnya rontok sangat banyak setiap kali menyisir, suaranya seminggu ini parau, kuku juga mudah rapuh, dia tidak mengerti kenapa ini terjadi, tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri. 



Riwayat penyakit sekarang: klien mengalami hipotiroid







Riwayat penyakit terdahulu: Klien tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu tetapi klien sering tidur larut malam karena urusan pekerjaan sejak 10 tahun yang lalu.







Riwayat kesehatan keluarga: Keluarga klien tidak ada yang memiliki penyakit hipotiroid.



Pemeriksaan Fisik: a. Pola istirahat dan tidur: Klien sangat malas untu beraktivitas dan ingin tidur sepanjang hari b. System pencernaan: Lidah tampak menebal, nafsu makan berkurang, anoreksia, peningkatan berat badan, konstipasi, distensi abdomen. c. System kardiovaskuler: Perbesaran jantung, distritmia, hipotensi, nadi lambat, penurunan frekuensi denyut jantung, penurunan curah jantung. d. System musculoskeletal: Parastesia dan reflek tendon menurun, gerak-gerik klien lamban, lemah, cepat lelah, sakit pada sendi dan otot, gerkan yang canggung lamban. e. System neurologic: Berbicara lambat, kelopak mata turun, wajah bengkak, pusing, pucat, perlambatan daya piker, berbicara lambatdan terbata-bata, gangguan memori, perhatian kurang, letargi atau somnolen, bingung, hilang pendengaran. f. System reproduksi: Terjadi perubahan menstruasi seperti amenore atau masa menstruasi yang memanjang. g. System integument: Kulit kasar, tebal dan bersisik, dingin dan pucat, tidak ditahan terhadap dingin, pembengkakan dan edema kulit, terutama dibawah mta dan di pergelangan kaki, pertumbuhan



Page 68



kuku buruk, kuku menebal, rambut kering, kasar, rontok dan pertumbuhannya buruk . h. Emosi/ psikologis: Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya, mengurung diri, depresi, apatis, agitasi, paranoid dan menarik diri. i. Pemeriksaan fisik B1-B6 - B1 (Breathing) a. ·



Inspeksi: Bentuk dada normal diameter anteroposteriorndalam



proporsi terhadap diameter lateral 1:2 ·



Gerakan dinding dada dextra dan sinistra simetris



·



Frekuensi pernapasan : 25x/menit, dangkal



·



Tidak terdapat lesi dan kemerahan dipermukaan kulit



b.



Palpasi :



·



Tidak terdapat nyeri tekan di bagian dada



·



Tidak terdapat emfisema subkutis



·



Ekspansi dada anterior posterior terangkat, bergerak



bebas sesuai dengan irama pernapasan ·



Fremitus vocal : getaran terasa oleh kedua telapak



tangan ·



Taktil fremitus : bunyi dinding dada terdengar



c.



Perkusi :



·



Anterior dan posterior terdengar bunyi sonor



d.



Auskultasi :



·



Anterior thorax terdengar bunyi wheezing



·



Terdengar bunyi bronchial diatas trakea



- B2(Blood) a. ·



Inspeksi: Tidak terdapat jaringan parut yang menandakan



adanya Luka post op pembedahan pada jantung ·



Terdengar denyut apex pada ICS 5 1cm dari MCL



·



Irama jantung : 64x/menit, regular



Page 69



b.



Palpasi :



·



tidak terdapat peningkatan JVP



·



tidak terdapat thrill



·



tekanan darah : 90/50 mmHg, hipotensi



c.



Perkusi :



·



Tidak terdapat pembesaran jantung



·



Suara dullness pada area jantung



d.



Auskultasi :



·



BJ 1 : terdengar



·



BJ 2 : terdengar



·



S1 : terdengar keras



·



S2 : mengeras



·



S3 : -



-B3(Brain) a.



Pemeriksaan kepala dan leher



·



Bentuk kepala : simetris



·



Leher : terdapat benjolan



·



Rambut rontok sangat banyak tiap kali menyisir



rambut b.



Pemeriksaan raut muka



·



Bentuk muka : bulat, lonjong dan sebagainya



·



Ekspresi wajah tampak meringis kesakitan



·



Muka pucat (anemia)



c.



Pemeriksaan bibir



·



Bibir : mukosa bibir kering, tidak sianosis



d.



Pemeriksaan neurosensori



·



Kesadaran : composmentis



·



Keadaan umum : lemah



·



GCS : E:4 V:5 M:6



e.



