Kasus Vitiligo [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB 1 PENDAHULUAN Sejak zaman dahulu vitiligo telah dikenal dengan beberapa istilah yakni shwete, kusta, suitra, behak, dan beras.1 Kata vitiligo sendiri berasal dan bahasa latin, yakni vitellus yang berarti anak sapi, disebabkan karena kulit penderita berwarna putih seperti kulit anak sapi yang berbercak putih. Istilah vitiligo mulai diperkenalkan oleh Celsus, ia adalah seorang dokter Romawi pada abad kedua.2 Insidensi Vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik. Penyakit juga dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus) pada usia 10–30 tahun.3 Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga ini adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secara poligenik atau secara autosomal dominan. Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari 30% dari penderita vitiligo mempunyai penyakit yang sama pada orangtua, saudara, atau anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar identik. 3,4 Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui sepenuhnya. Namun, beberapa faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang:2 a.



Faktor mekanis Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi.



b.



Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UVA dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan.



1



c.



Faktor emosi/psikis Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat.



d.



Faktor hormonal Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan kontrasepsi oral tetapi pendapat tersebut masih diragukan.



2



BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI Vitiligo adalah gangguan depigmentasi idiopatik didapat yang ditandai dengan gambaran makula putih tidak bersisik, hasil dari hancurnya melanosit kulit secara selektif. 5,6 Gambaran



histologi



pada



lesi



vitiligo,



berupa



bercak-bercak



putih,



memperlihatkan akan hilangnya melanosit dan melanin dari lapisan kulit. 7



Gambar 1. Melanosit pada histologi jaringan kulit normal. 8



2.2 EPIDEMIOLOGI Vitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi mencapai 1%.3 Survey epidemiologi pada kepulauan Bornholm di Denmark menemukan prevalensi vitiligo mencapai 0,38%. Kemungkinan bahwa angka ini juga berlaku untuk negara-negara lain di utara-barat Eropa.4 Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa muda, dengan puncak onsetnya (50% kasus) pada usia 10-30 tahun, tetapi kelainan ini dapat terjadi pada semua usia. Tidak dipengaruhi oleh ras, dengan perbandingan laki-laki sama dengan perempuan. Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik.3



3



2.3 ETIOPATOGENESIS Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga ini adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secara poligenik atau secara autosomal dominan. Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari 30% dari penderita vitiligo mempunyai penyakit yang sama pada orangtua, saudara, atau anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo yang terjadi pada kembar identik. 3,4 Walaupun penyebab pasti vitiligo belum diketahui sepenuhnya. Namun, beberapa faktor diduga dapat menjadi pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang:2 a.



Faktor mekanis Pada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi.



b.



Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet A Pada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UVA dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan.



c.



Faktor emosi / psikis Dikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat gangguan emosi, trauma atau stres psikis yang berat.



d.



Faktor hormonal Diduga vitiligo memburuk selama kehamilan atau pada penggunaan kontrasepsi oral. Tetapi pendapat tersebut masih diragukan. Masih sedikit yang diketahui tentang patogenesis vitiligo, sehingga



patofisiologi penyakit ini masih menjadi teka-teki. Sampai saat ini terdapat 3 hipotesis utama tentang mekanisme penghancuran melanosit pada vitiligo, yang masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan, yaitu: 3,4 a.



Hipotesis Autoimun Hipotesis autoimun menyatakan bahwa melanosit yang terpilih dihancurkan oleh limfosit tertentu yang telah diaktifkan. Namun, mekanisme pengaktifan limfosit tersebut belum diketahui secara pasti. Teori ini juga berdasarkan



4



adanya temuan klinis terhadap hubungan antara vitiligo terhadap gangguan autoimun. Autoantibodi organ spesifik untuk tiroid, sel parietal lambung, dan jaringan adrenal lebih sering ditemukan pada serum pasien dengan vitiligo dibandingkan dengan populasi umum. Antibodi terhadap melanosit orang normal dapat dideteksi dengan menggunakan tes immunoprecipitation spesifik yang memiliki pengaruh sitolisis. Didapati profil sel-T yang abnormal pada pasien vitiligo dengan penurunan sel T-helper. b.



