Case Krisis Hipertensi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS KRISIS HIPERTENSI Disusun Sebagai Bagian dari Persyaratan Menyelesaikan Program Internship Dokter Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat



Disusun Oleh: 1. dr. Anggi Dwi Safariantini 2. dr. Ari Herlina Setiono 3. dr. Hairunnisa’ 4. dr. Rizka Khaerunnisa 5. dr. Siti Sri Suryani



Pembimbing: dr. Mike Wijayanti DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA DINAS KESEHATAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DINAS KESEHATAN KOTA MATARAM RUMAH SAKIT BHAYANGKARANUSA TENGGARA BARAT PERIODE JUNI 2018 – JUNI 2019 1



BERITA ACARA PRESENTASI DISKUSI KASUS



Pada hari ini tanggal April 2019, telah dipresentasikan Laporan Kasus oleh :



Nama Peserta



:



1. dr. Anggi Dwi Safariantini 2. dr. Ari Herlina Setiono 3. dr. Hairunnisa’ 4. dr. Rizka Khaerunnisa 5. dr. Siti Sri Suryani



Dengan judul/topik



: Krisis Hipertensi



Nama Pembimbing



: dr. Mike Wijayanti



Nama Wahana



: Rumah Sakit Bhayangkara, Kota Mataram, NTB.



Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.



Pembimbing



(dr. Mike Wijayanti)



2



KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan laporan kasus yang berjudul, “KRISIS HIPERTENSI” dapat selesai tepat waktu. Pembuatan makalah ini merupakan sebuah ringkasan yang dibuat dari beberapa sumber buku, jurnal, dan literatur berbeda tetapi saling berkaitan dan mendukung satu sama lain. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini, dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Penulis sadar bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk lebih sempurnanya penulisan selanjutnya. Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.



Mataram, april 2019



Penulis



3



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 3 BAB I ....................................................................................... Error! Bookmark not defined. LATAR BELAKANG MASALAH…………………………………………………...………5 LAPORAN KASUS................................................................. Error! Bookmark not defined. BAB II...................................................................................... Error! Bookmark not defined. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... Error! Bookmark not defined. 2.1 Anatomi.............................................................................. Error! Bookmark not defined. 2.2 Definisi............................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.3 Etiologi............................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.4 Patogenesis......................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.5 Klasifikasi .......................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.6 PManifestasi Klinis ............................................................ Error! Bookmark not defined. BAB III .................................................................................... Error! Bookmark not defined. RESUME DAN ANALISA KASUS ....................................... Error! Bookmark not defined. BAB V ..................................................................................... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA .............................................................. Error! Bookmark not defined.



4



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan salah satu kondisi umum yang paling sering ditemukan pada praktek primer sehari – hari. Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah multifaktor, sehingga tidak bisa diterangkan hanya dengan satu manifestasi tunggal. Hipertensi dapat ditemukan dalam praktek sehari-hari dan dapat mengakibatkan miokardium infark, gagal ginjal, dan stroke jika tidak ditangani dengan baik. Hipertensi adalah penyebab kematian nomor satu didunia (sekitar 60% dari seluruh kematian didunia), disusul dengan merokok lalu dislipidemia. Menurut Kaplan hipertensi banyak menyangkut faktor genetic, lingkungan, dan pusat-pusat regulasi hemodinamik. Kalau disederhanakan sebetulnya hipertensi adalah interkasi cardiac output (CO) dan total peripheral resistence (TPR). Yang menjadi masalah saat ini adalah berapakah nilai suatu tekanan darah dapat disebut normal, sehingga bila seseorang memiliki tekanan darah itu diatas harga kesepakatan normal, maka seseorang dapat dikatakan sebagai hipertensi. Ada lebih dari sepuluh guideline yang telah diasosiasikan di seluruh dunia, tiap negara mempunyai guideline atau konsensus sendiri-sendiri sesuai dengan bukti klinis yang mereka yakini, atau berdasarkan suatu kesimpulan hasil meta analisa. Maka pendekatan klinis hipertensi hendaknya mengacu pada guideline yang ada, yang bukti epidemiologis klinisnya kuat. Walaupun Hipertensi merupakan penyakit yang lazim, gawat darurat pada Hipertensi jarang terjadi, ini akibat dari perbaikan dalam terapi obat yang telah dipertahankan dalam tekenan tertentu (maintenance drug therapy). Pengobatan gawat darurat menjadi penting bila tekanan arterial sistemik yang menetap tinggi merusak target organ (end organ), misalnya encefalopati, beban jantung berlebihan (cardiac overload) atau memperburuk masalah yang mendasarinya. Faktor resiko kardiovaskular antara lain, merokok, obesitas (BMI > 30), inaktivitas fisik, dislipidemia, diabetes mellitus, mikroalbuminuria, usia (laki >55 tahun, perempuan >65 tahun), riwayat keluarga dengan 5



penyakit kardiovaskular. Pemeriksaan penunjang yang membantu yaitu urinalisis, tes pungsi ginjal, gula darah, elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG, dan berdasarkan penyakit penyerta. Pada kelompok umur dewasa termasuk yang lebih dari 70 tahun, semakin tinggi tekanan darah sistolik dan diastolic maka semakin besar resiko terkena stroke dan gagal jantung kongestif. Tekanan darah sistolik menjadi prediksi angka kesakitan yang lebih baik dibandingkan dengan tekanan darah diastolik. Beberapa klasifikasi penggolongan hipertensi dapat digunakan untuk menangani penderita. Pencegahan primer hipertensi dapat dilakukan dengan intervensi pola hidup pada populasi umum dan populasi khusus (populasi yang mempunyai resiko tinggi). Intervensi efektif untuk pencegahan primer termasuk mengurangi konsumsi natrium dan alcohol, menurunkan berat badan, serta olahraga teratur.



