Evaluasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH Pemanfaatan Model-Model Evaluasi Pendidikan Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah “Evaluasi Pembelajaran Biologi” DOSEN PENGAMPU: H. NINDIA YW, M.Pd



Disusun Oleh : Diah Maryya Ulfa



1801061011



Kelas A



FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN TADRIS PENDIDIKAN BIOLOGI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO TAHUN 2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun jauh dari kesempurnaan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah memberikan bimbingan-Nya, sehingga kita menjadi muslim yang beriman secara kaffah. Tujuan dalam pembuatan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Evaluasi Pembelajaran Biologi di Institut Agama Islam Negeri Metro. Serta membantu mahasiswa ataupun pembaca untuk menambah wawasan tentangStandar Penilaian Dalam Perspektif NasionalPendidikanpenilaian pendidikan dalam pers. Akhir kata, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Namun, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamin.



DAFTAR ISI



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi merupakan suatu prosedural untuk mengukur keberhasilan suatu proses. Dimana dalam suatu evaluasi digunakan beberapa cara untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan suatu proses, selain itu evaluasi bisa digunakan sebagai pembelajaran untuk kedepannya tidak melakukan kesalahan atau lebih mengoptimalkan kembali proses pembelajaran yang dilakukan. Evaluasi menjadi salah satu substansi penting dalam suatu pendidikan, karenanya evaluasi selalu ada dalam setiap proses pendidikan. Berbagai macam model dapat dilakukan untuk melakukan evaluasi, baik dengan tes tertulis, maupun cara yang lain. Perkembangan model evaluasi termasuk suatu fenomena yang menarik. Termasuk waktu yang lama untuk para ilmuwan tertarik dan meneliti pentingnya evaluasi dalam suatu proses pendidikan. Pada awalnya banyak orang mempelajari evaluais hanya dari psikometrik dengan kajian utamanya berupa tes dan pengukuran. Evaluasi lebih banyak diarahkan kepada subtansi hasil, dan tidak diarahkan ke substansi yang lain. Studi megenai evaluasi dirasa tidak menarik perhatian orang dan ilmuwan karena kurang memiliki nilai kepraktisan. Sekitar tahun 1960-an barulah studi ini milai berdiri sendiri menjadi spaah satu program studu di perguruan tinggi. Selanjutnya seiring dengan perkembangan zaman model evaluasi mulai berkembang. B. Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian evaluasi pembelajaran? 2. Apa saja model-model evaluasi pembelajaran? 3. Apa saja fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian evaluasi 2. Untuk mengetahui model-model evaluasi pembelajaran 3. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Evaluasi Pengertian evaluasi menurut para ahli: a. Worthen & Sanders, 1987 : 41-49 Evaluasi adalah proses pengumpulan informasi untuk membantu mengambil keputusan dan di dalamnya terdapat perbedaan mengenai siapa yang dimaksudkan dengan pengambilan keputusan. b. Tyler (1949) Evaluasi kurikulum adalah upaya untuk menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil belajar (behavior). c. Orint, M. (1993) Evaluasi kurikulum adalah memberikan pertimbangan berdasarkan kriteria yang disepakati dan data yang diperoleh dari lapangan. d. Meyer (1989) Evaluasi kurikulum sebagai suatu usaha untuk memahami apa yang terjadi dalam pelaksanaan dan dampak dari kurikulum. e. Mawid Marsan (2004 : 41) Evaluasi kurikulum adalah sebagai usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu. f. Menurut Hamid Hasan(1988:13) Evaluasi adalah suatu proses pemberian pertimbangan mengenai nilai dan arti suatu pertimbangan.Dengan demikian evaluasi kurikulum adalah proses evaluasi terhadap kurikulum secara keseluruhan.Evaluasi kurikulum penting dilakukan untuk penyesuain dengan perkembangan ilmu pengetahuan kemajuan teknologi dan kebutuhan pasar. Dari penyataan para alhi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur, menimbang, dan mengumpulkan informasi mengenai proses pembelajaran yang menentukan ada atau tidaknya perubahan pasca proses pembelajaran dilangsungkan.



