Jawaban Tugas 3 (Pendidikan Kewarganegaraan) - 042132053 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama



: Farah Salsabila



Jurusan



: D3 Perpajakan



NIM



: 042132053



1. Secara etimologi, istilah otonomi itu berasal dari bahasa Latin, dimana kata otonomi berasal dari kata “autos” yang memiliki arti “sendiri”, dan kata kedua berasal dari kata “nomos” yang memiliki arti “aturan”, dan berdasarkan etimologi juga dapat disimpulkan kalau otonomi memiliki pengertian sebagai pengaturan sendiri, memerintah sendiri atau mengatur, dan harus diketahui juga kalau otonomi daerah dan daerah otonom adalah dua hal yang berbeda, tetapi dalam makna yang sempit, otonomi memiliki arti mandiri. Secara umum, pengertian dari otonomi daerah menurut Wahidin (2015 : 95) adalah sebuah kegiatan dalam rangka peningkatan efisiensi administrasi dan juga peningkatan pembangunan sosial – ekonomi, dimana kemandirian daerah sangat diperlukan untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan juga melaksanakan pembangunan di daerah tersebut. Selain itu, pengertian otonomi daerah secara istilah menurut Wahidin (2015 : 85) adalah sebuah hak, wewenang, dan juga kewajiban daerah otonom untuk dapat mengatur atau mengurus sendiri urusan pemerintahan atau kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan Perundang – undangan yang berlaku saat ini di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam sebuah sudut pandang, otonomi daerah itu tidak hanya memiliki arti untuk melaksanakan demokrasi, tetapi otonomi daerah itu juga dapat mendorong berkembangnya prakarsa sendiri untuk mengambil keputusan tentang kepentingan masyarakat setempat, dan dengan berkembangnya prakarsa sendiri maka akan tercapai apa yang dimaksud dengan demokrasi, yaitu pemerintah dari raykat, oleh rakyat, dan juga untuk rakyat. Dalam hal ini, dapat disimpulkan bahwa rakyat tidak hanya dapat menentukan nasibnya sendiri akan tetapi mereka juga berhak untuk memperbaiki nasibnya sendiri. Menurut, Wahidin (2015 : 95), desentralisasi dan juga penguatan demokrasi di tingkat lokal itu merupakan sebuah elemen dasar yang akan mendasari kelahiran Undang – Undang No. 22 Tahun 1999, dimana undang – undang ini akan menggantikan posisi Undang – Undang No. 5 Tahun 1974 yang akan memiliki sebuah nuansa kekuasaan yang sentralistik dan mengabaikan kearifan dan juga aspirasi masyarakat lokal. Di sisi lain, desentralisasi memiliki sebuah pengertian yaitu sebuah instrumen yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh suatu negara. Adapun sebuah peraturan perundang – undangan yang menjadi suatu landasan hokum di dalam pemberlakuan kebijakan otonomi daerah yang dapat dijumpai baik itu di dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun di dalam peraturan perundang – undangan lain yang lebih khusus, dimana pasal di dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur tentang otonomi daerah adalah sebagai berikut : 



Pasal 18 : Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibagi atas daerah provinsi, kabupaten, dan juga kota yang masing – masing memiliki pemerintahan yang diatur dengan Undang – Undang.







Pasal 18 A : Hubungan wewenang anatar pemerintahan Pusat dan Daerah diatur dengan Undang – Undang (UU) dengan memperhatikan kekhususan dan juga keragaman daerah.







Pasal 18 B : Pemerintah mengakui dan menghormati satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan juga istimewa yang diatur dengan Undang – Undang (UU).



 Faktor pendukung yang mempengaruhi otonomi daerah, yaitu sebagai berikut :  Kemampuan atau Kualitas Sumber Daya Manusia Kualitas sumber daya manusia merupakan salah satu kunci kelancaran otonomi daerah, dimana dalam pelaksanaannya otonomi daerah tidak akan berjalan dengan lancar tanpa adanya sebuah kerjasama antara masyarakatnya dengan pemerintah, dan dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa sumber daya manusia yang berkualitas tinggi (secara pendidikan, kemampuan, keterampilan dan kemauan) mampu menciptakan tenaga kerja yang berkualitas.



 Kemampuan Keuangan/Ekonomi Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan mempengaruhi otonomi daerah, dimana dengan pendapatan masyarakatnya yang tinggi, maka penyelenggaraan otonomi daerah juga akan meningkat.



