Kepi Dan Spi PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

0



Pengantar Penilaian dan Profesi Penilai telah semakin berperan penting dalam berbagai aspek perekonomian dan pembangunan negara, dimulai dari kepentingan penjaminan, tindakan korporasi di pasar modal, pelaporan keuangan, dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dan terdapat sejumlah kepentingan lainnya. Objek penilaian yang dinilai juga lebih beragam tidak hanya asset berwujud tetapi juga mencakup asset tak berwujud, entitas, bisnis dan instrument keuangan. Melihat kepentingan dan cakupan asset atau liabilitas tersebut, kesemuanya membutuhkan pedoman, apakah dalam konteks etik dan pedoman berpraktek bagi semua kegiatan Penilai di Indonesia. Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa akhirnya Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI) Edisi VII tahun 2018 yang merupakan penyempurnaan dari KEPI dan SPI Edisi VI tahun 2015 telah diselesaikan dan mulai berlaku pada tanggal 1 Agustus 2018 dengan masa transisi sekitar enam bulan atau mulai berlaku efektif tanggal 1 Februari 2019. KEPI dan SPI ini disusun merujuk kepada International Valuation Standards 2017 (IVS 2017) yang dikeluarkan oleh International Valuation Standards Council, serta menggunakan referensi dari standar-standar penilaian lainnya di dunia, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi penilaian di Indonesia. KEPI dan SPI memiliki peran penting bagi pelaku penilaian (para Penilai), maupun pengguna jasa, Pemerintah, lembaga-lembaga terkait lainnya. KEPI merupakan landasan moral sedangkan SPI merupakan panduan praktik penilaian bagi Penilai di Indonesia, serta dari sisi pengguna jasa menjadi acuan dalam memahami dan memanfaatkan hasil penilaian. Sementara itu, dari sisi Pemerintah maupun lembaga terkait lainnya, KEPI dan SPI ini dapat menjadi acuan dalam melaksanakan pengawasan dan pengembangan profesi Penilai di Indonesia. KEPI dan SPI Edisi VII dibuat dengan mengikuti sistematika International Valuation Standards dimana KEPI merupakan bagian yang terpisah dari SPI, namun dicetak dalam satu kesatuan. SPI Edisi VII disusun lebih dengan asas ‘principle base’, serta dengan landasan cakupan (platform) yang meliputi penilaian property dan bisnis. Di dalam SPI ini digunakan terminology ‘aset atau liabilitas’ yang memiliki pengertian yang sama dengan ‘properti’, meliputi Real Properti, Personal Properti, Badan Usaha, dan Hak Kepemilikan Finansial. Pada KEPI dan SPI Edisi VII ini sudah dilakukan perubahan dan penambahan standard baru untuk bagian KEPI, KPUP, Standar Umum, serta sebagian Standar Penerapan dan Standar Teknis. Bagian Standard dan Standar Teknis yang masih menggunakan SPI 2015 dapat dilihat pada lampiran Tabel Penjelasan Perubahan.



1



KEPI dan SPI edisi VII terdiri dari:



1. Pendahuluan 2. Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) 3. Standar Penilaian Indonesia (SPI) a. Konsep dan Prinsip umum Penilaian (KPUP) b. Jenis Properti c. Standar Umum  SPI 101 – Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai  SPI 102 – Dasar Nilai Selain Nilai Pasar  SPI 103 – Lingkup Penugasan  SPI 104 – Implementasi  SPI 105 – Pelaporan Penilaian  SPI 106 – Pendekatan dan Metode Penilaian  SPI 107 – Kaji Ulang Penilaian d. Standar Penerapan  SPI 201 – Penilaian untuk Pelaporan Keuangan  SPI 202 – Penilaian untuk Tujuan Penjaminan Utang  SPI 203 – Penilaian Aset Sektor Publik untuk Pelaporan Keuangan  SPI 204 – Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum  SPI 205 – Penilaian Untuk Tujuan Lelang  SPI 206 – Penilaian Untuk Kepentingan Pasar Modal (proses penyusunan) e. Standar Teknis  SPI 300 – Penilaian Real Properti  SPI 301 – Penilaian Properti Agrikultur  SPI 302 – Penilaian dalam Pengembangan (proses penyusunan)  SPI 310 – Penilaian Mesin dan Peralatan  SPI 320 – Penilaian Aset Takberwujud  SPI 330 – Penilaian Bisnis  SPI 340 – Penilaian Instrumen Keuangan  SPI 350 – Jasa Konsultasi Buku yang tergabung dari KEPI dan SPI ini, juga dilengkapi Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) yang dapat menjadi rujukan Penilai secara teknis, meliputi: 4. Pedoman Penilaian Infonesia a) PPI 01 – Penilaian untuk Pelaporan Keuangan b) PPI 02 – Penilaian Hak Sewa c) PPI 03 – Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus d) PPI 04 – Penilaian terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum e) PPI 05 – Penilaian Untuk Tujuan Lelang f) PPI 06 – Penilaian Properti Industri Pertambangan g) PPI 07 – Penilaian Personal Properti h) PPI 08 – Pendekatan Biaya untuk Aset Berwujud 2



i) j) k) l) m)



PPI 09 – Analisis Discounted Cash Flow (DCF) PPI 10 – Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use Analysis) PPI 11 – Opini Kewajaran PPI 12 – Inspeksi dan Hal yang Dipertimbangkan PPI 13 – Penilaian Massal



Penyempurnaan KEPI dan SPI merupakan suatu kegiatan yang bersifat terus menerus untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan Profesi Penilaian dan kebutuhan industry sector keuangan, dunia bisnis maupun kebutuhan sector Publik dan Swasta. Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak, terutama kepada Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Sekretarian Jenderal Kementerian Keuangan Republik Indonesia sebagai instansi Pembina profesi Penilai yang telah sangat membantu dalam penyelesaian KEPI dan SPI Edisi VII ini hingga terlaksananya proses diseminasi dan sosialisasi. Selain itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan KEPI dan SPI ini. Dengan diberlakukannya KEPI dan SPI Edisi VII, diharapkan bahwa Penilai akan memiliki profesionalisme yang lebih tinggi dan dapat memiliki kesetaraan dengan Penilai di dunia internasional serta memiliki daya saing tinggi. Semoga Penilai Indonesia akan terus berkembang maju dan semakin berperan penting dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan menuju Indonesia makmur dan sejahtera.



Jakarta, 1 Agustus 2018



Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia



Dewan Pengurus Nasional Masyarakat Profesi Penilai Indonesia



Hamid Yusuf, MAPPI (Cert) Ketua



Okky Danuza, MAPPI (Cert) Ketua Umum



Mengetahui, Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Sekretarian jenderal Kementerian Keuangan RI



Langgeng Subur 3



KOMITE PENYUSUN STANDAR PENILAIAN INDONESIA MASYARAKAT PROFESI PENILAI INDONESIA Ketua Sekretaris Bendahara



: Hamid Yusuf : Tonny Hambali : Panca A. Jatmika



Tim Pengarah 1. 2. 3. 4. 5.



Langgeng Subur (Kepala Pusat PPPK Kemenkeu) Meirijal Nur (Direktur Penilaian DJKN Kemenkeu) Ucu Rufaidah (Direktur Lembaga dan Profesi Penunjang Pasar Modal OJK) Okky Danuza (Ketua Umum DPN MAPPI) Setiawan (Ketua DP MAPPI)



Tim Penyusun 1. Agustinus P. Tamba 2. Arie Wibowo (PPPK Kemenkeu) 3. Budi P. Martokoesoemo 4. Budi Prasadjo 5. Caroline Dharmawan 6. Firman Dwi Suprayoga (PPPK Kemenkeu) 7. Hamid Yusuf 8. Jimmy T. Prasetyo (Koordinator Penilaian Properti) 9. Miduk Pakpahan 10. Muhammad A. Muttaqin 11. Panca A. Jatmika 12. Rengganis Kartomo (Koordinator Hubungan Luar Negeri) 13. Rudy M. Syafruddin (Koordinator Penilaian Bisnis) 14. Tonny Hambali 15. Triono Soedirjo 16. Muhammad Nahdi (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) 17. Kesatria Purba (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) 18. Madji Ali (Direktorat Jenderal Pajak)



4



DAFTAR ISI



1. Kata Pengantar...................................................................................................................... 0 2. Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia Masyarakat Profesi Penilai Indonesia ................. 4 3. Pendahuluan ....................................................................................................................... 14 4. Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) ......................................................................................... 25 1.0 Pendahuluan ......................................................................................................................... 26 2.0 Ruang Lingkup ....................................................................................................................... 26 3.0 Definisi .................................................................................................................................. 26 4.0 Prinsip Dasar Etik .................................................................................................................. 27 5.0 Panduan Prinsip Dasar Etik ................................................................................................... 35 6.0 Ancaman dan Pencegahan .................................................................................................... 39 5. Konsep Dan Prinsip Umum Penilaian (KPUP) ......................................................................... 42 1.0 Pendahuluan ......................................................................................................................... 42 2.0 Aset dan Properti .................................................................................................................. 42 3.0 Aset dan Liabilitas ................................................................................................................. 44 4.0 Harga, Biaya dan Nilai ........................................................................................................... 44 5.0 Pasar...................................................................................................................................... 46 6.0 Aktivitas Pasar ....................................................................................................................... 47 7.0 Pelaku Pasar .......................................................................................................................... 47 8.0 Unit Penilaian (Agregasi) ....................................................................................................... 48 9.0 Dasar Nilai ............................................................................................................................. 48 10.0 Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use - HBU)........................................ 50 11.0 Kegunaan .............................................................................................................................. 51 12.0 Asumsi dan Asumsi Khusus ................................................................................................... 53 13.0 Konsep Penting Lainnya ........................................................................................................ 54 14.0 Pendekatan Penilaian............................................................................................................ 55 15.0 Pendekatan Pasar ................................................................................................................. 56 16.0 Pendekatan Pendapatan ....................................................................................................... 56 17.0 Pendekatan Biaya.................................................................................................................. 57 18.0 Metode Penerapan ............................................................................................................... 57 19.0 Data Masukan Penilaian (Valuation Inputs).......................................................................... 57 20.0 Penyimpangan ...................................................................................................................... 58 21.0 Bagan Proses Penilaian ......................................................................................................... 59 6. Jenis Properti ...................................................................................................................... 61 5



1.0 Pendahuluan ......................................................................................................................... 61 2.0 Real Properti ......................................................................................................................... 61 3.0 Personal Properti .................................................................................................................. 70 4.0 Perusahaan/Badan Usaha ..................................................................................................... 72 5.0 Hak Kepemilikan Finansial .................................................................................................... 75 Standar Umum 7. Standar Penilaian Indonesia 101 (SPI 101) Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai ............................... 82 1.0 Pendahuluan ......................................................................................................................... 82 2.0 Ruang Lingkup ....................................................................................................................... 83 3.0 Definisi .................................................................................................................................. 83 4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi .................................................................................. 86 5.0 Pernyataan Standar............................................................................................................... 86 6.0 Pembahasan .......................................................................................................................... 87 7.0 Syarat Pengungkapan............................................................................................................ 91 8.0 Ketentuan Penyimpangan ..................................................................................................... 91 9.0 Kutipan dan tanggal berlaku ................................................................................................. 91 8. Standar Penilaian Indonesia 102 (SPI 102) Dasar Nilai Selain Nilai Pasar .................................. 92 1.0 Pendahuluan ......................................................................................................................... 92 2.0 Ruang Lingkup ....................................................................................................................... 92 3.0 Definisi .................................................................................................................................. 92 4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi .................................................................................. 97 5.0 Pernyataan Standar............................................................................................................... 97 6.0 Pembahasan .......................................................................................................................... 98 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 105 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 106 9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 106 9. Standar Penilaian Indonesia 103 (SPI 103) Lingkup Penugasan ............................................. 107 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 107 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 107 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 108 4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 108 5.0 Pernyataan Standar............................................................................................................. 108 6.0 Pembahasan ........................................................................................................................ 114 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 115 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 115 9.0 Kutipan Dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 115 6



Lampiran ............................................................................................................................. 116 10. Standar Penilaian Indonesia 104 (SPI 104) Implementasi ..................................................... 120 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 120 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 120 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 120 4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 120 5.0 Pernyataan Standar............................................................................................................. 121 6.0 Pembahasan ........................................................................................................................ 122 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 122 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 122 9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 123 11. Standar Penilaian Indonesia 105 (SPI 105) Pelaporan Penilaian ............................................ 124 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 124 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 124 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 125 4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 127 5.0 Pernyataan Standar............................................................................................................. 127 6.0 Pembahasan ........................................................................................................................ 130 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 130 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 131 9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 132 12. Standar Penilaian Indonesia 106 (SPI 106) Pendekatan dan Metode Penilaian....................... 133 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 133 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 133 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 134 4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 135 5.0 Persyaratan Standar ............................................................................................................ 135 6.0 Pembahasan ........................................................................................................................ 137 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 163 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 163 9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 163 13. Standar Penilaian Indonesia 107 (SPI 107) Kaji Ulang Penilaian ............................................. 164 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 164 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 164 3.0 Definsi ................................................................................................................................. 164 4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 165 7



5.0 Pernyataan Standar............................................................................................................. 165 6.0 Pembahasan ........................................................................................................................ 168 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 168 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 169 9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 169 Standar Penerapan 14. Standar Penilaian Indonesia 201 (SPI 201) Penilaian untuk Pelaporan Keuangan ................... 170 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 170 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 170 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 171 4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 172 5.0 Pernyataan Penerapan........................................................................................................ 173 6.0 Pembahasan ........................................................................................................................ 175 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 189 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 189 9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 189 15. Standar Penilaian Indonesia 202 (SPI 202) Penilaian untuk Tujuan Penjaminan Utang ........... 190 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 190 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 190 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 190 4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 191 5.0 Pernyataan Penerapan........................................................................................................ 191 6.0 Pembahasan ........................................................................................................................ 195 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 199 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 200 9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 200 16. Standar Penilaian Indonesia 203 (SPI 203) Penilaian Aset Sektor Publik untuk Pelaporan Keuangan.......................................................................................................................... 201 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 201 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 202 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 203 4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 206 5.0 Pernyataan Penerapan........................................................................................................ 206 6.0 Pembahasan ........................................................................................................................ 211 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 214 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 215 8



9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 215 17. Standar Penilaian Indonesia 204 (SPI 204) Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum .......................................................................... 216 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 216 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 217 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 217 4.0 Hubungan dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 218 5.0 Pernyataan Penerapan........................................................................................................ 218 6.0 Pembahasan ........................................................................................................................ 224 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 224 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 225 9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 225 18. Standar Penilaian Indonesia 205 SPI 205 Penilaian Untuk Tujuan Lelang ............................... 226 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 226 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 226 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 227 4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 228 5.0 Pernyataan Penerapan........................................................................................................ 228 6.0 Pembahasan ........................................................................................................................ 230 7.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 230 8.0 Ketentuan Penyimpangan ................................................................................................... 231 9.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 231 Standar Teknis 19. Standar Penilaian Indonesia 300 (SPI 300) Penilaian Real Properti ........................................ 232 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 232 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 233 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 234 4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 235 5.0 Penerapan Teknis ................................................................................................................ 235 6.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 249 7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 249 20. Standar Penilaian Indonesia 301 (SPI 301) Penilaian Properti Agrikultur................................ 250 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 250 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 251 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 251 4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 253 9



5.0 Penerapan Teknis ................................................................................................................ 253 6.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 256 7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 256 Lampiran .............................................................................................................................. 257 21. Standar Penilaian Indonesia 310 (SPI 310) Penilaian Mesin dan Peralatan ............................. 267 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 267 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 267 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 268 4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 269 5.0 Penerapan Teknis ................................................................................................................ 269 6.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 280 7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 280 22. Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian Aset Takberwujud ................................ 281 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 281 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 281 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 282 4.0 Hubungan dengan Standar Akuntasi .................................................................................. 283 5.0 Penerapan Teknis ................................................................................................................ 283 6.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 295 7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 295 23. Standar Penilaian Indonesia 330 (SPI 330) Penilaian Bisnis ................................................... 296 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 296 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 296 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 297 4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 299 5.0 Penerapan Teknis ................................................................................................................ 299 6.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 317 7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 317 24. Standar Penilaian Indonesia 340 (SPI 340) Penilaian Instrumen Keuangan ............................ 318 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 318 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 318 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 319 4.0 Hubungan Dengan Standar Akuntansi ................................................................................ 320 5.0 Penerapan Teknis ................................................................................................................ 320 6.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 328 7.0. Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 329 10



25. Standar Penilaian Indonesia 350 (SPI 350) Jasa Konsultasi .................................................... 330 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 330 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 330 3.0 Defenisi ............................................................................................................................... 332 4.0 Hubungan dengan Standar Akuntasi .................................................................................. 332 5.0 Penerapan Teknis ................................................................................................................ 332 6.0 Syarat Pengungkapan.......................................................................................................... 334 7.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 334 26. Daftar Istilah (Glossary) ..................................................................................................... 335 27. Interpretasi ....................................................................................................................... 369



Pedoman Penilaian Indonesia 28. Pedoman Penilaian Indonesia 01 (PPI 01) Penilaian untuk Pelaporan Keuangan ................. 372 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 372 2.0 Definisi dan Pengertian ....................................................................................................... 373 3.0 Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3) ............................................................. 374 4.0 Implementasi (merujuk kepada SPI 104) ............................................................................ 379 5.0 Pelaporan Penilaian (merujuk kepada SPI 105-5.1) ............................................................ 385 29. Pedoman Penilaian Indonesia 02 (PPI 02) Penilaian Personal Properti ................................ 405 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 405 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 405 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 406 4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 408 5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 411 30. Pedoman Penilaian Indonesia 03 (PPI 03) Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus ............. 412 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 412 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 412 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 412 4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 413 5.0 Kutipan Dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 415 31. Pedoman Penilaian Indonesia 04 (PPI 04) Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum ......................................................................... 416 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 416 2.0 Definisi dan Pengertian ....................................................................................................... 417 3.0 Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3) ............................................................. 418 4.0 Implementasi (merujuk kepada SPI 104) ............................................................................ 427 11



5.0 Pelaporan Penilaian (merujuk kepada SPI 105-5.1) ............................................................ 440 Lampiran 1 ........................................................................................................................... 443 Lampiran 2 ........................................................................................................................... 444 Lampiran 3 ........................................................................................................................... 447 Lampiran 4 ........................................................................................................................... 455 Lampiran 5 ........................................................................................................................... 461 Lampiran 6 ........................................................................................................................... 463 Lampiran 7 ........................................................................................................................... 465 32. Pedoman Penilaian Indonesia 05 (PPI 05) Penilaian Untuk Tujuan Lelang ........................... 467 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 467 2.0 Definisi dan Pengertian ....................................................................................................... 468 3.0 Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3) ............................................................. 469 4.0 Implementasi (merujuk kepada SPI 104) ............................................................................ 474 5.0 Pelaporan Penilaian (merujuk kepada SPI 105-5.1) ............................................................ 485 Lampiran 1 ........................................................................................................................... 488 Lampiran 2 ........................................................................................................................... 494 Lampiran 3 ........................................................................................................................... 496 Lampiran 4 ........................................................................................................................... 498 33. Pedoman Penilaian Indonesia 06 (PPI 06) Penilaian Properti Industri Pertambangan .......... 499 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 499 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 503 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 504 4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 509 5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 515 34. Pedoman Penilaian Indonesia 07 (PPI 07) Penilaian Personal Properti ................................ 516 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 516 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 516 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 517 4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 519 5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 524 35. Pedoman Penilaian Indonesia 08 (PPI 08) Pendekatan Biaya Untuk Aset Berwujud ............. 525 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 525 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 525 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 525 4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 527 5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 531 12



36. Pedoman Penilaian Indonesia 09 (PPI 09) Analisis Discounted Cash Flow ............................ 532 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 532 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 533 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 533 4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 535 5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 548 37. Pedoman Penilaian Indonesia 10 (PPI 10) Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use Analysis) ...................................................................................................... 549 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 549 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 549 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 550 4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 550 5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 558 38. Pedoman Penilaian Indonesia 11 (PPI 11) Opini Kewajaran ................................................ 559 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 559 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 559 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 560 4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 560 5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 566 39. Pedoman Penilaian Indonesia 12 (PPI 12) Inspeksi dan Hal yang Dipertimbangkan ............. 567 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 567 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 567 3.0 Definisi ................................................................................................................................ 567 4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 568 5.0 Kutipan Dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 572 40. Pedoman Penilaian Indonesia 13 (PPI 13) Penilaian Massal ................................................ 573 1.0 Pendahuluan ....................................................................................................................... 573 2.0 Ruang Lingkup ..................................................................................................................... 574 3.0 Defenisi ............................................................................................................................... 574 4.0 Pedoman Penilaian ............................................................................................................. 576 5.0 Kutipan dan Tanggal Berlaku .............................................................................................. 585 41. Daftar Istilah (Glossary)..................................................................................................... 586



13



Pendahuluan Ekonomi dunia yang semakin terintegrasi dan terkait saru sama lain, membutuhkan informasi yang terstandarisasi bagi pengambilan kebijakan dan keputusan yang akurat dan dapat dibandingkan antara berbagai negara di berbagai belahan dunia. Penilaian telah diterima secara luas dan menjadi rujukan di sector keuangan maupun sector lainnya, baik untuk tujuan pelaporan keuangan, pemenuhan persyaratan perundungan atau tujuan penjaminan hutang dan aktifitas transaksi lainnya. Untuk itu, dibutuhkan adanya standar penilaian yang terus mengikuti perkembangan di dunia internasional sekaligus menjawab kebutuhan nasional dan dapat menjadi pedoman bagi para Penilai dalam melaksanakan tugasnya secara professional. Pada 1 Juli 2017, International Valuation Standards Council (IVSC) telah memberlakukan International Valuation Standards 2017 (IVS 2017) yang merupakan standar pengganti IVS 2013 dengan memuat beberapa perubahan untuk menjawab kebutuhan pengguna. Guna mengikuti perkembangan tersebut, Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) sebagai anggota IVSC melalui Komite Penyusun Standar Penilaian Indonesia (KEPI dan SPI) Edisi VII tahun 2018, dimana untuk bagian KEPI, KPUP, Standar Umum (SPI seri 100) yang bertambah dua terdiri SPI 106 tentang Pendekatan dan Metode Penilaian dan SPI 107 tentang Kaji Ulang Penilaian dari SPI sebelumnya tahun 2015. Standar Penerapan (SPI Seri 200) juga mengalami penyempurnaan dan penambahan meliputi SPI 204 tentang Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan SPI 105 tentang Penilaian Untuk Tujuan Lelang serta rencana penerbitan SPI 206 tentang Penilaian Untuk Kepentingan Pasar Modal. Standar Teknis (SPI seri 300) dilakukan penyempurnaan struktur dengan memilah yang mana masih dipertahankan sebagai standar mengikuti yang telah diatur IVS dan selebihnya menjadi Pedoman Penilaian Indonesia/PPI (lihat lampiran Tabel 1) Berdasarkan wewenangnya, KPSPI bertugas untuk:  Merumuskan, menyusun KEPI dan SPI serta perubahannya, menyusun dan petunjuk teknis sebagai aturan pelaksanaan yang menjadi acuan praktek Penilaian.  Melakukan sosialisasi, diseminasi KEPI dan SPI.  Menyelenggarakan ujian dan/atau test sebagaimana yang diatur dalam program pendidikan dan pengembangan designasi keanggotaan.  Melakukan kegiatan yang bersifat pencegahan terhadap potensi adanya pelanggaran dalam pemenuhan praktek yang berbasis Etik dan Standar kepada anggota Asosiasi Profesi Profesi Penilai dan pemangku kepentingan lainnya. Dalam pelaksanaan tugasnya, KPSPI terdiri atas Tim Pengarah dan Tim Penyusun, dimana tugas Tim Pengarah adalah memberikan arahan mengenai prioritas penyusunan standar selain melakukan kajian terhadap draft standar yang dibuat oleh Tim Penyusun. Materi ini kemudian menjadi Exposure Draft yang dimintakan tanggapannya dari pengurus, seluruh anggota Asosiasi Profesi Profesi Penilai, maupun stakeholders melalui Forum Group Discussion (FGD) dan public hearing KEPI dan SPI edisi VII disusun dengan merujuk kepada International Valuation Standards (IVS) 2017 dari sisi sistematika, cara penomoran dan isi. Sebagaimana diketahui, penyusunan SPI sejak tahun 2000 selalu dibuat dengan merujuk kepada IVS yang dikeluarkan oleh International Valuation Standards Coucil dengan pertimbangan bahwa Penilai Indonesia perlu 14



dibekali dengan standar penilaian yang bertaraf internasional sehingga mampu mensejajarkan dirinya dengan Penilai lainnya di dunia karena pelaksanaan penilaian sudah mengikuti pedoman yang berlaku secara internasional. Namun demikian SPI juga memuat kandungan local untuk memberikan pedoman mengenai berbagai hal yang bersifat local sesuai dengan ketentuan perundang-undangan atau regulasi yang berlaku. Sepanjang tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan setempat, penilaian properti (aset atau liabilitas) di luar Indonesia harus mematuhi prinsip-prinsip umum dalam KEPI dan SPI, kecuali diisyaratkan berbeda, dimana Penilai dapat memilih untuk mengikuti:  



Panduan yang dipublikasikan oleh Dewan Standar Penilaian Internasional (The International Valuation Standards Council (IVSC); atau Persyaratan atau panduan yang relevan dari Asosiasi Profesi Penilai yang diakui oleh Pemerintah negara yang bersangkutan, serta Asosiasi Profesi Penilai tersebut adalah anggota dari Dewan Standar Penilaian Internasional (IVSC).



Apabila menggunakan standar di luar SPI. Penilai harus mengkonfirmasikan atau menyepakati hal tersebut dengan pemberi tugas, serta laporan dan semua referensi yang dipublikasikan harus selalu merujuk kepada alternatif standar yang digunakan. Penilaian atas properti (aset atau liabilitas) yang terletak di Indonesia yang seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh entitas asing, untuk keperluan laporan keuangan entitas asing yang bersangkutan, Penilai setelah berkonsultasi dengan entitas asing tersebut dapat mengadopsi ketentuan diatas. Namun demikian, persyaratan dari SPI 105 - Pelaporan Penilaian harus dipenuhi untuk memperluas cakupannya. Indonesia melalui MAPPI merupakan salah satu anggota IVSC, dan dengan demikian meratifikasi penggunaan IVS sebagai acuan standar penilaian di Indonesia. Keanggotaan IVSC terdiri dari organisasi penilai professional baik swasta maupun Pemerintah, lembaga Pemerintah, lembaga akademis maupun korporasi di seluruh dunia. KEPI dan SPI edisi VII ini merupakan penyempurnaan dari SPI sebelumnya yang terbit di tahun 1994, 2000, 2002 dan 2007, 2013 dan 2015. Penyempurnaan SPI dari waktu ke waktu adalah sesuai dengan dianutnya prinsip perubahan, dimana perubahan tersebut tidak terelakkan serta akan terus menerus terjadi walaupun dilaksanakan secara bertahap. Untuk hal-hal yang belum diatur di dalam SPI, digunakan acuan IVS atau standar negara lain yang relevan dan diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai yang diakui Pemerintah. Penilai yang melakukan kegiatan penilaian di Indonesia harus memiliki lisensi Penilai Berijin yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan RI dan pemenuhan terhadap KEPI dan SPI bersifat wajib. Keharusan mematuhi SPI ini termaktub Asosiasi Profesi Penilai. KEPI dan SPI berlaku sebagai ketentuan wajib bagi Penilai dalam melakukan kegiatan yang terdiri dari dan tidak terbatas kepada Penilaian, Penilaian Ulang (Re-appraisals), Kajiulang Penilaian (Appraisal Reviews), dan Perhitungan Manfaat Ekonomi (Calculation of Worth). Apabila penilai menyimpang dari ketentuan ini, maka Penilai harus memenuhi segala peraturan perundang-undangan yang diisyaratkan, yang berlaku untuk kasus tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, penilai juga wajib untuk mengikuti diseminasi KEPI dan SPI yang merupakan bagian dari kegiatan Pendidikan Profesional Berkelanjutan (Continuing Professional Development) dimana penyelenggaraannya dilakukan oleh MAPPI yang diakui Pemerintah bersama dengan Instansi Pembina Kementerian Keuangan RI. 15



Maksud dan Tujuan Standar Penilaian Indonesia Standar Penilaian Indonesia disusun untuk mencapai maksud dan tujuan berikut: 1. Mendorong Penilai untuk secara berhati-hati menentukan dan memahami kebutuhan dan persyaratan dari Pemberi Tugas, dan untuk memberikan kepastian kepada Penilai bahwa Penilai dibekali dengan suatu standar penilaian yang memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut; 2. Memajukan penggunaan dasar penilaian dan asumsi secara konsisten dalam penilaian dan pemilihan dasar penilaian yang tepat sesuai dengan kebutuhan Pemberi Tugas; 3. Membantu Penilai untuk mencapai kompetensi professional dengan standar yang mengikuti pedoman internasional dalam persiapan dan pelaksanaan pekerjaan penilaian; 4. Memastikan bahwa laporan penilaian yang dihasilkan bersidat komprehensif dan tidak bersifat menyesatkan, berisi informasi yang mudah dimengerti yang dibutuhkan dan harus didapatkan oleh pembacanya; 5. Memastikan bahwa referensi yang dipublikasikan dalam laporan penilaian mengandung informasi yang jelas, akurat dan memadai sehingga tidak menyesatkan. Perlu ditekankan bahwa SPI ini pada prinsipnya tidak membahas mengenai teori penilaian dan metodologi penilaian secara rinci tetapi lebih kepada mekanisme praktek penilaian yang dilakukan, termasuk penyusunan, interpretasi dan pelaporan dari informasi yang relevan dengan penugasan penilaian.



Sistematika KEPI dan SPI edisi VI Seluruh bagian KEPI & SPI bersifat mengikat (mandatory) dengan bagian yang dicetak tebal (KEPI/Pernyataan Standar di SPI seri 100/Pernyataan Penerapan di SPI seri 200/Penerapan Teknis di SPI seri 300) merupakan bagian yang bersifat wajib (compulsory). Sedangkan Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) merupakan bagian dari SPI yang direkomendasikan untuk digunakan, kecuali dalam beberapa pedoman diatur terikat kepada standar utamanya. Definisi masing-masing status tersebut dapat dilihat dalam Daftar istilah (Glossary) Penting dalam pemahaman dan penggunaan SPI bahwa setiap standar harus dilihat sebagai bagian dari satu kesatuan standar yang tidak dapat dipisahkan. Pada beberapa kasus, penyimpangan atau pilihan diperkenankan namun Penilai harus menyatakan secara eksplisit di dalam laporan penilaian berkaitan dengan penyimpangan atau pilihan yang dilakukan, memberikan alasan penyimpangan atau pilihan, dan, jika diperlukan, memberikan opini atau perkiraan mengenai akibat dari penyimpangan atau pilihan yang diambil, sehubungan dengan validitas dari penilaian. KEPI dan SPI edisi VII ini dibuat dengan mengikuti dan penyesuaian sesuai format International Valuation Standards (IVS) dimana KEPI merupakan bagian yang terpisah dari SPI namun dicetak dalam satu kesatuan, meliputi: 1. Pendahuluan Bagian Pendahuluan memberikan penjelasan mengenai konteks umum, maksud dan tujuan, sistematika, format dan pemberlakuan KEPI dan SPI.



16



2. Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) Pada hakekatnya fungsi utama dari Penilai adalah sebagai profesi yang mengemban kepercayaan dari masyarakat (fiduciary duty). Ciri pokok yang memberikan hak hidup pada profesi Penilai adalah adanya pengakuan dari masyarakat bahwa Penilai memiliki keahlian khusus serta integritas, kejujuran dan obyektivitas dalam melakukan profesinya. Oleh karena itu disamping syarat-syarat mengenai praktek pelaksanaan untuk melakukan profesinya yang diatur dalam SPI, maka prinsip-prinsip etika adalah merupakan sendisendi pokok dalam menjalankan profesi Penilai dan diatur di dalam KEPI yang merupakan landasan moral bagi Penilai dalam menjalankan tugasnya. Dengan demikian dalam praktek penilaian, KEPI dan SPI merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. 3. Standar Penilaian Indonesia (SPI) 



Konsep dan Prinsip Umum Penilaian Diskusi menyeluruh mengenai kerangka konseptual penilaian yang mencakup pembahasan konsep property yang diartikan sama dengan asset atau liabilitas, nilai, pasar, factor spesifik entitas, unit penilaian, Dasar Nilai, Nilai Pasar, prinsip Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use – HBU), asumsi, pendekatan penilaian dan berbagai konsep penting lainnya. Pemahaman mengenai hal-hal mendasar seperti ini adalah sangat penting untuk memahami profesi Penilai, penilaian dan penerapannya di dalam standar. Di dalam bagian ini juga diuraikan mengenai konsep dari setiap Jenis Properti yang dicakup di dalam SPI ini, yang terdiri atas real property, personal property, perusahaan/badan usaha (business) dan Hak Kepemilikan Finansial/HKF (financial interest)







Standar Umum – SPI seri 100 merupakan bagian yang dianggap paling fundamental dan bersifat permanen. Bagian ini juga bersifat sebagai landasan dari Standar Penerapan dan Standar Teknis, yang memberikan pedoman mengenai dasar penilaian untuk berbagai tujuan penilaian, ruang lingkup penugasan, implementasi serta pelaporannya. Bagian ini meliputi: SPI 101 – Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai, bertujuan memberikan definisi umum mengenai Nilai Pasar serta kriteria umum yang berhubungan dengan definisi dan penerapan Nilai Pasar dalam penilaian asset atau liabilitas yang membutuhkan estimasi Nilai Pasar SPI 102 – Dasar Nilai Selain Nilai Pasar, bertujuan mengidentifikasi dan menjelaskan dasar-dasar penilaian selain Nilai Pasar serta menetapkan acuan bagi penerapannya dan membedakannya dengan Nilai Pasar. SPI 103 – Lingkup Penugasan, bertujuan memberikan pedoman mengenai persyaratan minimum yang harus disepakati oleh Penilai dengan pemberi tugas sesuai dengan tujuan penilaian, termasuk limitasi dalam penggunaan penilaian. SPI 104 – implementasi, bertujuan mengatur cakupan penilaian sejak investigasi (inspeksi, verifikasi dan analisis data), pendekatan penilaian hingga pemeliharan data (kertas kerja dan laporan penilaian).



17



SPI 105 – Pelaporan Penilaian, bertujuan membahas persyaratan pelaporan yang konsisten dengan praktek professional terbaik dan mengidentifikasikan elemenelemen penting untuk dicantumkan di dalam laporan penilaian. SPI 106 – Pendekatan dan Metode Penilaian, bertujuan membahas persyaratan dalam penerapan pendekatan dan metode penilaian secara konsisten dalam praktek professional terbaik. Pendekatan dan metode penilaian merupakan bagian dari praktek Implementasi namun dalam SPI ini pengeturannya dipisah. SPI 107 – Kaji Ulang Penilaian, bertujuan untuk mengevaluasi terhadap suatu pekerjaan penilaian, dalam rangka menghasilkan penilaian yang berkualitas dan dapat dipercaya, atau untuk meyakini kredibilitas dan keakuratan dari suatu pekerjaan penilaian. 



Standar Penerapan – SPI seri 200 dibuat untuk memberikan pedoman mengenai penerapan penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan (untuk Swasta maupun sector public), penilaian yang berkaitan dengan jaminan pinjaman (mortgage security), penilaian berkaitan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, penilaian terkait tujuan lelang dan terdapat satu SPI yang akan dipersiapkan untuk penilaian keperluan pasar modal. Bagian ini meliputi: SPI 201 – Penilaian Untuk Pelaporan Keuangan, bertujuan menjelaskan prinsipprinsip yang digunakan di dalam penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan dan akun-akun lainnya yang relevan dari suatu badan usaha dalam konteks diterapkannya akuntansi nilai wajar (fair value accounting). SPI 202 – Penilaian Untuk Tujuan Penjaminan Utang, bertujuan memberikan pedoman bagi Penilai dalam mempersiapkan penilaian untuk tujuan penjaminan hutang yang meliputi pemberian kerangka kerja dalam pelaksanaan penugasan penilaian untuk tujuan tersebut. SPI 203 – Penilaian Aset Sektor Publik untuk Pelaporan Keuangan, bertujuan menjelaskan prinsip-prinsip yang digunakan di dalam penilaian asset sector public dalam konteks pelaporan keuangan dan manajemen asset. SPI 204 – Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, bertujuan pedoman dan prosedur dalam penilaian asset sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku terkait pengadaan tanah. SPI 205 – Penilaian Untuk Tujuan Lelang, bertujuan menjelaskan prinsip-prinsip yang digunakan di dalam penilaian asset dalam konteks jual beli secara cepat atau tujuan lelang. SPI 206 – Penilaian Untuk Kepentingan Pasar Modal, dalam proses penyusunan.







Standar Teknis – SPI seri 300 memberikan petunjuk mengenai penilaian untuk berbagai jenis asset, metode/teknik penilaian, persyaratan yang harus dipenuhi dalam melakukan penilaian dan memberikan panduan untuk berbadai situasi khusus dalam penilaian serta bagaimana penerapan SPI dalam situasi bisnis dan penyediaan jasa yang lebih spesifik. SPI seri 300 ini dibagi dalam kelompok penilaian untuk berbagai jenis aset yang terdiri dari kelompok Real Properti, kelompok Personal Properti, kelompok Bisnis, Aset



18



Keuangan dan Liabilitas, serta kelompok penerapan metodologi penilaian dan kelompok standar lainnya. SPI 300 – Penilaian Real Properti SPI 301 – Penilaian Properti Agrikultur SPI 302 – Properti dalam Pengembangan (proses penyusunan) SPI 310 – Penilaian Mesin dan Peralatan SPI 320 – Penilaian Aset Takberwujud SPI 330 – Penilaian Bisnis SPI 340 – Penilaian Instrumen Keuangan SPI 350 – Jasa Konsultasi 4. Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) Dalam bagian ini disampaikan petunjuk sebagai bagian dari pedoman penilaian yang direkomendasikan kepada Penilai untuk digunakan meliputi penilaian untuk berbagai jenis asset, metode/teknik penilaian, sebagai dasar panduan dalam praktek penilaian. PPI ini diterapkan sebagai bagian menjelaskan SPI terdiri dari beberapa keperluan antara lain: PPI – 01 PPI – 02 PPI – 03 PPI – 04 PPI – 05 PPI – 06 PPI – 07 PPI – 08 PPI – 09 PPI – 10 PPI – 11 PPI – 12 PPI – 13



Penilaian untuk Pelaporan Keuangan Penilaian Hak Sewa Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Penilaian Untuk Tujuan Lelang Penilaian Properti Insudtri Pertambangan Penilaian Personal Properti Pendekatan Biaya untuk Aset Berwujud Analisis Discounted Cash Flow (DCF) Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use Analysis) Opini Kewajaran Inspeksi dan Hal yang Dipertimbangkan Penilaian Massal



5. Daftar istilah (Glossary) Dalam bagian ini disampaikan penjelasan atas definisi terminology yang digunakan di dalam seluruh bagian SPI. Seluruh definisi yang spesifik dan hanya berlaku di dalam standar tertentu, dimuat pula di dalam bagian SPI yang bersangkutan. 6. Interpretasi Dalam bagian ini disampaikan penjelasan dan/atau keterangan atas pernyataan yang ada pada bagian KEPI dan SPI. Tiga elemen p[okok yang membentuk Standar Penilaian Indonesia yaitu bagian Standar Umum, Standar Penerapan dan Standar Teknis memiliki bobot yang sama dan seluruh penilaian yang dibuat dengan mengacu kepada Standar Penilaian Indonesia harus



19



memenuhi berbagai prinsip dan prosedur yang dijelaskan di dalam seluruh dokumen Standar Penilaian Indonesia ini. Status dari masing-masing KEPI, SPI dan PPI dapat dijelaskan sebagai berikut ini: Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), Mandatori dan mengikat (pada kalimat tertentu) yang berlaku bagi anggota MAPPI dan semua praktek penilaian di Indonesia sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Konsep Prinsip Umum Penilaian (KPUP), Mandatori dan mengikat (pada kalimat tertentu) yang berlaku bagi anggota MAPPI dan semua praktek penilaian di Indonesia sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Standar Penilaian Indonesia (SPI), Mandatori dan mengikat (pada kalimat tertentu) yang berlaku bagi anggota MAPPI dan semua praktek penilaian di Indonesia sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman Penilaian Indonesia (PPI), Direkomendasikan untuk digunakan, untuk beberapa pedoman tertentu bersifat mandatory bila dinyatakan sebagai bagian yang terikat kepada SPI terkait. Petunjuk Teknis (Juknis), Direkomendasikan untuk digunakan. Sebagai informasi dan/atau menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis. Daftar Istilah (Glossary), Menjadi mandatory sesuai bagian dari SPI yang diatur. Interpretasi, Menjadi mandatory sesuai bagian dari SPI yang diatur.



Format Kode Etik Penilai Indonesia dan Standar Penilaian Indonesia Setiap bagian dari Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI) ditulis untuk dapat membahas berbagai aspek dalam praktek penilaian secara luas. Untuk itu, penyusunan secara umum berdasarkan format sebagaimana dijelaskan di bawah ini: KEPI 1. Pendahuluan 2. Ruang Lingkup 3. Definisi 4. Prinsip Dasar Etik 5. Panduan Prinsip Dasar Etik 6. Ancaman dan Pencegahan



20



Standar Umum – SPI seri 100 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Pendahuluan Ruang Lingkup Definisi Hubungan dengan Standar Akuntansi Pernyataan Standar Pembahasan Syarat Pengungkapan Ketentuan Penyimpangan Kutipan dan Tanggal Berlaku



Standar Penerapan – SPI seri 200 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.



Pendahuluan Ruang Lingkup Definisi Hubungan dengan Standar Akuntansi Pernyataan Penerapan Pembahasan Syarat Pengungkapan Ketentuan Penyimpangan Kutipan dan Tanggal Berlaku



Standar Teknis – SPI seri 300 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.



Pendahuluan Ruang Lingkup Definisi Hubungan dengan Standar Akuntansi Penerapan Teknis Syarat Pengungkapan Kutipan dan Tanggal Berlaku



Pemberlakuan Standar Penilaian Indonesia Standar Penilaian Indonesia mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan masa transisi selama 6 (enam) bulan, dimana dalam masa transisi akan dilakukan diseminasi dan sosialisasi KEPI dan SPI yang penting bagi Penilai untuk dapat lebih memahami kode etik dan standar yang baru dan menerapkannya di dalam penilaian. Komite Penyusun Standar Penilaian Insonesia (KPSPI) akan terus melakukan penyusunan standar baru ataupun merevisi standar yang lama sesuai dengan perkembangan kebutuhan pasar atau pengguna jasa penilaian serta kebutuhan profesi Penilai.



21



Penerapan Standar Penilaian Indonesia Seluruh bagian Standar Penilaian Indonesia (SPI), baik Standar Umum, Standar Penerapan maupun Standar Teknis harus disebut secara kolektif sebagai Standar Penilaian Indonesia. Bilamaba konteks sari rujukan berhubungan khusus dengan salah satu bagian SPI, referensi harus mengutip secara utuh judul dan nomor dari SPI, sesuai dengan kasus yang mungkin terjadi, misalnya untuk definisi Nilai Pasar dapat dikutip sebagai SPI 101 butir 3.1. Terdapat beberapa situasi dimana Penilai dapat diminta untuk melaksanakan penilaian berdasarkan peraturan dan standar yang berbeda dengan SPI. Sebelum menggunakan Ketentuan Penyimpangan, Penilai harus mengkaji apakah SPI menerapkan standar yang sama atau lebih tinggi, dan bila keadaan ini terjadi Penilai seharusnya memasukkan pernyataan berikut di dalam Syarat Penugasan dan Laporan Penilaian: 1. Bahwa penilaian akan memenuhi SPI; 2. SPI memberlakukan standar penilaian yang sama atau lebih tinggi dari standar yang lain tersebut dan karenanya akan memenuhi standar-standar tersebut dan; 3. Bahwa persyaratan lainnya dari standar lainnya tersebut akan dipenuhi. Apabila terdapat konflik di antara SPI dengan standar lainnya tersebut, Penilai harus mengkonfirmasikan atau menyepakati hal tersebut dengan pemberi tugas dan mencantumkan penggunaan Ketentuan Penyimpangan di dalam Syarat Penugasan dan Laporan Penilaian. Sebagai Asosiasi Penilai atau Asosiasi Profesi Penilai yang diakui Pemerintah berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 406/KMK.01/2014 tentang Penetapan Masyarakat Asosiasi Profesi Profesi Penilai Sebagai Asosiasi Profesi Penilai, dan merupakan Self Regulated Organization (SRO), maka Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) memiliki hak berdasarkan ketentuan organisasi untuk mengawasi Penilai dalam pelaksanaan KEPI dan SPI. Terhadap adanya pelanggaran atas pelaksanaan KEPI dan SPI maka Asosiasi Profesi Penilai dan/atau Regulator Penilai akan mengenakan sanksi administrasi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Prosedur pelaksanaan hak ini diatur lebih lanjut di dalam ketentuan organisasi.



Pengevualian Penerapan Standar Penilaian Indonesia Untuk beberapa keadaan, Penilai mungkin sulit menerapkan SPI dikarenakan regulasi, persyaratan atau kondisi khusus. Namun demikian, Penilai tetap harus mematuhi ketentuan dalam KEPI, dan walaupun pemenuhan terhadap SPI tidak bersifat wajib, Penilai tetap harus merujuk kepada SPI sejauh tidak bertentangan dengan syarat penugasan yang ditetapkan atau tujuan penilaian. Dengan mempertimbangkan hal di atas, SPI dapat tidak berlaku dalam hal: 1. Penilaian dalam kaitan dengan pemeriksaan atas bukti dan pernyataan pada dengar pendapat sebagai saksi ahli di pengadilan tribunal, pengadilan dan komite dalam kaitannua dengan litigasi dimana nilai properti menjadi obyek sengketa. Pengecualian ini tidak berlaku apabila nilai tidak menjadi sengketa, misalnya penilaian untuk penyelesaian harta dalam perceraian;



22



2. Keputusan dan laporan dari arbiter, pakar independen dan mediator yang ditunjuk untuk penyelesaian sengketa. Pengecualian disebabkan syarat penugasan biasanya mengandung persyaratan perundang-undangan atau perjanjian kontraktual tertentu; 3. Penilaian oleh Penilai internal yang dilakukan semata-mata untuk keperluan internal pemberi tugas, dimana bagian dari laporan atau opini nilai tidak untuk diperlihatkan atau dikomunikasikan kepada pihak ketiga; 4. Penilaian yang digunakan atau akan digunakan untuk tujuan negosiasi, sepanjang tidak dinyatakan memenuhi SPI ini. Pengecualian ini tidak berlaku dalam hal Pemberi Tugas membutuhkan dikeluarkannya laporan penilaian; 5. Advis penilaian yang diberikan dalam rangka pembelian atau penjualan atau sewa terhadap suatu nilai yang telah diantisipasi sebelumnya termasuk advis apakah penawaran tersebut seharusnya diterima atau dibuat. Pengecualian ini tidak berlaku dalam hal Pemberi Tugas membutuhkan dikeluarkannya laporan penilaian; 6. Barang antik, barang seni dan barang bergerakm kecuali bila satu atau lebih dari kondisi berikut berlaku: a. Merupakan bagian dari kepentingan atas tanah dana tau bangunan yang merupakan obyek penilaian; b. Merupakan bagian dari entitas operasional yang akan dinilai yang memiliki potensi bisnis (trading potential); c. Merupakan bagian di dalam definisi dari Mesin dan Peralatan serta Personal Properti; d. Merupakan persediaan yang akan dinilai untuk dimasukkan dalam laporan keuangan.



Penyimpangan terhadap Standar Penilaian Indonesia Pernyataan tertulis secara jelas mengenai penyimpangan dari SPI, bersama penjelasan detil dan alasannya serta persetujuan pemberi tugas, harus dinyatakan di dalam syarat penugasan dan laporan penilaian. Apabila dalam pertimbangan Penilai terhadap kondisi khusus dimana penerapan SPI menjadi tidak sesuai atau tidak dimungkinkan, kondisi khusus tersebut harus dikonfirmasi dan disetujui dengan Pemberi tugas sebagai suatu penyimpangan sebelum pelaporan penilaian dilakukan. Penggunaan dasar penilaian yang tidak dikenal di dalam SPI akan menyebabkan timbulnya penyimpangan yang harus diungkapkan secara jelas di dalam Syarat Penugasan dan Laporan Penilaian. Laporan juga harus memberikan indikasi perbedaan antara dasar penilaian yang digunakan dengan dasar penilaian sesuai SPI yang paling mendekati. Dalam hal penyimpangan tidak diungkapkan secara jelas atau adanya pelanggaran terhadap KEPI dan SPI, maka Asosiasi Profesi Profesi Penilai akan melakukan evaluasi sesuai dengan fungsi pengawasan dan penindakan terhadap kepatuhan Penilai dalam menjalankan KEPI dan SPI. Pelanggaran atas kepatuhan Penilai dalam menjalankan KEPI dan SPI dikategorikan sebagai pelanggaran administrasi.



23



Tabel Penjelasan KEPI & SPI edisi VII – 2018 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22



KEPI & SPI Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) Konsep dan Prinsip Umum Penilaian (KPUP) Jenis Properti SPI 101 - Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai SPI 102 - Dasar Nilai selain Nilai Pasar SPI 103 - Lingkup Penugasan SPI 104 - Implementasi SPI 105 - Pelaporan Penilaian SPI 106 - Pendekatan dan Metode Penilaian SPI 107 - Kaji Ulang Penilaian SPI 201 - Penilaian untuk Pelaporan Keuangan SPI 202 - Penilaian untuk Tujuan Penjaminan Utang SPI 203 - Penilaian Aset Sektor Publik SPI 204 - Penilaian terhadap Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum SPI 205 - Penilaian untuk Tujuan Lelang SPI 300 - Penilaian Real Properti SPI 301 - Penilaian Properti Agrikultur SPI 310 - Penilaian Mesin dan Peralatan SPI 320 - Penilaian Aset Takberwujud SPI 330 - Penilaian Bisnis SPI 340 - Penilaian Instrumen Keuangan SPI 350 - Jasa Konsultasi



No PPI 1 PPI 01 - Penilaian untuk Pelaporan Keuangan 2 PPI 02 - Penilaian Hak Sewa 3 PPI 03 - Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus PPI 04 - Penilaian terhadap Pengadaan Tanah Bagi 4 Pembangunan untuk Kepentingan Umum 5 PPI 05 - Penilaian untuk Tujuan Lelang 6 PPI 06 - Penilaian Properti Industri Pertambangan 7 PPI 07 - Penilaian Personal Properti 8 PPI 08 - Pendekatan Biaya untuk Aset Berwujud 9 PPI 09 - Analisis Discounted Flow (DCF) PPI 10 - Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik 10 (Highest and Best Use Analysis) 11 PPI 11 - Opini Kewajaran 12 PPI 12 - Inspeksi dan Hal yang Dipertimbangkan 13 PPI 13 - Penilaian Massal



Penjelasan Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi IV, per 19 Desember 2008 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VI (SPI 311), per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015



Penjelasan Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VII, per 1 Agustus 2018 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015 Edisi VI, per 1 Juli 2015



24



25



KODE ETIK PENILAI INDONESIA (KEPI) 1.0



Pendahuluan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) merupakan landasan, yang paling mendasar dalam pelaksanaan Standar Penilaian Indonesia (SPI) agar penugasan yang dilakukan Penilai dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan cara yang jujur, objektif dan kompeten secara profesional, bebas dari kecurigaan adanya kepentingan pribadi, untuk menghasilkan laporan yang jelas, dan mengugkapkan semua hal yang penting untuk pemahaman penugasan secara tepat.



2.0



Ruang Lingkup KEPI mengatur agar Penilai dalam menjalankan tugasnya selalu mematuhi Prinsip Dasar Etik, agar hasil penugasan dapat dipertanggungjawabkan kepada Pemberi Tugas, masyarakat dan Profesi Penilai. KEPI ini bersifat mengikat dan harus diterapkan oleh seluruh Penilai dan dimaksudkan sebagai dasar aturan dari asosiasi atau organisasi yang mengatur kegiatan Profesi Penilai.



3.0



Definisi 3.1



Etik adalah nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur perilakunya secara profesional.



3.2



Kode Etik adalah kumpulan etik yang dibuat untuk menjunjung tinggi profesi demi tanggung jawab terhadap profesi, masyarakat dan Ketuhanan Yang Maha Esa.



3.3



Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) adalah kumpulan etik yang melandasi pelaksanaan SPI yang harus ditaati oleh Penilai, agar penugasan yang dilakukan Penilai dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan cara yang jujur, objektif dan kompeten secara profesional, bebas dari kecurigaan adanya kepentingan pribadi, untuk menghasilkan laporan yang jelas, dan mengungkapkan semua hal yang penting untuk pemahaman penugasan secara tepat.



3.4



Institusi adalah lembaga dimana Penilai melakukan pekerjaan penilaian, antara lain Kantor Jasa Penilai Publik, Lembaga Pemerintah dan Bank.



3.5



Standar Penilaian Indonesia (SPI) adalah Standar Profesi Penilai untuk melakukan kegiatan penilaian di Indonesia. Penilai harus mematuhi SPI yang merupakan acuan praktek penilaian di Indonesia. Standar Penilaian Indonesia (SPI) adalah pedoman dasar yang harus dipatuhi oleh Penilai dalam melakukan penilaian.



3.6



Dalam KEPI ini kata "Penilai" dapat berarti "Penilai sebagai individu" atau "Kantor Jasa Penilai Publik", tergantung pada konteks kalimatnya. 26



a) Penilai adalah seseorang yang memiliki kualifikasi, kemampuan dan pengalaman dalam melakukan kegiatan praktek penilaian untuk mendapatkan nilai ekonomis sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Penilai terdiri dari: 1. Tenaga Penilai adalah seseorang yang telah lulus pendidikan di bidang penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai, lembaga pendidikan lain yang diakreditasi oleh Asosiasi Profesi Penilai, atau Lembaga pendidikan formal. 2. Penilai Bersertifikat adalah seseorang yang telah lulus ujian sertifikasi di bidang penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai. 3. Penilai Public adalah Penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan. b) Kantor Jasa Penilai Public (KJPP) adalah badan usaha yang telah mendapat izin usaha dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Penilai Publik dalam menjalankan usaha di bidang penilaian dan jasa-jasa lainnya. 1. Usaha di bidang penilaian meliputi Bidang Jasa Penilaian Properti Sederhana, Bidang Jasa Personal Properti, Bidang Jasa Penilaian Properti dan Bidang Jasa Penilaian Bisnis. 2. Jasa-jasa lainnya yang terkait dengan penilaian antara lain; konsultasi pengembangan properti, desain sistem informasi aset, manajemen properti, studi kelayakan usaha, jasa agen properti, pengawasan pembiayaan proyek, studi penentuan sisa umur ekonomi, studi penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use), dan penasihat keuangan. 3.7



4.0



Penilaian adalah proses pekerjaan untuk memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomi suatu objek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan SPI dan peraturan perunang-undangan yang berlaku.



Prinsip Dasar Etik Prinsip dasar etik terdiri dari lima prinsip yaitu: a) Integritas: memiliki kejujuran dan dapat dipercaya dalam hubungan profesional dan bisnisi, serta menjunjung tinggi kebenaran dan bersikap adil. b) Objektivitas: menghindari benturan kepentingan, atau tidak dipengaruhi atau tidak memihak dalam pertimbangan profesional atau bisnis. c) Kompetensi: menjaga pengetahuan dan keterampian profesional yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa hasil penilaian telah dibuat berdasarkan pada perkembangan terakhir dari praktik dan teknik penilaian serta peraturan perundang-undangan. d) Kerahasiaan: menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam hubungan profesional dan bisnis, serta tidak mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa ijin, maupun untuk digunakan sebagai informasi untuk keuntungan pribadi Penilai atau pihak ketiga (kecuali diatur lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku). e) Perilaku Profesional: melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Lingkup Penugasan yang telah disepakati di dalam kontrak, dan mengacu pada SPI. Selalu bertindak 27



demi kepentingan publik dan menghindari tindakan yang mendiskreditkan profesi penilai. Uraian berikut menguji setiap prinsip dasar dan menyediakan ilustrasi dari ancaman umum terhadap kepatuhan dan tindakan bahwa Penilai dapat mengambil atau menghindari untuk mengurangi ancaman tersebut. 4.1



Integritas a) Prinsip integritas mewajibkan Penilai untuk jujur dan adapat dipercaya dalam semua hubungan profesional dan bisnis. b) Seorang Penilai tidak boleh dengan sengaja melakukan penilaian, membuat laporan penilaian, membuat surat keterangan atau komunikasi lain tentang penilaian, apabila mengandung salah satu hal berikut: 42. berisi pernyataan atau informasi yang secara material tidak benar atau menyesatkan atau yang dibuat sembarangan; atau 43. penghilangan atau pengaburan informasi penting yang harus disertakan, sehingga dapat berakibat menyesatkan. c) Apabila Penilai menyadari adanya informasi yang tidak benar, maka harus segera mengambil tindakan dengan cara melakukan koordinasi dengan Pemberi Tugas terkait dengan informasi tersebut, misalnya dengan melakukan revisi atas laporan penilaian. d) Penilai tidak diperkenankan berpartisipasi atau berperan serta dalam suatu jasa penilaian yang tidak dibenarkan berdasarkan pertimbangan rasional Penilai umumnya. e) Penilai harus bertindak sesuai dengan hukum dan peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia atau di negara dimana Penilai mendapat penugasan. f) Penilai tidak diperkenankan dengan sengaja salah menafsirkan kualifikasi profesional yang tidak dimilikinya.