Hipotesis Neurogenik Hipotesis neurogenik didasarkan pada interaksi dari melanosit dan sel saraf. Hipotesis ini menyatakan bahwa adanya pelepasan mediator kimiawi tertentu yang berasal dari akhiran saraf yang akan menyebabkan menurunnya produksi melanin. Namun, studi baru pada penanda neuropeptida dan saraf pada vitiligo menunjukkan bahwa neuropeptida Y mungkin memiliki peran dalam proses terjadinya vitiligo.



c.



Hipotesis Penghacuran Diri Hipotesis penghacuran diri menyatakan bahwa melanosit dihancurkan oleh zat-zat beracun yang dibentuk sebagai bagian dari biosintesis melanin yang alami. Penghancuran ini merupakan mekanisme proteksi alami untuk menyingkirkan prekursor melanin yang beracun. Hipotesis ini berdasarkan temuan klinis dari vitiligo dan penelitan eksperimen terhadap depigmentasi kulit oleh senyawa kimia yang memilik efek mematikan pada fungsi melanosit. Senyawa ini juga dapat menghasilkan leukoderma yang dibedakan dengan vitiligo idiopatik. Sementara itu, mekanisme langsung terjadinya makula putih disebabkan penghancuran melanosit yang progresif oleh sel-T sitotoksi, lainnya ditentukan secara genetis melalui perubahan sitobiologika dan sitokin yang terlibat. 3



5



2.4 MANIFESTASI KLINIS Vitiligo merupakan anomali pigmentasi kulit didapat. Kulit vitiligo menunjukan gejala depigmentasi dengan bercak putih yang dibatasi oleh warna kulit normal atau oleh hiperpigmentasi.9 Pada vitiligo, ditemukan makula dengan gambaran seperti “Kapur” atau putih pucat dengan tepi yang tajam. Progres dari penyakit ini bisa merupakan suatu pengembangan bertahap dari makula lama atau pengembangan dari makula baru. Trichrome vitiligo (tiga warna: putih, coklat muda, coklat tua) mewakili tahapan yang berbeda dalam evolusi vitiligo. 3,9 Tangan, pergelangan tangan, lutut, leher dan daerah sekitar lubang (misalnya mulut) merupakan daerah-daerah yang sering ditemukan vitiligo.5,6 Kadang dapat juga ditemukan gambaran rambut yang memutih atau uban prematur. Gambaran rambut putih pada vitiligo, dianalogikan dengan makula putih, disebut dengan poliosis. 3



Gambar 2. Gambaran vitiligo pada wajah. 3



2.5 KLASIFIKASI Bermacam-macam klasifikasi dikemukakan oleh beberapa ahli. Koga membagi vitiligo dalam 2 golongan yaitu: 7,2 a.



Vitiligo dengan distribusi sesuai dermatom.



b.



Vitiligo dengan distribusi tidak sesuai dermatom. 6



Gambar 3. Gambaran vitiligo bentuk fokal pada daerah lutut.3 Berdasarkan lokalisasi dan distribusinya, Nordlund membagi menjadi:7 a.



Tipe lokalisata, yang terdiri atas: 1) Bentuk fokal : terdapat satu atau lebih makula pada satu daerah dan tidak segmental. 2) Bentuk segmental : terdapat satu atau lebih makula dalam satu atau lebih daerah dermatom dan selalu unilateral. 3) Bentuk mukosal : lesi hanya terdapat pada selaput lendir (genital dan mulut).



b.



Tipe generalisata, yang terdiri atas: 1) Bentuk akrofasial : lesi terdàpat pada bagian distal ekstremitasdan muka. 2) Bentuk vulgaris : lesi tersebar tanpa pola khusus. 3) Bentuk mixed : lesi campuran segmental dan vulgaris atau akrofasial



c.



Bentuk universalis : lesi yang luas meliputi seluruh atauhampir seluruh tubuh.