Sumber : BMP MKDU4111 (Pendidikan Kewarganegaraan); Modul 9; Halaman : 9.4 – 9.7 2. Dalam otonomi daerah, tentu saja pelaksanaannya tidak hanya dari keberhasilannya saja, akan tetapi pelaksanaan ini juga memiliki beberapa faktor hambatan, dan faktor – faktor tersebut antara lain adalah :



 Perbedaan Konsep dan Paradigma Otonomi Daerah Dalam faktor yang pertama ini, terdapat beberapa penjelasan, diantaranya adalah :







Perbedaan Konsep



Dalam perbincangan tentang otonomi daerah ini, terdapat beberapa perbedaan persepsi di kalangan cendekiawan, dan juga para pejabat birokrasi, dimana di antara mereka ada yang mempersepsikan kalau otonomi daerah itu sebagai prinsip penghormatan, terhadap kehidupan masyarakat sesuai riwayat adat - istiadat dan sifat - sifatnya dalam sebuah konteks negara kesatuan (Prof. Soepomo dalam Abdullah, 2000: 11), dan ada juga yang mempersepsikan kalau otonomi daerah itu sebagai upaya dalam berperspektif dalam bidang Ekonomi - Politik, di mana suatu daerah akan diberikan peluang untuk berdemokrasi dan juga untuk berprakarsa dalam memenuhi kepentingannya sehingga mereka dapat menghargai dan juga saling menghormati kebersamaan dan persatuan dan kesatuan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).







Perbedaan Paradigma



Selain perbedaan konsep, ada juga perbedaan paradigma yang berkaitan pula dengan paradigma utama yang memiliki kaitannya dengan otonomi, yaitu paradigma politik dan juga paradigma organisasi yang bernuansa tentang pertentangan. Menurut paradigma politik, pada otonomi birokrasi publik tidak akan mungkin ada dan tidak akan berkembang karena adanya kepentingan politik dari rezim yang berkuasa. Rezim ini tentunya membatasi kebebasan birokrat level bawah dalam membuat keputusan sendiri, selain itu, pemerintah daerah (kabupaten, kota) merupakan sebuah subordinasi dari pemerintah pusat, dan secara teoretis subordinasi dan otonomi bertentangan, karena kedua hal itu menurut paradigma politik akan membuat otonomi tidak dapat berjalan selama posisi suatu lembaga merupakan subordinasi dari lembaga yang lebih tinggi.



 Kuatnya Paradigma Birokrasi Paradigma birokrasi yang sentralistik ini telah terbina begitu lama dan juga mendalam dan bahkan menjadi sebuah kepribadian dari beberapa aparat kunci di dalam instansi pemerintah daerah, maka dari itu perlu dilakukan reformasi administrasi publik di daerah, kemudian meninggalkan kelemahan - kelemahan dari paradigma lama, dan harus dapat mempelajari, memahami serta mengadopsi paradigma baru seperti Post Bureaucratic (Barzelay, 1992) atau (Reinventing Government, 1992, 1997), dan sampai sekarang aparat pemerintah daerah masih belum berani melakukan sebuah terobosan yang dibutuhkan saat ini, dimana ini nantinya akan dipergunakan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan digunakan untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat karena masih kuatnya pengaruh dari paradigma birokrasi.



 Lemahnya Kontrol Wakil Rakyat dan Masyarakat Selama orde baru yang tidak kurang dari 32 tahun, peranan seorang wakil rakyat dalam mengontrol eksekutif sangatlah tidak efektif kala itu karena terkooptasi oleh elit eksekutif, di waktu itu juga birokrasi di daerah cenderung melayani kepentingan pemerintah pusat, dari pada melayani kepentingan masyarakat lokal. Kontrol terhadap aparat birokrasi oleh lembaga legislatif dan masyarakat tampak artifisial dan fesudo demokratik. Sayang, semangat demokrasi yang timbul dan berkembang di era reformasi kala itu hingga kini tidak diikuti oleh strategi peningkatan kemampuan dan juga kualitas wakil rakyat.



 Kesalahan Strategi Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah telah diberlakukan pada suatu pemerintah daerah yang sedang melemah, dimana dalam hal ini pemerintah daerah diberikan sebuah kewenangan untuk melakukan sendiri apa yang mereka butuhkan, tetapi dengan kemampuan yang sangat marjinal. Seperti, model pembangunan yang dilakukan selama ini sangat sentralistik dan juga birokratis yang nantinya akan berakibat pada sebuah penumpulan kreativitas pemerintah daerah dan aparatnya. Dalam hubungan ini, seperti yang dikatakan oleh The Founding Father, Moh. Hatta, bahwa “memberikan otonomi daerah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya auto-activiteit artinya tercapailah apa yang dimaksud dengan demokrasi, yaitu pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat, untuk rakyat. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaiki nasibnya sendiri. Inilah hakikat otonomi menurut Hatta. Sumber : http://bahanajar.ut.ac.id/app/webroot/epub/original_files/extract/1175/EPUB/xhtml/raw/sylggb.xhtml