Pemeriksaan saraf cranial



·



Saraf I (Olfaktorius Nerve)



Page 70



o Pasien dapat membedakan aroma kopi dan teh ·



Saraf II (Optikus Nerve) o Penglihatan 6/100



·



Saraf III, IV, VI (okulomotorius Nerve, Toklearis



Nerve dan Abdusen Nerve) o Gerakan palpebra : normal, dapat memejamkan mata dan membuka mata o Pupil : pupil : isokor, reflek terhadap cahaya, diameter (kanan dan kiri) ±3 mm ·



Saraf V (trigeminus Nerve) o Fungsi motorik nerve trigeminus : otot – otot dapat berkoordinasi saat mengunyah



·



Saraf VII ( facialis ) o Inspeksi wajah : simetris o Ekspresi wajah : meringis kesakitan



·



Saraf VIII ( Vestibulokoklearis) o Pendengaran : dapat mendengar o Fungsi vestibular : berdiri tegak dan berjalan seimbang



·



Saraf IX dan X ( glosofaringeus Nerve dan Vagus



Nerve) o Mekanisme menelan : proses menelan normal tidak ada nyeri telan ·



Saraf XI ( aksesorius Nerve) o Inspeksi



fungsi



otot



:



otot



sternokleidomatoidesus dan otot trapedius berfungsi dengan normal ·



Saraf XII ( Hiplogosus Nerve) o Lidah



:



semetris,



dapat



bergerak,



dapat



mengucapkan artikulasi dengan jelas -B4(Bladder) a.



Inspeksi :



Page 71



·



Tidak terpasang kateter



·



Urine : warna kuning kecoklatan, ±1500cc/hari



·



Tidak terdapat distensi kandung kemih



b.



Palpasi :



·



Tidak terdapat nyeri tekan di daerah pubica



-B5(Bowel) a.



Inspeksi :



·



Perut datar, tidak ada lesi, warna kulit sama dengan



sekitanya ·



Rongga mulut : tidak ada lesi



·



Tidak terpasang NGT



·



Tidak nafsu makan, mual. porsi hanya habis 4



sendok ·



Muntah banyak sekali kurang lebih 5 kali sehari



b.



Palpasi :



· Abdomen tidak asites · Nyeri tekan pada abdomen kuadran kiri atas, daerah epigastrium di bawah processus xipoideus skala c.



Perkusi :



·



Suara tympani di seluruh bagian abdomen, pekak



pada area hepar d.



Auskultasi :



·



Peristaltic usus : 4x/menit, durasi 4 detik, interval



teratur -B6(Bone) a.



Inspeksi :



Ekstremitas atas : terpasang infuse RL 20 tpm Ekstremitas bawah : tidak terpasang alat bantu Turgor kulit : normal Kekuatan otot: 4 4



4



4



Page 72



b.



Palpasi :



Tidak terdapat odeme Pemeriksaan Penunjang 1. Miksedema 2. Rongen thorax: efusi pleura. 3. Hasil pemeriksaan laboratorium: -



HB: 8g/dl normal : wanita 12-16 gr/dl : pria 14-18gr/dl



-



T3 : 0,15mg/dl normal: 0,58-1,59 mg/dl



-



T4 : 0,2 µg/dl normal : 4,3-13,4mg/dl



-



TSH : 5,00 µlU/ml normal : 0,50-4,0 mIU/ml



Data Fokus: Data Subjektif



Data Objektif



1. Klien mengeluh tidak ada nafsu



1. Tanda-tanda vital:



makan selama seminggu terakhir, 1 TD : 90/60 mmHg porsi hanya habis 4 sendok.



Nadi : 64 x/menit



2. Klien mengeluh mengalami sesak Suhu : 37,3oC nafas seperti tertekan benda berat RR: 25x / menit dibagian dada skala 8-9 timbul saat



2. Miksedema



bernafas beraktifitas



3. Nafas klien dangkal dan terdapat



3. Klien mengeluh rambutnya rontok sangat banyak ketika disisir 4. Klien mengatakan suaranya parau selama seminggu terakhir. 5. Klien mengatakan kukunya mudah rapuh



bisa terjadi



5. Klien



terlihat



mengalami



perlambatan daya pikir 6. Klien



terlihat



sesak



dan



memegangi dada 7. Klien terlihat cemas dan gelisah



7. Klien mengeluh suka merasa dingin



sangat panas.



