Febry Minipro-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Secara global telah terjadi perubahan pola penyakit, yaitu dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Penyakit tidak menular saat ini, masuk ke dalam sepuluh besar penyebab kematian terbanyak secara nasional, salah satunya adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus adalah penyakit metabolik yang ditandai dengan kenaikan gula darah atau hiperglikemia yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, maupun keduanya.1 Prevalensi diabetes di dunia mencapai 230 juta penduduk dan angka tersebut naik sebesar 3% atau bertambah 7 juta jiwa setiap tahun. Tahun 2025 diperkirakan akan ada 350 juta orang yang mengalami diabetes melitus di dunia. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035. 2 Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) tahun 2017, Indonesia berada pada urutan ke-6 diantara sepuluh Negara di dunia dengan penderita DM terbesar setelah Tiongkok, India, AS, Brazil, dan Mexico, yaitu sekitar 10,3 juta orang penyandang diabetes pada usia 20 – 79 tahun dengan prevalensi diabetes pada orang dewasa adalah 6,7% dan diperkirakan akan meningkat menjadi 16,1 juta orang pada tahun 2040.3 Jumlah penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 240 juta. Menurut data RISKESDAS 2018, peningkatan angka prevalensi DM cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi 8,5% di tahun 2018, sehingga estimasi jumlah penderita di Indonesia mencapai lebih dari 16 juta orang.4 Pada tahun 2016, terdapat 1.585 kasus penderita diabetes melitus di Kabupaten Kebumen. Sedangkan untuk wilayah kerja Puskesmas Kutowinangun, terdapat 56 pasien diabetes mellitus terdaftar menjadi peserta prolanis.



1



Kepatuhan minum obat merupakan hal yang penting bagi penderita diabetes mellitus tipe-2 untuk mencapai sasaran dan pencegahan komplikasi secara efektif. Perilaku tidak patuh dapat menyebabkan timbulnya komplikasi dan meningkatkan angka mortalitas. Menurut data WHO, rendahnya tingkat kepatuhan minum obat pada pasien diabetes dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu karakteristik pengobatan dan penyakit (durasi penyakit, kompleksitas terapi, dan pemberian perawatan), faktor intrapersonal (jenis kelamin, usia, stress, rasa percaya diri, depresi dan penggunaan alkohol), faktor interpersonal (hubungan pasien dengan petugas kesehatan dan dukungan sosial), dan faktor lingkungan.5 Menurut Depkes RI (2014) ketidakpatuhan sampai saat ini masih menjadi masalah utama penderita diabetes melitus tipe-2, khususnya pada pasien lanjut usia. Mereka cenderung mengalami kesulitan dalam mematuhi pengobatan mereka sendiri seperti menghentikan pengobatan secara mendadak atau mengonsumsi obat dengan dosis yang tidak tepat. Masalah kepatuhan minum obat juga berimbas kepada keadaan ekonomi pasien, semakin menurunnya tingkat kepatuhan pasien maka biaya terapi dan kemungkinan pasien dirawat inap meningkat.6 Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui “Tingkat Kepatuhan Minum Obat anti DM pada Penderita Prolanis DM tipe-2 di Wilayah Puskesmas Kutowinangun?”



B. PERNYATAAN MASALAH Dengan memperhatikan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana tingkat kepatuhan minum obat anti DM pada penderita prolanis DM tipe-2 di wilayah Puskesmas Kutowinangun?



C. TUJUAN PENELITIAN 1.



Tujuan Umum Mengetahui tingkat kepatuhan minum obat anti DM pada penderita prolanis DM tipe-2 di Puskesmas Kutowinangun Kabupaten Kebumen.



2



2.



Tujuan Khusus a.



Mengetahui karakteristik demografi responden meliputi umur, jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan pekerjaan



b.



Mengetahui persentase jawaban dari masing-masing pertanyaan



c.



Mengetahui tingkat kepatuhan minum obat anti DM pada penderita prolanis DM tipe-2



D. MANFAAT PENELITIAN Manfaat Ilmiah 1. Memberikan informasi kepada Puskesmas Kutowinangun mengenai tingkat kepatuhan penggunaan obat anti DM pada prolanis penderita DM di Puskesmas Kutowinangun 2. Sebagai



bahan



pertimbangan



dalam



meningkatkan



program



penanggulangan penyakit kronis (prolanis) di Puskesmas Kutowinangun 3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi penelitian lanjutan mengenai kepatuhan penggunaan obat anti DM pada prolanis penderita DM di Puskesmas Kutowinangun



3



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA



2.1.



Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes mellitus adalah



suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif. 7 Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang dikarakteristikkan dengan kondisi hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya7.



2.2.



Etiologi Penyakit DM dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:



a. Pola Makan Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya DM. Hal ini disebabkan jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk disekresikan. b. Obesitas Orang yang gemuk dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai kecenderungan lebih besar untuk terserang DM dibandingkan dengan orang yang tidak gemuk. c. Faktor genetik Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM dari orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang terkena juga. d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormone yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin.



4



e. Penyakit dan infeksi pada pankreas Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pancreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.8,9



2.3.



Klasifikasi



Klasifikasi DM menurut PERKENI (2015) adalah sebagai berikut: 1. DM Tipe 1: destruksi sel beta, biasanya menjurus ke defisiensi insulin absolut - Autoimun - Idiopatik 2. DM Tipe 2 (bevariasi, mulai dari resistensi insulin yang dominan dengan defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin yang dominan dengan resistensi insulin) 3. Tipe lain: - Defek genetik fungsi sel beta - Defek genetik kerja insulin - Penyakit eksokrin pankreas - Endokrinopati - Obat atau zat kimia - Infeksi - Faktor imunologi yang jarang - Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM 4. Diabetes Mellitus Gestasional.1



2.4.



Patofisiologi



a). Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) DMT 1 merupakan DM yang tergantung insulin. Pada DMT 1 kelainan terletak pada sel beta yang bisa idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan insulin secara absolut.10,11



5



Pada DMT 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer kuantitas dan kualitasnya cukup atau normal ( jumlah reseptor insulin DMT 1 antara 30.00035.000 ) jumlah reseptor insulin pada orang normal ± 35.000. sedang pada DM dengan obesitas ± 20.000 reseptor insulin.10,11 DMT 1, biasanya terdiagnosa sejak usia kanak-kanak. Pada DMT 1 tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan hidup penderita harus mendapat suntikan insulin setiap harinya. DMT1 tanpa pengaturan harian, pada kondisi darurat dapat terjadi.10,11 b). Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT 2) DMT 2 adalah DM yang tidak tergantung insulin. Pada tipe ini, pada awalnya kelainan terletak pada jaringan perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel beta pankreas (defek sekresi insulin), yaitu sebagai berikut : 1. Sekresi insulin oleh pankreas mungkin cukup atau kurang, sehingga glukosa yang sudah diabsorbsi masuk ke dalam darah tetapi jumlah insulin yang efektif belum memadai. 2. Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000-30.000) pada obesitas jumlah reseptor bahkan hanya 20.000. 3. Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor jelek, sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding atau afinitas atau sensitifitas insulin terganggu). 4. Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis intraselluler terganggu. 5. Adanya kelainan campuran diantara nomor 1,2,3 dan 4. DM tipe 2 ini Biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak menyadari telah menderita dibetes tipe 2, walaupun keadaannya sudah menjadi sangat serius. Diabetes tipe 2 sudah menjadi umum di Indonesia, dan angkanya terus bertambah akibat gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan malas berolahraga.10,11



6



2.5.



Diagnosis



Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti: •Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. •Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Kriteria Diagnosis DM menurut perkeni 2015: 



Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak



ada asupan kalori minimal 8 jam, atau 



Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl2-jam setelah Tes Toleransi



Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram, atau 



Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik,



atau 



Pemeriksaan



HbA1c



≥6,5%



dengan



menggunakan



metode



yang



terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program(NGSP). Catatan: Pada kondisi tertentu seperti:anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisi-kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi. Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: •Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100-125 mg/dl dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam =126



>=200



Prediabetes



5,7-6,4



100-125



140-199



Normal



69 tahun. Dari 37 sampel yang mengikuti penelitian, responden terbanyak pasien Diabetes Melitus tipe-2 berada pada rentang usia 6069 tahun berjumlah 14 orang (37.8%) dan responden yang paling sedikit berusia >69 tahun sebanyak 5 orang (13.5%)



Tabel 4.2. Distribusi Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Usia Usia Peserta Frequency Valid



Percent



40-49 tahun



7



18.9



50-59 tahun



11



29.7



60-69 tahun



14



37.8



> 69 tahun



5



13.5



37



100.0



Total



4.2.3. Distribusi Jumlah Sampel Berdasarkan Pendidikan Terakhir Berdasarkan data usia pada tabel 4.3., dapat dilihat bahwa responden yang terbanyak adalah SD berjumlah 24 orang (64.9%), selanjutnya berpendidikan SMP sebanyak 6 orang (16.2%), SMA sebanyak 5 orang (13.5%) dan yang paling sedikit adalah tidak sekolah sebanyak 2 orang (5.4%).