4.2



Objektivitas a) Prinsip objektivitas mewajibkan Penilai bekerja secara profesional, tidak memihak, tidak memiliki kepentingan terhadap objek penugasan atau tidak dipengaruhi orang lain. b) Seorang Penilai mungkin akan dihadapkan pada situasi yang dapat mengganggu objektivitas. Tidak mudah mendefinisikan situasi di mana seorang Penilai mungkin menghadapi ancaman terhadap objektivitas. Dalam hal ancaman terhadap objektivitas tidak dapat dihindari, Penilai profesional harus menolak penugasan. Namun, beberapa potensi ancaman terhadap objektivitas dapat dihilangkan atau dikurangi dengan pencegahan secara efektif. Pencegahan ini dapat mencakup pemberitahuan kepada pihak-pihak terkait dan mendapatkan persetujuan mereka untuk melanjutkan tugas penilaian. Pencegahan lainnya dibahas dalam butir 6 Ancaman dan Pencegahan. Contoh situasi yang berpotensi sebagai ancaman, dan yang mendorong Penilai untuk mempertimbangkan menerima atau menolak penugasan, atau 28



mengadopsi pencegahan untuk menghilangkan atau menghindari ancaman atau persepsi tidak memihak meliputi: 1. penugasan penilaian untuk tujuan transaksi jual-bell properti; 2. penugasan penilaian untuk kepentingan dua atau lebih pihak dalam persaingan bisnis; 3. penugasan penilaian untuk kepentingan pemberi pinjaman, juga penyediaan saran kepada peminjam; 4. penugasan penilaian untuk kepentingan pihak ketiga di mana Penilai mempunyai hubungan kontraktual dengan Pemberi Tugas awal; 5. penugasan untuk penilaian ulang; 6. penugasan penilaian untuk bertindak sebagai penasehat dan sebagai ahli dalam kaitannya dengan masalah yang sama. Pengaruh objektivitas Penilai akan tergantung pada keadaan dari setiap kasus, misalnya; tujuan penilaian, kepentingan Pemberi Tugas dan kemampuan menghilangkan atau mengurangi ancaman dalam batas wajar dengan menempatkan prosedur pencegahan yang tepat. c) Dalam mempertimbangkan apakah suatu situasi menciptakan ancaman terhadap objektivitas, Penilai harus mengetahui bahwa seringkali persepsi dari pihak lain mengenai adanya potensi keberpihakan merupakan ancaman bagi kredibilitas penilaian. Akan ada situasi di mana beberapa keterlibatan masa lalu atau saat ini baik dengan aset yang akan dinilai atau pemilik aset yang menciptakan ancaman yang tidak material untuk objektivitas tetapi yang dapat menimbulkan persepsi bias apabila kemudian ditemukan oleh pihak yang menggunakan penilaian. Pengungkapan keterlibatan tersebut dalam Lingkup Penugasan dan laporan dapat menjadi sarana yang efektif untuk menghindari persepsi bias. d) Apabila dilakukan penilaian ulang dari aset yang sama, pencegahan terhadap kemungkinan ancaman atas objektivitas meliputi: 1. melakukan review internal berkala oleh Penilai yang tidak terkait dengan penugasan; atau 2. secara berkala mengganti Penilai yang bertanggung jawab untuk penugasan tersebut. e) Jika Penilai menganggap bahwa ancaman terhadap objektivitas dapat dihilangkan atau secara efektif dikurangi dengan pengungkapan penyebab ancaman dan setiap pencegahan lain yang diambil atau diusulkan, perhatian harus dilakukan untuk tidak melanggar prinsip kerahasiaan. Jika keterlibatan masa lalu dengan aset atau pemilik aset tidak dapat diungkapkan tanpa melanggar kewajiban kerahasiaan kepada Pemberi Tugas lain, penugasan tersebut harus ditolak. f) Jika Penilai menganggap bahwa ancaman terhadap objektivitas dapat dihilangkan atau dilakukan secara efektif dengan mencapai kesepakatan bahwa mereka dapat melanjutkandengan dua pihak atau lebih yang berpotensi konflik atas hasil penilaian atau objek penilaian, pertimbangan 29



g)



h)



i)



j) k)



l)



m)



n)



o)



harus diambil untuk memastikan para pihak memperoleh informasi dan menyadari konsekuensi yang potensial atas kepentingan mereka dalam menyetujui Penilai yang ditugaskan. Memperoleh persetujuan dari dua atau lebih pihak yang berkepentingan bahwa tugas penilaian dapat diterima, tidak membebaskan Penilai dari kewajiban untuk mematuhi prinsip-prinsip dasar. Jika tidak ada pencegahan yang memuaskan untuk menghilangkan atau meminimalkan ancaman terhadap objektivitas yang dapat diidentifikasi, Penilai harus menolak penugasan tersebut. Penilai tidak akan bertindak untuk dua atau lebih para pihak pada penugasan dan tujuan yang sama, kecuali dengan persetujuan tertulis dari pihak-pihak yang berkepentingan. Penilai harus mengambil upaya yang rasional untuk mencegah dalam rangka meyakinkan bahwa tidak ada konflik dalam menjalankan tugasnya antara kepentingan-kepentingan Pemberi Tugas yang bersangkutan dan kepentingan-kepentingan Pemberi Tugas lainnya, maupun Penilai, perusahaannya, keluarga, rekan bisnis, atau mitranya. Apabila terjadi konflik yang potensial harus dijelaskan secara tertulis sebelum menerima penugasan. Setiap konflik yang demikian dimana Penilai baru kemudian menyadarinya, harus segera menjelaskan secara tertulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Apabila konflik yang demikian baru diketahui setelah Penilai menyelesaikan tugas penilaiannya, penjelasannya harus segera dibuat dalam waktu sesingkat-singkatnya. Penilai tidak boleh menerima suatu penugasan yang laporan penilaiannya mencakup pendapat dan kesimpulan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Imbalan jasa yang berkaitan dengan suatu penugasan tidak boleh tergantung pada hasil suatu penilaian yang telah ditetapkan terlebih dahulu atau berdasarkan laporan penilaian yang isinya berdasarkan pertimbangan yang tidak mandiri dan tidak objektif. Penilai tidak diperkenankan mendasarkan pekerjaannya pada informasi yang hanya disediakan oleh Pemberi Tugas, atau setiap pihak lainnya, tanpa melakukan klarifikasi atau konfirmasi yang tepat, kecuali pada hakekatnya dapat diterima secara wajar sehingga dapat dipercaya dan dinyatakan dalam syarat pembatas. Penilai tidak diperkenankan menerima suatu penugasan untuk membuat laporan penilaian berdasarkan asumsi pada prasyarat hipotesa yang tidak mungkin dilaksanakan dalam kurun waktu yang wajar. Prasyarat hipotesa yang wajar terjadi dapat dilaporkan dengan disertai oleh beberapa pembahasan, baik mengenai prospek realisasi hipotesa tersebut maupun pertimbangan nilai yang mencerminkan keadaan yang berlaku, misalnya suatu situasi di mana Pemberi Tugas ingin mengetahui berapa nilai dari tanah sebelum dilakukan proses pembebasan dari unsur-unsur yang mengandung kontaminasi. Penilai tidak diperkenankan memberikan kesimpulan yang tidak didukung oleh alasan yang memadai dan berdasarkan praduga, atau kesimpulan



30



p)



q)



r)



s)



4.3



laporan yang mencerminkan suatu opini bahwa praduga tersebut dapat mempengaruhi nilai. Dalam melakukan kaji ulang Laporan Penilaian dad Penilai lainnya, Penilai harus bersikap tidak memihak dan mempertimbangkan alasan-alasannya untuk setuju atau tidak setuju terhadap kesimpulan laporan tersebut. Proses penilaian mensyaratkan Penilai untuk memberikan suatu pertimbangan yang tidak memihak, misalnya tidak menggunakan data dan asumsi faktual yang tidak sesuai untuk memperoleh suatu kesimpulan penilaian. Penilaian dapat dipercaya jika pertimbangan dibuat dalam situasi yang tansparan dan meminimalkan pengaruh faktor subjektif dalam proses penilaian. Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang meregulasi dan memberikan izin Penilai untuk melakukan penilaian sesuai dengan klasifikasinya. Asosiasi Profesi Penilai memiliki Kode Etik yang harus dipatuhi Penilai. Dalam KEPI dan SPI tidak diatur hubungan antara regulator dengan Penilai. Aturan perilaku khusus bagi Penilai yang melakukan penilaian di luar lingkup SPI, diperlukan kontrol dan prosedur yang sesuai agar memastikan independensi dan objektivitas dalam proses penilaian, sehingga hasilnya tidak menyimpang. Bilamana suatu tujuan penilaian membutuhkan Penilai yang memiliki kriteria tertentu, persyaratannya tidak boleh menyimpang dari SPI.



Kompetensi a) Prinsip kompetensi mensyaratkan Penilai untuk: 1. mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa Pemberi Tugas menerima layanan profesional yang kompeten; dan 2. bertindak sesuai dengan standar teknis dan profesional yang berlaku saat memberikan layanan profesional. b) Layanan profesional yang kompeten membutuhkan kebijakan dallam menerapkan pengetahuan dan keterampilan profesional dalam kinerja layanan tersebut. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi dua bagian yang terpisah: 1. pencapaian kompetensi profesional; dan 2. pemeliharaan kompetensi profesional. c) Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran dan pemahaman teknis, pengembangan profesi dan bisnis yang berkelanjutan. Pengembangan profesional yang berkelanjutan memungkinkan Penilai untuk mengembangkan dan mempertahankan kemampuan secara kompeten dalam Iingkungan profesional. Seorang Penilai seharusnya mengambil langkah-langkah yang wajar untuk memastikan bahwa staf yang berada di bawah kewenangannya, melakukan pekerjaan secara profesional yang memiliki pelatihan serta supervisi yang memadai. 31



d) Jika Penilai tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan untuk melakukan tugas penilaian yang ditawarkan secara profesional, Penilai harus menolak tugas tersebut, kecuali menggunakan bantuan dari luar merujuk 4.3 m). e) Penerimaan Penugasan (Acceptance of Instructions) Sebelum menerima suatu pekerjaan atau sebelum menandatangani perjanjian kerja untuk melaksanakan pekerjaan, Penilai harus secara cermat mengidentifikasi permasalahan yang akan disampaikan dan memastikan dirinya memiliki pengalaman dan pengetahuan. Apabila penugasan itu diluar negeri, dapat bekerja sama dengan tenaga profesional yang memiliki pengalaman dan pengetahuan mengenai kondisi pasar, bahasa, dan hukum yang berlaku, dalam rangka menyelesaikan penugasannya secara kompeten. Sebaliknya apabila penugasan digunakan untuk kepentingan di luar negeri tetapi aset berada di Indonesia, sejauh memiliki kompetensi dan kualifikasi yang dibutuhkan, Penilai dapat melakukan penilaian dengan mengacu kepada SPI atau standar penilaian Iainnya yang relevan. f) Penilai akan bertindak tepat waktu dan efisien dalam melaksanakan penugasan sesuai dengan Lingkup Penugasan. g) Penugasan seharusnya tidak dilaksanakan apabila keadaan tidak memungkinkan untuk diadakan pemeriksaan secara memadai sehingga memengaruhi kualitas dari penugasan, dan penyelesaian dalam jangka waktu yang wajar. h) Sebelum penugasan dilaporkan, Lingkup Penugasan yang tertulis dan cukup rinci hendaknya sudah dipahami dan disetujui antara Pemberi Tugas dan Penilai untuk mencegah interpretasi yang berbeda. i) Penilai akan melakukan pemeriksaan dan verifikasi untuk memperoleh keyakinan bahwa data yang digunakan untuk analisis dalam penugasan telah diperoleh dengan cara yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan. j) Penilai harus membuat arsip data pekerjaan untuk setiap penugasan yang telah diselesaikan dalam suatu arsip yang benar pada kertas (hardcopy) atau dalam bentuk elektronik (softcopy). k) Penilaian yang dilakukan berdasarkan SPI hanya akan dapat dilaksanakan oleh Penilai sebagaimana yang dimaksud pada butir 3.6a) diatas dengan menerapkan standar kualifikasi, kompetensi, pengalaman, etik dan pengungkapan dalam penilaian. l) Penilai harus memiliki pengetahuan, kemampuan, keahlian, dan keterampilan teknis yang sesuai, serta memiliki pengalaman dan pengetahuan atas objek penilaian, pemahaman pasar dan tujuan penilaiannya. m) Bantuan dari Luar 1. Apabila Penilai tidak memiliki keterampilan dan pengalaman yang cukup untuk melakukan suatu penugasan tertentu, termasuk dalam penilaian yang kompleks atau jenis aset yang beragam dengan skala besar, maka Penilai diperbolehkan mendapat bantuan tenaga ahli dari luar; 32



2. Penilai harus memberi informasi kepada Pemberi Tugas jika menggunakan tenaga ahli dari luar. Identitas dari para tenaga ahli dari luar serta seberapa jauh peranannya dalam pekerjaan tersebut hendaknya dijelaskan dalam Lingkup Penugasan dan laporan yang dibuat oleh Penilai yang bersangkutan. 4.4



Kerahasiaan a) Prinsip kerahasiaan mewajibkan semua Penilai untuk tidak melakukan: 1. pengungkapan di luar institusinya atau penggunaan. informasi rahasia yang diperoleh dari layanan jasa penilaian tanpa persetujuan kecuali memiliki hak secara legal atau hak profesi atau kewajiban untuk mengungkapkan; dan 2. pengungkapan informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan bisnis untuk keuntungan pribadi atau pihak ketiga. b) Penilai harus menjaga kerahasiaan, termasuk dalam lingkungan sosial, bersikap waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak sengaja, terutama untuk rekan bisnis yang dekat atau anggota keluarga dekat. c) Penilai harus menjaga kerahasiaan informasi yang diungkapkan oleh Pemberi Tugas. d) Penilai harus menjaga kerahasiaan informasi dalam institusinya atau tim kerja. e) Penilai harus mengambil langkah-langkah yang wajar untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasan Penilai dan orang yang memberikan tigas menghormati prinsip kerahasiaan. f) Penilai harus mematuhi prinsip kerahasiaan, bahkan setelah berakhirnya hubungan kerja dengan Pemberi Tugas. Penilai dapat menggunakan pengalaman sebelumnya untuk penugasan baru, namun tidak diperbolehkan menggunakan atau mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dari penugasan sebelumnya. Berikut ini adalah contoh situasi dimana Penilai diperlukan untuk mengungkapkan informasi rahasia atau situasi dimana pengungkapan tersebut diperlukan: 1. pengungkapan diperbolehkan oleh hukum dan diberi wewenang oleh Pemberi Tugas; 2. pengungkapan yang diharuskan oleh hukum, misalnya: a. Penyediaan dokumen atau bukti lainnya dalam proses hukum; atau b. Pengungkapan kepada otoritas yang berwenang karena adanya pelanggaran hukum. 3. kewajiban atau hak profesi untuk mengungkapkan, yang tidak dilarang oleh hukum: a. untuk memenuhi review kualitas dari Asosiasi Profesi Penilai; b. untuk menanggapi pemeriksaan oleh regulator profesi Penilai;



33



c. untuk melindungi kepentingan profesi dari Penilai dalam proses hukum; atau d. untuk memenuhi standar teknis dan persyaratan etik. g) Dalam memutuskan apakah akan mengungkapkan informasi rahasia, halhal yang relevan untuk dipertimbangkan meliputi: 1. apakah kepentingan semua pihak, termasuk pihak ketiga dapat terpengaruh, bisa dirugikan jika ada persetujuan Pemberi Tugas untuk pengungkapan informasi oleh Penilai; 2. apakah semua informasi yang relevan yang diketahui dan dapat dibuktikan, sejauh itu dapat dipraktekan. Ketika situasi melibatkan fakta yang tidak dapat dibuktikan, informasi yang tidak lengkap atau kesimpulan yang tidak berdasar, pertimbangan profesional harus digunakan dalam menentukan jenis pengungkapan yang harus dibuat; jika ada; 3. jenis komunikasi yang diharapkan dan kepada siapa ditujukan; 4. apakah para pihak kepada siapa komunikasi tersebut ditujukan adalah penerima yang tepat. 4.5



Perilaku Profesional a) Prinsip perilaku profesional mewajibkan semua Penilai untuk bertindak secara cermat dalam memberikan pelayanan dan untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan adalah sesuai dengan hukum, teknis dan standar profesi yang berlaku baik objek penilaian, tujuan penilaian atau keduanya. b) Perilaku profesional mencakup penerimaan tanggung jawab untuk bertindak demi kepentingan publik. Tugas seorang Penilai tidak terbatas pada kebutuhan Pemberi Tugas. Ada juga kebutuhan untuk mempertimbangkan apakah keputusan profesional memiliki dampak yang lebih luas pada pihak ketiga yang tidak teridentifikasi. Misalnya, penilaian sering dilakukan secara langsung dapat berdampak pada pihak ketiga seperti pemegang saham dalam sebuah perusahaan atau penyandang dana. Sementara kebutuhan Pemberi Tugas biasanya penting, seorang Penilai harus menghindari penugasan yang dapat merugikan kepentingan masyarakat uas, dan yang dapat mendiskreditkan reputasi mereka sendiri dan profesi pada umumnya. c) Dalam pemasaran dan mempromosikan diri dan pekerjaan mereka, Penilai tidak harus membawa profesi ke reputasi yang tidak baik. Penilai harus jujur dan benar dan tidak: 1. membuat promosi yang berlebihan untuk layanan yang dapat mereka tawarkan, kualifikasi yang mereka miliki, atau pengalaman yang telah didapatkan; atau 2. membuat referensi yang tidak benar atau perbandingan terhadap pekerjaan orang lain yang tidak dapat dibuktikan. d) Perilaku profesional meliputi tindakan yang bertanggung jawab dan sopan dalam semua hal dengan Pemberi Tugas dan masyarakat secara umum dan menanggapi secara cepat dan efektif untuk semua instruksi yang wajar atau keluhan. 34



e) Penilai harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Terlepas dari contoh yang diberikan, termasuk setiap tindakan yang wajar dan yang diinformasikan pihak ketiga, mempertimbangkan semua faktafakta spesifik dan kondisi yang tersedia bagi Penilai pada saat itu, yang akan cenderung untuk memengaruhi reputasi baik profesi. f) Penilai harus menerapkan secara konsisten Sistem Pengendalian Mutu sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.



5.0



Panduan Prinsip Dasar Etik 5.1



Panduan ini dirancang untuk membantu Penilai menentukan langkah-langkah yang diambil dalam menerapkan Prinsip Dasar Etik, serta mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengantisipasi ancaman dalam memenuhi Prinsip Dasar Etik.



5.2



Pada saat Penilai menjalankan tugas profesinya, mungkin terdapat situasi yang mengandung ancaman dalam memenuhi Prinsip Dasar Etik. Beberapa jenis ancaman yang umum dijumpai diidentifikasi dalam butir 6 Ancaman dan Pencegahan. Namun demikian, Penilai tidak mungkin mendefinisikan setiap situasi yang mengandung ancaman tersebut dan untuk menentukan tindakan yang tepat. Tugas penilaian dapat berbeda secara signifikan dalam sifat penugasannya dan sebagai akibatnya dapat muncul ancaman yang berbeda yang membutuhkan pencegahan yang berbeda pula. Panduan ini dapat membantu mencegah Penilai menyimpulkan bahwa suatu situasi diperbolehkan jika tidak secara khusus dilarang oleh KEPI.



5.3



Ketika Penilai mengidentifikasi potensi ancaman dalam memenuhi Prinsip Dasar Etik, Penilai harus mengevaluasi tingkat ancaman tersebut. Beberapa ancaman dapat diantisipasi pada tingkat yang memadai, dengan melakukan penanganan yang sesuai. Contoh penanganan tersebut dibahas dalam butir 6 Ancaman dan Pencegahan. Dalam menerima penugasan setelah menempatkan penanganan tersebut, Penilai harus mempertimbangkan apakah pihak ketiga setelah memahami semua fakta dan keadaan khusus pada saat itu akan menyimpulkan bahwa ancaman akan diantisipasi pada tingkat yang memadai dengan penerapan penanganan, dan bahwa perinsip Dasar Etik telah terpenuhi.



5.4



Jika ancaman dalam mematuhi Prinsip Dasar Etik tidak dapat diantisipasi, baik karena ancaman yang terlalu signifikan maupun karena penanganan yang memadai tidak tersedia atau tidak dapat diterapkan, tugas penilaian harus ditolak atau tidak dilanjutkan.



5.5



Jika Penilai menemukan kondisi yang tidak biasa yang dapat menimbulkan konflik, dimana penerapan Kode Etik akan menimbulkan hasil yang tidak proporsional atau hasil yang merugikan kepentingan umum, Penilai disarankan berkonsultasi dengan Asosiasi Profesi Penilai atau regulator yang terkait.



5.6



Jika konflik yang signifikan tidak dapat diatasi, baik dengan menolak tugas atau melakukan penanganan, Penilai dapat meminta pendapat dari Asosiasi Profesi



35



Penilai. Hal ini dapat dilakukan tanpa melanggar Prinsip Dasar Etik mengenai Kerahasiaan. Sebagai contoh, Penilai menemukan bahwa dalam penugasannya mengandung unsur penipuan dimana pelaporannya dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap Prinsip Dasar Etik mengenai Kerahasiaan. 5.7



Jika setelah mempertimbangkan semua kemungkinan yang relevan konflik etik tetap belum terjawab, Penilai perlu memutuskan untuk menolak penugasan atau mengundurkan diri.



5.8



Dalam menerapkan Prinsip Dasar Etik, Penilai memiliki tanggung jawab meliputi tanggung jawab terhadap integritas Pribadi Penilai, tanggung jawab terhadap Pemberi Tugas, tanggung jawab terhadap sesama Penilai dan Kantor Jasa Penilai Publik serta tanggung jawab terhadap masyarakat. a) Tanggung Jawab terhadap Integritas Pribadi Penilai 1.0 Dalam menjalankan tugas, Penilai mempunyai kewajiban untuk memberikan jasa yang sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang disyaratkan dalam SPI, dengan menjunjung tinggi prinsip dasar etik. 2.0 Penilai bertanggung jawab sepenuhnya atas penugasan yang dilakukannya dalam batas batas yang ditetapkan berdasarkan SPI. 3. Penilai tidak dibenarkan menerima atau memberikan pekerjaan dalam jumlah yang melebihi dari kemampuan yang dapat memengaruhi kredibilitas hasil penilaian. 4. Penilai sebagai karyawan atau tenaga ahli yang bekerja pada suatu Kantor Jasa Penilai Publik tidak dibenarkan untuk melaksanakan penugasan atas namanya sendiri atau pada Kantor Jasa Penilai Publik lainnya tanpa izin dari Kantor Jasa Penilai Publik di mana ia bekerja. 5. Penilai harus menjaga integritas pribadinya dan tidak akan bertinfak atau bertingkah laku dengan cara-cara yang dapat merendahkan derajat profesi Penilai, dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat merusak nama baik Penilai lain, Asosiasi Profesi Penilai dan profesi Penilai. 6. Penilai harus menandatangani Pernyataan Penilai dalam Laporan Penilaian yang disusunnya dengan mencantumkan nama, kualifikasi dan nomor anggota asosiasi sesuai dengan yang diatur dalam SPI. 7. Penilai harus meningkatkan pengetahuannya dalam bidang penilaian, dengan mengikuti program peningkatan kemampuan atau keahlian berkelanjutan (Continuing Professional Development/ CPD) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai atau pihak lain yang diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai. b) Tanggung Jawab terhadap Pemberi Tugas 1. Tanggung jawab utama Penilai terhadap Pemberi Tugas dan/atau Pengguna Laporan adalah memberikan Penilaian yang lengkap dan teliti tanpa menghiraukan atau memperhatikan keinginan dan instruksi-instruksi atau permintaan pihak Pemberi Tugas dan/atau 36



Pengguna Laporan yang sifatnya dapat memengaruhi kemandirian atau untuk mengubah hasil Penilaian yang objektif dan tidak memihak sebagaimana ditetapkan dalam KEPI iii. 2. Dalam hal Pemberi Tugas tidak memberikan data dan informasi yang benar atas objek penilaian termasuk penunjukan lokasi yang salah, maka Penilai dibebaskan dari tanggung jawab atas hasil penilaian yang tidak tepat dikarenakan kesalahan tersebut. 3. Dalam menjalankan tugas profesinya, tanggung jawab penilai sebagai individu harus dipisahkan dari Penilai sebagai Kantor Jasa Penilai Publik. Sehingga tanggung jawab Penilai sebagai individu tidak menjadi tanggugn jawab Kantor Jasa Penilai Publik secara keseluruhan 4. Hubungan kerja antara Penilai dengan Pemberi Tugas harus dituangkan dalam perjanjian tertulis yang akan menjadi dasar hukum penugasan dan hubungan kerja kedua belah pihak yang isinya antara lain menyebutkan jenis kegiatan atau penugasan, jangkak waktu penugasan, dan inbalan jasa yang telah disepakati kedua belah pihak sesuai dengan standar yang berlaku. 5. Penilai harus memberi penjelasan yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan Pemberian Tugas, termasuk jumlah imbalan jasanya. 6. Jumlah imbalan jasa yang diajukan kepada Pemberi Tugas harus merujuk kepada standar imbalan jasa yang wajar sebagaimana yang ditetapkan Asosiasi Profesi Penilai. 7. Penilai tidak diperbolehkan mempunyai kepentingan lain di luar imbalan jasa yang ditentukan bersama antara Penilai dengan Pemberi Tugas. 8. Penilai atas permintaan Pemberi Tugas harus memberikan penjelasan atas hasil Penilaiannya kepada pihak Pemberi Tugas dibuat laporan akhir penilaian. 9. Apabila ada dua atau lebih pihak Pemberi Tugas meminta bantuan dalam jasa penilaian dan atau jasa-jasa lain yang berkaitan dengan pekerjaan penilaian pada objek yang sama dan dalam waktu yang bersamaan, Penilai tersebut hanya boleh menerima penugasan dari salah satu pihak saja, kecuali apabila pihak-pihak Pemberi Tugas yang berkepentingan menyetujui bahwa Penilai yang bersangkutan bekerja untuk kepentingan para pihak. 10. Penilai tidak diperbolehkan mengumumkan atau menggunakan laporan penilaiannya sebagai referensi dalam melaksanakan kegiatan penilaian untuk kepentingan pihak lain, kecuali atas dasar persetujuan dari Pemberi Tugas yang bersangkutan. c) Tanggung Jawab terhadap sesama Penilai dan Kantor Jasa Penilai Publik 1. Penilai tidak dibenarkan melakukan persaingan yang tidak sehat dan atau dengan mempromosikan dirinya sendiri kepada Pemberi Tugas untuk menggantikan kedudukan atau mengambil alih penugasan Penilai lain dengan dalih dan cara apa pun.



37



2.



Mencemarkan atau mencoba untuk mencemarkan nama baik Penilai lainnya dengan memberikan dan atau menyampaikan ucapan atau pernyataan kepada pihak lain atau Pemberi Tugas yang dapat merugikan kepentingan dan nama balk Penilai lainnya. 3. Apabila Penilai mengetahui adanya kecenderungan atau indikasi bahwa Penilai yang bersangkutan telah melakukan perbuatan sebagaimana disebutkan pada butir 5.8.c).1 dan 5.8.c).2. di atas adalah menjadi kewajiban setiap Penilai untuk melaporkan kepada Asosiasi Profesi Penilai dan/atau pihak yang berwenang berkaitan pengaturan kegiatan Profesi Penilai, termasuk memberikan bukti-bukti yang tersedia yang diperlukan dalam usahanya mengupayakan pengusutan terhadap Penilai yang bersangkutan. 4. Penilai Publik harus melakukan konfirmasi kepada Pemberi Tugas bahwa aset atau liabilitas yang menjadi objek penilaian tidak sedang atau telah dinilai oleh Penilai Publik lainnya untuk maksud, tujuan, pengguna laporan dan tanggal penilaian yang sama atau berdekatan (dalam jangka waktu tidak lebih dari dua bulan). Apabila Pemberi Tugas menolak memberikan konfirmasi, maka Penilai Publik harus menolak penugasan tersebut. Apabila Pemberi Tugas terbukti memberikan konfirmasi yang tidak benar, maka Penilai tidak bertanggung jawab atas laporan yang diterbitkan. 5. Apabila Penilai diminta untuk melakukan penilaian yang sedang dan/atau telah dilakukan oleh Penilai lainnya untuk objek penilaian, tujuan, dan tanggla penilaian yang sama atau berdekatan, dimana Pemberi Tugas berbeda, maka Penilai harus melakukan konfirmasi tertulis kepada Pemberi Tugas. Dalam hal Pemberi Tugas memberikan konfirmasi bahwa penilaian tersebut sedang/telah dilakukan, maka Penilai harus saling berkomunikasi dengan Penilai awal dan Penilai awal memberikan informasi yang relevan sesuai penugasan. 6. Apabila Penilai diminta untuk melakukan penilaian yang pernah dilakukan oleh Penilai lainnya untuk tujuan dan tanggal penilaian yang sama atau berdekatan (second opinion) maka Penilai harus mendapatkan pernyataan tertulis dari Pemberi Tugas bahwa penilaian dilakukan dalam rangka second opinion dan alasan dilakukannya second opinion dan Penilai harus memperoleh akses secara tertulis untuk berkomunikasi dengan Penilai terdahulu. Dalam hal ini Penilai terdahulu harus memberikan informasi yang relevan sesuai penugasan. Dalam ham Pemberi Tugas tidak memberikan persetujuannya untuk melakukan komunikasi dengan Penilai terdahulu, maka Penilai harus menolak penugasan tersebut. Namun demikian hasil penilaian seharusnya hanya menjadu salah satu acuan dalam pengambilan keputusan dan tidak bersifat mutlak. 7. Apabila Penilai diminta untuk melakukan Kaji Ulang Umum Penilaian, Penilai dapat memperoleh akses secara tertulis untuk berkomunikasi 38



dengan Penilai terdahulu. Dalam hal ini Penilai terdahulu harus memberikan informasi yang relevan sesuai penugasan. Dalam hal Pemberi Tugas tidak memberikan persetujuannya untuk melakukan komunikasi dengan Penilai terdahulu, maka Penilai harus menolak penugasan tersebut. d) Tanggung Jawab terhadap Masyarakat 1. Penilai tidak diperbolehkan: a. Melakukan kolusi dalam rangka mendapatkan penugasan atau pekerjaan Penilaian; b. Memberikan komisi dan/atau fee dalam bentuk apapun kepada Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Dalam memenuhi prinsip etik terkait integritas dan objektivitas, Penilai selalu menyadari akan tanggung jawab terhadap masyarakat yang telah memberikan kepercayaan kepadanya. 3. Apabila Pemberi Tugas menggunakan laporan penilaian untuk tujuan yang berbeda dari yang disepakati, maka Penilai tidak bertanggung jawab atas laporan yang digunakan untuk tujuan berbeda tersebut.



6.0



Ancaman dan Pencegahan Uraian berikut membahas kategori utama ancaman dalam mematuhi Prinsip Dasar Etik dan kategori penanganan untuk mengantisipasi ancaman tersebut. 6.1



Ancaman terhadap kemampuan seorang Penilai untuk mematuhi Prinsip Dasar Etik dapat terjadi karena berbagai situasi. Suatu situasi dapat menimbulkan lebih dari satu ancaman, dan suatu ancaman dapat mempengaruhi pemenuhan terhadap lebih dari satu Prinsip Dasar Etik. Ancaman dikategorikan sebagai berikut: a) Ancaman terkait kepentingan pribadi (Self-interest threat) - ancaman bahwa pertimbangan profesional Penilai dapat dipengaruhi oleh kepentingan finansial atau kepentingan pribadi lainnya; b) Ancaman terkait kaji ulang internal (Self-review threat) - ancaman bahwa Penilai tidak dapat mengevaluasi secara memadai hasil penilaian yang sebelumnya dilakukan olehnya atau oleh individu lain dalam kantor atau instansi yang sama, dimana Penilai mengandalkan hasil kaji ulang tersebut ketika membentuk opini penilaian; c) Ancaman terkait Pemberi Tugas (Client conflict threat) - ancaman bahwa dua atau lebih Pemberi Tugas mungkin memiliki kepentingan yang berlawanan atau bertentangan terhadap suatu hasil penilaian; d) Ancaman terkait pembelaan (Advocacy threat) - ancaman bahwa Penilai membela kepentingan pimpinannya atau Pemberi Tugas, sehingga memengaruhi objektivitas hasil pekerjaan; e) Ancaman terkait keakraban (Familiarity threat) - ancaman bahwa adanya hubungan yang lama atau akrab dengan Pemberi Tugas atau pimpinan mengakibatkan seorang Penilai terlalu bersimpati dengan kepentingan mereka, sehingga memengaruhi objektivitas hasil pekerjaan; 39



f) Ancaman terkait intimidasi (Intimidation threat) - ancaman bahwa Penilai tidak dapat bertindak objektif karena adanya tekanan, termasuk penggunaan pengaruh yang tidak semestinya sehingga memengaruhi hasil penilaian. 6.2



Sejauh mana salah satu kategori ancaman yang tercantum di atas akan memengaruhi Penilai dalam mematuhi Prinsip Dasar Etik akan tergantung pada kondisi dalam penugasan. Misalnya Perusahaan A telah membuat tawaran pengambilalihan Perusahaan B, maka ancaman konflik akan timbul jika Penilai menerima penugasan dari Perusahaan A, dimana Penilai yang bersangkutan telah ditugaskan oleh Perusahaan B. Sebaliknya, jika Perusahaan A dan Perusahaan B tidak mencapai kesepakatan harga dan selanjutnya bersama-sama menugaskan Penilai untuk memberikan penilaian independen, maka konflik tidak akan timbul.



6.3



Pencehagan adalah tindakan atau langkah-langkah yang dapat mengantisipasi ancaman pada tingkat yang dapat diterima. Pencegahan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: a)



Pencegahan dalam peraturan perundangan yang terkait dengan praktik penilaian; b) Pencegahan dalam KEPI; c) Pencegahan dalam Sistem Pengendalian Mutu dan/atau prosedur kerja internal kantor. Contoh pencegahan dalam peraturan perundangan yang terkait dengan praktik penilaian antara lain: 1. Peraturan tentang pengelolaan kantor yang baik dan kualitas jasa penilaian; 2. Perizinan Penilai sesuai klasifikasi bidan jasa penilaian; 3. Peraturan tentang persyaratan pendidikan, pelatihan dan pengalaman bagi Penilai; 4. Pemeriksaan oleh pihak ketiga atas jasa penilaian, laporan atau informasi lainnya yang dihasilkan oleh penilai. Contoh pencegahan dalam KEPI antara lain: 1. Persyaratan untuk mematuhi SPI; 2. Pemantauan kepatuhan prosedur SPI; 3. Pengaturan standar imbalan jasa untuk penugasan penilaian. Contoh pencegahan dalam prosedur kerja internal kantor dan pengendalian mutu antara lain perlunya: 1. Penatausahaan Kantor Jasa Penilai Publik, sehingga Penilai dan/atau tim pendukung penilaian terhindar dari jasa yang berpotensi mengundang konflik. Pengawasan manajerial, akses terhadap data dan fasilitas pendukung harus dipertimbangkan sesuai dengan keadaan dan tingkat ancaman; 40



2. Persyaratan untuk mempertahankan kepentingan pribadi penilai dan staf lain terlibat dalam penugasan penilaian; 3. Persyaratan review internal penilaian; 4. Secara berkala mengganti Penilai untuk penugasan penilaian ulang; 5. Pengawasan penerimaan atau pemberian hadiah, komisi, dan jenis lainnya dalam pelaksanaan jasa penilaian. Contoh-contoh pencegahan di atas tidak mencakup semuapencegahan untuk mengantisipasi setiap ancaman dalam pemenuhan Prinsip Dasar Etik. 6.4



Pencegahan akan efektif bila diungkapkan kepada Pemberi Tugas dan puhak ketiga lainnya yang berhubungan dengan penilaian. Penilai harus mempertimbangkan setiap pengungkapan pada saat penugasan atau dalam penyusunan proposal. Pertimbangan juga harus diberikan termasuk referensi atas pencegahan dalam laporan penilaian atau setiap referensi yang dipublikasikan, terutama apabila laporan penilaian digunakan oleh pihak lain selain Pemberi Tugas.



6.5



Suatu pencegahan yang tepat dapat mengidentifikasi atau mencegah perilaku yang tidak etis. Pencegahan tersebut meliputi: a) Sistem pengaduan yang dipublikasikan dengan baik oleh Asosiasi Profesi Penilai atau regulator, memungkinkan Penilai lain, pengguna jasa dan masyarakat untuk mengetahui perilaku yang tidak profesional atau tidak etis; b) Penilai seharusnya melaporkan Penilai lainnya yang melakukan pelanggaran terhadap KEPI dan SPI kepada Asosiasi Profesi Penilai atau regulator yang terkait c) Penilai seharusnya melaporkan adanya intervensi dari pemberi Tugas yang berpotensi terhadap Penilai melakukan pelanggaran terhadap KEPI dan SPI kepada Asosiasi Profesi Penilai atau regulator tekait.



41



KONSEP DAN PRINSIP UMUM PENILAIAN (KPUP)



1.0



Pendahuluan 1.1



Standar Penilaian Indonesia (SPI) adalah pedoman dasar pelaksanaan tugas penilaian secara profesional yang sangat penting artinya bagi para Penilai untuk memberikan hasil yang dapat berupa analisis, pendapat dan dalam situasi tertentu memberikan saran-saran dengan menyajikannya dalam bentuk laporan penilaian sehingga tidak terjadi salah tafsir bagi para pengguna jasa dan masyarakat pada umumnya.



1.2



SPI yang merujuk kepada Standar Penilaian Internasional (International Valuation Standard) memberi pedoman mengenai hal-hal yang bersifat fundamental antara lain tentang pendekatan, metode dan teknik penilaian yang berlaku secara internasional. Namun demikian, untuk beberapa situasi tertentu, yang antara lain ditimbulkan oleh hukum, perundangundangan dan peraturan lainnya yang berlaku di Indonesia maupun kondisi ekonomi setempat, dapat digunakan penerapan yang bersifat khusus dan hal ini digolongkan sebagai penyimpangan dari SPI.



1.3



KPUP merupakan kerangka konseptual dari SPI dan memberikan gambaran mengenai hal-hal yang bersifat fundamental untuk memahami profesi Penilai dan penerapan SPI, dengan landasan moral berupa KEPI.



1.4



Landasan hukum dari kekayaan dan perekonomian nasional diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (UndangUndang Dasar 1945 Pasal 33 ayat 3).



2.0



Aset dan Properti 2.1



Pemahaman aset secara luas mencakup sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya ekonomi. Dari perspektif keuangan dan akuntansi, aset adalah sumber daya ekonomi yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh suatu perseorangan/entitas atau Pemerintah dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan dapat diperoleh, serta dapat diukur dalam satuan vang. Dengan kata lain terminologi aset mewakili hubungan kepemilikan atau penguasaan yang dapat dikonversikan dalam bentuk moneter, termasuk uang kas. Aset terdiri dari aset berwujud dan aset takberwujud.



2.2



Properti adalah konsep hukum yang mencakup kepentingan, hak dan manfaat yang berkaitan dengan suatu kepemilikan. Properti terdiri atas hak kepemilikan, yang memberikan hak kepada pemilik untuk suatu kepentingan tertentu (specific interest) atau sejumlah kepentingan atas apa yang dimilikinya. Oleh karena itu, kita wajib memperhatikan konsep hukum dari properti yang meliputi segala sesuatu yang merupakan konsep kepemilikan atau hak dan kepentingan yang bernilai, berbentuk atau bukan (corporeal or non corporeal), berwujud atau



42



tidak berwujud, dapat dilihat atau tidak, yang memiliki nilai tukar atau yang dapat membentuk kekayaan. Penggunaan kata properti tanpa adanya kualifikasi atau penjelasan tambahan, dapat merujuk kepada real properti, personal properti jenis properti lainnya seperti perusahaan/badan usaha dan HKF kombinasi darinya. 2.3



Dalam konsep real properti, untuk membedakan antara real estat merupakan entitas fisik berupa tanah dan pengembangan di atasnya, dengan kepemilikannya yang merupakan konsep hukum, kepemilikan dari suatu real estat disebut real properti. Pengertian real properti merupakan penguasaan yuridis atas tanah yang mencakup semua hak atas tanah (hubungan hukum dengan bidang tanah tertentu), semua kepentingan (interest), dan manfaat (benefit) yang berkaitan dengan kepemilikan real estat. Hak real properti biasanya dibuktikan dengan bukti kepemilikan (sertifikat atau surat-surat lain) yang terpisah dari fisik real estat. Oleh karena itu, real properti adalah suatu konsep nonfisik (atau konsep hukum). Real estat dirumuskan sebagai tanah secara fisik dan benda yang dibangun oleh manusia yang menjadi satu kesatuan dengan tanahnya. Real estat adalah benda fisik berwujud yang dapat dilihat dan disentuh, bersama-sama dengan segala sesuatu yang didirikan pada tanah yang bersangkutan, di atas atau di bawah tanah. Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan peraturan-peraturan pelaksanaannya mengatur tidak hanya hak-hak atas tanah saja, tetapi hak-hak atas tanah dan segala sesuatu yang menjadi satu kesatuan dengan tanah tersebut.



2.4



Tanah merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan dan keberadaan manusia, sehingga menjadi pusat perhatian bagi para ahli hukum, ahli geografi, ahli sosial, ahli ekonomi dan para ahli lainnya termasuk para Penilai.



2.5



Penilaian tanah dengan asumsi tanah tersebut kosong, atau tanah dengan bangunan dan/atau pengembangan lainnya yang menyatu dengan tanah, berikut sarana pelengkap yang terdapat di atasnya (prasarana lingkungan, fasilitas sosial, dan utilitas umum) merupakan konsep ekonomi. Oleh karena itu, baik tanah kosong maupun tanah yang sudah dikembangkan dalam keadaan demikian disebut sebagai real estate. Nilai ekonomi akan tercipta berdasarkan kegunaan real estat, atau berdasarkan kapasitas untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Hal-hal yang berkaitan adalah keunikannya secara umum, ketahanan (durability), lokasi, pasokan (supply) yang relatif terbatas, dan kegunaan spesifik dari bidang tanah yang bersangkutan. Nilai dalam konteks ekonomi diukur dalam terminologi moneter, dan ditentukan oleh kemauan dan kemampuan individu dan organisasi untuk menerjemahkan kegunaan real estat dalam terminologi moneter.



2.6



Dalam konteks penilaian untuk kepentingan Ganti Kerugian, istilah Properti Pertanahan digunakan sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2012, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai. 43



2.7



Kepemilikan lainnya dari suatu kepentingan selain real estat (realty) disebut sebagai personal properti dengan benda fisiknya yang disebut personalti (personalty). Personal properti meliputi kepemilikan pada benda berwujud atau tidak berwujud yang bukan merupakan real estat. Benda-benda ini tidak secara permanen menjadi satu kesatuan dengan real estat dan secara umum memiliki sifat dapat dipindahkan. Bentuk fisik dari personal properti disebut personalti.



2.8



Harga berubah dari waktu ke waktu akibat dampak khusus dan umum dalam perekonomian, aspek sosial, dan budaya. Aspek umum dapat mengakibatkan perubahan dalam tingkat harga dan kemampuan daya beli secara umum. Sedangkan perubahan dalam aspek khusus, seperti perkembangan teknologi, dapat mengubah permintaan dan penawaran, serta mengakibatkan perubahan harga yang signifikan.



2.9



Banyak prinsip umum yang diterapkan dalam penilaian properti, terutama penggunaan prinsip permintaan dan penawaran, kompetisi, substitusi, antisipasi atau ekspektasi, perubahan dan lainnya. Prinsip-prinsip ini berpengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap tingkat kegunaan dan produktifitas properti. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kegunaan properti mencerminkan pengaruh gabungan dari seluruh kekuatan pasar yang membentuk nilai dari suatu properti.



2.10 Dengan mengenali bahwa istilah properti merupakan konsep hukum, tetapi sering dipergunakan untuk merujuk pada real estat dan atau personalti, SPI menerapkan istilah properti dalam penggunaan umumnya. Dalam konteks ini, istilah properti dapat diterapkan pada hak kepemilikan dan bendanya secara fisik yang dimiliki. Implementasi konvensi ini menjelaskan kepada kita akan perbedaan antara properti dalam konteks penilaian umumnya dan properti sebagai aset di dalam konvensi akuntansi. 2.11 Dalam standar ini istilah Aset memiliki pemahaman yang sama dengan Properti.



3.0



Aset dan Liabilitas Liabilitas adalah kewajiban kini entitas, timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya dapat mengakibatkan arus keluar sumber daya entitas yang mengandung manfaat ekonomi (definisi sesuai PSAK 57). SPI ini dapat diterapkan untuk penilaian baik aset maupun liabilitas. Untuk penerapan dari standar ini, kata aset atau beberapa aset telah didefinisikan untuk meliputi liabilitas atau beberapa liabilitas dan sekelompok aset, liabilitas atau aset dan liabilitas, terkecuali apabila dinyatakan berbeda, atau jelas dari konteksnya bahwa liabilitas dikecualikan.



4.0



Harga, Biaya dan Nilai 4.1



Masalah dapat timbul pada kata-kata yang biasa digunakan dalam bahasa Indonesia namun memiliki arti yang khusus dalam disiplin ilmu penilaian. Oleh karena itu, adalah penting untuk merumuskan istilah, harga, biaya, pasar dan nilai dalam disiplin ilmu penilaian.



4.2



Harga adalah sejumlah uang yang diminta, ditawarkan atau dibayar untuk suatu aset. Karena kemampuan keuangan, motivasi atau kepentingan khusus dari



44



pembeli atau penjual, harga yang dibayarkan mungkin berbeda dengan nilai dari aset tersebut berdasarkan anggapan pihak lain. 4.3



Biaya adalah sejumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh atau menciptakan suatu aset. Ketika aset telah diperoleh atau diciptakan biaya merupakan suatu fakta. Harga berhubungan dengan biaya, karena harga yang dibayar untuk suatu aset menjadi biaya bagi pembeli.



4.4



Nilai adalah suatu opini dari manfaat ekonomi atas kepemilikan aset, atau harga yang paling mungkin dibayarkan untuk suatu aset dalam pertukaran, sehingga nilai bukan merupakan fakta. Aset diartikan juga sebagai barang dan jasa. Nilai dalam pertukaran adalah suatu harga hipotetis, dimana hipotetis dari nilai diestimasi dan ditentukan oleh tujuan penilaian pada waktu tertentu. Nilai bagi pemilik adalah suatu estimasi dari manfaat yang akan diperoleh pihak tertentu atas suatu kepemilikan atau dikenal juga sebagai Nilai dalam Penggunaan.



4.5



Penilaian adalah proses pekerjaan seorang Penilai dalam memberikan opini tertulis mengenai nilai ekonomi pada saat tertentu. Kata "Penilaian" digunakan untuk mengacu kepada proses penyusunan estimasi nilai dan dapat juga mengacu pada kesimpulan penilaian.



4.6



Terdapat banyak jenis nilai dan definisinya yang dapat dirujuk pada SPI 101 Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai dan SPI 102 - Dasar Nilai selain Nilai Pasar. Beberapa jenis nilai sudah umum digunakan dalam penilaian, namun jenis nilai lainnya hanya digunakan untuk situasi khusus di bawah kondisi yang dijelaskan dan diungkapkan secara hati-hati. Hal yang sangat penting dalam penggunaan dan pemahaman penilaian bahwa jenis dan definisi nilai diungkapkan secara jelas, dan sesuai dengan penugasan penilaian yang diberikan. Perubahan dalam definisi nilai dapat membawa pengaruh material terhadap nilai properti.



4.7



Penilai harus memiliki pemahaman yang baik mengenai pasar properti; memahami interaksi pelaku pasar; mampu menentukan harga yang sangat mungkin disepakati antara pembeli dan penjual properti di pasar, sehingga terhindar dari penggunaan istilah 'nilai' saja tanpa adanya penjelasan mengenai jenis nilai yang digunakan. Nilai Pasar adalah jenis nilai yang paling umum dipergunakan dalam penilaian properti sebagaimana dibahas dalam SPL 101 Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai. Walaupun penggunaan secara umum mungkin mensyaratkan pemahaman pasar bahwa jenis nilai yang dimaksud adalah Nilai Pasar, namun tetap penting untuk mendefinisikan Nilai Pasar secara jelas dalam setiap penugasan penilaian. Demikian pula, jika nilai yang dimaksud adalah selain Nilai Pasar, harus dinyatakan secara jelas dalam setiap penugasan penilaian.



4.8



Konsep nilai menggambarkan sejumlah uang yang terkait dalam suatu transaksi. Namun, penjualan properti yang dinilai bukan merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperkirakan harga atas properti yang harus dibayarkan bila dijual pada tanggal penilaian dibawah kondisi sebagaimana dipersyaratkan dalam definisi Nilai Pasar.



4.9



Nilai Pasar dari suatu properti atau aset lebih mencerminkan kegunaannya menurut pasar dan bukan status fisiknya secara murni. Kegunaan atas suatu aset bagi pihak tertentu dapat saja berbeda dengan kegunaan aset di pasar atau di industri tertentu. 45



5.0



a)



Pertimbangan yang sama dengan di atas diterapkan pada penilaian selain properti atau aset. Pelaporan keuangan akan membutuhkan penerapan dari pendekatan penilaian yang menghasilkan Nilai Pasar dan pembedaan secara jelas antara pendekatan tersebut dengan pendekatan yang menghasilkan selain Nilai Pasar.



b)



Total biaya pembuatan dan/atau pengadaan properti meliputi biaya langsung dan tidak langsung. Jika biaya tambahan dikeluarkan oleh pembeli setelah akuisisi, biaya ini akan ditambahkan pada biaya akuisisi historis untuk tujuan akuntansi biaya, biaya tersebut dapat dimasukkan sebagian atau keseluruhannya sebagai Nilai Pasar aset, tergantung pada persepsi pasar terhadap kegunaan biaya tambahan tersebut.



c)



Estimasi biaya dari properti dapat didasarkan pada estimasi Biaya Reproduksi atau Biaya Pengganti. Biaya Reproduksi adalah biaya untuk menciptakan replika dari struktur yang ada, menerapkan disain dan material yang sama. Biaya Pengganti mengestimasikan biaya yang diperlukan untuk membuat properti dengan kegunaan sejenis, menerapkan disain dan material yang saat ini digunakan di pasar (pada beberapa negara, istilah 'modern equivalent asset' digunakan untuk menjelaskan struktur yang biayanya diestimasikan berdasarkan penggantian).



Pasar 5.1



Pasar adalah lingkungan dimana barang dan jasa diperdagangkan antara pembeli dan penjual melalui mekanisme pembentukan harga. Konsep pasar yang menyiratkan bahwa barang dan jasa dapat diperdagangkan antara pembeli dan penjual tanpa adanya pembatasan atas kegiatannya. Setiap pihak akan merespon hubungan antara penawaran dan permintaan, serta faktor-faktor lain yang memengaruhi harga, pengetahuan dan kemampuan pihak-pihak yang terlibat, maupun pemahaman manfaat ekonomi atas barang atau jasa, kebutuhan dan keinginan masing-masing pihak. Pasar dapat bersifat lokal, nasional, atau internasional.



5.2



Untuk mengestimasi harga yang paling mungkin akan dibayarkan untuk suatu aset, adalah sangat penting untuk memahami tingkat pasar di mana aset akan diperdagangkan. Hal ini karena harga yang akan diperoleh tergantung dari jumlah pembeli dan penjual di pasar tertentu pada tanggal penilaian. Untuk memengaruhi harga, pembeli dan penjual harus mempunyai akses ke pasar tersebut. Pasar dapat meliputi berbagai macam kriteria, antara lain: a) Barang atau jasa yang diperdagangkan, misalnya pasar kendaraan bermotor berbeda dengan pasar emas; b) Skala atau hambatan distribusi, misalnya produsen barang tidak memiliki infrastruktur distribusi atau pemasaran untuk menjual ke pemakai, dan pemakai tidak membutuhkan barang dengan volume sebesar yang diproduksi oleh produsen; c) Geografi, misalnya pasar untuk barang atau jasa yang serupa dapat mencakup kawasan lokal, regional, nasional atau internasional.



5.3



Meskipun pasar dapat mandiri dan hanya sedikit dipengaruhi oleh aktivitas pasar yang lain, tetapi pada suatu saat pasar akan terpengaruh satu sama lain. Distorsi 46



yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Sebagai contoh, pada tanggal tertentu harga dari suatu aset yang identik di satu negara mungkin lebih tinggi daripada di negara lain. Jika efek distorsi yang disebabkan oleh pembatasan perdagangan atau kebijakan fiskal pemerintah diabaikan, maka pada suatu saat pemasok akan meningkatkan pasokan aset ke negara untuk mendapatkan harga yang lebih tinggi, dan mengurangi pasokan ke negara dimana harga lebih rendah, sehingga terjadi konvergensi harga.



6.0



7.0



5.4



Pasar yang dimaksud dalam SPI ini berarti pasar dimana aset atau liabilitas yang dinilai dipertukarkan pada tanggal penilaian dan pelaku mempunyai akses langsung di pasar.



5.5



Pasar sempurna, dimana tingkat aktivitas penawaran dan permintaan dalam keseimbangan yang tetap, jarang terjadi. Pada umumnya tidak sempurna antara lain disebabkan adanya gangguan pasokan, peningkatan atau penurunan yang mendadak atas permintaan, atau kesenjangan pengetahuan di antara pelaku pasar. Pelaku pasar akan bereaksi apabila kondisi pasar tidak sempurna, sehingga pasar akan menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Penilaian dengan tujuan mengestimasi harga yang paling mungkin terjadi di pasar harus mencerminkan kondisi yang relevan pada tanggal penilaian, sehingga bukan merupakan harga yang disesuaikan berdasarkan kondisi keseimbangan.



Aktivitas Pasar 6.1



Tingkat aktivitas pasar dimanapun akan berfluktuasi. Meskipun dapat mengidentifikasi tingkat normal dari suatu aktivitas, umumnya ada periode dimana pasar mempunyai aktivitas yang secara signifikan lebih tinggi atau lebih rendah dari pada normal. Tingkat aktivitas hanya dapat dinyatakan secara relatif, misalnya pasar lebih aktif atau kurang aktif dari tanggal sebelumnya. Tidak ada batasan yang jelas antara pasar yang aktif atau tidak aktif.



6.2



Ketika permintaan tinggi, harga akan meningkat dan cenderung menarik lebih banyak penjual untuk memasuki pasar sehingga aktivitas pasar akan meningkat; kebalikannya jika permintaan rendah maka harga akan menurun. Tetapi tingkat aktivitas yang berbeda mungkin merupakan respon atas adanya pergerakan harga dan bukan disebabkan faktor permintaan. Transaksi ada dan terjadi di pasar yang kurang aktif dari biasanya, akan tetapi calon pembeli mungkin tertarik dengan harga dan bersiap untuk memasuki pasar.



6.3



Informasi harga dari pasar yang tidak aktif masih mungkin menjadi bukti Dasar Nilai. Pada periode harga menurun perlu diperhatikan penyebabnya, apakah tingkat penurunan aktivitas atau adanya penjualan paksa. Bagaimanapun, ada harga yang menurun namun tidak dibawah paksaan, sehingga fakta harga yang direalisasikan oleh penjual tersebut harus dipertimbangkan agar tidak mengabaikan realitas pasar.



Pelaku Pasar 7.1



Dalam SPI ini pelaku pasar meliputi individu, perusahaan atau entitas lain yang terlibat atau berencana dalam suatu transaksi. Pada umumnya pelaku pasar yang ingin melakukan transaksi adalah pembeli dan penjual, atau calon pembeli dan calon penjual aktif di pasar pada tanggal penilaian, bukan transaksi individu atau entitas tertentu. 47



7.2



8.0



Dalam melakukan penilaian berbasis pasar adalah tidak relevan apabila Penilai mempertimbangkan berbagai kepentingan khusus dari pemilik atau pembeli potensial tertentu. Karakteristik pelaku pasar dibahas dalam kerangka konseptual untuk Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai (lihat SPL 101 butir 3.2.d) dan 3.2.e)).



Unit Penilaian (Agregasi) 8.1



Nilai dari suatu aset individu sering tergantung kepada aset terkait lainnya. Contoh: a)



Aset dan liabilitas yang saling meniadakan (offset) dalam portofolio instrumen keuangan;



8.2



b)



Portofolio properti yang saling melengkapi dengan mempertimbangkan adanya skala ekonomi (critical mass) atau lokasi yang strategis bagi calon pembeli;



c)



Sekelompok mesin dalam alur produksi, atau perangkat lunak yang diperlukan untuk mengoperasikan mesin individual atau sekelompor mesin;



d)



Resep dan paten yang mendukung merek;



e)



Tanah, bangunan, tanaman dan peralatan lainnya yang saling tergantung (interdependen) dalam suatu perusahaan.



Jika diperlukan penilaian dari aset yang digunakan bersamaan dengan aset pelengkap atau terkait lainnya, adalah penting untuk secara jelas menetapkan unit penilaian. Unit penilaian dapat terdiri dari aset tunggal yang tidak dapat dipisahkan atau sekelompok aset yang saling melengkapi. Apabila unit penilaian terkait dengan aset lainnya yang dikecualikan dari penilaian adalah penting untuk menetapkan apakah unit penilaian yang dinilai : a) Dengan asumsi bahwa aset lainnya tersedia pada pembeli, atau b) Dengan asumsi bahwa aset lainnya tidak tersedia pada pembeli.



8.3



9.0



Jika unit penilaian terdiri dari sejumlah aset yang dapat diidentifikasikan secara terpisah atau komponen yang dapat dinilai secara individual, penjumlahan aset individual atau komponen tersebut seringkali lebih tinggi atau dapat lebih rendah dari nilai unit penilaian sebagai sekelompok aset.



Dasar Nilai 9.1



Dasar Nilai menjelaskan premis fundamental yang mendasari nilai yang dilaporkan, sebagaimana diatur dalam SPI 101 dan SPI 102. Adalah suatu hal yang kritikal bahwa Dasar Nilai sesuai dengan persyaratan dan tujuan dari penugasan penilaian, dikarenakan Dasar Nilai dapat mempengaruhi Penilai dalam menentukan pemilihan metode penilaian data masukan dan asumsi serta opini nilai akhir. Dasar Nilai harus secara jelas dibedakan dari: a) Pendekatan atau metode yang digunakan untuk menetapkan indikasi nilai; b) Jenis aset yang dinilai; c) Keadaan aktual atau status aset yang diasumsikan pada saat penilaian; 48



d) Setiap asumsi tambahan atau asumsi khusus yang mengubah asumsi fundamental (dasar) dalam keadaan tertentu. 9.2



Dasar Nilai dapat masuk dalam salah satu dari tiga kategori utama: a) Menunjukkan harga yang paling mungkin dapat dicapai dalam hipotetis pertukaran di pasar bebas dan terbuka. Dasar Nilai Pasar sebagaimana didefinisikan dalam SPI ini termasuk dalam kategori ini. b) Menunjukkan manfaat yang diperoleh seseorang atau suatu entitas atas kepemilikan suatu aset. Nilai ini khusus untuk seseorang atau entitas, dan mungkin tidak memiliki relevansi dengan pelaku pasar pada umumnya. Nilai Investasi dan Nilai Khusus sebagaimana ditetapkan dalam standar ini termasuk dalam kategori ini. c) Menunjukkan harga yang layak disepakati antara dua pihak tertentu untuk pertukaran suatu aset. Meskipun para pihak mungkin tidak memiliki hubungan tertentu dan bernegosiasi dalam kondisi bebas ikatan, aset tersebut belum tentu ada di pasar dan harga yang disepakati mungkin mencerminkan keuntungan atau kerugian tertentu bagi kepemilikan pihak yang terlibat, akan tetapi bukan pasar pada umumnya. Nilai Wajar Khusus dan Nilai Ekuitabel sebagaimana didefinisikan dalam SPI termasuk dalam kategori ini.