6



BAB II LAPORAN KASUS



2.1 Status pasien A. Identitas Pasien Nama



: Tn. W



Jenis kelamin



: Laki-laki



Usia



: 74 tahun 2 bulan 27 hari



Alamat



: Kebon roek RT 07 RW 02 Kel.



Pekerjaan



: Pedagang



Status perkawinan



: Menikah



Tanggal MRS



: 28 Maret 2019



B. Anamnesis Dilakukan secara autoanamnesis, pada tanggal 28 Maret 2019 pukul 17.00 di IGD RS Bhayangkara Keluhan utama Mimisan Keluhan tambahan Lemah, pusing, dan lemas



Riwayat penyakit sekarang OS datang ke IGD RS Bhayangkara pada tanggal 28 Maret 2019 pukul 17.00 WITA dibawa oleh keluarga pasien. OS datang dengan mimisan sejak kira-kira pukul 08.00 WITA atau 9 jam SMRS yang tidak berhenti.Jumlah darah mimisan sangat banyak hingga OS merasa lemas, pusing, dan sempat pingsan sehingga OS memutuskan untuk berobat ke IGD RS Bhayangkara.OS merasa mimisan disertai rasa tertelan dan darah dapat keluar dari mulut. OS mengaku sedang tidak beraktivitas berat (menonton TV) saat tiba–tiba mimisan. OS menyangkal memiliki riwayat demam yang tiba – tiba muncul, nyeri ulu hati, nyeri sendi, mual, penurunan berat badan yang drastis, penurunan nafsu makan, dan tanda–tanda 7



perdarahan seperti muntah darah, ptechie, dan echimosis. Buang air besar dan buang air kecil lancar. Riwayat penyakit dahulu OS mengaku pernah mengalami riwayat serupa sekitar 10 tahun yang lalu. Saat itu OS sering mengalami mimisan tanpa disertai faktor pencetus, dan mimisan membaik dengan sendirinya. Riwayat hipertensi, Diabetes Mellitus, gangguan perdarahan, penyakit ginjal, dan penyakit hati disangkal.



Riwayat penyakit keluarga OS menyangkal ada keluarga yang menderita hipertensi dan Diabetes Mellitus.



Riwayat pengobatan OS tidak rutin meminum obat apapun. Saat terjadi mimisan, OS mengaku telah berusaha memberhentikan perdarahan dari hidung pasien dengan cara memasukkan tissue ke dalam hidung. Akan tetapi, mimisan tidak berhenti dan OS merasakan darah keluar dari mulut.



Riwayat kebiasaan OS mengaku merokok dan jarang berolahraga namun, OS menyangkal mengonsumsi minuman beralkohol.



C. Pemeriksaan fisik Keadaan umum Kesadaran



: Compos mentis, GCS E4 M6 V5



Keadaan sakit



: Sakit sedang



Kesan gizi



: TB: 165 cm BB: 54 kg BMI: BB/(TB)2: 54/(1,65)2: 19,83 kg/m2 (normal)



Tanda vital Tekanan darah



: 180/90 mmHg



Nadi



: 84x/menit, reguler, kuat, isi cukup, ekual



Pernapasan



: 18x/menit, reguler, tipe abdominotorakal



Suhu



: 36,6oC 8



Status generalis Kepala



: Normocephali, simetris, warna rambut hitam, distribusi merata, rambut tidak mudah dicabut



Mata



: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor, RCL (+/+), RCTL (+/+), pergerakan mata ke segala arah baik.



Hidung



: Sekret (-/-), darah (+/-), pernapasan cuping hidung (-/-)



Telinga



: Liang telinga lapang (+), dan nyeri tekan (-)



Mulut



: Sianosis (-), bibir pucat (-)



Leher



: KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, JVP 5+2 cm H2O



Thoraks Inspeksi



: Bentuk normal, simetris, warna kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-), sianosis (-), tidak tampak retraksi sela iga, gerakan pernapasan simetris kiri dan kanan, tidak ada bagian hemithoraks yang tertinggal



Palpasi



: Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris, tidak ada bagian yang tertinggal, vocal fremitus simetris kiri dan kanan baik di bagian dada



Perkusi



: Sonor pada kedua lapang paru, batas paru dan jantung kanan setinggi ICS 3



hingga ICS 5 linea sternalis kanan dengan suara redup, batas paru dan jantung kiri setinggi ICS 5 ± 1 cm medial linea midclavikularis kiri dengan suara redup, batas atas jantung setinggi ICS 3 linea parasternalis kiri Auskultasi : Paru Jantung



: Suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-) : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)