B. Model-Model Evaluasi Pembelajaran Model evaluasi muncul karena adannya usaha eksplanasi secara kontinu yang diturunkan dari perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk berusaha menerapkan prinsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak pada bidang ilmu pendidikan, prilaku dan seni. Dalam studi tentang evaluasi, banyak dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Said Hamid Hasan mengelompokan model evaluasi sebagai berikut: 1) Model evaluasi kuantitaif, yang meliputi, model Tyler, model Teoritik Taylor dan Maguire, model pendekatan sistem Alkin, model Countenance Stake, model CIPP, model Ekonomi Mikro. 2) Model evaluasi kualifikatif, yang meliputi, model studi kasus, model iluminatif, dan model responsif. Sementara itu, Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi Arikonto dan Cefi Safruddin membedakan model evaluasi menjadi delapan yaitu; Goal Oriented Evaluation Model, Goal Free Evaluation Model, Formatif Sumatif Model, Countenance Evaluation Model, CSE-UCLA, CIPP Evaluation Model dan Discrepancy Model. Ada juga model evaluasi yang dikelompokan Nana Sudjana dan R.Ibrahim yang membagi model evaluasi menjadi empat model utama yaitu; model pengukuran (measurement model), model kesesuaian (congruence model), model sistem (system model) dan model illuminatif (illuminative model). Dari beberapa model evaluasi diatas, beberapa diantaranya akan dikemukakan sebagai berikut: a. Measurement Model Model ini dapat dipandang sebagai model yang tertua di dalam sejarah evaluasi dan telah banyak dikenal didalam proses evaluasi pendidikan. Tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang model ini adalag R. Thorndike dan R. L. Ebel. Sesuai dengan namanya, model ini menitik beratkan pernanan kegiatan pengukuran dalam melaksanakan proses evaluasi. Pengukuran dipandang sebagai suatu kegiatan yang ilmiah dan dapat diterapkandalam.berbagai bidanv persoalan termasuk didalamnya bidang pendidikan. Besarnya peranan pengukuran dalam proses evaluasu menurut model ini, telah menyebabkan kaburnya batas-batas antara pengertian pengukuran dan evaluasu itu sendiri, jika tidak ada pengukuran maka tidak ada evaluasi. Pengukuran menurut model ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian kuantitas



atau jumlah. Jumlah ini akan menunjukkan besarnya objek, orang maupun peristiwa yang dilukiskan dalam bentuk unit-unit ukuran tertentu seperti menit, derajat, meter, dan sebagainya, sehingga dengan demikian pengukuran itu selalu dinyatakan dalam bentuk bilangan. Bertolak dari keyakinan yang diungkapkan oleh R.L. Thorndike bahwa “if anything exists, it exists in quantity, and if it exists in quantity it can be measured” menurut model ini penilaian pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah “pengukuran” terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individu atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah. Ruang lingkup yang dijadikan objek dari kegiatan evaluasi model ini adalah tingkah laku, terutama tingkah laku siswa. Aspek tingkah laku siswa yang dinilai disini mencakup kemampuan hasil belajar, kemampuan pembawaan (inteligensi, bakat), minat, sikap dan aspek-aspek kepribadian siswa. Pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada masing-masing bidang pelajaran dengan menggunakan tes secara kuantitatif-objektif dengan menggunakan prosedur yang dapat distandarisasi. Pengukuran hasil belajar yang dilaksanakan secara baik menurut model ini, akan dapat memenuhi kebutuhan berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan proses pendidikan, para pengawas, kepala sekolah, guru pembimbing dan orang tua. Alat evaluasi yang digunakan dalam model evaluasi ini adalah tes tertulis atau peper and pencil test. Bentuk tes yang biasanya digunakan adalah bentuk tes objektif yang soal-soalnya berupa pilihan ganda, menjodohkan, benar salah dan sebagainya. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang setepat mungkin ada kecenderungan dari model measurement ini untuk mengembangkan alat-alat evaluasi (tes) yang baku atau standar. Tes yang belum dibakukan dipandang kurang dapat mencapai tujuan dari pengukuran itu sendiri. Oleh karena itu, setelah suatu tes dicobakan kepada sampel yang cukup besar, berdasarkan data yang diperoleh, diadakan analisis untuk menentukan validitas dan reliabilitas tes secara keseluruhan maupun setiap soal yang terdapat didalamnya. Mengingat salah satu tujuan pengukuran adalah mengungkapkan perbedaan individual dikalangan para siswa, dalam menganalisis soal-soal tes sangat diperhatikan faktor tingkat kesukaran, setiap tes hasil belajar diharapkan mempunyai penyebaran yang merata dalam tingkat



