Hadits Menanam Pohon Kel 3 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara istilah, takhrij hadits berarti penjelasan keberadaan sebuah hadits dalam berbagai referensi hadits utama dan penjelasan otentisitas serta validitasnya. Kegunaan takhrij hadits sangat kompleks, salah satu diantaranya yaitu untuk mengetahui otentisitas hadits. Oleh sebab itu, sebagai mahasiswa universitas islam, setidaknya kita mengetahui apa itu takhrij hadits dan mampu melakukan takhrij hadits. Sebagai mahasiswa teknik lingkungan, kita dituntut untuk dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di alam ini. Salah satu permasalahan yang terjadi yaitu kasus penebangan hutan secara liar. Pohon-pohon ditebang tanpa diadakan penanaman kembali. Tindakan tersebut mengakibatkan kerusakan hutan dan timbulnya bencana alam yang mengancam kehidupan manusia. Dalam islam, terdapat sebuah hadits yang mengatakan bahwa menanam pohon merupakan amalan yang senilai dengan sedekah. Sebagai muslim, kita harus selektif dalam memilih hadits untuk dijadikan pedoman hidup. Kita perlu mengetahui beberapa hal, diantaranya otentisitas dari hadits tersebut, siapa saja yang mengeluarkan hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits utamanya, serta mengetahui kredibilitas dari perawinya. Untuk mengetahui nya perlu dilakukan pengujian. Metode pengujian yang sering digunakan yaitu metode takhrij hadits. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana menanam pohon menurut islam? 2. Bagaimana Asbabul Wurud dari hadits menanam pohon? 3. Bagaimana takhrij hadits menanam pohon? 4. Mengapa menanam pohon dapat dikatakan sebagai sedekah? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui tentang menanam pohon menurut islam 2. Untuk mengetahui Asbabul Wurud hadits menanam pohon 3.Untuk mengetahui takhrij hadits menanam pohon 4. Untuk mengetahui apakah menanam pohon dapat dikatakan sedekah 1



‫‪BAB II‬‬ ‫‪PEMBAHASAN‬‬ ‫‪2.1 Hadits Menanam Pohon‬‬ ‫ةحدةثةندا بقةتنديةببة نببن ةسِكعديد ةحدةثةندا أةببو ةعةوناةنةة ح و ةحدةثِكن ي ةعنببد نالدرنحةمِكن نببن نانلبمةبداةرِكك ةحدةثةندا أةببو ةعةوناةنةة ةعنن ةقةتداةدة‬ ‫صدلا ى نادلب ةعلةنديِكه ةوةسلدةم ةمدا ِكمنن بمنسِكلدم ةينغِكربس ةغنرسسدا أةنو‬ ‫ةعنن أةةنِكس نبِكن ةمداِكلدك ةر ِك‬ ‫ضة ي نادلب ةعنبه ةقداةل ةقداةل ةربسوبل نادلِك ة‬ ‫‪2‬‬



‫صةدةقمة ةوةقداةل لةةندا بمنسِكلم ةحدةثةندا أةةبدابن ةحدةثةندا‬ ‫ةينزةربع ةزنرسعدا ةفةدينأبكبل ِكمننبه ةطنديمر أةنو إِكن ةسدامن أةنو ةبِكهديةممة إِكدل ةكداةن لةبه ِكبِكه ة‬ ‫صدلا ى نادلب ةعلةنديِكه ةوةسلدةم‬ ‫ةقةتداةدبة ةحدةثةندا أةةنمس ةعنن نالدنِكبي ي ة‬ Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah. Dan diriwayatkan pula telah menceritakan kepada saya 'Abdurrahman bin Al Mubarak telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Anas bin Malik radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang muslimpun yang bercocok tanam atau menanam satu tanaman lalu tanaman itu dimakan oleh burung atau manusia atau hewan melainkan itu menjadi shadaqah baginya". Dan berkata, kepada kami Muslim telah menceritakan kepada saya Aban telah menceritakan kepada kami Qatadah telah menceritakan kepada kami Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.” (HR. Imam Bukhari hadits no.2320)1 Adapun beberapa hadits yang menguatkannya yaitu: ‫صدلا ى نادلب ةعةلنديِكه ةوةسلدةم ةقداةل ةمدا ِكمنن بمنسِكلدم ةينغِكربس‬ ‫ةحدةثةندا بقةتنديةببة ةحدةثةندا أةببو ةعةوناةنةة ةعنن ةقةتداةدة ةعنن أةةندس ةعنن نالدنِكبي ي ة‬ ‫صةدةقمة ةقداةل ةوِكف ي نانلةبداب ةعنن أةِكب ي‬ ‫ةغنرسسدا أةنو ةينزةربع ةزنرسعدا ةفةدينأبكبل ِكمنبه إِكنةسدامن أةنو ةطنديمر أةنو ةبِكهديةممة إِكدل ةكداةننت ةلبه ة‬ ‫صِكحديمح‬ ‫أةييوةب ةوةجداِكبدر ةوأبيم بمةبيشدر ةوةزنيِكد نبِكن ةخداِكلد ةقداةل أةببو ِكعديةسا ى ةحِكديبث أةةندس ةحِكديمث ةحةسمن ة‬ Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Tidaklah seorang muslim yang menanam tanaman atau menabur benih lalu (hasilnya) dimakan oleh manusia, burung 1.