Abdomen Inspeksi



: Bentuk normal, mendatar, simetris, tidak buncit, warna kulit sawo matang, ikterik (-), pucat (-), gerak dinding perut simetris, tidak ada yang tertinggal



Auskultasi : Bising usus 4x/menit Perkusi



: Pada ke 4 kuadran didapatkan suara timpani, shifting dullness (-)



Palpasi



: Dinding abdomen supel, tidak ada retraksi maupun defense muskular, nyeri tekan (-),nyeri lepas (-), pembesaran hepar (-), pembesaran lien (-), murphy sign (-), ballotement (-), undulasi (-)



9



Ekstremitas Atas



: Akral teraba hangat, pucat (-), edema (-/-)



Bawah



: Akral teraba hangat, pucat (-), edema (-/-), CRT < 2 detik



D. Pemeriksaan penunjang Hasil laboratorium tanggal 28 Maret 2019 pukul 17.32 WIB -



Hb



: 9,4 mg/dL



-



Eri



: 4,94 juta/uL



-



Leu



: 13.810/uL



-



Tro



: 217.000/uL



-



Ht



: 30%



-



MCV



: 61 fl



-



MCH



: 19 pg



-



MCHC



: 33 g/dL



-



RDW-CV



: 15,8



E. Diagnosis kerja 



Epistaxis posterior ec Hipertensi Emergency







Anemia



Diagnosis banding 



Epistaxis anterior ec Hipertensi Emergency







Epistaxis anterior ec Alergi







Dengue Hemmorhagic Fever



F. Penatalaksanaan 







Non farmakologis -



Tampon



-



Edukasi



Farmakologis -



Inf. NaCl 30 tpm + Kalnex ampul 100 mg



-



Hidrochlorothiazide 50mg 1x1



-



Amlodipine 10mg 1x1 tablet 10



-



Vitamin K 3 x 1 ampul



-



Ceftriaxone 1 gr 1 x 1 ampul



-



Omeprazole 1 x 1 ampul



-



As folat 800 mcg 3x1 tab



G. Prognosis 



Ad vitam



: Ad Bonam







Ad functionam



: Ad Bonam







Ad sanationam



: Dubia ad malam



2.2. Follow up pasien A. Follow up pasien tanggal 29/4 2019 jam 07.00 WITA Subjective



OS mengaku sudah tidak mimisan, namun masih lemas, lelah, mual, pusing



Objective



Kesadaran Compos Mentis Suhu: 36,9˚C Denyut nadi : 72x/menit Tekanan darah : 180/90



Pernapasan : 20x/menit



konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum, mukosahiperemis +/-, sekret -/-, darah -/Pulmo: Suara Napas Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Cor: Suara Jantung 1 dan 2 reguler, Murmur -, Gallop – Abdomen: Supel, Datar, Nyeri Tekan –Bising Usus 4x/menit Ekstremitas Atas: Akral hangat +/+, Oedem -/Ekstremitas Bawah: Akral hangat +/+, Oedem -/Assessment



Susp. Epistaksis posterior dd anterior ec Hipertensi emergency



Planning



IVFD NaCl 0,9% 20tpm Vitamin K 3x1 ampul Ceftriaxon 3x1 ampul Omeprazole 1x1 ampul Asam folat 3x1 tablet 11



Asam Tranexamat 500mg 3x1ampul Valsartan 160mg 1x1 tablet Hidrochlorothiazide 50mg 1x1 Amlodipine 10mg 1x1 tablet Paracetamol 500mg 3x1 tablet B. Follow up pasien tanggal 30/4 2019 jam 07.00 WIB Subjective



OS mengaku sudah tidak mimisan, namun masih lemas.



Objective



Kesadaran Compos Mentis Suhu: 36,5˚C Denyut nadi : 80x/menit Tekanan darah : 200/90



Pernapasan : 20x/menit



Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum, mukosahiperemis +/-, sekret -/-, darah -/Pulmo: Suara Napas Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Cor: Suara Jantung 1 dan 2 reguler, Murmur -, Gallop – Abdomen: Supel, Datar, Nyeri Tekan –Bising Usus 2x/menit Ekstremitas Atas: Akral hangat +/+, Oedem -/Ekstremitas Bawah: Akral hangat +/+, Oedem -/Assessment



Susp. Epistaksis posterior dd anterior ec Hipertensi emergency



Planning



IVFD NaCl 0,9% 20tpm Vitamin K 3x1 ampul Ceftriaxon 3x1 ampul Omeprazole 1x1 ampul Asam folat 3x1 tablet Asam Tranexamat 500mg 3x1ampul Valsartan 160mg 1x1 tablet Hidrochlorothiazide 50mg 1x1 Amlodipine 10mg 1x1 tablet Paracetamol 500mg 3x1 tablet



12



C. Follow up pasien tanggal 30/4 2019 17.00 WITA Subjective



OS mengalami muntah darah disertai mimisan yang banyak



Objective



Kesadaran Compos Mentis Suhu: 35,7˚C Denyut nadi : 124x/menit, lemah Tekanan darah : 80/60