9.3



Walaupun terdapat banyak Dasar Nilai yang digunakan dalam penilaian, pada umumnya memiliki kesamaan elemen yaitu adanya transaksi yang diasumsikan, asumsi tanggal transaksi dan asumsi para pihak dalam transaksi.



9.4



Tergantung pada Dasar Nilai, transaksi yang diasumsikan dapat terdiri dari beberapa bentuk: a) Transaksi hipotetis b) Transaksi aktual c) Transaksi pembelian (atau ‘entry') d) Transaksi penjualan (atau 'exit’), dan/atau e) Transaksi pada pasar tertentu atau hipotetis dengan karakter yang ditentukan



9.5



Asumsi tanggal transaksi akan mempengaruhi jenis informasi dan data yang dipertimbangkan Penilai dalam penilaian. Kebanyakan Dasar Nilai melarang dipertimbangkannya informasi atau sentimen pasar yang tidak akan diketahui atau dapat diketahui dengan uji tuntas yang wajar pada tanggal penilaian oleh pelaku pasar.



9.6



Kebanyakan Dasar Nilai mencerminkan asumsi mengenai para pihak dalam transaksi dan memberikan suatu deskripsi mengenai para pihak tersebut. Dalam kaitannya dengan para pihak ini, asumsi tersebut dapat mencakup satu atau lebih karakteristik aktual atau yang diasumsikan, seperti: a) Bersifat hipotetis; b) Para pihak yang diketahui atau spesifik; c) Bagian dari kelompok pihak potensial yang dapat diidentifikasi/dijelaskan; 49



d) Apakah para pihak berada dalam kondisi atau motivasi tertentu pada tanggal yang diasumsikan (misalnya dalam tekanan), dan/atau e) Tingkat pemahaman yang diasumsikan. Penilaian mungkin memerlukan penggunaan Dasar Nilai yang berbeda dengan yang ditetapkan dalam undang-undang, peraturan, kontrak pribadi atau dokumen lainnya. Meskipun Dasar Nilai tersebut tampak serupa dengan Dasar Nilai yang didefinisikan dalam standar ini, penerapannya mungkin memerlukan pendekatan yang berbeda dengan yang dijelaskan dalam SPI, kecuali dalam dokumen yang relevan direferensikan mengacu kepada SPI. Dasar Nilai tersebut harus diinterpretasikan dan diterapkan dengan benar sesuai dengan ketentuan yang ada. 9.7



Penilai harus menentukan Dasar Nilai yang relevan sesuai dengan persyaratan dan tujuan dari penugasan penilaian. Pilihan Penilai atos Dasar Nilai seharusnya mempertimbangkan instruksi dan input yang diterima dari klien dan/atau wakilnya. Namun demikian, walaupun terdapat instruksi dan input yang diberikan kepada Penilai, Penilai tidak seharusnya menggunakan Dasar Nilai yang tidak sesuai untuk tujuan penilaian.



9.8



Sesuai dengan SPI 103 - Lingkup Penugasan, Dasar Nilai harus sesuai dengan tujuan penilaian dan sumber dari definisi Dasar Nilai yang digunakan harus dikutip dan Dasar Nilai tersebut dijelaskan.



9.9



Penilai bertanggung jawab dalam memahami regulasi dan ketentuan yang berlaku terkait dengan Dasar Nilai yang digunakan.



10.0 Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use - HBU) 10.1



HBU didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu aset, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diijinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari aset tersebut.



10.2



Penggunaan yang tidak diijinkan secara hukum atau tidak dimungkinkan secara fisik tidak dapat dianggap sebagai HBU. Penggunaan yang diijinkan secara hukum dan dimungkinkan secara fisik bagaiman membutuhkan penjelasan dari Penilai untuk pemberian pertimbangan yang memadai mengenai mengapa penggunaan tersebut secara wajar memungkinkan dan menghasilkan nilai tertinggi dari aset tersebut.



10.3



Penerapan definisi pada butir 10.1 memungkinkan Penilai untuk memperkirakan dampak kerusakan dan keusangan aset, kelayakan rehabilitasi dan renovasi, serta berbagai situasi penilaian lainnya.



10.4



HBU ini juga diterapkan dalam penilaian aset takberwujud dan tidak berlaku untuk aset keuangan.



10.5



Konsep HBU merupakan hal yang fundamental dan tidak terpisahkan dari estimasi Nilai Pasar.



10.6



Dalam kondisi pasar yang secara ekstrim bergejolak dan adanya ketidakseimbangan yang sangat besar antara penawaran dan permintaan, Penggunaan Tertinggi dan Terbaik mungkin ditunda untuk penggunaan di masa depan. Dalam situasi lainnya, dimana beberapa jenis potensi Penggunaan 50



Tertinggi dan Terbaik dapat diidentifikasikan, Penilai harus mempertimbangkan penggunaan alternatif tersebut serta tingkat pendapatan dan biaya yang diantisipasi di masa depan. Apabila penggunaan tanah dan peruntukan berada dalam tahap perubahan, Penggunaan Tertinggi dan Terbaik saat ini dapat bersifat sementara. 10.7



Studi HBU yang mendalam merupakan suatu penugasan terpisah dari pekerjaan penilaian. Untuk melakukan kajian HBU yang mendalam dilakukan dengan analisis secara mendalam mengenai satu atau beberapa penggunaan yang secara wajar dimungkinkan, kemudian dilakukan pengujian kelayakan finansial dan penggunaan yang menghasilkan nilai tertinggi akan merupakan HBU.



11.0 Kegunaan 11.1



Kriteria utama dari penilaian real properti dan personal properti adalah kegunaannya. Prosedur yang diterapkan dalam proses penilaian memiliki tujuan yang sama untuk mendefinisikan dan mengkuantifikasikan tingkat kegunaan dari properti yang dinilai. Proses ini membutuhkan adanya interpretasi mengenai konsep kegunaan.



11.2



Kegunaan merupakan istilah yang bersifat relatif atau komparatif dan bukan merupakan suatu kondisi absolut. Sebagai contoh, kegunaan tanah pertanian biasanya diukur dengan kapasitas produksinya.



Nilainya merupakan fungsi dari kuantitas dan kualitas produksi yang akan dihasilkan dari tanah pertanian tersebut, atau dari kuantitas dan kualitas bangunan yang sangat penting untuk kegiatan operasional pertanian. Apabila tanah memiliki potensi pengembangan, produktifitasnya akan diukur dari seberapa produktif tanah tersebut dapat dikembangkan menjadi perumahan, properti komersial, industrial atau mixed use. Dengan demikian, nilai tanah ditentukan dengan mengevaluasi kegunaannya dari segi hukum, yaitu peraturan perundang-undangan yang berlaku, keadaan fisik, fungsi, keadaan ekonomi, dan faktor lingkungan yang menentukan produktifitasnya. 11.3



Secara fundamental, penilaian properti ditentukan oleh bagaimana properti tersebut digunakan dan/atau bagaimana properti tersebut biasa diperdagangkan di pasar. Untuk beberapa properti kegunaan optimum dicapai jika properti tersebut dioperasikan secara tersendiri. Properti lainnya memiliki kegunaan yang lebih besar jika dioperasikan sebagai bagian dari sekumpulan properti, misalnya properti yang dimiliki dan dikelola oleh badan usaha seperti jaringan pertokoan, restoran ceepat saji atau hotel. Oleh karena itu, harus dibedakan antara kegunaan properti dilihat secara tersendiri dan apabila sebagai bagian dari suatu kelompok. Penilai akan melihat properti sebagaimana cara pandang pasar. Pada umumnya, Penilai mengestimasikan dan melaporkan nilai dari properti secara individual. Jika nilai properti dilihat sebagai bagian dari kelompok atau portofolio, berbeda dari nilai secara tersendiri, maka nilai ini harus dipertimbangkan.



11.4



Properti yang berdiri sendiri biasanya ditransaksikan secara individual dan dinilai secara individual pula. Jika aset yang demikian bertambah (atau berkurang) nilainya karena digabungkan secara fungsional atau ekonomi dengan aset lainnya, dimana selisih nilai tersebut dapat dikaji dalam proses penilaian dan dinyatakan dalam laporan penilaian, baik diminta oleh Pemberi 51



Tugas atau berdasarkan hasil observasi Penilai sendiri. Perkiraan nilai dimaksud dapat dinyatakan sebagai Nilai Pasar dengan dilengkapi pernyataan penjelas pendukung. 11.5



Suatu properti individual mungkin memiliki tambahan nilai atau Nilai Khusus di atas nilainya sebagai entitas terpisah dikarenakan adanya hubungan fisik atau fungsional dengan properti di sebelahnya yang dimiliki oleh pihak lain atau karena daya tariknya terhadap pembeli dengan kepentingan khusus. Besarnya tambahan nilai atau Nilai Khusus tersebut umumnya dilaporkan secara terpisah dari Nilai Pasar.



11.6



Kegunaan diukur dari perspektif jangka panjang, biasanya melampaui umur penggunaan normal suatu properti atau kelompok properti. Bagaimanapun, ada kalanya suatu properti untuk sementara menjadi berlebihan (redundant), atau dipindahkan dari kegiatan produksi, diubah untuk penggunaan atau fungsi alternatif, atau mungkin semata-mata tidak difungsikan untuk sementara waktu. Di sisi yang lain, kondisi pasar eksternal, ekonomi atau politik, dapat menyebabkan turunnya produksi untuk jangka waktu yang tidak dapat ditentukan. Penilaian dalam situasi demikian membutuhkan keahlian dan pelatihan khusus, serta pelaporan harus dilakukan sesuai dengan Standar Penilaian. Penilai seharusnya memastikan adanya penjelasan dan pengungkapan sepenuhnya tentang definisi nilai, data yang digunakan dalam penilaian, dan adanya asumsi khusus atau limitasi (jika ada) yang membatasi penilaian.



11.7



Sejalan dengan hal di atas, properti mungkin tidak memiliki kegunaan yang dapat diidentifikasikan dengan jelas pada tanggal penilaian karena adanya faktor ekonomi atau eksternal, misalnya properti yang terletak di lokasi terpencil, atau adanya kondisi pasar yang berubah dengan cepat, atau tidak memiliki ekonomi pasar, atau sedang mengalami perubahan sistem ekonomi. Persyaratan pelaporan menurut Standar Penilaian untuk penilaian di bawah kondisi tersebut adalah adanya pengungkapan secara lengkap mengenai definisi nilai, data yang digunakan dalam penilaian, dan adanya asumsi khusus atau limitasi (jika ada) yang membatasi penilaian.



11.8



Akibat umum dari ketidak pastian politik dan ekonomi adalah perubahan kegunaan, baik dalam hal kapasitas atau efisiensi. Tanggung jawab Penilai dalam situasi demikian adalah untuk melihat harapan pasar akan lamanya waktu untuk berakhirnya situasi tersebut. Penghentian atau penutupan sementara mungkin dapat berpengaruh kecil atau tidak ada terhadap nilai properti, sedangkan prospek untuk penghentian jangka panjang dapat mengakibatkan hilangnya nilai secara permanen. Properti yang dinilai harus dipertimbangkan dari segala faktor internal dan eksternal yang memengaruhi kinerja operasional.



11.9



Dalam beberapa situasi, suatu properti mungkin memiliki kegunaan yang negatif. Sebagai contoh adalah suatu tapak atau areal tanah tertentu yang telah tercemar berat, dimana pelaksanaan peraturan yang mewajibkan untuk pembersihan mengakibatkan pengeluaran biaya yang lebih tinggi jika dibandingkan nilai properti dalam keadaan tidak tercemar. Dalam situasi seperti ini, Penilai harus memperkirakan Nilai Pasar berdasarkan perkiraan jumlah uang yang diperlukan untuk ditawarkan oleh penjual dalam menjamin si pembeli menyelesaikan liabilitas yang ada pada properti. Situasi yang sama muncul ketika kepentingan hukum sebagai bagian dari suatu kontrak, seperti hak sewa, 52



menjadi beban atau menambah beban yang melebihi nilai saat itu (current value). SPL memungkinkan bahwa dalam kasus seperti ini Penilai harus melaporkan nilai negatif.



12.0 Asumsi dan Asumsi Khusus 12.1



Sebagai tambahan untuk menyatakan Dasar Nilai, seringkali diperlukan adanya asumsi atau beberapa asumsi untuk memperjelas baik keadaan aset dalam pertukaran hipotesis atau keadaan dimana aset diasumsikan dipertukarkan. Asumsi tersebut dapat memiliki dampak signifikan terhadap nilai.



12.2



Jenis-jenis asumsi ini umumnya terbagi dalam 2 kategori: a) Asumsi fakta yang konsisten dengan, atau dapat konsisten dengan yang terjadi pada tanggal penilaian, dan b) Asumsi fakta yang berbeda dengan yang terjadi pada tanggal penilaian.



12.3



Asumsi yang terkait dengan fakta yang konsisten dengan, atau dapat konsisten dengan yang terjadi pada tanggal penilaian, mungkin merupakan hasil dari limitasi terhadap kedalaman investigasi atau pertanyaan yang diajukan oleh Penilai. Contoh dari asumsi ini, termasuk namun tidak terbatas pada: a) Asumsi bahwa suatu bisnis dialihkan sebagai entitas operasional yang lengkap, b) Asumsi bahwa aset yang digunakan dalam suatu bisnis dialihkan tanpa bisnisnya, baik secara individu maupun sebagai kelompok, c) Asumsi bahwa suatu aset dinilai secara individual dialihkan bersama dengan aset pelengkap lainnya (lihat Unit Penilaian butir 8.1 dan 8.2), d) Asumsi bahwa suatu kepemilikan saham dialihkan baik secara (lot) atau individual, e) Asumsi bahwa suatu properti yang ditempati oleh pemilik sendiri, diasumsikan dalam keadaan kosong saat dialihkan secara hipotetis.



12.4



Jika asumsi dibuat dengan mempertimbangkan fakta yang berbeda dengan yang sebenarnya pada tanggal penilaian, hal ini disebut asumsi khusus (lihat SPI 103 - Lingkup Penugasan). Asumsi khusus sering digunakan untuk mengilustrasikan akibat dari kemungkinan adanya suatu perubahan terhadap nilai aset. Kata "khusus" diartikan untuk menegaskan kepada pengguna laporan bahwa kesimpulan nilai tergantung kepada perubahan dari situasi yang ada saat ini atau yang mencerminkan pandangan yang pada umumnya tidak lazim diambil oleh pelaku pasar pada tanggal penilaian. Contoh dari asumsi tersebut adalah, namun tidak terbatas pada: a) Asumsi bahwa properti adalah dimiliki dalam keadaan kosong (freehold with vacant possession) b) Asumsi bahwa bangunan yang direncanakan sudah selesai pada tanggal penilaian c) Asumsi bahwa kontrak tertentu sudah ada pada tanggal penilaian padahal sebenarnya belum ada



53



d) Asumsi bahwa instrumen keuangan dinilai menggunakan 'yield curve' yang berbeda dari yang biasa digunakan pelaku pasar 12.5



Asumsi dan asumsi khusus harus wajar dan relevan, tanpa mengabaikan tujuan penilaian yang dibutuhkan.



13.0 Konsep Penting Lainnya 13.1



Istilah Nilai Pasar yang terdapat dalam SPI sesuai dengan Nilai Wajar yang dipergunakan dalam Standar Akuntansi Keuangan - PSAK 68 dan Nilai Wajar dalam SPI 102. Penerapan penilaian untuk tujuan laporan keuangan dengan menggunakan Nilai Pasar atau Dasar Nilai selain Nilai Pasar mengacu kepada SP 201 - Penilaian untuk Pelaporan Keuangan.



13.2



Properti Khusus adalah properti yang jarang, jikapun pernah dijual di pasar kecuali sebagai bagian dari kegiatan usaha atau badan dimana properti tersebut merupakan bagian darinya, dikarenakan keunikan yang berasal dari sifat dan disain khusus, konfigurasinya, ukuran, lokasi atau hal lainnya. Proses penilaian menjadi lebih rumit jika data pembanding terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Meski demikian, Penilai sebaiknya menjelaskan data/alasan dari pasa mendukung kesimpulan nilai yang diambilnya.



Setiap metode penilaian dapat diaplikasikan, dan seluruh metode yang dapat diterapkan harus dipertimbangkan. Apabila dimungkinkan, Penilai menentukan nilai tanah, biaya dan estimasi depresiasi kumulatif berdasarkan informasi pasar, dan menjelaskan dasar dari estimasi nilai. 13.3



Apabila kondisi pasar normal terganggu atau terhenti sementara, atau apabila terjadi ketidakseimbangan penawaran dan permintaan yang mengakibatkan timbulnya harga pasar yang tidak memenuhi definisi Nilai Pasar, Penilai akan menghadapi masalah penilaian yang sulit. Dengan menerapkan konsep dan definisi Nilai Pasar, serta menggunakan data pasar dan penjelasan dalam proses penilaian, Penilai memastikan relevansi dan kegunaan dari nilai aset untuk tujuan pelaporan keuangan. Dengan turunnya ketersediaan dan aplikasi data pasar, penugasan penilaian membutuhkan Penilai yang memiliki pertimbangan yang cermat, kehati-hatian dan pengalaman.



13.4



Setiap laporan penilaian harus mengungkapkan secara jelas maksud dan tujuan penggunaan penilaian. Sebagai tambahan dari persyaratan pelaporan, dalam konteks pelaporan keuangan, laporan penilaian secara spesifik mengidentifikasikan jenis aset dimana setiap aset digolongkan atas aset operasional atau non operasional dan basis dari penempatan tersebut.



13.5



Estimasi dan pelaporan nilai properti, dan panduan praktek yang terkait, adalah merupakan lingkup dari Standar Penilaian ini. Bagaimana hasil penilaian dikompilasi, dikirimkan dan disatukan dengan temuan dari profesional lainnya adalah sangat penting bagi Penilai. Pemahaman yang cukup mengenai istilah adalah esensial bagi Penilai maupun pembaca laporan penilaian. Penggunaan pengalaman dan keahlian serta penerapan metodologi yang benar adalah sangat esensial.



54



14.0 Pendekatan Penilaian 14.1



Pendekatan Penilaian merupakan landasan proses penilaian dilengkapi dengan metode penilaian dari masing-masing pendekatan yang digunakan. Penilaian untuk aset atau liabilitas, baik di dalam mengestimasikan Nilai Pasar maupun selain Nilai Pasar, mengharuskan seorang Penilai untuk mengaplikasikan satu atau lebih pendekatan penilaian. Tiga pendekatan yang dijelaskan dan didefinisikan dalam KPUP ini merupakan pendekatan utama yang digunakan didalam proses penilaian yakni Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan dan Pendekatan Biaya. Satu atau lebih dari pendekatan penilaian dapat digunakan untuk proses penilaian yang ditetapkan oleh Dasar Nilai yang sesuai (lihat butir 10.1. sampai 10.4 di atas). Semua pendekatan tersebut didasarkan pada prinsip ekonomi atas keseimbangan harga, antisipasi manfaat atau substitusi.



14.2



Penilaian tidak berbasis pasar dapat menerapkan pendekatan sama, tapi umumnya akan melibatkan tujuan yang tidak untuk memberi Nilai Pasar. Sebagai contoh: a) Suatu entitas dapat menerapkan Pendekatan Biaya dengan membandingkan biaya bangunan lainnya terhadap biaya bangunan yang direncanakan oleh entitas, dengan memastikan diskon atau premium untuk properti tertentu yang berbeda dengan pasar pada umumnya. Pendekatan ini diterapkan pada jenis properti tertentu (misalnya properti khusus) dan mungkin merupakan biaya tidak berbasis pasar sehingga Dasar Nilai yang mungkin digunakan adalah Nilai dalam Penggunaan. b) Pemilik tanah mungkin membayar harga premium untuk properti yang bersebelahan. Ketika menerapkan Pendekatan Pasar untuk menentukan harga tertinggi yang mungkin dibayarkan oleh pemilik untuk properti yang bersebelahan, Penilai mendapatkan nilai yang mungkin berada di atas Nilai Pasar. Estimasi nilai ini di beberapa negara disebut Nilai untuk Pembeli Khusus (Special Purchaser Value) atau di dalam SPI dikenal sebagai Nilai Khusus. c) Seorang investor mungkin menerapkan tingkat pengembalian yang tidak berbasis pasar dan hanya berlaku untuk investor itu sendiri, sehingga ketika menerapkan Pendekatan Pendapatan untuk menentukan harga yang akan dibayarkan investor untuk investasi tertentu berdasarkan tingkat pengembalian yang diantisipasi oleh investor, Penilai mendapatkan estimasi Nilai Investasi.



14.3



Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost - DRC) adalah metode penerapan dari Pendekatan Biaya, yang digunakan untuk menentukan indikasi nilai dengan menghitung Biaya Reproduksi Baru atau segala bentuk keusangan. Biaya Pengganti Baru dari aset dikurangi dengan penyusutan fisik dan segala bentuk keusangan.



14.4



Setiap pendekatan penilaian memiliki metode penerapan alternatif dan teknik perhitungan, Keahlian dan pelatihan yang didapatkan Penilai, standar lokal, kebutuhan pasar dan data yang tersedia merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan metode atau metode-metode penilaian yang 55



sesuai untuk diterapkan. Alasan untuk adanya pendekatan maupun metode penerapan alternatif adalah untuk memberikan kepada Penilai serangkaian prosedur alternatif yang pada akhirnya akan dipertimbangkan dan bila perlu direkonsiliasikan menjadi estimasi nilai akhir, tergantung kepada jenis nilai tertentu yang akan digunakan. 14.5



Pendekatan dan metode penilaian yang digunakan dalam berbagai jenis penilaian, termasuk real properti, personal properti, badan usaha dan HKF pada prinsipnya adalah sama. Untuk pendekatan penilaian badab usaha dan HKF, merujuk kepada Jenis Properti butir 4.8 dan SPI 330 - Penilaian Bisnis. Namun demikian, dalam penilaian berbagai jenis properti, data yang digunakan berasal dari berbagai sumber yang berbeda yang akan menggambarkan pasar dari properti (dan/atau jasa atau badan usaha) yang dinilai. Sebagai contoh, bangunan kantor biasanya dijual dan dinilai dalam pasar real estat yang relevan sedangkan nilai dari saham perusahaan properti yang memiliki sejumlah bangunan, terlihat dari harga yang terbentuk di pasar saham yang terkait.



15.0 Pendekatan Pasar 15.1



Pendekatan Pasar menghasilkan indikasi nilai dengan cara membandingkan aset yang dinilai dengan aset yang identik atau sebanding, dimana informasi harga transaksi atau penawaran tersedia.



15.2



Dalam Pendekatan Pasar, langkah pertama adalah mempertimbangkan harga yang baru terjadi di pasar dari transaksi aset yang identik atau sebanding. Jika transaksi terakhir yang telah terjadi hanya sedikit atau tidak ada, dapat dipertimbangkan dengan menggunakan harga yang ditawarkan (untuk dijual) atau yang terdaftar (listed) dari aset yang identik atau sebanding, relevansinya dengan informasi ini perlu diketahui secara jelas dan dengan seksama dianalisis. Dalam hal ini perlu dilakukan penyesuaian atas informasi harga transaksi atau penawaran apabila terdapat perbedaan dengan transaksi yang sebenarnya, sesuai dengan Dasar Nilai dan asumsi yang akan digunakan dalam penilaian. Perbedaan dapat juga meliputi karakteristik hukum, ekonomi atau fisik dari aset yang ditransaksikan (aset pembanding) dan yang dinilai.



16.0 Pendekatan Pendapatan 16.1



Pendekatan Pendapatan menghasilkan indikasi nilai dengan mengubah arus kas di masa yang akan datang ke Nilai ini.



16.2



Pendekatan ini mempertimbangkan pendapatan yang akan dihasilkan aset selama masa manfaatnya dan menghitung nilai melalui proses kapitalisasi. Kapitalisasi merupakan konversi pendapatan menjadi sejumlah modal dengan menggunakan tingkat diskonto yang sesuai. Arus kas dapat diperoleh dari pendapatan suatu kontrak atau beberapa kontrak atau bukan dari kontrak; misalnya keuntungan yang diantisipasi akan diperoleh dari penggunaan atau kepemilikan suatu aset.



16.3



Pendekatan Pendapatan dapat diterapkan untuk liabilitas, dengan mempertimbangkan arus kas yang diperlukan untuk memenuhi liabilitas sampai lunas. 56



17.0 Pendekatan Biaya Pendekatan Biaya menghasilkan indikasi nilai dengan menggunakan prinsip ekonomi, dimana pembeli tidak akan membayar suatu aset lebih daripada biaya untuk memperoleh aset dengan kegunaan yang sama atau setara, pada saat pembelian atau konstruksi. Pendekatan ini berdasarkan pada prinsip harga yang akan dibayar pembeli di pasar untuk aset yang akan dinilai, tidak lebih dari biaya untuk membeli membangun untuk aset yang setara, kecuali ada faktor waktu yang tidak wajar, ketidaknyamanan, risiko atau faktor lainnya. Umumnya aset yang dinilai akan kurang menarik dikarenakan faktor usia atau sudah usang, dibanding dengan aset alternatif yang baru dibeli atau dibangun. Untuk hal ini, diperlukan penyesuaian karena adanya perbedaan biaya dengan aset alternatif, tergantung pada Dasar Nilai yang diperlukan. Dalam penilaian bisnis, Pendekatan Biaya dikenal sebagai Pendekatan Aset



18.0 Metode Penerapan Masing-masing pendekatan penilaian mempunyai metode penerapan yang berbeda yang dijelaskan dalam SPL 106. Metode yang umum digunakan untuk masing-masing kelas aset dibahas dalam Standar Teknis.



19.0 Data Masukan Penilaian (Valuation Inputs) 19.1



Data masukan Penilaian mengacu kepada data dan informasi lainnya yang digunakan pada salah satu pendekatan penilaian yang diuraikan dalam standar ini. Data masukan ini dapat berupa data yang aktual atau yang diasumsikan. Contoh data masukan aktual meliputi: a) Harga perolehan untuk aset yang identik atau setara; harga permintaan atau penawaran dapat menjadi indikasi harga perolehan; b) Arus kas aktual yang dihasilkan oleh aset; c) Biaya aktual dari aset yang identik atau setara. Contoh data masukan yang diasumsikan meliputi: a) Estimasi atau proyeksi arus kas; b) Estimasi biaya dari aset hipotetis; c) Sikap pelaku pasar dalam mengambil risiko. Tingkat kehandalan yang lebih dipercaya ada pada data masukan aktual, tetapi bila kurang relevan maka data masukan yang diasumsikan, menjadi lebih relevan. Contoh data masukan aktual yang kurang relevan antara lain: a) Bukti transaksi atau penawaran aktual dimasa lalu; b) Arus kas historis tidak mengindikasi arus kas masa depan atau; c) Informasi biaya aktual merupakan data historis.



57



19.2



Hasil penilaian umumnya akan lebih akurat bila menggunakan beberapa data masukan penilaian yang tersedia. Dalam hal data masukan penilaian terbatas, maka perlu perhatian khusus untuk meneliti dan memverifikasi data yang ada.



19.3



Bila data masukan penilaian berdasarkan suatu bukti transaksi, maka harus dilakukan verifikasi sesuai dengan yang dibutuhkan dalam proses penilaian.



19.4



Jenis dan sumber data masukan penilaian harus mencerminkan Dasar Nilai, yang selanjutnya ditentukan oleh tujuan penilaian. Misalnya, berbagai pendekatan dan metode dapat digunakan untuk memperoleh indikasi Nilai Pasar, asal menggunakan data yang berasal dari pasar. Pendekatan Pasar ditentukan oleh penggunaan data masukan yang berasal dari pasar. Untuk memperoleh indikasi Nilai Pasar dengan Pendekatan Pendapatan, harus diterapkan data masukan dan asumsi yang digunakan oleh pelaku pasar. Untuk memperoleh indikasi Nilai Pasar dengan Pendekatan Biaya, maka biaya dari suatu aset yang kegunaannya setara dan penyusutan yang sesuai harus ditentukan oleh analisis biaya dan penyusutan berdasarkan pasar (atau yang lazim digunakan dalam penilaian). Data yang tersedia dan keadaan yang berkaitan dengan pasar untuk aset yang dinilai, akan menentukan metode penilaian yang paling relevan dan tepat digunakan. Jika berdasarkan data yang berasal dari pasar dan dianalisis dengan tepat, maka masingmasing pendekatan atau metode yang digunakan akan menghasilkan suatu indikasi Nilai Pasar.



19.5



Pendekatan dan metode penilaian umumnya digunakan untuk berbagai tujuan dan obyek penilaian. Meskipun demikian, penilaian untuk berbagai jenis aset membutuhkan berbagai sumber data yang harus mencerminkan pasar dimana aset tersebut dinilai. Sebagai contoh, investasi dari real estat yang dimiliki oleh suatu perusahaan, dinilai dalam konteks pasar real estat yang relevan dimana real estat diperdagangkan, sedangkan saham perusahaan itu sendiri dinilai dalam konteks pasar dimana saham diperdagangkan.



20.0 Penyimpangan 20.1



Penyimpangan adalah suatu keadaan dimana ketentuan perundang-undangan, peraturan atau persyaratan yang memaksa (authoritative requirements) harus diikuti yang berbeda dengan yang disyaratkan pada SPI. Penyimpangan adalah wajib sehingga penilai harus memenuhi ketentuan perundang-undangan, peraturan atau persyaratan yang memaksa (authoritative requirements) yang sesuai dengan tujuan dan yurisdiksi penilaian sehingga sesuai dengan SPI. Penilai dapat tetap menyatakan bahwa penilaian dilakukan sesuai dengan SPI apabila terdapat penyimpangan dalam kondisi ini.



20.2



Persyaratan untuk menyimpang dari SPI sesuai dengan ketentuan perundangundangan, peraturan atau persyaratan yang memaksa (authoritative requirements) harus didahulukan dari seluruh persyaratan SPI.



20.3



Sebagaimana disyaratkan dalam SPI 103 - Lingkup Penugasan butir 5.3 dan SPI 105 - Pelaporan Penilaian butir 5.1, sifat dari setiap penyimpangan harus diidentifikasikan (sebagai contoh, identifikasi bahwa penilaian dilakukan sesuai dengan SPl dan peraturan pajak setempat). Apabila terdapat penyimpangan yang secara signifikan mempengaruhi sifat dari prosedur penilaian yang dilakukan, input dan asumsi yang digunakan, dan/atau kesimpulan penilaian, penilai juga harus mengungkapkan ketentuan perundang-undangan, peraturan atau 58



persyaratan yang memaksa (authoritative requirements) tersebut secara spesifik dan berbagai hal yang secara signifikan berbeda dengan persyaratan di dalam SPI (sebagai contoh, mengidentifikasikan bahwa peraturan sesuai dengan yurisdiksi yang berlaku mensyaratkan digunakannya hanya Pendekatan Pasar dalam situasi dimana SPI akan mengindikasikan bahwa seharusnya pendekatan pendapatan yang tepat digunakan). 20.4



Deviasi penyimpangan dari SPI yang bukan diakibatkan oleh ketentuan perundang-undangan, peraturan atau persyaratan yang memaksa (authoritative requirements) tidak diijinkan di dalam penilaian yang dilakukan sesuai dengan SPI.



21.0 Bagan Proses Penilaian 21.1



Bagan Proses Penilaian Properti



LINGKUP PENUGASAN DEFINISI PENUGASAN/IDENTIFIKASI MASALAH Identifikasi Pemberi Tugas & Pengguna Laporan



Penentuan Tujuan Penilaian



Penentuan Dasar Nilai



Identifikasi Objek Penilaian dan Hak Kepemilikan



Tanggal Penilaian



Asumsi & Kondisi Pembatas



IMPLEMENTASI PENGUMPULAN DAN PEMILIHAN DATA DATA PERMINTAAN & DATA UMUM DATA KHUSUS PENAWARAN Wilayah, kota dan lingkungan (Neighborhood)



Data properti yang dinilai



Analisis Pasar Permintaan dan Penawaran Studi Pasar



Data perbandingan (Transaksi, Penawaran, Sewa, Tingkat Hunian, Pendapatan)



ANALISIS DATA Analisis HBU (Penggunaan Tertinggi dan Terbaik) - Tanah dalam keadaan Kosong - Properti setelah dikembangkan OPINI NILAI TANAH



Pendekatan Pasar



PENDEKATAN PENILAIAN Pendekatan Pendapatan



Pendekatan Biaya



REKONSILIASI INDIKASI NILAI DAN OPINI NILAI AKHIR PELAPORAN PENILAIAN 59



21.2



Bagan Proses Penilaian Bisnis



LINGKUP PENUGASAN DEFINISI PENUGASAN/IDENTIFIKASI MASALAH Identifikasi Pemberi Tugas & Pengguna Laporan



Penentuan Tujuan Penilaian



Penentuan Dasar Nilai



Identifikasi Objek Penilaian



Tanggal Penilaian



Asumsi & Kondisi Pembatas



IMPLEMENTASI PENGUMPULAN DAN PEMILIHAN DATA Data Makro Ekonomi dan Industri



Analisis Makro Ekonomi & Industri



Pendekatan Pasar



Data Perusahaan



ANALISIS DATA Analisis Analisis Informasi Penyesuaian Umum Perusahaan Laporan Keuangan PENDEKATAN PENILAIAN Pendekatan Pendapatan



Data Perusahaan Pembanding



Analisis Kewajiban Proyeksi



Pendekatan Aset



REKONSILIASI INDIKASI NILAI DAN OPINI NILAI AKHIR PELAPORAN PENILAIAN



60



JENIS PROPERTI



1.0



Pendahuluan Real properti mewakili jumlah yang besar dari kekayaan di dunia, dan penilaiannya merupakan hal yang fundamental dalam kelangsungan pasar properti dan keuangan secara nasional dan global. Real properti perlu dibedakan dari jenis properti lainnya yaitu personal properti, perusahaan/badan usaha (business) dan Hak Kepemilikan Finansial (financial interests). Tanpa adanya kualifikasi atau identifikasi lebih lanjut, kata properti dapat merujuk kepada seluruh atau salah satu dari kategori aset ini. Karena para Penilai seringkali menghadapi tugas yang melibatkan jenis properti tertentu selain dari real properti atau yang nilainya mencakup beberapa jenis properti, maka pemahaman mengenai setiap jenis properti untuk membedakan karakteristiknya menjadi sangat penting. Walaupun jenis properti menjadi empat kategori terpisah sudah lama dikenal, namun dengan berkembang pesatnya jenis entitas dan instrumen baru dalam dekade terakhir ini, maka standar ini telah memberikan kerangka acuan untuk mengakomodir kelas properti yang baru tersebut serta jenis properti khusus telah menjadi semakin banyak diterapkan dan terintegrasi dalam praktek penilaian.



2.0



Real Properti 2.1



Real properti adalah kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada real estat atau hubungan hukum penguasaan yuridis oleh pemilik atas real estat. Hubungan hukum ini biasanya tercatat di dalam suatu dokumen, misalnya sertifikat kepemilikan atau perjanjian sewa. Oleh karena itu, properti merupakan suatu konsep hukum yang berbeda dengan real estat, dimana real estat mewakili aset secara fisik. Real properti meliputi semua hak, hubungan hubungan hukum, dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estat. Sebaliknya, real estat meliputi tanah dan bangunan itu sendiri, segala benda yang secara alamiah terdapat di atas tanah dan melekat pada tanah, seperti bangunan dan bentuk pengembangan lainnya. Penggunaan istilah 'realty' kadang digunakan untuk membedakan real properti atau real estat dari kategori properti lainnya yaitu personal properti, yang di beberapa referensi disebut sebagai ‘personalty’.



2.2



Ketentuan hukum tanah yang berlaku di Indonesia yaitu hukum tanah nasional, yang secara ringkas dinyatakan sebagai berikut: a) Hukum tanah nasional terdiri dari ketentuan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan pelaksanaan UUPA.



61



Hukum tanah nasional mengatur hak-hak penguasaan semua tanah dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. b) Penguasaan dan pemanfaatan atau pemakaian bagian tanah bersama berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota dan Propinsi) dalam bentuk Perda (Peraturan Daerah) yang menjadi pedoman bagi setiap pemegang hak atas tanah untuk memakai tanahnya (kewajiban memakai tanahnya) disertai kewajiban memelihara tanahnya. Apabila dua kewajiban tersebut, ditaati oleh setiap pemegang hak maka penguasaan tanahnya aman dan tidak akan dinyatakan sebagai tanah terlantar. RT/RW mengatur fungsi tanah, di kota sebagai wadah untuk membangun sesuatu (tanah non pertanian), di desa sebagai faktor produksi untuk membudidayakan tanaman pangan atau ekspor (tanah pertanian). c) Hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional meliputi: 1. Hak seluruh rakyat Indonesia atas tanah diseluruh wilayah Indonesia Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia (Pasal 1 ayat (1) UUPA). 2. Hak Menguasai dari Negara Negara RI melaksanakan tugas kewenangan Bangsa Indonesia mengatur semua tanah dalam wilayah Negara Kesatuan RI. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (Pasal 2 UUPA). 3. Hak Ulayat masyarakat hukum adat (MHA) adalah hubungan hukum (MHA) dengan tanah diwilayahnya, selama masih berlangsung diakui keberadaannya (Pasal 3 UUPA), misalnya tanah dikawasan hutan di Sumatera atau Kalimantan dan Irian (Papua). Tanah-tanah ulayat adalah bagian dari tanah bersama Bangsa Indonesia. 4. Hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh perorangan, sekumpulan orang atau badan hukum, diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, meliputi: a.



Hak atas tanah yang primer adalah hak-hak atas tanah yang bersumber langsung pada hak bangsa Indonesia atas tanah dan diberikan oleh negara, meliputi: 1) Hak Milik - HM; 2) Hak Guna Usaha - HGU; 3) Hak Guna Bangunan - HGB; 4) Hak Pakai - HP; 62



5) Hak Pengelolaan - HPL. Hak atas tanah yang primer yang diberikan diatas Tanah Negara yaitu HM-HGU-HGB-HP atau diatas bagian tanah Hak Pengelolaan (HPL) dapat diberikan HM-HGB-Hak Pakai. b. Hak atas tanah yang sekunder adalah hak-hak atas tanah yang diberikan diatas tanah hak milik dan bersumber secara tidak langsung pada hak bangsa Indonesia atas tanah, meliputi: 1) Hak Guna Bangunan - HGB; 2) Hak Pakai - HP; 3) Hak Sewa; 4) Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Hak atas tanah yang sekunder atau hak baru diberikan diatas tanah Hak Milik, yaitu HGB, HP atau Hak Sewa (diatas tanah non pertanian). c.



Hak-hak lainnya: 1) Hak-hak lainnya yang diatur didalam UUPA: 



Hak Membuka Tanah;







Hak Memungut Hasil Hutan;







Hak Guna Air;







Hak Guna Ruang Angkasa;







Hak Gadai atas Tanah;







Hak Usaha Bagi Hasil;







Hak Menumpang.



2) Hak-hak yang terkait dengan tanah yang diatur dalam peraturan perundangan lainnya. 2.3



Gabungan/kombinasi semua hak yang berkaitan dengan kepemilikan real properti kadang-kadang disebut sebagai himpunan hak (bundle of rights), yang meliputi hak untuk menggunakan, menempati, memasuki, menjual, menyewakan, mewariskan, melepaskan atau memilih untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan setiap hak yang disebutkan di atas. Dalam berbagai situasi, hak tertentu (specific rights) dapat dipisahkan dari himpunan hak dan dipindahkan, disewakan atau diambil oleh Negara.



2.4



Hak atau kepemilikan dari real properti berasal dari 'legal estate', yaitu hak untuk menguasai dan menggunakan sebidang tanah berdasarkan hak tertentu sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Hukum Agraria Nasional dimana ketentuan pokoknya diatur dalam 63



Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (UUPA). a) Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, di mana hak milik dapat dihapuskan apabila digunakan untuk kepentingan umum dengan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Konsep hak milik ini adalah mirip dengan 'fee simple estate' atau 'freehold' dalam sistem hukum Common Law. b) Sewa menyewa adalah perjanjian kontraktual yang menciptakan jenis kepemilikan lainnya yaitu Hak Sewa atas real properti. Dalam sewa menyewa, pemilik tanah tetap memiliki hak kepemilikan yuridis atau dikenal sebagai 'leased fee estate', dengan hak untuk menggunakan dan menghuni untuk jangka waktu tertentu diberikan kepada penyewa, yang dikenal sebagai 'leasehold estate'. Hak yang diperoleh oleh penyewa berdasarkan perjanjian sewa-menyewa, adalah kewenangan memakai, menggunakan dan menempati selama jangka waktu yang ditentukan berdasarkan syarat-syarat tertentu. 1. Subleaseholds tercipta ketika penyewa atau pemegang hak sewa terdahulu mengalihkan haknya atau menyewakan kembali properti kepada pihak ketiga, atau disebut sublessee, dan kewenangan yang diberikan hanyalah untuk menggunakan dan menghuni properti berdasarkan persetujuan oleh pemilik properti. 2. Penilai menganalisis apakah setiap ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian hak baru atau perjanjian sewa menyewa akan memengaruhi nilai tanah dan atau bangunan yang ada di atasnya. c) Di samping pembatasan oleh negara, pembatasan-pembatasan lainnya yang berdasarkan hukum dapat diberlakukan atas hak-hak dan kewenangankewenangan yang melekat pada penguasaan dan pemilikan real properti. 1. Perjanjian yang membatasi kewenangan pemegang hak (Deed restriction) dan ketentuan yang diperjanjikan untuk mencegah seseorang berbuat sesuatu (restrictive covenant), yang berlaku terhadap tanah hak dan bangunan sebagai obyek perjanjian pemberian hak baru, dapat memengaruhi penggunaan, pengembangan dan pengalihan penguasaan tanah dan bangunannya. 2. Easement adalah hak untuk menggunakan properti milik pihak lain. Secara tradisional, penggunaan yang diijinkan adalah terbatas. Hak jalan atau 'right of way' dan hak berkaitan dengan jalan air adalah hak atau keistimewaan yang dimiliki melalui penggunaan atau kontrak untuk melalui bagian dari properti yang dimiliki oleh pihak lain. Easement pada umumnya adalah untuk kepentingan tanah-tanah yang berdekatan, dan bukan untuk kepentingan individual secara khusus. 64



Tanah yang memiliki easement sebagai kelengkapannya disebut sebagai 'dominant fenement' dan tanah yang dikenal easement disebut sebagai 'servient tenement'. Hal ini adalah juga sejalan dengan PP No. 40/1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai atas Tanah, dimana pemegang hak atas tanah wajib memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung. d) Hak kepemilikan yang penting lainnya dan Hak Kepemilikan Finansial dapat dikaitkan dengan real properti. 1. Hak kepemilikan secara parsial atau fraksi (Partial atau fractional interests) dari real properti terjadi karena pembagian secara hukum atas hak kepemilikan real properti. Sebagai contoh, real properti tidak hanya dimiliki oleh perseorangan, tetapi juga dapat dimiliki oleh para pemegang saham perusahaan, kemitraan (persekutuan perdata), penyewa dan selain itu juga mengenai pemilikan atas tanah dan bagian bersama dari Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) yang disebut strata-title. 2. Trust menciptakan kepentingan hukum lainnya atas hak kepemilikan real properti. Kepentingan hukum dari penerima manfaat ekonomi (beneficiary) disebut equitable atau equity trust. Pengelola investasi (trustee) yang mewakili penerima manfaat ekonomi dalam konteks trust merupakan pemilik yuridis. 3. Jaminan pelunasan utang (security) atau Hak Kepemilikan Finansial (financial interest) terjadi karena pemberian Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang kepada bank, lembaga keuangan bukan bank, atau perorangan yang memberi pinjaman (loan). Posisi kreditur (yang berpiutang) menguasai secara yuridis tanah hak yang menjadi obyek Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang. Kreditur pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak yang dipisahkan sebagai jaminan pelunasan utang dari harta kekayaan pemberi Hak Tanggungan atas tanah hak tertentu yang dijadikan obyek Hak Tanggungan. 2.5



Real properti dalam terminologi akuntansi biasanya dikategorikan sebagai aset tetap, atau aset jangka panjang. Untuk jenis usaha tertentu misalnya pengembang real estat, real properti dapat dikategorikan sebagai aset lancar apabila tanah atau real estat dimasukkan dalam persediaan untuk dijual. a) Aset adalah hak kepemilikan di dalam real estat, sehingga aset dimaksud adalah sama dengan real properti. b) Obyek penilaian adalah hak kepemilikan real estat dan bukan real estat sebagai entitas fisik. 65



c) Pada saat hak kepemilikan real estat diperjual belikan di pasar, para pelaku pasar memberikan besaran nilai tertentu atas hak kepemilikan tersebut. Berbagai nilai yang diberikan oleh para pelaku pasar ini menjadi dasar yang obyektif dalam mengestimasikan Nilai Pasar suatu real properti. 2.6



Penilaian atas real properti dilakukan untuk berbagai alasan, yang dikategorikan antara lain sebagai berikut: pelaporan keuangan, transaksi yang melibatkan peralihan kepemilikan, pinjaman dan hak tanggungan yang dijamin dengan properti, litigasi, perpajakan, dan konsultansi atau pengambilan keputusan investasi. Dengan pengecualian untuk kategori terakhir, berbagai penilaian sebagaimana dikelompokkan di bawah ini menggunakan Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai: a) Penilaian aset tetap yang dipersiapkan untuk pelaporan keuangan sehingga mencerminkan pengaruh dari perubahan harga atau nilai yang berlaku pada saat itu; b) Penilaian untuk membantu calon pembeli yang prospektif dalam menentukan penawaran, dalam rangka membantu calon penjual dalam menetapkan harga penawaran yang dapat diterima, atau membantu kedua belah pihak dalam menentukan harga jual-beli untuk suatu transaksi tertentu yang akan dilakukan, penilaian dapat juga digunakan untuk menjadi dasar dalam mereorganisasi atau menggabungkan kepemilikan berbagai jenis properti (multiple properties); c) Penilaian dibutuhkan untuk mengestimasi nilai real properti sebagai jaminan pinjaman atau untuk menciptakan dasar penjaminan pinjaman (loan underwriting) atas properti, atau untuk menentukan suatu dasar guna keperluan asuransi. d) Penilaian dilakukan untuk menetapkan besarnya kompensasi yang layak sebagai akibat adanya pencabutan hak atau pembebasan hak oleh Negara, atau dalam litigasi dan arbitrase untuk penyelesaian sengketa atas kontrak dan hak kepemilikan secara parsial, dan penyelesaian kerusakan yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan. e) Penilaian diperlukan untuk mengestimasi nilai real properti untuk tujuan perpajakan, atau dalam rangka penentuan pajak atas hadiah atau harta warisan. f)



Penilaian dan tugas tambahan yang dilakukan untuk berbagai macam kebutuhan Pemberi Tugas, misalnya, para investor, perusahaan asuransi, claim adjuster, juru lelang (auctioneer) atau likuidator khususnya dalam masalah kepailitan, dan badan pengendali tata ruang (zoning board) (tentang kemungkinan pengaruh dari usulan tentang perencanaan fata, ruang) dan juga untuk berbagai macam tujuan, misalnya, analisis pasar atau analisis kelayakan, analisis biaya/manfaat, penentuan nilai buku untuk



66



penerbitan saham baru atau revisinya), dan penetapan tingkat sewayang prospektif serta ketentuan-ketentuan mengenai sewa menyewa. 2.7



Dalam setiap penilaian, karakteristik dari real properti yang terkait harus diidentifikasikan. Karakteristik real properti mencakup: a) Uraian lokasi, fisik dan legalitas, aspek serta parameter ekonomi atau parameter keuangan untuk properti penghasil pendapatan, b) Kepentingan hukum real properti yang dinilai, c) Personal properti, perlengkapan dagang (trade fixtures), atau bagian takberwujud yang bukan real properti tetapi termasuk dalam tugas penilaian (Lihat butir 3 Personal Properti), d) Adanya easement, pembatasan, halangan/rintangan, sewa, perjanjian covenants) yang diketahui, atau pengenaan pajak secara khusus atas properti atau hal-hal khusus lainnya, e) Properti yang dinilai apakah merupakan hak kepemilikan parsial atau bagian dari bidang tanah yang lebih besar.



2.8



Penilaian atas real properti dapat dipengaruhi oleh pertimbanganpertimbangan khusus seperti di bawah ini: a) Kebutuhan untuk menganalisis kemungkinan penggabungan kepemilikan (marriage atau assemblage value sesuai definisi pada Penjelasan Istilah) atau pemisahan hak kepemilikan (component value). b) Pengaruh dari kemungkinan perubahan peruntukan tanah dan pembangunan infrastruktur, misalnya perluasan sistem utilitas publik atau koridor akses. c) Pasar yang mengalami depresi yang dicirikan oleh lemahnya permintaan, kelebihan penawaran dan minimnya transaksi penjualan, dimana estimasi Nilai Pasar sulit diperoleh berdasarkan data historis dan data terbaru. Dalam keadaan demikian, perhatian pelaku pasar dapat beralih kepada indikator lainnya dari nilai properti atau kinerjanya.



2.9



Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan, dan Pendekatan Biaya serta metodemetode yang berkaitan dengan pendekatan ini umumnya diterapkan terhadap penilaian real properti. Ketiga pendekatan tersebut semua didasarkan atas prinsip substitusi, yang mempertahankan asas apabila beberapa komoditas, barang atau jasa yang sama tersedia, maka harga yang paling rendah akan menarik permintaan yang paling besar dan distribusi yang paling luas. a) Pendekatan Pasar menetapkan batas-batas pada Nilai Pasar untuk real properti dengan mengkaji data pasar berupa harga yang biasanya dibayarkan oleh pembeli untuk properti sejenis. Penilai perlu meyakini bahwa transaksi jual beli terjadi antara pihak-pihak yang memiliki motivasi 67



yang umum. Harga jual yang merefleksikan motivasi yang tidak umum dari pelaku pasar, misalnya transaksi dari penjual atau pembeli khusus yang bersedia menerima atau membayar harga transaksi di atas atau di bawah harga pasar untuk properti tertentu, harus dikecualikan. 1. Properti yang dinilai dibandingkan dengan harga jual (transaksi dan atau penawaran) properti sejenis yang terdapat di pasar. Harga jual dianalisis dengan menerapkan satuan perbandingan yang sesuai dan dilakukan penyesuaian untuk perbedaan yang ada dengan didasarkan faktor-faktor penyesuaian yang relevan (Lihat SPI 300 - Penilaian Real Properti). 2. Dalam menerapkan Pendekatan Pasar adalah penting bagi Penilai untuk memperhatikan jenis hak kepemilikan yang dinilai untuk memastikan bahwa jenis hak kepemilikan dari properti yang dinilai adalah sama dengan properti pembandingnya. Dalam hal terdapat perbedaan, maka perlu dilakukan penyesuaian terhadap data pembanding berdasarkan persepsi pasar yang berlaku. 3. Pendekatan Pasar secara khusus memiliki penerapan yang luas serta sangat meyakinkan apabila data pembanding pasar tersedia dalam jumlah yang cukup. Data yang didapatkan dari penerapan pendekatan ini juga dapat digunakan dalam Pendekatan Pendapatan dan Pendekatan Biaya. Namun demikian, Pendekatan Pasar menjadi kurang sesuai untuk diterapkan dalam hal terjadi perubahan pasar secara cepat atau pasar menjadi tidak stabil (volatile), atau apabila diterapkan dalam penilaian properti khusus. b) Dalam Pendekatan Pendapatan, Nilai Pasar real properti ditentukan oleh kapasitas untuk menghasilkan pendapatan dari real properti tersebut. Pendekatan Pendapatan juga bergantung pada prinsip antisipasi, di mana nilai berasal dari harapan atas keuntungan di masa depan (aliran pendapatan). 1. Pendekatan Pendapatan mempertimbangkan data pendapatan dan pengeluaran dari properti pembanding untuk memperoleh pendapatan (operasional) bersih properti yang dinilai. Kapitalisasi dilakukan baik dengan penerapan tingkat kapitalisasi tunggal/'single rate' (overall capitalization rate atau all risks yield) pada satu pendapatan tahunan, maupun dengan penerapan yield atau tingkat diskonto (mencerminkan ukuran pengembalian investasi, ROI) pada serangkaian pendapatan selama periode proyeksi (Lihat SPI 300 - Penilaian Real Properti). Penerapan Pendekatan Pendapatan mempunyai dua alternative, yaitu Metode Kapitalisasi Pendapatan dan Metode Arus Kas Terdiskonto (DCF).



68



2. Dikarenakan investor biasanya menitikberatkan pertimbangannya, pada tingkat pengembalian investasi, asumsi atau input yang mendasari perkiraan nilai yang dihasilkan dari Pendekatan Pendapatan dapat dibandingkan dengan kinerja dari alternatif investasi properti dan investasi keuangan lainnya. 3. Pendekatan Pendapatan terutama sering diterapkan pada kepemilikan 100% (termasuk seluruh pemegang saham atau partner) dari kepemilikan ekuitas atas properti yang disewakan. c) Pendekatan Biaya menetapkan nilai real properti dengan mengestimasi, biaya perolehan tanah dan biaya pengganti pengembangan baru diatasnya dengan utilitas yang sebanding atau mengadaptasi proper lama dengan penggunaan yang sama, tanpa mempertimbangkan antara lain biaya akibat penundaan waktu pengembangan dan biaya lembur. Estimasi insentif kewirausahaan atau keuntungan kerugian developer ditambahkan pada tanah dan biaya konstruksi. Untuk properti yang lebih tua, Pendekatan Biaya memperhitungkan estimasi depresiasi termasuk penyusutan fisik dan keusangan fungsional. Biaya konstruksi dan depresiasi seharusnya ditentukan oleh hasil analisis perkiraan biaya konstruksi dan depresiasi sesuai dengan kelaziman yang ada di pasar atau dalam praktek penilaian. Pendekatan Biaya memiliki dua kemungkinan penerapan, pertama yang dapat dipergunakan dalam estimasi Nilai Pasar dan kedua yang tidak dapat dipergunakan untuk estimasi Nilai Pasar. Jika Pendekatan Biaya diterapkan untuk estimasi Nilai Pasar, maka semua unsur pendekatan tersebut harus diambil berdasarkan kelaziman yang ada di pasar atau dalam praktek penilaian. Jika Pendekatan Biaya diterapkan pada situasi dan kondisi selain Nilai Pasar, maka sebagian unsur-unsur yang dipergunakan tidak berdasarkan pada data pasar. Lebih jelas lagi, Pendekatan Biaya dengan menerapkan Metode Biaya Penggan Terdepresiasi (DRC) yang menggabungkan unsur-unsur yang didasarkan ada data pasar dengan unsurunsur bukan data pasar, tidak dapat dianggap sebagai Nilai Pasar. Penerapan yang berbeda antara Pendekatan Biaya dan pendekatan lainnya untuk memperkirakan Nilai Pasar, jangan sampai membingungkan atau menimbulkan salah pengertian dalam penggunaan, penyajian maupun penerapannya. 1. Estimasi nilai yang dihasilkan dari Pendekatan Biaya merepresentasikan nilai dari hak kepemilikan properti secara 'freehold'. Di Indonesia misalnya, terdapat real estat di atas tanah hak milik atau hak guna bangunan. Apabila properti disewakan kepada pihak lain, atau merupakan obyek dari hak kepemilikan parsial, Penilai harus membuat penyesuaian untuk mencerminkan jenis hak kepemilikan yang dinilai.



69



2. Biaya dan Nilai Pasar memiliki hubungan yang sangat erat dalam hal properti yang relatif masih baru. Pendekatan Biaya sering diterapkan dalam penilaian konstruksi yang baru atau baru selesai dibangun dan konstruksi yang direncanakan, penambahan atau renovasi. Akan tetapi, estimasi biaya, cenderung menghasilkan batas atas dari jumlah yang akan dibayarkan oleh pembeli di pasar terhadap properti tersebut. Pendekatan ini juga berguna dalam penilaian untuk properti khusus maupun properti untuk penggunaan khusus, yang jarang diperjualbelikan. (Lihat PPI 08 - Pendekatan Biaya untuk Aset Berwujud).



3.0



Personal Properti 3.1



Personal Properti merujuk pada kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada benda selain real estat. Benda ini dapat berwujud, misalnya 'chattels' (benda yang dapat dipindahkan), atau takberwujud seperti utang atau paten. Personal properti berwujud merepresentasikan kepentingan hukum pada suatu benda yang tidak melekat secara permanen pada real estat dan biasanya dicirikan dengan sifatnya yang dapat dipindahkan. Di beberapa referensi, benda yang termasuk ke dalam personal properti disebut sebagai personalty' untuk membedakan dengan 'realty'.