7



Gambar 4. Gambaran vitiligo universalis.3



Gambar 5. Gambaran lokasi predileksi vitiligo.3



8



2.6 DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis, serta ditunjang oleh pemeriksaan histopatologik serta pemeriksaan dengan lampu Wood. Biasanya, diagnosis vitiligo dapat dibuat dengan mudah pada pemeriksaan klinis pasien, dengan ditemukannya gambaran bercak “kapur putih”, bilateral (biasanya simetris), makula berbatas tajam pada lokasi yang khas. Pada pemeriksaan dengan lampu wood, lesi vitiligo tampak putih berkilau dan hal ini berbeda dengan kelainan hipopigmentasi lainnya. Dalam kasus-kasus tertentu, pemeriksaan histopatologik diperlukan untuk melihat ada tidaknya melanosit dan granul melanin di epidermis. 3 Kelainan kulit pada vitiligo juga dapat kita temukan pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Pada pemeriksaan ini terlihat hilangnya melanosit, dan melanosom pada keratinosit, juga terdapat perubahan dalam keratinosit: spongiosis, eksositosis, basilar vacuopathy, dan apoptosis. Beberapa penulis menjumpai infiltrat limfositik di epidermis. 3



Gambar 6.Perbandingan melanosit normal (A) dan melanosit vitiligo (B) menggunakan immunocytochemistry. (C) analisis Western blot menegaskan bahwa ekspresi Bcl-2 berkurang dalam dua baris melanosit vitiligo dibandingkan dengan empat baris melanosit kontrol. 6



9



2.7 DIAGNOSA BANDING a.



Pityriasis alba (berukuran kecil, tepi yang tidak berbatas tegas, dan warna yang tidak terlalu putih )



b.



Pityriasis versicolor (sisik halus dengan warna fluoresensi kuning –kehijauan di bawah lampu Wood, KOH positif)



c.



Leukoderma oleh bahan kimia (riwayat paparan fenolik germisida, makula confetti). Penyakit ini merupakan diagnosis banding yang sulit, dikarenakan melanosit yang tidak ada, sama seperti pada vitiligo.



d.



Leukoderma terkait dengan melanoma



e.



Leukoderma post-inflamasi [makula tidak terlalu putih (biasanya riwayat psoriasis atau eksim pada yang sama daerah makula)]



f.



Nevus depigmentosus (stabil, kongenital, makula tidak terlalu putih, unilateral).



g.



Nevus anemikus (tidak ada perubahan dengan wood lamp, tidak ada eritema setelah digosok).



h.



Morbus hansen tipe PB (daerah endemis, warna tidak terlalu putih, biasanya terdapat makula anestesi yang tidak berbatas tegas)



i.



Hypomelanosis of Ito (bilateral, garis Blaschko, pola kue marmer; 60-75% mempunyai keterlibatan-sistemik sistem saraf pusat (SSP), mata, sistem muskuloskeletal).



j.



Tuberous sklerosis (stabil, kongenital dengan makula poligonal tidak terlalu putih, bentuk pohon berdaun, - sesekali makula segmenta, dan makula confetti).



k.



Piebaldisme (kongenital, putih, stabil, garis berpigmen pada punggung, pola khas



dengan



makula hiperpigmentasi besar ditengah daerah hypomelanotik). l.



Mikosis fungoides (depigmentasi dan biopsi diperlukan).



m. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada (masalah penglihatan, fotofobia, dysacusis bilateral). n.



Sindrom Waardenburg (penyebab paling umum dari ketulian kongengital, makula putih dan rambut putih, irisheterokromia). 3



10



2.8 PENATALAKSANAAN Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan vitiligo. Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit. Seluruh pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan tidak semua terapi dapat sesuai dengan masing-masing penderita. a.



Tabir surya Sunscreen atau tabir surya mencegah paparan sinar matahari berlebih pada kulit dan hal ini dapat mengurangi kerusakan akibat sinar matahari dan dapat mencegah terjadinya fenomena Koebner. Selain itu sunscreen juga dapat mengurangi tanning dari kulit yang sehat dan dengan demikian mengurangi kekontrasan antara kulit yang sehat dengan kulit yang terkena vitiligo. 3



b.



Kosmetik Banyak penderita vitiligo, terutama jenis vitiligo fokal menggunakan cover mask kosmetik sebagai pilihan terapi. Area dengan lesi leukoderma, khususnya pada wajah, leher, atau tangan dapat ditutup dengan make-up konvensional, produk-produk self tanning, atau pengecatan topikal lain. Pilihan untuk menggunakan kosmetik cukup menguntungkan pasien dikarenakan biayanya yang murah, efek samping yang kecil, dan mudah digunakan. 3,9



c.