Pernapasan : 24x/menit



Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum, hidung sulit diperiksa,darah+/Pulmo: Suara Napas Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Cor: Suara Jantung 1 dan 2 reguler, Murmur -, Gallop – Abdomen: Supel, Datar, Nyeri Tekan Bising Usus 6x/menit Ekstremitas Atas: Akral hangat +/+, Oedem -/Ekstremitas Bawah: Akral hangat +/+, Oedem -/Assessment



Susp. Epistaksis posterior dd anterior dan ec Hipertensi emergency



Planning



Adona drip 1 ampul Loading NaCl 2 kolf



D. Follow up pasien tanggal 29/4 2019 17.40 WITA Subjective



OSmasih mengalami mimisan



Objective



Kesadaran Compos Mentis Suhu: 36,4˚C



Denyut nadi : 132x/menit, lemah



Tekanan darah : 60/40



Pernapasan : 22x/menit



Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum, hidung sulit diperiksa,darah+/Pulmo: Suara Napas Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Cor: Suara Jantung 1 dan 2 reguler, Murmur -, Gallop – Abdomen: Supel, Datar, Nyeri Tekan Bising Usus 6x/menit Ekstremitas Atas: Akral hangat +/+, Oedem -/Ekstremitas Bawah: Akral hangat +/+, Oedem -/13



Assessment



Susp. Epistaksis posterior dd anterior dan ec Hipertensi emergency



Planning



Fima HES



E. Follow up pasien tanggal 30/4 2019 18.15 WITA Subjective



OS masih mengalami mimisan



Objective



Kesadaran Compos Mentis Suhu: 36,5˚C



Denyut nadi : 140x/menit, lemah



Tekanan darah : 80/60



Pernapasan : 24x/menit



Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum, hidung sulit diperiksa,darah+/Pulmo: Suara Napas Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Cor: Suara Jantung 1 dan 2 reguler, Murmur -, Gallop – Abdomen: Supel, Datar, Nyeri Tekan Bising Usus 6x/menit Ekstremitas Atas: Akral hangat +/+, Oedem -/Ekstremitas Bawah: Akral hangat +/+, Oedem -/Assessment



Susp. Epistaksis posterior dd anterior dan ec Hipertensi emergency



Planning



Loading NaCl 2 kolf Inj kalnex 50mg 3x1 ampul Adona drip 1ampul



F. Follow up pasien tanggal 30/4 2019 19.00 WITA Subjective



OS merasa mimisan berkurang



Objective



Kesadaran Compos Mentis Suhu: 36,8˚C Tekanan darah : 120/70



Denyut nadi : 72x/menit, lemah Pernapasan : 24x/menit



Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum, hidung sulit 14



diperiksa,darah+/Pulmo: Suara Napas Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Cor: Suara Jantung 1 dan 2 reguler, Murmur -, Gallop – Abdomen: Supel, Datar, Nyeri Tekan Bising Usus 6x/menit Ekstremitas Atas: Akral hangat +/+, Oedem -/Ekstremitas Bawah: Akral hangat +/+, Oedem -/Assessment



Susp. Epistaksis posterior dd anterior dan ec Hipertensi emergency



Planning



Tranfusi WBC 3 kolf



G. Follow up pasien tanggal 1/5 2019 jam 07.00 WITA Subjective



OStidak mengalami mimisan, lemas, intake baik



Objective



Kesadaran Compos Mentis Suhu: 36,8˚C Denyut nadi : 96x/menit Tekanan darah : 160/80



Pernapasan : 20x/menit



Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum, mukosahiperemis +/-, sekret -/-, darah -/Pulmo: Suara Napas Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Cor: Suara Jantung 1 dan 2 reguler, Murmur -, Gallop – Abdomen: Supel, Datar, Nyeri Tekan –Bising Usus 2x/menit Ekstremitas Atas: Akral hangat +/+, Oedem -/Ekstremitas Bawah: Akral hangat +/+, Oedem -/Assessment



Susp. Epistaksis posterior dd anterior ec Hipertensi emergency



Planning



IVFD NaCl 0,9% 20tpm +1 ampul adona Vitamin K 3x1 ampul Ceftriaxon 3x1 ampul Omeprazole 1x1 ampul Asam folat 3x1 tablet Asam Tranexamat 50mg 3x1ampul Valsartan 160mg 1x1 tablet 15



Hidrochlorothiazide 50mg 1x1 Amlodipine 10mg 1x1 tablet Paracetamol 500mg 3x1 tablet



H. Follow up pasien tanggal 2/4 2019 jam 07.00 WITA Subjective



OStidak mengalami mimisan, muntah darah, dan lemas, intake baik.