Abu ‘Isa Muhammad bin Saurah ibn al-Dahhak al-Sulami al-Bughi al-Turmudzi,



Sunan al-Turmudzi (Beirut: Dar al-Fiqr, 2005), 91



atau binatang ternak melainkan hal tersebut menjadi sedekah baginya." Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Ayyub, Jabir, Ummu Mubasysyir dan Zaid bin Khalid. Abu Isa berkata; Hadits Anas adalah hadits hasan shahih.” (HR. Tirmidzi hadits no.1303)



3



‫و ةحدةثِكن ي بمةحدمبد نببن ةحداِكتدم ةونانببن أةِكب ي ةخةلدف ةقداةل ةحدةثةندا ةرنومح ةحدةثةندا نانببن بجةرنيدج أةنخةبةرِكن ي أةببو ناليزةبنديِكر أةدنبه ةسِكمةع‬ ‫صدلا ى نادلب ةعلةنديِكه ةوةسلدةم ةيبقوبل ةل ةينغِكربس ةربجمل بمنسِكلم ةغنرسسدا ةوةل‬ ‫ةجداِكبةر نبةن ةعنبِكد نادلِك ةيبقوبل ةسِكمنعبت ةربسوةل نادلِك ة‬ ‫ةزنرسعدا ةفةدينأبكةل ِكمننبه ةسبمع أةنو ةطداِكئمر أةنو ةشن يمء إِكدل ةكداةن ةلبه ِكفديِكه أةنجمر و ةقداةل نانببن أةِكب ي ةخةلدف ةطداِكئمر ةشن يء‬ Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim dan Ibnu Abu Khalaf keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Rauh telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku Abu Zubair bahwa dia mendengar Jabir bin Abdullah dia berkata, "Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidaklah seorang Muslim yang menanam sebatang pohon atau tanaman, lalu tanaman tersebut dimakan oleh binatang buas, burung atau sesuatu yang lain, kecuali hal itu bernilai sesekah baginya." (HR. Muslim hadits no.2902) Syaikh Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa hadits-hadits tersebut merupakan dalil-dalil yang jelas mengenai anjuran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bercocok tanam, karena di dalam bercocok tanam terdapat 2 manfaat yaitu manfaat dunia dan manfaat agama. Pertama: Manfaat yang bersifat Dunia (dunyawiyah) dari bercocok tanam akan menghasilkan produksi (menyediakan bahan makanan). Karena dalam bercocok tanam, yang bisa mengambil manfaatnya, selain petani itu sendiri juga masyarakat dan negerinya. Dapat dilihat setiap orang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian baik sayuran dan buah-buahan, biji-bijian maupun palawija yang kesemuanya merupakan kebutuhan manusia. Maka orang-orang yang bercocok tanam telah memberikan manfaat dengan menyediakan hal-hal yang dibutuhkan manusia. Sehingga hasil tanamannya menjadi



manfaat



untuk



masyarakat



dan



memperbanyak



kebaikan-



kebaikannya. Bahkan manfaatnya bukan sebatas penyedian makanan bagi orang lain saja tetapi juga dengan bercocok tanam juga menjadikan lingkungan menjadi lebih sehat untuk manusia dimana udara menjadi segar karena tanaman menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh manusia untuk proses pernafasan. Tanaman berupa pepohonan juga memberikan kerindangan bagi orang-orang 4