4. Hasil rongent thorax : efusi pleura



menggunakan otot bantu nafas dan



6. Klien tidak mengerti mengapa ini



walaupun



wheezing.



udara



dilingkungan



8. Klien terlihat lemah, cepat Lelah dan pucat 9. Kulit klien teraba kasar, tebal,



Page 73



8. Klien mengeluh nyeri tekan pada pada benjolan di leher



bersisik, dingin, dan pucat 10. Klien terlihat mengalami gangguan



9. Klien sering tidur larut malam



memori



karena urusan pekerjaan sejak 10



11. Terdapat benjolan pada leher klien



tahun yang lalu



12. Hasil pemeriksaan laboratorium:



10. Klien mengeluh cepat lelah. 11. Klien



mengatakan



tidak



bisa



melakukan kegiatan sehari-harinya



HB: 8g/dl normal : wanita 1216 gr/dl : pria 14-18gr/dl



-



secara mandiri



T3 : 0,15mg/dl normal: 0,581,59 mg/dl



-



T4 : 0,2 µg/dl normal : 4,313,4mg/dl



Analisa Data: DATA



MASALAH



ETIOLOGI



DS:



Pola nafas tidak efektif



Depresi ventilasi



1. Klien mengeluh mengalami sesak nafas seperti tertekan benda berat dibagian dada skala 8-9 timbul saat bernafas dan beraktivitas 2. Klien mengatakan suaranya parau selama seminggu terakhir.



DO: 1. Tanda-tanda vital: TD : 90/60 mmHg Nadi : 64 x/menit Suhu : 37,3oC RR : 25 x/menit dangkal Memiliki suara tambahan wheezing 3. Hasil rongent thorax : efusi pleura 4. Klien terlihat menggunakan otot



Page 74



bantu nafas dan memegangi dada 5. Klien terlihat cemas dan gelisah 6. Terdapat benjolan pada leher klien



DS:



Penurunan curah jantung



1. Klien mengeluh mengalami sesak



Degenerasi otot jantung (miokarditis)



nafas 2. Klien mengatakan suaranya parau selama seminggu terakhir. 3. Klien mengeluh cepat lelah.



DO: 4. Tanda-tanda vital: TD : 90/60 mmHg Nadi : 64 x/menit Suhu : 37,3oC RR : 25 x/menit 5. Hasil rongent thorax : efusi pleura 6. Klien terlihat memegangi dada 7. Klien terlihat cemas dan gelisah 8. Klien terlihat lemah, cepat Lelah dan pucat DS:



Perubahan nutrisi kurang Peningkatan metabolism



1. Klien mengeluh tidak ada nafsu dari kebutuhan makan selama seminggu terakhir 2. Klien rontok



mengeluh sangat



rambutnya



banyak



ketika



Page 75



disisir 3. Klien



mengatakan



kukunya



mudah rapuh 4. Klien mengeluh nyeri tekan pada pada benjolan di leher sehingga klien



mengalami



kesulitan



menelan DO: 1. Tanda-tanda vital: TD : 90/60 mmHg Nadi : 64 x/menit Suhu : 37,3oC 2. Hasil rongent thorax : efusi pleura 3. Klien terlihat lemah, cepat Lelah dan pucat 4. Kulit klien teraba kasar, tebal, bersisik, dingin, dan pucat 5. Terdapat benjolan pada leher klien yang menyebabkan klien kesulitan menelan DS:



Intolerensi aktifitas



1. Klien sering tidur larut malam



Penekanan



produksi



Tyroid dan kelemahan



karena urusan pekerjaan sejak 10 tahun yang lalu 2. Klien mengeluh cepat lelah 3. Klien



mengatakan



melakukan



tidak



kegiatan



bisa



sehari-



harinya secara mandiri DO: 1. Tanda- tanda vital TD : 90/60 mmHg Nadi : 64 x/menit



Page 76



H.



Suhu : 37,3oC RR : 25 x/menit dangkal 2. Klien terlihat lemah, cepat Lelah dan pucat. 3. HB: 8g/dl normal : wanita 1216 gr/dl 4. Kekuatan otot 4



4



4



4



Diagnosa Keperawatan:



Page 77



No Diagnosa Keperawatan



1.



Ketidakefektifan



Tujuan dan Kriteria Hasil



pola Setelah



dilakukan



nafas berhubungan dengan keperawatan penurunan ventilasi



selama



Intervensi



tindakan Monitor Pernafasan ( 3350 ) 3 x 24



jam



1. Monitor



kecepatan,



diharapkan masalah keperawatan pola



irama, kedalaman, dan



napas tidak efektif dapat teratasi



kesulitan bernafas



(Domain 4, kelas 4, kode dengan kriteria hasil :



Rasional:



00032)



mengetahui apakah pasien sudah Status Pernafasan: Ventilasi (0403) 1



Definisi : Inspirasi ekspirasi



dan/atau yang



tidak



memberi ventilasi yang adekuat.