Objective



Kesadaran Compos Mentis Suhu: 36,8˚C Denyut nadi : 64x/menit Tekanan darah : 140/70



Pernapasan : 24x/menit



Konjungtiva anemis -/-, Sklera Ikterik -/Bentuk hidung simetris, tidak terdapat deviasi septum, mukosahiperemis +/-, sekret -/-, darah -/Pulmo: Suara Napas Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/Cor: Suara Jantung 1 dan 2 reguler, Murmur -, Gallop – Abdomen: Supel, Datar, Nyeri Tekan –Bising Usus 2x/menit Ekstremitas Atas: Akral hangat +/+, Oedem -/Ekstremitas Bawah: Akral hangat +/+, Oedem -/Assessment



Susp. Epistaksis posterior dd anterior ec Hipertensi emergency



Planning



IVFD NaCl 0,9% 20tpm + 1 ampul adona Vitamin K 3x1 ampul Ceftriaxon 3x1 ampul Omeprazole 1x1 ampul Asam folat 3x1 tablet Asam Tranexamat 50mg 3x1ampul Valsartan 160mg 1x1 tablet Hidrochlorothiazide 50mg 1x1 Amlodipine 10mg 1x1 tablet Paracetamol 500mg 3x1 tablet



16



Tabel follow up tanda vital Tanggal (Jam)



TD



Nadi



RR



Suhu



28/3 (17.00 WIB)



180/90



84x/m



18x/m



36,6 o



29/3 (07.00 WIB)



180/ 90



72x/m



20x/m



36,9 o



30/3 (07.00 WIB)



200/ 90



80x/m



20x/m



36,5 o



30/3 (17.00 WIB)



80/60



124x/m



24x/m



35,7



30/3 (17.40 WIB)



60/40



140x/m



22x/m



36,4



30/3 (18.15 WIB)



80/ 60



84x/m



24x/m



36,5 o



30/3 (19.00 WIB)



120/ 70



64x/m



24x/m



36,5 o



1/4 (07.00 WIB)



160/ 80



96x/m



20x/m



36,8 o



2/4 (07.00 WIB)



140/ 70



64x/m



24x/m



36,8 o



Follow up hasil laboratorium Tanggal



Hb



Eri



Leu



(Jam)



(mg/



(/uL)



(/uL)



9,4



4,94



13.810



7,9



3,98



10.230



Tro (/uL)



Ht



MCV



MCH



MCHC



RDW-



BT



(%)



(fL)



(pg)



(g/dL)



CV



CT



299.000



30



61



19



31



15,8



217.000



23,7



60



20



33



15,8



dl) 28/3 (17.32WIB) 29/3 (12.22) 29/3



juta



2 menit 12 menit



7,4



-



13.460



271.000



23,5



-



-



-



-



-



6,3



-



13.670



214.000



20,2



-



-



-



-



-



8,8



-



9.780



212.000



28,2



-



-



-



-



-



(17.09) 29/3 (20.46) 30/3 (11.33)



17



BAB III ANALISA KASUS Berdasarkan anamnesis diperoleh data bahwa OS mengalami mimisan sejak kira-kira pukul 16.00 WIB atau 9 jam SMRS yang tidak berhenti. Mimisan atau epistaxis adalah keadaan yang biasanya tidak berbahaya dan dapat sembuh spontan, akan tetapi pada beberapa kondisi tertentu dapat menyebabkan kematian, terutama pada epistaxis posterior. OS mengalami mimisan saat sedang menonton siaran televisi, tidak terdapat riwayat trauma, dan tidak terdapat riwayat alergi, sehingga faktor pencetus dari epistaxis ini bukan dikarenakan pencetus umum seperti aktivitas tinggi, suhu, trauma, dan alergi. Tekanan darah OS cenderung tinggi, yaitu 180/90 mmHg, sehingga OS dapat dikategorikan sebagai penderita krisis hipertensi. Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat antihipertensi. OS menyangkal pernah didiagnosis menderita hipertensi sebelumnya, sehingga diduga OS tidak rutin memeriksa kesehatannya sehingga tidak mengetahui bahwa memiliki tekanan darah yang tinggi. Krisis hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu hiperensi urgensi dimana tidak terdapat kelainan/kerusakan organ target yang progresif pada tekanan darah yang sangat tinggi dan hipertensi emergensi, yaitu hipertensi yang selain terdapat tekanan darah yang sangat tinggi terdapat juga kelainan/kerusakan organ target yang bersifat progresif. Pada OS, diduga epistaxis disebabkan oleh karenahipertensi. Berdasarkan pembuluh darah yang terkena, kemungkinan epistaxis yang terjadi adalah epistaxis posterior, yaitu epistaxis yang berasal dari arteri ethmoidalis posterior atau arteri sphenopalatine. Pada epistaxis posterior, biasanya perdarahan terjadi dengan hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. OS mengaku sering mengalami mimisan sekitar 10 tahun yang lalu, mimisan terjadi spontan namun dapat sembuh dengan cepat. Oleh karena itu, ada kemungkinan bahwa OS telah menderita hipertensi sejak sekitar 10 tahun yang lalu namun belum berat. OS mengalami mimisan disertai rasa lemah, pusing, hingga terjadi penurunan kesadaran. Keadaan ini disebabkan oleh karena perdarahan yang masif dalam waktu yang lama sehingga 18



