Kelompok 5 Hukum Perdata [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH HUKUM JAMINAN (Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata)



Disusun oleh : 1. Nazhif Ali Murtadho (05040720042) 2. M.Ipnu Saputra



(05010720004)



3. Roy Yusuf Ivansyah (05030720026) 4. Ainun Fazirah



(05040720028)



Dosen Pengampu : Dr. Muwahid, SH, M.Hum NIP : 197803102005011004



PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2021 1



KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih dan maha penyayang. Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat-nya yang telah memberikan nikmat, rahmat, taufiq, hidayah serta inayahnya kepada kita saat ini, sehingga kita mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Jaminan” ini dalam keadaan yang sehat wal afiat. Syukur Alhamdulillah kami ucapkan juga kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang benderang yakni islam. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kasih kepada dosen pengampu kita bapak Dr. Muwahid, SH, M.Hum. Selaku dosen mata kuliah hukum perdata yang telah membimbing kita. Dan maaf apabila kami melakukan kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami berharap, semoga makalah ini berguna untuk para pembaca sebagai penambah pengetahuan dan wawasan. Dan semoga ke depannya kami dapat mengembangkan kembali makalah yang telah kami buat ini dalam segi bentuk maupun isi menjadi lebih baik lagi. Karena ketidak sempurnaan kami dalam segi



keterbatasan pengetahuan maupun



pengalaman kami, sehingga kami merasa banyak sekali kekurangan dalam makalah ini. Maka kami mohon kritik dan saran dari para pembaca kami guna membangun makalah yang lebih baik ke depannya.



Surabaya, 22 April 2021



Penulis



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BAB I.........................................................................................................................................4 PENDAHULUAN A. Latar Belakang.....................................................................................................................4 B. Rumusan Masalah................................................................................................................5 C. Tujuan Penulisan................................................................................................................. 5 BAB II.......................................................................................................................................6 PEMBAHASAN A. Pengertian Jaminan..............................................................................................................6 B. Pengaturan Tentang Jaminan.............................................................................................. 7 C. Istilah dan Pengertian Hukum Jaminan...............................................................................9 D. Objek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Jaminan..........................................................10 E. Asas-asas Hukum Jaminan ...............................................................................................12 F. Sumber Hukum Jaminan ...................................................................................................13 BAB III ………………………………………………………………………………………. 15 PENUTUP …………………………………………………………………………………… 15 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….. 16



3



BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jaminan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian pada umumnya, karena pemberian pinjaman modal dari lembaga keuangan (baik bank maupun bukan bank) mensyaratkan adanya suatu jaminan, yang harus dipenuhi para pencari modal kalau ia ingin mendapatkan pinjaman atau tambahan modal (berupa kredit) tersebut baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Kegiatan pinjam meminjam uang merupakan kegiatan yang dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dalam kegiatan pinjam meminjam uang yang terjadi di masyarakat dapat dipastikan bahwa umumnya sering dipersyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi pinjaman. Jaminan utang dapat berupa barang (benda) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaannya kepada pemegang jaminan. Jaminan adalah merupakan sarana perlindungan bagi keamanan debitur, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil resiko bank dalam menyalurkan kredit. Terhadap barang atau benda milik debitur yang dijadikan jaminan, akan dibuat perjanjian pembebanannya yang disebut pengikatan jaminan. Perjanjian jaminan ini timbul karena adanya perjanjian pokok, yang berupa perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian kredit. Tidak mungkin ada perjanjian jaminan tanpa adanya perjanjian pokok. Perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti perjanjian pokoknya. Apabila perjanjian pokok berakhir, maka perjanjian jaminan juga akan berakhir atau hapus. Sifat perjanjian jaminan adalah merupakan perjanjian accesoir. Perjanjian jaminan merupakan jaminan khusus yang dibuat oleh kreditur dengan debitur atau pihak ketiga yang membuat suatu janji dengan mengikatkan benda tertentu atau kesanggupan pihak ketiga dengan tujuan



4



memberikan keamanan dan kepastian hukum pengembalian kredit atau pelaksanaan perjanjian pokok. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud Jaminan? 2. Apa yang dimaksud Pengaturan Tentang Jaminan? 3. Apa yang dimaksud dengan Hukum Jaminan? 4. Apa saja Objek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Jaminan? 5. Apa saja Asas-asas Hukum Jaminan? 6. Apa saja Sumber Hukum Jaminan? 1.3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Jaminan 2. Untuk mengetahui dan memahami Pengaturan Tentang Jaminan 3. Untuk mengetahui dan memahami Hukum Jaminan 4. Untuk mengetahui dan memahami Objek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Jaminan 5. Untuk mengetahui dan memahami Asas-asas Hukum Jaminan 6. Untuk mengetahui dan memahami Sumber Hukum Jaminan