yang berteduh di bawahnya, kesejukan bagi orang yang ada di sekitarnya. Tanaman juga menjadikan pemandangan alam yang enak dan indah dipandang. Lihatlah hamparan tanah yang dipenuhi oleh tanam-tanaman tentunya hati dibuat senang melihatnya, perasaan pun menjadi damai berada di dekatnya. Adapun bila melihat hamparan tanah yang kering dan gersang dari tanaman-tanaman tentu lah kita memperoleh perasaan yang sebaliknya. Kedua: Manfaat yang bersifat agama (diniyyah) yaitu berupa pahala atau ganjaran. Sesungguhnya tanaman yang kita tanam apabila dimakan oleh manusia, binatang baik berupa burung ataupun yang lainnya meskipun satu biji saja, sesungguhnya itu adalah merupakan sedekah bagi penanamnya, sama saja apakah dia kehendaki ataupun tidak, bahkan seandainya ditakdirkan bahwa seseorang itu ketika menanamnya tidak memperdulikan perkara ini (perkara tentang apa yang dimakan dari tanamannya merupakan sedekah) kemudian apabila terjadi tanamannya dimakan maka itu tetap merupakan sedekah baginya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang muslim akan mendapat pahala dari hartanya yang dicuri, dirampas atau dirusak dengan syarat dia tetap bersabar dan menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dari ketiga hadits diatas dapat diambil pelajaran bahwa perbuatan yang dilakukan seorang muslim yang pada hakekatnya hanya berupa sebuah hal yang mubah, yaitu bercocok tanam tetapi pelakunya dapat memperoleh pahala. Walaupun itu asalnya bukan suatu ibadah tapi bisa bernilai ibadah dan akan mendapat pahala. Sesungguhnya segala perkara perkara bagi seorang muslim adalah bisa bernilai ibadah dan mempunyai kebaikan sebagaiman hadits dari Abu Yahya Shuhaib



bin



Sinan Rodhiyallohu



‘Anhu dia



berkata,



telah



bersabda



Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam:



5



‫ إإين أخخصناخبيتءه خسييرر اءء خشييخكخر خفخكييناخن خخيييرر ا‬: ‫س خذإلخك خلخحٍدد إإلر إليلءميؤإمإن‬ ‫خعخجربنا خليمإر ايلءميؤإمإن إإرن أخيمخرءه ءكلرءه خخيرر خو خلي خ‬ ‫ خو إين أخخصناخبيتءه خضرر اءء خصخبخر خفخكناخن خخيرر ا خلءه‬, ‫خلءه‬ Artinya: “Menakjubkan



pada



perkara



seorang



mukmin



sesungguhnya



perkaranya semuanya baginya adalah kebaikan, dan tidaklah itu didapatkan melainkan oleh seorang mukmin: jika dia mendapatkan kesenangan (nikmat) dia bersyukur maka itu adalah kebaikan baginya dan jika kesulitan (musibah) menimpanya kemudian dia bersabar maka itu adalah kebaikan baginya.”(HR. Imam Muslim lihat kitab Riyadhush Shalihin hadits no.27) Syaikh Utsaimin rohimahulloh juga menambahkan bahwa perkara ini memang menakjubkan. Yaitu seandainya ada seorang pencuri mencuri tanaman seseorang, misalnya ada seorang datang ke sebatang pohon kurma kemudian mencuri kurma. Maka bagi si pemilik kurma justru memperoleh pahala atas peristiwa pencurian kurma tersebut. Meskipun di sisi lain sekiranya dia mengetahui siapa pencurinya maka dia harus dilaporkan ke pihak berwajib. Mengapakah bisa semua hasil tanaman yang ditanam itu merupakan sedekah? Ini tidaklah bertentangan bahkan sesuai dengan kaidah agama yaitu kaidah bahwa seseorang tidak akan memperoleh kebaikan (pahala atau ganjaran) kecuali atas hasil usahanya sendiri, demikian juga sebaliknya seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain. Maka kalau kita perhatikan tanaman kita merupakan hasil usaha yang baik yang akan menjadi sedekah walaupun dimakan atau diambil tanpa seizin kita.