dapat menyebabkan syok jika tidak ditangani dengan segera. Penanganan dapat berupa pemberian carian hingga pemberian tranfusi. OS juga memiliki kadar leukosit yang tinggi, hal ini dapat terjadi dikarenakan penanganan OS dalam mengobati mimisan, yaitu menutup luka dengan tissue yang tidak disterilisasi, sehingga dapat menyebabkan peningkatan leukosit. OS mengalami muntah darah pada hari ketiga, disertai mimisan yang banyak hingga terjadi tanda-tanda syok, yaitu penurunan tekanan darah disertai peningkatan denyut nadi yang lemah. Muntah darah pada OS dapat disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah esophagus atau oleh karena post-nasal drip dari epistaxis posterior tersebut, oleh karena muntah darah tidak disertai makanan, maka kemungkinan muntah darah disebabkan post-nasal drip epistaxis. Terjadi peningkatan tekanan darah menjadi 200/90 dari 180/90 pada pagi hari OS mengalami muntah darah, dan setelah penanganan tekanan darah hingga terjadi penurunan selama 2 hari terakhir, tidak terdapat epistaxis berulang. Fakta ini dapat mendukung adanya kemungkinan bahwa epistaxis pada OS memiliki korelasi dengan tekanan darah OS. OS menyangkal adanya demam, mual muntah, nyeri ulu hati, dan perdarahan spontan lainnya. Hal ini dapat menyingkirkan adanya kemungkinan infeksi virus dengue. Selain itu, OS juga menyangkal adanya penurunan berat badan drastis sehingga OS diduga tidak menderita keganasan.



19



BAB IV TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Epistaxis A. Definisi Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal atau sistemik. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung. 1. Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri. 2. Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan anemia serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian. Pemberian infus dan transfusi darah serta pemasangan tampon atau tindakan lainnya harus cepat dilakukan. Disamping itu epistaksis juga dapat merupakan tanda adanya pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun jinak. Ini juga memerlukan penatalaksanaan yang rinci dan terarah untuk menegakkan diagnosis dan menentukan modalitas pengobatan yang terbaik. B. Anatomi pembuluh darah hidung Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum nasi melalui : 1. Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung. 2. Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang memperdarahi septum dan dinding lateral superior 20



Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung. 1. Epistaksis anterior o Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri. o Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, pleksus Kiesselbach yang berada di septum bagian anterior yang merupakan area terpenting pada epistaksis. Pleksus merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina, a.palatina ascendens dan a.labialis superior. Terutama pada anak pleksus ini di dalam mukosa terletak lebih superfisial, mudah pecah dan menjadi penyebab hampir semua epistaksis pada anak. 2. Epistaksis posterior umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior (pleksus Woodruff). Sebagian besar darah mengalir ke rongga mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi perdarahan. Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi, arteriosclerosis atau pasien penyakit kardiovaskular karena pecahnya arteri sfenopalatina.



Gambar 1. Sumber perdarahan epistaxis anterior dan posterior 21



C. Etiologi Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik. 1. Etiologi local 



Trauma lokal misalnya setelah membuang sekret dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung atau trauma maksilofasia lainnya.







Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir.







Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan remaja. Ketiga diatas ini merupakan penyebab lokal tersering.



2. Etiologi lainnya yaitu 



Iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung







Keadaan lingkungan yang sangat dingin







Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba







Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama







Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau busuk.



3. Etiologi sistemik 



Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yang disertai atau tanpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik,







Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.







Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.







Termasuk etiologi sistemik lain







Lebih jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan, menarke dan menopause 22







Kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit Rendj-Osler-Weber;







Peninggian tekanan vena seperti pada emfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan penyakit jantung



D. Patofisiologi Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina. Rongga



hidung



mendapat



aliran



darah



dari



cabang



arteri



maksilaris



(maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari cabangcabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area). Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke tenggorokan. Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina. Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat jarang berhenti spontan.



23



4.2.Krisis Hipertensi A. Definisi dan klasifikasi Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi (sistole ≥ 180mmHg dan/atau diastole ≥ 120 mmHg) dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target sehingga membutuhkan penanggulangan segera. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang tidak atau lalai memakan obat antihipertensi. Pada umumnya krisis hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu: -



Hipertensi darurat (hipertensi emergensi). Hipertensi emergensi (darurat) yaitu tekanan darah yang selain ditandai dengan tekanan darahyang sangat tinggi, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih kondisi akut. (tabel I). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).



-



Hipertensi mendesak (hipertensi urgensi), yaitu terdapat tekanan darah yang tinggi (diastolik ≥ 120 mmHg) dan tanpa kerusakan/komplikasi dari organ sasaran yang progresif, sehingga penurunan tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat. Tekanan darah biasanya diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (tabel II).



Tabel I : Hipertensi emergensi ( darurat ) TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut. 



Pendarahan intra cranial atau pendarahan subarakhnoid.







Hipertensi ensefalopati.







Aorta diseksi akut.







Oedema paru akut.







Eklampsi.







Feokhromositoma.







Funduskopi KW III atau IV.







Insufisiensi ginjal akut.



24







Infark miokard akut, angina unstable.







Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain : -



Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.



-



Cedera kepala.



-



Luka bakar.



-



Interaksi obat.



Tabel II : Hipertensi urgensi ( mendesak ) 



Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.







KW I atau II pada funduskopi.







Hipertensi post operasi.







Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.



Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain : -



Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.



-



Hipertensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.



-



Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 – 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.



25



-



Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.



Gambar 2. Klasifikasi krisis hipertensi



B. Epidemiologi Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi. Di Indonesia belum ada laporan tentang angka kejadian ini



26



C. Patofisiologi Patofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu : 1. Peran peningkatan Tekanan Darah Akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat maka akan terjadi gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler sistemik yang menimbulkan kerusakan organ target dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle) dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya. Bila stress peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama, akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger oleh peradangan dan melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial adhesion molecule dan endhoteli-1. Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial, menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan materi fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Siklus ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh darah yang makin parah dan meluas.