kesukaran sehingga cukup memberikan tantangan kepada siswa-siswa yang pandai, namun tetap memberikan kemungkinan kepada siswa-siswa yang kurang pandai untuk menunjukan kebolehannya. Mengenai daya pembeda, setiap soal tes diharapkan dapat membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang. b. Congruence Model Model ini dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama, sekalipun dalam beberapa hal menunjukan adanya persamaan dengan model yang pertama. Tokoh-tokoh evaluasi yang merupakan pengembangan model ini antara lain adalah Raph W. Tyler, John B. Carroll dan Lee J. Cronbach. Menurut model ini, evaluasi adalah suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian (congruence) antara tujuan dengan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan. Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan pada akhir kegiatan pendidikan, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Tyler menggambarkan pendidikan sebagai suatu proses, yang didalamnya terdapat tiga hal yang perlu kita bedakan; tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian terhadap hasil belajar. kegiatan evaluasi disini dimaksudkan sebagai kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan telah dapat dicapai siswa dalam bentuk hasil belajar yang mereka perlihatkan pada akhir kegiatan pendidikan. Ini berarti bahwa evaluasi itu pada dasarnya ingin memperoleh gambaran mengenai efektivitas dari sistem pendidikan yang bersangkutan dalam mencapai tujuannya. Mengingat tujuan-tujuan pendidikan mencerminkan perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan pada anak didik, maka yang penting dalam proses evaluasi adalah memeriksa sejauh mana perubahanperubahan tingkah laku yang diinginkan itu telah terjadi pada peserta didik. c. Educational System Evaluation Model Tokoh model ini antara lain Daniel L. Stufflebeam, Micheal Scriven, Robert E.Stake dan Malcom M.Provus. menurut model ini, evaluasi berarti membandingkan tampilan dari berbagai dimensi (tidak hanya dimensi hasil saja) dengan sejumlah kriteria, baik yang bersifat mutlak/intern maupun relatif/ekstern. Model ini menekankan sistem sebagai suatu keseluruhan dan merupakan penggabungan dari beberapa



model, sehingga objek evaluasinya pun diambil dari berbagai model, yaitu: 1) Model congruence dari Stake, yang meliputi keadaan sebelum kegiatan berlangsung, kegiatan yang terjadi dan saling mempengaruhi dan hasil yang diperoleh. 2) Model CIPP dan CDPP dari Stufflebeam. CIPP yaitu Context, Input, Process dan Product. CDPP yaitu Context, Design, Process dan Product. 3) Model Scriven yang meliputi instrumental evaluation dan cosequen-tial evaluation. 4) Model Provus yang meliputi design, operation program, interim products dan terminal products. 5) Model EPIC (Evaluative Innovative curriculum). Model ini mengevaluasi: a) perilaku, yang meliputi kognitif, afektif dan psikomotor b) pemebelajaran, yang meliputi organisasi, isi, metode, fasilitas dan biaya c) institusi, yang meliputi peserta didik, guru, administrator, spesialis pendidikan, keluarga dan masyarakat. 6) Model CEMREL (central Midwestern regional educational laboratory). Model ini dikembangakan oleh Howard Russell dan Louis Smith dengan penekanan pada tiga segi, yaitu: a) fokus evaluasi yang menekankan pada peserta didik, mediator dalam material b) peranan evaluasi adalah untuk evaluasi kegiatan yang sedang berjalan dan evaluasi pada akhir kegiatan c) data evaluasi bersumber dari pengukuran skala, jawaban angket dan observasi. 7) Model Atkinson, yang mengemukakan tiga domain tujuan, yaitu: a) struktur, yang mencakup perencanaan sekolah dan organisasi sekolah b) proses, yang mencakup proses pembelajaran c) produk, yang mencakup perilaku sebagai hasil belajar. d. Illuminative Model Jika model measurement dan congruence lebih berorintasi pada evaluasi kuantitatif-terstruktur, maka model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitatif terbuka. Kegiatan evaluasi dihubungkan dengan learning milieu, dalam