2.2 Takhrij Hadits 2.2.1 Kritik Sanad Para perawi dalam hadis sunan Al-Bukhari no 2320 dapat dikatakan memenuhi persyaratan sebagai perawi hadis sahih. Sanadnya muttasil dari alBukhari sampai dengan kepada Rasulullah SAW, pada perawi yang pertama, 6



yaitu Anas bin Malik yang statusnya adalah sahabat Nabi, maka dalam hal ini tidak perlu dipersoalkan dan diragukan lagi bahwa sanadnya muttasil, dan Anas bin Malik wafat pada tahun 93 H, sedangkan muridnya yang bernama Qatadah Ibn Diamah meninggal pada tahun 117 H. Antara keduanya memiliki selisih 24 tahun dari kematiannya, dan diperkirakan bahwa mereka pernah bertemu dengan selisih kematian yang terpaut 24 tahun. Murid dari Qatadah ibn diamah adalah al-Waddah ibn Abdillah al-Yaskuri yang meninggal pada tahun 175 H dan selisih antara keduanya adalah 58 tahun sehingga ada indikasi pertemuan antara Qatadah ibn diamah dan al-Waddah ibn Abdillah alYaskuri. Maka kemungkinan mereka untuk bertemu antara guru dengan murid sangatlah besar, jadi antara keduanya tidak dipersoalkan. Qutaibah Ibn Sa’id adalah murid dari al-Waddah ibn Abdillah al-Yaskuri, Qutaibah meninggal pada tahun 145 H, sedangkan jarak antara Qutaibah dengan al-Waddah adalah 66 tahun, hal ini adalah selisih yang jauh dari riwayat yang lain, dengan lambang periwayatan haddasna maka sanad hadis tersebut muttasil, dan yang terakhir adalah Bukhori, dari lambang periwayatan yang didapatkan dari gurunya adalah haddasana maka disimpulkan bahwa sanadnya tidak terputus. a. jalur sanad QA"



taat dbb



n



W



au



ds



aa



i aial



o



ii



nn



l



hnh bMb Dn'a



A



'kSd



a



mlb' an,b



ai



l



d



a au i



i



b l



h



hi



bAnb. Biografi Sanad i n n 1). Anas bin Malik bin An Nadlir bin Dlamdlom bin Zaid bin Haram



7







ULAMA



Nama Lengkap : Anas bin



Ibnu Hajar al



Malik bin An Nadlir bin



'Asqalani



Dlamdlom bin Zaid bin   



KOMENTAR Shahabat



Haram Kalangan : Shahabat Kuniyah : Abu Hamzah Negeri semasa hidup :



Bashrah  Wafat : 93 H 2). Qatadah bin Da'amah bin Qatadah 



Nama Lengkap : Qatadah



ULAMA



KOMENTAR







Yahya bin Ma'in Tsiqah bin Da'amah bin Qatadah Kalangan : Tabi'in kalangan Muhammad bin tsiqah ma`mun Sa'd biasa







Kuniyah







Khaththab Negeri semasa







Bashrah Wafat : 117 H



:



Abu



Al



Ibnu Hajar al 'Asqalani



hidup



:



Adz Dzahabi



tsiqah tsabat Hafizh



3). Wadloh bin 'Abdullah, maula Yazid bin 'Atha











Nama



:



"Wadldloh



bin



'Abdullah,



maula



Yazid bin 'Atha'" Kalangan : Tabi'ut Tabi'in







Lengkap



kalangan



pertengahan Kuniyah :



Abu



ULAMA



KOMENTAR



Affan bin Muslim



tsabat



Al 'Ajli



Tsiqah



Abu Hatim



shaduuq tsiqah



Ya'kub bin Syaibah



tsabat shalih



Abu Zur'ah



Tsiqah



Ibnu Sa'd



tsiqah shaduuq 8







'Awanah Negeri semasa hidup :







Bashrah Wafat : 175 H



4). Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah







Nama Lengkap : Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin







Tharif bin 'Abdullah Kalangan : Tabi'ul Atba'



 



kalangan tua Kuniyah : Abu Raja' Negeri semasa hidup







Himsh Wafat : 145 H



:



ULAMA



KOMENTA R



Abu Hatim



Tsiqah



An Nasa'i



Tsiqah



Yahya bin Ma'in



Tsiqah



Ibnu Hajar al



Tsiqah



'Asqalani



Tsabat



2.1.2 Kritik Matan Adapun yang dapat dijadikan patokan dalam penelitian matan hadis adalah tidak bertentangan dengan ayat-ayat Alquran yang muhkam, tidak bertentangan dengan akal sehat, tidak bertentangan dengan hadis mutawatir, dan lain sebagainya. Untuk mengetahui kualitas matan pada hadis Imam Al-Bukhari di atas dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: a. Meneliti matan hadis apakah bertentangan dengan ayat Alquran atau tidak, pada hadis tersebut tidak ada pertentangannya sama sekali dalam ayat Alquran, bahkan menguatkan apa yang ada dalam ayat Alquran, dalam hal ini khususnya adalah mengenai bercocok tanam, firman Allah SWT yang artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahgian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).2 9



2.