Frekuesi pernafasan kembali



2. Catat pergerakan dada,



normal yaitu mencapai 18-22



catat



x/menit



penggunaan



dan



tidak



Irama normal



lagi



kembali



tidak



dan intercostal Rasional:



Memonitor



Klien tidak lagi menggunakan mengetahui otot bantu nafas



4



otot-otot



pada otot suplaclaviculas



lagi



mengalami sesak 3



ketidaksimetrisan,



bantu nafas, dan retraksi



pernafasan dan



dapat



tidak mengalami sesak nafas



mengalami sesak 2



Memonitor



dapat



perkembangan



pasien tidak lagi mengalami otot



Suara auskultasi nafas pasien bantu nafas lagi pada saat pasien kembali normal



bernafas 3. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk



Tingkat Nyeri (2102) 1



2



3



Tidak



ada



nyeri



yang



kegitan



yang



dilaporkan lagi oleh klien.



meningkatkan



atau



Klien tidak lagi mengalami



memperburuk sesak nafas



kehilangan nafsu makan.



tersebut



Frekuensi nafas klien kembali Rasional: normal



4



mengetahui



Tekanan darah klien kembali apakah normal yaitu 120/80 mmHg



Memonitor



dapat



perkembangan



pasien



sudah



tidak



mengalami sesak nafas 4. Monitor hasil foto thoraks



Page 78



Rasional:



monitor



dapat



mengetahui perkembangan pada thoraks pasien. 5. Memonitor suara nafas tambahan



seperti



ngorok/mengi Raional:



Memantau



perkembangan suara



nafas



tidak



adanya



tambahan



yang



sebelumnya di alami pasien



Monitor



tanda-tanda



vital



(6680) 1. Monitor suhu,



darah,



nadi,



dan



status



pernafasan dengan tepat Rasional:



Memonitor



perkembangan darah, nadi, dan status pernefasan klien. 2. Identifikasi perubahan



penyebab tanda-tanda



vital Rasional: identifikasi penyebab dapat memudahkan perawat agar pasien



dapat



menghindari



penyebab perubahan tanda-tanda vital pasien 3. Memonitor irama dan laju pernafasan Rasional: monitor irama dan laju pernafasan



dapat



mengetahui



perkembangan pernafasan klien



Page 79



melalui perubahan tanda-tanda vital klien



Manajemen Nyeri (1400) 1. Menggali Bersama pasien factor-faktor yang dapat menurunkan



atau



memperberat nyeri Rasional: gali Bersama pasien mengenai



factor-faktor



agar



perawat mengetahui factor yang dating dari pasien. 2. mengajarkan



prinsip-



prinsip manajemen nyeri Rasional: mengajarkan pasien agar pasien dapat



mengatasi



nyeri secara mandiri 3. Mendorong pasien untuk memonitor



nyeri



dan



menangani nyeri dengan tepat . Rasional:



Mendorong



pasien



dalam melakukan hal tersebut agar pasien dapat merawat dan manajemen



nyerinya



secara



mendiri. 4. Menentukan frekuensi melakukan



kebutuhan untuk pengkajian



ketidaknyamanan pasien dan mengimplementasikan



Page 80



rencana monitor Rasional: Perawat memonitor ketidaknyamanan pasien dengan nyerinya sehingga perawat dapat memberikan kenyamanan kepada pasien untuk mengatasi nyerinya. 2.



Penurunan curah jantung Setelah berhubungan



dilakukan



dengan keperawatan



bradikardia



tindakan Monitor Pernafasan ( 3350 )



selama



3 x 24



diharapkan masalah



jam



keperawatan



penurunan curah jantung pasien dapat



1. Monitor



kecepatan,



irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas



(domain 4, kelas 4, kode teratasi dengan kriteria hasil :



Rasional:



00029)



mengetahui apakah pasien sudah



1



Ketidakadekuatan yang



dipompa



darah oleh



Pasien tidak lagi mengalami perasaan gelisah



2



Pasien



dapat



tidak mengalami sesak nafas



Tingkat Kecemasan (1211) Definisi:



Memonitor



2. Catat pergerakan dada, catat



tidak



lagi



penggunaan



otot-otot



jantung untuk memenuhi



menyampaikan



kebutuhan



cemasnya secara lisan



pada otot suplaclaviculas



Perubahan pada pola makan



dan intercostal



tubuh



metabolok 3



perasaan



ketidaksimetrisan,



pasen kembali normal



bantu nafas, dan retraksi



Rasional:



Memonitor



mengetahui



tidak



lagi bantu nafas lagi pada saat pasien



mengalami kelelahan 2. Pasien



tidak



mengalami



bernafas lagi



3. Monitor keluhan sesak



kehilangan



nafas pasien, termasuk



selera makan 3. Fungsi



Tiroid



kembali normal



perkembangan



pasien tidak lagi mengalami otot



Tingkat Kelelahan (0007) 1. Pasien



dapat



pasien



kegitan



yang



meningkatkan



atau



memperburuk sesak nafas tersebut



Status Pernafasan (0415) 1. Frekuesi



Rasional: pernafasan mengetahui



Memonitor



dapat



perkembangan



Page 81



kembali normal dengan apakah



pasien



sudah



tidak



RR mencapai normal mengalami sesak nafas yaitu 18-22 x/menit dan



4. Monitor hasil foto thoraks



tidak lagi mengalami Rasional: sesak



monitor



mengetahui perkembangan pada



2. Irama



pernafasan thoraks pasien.



kembali



normal



dan



5. Memonitor suara nafas



tidak lagi mengalami



tambahan



sesak



ngorok/mengi



seperti



3. Kepatenan jalan nafas Raional: tidak



dapat



terganggu



Memantau



dan perkembangan



kembali normal



suara



nafas



tidak



adanya



tambahan



yang



4. Suara auskultasi nafas sebelumnya di alami pasien pasien kembali normal Monitor Tanda-Tanda Vital (0802) 1. Tingkat



pernafasan



pernafasan



vital



(6680) pasien



1. Monitor



kembali normal 2. Irama



tanda-tanda



suhu, pasien



kembali normal



darah, dan



nadi, status



pernafasan dengan tepat Rasional:



Memonitor



3. Tekanan darah diastolic pasien perkembangan darah, nadi, dan kembali normal



status pernefasan klien.



4. Tekanan darah sistolik pasien



2. Identifikasi



kembali normal



perubahan



penyebab tanda-tanda



vital Keefektifan Pompa Jantung (0400)



Rasional: identifikasi penyebab



1. Tekanan darah sistol pasien dapat memudahkan perawat agar kembali normal



pasien



dapat



menghindari



2. Tekanan darah diastole pasien penyebab perubahan tanda-tanda kembali normal 3. Kelelahan pasien hilang



yang



vital pasien dirasakan



3. Memonitor irama dan laju pernafasan



Page 82



4. Pasien tidak lagi mengalami Rasional: monitor irama dan laju pucat.



pernafasan



dapat



mengetahui



perkembangan pernafasan klien melalui perubahan tanda-tanda vital klien



Manajemen Nyeri (1400) 1. Menggaliali



Bersama



pasien factor-faktor yang dapat menurunkan atau memperberat nyeri Rasional: gali Bersama pasien mengenai



factor-faktor



agar



perawat mengetahui factor yang dating dari pasien. 2. Ajarkan



prinsip-prinsip



manajemen nyeri Rasional: mengajarkan pasien agar pasien dapat



mengatasi



nyeri secara mandiri 3. Mendorong pasien untuk memonitor



nyeri



dan



menangani nyeri dengan tepat . Rasional:



Mendorong



pasien



dalam melakukan hal tersebut agar pasien dapat merawat dan manajemen



nyerinya



secara



mendiri. 4. Menentukan frekuensi melakukan



Page 83



kebutuhan untuk pengkajian



ketidaknyamanan pasien dan mengimplementasikan rencana monitor Rasional: Perawat memonitor ketidaknyamanan pasien dengan nyerinya agar perawat dapat memberikan kenyamanan kepada pasien untuk mengatasi nyerinya.



Perwatan Jantung ( 3350 ) 1. Memonitor



tanda-tanda



vital secara rutin. Rasional:



Melihat



perkembangan jantung melalui tanda-tanda vital pasien 2. Mencatat tanda dan gejala penurunan curah jantung Rasional:



Tanda



dangejala



apabila diketahui lebih awal akan mendapatkan penanganan lebih cepat. 3. Evaluasi



perubahan



tekanan darah Rasional: Tekanan darah pasien mempengaruhi penurunan curah jantung pasien. 4. Memonitor sesak nafas, kelelahan, takipnea, dan orthopnea Rasional:



Memantau



perkembangan



kesehatan



Page 84



dan



pengurangan keluhan pasien.