27



Gambar 3. Patogenesis dan komplikasi yang ditimbulkan dari hipertensi.



2. Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting dalam patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan terjadinya peningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia dan akan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi. Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan arteri rata-rata (110-180mmHg).Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada tekanan darah yang mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP akan terjadi endema dan ensefalopati, demikian juga halnya dengan jantung, ginjal dan mata.



28



Gambar 4. Skema patofisiologi hipertensi emergensi D. Manifestasi klinis 



Bidang Neurologi : Sakit kepala, hilang/kabur penglihatan, kejang, gangguan kesadaran (somnolen, sopor, coma).







Bidang Mata : Funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil.







Bidang THT: Epistaxis posterior







Bidang kardiovaskular : Nyeri dada, edema paru.







Bidang Ginjal : Azotemia, proteinuria, oliguria.







Bidang obstetri : Preklampsia dengan gejala berupa gangguan penglihatan, sakit kepala hebat, kejang, jantung kongestif dan oliguri, serta gangguan kesadaran/gangguan serebrovaskuler.



29



E. Diagnosis Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.1,2,3 1. Anamnesis : 



Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.







Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.







Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.







Gejala sistem syaraf (sakit kepala, kejang, gangguan kesadaran, perubahan mental, ansietas ).







Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urine berkurang, azotemia, proteinuria ).







Gejala sistem kardiovascular (adanya gagal jantung, kongestif dan oedem paru, nyeri dada ).







Riwayat kehamilan : preeklampsi dengan gejala berupa gangguan penglihatan, sakit kepala hebat, kejang, nyeri abdomen kuadran atas, gagal jantung kongestif dan oliguri, serta gangguan kesadaran/ gangguan serebovaskular.



2. Pemeriksaan fisik : Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif, altadiseksi). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner. 



Pengukuran tekanan darah di kedua lengan.







Palpasi denyut nadi di keempat ekstremitas.







Auskultasi untuk mendengar ada/tidak bruit pembuluh darah besar, bising jantung dan ronkhi paru.







Pemeriksaan neurologis umum



30



3. Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu : a) Pemeriksaan yang segera/awal seperti : 



Darah : Hb, hematokrit, kreatinin, gula darah dan elektrolit.







Urinalisa







EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi atau infark







Foto thorax : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana).



b) Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama ) : 



CT scan kepala







Echocardiografi







Bila diduga menderita Feokhromositoma: urine 24 jam untuk mengukur kadar Katekholamine dan Vanillylmandelic Acid ( VMA ).



F. Penatalaksanaan 1. Penanganan Hipertensi Urgensi dan emergensi Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan tujuan pengobatan. Tujuan pengobatan Hipertensi emergensi adalah memperkecil kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Tujuan pengobatan menurunkan tekanan arteri rata-rata (MABP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah diastolik 100 – 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal, cerebral dan miokardium. Pada stroke penurunan tekanan darah hanya boleh 20 % 31



dan khusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah > 220/130 mmHg. Tujuan pengobatan Hipertensi Urgensi adalah penurunan tekanan darah sama seperti Hipertensi emergensi, hanya dalam waktu 24 sampai 48 jam. Setelah target tercapai harus diikuti program terapi Hipertensi jangka panjang. Antihipertensi yang dipilih dapat per oral atau parenteral sesuai fasilitas yang tersedia. Obat antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping.



2. Penanganan Hipertensi WHO memberi rekomendasi diurteik dosis kecil sebagai pilihan utama untuk pengobatan hipertensi dengan alasan cost effective. JNC-7 menawarkan guideline kepada dokter-dokter sibuk khususnya di Amerika dalam dua versi; pertama versi pemahaman cepat (rekomendasi evidence based), kedua naskah lengkap yang berisi alasan-alasan rasional yang komprehensif berdasarkan evidence based. JNC-7 juga menyederhanakan klasifikasi hipertensi yang lebih sederhana. Disitu dicantumkan harga-harga normotensi, prehipertensi, stage I dan stage II. Prehipertensi didefinisikan sebagai antara 120-139 mmHg dan diastolic 80-89 mmHg. Pada golongan



prehipertensi



ini



perlu



digalakkan



program



pencegahan



dengan



memperbaiki gaya hidup agar tidak menuju ke komplikasi PKV.