3. Otonomi daerah saat ini juga belum merujuk pada otonomisasi masyarakat daerah. Seperti yang kita ketahui kalau salah satu ciri otonomi daerah adalah peningkatan keterlibatan masyarakat daerah untuk ikut menentukan nasibnya sendiri, namun pada kenyataannya masyarakat belum mempunyai andil yang besar dalam pelaksanaan otonomi daerah. Ada sebuah kecenderungan dalam partisipasi masyarakat di era desentralisasi yang dimanfaatkan oleh para masyarakat elit yang lebih mengetahui akses untuk mempengaruhi kebijakan pada tingkat daerah serta kehadiran mereka mengatasnamakan wakil rakyat yang menyuarakan keinginan dari rakyat. Solusi nyata kita sebagai masyarakat untuk menanggulangi hambatan pelaksanaan otonomi daerah antara lain sebagai berikut : 



Memperbaiki Kualitas Pemimpin



Solusi yang dapat diberikan antara lain adalah tentang kualifikasi pimpinan atau kepala daerahnya. Tidak bisa dipungkiri, jika peran seorang kepala daerah dalam menentukan arah pembangunan daerah sangatlah besar, dan jika tidak ada political will dari pimpinan, usaha-usaha perbaikan tidak akan bisa dilaksanakan, dan selain itu, diperlukan kepala daerah yang memang mampu dibidangnya, tanggap, kritis, mempunyai kreatifitas dan juga inovasi yang tinggi serta kemauan yang kuat untuk merubah daerahnya menjadi lebih baik kedepannya. Karena itu diperlukan pembinaan kader - kader politik dengan cara membekali pendidikan dan juga pengetahuan yang luas tentang kearifan lokal serta pentingnya daya saing di daerah tersebut. Seperti yang kita ketahui, selama ini sebagian besar kepala daerah berasal dari beberapa partai politik, dengan demikian pembinaan kader politik bisa dilakukan oleh partai yang bersangkutan dan juga memberikan mereka sebuah tanggung jawab untuk melahirkan beberapa kader - kader politik yang berkualitas. 



Memperbanyak Peranan Masyarakat



Selain dari segi kepemimpinan yang harus diperbaiki, peningkatan keterlibatan masyarakat itu harus dilakukan di berbagai kalangan, bukan hanya pada golongan masyarakat elit saja, dimana peningkatan keterlibatan bisa dilakukan melalui pemberian akses seluas luasnya pada seluruh masyarakat tanpa menimbulkan diskriminiasi bagi beberapa pihak serta dengan memberikan tata cara untuk dapat berpartisipasi kepada mereka secara jelas dan juga tersosialisasi. Pemberian hak seluas - luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan pemerintah daerah juga sebagai kewajiban pemerintah, dan harus menyediakan tempat dan juga SOP mekanisme pengaduan masyarakat, bukan hanya dengan melalui kotak pengaduan, via email, call center ataupun surat pos, namun menyediakan wadah/lembaga yang secara khusus melayani pengaduan masyarakat disertai usaha merealisasikannya. Penguatan partisipasi masyarakat bisa diwujudkan melalui optimalisasi kegiatan Musrembang, dimulai dari Musrenbangdes, Musrenbangcam sampai Musrenbang tingkat kabupaten. Dengan demikian, kesepakatan di Musrembang harus bisa dijawab oleh pihak pemerintah, sehingga masyarakat akan merasa keberadaan dan partisipasi mereka dibutuhkan dalam proses pembangunan didalam otonomi daerah. Pemerintah juga harus cerdas, kreatif serta inovatif dalam merumuskan suatu kebijakan, terutama kemampuan untuk memprioritaskan program - program di daerah, supaya jangan sampai menimbulkan kecemburuan sosial di lingkungan masyarakat sendiri. 



Memperketat Rekrutmen Pegawai Pemerintah



Solusi lain dari masalah otonomi daerah yakni tentang perekrutan pegawai pemerintahan. Selama ini, kita tahu bahwa dalam rekrutmen PNS di daerah, seleksinya hanya melalui secara umum saja, belum ada sistem perekrutan yang sesuai dengan spesialisasi kerja (disesuaikan oleh formasi dan juga latar belakang pendidikan), sehingga ketika mereka ditempatkan di pemerintahan, kinerja yang dimiliki hanya sebatas tugas yang dibebankan sebagai pegawai tanpa adanya kontribusi dan juga sebuah inovasi yang lebih dalam dalam menentukan atau pelaksanaan program - program pemerintah. Selain itu, banyak terjadi kasus KKN di daerah ketika perkrutan PNS. Tidak sedikit dari mereka membayar uang ratusan juta pada calo supaya bisa diterima sebagai PNS. Jadi, dampak buruknya dirasakan oleh masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan dengan baik. Sumber : https://duniapendidikan.co.id/solusi-otonomi/



