ESSAY Kepemimpinan Pemuda PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MENYONGSONG 1 ABAD SUMPAH PEMUDA KEPEMIMPINAN PEMUDA DAN ERA BONUS DEMOGRAFI (Akar Permasalahan dan Solusi)



Oleh Muhammad Miftahur Rizqy Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitasi Islam Negri Sunan Kalijaga Yogykarta Lomba Cipta Esay Kepemimpinan Pemuda



DEPUTI KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAHRAGA REPUBLIK INDONESIA



MENYONGSONG 1 ABAD SUMPAH PEMUDA KEPEMIMPINAN PEMUDA DAN ERA BONUS DEMOGRAFI (Akar Permasalahan dan Solusi) Oleh Muhammad Miftahur Rizqi Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta



“Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya.” Ir. H. Soekarno Bisimllah wa sholawatu wasalamu ala rasulillah. Sebelum kita memulai pembahasan, mari kita ketehui dahulu beberapa pengertian dasar tentang pemuda dan kempemimpinan Kepemimpinan (Leadership) Pemimpin adalah individu yang memimpin, dan kepemimpinan merupakan sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin. Oleh sebab itu kepemimpinan dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk dapat mempengaruhi manusia dalam melakukan dan tidak melakukan sesuatu. Miftah thoha dalam buku kepemimpinan dan perilaku organisasi kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain, atau seni perilaku manusia, baik perseorangan maupun kelompok.



mendefinisikan mempengaruhi



Jadi kesimpulanya, kepemimpinan dapat diartikan sebagai sebauh seni untuk mempengaruhi emosi, pikiran, perasaan dan tingkah laku baik individu atapun kelompok untuk dapat sama-sama mencapai tujuan yang ditetapkan bersama Pemuda ( Youth) Pemuda dalam pengertian awal merujuk pada kelompok usia demografi. Dalam sudut pandang demografi ini pemuda sebagaimana didefinisikan dalam undang-undang no 40 tahun 2009 tentang kependudukan adalah manusia yang berusia 16-30 tahun. Tentu saja “muda” tidak hanya dapat dilihat dalam makna batas usia demografis. Diluar itu, “muda” mencakup ruang yang amat sangat luas yang dapat dipahami dari perspektif



maturitas organ tubuh dan emosi, identitas, adolescene, new entries pada dunia kerja, entrepreneurial start up, young voter, hingga keruang-ruang perspektif lain. Dalam kamus Webster, Princeton bahkan mengartikan pemuda dengan person, the time of life between child and maturity, early maturity.



definisi, young



Bonus Demografi Bonus demografi adalah fenomena disaat porsi penduduk yang produkti lebih besar dari pada penduduk yang tidak produktif. Sehingga pada momen bonus demografi ini seharusnya menjadi masa, dimana pemua dengan potensinya yang besar mampu membawa seluruh bangsa menikmati peluang tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa Indonesia harus mampu menyiapkan penduduk usia produktif menjadi pemeran utam dalam pemanfaatan bonus demografi. Dari definisi diatas, lantas bagaimana kah kondisi pemuda pada saat ini, apa saja masalah yang dihadapi kaum muda Indonesia pada saat ini? Dan bagaimanakah solusi untuk mengembangkan indeks pembangunan pemuda dalam ranah kepemimpinan ? mari sama-sama kita lanjutkan pembahasan ini. PEMUDA DARI MASA KEMASA Pemuda telah mencatatkan tinta emas dalam Sejarah bangsa Indonesia. Peran pemuda dalam sejarah bangsa telah melahirkan pergerakan nasional dan mengantarkan bangsa Indonesia menuju kemerdekaanya. Pada tahun 1908 lewat kejelian Dr. Soetomo berhasil menggerakan kaum muda dan menumbuhkan bibit-bibit nasionalisme, dan pada tahun 1928 lewat teks yang dituliskan oleh Muhammad Yamin berhasil menggelorakan semangat perjuangan kaum muda dengan munculnya sumpah pemuda, lalu pada tahun 1945, lewat perkumpulan menteng31 mereka menculik soekarno dan dibawa ke Rengasdengklok untuk segera menyatakan kemerdekaan Indonesia dari jajahan Jepang dan berhasil mewujudkan mimpi kemerdekaan bangsa Indonesia, dan pada tahun 1998 lewat aliansi seluruh Indonesia, para pemuda mengelorakan semangat reformasi setelah berhasil menumbangkan kekuasaan yang dictator dan berhasil membuka babak baru perubahan bangsa Indonesia yang lebih demokratis. Hal ini menunjukan bahwa pemuda tidak hanya berpangku tangan saja, tetapi senantiasa berperan sebagai pemikir, menganlisa masalah bangsa, dan menjawabnya dengan solusi dan aksi sehingga dapat mengantarkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat seperti saat ini. Lalu, apa factor utama yang menjadikan para pemuda memiliki jiwa kepemimpinan yang amat kuat dalam rentetan sejarah bangsa Indonesia ? Jawabanya adalah pendidikan yang membebaskan.