Repigmentasi 1) Glukokortikoid topikal, sebagai awal pengobatan diberikan secara intermiten (4 minggu pemakaian, 2 minggu tidak) glukokortikoid topikal kelas I cukup praktis, sederhana, dan aman untuk pemberian pada makula tunggal atau multipel. Jika dalam 2 bulan tidak ada respon, mungkin saja terapi tidak berjalan efektif. Perlu dilakukan pemantauan tanda-tanda awal atrofi akibat penggunaan kortikostreoid3. Pada beberapa penderita vitiligo, terapi dengan kortikosteroid poten tinggi, misalnya betametason valerat 0,1% atau klobetasol propionat 0,05% efektif menimbulkan pigmen1. 2) Topikal inhibitor Kalsineurin. Tacrolimus dan pimecrolimu sefektif untuk repigmentasi vitiligo tetapi hanya didaerah yang terpapar sinar matahari. Obat ini dilaporkan paling efektif bila dikombinasikan dengan UVB atau



11



terapi laser excimer.3 Terdapat juga hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pime crolimus 1% topikal sama efektifnya dengan klobetasol propionatdalam memulihkan kulit akibat vitiligo. 10 3) Topikal fotokemoterapi menggunakan topikal 8-methoxypsoralen (8MOP) dan UVA. Prosedur ini diindikasikan untuk makula berukuran kecil dan hanya dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Hampir sama dengan psoralen oral, mungkin diperlukan ≥15 kali terapi untuk inisiasi respon dan ≥ 100 kali terapi untuk menyelesaikannya.3 4) Fotokemoterapi sistemik. PUVA oral lebih praktis digunakan untuk vitiligo yang luas. PUVA oral dapat dilakukan bersamaan menggunakan sinar matahari (di musim panas atau di daerah yang sepanjang tahun disinari oleh matahari) dan 5-methoxypsoralen (5-MOP) (tersedia di Eropa) atau sinar UVA buatan dengan 5-MOP atau 8-MOP. Adanya respon baik dari terapi dengan PUVA ini ditandai oleh munculnya folikuler kecil yang berpigmen diatas lesi vitiligo. Fotokemoterapi PUVA oral dengan 8-MOP atau5-MOP



keefektifannya mencapai 85%



untuk>70% pasien dengan vitiligo di kepala, leher, lengan atas, kaki, dan di badan.3 5) UVB Narrow-band (311nm). Efektivitas terapi ini hampir sama dengan PUVA, namun tidak memerlukan psoralen. UVB adalah terapi pilihan untuk anak 90% orang dewasa dan > 65% anak-anak dengan vitiligo adalah dari tingkatan baik sampai sangat baik. 12 8) Topikal analog Vitamin D, Analog vitamin D, khususnya Calcipotriol, telah digunakan untuk terapi tunggal atau dikombinasikan dengan topikal steroid pada managemen vitiligo. Efek Vitamn D3 ini mampu menumbuhkan dan mendiferensiasikan melanosit dan keratinosit kembali. Ini telah dibuktikan pada suatu demonstrasi mengenai reseptor untuk 1alpha dihydroxyvitamin D3 pada melanosit. Dipercaya bahwa reseptor ini mengatur stimulasi dari melanogenesis. Analog vitamin ini juga biasa dikombinasikan dengan sinar UV (termasuk NB-UVB) dan topikal steroid.12 9) Topikal



5-Fluorouracil,



Topikal



5-Fluorouracil



digunakan



untuk



menginduksi repigmentasi pada lesi dengan vitiligo dengan memperbesar stimulasi migrasi dari folicular melanosit ke epidermis selama proses epitelisasi. Bentuk topikal terapi ini bisa dikombinasikan dengan titik dermabrasi dari lesi vitiligo untuk meningkatkan respon dari repigmentasi. Didapatkan respon repigmentasi mencapai 73,3% dengan menggunakan kombinasi ini setelah terapi selama 6 bulan.12



13



10) Minigrafting, Teknik pembedahan dengan metode Minigrafting (Autolog Thin Thiersch grafting, Suction Blister grafts, autologous minipunch grafts, transplantation of cultured autologous melanocytes) cukup efektif untuk mengatasi vitiligo dengan makula segmental yang stabil dan sulit diatasi.3 11) Depigmentasi, Tujuan dari depigmentasi adalah "kesatuan" warna kulit pada pasien dengan vitiligo yang luas atau pasien dengan terapi PUVA yang gagal, yang tidak dapat menggunakan PUVA, atau pasien yang menolak pilihan terapi PUVA3. Bleaching, Pemutihan kulit normal dengan krimmono benzyl ether dari hydroquinone (MEH) 20% ini bersifat permanen, artinya proses bleaching (pemutihan) ini tidak reversible. Tingkat keberhasilan terapi ini >90%. Tahap Akhir warna depigmentasi dengan MEH adalah chalk white (kapur putih), seperti pada makula vitiligo.3 Monobenzon tersedia dalam bentuk cream 20%, dioleskan 2 kali sehari selama 2 sampai 3 bulan pada daerah kulit yang masih berpigmen. Terapi biasanya dianggap selesai setelah 10 bulan pemberian.9