5



BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungan jawab umum debitur terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan dapat dibaca dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Agunan adalah : “Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah.” Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank. Unsur-unsur agunan, yaitu:1 1. Jaminan tambahan ; 2. Diserahkan oleh debitur kepada bank ; 3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan. Didalam Seminar Badan Pembina Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20 s.d. 30 Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan. Jaminan adalah “menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda.”2 Konstruksi jaminan dalam definisi ini ada kesamaan dengan yang dikemukakan Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan. Hartono Hadisoeprapto berpendapat bahwa jaminan adalah 1



Salim HS, H, S.H., M.S., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Cet.V, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,



2011), Hal 22. 2



Mariam Darus Badrulzaman, 1987, Bab-bab tentang Credietverband, Gadai, dan Fiducia, Cetakan IV. Bandung),



Hal 227-265.



6



“Sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.” 3 Kedua definisi jaminan yang dipaparkan tersebut adalah: 1. Difokuskan pada pemenuhan kewajiban kepada kreditur (bank) ; 2. Wujudnya jaminan ini dapat dinilai dengan uang ( jaminan materiil ) ; dan 3. Timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur dengan debitur. Istilah yang digunakan oleh M.Bahsan adalah jaminan. Ia berpendapat bahwa jaminan adalah “Segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.”4 Alasan digunakan istilah jaminan karena : 1. Telah lazim digunakan dalam bidang Ilmu Hukum, dalam hal ini berkaitan dengan penyebutan-penyebutan, seperti hukum jaminan, lembaga jaminan, jaminan kebendaan, jaminan perorangan, hak jaminan, dan sebagainya ; 2. Telah digunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan tentang lembaga jaminan, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia. B. Pengaturan Tentang Jaminan Pada zaman pemerintah Hindia Belanda, ketentuan hukum yang mengatur tentang hukum jaminan dapat dikaji dalam Buku II KUHPerdata dan Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah menjadi Stb. 1937 Nomor 190 tentang Credietverband. Dalam Buku II KUH Perdata, ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan hukum jaminan adalah gadai (pand) dan hipotek. Pand diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata, sedangkan hipotek diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata. Pada zaman Jepang, ketentuan hukum jaminan tidak berkembang, karena pada zaman ini ketentuan-ketentuan hukum yang diberlakukan dalam pembebanan jaminan didasarkan pada ketentuan hukum yang tercantum dalam KUHPerdata dan Credietverband, hal ini 3



Hartono Hadisoeprapto, 1984, hal.50



4



Bahsan, M. 2002, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta, hal.148



7



dapat kita ketahui dari bunyi Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942, yang berbunyi: “Semua badan-badan pemerintah, kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah terdahulu, tetap diakui buat sementara waktu asal saja tidak bertentangan dengan Pemerintahan Militer.” Berdasarkan ketentuan ini, jelaslah bahwa hukum dan undang-undang yang berlaku pada zaman Hindia Belanda masih tetap diakui sah oleh Dai Nippon. Tujuan adanya ketentuan ini untuk mencegah terjadi kekosongan hukum (rechtvacuum). Sejak zaman kemerdekaan sampai dengan saat ini (1945-2003) telah banyak ketentuan hukum tentang jaminan yang telah disahkan menjadi undang-undang. Pada zaman ini dapat dipilah menjadi 2 era, yaitu era sebelum reformasi dan sesudah reformasi. Pada era sebelum reformasi, ketentuan hukum yang mengatur tentang jaminan adalah UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Dalam ketentuan ini juga merujuk pada berbagai peraturan perundang-undangan lainnya. Hal ini terlihat pada konsideran Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang mencabut berlakunya Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia mengenai bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, kecuali ketentuan-ketentuan mengenai hypotheek yang masih berlaku sejak berlakunya undang-undang ini. Walaupun pada zaman kemerdekaan sampai dengan saat ini, pemerintah kita telah banyak menetapkan undangundang yang berkaitan dengan jaminan, namun kita masih memberlakukan ketentuanketentuan hukum yang tercantum dalam Buku II KUHPerdata. Ketentuan hukum yang masih berlaku dalam Buku II KUHPerdata adalah yang berkaitan dengan gadai (pand) dan hipotek, terutama yang berkaitan dengan pembebanan atas hipotek kapal laut yang beratnya 20m3 dan pesawat udara. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan hak atas tanah berlaku ketentuan hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dan pada era reformasi juga telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.