KONDISI PEMUDA INDONESIA SAAT INI Ada sebuah pribahasa arab yang mengatakan Laa budda lil qaidin an yakuna lahu ahlam, wa illa laa yasluh an yakuna qaidan Wajib Bagi seorang pemimpin memiliki impian / visi jika tidak maka ia tak pantas menjadi seorang pemimpin Kita semua tahu dan familiar dengan adagium bahwa pemuda adalah pemimpin masa depan bangsa. Hal ini selintas memberikan gambaran kepada kita bahwa makhluq muda ini memiliki sebuah kekuatan yang amat besar untuk menentukan kemajuan bangsa dimana kaki mereka berpijak. Kekuatanya itu berasal dari mimpinya dan kekuatanya membaca masalah yang ada disekelilingnya. Kita tetra lagi sejarah bangsa Indonesia, dimana dengan bermodal bambu runcing mereka berhasil mengusir penjajah, itulah kekuatan mimpi para pemuda. Maka pantaslah kita sebut pemuda yang memiliki mimpi/ visi mereka inilah yang layak memimpin bangsa Indonesia kedepanya. Dari pandangan peran pemuda dan visinya diataslah pendidikan memiliki peran penting. Sejarah heroisme kepemimpinan pemuda juga menjadi sejarah dari ketersadaran pendidikan dikaum muda sehingga menumbuhkan sikap kepemimpinan dalam dirinya. Pada awal-awal perjuangan kaum muda diera pra kemerdekaan, para pemuda bangsa kesulitan untuk mengakses informasi dan pendidikan. Diskriminasi social karena adanya kelas-kelas social saat itu memperparah keadaan, mereka sulit untuk memiliki akses buku-buku dan informasi dikarenakan tekanan dan kebijakan pemerintahan colonial. Tapi dari keadaan minimnya pendidikan saat itu berhasil memunculkan sosok-sosok muda yang menjadi sejarah bangsa ini. Diera selanjutnya ketika pendidikan sudah menjadi kebutuhan bangsa, kaum muda menjadi sadar akan pendidikan dan mulai bisa merasakan manisnya buah pendidikan. Tapi kondisi ini pemuda saat itu masih harus di uji dengan kungkungan bersuara dari pemerintah. Akses mereka mensuarakan kegelisahan dari kebijakan pemerintahan dibatasi. Suara mereka dibungkam. Tapi dalam keadaan seperti itu, peran pendidikan mengantarkan pemuda pada sikap kritis dan membawa bangsa ini kepada babak baru bangsa Indonesia, yakni babak semangar reformasi. MENETRA PENDIDIKAN INDONESIA Indonesia merupakan negara yang mutu pendidikannya masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain bahkan sesama anggota negara ASEAN pun kualita SDM bangsa Indonesia masuk dalam peringkat yang paling rendah. Hal ini terjadi karena pendidikan di Indonesia belum dapat berfungsi secara maksimal. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia harus segera diperbaiki agar mampu melahirkan generasi yang memiliki keunggulan dalam berbagai bidang supaya bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain dan agar tidak semakin tertinggal karena arus global yang berjalan cepat. Masa depan suatu bangsa sangat tergantung pada mutu sumber daya manusianya dan kemampuan peserta didiknya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Saat ini pendidikan sekolah wajib di terima oleh seluruh masyarakat Indonesia, karena dengan