3



Ketidakseimbangan nutrisi:



kurang



kebutuhan



dilakukan



dari keperawatan



selama



tindakan Manajemen gangguan makan 3 x 24



tubuh diharapkan masalah



berhubungan kurang



Setelah



jam (1030)



keperawatan



1. Mendorong



dengan ketidakseimbangn nutrisi pasien dapat



minat



untuk mendiskusikan



pada teratasi dengan kriteria hasil :



makanan



makanan



1. Asupan gizi pasien kembali



00002)



terpenuhi 2. Asupan



gizi Rasional: Dengan makanan yang



makanan



pasien disukai



kembali terpenuhi



klien



klien dapat



memungkinkan memiliki



nafsu



3. Asupan cairan pasien kembali makan untuk memenuhi asupan



Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk



yang



disukai dengan ahli



Status Nutrisi (1004)



(domain 2, kelas 1, kode



klien



memenuhi



terpenuhi



makanan klien.



4. Pasien memiliki energi yang



kebutuhan metabolic.



2. Memonitor



adekuat



tanda



5. Rasio berat badan/ tinggi bada



tandafisiologis



(tanda-tanda



kembali normal



vital,



elektrolit) Rasional:



memonitor



mengetahui



Nafsu Makan (1014)



untuk



perkembangan



1. Hasrat keinginan pasien untuk nutrisi klien makan tidak terganggu lagi



3. Memonitor perilaku



2. Intake makanan pasien adekuat



klien



3. Intake nutrisi pasien adekuat



berhubungan



4. Intake cairan pasien adekuat



pola



5. Rangsangan



penambahan



pasien



untuk



makan tidak terganggu



yang denga makan,



kehilangan



dan berat



badan. Rasional:



Tingkat Nyeri (2102) 1



Tidak



ada



nyeri



dilaporkan lagi oleh klien.



yang mengetahui asupan



Memonitor



dapat



perkembangan



makanan



Page 85



atau



pola



2



Klien tidak lagi mengalami makanan kehilangan nafsu makan.



3



klien



dan



penambahan/penurunan



berat



Intoleransi makanan kembali badan klien. normal.



4. Monitor berat badan klien secara rutin Rasional:



memonitor



dapar



mengetahui perkembangan berat badan klien.



Pemberian Makan (1050) 1. Ciptakan



lingkungan



yang



menyenangkan



selama makan Rasional: ciptakan lingkungan menyenangkan



dapart



membangkitkan



minat



pasien



untuk makan. 2. Menyediakan nyeri



yang



pereda adekuat



sebelum makan dengan tepat Rasional: memberikan Pereda nyeri saat



makan membantu



pasien makan dengan lahap tanpa merasa adanya nyeri 3. Mengatur



makanan



sesuai



dengan



kesenangan pasien Rasional:



meningkan



selera



makan pasien. 4. Memberikan air minum pada saat makan.



Page 86



Rasional: mengantisipasi jika pasien



mengalami



kesusahan



menelan. 5. Menyuapi pasien tanpa terburu-buru/ pelan Rasional:



Dengan



menyuapi



secara pelan-pelan Pasien dapat terhindar dari nyeri yang dialami.



Monitor Nutrisi (1160) 1. Monitor turgor kulit dan mobilitas Rasional:



Memantau



perkembangan pemberian nutrisi kepada pasien melalui monitor turgor kulit pasien 2. Identifikasi



adanya



abnormalitas (missal,



rambut



kering,



tipis,



kasar, dan mudah patah) Rasional: Mengetahui penyebab terjadinya abnormalitas rambut 3. Identifikasi



perubahan



nafsu makan dan aktivitas akhir-akhir ini Rasional: Mengetahui Penyebab pasien



mengalami



kehilangan



nafsu makan 4. Identifikasi ketidaknormalan



adanya kuku



(missal., retak, terpisah, pecah, rapuh dan kaku)



Page 87



Rasional:



Mengidentifikasi



keparahan



kebutuhan



nutrisi



pasien melalui ketidaknormalan kuku. 4.



Intoleran



aktivitas Setelah



berhubungan



dilakukan



dengan keperawatan



keletihan.



tindakan Terapi Aktivitas (4310)



selama



3 x 24



diharapkan masalah



jam



1. Membnantu klien untuk



keperawatan



mengidentifikasi aktivitas



intoleransi aktivitas dapat teratasi



yang didinginkan



(domain 4, kelas 4, kode dengan kriteria hasil :



Rasional:



00092)



klien



Toleransi Terhadap Aktivitas



Membatasi aktivitas



dan



mengidentifikasi



1. Frekuensi pernafasan pasien aktivitas klien untuk menghindari ketika



Definisi: Ketidakcukupan



energi



psikologis atau fisologis untuk atau



mempertahankan



beraktivitas



kembali kelelahan pada klien.