Departemen Agama RI. 1971. Alquran dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma’ Khadim



al Haramain, 1971), 30: 41.



Penafsiran dari ayat ini adalah: Ketika manusia belum tamak kepada harta dan belum musyrik dengan kemewahan dunia, maka dunia ini penuh dengan kebijakan dan kejayaan, keamanan dan ketentraman. Pada mulanya manusia hidup dalam kebahagiaan sampai timbul kemudian timbul rasa dengki, loba dan tamak yang dilahirkan dalam



berbagai



corak.



Maka



Allah



mengutus



Nabi-Nabi-Nya



untuk



menyampaikan keterangan yang menggembirakan dan menyampaikan peringatan, selain untuk menentukan hukum di antara manusia dalam segala macam hal yang mereka perselisihkan. Karena itu, timbullah pertarungan antara yang benar dan yang batal. Allah juga menyiksa orang-orang yang durhaka dan membinasakan umat yang ingkar. Allah mencabut keberkatan dari manusia dan menyiksa mereka dengan mendatangkan bencana yang memusnakan harta dan jiwa, sehingga mereka kembali kepada kebenaran.6 b. Membandingkan dengan matan hadis lainnya yang setema, dari riwayat Imam Muslim dan Imam Al-Bukhari tidak ada perbedaan yang menonjol. Hanya saja dari beberapa matan hadis lain yang satu tema matannya berbeda, tetapi perbedaan tersebut tidak mengurangi makna yang terkandung di dalamnya. Perbedaan lafadz dalam matan hadis yang ada, menurut ulama’ hadis perbedaan yang tidak mengakibatkan pergeseran makna asalkan sanadnya sahih maka perbedaan itu dapat ditoleransi.7 Mengacu pada hadis di atas, jelas tidak ada pertentangan sama sekali dalam kajian makna hadisnya, bahkan antara hadis riwayat alTirmidhi dengan riwayat yang lainnya saling mendukung. c. Hadis di atas tidak pula bertentangan dengan akal sehat, karena selama seseorang yang menanam pohon adalah suatu tindakan untuk kelestarian alam dengan bermanfaat juga untuk manusia dengan menghasilkan CO2 yaitu oksigen yang sehari-hari dibutuhkan manusia. Disamping itu juga dalam ajaran Islam penanaman pohon yang hasilnya dimanfaatkan 10



makhluk hidup lainnya bias menjadi shadaqah ketika sudah meninggal pemiliknya. Beberapa hal di atas telah menunjukkan bahwa matan hadis nomor 2320 dalam Sunan Al-Bukhari telah memenuhi kriteria yang dijadikan ukuran dalam mengetahui kesahihan matan. Berdasarkan kritik sanad dan kritik matan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari bernilai sahih. Dengan demikian hadis tersebut dapat dijadikan hujjah dan dijadikan landasan hukum Islam, karena kandungan matannya sama sekali tidak ada pertentangan dengan Alquran dan lain-lain. 2.3 Asbabul Wurud Asbabul wurud dari hadits diatas berawal dari suatu kejadian dimana ada seorang laki- laki yang berpapasan dengan abu dardak ketika dia sedang menanam bibit pohon di Damaskus, maka orang tersebut berkata kepadanya “apakah anda melakukan hal ini ? padahal jika anda adalah sahabat rasulullah SAW.?”, maka abu dardak menjawab,



“janganlah terlalu terburu-buru



memberi penilaian kepadaku, aku mendengar rasulullah SWA. Bersabda: “Barang siapa menanam bibit tanaman (sekalipun ) yang tidak dimakan oleh manusiadan tidak pula oleh mahluk allah melaikan allah menuliskan sadaqah baginya “.[3] Dengan adanya hadis ini dapat mendorong seseorang untuk mengelola tanah dengan tanaman, atau dengan melakukan usaha pertanian, atau dengan memanfaatkan tanah kosong untuk dijadikan sebuah kebun atau pekarangan, karena allah pesti akan menuliskan sebuah pahala sadaqah baginya. sehingga orang islam akan bersemangat untuk melakukan sesuatu yang bermamfaat baginya dan bagi alam sekitarnya, hal ini juga menunjukkan bahwa ajaran islam sangat memperdulikan lingkungan dan menunjukkan bahwa semua perbuatan orang



islam tidak sia-sia dan perbuatannya



pasti akan



mendapatkankan pahala atau balasan yang setimpal sesuai dengan apa yang ia kerjakan, walaupun hanya dengan menanam sebuah bibit tanaman yang belum tentu dimakan oleh manusia atau hewan .