mengenyam pendidikan kita dapat mengikuti arus global dan dapat mengejar ketertinggalan kita dari bangsa lain. Suatu waktu penulis sempat berpikir, apa pendidikan kita mampu membawa bangsa ini menjadi Negara maju ? apa pendidikan kita ini dapat mencetak kepemimpinan muda agar siap menghadapi era bonus demografi ? apa generasi kedepan mampu bersaing dengan Negara lain ? lantas penulis meyakinkan diri, ya bangsa kita mampu tapi dengan catatan. Catatanya adalah dengan cara merubah budaya pendidikannya. Jika tidak dirubah maka selamanya bangsa kita tidak akan mampu bersaing dengan Negara-negara lain, jika tidak dirubah maka selamanya kita tidak akan mampu menyiapkan para pemuda yang memimiliki jiwa memimpin bangsa ini. Coba mari kita dengarkan perkataan Bambang Brodjonegoro kepala BAPENNAS yang menjelaskan tentang human capital index. Indeks Modal Manusia Negara Indonesia masih sekita 0.53 atau berada diperingkat 87 dari 157 negara. Berdasarkan capaian pendidikan dan status kesehatan saat ini , anak Indonesia pada 18 tahun kemudian diperkirakan hanya dapat mencapai 53% dari produktivitas maksimumnya. Adapaun berdasarkan bank dunia, indeks modal manusia Vietnam berada pada angka 0.67 dan berada pada peringkat 48. Secara perinci singapura dengan skor 0.88 berada di peringkat pertama, Malaysia dengan skor 0.67 berada di peringkat 55 dan Thailand dengan skor 0.60 pada diperingkat 65 dan Filipina dengn nilai 0.55 pada peringkat 84. Bahkan di ASEAN saja bangsa kita masih kalah dengan Vietnam. Data bappenas diatas penulis rasa masih belum cukup menggambarkan ketidakberesan pendidikan dinegara Indonesia, dalam laman websitenya Kominfo menuliskan data yang mengejutkan tentang minat baca bangsa Indonesia. Mengutip hasil penelitian UNESCO, menuliskan sebuah data mencengangkan bahwa Indonesia berada pada urutan kedua paling bawah soal dunia literasi, ya bahasa mudahnya adalah terendah dalam minat baca nomor 60 dari 61 negara. Menurut UNESCO minat baca Indonesia amat sangat memprihatinkan, hanya 0.001% artinya dalam 1000 orang Indonesia Cuma 1 saja yang rajin membaca. Lalu dalam penelitian PISA menunjukan bangsa Indonesia hanya mampu berada diperingkat 62 dari 70 negara. Bahkan dalam minat baca saja kita tidak mampu menembus 50 besar walau sebagai Negara sampling penelitian. Dan pada akhir tahun 2018 Badan Pusat Statistika menuliskan, terlihat persantase PSP (partisipasi sekolah pemuda ) pemuda 19-24 tahun yang masih bersekolah sebesar 24, 41% jauh dibawah pemuda 16-18 tahun (71,99). Hal ini mengindikasikan partisipasi pemuda diperguruan tinggi masih relative rendah. Jika faktanya sudah begitu, apakah kita mampu berubah dan memanfaat bonus era demografi dimana usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan usia non-produktif ? apakah dengan fakta itu kita mampu berharap menjadi negara maju dengan memanfaatkan momentum langka bonus demografi ? kita harus berani merubah mindset pendidikan. Pendidikan bukanlah sekedar mengisi gelas kosong sehingga para pemuda tidak diberikan kesempatan ingin diisi apa gelas itu.