normal



2. Membantu



2. Pasien mengalami kemudahan



keluarga



bernapas ketika beraktivitas



hari yang harus atau yang Membatasi ingin dilakukan



kembali aktivitas



aktivitas tertentu



sesuai Rasional:



dengan kemampuan klien.



untuk



kelemahan dalam level



normal



klien



dan



mengidentifikasi



menyelesaikan Tekanan darah sistolik pasien ketika



aktivitas kehidupan sehari- beraktivitas



klien



Membatasi aktivitas



klien sesuai dengan kemampuan



3. Tekanan darah diastolic pasien klien. ketika



beraktivitas



kembali



normal



fisik, sosial, dan spiritual



4. Pasien mengalami kemudahan dalam



3. Memonitor reson emosi,



melakukan



terhadap aktivitas



aktivitas Rasional:



Melihat



hidup harian.



perkembangan dan respon pasien



Tingkat Kelelahan (0007)



secara keseluruhan pada saat



1 Pasien



tidak



lagi melakukan aktivitas.



mengalami kelelahan 2 Pasien



tidak



mengalami



4. Membantu lagi



kehilangan



selera makan 3 Fungsi



Tiroid



aktivitas



dengan fisik



teratur



(misalnya.,



ambulasi, pasien



transfer/berpindah,



Page 88



secara



kembali normal



berputar dan kebersihan



4 Pasien dapat melakukan



diri),



kegiatan sehari-hari tanpa rasa lelah dan mandiri 5 Kualitas



tidur



sesuai



dengan



kebutuhan. Rasional:



pasien Meningkatkan/mengembalikan



kembali normal



kemampuan



pasien



dalam



melakukan aktivitasnya secara Perawatan Diri: Aktivitas sehari- mandiri hari (0300) 1. Pasien



Bantuan Perawatan Diri (1800) dapat



melakukan



1. Memerikan



bantuan



sampai



mampu



kegiatan mandi sendiri 2. Pasien



dapat



melakukan



melakukan perawatan diri



kegiatan makan sendiri



mandiri



3. Pasien dapat ke toilet dengan Rasional: mandiri



pasien



Membantu



mengembalikan pasien



kemampuan



dalam



aktivitasnya



dan



melakukan



dan



mengurangi



tingkat kelelahan pasien. 2. Memonitor perawatan



kemampuan diri



secara



mandiri Rasional:



Memantau



perkembangan pasien mengenai kemampuannya



dalam



melakukan aktivitasnya 3. Mendorong pasien untuk melakukan



aktivitas



normal sehari-hari sampai batas kemampuan pasien Rasional: kemampuan



mengembalikan aktivitas



pasien



secara mandiri sesuai dengan



Page 89



kemampuan pasien. 4. Mengajarkan untuk



keluarga mendukung



kemandirian



dengan



membantu ketika pasien tak mampu melakukan perawatan diri. Rasional:



keluarga



dapat



memberikan



bantuan



kepada



pasien



sesuai



dengan



kemampuan pasien. Peningkatan Tidur (1850) 1. Menentukan



pola



tidur/aktivitas pasien Rasional: menjadwalkan pola tidur pasien akan membantu pasien untuk beristirahat dan mengurangi kelelahannya 2. Memonitor/



mencatat



pola tidur pasien dan jumlah jam tidur Rasional:



Memantau



perkembangan



kualitas



tidur



pasien 3. Memonitor



pola



tidur



pasien dan catat kondisi fisik (misalnya., apnea tidur,



sumbatan



jalan



nafas, nyeri/ketidaknyamanan, dan frekuensi buang air kecil)



dan



Page 90



psikologis



(ketakutan/kecemasan) keadaan yang menggangu tidur. Rasional:



mengidentifikasi



penyebab



dan



menghindari/mengatasi penyebab



terganggunya



pola



tidur pasien 4. Memonitor dalam



partisipasi



kegiatan



melelahkan



yang selama



terjaga untuk mencegah penat yang melelahkan. Rasional: mengurangi aktivitas pasien yang menyebabkan pasien mengalami kesulitas



kelelahan untuk



dan



tidur



dan



beristirahat. 5. Mengajarkan pasien dan orang



terdekat



mengenai



pasien



factor



berkontribusi gangguan (misalnya.,



yang



terjadinya pola



tidur



fisiologis,



psikologis, pola hidup, perubahan



shift



kerja



yang sering, perubahan zona waktu yang cepat, jam kerja yang panjang dan berlebihan dan factor lingkungan lainnya) Rasional: memberi penjelasan



Page 91



kepada pasien mengenai factor penyebab tidur



terganggunya



sehingga



pasien



menghindari hal tersebut.