Gambar 8. Algoritma penatalaksanaan vitiligo11.



14



2.9 PROGNOSIS Vitiligo bukan penyakit yang membahayakan kehidupan, tetapi prognosisnya masih meragukan dan bergantung pula pada kesabaran dan kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang diberikan.2



3



RINGKASAN Vitiligo merupakan penyakit yang masih belum diketahui penyebabnya secara pasti. Namun, beberapa faktor diduga bisa menjadipencetus untuk penyakit ini. Begitu juga, telah banyak hipotesis yang diungkapkan oleh para peneliti untuk menyingkap misteri dibalik perjalanan penyakit ini. Tidak adanya melanosit pada lapisan kulit, merupakan tanda khas penyakit ini. Gambaran ruam vitiligo dapat berupa makula hipopigmentasi yanglokal sampai universal. Daerah tangan,pergelangan tangan, lutut, leher dan daerahsekitarlubang(misalnya mulut)adalah daerah-daerah predileksi dari vitiligo. Setelah anamnesis dan pemeriksaan klinis, pemeriksaan woodlamp dan pemeriksaan laboratorium histopatologi dapat menjadi penunjang untuk menegakkan diagnosis vitiligo. Terapi vitiligo sendiri sampai saat ini masih kurang memuaskan. Tabir surya dan kosmetik covermask bisa menjadi pilihan terapi yang murah dan mudah serta dapat digunakan oleh pasien sendiri dibanding dengan terapi lainnya. Kortikosteroid topikal juga dapat menjadi terapi inisial untuk vitiligo. Tindakan pembedahan Minirafting pada vitiligo dapat menjadi pilihan terapi apabila terapi lain memang tidak berhasil. Khusus untuk vitiligo dengan luas permukaanya lebih dari 50% dan pengobatan psoralen tidak berhasil, dapat dipilih terapi depigmentasi agar seluruh kulit memiliki warna yang seragam. Prognosis vitiligo masih meragukan dan bergantung pula pada kesabaran dan kepatuhan penderita terhadap pengobatan yang diberikan.



15



BAB III LAPORAN KASUS



3.1 Identitas Pasien Nama



: KSW



Umur



: 72 tahun



Jenis kelamin



: Laki-laki



Alamat



: Perumahan Lukluk Indah, Badung



Tgl pemeriksaan



: 22 Agustus 2012



3.2 Anamnesis Keluhan utama : Kontrol untuk fototerapi Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke ruang fototerapi (spektra) di Rumah Sakit Indera pada 22 Agustus 2012 untuk menjalani fototerapi yang dilakukan setiap dua hari. Saat ini pasien tidak ada mengeluh selain bercak-bercak putih yang ada di kedua lengan bawah kanan dan kiri, kedua punggung tangan kanan dan kiri, lutut, dan kaki sejak lama. Munculnya bercak berwarna putih yang baru di tubuh disangkal oleh pasien. Aktivitas seharian, dan nafsu makan dikatakan baik. Riwayat pengobatan dan penyakit sebelumnya : Sejak sembilan bulan yang lalu ( 20 Desember 2011) pasien telah didiagnosa dengan vitiligo karena mengeluhkan timbul bercak-bercak putih di sebagian besar permukaan kulit tubuhnya dan telah menjalani terapi di Rumah Sakit Indera secara rutin. Keluhan bercak putih tersebut telah dirasakan sejak lama yaitu sekitar dua puluh tahun yang lalu tanpa disertai keluhan gatal. Bercak putih pertama kali muncul di bagian punggung tangan kanan, berjumlah satu dan berbentuk bulat, kemudian ukuran bercak ini bertambah besar serta timbul bercak-