Itulafah fakta hasil pendidikan kita. Pendidikan kita masih berorientasi pada nilai, siswa masih dibebankan materi-materi pelajaran hanya untuk diukur dengan nilai dan rangking dalam kelas. Undang-undang kita memang menyebutkan agar pendidikan dapat mengoptimalkan potensi siswa. Lalu apakah undang-undang menjelaskan bagaimana caranya, adakah system yang mengatur untuk mengembangkan potensi dan minat para siswa. Para siswa hanya dituntut untuk mengerti dan paham sebagaimana mengerti dan pahamnya guru-guru mereka dikelas. Belajar mereka masih berorinteasi untuk kesuksesan UJIAN NASIONAL yang menjadi standar ketuntaasan belajar mereka. Diperparah dengan jam belajar disekolah yang amat sangat lama, 8 jam disekolah sehingga mereka sudah lelah dengan dunia sekolahnya, dan tak memiliki waktu yang cukup untuk kegiatan-kegiatan keorganisasian. Dan ditambah lagi, beban guru dalam administrasi yang menjadi hambatan mereka untuk mengembangkan literasi dari yang mereka ajarkan. Lantas jika sudah demikian posisi siswa, apa bedanya mereka dengan gajah sirkus yang dituntut untuk beraksi sebagaiaman maunya sang pelatih. lantas karena pola pendidikan yang seperti inilah Indeks Pembangunan Pemuda pada ranah kepemimpinan terhambat. Kembali kepermasalahan pemuda dengan dunia pendidikanya, akhirnya pendidikan jiwa kepemimpinan merekapun terkekang. Saat ini ada anggapan kuat di masyarakat Indonesia bahwa sekolah itu identik dengan mencari kerja. Pertimbangan utama orang tua menyekolahkan anaknya adalah agar kelak mendapatkan pekerjaan yang memadai sesuai dengan investasi yang telah ditanamkan di sekolah. Sementara iklim penerimaan kerja di setiap angkatan kerja berjalan tidak sehat lagi. Praktik kolusi dan suap-menyuap adalah rahasia umum yang telah menjadi suatu "kebiasaan" dan seakan alamiah. Ini tak lain adalah akibat dominannya budaya pragmatisme di Indonesia. Pendidikan diyakini memainkan peranan yang signifikan dalam membentuk kehidupan politik dan kultural. Pendidikan adalah media untuk menyiapkan dan melegitimasi bentukbentuk tertentu kehidupan sosial. Jika hal seperti ini yang dikedepankan, maka yang menjadi basis institusi pendidikan adalah nilai-nilai idealisme. Tetapi, pendidikan apa yang sebenarnya diinginkan oleh pasar? Apakah dunia pendidikan akan terseret dan didikte oleh kepentingan pasar. Ideologi pasar jelas berbeda dengan ideologi pendidikan. Ideologi pendidikan lebih mementingkan nilai-nilai rasional-humanistik, sedangkan ideologi pasar lebih bertumpu pada nilainilai pragmatisme-materialistik dan menekankan konsumsi-komodifikasi. Ketika ideologi pasar mendominasi dunia pendidikan, maka pendidikan kita akan mengedepankan nilai-nilai korporasi yang menekankan penguasaan teknik-teknik dasar yang diperlukan dalam dunia kerja. Dari dampak pola pendidikan seperti itulah akhirnya muncul sikap pemuda yang kurang memiliki wawasan kebangsaan, bagi mereka bekerja saja itu sudah cukup membuat mereka tenang tanpa harus memikirkan bangsa dan negaranya. Nalar kritis mereka pun melemah untuk membaca problematika masalah yang ada ditengah-tengah masyarakat. Karena tidak mampu membaca masalah yang ada akhirnya seperti muncul sikap apatis, masabodo, tidak peduli, asal hidup mereka senang dan berkecukupan dan tidak ada masalah buat apa ikut campur mengurusi masalah yang lain yang ada diluar dirimerka. Pemuda saat ini asik berselancar didunia maya, bahkan data dari kominfo pada oktober 2019 indonesia menjadi Negara tercerewet didunia maya karena banyak mengomentari masalah yang ada. Itulah realita bangsa kita, kita pandai menilai