3.2



Contoh personal properti adalah meliputi kepentingan hukum atas: a) Benda yang dapat diidentifikasi, dapat dipindahkan dan berwujud seperti kepemilikan atas mesin dan peralatan, alat transportasi, alat berat, persediaan dan yang umumnya digolongkan sebagai benda milik individu, misalnya perabotan, benda-benda koleksi (collectibles) dan peralatan. Kepemilikan atas aset lancar dari suatu perusahaan/badan usaha, persediaan perdagangan dan suplai diklasifikasikan sebagai personal properti. 1. Di beberapa negara, jenis properti di atas disebut sebagai 'goods' dan 'chattels personal’. b) Perlengkapan non-realty juga disebut sebagai perlengkapan dagang (trade fixtures) atau perlengkapan penyewa (tenant's fixtures yang berupa fixtures dan fittings), dipasang pada properti oleh penyewa dan digunakan untuk menjalankan perdagangan atau usahanya. Leasehold improvement atau tenant's improvement adalah pengembangan atau penambahan yang bersifat tetap pada tanah atau bangunan, dipasang dan dibayar oleh penyewa untuk memenuhi kebutuhan penyewa. Perlengkapan dagang bersifat dapat dipindahkan oleh penyewa setelah masa sewa berakhir. Pemindahannya tidak menimbulkan kerusakan serius terhadap real estat. Leasehold improvement atau tenant's improvements adalah finishings atau fittings, seperti partisi dan outlets yang dibangun di atas lahan. Umur manfaat dari tenant's improvement dapat lebih pendek 70



atau panjang dari masa sewa Apabila lebih panjang dari masa sewa, penyewa mungkin berhak untuk mendapatkan kompensasi yang merefleksikan besarnya kenaikan nilai dari properti yang disewakan dikarenakan adanya leasehold improvements tersebut. 1. Lebih luas, kategori di atas dapat termasuk bangunan khusus yang tidak permanen, mesin dan peralatan, yang di beberapa referensi disebut sebagai Plant & Machinery. 2. Pada beberapa referensi lainnya, istilah furnitures, fixtures dan equipment (FF&Es) terdiri atas kedua kategori di atas. c) Modal kerja bersih dan surat berharga, atau aset lancar bersih, adalah jumlah dari aset lancar dikurangi liabilitas jangka pendek. Modal kerja bersih dapat termasuk uang tunai, surat berharga yang dapat diperdagangkan dan suplai yang likuid dikurangi liabilitas lancar seperti utang dan liabilitas jangka pendek. d) Aset Takberwujud adalah kepentingan hukum yang melekat pada entitas yang Takberwujud. Contoh personal properti takberwujud termasuk hak tagih dan hak untuk menghasilkan keuntungan dari suatu ide/gagasan. Dalam hal ini yang dinilai adalah haknya, yaitu hak untuk menagih atau untuk meraih keuntungan, yang berbeda dengan entitas takberwujud itu sendiri, yaitu utang atau ide/gagasan. 3.3



Suatu penilaian yang mencakup baik hak atas benda bergerak (personal properti) maupun real properti harus terlebih dahulu mengidentifikasi hak atas benda bergerak dan mempertimbangkan pengaruhnya terhadap estimasi nilai total yang ditetapkan. a) Penilaian personal properti dapat merupakan bagian dari penugasan yang lebih besar. Definisi Dasar Nilai dari suatu personal properti harus sesuai dengan tujuan dari penilaian properti, baik itu untuk jual belly renovasi atau penghancuran properti. Personal properti dapat dinilai berdasarkan Nilai Pasar, Nilai Sisa atau Nilai Likuidasi, misalnya nila personal properti dari suatu hotel yang dijual sebagai Properti dengan Bisnis Khusus (PBK) dibandingkan dengan nilai personal properti dan suatu hotel yang sudah menghentikan kegiatan usahanya. b) Penilai harus mampu memisahkan personal properti dari suatu real properti, dan dalam situasi tertentu mungkin diperlukan untuk mengesampingkannya, misalnya dalam penilaian yang terkait dengan fungsi Pemerintah seperti perpajakan atau pengambilalihan proper untuk kepentingan publik (compulsory acquisition). c) Dalam penilaian aset dari suatu bisnis, Penilai harus mempertimbangkan apakah aset tersebut dinilai sebagai bagian dari bisnis yang berjalan (going concern) atau aset terpisah. 71



3.4



Penilai seharusnya memiliki pemahaman mengenai kebiasaan setempat (local custom) mengenai apakah suatu benda dianggap sebagai personal property atau real properti. Dalam keadaan tertentu, benda yang terpasang permanen pada real properti yang biasanya dianggap sebagai personal properti, dapat dianggap sebagai bagian dari real properti pada waktu selesainya penghunian, terutama apabila pelepasan dan pemindahannya mengakibatkan kerusakan berarti pada benda tersebut maupun bangunan di mana benda tersebut dipasang.



3.5



Berbagai teknik yang digunakan dalam ketiga pendekatan penilaian dapat diterapkan pula pada penilaian personal properti. a) Jika Penilai berpendapat bahwa personal properti yang merupakan bagian dari properti yang dinilai adalah lebih tinggi atau lebih rendah nilainya dibandingkan dengan properti sejenis, maka Penilai harus memperhitungkan selisih nilai yang dikontribusikan tersebut dalam penilaian. b) Dalam penugasan tertentu, Penilai mungkin harus menentukan tingkat kerusakan fisik, kemunduran fungsional dan ekonomis yang menurunkan nilai personal properti tersebut. Hal ini tidak terlepas dari pertimbangan mengenai sisa umur ekonomis suatu bangunan di mana personal properti tersebut berada.



4.0



Perusahaan/Badan Usaha 4.1



Badan Usaha adalah entitas komersial, industri, jasa atau investasi yang menjalankan kegiatan ekonomi. Badan usaha biasanya bersifat mencari keuntungan yang dalam kegiatan operasionalnya menghasilkan produk atau jasa kepada konsumen. Terkait erat dengan konsep dari entitas usaha adalah istilah: a) Perusahaan Operasional (operating company), yaitu entitas usaha yang menjalankan suatu aktivitas ekonomi dengan membuat, menjual atau memperdagangkan suatu produk atau jasa, dan b) 'Going Concern', yaitu sebuah entitas yang terus melaksanakan kegiatan operasionalnya secara berkelanjutan di masa depan tanpa adanya maksud atau kebutuhan untuk melikuidasi atau memperkecil secara material skala usahanya.



4.2



Perusahaan merupakan suatu badan hukum, yang dapat berbentuk perseroan terbatas (UU tentang Perseroan Terbatas) atau bentuk lainnya, yaitu sebagaimana diatur dalam UU tentang Wajib Daftar Perusahaan terdiri dari: 



Perusahaan Perorangan;







Perseroan Terbatas;







Perusahaan Firma;







Perusahaan Komanditer; 72







Koperasi;







BUMN (dapat berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum atau perusahaan jawatan).



a) Badan Usaha yang bukan merupakan perseroan terbatas, misalnya perusahaan perorangan (sole proprietorship), joint ventures dan persekutuan perdata, perusahaan firma dan komanditer (general and limited partnerships). b) Badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas meliputi perusahaan tertutup, perusahaan terbuka atau perusahaan publik yang sahamnya tersedia untuk atau dimiliki publik. c) Bentuk hukum lainnya dari badan usaha adalah 'trust arrangement’ atau di Indonesia sejenis dengan reksa dana Kontrak Investasi Kolektif yang pengendaliannya dipegang oleh trustee (individual atau corporate trustee), serta grup perusahaan yang mengkombinasikan perusahaan induk dan anak, kepentingan kemitraan, dan hubungan 'trustee’ (trusteeships). 4.3



Badan usaha dapat mempunyai kegiatan ekonomi yang sangat luas, mencakup baik sektor swasta maupun sektor publik. Kegiatan usaha mencakup antara lain kegiatan manufaktur, perdagangan grosir, perdagangan eceran, penginapan, perawatan kesehatan dan jasa-jasa antara lain di bidang keuangan, hukum, pendidikan dan sosial. a) Perusahaan investasi atau perusahaan induk (holding company), yang mempertahankan kepentingan pengendalian pada perusahaan anak melalui kepemilikan saham pada anak-anak perusahaannya, termasuk antara lain kegiatan usaha di bidang properti dan agri. b) Properti yang menghasilkan pendapatan (income producing property) seperti hotel, SPBU, restoran, bioskop, yang disebut sebagai Properti dengan Bisnis Khusus, atau entitas operasional, dinilai berdasarkan Nilai Pasar, dimana Nilai Pasar ini mencakup komponen nilai yang terdiri dari tanah, bangunan, personal properti, aset takberwujud dan kegiatan usahanya sendiri. Properti ini biasanya dijual di pasar sebagai satu kesatuan operasional, sehingga identifikasi terpisah atas tanah, bangunan dan nilai lainnya mungkin sulit dilakukan, karenanya diperlukan perhatian khusus dalam mengidentifikasikan komponen properti yang termasuk di dalam penilaían (PPI 02 Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus).



4.4



Berdasarkan terminologi akuntansi, aset dari suatu badan usaha mencakup aset berwujud dan takberwujud; a) Aset berwujud meliputi aset lancar dan aset jangka panjang seperti tanah dan bangunan, peralatan dan perlengkapan (fixtures & equipment) dan personal properti yang berwujud.



73



b) Aset takberwujud (intangible asets) yang dikategorikan sebagai personal properti takberwujud, meliputi keahlian manajemen, pengetahuan teknik pemasaran, peringkat pinjaman (credit rating), kumpulan tenaga kerja, pabrik yang operasional, goodwill dan kepemilikan atas berbagai hak berupa Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dan instrumen hokum (misalnya paten, hak cipta, waralaba dan kontrak). 1. Goodwill terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu goodwill yang melekat pada properti (property-specific) serta dapat dialihkan kepada pemilik baru pada saat penjualan properti, dan personal goodwill yang melekat pada pemilik atau pengelola properti. 4.5



Penilaian Bisnis dilakukan untuk berbagai tujuan, termasuk (Lihat SPI 330 Penilaian Bisnis): a) Akuisisi dan penjualan dari suatu usaha/ bisnins perorangan, penggabungan usaha (merger), atau estimasi nilai saham yang dimiliki oleh pemegang saham suatu usaha; b) Penilaian Bisnis seringkali digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan dan menggambarkan Nilai dalam Penggunaan (lihat SPI 102 Dasar Nilai Selain Nilai Pasar) dari berbagai aset suatu usaha/bisnis. Penilaian Bisnis juga dapat memberikan dasar untuk mengestimasikan besarnya keusangan pada aset tetap tertentu dari suatu usaha/bisnis.



4.6



Penilaian Bisnis dapat didasarkan pada Nilai Pasar dari badan usaha. Nilai Pasar dari suatu perusahaan tidak harus sama dengan Nilai dalam Penggunaan dari suatu perusahaan. Penilaian yang ditujukan untuk pelaporan keuangan biasanya dibutuhkan untuk melaporkan Nilai Wajar, yang dapat sama atau tidak sama dengan Nilai Pasar. Dalam situasi demikian, Penilai harus mengindikasikan apakah nilai dapat atau tidak dapat memenuhi definisi Nilai Pasar dan Nilai Wajar (Lihat butir 8.1). Penilaian dari 'going concern' biasanya didasarkan pada Nilai dalam Penggunaan. Untuk tujuan pelaporan keuangan, Nilai dalam Penggunaan memiliki arti khusus (Lihat Standar PSAK 48 Penurunan Nilai Aset) yang membedakan istilah ini dari penggunaan yang umum pada praktek penilaian.



4.7



Penilai harus mengidentifikasikan secara jelas badan usaha (misalnya perusahaan operasional, perusaha an induk, perusahaan dengan bisnis khusus), hak kepemilikan badan usaha atau surat berharga (misalnya saham perusahaan terbuka atau tertutup dan saham reksa dana) yang dinilai. a) Hak kepemilikan mungkin berbentuk utuh, terbagi di antara pemegang saham, dan/atau melibatkan kepenting an mayoritas dan minoritas. b) Penilai harus mempertimbangkan hak, keistimewa an khusus dan kondisi yang melekat pada hak kepemilikan, baik dalam bentuk perseroan,



74



persekutuan perdata (partnership) maupun perusahaan perorangan (proprietorship). 4.8



Penilaian Bisnis menggunakan tiga pendekatan penilaian, dimana Penilai biasanya merekonsiliasikan indikasi nilai yang didapatkan dari 2 (dua) atau lebih pendekatan dan metode yang digunakan. (Lihat SPI 330 Penilaian Bisnis). a) Pendekatan Pasar dilakukan dengan membandingkan badan usaha yang dinilai dengan badan usaha lainnya, hak kepemilikan perusahaan atau saham yang sejenis yang dijual di pasar terbuka. Perusahaan yang dibandingkan seharusnya berasal dari industri yang sama atau sejenis dan bereaksi sama terhadap perubahan berbagai variabel ekonomi. Sumber data yang umum didapatkan termasuk pasar akuisisi di mana seluruh perusahaan diperjual belikan, transaksi terdahulu atas kepemilikan perusahaan dan pasar saham publik di mana hak kepemilikan dari badan usaha sejenis diperdagangkan. b) Pendekatan Pendapatan dilakukan dengan memperhitungkan nilai kini dari pendapatan atau keuntungan yang diantisipasikan di masa depan, yang meliputi tingkat pertumbuhan dan waktu yang diharapkan, resiko yang terkait dan nilai uang terhadap waktu (time value of money). Pendapatan dikonversi menjadi inidikasi nilai melalui metode kapitalisasi langsung dari tingkat pendapatan yang dianggap mewakili, atau analisis DCF, atau metode dividen, di mana penerimaan kas diestimasikan terjadi secara berurutan di masa depan dan dikonversikan menjadi nilai kini melalui penerapan tingkat diskonto. c) Pendekatan Berbasis Aset dilakukan dengan menyesuaikan laporan posisi keuangan perusahaan yang melaporkan seluruh aset baik berwujud maupun takberwujud dan seluruh liabilitas pada Nilai Pasarnya, atau nilai yang dicatatkan (carrying amount) yang dianggap wajar. Jika pendekatan berbasis aset digunakan untuk menilai badan usaha operasional yang dinilai berdasarkan asumsi bisnis yang berjalan (going concern), maka estimasi nilai yang diberikan seharusnya juga mempertimbangkan perkiraan nilai dari pendekatan lainnya.



5.0



Hak Kepemilikan Finansial 5.1



Hak Kepemilikan Finansial (HKF) pada properti berasal dari pembagian secara hukum dari hak kepemilikan atas badan usaha dan real properti (misalnya persekutuan/partnership, sindikasi, BOT, sewa/co-tenancies, joint venture), dan dari pemberian secara kontraktual hak opsi untuk membeli atau menjual properti (misalnya tanah dan bangunan, saham atau instrument keuangan lainnya) pada harga yang dinyatakan dalam periode tertentu, atau berasal dari pembentukan instrumen investasi yang dijamin dengan sekumpulan aset real estat.



75



a) Hak kepemilikan secara hukum dapat dibagi untuk membentuk persekutuan usaha (partnership), dimana dua orang atau lebih secara bersama-sama memiliki badan usaha atau properti yang secara bersama-sama pula memperoleh keuntungan atau kerugiannya. 1. Persekutuan umum (general partnership) adalah bentuk pengaturan kemitraan usaha di mana seluruh mitra bersama-sama menanggung resiko investasi dan setiap mitra bertanggung jawab secara penuh atas seluruh kewajiban kemitraan. 2. Persekutuan terbatas (limited partnership) adalah bentuk pengaturan kemitraan yang terdiri dari mitra umum dan mitra terbatas. Mitra umum mengelola badan usaha dan diasumsikan bertanggung jawab penuh atas segala kewajiban kemitraan, sedangkan mitra terbatas bersifat pasif dan bertanggung jawab hanya sebesar penyertaan modalnya. Di Indonesia, persekutuan terbatas ini dikenal sebagai Persekutuan Komanditer atau CV (Commanditaire Venootschap). b) Badan hukum lainnya yang berkaitan dengan persekutuan usaha (partnership) adalah sindikasi dan joint venture. 1. Sindikasi seringkali diorganisasikan oleh mitra umum sedangkan Investor menjadi mitra terbatas. Sindikasi mengumpulkan dana untuk akuisisi dan pengembangan proyek atau kegiatan bisnis (business ventures) lainnya. 2. Joint venture adalah kombinasi dari dua atau lebih badan hokum yang bekerja sama untuk mengembangkan proyek tertentu. Perbedaan joint venture dengan bentuk kemitraan adalah pada jangka waktu/masa yang terbatas dan spesifik untuk proyek tertentu. c) Opsi adalah kesepakatan untuk menjanjikan terlebih dahulu penawaran untuk membeli, menjual atau menyewakan properti dalam jangka waktu tertentu dengan harga yang telah ditetapkan sebelumnya (stated price). Opsi akan menciptakan suatu hak kontraktual yang pelaksanaannya tergantung pada beberapa kondisi tertentu. Pemegang hak opsi dapat memilih untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan hak opsinya, karenanya opsi berbeda dengan kontrak untuk membeli atau menjual properti. Opsi untuk membeli dapat juga dikaitkan dengan perjanjian sewa, dimana opsi untuk membeli sering memuat ketentuan bahwa sebagian dari sewa yang dibayarkan dapat diperhitungkan dalam harga beli. d) Investasi properti melalui kepemilikan surat berharga (securities) atau instrumen yang menjamin posisi utang dan ekuitas, merupakan alternative dari bentuk kepemilikan properti secara langsung yang ada saat ini. Investor dapat memiliki dan memperdagangkan surat berharga yang dimilikinya pada suatu properti atau kumpulan properti dengan cara yang sama seperti bila melakukan jual beli saham perusahaan. 76



1. Pasar dari surat berharga ini meliputi sektor swasta, atau institusional (persekutuan usaha, perusahaan, dana pensiun dan perusahaan asuransi) dan sektor publik (investor individual yang melakukan perdagangan di bursa efek). 2. Instrumen investasi yang disekuritisasikan, termasuk Real Estate Investment Trust (REIT), atau Efek Beragun Aset (EBA) serta instrument lainnya seperti Collateralized Mortgage Obligations (CMOS), Real Estate Operating Companies (REOCS). 5.2



HKF adalah aset takberwujud yang dapat mencakup: a) Hak yang melekat pada kepemilikan badan usaha atau properti, yaitu untuk menggunakan, menempati, menjual, menyewakan atau mengelola; b) Hak yang melekat pada suatu kontrak yang memberikan opsi untuk membeli atau kontrak sewa menyewa yang berisi opsi untuk membeli; c) Hak yang melekat pada kepemilikan atas suatu surat berharga (misalnya untuk meneruskan kepemilikan atau menjualnya).



5.3



HKF membutuhkan penilaian untuk berbagai alasan. a) HKF dapat diikutsertakan dalam kepemilikan aset seorang mitra. Untuk mengetahui total nilai aset yang dimiliki oleh mitra tersebut, nilai dari HKF harus ditentukan. Seorang mitra dapat juga berkeinginan untuk menjual HKFnya, atau HKF tersebut dapat dialihkan ke pihak lain dan menjadi obyek pajak warisan dan pengesahan wasiat. Mitra umum dapat juga membeli HKF untuk tujuan mengalihkannya menjadi persekutuan terbatas (limited partnership). b) Hak untuk membeli, yang seringkali dilaksanakan dengan sejumlah kecil uang, menciptakan rasio utang ekuitas (leverage) atau kemampuan mendapatkan pinjaman (gearing) yang tinggi, di mana dampaknya harus dipertimbangkan dalam harga transaksi final. Opsi sewa beli membatasi kemampuan untuk dapat dipasarkan (marketability) dari properti sewa, dan dapat membatasi Nilai Pasar dari properti sewa. c) Penilaian dari instrumen investasi yang disekuritisasikan dilakukan untuk tujuan penjaminan dan pemeringkatan dari surat berharga sebelum dilakukannya penawaran publik perdana (Initial Public Offering-IPO).



5.4



Standar Akuntansi Keuangan, PSAK 50 Instrumen Keuangan: Penyajian dan PSAK 60 Instrumen Keuangan: Pengungkapan mendefinisikan aset keuangan, liabiltas keuangan, instrumen keuangan dan instrumen ekuitas; serta Instrumen yang mempunyai fitur opsi jual (Puttable Instrument). Menurut PSAK 60, Entitas mengelompokan intrumen keuangan menjadi kelompok-kelompok sesuai dengan sifat informasi yang diungkapkan dan mempertimbangkan karakteristik dari intrumen keuangan tersebut. Entitas 77



menyediakan informasi yang cukup untuk memungkinkan rekonsiliasi terhadap setiap pos yang disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan. Hal-hal yang harus diungkapkan oleh suatu entitas. a) Aset keuangan adalah aset yang berupa: 1. Uang tunai; 2. Instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas lain; 3. Hak kontraktual; a. Untuk menerima uang tunai atau aset keuangan lainnya dari entitas lain; atau b. Untuk mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas dengan keuangan entitas lainnya dalam kondisi yang berpotensi menguntungkan entitas tersebut, atau 4. Kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas dan merupakan: a. Bukan merupakan derivatif (non-derivative) dimana entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menerima suatu jumlah yang bervariasi dari instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas; atau b. Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain dengan sejumlah tertentu yang diterbitkan entitas, tidak termasuk instrumen keuangan yang mempunyai fitur opsi jual yang diklasifikasikan sebagai instrumen entitas sesuai dengan yang disyaratkan dalam PSAK. Contoh yang umum dari aset keuangan yang mewakili hak kontraktual untuk menerima uang tunai di masa depan adalah: 



Piutang Usaha;







Wesel Tagih;







Pinjaman yang diberikan;







Piutang Obligasi.



b) Liabilitas keuangan adalah setiap liabilitas yang berupa: 1. Kewajiban kontraktual; a. Untuk memberikan uang tunai atau aset keuangan lainnya kepada entitas lainnya; atau b. Untuk mempertukarkan instrumen keuangan dengan entitas lainnya di bawah kondisi secara potensial tidak yang menguntungkan. 78



2. Kontrak yang akan atau dapat diselesaikan dengan instrument ekuitas entitas itu sendiri dan: a. Bukan merupakan derivatif (non-derivative) dimana entitas berkewajiban untuk menyerahkan sejumlah instrumen ekuitasnya sendiri. b. Derivatif yang dapat atau akan diselesaikan selain dengan pertukaran sejumlah tertentu uang kas atau aset keuangan lainnya untuk sejumlah tertentu instrumen ekuitas dari entitas itu sendiri. Untuk tujuan ini instrumen ekuitas darí entitas itu sendiri tidak termasuk instrumen yang merupakan kontrak untuk penerimaan atau penyerahan di masa depan dari instrumen ekuitas entitas tersebut (Suatu entitas mungkin memiliki kewajiban kontraktual yang dapat diselesaikan dengan penyerahan uang tunai atau aset keuangan lainnnya, pertukaran aset atau liabilitas keuangan, atau melalui pembayaran dalam bentuk instrumen ekuitas, baik derivative maupun non-derivative). 1. Contoh umum dari liabilitas keuangan yang mewakili kewajiban kontraktual untuk menyerahkan uang tunai di masa depan adalah: a. Utang Usaha; b. Wesel Bayar; c. Pinjaman yang diterima; d. Utang Obligasi. c) Instrumen keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai asset keuangan entitas dan liabilitas keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain. Instrumen keuangan bervariasi dari instrumen primer tradisional seperti obligasi hingga berbagai bentuk instrumen keuangan derivatif. 1. Instrumen keuangan derivatif memberikan kepada salah satu pihak pilihan cara penyelesian (contohnya penerbitan atau pemegang instrument dapat memilih penyelesaian secara neto dengan kas atau memprtukarkan saham dengan kas), maka instrument tersebut adalah aset keuangan atau liabilitas keuangan, kecuali jika seluruh alternative penyelesaian yang ada menjadikannya sebagai intrumen ekuitas. 2. Instrumen keuangan derivatif menciptakan hak dan kewajiban, yang secara efektif mengalihkan di antara para pihak, satu atau lebih risiko keuangan yang melekat pada instrumen keuangan kepada instrumen derivatif tersebut. 3. Berbagai jenis instrumen keuangan derivatif mengandung suatu hak dan kewajiban untuk membuat pertukaran di masa depan, termasuk tingkat bunga dan pertukaran mata uang, penetapan batas atas tingkat 79



bunga, batas atas dan batas bawah (collars and floors), komitmen pinjaman, fasilitas pengeluaran surat utang dan LC. 4. Sewa keuangan (finance lease) dipandang sebagai instrument keuangan, tetapi sewa operasional tidak dipandang sebagai instrumen keuangan. d) Instrumen ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset suatu entitas setelah dikurangi dengan seluruh liabilitasnya. 1. Contoh dari instrumen ekuitas adalah meliputi saham biasa yang tidak bisa dijual kembali (non-puttable ordinary shares), beberapa jenis dari saham preferen, dan waran atau call option tertulis yang memungkinkan pemegangnya untuk membeli sejumlah tertentu saham tidak bisa dijual kembali dari entitas yang menerbitkannya melalui penukaran dengan sejumlah uang tunai tertentu atau aset keuangan lainnya. 2. 'Call option' yang telah dibeli atau kontrak sejenis lainnya yang dimiliki oleh suatu entitas yang memberikan hak untuk membeli kembali sejumlah tertentu instrumen ekuitasnya sendiri melalui penukaran dengan menyerahkan sejumlah uang tunai tertentu atau aset keuangan lainnya adalah bukan merupakan aset keuangan dari suatu entitas. e) Instrumen keuangan majemuk (compound instrument) penerbitan instrumen keuangan non derivatit mengevaluasi persyaratan instrument keuangan untuk menentukan apakah instrumen tersebut mengandung komponen liabilitas dan ekuitas. Komponen tersebut diklasifikasikan secara terpisah sebagai liabilifas keuangan, aset keuangan, atau instrumen ekuitas. 5.5



Nilai dari kumpulan berbagai HKF pada suatu properti dapat lebih besar atau lebih kecil dari penjumlahan hak secara terpisah pada property tersebut. a) Nilai dari hak kepemilikan 100 % (meliputi seluruh pemegang saham atau mitra) atas properti penghasil pendapatan yang dimiliki oleh suatu persekutuan usaha atau sindikasi akan cenderung melebihi nilai agregat dari seluruh hak minoritas pada properti. Sejalan dengan itu, nilai dari portofolio REIT yang mewakili kumpulan dari berbagai properti, adalah cenderung berbeda dari penjumlahan nilai dari seluruh properti yang membentuk portofolio, sebagai konsekuensi dari sinergi tertentu atas properti-properti di dalam portofolio dan/atau manajemen portofolio. b) Penilai mengestimasikan terlebih dahulu nilai secara keseluruhan atau satu kesatuan hak pada properti sebelum mengkaji hak kepemilikan secara terpisah (disaggregated or fragmented ownership interest).



80



c) Dalam penugasan yang berkaitan dengan HKF, Penilai harus secara jelas mengidentifikasikan hak kepemilikan yang dinilai secara pasti, baik hak mayoritas maupun minoritas dari suatu badan usaha atau properti, hak kontraktual, atau hak mayoritas/minoritas dalam suatu REIT. Penilai harus mengkaji kesepakatan kontraktual anta ra para pihak atau Akte Pendirian untuk memverifikasi persentase saham yang diwakili oleh HKF pada properti tersebut. 5.6



Penilaian HKF melibatkan berbagai pertimbangan yang sangat khusus. Oleh karena itu, Penilai harus mengadaptasi pendekatan penilaian yang sesuai untuk HKF yang dinilai. a) Seluruh pendekatanimungkin sesuai untuk penilaian properti yang dimiliki oleh persekutuan umum. 1. Apabila data pembanding dianalisis dengan Pendekatan Pasar, Penilai menentukan apakah item non-realty termasuk di dalam harga pembelian. Apabila item non-realty dimasukan, Penilai mengidentifikasikannya dan mempertimbangkan mengestimasikan pengaruhnya terhadap nilai.



harus serta



b) Dalam situasi di mana mitra umum melakukan pembelian hak dalam kemitraan atau sindikasi untuk penjualan sebagai hak kemitraan terbatas, Penilai mempertimbangkan pengaruh dari item non-realty terhadap harga transaksi. Item ini termasuk pembiayaan khusus, jaminan penghunian atau pendapatan dan jasa manajemen. c) Opsi untuk membeli dipertimbangkan sebagai biaya bagi pembeli apabila opsi ini dilaksanakan. Oleh karena itu, biaya untuk opsi pembelian yang dilaksanakan ditambahkan pada harga jual dari realti. Penilai mempertimbangkan pengaruh dari rasio utang ekuitas (leverage), atau kemampuan mendapatkan pinjaman (gearing), yang dihasilkan dari opsi untuk membeli dengan harga transaksi final dari suatu properti. Apabila opsi untuk membeli pada suatu perjanjian sewa dilaksanakan dan pembayaran sewa di masa lalu dikreditkan pada harga beli, pembayaran tersebut dicatat sebagai pembayaran bertahap. d) Unit atau saham dalam REIT ditentukan harganya di pasar di mana surat berharga tersebut diperdagangkan. Penilaian dari aset real estat yang dimiliki sebagai bagian dari satu instrumen investasi mungkin dibutuhkan untuk tujuan penjaminan atau pemeringkatan sebelum dilakukannya penawaran publik perdana (Initial Public Offering IPO). Dalam situasi tersebut, Penilai menerapkan pendekatan dan metode yang konsisten dengan karakteristik pendapatan dari real estat.



81



Standar Penilaian Indonesia 101 (SPI 101) Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



1.3



1.4



Tujuan dari SPI 101 ini adalah untuk memberikan definisi umum mengenai Nilai Pasar. SPI 101 juga menjelaskan kriteria umum yang berhubungan dengan definisi dan penerapan Nilai Pasar dalam penilaian aset atau liabilitas yang maksud dan tujuannya memerlukan estimasi Nilai Pasar. Nilai Pasar adalah representasi nilai dalam pertukaran atau sejumlah uang yang dapat diperoleh atau dibayar, atas suatu aset atau liabilitas, jika aset atau liabilitas tersebut ditawarkan untuk dijual pasar (terbuka) pada tanggal penilaian dan dalam kondisi yang sesuai dengan persyaratan definis Nilai Pasar. Untuk mengestimasi Nilai Pasar atas aset (Kecuali aset keuangan), seorang penilai harus terlebih dahulu menentukan Penggunaan yang tertinggi dan terbaik (HBU), merujuk kepada konsep dan Prinsip Umum Penilaian butir 10. HBU tersebut dapat berupa kelanjutan dari penggunaan aset yang ada atau alternatif penggunaan lain. Penentuan penggunaan yang tertinggi dan terbaik ini ditentukan berdasarkan data pasar Nilai pasar diestimasi melalui penerapan pendekatan dan prosedur penilaian sesuai dengan karakteristik aset , situasi dan kondisi paling memungkinkan dimana aset tersebut diperjualbelikan di pasar. (Lihat KPUP butir 14 dan jenis properti). Semua pendekatan, teknik dan prosedur dalam mengukur Nilai Pasar, jika dapat diterapkan dan penerapannya dilakukan secara tepat dan benar, akan menghasilkan Nilai Pasar apabila didasarkan pada kriteria yang berdasarkan pasar. Perbandingan Data Pasar atau perbandingan pasar lainnya, hendaknya dikembangkan dari pengamatan pasar. Pendekatan pendapatan, termasuk analisis Arus Kas Terdiskonto (DCF) harus didasarkan pada arus kas dan tingkat pengembalian berdasarkan data pasar. Biaya konstruksi dan depresiasi seharusnya ditentukan oleh hasil analisis perkiraan biaya konstruksi dan depresiasi sesuai dengan kelaziman yang ada di pasar atau dalam praktek penilaian. Meskipun ketersediaan data dan keadaan berkaitan dengan pasar atau aset itu sendiri yang akan menentukan pendekatan penilaian yang paling tepat dan relevan, namun hasil penilaian dengan menggunakan pendekatan atau metode manapun harus menghasilkan Nilai Pasar jika setiap pendekatan tersebut didasarkan pada data pasar.



82



1.5



2.0



Ruang Lingkup 2.1



3.0



Cara memperdagangkan aset di pasar akan membedakan penerapan berbagai pendekatan maupun prosedur untuk mengestimasi Nilai Pasar. Jika didasarkan pada informasi pasar, setiap pendekatan merupakan metode perbandingan. Dalam setiap situasi penilaian, satu atau lebih pendekatan biasanya lebih menggambarkan aktivitas pasar (terbuka) penilai akan mempertimbangkan setiap pendekatan dalam setiap penugasan untuk mengestimasi Nilai Pasar dan menentukan pendekatan yang paling tepat untuk dipergunakan.



SPI ini berlaku untuk Nilai Pasar aset dan/atau liabilitas, sesuai dengan definisi aset dan liabilitas pada KPUP dan Jenis Properti. Penerapan Nilai Pasar untuk penilaian aset dan/atau liabilitas, mengasumsikan bahwa objek penilaian harus dianggap seolah-olah diperjualbelikan di pasar, tanpa memperhitungkan keuntungan atau kepentingan khusus tertentu sebagai bagian dari bisnis yang berjalan (going concern) atau tujuan khusus lainnya. Penerapan Nilai Pasar untuk setiap jenis aset merujuk kepada Standar Teknis terkait. Standar Teknis yang memberikan panduan dalam penilaian setiap jenis aset atau properti tersebut hanya akan merujuk pada SPI 101 untuk definisi dan kriteria umum Nilai Pasar.



Definisi 3.1



3.2



Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh atau dibayar untuk penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak , di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan. Istilah aset memiliki pemahaman yang sama dengan properti sebagaimana dijelaskan didalam KPUP butir 2.0, sehingga istilah aset dalam SPI ini dapat dipertukaran dengan properti. Setiap unsur dari definisi Nilai Pasar ini memiliki kerangka pengertian masing-masing. a) “Estimasi sejumlah uang...” merujuk pada harga yang dinyatakan dalam satuan uang (biasanya dalam rupiah), yang dapat dibayar secara tunai pada tanggal penilaian atas suatu aset dalam transaksi pasar bebas ikatan. Nilai pasar diukur sebagai harga yang paling memungkinkan diperoleh secara wajar di pasar pada tanggal penilaian, dengan memenuhi definisi Nilai Pasar. Ini merupakan harga terbaik yang dapat diperoleh oleh penjual secara wajar dan harga yang paling menguntungkan yang dapat diperoleh oleh pembeli secara wajar pula. Estimasi ini secara khusus tidak memperhitungkan kenaikan atau penurunan harga akibat persyaratan atau keadaan khusus seperti pembiayaan khusus, perjanjian jual dan sewa kembali (sale and leaseback), 83



b)



c)



d)



e)



f)



pertimbangan khusus atau konsesi-konsesi yang diberikan oleh orang yang terkait dengan penjualan , atau unsur lain dari Nilai Khusus. “...dapat diperoleh atau dibayar untuk penukaran suatu aset atau liabilitas...” merujuk pada fakta bahwa nilai suatu aset atau liabilitas lebih merupakan estimasi jumlah uang dari pada harga yang ditetapkan sebelumnya atau harga jual sebenarnya. Nilai Pasar tersebut merupakan harga pada suatu transaksi yang memenuhi semua unsur dari definisi Nilai Pasar pada tanggal penilaian. “...pada tanggal penilaian...” mensyaratkan bahwa estimasi Nilai pasar berlaku hanya pada tanggal dimana opini nilai diberikan. Karena pasar dan kondisi pasar dapat berubah , maka estimasi nilai dapat saja tidak benar atau tidak tepat pada waktu yang lain. Nilai pasar hasil penilaian akan mencerminkan keadaan dan kondisi pasar aktual pada tanggal efektif penilaian dan bukan pada tanggal sebelumnya atau tanggal yang akan datang. “...antara pembeli yang berminat membeli...” merujuk pada seseorang yang memiliki motivasi, namun tidak dipaksa untuk membeli. Pembeli dimaksud tidak sangat ingin membeli maupun bersedia membeli dengan harga berapapun. Pembeli dimaksud juga membeli sesuai dengan keadaan pasar yang berlaku, dan dengan harapan pasar saat ini, serta bukan pasar hipotetis yang tidak dapat diharapkan terjadi. Pembeli dimaksud diasumsikan tidak akan membeli di atas harga pasar. Pemilik aset saat ini adalah termasuk bagian pelaku ekonomi yang membentuk “pasar”. Penilai tidak seharusnya membuat asumsi-asumsi yang tidak realistis mengenai kondisi pasar maupun membuat asumsi tingkat Nilai Pasar di atas yang dapat diperoleh secara wajar. “...penjual yang berminat menjual...” adalah penjual yang tidak sangat berminat atau tidak terpaksa menjual pada sembarang harga ataupun tidak bertahan pada tingkat harga yang dianggap tidak wajar dalam kondisi pasar pada saat penilaian. Penjual yang berminat menjual berkeinginan untuk menjual asetnya pada kondisi pasar dan pada tingkat harga terbaik yang mungkin dicapai di pasar (terbuka), setelah melakukan upaya pemasaran yang layak, berapapun harga yang mungkin dapat dicapai. Keadaan sesungguhnya pemilik aset tidak termasuk dalam pertimbangan, sebab “penjual yang berminat menjual” ini adalah pemilik hipotesis. “...dalam suatu transaksi bebas ikatan (arm’s-length transaction)...” adalah transaksi antara pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan khusus atau hubungan istimewa (misalnya, induk perusahaan dengan anak perusahaannya atau pemilik bangunan dengan penyewanya) yang dapat membentuk tingkat harga yang bukan merupakan keadaan sebenarnya di pasar atau menaikkan harga akibat adanya unsur Nilai Khusus. Transaksi Nilai Pasar dianggap terjadi antara pihak-pihak yang tidak berkepentingan, dan masing-masing bertindak independen.



84



3.3



3.4



3.5



g) “...yang pemasarannya dilakukan secara layak...” berarti aset akan dipasarkan ke pasar dalam cara yang layak agar penjualannya dapat terjadi pada tingkat harga terbaikyang dapat diperoleh secara wajar sesuai dengan definisi Nilai Pasar. Cara penjualan dianggap merupakan yang paling tepat untuk mendapatkan harga terbaik di pasar dimana penjual memiliki akses. Jangka waktu pemasaran aset dapat bervariasi sesuai dengan kondisi pasar, namun harus cukup waktu sehingga aset dapat menarik perhatian pembeli potensial dalam jumlah yang memadai. Waktu pemasaran ini dianggap terjadi sebelum tanggal penilaian. h) “...di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya dan kehatian-hatian...” menganggap bahwa pembeli yang berminat menjual masing-masing memiliki informasi yang cukup tentang keadaan dan karakteristik aset, penggunaan yang ada (aktual) dan potensialnya, serta keadaan pasar pada tanggal penilaian. Selain itu masingmasing bertindak untuk kepentingannya sendiri dengan pemahaman yang dimilikinya, dan secara hati-hati menentukan harga terbaik untuk posisinya masing-masing dalam transaksi tersebut. Prinsip kehati-hatian ditunjukkan dengan menganalisis keadaan pasar pada tanggal penilaian, dan bukan pada keuntunagn atau ramalan pada waktu setelah itu, seorang penjual yang menjual asetnya pada tingkat harga di bawah harga pasar yang terjadi sebelumnya tidak berarti dapat dikatakan tidak bijaksana apabila tingkat harga pasar saat itu memang dalam kondisi menurun. Dalam kondisi demikian, sebagaimana dalam situasi pembelian dan penjualan lainnya yang terjadi dalam kondisi pasar dengan tingkat harga yang berfluktuasi, pembeli atau penjual yang berhati-hati akan selalu bertindak sesuai dengan informasi pasar terbaik yang tersedia saat itu. i) “...dan tanpa paksaan...” menyatakan bahwa masing-masing pihak terdorong untuk melakukan transaksi, tetapi juga tidak ada paksaan untuk menyetujuinya. Nilai Pasar dipahami sebagai nilai dari suatu aset yang diestimasi tanpa memperhatikan biaya penjualan atau pembelian dan tanpa dikaitkan dengan setiap pengenaan pajak penghasilan yang terkait Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) yang mendasari estimasi Nilai Pasar aset selain aset keuangan. Penggunaan paling layak dan optimal dari suatu aset, yang secara fisik dimungkinkan, secara hukum diizinkan serta layak secara finansial dan menghasilkan nilai tertinggi dari aset yang dinilai. Penerapan untuk setiap jenis aset mengacu kepada standar teknis terkait. Nilai Pasar untuk Dipindahkan (Market Value for Removal) adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu bagian dari aset (tidak termasuk tanah), antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berniat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan yang pemasarannya dilakukan secara layak, dan kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya ,



85



3.6



4.0



Hubungan dengan Standar Akuntansi 4.1



4.2



5.0



kehati-hatian dan tanpa paksaan berdasarkan pemindahan dari aset ke lokasi lain. Nilai ini biasanya digunakan dalam penilaian aset berwujud yaitu personal properti berupa mesin dan peralatan, yang dikenal juga sebagai Nilai Pasar exsitu (lihat SPI 310 – Penilaian mesin dan peralatan) Nilai Sewa Pasar (Market Rental Value) adalah perkiraan jumlah uang yang dapat diperoleh dari penyewaan suatu aset pada tanggal penilaian, antara pemilik yang berminat menyewakan dan penyewa yang berminat menyewa sesuai persyaratan sewa yang layak dalam transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dan tiap-tiap pihak mengetahui, bertindak hati-hati, dan tanpa paksaan.



Penilaian untuk pelaporan keuangan yang menjadi fokus didalam SPI 201, harus dipahami berkaitan dengan SPI 101 ini. a) Penilaian untuk pelaporan Keuangan menyediakan pedoman bagi penilai, akuntan, dan masyarakat berkenaan dengan standar penilaian yang berpengaruh pada akuntansi. Nilai wajar suatu aset tetap biasanya merupakan Nilai Pasar. (Lihat KPUP butir 13.1) Terdapat beberapa istilah atau terminologi yang digunakan baik oleh penilai maupun Akuntan yang dapat menimbulkan kesalahpahaman dan kemungkinan penyalahgunaan. SPI 101 mendefinisikan Nilai Pasar dan membahas kriteria untuk menentukan Nilai Pasar. Terminologi penting lainnya didefinisikan dalam SPI 102, dan persyaratan lebih spesifik dibahas dalam SPI 201- Penilaian untuk pelaporan keuangan.



Pernyataan Standar Untuk melaksanakan penilaian yang memenuhi SPI 101 dan KPUP, Penilai wajib mematuhi semua bagian KEPI. 5.1 dalam Pelaksanaan dan pelaporan estimasi Nilai Pasar, Penilai harus : a) Menyusun Penilaian secara lengkap dan mudah dimengerti serta tidak menimbulkan kesalahpahaman; b) Memastikan estimasi Nilai Pasar didasarkan pada data pasar; c) Memastikan estimasi Nilai Pasar dilakukan dengan menggunakan pendekatan penilaian yang sesuai; d) Memberikan informasi yang cukup sehingga pihak yang membaca dan mengacu pada laporan tersebut dapat sepenuhnya memahami data, alasan, analisis dan kesimpulan penilaian; e) Memenuhi persyaratan SPI 105 – Pelaporan Penilaian.



86



6.0



Pembahasan 6.1



6.2



6.3



6.4



6.5



Konsep dan definisi Nilai Pasar bersifat fundamental terhadap semua praktek penilaian. Uraian ringka mengenai prinsip ekonomi dan landasan prosedur dijelaskan dalam KPUP dan KEPI. Konsep Nilai Pasar tidak harus tergantung pada transaksi sebenarnya yang terjadi pada tanggal penilaian. Nilai Pasar lebih merupakan estimasi harga yang mungkin terjadi dalam penjualan pada tanggal penilaian sesuai dengan persyaratan definisi Nilai Pasar. Nilai Pasar merupakan representasi atas harga yang disepakati pembeli dan penjual pada waktu itu sesuai definisi Nilai Pasar, yang sebelumnya masing-masing pihak telah mempunyai cukup waktu untuk menguji kemungkinan akan diperlukan waktu untuk menyiapkan kontrak formal dan dokumentasi lainnya. Konsep Nilai Pasar menganggap harga yang telah dinegosiasikan akan terjadi dalam pasar terbuka dan kompetitif dimana pelaku pasar bertindak secara bebas. Kata “terbuka” dan “Kompetitif’ tidak memiliki pengertian absolut. Terkadang digunakan istilah “terbuka” setelah kata “Nilai Pasar” untuk menjelaskan bahwa pasar dimana aset ditawarkan bukanlah pasar yang terbatas atau restriktif. Sebaliknya dengan tidak digunakan istilah “terbuka”, tidak mengindikasikan bahwa transaksi tersebut bersifat individu atau tertutup. Pasar untuk suatu aset dapat berupa pasar internasional maupun lokal. Pasar dapat terdiri dari beberapa pembeli dan penjual, atau hanya sedikit pelaku pasar, Asumsi Pasar dimana aset ditawarkan untuk dijual adalah pasar dimana aset yang diasumsikan biasanya dipertukarkan. Nilai pasar dari aset akan mencerminkan penggunaan tertinggi dan Terbaik (HBU)nya. HBU didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu aset, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai , secara hukum diijinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari aset tersebut. HBU mungkin merupakan kelanjutan dari penggunaan yang ada atau penggunaan alternatifnya. Hal ini ditentukan dari penggunaan yang dipertimbangkan oleh pelaku pasar ketika memformulasikan harga penawaran. Sifat dan sumber dari data masukan penilaian harus konsisten dengan dasar Nilai, yang selanjutnya juga harus mempertimbangkan tujuan penilaian. Sebagai contoh, berbagai pendekatan dan metode penilaian mungkin digunakan untuk mendapatkan opini Nilai Pasar sejauh digunakan data yang berasal dari pasar. Pendekatan pasar, sesuai definisinya, menggunakan data masukan yang berasal dari pasar. Untuk mengindikasikan Nilai Pasar, pendekatan pendapatan seharusnya diterapkan dengan menggunakan data masukandan asumsi yang akan digunakan oleh pelaku pasar. Untuk mengindikasikan Nilai Pasar yang didapat dari Pendekatan Biaya, biaya dari aset dengan utilitas sebanding dan penyusutan yang sesuai seharusnya ditentukan dengan analisis dari biaya dan penyusutan yang berasal dari pasar.



87



6.6



6.7



6.8



6.9



Data yang tersedia dan keadaan yang terkait dengan pasar untuk aset yang dinilai akan menentukan metode penilaian yang digunakan atau metode yang paling relevan dan sesuai . apabila didasarkan pada data yang berasal dari pasar dan dianalisis dengan sesuai, setiap pendekatan atau metode yang digunakan seharusnya memberikan indikasi Nilai Pasar. Nilai Pasar tidak mencerminkan atribut asset yang hanya bernilai bagi pemilik atau pembeli tertentu yang tidak tersedia bagi pembeli lainnya di pasar. Keuntungan tersebut dapat terkait dengan karakteristik fisi, geografis, ekonomi atau legal dari aset. Nilai pasar mensyaratkan diabaikannya elemen tersebut dikarenakan pada tanggal penilaian kapanpun, nilai pasar, hanya mengasumsikan adanya pembeli yang berminat, dan bukan pembeli tertentu yang berminat. Penilaian Pasar biasanya didasarkan pada informasi mengenai aset pembanding . proses penilaian mensyaratkan Penilai untuk melaksanakan pengumpulan data yang cukup dan relevan supaya dapat memberikan analisis yang kompeten dan membuat pertimbangan berdasarkan data pendukung. Dalam proses ini, penilai menerima data apa adanya , namun harus mempertimbangkan semua data pasar yang berkaitan , kecenderungan transaksi pembanding, dan informasi lain yang diperlukan. Jika data pasar terbatas, atau tidak tersedia (misalnya untuk property khusus), Penilai harus menyatakan secara wajar situasi tersebut dan menyatakan apakah estimasi nilai menjadi terbatas karena kekurangan data tersebut. Setiap penilaian membutuhkan pertimbangan penilai, namun apabila Nilai pasar yang diestimasikan tersebut lebih didasarkan pada sifat aset atau kurangnya data pembanding , maka hal tersebut harus dinyatakan dalam laporan penilaian. Dengan pertimbangan bahwa kondisi yang berubah merupakan karakteristik pasar, penilai harus mempertimbangkan apakah data yang tersedia mencerminkan dan memenuhi criteria untuk Nilai Pasar. a) Kondisi pasar pada periode dengan perubahan yang cepat, ditandai dengan harga-harga yang cepat berubah biasanya disebut kondisi ketidakseimbangan . periode ketidakseimbangan ini dapat berlangsung hingga bertahun-tahun dan dapat mempengaruhi kondisi pasar sekarang dan masa depan. Dalam keadaan lain, fluktuasi perubahan ekonomi dapat menyebabkan data pasar yang tidak menentu. Jika beberapa penjualan tidak sejalan dengan pasar, maka terhadap data demikian diberikan bobot yang lebih kecil atau bahkan dapat diabaikan. Hal tersebut memungkinkan bagi penilai untuk menetapkan pada tingkat mana pasar tersebut berada. Hargaharga transaksi perseorangan mungkin bukan merupakan bukti Nilai Pasar, namun analisis akan data pasar yang demikian harus dipertimbangkan dalam proses penilaian. b) Dalam kondisi pasar yang tidak menentu mungkin tidak banyak ditemukan “Penjual yang beminat menjual dan pembeli yang beminat membeli”. Beberapa transaksi, meski tidak semua, dapat melibatkan liabilitas finansial, atau kondisi yang mengurangi atau menghilangkan keinginan pemilik tertentu untuk menjual. Penilai harus mempertimbangkan semua 88



data yang berkaitan dengan dalam kondisi pasar yang demikian dan mengaitkan bobot tertentu atas transaksi individual yang diyakini mencerminkan pasar. Pihak likuidator dan kurator biasanya berkewajiban untuk mendapatkan harga terbaik dalam penjualan aset. Meskipun demikian, penjualan dapat terjadi tanpa pemasaran yang layak atau jangka waktu pemasaran yang cukup. c) Penilai harus mempertimbangkan transaksi yang demikian untuk menentukan apakah data tersebut memenuhi persyaratan dalam definisi nilai pasar dan bobot yang harus dikenakan pada data tersebut. d) Selama periode transisi pasar yang ditandai dengan kenaikan atau penurunan harga yang sangat cepat , terdapat risiko menilai terlalu rendah atau terlalu tinggi jika bobot yang diberikan kepada data historis terlalu besar atau jika dibuat asumsi mengenai pasar di masa depan yang tidak terjamin atau tidak wajar. Dalam kedaaan demikian, penilai harus secara berhati-hati menganalisis dan menggambarkan tindakan dan perilaku pasar, serta memastikan bahwa laporannya mengungkapkan semua hasil penyelidikan dan penemuannya. 6.10 konsep Nilai pasar juga menganggap bahwa dalam transaksi Nilai Pasar suatu aset atau properti akan ditawarkan secara bebas dan cukup lama di pasar dan dengan publikasi yang cukup pula. Penawaran ini dianggap dilaksanakan sebelum tanggal penilaian. Pasar untuk real properti serta personal properti berwujud biasanya berbeda dengan pasar untuk jenis properti lainnya seperti saham, obligasi atau aset lancer lainnya. Properti tersebut biasanya lebih jarang terjual dan pasarnya pun cenderung kurang formal dan kurang efisien dibandingkan, misalnya, dengan efek yang dicatatkan di bursa. Lebih lanjut, jenis properti ini biasanya kurang likuid. Karena alasan ini, dan karena real properti dan personal properti berwujud tidak biasanya diperdagangkan di bursa, Nilai Pasarnya harus mempertimbangkan penawaran yang memadai dan cukup waktu sehingga pemasaran yang layak dan penyelesaian negosiasi dapat terlaksana. 6.11 Properti penghasil pendapatan yang dimiliki sebagai investasi jangka panjang oleh perusahaan properti, dana pensiun, atau pemilik yang sejenis, biasanya dinilai dengan dasar penjualan aset secara individu dan terencana. Nilai total atas aset tersebut yang dianggap akan diperlakukan sebagai portofolio atau suatu kesatuan kelompok aset dapat lebih besar, atua lebih kecil dari jumlah total Nilai Pasar masing-masing aset. 6.12 Setiap penilaian harus merujuk pada maksud dan tujuan penilaian. Sebagai tambahan pada persyaratan laporan penilaian lainnya, penilai harus jelas menggolongkan menurut jenis aset jika tujuan penilaian adalah untuk pelaporan keuangan. Dalam Kondisi luar biasa, hasil estimasi Nilai Pasar dapat dinyatakan sebagai jumlah negatif. Situasi yang memungkinkan keadaan tersebut diantaranya properti sewa, properti khusus lainnya, properti dalam kondisi using dimana biaya pembakarannya melampaui nilai tanah, properti yang terkontaminasi , dan 89



6.13



6.14



6.15



6.16



6.17



6.18



lain-lain. Nilai negatif harus dilaporkan terpisah dari nilai positif dan penilai harus tidak melaporkan kepentingan ini sebagai “Nilai Nol” ataupun “Tidak Bernilai”. Dalam Penilaian Properti dengan dasar Nilai Pasar untuk dipindahkan, lebih diutamakan penilaian dari suatu bagian properti yang dapat dipindahkan (tidak termasuk tanah), yang untuk beberapa bagian yang tidak dapat dipindahkan, tidak mempunyai nilai manfaat apabila dibongkar atau hilangnya sejumlah biaya (misalnya; pondasi, material dari bangunan yang dibongkar dan tidak bermanfaat lagi, biaya instalasi, dll) merupakan faktor pengurang dalam proses penilaian Nilai Sewa Pasar dapat digunakan sebagai dasar nilai ketika menilai sewa atau kepentingan yang dihasilkan dari sewa. Dalam kasus seperti ini, adalah penting untuk mempertimbangkan sewa kontraktual , dan apabila berbeda, sewa pasar. Kerangka Konseptual yang mendukung definisi Nilai Pasar Sebagaimana dijelaskan sebelumnya pada butir 3.2 huruf a-I dapat diterapkan untuk membantu interpretasi Nilai Sewa Pasar. Secara Khusus, Jumlah yang diestimasikan mengecualikan kenaikan atau penurunan sewa yang diakibatkan oleh persyaratan , pertimbangan, atau konsensi khusus. Persyaratan sewa yang wajar adalah persyaratan yang umumnya disetujui di pasar untuk jenis properti tersebut pada tanggal penilaian di antara pelaku pasar. Indikasi sewa Pasar seharusnya hanya diberikan sesuai dengan indikasi dari persyaratan sewa principal yang telah diasumsikan. Sewa Kontraktual adalah sewa yang dibayarkan berdasarkan persyaratan sewa yang sebenarnya (aktual). Sewa ini dapat bersifat tetap selama durasi masa sewa akan dituangkan dalam kontrak sewa dan harus diindentikasikan dan dipahami untuk dapat menentukan total manfaat yang dinikmati oleh pemilik sewa dan kewajiban dari penyewa. Dalam beberapa situasi Nilai Sewa pasar mungkin harus ditentukan berdasarkan persyaratan sewa eksisting (misalnya untuk tujuan penentuan sewa dimana persyaratan sewa eksisting berlaku dan karenanya tidak dapat diasumsikan sebagai bagian dari sewa hipotetis) Dalam menghitung Nilai Sewa Pasar, Penilai harus mempertimbangkan hal-hal berikut : a) Dalam kaitannya dengan sewa pasar yang terkait dengan kontrak sewa, persyaratan dan kondisi di dalam kontrak tersebut adalah persyaratan kontrak yang wajar kecuali persyaratan dan kondisi tersebut illegal dan berlawanan dengan legislasi yang menaunginya b) Dalam kaitannya dengan Sewa Pasar yang tidak terkait dengan kontrak sewa, persyaratan dan kondisi yang diasumsikan adalah persyaratan dari kontrak hipotetis yang pada umumnya terdapat di pasar untuk jenis properti pada tanggal penilaian di anatara pelaku pasar.



90



6.19 Untuk menentukan opini Nilai Sewa Pasar , dalam hal tidak terdapat persyaratansewa-menyewanya yang spesifik atau kondisi lain yang relevan dalam suatu penilaian , asumsi tentang jangka waktu sewa dan kondisi penting lainnya harus dibuat berdasarkan kenyataan yang terjadi di Pasar. 6.20 Nilai ini biasanya digunakan dalam penilaian real properti atau personal properti berwujud.



7.0



Syarat Pengungkapan 7.1



7.2 7.3



7.4



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1



9.0



laporan penilaian tidak boleh menyesatkan. Penilaian yang dilaksanakan untuk estimasi dan pelaporan Nilai Pasar harus memenuhi pernyataan standar pada SPI 101 butir 5.0 Laporan harus memuat definisi Nilai Pasar sebagaimana diatur dalam SPI ini, bersama-sama dengan rujukan khusus atas bagaimana aset dilihat dari segi kegunaannya dan penggunaan tertinggi dan terbaik (HBU) serta pernyataan atas semua asumsi penting. Dalam membuat estimasi Nilai Pasar, Penilai harus merujuk kepada SPI 101 butir 5.1 Meskipun konsep, penggunaan dan penerapan istilah nilai alternative dapat dipergunakan dalam keadaan tertentu, penilai harus memastikan bahwa jika seandainya jenis nilai yang lain diestimasikan dan dilaporkan, maka nilai-nilai tersebut tidak boleh dianggap sebagai representasi Nilai Pasar Jika Penilaian dibuat oleh penilai Internal, yaitu penilai yang bekerja pada perusahaan atau instansi yang merupakan pemilik/penguasa aset yang dinilai atau akuntan yang merupakan auditor perusahaan yang bersangkutan, maka hubungan yang demikian harus diungkapkan dalam laporan.



Penyimpangan terhadap standar ini harus dibuat sesuai dengan pedoman



Kutipan dan tanggal berlaku 9.1 9.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 101 – Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai SPI 101 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Februari 2019.



91



Standar Penilaian Indonesia 102 (SPI 102) Dasar Nilai Selain Nilai Pasar Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



1.3



2.0



Ruang Lingkup 2.1



3.0



Tujuan dari SPI 102 ini adalah mengidentifikasi dan menjelaskan dasar nilai selain dari Nilai Pasar serta menetapkan dasar penerapannya, dan kemudian, membedakannya dengan Nilai Pasar. Meskipun sebagian besar penilaian melibatkan Nilai Pasar, terdapat keadaankeadaan yang membutuhkan Dasar Nilai selain Nilai Pasar. Adalah penting baik bagi Penilai maupun para pengguna jasa penilaian untuk memahami secara jelas perbedaan antara penilaian yang berdasarkan Nilai Pasar dan selain Nilai Pasar, serta dampak (jika ada) yang diakibatkan oleh perbedaan konsep-konsep tersebut terhadap penerapannya dalam penilaian. Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dan atau kerancuan di antara Penilai dan pengguna jasa penilaian sehubungan dengan penggunaan dan penerapan Dasar Nilai selain Nilai Pasar, Penilai yang bertanggungjawab untuk menetapkan SPI ini, harus memastikan bahwa dasar-dasar yang tepat telah dipilih dengan menggunakan semua cara yang wajar untuk meningkatkan pemahaman para pengguna penilaian, dan menghindari keadaan yang dapat menyesatkan masyarakat, serta menyatakan estimasi yang didukung di dalam laporan secara obyektif.



SPI ini mengemukakan dan menjelaskan Dasar Nilai selain Nilai Pasar untuk penilaian aset dan/atau liabilitas.