24



Tabel 4.3. Distribusi Jumlah Sampel Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan Terakhir Peserta Frequency Valid



SD



Percent 24



64.9



SMA



5



13.5



SMP



6



16.2



Tidak Sekolah



2



5.4



37



100.0



Total



4.2.4. Distribusi Jumlah Sampel Berdasarkan Pekerjaan Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.4., didapatkan bahwa rata – rata responden bekerja sebagai ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 20 orang (54,1%), yang bekerja sebagai buruh dan petani masing-masing sebanyak 5 orang (13.5%), dan sisanya bekerja sebagai pedagang, penjahit, pensiun, dan perangkat desa.



Tabel 4.4. Distribusi Jumlah Sampel Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Peserta Frequency Valid



Buruh



Percent 5



13.5



20



54.1



Pedagang



4



10.8



Penjahit



1



2.7



Pensiun



1



2.7



Perangkat Desa



1



2.7



Petani



5



13.5



37



100.0



IRT



Total



25



4.7.



Data Kuesioner Tingkat Kepatuhan Responden Data Kuesioner Tingkat Kepatuhan Responden yang disajikan pada tabel



4.5. , didapatkan bahwa tingkat kepatuhan penggunaan obat pasien diabetes mellitus tipe-2 di Puskesmas Kutowinangun masih berada di kisaran rendahsedang.



Tabel 4.5. . Distribusi Jumlah Sampel Berdasarkan Tingkat Kepatuhan Tingkat Kepatuhan Minum Obat



Frequency Valid



Percent



Rendah



13



35.1



Sedang



14



37.8



Tinggi



10



27.0



Total



37



100.0



Tabel 4.5. Persentase Jawaban Responden menggunakan kuesioner MMAS-8 1. Apakah Bapak/Ibu kadang-kadang lupa minum



14



23



(37.8%)



(62.2%)



2. Coba diingat-ingat lagi, dalam 2 minggu terakhir



10



27



apakah Bapak/Ibu pernah tidak minum obat



(27%)



(73%)



8



29



(21.6%)



(78.4%)



13



24



(35.1%)



(64.9%)



4



33



(10.8%)



(89.2%)



obat secara teratur



3. Apakah Bapak/Ibu pernah mengurangi atau berhenti minum obat tanpa memberitahu dokter 4. Jika Bapak/Ibu sedang bepergian atau keluar rumah dalam waktu yang cukup lama, apakah Bapak/Ibu pernah lupa membawa obat yang harus diminum? 5. Apakah Bapak/Ibu tidak minum semua obat kemarin?



26



6. Jika Bapak/Ibu sudah merasa kondisi Bapak/Ibu



9



28



lebih baik, apakah Bapak/Ibu pernah berhenti



(24.3%)



(75.7%)



3 (8.1%)



34



untuk minum obat? 7. Apakah meminum obat setiap hari membuat Bapak/Ibu merasa terganggu dalam mematuhi



(91.9%)



pengobatan? 8. Apakah Bapak/Ibu sering mengalami kesulitan mengingat semua obat DM yang harus diminum?



5



32



(13.5%)



(86.5%)



Berdasarkan hasil penelitian pada responden penderita DM di wilayah kerja Puskesmas Kutowinangun, ketidakpatuhan minum obat paling banyak disebabkan karena peserta kadang-kadang lupa minum obat secara teratur sebesar 37.8%. Selanjutnya ketidakpatuhan karena lupa membawa obat saat sedang bepergian jauh atau keluar rumah dalam jangka waktu yang cukup lama dengan presentasi sebesar 35.1%. Setelah itu ketidakpatuhan dikarenakan pasien sesekali tidak meminum obat dalam 2 minggu terakhir adalah sebesar 27%. Untuk ketidakpatuhan minum obat karena merasa kondisi sudah lebih baik didapatkan presentasi sebesar 24.3%. Sedangkan kepatuhan mengurangi atau berhenti minum obat tanpa memberitahu dokter dengan presentase sebesar 21.6%. Untuk pasien merasa kesulitan untuk mengingat obat yang harus diminum dengan presentase 13.5%. Sedangkan untuk ketidakpatuhan lupa minum semua obat kemarin presentase sebesar 10.8% Ketidakpatuhan minum obat setiap hari karena merasa terganggu atau tidak nyaman dengan presentase sebesar 8.1%