4. Peran Mahasiswa dalam Upaya mewujudkan praktek Good Governance Sebagai seorang mahasiswa, kita tentu memiliki sebuah peran dan juga fungsi masing - masing yang meliputi: Agen perubahan (agent of change), penjaga nilai, penerus bangsa, kekuatan moral, kontrol sosial (kontrol sosial). Banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa dalam mewujudkan SDGs, misalnya dengan mengikuti kompetisi bertema SDGs, melakukan penelitian yang dapat mempercepat realisasi SDGs di Indonesia, kemudian ikut berperan aktif sebagai jembatan antara pemerintah dan juga masyarakat miskin, lalu menjadi relawan pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, dan tentunya melayani masyarakat untuk membantu mereka memecahkan masalah yang sering dihadapi, dan masih banyak lagi yang bisa dilakukan oleh mahasiswa. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) bertujuan untuk secara komprehensif dalam mencapai sebuah visi global tentang keselamatan, keadilan, dan juga pembangunan berkelanjutan, dimana ini semua ditujukan untuk manusia berkembang di dunia, dan tujuan - tujuan ini juga mencerminkan prinsip - prinsip kode etik yang melarang siapa pun dan negara mana pun untuk  tertinggal (tidak akan ada yang tertinggal), dan setiap orang dan juga setiap negara yang harus dipertimbangkan dengan cara memainkan peran mereka dalam mewujudkan visi global. Beberapa tujuan SDG adalah memberantas kemiskinan, memperlaju pertumbuhan ekonomi dan juga membuka lapangan pekerjaan yang layak, mengurangi ketimpangan, konsumsi dan produksi secara berkelanjutan, serta konservasi dan juga pemanfaatan ekosistem terestrial yang berkelanjutan. Ini dapat bekerja dengan cara meningkatkan sektor ekonomi, dengan menggunakan salah satu cara untuk meningkatkannya yaitu dengan cara memulai bisnis dari anak muda yaitu seorang mahasiswa, dengan cara melalui kewirausahaan, mahasiswa akan memperoleh penghasilan atau sebuah pendapatan muda dan akan memberikan kesempatan kerja untuk mahasiswa sebagai intelektual dengan cara berpikir kritis dan juga analitis yang harus berani melepaskan pendapatnya secara langsung ke pemerintah saat pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah untuk merugikan rakyat atau tidak sesuai dengan tujuan perkembangan, dan karena itu juga, akan diadakan sebuah perubahan dan pembaruan dalam pengembangan sebagai akibat dari pemikiran siswa. Mahasiswa memiliki posisinya sebagai generasi muda penerus bangsa ini di masa depan nanti. Mahasiswa harus mampu menjadi pemimpin masyarakat, memberikan perubahan dengan dampak positif dan konstruktif kehidupan masyarakat dan menanamkan nilai-nilai positif dalam public, dan dengan kata lain, mahasiswa dapat disebut sebagai agen perubahan. Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan perannya sebagai mahasiswa dalam menyongsong SDGs guna menyejajarkan negara Indonesia dengan negara - negara maju, pemerintah juga membutuhkan adanya partisipasi dari seluruh pelaku pembangunan, dan pemerintah juga akan membutuhkan adanya partisipasi mahasiswa agar SDGs pembangunan yang dilakukan agar terarah dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh masyarakat Indonesia, selain itu juga agar pemerintah dapat mengetahui bagaimana keberhasilan dari pembangunan yang telah dilakukan bagi bangsa ini, dan seorang mahasiswa sebagai generasi muda dan juga penerus bangsa yang mempunyai pemikiran - pemikiran yang baru dan kreatif ini dapat melaksanakan peran untuk membantu pemerintah dalam melakukan kegiatan pembangunan dan dapat memajukan bangsa Indonesia ini. Untuk itu, kita sebagai seorang mahasiswa harus  mempunyai sikap yang proaktif terhadap pemerintah dan juga bangsa Indonesia, dan melihat kondisi pembangunan di Indonesia yang sekarang ini, dan sudah saatnya mahasiswa mengambil peran dan berusaha untuk membuat bangsa ini menjadi lebih baik ke depannya, karena bagaimanapun juga yang akan menjalankan pemerintahan bangsa ini di masa yang akan datang adalah pemuda - pemuda dan juga mahasiswa - mahasiswa di Indonesia saat ini. Sumber



:



https://www.kompasiana.com/nimasds/616d8c8306310e712d3ddd12/peran-mahasiswa-dalam-menyongsong-sdgs-guna-



menyejajarkan-indonesia-dengan-negara-negara-maju