Definisi 3.1



3.2



Nilai Asuransi (Insurable Value) Nilai asuransi adalah nilai aset sebagaimana yang diatur berdasarkan kondisikondisi yang dinyatakan di dalam kontrak atau polis asuransi dan dituangkan dalam definisi yang jelas dan terinci. Nilai asuransi dapat berupa Nilai Pembangunan Kembali (lihat SPI 102 butir 3.7) atau nilai dalam kondisi apa adanya (indemity value). Nilai dalam Penggunaan (Value in Use) Nilai dalam Penggunaan merupakan nilai yang dimiliki oleh suatu aset bagi penggunaan tertentu untuk seorang pengguna tertentu dan oleh karena itu tidak berkaitan dengan Nilai Pasar. Nilai dalam Penggunaan ini adalah nilai yang diberikan oleh aset tertentu kepada badan usaha dimana aset tersebut merupakan bagian dari badan usaha tanpa memperdulikan penggunaan terbaik dan tertinggi dari aset tersebut, atau jumlah uang yang dapat diperoleh atas penjualannya. 92



3.3



3.4



3.5



Definisi akuntansi dari Nilai dalam Penggunaan adalah nilai kini dari estimasi aliran kas yang diharapkan untuk didapat dari penggunaan berkelanjutan atas suatu aset dan dari penjualannya di akhir umur penggunaannya. Nilai Investasi (Investment Value) a) Nilai Investasi adalah nilai dari suatu aset bagi pemilik atau calon pemilik untuk investasi individu atau tujuan operasional. b) Nilai ini merupakan Dasar Nilai yang spesifik dari entitas. Meskipun nilai dari suatu aset bagi pemilik mungkin sama dengan jumlah yang dapat direalisasikan dari penjualan kepada pihak lain, Dasar Nilai ini mencerminkan manfaat yang diterima oleh entitas yang mempunyai aset, dalam hal ini tidak selalu melibatkan pertukaran hipotetis. Nilai Investasi mencerminkan keadaan dari tujuan keuangan dari entitas yang dinilai. Hal ini sering digunakan untuk mengukur kinerja investasi. Nilai Khusus (Special Value) a) Nilai Khusus adalah sejumlah uang yang mencerminkan atribut tertentu dari aset yang hanya berlaku bagi pembeli khusus dan bukan pasar secara keseluruhan. b) Pembeli Khusus adalah pembeli tertentu atas suatu aset tertentu dimana baginya aset memiliki nilai khusus, karena adanya manfaat yang timbul atas kepemilikannya, dan tidak tersedia bagi pembeli lain di pasar. Jika Penilai memberikan opini Nilai Khusus, maka harus dilaporkan dan dibedakan dengan jelas dari Nilai Pasar. Nilai Likuidasi (Liquidation Value) a) Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin direalisasikan saat sebuah atau sekelompok aset dialihkan secara satu per satu (piecemeal basis). Dasar Nilai di atas digunakan dalam konteksi penilaian untuk kepentingan likuidasi perusahaan. b) Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Pada beberapa situasi, Nilai Likuidasi dapat melibatkan penjual yang tidak berniat menjual, dan pembeli yang membeli dengan mengetahui situasi yang tidak menguntungkan penjual. Definisi diatas berlaku untuk penilaian aset tetap yang umumnya berlaku dalam konteks jaminan pembiayaan dan lelang aset. Penilai harus menyatakan Dasar Nilai ini sebagai indikasi Nilai Likuidasi Dasar. Dasar Nilai ini seharusnya hanya dapat diberikan dalam hal terjadinya kredit macet atau gagal bayar pembiayaan. c) Indikasi Nilai Likuidasi untuk Penggunaan Kembali (Liquidation Value in Place in Use) adalah perkiraan jumlah uang yang diperhitungkan akan dapat diperoleh dari suatu transaksi jual beli properti/fasilitas yang berhenti, dalam waktu yang terbatas ketika penjual terpaksa untuk menjual dan sebaliknya pembeli tidak terpaksa untuk membeli, dengan asumsi seluruh 93



3.6



3.7



3.8



3.9



3.10



aset/fasilitas akan dijual secara utuh untuk diteruskan kembali sesuai dengan penggunaannya. Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada (Market Value for the Existing Use) Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada adalah Nilai Pasar dari suatu aset berdasarkan kelanjutan dari penggunaan yang ada, dengan asumsi bahwa aset tersebut dapat dijual di pasar terbuka untuk penggunaan yang ada saat itu, tetapi tetap sesuai dengan definisi Nilai Pasar tanpa memperhitungkan apakah penggunaan yang ada menggambarkan penggunaan tertinggi dan terbaik dari aset tersebut. Nilai Pembangunan Kembali (Reinstatement Value) Nilai Pembangunan Kembali adalah biaya yang diperlukan untuk menggantikan, memperbaiki, atau membangun kembali aset ke kondisi yang secara substansial sama dengan, tetapi tidak lebih baik atau lebih ekstensif dari kondisi baru. Nilai ini biasanya digunakan untuk kepentingan asuransi. Nilai Penggantian Wajar Nilai Penggantian Wajar adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu Properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non fisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan hak atas Properti dimaksud. Nilai Potensial (Potential Value) Nilai Potensial adalah nilai yang terkait dengan suatu rencana investasi yang akan menentukan harga maksimum untuk kepentingan khusus dari investor sebagai adanya kemauan untuk membayar suatu rencana investasi. Nilai Potensial tidak sama dengan Nilai Pasar karena adanya asumsi khusus, tetapi SPI ini tidak membatasi Penilai untuk mengeluarkan Nilai Potensial berdasarkan asumsi khusus. Bagaimanapun, asumsi khusus yang mendasari Nilai Potensial harus secara jelas dan tegas dinyatakan dalam laporan penilaian dan setiap referensi yang dipublikasikan. Laporan tersebut harus memuat sebuah pernyataan bahwa Nilai Potensial bukan merupakan Nilai Pasar. Nilai Realisasi Bersih (Net Realisable Value) a) Nilai Realisasi Bersih adalah perkiraan harga jual beli suatu aset dalam suatu usaha yang berjalan sebagaimana biasa, dikurangi biaya penjualan dan biaya penyelesaian. Dengan demikian, Nilai Realisasi Bersih adalah sama dengan Nilai Pasar dikurangi biaya penjualan hanya jika semua persyaratan definisi Nilai Pasar telah dipenuhi. Terutama hal ini mencakup adanya waktu yang cukup bagi terjadinya transaksi Nilai Pasar. Nilai Pasar biasanya merupakan jumlah kata, atau lebih tepat, “nilai nominal’ (face value) sebelum pengurangan biaya-biaya penjualan. b) Bilamana sebuah nilai diambil untuk tanggal yang akan datang, tanggal yang akan datang tersebut harus dinyatakan dan opini dituangkan tentang apakah tanggal tersebut memungkinkan periode yang wajar untuk pemasaran yang layak dengan mempertimbangkan sifat dari properti dan kondisi pasar. Bilamana tanggal yang akan datang tidak memungkinkan periode yang wajar untuk pemasaran yang layak, Penilai harus 94



3.11



3.12



menggunakan istilah “Estimasi Nilai Realisasi Bersih Terbatas”. Bilamana tanggal yang akan datang memungkinkan periode yang wajar untuk pemasaran yang layak, Penilai harus menggunakan istilah “Estimasi Nilai Realisasi Bersih Terbatas”. Bilamana tanggal yang akan datang memungkinkan periode yang wajar untuk pemasaran yang layak, digunakan istilah “Estimasi Nilai Realisasi Bersih” dan pernyataan yang jelas harus dibuat bahwa hal ini berbeda dengan asumsi Nilai Pasar. c) Nilai Realisasi Bersih akan dihitung sebelum pembayaran pajak pengalihan aset selain dari biaya dokumentasi penjualan. Bilamana digunakan jumlah setelah perhitungan pajak, Penilai harus menambahkan kata-kata “setelah pajak” dan harus memberikan pernyataan yang jelas tentang dasar-dasar perhitungan pajak. Nilai Realisasi Bersih Terbatas (Net Restricted Realisable Value) Nilai Realisasi Bersih Terbatas adalah Nilai Realisasi Bersih berdasarkan penyelesaian di masa mendatang dan tanggal yang akan datang tidak memungkinkan waktu yang cukup untuk penawaran yang layak dengan mempertimbangkan sifat properti dan kondisi pasar. Nilai Realisasi Bersih untuk Penggunaan yang Ada sebagai Kesatuan Operasional (Net Realisation Value for the Existing Use as an Operational Entity) a) Nilai Realisasi Bersih untuk Penggunaan yang Ada sebagai Kesatuan Operasional adalah perkiraan harga jual dari suatu aset dalam suatu usaha yang berjalan normal, dikurangi biaya penjualan dan biaya penyelesaian dengan asumsi bahwa aset akan terus digunakan sebagai kesatuan operasional. b) Apabila kondisi atau pembatasan tertentu diterapkan, Penilai harus menjelaskan bahwa nilai tersebut adalah Nilai Realisasi Bersih Terbatas untuk Penggunaan yang Ada sebagai Kesatuan Operasional dan harus menyatakan pembatasan yang digunakan di dalam laporan. Pembatasanpembatasan tersebut dapat meliputi hal-hal berikut : 1. Penyelesaian akan terjadi pada satu tanggal yang akan datang yang ditentukan oleh Pemberi Tugas (dan dicatat dalam laporan) yang tidak memungkinkan periode yang wajar untuk pemasaran yang layak dengan mempertimbangkan sifat dari aset dan kondisi pasar pada saat itu; 2. Rekening atau catatan penjelasannya (atau bagian darinya) tidak akan tersedia atau tidak dapat digunakan oleh calon pembeli; 3. Kegiatan usaha berhenti atau dihentikan; 4. Barang inventaris dan atau mesin dan peralatan telah dipindahkan atau sebagian dipindahkan. Dalam kasus demikian, barang-barang yang dipindahkan tersebut atau pemindahannya harus dinyatakan; 5. Lisensi, atau perizinan yang dibutuhkan hilang atau dicabut, atau bermasalah, atau perlu diperpanjang;



95



3.13



3.14



3.15



3.16



3.17



6. Properti yang telah rusak atau dirusak hingga berada dalam kondisi kerusakan yang serius. Nilai Sekrap (Scrap Value) Nilai Sekrap adalah perkiraan jumlah uang yang akan diperoleh dari transaksi jual beli dari bagian-bagian /material suatu aset (tidak termasuk tanah) dan tidak untuk suatu kegunaan yang produktif. Nilai Sewa (Rental Value) Nilai Sewa adalah perkiraan jumlah uang yang dapat diperoleh dari penyewaan suatu aset pada tanggal penilaian, antara pemilik yang berminat menyewakan dan penyewa yang berminat menyewa sesuai persyaratan sewa yang berlaku di antara kedua belah pihak. a) Nilai Sewa adalah istilah yang digunakan bila perjanjian/persyaratan sewa menyewa doketahui, dinyatakan atau diasumsikan, dan persyaratan tersebut berbeda dengan persyaratan yang diasumsikan dalam definisi Nilai Sewa Pasar (lihat di dalam SPI 101 butir 3.6). b) Pada semua kasus yang Nilai Sewa-nya dilaporkan, Penilai harus menyatakan persyaratan atau kondisi sewa menyewa yang faktual atau asumsi sewa-menyewa yang menjadi dasar penentuan Nilai Sewa. c) Bilamana sebuah properti dikuasai atas dasar sewa atau disewakan, Nilai Sewa harus ditentukan berdasarkan persyaratan sewa menyewa tersebut tanpa penyesuaian apapun. Nilai Sisa (Salvage Value) Nilai Sisa adalah nilai suatu properti , tanpa nilai tanah, seperti jika dijual secara terpisah untuk setiap bagiannya dan tidak lagi dimanfaatkan untuk penggunaannya saat ini serta tanpa memperhatikan penyesuaian dan perbaikan khusus. Nilai tersebut dapat diberikan dengan atau tanpa memperhitungkan biaya penjualan, dan apabila memperhitungkan biaya penjualan, hasilnya dihitung dengan menggunakan konsep nilai realisasi bersih (net realisable value). Dalam setiap analisis, komponen-komponen yang termasuk atau tidak termasuk hendaknya diidentifikasi. Nilai Sinergi Nilai Sinergi adalah nilai yang timbul karena adanya kombinasi dari dua atau lebih aset kepentingan, dimana nilai gabungan lebih besar dari penjumlahan nilai-nilai yang terpisah. Jika sinergi hanya berlaku untuk satu pembeli tertentu maka Nilai Sinergi akan berbeda dengan Nilai Pasar, karena Nilai Sinergi akan mencerminkan atribut tertentu dari aset yang hanya memiliki nilai bagi pembeli tertentu. Nilai Penggabungan (Marriage Value) merupakan tambahan nilai diatas nilai hasil penggabungan dua atau lebih hak atas properti. Nilai Wajar Nilai Wajar adalah harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk pengalihan liabilitas dalam transaksi yang teratur diantara pelaku pasar pada tanggal pengukuran.



96



3.18



3.19



4.0



Hubungan dengan Standar Akuntansi 4.1 4.2



4.3



4.4



4.5



5.0



a) Definisi Nilai Wajar diatas adalah sesuai dengan definisi dalam PSAK 68. Dalam SPI ini, definisi Nilai Wajar untuk tujuan pelaporan keuangan adalah sesuai dengan persyaratan standar akuntansi yang berlaku (lihat SPI 201 – Penilaian untuk Pelaporan Keuangan). Nilai Wajar Khusus Harga yang diestimasikan dari pengalihan suatu aset atau liabilitas, untuk pihak yang berbeda pendapat sesuai dengan kepentingannya. Selain itu SPI mengakui Dasar Nilai lain yang berasal dari Standar Penilaian Internasional (IVS 2017) yaitu : Nilai Ekuitabel (Equitable Value) Harga yang diestimasikan dari pengalihan suatu aset atau liabilitas, diantara para pihak yang memahami dan berminat sesuai dengan kepentingannya.



SPI 201 – Penilaian untuk Pelaporan Keuangan harus dipahami berkaitan dengan standar ini. Tujuan pelaporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi internasional adalah untuk menggambarkan secara wajar hasil operasional dan kondisi keuangan perusahaan. Jadi, standar akuntansi itu sendiri tidak ditujukan untuk menilai suatu perusahaan. Untuk rujukan lebih lanjut, lihat di dalam SPI 201. Standar akuntansi memberikan tata cara yang diperlukan agar penilaian terhadap aset tetap (dan aset lainnya) tercermin di dalam catatan dan laporan keuangan perusahaan. Standar tersebut berlaku terhadap penilaian pasar yang ada dan dasar lain yang bertumpu pada konvensi biaya perolehan. Standar penilaian yang berlaku untuk digunakan dalam laporan keuangan tercakup dalam SPI 201 (SPI 102 menjelaskan Dasar Nilai selain Nilai Pasar yang secara umum tidak berlaku untuk tujuan pelaporan keuangan). Khususnya, Dasar Nilai non-pasar yang membahas aokasi nilai di antara aset-aset harus dibedakan dari, dan tidak dirancukan dengan, estimasi Nilai Pasar. Biaya pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost – DRC) melupakan metode penerapan dari Pendekatan Biaya, yang digunakan untuk menentukan indikasi nilai dengan menghitung Biaya Reproduksi Baru atau Biaya Pengganti Baru dari aset dikurangi dengan penyusutan fisik dan segala bentuk keusangan.



Pernyataan Standar 5.1



Sebelum melaksanakan suatu tugas penilaian yang berkaitan dengan kaidah selain dari Nilai Pasar, seorang Penilai harus : a) Mengidentifikasi secara tepat masalah yang akan ditangani dan memastikan bahwa pelaksanaan tugas tersebut tidak akan mengakibatkan timbulnya suatu kesimpulan yang menyesatkan atau tidak sesuai dengan keadaannya. b) Memiliki pengetahuan, pengalaman dan kecakapan yang memadai untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan SPI ini dan prinsip dalam penilaian lainnya yang diterima secara umum; atau sebagai alternatif :



97



5.2



5.3



5.4



6.0



1. Mengungkapkan segala keterbatasannya kepada Pemberi Tugas sebelum menerima tugas; 2. Mengambil semua langkah yang diperlukan secara tepat untuk menyelesaikan tugas secara profesional dan; 3. Mengungkapkan situasi dan tindakan yang diambil dalam situasi tersebut di dalam laporan yang berkenaan dengan penyelesaian jasa penilaian yang diberikan. Dalam mengembangkan suatu estimasi nilai selain dari Nilai Pasar, seorang Penilai harus berhati-hati, memahami dan menerapkan secara tepat metode dan teknik yang diperlukan untuk menghasilkan penilaian yang layak dan dipercaya. Untuk menjamin bahwa tidak ada kerancuan antara Nilai Pasar dan selain Nilai Pasar, Penilai harus menjelaskan bahwa penilaian yang dilaporkan bukan merupakan estimasi Nilai Pasar jika penugasan dilaksanakan atas dasar selain dari Nilai Pasar. Meskipun konsep dan penerapan konsep nilai selain Nilai Pasar mungkin tepat dalam keadaan tertentu, Penilai harus menjamin bahwa jika nilai ini hendak digunakan dan dilaporkan, maka nilai ini tidak dapat ditafsirkan sebagai gambaran Nilai Pasar.



Pembahasan 6.1



6.2



6.3



6.4



Nilai dalam Penggunaan (lihat butir 3.2) merupakan nilai non-pasar yang diukur dari perspektif pengguna tertentu. Nilai ini kadang-kadang disebut sebagai “nilai bagi pengguna atau pemilik tertentu”. Nilai dalam pertukaran (lihat SPI 101 butir 1.2) merupakan nilai yang diakui oleh suatu pasar dimana petukaran kepemilikan aset diperkirakan benar-benar terjadi. Pengertian Nilai Pasar yang sesuai untuk laporan keuangan didasarkan pada prinsip nilai dalam pertukaran (Value in Exchange), dan bukan Nilai dalam Penggunaan (Value in Use). Merupakan suatu kebetulan jika Nilai dalam Penggunaan suatu aset sama dengan Nilai Pasarnya. Nilai dalam Penggunaan suatu aset cenderung lebih tinggi dari Nilai Pasar jika perusahaan mampu beroperasi secara lebih efektif dan efisiendan menguntungkan dibandingkan dengan tipikal perusahaan sejenis. Sebaliknya, Nilai dalam penggunaan dapat lebih rendah dari Nilai Pasar apabila perusahaan tidak menggunakan suatu aset sesuai dengan kapasitas dan efisiensi maksimumnya.d Nilai dalam Penggunaan dapat juga menjadi lebih tinggi dari Nilai Pasar apabila perusahaan memiliki hak-hak produksi, kontrak-kontrak, hak-hak paten dan lisensi-lisensi, keahlian tertentu, goodwill khusus serta aset tak berwujud lainnya yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Konsep Nilai Investasi mengkaitkan properti khusus dengan investor khusus, kelompok investor, atau badan usaha dengan kriteria-kriteria dan tujuan-tujuan investasi yang teridentifikasi. Nilai Investasi suatu aset dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari Nilai Pasar aset. Istilah Nilai Investasi hendaknya jangan dirancukan dengan Nilai Pasar properti investasi. Perbedaan antara Nilai



98



6.5



6.6



6.7



Investasi dari suatu aset dan Nilai Pasar memberi motivasi bagi pembeli atau penjual untuk memasuki pasar. Nilai Khusus mungkin terdapat pada suatu aset dikarenakan lokasi yang unilk, situasi temporer dibawah kondisi pasar yang luar biasa, atau pembayaran lebih tinggi oleh seorang pembeli yang mempunyai kepentingan tertentu (lihat butir 3.6). Unsur Nilai Khusus dapat dilaporkan secara terpisah dari Nilai Pasar yang ditetapkan sesuai dengan SPI ini. Nilai Khusus seharusnya tidak disatukan ke dalam pernyataan Nilai Pasar, karena hal ini dapat diartikan bahwa unsur penambahan nilai tersebut bukan merupakan suatu hal yang khusus. a) Nilai Khusus dapat muncul bila aset memiliki atribut yang membuatnya lebih menarik bagi pembeli tertentu dibandingkan dengan pembeli lain di pasar. Atribut ini dapat mencakup fisik, fungsi, geografis, karakteristik ekonomi atau hukum dari suatu aset, seperti properti yang bersambungan. b) Nilai Pasar mengabaikan semua elemen dari Nilai Khusus, karena pada tanggal penilaian diasumsikan adanya pembeli yang berminat dan bukan adanya pembeli tertentu yang berminat. c) Nilai Investasi merupakan salah satu bentuk dari Nilai Khusus, dikarenakan terdapat unsur khusus yang menjadi pertimbangan investasi yang berlaku khusus bagi investor tertentu yang berbeda dengan pasar. Nilai Likuidasi sebagaimana dimaksud dlam butir 3.5 huruf a) seharusnya mempertimbangkan biaya-biaya yang dibutuhkan untuk mengkondisikan suatu aset menjadi dapat dijual (saleable condition) dan biaya-biaya terkait aktivitas pelepasan aset. Nilai Likuidasi dapat ditentukan dengan dua premis nilai yang berbeda: a) Transaksi yang teratur (orderly) dengan periode pemasaran yang tipikal, atau b) Transaksi yang dipaksakan (forced transaction) dengan periode pemasaran yang singkat. Penilai harus menentukan premis nilai yang diasumsikan. Nilai Likuidasi dalam penilaian aset tetap (butir 3.5 huruf b) sering digunakan dalam situasi penjual berada di bawah paksaan untuk menjual atau penjualan paksa (forced sale) sehingga akibatnya waktu pemasaran yang wajar tidak terpenuhi. Harga yang bisa diperoleh dalam keadaan ini akan tergantung dari sifat tekanan pada penjual dan alasan penyebab waktu pemasaran yang layaktidak dapat dilakukan. Hal ini juga mencerminkan konsekuensi penjual yang tidak dapat menjual dalam jangka waktu yang layak. Harga yang diperoleh dalam penjualan paksa tidak dapat diperkirakan secara realistis, kecuali sifat dan alasan atas keterpaksaan dari penjual dapat diketahui. Harga yang akan diterima penjual dalam penjualan paksa mencerminkan keadaan khusus, bukan seperti penjual yang berminat menjual secara hipotesis yang memenuhi definisi Nilai Pasar. Harga yang diperoleh dalam penjualan paksa hanya memiliki keterkaitan secara kebetulan saja dengan Nilai Pasar atau Dasar Nilai lainnya. “Penjualan Paksa” adalah deskripsi dari situasi dimana pertukaran terjadi, dan tidak merupakan Dasar Nilai. 99



6.8



6.9



6.10



6.11



a) Jika diperlukan indikasi harga berdasar kondisi penjualan paksa, maka perlu diidentifikasi dengan jelas keterpaksaan dari penjual, termasuk konsekuensi gagal menjual dalam periode tertentu dengan membuat asumsi yang sesuai. Jika keadaan ini tidak diperoleh pada tanggal penilaian, maka harus diidentifikasikan dengan jelas sebagai asumsi khusus. b) Penjualan di pasar yang tidak aktif atau kondisi pasar yang sedang menurun tidak langsung disebut “penjualan paksa” karena penjual mungkin berharap harga akan lebih baik jika kondisi membaik. Kecuali bila penjual terpaksa menjual dalam jangka waktu yang tidak memenuhi periode pemasaran yang layak, maka penjual merupakan penjual yang berminat menjual dan memenuhi definisi Nilai Pasar (lihat SPI 101 butir 3.2 huruf e). Oleh karena itu Nilai Likuidasi tidak mudah diperkirakan oleh seorang Penilai karena sifat dan luasnya asumsi yang bersifat subyektif dan tanpa dasar dalam merumuskan opini semacam itu, sehingga Penilai harus menggunakan Indikasi Nilai Likuidasi (lihat butir 3.5 huruf b). Pengertian Dasar Nilai Likuidasi untuk Penggunaan Kembali sama dengan Nilai Likuidasi (Nilai Jual Paksa), tetapi dalam Nilai Likuidasi untuk Penggunaan Kembali penilaian dilakukan dengan asumsi properti/fasilitas yang ada secara utuh akan diteruskan kembali sesuai dengan penggunaannya semula. Konsep Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada meninggalkan asumsi Nilai Pasar mengenai penggunaan tertinggi dan terbaik. Kegunaan yang utama dari penilaian adalah pada saat penilai menentukan nilai dari aset yang merupakan bagian dari usaha yang berkelanjutan. Oleh karena itu adalah tidak berdasar untuk menggunakan nilai pasar yang menggambarkan penggunaan selain dari untuk usaha yang berkelanjutan. Nilai Penggantian Wajar diartikan sama dengan Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam UU No.2 Tahun 2012. a) Penilaian untuk keperluan ganti kerugian meliputi : 1. Ganti kerugian fisik (material) tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. 2. Ganti kerugian non fisik (immaterial) meliputi antara lain penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari pemilik tanah yang akan diberikan dalam bentuk uang (premium) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kerugian lainnya yang dapat dihitung meliputi biaya transaksi, bunga (kompensasi masa tunggu), kerugian sisa tanah, dan kerusakan fisik lainnya (bila ada). Nilai Realisasi Bersih dapat dianggap lebih realistis jika dibandingkan dengan Nilai Pasar dalam hal Pemberi Tugas bermaksud untuk melepaskan suatu aset. Penilai harus tanggap bahwa biaya-biaya tidak termasuk kewajiban pajak yang mungkin timbul dalam pelepasan aset selain dari biaya meterai atau kewajiban lainnya yang dibebankan dalam dokumentasi pengalihan hak. Jika pajak akan dibebankan, penggunaan istilah “nilai realisasi bersih setelah pajak” harus digunakan dan besarnya pajak serta asumsi-asumsi yang digunakan dalam perhitungan harus dinyatakan secara jelas. Penilai disarankan untuk 100



6.12



6.13



6.14



6.15 6.16



berkomunikasi dengan bagian keuangan dan konsultan pajak dari Pemberi Tugas dalam penentuan nilai setelah pajak. a) Pada beberapa kasus penjualan suatu aset, asumsi Nilai Pasar bahwa tempat pertukaran kontrak dan penyelesaiannya terjadi secara simultan pada tanggal penilaian mungkin tidak tepat. Dalam kasus seperti iniadalah tepat menggunakan istilah “estimasi Nilai Realisasi Bersih” dengan secara berhati-hati memberikan asumsi waktu pelepasan aset dan menyatakan secara jelas bahwa ini tidak menyimpang dari definisi Nilai Pasar. Bila waktu yang akan datang tidak memberikan jangka waktu yang cukup untuk pemasaran, “estimasi Nilai Realisasi Bersih Terbatas” seharusnya digunakan. Nilai Realisasi Bersih untuk Penggunaan yang Ada sebagai Kesatuan Operasional sering diperlukan untuk properti seperti gedung bioskop dan hotel tempat properti tersebut biasanya dijual sebagai perusahaan yang beroperasi. Oleh karena itu adalah tidak berdasar untuk menggunakan asumsi Nilai Pasar berdasarkan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik. Nilai sudah termasuk biaya penjualan, tetapi tidak memperhitungkan pajak penjualan selain dari bea meterai dan bea lainnya dalam dokumentasi pengalihan. a) Sering kali, dalam hal penilaian diperlukan oleh pemberi pinjaman, Pemberi Tugas membatasi asumsi yang biasa digunakan dalam penentuan Nilai Pasar. Aturan yang umum adalah pembatasan ini secara jelas dispesifikasikan dan, jika sesuai, dibandingkan dengan asumsi Nilai Pasar. b) Waktu yang biasanya dibutuhkan untuk penjualan bervariasi bergantung pada sifat properti dan kondisi pasar pada tanggal penilaian. Dalam beberapa kejadian, opini Nilai Realisasi Bersih Terbatas dibutuhkan oleh pemberi pinjaman untuk melaksanakan penilaian properti yang mengasumsikan jangka waktu tertentu untuk pelepasan properti dan penyesuaian yang dilakukan untuk biaya penjualan. Jika jangka waktu kurang dari yang diasumsikan dalam definisi Nilai Pasar, istilah “Nilai Realisasi Bersih Terbatas” harus digunakan. Laporan harus menyatakan jangka waktu dan jangka waktu normal yang biasanya dibutuhkan. Jangka waktu ini akan bervariasi bergantung pada sifat properti dan kondisi pasar pada tanggal penilaian. Nilai Sekrap merupakan nilai dari suatu properti (tidak termasuk tanah) yang sudah tidak mempunyai nilai ekonomis lagi, dalam arti keseluruhan ataupun merupakan bagian-bagian/materialnya, dan umumnya properti berupa mesin dan peralatan akan dijual berdasarkan berat dan akan dilebur kembali. Istilah Nilai Sewa dibedakan dari “Nilai Sewa Pasar” berdasarkan kenyataan bahwa istilah sewa ini berbeda dengan istilah sewa pasar. Nilai Sisa (lihat butir 3.15) biasanya merupakan pernyataan mengenai harga properti saat ini, selain dari tanah, yang telah mencapai akhir dari harapan masa manfaat sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula. Konsep Nilai Sisa mengartikan bahwa aset dinilai atas Dasar Nilai sisa dan bukan untuk tujuannya semula. Dalam konteks ini, Nilai Sisa juga juga dikenal dalam terminologi 101



6.17



6.18



6.19



6.20



6.21



6.22



6.23



akuntansi sebagai jumlah realisasi bersih dari suatu aset yang telah habis masa manfaatnya. Nilai Sisa tidak selalu berarti bahwa suatu aset tidak memiliki lagi masa manfaat atau kegunaan lebih lanjut. Properti yang telah dinyatakan usang pada akhir sisa manfaat dapat dibangun kembali, diubah untuk suatu penggunaan yang sama atau berbeda, atau dapat digunakan sebagai suku cadang bagi properti-properti lain yang masih berjalan. Secara ekstrim nilai sisa dapat mewakili gambaran mengenai nilai rongsokan, atau nilai untuk daur ulang. Nilai Wajar adalah istilah yang digunakan di dalam akuntansi, yang penting untuk dibedakan dengan Nilai Pasar. Meskipun Nilai Wajar dan Nilai Pasar dapat memiliki besaran yang sama di dalam kondisi tertentu, kedua nilai ini memiliki definisi yang berbeda. Sebagai contoh, estimasi Nilai Wajar mungkin tidak memenuhi persyaratan Nilai Pasar mengenai adanya pasar bagi properti maupun kondisi transaksi. Nilai Wajar merupakan konsep yang lebih luas dari Nilai Pasar. Meskipun dalam banyak kasus harga yang wajar antara dua pihak akan sama dengan yang diperoleh di pasar, akan tetapi terdapat kasus dimana penilaian dengan Nilai Wajar akan mempertimbangkan berbagai hal yang diabaikan dalam penilaian dengan Nilai Pasar, seperti pada Nilai Khusus yang timbul karena adanya kombinasi kepentingan. Nilai Ekuitabel membutuhkan kajian dari harga yang wajar diantara dua pihak tertentu dan teridentifikasi dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh masing-masing pihak dari transaksi. Sebaliknya, Nilai Pasar umumnya mensyaratkan diabaikannya keuntungan dan kerugian yang tidak akan tersedia atau dinikmati oleh pelaku pasar. Penggunaan dari Nilai Ekuitabel termasuk : a) Penentuan harga yang wajar untuk pemegang saham dari perusahaan tertutup, dimana kepemilikan saham dari dua pihak tertentu dapat berarti bahwa harga yang wajar diantara mereka adalah berbeda dengan harga yang akan terjadi di pasar, dan b) Penentuan harga yang wajar diantara pemilik sewa dan penyewa baik untuk transfer permanen dari aset yang disewakan atau untuk pembatalan dari kewajiban sewa. Penggunaan Nilai Wajar Khusus Nilai Wajar Khusus berlaku secara khusus untuk situasi adanya pihak yang berbeda pendapat (dissenting party) serta diperlakukan tidak adil atau dalam konteks yudisial, dimana dibutuhkan opini nilai yang wajar bagi pihak yang berbeda pendapat dengan mempertimbangkan kelebihan atau kerugian yang akan diperoleh dari transaksi. Properti dapat dinilai atas dasar selain dari Nilai Pasar, atau dapat berpindah tangan dengan harga yang tidak mencerminkan Nilai Pasar sebagaimana dijelaskan. Dasar alternatif tersebut bisa mencerminkan perspektif non-pasar dan tidak lazim. Sebagai contoh adalah Nilai dalam Penggunaan, Nilai Investasi, Nilai Khusus, dan Nilai Sinergis (lihat butir 3). 102



6.24



6.25



6.26



Premis Nilai (Asumsi penggunaan) menjelaskan situasi bagaimana aset atau kewajiban digunakan. Berbagai dasar nilai akan membutuhkan Premis Nilai tertentu atau membolehkan pertimbangan dari beberapa Premis Nilai. Beberapa Premis Nilai yang banyak dijumpai adalah : a) Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) b) Penggunaan saat ini (Eksisting) c) Likuidasi secara teratur, dan d) Jual Paksa Premis Nilai – Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) a) HBU adalah penggunaan yang dari perspektif pelaku pasar akan menghasilkan nilai tertinggi dari aset. Meskipun konsep ini terutama diterapkan pada aset non keuangan karena umumnya aset keuangan tidak memiliki penggunaan alternatif, terdapat situasi dimana HBU dari aset keuangan perlu dipertimbangkan. b) HBU harus secara fisik dimungkinkan (jika sesuai), secara hukum diijinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi. Apabila berbeda dengan penggunaan saat ini, biaya untuk mengkonversi aset menjadi HBU nya akan berpengaruh terhadap nilai. c) HBU aset dapat berupa penggunaan saat ini atau penggunaan yang ada apabila digunakan secara optimal. Namun demikian, HBU dapat berbeda dari penggunaan saat ini atau bahkan menjadi likuidasi secara teratur. d) HBU aset yang dinilai dengan dasar berdiri sendiri (stand alone) mungkin berbeda dari HBU sebagai bagian dari sekelompok aset, ketika kontribusinya kepada nilai dari sekelompok aset tersebut dipertimbangkan. e) Penentuan HBU melibatkan pertimbangan berikut : 1. Untuk menentukan apakah suatu penggunaan secara fisik dimungkinkan, penilai harus mempertimbangkan penggunaan yang dianggap paling wajar oleh pelaku pasar. 2. Untuk mencerminkan persyaratan yang secara hukum diijinkan, setiap restriksi legal mengenai penggunaan aset, misalnya peraturan tata kota/peruntukkan harus dipertimbangkan penilai termasuk kemungkinan perubahan restriksi tersebut. 3. Persyaratan bahwa penggunaan secara finansial layak mempertimbangkan apakah penggunaan alternatif yang secara fisik dimungkinkan dan secara hukum diijinkan akan menghasilkan pengembalian yang memadai bagi pelaku pasar tipikal, setelah memperhitungkan biaya konversi akan melebihi tingkat pengembalian dari penggunaan yang ada. Premis Nilai – Penggunaan saat ini (Eksisting) Adalah cara saat ini dimana aset, kewajiban atau sekelompok aset dan/atau kewajiban digunakan. Penggunaan saat ini mungkin, tapi tidak selalu, merupakan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik.



103



6.27



6.28



6.29



Premis Nilai – Likuidasi Teratur Menjelaskan nilai dari sekelompok aset yang dapat direalisasikan dalam penjualan likuidasi, dalam periode waktu yang wajar untuk mendapatkan pembeli (atau beberapa pembeli), dimana penjual terpaksa untuk menjual secara apa adanya (as-is, where-is basis) Periode waktu yang wajar untuk mendapatkan pembeli (atau beberapa pembeli) dapat bervariasi tergantung kepada jenis aset dan kondisi pasar. Premis Nilai – Jual Paksa a) Istilah Jual Paksa sering digunakan dalam situasi dimana penjual terpaksa untuk menjual dan sebagai konsekuensinya, periode pemasaran yang layak tidak dimungkinkan dan pembeli tidak dapat melaksanakan uji tuntas yang seharusnya (lihat penjelasan pada butir 6.7) b) Suatu transaksi Jual Paksa umumnya merefleksikan harga yang paling dimungkinkan diperoleh dari suatu properti dibawah kondisi berikut : 1. Pelaksanaan penjualan dalam periode waktu yang singkat. 2. Aset tergantung kepada kondisi pasar yang terjadi pada tanggal penilaian atau asumsi jangka waktu dimana transaksi akan dilaksanakan. 3. Baik penjual maupun pembeli, masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya dan kehati-hatian. 4. Penjual dalam keadaan terpaksa menjual. 5. Pembeli umumnya termotivasi untuk membeli. 6. Kedua belah pihak bertindak untuk kepentingan terbaik mereka. 7. Usaha pemasaran yang normal tidak dimungkinkan karena waktu eksposur yang singkat. 8. Pembayaran dilakukan secara tunai. c) Ketika transaksi jual paksa yang dapat dikonfirmasi umumnya akan dikecualikan dari pertimbangan dalam penilaian dengan Dasar Nilai Pasar, adalah sulit untuk memverifikasi bahwa transaksi bebas ikatan di pasar adalah suatu transaksi jual paksa. Faktor Spesifik Entitas a) Faktor spesifik yang dimiliki oleh pembeli atau penjual tertentu, tidak boleh digunakan sebagai input data dalam penilaian berbasis pasar. Contoh faktor spesifik tertentu diatas, sebagai berikut : 1. Tambahan nilai yang berasal dari penerbitan portofolio aset sejenis; 2. Sinergi yang unik antara aset dan aset lainnya yang dimiliki oleh entitas; 3. Hak legalitas atau pembatasan; 4. Manfaat pajak atau beban pajak; 5. Kemampuan untuk mengeksploitasi aset yang unik untuk entitas tersebut. b) Untuk menentukan faktor-faktor diatas spesifik atau tidak pada entitas, ditentukan kasus per kasus. Misalnya, suatu aset yag secara normal tidak dapat ditransaksikan tersendiri, karena merupakan bagian dari suatu 104



6.30



6.31



7.0



kelompok aset dimana sinergi dari aset-aset tersebut akan dimiliki oleh pelaku pasar bila dipindahkan secara kelompok. c) Jika rencana penilaian adalah untuk menentukan nilai bagi pemilik spesifik (Dasar Nilai selain Nilai Pasar, Nilai Investasi), faktor spesifik entitas akan tercermin dalam penilaian aset. Contoh: kondisi dimana nilai bagi pemilik spesifik diperlukan, seperti mendukung keputusan investasi dan mengkaji kinerja suatu aset. Sinergi a) Sinergi merujuk kepada manfaat yang terkait dengan kombinasi aset. Ketika sinergi terjadi, nilai dari sekelompk aset dan kewajiban adalah lebih besar dari jumlah nilai dari aset dan kewajiban adalah lebih besar dari jumlah nilai dari aset dan kewajiban individual pada saat berdiri sendiri (stand alone basis). Sinergi umumnya terkait dengan pengurangan biaya, dan/atau penambahan pendapatan, dan/atau pengurangan resiko. b) Apakah sinergi seharusnya dipertimbangkan dalam penilaian akan tergantung kepada Dasar Nilai. Untuk sebagian besar Dasar Nilai hanya sinergi yang tersedia untuk pelaku pasar lainnya yang umumnya akan dipertimbangkan (lihat Faktor Spesifik Entitas). c) Pengkajian apakah sinergi akan tersedia untuk pelaku pasar lainnya mungkin didasarkan kepada jumlah sinergi daripada cara tertentu untuk mencapai sinergi tersebut. Biaya Transaksi a) Dasar Nilai pada umumnya menggambarkan estimasi harga pertukaran dari aset tanpa memperhitungkan biaya penjualan dari penjual atau biaya pembelian dari pembeli dan tanpa penyesuaian untuk pajak yang harus dibayarkan oleh masing-masing pihak sebagai akibat langsung dari transaksi.



Syarat Pengungkapan 7.1



7.2



7.3



Laporan Penilaian tidak boleh menyesatkann. Standar pelaporan tertentu dapat saja berbeda-beda, tetapi merupakan tanggung jawab Penilai untuk memasukkan dalam laporan paling sedikit hal-hal yang tercantum dalam butir 5.0 diatas. Untuk penilaian bukan berdasarkan Nilai Pasar, tujuan dan penggunaan penilaian hendaknya dilaporkan secara jelas, dan diungkapkan lengkap termasuk pernyataan mengenai Dasar Nilai, kemungkinan penerapan serta keterbatasannya. Setiap laporan penilaian atas dasar selain Nilai Pasar harus mencantumkan Pernyataan mengenai kondisi dan syarat pembatas atau pernyataan lain yang sejenis. Walaupun terdapat ketentuan ini, Penilai tidak diperbolehkan menggunakan pernyataan mengenai kondisi dan syarat pembatas untuk membenarkan penyimpangan dari SPI ini. Dalam melaksanakan suatu penilaian atas dasar selain Nilai Pasar, Penilai tidak diperbolehkan membuat asumsi yang tidak wajar dilihat dari fakta yang dapat 105



7.4



7.5 7.6



7.7



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1



9.0



dipastikan terjadi pada tanggal efektif penilaian. Seluruh asumsi harus diungkapkan dalam setiap laporan. Setiap laporan penilaian atas dasar selain dari Nilai Pasar harus sesuai dengan pedoman sebagaimana yang ditetapkan dalam SPI ini. Perbedaan definisi harus dijelaskan antara Nilai Pasar dan jenis nilai lainnya yang digunakan. Setiap laporan penilaian atas dasar selain dari Nilai Pasar harus menyertakan Pernyataan Penilai bahwa telah dilakukan sesuai dengan SPI. Jika suatu penilaian dibuat oleh seorang Penilai internal, misalnya Penilai yang dipekerjakan oleh perusahaan Yng memiliki aset, maupun perusahaan akuntansi yang bertanggung jawab untuk membuat catatan dan atau laporan keuangan perusahaan, harus ada perngungkapan khusus dalam laporan penilaian tentang status Penilai dan hubungannya dengan Pemberi Tugas. Laporan lainnya harus konsisten dengan SPI ini.



Jika seorang Penilai diminta untuk melaksanakan suatu tugas dari SPI ini, Penilai dapat menerima dan melaksanakan jasa penilaian tersebut dengan syarat : a) Penilai menentukan bahwa tugas tersebut tidak cenderung akan menyesatkan perusahaan, para pengguna laporan atau jasa penilaian, atau masyarakat umum; b) Penilai memberitahukan kepada Pemberi Tugas bahwa tugas tersebut menggunakan asumsi khusus atau pengecualian dari SPI ini yang harus diungkapkan lengkap dalam laporan dan atau pernyataan kepada Pihak Ketiga yang dibuat oleh Penilai sebagai hasil dari penugasan yang dilaksanakan; c) Penilai perlu mencantumkan suatu kondisi di dalam syarat (kontrak) penugasan Penilai bahwa asumsi khusus atau penyimpangan diungkapkan dalam setiap dokumen yang dipublikasikan yang merujuk pada opini Penilai.



Kutipan dan Tanggal Berlaku 9.1 9.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 102 – Dasar Nilai Selain Nilai Pasar SPI 102 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Februari 2019.



106



Standar Penilaian Indonesia 103 (SPI 103) Lingkup Penugasan Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



1.3



1.4



1.5



1.6



2.0



Dalam pengembangan praktek penilian, adalah menjadi tanggung jawab Penilai untuk mendefinisikan permasalahan tugas yang akan dilaksanakan, menentukan dasar penugasan seusai permasalahan yang telah didefinisikan dan selanjutnya ditindaklanjuti dengan proses Implementasi dalam bentuk Investasi dan penerapan pendekatan secara keseluruhan, sehingga penilaian dimaksud akan memberikan hasil yang dapat diyakini dan dipercaya. Untuk memenuhi kebutuhan Pemberi Tugas dan meminimalkan kemungkinan terjadimya kesalahpahaman dan perselisihan, maka penting bagi Penilai untuk berusaha menetapkan, memahami, dan menyetujui kebutuhan dan persyaratan Pemberi Tugas. Lingkup Penugasan (Scope of Work) menetapkan tujuan penilaian yang disepakati, tingkat kedalaman Investasi, prosedur yang akan digunakan, asumsi yang akan dibuat dan batasan penggunaannya. Lingkup Penugasan dapat dilihat sebagai bagian yang tak terpisah dari proses Implementasi dan Pelaporan Penilaian yang diatur oleh SPI, agar dapat menghasilkan penilaian yang dapat dipercaya (credible). Lingkup Penugasan harus tertuang pada penunjukan penugasan atau perjanjian kerja dan mendapatkan persetujuan tertulis bahwa hal ini akan berlaku antara Pemberi Tugas dan Penilai. Penyusunan Lingkup Penugasan memungkinkan Penilai untuk meyakinkan dirinya dapat memenuhi kebutuhan dan persyaratan Pemberi Tugas, di lain pihak Pemberi Tugas serta penasihat profesionalnya mengetahui sebelumnya hal-hal yang diharapkan dapat diterima dari seorang Penilai dan batasan tanggug jawab Penilai tersebut.



Ruang Lingkup 2.1 Lingkup Penugasan mengatur hal-hal yang prinsip dalam kesepakatan pemberian jasa oleh Penilai kepada Pemberi Tugas. Pengaturan itu meliputi, persyaratan minimum yang harus dilaksanakan Penilai. Dasar kesepakatan yang diatur tersebut merupakan bagian dari proses penilaian yang berlaku secara umum dalam praktek penilaian. 2.2 SPI ini berlaku untuk semua Penilaian yang tercakup dalam SPI, termasuk: a) Penugasan penilaian yang diperuntukan untuk kepentingan sendiri (penilaian internal); b) Penugasan penilaian yang diperuntukan untuk kepentingan Pemberi Tugas dari pihak lain (penilaian untuk kepentingan eksternal); 107



c) Penugasan Kaji Ulang Penilaian (valuation review) dimana Pemberi Tugas membutuhkan Penilai lain untuk melakukan Kaji Ulang.



3.0



Definisi 3.1



3.2 3.3



3.4



3.5



4.0



Lingkup Penugasan, merupakan dasar dalam pengaturan kesepakatan penugasan penilaian, tingkat kedalaman Investigasi, penentuan asumsi dan batasan penilaian. Investigasi dalam konteks penilaian. Lihat definisi SPI 104 butir 3.2. Pemberi Tugas merujuk kepada seorang, kelompok, atau suatu entitas yang penugasan penilaiannya dilakukan, dimana dapat melibatkan penugasan dari pihak eksternal (seperti penugasan dari pihak ketiga) serta penugasan dari pihak internal (seperti penugasan yang dilakukan sebagai pegawai/tim pelaksana). Pengguna Laporan merujuk kepada seorang, kelompok, atau suatu entitas sebagai pengguna hasil penilaian yang didasarkan dari hasilkan perikatan penugasan antara Penilai dan Pemberi Tugas. Beberapa pengertian atau istilah yang didefinisikan: a) Harus; penggunaan kata “harus” menunjukan keadaan mandatory (wajib) bagi Peniali untuk dilaksanakan sebagai bagian dari prosedur dalam pemenuhan SPI. b) Wajib; penggunaan kata “wajib” berhubungan untuk mematuhi Peraturan dan Perundang-undungan yang berlaku. c) Perlu; penggunaan kata “perlu” menunjukan suatu penekanan kepada yang sepatutnya dilakukan dalam suatu kegiatan penilaian sehingga dapat memenuhi unsur prosedur yang diharapkan. d) Memastikan; peggunaan kata “memerlukan” menunjukan suatu keadaan yang perlu diyakini Penilai sebelum melakukan tindakan lebih lanjut. e) Seharusnya; penggunaan kata “seharusnya” adalah penekanan kepada sesuatu untuk dilaksanakannya, semestinya dilaksanakan. f) Dapat; ppenggunaan “dapat” menunjukan pilihan yang bisa dilaksanankan bisa juga tidak, meskipun penekanannya agar dilaksanakan.



Hubungan Dengan Standar Akuntansi SPI ini memberikan pedoman mengenai syarat-syarat Lingkup Penugasan yang harus dirumuskan oleh Penilai dan disetujui oleh Pemberi Tugas, dan berlaku juga dalam penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan terkait dengan akuntansi Nilai Wajar yang merujuk kepada standar akuntasi yang berlaku.



5.0



Pernyataan Standar 5.1



Penilai harus berusaha mengetahui dan merumuskan tujuan penilaian dari Pemberi Tugas sehingga Penilai dapat mengetahui dan selanjutnya dapat menentukan Dasar Nilai yang dianggap sesuai. Apabila Pemberi Tugas menolak untuk mengungkapkan tujuannya, Penilai harus berusaha 108



5.2



5.3



menetapkan tujuan penilaian dan mendapatkan persetujuan tertulis dari Pemberi Tugas. Apabila persetujuan tersebut tidak diberikan, Penilai seharusnya menolak penugasan dimaksud. Lingkup Penugasan harus tertuang dalam atau dibuktikan oleh dokumen penawaran (proposal) dan/atau perjanjian kerja (kontrak penugasan) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak (Penilai dan Pemberi Tugas), sebelum mengeluarkan laporan penilaian. Meskipun Lingkup Penugasan diharuskan ada sebelum laporan penilaian diterbitkan, namun diharapkan Lingkup Penugasan yang disepakati dengan Pemberi Tugas telah ada sebelum penilaian dilaksanakan. Bila terdapat hal-hal yang diatur kurang jelas, maka Penilai masih dapat mengkomunikasikan permasalahan tersebut dengan Pemberi Tugas. Persyaratan dari Lingkup Penugasan a) Persyaratan minimum dari Lingkup Penugasan meliputi: 1. Identifikasi status Penilai; Sebuah pernyataan yang menyatakan apakah: a. Identitas Penilai sebagai individu atau instansi/Kantor Jasa Penilai Publik. b. Penilai dalam posisi untuk memberikan penilaian obyektif dan tidak memihak; c. Penilai tidak mempunyai atau mempunyai potensi benturan kepentingan dengan subyek dan atau obyek penilaian; d. Penilai memiliki kompetensi untuk melakukan penilaian. Jika Penilai memerlukaan bantuan tenaga ahli dalam kaitannya dengan aspek penugasan, maka sifat bantuan dan sejauh mana pekerjaan dilakukan akan disepakati dan diungkapkan dalam Lingkup Penugasan 2. Identifikasi Pemberi Tugas Konfirmasi kepada siapa penilaian ditujukan adalah penting dalam menentukan format dan isi laporan penilaian, agar dapat memastikan bahwa laporan berisi informasi yang relevan dengan kebutuhan mereka. 3. Identifikasi Pengguna Laporan; Perlu dibedakan apakah Pemberi Tugas sebagai Pengguna Laporan atau bukan. Dalam hal Pengguna Laporan berbeda dengan Pemberi Tugas, maka perlu diidentifikasi. 4. Identifikasi objek penilaian dan kepemilikan; Objek penilaian meliputi aset atau liabilit antara lain, real properti, personal properti, bisnis, dan hak kepemilikan finansial. Klarifikasi mungkin diperlukan untuk membedakan antara objek penilaian dan kepentingan atau hak untuk menggunakan objek penilaian tersebut. Jika penilaian dari objek penilaian yang digunakan dalam hubungannya dengan aset lainnya, maka diperlukan klarifikasi apakah objek penilaian atau bagian lain dari objek penilaian tersebut termasuk atau tidak termasuk dalam Penilaian. 109



Penilai harus mendapatkan informasi secara jelas dari Pemberi Tugas mengenai objek penilaian yang akan dinilai. Pengungkapan bentuk kepemilikan atas objek penilaian dapat meliputi bentuk kepemilikan tunggal, kemitraan, atau hak kepemilikan parsial. 5. Jenis mata uang yang digunakan; Hasil penilaian dinyatakan dalam mata uang rupiah. Dalam hal terdapat alasan yang relevan sehingga perlu digunakan mata uang selain rupiah, maka mata uang rupiah harus tetap dinyatakan. 6. Maksud dan tujuan penilaian; Maksud dan tujuan penilaian yang akan dibuat harus dinyatakan secara jelas. Misalnya penilaian diperlukan untuk transaksi jual beli, penjaminan utang, pelaporan keuangan, kepentingan pengalihan saham atau penerbitan saham. Tujuan penilaian akan menentukan Dasar Nilai (lihat Lampiran SPI 103). 7. Dasar Nilai Dasar Nilai harus memenuhi dan sesuai dengan tujuan penilaian. Sumber dan definisi atas Dasar Nilai yang digunakan harus dikutip dari SPI. Dasar Nilai tidak diperlukan sebagai persyaratan Kaji Ulang Penilaian, dimana opini nilai tidak dibutuhkan dan Penilai Kaji Ulang Penilaian tidak perlu memberikan komentar atas kesimpulan nilai yang dihasilkan. 8. Tanggal penilaian; Tanggal Penilaian diartikan dalam SPI sebagai tanggal pada saat nilai dinyatakan dan diberlakukan. Tanggal ini berbeda dengan tanggal laporan penilaian yang akan diterbitkan atau tanggal inspeksi lapangan akan dilakukan atau diselesaikan. 9. Tingkat kedalaman Investigasi; Adanya batas atau pembatasan dalam melakukan inspeksi, penelahaan dan analisis untuk suatu tujuan penilaian harus dinyatakan di dalam Lingkup Penugasan. Jika informasi yang relevan tidak tersedia karena kondisi penugasan membatasi Investigasi, tetapi penugasan diterima, maka pembatasan dan setiap asumsi atau asumsi khusus yang diperlukan harus diungkapkan dalam Lingkup Penugasan. Dalam hal penentuan adanya batasan tingkat kedalaman Investigasi, termasuk diperlukannya inspeksi secara sampling sesuai dengan yang diatur pada SPI terkait inspeksi, harus diungkapkan dalam Lingkup Penugasan. Tingkat kedalaman Investigasi akan mempengaruhi jenis laporan penilaian yang hendak diterbitkan. 10. Sifat dan sumber informasi yang dapat diandalkan; Sifat dan sumber dari informasi yang relevan digunakan dalam proses penilaian dan tanpa verifikasi, harus disetujui oleh Pemberi Tugas dan dituliskan dalam Lingkup Penugasan. 110



Misalnya, informasi yang dipublikasi, data riset atau data yang diperoleh dari Pemerintah. 11. Asumsi dan asumsi khusus; Semua asumsi dan asumsi khusus yang dibuat dalam pelaksanaan dan pelaporan penilaian harus ditulis dalam Lingkup Penugasan. Asumsi adalah hal yang wajar untuk diterima sebagai fakta dalam konteks penugasan penilaian tanpa penyelidikan tertentu atau verifikasi. Hal tersebut, dinyatakan untuk dapat diterima dalam pemahaman penilaian. Asumsi khusus adalah asumsi yang berbeda dari fakta yang sebenarnya pada tanggal penilaian atau hal yang tidak akan dibuat oleh sebagian kecil pelaku pasar dalam suatu transaksi pada tanggal penilaian. Asumsi khusus sering digunakan untuk menggambarkan efek dari suatu situasi yang akan mempengaruhi nilai. Contoh asumsi khusus meliputi: a. Suatu properti yang sedang dibangun dinyatakan telah selesai pada tanggal penilaian, b. Suatu kontrak spesifik pada tanggal penilaian belum diselesaikan, c. Instrumen keuangan dinilai menggunakan “yield curve” yang berbeda dengan yang digunakan oleh pelaku pasar. Asumsi dan asumsi khusus yang dibuat harus wajar dan relevan dengan memperhatikan tujuan dimana penilaian diperlukan. 12. Persyaratan atas persetujuan untuk publikasi; Harus dinyatakan secara jelas kepada Pemberi Tugas pada saat penugasan diterima, bahwa persetujuan Penilai harus didapatkan atas setiap publikasi terhadap keseluruhan atau sebagian dari laporan, atau referensi yang dipublikasikan, termasuk referensi mengenai laporan keuangan perusahaan, dan/atau laporan direksi/pimpinan perusahaan, dan/atau pernyataan atau kajian lainnya atau pernyataan/edaran apapun dari perusahaan. Lingkup Penugasan harus memuat persyaratan mengenai hal tersebut. 13. Konfirmasi bahwa penilaian dilakukan berdasarkan SPI; Selain konfirmasi sesuai dengan SPI diperlukan. Mungkin ada kondisi di mana tujuan penilaian dilakukan tidak sesuai dengan SPI misalnya: a. Objek penilaian yang berada di luar wilayah Indonesia, laporan penilaian digunakan untuk keperluan di wilayah Indonesia; b. Objek penilaian yang berada di wilayah Indonesia, laporan penilaian digunakan untuk keperluan di wilayah Indonesia; c. Bila SPI belum mengatur atas objek penilaian maka Penilai wajib mengikuti Standar Penilaian Internasional (International Valuation Standard/IVS) atau standar lainnya yang mengacu ke standar IVS atau standar/peraturan yang diatur tersendiri. 111



Kondisi tersebut harus diidentifikasi oleh Penilai dan Pemberi Tugas, dan dilakukan dengan benar. Suatu penilaian yang dilakukan tidak sesuai dengan SPI tidak dapat dibenarkan jika menghasilkan penilaian yang tidak kredibel (credible).



5.4



b) Laporan Penilaian Konfirmasi atas jenis, bentuk atau format laporan dan jumlah laporan yang akan disampaikan harus disepakati dengan Pemberi Tugas dan diungkapkan dalam persyaratan penugasan. Jenis dan isi laporan harus sesuai dengan pengaturan dalam SPI 105 – Pelaporan Penilaian. c) Batasan atau pengecualian atas tanggung jawab kepada pihak selain Pemberi Tugas; Penilai dapat mencantumkan klausul bahwa Penilai tidak memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga, selama tidak menyimpang dari peraturan dan hukum yang berlaku. d) Penilai harus mensyaratkan adanya pernyataan tertulis berupa surat representasi dari Pemberi Tugas mengenai kebenaran dan sifat informasi yang diberikan oleh Pemberi Tugas. e) Biaya jasa Penilaian atau dasar perhitungan yang akan dibayarkan dalam jasa penilaian diperhitungkan dengan merujuk kepada ketentuan yang diatur oleh Asosiasi Profesi Penilai. f) Dalam beberapa aspek dari Lingkup Penugasan dapat dicantumkan dalam dokumen seperti kontrak payung atau kesepakatan kesepahaman (MOU). Penilai perlu memastikan bahwa Lingkup Penugasan yang diatur harusnya konsisten dengan penugasan yang akan dilaksanakan. Penilaian Terbatas a) Penilai dapat diminta untuk melaksanakan Penilaian dari properti tanpa adanya kesempatan untuk melakukan proses Investigasi yang dianggap mencukupi, (lihat juga SPI tentang Inspeksi) termasuk dalam hal ini adalah desktop valuation dan atau tanpa cakupan dari informasi yang biasanya tersedia dalam pelaksanaan Penilaian untuk penggunaan resmi. Penilaian tersebut mungkin dibutuhkan hanya sebagai informasi manajemen dan mungkin dilanjutkan dengan dikeluarkannya penugasan untuk menjalankan Penilaian untuk penggunaan resmi. b) Pemberi Tugas mungkin meminta dilakukannya Penilaian Terbatas, termasuk dalam hal ini adalah ‘dektop valuation’ sejauh dalam pertimbangan Penilai keterbatasan tersebut adalah wajar dalam kaitannya dengan tujuan penilaian. Penilaian Terbatas dapat dilakukan oleh Penilai dalam kondisi tertentu, misalnya penilaian tidak akan dipublikasikan atau diungkapkan kepada pihak ketiga. c) Sebelum menerima penugasan tersebut, Penilai harus mengetahui kemungkinan publikasi atau pemberian laporan Penilaian kepada pihak ketiga. Dalam hal ini Penilai tidak diperbolehkan untuk memberikan opini nilai, kecuali: 1. Apabila Penilai sebelumnya telah menginspeksi objek penilaian yang dimaksud, 112



2. 3.