konteks sekolah sebagi lingkunagn material dan psikososial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi. Tujuan evaluasi adalah mempelajari secara cermat dan hati-hati terhadap pelaksanaan sistem pembelajaran, faktor-faktor yang mempengaruhinya, kelebihan dan kekurangan sistem dan pengaruh sistem terhadap pengalaman belajar peserta didik. Hasil evaluasi lebih bersifat deskriptif dan interpretasi, bukan pengkuran dan prediksi. Model ini lebih banyak mengunakan judgement. Fungsi evaluasi adalah sebagai input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian dan penyempurnaan sistem pembelajaran yangs sedang dikembangkan. Objek evaluasi model ini mencakup latar belakang dan perkembangan sistem pembelajaran, proses pelaksanaan sistem pembelajaran, hasil belajar peserta didik, kesukaran-kesukaran yang dialami dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan, termasuk efek samping dari sistem pembelajaran itu sendiri. e. Model Tyler Model ini diambil dari pengembanganya yaitu Tyler. Dalam buku Basic Princeples of Curriculum and Intruction, Tyler banyak mengemukakan ide dan gagasannya tentang evaluasi. Model ini dibangaun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dan sesudah melaksanakan kegiatan pembelajaran (hasil). Dasar pemikiran yang kedua ini menunjukan bahwa seorang evaluator harus dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh pembelajaran. Penggunaan model Tyler memerlukan informasi perubahan tingkah laku terutama pada saat sebelum dan sesudah terjadinya pembelajaran. Istilah yang populer dikalangan guru adalah tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Model ini mensyaratkan validitas informasi pada tes akhir. Untuk menjamin valiaditas ini, maka perlu adanya kontrol dengan menggunakan desain eksperimen. Model tyler disebut juga model black box karena model ini sangat menekankan adanya tes awal dan tes akhir. Dengan demikian apa yang terjadi dalam proses tidak perlu diperhatikan. demensi proses ini dianggap sebagai kotak hitam yang menyimpan segala macam teka-teki. Menurut



Tyler, ada tiga langkah pokok yang harus dilakukan, yaitu menentukan tujuan pembelajaran yang akan dievaluasi, menentukan situasi dimana peserta didik memperoleh kesempatan untuk menunjukan tingkah laku yang berhubungan dengan tujuan, dan menentukan alat evaluasi yang akan digunakan untuk mengukur tingkah laku peserta didik. f. Model yang berorientasi pada Tujuan Dalam pembelajaran, kita mengenal adanya tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus. Model evaluasi ini mengunakan kedua tujuan tersebut sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan. Evaluasi diartikan sebagai proses pengukuran untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai. Model ini dianggap lebih praktis karena menentukan hasil yang diinginkan dengan rumusan yang dapat diukur. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil dan prosedur pengukuran hasil. Tujuan model ini adalah membantu guru merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dengan kegiatan. Jika rumusan tujuan pembelajaran dapat diobservasi dan dapat diukur, maka kegiatan evaluasi pembelajaran akan menjadi lebih praktis dan simpel. Disamping itu, model ini dapat membantu guru menjelaskan rencana pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan proses pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung pada tujuan yang ingin diukur, hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program pembelajaran berdasarkan kriteria program khusus. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan dengan kegiatan dan menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam program pembelajaran. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan. g. Model Alkin Model ini diambil dari nama pengembanganya, yaitu Marvin Alkin (1969), menurut Alkin, evaluasi adalah suatu proses untuk menyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif. Alkin mengemukakan ada lima jenis evaluasi, yaitu: 1) Sistem assessment, yaitu untuk memberikan informasi tentang keadaan atau posisi dari suatu sistem.



2) Program planning, yaitu untuk membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhan program. 3) Program implemantation, yaitu untuk menyiapkan informasi apakah suatu program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat sebagaimana yang direncanakan. 4) Program imporovement, yaitu memberikan informasi tentang bagaimana suatu program dapat berfungsi, bekerja atau berjalan. Apakah sesuai dengan pencapaian tujuan? Apakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul secara tiba-tiba. 5) Program certification, yaitu memberikan informasi tentang nilai atau manfaat suatu program. h. Model Brinkerhoff Model O. Brinkerhoff (1987) mengemukakan ada tiga jenis evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemenelemen yang sama yaitu: 1) Fixed vs Emergent Evaluation Design Desain evaluasi fixed (tetap) harus direncanakan dan disusun secara sistemik-terstruktur sebelum program dilaksanakan. Meskipun demikian, desain fixed dapat juga disesuaikan dengan kebutuhan yang sewaktu-waktu dapat berubah. Desain evaluasi ini dikembangakn berdasarkan tujuan program, kemudian disusun pertanyaanpertanyaan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Kegiatan evaluasi yang dilakukan dalam desain fixed ini, antara lain menyusun pertanyaanpertanyaan, menyusun dan menyiapkan instrumen, menganalisis hasil evaluasi, dan melaporkan hasil evaluasi secara formal kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 2) Formative vs Summative Evaluation Istilah formatif dan sumatif pertama kali dipopulerkan oleh Michael Scriven. Model ini menunjukan adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (disebut evaluasi sumatif). Untuk dapat memahami kedua jenis evaluasi ini dapat dilihat dari fungsinya. Evaluasi formatif berfungsi untuk memperbaiki kurikulum dan