27



BAB V PEMBAHASAN



Pada tabel 4.1. dapat dilihat bahwa sebagian besar peserta prolanis yang menderita Diabetes Melitus tipe-2 adalah perempuan. Hal ini mungkin saja dapat disebabkan oleh karena sebagian besar peserta prolanis memang kebanyakan perempuan. Peserta berjenis kelamin laki laki cenderung enggan untuk datang ke program prolanis diakibatkan karena adanya rasa malas, pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, dan kecuekan terhadap masalah kesehatan dirinya sendiri. Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa mayoritas peserta penelitian masih berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan juga turut mempengaruhi tingkat kepatuhan minum obat . Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sweileh et al. tahun 2014 dan Nanda, et al (2018). Tingkat pendidikan akan berbanding lurus dengan tingkat kepatuhan disebabkan karena responden dengan tingkat pendidikan tinggi akan memiliki informasi yang lebih banyak dan lebih paham mengenai informasi terapi pengobatan yang diberikan oleh dokter.5, Pada tabel 4.3, mayoritas responden merupakan IRT sebanyak 20 orang (64.9%). Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan minum obat, dikarenakan dengan adanya jadwal kerja yang terlalu padat terutama pada pasien yang bekerja, menyebabkan pengambilan obat atau kontrol terapi pengobatan terlupakan sehingga menyebabkan jadwal minum obat yang tidak sesuai dengan aturan dokter.19 Ketidakpatuhan mayoritas responden pada penelitian ini masih kisaran rendah-sedang dikarenakan masih banyak responden yang kadang-kadang lupa minum obat secara teratur. Mereka belum mengerti akan pentingnya pengobatan pada pasien diabetes melitus tipe-2 yang digunakan dalam waktu jangka panjang. Ketidakpatuhan dalam minum obat rutin dapat dilakukan secara sengaja dengan mengurangi dosis obat atau berhenti meminum obat karena merasa penyakit yang diderita sudah membaik dan dapat juga dilakukan secara tidak sengaja. Pada penelitan ini, mayoritas responden yang tidak patuh minum obat dilakukan secara



28



tidak sengaja: baik karena lupa minum obat akhir-akhir ini ataupun lupa membawa obat saat bepergian jauh atau lama.18 Kadang-kadang lupa minum obat secara teratur merupakan alasan ketidakpatuhan yang paling sering ditemui dalam penelitian ini disebabkan karena peserta pada penelitian ini sudah berusia lanjut sehingga daya ingat pasien cenderung menurun akibat bertambahnya usia. Keadaan pasien yang sering lupa mengonsumsi atau membawa obat saat bepergian mungkin dapat dipengaruhi karena kurangnya dukungan dari keluarga untuk mengingatkan. Keluarga memiliki peranan penting dalam memberikan motivasi, support system, dan perawatan pada anggota keluarga yang merupakan pasien diabetes.19 Alasan pasien merasa terganggu dengan adanya kewajiban untuk minum obat rutin karena pasien merasa bosan dengan kewajiban rutin tersebut. Ketidakpatuhan karena berhenti minum obat jika merasa kondisi sudah lebih baik adalah peserta mengaku tidak ingin tergantung dengan obat-obatan dan merasa takut mengalami gangguan pada ginjal jika memiliki kebiasaan minum obat-obatan, oleh karena hal tersebut pasien lebih beralih kepada pengobatan tradisional, seperti penggunaan kayu manis, bawang putih, daun salam, dan mengkudu.20 Sedangkan kepatuhan mengurangi atau berhenti minum obat tanpa memberitahu dokter diakibatkan oleh karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat. Diketahui beberapa obat DM memiliki efek samping yang tidak mengenakkan untuk dikonsumsi dalam jangka waktu panjang. Obat diabetes oral seperti glimepirid, metformin, dan akarbosa, memiliki beberapa efek samping seperti rasa tidak nyaman pada perut, dan dapat mengakibatkan kembung atau diare.21



29



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN



Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa : 1.



Mayoritas responden adalah berjenis kelamin perempuan (89,2%).



2.