Telah terbiasa dengan karakteristik objek penilaian yang dinilai termasuk lokasinya, dan/atau Mendapatkan kesempatan untuk mengadakan inspeksi dan telah memiliki semua hasil pemeriksaan yang relevan dan dibutuhkan.



Dalam hal ketentuan pada 5.4 butir c) ini berlaku, Penilai dapat melaksanakan Penilaian terbatas (lihat juga SPI tentang Inspeksi).



5.5



d) Penilaian terbatas dapat dipublikasikan namun untuk menghindari kesalahan pengutipan atau kesalahpahaman, Penilai harus mensyaratkan kepada Pemberi Tugas secara jelas di dalam Lingkup Penugasan bahwa dibutuhkan penjelasan di dalam laporan Penilaian, mengenai asumsi yang telah dibuatnya, sumber informasi tersebut dan cakupan jika prosedur Penilaian telah dibatasi, dan juga menunjukkan bahwa hal ini telah dilaksanakan sesuai persetujuan dari Pemberi Tugas, serta maksud dan tujuan Penilaian. e) Pada situasi yang sangat khusus, Penilai dapat diminta oleh Pemberi Tugas untuk melakukan Penilaian terbatas dengan tujuan yang melibatkan publikasi, namun Penilai harus menggunakan kehati-hatiannya dalam menerima penugasan atas dasar ini. Penilai juga harus menyetujui secara tertulis kemungkinan kontrol yang paling ketat dan pembatasan dalam bentuk dan konteks dari publikasi dan hal ini harus melibatkan persyaratan untuk menyatakan dalam publikasi bahwa Penilaian adalah terbatas dan sebuah Penilaian yang tidak terbatas sangat mungkin untuk menghasilkan Penilaian yang sangat berbeda. f) Pada semua kondisi jika butir 5.4 pada SPI ini berlaku, Penilai diharuskan untuk menjelaskan kepada PEmberi Tugas mengenai sifat dari keterbatasan penilaian tersebut serta dicantumkan di Lingkup Penugasan dan menyatakan kondisi-konsidi berikut ini: 1. Bahwa Penilaian yang dihasilkannya benar-benar bergantung pada cukup dan akuratnya informasi yang diberikan dan atau asumsi yang dibuat. Penilai harus menyatakan bahwa apabila hal ini terbukti tidak benar atau tidak cukup, akurasi dari Penilaian dapat terpengaruh; 2. Pelaporan untuk Penilaian Terbatas tetap harus mengikuti persyaratan sesuai SPI 105, Pelaporan Penilaian. Penilaian Ulang (Re-Appraisal) a) Penilaian Ulang adalah penilaian dari suatu Properti yang sebelumnya dinilai oleh Penilai yang lainnya. Pemberi Tugas dapat meminta dilakukan penilaian secara berkala dalam periode tertentu, dimana inspeksi ulang di setiap penilaian mungkin tidak dibutuhkan. Apabila Penilai sebelumnya telah melaksanakan inspeksi terhadap properti dan Pemberi Tugas telah memberi konfirmasi secara tertulis bahwa tidak terdapat perubahan material terhadap properti maupun lingkungan sekitarnya, Penilai dapat melakukan Penilaian Ulang tanpa melakukan inspeksi ulang. b) Asumsi mengenai Penilaian Ulang tanpa melakukan inspeksi ulang ini harus dicantumkan di dalam Lingkup Penugasan dan laporan Penilaian. Penilai harus secara berhati-hati menerima penugasan tersebut 113



dengan mempertimbangkan jenis properti, kondisi pasar, persyaratan peraturan atau standar yang berlaku pada instansi pengguna dan lama waktu yang telah berjalan sejak diselenggarakannya Penilaian terakhir. c) Apabila karena waktu yang telah berjalan atau karena perubahan material, atau perubahan portofolio, atau karena alasan lainnya, adalah lazim dan tepat bagi Penilai untuk mengadakan Inspeksi ulang. Penilai harus menuangkan dengan tegas Penilaian ulang ini pada Lingkup Penugasan dan laporan Penilaian. d) Apabila suatu Penilaian ulang dilaksanakan, Penilai harus mendapatkan informasi tertulis dari Pemberi Tugas dalam hal terdapat perubahan informasi, data dan seluruh informasi material lainnya yang menyangkut perubahan atas obyek penilaian. e) Apabila terdapat perubahan material atau penambahan properti dalam portofolio dari yang sebelumnya dinilai, Penilai harus melaksanakan prosedur Penilaian yang seharusnya atas properti tersebut. 5.6



6.0



Persyaratan lain a) Penilai harus selalu berupaya untuk menjamin pemenuhan atas kewajibannya yang telah disepakati dalam Lingkup Penugasan. Adalah kewajiban Penilai untuk mematuhi KEPI dalam memenuhi tanggung jawab terhadap Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku. b) Lingkup Penugasan harus direvisi apabila terjadi perubahan dari lingkup penugasan awal pada saat pelaksanaan penilaian. Seperti adanya perubahan jenis, jumlah atau lokasi dari objek penilaian. Penilai perlu mencantumkan ketentuan revisi Lingkup Penugasan termasuk bila dibutuhkan adanya berita acara dalam pelaksanaan penugasan penilaian. Apabila perjanjian tidak memungkinkan untuk direvisi (dibuatkan amandemen atau sejenisnya) dalam waktu singkat, maka Penilai dapat melanjutkan pekerjaan setelah membuat berita acara tentang perubahan Lingkup Penugasan dan berita acara dimaksud harus mengikat dengan Lingkup Penugasan awal. Pengunduran diri sebagaimana yang diatur oleh KEPI harus merupakan opsi utama jika Penilai akan berpotensi melakukan penyimpangan yang signifikan dari SPI ini. c) Penilai harus memperhatikan ketentuan KEPI terkait adanya Penilai lain yang melakukan penilaian pada objek dan keperluan yang sama, sehingga hal itu perlu dicatatkan dalam Lingkup Penugasan.



Pembahasan Sebagai tindak lanjut dari Pernyataan Standar yang diatur dalam SPI ini, maka diperlukan petunjuk pelaksanaan sebagai bahan pembahasan yang lebih teknis. Petunjuk Teknis atau pedoman penilaian tersebut merupakan bagian dari dokumen yang terpisah dari standar ini.



114



7.0



Syarat Pengungkapan 7.1



7.2



7.3



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1



8.2 8.3



9.0



Persyaratan minimum dari Lingkup Penugasan harus diungkapkan secara tertulis dalam dokumen penugasan atau perjanjian pekerjaan diantara Penilai dan Pemberi Tugas yang memiliki wewenang dimana masing-maisng pihak harus mencantumkan tanda tangan sesuai ketentuan peraturan dan perundangan yang berlaku. Adanya penilaian terbatas atau penilaian ulang, sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur SPI ini, maka harus diungkapkan secara terulis dalam dokumen penugasan atau perjanjian pekerjaan diantara Penilai dan Pemberi Tugas. Setiap dokumen atau perjanjian tertulis yang dibuat di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib bagi Penilai menggunakan Bahasa Indonesia. Dalam hal untuk kepentingan lebih luas, secara bersamaan Penilai dapat menggunakan bahasa nasional negara lain sebagai bahasa dampingan. Jika terjadi multitafsir maka bahasa yang digunakan sebagai acuan bahasa Indonesia.



Tidak ada penyimpangan yang diperbolehkan kecuali dapat dibuktikan bahwa adanya keterbatasan dan/atau penyimpangan untuk menggunakan setiap persyaratan dalam Lingkup Penugasan sesuai SPI ini. Adanya keterbatasan dan/atau penyimpangan yang dapat dibenarkan harus diungkapkan dalam setiap penugasan Penilaian. Penyimpangan dapat berlaku untuk kegiatan penilaian sesuai untuk kebutuhan pengguna jasa berdasarkan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.



Kutipan Dan Tanggal Berlaku 9.1 9.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 103 – Lingkup Penugasan. SPI 103 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Februari 2019.



115



Lampiran SPI 103 Untuk melengkapi persyaratan dari Lingkup Penugasan didalam menentuan maksud dan tujuan penilaian, lihat tabel rujukan sebagai berikut:



Tujuan Penilaian No. Dasar Nilai A. Penilaian Real Properti dan Personal Properti 1. Penilaian untuk  Nilai Pasar kepentingan jual beli  Nilai Realisasi Bersih  Nilai Sekrap (khusus aset dalam keadaan sekrap)  Nilai Sisa 2. Penilaian untuk tujuan  Nilai Pasar Lelang atau kepentingan  Nilai jual beli dalam waktu Likuidasi* terbatas



untuk  Nilai Pasar Penjamin



Sumber Definisi    



SPI 101 – 3.1 SPI 203 – 3.12 SPI 102 – 3.13 SPI 102 – 3.15



 SPI 101 – 3.1  SPI 102 – 3.5  SPI 205



 SPI 101 – 3.1



3.



Penilaian kepentingan Utang



4.



Penilaian untuk  kepentingan Agunan yang diambil alih pada perbankan 



 SPI 102 – 3.10  SPI 102 – 3.11



5.



Penilaian kepentingan Akuntansi (SAK)



 SPI 102 – 3.17  SPI 102 – 3.2



Nilai Realisasi Bersih Nilai Realisasi Bersih Terbatas untuk  Nilai Wajar Standar  Nilai Dalam Keuangan Penggunaan



Keterangan  Dapat digunakan untuk semua real properti dan personal properti (berwujud)



 Dapat digunakan untuk semua real properti dan personal properti (berwujud)  Terikat kepada SPI 205  *digunakan definisi yang dimaksud SPI 205  Dapat digunakan untuk semua real properti dan personal properti (berwujud)  Penggunaan nilai lainnya agar merujuk kepada SPI yang terkait (SPI 202)  Dapat digunakan untuk semua real properti dan personal properti (berwujud)  Terikat kepada SPI 201



116



6.



Penilaian untuk Standar  Nilai Pasar  SPI 101 – 3.1 Akuntansi Pemerintah  Nilai Pasar  SPI 102 – 3.6 (SAP) untuk  SPI 102 – 3.2 Penggunaan yang Ada  Nilai dalam Penggunaan



7.



Penilaian untuk  Nilai kepentingan Pengadaan Penggantian Tanah bagi Kepentingan Wajar Umum



8.



Penilaian untuk  Nilai  SPI 102 – 3.1 kepentingan Asuransi Asuransi  SPI 102 – 3.7  Nilai Pembangunan Kembali Penilaian untuk  Nilai Pasar  SPI 101 – 3.1 kepentingan rencana pencatatan saham di pasar modal/IPO



9.



 SPI 102 – 3.8



10.



Penilaian untuk  Nilai Sewa  SPI 101 – 3.6 kepentingan transaksi atau Pasar  SPI 102 – 3.14 pelaporan keuangan atas  Nilai Sewa objek properti sewa



11.



Penilaian untuk  Nilai kepentingan transaksi Investasi internal/strategis/khusus  Nilai Khusus  Nilai Sinergi



12.



Penilaian untuk keperluan  Nilai Pasar  SPI 101 – 3.5 jual beli pada aset yang untuk dapat dipindahkan Dipindahkan



 SPI 102 – 3.3  SPI 102 – 3.4  SPI 102 – 3.16



 Terikat kepada SPI 203  Nilai-nilai dimaksud selanjutnya dicatatkan sebagai Nilai Wajar sebagaimana dimaksud SAP  Dapat digunakan untuk semua real properti dan personal properti (berwujud)  Terikat kepada SPI 204  Disesuaikan dengan perjanjian asuransi yang digunakan  Dapat digunakan untuk semua real properti dan personal properti (berwujud)  Bila dinyatakan lain, harus mengikuti ketentuan/peraturan pasar modal yang berlaku  Sesuai yang berlaku di pasar  Disesuaikan dengan perjanjian sewa yang bersangkutan  Penilaian untuk tujuan internal hanya digunakan untuk kepentingan internal tidak untuk dipublikasikan  Hanya digunakna pada personal properti (berwujud)  Agar memperhatikan 117



jenis asetnya dengan asumsi yang dapat dibenarkan 13.



B. 1.



Penilaian Ekuitas/Aset  Nilai Wajar  SPI 102 - 3.18 Takberwujud untuk Khusus keperluan yudisial atau kepentingan dissenting shareholder Penilaian Bisnis termasuk Aset Takberwujud dan Liabilitas Penilaian  Nilai Pasar  SPI 101 – 3.1 Bisnis/Ekuitas/Penyertaan/ Aset Takberwujud untuk keperluan transaksi pada perusahaan terbuka



2.



Penilaian  Nilai Pasar Bisnis/Ekuitas/Penyertaan/  Nilai Aset Takberwujud untuk Likuidasi keperluan transaksi pada perusahaan tertutup



 SPI 101 – 3.1  SPI 102 – 3.5



3.



Penilaian Ekuitas/Aset  Nilai Wajar Takberwujud untuk keperluan Pelaporan Keuangan pada perusahaan terbuka



 SPI 102 – 3.17  SPI 201



4.



Penilaian Ekuitas/Aset  Nilai Wajar* Takberwujud untuk keperluan Pelaporan Keuangan pada perusahaan tertutup



 SPI 102 – 3.17  SPI 201



5.



Penilaian Ekuitas/Aset  Nilai Takberwujud untuk Investasi keperluan transaksi strategis pada perusahaan tertutup



 SPI 102 – 3.3



 Penilaian untuk tujuan ini harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di pasar modal  Penilaian untuk tujuan ini tidak terkait/tidak diperuntukan untuk kepentingan pasar modal. Untuk tujuan penilaian khusus, dapat mengacu kepada SPI terkait.  Penilaian untuk tujuan ini harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku untuk kepentingan Pelaporan Keuangan dan pasar modal.  Penilaian untuk tujuan ini tidak terkait/tidak diperuntukan untuk kepentingan pasar modal. Untuk tujuan penilaian khusus, dapat mengacu kepada SPI terkait.  Penilaian untuk tujuan ini tidak terkait/tidak diperuntukan untuk 118



kepentingan pasar modal. 6.



7.



Penilaian Ekuitas/Aset  Nilai Wajar  SPI 102 – 3.18 Takberwujud untuk Khusus keperluan yudisial atau kepentingan dissenting shareholder Penilaian untuk tujuan  Nilai  SPI 102 – 3.5 Likuidasi atas Perusahaan Likuidasi



 Definisi yang digunakan khusus untuk perusahaan.



119



Standar Penilaian Indonesia 104 (SPI 104) Implementasi Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan PrinsipUmum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



1.3



2.0



Ruang Lingkup 2.1



2.2



3.0



Implementasi sebagai bagian dari tugas penilaian merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh Penilai meliputi tahapan investigasi, penerapan pendekatan penilaian sebagaimana diatur secara khusus dalam SPI 106 dan penyusunan kertas kerja penilaian. Implementasi berlaku untuk semua Penilaian termasuk kaji ulang penilaian sebagaimana yang tercakup dalam SPI.



Definisi 3.1



3.2



3.3 3.4



4.0



Tugas penilaian dilakukan sesuai dengan prinsip yang diterapkan didalam standar ini, serta syarat dan ketentuan yang ditetapkan dalam lingkup Pengawasan. Dalam pelaksanaannya, penilaian dimulai dari penentuan Lingkup Penugasan yang selanjutnya diaplikasikan dalam bentuk tahapan investigasi, aplikasi pendekatan penilaian dan proses dokumentasi dan pemenuhan standar atau ketentuan penilaian lainnya, yang bertujuan untuk mendukung hasil penugasan yang dapat dipercaya. Proses pelaksaan implementasi pada tahap lanjut akan menjadi bahan dasar yang diuraikan dan disampaikan dalam Laporan Penilaian sesuai Lingkup Penugasan.



Implementasi sebagai bagian dari tugas penilaian, merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh Penilia meliputi tahapan Investigasi, penerapan pendekatan penilaian dan penyusunan kertas kerja penilaian. Investigasi dalam konteks penilaian adalah proses pengumpulan data yang cukup dengan cara melakukan inspeksi, penelaahan, penghitungan dan analisis sesuai tujuan penilaian. Lingkup Penugasan. Lihat definisi SPI 103 butir 3.1. Definisi-definisi dan istilah yang berhubungan dengan SPI 104 – Implementasi ini dapat dilihat di dalam Penjelasan Istilah (Glossary).



Hubungan dengan Standar Akuntansi SPI ini memberikan pedoman mengenai syarat-syarat Implementasi yang harus dijalankan oleh Penilai dan berlaku juga dalam penilaian untuk tujuan pelaporan



120



keuangan terkait dengan akuntansi Nilai Wajar yang merujuk kepada standar akuntansi yang berlaku.



5.0



Pernyataan Standar Investigasi 5.1 Investigasi yang dilakukan dalam tugas penilaian harus didasarkan kepada tujuan penilaian sesuai dengan Lingkup Penugasan dan Dasar Nilai yang akan dilaporkan. Rujukan penugasan atau perjanjian kerja penilaian dalam standar ini termasuk Kaji Ulang Penilaian (valuation review). 5.2 Investigasi yang akan dilakukan Penilai merupakan proses pengumpulan data yang cukup dengan cara inspeksi, penelaahan, penghitungan dan analisis, serta memastikan bahwa penilaian sudah dilakukan dengan cara benar. Pertimbangan profesional Penilai diperlukan untuk menentukan batasan sejauh mana data yang dibutuhkan adalah cukup untuk tujuan penilaian. 5.3 Apabila terdapat informasi yang diperoleh dari pihak ketiga, Penilai seharusnya mempertimbangkan apakah informasi tersebut dapat dipercaya atau dapat idandalkan tanpa memengaruhi kredibilitas hasil penilaian. Penilai seharusnya memiliki pertimbangan, jika memiliki keraguan atas kredibilitas atau keandalannya, maka infomasi tersebut tidak digunakan. Dalam hal data dan informasi yang digunakanjika memiliki keraguan atas kredibilitas atau keandalannya, maka informasi tersebut tidak digunakan. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan oleh Penilai:  Tujuan penilaian;  Materialitas infomasi terhadap kesimpulan nilai;  Kompetensi dari pihak ketiga;  Indepedensi pihak ketiga terhadap obyek penilaian atau pengguna penilaian;  Sejauh mana informasi tersebut termasuk ke domain publik;  Batasan kewajiban investigasi yang dinyatakan didalam lingkup penugasan 5.4 Tujuan penilaian, Dasar Nilai, luasan, batasan dan tingkat kedalaman Investigasi, serta semua sumber informasi yang dapat diandalkan diungkapkan di dalam Lingkup Penugasan (Lihat SPI 103 – Lingkup Penugasan). Apabila setelah dilakukan investigasi ternyata tidak sesuai dengan Lingkup Penugasan yang telah disepakati, atau data dari pemberi tugas maupun pihak lain tidak memadai yang akan mengakibatkan hasil penilaian tidak dapat diyakini dan diperaya (kredibel), maka Lingkup Penugasan harus disesuaikan, dan penugasan penilaian harus dikategorikan tidak dapat memenuhi terhadap pengaturan SPI. Pendekatan dan Metode Penilaian 5.5 Penilaian harus memilih pendekatan dan metode penilaian yang tepat dan sesuai. Prinsip umum atas pendekatan penilaian dijelaskan dalam KPUP dan diatur dalam SPI 106. 5.6 Penilai dapat menggunakan lebih dari satu pendekatan, terutama bila kesimpulan nilai belum meyakinkan, dan data atau informasi pasar dapat 121



diperoleh. Bila pendekatan yang digunakan lebih dari satu, maka hasil indikasi nilai harus dianalisis dan direkonsiliasi untuk memperoleh kesimpulan penilaian. Kertas Kerja Penilaian 5.7 Kertas kerja penilaian harus disimpan untuk jangka waktu yang wajar sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kertas kerja mencakup semua dokumen utama termasuk dokumen Investigasi dan analisis yang relevan unuk memperoleh kesimpulan akhir dan salinan dari setiap draft atau laporan akhir yang diberikan kepada pemberi tugas. Kertas kerja dapat didokumentasikan dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy. Dalam hal pendokumentasian dilakukan menggunakan softcopy, Penilai harus memastikan keamanan dari data yang disimpan. Masa waktu penyimpanan kertas kerja dan arsip laporan disesuaikan dengan ketentuan dan perundangundangan yang berlaku.



6.0



Pembahasan 6.1



6.2



7.0



Aplikasi penerapan dalam penggunaan SPI ini harus dilihat secara bersamaan dengan pembahasan pada masing-masing Standar Penerapan dan Standar Teknis yang terkait dengan tujuan penilaian dan jenis objek yang dinilai. Dalam penugasan penilaian aset berwujud, salah satu hal yang perlu dipertimbangkan Penilai adalah inspeksi lapakan sebagai bagian dari proses Investigasi. Inspeksi harus dilakukan untuk menghasilkan penilaian yang profesional sesuai dengan tujuan penilaian. Penilai harus mengambil langkahlangkah yang wajar untuk memverifikasi informasi yang andal dalam penyusunan penilaian, serta mengklarifikasi informasi dan asumsi yang akan digunakan dengan pemberi tugas. Pedoman inspeksi yang menjadi rujukan Penilai dapat dilihat dalam Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) dan/atau Petunjuk Teknis terkait inspeksi.



Syarat Pengungkapan Persyaratan minimum dari SPI ini harus diungkapkan secara tertulis dalam Lingkup Penugasan maupun pada Pelaporan Penilaian.



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1



8.2



Tidak ada penyimpangan yang diperbolehkan kecuali dapat dibuktikan bahwa adanya keterbatasan dan/atau penyimpangan untuk menggunakan setiap persyaratan sesuai SPI ini. Adanya keterbatasan dan/atau penyimpangan yang dapat dibenarkan, harus diungkapkan dalam setiap penugasan Penilaian.



122



9.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 9.1 9.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 104 – Implementasi SPI 104 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Februari 2019.



123



Standar Penilaian Indonesia 105 (SPI 105) Pelaporan Penilaian Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



Aspek terpenting dari suatu Laporan Penilaian yang merupakan tahap akhir dalam proses penilaian adalah tereletak pada pengkomunikasian kesimpulan penilaian, penegasan tujuan penilaian, Dasar Nilai, serta asumsi atau kondisi dan syarat pembatas yang mendasari penilaian. Proses analisis dan data empiris yang digunakan untuk mendapatkan kesimpulan nilai dapat dicantumkan dalam laporan penilaian untuk membimbing pembaca melalui prosedur dan data yang digunakan penilai dalam melaksanakan penilaian.



1.2



Laporan Penilaian menghasilkan kesimpulan nilai dengan mencantumkan nama Penilai dan tanggal penilaian. Laporan penilaian mengidentifikasikan objek penilaian berikut dengan haknya, Dasar Nilai, dan tujuan penilaian. Laporan Penilaian mengungkapkan semua asumsi serta kondisi dan syarat pembatas yang digunakan dalam penilaian, menetapkan tanggal penilaian dan pelaporan, menjelaskan hasil inspeksi lapangan, merujuk pada penerapan SPI dan pengungkapan yang diperlukan, serta mencantumkan tanda tangan penilai.



1.3



Dikarenakan peran kunci laporan penilaian dalam pengkomunikasian kesimpulan penilaian terhadap para penggunanya dan pihak ketiga, maka stadar ini menetapkan beberapa maksud dan tujuan yang bersifat prinsip sebagai berikut: a) Membahas persyaratan pelaporan yang konsisten dengan praktek profesional terbaik. b) Mengidentifikasikan elemen-elemen penting untuk dicantumkan dalam laporan penilaian.



2.0



Ruang Lingkup 2.1



Pesyaratan pelaporan yang diatur di dalam standar ini berlaku untuk semua jenis laporan penilaian termasuk laporan Kaji Ulang penilaian.



124



2.2



Laporan penilaian disusun berdasarkan kesepakatan yang dilakukan Penilai dengan pemberi tugas berdasarkan Lingkup Penugasan sebagaimana yang diatur oleh SPI 103 – Lingkup Penugasan.



2.3



Pemenuhan persyaratan pelaporan ini wajib dilaksanakan baik oleh penilai internal maupun penilai eksternal.



2.4



Beberapa instruksi yang melibatkan penilaian yang dilakukan untuk tujuan dan jenis properti tertentu, seperti pelaporan keuangan dan pemberian pinjaman, dapat berbeda dari penugasan lainnya. Para pembaca disarankan untuk merujuk kepada bagian-bagian SPI yang berkaitan dengan tujuan penilaian tersebut, yaitu SPI 201 dan SPI 202.



3.0



Definisi 3.1



Laporan penilaian Suatu dokumen yang mencantumkan instruksi penugasan, tujuan dan DasarNilai, dan hasil analisis yang menhasilkan opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi yang penting yang digunakan dalam analisis.



Laporan penilaian dapat berupa lisan maupun tertulis, jenis isi, dan panjangnya laporan dapat bervariasi tergantung pada pengguna yang dimaksud, persyaratan huum, jenis properti, dan sifat dasar, serta kompelsitas penugasan. 3.2



Jenis Laporan a) Laporan Lisan Hasil



penilaian



yang



dikomunikasikan



secara



verbal



dengan



dipresentasikan di depan sidang pengadilan baik sebagai saksi ahli atau pemberian kesaksian. Suatu laporan dikomunikasikan secara lisan kepada pemberi tugas harus didukung dengan suatu kertas kerja dan minimal ditindaklanjuti dengan ringkasan tertulis dari penilaian. b) Laporan Tertulis Hasil penilaian yang dikomunikasikan kepada Pemberi Tugas dalam bentuk tulisan, termasuk yang dikomunikasikan secara elektronik. Laporan tertulisa dapat merupakan suatu dokumentasi narasi terinci yang berisikan semua materi yang etrkait yang diuji dan dianalisis untuk mendapatkan 125



kesimpulan nilai atau dokumen narasi ringkas, termasuk pemutakhiran niali secara perodik (Penilaian Ulang), formulir yang digunakan oleh Pemerintah atau badan yang lain, atau surat-surat yang ditujukan kepeda Pemberi Tugas.



Secara umum laporan penilaian tertulis terdiri atas 3 jenis laporan yaitu: 1. Laporan Penilaian Terinci (Self-Contained atau Comprehensive Style), secara umum mendeskripsikan informasi secara detil dan komprehensif. Laporan ini seharusnya mengandung seluruh informasi yang disignifikan dalam penilaian, termasuk pembahasan secara mendetil atas setiap hal yang dinyatakan dalam laporan. Laporan ini membutuhkan tingkat kedalaman investigasi sesuai yang dimaksud dalam Lingkup Penugasan. 2. Laporan Penilaian Ringkas (Summary atau Form Style) Secara umum mengungkapkan informasi secara ringkas. Laporan seharusnya berisi ringkasan dari seluruh informasi yang signifikan dalam penilaian dan meliputi satu atau beberapa paragraf yang diringkas dalam bentuk narasi singkat atau bentuk form. Laporan ini sangat tergantung kepada tingkat kedalaman investigasi yang dimaksud dalam Lingkup Penugasan; 3. Laporan Penilaian Terbatas (Restricted atau Proforma Style) Menyatakan informasi dalam bentuk paparan minimal. Isi laporan biasanya ditentukan oleh Pemberi Tugas yang hanya membutuhkan informasi dinyatakan secara singkat dan biasanya merupakan kombinasi dari pernyataan naratif singkat dan fakta sederhana atau ‘bulleted points’. Laporan ini sangat tergantung kepada tingkat kedalaman investigasi dan asumsi yang dimaksud dalam lingkup penugasan;



Dalam penilaian untuk tujuan perpajakan atau tujuan statuta dapat menggunakan bentuk Laporan Penilaian Terbatas atau sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.



126



4.0



Hubungan dengan Standar Akuntansi 4.1



Sedapat mungkin laporan penilaian seharusnya memenuhi persyaratan pada Standar Pelaporan Keuangan Internasional (International Financial Reporting Standards/IFRSs) Standar Akuntansi Internasional (International Accounting Standards/IASs)



dan



Standar



Akuntansi



Sektor



Publik



Internasional



(International Public Sector Accounting Standards/IPSASs). 4.2



Penilaian untuk pelaporan keuangan yang merupakan fokus dari SPI 201 harus dipahami dalam kaitannya dengan Standar ini.



5.0



Pernyataan Standar Dalam penyusunan laporan penilaian sesuai dengan SPI ini, Penilai harus mengikuti pedoman sebagai berikut: 5.1



Laporan Penilaian Tingkat ketelitian laporan penilaian ditentukan oleh tujuan penilaian, kompleksitas objek penilaian yang dinilai sesuai keperluan pengguna laporan penilaian. Jenis, format laporan penilaian dan pengecualian apapun dari persyaratan standar harus disepakati dengan pemberi tugas dan diungkapkan dalam lingkup penugasan.



Semua laporan penilaian harus mencakup referensi seperti di bawah ini, meliputi:



a) Bagian yang berlaku dalam lingkup penugasan harus dicantumkan meliputi unsur-unsur yang dinyatakan dalam butir 5.3.a) SPI 103 Lingkup Penugasan. b) Pendekatan penilaian dan alasan penerapannya; Untuk memahami konteks penilaian, laporan penilaian harus didasarkan kepada pendekatan yang digunakan dengan memuat deskripsi informasi dan data yang digunakan dan alasan yang mendukung analisis, opini dan kesimpulan. c) Metode penilaian yang diterapkan Metode penilaian yang diterapkan disesuaikan dengan pendekatan penilaian sebagaimana yang dimaksud pada butir b) di atas. 127



d) Kesimpulan penilaian; Kesimpulan penilaian dan alasan atas kesimpulan yang diperoleh harus dinyatakan. Hasil penilaian harus dinyatakan dalam jumlah nominal dan disebutkan dalam jumlah terbilang secara konsisten. Pembulatan jumlah nominal dapat dinyatakan secara wajar. e) Memuat deskripsi informasi dan data yang diperiksa, analisis pasar yang dilaksanakan, pendekatan dan prosedur penilaian yang diterapkan, dan alasan yang mendukung analisis, opini, dan kesimpulan dalam laporan (lihat juga pada SPI yang terkait); f) Memuat pernyataan Penilai (Complience Statement) dimana penilaian telah dilakukan sesuai dengan KEPI san SPI dan mencantumkan nama, kualifikasi profesional dan tanda tangan Penilai berikut tim pelaksananya. Pernyataan Penilaian harus mengkonfirmasi bahwa: 1. Persyaratan faktual yang dipresentasikan dalam laporan penilaian adalah benar sesuai dengan pemahaman terbaik dari Penilai; 2. Analisis dan kesimpulan hanya dibatasi oleh asumsi dan kondisi yang dilaporkan; 3. Penilai tidak mempunyai kepentingan terhadap properti yang dinilai (jika terdapat kepentingan tertentu harus disebutkan); 4. Imbalan jasa Penilai tidak berkaitan dengan hasil penilaian yang dilaporkan; 5. Penilaian dilakukan dengan memnuhi ketentuan KEPI dan SPI; 6. Penilai telah memenuhi persyaratan pendidikan profesional yang ditentukan dan/atau diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai yang diakui Pemerintah. 7. Penilai memiliki pemahaman atas objek penilaian yang dinilai; 8. Penilai melakukan (atau dalam kondisi tertentu tidak melakukan – lihat juga SPI 103 – Lingkup Penugasan dan standar teknis lain pada seri 300) inspeksi terhadap objek penilaian yang dinilai dan; 9. Tidak seorangpun, kecuali yang disebutkan dalam laporan penilaian, telah menyediakan bantuan profesional dalam menyiapkan laporan penilaian.



128



g) Kondisi dan syarat pembatas; Menyatakan semua adanya pembatasan yang mendasari kesimpulan nilai. Kondisi dan syarat pembatas seharusnya tidak disalahartikan dengan pemahaman asumsi dan asumsi khusus. h) Mencantumkan nama, kualifikasi profesional dan tanda tangan Penilai. 5.2



Jenis dan penyajian Laporan Penilaian ditentukan oleh Penilai dan Pemberi Tugas sesuai dengan yang dinyatakan dalam lingkup penugasan. Jenis laporan dapat dipilih salah satu dari jenis pelaporan yang meliputi; Laporan Penilaian Terinci, Laporan Penilaian Ringkas dan Laporan Penilaian Terbatas.



5.3



Isi dan panjangnya laporan tergantung dari maksud dan tujuan penilaian, persyaratan hukum, jenis objek penilaian dan sifat serta kompleksitas dari permasalahan penilaian.



5.4



Apabila laporan penilaian dikirimkan secara elektronik, seorang Penilai harus melakukan langkah yang wajar untuk melindungi integritas data/tulisan dalam laporan dan memastikan tidak terjadi kesalahan selama proses pengiriman. Piranti



lunak



(software)



yang



digunakan



seharusnya



memberikan



perlindungan/pengamanan dalam pengiriman. a) Mengidentifikasikan asal tempat tanggal dan waktu pengiriman serta penerimaan. Piranti lunak harus dapat mengkonfirmasi bahwa kuantitas data/tulisan yang dikirimkan sesuai dengan yang diterima dan memberikan laporan dengan format “read only” kepada semua pihak selain Penilai yang bersangkutan. b) Penilai harus memastikan tanda tangan digital dilindungi dan berada di bawah kendali Penilai sepenuhnya melalui password (nomor identifikasi pribadi), perangkat keras (kartu keamanan) atau cara yang lainnya. Sebuah tanda tangan dibubuhkan pada sebuah laporan secara elektronik sesuai dengan aslinya dan mempunyai tingkat pertanggungjawaban yang sama dengan sebuah tanda tangan tertulis dalam sebuah salinan kertas laporan. c) Salinan laporan penilaian baik dalam bentuk kertas atau elektronik yang dikirim secara elektronik harus disimpanoleh Penilai untuk beberapa waktu yang disyaratkan oleh peraturan Perundangan. Arsip laporan yang dikirim secara elektronik perlu disimpan secara elektronik, magnetik atau media lainnya. 129



5.5



Kaji Ulang Penilaian a) laporan kaji ulang penilaian harus disusun sebagaimana yang diatur SPI 107. b) Sebagian pemenuhan yang disampaikan dalam butir 5.5.a) secara eksplisit termasuk dalam laporan atau sebagai bagian dari dokumen pendukung lainnya (perjanjian penugasan, Lingkup Penugasan, Standar Pengendalian Mutu dari kantor/instansi).



6.0



Pembahasan 6.1



Menyusun kesimpulan penilaian secara lengkap dan mudah dimengerti serta tidak menimbulkan kesalahpahaman



6.2



Konteks dimana kesimpulan penilaian dilaporkan adalah sama penting dengan dasar dan akurasi kesimpulan nilai itu sendiri. Kesimpulan nilai seharusnya didasarkan pada referensi dari fakta pasar dan prosedur serta alasan yang mendukung kesimpulan



6.3



Mengkomunikasikan jawaban dari pertanyaan penilaian dalam sebuah sikap yang logis dan konsisten membutuhkan sebuah pendekatan metodologikal yang memungkinkan pengguna memahami proses yang dilakukan dan relevansinya terhadap kesimpulan



6.4



Laporan seharusnya mengarahkan pembaca agar benar-benar mengerti opini yang dikemukakan oleh Penilai dan juga sekaligus dapat dibaca dan dipahami oleh seseorang yang tidak memiliki pengetahuan tentang properti secara memadai



6.5



Laporan seharusnya menyajikan kejelasan, transparansi, dan pendekatan yang konsisten



6.6



Penilai seharusnya berhati-hati sebelum mengizinkan hasil penilaiannya untuk digunakan selain untuk tujuan yang semula telah disetujui.



7.0



Syarat Pengungkapan 7.1



Jika penilaian dibuat oleh seorang Penilai Internal, pengungkapan khusus harus dicantumkan dalam laporan penilaian mengenai keberadaan dan sifat hubungan antara Penilai dan pihak pemilik/penguasa aset.



130



7.2



Jika seorang Penilai dalam penugasan penilaian memiliki kapasitas lebih dari seorang Penilai, seperti berperan sebagai agen independen atau imparsial, konsultan atau penasehat bagi suatu perusahaan, atau sebagai perantara (mediator), Penilai harus menyebutkan peran khusus yang disandangnya dalam tiap penugasan tersebut.



7.3



Penilai harus mengungkapkan setiap penyimpangan dari standar ini untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1



Tidak ada penyimpangan yang diperbolehkan kecuali dapat memenuhi persyaratan bahwa setiap laporan penilaian menyatakan secara jelas dan akurat kesimpulan penilaian dan mengungkapkan secara jelas semua asumsi, dan asumsi khusus yang memengaruhi penilaian dan kesimpulan nilai.



8.2



Jika Penilai diminta untuk melaksanakan penugasan yang menyimpang dari persyaratan ini atau mengakibatkan dilaksanakannya pekerjaan yang kurang dari atau berbeda dengan yang lazim dilaksanakan dengan memenuhi SPI dan KEPI, Penilai hanya dapat menerima dan melaksanakan penugasan tersebut apabila kondisi di bawah ini dipenuhi: a) Penilai menentukan bahwa instruksi tersebut tidak akan cenderung menyesatkan pengguna laporan penilaian; b) Penilai menentukan bahwa penilaian tidak menjadi sangat terbatas yang membuat hasil penilaian tidak lagi dapat dipercaya dan andal untuk tujuan yang diharapkan dan penggunaan dari penilaian; c) Penilai memberi masukan kepada Pemberi Tugas bahwa instruksi yang diberikan merupakan penyimpangan dari SPI yang harus diungkapkan sepenuhnya dalam Laporan Penilaian



8.3



Dalam segala kondisi yang melibatkan penyimpangan dari pelaporan Nilai Pasar, Penilai harus mengidentifikasi dengan jelas bahwa penilaian yang dilaporkan adalah berbeda dengan Nilai Pasar.



131



9.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 9.1



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 105 – Pelaporan Penilaian.



9.2



SPI 105 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Februari 2019.



132



Standar Penilaian Indonesia 106 (SPI 106) Pendekatan dan Metode Penilaian Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



Penerapan Pendekatan dan Metode Penilaian merupakan tahapan yang harus dilewati Penilai sebelum kesimpulan dan opini nilai dihasilkan. Pemilihan pendekatan penilaian yang sesuai sangat bergantung kepada pertimbangan seperti tujuan dan Dasar Nilai yang ditetapkan, tersedianya informasi dan data masukan penilai dan metode atau teknis yang diterapkan oleh pelaku pasar yang relevan.



1.2



Proses pelaksanaan implementasi salah satunya berisikan pendekatan penilaian setelah tahapan investigasi dilakukan. Hasil investigasi yang diperoleh Penilai akan diproses melalui analisis berdasarkan pasar atau kewajaran data yang digunakan, dan selanjutnya data dimaksud akan dijadikan dasar inputan atau data masukan penilaian dalam penerapan Pendekatan dan Metode Penilaian.



1.3



Dalam pemenuhan hasil penelitian yang dapat diyakini dan dipercaya, penerapan Pendekatan Penilaian maupun metode yang digunakan sudah seharusnya didasari kepada suatu pedoman yang terstandar secara konsisten. Untuk itu, dibutuhkan standar penilaian yang dapat dijadikan prinsip dalam pengaplikasian Pendekatan dan Metode Penilaian yang digunakan.



2.0



Ruang Lingkup 2.1



SPI ini sebagai bagian yang tidak terlepas dari tahapan implementasi yang diatur dalam SPI 04, sehingga secara bersamaan berlaku untuk kepada semua penugasan penilaian;



2.2



Penilai harus memilih pendekatan dan metode penilaian yang tepat dan sesuai. Selain mendasari pemilihan pendekatan dan metode penilaian sesuai yang diatur dalam standar ini, dan secara bersamaan Penilai seharusnya melihat metode dari pengatuan yang ada dalam Standar Teknis.



2.3



Standar ini berhubungan dengan beberapa standar teknis lainnya pada seri 300. 133



3.0



Definisi 3.1



Depresiasi merujuk kepada penyesuaian yang diperhitungkan untuk mengestimasi biaya pembuatan aset dengan utilitas yang setara guna merefleksikan dampak terhadap nilai dari berbagai keusangan yang mempengaruhi aset yang dinilai.



3.2



Metode Biaya Pengganti, Metode yang mengindikasikan nilai dengan menghitung biaya untuk membuat aset yang serupa dengan utilitas yang setara.



3.3



Metode Biaya Reproduksi, Metode yang mengindikasikan nilai dengan menghitung biaya untuk membuat replika aset.



3.4



Metode Diskonto Arus Kas (DFC), arus kas yang diproyeksikan didiskontokan kembali ke tanggal penilaian, menghasilkan nilai kini dari aset.



3.5



Metode Penjumlahan, Metode yang menghitung nilai aset dengan menjumlahkan nilai dari setiap bagian komponennya.



3.6



Metode Pembanding Perdagangan Tercatat di Bursa menggunakan informasi dari pembanding aset yang diperdagangkan di bursa yang sama atau sejenis dengan aset yang dinilai untuk mendapatkan indikasi nilai.



3.7



Metode Perbandingan Data Pasar yaitu menggunakan informasi dari transaksi yang melibatkan aset yang sama atau sejenis dengan aset yang dinilai untuk mendapatkan indikasi nilai.



3.8



Model Pertumbuhan Konstan/Gordon Growth Model, Model pertumbuhan konstan mangasumsikan aset tumbuh (menurun) pada tingkat yang konstan selamanya.



3.9



Nilai Terminal, nilai pada akhir periode proyeksi eksplisit dari semua arus kas proyeksi yang tersisa Nilai Terminal dari beberapa aset mungkin sedikit berhubungan atau tidak ada hubungan sama sekali dengan arus kas yang mendahuluinya. Nilai Terminal dapat berupa nilai sisa/biaya pelepasan.



3.10



Pendekatan Biaya memberikan indikasi nilai menggunakan prinsip ekonomi bahwa pembeli akan membayar aset tidak lebih dari biaya untuk mendapatkan aset dengan utilitas yang sama, baik melalui pembelian atau dengan pembuatan konstruksi dengan mengecualikan faktor-faktor seperti waktu yang tidak semestinya, ketidaknyamanan, risiko atau faktor-faktor lainnya.



3.11



Pendekatan Pendapatan memberikan indikasi nilai dengan mengkonversi arus kas masa denpan menjadi satu nilai saat ini. Pada Pendekatan Pendapatan, nilai



134



aset ditentukan dengan referensi kepada pendapatan arus kas atau penghematan biaya yang dihasilkan aset. 3.12



Pendekatan Pasar memberikan indikasi nilai dengan membandingkan aset dengan aset lainnya yang identik atau sebanding dimana terdapat informasi harga.



3.13



Tingkat



diskonto,



tingkat



pengembalian



yang



digunakan



untuk



mendiskontokan proyeksi arus kas yang merefleksikan nilai waktu dari uang, resiko terkait dengan jenis arus kas dan operasional masa depan dari aset. 3.14



Definisi lain yang terikat dengan standar ini dapat dilihat dalam Daftar Istilah (Glossary).



4.0



Hubungan dengan Standar Akuntansi SPI ini memberikan pedoman mengenai penerapan Pendekatan dan Metode Penilaian yang harus dijalankan oleh Penilai dan berlaku juga dalam penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan terkait dengan akuntansi Nilai Wajar dan nilai lainnya yang merujuk kepada standar yang berlaku.



5.0



Persyaratan Standar 5.1



Penilai harus memberikan pertimbangan dalam menentukan pendekatan penilaian yang relevan dan tepat. Ketiga pendekatan yang dijelaskan dan ditentukan dibawah ini adalah pendekatan utama yang digunakan dalam penilaian. Kesemuanya didasarkan kepada prinsip-prinsip ekonomi dalam penilaian meliputi keseimbangan harga, antisipasi dan substitusi. Secara prinsip pendekatan penilaian terdiri dari :



5.2



a)



Pendekatan Pasar



b)



Pendekatan Pendapatan, dan



c)



Pendeatan Biaya.



Setiap pendekatan penilaian ini memiliki berbagai metode penerapan yang berbeda dan terinci



5.3



Tujuan pemilihan pendekatan dan metode penilaian untuk aset adalah mendapatkan metode yang paling sesuai dalam keadaan tertentu. Tidak ada satu



135



metode khusus yang sesuai di setiap situasi yang ada. Proses pemilihan, seharusnya mempertimbangkan, paling tidak : a)



Dasar dan premis nilai yang sesuai, ditentukan oleh persyaratan dan tujuan penugasan penilaian,



b)



Kekuatan dan kelemahan dari pendekatan dan metode penelitian yang mungkin diterapkan,



c)



Kesesuaian dari setiap metode dilihat dari karakteristik aset, dan pendekatan atau metode yang umum digunakan oleh pelaku pasar dalam pasar yang relevan, dan



d)



Ketersediaan dari informasi yang andal yang dibutuhkan dalam penerapan metode atau beberapa metode.



5.4



Penilai tidak diharuskan untuk menggunakan lebih dari satu pendekatan dan/atau metode dalam penilaian, khususnya apabila Penilai memiliki tingkat keyakinan yang tinggi mengenai akurasi dan keandalan dari satu metode, dengan mempertimbangkan fakta dan kondisi dari penugasan penilaian. Namun demikian, apabila terdapat keterbatasan fakta atau data masukan yang dapat diobservasi di pasar untuk penerapan satu metode dalam menghasilkan kesimpulan yang dapat diandalkan, Penilai seharusnya mempertimbangkan penggunaan berbagai pendekatan dan metode, serta menggunakan lebih dari satu pendekatan penilaian atau metode untuk mendapatkan indikasi nilai. Apabila lebih dari satu pendekatan atau metode digunakan, atau bahkan beberapa metode dalam satu pendekatan, kesimpulan nilai yang dihasilkan dari pendekatan dan/atau metode tersebut seharusnya wajar dan proses analisis serta rekonsiliasi dari beberapa indikasi nilai menjadi satu kesimpulan



tanpa



melakukan



‘averaging’



(merata-ratakan)



dan



seharusnya dijelaskan Penilai di dalam laporan. 5.5



SPI ini membahas mengenai berbagai metode dalam Pendekatan Pasar, Pendapatan, dan Biaya, namun tidak memberikan daftar lengkap dari seluruh metode yang mungkin digunakan. Beberapa metode yang tidak dibahas dalam SPI ini termasuk metode penentuan harga opsi (Option Pricing method – OPM), metode simulasi/Monte Carlo, dan metode probability-weighted expectedreturn (PWERM). Pemilihan metode yang sesuai untuk berbagai penugasan penilaian merupakan tanggung jawab Penilai. Penggunaan metode yang



136



tidak dinyatakan dalam SPI dapat dinyatakan tepat memenuhi SPI sejauh Penilai dapat memberikan referensi yang sesuai. 5.6



Apabila berbagai pendekatan dan/atau metode menghasilkan indikasi nilai yang berbeda jauh, Penilai seharusnya melaksanakan prosedur untuk memahami alasan perbedaan tersebut, dimana umumnya tidak tepat untuk secara sederhana melakukan rata-rata tertimbang (weighting) terhadap dua atau lebih indikasi nilai yang berbeda jauh. Dalam situasi tersebut, Penilai seharusnya mempertimbangkan kembali petunjuk pada butir 5.3 untuk menentukan apakah satu pendekatan/metode memberikan indikasi yang lebih baik.



5.7



Penilai seharusnya memaksimalkan penggunaan informasi pasar yang dapat diobservasi untuk ketiga pendekatan penilaian. Penilai harus melaksanakan analisis yang sesuai untuk mengevaluasi data masukan dan asumsi yang digunakan dalam penilaian serta kesesuaiannya untuk tujuan penilaian, tanpa melihat sumber dari data masukan dan asumsi tersebut.



5.8



Walaupun tidak ada satu pendekatan atau metode yang dapat diterapkan dalam semua kondisi, informasi harga dari pasar aktif umumnya dianggap sebagai bukti pasar terkuat. Beberapa Dasar Nilai seperti Nilai Pasar mungkin melarang Penilai untuk membuat penyesuaian secara subyektif terhadap informasi harga dari pasar aktif. Informasi harga dari pasar yang tidak aktif mungkin masih merupakan bukti pasar yang dapat diterima, penyesuaian secara subyektif diperbolehkan namun dengan dasar yang wajar dan diungkapkan dalam laporan penilaian.



6.0



Pembahasan 6.1



Pendekatan Pasar a)



Pendekatan Pasar memberikan indikasi nilai dengan membandingkan aset dengan aset lainnya yang identik atau sebanding dimana terdapat informasi harga.



b)



Pendekatan Pasar seharusnya diterapkan dan diberikan bobot signifikan dalam kondisi berikut : 1.



Aset yang dinilai baru saja dijual dalam transaksi yang sesuai untuk pertimbangan yang terdapat dalam Dasar Nilai yang digunakan, 137



2.



Aset yang dinilai atau aset yang secara langsung substansial sejenis diperdagangkan di publik secara aktif, dan/atau



3.



Terdapat beberapa transaksi dan/atau transaksi terkini yang dapat diobservasi untuk aset yang secara substansial sejenis.



c)



Jika kondisi dalam butir 6.1.b) di atas tidak terpenuhi, maka terdapat beberapa kondisi tambahan yang menyebabkan Pendekatan Pasar dapat diterapkan



dan



mendapatkan



bobot



yang



signifikan,



dengan



mempertimbangkan apakah pendekatan lainnya dapat diterapkan dan diberikan bobot untuk mendukung indikasi nilai dari Pendekatan Pasar: 1.



Transaksi yang melibatkan aset yang dinilai atau aset yang secara substansial sejenis tidak terjadi dalam kurun waktu belakangan ini dengan mempertimbangkan tingkat volatilitas dan aktivitas di pasar.



2.



Aset yang dinilai atau aset yang secara substansial sejenis diperdagangkan di publik, tapi tidak secara aktif.



3.



Informasi di transaksi pasar tersedia, namun aset sejenis memiliki perbedaan signifikan terhadap aset yang dinilai, dan berpotensi membutuhkan penyesuaian yang subyektif.



4.



Informasi dari transaksi terkini tidak dapat diandalkan (misalnya dari informasi yang tidak dapat dikonfirmasi, pembeli sinergistik, tidak bebas ikatan/arm’s-length, penjualan terpaksa/distressed, dan sebagainya).



5.



Faktor utama yang mempengaruhi nilai aset adalah harga yang dapat diperoleh dipasar daripada biaya reproduksi atau kemampuannya untuk menghasilkan pendapatan.



d)



Sifat beberapa aset yang heterogen berarti seringkali tidak mungkn untuk mendapatkan bukti transaksi yang identik atau mirip di pasar. Bahkan dalam situasi dimana Pendekatan Pasar tidak digunakan, penggunaan data masukan berbasis pasar seharusnya dimaksimalkan dalam penerapan pendekatan lainnya (misalnya tolak ukur penilaian berbasis pasar seperti imbal hasil efektif - effective yield dan tingkat pengambalian – rates of return).



e)



Ketika informasi pasar pembanding tidak berhubungan dengan aset yang sama atau secara substansial sejenis, Penilai harus melaksanakan analisis 138



perbandingan kualitatif dan kuantitatif dari persamaan dan perbedaan di antara aset pembanding dan aset yang dinilai. Seringkali diperlukan untuk dilakukannya



penyesuaian



berdasarkan



analisis



komparatif



ini.



Penyesuaian tersebut harus wajar dan Penilai harus mendokumentasikan alasan untuk penyesuaian dan bagaimana hal tersebut dikuantifikasi. f)



Pendekatan Pasar seringkali menggunakan pengali pasar (market multiples) yang didapatkan dari kumpulan data pembanding, masingmasing dengan pengali yang berbeda. Pemilihan pengali yang sesuai dalam



kisaran



tersebut



membutuhkan



pertimbangan,



dengan



mempertimbangkan faktor kualitatif dan kuantitatif. 6.2



Metode dalam Pendekatan Pasar Metode Perbandingan Data Pasar a)



Metode Perbandingan Data Pasar, dalam penilaian bisnis juga dikenal sebagai Guideline Transaction Method sedangkan dalam penilaian properti



dikenal



sebagai



Direct



Comparison



Method,



yaitu



menggunakan informasi dari transaksi atau penawaran yang melibatkan aset yang sama atau sejenis dengan aset yang dinilai untuk mendapatkan indikasi nilai. b)



Ketika Perbandingan Data Pasar yang dipertimbangkan berkaitan dengan aset yang dinilai, metode ini terkadang disebut sebagai metode transaksi sebelumnya (prior transaction method).



c)



Apabila hanya terdapat beberapa transaksi atau bahkan tidak terdapat data transaksi yang dapat diandalkan (harga kuotasian), Penilai dapat mempertimbangkan harga dari aset identik atau sejenis yang ditawarkan untuk dijual, dengan syarat bahwa relevansi dari informasi ini diungkapkan secara jelas, dengan syarat bahwa relevansi dari informasi ini



diungkapkan



secara



jelas,



dianalisis



secara



kritikal



dan



didokumentasikan. Metode ini juga dapat disebut sebagai comparable listings method dan seharusnya tidak digunakan sebagai satu-satunya indikasi nilai, namun dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan bersama dengan metode lainnya. Pada kondisi dimana Penilai tidak dapat menggunakan data lainnya, maka metode ini dapat diterima sebagai satu-satunya metode dengan memberikan justifikasi dan alasan yang memadai. Ketika mempertimbangkan penawaran jual atau beli, 139



bobot



yang



diberikan



kepada



harga



penawaran



seharusnya



mempertimbangkan tingkat komitmen dan kondisi lainnya yang melekat pada harga serta berapa lama aset tersebut telah ditawarkan di pasar. Sebagai contoh, penawaran yang mewakili komitmen yang mengikat untuk membeli atau menjual aset pada harga tertentu dapat diberikan bobot yang lebih besar daripada harga yang dikutip tanpa adanya komitmen yang mengikat. d)



Metode Perbandingan Data Pasar dapat menggunakan beragam variasi dari bukti pembanding yang berbeda, juga dikenal sebagai unit perbandingan, yang membentuk basis dari perbandingan. Sebagai contoh, beberapa dari berbagai unit perbandingan yang umum digunakan dalam penilaian real properti adalah harga per meter persegi, sewa per meter persegi dan tingkat kapitalisasi. Beberapa dari unit perbandingan yang umum digunakan dalam penilaian bisnis adalah pengali EBTIDA, pengali pendapatan bersih (earnings), pengali pendapatan (revenue) dan pengali nilai buku. Beberapa dari unit perbandingan yang umum digunakan dalam penilaian instrumen keuangan adalah tolak ukur (satuan pengukuran) seperti yield dan spread tingkat bunga. Unit perbandingan yang sama digunakan pelaku pasar dapat berbeda antara berbagai kelas aset dan lintas industri serta geografi.



e)



Bagian dari Meode Perbandingan Data Pasar adalah matrix prioritas yang terutama digunakan untuk menilai beberapa jenis instrumen keuangan seperti efek berupa utang tanpa bergantung secara eksklusif pada harga kuotasian untuk efek tersebut secara spesifik, tetapi lebih bergantung kepada hubungan efek yang dinilai kepada efek kuotasian yang menjadi tolak ukur dan atribut lainnya (seperti yield).



f)



Beberapa langkah penting dalam metode Perbandingan Data Pasar adalah : 1.



Mengidentifikasi unit perbandingan yang digunakan oleh pelaku pasar pada pasar yang relevan.



2.



Mengidentifikasi data transaksi atau penawaran pembanding yang relevan dan menghitung tolak ukur utama penilaian (key valuation metrics) pada data tersebut. 140



3.



Melaksanakan analisis perbandingan yang konsisten terhadap persamaan dan perbedaan kualitatif dan kuantitatif antara aset pembanding dengan aset yang dinilai.



4.



Membuat penyesuaian yang diperlukan (jika ada) terhadap tolak ukur utama penilaian untuk merefleksikan perbedaan antara aset yang dinilai dengan aset pembanding (lihat butir 6.2.h).



5.



Menerapkan tolak ukur utama penlaian yang disesuaikan terhadap aset yang dinilai, dan



6.



Apabila digunakan beberapa tolak ukur utama penilaian, maka dapat dilakukan rekonsiliasi terhadap indikasi nilai.



g)



Penilai seharusnya memilih data transaksi atau penawaran pembanding dalam konteks berikut : 1.



Bukti dari beberapa data transaksi lebih disarankan daripada hanya satu transaksi atau kejadain. Dalam hal Penilai tidak memperoleh data transaksi, Penilai dapat menggunakan beberapa data penawaran (lihat butir 6.2.c)).



2.



Bukti dari data pembanding aset yang sangat mirip (idealnya identik) memberikan indikasi nilai yang lebih baik daripada aset dimana harga transaksi



membutuhkan penyesuaian



yang



signifikan. 3.



Data transaksi yang terjadi lebih dekat dengan tanggal penilaian lebih mewakili pasar pada tanggal tersebut daripada transaksi yang terjadi lebih lama, terutama pada pasar yang cepat berubah.



4.



Untuk sebagian besar Dasar Nilai, transaksi seharusnya bersifat bebas kepentingan (arm’s lenght) di antara pihak-pihak yang tidak terkait.



5.



Informasi yang memadai mengenai transaksi seharusnya tersedia untuk memungkinkan Penilai mengembangkan pemahaman yang wajar



atas



aset



pembanding



dan



mengkaji



tolak



ukur



penilaian/bukti pembanding. 6.



Informasi atas perbandingan data pasar seharusnya berasal dari sumber yang dapat dipercaya dan diandalkan, dan



7.



Transaksi aktual memberikan bukti yang lebih baik dari pada penawaran atau transaksi yang belum terjadi. 141



h)



Penilai seharusnya mengalanisis dan membuat penyesuaian untuk berbagai perbedaan material antara berbandingan data pasar dan aset yang dinilai. Contoh dari perbedaan umum yang dapat mensyaratkan adanya penyesuaian, antara lain: 1.



Karakteristik fisik (umur, ukuran, spesifikasi, dan lain-lain)



2.



Restriksi yang relevan baik untuk aset yang dinilai atau aset pembanding



3.



Lokasi geografis (lokasi aset dan/atau lokasi aset paling mungkin ditransaksikan/digunakan) beserta kondisi ekonomi dan peraturan perundagan yang berlaku,



4.