pembelajaran, sedangkan evaluasi sumatif berfungsi untuk melihat kemanfaatan kurikulum dan pembelajaran secara menyeluruh. Artinya, jika hasil kurikulum dan pembelajaran memang bermanfaat bagi semua pihak yang terkait (terutama peserta didik) maka kurikulum dan pembelajaran dapat dilanjutkan. Sebaliknya, jika hasil kurikulum dan pembelajaran tidak mempunyai manfaat, maka kurikulum dan pembelajaran dapat dihentikan. Dengan demikian, evaluasi sumatif dapat menentukan apakah suatu kurikulum dan pembelajaran akan diteruskan atau dihentikan. Oleh sebab itu, seorang evaluator harus betul-betul memiliki kemampuan profesional dan dapat dipercaya dalam menentukan keputusan tersebut. Fokus evaluasi sumatif adalah variabel-variabel yang dianggap penting dalam kurikulum dan pembelajaran. 3) Desain Eksperimental dan Desain Quasi Eksperimental vs Natural Inquiry Desain eksperimental banyak menggunakan pendekatan kuantitatif, random sampling, memberikan perlakuan dan mengukur dampak, tujuannya adalah untuk menilai manfaat hasil percobaan program pembelajaran. Untuk itu, perlu dilakukan manipulasi terhadap lingkungan dan pemilihan strategi yang dianggap pantas. Dalam praktiknya, desain evaluasi ini agak sulit dilakukan karena pada umumnya proses pembelajaran sudah atau sedang terjadi. Jika prosesnya sudah terjadi, evaluator cukup melihat dokumen-dokumen sejarah atau menganalisis hasil tes. Jika prosesnya sedang terjadi, evaluator dapat melakukan pengamatan atau wawancara dengan orang-orang yang terlibat. i. Model Responsif Sebagaimana model illuminatif, model ini juga menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik. Evaluasi tidak diartikan sebagai pegukuran malainkan pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai perspektif orang-orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program pembelajaran. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua kompenen program pembelajaran melalui sudut pandang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka model ini



kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif. Instrumen yang digunakan pada umumnya mengandalkan observasi langsung maupun tak langsung dengan interpretasi data yang impresionistik. Langkah-langkah kegiatan evaluasi meliputi observasi, merekam hasil wawancara, mengumpulkan data, mengecek pengetahuan awal peserta didik dan mengembangkan desain atau model. C. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Pendidikan a. Fungsi Evaluasi Pendidikan 1) Evaluasi Diagnostik, adalah evaluasi yang ditujukan untuk menelaah kelemahan-kelemahan siswa beserta faktor-faktor penyebabnya. 2) Evaluasi Selektif, adalah evaluasi yang digunakan untuk memilih siswa yang paling tepat sesuai dengan kriteria program kegiatan tertentu. 3) Evaluasi Penempatan, adalah evaluasi yang digunakan untuk menempatkan siswa dalam program pendidikan tertentu yang sesuai dengan karakteristik siswa. 4) Evaluasi Formatif, adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar dan mengajar. 5) Evaluasi Sumatif, adalah evaluasi yang dilakukan untuk menentukan hasil dan kemajuan siswa b. Tujuan Evaluasi Pendidikan Tujuan umum evaluasi pembelajaran adalah untuk menghimpun keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Serta menghimpun informasi yang dijadikan dasar untuk mengetahui taraf kemejuan, taraf perkembangan, taraf pencapaian kegiatan belajar peserta didik.Tujuan evaluasi pembelajaran adalah : 1) Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. 2) Untuk mencari dan menemukan faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidiakan sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau caracara perbaikannya. 3) Untuk mengetahui kemajuan hasil belajar peserta didik. 4) Mengetahui potensi yang dimiliki siswa.



5) Mengetahui hasil belajar siswa 6) Mengadakan seleksi. 7) Mengetahui kelemahan atau kesulitan belajar siswa 8) Memberikan bantuan pemilihan jursan 9) Memberikan motivasi belajar 10) Mengetahui efektifitas guru 11) Mengetahui efisiensi mengajar guru 12) Memberikan bukti untuk laporan kepada orang tua atau masyarakat.