dan mengomentari, tapi apa yang dapat kita perbuat untuk menyelesaikan masalah yang ada. Maka benarlah dalam pembukaan essai ini penulis mengutip ucapan guyon sang founding father bangsa Indonesia Ir. H. Soerkno beliau mengatakan “Kalau pemuda sudah berumur 21-22 tahun sama sekali tidak berjuang, tak bercita-cita, tak bergiat untuk tanah air dan bangsa, pemuda begini baiknya digunduli saja kepalanya”. Menumbuhkan Kepemimpan Pemuda dan Re- Definisi Makna Pendidikan Usaha mencetak jiwa kepemimpian pemuda memang tidak semudah mengedipkan mata. Tapi memang perlu proses yang panjang dan usaha yang maksimal. Pendidikan haruslah mampu menyesuaikan dirinya dengan realita kondisi zaman yang dihadapinya. Bukan malah menyalahkan kondisi tapi pendidikan lah yang harus beradpatasi tanpa harus menyampingkan aspek kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik. Maka perlu lah kita meredefinisi pendidikan kita, pendidikan yang mampu mencetak kepemimpinan pemuda Indonesia adalah dengan cara menumbuhkan karakter kemerdekaan pada diri mereka. Maka pendidikan yang membebaskanlah yang dapat menjadi solusi untuk masalah kepemimpian pemuda saat ini. Pendidikan yang membebaskan bukanlah memberikan pelajaran kepada pemuda hingga menguasai banyak ilmu. Sama sekali bukan. Bak mengisi gelas kosong dengan air, lantas setelah gelas itu penuh, apakah kita merasa telah berhasil mendidiknya. Bukan, tapi kita bebaskan mereka untuk mengisi gelas itu dengan apa, entah itu kopi kah, air putih, coklat dll. Dan kita ajarkan gelas yang sudah penuh itu untuk apa, ajarkan untuk minum dengan cara yang baik dan sopan, bukan malah untuk menyiram ke muka ke mereka yang berbeda isi gelasnya. Intinya menyampaikan kegunaan ilmu untuk kebermanfaatan bersama adalah suatu keharusnya bagi pendidikan. Pendidikan yang membebaskan adalah sebuah model pendidikan yang dimana siswa berperan aktif dalam proses belajar. Model pendidikan dimana guru menjadi pemain utama dalam kelas ibarat sebuah bank. Gurulah yang menabung sedangkan si murid adalah banknya yang harus menampung apa yang ditabung oleh gurunya. Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan dimana peran Pemuda dalam artian murid menjadi pemain ia bebas menentukan ingin seperti apa model pelajaran hari itu. Izinkan mereka memimpin kelas, memberikan space untuk mereka berbicara. Tugas guru didalam kelas hanya menyaksikan, memberikan klarifikasi jika keliru dan memberikan saran yang kurang. Maka didalam kelas itulah mereka terdidika jiwa-jiwa yang demokratis yang senantiasa mau dikritik dan menerima masukan. Bekal yang diperlukan untuk pemimpin diera yang akan datang Pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang mengajarkan murid sesuai dengan zamanya. Jika saat ini mereka amat sangat dekat dengan dunia digital, jadikan dunia digital itu media pembelajaran. Biarkan siswa membawa Smartphonenya didalam kelas dan janganlah