Profitabilitas atau kapasitas menghasilkan keuntungan dari aset



5.



Pertumbuhan historis dan yang diharapkan



6.



Tingkat imbal hasil (yield) atau kupon,



7.



Jenis kolateral (untuk instrumen keuangan)



8.



Persyaratan yang tidak umum dalam perbandingan data pasar,



9.



Perbedaan yang terkait dengan marketabilitas dan karakteristik kontrol dari aset pembanding dan aset yang dinilai, dan



10.



Karakteristik kepemilikan (misal bentuk hukum dari kepemilikan, jumlah presentase yang dimiliki).



Metode Pembanding Perdagangan Tercatat di Bursa (Guideline Publiclytraded Comparable Method) i)



Metode Pembanding Perdagangan Tercatat di Bursa (Guideline Publicly-traded Comparable Method) menggunakan informasi dari pembanding/aset yang sama atau sejenis dengan aset yang dinilai yang diperdagangkan di bursa untuk mendapatkan indikasi nilai.



j)



Metode ini mirip dengan metode perbandingan data pasar. Namun demikian, terdapat beberapa perbedaan dikarenakan pembanding berasal dari aset yang diperdagangkan di bursa, yaitu : 1.



Tolak ukur penilaian/bukti pembanding tersedia pada tanggal penilaian.



2.



Informasi detail dari pembanding tersedia dalam dokumen publik (public filings), dan



3.



Informasi yang terdapat dalam dokumen publik dibuat dengan mengacu kepada standar akuntansi yang dipahami dengan baik. 142



k)



Metode ini seharusnya digunakan hanya jika aset yang dinilai memiliki kemiripan yang cukup dengan aset pembanding yang diperdagangkan dibursa untuk memungkinkan adanya perbandingan yang berarti.



l)



Langkah kunci dalam metode pembanding perdagangan terbuka adalah: 1.



Mengidentifikasi tolak ukur penilaian/bukti pembanding yang digunakan pelaku pasar pada pasar yang relevan.



2.



Mengidentifikasi pembanding perdagangan terbuka yang relevan dan menghitung tolak ukur utama penilaian untuk transaksi tersebut.



3.



Melaksanakan analisis perbandingan yang konsisten terhadap persamaan dan perbedaan kualitatif dan kuantitatif antara perdagangan terbuka pembanding dengan aset yang dinilai,



4.



Membuat penyesuaian yang diperlukan, apabila ada, terhadap tolak ukur utama penelitian untuk merefleksikan perbedaan antara aset yang dinilai dengan perdagangan terbuka pembanding,



5.



Menerapkan tolak ukur utama penelitian yang disesuaikan terhadap aset yang dinilai, dan



6.



Apabila digunakan beberapa tolak ukur penilaian, maka dapat dilakukan rekonsiliasi terhadap indikasi nilai,



m)



Penilai harus memilih perdagangan terbuka pembanding dalam konteks berikut : 1.



Penggunaan beberapa perdagangan terbuka pembanding yang sejenis lebih disarankan daripada hanya menggunakan satu perusahaan pembanding.



2.



Bukti transaksi dari perusahaan pembanding (misalnya, dengan segmen pasar yang sama, area geografis, ukuran pendapatan dan/atau aset, tingkat pertumbuhan, margin profit, leverage, likuiditas dan diversifikasi) memberikan indikasi nilai yang lebih baik daripada pembanding yang membutuhkan penyesuaian yang signifikan.



3.



Efek yang aktif diperdagangkan memberikan bukti yang lebih berarti daripada efek yang jarang diperdagangkan.



n)



Penilai seharusnya menganalisis dan membuat penyesuaian untuk berbagai perbedaan material anatara perdagangan terbuka pembanding 143



dan aset yang dinilai. Contoh dari perbedaan yang umum ditemui yang membutuhkan penyesuaian, termasuk diantaranya: 1.



Karakteristik perusahaan (lama beroperasi, ukuran perusahaan, klasifikasi perusahaan, dan lain-lain).



2.



Diskon dan premium yang relevan (lihat butir 6.2.q)).



3.



Restriksi yang relevan pada aset yang dinilai atau aset pembanding.



4.



Lokasi geografis dari perusahaan dan kondisi ekonomi serta ketentuan perundang-undangan.



5.



Profitabilitas atau kemampuan menghasilkan keuntungan dari aset.



6.



Tingkat pertumbuhan historis dan yang diharapkan.



7.



Perbedaan yang terkait dengan karakteristik marketabilitas pengendalian dari aset pembanding dan aset yang dinilai, dan;



8.



Bentuk kepemilikan.



Pertimbangan lainnya dalam Pendekatan Pasar o) Paragraf ini membahas sebagian dari pertimbangan khusus tertentu yang merupakan bagian dari Pendekatan Pasar. p) Penilaian secara rule of thumb dengan menggunakan tolak ukur berbasis pengalaman terkadang dipertimbangkan dalam Pendekatan Pasar. Namun demikian, indikasi nilai yang dihasilkan dari penggunaan cara tersebut seharusnya tidak diberikan bobot yang substansial kecuali dapat diperlihatkan bahwa pembeli dan penjual secara signifikan bergantung pada cara ini. q)



Dalam Pendekatan Pasar, dasar fundamental untuk membuat penyesuaian adalah menyesuaikan perbedaan di antara asset yang dinilai dengan transaksi data pasar atau efek yang diperdagangkan di public. Beberapa penyesuaian yang umum ditemuka dalam Pendekatan Pasar dikenal sebagai diskon dan premium. 1.



Diskon untuk Lack of Marketability (DLOM) seharusnya diterapkan apabila pembanding dianggap memiliki marketabilitas yang superior



dibandingkan



asset



yang dinilai.



DLOM



merefleksikan konsep bahwa ketika membandingkan asset yang 144



identic, asset yang siap dipasarkan akan memiliki nilai lebih tinggi daripada asset dengan periode pemasaran yang panjang atau terdapat restriksi untuk menjual asset. Sebagai contoh, efek yang bebas diperdagangkan di pasar modal dapat diperjualbelikan nyaris secara instan sedangkan saham perusahaan tertutup akan membutuhkan



periode



waktu



yang



signifikan



untuk



mengidentifikasikan pembeli yang potensial dan menyesuaikan transaksi.



Banyak



Dasar



Nilai



yang



memperbolehkan



pertimbangan atas batasan marketabilitas yang spesifik pada pemilik



tertentu.



DLOM



dapat



dikuantifikasi



dengan



menggunakan metode yang sesuai, antara lain dapat dihitung menggunakan option pricing model, studi yang membandingkan nilai dari satu perdagangan terbuka yang dapat diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan (restricted stock), atau studi yang membandingkan nilai dari saham perusahaan sebelum dan sesudah penawaran terbuka kepada public (IPO). 2.



Premi Kendali (terkadang disebut sebagai Premium Akusisi Pelaku pasar atau Market Participant Acquisition Premium – MPAP) dan diskon untuk tidak adanya kendali (Discont for Lack of Control – DLOC)



dapat diterapkan untuk merefleksikan



perbedaan antara pembanding dengan asset yang dinilai berkaitan dengan kemampuan membuat keputusan dan perubahan yang bisa dibuat sebagai hasil dari adanya kendali. Jika semua hal lainya adalah sama, pelaku pasar umumnya memilih adanya kendali (control) atas asset daripada tidak adanya kendali. Bagaimanapun, keinginan investor untuk membayar Premi Kendali atau DLOC pada umumnya merukan factor dimana kemampuan untuk melaksanakan pengendalian akan meningkatkan keuntungan ekonomi yang tersedia untuk pemilik dari asset tersebut. Premi Kontrol dan DLOC dapat dikuantifikasi menggunakan metode yang sesuai, namun umumnya dihitung dengan didasarkan kepada baik analisis dari peningkatan atas arus kas spesifik atau penurunan dalam tingkat resiko yang terkait dengan adanya kendali atau dengan membandingkan harga hasil observasi yang 145



dibayarkan atas transaksi kepemilikan saham pengendali di pasar dengan harga saham sebelumm transaksi tersebut diumumkan. Contoh



kondisi



dimana



CP



dan



DLOC



seharusnya



dipertimbangkan termasuk diantaranya: a.



Saham perdagangan terbuka umumnya tidak memiliki kemampuan untuk membuat keputusan terkait dengan operasional perusahaan (lack of control). Karenanya, pada saat menerapkan metode pembanding perdagangan terbuka untuk menilai asset yang merefleksikan kendali perusahaan, premi kendali seharusnya diterapkan, atau



b.



Transaksi yang digunakan dalam metode guideline sering merefleksikan transaksi dari hak kepentingan yang memiliki kendali. Apabila metode ini digunakan untuk menilai asset yang merefleksikan hak minoritas, DLOC sesuai untuk diterapkan.



3.



Diskon Blok (blockage discount) terkadang diterapkan pada saat asset yang dinilai mewakili sejumlah besar saham dari efek yang diperdagangkan di public dimana pemilik tidak dapat menjual asset tersebut secara cepat di pasar public tanpa adanya dampak negative terhadap harga perdagangan. Blockage discount dapat dikuantifikasi menggunakan metode apapun yang sesuai tapi umumnya model digunakan dengan mempertimbangkan lamanya waktu yang dibutuhkan oleh pemilik untuk menjual saham tanpa secara negative mempengaruhi harga perdagangan (yaitu dengan menjual relative porsi kecil saham dari volume penjualan harian tipikal saham tersebut setiap hari). Pada beberapa Dasar Nilai, khususnya nilai wajar untuk tujuan pelaporan keuangan, diskon blok dilarang diterapkan. Diskon dalam penilaian untuk penjualan asset dalam jumlah banyak misalnya real property dikenal istilah enbloc sale untuk penjualan satu blok kondominium yang memperhitungkan diskon blok.



6.3



Pendekatan Pendapatan a) Pendekatan Pendapatan



memberikan



indikasi



nilai



dengan



mengkonversi arus kas masa depan menjadi satu nilai saat ini. Pada



146



Pendekatan Pendapatan, nilai asset ditentukan referensi kepada pendapatan, arus kas atau penghematan biaya yang dihasilkan asset. b)



Pendekatan Pendapatan harus diterapkan dan mendapatkan bobot signifikan pada kondisi berikut: 1.



Pelaku pasar melihat kemampuan asset menghasilkan pendapatan adalah unsur penting yang mempengaruhi nilai, dan/atau



2.



Tersedia proyeksi yang wajar [dengan waktu yang sesuai] atas pendapatan masa depan untuk asset yang dinilai, apabila hanya terdapat sedikit atau tidak ada pembanding pasar yang relevan untuk menerepakan pendekatan pasar.



c)



Penilai harus mempertimbangkan apakah pendekatan lainya dapat diterapkan dan diberikan bobot untuk mendukung indikasi nilai dari Pendekatan Pendapatan dalam kondisi berikut: 1.



Pelaku pasar melihat kemampuan asset menghasilkan pendapatan hanyalah salah satu dari beberapa factor yang mempengaruhi nilai.



2.



Terdapat ketidakpastian yang signifikan mengenai estimasi jumlah dan waktu terjadinya pendapatan di masa depan terkait dengan asset yang dinilai.



3.



Kurangnya akses terhadap informasi terkait dengan asset yang dinilai (misalnya pemegang saham minoritas mungkin memiliki akses ke laporan keuangan historis namun tidak untuk proyeksi/budget) dan/atau



4.



Asset yang dinilai belum mulai menghasilkan pendapatan, tapi diproyeksikan akan menghasilkan.



d)



Hal yang fundamental dari pendekatan Pendapatan adalah investor mengharapkan untuk menerima pengembalian dari investasinya dan pengembalian tersebut harus merefleksikan tingkat resiko investasi.



e)



Umumnya, investor hanya bisa mengharapkan konpensasi atas risiko sistematis (juga dikenal sebagai risiko pasar atau risiko yang tidak terdiversifikasi).



147



6.4



Metode – metode dalam Pendekatan Pendapatan a) Walapun terdapat beberapa cara untuk



mengimplementasikan



Pendekatan Pendapatan, namun pada dasarnya adalah mendiskonto arus kas masa depan menjadi nilai kini. Terdapat variasi dari metode Diskonto Arus Kas (DCF) dan konsep di bawah ini dapat diterapkan sebagian atau seluruhnya pada semua motode dalam Pendekatan Pendapatan. Metode Diskonto Arus Kas (DCF) b)



Dalam metode DCF, arus kas yang diproyeksikan didiskontokam kembali ke tanggal penilaian, menghasilkan nilai kini dari asset.



c)



Dalam beberapa kondisi untuk asset asset berumur panjang atau umumnya tidak dapat ditentukan, DCF mungkin mencakup Nilai Terminal yang mempresentasikan nilai asset pada akhir periode proyeksi eksplisit.



Dalam kondisi lainnya, nilai asset dapat dikalkulasikan hanya menggunakan metode dalam perhitungan Nilai Terminal tanpa periode proyeksi eksplisit. Hal ini terkadang disebut sebagau Metode Kapitalisasi Pendapatan (Income Capitalization Methode). d)



Langkah – langkah dalam metode DCF: 1.



Tentukan arus kas yang paling sesuai dengan sifat dari asset yang akan dinilai dan tujuan penugasan (misalkan arus kas sebelum atau sesudah pajak, arus kas untuk perusahaan atau arus kas untuk ekuitas, rill atau nominal).



2.



Tentukan periode eksplisit yang paling tepat (jika ada), dimana arus kas diproyeksikan,



3.



Siapkan proyeksi arus kas untuk periode tersebut, dimana untuk penilaian bisnis proyeksi wajib disiapkan manajemen dan dikaji dan disesuaikan oleh Penilai,



4.



Tentukan apakah terdapat Nilai Terminal untuk asset yang dinilai setelah periode proyeksi eksplisit (jika ada) dan kemudian tentukan metode Nilai Terminal yang sesuai dengan asset yang dinilai,



5.



Tentukan tingkat diskonto yang sesuai, dan 148



6.



Terapkan tingkat diskonto pada arus kas masa depan yang diproyeksikan, termasuk Nilai Terminal (jika ada).



Jenis Arus Kas e)



Pada saat memilih jenis arus kas yang sesuai untuk sifat asset atau penugasan, Penilai harus mempertimbangkan factor di bawah ini. Sebagai tambahan, tingkat diskonto dan data lainya harus konsisten dengan jenis arus kas yang dipilih. 1.



Arus Kas untuk keseluruhan asset atau sebagian hak: Pada umumnya digunakan arus kas untuk keseluruhan asset atau arus kan untuk perusahaan (FCFF) dalam penilaian bisnis, namun demikian, adakalanya tingkat pendapatan lainya dapat juga digunakan, seperti arus kas ekuitas (setelah pembayaran bunga dan pokok utang) (FCFF) atau dividen (hanya arus kas yang didistribusikan kepada pemilik ekuitas). Arus kas untuk keseluruhan asset/perusahaan adalah yang paling banyak digunakan karena asset seharusnya secara teoritis memiliki nilai tunggal yang independen terlepas bagaimana asset tersebut dibiayai atau apakah pendapatan dibayar sebagai dividen atau direinvestasikan.



2.



Arus kas dapat sebelum atau sesudah pajak: Apabila digunakan setelah pajak, tingkat pajak yang diterapkan seharusnya konsisten dengan Dasar Nilai yang digunakan dan umumnya merupakan tingkat pajak yang berlaku bagi pelaku pasar bukan tingkat pajak untuk suatu pemilik tertentu.



3.



Nominal atau Rill, arus kas rill tidak mempertimbangkan inflasi sedangkan kas nominal memasukan ekspektasi mengenai inflasi. Apabila ekpektasi arus kas memasukan tingkat inflasi yang diharapkan, tingkat diskonto harus memasukan tingkat inflasi yang sama.



4.



Mata uang pilihan, mata uang yang digunakan memiliki dampak terhadap asumsi terkait dengan inflasi dan risiko. Hal ini khusunya berlaku untuk Negara berkembang atau pada mata uang dengan tingkat inflasi yang tinggi. 149



f)



Jenis arus kas yang dipilih seharusnya sesuai dengan sudut pandang pelaku pasar, sebagai contoh arus kas dan tingkat diskonto untuk real property umumnya dikembangkan dengan dasar sebelum pajak sedangkan arus kas dan tingkat diskonto untuk bisnis biasanya dikembangkan dengan dasar setelah pajak. Penyesuaian antara tingkat sebelum dan setelah pajak merupakan suatu hal yang rumit dan rawan terhadap kesalahan dan harus diperlakukan dengan hati – hati.



g)



Apabila arus kas dikembangkan dalam mata uang (mata uang penilaian) yang berbeda dengan mata uang yang digunakan dalam proyeksi arus kas (mata uang fungsional), Penilai seharusnya menggunakan satu dari kedua metode translasi mata uang berikut ini: 1.



Diskontokan arus kas dalam mata uang fungsional menggunakan tingkat diskonto yang sesuai dengan arus kas fungsional. Konversikan nilai kini dari arus kas ke dalam mata uang penilaian menggunakan spot rate seperti kurs tangah Bank Indonesia pada tanggal penilaian.



2.



Gunakan kurva currency exchange forward untuk mentranslasikan proyeksi mata uang fungsional ke dalam proyeksi mata uang penilaian dan diskontokan proyeksi menggunakan tingkat diskonto yang sesuai mata uang penilaian. Apabila kurva currency exchange forward yang dapat diandalkan tidak tersedia (sebagai contoh, dikarenakan kurangnya likuiditas dalam pasar pertukaran mata uang yang relevan), sehingga tidak mungkin untuk menggunakan metode ini dan hanya metode pada butir 6.2.g).1 yang dapat diterapkan.



Periode Proyeksi Eksplisit h)



Kriteria pemilihan akan tergantung pada tujuan penilaian, sifat asset, informasi yang tersedia dan Dasar Nilai yang diminta. Untuk asset dengan umur yang pendek proyeksi arus kas adalah sepanjang umur asset.



i)



Penilai seharusnya mempertimbangkan factor di bawah ini dalam menentukan periode proyeksi eksplisit;



150



1.



Usia asset,



2.



Periode yang sesuai dimana tersedia data yang diandalkan sebagai basis proyeksi,



3.



Periode proyeksi eksplisit minimum yang seharusnya cukup bagi asset untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan laba yang stabil, dimana setelahnya Nilai Terminal dapat digunakan,



4.



Dalam penilaian asset siklikal, periode proyeksi eksplisit harus mencakup keseluruhan siklus, apabila dimungkinkan, dan



5.



Untuk asset dengan umur tertentu seperti pada instrument keuangan arus kas umumnya akan diproyeksikan sepanjang umur asset.



j)



Pada beberapa kasus, khususnya ketika asset beroprasi pada tingkat pertumbuhan dan laba yang stabil pada tanggal penilaian, Nilai Terminal mungkin membentuk satu – satunya Dasar Nilai (terkadang disebut sebagai metode kapitalisasi pendapatan) dan mungkin tidak perlu untuk mempertimbangkan periode proyeksi eksplisit.



k)



Periode kepemilikan yang direncanakan investor seharusnya tidak menjadi satu – satunya pertimbangan dalam memilih periode proyeksi eksplisit dan seharusnya tidak berdampak terhadap nilai asset. Akan tetapi, jika tujuan penilaian untuk menentukan nilai investasi, maka periode



dimana



asset



direncanakan



untuk



dimiliki



dapat



dipertimbangkan dalam menentukan periode proyeksi eksplisit. Proyeksi Arus Kas l)



Arus kas untuk periode proyeksi eksplisit dibuat menggunakan Informasi Keuangan Prospektif (IKP) (proyeksi pendapatan/arus kas masuk dan pengeluaran/arus kas keluar).



m)



Sebagaimana disyaratkan pada butir 6.2.l), tanpa memperhatikan sumber IKP (misalnya proyeksi manajemen), Penilai harus melakukan analisis untuk mengevaluasi IKP, asumsi yang mendasari IKP dan kesesuainya untuk tujuan penilaian. Kesesuaian IKP dan asumsi yang mendasarinya akan tergantung pada tujuan penilaian dan Dasar Nilai 151



yang dibutuhkan. Sebagai contoh, arus kas untuk menentukan nilai pasar seharusnya merefleksikan IKP yang akan diantisipasi oleh pelaku pasar; sebaliknya, nilai investasi dapat dihitung menggunakan arus kas yang didasarkan pada arus kas yang wajar dari perspektif investor tertentu. n)



Arus kan dibagi menjadi interval periodic yang sesuai (misalnya mingguan, bulanan, kuartalan, dan tahunan)dengan pilihan interval tergantung kepada sifat asset, pola arus kas, ketersediaan data dan panjang periode proyeksi.



o)



Proyeksi arus kas harus mencakup seluruh arus kas masuk dan keluar di masa depan yang berhubungan dengan asset yang dinilai dari perspektif yang sesuai dengan Dasar Nilai.



p)



Pada umumnya, proyeksi arus kas akan merefleksikan salah satu dari berikut ini; 1.



Arus kas kontraktual atau yang dijanjikan,



2.



Arus kas tunggal yang paling mungkin,



3.



Arus kas ekspektasi dengan pembobotan probabilitas, atau



4.



Arus kas masa depan yang memungkinkan dengan berbagai scenario.



q)



Jenis arus kas yang berbeda sering merefleksikan tingkat risiko yang berbeda dan mungkin membutuhkan tingkat diskonto yang berbeda. Sebagai contoh, arus kas ekspektasi dengan pembobotan probabilitas memasukan ekspetasi mengenai seluruh hasil yang dimungkinkan dan tidak tergantung kepada kondisi atau kejadian tertentu (sebagai catatan bahwa apabila digunakan arus kas ekspetasi dengan pembobotan probabilitas, Penilai tidak perlu selalu mempertimbangkan distribusi dari seluruh arus kas dengan menggunakan model dan teknik yang kompleks. Sebaliknya, Penilai dapat mengembangkan sejumlah scenario berbeda dan probabilitas yang meliputi berbagai arus kas yang dimungkinkan). Arus kas tunggal yang paling mungkin dapat tergantung kepada kejadian masa depan tertentu dan karenanya dapat merefleksikan risiko yang berbeda dan memberikan tingkat diskonto yang berbeda.



r)



Walaupun Penilai sering menerima Informasi Keuangan Prospektif (IKP) yang merefleksikan pendapatan dan pengeluaran secara akuntansi, umumnya disarankan untuk menggunakan arus kas yang akan 152



diantisipasi oleh pelaku pasar sebagai Dasar Nilai. Sebagai contoh, pengeluaran non-kas dalam akuntansi, seperti depresiasi dan amortisasi, seharusnya ditambahkan kembali, dan arus kas keluar yang diharapkan terkait dengan belanja modal atau perubahan pada modal kerja seharusnya dikurangkan dalam menghitung arus kas. s)



Penilai harus memastikan bahwa efek musiman dan siklikal pada asset telah secara wajar dipertimbangkan dalam proyeksi arus kas.



Nilai Terminal t)



Apabila asset diharapkan untuk berlanjut setelah periode proyeksi eksplisit, Penilai harus mengestimasi nilai asset pada akhir periode. Nilai Terminal kemudian didiskontokan kembali ke tanggal penilaian, biasanya menggunakan tingkat diskonto yang sama dengan yang diterapkan pada proyeksi arus kas.



u)



Nilai Terminal harus mempertimbangkan: 1.



Apakah asset bersifat menurun/memiliki umur terbatas atau umur tak terhingga, karena hal ini akan mempengaruhi metode yang akan digunakan dalam menghitung Nilai Terminal,



2.



Apakah asset memiliki potensi pertumbuhan masa depan setelah periode proyeksi eksplisit,



3.



Apakah terdapat jumlah uang tertentu yang akan diterima atau wajib dibayarkan pada akhir periode proyeksi eksplisit yang telah ditentukan sebelumnya,



4.



Ekspektasi tingkat risiko dari asset pada waktu Nilai Terminal diperhitungkan,



5.



Untuk asset yang memiliki siklus, Nilai Terminal seharusnya mempertimbangkan sifat siklus dari asset dan seharusnya tidak dilakukan dengan cara yang mengasumsikan arus kas pada tingkat puncak atau terbawah untuk terus berlanjut selamanya, dan



6.



Atribut pajak yang melekat pada asset pada akhir periode proyeksi eksplisit (jika ada) dan apakah atribut pajak diasumsikan berlangsung selamanya.



v)



Penilai harus menetepkan metode yang wajar untuk menentukan Nilai Terminal. Meskipun banyak pendekatan dapat digunakan untuk 153



menghitung Nilai Terminal, namun tiga metode yang paling umum digunakan yaitu: 1.



Model Gordon growth atau model pertumbuhan konstan (hanya sesuai untuk asset dengan umur tidak dapat ditentukan (indefinite life)).



2.



Pendekatan Pasar atau exit value (sesuai dengan asset berumur terbatas dan tidak dapat ditentukan), dan



3.



Nilai sisa/biaya pelepasan (hanya sesuai untuk asset dengan umur terbatas).



Model Pertumbuhan Konstan/ Model Gordon growth w)



Model Pertumbuhan konstan mengasumsikan asset tumbuh (menurun) pada tingkat yang konstan selamanya.



Pendekatan Pasar/ exit value x)



Metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, tapi tujuan akhri adalah menghitung nilai asset pada akhir proyeksi arus kas eksplisit.



y)



Cara yang umum dalam menghitung Nilai Terminal dengan metode ini termasuk penerapan dari factor kapitalisasi berdasarkan bukti pasar atau pengali pasar.



z)



Ketika pendekatan pasar/ exit value digunakan, Penilai harus memenuhi persyaratan dalam Pendekatan Pasar dan butir yang membahas metode Pendekatan Pasar dalam SPI ini (butir 6.1 dan butir 6.2). bagaimanapun, Penilai harus mempertimbangkan kondisi pasar yang diharapkan pada akhir periode proyeksi eksplisit dan membuat penyesuaian yang diperlukan.



Nilai Sisa/Biaya Pelepasan aa)



Nilai Terminal dari beberapa asset mungkin memiliki sedikit hubungan atau tidak ada hubungan sama sekali dengan arus kas yang mendahuluinya. Contoh dari asset seperti ini termasuk asset



tak



terbaharukan seperti tambang atau sumur minyak. bb)



Pada kasus demikian, Nilai Terminal umumnya dihitung sebaga nilai sisa dari asset, dikurangi biaya pelepasan asset. Dalam kondisi dimana 154



biaya melebihi nilai sisa, Nilai Terminal menjadi negative dan disebut sebagai biaya pelepasan atau kewajiban pemulihan asset yang telah ahabis pemanfaatanya (asset retirement obligation). Tingkat Diskonto cc)



Suatu tingkat dimana proyeksi arus kas didiskontokan yang merefleksikan tidak hanya nilai waktu dari uang, namun juga risiko terkait dengan jenis arus kas dan operasional masa depan asset.



dd)



Penilai harus menggunakan metode yang sesuai dalam menentukan tingkat diskonto. Walaupun terdapat banyak metode untuk menentukan tingkat diskonto yang wajar, berikut adalah metode yang umum digunakan: 1.



Capital Asset Pricing Model (CAPM)



2.



Weighted Average Cost of Capital (WACC)



3.



Tingkat Pengembalian/ yield yang diobservasi atau diduga



4.



Internal Rate of Return (IRR)



5.



Weighted Average Return on Assets (WARA)



6.



Metode build-up (umumnya digunakan pada saat tidak adanya data masukan pasar)



ee)



7.



Bond of Investement - komponen utang dan ekuitas



8.



Bond of Investment – komponen tanah dan bangunan



Dalam



menentukan



tingkat



diskonto,



Penilai



seharusnya



mempertimbangkan: 1.



Resiko yang terkait dengan arus kas yang digunakan,



2.



Jenis asset yang dinilai. Sebagai contoh, tingkat diskonto yang digunakan dalam menilai hutang akan berbeda dengan yang digunakan dalam menilai property atau bisnis,



3.



Tingkat diskonto yang implisit terdapat pada transaksi pasar,



4.



Lokasi geografis dari asset dan/atau lokasi pasar dimana asset akan diperdagangkan



5.



Umur/masa manfaat asset dan konsistensi data masukan. Sebagai contoh, tingkat bebas resiko yang dipertimbangkan akan berbeda untuk asset dengan umur 3 tahun dibandingkan 30 tahun.



6.



Jenis arus kas yang digunakan (lihat 6.4.e)), dan 155



7.



Dasar nilai yang diterapkan. Untuk kebanyakan Dasar Nilai, tingkat diskoto seharusnya dikembangkan dari perspektif pelaku pasar.



6.5



Pendekatan Biaya a) Pendekatan Biaya memberikan indikasi nilai menggunakan prinsip ekonomi bahwa pembeli akan membayar asset lebih dari biaya untuk mendpatkan asset dengan utilitas yang sama, baik melalui pembelian atau melalui pembuatan konsturksi dengan mengecualikan factor – factor seperti waktu yang tidak semestinya, ketidaknyamanan, risiko atau factor- factor lainnya. Pendekatan ini memberikan indikasi nilai dengan menghitung biaya pengganti atau reproduksi saat ini dari asset dan membuat pengurangan untuk kemunduran fisik dan selurus bentuk keusangan lainya yang relevan. Dalam Penilaian Perusahaan Pendekatan Biaya lazimnya dikenal sebagai Pendekatan berbasis aset (asset based approach). b)



Pendekatan Biaya seharusnya diterapkan dan diberikan bobot yang signifikan dalam kondisi berikut: 1.



Pelaku pasar akan mampu membuat kembali asset dengan utilitas yang substansial sama dengan asset yang dinilai, tanpa adanya restriksi dari aspek hukum atau regulasi, dan asset dapat dibuat kembali dalam waktu yang cukup cepat secara wajar dimana pelaku pasar tidak akan membayar premium yang signifikan untuk dapat segera menggunakan asset tersebut.



2.



Asset tidak menghasilkan pendapatan secara langsung dan sifat unik dari aset membuat penggunaan Pendekatan Pendapatan atau Pendekatan Pasar menjadi tidak layak, dan/atau



3.



Dasar Nilai yang digunakan secara fundamental didasarkan pada biaya pengganti, seperti nilai pembangunan kembali (replacement value).



c)



Meskipun kondisi pada butir 6.5.b) akan mengindikasikan bahwa Pendekatan Biaya seharusnya diterapkan dan mendapat bobot yang signifikan, berikut ini adalah kondisi tambahan dimana Pendekatan Biaya dapat diterapkan dan mendapat bobot signifikan. Ketika menggunakan Pendekatan Biaya dalam kondisi berikut, Penilai 156



seharusnya mempertimbangkan apakah pendekatan lainnya dapat diterapkan dan diberikan bobot untuk mendukung indikasi nilai dari Pendekatan Biaya: 1.



Pelaku pasar mungkin mempertimbangkan untuk membangun kembali asset dengan utilitas yang sama/serupa, tapi terdapat potensi hambatan aspek hukum atau regulasi atau waktu yang signifikan diperlukan untuk membuat kembali asset,



2.



Ketika pendekatan Biaya digunakan untuk memeriksa kewajaran dari nilai yang didapatkan dari pendekatan lainnya (sebagai contoh, menggunakan Pendekatan Biaya untuk mengkonfirmasi apakah bisnis atau property penghasil pendapatan (termasuk property bisnis khusus) yang dinilai sebagai usaha berkelanjutan/ going concern mungkin akan lebih bernilai pada basis likuidasi), dan/atau



3.



Asset baru saja dibuat, sehingga terdapat tingkat keandalan yang tinggi pada asumsi yang digunakan dalam Pendekatan Biaya.



d)



Nilai dari asset yang baru sebagian selesai umumnya merefleksikan biaya yang dikeluarkan pada tanggal pembuatan asset (dan apakah biaya tersebut berkontribusi terhadap nilai) dan ekspektasi pelaku pasar mengenai



nilai



dari



property



pada



mempertimbangkan biaya dan waktu



saat



selesai,



namun



yang dibutuhkan untuk



penyelesaian asset dan membuat penyesuaian yang wajar untuk laba dan risiko. 6.6



Metode Pendekatan Biaya a) Pada umumnya terdapat tiga metode Pendekatan Biaya: 1.



Metode Biaya Pengganti dikenal juga dengan Biaya pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost/DRC); metode yang mengindikasikan nilai dengan menghitung biaya untuk membuat asset yang serupa dengan utilitas yang setara,



2.



Metode Biaya Reproduksi, metode yang mengindikasikan nilai dengan menghitung biaya untuk membuat replica asset, dan



3.



Metode Penjumlahan, metode yang menghitung nilai asset dengan menjumlahkan nilai dari setiap bagian komponenya.



157



Metode Biaya Pengganti b)



Secara umum biaya pengganti baru adalah biaya yang relevan dalam menentukan harga dimana pelaku pasar akan membayar, yang didasarkan pada penggantian asset dengan utilitas yang setara, dan bukan membuat asset yang sama secara fisik.



c)



Biaya pengganti Baru kemudian disesuiakan untuk kerusakan fisik dan seluruh bentuk keusangan yang relevan. Setelah penyesuaian tersebut, biaya ini disebut Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost).



d)



Langkah – langkah utama dalam Metode Biaya Pengganti adalah; 1.



Menghitung seluruh biaya yang akan dikeluarkan oleh pelaku pasar tipikal yang akan membuat atau mendapatkan asset yang memberi utilitas setara,



2.



Menentukan apakah terdpat depresiasi yang terkait fisik, fungsi dan keusangan eksternal yang berhubungan dengan asset yang dinilai, dan



3.



Mengurangkan total depresiasi dari total Biaya Pengganti, Baru untuk mendapatkan nilai dari asset.



e)



Biaya pengganti pada umumnya adalah untuk asset modern yang setara (modern equivalent asset), yang memberikan fungsi yang mirip dan utilitas yang setara dengan asset yang dinilai, namun memiliki desain saat ini dan dikontruksikan atau dibuat menggunakan material dan teknologi saat ini yang efektif dari sisi biaya (cost effective).



Metode Biaya Reproduksi f)



Biaya Reproduksi sesuai digunakan dalam konidisi seperti berikut ini: 1.



Biaya unuk asset ekuivalen modern lebih tinggi dari pada biaya untuk membuat replica dari asset yang dinilai, atau



2.



Utilitas yang ditawarkan oleh asset yang dinilai hanya dapat diberikan oleh replica dan bukan ekuivalen modern.



g)



Langkah – langkah utama dalam Metode Biaya Reproduksi adalah: 1.



Menghitung seluruh biaya yang akan dikeluarkan oleh pelaku pasar tipikal yang akan membuat asset serupa (replica) dari asset yang dinilai, 158



2.



Menentukan apakah terdapat depresiasi yang terkait dengan fisik, fungsi dan eksternal yang berhubungan dengan asset yang dinilai, dan



3.



Mengurangkan total depresiasi total biaya Reproduksi, Baru untuk mendapatkan nilai dari asset.



Metode Penjumlahan (Summation Methode atau Sum of the Parts Method) h)



Metode penjumlahan, biasa disebut sebagai metode asset yang mendasari (underlying assets), umumnya digunakan untuk menilai suatu perusahaan investasi, perusahaan induk, jenis asset/entitas lain dimana kepemilikan asset merupakan factor utama dari nilai.



i)



Langkah – langkah utama dalam Metode Penjumlahan adalah: 1.



Menilai setiap komponen asset yang merupakan bagian dari asset yang dinilai dengan menggunakan pendekatan dan metode penilaian yang sesuai, dan



2.



Menjumlahkan nilai dari setiap komponen asset pada butir 6.6.i) untuk mendapat nilai asset tersebut.



6.7



Pertimbangan Biaya a) Pendekatan biaya harus mencakup seluruh biaya yang akan dikeluarkan oleh pelaku pasar tipikal. b)



Unsur biaya dapat berbeda tergantung kepada jenis asset dan seharusnya termasuk biaya langsung dan tidak langsung yang akan diperlukan untuk mengganti/membuat kembali asset pada tanggal penilaian. Beberapa hal yang umum dipertimbangkan mencakup: 1.



2.



Biaya Langsung a.



Material, dan



b.



Tenaga Kerja



Biaya Tidak Langsung a.



Biaya transportasi



b.



Biaya instalasi,



c.



Biaya Profesional (desain, ijin, arsitektur, hukum, dll)



d.



Biaya relevan lainnya



e.



Biaya overhead 159



f.



Pajak



g.



Biaya keuangan (missal bunga pembiayaan utang), dan



h.



Marjin laba/laba kewirausahaan untuk pengembang asset (missal tingkat pengembalian investasi)



c)



Asset yang diperoleh dari pihak ketiga diasumsikan akan merefleksikan biaya yang terkait dengan pembangunan asset ditambah dengan suatu bentuk marjin laba untuk memberikan pengembalian investasi. Dengan demikian, dengan digunakanya Dasar Nilai yang mengasumsikan transaksi hipotesis, adalah mungkin tepat untuk memasukan asumsi marjin laba di atas biaya tertentu yang dapat dinyatakan sebagai target laba, baik secara lumsum atau presentase tingkat pengembalian biaya atau nilai. Namun demikian, biaya pendanaan, jika diperhitungkan, mungkin telah merefleksikan tingkat pengembalian yang diharapkan pelaku pasar dari modal yang ditanamkan, sehingga Penilai seharusnya berhati – hati pada saat memperhitungkan biaya pembiayaan dan marjin laba.



d)



Ketika biaya didapatkan dari harga estimsi, kuotasian atau actual oleh supplier atau kontraktor pihak ketiga, biaya ini telah memperhitungkan tingkat keuntungan yang diharapkan oleh pihak ketiga.



e)



Biaya actual yang dikeluarkan dalam membuat asset yang dinilai (atau asset referensi pembanding) mungkin tersedia dan memberikan indikasi yang relevan mengenai biaya asset. Namun demikian, penyesuaian mungkin dilakukan untuk merefleksikan hal – hal berikut ini: 1.



Fluktuasi biaya anatara tanggal dimana biaya dikeluarkan dan Tanggal Penilaian, dan



2.



Biaya yang tidak umum atau luar biasa, atau penghematan, yang tercermin dalam data biaya tapi tidak akan muncul dalam pembuatan asset setara.



6.8



Depresiasi/Keuasangan a) Dalam konteks pendekatan biaya, depresiasi merujuk kepada penyesuaian yang diperhitungkan untuk mengestimasi biaya pembuatan asset dengan utilitas yang setara guna merefleksikan dampak terhadap nilai dari berbagai keusangan yang mempengaruhi asset yang dinilai. Pengertian ini berbeda dengan penggunaan kata depresiasi/keusangan di 160



dalam laporan keuangan atau hukum pajak dimana umumnya merujuk kepada metode yang secara sistematis mengeluarkan belanja modal dari waktu ke waktu. b)



Penyesuaian depresiasi umumnya dipertimbangkan untuk berbagai tipe penyusutan/keusangan, yang dapat dipisahkan lebih jauh kedalam sub kategori apabila melakukan penyesuaian: 1.



Penyusutan fisik: kehilangan utilitas yang disebabkan oleh kerusakan fisik asset atau komponenya yang berasal dari umur dan penggunaan,



2.



Keuasangan fungsional: kehilangan utillitas yang berasal dari inefisiensi dari asset yang dinilai dibandingkan dengan penggantinya seperti desain, spesifikasi dan teknologi yang sudah ketinggalan jaman,



3.



Keusangan eksternal atau ekonomis: kehilangan utilitas yang disebabkan oleh factor ekonomi, lokasi, atau factor eksternal lainnya. Keusangan jenis ini dapat berupa temporer atau permanen.



c)



Depresiasi atau keusangan seharusnya mempertimbangkan unsur fisik dan ekonomis dari asset: 1.



Umur fisik adalah berapa lama aset tersebut dapat digunakan sebelum menjadi aus atau mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, dengan mengasumsikan adanya pemeliharaan rutin namun mengabaikan potensi untuk dilakukan perbaikan atau rekonstuksi.



2.



Umur ekonomis adalah berapa lama diantisipasi bahwa aset dapat menghasilkan tingkat pengembalian finansial atau menyediakan manfaat non-finansial dalam penggunaannya saat ini. Hal ini akan dipengaruhi oleh tingkat keusangan fungsional atau ekonomis yang dialami aset tersebut.



3.



Kecuali untuk beberapa jenis keusangan ekonomis atau eksternal, sebagian besar jenis keusangan diukur dengan membuat perbandingan antara aset yang dinilai dengan aset hipotetis dimana estimasi



biaya



pengganti



atau



reproduksi



didasarkan.



Bagaimanapun, ketika tersedia bukti pasar mengenai pengaruh 161



dari keusangan terhadap nilai asset, bukti tersebut seharusnya dipertimbangkan d)



Penyusutan fisik dapat diukur dengan dua cara: 1.



Penyusutan fisik yang diperbaiki, misalnya biaya memperbaiki keusangan, dan/atau



2.



Penyusutan



fisik



yang



tidak



dapat



diperbaiki



yang



mempertimbangkan unsur asset, ekspetasi total dan sisa umur dimana penyesuaian untuk penyusutan fisik adalah sama dengan proporsi dari ekspetasi total umur asset yang telah digunakan. Ekspetasi total umur dapat dinyatakan dengan berbagai cara, termasuk umur ekspektasi dalam tahun, mileage, unit produksi dan lain – lain. e)



Terdapat dua bentuk keusangan fungsional: 1.



Biaya modal yang berlebih (excess capital cost), dikarenakan peningkatan desain, material kontruksi, teknologi atau teknik maufaktur yang berakibat tersedianya asset setara modern dengan biaya modal yang lebih rendah daripada asset yang dinilai, dan



2.



Biaya operasional yang berlebih (excess operating cost), disebabkan peningkatan desain atau kapasitas berlebih yang disebabkan oleh adanya asset setara modern denga biaya operasional yang lebih rendah dari pada asset yang dinilai.



f)



Keusangan ekonomis timbul ketika terdapat factor eksternal yang mempengaruhi asset individual atau seluruh asset yang digunakan dalam bisnis dan seharusnya dikurangi setelah penyusutan fisik dan kemunduran fungsional. Contoh dari kemunduran eksternal mencakup: 1.



Berkurangnya permintaan untuk produk atau jasa yang dihasilkan asset,



2.



Kelebihan pasokan di pasar untuk asset,



3.



Gangguan atau kerugian dari pasokan tenaga kerja atau bahan mentah, atau,



4.



Asset digunakan oleh bisnis yang tidak sanggup membayar sewa sesuai harga pasar untuk asset namun masih dapat menghasilkan tingkat pengembalian sesuai pasar.



162



g)



Kas atau setara kas tidak mengalami kemunduran dan tidak disesuaikan. Asset yang dapat dipasarkan tidak disesuaikan di bawah nilai pasarnya yang ditentukan menggunakan Pendekatan Pasar.



7.0 Syarat Pengungkapan 7.1



Pemilihan dalam menggunakan Pendekatan dan Metode Penilaian harus diungkapkan dalam Laporan Penilaian agar pihak yang membaca dan mengacu pada laporan tersebut dapat sepenuhnya memahami data, alasan, dan analisis yang digunakan;



7.2



Penilai harus mengungkap alasan dalam penerapan Pendekatan Penilaian dalam Laporan Penilaian.



8.0 Ketentuan Penyimpangan 8.1



Tanpa Alasan yang mendasar, tidak ada penyimpangan yang dapat dibenarkan, sepanjang ketersediaan data dan kesesuian Pendekatan Penilaian dengan objek penilaian telah relevan.



8.2



Ketentuan penyimpangan lainnya dapat merujuk kepada pengaturan yang terdapat dalam KUHP.



9.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 9.1



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 106 – Pendekatan dan Metode Penilaian



9.2



SPI 106 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara efektif tanggal 1 Febuari 2019.



163



Standar Penilaian Indonesia 107 (SPI 107) Kaji Ulang Penilaian Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



1.3



1.4



2.0



Ruang Lingkup 2.1



2.2 2.3



3.0



Oleh karena adanya kebutuhan untuk memastikan ketelitian, kepatutan, dan kualitas dari laporan penilaian, maka Kaji Ulang Penilaian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari praktek profesi. Kaji Ulang Penilaian dikategorikan menjadi Kaji Ulang Pemeriksaan Penilaian (Audit Review of A Valuation) dan Kaji Ulang Umum Penilaian (Critical Review of A Valuation). Kaji Ulang Pemeriksaan Penilaian dilakukan oleh regulator atau Asosiasi Profesi Penilai yang melakukan fungsi pengawasan dan penindakan atas kepatuhan Penilai menjalankan KEPI dan SPI. Berdasarkan prosedur yang dilaksanakan, terdapat beberapa jenis Kaji Ulang Penilaian, antara lain kaji ulang administrasi (compliance review), kaji ulang teknis (technical reviews), kaji ulang terbatas (desk reviews), kaji ulang lapangan (field reviews), kaji, ulang untuk memastikan bahwa suatu penilaian telah dilaksanakan sesuai dengan SPI (di mana Dasar Nilai yang digunakan dalam penilaian yang dikaji ulang dapat diterima), kaji ulang dalam rangka mengumpulkan informasi pasar untuk mendukung atau memperbandingkan kesimpulan nilai, dan kaji ulang dalam rangka pengujian data tertentu dalam penilaian yang dikaji menggunakan data pembanding dari suatu kelompok data. Standar ini diterapkan agar pekerjaan Kaji Ulang Penilaian dilaksanakan oleh Penilai dengan lebih konsisten dan bermutu dalam rangka menghasilkan penilaian yang berkualitas dan dapat dipercaya.



Standar ini mengatur Penilai dalam melaksanakan pekerjaan Kaji Ulang Umum Penilaian untuk kepentingan eksternal. Kaji Ulang Umum Penilaian untuk kepentingan internal dapat mengacu kepada standar ini sebagai rujukan, termasuk untuk kepentingan internal Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP). Kaji Ulang Umum Penilaian tidak dapat diperuntukan dan digunakan untuk kepentingan Litigasi. Dalam melaksanakan standar ini, Penilai seharusnya mempertimbangkan standar lainnya yang relevan dan terkait sesuai dengan cakupan dari objek Kaji Ulang Penilaian.



Definsi 3.1



Kaji Ulang Penilaian adalah suatu kaji ulang yang dilakukan oleh Penilai terhadap pekerjaan penilaian yang sedang atau telah dikerjakan oleh Penilai lain, dimana penugasannya bisa sebagian atau keseluruhan dari proses penilaian yang dilaksanakan. 164



3.2



3.3



3.4



3.5



3.6



4.0



Kaji Ulang Umum Penilaian adalah evaluasi terhadap suatu pekerjaan penilaian, dalam rangka menghasilkan penilaian yang berkualitas dan dapat dipercaya, atau untuk meyakini kredibilitas dan keakuratan dari suatu pekerjaan penilaian. Kaji Ulang Administrasi (Compliance Review). Suatu Kaji Ulang Penilaian yang dilakukan oleh Pemberi Tugas atau Pengguna Jasa penilaian sebagai suatu pengujian yang menyeluruh dalam hal penilaian akan digunakan untuk tujuan pengambilan keputusan seperti penjaminan, pembelian, atau penjualan properti. Dalam situasi tertentu seorang Penilai dapat melaksanakan kaji ulang administrasi untuk membantu Pemberi Tugas dalam fungsi tersebut. Kaji ulang administrasi dapat juga dilaksanakan untuk memastikan bahwa suatu penilaian telah memenuhi persyaratan yang harus dipatuhi atau pedoman yang disyaratkan dalam suatu penugasan penilaian, sesuai dengan Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP). Kaji Ulang Terbatas (Desk Review). Suatu Kaji Ulang Penilaian yang terbatas pada data yang disajikan dalam laporan, yang dapat atau tidak dapat dikonfirmasi secara independen. Kaji ulang ini pada umumnya diterapkan dengan menggunakan daftar rincian (check list) materi. Penilai yang melaksanakan kaji ulang memeriksa keakuratan perhitungan, kewajaran data, kesesuaian metodologi, pemenuhan lingkup penugasan, persyaratan regulasi, dan pemenuhan Standar Penilaian Indonesia (SPI). Lihat Kaji Ulang Lapangan. Kaji Ulang Lapangan (Field Review). Suatu Kaji Ulang Penilaian yang meliputi inspeksi bagian luar dan dapat juga bagian dalam dari suatu properti serta kemungkinan inspeksi dari properti pembanding untuk mengkonfirmasikan data yang disajikan dalam laporan. Pada umumnya dilakukan menggunakan suatu daftar rincian yang memenuhi materi yang diuji dalam Kaji Ulang Terbatas (Desk Review), dan dapat termasuk konfirmasi atas data pasar, penelitian untuk mengumpulkan data tambahan, serta verifikasi terhadap perangkat lunak (software) yang digunakan dalam menyusun suatu laporan. Lihat Kaji Ulang Terbatas. Kaji Ulang Teknis (Technical Review). Suatu Kaji Ulang Penilaian yang dilakukan oleh penilai untuk membentuk suatu opini apakah analisa, pendapat, dan kesimpulan dalam laporan yang dikaji ulang telah sesuai, layak, dan bisa dipertanggungjawabkan, sesuai dengan ketentuan Standar Penilaian yang berlaku.



Hubungan Dengan Standar Akuntansi Hubungan antara standar akuntasi dan praktek penilaian dibahas di SPI 201.



5.0



Pernyataan Standar 5.1



5.2



Penugasan pekerjaan Kaji Ulang Penilaian mencakup berbagai jenis objek dan tujuan, Penilai dan pengguna jasa Kaji Ulang Penilaian hendaknya berhatihati dalam membedakan antara Kaji Ulang Umum Penilaian dengan Kaji Ulang Pemeriksaan Penilain. Kaji Ulang Umum Penilaian dapat dilaksanakan untuk kepentingan internal dan eksternal. Kaji Ulang Umum Penilaian untuk kepentingan internal adalah kaji



165



5.3



5.4



5.5



ulang yang dilakukan oleh Penilai, baik dalam rangka finalisasi laporan maupun setelah laporan final. Kaji Ulang Umum Penilaian untuk kepentingan eksternal adalah Kaji Ulang yang dilakukan Penilai dimana Pemberi Tugas adalah entitas yang bukan KJPP. Kaji Ulang Umum Penilaian untuk kepentingan eksternal dapat dilakukan untuk berbagai alasan antara lain sebagai dasar dalam pengambilan keputusan bisnis Kaji Ulang Penilaian untuk tujuan yang melibatkan publikasi hanya dapat dilakukan apabila Penilai memiliki seluruh fakta dan informasi yang digunakan dalam penilaian yang dikaji ulang. Dalam penyusunan Lingkup Penugasan, Penilai harus menggunakan SPI 103 dengan memperhatikan: a) Kaji Ulang Penilaian yang akan dilakukan Penilai dapat dilakukan untuk masing-masing atau keseluruhan dari kaji ulang administrasi (compliance review), kaji ulang teknis (technical reviews), kaji ulang lapangan (field reviews) atau kaji ulang terbatas (desk reviews), b) Identifikasi status Penilai; sebelum menerima penugasan, Penilai harus memastikan dirinya kompeten, objektif dan independen dalam melakukan Kaji Ulang Penilaian. Persyaratan Penilai Kaji Ulang Penilaian untuk kepentingan eksternal meliputi: 1. Memiliki sertifikat pendidikan khusus penilaian terkait Kaji Ulang Penilaian (reviewer) yang dikeluarkan oleh Asosiasi Profesi Penilai atau Asosiasi Penilai Internasional yang diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai; 2. Memiliki pengalaman melakukan penilaian objek yang sejenis paling sedikit 2 (dua) penugasan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir. c) Mengidentifikasi Pemberi Tugas dan pengguna laporan Kaji Ulang Penilaian secara jelas dengan melihat kesesuaiannya dengan tujuan penugasan yang ingin dilakukan; d) Penilai harus memastikan Pemberi Tugas untuk memberikan akses kepada Penilai yang melakukan penilaian sebelumnya. e) Penilai harus memastikan bahwa Lingkup Penugasan yang menjadi dasar penugasan telah memenuhi untuk dilaksanakannya Kaji Ulang Penilaian sesuai yang dibutuhkan oleh Pemberi Tugas. Lingkup Penugasan yang ditentukan dan disepakati harus cukup efektif untuk menghasilkan kaji ulang yang dapat dipercaya. Dalam pelaksanaan proses Implementasi, Penilai harus menerapkan SPI 104 dengan memperhatikan: a) Kaji Ulang Penilaian menghasilkan suatu pemeriksaan yang dapat dipercaya terhadap penilaian yang dikaji, sehingga konsistensi, kesesuaian, keakuratan dan kelengkapan data perlu dipertimbangkan. Cakupan pemeriksaan akan disesuaikan dengan jenis Kaji Ulang Penilaian yang dilakukan, antara lain: 1. Kesesuaian penilaian yang dilakukan dengan lingkup penugasan; 2. Kecukupan dan relevansi dari data yang digunakan, serta verifikasi yang dilakukan; 3. Kesesuaian dan kewajaran asumsi yang dibuat: 4. Kesesuaian pendekatan, metode, dan teknik penilaian yang diaplikasikan; 166



5.6



5. Keakuratan perhitungan yang dilakukan; 6. Kesesuaian serta kewajaran dari analisis dan opini yang dilaksanakan serta kesimpulan yang dihasilkan; atau 7. Kesesuaian hasil penilaian yang disajikan dengan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), Standar Penilaian Indonesia (SPI), dan regulasi lain yang terkait. b) Penilaian merupakan suatu proses yang kompleks; kaji ulang terhadap suatu penilaian membutuhkan pengetahuan khusus dan keahlian. Penilai Kaji Ulang harus berhati-hati dalam menelaah penilaian yang dikaji, dan dalam memahami pemikiran Penilai. Penilai Kaji Ulang harus bersikap objektif dalam melaksanakan Kaji Ulang Penilaian, sekalipun memiliki opini yang berbeda dengan opini pada penilaian yang dikaji ulang. c) Penilai dapat melaksanakan Kaji Ulang Penilaian dengan bantuan tenaga ahli yang memiliki keahlian khusus antara lain dalam perhitungan biayabiaya konstruksi, pendapatan properti, permasalahan hukum dan perpajakan, atau permasalahan lingkungan. d) Dalam menyusun Kaji Ulang Penilaian, Penilai seharusnya: 1. Mengidentifikasi properti yang dinilai, tanggal laporan Kaji Ulang Penilaian, hak kepemilikan dari properti, tanggal laporan penilaian, tanggal penilalan yang tercantum pada laporan penilaian yang dikaji ulang, dan Penilai yang melaksanakan penugasan penilaian yang dikaji ulang; 2. Mengidentifikasi ruang lingkup dan jenis dari Kaji Ulang yang dilakukan; 3. Mengidentifikasi semua asumsi dan syarat pembatas dalam Kaji Ulang Penilaian; 4. Membangun suatu opini mengenai kelengkapan dari laporan yang sedang dikaji sesuai ruang lingkup penugasan; 5. Membangun suatu opini mengenai kecukupan dan relevansi data dan penyesuaiannya; 6. Membangun suatu opini mengenai kesesuaian pendekatan, metode, dan teknik yang digunakan, serta alasan-alasan untuk menyetujui atau tidak menyetujui laporan penilaian yang dikaji; 7. Membangun suatu opini mengenai apakah analisa, pendapat, dan kesimpulan dalam pekerjaan penilaian yang dikaji telah sesuai, wajar, dan dapat dipertanggungjawabkan. Penilai harus menggunakan SPI 105 tentang Pelaporan Penilaian dalam penyusunan pelaporan penilaian untuk kepentingan Kaji Ulang Penilaian, dengan mempertimbangkan: a) Menyatakan identitas dari Pemberi Tugas dan pengguna jasa, serta maksud dan tujuan penugasan; b) Menyatakan informasi yang harus diidentifikasi sesuai dengan poin 5.5 butir a); c) Menyatakan sifat, asumsi dan syarat pembatas, serta uraian dari proses kaji ulang yang dilakukan; d) Menyatakan pendapat, alasan dan kesimpulan yang dimaksud dalam SPI ini; 167



e) Menyatakan apakah semua informasi yang relevan telah dinyatakan; f) Mencantumkan Pernyataan Penilai yang ditandatangani dalam laporan Kaji Ulang Penilaian.



6.0



Pembahasan 6.1



6.2



6.3



6.4



6.5



6.6 6.7



6.8



6.9



7.0



Karaktertistik utama dari Kaji Ulang Penilaian secara umum adalah ketidakberpihakan dalam mempertimbangkan pekerjaan dari Penilai lain. Hasil dari Kaji Ulang Penilaian dapat menyetujui kesimpulan nilai dari penilaian yang dikaji, ataupun menunjukkan ketidaksetujuan terhadap kesimpulan nilai. Kaji Ulang Penilaian menghasilkan suatu pemeriksaan yang dapat dipercaya atas suatu pekerjaan penilaian, termasuk didalamnya pemeriksaan pada kekuatan dari pekerjaan penilaian yang dihasilkan oleh seorang Penilai, dengan mempertimbangkan pengetahuan, pengalaman dan independensi dari Penilai tersebut. Penilai Kaji Ulang seharusnya tidak mempertimbangkan peristiwa-peristiwa yang mempengaruhi properti atau kondisi pasar yang terjadi setelah penilaian (subsequent event), tetapi hanya informasi yang tersedia di pasar pada saat penilaian dilakukan. Kaji Ulang Penilaian harus didasarkan pada asumsi dan syarat pembatas yang digunakan dalam penilaian yang dikaji. Penilai Kaji Ulang harus menjelaskan secara lengkap, alasan untuk menyetujui atau tidak menyetujui kesimpulan dari suatu laporan penilaian. Jika Penilai Kaji Ulang tidak memiliki semua fakta-fakta dan informasi yang digunakan oleh Penilai, Penilai Kaji Ulang harus mengungkapkan keterbatasan tersebut di dalam kesimpulan yang dibuatnya. Penilai Kaji Ulang harus memperoleh akses ke Penilai yang menerbitkan laporan penilaian yang di Kaji Ulang. Kesimpulan dan opini Kaji Ulang Penilaian sangat ditentukan oleh ruang lingkup yang disepakati antara Penilai Kaji Ulang dengan Pemberi Tugas. Kesimpulan dan opnini Kaji Ulang Penilaian dapat berupa: a) Menyetujui apa adanya (as is); b) Menyetujui dengan catatan; c) Tidak menyetujui; dan d) Menolak karena tidak memenuhi administrasi. Alasan untuk menyetujui atau tidak menyetujui kesimpulan dari suatu laporan penilaian seharusnya dijelaskaan secara lengkap oleh Penilai yang melakukan kaji ulang. Proses pelaksanaan pekerjaan Kaji Ulang Penilaian merujuk kepada SPI ini dan pedoman penilaian/petunjuk teknis yang mengaturnya.