C. Istilah dan Pengertian Hukum Jaminan



8



Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling atau security of law. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah : “Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari



dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga



demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah, besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relative rendah.”5 Pernyataan ini merupakan sebuah konsep yuridis yang berkaitan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan pada masa yang akan datang. Saat ini telah dibuat berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan. J. Satrio mengartikan hukum jaminan adalah “Peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur.”6 Definisi ini difokuskan pada pengaturan pada hak- hak kreditur semata-mata, tetapi tidak memperhatikan hak-hak debitur. Dari berbagai kelemahan definisi tersebut, maka definisi-definisi tersebut perlu dilengkapi dan disempurnakan, bahwa hukum jaminan adalah : “Keseluruhan dari kaidahkaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.” Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah : 1. Adanya kaidah hukum Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan (debitur). Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan (orang atau badan hukum). 5



Sofwan, Sri Soedewi Masjhoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum dan Jaminan Perorangan,



(Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman RI, 1980), Hal 5. 6



Satrio, J, Hukum Jaminan Hak-Hak Kebendaan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1986), Hal 3.



9



Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank. 3. Adanya jaminan Jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan. 4. Adanya fasilitas kredit Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. D. Objek dan Ruang Lingkup Kajian Hukum Jaminan Objek kajian merupakan sasaran di dalam penyelidikan atau pengkajian hukum jaminan. Objek itu dibagi menjadi 2 macam, yaitu objek materiil dan objek formil. Objek materiil hukum jaminan adalah manusia. Objek formil, yaitu sudut pandang tertentu terhadap objek materiilnya. Jadi objek formil hukum jaminan adalah bagaimana subjek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank. Ruang lingkup kajian hukum jaminan meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi menjadi dua (2) macam, yaitu : 1. Jaminan perorangan Hak jaminan perorangan timbul dari perjanjian jaminan antara kreditur (bank) dan pihak ketiga. Perjanjian jaminan perorangan merupakan hak relatif, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terikat dalam perjanjian.7 Jaminan perorangan meliputi: borg, tanggung-menanggung (tanggung renteng), dan garansi bank. 2. Jaminan kebendaan Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda tertentu yang 7



Djuhaendah Hasan dan Salmidjas Salam, Aspek Hukum Hak Jaminan Perorangan dan Kebendaan, (Jakarta:



2000), Hal 210.



10



menjadi objek jaminan suatu hutang, yang suatu waktu dapat diuangkan bagi pelunasan hutang debitur apabila debitur ingkar janji. Dengan mempunyai berbagai kelebihan, yaitu sifat-sifat yang dimilikinya, antara lain sifat absolut dimana setiap orang harus menghormati hak tersebut, memiliki droit de preference, droit de suite, serta asas-asas yang terkandung padanya, seperti asas spesialitas dan publisitas telah memberikan kedudukan dan hak istimewa bagi pemegang hak tersebut/kreditur, sehingga dalam praktek lebih disukai pihak kreditur daripada jaminan perorangan.8 Menurut sifatnya, jaminan kebendaan dibagi menjadi dua (2), yaitu: a. Jaminan dengan benda berwujud (materiil) Benda berwujud dapat berupa benda/barang bergerak dan atau benda/barang tidak bergerak. Yang termasuk dalam jaminan benda bergerak meliputi: gadai dan fidusia, sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi: hak tanggungan, fidusia, khususnya rumah susun, hipotek kapal laut dan pesawat udara. b. Jaminan dengan benda tidak berwujud (imateriil) Benda/barang tidak berwujud yang lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih debitur terhadap pihak ketiga. Mariam Darus Badrulzaman mengemukakan asas-asas hukum jaminan. Asas-asas itu meliputi :9 a. Asas filosofis, yaitu asas dimana semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia harus didasarkan pada falsafah yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu Pancasila; b. Asas konstitusional, yaitu asas dimana semua peraturan perundang-undangan dibuat dan disahkan oleh pembentuk undang-undang harus didasarkan pada hukum dasar (konstitusi). Hukum dasar yang berlaku di Indonesia, yaitu UUD 1945. c. Asas politis, yaitu asas dimana segala kebijakan dan teknik di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan didasarkan pada Tap MPR; d. Asas operasional (konkret) yang bersifat umum merupakan asas yang dapat 8



9



Ibid. Hal 214 Mariam Darus Badrulzaman, Benda-Benda Yang Dapat Diletakka Sebagai Objek Hak Tanggungan dalam



Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), Hal 23.