Gambar 5. Algoritma Pengobatan Hipertensi 32



Selain pengobatan hipertensi, pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta lainnya seperti diabetes mellitus atau dislipidemia juga harus dilaksanakan hingga mencapai target terapi masing-masing kondisi. Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi nonfarmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujian menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor risiko serta penyakit penyerta lainnya. Terapi nonfarmakologis terdiri dari : •



Menghentikan merokok







Menurunkan berat badan berlebih







Menurunkan konsumsi alcohol berlebih







Latihan fisik







Menurunkan asupan garam







Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan lemak



Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC 7: •



Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)







Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist / blocker (ARB)







Beta Blocker (BB)







Calcium Channel Blocker atau Calcium Anatagonist (CCB)







Diuretika, terutama jenis Thiazide (D) atau Aldosterone Antagonist



Masing – masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi, tetapi pemilihan obat antihipertensi juga dipengaruhi beberapa faktor, yaitu : •



Faktor sosio ekonomi







Profil faktor resiko kardiovaskular







Ada tidaknya kerusakan organ target







Ada tidaknya penyakit penyerta







Variasi individu dari respon pasien terhadap obat antihipertensi 33







Kemungkinan adanya interaksi dengan obat yang digunakan pasien untuk penyakit lain







Bukti ilmiah kemampuan obat antihipertensi yang akan digunakan dalam menurunkan resiko kardiovaskular



Berdasarkan uji klinis, hampir seluruh pedoman penanganan hipertensi menyatakan bahwa keuntungan pengobatan antihipertensi adalah penurunan tekanan darah itu sendiri, terlepas dari jenis atau kelas obat antihipertensi yang digunakan. Tetapi terdapat pula bukti – bukti yang menyatakan bahwa kelas obat antihipertensi tertentu memiliki kelebihan untuk kelompok pasien tertentu. Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah tinggi dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi tergantung tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah. Efek samping umumnya bisa dihindarkan dengan dosis rendah, baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan bisaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah obat yang semakin bertambah. Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah : •



CCB dan BB







CCB dan ACEI atau ARB







CCB dan diuretika







AB dan BB







Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat



34



Gambar 6. Kombinasi Terapi Hipertensi menurut ESH



JNC-8 memberikan rekomendasi dalam populasi umum berusia 60 tahun atau lebih tua, pengobatan farmakologis dimulai untuk menurunkan TD pada tekanan darah sistolik (SBP) 150 mmHg atau lebih tinggi atau tekanan darah diastolik (DBP) 90 mmHg atau lebih tinggi dan mengobati SBP lebih rendah dari 150mmHg dan DBP lebih rendah dari 90mmHg. Penentuan rekomendasi ini berdasar risiko PKV yang menurun jika tekanan darah tetap dibawah 150/90 mmHg. Sedangkan pada populasi berusia lebih muda dari 60 tahun, terapi hipertensi dimulai pada saat tekanan darah diastolik 90mmHg. Terapi yang diberikan pada seseorang yang tidak berkulit hitam harus termasuk diuretik tiazid, ACEI, ARB, atau CCB. Sama dengan guideline sebelumnya, pemantauan tekanan darah harus dilakukan dalam waktu sebulan dan jika target tekanan darah tidak dapat dicapai, maka tambahkan dosis hingga mencapai dosis maksimal pada penggunaan obat tunggal atau tambahkan obat kedua.



35



OBAT – OBAT PADA HIPERTENSI EMERGENSI DAN URGENSI



36



G. Komplikasi Berikut ini adalah komplikasi yang dapat terjadi dengan obat pilihan yang dapat diberikan, yaitu: Komplikasi



Obat Pilihan



Target Tekanan Darah



Diseksi aorta



Nitroprusside + esmolol



SBP 110-120 sesegera mungkin



AMI, iskemia



Nitrogliserin, nitroprusside,



Sekunder untuk bantuan



nicardipine



iskemia



Edema paru



Nitroprusside, nitrogliserin, labetalol



10% -15% dalam 1-2 jam



Gangguan Ginjal



Fenoldopam, nitroprusside, labetalol



20% -25% dalam 2-3 jam



Kelebihan katekolamin



Phentolamine, labetalol



10% -15% dalam 1-2 jam



Hipertensi ensefalopati



Nitroprusside



20% -25% dalam 2-3 jam



Subarachnoid



Nitroprusside, nimodipine,



20% -25% dalam 2-3 jam



hemorrhage



nicardipine



Stroke Iskemik



Nicardipine



0% -20% dalam 6-12 jam



37



DAFTAR PUSTAKA



1. Mangunkusumo E, Epistaksis, in: Efianty, Nurbaiti, editor, Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT, Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 125-9 2. Roland NJ, McRae RDR dan Mc.Cobe AW. Key topics in Otolaryngology, Bios Scientific Publisher Limited, 1995. 3. Balenger JJ, Snow JrJB. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 15th Ed.William & Wilkins, Baltimore, 1996. 4. Kaplan Norman M. Hypertensive Crises. In: Kaplan’s Clinical Hypertension 8th editions. Lippincott William & Wilkins, Philadelphia 2002.p. 339-56. 5. Izzo Jr GJ L, et.al. Seventh Report of JNC on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension 2003;42:1206-1252. 6. Vidt DG. Management of Hypertensive Emergencies and Urgencies. In: Hypertension Primer 2nd Editions.. Eds. Izzo Jr G JL, and Black HR. American Heart AssociatioNn 1999; p. 437-440. 7. Roesma J. Krisis Hipertensi. In: Setiawi S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing, 2014.p. 2300-1. 8. Mancia G, Fagard R, Narkiewicz K, Redon J, Zanchetti A, Bohm M, et al. 2013 ESH/ESC Guidelines



for



the



management



of



arterial



hypertension.



Available



at:



http://eurheartj.oxfordjournals.org/content/34/28/2159. Accessed on: November 1st, 2015 9. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J, et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). American Medical Association. JAMA;2013.



38