Evaluasi: 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam, pola jalan nafas pasien kembali normal. 2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam, curah jantung pasien kembali normal. 3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam, keseimbangan nutrisi pasien kembali normal.



Page 92



pola dapat



BAB III PENUTUP



3.1 Kesimpulan Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Sistem endokrin memiliki fungsi untuk mempertahankan hemoestatis, membatu mensekresikan hormon-hormon yang bekerja dalam sistem persyarafan, pengaturan pertumbuhan dan perkembangan dan kontrol perkembangan seksual dan reproduksi. Ditinjau dari segi ilmiah, diabetes mellitus merupakan penyakit kelainan metabolic glukosa (molekul gula paling sederhana yang merupakan hasil pemecahan karbohidrat) akibat defisiensi atau penurunan efektivitas insulin.Kelenjar tiroid adalah salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar ini dapat ditemui di bagian depan leher, sedikit di bawah laring. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh membakar energi, membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon lainnya. Kelenjar tiroid adalah kelenjar yang terletak di dalam leher bagian bawah melekat pada tulang laringm sebelah kanan depan trakea, dan melekat pada laring.



3.2 Saran Tenaga profesi keperawatan perlu melakukan asuhan keperawatan secara sistematis dan terorganisir demi meningkatkan layanan mutu keperawatan dan profesionalitas sehingga menghasilkan praktik keperawatan yang profesional.



Page 93



DAFTAR PUSTAKA



American Diabetes Association.(2014). Diagnosis and classification of diabetes mellitus.Diabetes care, 37(Supplement 1), S81-S90. Arndt, T., Jorns, A., Weiss, H., Tiedge, M., Hedrich, H.-J., Lenzen, S., et al. (2013). A Variable CD3+ T-Cell Frequency in Peripheral Blood Lymphocytes Associated with Type 1 Diabetes Mellitus Development in the LEW.1AR1-iddm Rat. A Variable T-Cell Content in the LEW.1AR1iddm Rat volume 8, 1. Darliana, D. (2017). MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS. Idea Nursing Journal, 2(2), 132-136. Deliana, M., Batubara, J. R., Tridjaja, B., & Pulungan, A. B. (2016). Hipotiroidisme



kongenital



di



bagian



ilmu



kesehatan



anak



RS



Ciptomangunkusumo Jakarta, tahun 1992-2002. Sari Pediatri, 5(2), 79-84. Europan Heart Rhythm, Camm AJ, et al. (2010). Guidelines for the management fibrillation: the Task Force for the Management of Atrial Fibrillation of the European Society of Cardiology (ESC). Europan heart journal. 31:2 369-429. Fatimah, R. N. (2015). DIABETES MELITUS TIPE 2. J MAJORITY, Vol 4. Firmansyah, L. (2017). PENGUKURAN DOSIS EFEKTIF ORGAN TYROID DAN MATA PADA PEMERIKSAAN MAMMOGRAFI. Sainstek: Jurnal Sains dan Teknologi, 8(1), 31-37. Garnita, D. (2012). FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS DI INDONESIA. Skripsi, 26-34. Heriyannis Homenta, d. (2012). Diabetes Melitus Tipe 1. 1-16. Kania, T., & Tasmini, M. K. (2014). HUBUNGAN ANTARA KADAR TSH SERUM DAN INDEKS MASSA TUBUH PADA WANITA USIA SUBUR DENGAN



HIPOTIROID



DI



KABUPATEN



PURWOREJO



JAWA



TENGAH (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada). Mortensen HB, e. a. (2010). Multinational study in children and adolescents with newly diagnosed type 1 diabetes: association of age, ketoacidosis, HLA



Page 94



status, and autoantibodies on residual beta-cell function and glycemic control 12 months after diagnosis. Pediatric Diabetes, 218-226. Mustika Watie, E. L. V. I. R. A. (2007). Asuhan Keperawatan pada Tn. H dengan gangguan sistem endokrin: Diabetes Mellitus di Bangsal Sindoro RSU Pandan



Arang



Boyolali



(Doctoral



dissertation,



Universitas



Muhammadiyah Surakarta). Putra, B. F. K. (2017) Fibrilasi Atrium pada Hipertiroid. Rani, J., Mittal, I., Pramanik, A., Singh, N., Dube, N., Sharma, S., et al. (2017). T2DiACoD: A Gene Atlas of Type 2 Diabetes Mellitus Associated Complex Disorders. Scientific Reports, 1. Suriani, N. (2012). Gangguan Metabolisme Karbohidrat pada Diabetes Melitus. 117.



Page 95