11



2.4 Keutamaan Menanam Pohon Menurut Islam Sebagian besar kebanyakan orang menyangka bahwa program penghijauan bukanlah suatu amalan yang mendapatkan pahala di sisi Allah, sehingga ada diantara mereka yang tidak peduli dalam mendukung program tersebut. Sebuah hadits yang masyhur dari Rasulullah SAW, beliau bersabda yang artinya: “Jika seorang manusia meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya, kecuali dari tiga perkara: sedekah jariyah (yang mengalir pahalanya), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akan kebaikan baginya”. [HR. Muslim] Jadi, menghijaukan lingkungan dengan tanaman yang kita tanam merupakan sedekah dan amal jariyah bagi kita walau telah meninggal, selama tanaman itu tumbuh atau berketurunan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya”. [HR. Al-Bukhoriy] Seorang muslim yang menanam tanaman tak akan pernah rugi di sisi Allah SWT sebab tanaman tersebut akan dirasakan manfaatnya oleh manusia dan hewan, bahkan bumi yang kita tempati. Tanaman yang pernah kita tanam lalu diambil oleh siapa saja, baik dengan jalan yang halal, maupun jalan haram, maka kita sebagai penanam tetap mendapatkan pahala, sebab tanaman yang diambil tersebut berubah menjadi sedekah bagi kita.



12



Penghijauan



atau



reboisasi



merupakan



amalan



sholeh



yang



mengandung banyak manfaat bagi manusia di dunia dan untuk membantu kemaslahatan akhirat manusia. Jika demikian banyak manfaatnya, maka tak heran jika agama kita memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan tanah dan menanaminya sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah dalam hadits lainnya, seperti beliau pernah bersabda yang artinya: “Jika hari kiamat telah tegak, sedang di tangan seorang diantara kalian terdapat bibit pohon korma; jika ia mampu untuk tidak berdiri sampai ia menanamnya, maka lakukanlah”. [HR. Ahmad] Rasulullah SAW tidak mungkin memerintahkan suatu perkara kepada umatnya dalam kondisi yang genting dan sempit seperti itu, kecuali karena perkara itu amat penting, dan besar manfaatnya bagi seorang manusia. Semua ini menunjukkan tentang keutamaan “Go Green” alias program penghijauan. Al-Imam Abu Zakariyya Yahya Ibn Syarof An-Nawawiy-rahimahullah berkata menjelaskan faedah-faedah dari hadits yang mulia ini, Di dalam hadits-hadits ini terdapat keutamaan menanam pohon dan tanaman, bahwa pahala pelakunya akan terus berjalan (mengalir) selama pohon dan tanaman itu ada, serta sesuatu (bibit) yang lahir darinya sampai hari kiamat masih ada.



13



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dari pembahasan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa: a. Menanam pohon bersifat mubah, dan juga bukanlah suatu hal yang bernilai ibadah, tetapi apabila dilakukan akan bernilai shadaqah jariyah. b. Asbabul wurud dari hadits diatas berawal dari suatu kejadian dimana ada seorang laki- laki yang berpapasan dengan abu dardak ketika dia sedang menanam bibit pohon di Damaskus. c. Berdasarkan kritik sanad dan kritik matan di atas maka dapat disimpulkan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari bernilai sahih. Dengan demikian hadis tersebut dapat dijadikan hujjah dan dijadikan landasan hukum Islam, karena kandungan matannya sama sekali tidak ada pertentangan dengan Alquran dan lain-lain. d. Menanam pohon dikatakan bernilai shadaqah jariyah karena memberikan banyak manfaat pada kehidupan yang pahalanya tidak akan terputus sampai hari kiamat.



3.2 Saran Dari pembahasan diatas, penulis menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa teknik lingkungan untuk berpartisipasi dalam menanam pohon, karena pohon merupakan unsure yang penting dalam hidup kita.



14