dilarang. Pendidikan macam apa yang takut dengan smartphone dan menganggapnya itu adalah gangguan ? seharusnya pendidikan itulah yang mengajarkan bagaimana manusia dapat kembali menjadi tuan dari gadgetnya dan memanfaatkanya untuk sesuatu yang bermanfaat. Jika pendidikan masih beranggapan smartphone dan dunia digital anggapan mengganggu dalam dunia pendidikan tidak aneh jika para siswa sekarang begitu tidak terkontrol ketika dimedia social. Hal ini dikarenakan lepas kontrolnya pendidikan dalam dunia digital. Para pemuda hanya mampu mengkomentari suatu peristiwa yang ia temukan didunia maya. Tapi mana peran pendidikan yang seharusnya mampu menumbuhkan jiwa kepemimpinan dan kritis untuk mengatasi masalah itu. Dari definisi pendidikan diataslah penulis berkeyakinan kita akan mampu beradaptasi dalam laju era bonus demografi. Pendidikan yang membebasan seperti itu akan menciptakan pemuda yang memiliki kekuatan pengetahuan untuk bekerja ( Knowledge work) sebuah kekuatan untuk membaca masalah dan menghadapinya dengan terampil dalam dunia kerja sehingga dapat meninggkat SDM yang ada diindonesia. Kekuatan kedua adalah menciptakan pemuda yang memiliki kemampuan berpikir (Thinking tools) kemampuan yang digunakan untuk dapat memikirkan solusi dari masalah yang dihadapinya lalu kekuatan yang ketiga adalah pemuda yang memiliki kemampuan menggunakan media digital dengan baik dan bermanfaat dan kemampuan yang keempat adalah kemamapuan meneliti masalah yang dihadapinya dimasyarakat, pendidikan kebebasan adalah pendidikan yang mampu memunculkan kepekaan terhadap sosial para pemuda, tidak hanya peka tapi mampu memberikan jawaban dan solusi dari masalah yang dihadapinya. Penutup Demikian refleksi terhadap kepemimpinan pemuda di Indonesia untuk menyiapkan era bonus demografi dengan menyorot terhadap masalah pemuda yang disebabkan belum maksimalnya pengaplikasian system pendidikan diindonesia. Penulis berharap tulisan ini tidak hanya bermanfaat secara teoritik tetapi juga aplikatif demi terciptanya percepatan kualitas pendidikan yang lebih baik dan berasing dinegara kita Indonesia. Daftar Pustaka Akhmad Muhaimin Azzet, Pendidikan Yang Membebaskan, Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2011. Bappenas, Indeks Pembangunan Pemuda, 2017 BPS ( Badan Pusat Statistika ), Statistik Pemuda Indonesia , 2018 Yunus Abidin, Pembelajaran Multiliterassi Sebuah Jawaban, Bandung : PT. Rafika Aditama, 2015. Yunica Nurmalisa, Pendidikan Generasi Muda, Yogyakarta : Media Akademi, 2017



https://www.kompasiana.com/megamustofatunt/5cae511595760e313c449424/peran-kaumpemuda-terhdap-pembangunan?page=all https://www.kompasiana.com/kupretist/55005689a33311c56f510aae/kritik-budaya-pragmatis-didunia-pendidikan?page=all# https://katadata.co.id/berita/2019/08/14/bappenas-kualitas-sdm-indonesia-masih-ketinggalanjauh-dari-vietnam



PENULIS Muhammad Miftahur Rizqi, lahir 4 September 1995 di pekayon daerah bekasi selatan kota bekasi jawabarat. Menamatkan pendidikan dasarnya di SDSN Pekayon jaya, lalu melanjutkan pendidikanya di MTS Hidayatullah, dan menyelesaikan pendidikan atasnya di MA PONPES AtTaqwa Bekasi. Lalu melanjutkan pendidikan tingginya di Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2013. Disampaing mengemban pendidikan sebagai seorang mahasiswa penulis juga mengenyam pendidikan Pesantren di PONPES Nurul Ummah Kota Gede Yogyakarta. Penulis aktif mengajar di PONPES Aswaja Nusantara Baciro. Menjadi salah satu Inisiator terbentuknya Organisasi MATAN ( Mahasiswa Ahli thoriqah Al- Mu`tabarah An-Nadliyyah ) dikampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2017. Dan menginisiasi terbentuknya lembaga Home Schooling Madrasah dengan Nama Athome Madrasah di Yogyakarta pada tahun 2016. Aktif dalam forum diskusi Rutin Mingguan Wisdom sebagai moderator.