16



bercak baru dengan karakter yang sama di kedua lengan bawah kanan dan kiri, kedua punggung tangan kanan dan kiri, sekitar mulut, punggung, lutut, kaki dan akhirnya menyatu sehingga sebagian besar kulit tubuhnya berwarna putih. Di samping khawatir tentang keluhan yang dialami, pasien juga merasa malu untuk bergaul dengan masyarakat dan sering memakai pakaian yang tertutup saat keluar rumah. Setelah itu, pasien juga pernah berobat di dokter umum dan telah diberikan obat salep serta disarankan agar pasien berobat di RS Indera untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat. Sampai saat ini pasien masih rutin menjalani fototerapi di RS Indera dan hasilnya lebih baik dimana bercak-bercak putih sudah banyak berubah menjadi warna kulit normal. Riwayat penyakit hipertiroidism, hipotiroidism, diabetes mellitus, jantung, dan asma disangkal oleh pasien. Riwayat keluarga: Pasien mengatakan bahwa kakek dan satu dari dua saudara kandungnya juga mengalami keluhan yang sama namun tidak berobat. Riwayat penyakit hipertiroidism, hipotiroidism, diabetes mellitus, jantung, dan asma dalam keluarga disangkal oleh pasien. Riwayat sosial : Pasien merupakan pegawai negeri sipil, sudah bernikah dan mempunyai dua orang anak. Kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alkohol disangkal. 3.3



Pemeriksaan Fisik Status present Nadi : 86 x/menit RR



: 20 x/menit



Tax : 36,2’ TD : 130/80 mmHg



17



Status general Kesadaran



: Kompos mentis



Keadaan umum



: Baik



Status Dermatologis a.



Lokasi : kedua lengan bawah kanan dan kiri, kedua punggung tangan kanan dan kiri, lutut, dan kaki



b.



Effloresensi :



makula apigmentasi, multipel, batas tegas, bentuk



geografika, ukuran bervariasi dari ± 2-20 cm, terdapat makula dengan pigmentasi normal di tengahnya (repigmentasi perifolikular) 3.4



3.5



Diagnosis banding a.



Vitiligo



b.



Tinea versikolor



c.



Morbus Hansen



d.



LE tipe discoid



Diagnosis kerja Vitiligo



3.6



Penatalaksanaan Ultraviolet B



3.7



KIE a.



Pengobatan pada vitiligo memerlukan waktu yang cukup lama



b.



Berjemur tidak boleh sampai timbul lepuh pada kulit, cukup sampai kulit kemerahan



c. 3.8



Lindungi kulit yang normal dengan tabir surya saat berjemur



Prognosis Dubius ad bonam



18



BAB IV PEMBAHASAN



Diagnosis vitiligo ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis dari pemeriksaan fisik. Dari anamnesis, didapatkan pasien laki-laki, usia 72 tahun dengan keluhan timbul bercak warna putih tanpa disertai keluhan gatal sejak sekitar dua puluh tahun yang lalu. Pertamanya bercak putih ini kecil, berjumlah satu



dan berbentuk bulat di punggung tangan kiri. Setelah itu, bercak putih



tersebut semakin hari bertambah luas serta timbul bercak-bercak baru dengan karakter yang sama di kedua lengan bawah kanan dan kiri, kedua punggung tangan kanan dan kiri, lutut, dan kaki dan akhirnya menyatu sehingga sebagian besar kulit tubuhnya berwarna putih. Riwayat keluhan yang sama dalam keluarga ada yaitu



kakek dan satu dari dua saudara kandungnya. Anamnesis yang



didapatkan ini sesuai dengan teori tentang vitiligo. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologis sebagai berikut : a.



Lokasi : kedua lengan bawah kanan dan kiri, kedua punggung tangan kanan dan kiri, lutut, dan kaki



b.