Rata – rata kelompok usia responden adalah 60 hingga 69 tahun (37,8%).



3.



Sebagian besar responden hanya merupakan tamatan SD (64,9%), dan mayoritas memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (54,1%).



4.



Pada penelitian ini didapatkan bahwa tingkat kepatuhan minum obat responden sedang.



5.



Pada penelitian ini, diantara berbagai alasan dapat disimpulkan bahwa penyebab ketidakpatuhan peserta DM tipe-2 dalam minum obat rutin disebabkan karena adanya perilaku yang tidak disengaja dari peserta seperti lupa minum obat atau membawa obat saat bepergian jauh atau lama



Saran 1. Perlunya edukasi yang turut melibatkan peran serta dari keluarga peserta yang tinggal bersama dengan peserta dalam membantu memberikan dukungan dan mengingatkan peserta untuk minum obat rutin 2. Pentingnya konseling rutin kepada para peserta prolanis DM saat datang mengambil obat tentang pentingnya minum obat secara rutin



30



DAFTAR PUSTAKA



1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI. Jakarta. 2015 2. Tandra H. 2017. Segala Sesuatu yang Harus anda Ketahui tentang Diabetes: Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes Secara Cepat dan Mudah. Gramedia Pustaka Utama. 3. International Diabetes Federation. 2017. Diabetes Atlas 7th ed in 2017 4. Riset Kesehatan Dasar. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 5. Nanda OD, Wiryanto RB, Triyono EA. Hubungan Kepatuhan Minum Obat Anti Diabetik dengan Regulasi Kadar Gula Darah pada Pasien Perempuan Diabetes



Melitus.



Amerta



Nutr



(2018),



340-348



doi:



10.20473/amnt.v2.i4.2018.340-348 6. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 7. American Diabetes Association. 2015. Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care. 38 (Sppl 1):S1-S87 8. Donald EM, A AM, HJW. Predictive Validity of A Medication Adherence Measure in an Outpatient Setting. J. Clin. Hypertens. 10, 348-354 (2008) 9. Subagiyo, RA. Hubungan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Dengan Kadar Glukosa Darah pada Pasien Diabetes Melitus di Klinik Anisah Demak. 508514 (2018) 10. Ramachandran A, Snehalatha C, Ma RCW. Diabetes in South-East Asia : An update. Diabetes Research and Clinical Practice 2014 ; 103 : 231-237 11. Casqueiro J, Alves C. Infection in Patients with Diabetes Mellitus :



a



Review of Pathogenesis, Indian Journal of Endocrinology and Metabolism. 2012, 16 (Suppl1, S27-S36. 12. American Diabetes Association, Diabetes



Care



in Specific Settings,



Diabetes Care. 2012, 35(suppl 1), S44. 41



31



13. American Association of Clinical Endocrinologists and American College of Endocrinology



–Clinical Practice Guidelines for Developing a



Diabetes Mellitus Comperehensive Care



Plan–2015.



Endocrine



Practice, 2015; 21 (sppl1):1-87 14. Executive summary: Standards of medical care in diabetes--2013, Diabetes Care. 2013, 36 Suppl 1, S4-10. 15. Soewondo P. Current Practice in the Management of Type 2 Diabetes in Indonesia: Results from the International Diabetes Management Practices Study (IDMPS), J Indonesia Med Assoc. 2011, 61. 16. Garber, AJ.; Abrahamson, M. J.; Barzilay, J. I., et al. 2013. AACE Comprehensive Diabetes Management Algorithm 2013, Endocrine Practice. 19, 327-336. 17. Management of hyperglycaemia in type 2 diabetes, 2018. A consensus report by the American Diabetes Association (ADA) and the European Association for the Study of Diabetes (EASD). Diabetologia. 2018 18. Longo, DL. 2013. Diabetes Mellitus. Harrison's Principles of Internal Medicine thInternational Edition 18 . United States of America. C184; 11371144. 19. Ainni AN. 2017. Studi Kepatuhan Penggunaan Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Jalan RSUD Dr. Tjtrowardojo Purworejon Tahun 2017. UMS. 20. Mokolomban C, Wiyono WL, Mpila DA. 2018. Kepatuhan Minum Obat pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 disertai Hipertensi dengan Menggunakan Metode MMAS-8. Manado. Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT Vol 7 No. 4 21. Fan W. 2017. Epidemiology in diabetes mellitus and cardiovascular disease. Cardiovascular endocrinology;6:8−16.



32