11



digunakan dalam pelaksanaan pembebanan jaminan. Tempat pengaturan hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 tempat, yaitu (1) di dalam Buku II KUHPerdata dan (2) di luar Buku II KUHPerdata. Ketentuanketentuan hukum yang erat kaitannya dengan hukum jaminan, yang masih berlaku dalam KUHPerdata, adalah gadai (Pasal 1150 KUHPerdata sampai Pasal 1161 KUHPerdata) dan Hipotek (Pasal 1162 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1232 KUHPerdata). Ketentuan hukum jaminan yang terdapat di luar KUHPerdata merupakan ketentuan-ketentuan hukum yang tersebar di luar KUHPerdata. Ketentuan-ketentuan hukum itu, meliputi: a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA; b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; c. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; d. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran; dan e. Buku III tentang van Zaaken (hukum benda) NBW Belanda. E. Asas-asas Hukum Jaminan Berdasarkan analisis terhadap berbagai Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian tentang terhadap berbagai literatur tentang jaminan, ditemukan 5 asas penting dalam hukum jaminan : 1. Asas Publicitet Yaitu asas bahwa semua hak baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran tersebut agar pihak ke-tiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan dikantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten atau Kota. Pendaftaran fidusia pada Kantor Dapartemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama, yaitu Syahbandar; 2. Asas Specialitet Yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau asas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang-tertentu; 12



3. Asas Tak Dapat Dibagi-Bagi Yakni asas dapat dibaginya utang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian; 4. Asas Inbezittstelling Yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai; 5. Asas Horizontal Yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hak ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.10 F. Sumber Hukum Jaminan Sumber hukum jaminan tertulis umumnya terdapat dalam kaidah-kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis seperti:11 1. Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), jaminan yang masih berlaku dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah gadai (pand) dan bipotek kapal laut. Gadai diatur dari Pasal 150 - Pasal 1160 KUH Perdata, sedangkan hipotek diatur dalam Pasal 1162-232 KUH Perdata. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, diatur dalam Stb. 1847 Nomor 23, KUH Dagang terdiri dari 2 buku, yaitu Buku I tentang dagang pada umumnya dan Buku II tentang hak-hak dan kewajiban yang timbul dalam pelayanan, yang terdiri dari 754 pasal. Pasal-pasal yang erat kaitannya dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotek kapal laut, yang diatur dalam pasal 314-316 KUH Dagang. 3. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undangundang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan Credietverband.



10



Salim, HS, Pengantar hukum perdata tertulis (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), Hal 112.



11



H. Salim HS, Op.Cit, h. 15-18.



13



4. Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, adapun dasar pertimbangan lahirnya Undang-undang ini adalah: a. Kebutuhan yang sangat besar bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap mengatur mengenai lembaga jaminan. b. Jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada Yurisprudensi, dan belum diatur dalam Peraturan Perundangundangan secara lengkap dan komprehensif. c. Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum, serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan. d. Pasal 49 Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, yang berbunyi: 1) Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek. 2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Dari sumber-sumber hukum jaminan tersebut pada dasarnya ada 5(lima) sumber hukum jaminan yang berlaku sebagai sumber hukum positif di Indonesia, yaitu: KUH Perdata, KUH Dagang, Undang-undang Nomor4 Tahun 1996, Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 khususnya Pasal 49 tentang Pelayaran yang berbunyi kapal yang telah dibebani hipotek.



BAB III KESIMPULAN Bahwa hukum jaminan adalah Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan memberikan fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. 14



Menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah : Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah, besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relative rendah Dalam ruang lingkup kajian hukum jaminan meliputi 2 macam: 1. Jaminan perorangan Hak jaminan perorangan timbul dari perjanjian jaminan antara kreditur (bank) dan pihak ketiga. Perjanjian jaminan perorangan merupakan hak relatif, yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terikat dalam perjanjian. 2. Jaminan kebendaan Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak (absolut) atas suatu benda tertentu yang menjadi objek jaminan suatu hutang, yang suatu waktu dapat diuangkan bagi pelunasan hutang debitur apabila debitur ingkar janji. Asas penting dalam hukum jaminan yaitu: 1. Asas Publicitet 2. Asas specialitet 3. Asas tak dapat di bagi-bagi 4. Asas inbezittstelling 5. Asas horizontal



DAFTAR PUSTAKA Salim HS, H, S.H., M.S., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Cet.V, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2011.



15



Darus Badrulzaman, Mariam. 1987, Bab-bab tentang Credietverband, Gadai, dan Fiducia, Cetakan IV. Bandung. Hadisoeprapto, Hartono. 1984. Bahsan, M. 2002, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta. Sri Soedewi Masjhoen, Sofwan. Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-pokok Hukum dan Jaminan



Perorangan, Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman RI, 1980.



Satrio, J, Hukum Jaminan Hak-Hak Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1986. Djuhaendah Hasan dan Salmidjas Salam, Aspek Hukum Hak Jaminan Perorangan dan Kebendaan, (Jakarta: 2000). Darus Badrulzaman, Mariam. Benda-Benda Yang Dapat Diletakka Sebagai Objek Hak Tanggungan dalam Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan,



Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996.



Salim, HS, Pengantar hukum perdata tertulis (BW), Jakarta : Sinar Grafika, 2002. H. Salim HS, Op.Cit.



16