Effloresensi :



makula depigmentasi, multipel, batas tegas, bentuk



geografika, ukuran bervariasi dari ± 2-20 cm, terdapat makula dengan pigmentasi normal di tengahnya (repigmentasi perifolikular) Dari hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pada kasus ini, didapatkan keadaan yang sangat khas pada vitiligo yaitu makula depigmentasi pada kedua lengan bawah kanan dan kiri, kedua punggung tangan kanan dan kiri, lutut, dan kaki serta terdapat makula dengan pigmentasi normal di tengahnya. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan di sini bahwa diagnosis pasien adalah vitiligo. Pada kasus ini penderita diberikan terapi sinar atau fototerapi dengan ultraviolet B (UVB) tiga kali dalam seminggu selama sepuluh menit pada setiap sesi. Terapi ini diberikan kepada pasien karena luas lesi pada tubuh pasien adalah > 20% pada saat pertama kali pasien datang untuk berobat. Selain itu, terapi ini juga mudah dan tidak perlu persiapan khusus, serta memberikan respon yang baik



19



kepada pasien. Pasien juga digalakkan untuk berjemur di bawah sinar matahari, namun tidak lebih dari sepuluh menit atau sampai kulit eritema. Saat menjalani fototerapi atau berjemur, pastikan kulit yang normal dan mata ditutupi dengan memakai tabir cahaya serta alat pelindung mata. Ini adalah bertujuan untuk melindungi mata dan kulit yang sehat dari terbakar.



20



BAB V KESIMPULAN



Pasien laki-laki, usia 72 tahun datang ke RS Indera untuk kontrol dan terapi sinar (fototerapi). Pasien mengeluhkan masih terdapat bercak-bercak putih lama tanpa disertai keluhan gatal di kedua lengan bawah kanan dan kiri, kedua punggung tangan kanan dan kiri, lutut, dan kaki namun timbulnya bercak putih yang baru disangkal pasien. keluhan ini telah dirasakan sejak sekitar dua puluh tahun yang lalu dan pasien mulai berobat sejak Desember 2011. Sebelum berobat, bercak putih tersebut mengenai sebagian besar tubuh pasien namun sekarang banyak lesi yang telah menjadi warna kulit normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologis sebagai berikut : a.



Lokasi : kedua lengan bawah kanan dan kiri, kedua punggung tangan kanan dan kiri, lutut, dan kaki



b.



Effloresensi :



makula depigmentasi, multipel, batas tegas, bentuk



geografika, ukuran bervariasi dari ± 2-20 cm, terdapat makula dengan pigmentasi normal di tengahnya (repigmentasi perifolikular) Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita vitiligo. Penderita diberikan pengobatan dengan terapi sinar ultraviolet B (UVB) mulai dari Desember 2011 sampai sekarang.



21



DAFTAR PUSTAKA



1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 296-298. 2. Hidayat D. 1997. Vitiligo. Cermin Dunia Kedokteran. 117: 33-35. http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Hidayat%2BJ.%2BVitiligo%252 C%2Btinjauan%2Bkepustakaan.%2BDalam%2BCermin%2Bdunia%2Bkedok teran&source=web&cd=1&ved=0CBgQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.k albe.co.id%2Ffiles%2Fcdk%2Ffiles%2F11Vitiligo117.pdf%2F11Vitiligo117. pdf&ei=PNCqTtHiI5HirAeKyZDmDA&usg=AFQjCNG8ZD_6X0lotzoP72Zt n85py_efgA&cad=rja 3. Wolff K, Johnson RA. 2009. Fitzpatrick’s Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. 6th Ed. Mcgraw Hill Medical: Newyork. 335-341. 4. Rook A, Wilkinson DS, Ebling FJG. 1998. Textbook of Dermatology. 6th ed. Blackwell Science: Malden. 1802-1805. 5. Gawkrodger DJ. 2003. Dermatology an Ilustrated Colour Text. 3rd ed. Churchill Livingstone: London. 70. 6. Boissy RE, Manga P. 2004. Review On the Etiology of Contact/Occupational Vitiligo. Pigment Cell Res. 17: 208–214. 7. Moretti S. 2003. Vitiligo. Orphanet Encyclopedia. http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-vitiligo.pdf. 8. Shimizu H. 2007. Shimizu's Textbook of Dermatology. Hokkaido University Press: Japan. 9. 9. James WD, Berger TG, Elston DM. 2006. Andrews’ Disease of The Skin. 10th ed. Saunders Elsevier: Philadelpia. 860-862. 10. Coskun B, Saral Y, Turgut D. 2005. Topical 0.05% clobetasol propionate versus 1% pimecrolimus ointment in vitiligo.Eur J Dermatol. 15 (2): 88-91.



22



11. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. 2008. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. Mc Graw Hill:New York. 616-622. 12. Majid I. 2010. Vitiligo Management : an Update. BJMP. 3(3): a332.



23