Syarat Pengungkapan 7.1



Kaji Ulang Penilaian tidak mengeluarkon opini nilai, namun kesimpulan dan opini Kaji Ulang Penilaian adalah menyetujui atau tidak menyetujui atau menolak Laporan Penilaian yang di Kaji Ulang sebagaimana yang diatur oleh SPI ini.



168



7.2



7.3



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1 8.2



9.0



Jika Kaji Ulang Penilaian dibuat oleh seorang Penilai Internal, pengungkapan khusus harus dicantumkan dalam Laporan Kaji Ulang Penilaian mengenai keberadaan dan sifat hubungan antara Penilai dan Pemberi Tugas. Penilai Kaji Ulang harus mengungkapkan setiap penyimpangan dari standar ini untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.



Penyimpangan dapat dibenarkan sepanjang ada alasan yang relevan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. KPUP butir 20 mengatur hal yang berhubungan dengan Penyimpangan.



Kutipan dan Tanggal Berlaku 9.1 9.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 107 – Kaji Ulang Penilaian. SPI 107 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Februari 2019.



169



Standar Penilaian Indonesia 201 (SPI 201) Penilaian untuk Pelaporan Keuangan Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum pada Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 5.1



SPI ini disusun berdasarkan adanya kebutuhan dalam dunia akuntansi dengan diterapkannya Akuntansi Nilai Wajar (Fair Value Accounting) yang membutuhkan penilaian untuk pelaporan keuangan. Penilaian yang dilakukan tidak dapat dilepaskan dari Standar Akuntansi Keuangan (SAK), karena hasil penilaian tersebut akan digunakan didalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) merupakan pedoman dalam melakukan praktek akuntansi.



5.2



Tujuan SPI ini adalah untuk menjelaskan prinsip-prinsip yang digunakan dalam penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan dan akun-akun dari suatu entitas. Penilai yang mendapat penugasan penilaian dengan tujuan tersebut di atas penting memahami Standar Akuntansi Keuangan.



5.3



Definisi yang berdasarkan pasar, objektivitas dan pengungkapan menyeluruh atas hal-hal yang relevan ke dalam format yang sesuai dan mudah dipahami merupakan hal yang mendasar yang dibutuhkan dalam penilaian untuk Tujuan Pelaporan Keuangan.



2.0



Ruang Lingkup 5.1



SPI Ini diterapkan untuk penilaian semua kelompok asset dan liabilitas, dan transaksi keuangan yang tercantum didalam laporan keuangan. Penerapan penilaian tersebut membutuhkan pengalaman dan keahlian Penilai. Terminologi asset di dalam SPI ini dapat mencakup akun liabilitas tergantung pada konteksnya.



5.2



SPI memfasilitasi transaksi lintas batas dan mendukung pasar global melalui harmonisasi dan transparansi dalam pelaporan keuangan. SPI ini dapat digunakan dalam konteks standar akuntansi yang digunakan dalam laporan keungan entitas,



yaitu International Financial Reporting Standards/ 170



International Accounting Standards [IFRS / IAS], Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang terdiri dari pernyataan dan interpretasi yang dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Ikatan Akuntan Indonesia serta peraturan pasar modal untuk entitas yang berada dibawah pengawasanya. 5.3



Dalam penilaian untuk Tujuan Pelaporan Keuangan, Penilai harus mengetahui SAK yang digunakan atau terkait dengan maksud dan tujuan penilaian. Selain itu Penilai harus melakukan klarifikasi dengan Pemberian Tugas.



5.4



SAK mengadopsi 2 (dua) model untuk pengakuan dan pengukuran asset/property di dalam Laporan Keuangan yaitu: Model Biaya (Cost Model) dan Model Nilai Wajar (Fair Value Model)/Model Revaluasi (Revaluation Model). Apabila diterapkan Model Nilai Wajar atau Model Revaluasi, maka diperlukan penilaian asset dan SPI ini menitikberatkan pada kondisi tersebut dimana Nilai Wajar akan dilaporkan sesuai dengan definisi pada SPI 102 yang mendasarkan pada defenisi Nilai Wajar dalam PSAK 68 – Pengukuran Nilai Wajar.



5.5



SPI ini disusun dengan maksud untuk disesuaikan aplikasinya dengan SAK dan peraturan yang relevan. Oleh karena mengacu kepada SAK dan peraturan dalam dunia akuntansi yang mungkin berubah, SPI ini dibuat secara umum sehingga dapat diadaptasi dalam penilaian. Dengan demikian penting bagi Penilai untuk terus dapat mengikuti perubahan yang ada di kemudian hari.



5.6



Penilaian Aset Sektor Publik untuk Tujuan Pelaporan Keuangan Pemerintah dilakukan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang diatur tersendiri di dalam SPI 203.



5.7



Standar ini mengatur penilaian untuk laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Dalam hal penilaian dilakukan terhadap Laporan Keuangan yang tidak menggunakan SAK, Penilai dapat menggunakan IFRS/IAS atau prinsip akuntansi yang berlaku umum dimana Laporan Keuangan akan digunakan.



3.0



Definisi 5.1



Nilai Wajar didefinisikan sesuai dengan SPI 102 butir 3.17.



5.2



Nilai Pasar didefinisikan sesuai dengan SPI 101 butir 3.1.



5.3



Pengembangan. Bangunan, struktur atau modifikasi terhadap tanah yang bersifat permanen, melibatkan biaya tenaga kerja dan modal, dan yang 171



diharapkan mampu meningkatkan nilai atau manfaat dari property. Pengembangan memiliki pola penggunaan dan usia ekonomis yang berbeda. 5.4



Properti Khusus. Properti yang unik kalaupun pernah/ada dijual dipasar, kecuali sebagai penjualan usaha atau sebagai bagian dari perusahaan. Keunikan muncul dari sifat dan desain khusus, konfigurasi, ukuran, lokasi atau kombinasinya.



Defenisi atau istilah akuntansi mengikuti yang dinyatakan di Standar Akuntansi Keuangan (SAK).



4.0



Hubungan dengan Standar Akuntansi 5.1



SPI ini menerapkan prinsip yang dijelaskan pada SPI 101, SPI 102, SPI 103, SPI 104 dan SPI 105 sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan di dalam Standar Auntansi Keuangan.



5.2



SPI ini difokuskan pada syarat-syarat penilaian sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang relevan dengan penugasan. a) PSAK 68 - Pengukuran Nilai Wajar b) PSAK 13 - Properti Investasi c) PSAK 14 - Persediaan d) PSAK 15 - Investasi pada Entitas Asosiasi e) PSAK 16 - Aset Tetap f) PSAK 19 - Aset Takberwujud g) PSAK 22 - Kombinasi Bisnis h) PSAK 30 - Sewa i) PSAK 48 - Penurunan Nilai Aset j) PSAK 50 - Instrumen Keuangan : Penyajian k) PSAK 53 - Pembayaran Berbasis Saham l) PSAK 55 - Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran m) PSAK 57 - Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi n) PSAK 58 - Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang dihentikan o) PSAK 69 – Agrikultural



172



5.0



Pernyataan Penerapan Penilaian yang dilaksanakan untuk Tujuan Pelaporan Keuangan harus memenuhi persyaratan dalam Standar Akuntansi Keuangan. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam SPI 103, 104 dan 105 juga harus diterapkan kecuali ditentukan berbeda dalam STandar Akuntansi Keuangan atau standar ini. 5.3



Lingkup Penugasan (SPI 103) a) Untuk memenuhi Persyaratan Konfirmasi SPI 103 – Lingkup Penugasan, butir 5.3.a).6, maksud dan tujuan penilaian, mensyaratkan penilaian yang akan dibuat harus dinyatakan secara jelas mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan yang spesifik. Misalnya tujuan penilaian untuk Pelaporan Kuangan terkait dengan Alokasi Harga Beli (Purchase Price Allocation) dalam rangka Kombinasi Bisnis dan Penurunan Nilai Aset. b) Sebagai tambahan dari persyaratan indentifikasi asset yang dinilai dalam SPI 103 – Lingkup Penugasan, butir 5.3.a).4, indentifikasi objek penilaian harus mencakup konfirmasi bagaimana asset digunakan atau diklasifikasi oleh entitas. Kebijakan akuntansi yang diisyaratkan untuk asset atau liabilitas yang identic atau sejenis dapat berbeda tergantung penggunaannya oleh entitas. Sebagai contoh: 1. Perlakuan terhadap property yang dimiliki oleh entitas dapat berbeda tergantung apakah tergolong ke dalam asset operasional atau asset non operasional. Istilah asset operasional dalam SPI merupakan property yang digunakan sendiri oleh entitas, sesuai dengan asset tetap yang diatur dalam PSAK 16 – Aset Tetap, sedangkan asset non operasional mencakup asset investasi, seperti yang diatur dalam PSAK 13 – Properti Investasi 2. Aset Tak Berwujud yang diperoleh dari penggabungan atau akuisisi bisnis dapat diberlakukan berbeda dari aset sejenis yang sudah dimiliki oleh entitas. Apabila aset digunakan Bersama dengan aset teridentifikasi yang terpisah lainnya, unit penilaian seharusnya diidentifikasikan. Standar Akuntansi Keuangan dapat menjelaskan bagaimana unit penilaian, 173



tingkat agregasi ditentukan untuk berbagai jenis aset atau tujuan pencatatan yang berbeda. 3. Untuk memenuhi SPI 103 – Lingkup Penugasan, butir5.3.a).7, Dasar Nilai yang spesifik harus diidentifikasikan secara jelas. Beberapa Dasar Nilai yang relevan dibutuhkan berdasarkan SAK meliputi Nilai Wajar, Nilai Realisasi Bersih dan Nilai dalam penggunaan. c) Dalam mempertimbangkan berbagai Batasan yang merujuk kepada SPI 103 – Lingkup Penugasan, butir 5.3.b) pertimbangan harus diberikan terhadap; 1. Kedalaman dan bentuk dari referensi atas hasil penilaian yang muncul dalam publikasi laporan keuangan. 2. Sejauh mana tugas Penilai untuk menjawab setiap pertanyaan dari auditor terkait hasil penilaian yang digunakan entitas. Referensi yang sesuai dari hal di atas seharusnya tercakup dalam lingkup penugasan. d) Untuk memenuhui SPI 103 – Lingkup Penugasan, butir 5.3.a).11, Asumsi dan Asumsi khusus, Asumsi yang dibuat harus wajar dan relevan dengan memperhatikan tujuan penilaian. Laporan Keuangan biasanya disusun atas dasar asumsi kelangsungan usaha entitas (going concern) dan akan melanjutkan usahanya dimasa depan. Karena itu, entitas diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya. Jika entitas diasumsikan bermaksud atau berkeinginan melikuidasi atau mengurangi secara material skala usahanya, laporan keungan mungkin harus disusun dengan dasar yang berbeda dan dasar yang digunakan harus diungkapkan, dan Penilai didalam melakukanpenilaian mungkin tidak mempergunakan asumsi dan premis perusahaan yang berjalan (going concern). e) Penilai



juga



perlu



menyatakan



asumsi



yang



dibuat



untuk



mendefinisikan unit penilaian, misalnya apakah aset dinilai dengan basis individual (stand-alone) atau kelompok aset. Standar Akuntansi Keuangan dapat memuat penjelasan mengenai asumsi dan premis penilaian yang dapat dibuat. 174



f) Pada umumnya, penilaian yang digunakan untuk Tujuan Pelaporan Keuangan adalah tidak tepat apabila dibuat dengan menggunakan asumsi khusus. 5.4



Implementasi (SPI 104) Tidak terdapat persyaratan tambahan dalam melaksanakan penilaian untuk Tujuan Pelaporan Keuangan



5.5



Pelaporan (SPI 105) Sebagai tambahan terhadap persyaratan minimun dalam SPI 105 Pelaporan Penilaian, laporan penilaian yang akan digunakan dalam laporan keuangan harus mencakup refrensi yang sesuai terhadap hal-hal yang dibahas dalam lingkup penugasan sesuai dengan butir 5.1 di atas. Laporan Penilaian harus memuat setiap informasi yang disyaratkan untuk diungkapkan oleh setiap entitas pelapor berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, yang relevan dengan maksud dan tujuan penilaian. Contoh pengungkapan yang disyaratkan dalam pengukuran Nilai Wajar dapat mencakup metode dan asumsi signifikan yang digunakan dalam pengukuran dan/atau apakah pengukuran ditentukan berdasarkan referensi atas harga yang dapat diobservai (observable input) atau transaksi pasar terakhir. Beberapa Standar Akuntansi Keuangan mensyaratkan informasi mengenai sensitivitas pengukuran terhadap perubahan pada input penilaian yang signifikan. Apabila efek dari suatu asumsi terhadap nilai bersifat material, maka efek dari asumsi ini harus diungkapkan dalam laporan. Untuk memenuhi persyaratan pada SPI 105 mengenai pembatasab terhadap publikasi, distribusi dan penggunaan laporan, laporan harus memuat setiap kondisi dan bagaimana laporan dapat diterbitkan kembali atau dijadikan rujukan dalam laporan keuangan entitas.



6.0



Pembahasan 6.1



Nilai Wajar yang didefinisikan dalam SPI 102 telah merujuk kepada PSAK 68 yang secara umum konsisten dengan konsep Nilai Pasar sebagaimana dibahas dalam KPUP dan didefinisikan dalam SPI 101.



6.2



Unit penilaian Unit Penilaian didalam SPI ini diartikan sama dengan Agregasi. 175



Nilai Wajar dalam SAK diterapkan pada ‘unit penilaian’ untuk aset atau liabilitas sebagaimana dispesifikasikan dalam standar akuntansi keuangan. Walaupun secara umum merupakan aset atau liabilitas individual, tapi dalam beberapa kondisi dapat diterapkan pada sekelompok aset yang memiliki keterkaitan (group of related asets). PSAK 68 mensyaratkan bahwa, dalam hal aset, adalah penting untuk menentukan apakah nilai maksimum bagi pelaku pasar dihasilkan dari penggunaan aset dengan dikombinasikan dengan aset atau liabilitas lainnya sebagai suatu kelompok (group) atau penggunaan aset secara individual ( stand alone basis). 6.3



Data Masukan Penilaian dan Hirarki Nilai Wajar PSAK 68 meliputi jirarki Nilai Wajar yang mengklasifikasikan penilaian sesuai dengan sifat dari data masukan penilaian yang tersedia (lihat KPUP butir 21), Secara ringkas tiga tingkatan hirarki Nilai Wajar meliputi: a) Data masukan Level 1: harga kutipan/quoted price (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk asset atau liabilitas yang identic yang dapat diakses entitas pada tanggal pengukuran. b) Data masukan level 2: data masukan selain dari harga kutipan yang termasuk dalam level 1 yang dapat diobservasi untuk asset atau liabilitas, baik secara langsung maupun tidak langsung. c) Data masukan level 3: data masukan yang tidak dapat diobservasi untuk asset atau liabilitas. PSAK 68 mensyaratkan level hirarki dari asset atau liabilitas yang diukur pada Nilai Wajar untuk diungkapkan di dalam laporan keuangan. Terdapat beberapan penambahan persyaratan akuntansi terkait dengan penilaian yang dihasilkan menggunakan data masukkan/input level 3. Laporan penilaian yang dihasilkan untuk tujuan pelaporan keuangan berdasarkan SAK harus memasukkan informasi yang memadai mengenai data masukan/input penilaian yang digunakan sehingga entitas pelapor dapat mengkategorisasikan asset ke dalam hirarkinya secara tepat (pengungkapan level hirarki dilakukan oleh entitas).



6.4



Liabilitas a) PSAK 68 menyatakan bahwa pengukuran liabilitas mengasumsikan adanya transfer ke pelaku pasar pada tanggal pengukuran, dan tidak diasumsikan 176



transfer kepada para pihak yang berelasi atau penyelesaian non pasar lainnya. Apabila tidak terdapat harga pasar yang dapat diobservasi untuk liabilitas, maka nilainya seharusnya diukur menggunakan metode yang sama sebagaimana yang digunakan para pihak untuk mengukur nilai dari asset yang sejenis. Nilai Wajar dari liabilitas mencerminkan risiko wan prestasi (non-performance risk) yang terkait dengan liabilitas, tapi dianggap sama baik sebelum dan setelah transfer yang diasumsikan. Risiko wan prestasi juga memperhitungkan efek dari risiko kredit entitas sendiri. b) Terdapat beberapa persyaratan pada PSAK 68 terkait dengan situasi dimana tidak terdapat aset yang berhubungan dengan suatu liabilitas, sebagaimana halnya pada banyak liabilitas non-keuangan. Terdapat juga persyaratan untuk mengabaikan adanya pembatasan atau kontrak pada kemampuan entitas untuk mentransfer liabilitas pada saat penentuan Nilai Wajar. 6.5



Depresiasi PSAK 16 mensyaratkan bahwa entitas memperhitungkan depresiasi pada property, mesin dan peralatan (asset tetap) baik yang dimiliki sendiri maupun yang berasal dari sewa pembiayaan. Depresiasi dalam konteks pelaporan keuangan adalah beban atas pendapatan di dalam laporan keuangan untuk mencerminkan konsumsi atas asset selama umur manfaat bagi entitas. Terdapat persyaratan untuk mendepresiasikan secara terpisah komponen dari asset yang memiliki biaya yang signifikan terhadap biaya secara keseluruhan. Komponen yang memiliki umur manfaat yang sama dan didepresiasikan dengan cara yang sama dapat dikelompokkan. Dalam konteks real property, tanah biasanya tidak didepresiasikan. Penilaian sering disyaratkan dalam menghitung jumlah terdepresiasi (depreciable amount). Istilah depresiasi digunakan dalam konteks yang berbeda dalam penilaian dan pelaporan keuangan. Dalam konteks penilaian, istilah depresiasi sering digunakan untuk merujuk kepada penyesuaian pada saat menggunakan Pendekatan Biaya yang dibuat terhadap biaya reproduksi atau biaya pengganti asset untuk mencerminkan penyusutan/ keusangan dalam rangka mengindikasikan nilai asset dalam hal tidak terdapat bukti langsung data penjualan. Dalam konteks pelaporan keuangan, depresiasi merujuk kepada pembebanan yang dibuat terhadap pendapatan untuk



177



mencerminkan alokasi sistematis dari jumlah depresiasi dari suatu aset selama umur manfaatnya terhadap entitas. Dalam rangka menentukan besaran baban depresiasi, Penilai harus menentukan terlebih dahulu jumlah terdepresiasi. Hal inilah yang membedakan antara jumlah tercatat (carrying amount) dari asset dan nilai residunya. Dalam rangka menentukan Nilai Residu, umur manfaat dari asset juga harus ditentukan. Istilah jumlah terdepresiasi, dalam SPI memiliki pengertian yang sama dengan istilah jumlah tersusutkan dalam SAK.



Istilah ini dijelaskan dalam PSAK 16 sebagai berikut; a) Jumlah tersusutkan adalah Biaya Perolehan asset, atau jumlah lain yang merupakan pengganti Biaya Perolehan, dikurangi Nilai Residu. b) Jumlah tercatat (carrying amount) adalah jumlah suatu aset diakui setelah dikurangi akumulasi rugi penurunan nilai. c) Nilai Residu dari aset adalah estimasi jumlah yang dapat diperoleh entitas saatu ini dari pelepasan aset, setelah dikurangi estimasi biaya pelepasan, jika aset telah mencapai umur dan kondisi yang diperkirakan pada akhir umur manfaatnya. d) Umur manfaat adalah: 1. Periode aset diperkirakan dapat digunakan oleh entitas atau 2. Jumlah produksi atau unit serupa dari aset yang diperkirakan akan diperoleh oleh entitas. Penilai seharusnya memahami bahwa jumlah tercatat mungkin didasarkan pada Biaya HIstoris atau Nilai Wajar, dikurangi akumulasi depresiasi (amortisasi) dan akumulasi kerugian penurunan nilai. Nilai Residu dan umur manfaat harus dikaji ulang paling tidak di setiap akhir tahun laporan keuangan. a) Depresiasi Tanah dan Bangunan 1. PSAK 16 mengakui bahwa tanah umumnya memiliki umur manfaat yang tidak terbatas yang berarti tanah harus dicatatkan terpisah dan tidak didepresiasi. Langkah pertama untuk mengetahui jumlah depresiasi yang dibebankan pada properti, atau bagian dari properti, adalah dengan menentukan nilai tanah pada tanggal laporan keuangan 178



dan kemudian mengurangkannya dari jumlah tercatat untuk ha katas property, misalnya kombinasi antara tanah dan bangunan sehingga nilaibangunan dapat ditentukan.



Nilai ini merupakan nilai teoritis (National Value) yang dalam kenyataannya tidak dapat direalisasikan karena bangunan pada umumnya tidak dapat dijual tanpa tanahnya. 2. Setelah nilai bangunan teoritis dapat ditentukan, Penilai akan menentukan estimasi Nilai Residu bangunan dengan mengetahui terlebih dahulu umur manfaat. Penting untuk dipahami Penilai bahwa umur manfaat mungkin tidak sama dengan sisa umur ekonomis yang dipahami oeh pelaku pasar secara umum. PSAK 16 menyatakan bahwa umur manfaat adalah spesifik terhadap entitas. Jika property tidak akan tersedia bagi entitas untuk seluruh umur ekonomisnya atau apabila entitas menentukan bahwa bangunan akan menjadi surplus dari kebutuhannya dalam jangka waktu lebih pendek dari pasar, maka hal ini harus menjadi pertimbangan dalam menentukan umur manfaat. 3. Nilai Residu adalah nilai pada saat tanggal pelaporan keuangan namun dengan asumsi bahwa aset sudah mencapai akhir dari umur manfaatnya dan dalam kondisi sesuai dengan asumsi tersebut. Bangunan mungkin memiliki umur ekonomis yang melampaui jangka waktu yang tersedia atau dibutuhkan oleh entitas dan karenanya mungkin memiliki Nilai Residu yang signifikan. b) Depresiasi Mesin & Peralatan Umur manfaat dari mesin dan peralatan pada umumnya sama dengan umur ekonomisnya karena tingkat keusangan pada umumnya lebih tinggi dari pada untuk bangunan, sehingga umur ekonomis menjadi lebih pendek. Namun demikian , perbedaan antara umur manfaat untuk entitas dan sisa umur ekonomis seharusnya dipertimbangkan. c) Depresiasi Komponenisasi Apabila jumlah tercatat didasarkan pada biaya historis, biaya dari komponen yang sidnifikan terhadap total biaya dan secara material memiliki perbedaan umur manfaat seharusnya dapat diidentifikasikan. 179



Apabila jumlah tercatat didasarkan pada Nilai Wajar, Penilai perlu membuat alokasi dari Nilai Wajar tersebut terhadap komponen pembentuknya. Meskipun dimungkinkan untuk menentukan nilai dari komponen suatu mesin dan peralatan apabila terdapat pasar aktif untuk komponen tersebut, namun dalam kasus yang lain mungkin tidak terdapat pasar aktif dari komponen tersebut. Hal ini umumnya terjadi dalam kasus komponen bangunan, misalnya bangunan jarang diperjualbelikan tanpa adanya layanan mekanikal dan elektrikal yang diperlukan untuk pengkondisian udara, pencahayaan dan ventilasi, dan bagian ini juga tidak dapt ditransaksikan secara terpisah dari bangunan. Apabila nilai dari komponen individual tidak dapat ditentukan secara pasti, nilai keseluruhan akan dialokasikan secara proporsional atas komponennya. Rasio dari biaya per komponen terhadap biaya keseluruhan dapat menjadi basis yang wajar untuk alokasi tersebut. 6.6



Sewa (i) Dalam PSAK 30, sewa diakui di Laporan Keuangan sebagai sewa operasi atau sewa pembiayaan. Penilaian mungkin disyaratkan untuk menentukan bagaimana sewa diklasifikasikan, apabila merupakan sewa pembiayaan, Penilai akan menentukan jumlah tercatat dari aset dan liabilitas. Jenis sewa ini ditentukan dalam PSAK 30 sebagai berikut: 



Sewa pembiayaan adalah sewa yang mengalihkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan suatu aset. Hak milik pada akhirnya dapat dialihkan atau dapat juga tidak dialihkan.







Sewa operasi adalah sewa selain sewa pembiayaan.



(ii) Untuk sewa properti (real estat) diterapkan peraturan khusus. Selain untuk properti investasi, elemen tanah dan bangunan harus diperhitungkan secara terpisah untuk klasifikasi baik sebagai sewa pembiayaan atau sewa-operasi. Ketentuan untuk properti investasi yang diatur dalam PSAK 30 tidak berlaku untuk aset biolojik sebagaimana diatur dalam IAS 41 – Agriculture.



180



a) Klasifikasi Sewa 1. Uji klasifikasi sewa pembiayaan atau sewa operasi didasarkan pada substansi transaksi bukan pada bentuk kontrak perjanjian. Sebagai contoh, kontrak diantara 2 pihak untuk pengguaan aset dimana terdapat pembayaran, mungkin tidak dapat dikatakan sebagai sew ajika tidak memenuhi kondisi dalam PSAK 30. Contoh di bawah ini tercantum dalam PSAK 30 sebagai situasi yang mengindikasi sewa pembiayaan, baik secara individual maupun kombinasi. Hal ini tidak merupakan uji absolut namun merupakan ilustrasi: a. Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa sewa. b. Lessee memiliki opsi untuk membeli aset pada harga yang diperkirakan cukup rendah dibandingkan Nilai Wajar pada tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat dipastikan bahwa opsi akan dilaksanakan; c. Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun hak milik tidak dialihkan; d. Pada awal sewa, Nilai Kini dari jumlah pembayaran sewa minimum secara substansial mendekati Nilai Wajar aset sewaan; dan e. Aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa perlu modifikasi secara material. f. Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang terkait dengan pembatalan ditanggung oleh lessee; g. Keuntungan atau kerugian dari fluktuasi Nilai Wajar residu dibebankan kepada lessee (misalnya, dalam bentuk potongan harga rental yang sama dengan yang setara dengan sebagian besar hasil penjualan residu pada akhir sewa); dan h. Lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode kedua dengan Nilai Rental yang secara substansial lebih rendah dari Nilai Pasar Rental. 2. PSAK 30 menekankan bahwa kriteria diatas adalah contoh dan indicator yang belum tentu pasti. Apabila jelas dari bentuknya bahwa 181



sewa tidak memindahkan secara substansial seluruh risiko dan manfaat terkait dengan kepemilikan, maka sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi. Contoh kondisi sewa operasi: kepemilikan aset dialihkan pada akhir sewa dengan sejumlah pembayaran variable yang sama dengan nilainya saat itu, atau terdapat review teratur terhadap sewa untuk tingkat sewa pasarnya pada saat itu atau dengan rujukan terhadap indeks inflasi. 3. KLasifikasi sewa dilakukan pada awal sewa, dengan mengkaji tingkat manfaat ekonomi yang dialihkan melalui sewa. Dalam banyak kasus, kajian kualitatif atas persyaratan sewa akan langsung mengindikasikan klasifikasi yang sesuai, tanpa menghubungkan penilaian terhadap persyaratan lainnya. Bagaimanapun, penilaian mungkin dibutuhkan untuk membantu menentukan manfaat yang didapatkan lessor dan lesse, misalnya untuk mengestimasi nilai residu pada akhir masa sewa yang dibutuhkan untuk menentukan apakah sewa merupakan bagian besar dari umur ekonomis aset. b) Klasifikasi dari Sewa Properti 1. Apabila sewa atas tanah dan bangunan atau sekelompok bangunan, PSAK 30 mensyaratkan bahwa kedua elemen ini dipertimbangkan secara terpisah untuk tujuan klasifikasi. Apabila terlihat bahwa elemen dari sewa bangunan merupakan sewa pembiayaan, adalah penting untuk membuat alokasi dari sewa awal berdasarkan Nilai Wajar relative dari hak kepentingan setiap elemen pada awal sewa. 2. Untuk kebanyakan properti sewa, hak kepentingan pada tanah dan bangunan sewa akan kembali pada lessor pada akhir masa sewa. Seringkali terdapat beberapa ketentuan dalam perjanjian sewa untuk adanya tinjauan periodic yang mencerminkan perubahan dari nilai properti dan umumnya terdapat liabilitas bagi lesse untuk mengembalikan bangunan kepada lessor dalam kondisi baik. Hal ini secara umum merupakan indicator bahwa lessor tidak mengalihkan secara substansial seluruh manfaat dan risiko kepemilikan baik dari bangunan atau tanah kepada lesse pada saat sewa diberikan. Sebagai 182



konsekuensinya,



banyak



sewa



tanah



dan



bangunan



dapat



diidentifikasikan sebagai sewa operasi. 3. Sewa pembiayaan dari tanah dan bangunan secara umum terjadi jika sewa dibuat sebagai cara pembiayaan dari pembelianproperti oleh lessee, misalnya dengan cara adanya opsi untuk membeli hak kepentingan



lessor



setelah



pembayaran



sewa



tertentu



telah



dilaksanakan. Terkadang, sewa yang tidak secara jelas terstruktur sebagai perjanjian pembiayaan dapat memenuhi beberapa kriteria dari sewa pembiayaan, misalnya pembayaran sewa tidak mencerminkan nilai properti yang mendasari. Dalam kasus demikian, analisis secara lebih detil dari nilai manfaat dan risiko yang dialihkan dari lessor kepada lessee dapat disyaratkan dalam rangka menentukan klasifikasi sewa secara benar. 4. Jika sewa terhadap sebidang tanah dan kemudian bangunan dibuat diatasnya, alokasi sewa terhadap setiap elemen menjadi tugas yang dapat dilaksanakan secara andal apabila terdapat pasar aktif untuk tanah dari pengembangan sejenis dilokasi tersebut. Pada situasi lainnya, misalnya dimana sewa terhadap bagian dari sekelompok bangunan tanpa adanya tanah yang teridentifikasi secara jelas, alokasi yang andal mungkin menjadi tidak mungkin. PSAK 30 membuat ketentuan bila alokasi yang andal tidak dapat dilaksanakan seluruh sewa seharusnya diperlakukan sebagai sewa pembiayaan, kecuali jelas bahwa kedua elemen merupakan sewa operasi sejak awal, sehingga pengalokasian menjadi tidak diperlukan. 5. Dalam prakteknya sewa terhadap bagian dari sekelompokbangunan secara umum dikategorikan sebagai sewa operasi dan secara keseluuhan properti akan diklasifikasikan sebagai properti investasi oleh lessor. Dalam kasus demikian, alokasi menjadi tidak dibutuhkan. Dalam kasus dimana elemen bangunan secara jelas merupakan sewa pembiayaan, elemen tanah secara umum dapat diidentifikasikan. Namun demikian, apabila ada kasus elemen tanah tidak dapat diidentifikasi, maka alokasi antara elemen tanah dan bangunan seharusnya tidak dilakukan dengan berlandaskan pada kriteria yang



183



tidak dapat diandalkan. Dalam situasi demikian, properti sewa secara keseluruhan seharusnya diperlakukan sebagai sewa pembiayaan. c) Properti Investasi Sewa 1. Pengukuran elemen tanah dan bangunan secara terpisah tidak diperlukan



ketika



bagian



lessee



atas



tanah



dan



bangunan



diklasifikasikan sebagai properti investasi sesuai dengan PSAK 13 dan digunakan model Nilai Wajar. 2. Properti investasi umunya dimiliki investor berdasarkan sewa, misalnya sewa jangka panjang atas tanah dimana diatasnya terdapat bangunan, yang kemudian disewakan sebagai investasi. Dikarrenakan tanah secara umum tidak terdepresiasi, sewa tanah umumnya dianggap benar untuk diklasifikasikan sebagai sewa operasi dan karenanya tidak diakui dalam laporan posisi keuangan. Namun demikian, dengan mengakui fakta bahwa banyak properti investasi yang substansial dimiliki dengan basis ini, PSAK 13 menyatakan bahwa pengakuan awal dari properti investasi yang dimiliki



berdasarkan



sewa



seharusnya



diperhitungkan



seolah



merupakan sewa pembiayaan berdasarkan PSAK 30. 3. Meskipun dalam Ketentuan sebelumnya bermakna bahwa pertanyaan mengenai klasifikasi dan alokasi secara umum tidak terkait dengan properti investasi, anomaly atas hal ini mungkin terjadi. Nilai dari hak kepentingan investor dalam properti investasi yang dimiliki berdasarkan sewa akan mencerminkan perbedaan antara pembayaran dalam sewa yang superior dan penerimaan atau potensi penerimaan dalam sewa turunannya (sub lease), lihat SPI 301 Penilaian Hak Sewa. Namun demikian, PSAK 30, paragraph 22, menyatakan Liabilitas dari aset sewaan tidak dapat disajikan sebagai pengurang aset sewaan dalam laporan keuangan. Jika penyajian liabilitas dalam laporan posisi keuangan dibedakan antara liabilitas jangka pendek dan liabilitas jangka panjang, hal yang sama berlaku untuk liabilitas sewa d) Penilaian Aset Sewa atau Liabilitas 1. Apabila sewa diidentifikasikan sebagai sewa pembiayaan sewa disyaratkan untuk memperhitungkan aset dan liabilitas berdasarkan Nilai Wajar dari aset sewa atau nilai kini dari pembayaran sewa 184



minimum, mana yang lebih rendah, masing masing ditentukan pada awal sewa. PSAK 68 Pengukuran Nilai Wajar tidak diterapkan untuk sewa. 2. Dalam konteks PSAK 30 nilai aset diperhitungkan terpisah dari kewajiban yang terbentuk karena sewa. Dalam pencatatan atas hak kepentingan lessee dalam sewa pembiayaan, adalah penting untuk mengukur aset dengan mengkaji nilai dari manfaat yang diharapkan pelaku pasar dari hak penggunaan aset selama jangka waktu sewa. Untuk properti sewa yang bukan merupakan properti investasi, adalah penting untuk memahami bahwa hal ini berbeda dengan hak kepentingan lessee yang terbentuk dari sewa (lihat SPI 300 Penilaian Real Properti), karena pada situasi tersebut tercermin liabilitas sewa serta nilai aset. 3. Pembayaran sewa minimum diaturdalam PSAK 30. Secara ringkas, terdapat pembayaran selama jangka waktu sewa yang disyaratkan dalam sewa, tidak termasuk tambahan (contingent) sewa, pajak dan sejumlah pembayaran jasa layanan kepada lessor. Pembayaran sewa minimum termasuk nilai residu yang dijamin oleh lessee kepada lessor. Karena sewa tambahan (contingent) dikecualikan dari perhitungan pembayaran sewa minimum dan pembayaran seharusnya telah jelas sejak awal sewa, penilaian pada umumnya tidak disyaratkan. 4. PSAK 30 menentukan bahwa nilai kini dari pembayaran sewa minimum seharusnya diperhitungkan dengan menggunakan tingkat diskonto yang ekivalen dengan ‘tingkat bunga implisit dalam sewa’, atau apabila hal ini dalam prakteknya tidak mudah ditentukan, digunakan tingkat bunga pinjaman incremental. Perhitungan tingkat bunga implisit dalam sewa mensyaratkan Nilai Wajar dari aset sewa yang tidak terbebani (unencumbered) pada tanggal dimana sewa dimulai dan nilai residu pada akhir masa sewa. 5. persyaratan depresiasi dalam PSAK 16 juga diterapkan untuk aset sewa dan karenanya butir 6.5 (mengenai depresiasi) menjadi relevan.



185



6.7



Alokasi Harga Pembelian (Purchase Price Allocation) a) Setelah adanya kombinasi bisnis, misalnya akuisisi terhadap kepentingan pengendalian dari satu atau lebih bisnis lainnya. PSAK 22 mensyaratkan bahwa pihak pengakuisisi memperhitungkan transaksi dengan mengakui aset yang diakuisisi yang dapat diidentifikasikan secara terpisah dan kewajiban yang diasumsikan pada Nilai Wajar. PSAK 22 menyatakan bahwa goodwill adalah selisih antara harga pembelian yang dibayarkan pada saat transfer dari bisnis dengan Nilai Wajar dari aset terindentifikasi bersih (net identifiable aset) yang dibeli. b) Aset berwujud dari suatu bisnis pada umumnya sudah teridentifikasi dan dapat dinilai secara terpisah. Identifikasi dan penilaian dari aset Tak berwujud yang dapat diidentifikasikan dapat lebih sulit, tapi bagian Pembahasan pada SPI 320 Penilaian Aset Takberwujud memberikan petunjuk yang relevan. c) PSAK 22 berisi pengecualian dari apa yang dijelaskan diatas untuk pengakuan dan/atau pengukuran beberapa aset dan liabilitas yang dapat diidentifikasikan. Persyaratan tertentu diterapkan pada liabilitas kontijensi, pajak penghasilan, imbalan kerja, aset identifikasi, hak yang diperoleh kembali, penghargaan pembayaran berbasis saham dan aset dimiliki untuk dijual.



6.8



Uji Penurunan Nilai (i) Penurunan Nilai terjadi ketika nilai tercatat atas aset melebihi jumlah terpulihkan baik dari penggunaan yang berkesinambungan dan/atau penjual aset. Berdasarkan PSAK 48 Penurunan Nilai Aset, suatu entitias disyaratkan untuk melakukan kajian beberapa kategori tertentu dari aset pada tanggal pelaporan keuangan untuk menentukan apakah terdapat indikasi adanya penurunan nilai. Penurunan nilai dapat diindikasikan dari turunnya nilai aset dikarenakan kondisi pasar atau perubahan teknologi, keusangan aset, rendahnya kinerja aset dibandingkan dengan tingkat balikan yang diharapkan, atau keinginan untuk menghentikan atau merestrukturisasi kegiatan operasional. Beberapa aset (goodwill dan Aset



186



Tak berwujud dengan umur tidak terbatas) akan memerlukan Uji Penurunan Nilai secara tahunan. (ii) Apabilaa penurunan nilai terjadi, jumlah tercatat (carrying amount) dari aset yang berasal dari biaya historis atau penilaian terdahulu, harus diturunkan menjadi jumlah terpulihkan (recoverable) amount). a) Jumlah Terpulihkan Jumlah terpulihkan adalah yang lebih tinggi antara ‘Nilai dalam Penggunaan’ dan ‘ Nilai Wajar dikurangi biaya untuk menjual’. Penilai tidak selalu harus menentukan kedua nilai tersebut; apabila salah satu telah melampaui Jumlah Tercatat dari aset, aset dipastikan tidak mengalami penurunan nilai dan karenanya tidak diperlukan estimasi dari nilai lainnya. b) Nilai dalam Penggunaan Nilai dalam Penggunaan dalam SPI 102 secara esensi dapat disamakan dengan Nilai Pakai dalam PSAK 48. 1. Nilai Pakai didefinisikan dalam PSAK 48 sebagai nilai sekarang dari taksiran arus kas yang diekspektasikan akan diterima dari aset atau Unit Penghasil Kas (UPK) atau dikenal juga sebagai Cash Generating Unit (CGU). UPK adalah kelompok aset terkecil teridentifikasi yang menghasilkan arus kas masuk yang sebagian besar independent dari arus kas masuk dari aset atau kelompok aset. 2. Nilai Pakai adalah spesifik kepada entitas karena mencerminkan nilai kini dari arus kas yang diharapkan entitas dihasilkan dari penggunaan berkelanjutan dari aset atau unit penghasil kas selama umur manfaat yang diantisipasi, termasuk hasil yang diperoleh dari penjualannya. 3. PSAK 48 menyatakan bahwa hal-hal berikut ini harus tercermin dalam penghitungan Nilai dalam Penggunaan aset; a. Estimasi dari arus kas masa depan yang diekspektasikan entitas akan diperoleh dari aset, b. Ekspektasi tentang kemungkinan variasi dari jumlah atau waktu arus kas masa depan tersebut. c. Nilai waktu dari uang, dicerminkan oleh suku bunga pasar bebas risiko yang berlaku,



187



d. Harga yang menanggung ketidakpastian yang melekat pada aset, dan e. Factor



lainnya,



seperti



ketidaklikuiditasan



yang



akan



dipertimbangkan oleh pelaku pasar dalam menentukan arus kas masa depan yang diharapkan entitas akan diperoleh dari aset tersebut. 4. Arus kas yang diharapkan harus diuji untuk kewajarannya dengan memastikan bahwa asumsi yang mendasari proyeksi entitas konsisten dengan hasil actual dimasa lalu, dan efek dari kejadian setelah itu (subsequent event) atau keadaan lain yang tidak terjadi pada saat arus kas actual dihasilkan membuat arus kas ini menjadi sesuai. Arus kas diestimasikan untuk aset pada kondisi saat ini dan karenanya arus kas yang



diharapkan



seharusnya



tidak



mencerminkan



kenaikan



dikarenakan restrukturasi atau pengkondisian kembali aset yang saat ini tidak direncakanan entitas. 5. Tingkat diskonto yang sesuai akan mencerminkan tingkat balikan yang disyaratkan pelaku pasar atas investasi yang akan menghasilkan arus kas dengan jumlah, waktu dan profil risiko sebanding dengan yang diharapkan entitas diperoleh dari aset. c) Nilai Wajar dikurangi Biaya Untuk Menjual 1. Nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual dari suatu aset atau UPK adalah jumlah yang dapat dihasilkan dari penjualan dalam transaksi bebas ikatan di antara pihak yang berpengetahuan dan berkeinginan, dikurangi biaya untuk menjual. Nilai diatas bukan nilai jual paksa, kecuali entitas pemilik aset bermaksud untuk menjualaset pada tanggal penilaian tanpa waktu yang cukup untuk pemasaran. 2. Biaya untuk menjual adalah biaya yang langsung ditujukan untuk transaksi, misalnya biaya hokum, biaya pemasaran, biaya pemindahan, pajak transaksi yang tidak dapat dikreditkan dan biaya lainnya yang langsung dikeluarkan pada saat persiapan aset atau UPK untuk dijual. Biaya ini tidak termasuk biaya lanjutan (consequential cost) seperti yang berkaitan dengan regorganisasi bisnis setelah penjualan. d) Pengunaan Tertinggi dan Terbaik (highest and Best Use – HBU)



188



1. Dalam menentukan Nilai Wajar sesuai dengan PSAK-68, Penilai harus dapat menentukan apakah aset dan/atau liabilitas (individual atau kelompok) telah memenuhi HBU nya. 2. Dalam kondisi dimana penggunaan eksisting aset berbeda dengan HBU nya, Penilai akan memberikan opini Nilai Wajar berdasarkan HBU serta sebagai penjelasan tambahan, Penilai dapat memberikan opini Nilai Pasar untuk Pengunaan yang ada untuk bangunan pabrik dan pengembangan lainnya yang ada di atas tanah.



7.0



Syarat Pengungkapan 7.1



Penilai seharusnya membuat semua pengungkapan yang disyaratkan pada SPI 105 Laporan Penilaian.



7.2



Penilai harus mengungkapkan kerangka peraturan perundangan dan setiap penyimpangan yang diperlukan dari standar ini untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku, peraturan (termasuk Standar Akuntansi Keuangan) atau kebiasaan yang ada.



7.3



Penilai harus mengidentifikasikan dan mengungkapkan pasar dimana aset dan liabilitas diperdagangkan.



7.4



Dalam hal terdapat hubungan kerja dengan auditor dan/atau auditor expert, Penilai perlu memberikan pemahaman atas hasil penilaian yang dilakukan agar kepentingan penilaian bagi entitas dapat terpenuhi. Penjelasan dimaksud dalam pemberian kertas kerja sesuai ketentuan dan pedoman penilaian yang berlaku.



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1



Penyimpangan dapat dibenarkan sepanjang ada alas an yang relevan sesuai dengan peraturan perundang-uandangan yang berlaku. Penilai dapat menyesuaikan kepentingan SAK secara proporsional bila dianggap relevan dan wajar.



9.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 9.1



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 201 – Penilaian untuk Pelaporan Keuangan.



9.2



SPI 201 ini ditetapkan pada tanggal 1 juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016. 189



Standar Penilaian Indonesia 202 (SPI 202) Penilaian untuk Tujuan Penjaminan Utang Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



2.0



3.0



Pendahuluan 1.1



Tujuan SPI ini adalah memberikan pedoman bagi penilai dalam mempersiapkan penilaian untuk penjaminan utang. SPI ini menyediakan kerangka kerja dalam melaksanakan penugasan penilaian untuk pihak pemberi pinjaman seperti lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non-bank dan institusi lainnya yang memberikan pembiayaan dengan jaminan aset tertentu yang berbeda dengan kredit pembiayaan umum (tanpa agunan), bagi perorangan atau perusahaan.



1.2



Banyak pengaturan pembiayaan yang dijamin dengan aset tertentu. Jaminan untuk pinjaman dan surat utang (debenture) dalam pengaturan pembiayaan lainnya dapat didefinisikan secara lebih luas. Pada beberapa kasus yang menjadi objek jaminan adalah suatau perusahaan (nilai bersihnya) tanpa dikaitkan dengan jaminan asset tetap tertentu. Penilai biasanya menggunakan Dasar NilaiNilai Pasar dalam melakukan penialaian asaet tertentu untyk jaminan pembiayaan, selaian itu Penilai bias juga menggunakan Nilai Likuidasi (indikasi) atau Dasar Nilai lainnya tergantung hukum, keadaan, dan persyaratan pihak yang memerlukan jaminan tetapi umumnya pihak pemberi pinjaman berpedoman pada Nilai Pasar.



1.3



Umumnya pemberi pinjaman memiliki hak untuk mengambil alih jaminan apabila peminjam tidak melunasi utan. Berbagai jenis asset/properti dapat dijadikan sebagai objek jaminan.



1.4



Penilai secara konsisten menerapkan prinsip-prinsip penilaian di dalam lingkup standar ini, melaksanakan evaluasi secara objektif yang relevan dengan kebutuhan dan dipahami dengan jelas oleh pengguna penilaian.



Ruang Lingkup 2.1



SPI ini berlaku untuk semua keadaan dimana penilai diminta untuk memberikan opini penilaian, advis atau laporan kepada pihak pemberi pinjaman ketika tujuan penilaian berkaitan dengan pinjaman dan surat utang (debenture)



2.2



SPI menjadi rujukan berpraktek bagi Penilai pada umumnya, termasuk Penilai internal pada suatu instansi pemberi pinjaman sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.



Definisi 3.1



Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang 190



Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak termasuk benda-benda lain yang meberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. (UndangUndang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996)



4.0



3.2



Gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang yang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu utang. Selain itu, memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut terlebih dahulu dari kreditor lainnya, terkecuali biaya untuk melelang barang dan biaya yang dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu mesti didahulukan.



3.3



Fidusia adalah surat perjanjian accesor antar debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditor.



3.4



Nilai Pasar (Lihat definisi SPI 101- 3.1).



3.5



Laporan Penilaian Ringkas (LPR) disebut juga Short Form Report merupakan laporan penilaian dalam bentuk tertulis sesuai yang dipersyaratkan pada SPI 105. Terkait untuk tujuan penjaminan utang, LPR dimaksud tujukan untuk objek penilaian berupa satuan unit rumah tapak, rumah susun, rumah toko dan rumah kantor yang tujuan penilaiannya untuk penjamin kredit atau pembiayaan kepemilikan properti. Batasan penilaian untuk kepentingan LPR mencakup batasan atas standar imbal jasa (fee), besaran nilai dan/atau luas tapak properti sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.



Hubungan Dengan Standar Akuntansi 4.1



Standar akuntansi menentukan kriteria dan asumsi tertentu yang harus dipertimbangkan oleh Penilai dalam melaksanakan penialaian untuk tujuan pelaporan keuangan. Penilaian untuk hak tanggungan atau jaminan pinjaman harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh industri pembiayaan, tetapi persyaratan ini dapat secara substansial berbeda dari penilaian untuk tujauan pelaporan keuanagan. Salah satu prinsip yang mendasari penilaian untuk tujuan pelaporan laporan keuangan adalah asumsi mengenai kegiatan bisnis yang terus berjalan. Asumsi ini bagaimanapun tidak selalu berlaku dalam penilaian untuk tujuan penjaminan pinjaman. Hal ini memiliki implikasi khususnya untuk properti khusus dimana nilai properti tersebut apabila dijaminkan dalam konsisi kegiatan bisnis yang terhenti, maka nilai properti khusus yang merupakan bagian dari bisnis yang terhenti tersebut menjadi sangat terbatas.



5.0



Pernyataan Penerapan Prinsip-prinsip yang ada pada Standar Umum dan Standar Teknis yang berkaitan dengan Properti berlaku bagi penilaian untuk tujuan penjamina utang, kecuali dinyatakan lain dalam standar inu. Standar ini hanya mencakup modifikasi, penyaratan, tambahan atau contoh khusus tentang bagaimana Standar Umum berlaku.



191



5.1



Lingkup Penugasan (SPI 103) a) Sepanjang tidak diatur lain oleh ketentuan dan peraturan yang berlaku, penilaian untuk tujuan penjaminan utang harus didasarkan kepada Lingkup Penugasan yang disepakati antara Pemberi Tugas dan Penilai sebagaimana persyaratan yang diatur oleh SPI 103. Dalam hal untuk penilalain property sederhana (khusus untuk Laporan Penilaian Ringkas/LPR) untuk kepentingan penjaminan utang, dijumpai penunnjukkan penugasan hanya didasarkan kepada Surat Pelaksanaan Kerja (SPK). Untuk itu, Penilai harus memastikan bahwa SPK dimaksud telah terikat kepada perjanjian kerjasama induk yang telah disepakati pihak Pemberi Tugas dan/atau penggunan laporan dengan Penilai. Seluruh kesepakatan yang disusun harus tetap didasari kepada persyaratan yang diatur oleh SPI 103. b) Untuk memenuhi persyaratan status Penilai seperti yang dinyatakan dalam SPI 103 butir 5.3.a).1, Penilai harus mengungkapkan keterlibatan material terkait dengan property yang akan dinilai, peminjam atau calon debitur. Keterlibatan material pada saat ini atau masa lalu merupakan pertimbangan professional bagi Penilai. Pada umumnya kriteria utama dari keterlibatan yang diketahui setelah penilaian dilakukan akan menimbulkan keraguan atas kewajaran hasil Penilaian. c) Untuk memenuhi persyaratan Pemberi Tugas dan penggunan laporan seperti yang dinyatakan dalam SPI 103 5.3.a).2 dan 5.3.a).3, maka Penilai harus mengungkapkan secara jelas pihak Pemberi Tugas dan/atau pengguna laporan yang dimaksud apakah atas nama individu atau pihak yang mengatasnamakan suatu institusi. Pengungkapan pengguna laporan penilaian dapat merupakan pihak bersifat individu dapat juga institusi Dalam hal pengguna laporan belum dapat dinyatakan secara jelas, maka Penilai hanya dapat menyampaikan laporan dalam bentuk laporan penilaian sementara, dimana kesimpulan penilaian telah final. Laporan final hanya dapat disampaikan dan digunakan apabila pengguna laporan telah dapat diidentifikasi dengan jelas dan selanjutnya harus dicantuymkan pada laporan penilaian maupun dalam lingkup Penugasan (merevisi perikatan penugasan). d) Untuk memenuhi persyaratan identifikasi objek penilaian dan bentuk kepemilikan seperti yang dinyatakan dalam SPI 103 butir 5.3.a).4, maka objek dan hak atas properti yang akan digunakan sebagai jaminan suatu pinjaman atau pembiayaan lainnya harus diidentifikasi secara jelas, termasuk pihak yang memiliki hak istimewa. e) Dasar Nilai yang ditentukan sesuai dengan SPI 103 butir 5.3.a).7 adalah Nilai Pasar (lihat juga lampiran SPI 103). Beberapa pemberi pinjaman membutuhkan penilaian dengan sumsi tertentu. Salah satunya asumsi likuidasi attau menentukan batas waktu penjualan hipotesis dari properti. Karena harga dalam periode pemasaran akan tergantung dari kondisi saat penjualan terjadi, maka tidak realistis untuk menentukan harga tanpa pemahaman kondisi seperti itu. Penilaian 192



dapat dilakukan dengan asumsi yang dituliskan dalam Lingkup Penugasan dimana Dasar Nilai dinyatakan sebagai indikasi Nilai Likuidasi. Suatu pernyataan harus dibuat untuk menegaskan indikasi Nilai Likuidasi hanya berlaku pada tanggal penilaian dan mungkin tidak berlaku pada saat terjadinya kredit macet atau gagal bayar pembiayaan di masa yang akan dating, karena kondisi pasar dan keadaan penjualan dapat berbeda. f) Penjualan untuk penjaminan utang sering memerlukan asumsi khusus, seperti adanya perubahan keadaan/kondisi dari properti. Sesuai dengan SPI butir 103 5.3.a).11 asumsi khusus yang diperlukan harus dinyatakan dalam Lingkup Penugasan. Contoh asumsi khusus yang biasanya dibuat dalam penilaian untuk tujuan penjaminan utang, antara lain: 1. Bangunan dalam progress pembangunan yang akan dijaminkan, akan diselesaikan sesuai dengan jadwal yang direncanakan (lihat lampiran PEdoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV) 2. Hak sewa atas suatu properti yang akan dijaminkan berakhir sesuai jadwal seperti yang dimaksud dalam kontrak; 3. Tingkat hunian tertentu telah tercapai pada tanggal penilaian, 4. Penjual telah menetapkan batas waktu untuk melakukan penjualan tanpa memenuhi jangka waktu pemasaran yang wajar. 5.2



Implementasi (SPI 104) a) Investigasi untuk tujuan penjaminan utang dengan menggunakan LPR memiliki tingkat kedalam investigasi yang khusus disbanding Laporan penilaian yang terinci. Investigasi pada LPR didasarkan kepaa kepentingan dan kebutuhan format LPR namun tetap harus memenuhi persyaratan yang diatur oleh SPI 104. Salah satunya persyaratan investigasi yang berbeda adalah proses analisis dalam mempertimbangkan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU). Pada penilaian properti menggunakan format LPR, analisis HBU dilakukan lebih sederhana sebagaimana dipersyaratkan pada SPI 360. b) Tidak terdapat persyaratan tambahan dalam melaksanakan penilaian untuk tujuan penjaminan utang kecuali yang disebutkan pada butir 5.2.a) diatas.



5.3



Pelaporan Penilaian (SPI 105) a) Selain yang dinyatakan dalam SPI 105, laporan penilaian untuk tujuan penjaminan utang harus mencakup referensi yang disampaikan dalam Lingkup Penugasan sesuai dengan butir 5.1 diatas. Laporan penilaian juga harus menyampaikan factor-faktor yang relevan terkait dengan jaminan selama masa penjaminan. Contoh factor-faktor ini antara lain: 1. Aktivitas pasar yang relevan saat ini dan di masa mendatang, 2. Permintaan akan jenis properti serta lokasi yang terjadi sebelumnya, saat ini dan yang diantisipasi di masa mendatang, 3. Potensi dan kemungkinan permintaan, penggunaan alternative atau hal yang dapat diantisipasi pada tanggal penilaian, 193



4. Dampak dari setiap kejadian setelah tanggal penilaian terhadap nilai di masa mendatang berhubungan dengan jaminan selama masa pinjaman. Contoh; penyewa yang menggunakan opsi untuk berhenti menyewa, 5. Bila Nilai Pasar disampaikan berdasarkan asumsi khusus, maka laporan penilaian akan mencakup: a. Penjelasan dari asumsi khusus, b. Keterangan atas perbedaan yang material antara Nilai Pasar dan Nilai Pasar dari objek penilaian dengan asumsi khusus, c. Keterangan bahwa nilai tersebut tidak mungkin direalisasikan di masa mendatang, kecuali dalam kondisi yang sesungguhnya seperti yang dijelaskan dalam asumsi khusus. b) Umumnya pinjaman yang diajukan untuk membeli suatu ha katas properti ditetapkan berdasar harga jual yang disepakati. Perlu diketahui penetapan harga tersebut dan disampaikan dalam laporan penilaian. Dalam hal ini terdapat perbedaan harga transaksi saat ini (yang tertunda) dengan hasil penilaian, maka perlu disampaikan keterangan atas perbedaan itu dalam laporan penilaian. 5.4



Penerapan a) Dalam kondisi tertentu, peraturan dan hukum yang berlaku mensyaratkan penyimpangan dari Nilai Pasar dan hanya berlaku untuk kondisi demikian, Penilai dapat menerapkan definisi dan prosedur Nilai selain Nilai Pasar yang dianggap sesuai. Penyimpangan ini harus secara jelas dinyatakan di dalam laporan penilaian, bersama dengan identifikasi dan definisi dari Dasar Nilai yang diestimasi, serta penjelasan mengenai penyimpangan tersebut. Jika terapat perbeaan yang mendasar antara Nilai Pasar properti dan alternative nilai lainnya yang dilaporkan, hal ini harus dinyatakan di dalam Laporan Penilaian setelah didiskusikan dengan Pemberi Tugas. b) Sebagian besar pinjaman untuk perusahaan maupun perorangan dari bank dan lembaga keuangan lainnya dijamin pelunasannya dengan hak kepemilikan atas properti tertentu. Untuk melakukan penilaian dalam kondisi tersebut, Penilai seharusnya memiliki pemahaman menyeluruh tentang kebutuhan lembaga keuangan tersebut, serta struktur perjanjian dan aturan pinjaman. Terkadang kreditur membutuhkan persyaratan khusus berkaitan dengan pinjaman tertentu untuk dijaga kerahasiaannya, namun hal ini tidak membebaskan Penilai dari kewajiban untuk memiliki pemahaman umum mengenai proses pemberian pinjaman. c) Penilai harus berdasar kondisi pasar dalam melakukan penilaian dan memberikan kajian terhadap resiko yang melekat pada properti, untuk saat ini maupun di masa mendatang. Perubahan yang tidak biasa pada nilai suatu properti atau pasa properti pembanding harus dikemukakan dalam Laporan Penilaian. d) Laporan dan estimasi penilaian yang jelas, obyektif, relevan, dan dapat dipahami adalah penting bagi semua penilaian properti dengan tujuan penjaminan utang. Penilaian untuk tujuan surat utang yang akan 194



dipublikasikan, dapat merujuk pda peraturan khusus. Penilai seharusnya harus memastikan, memahami, dan tunduk pada semua persyaratan khusus yang berkaitan dengan penilaian tersebut. e) Penilai harus membuat pengungkapan sesuai dengan lingkup penugasan dan memenuhi persyaratan pelaopran sebagaimana dinyatakan dalam SPI 105, dan ketentuan pada butir 7 dibawah.



6.0



Pembahasan 6.1



Pada umumnya, persyaratan penilaian untuk jaminan pinjaman berupa properti adalah sama dengan penilaian Nilai Pasar lainnya. Secara khusus, adalah penting untuk menetapkan dan melaporkan dasar untuk penyimpangan dari standar ini. Sebagaimana dijelaskan di bawah ini, berbagai jenis properti membutuhkan pertimbangan khusus.



6.2



Hak atas Properti (The Property Interest) a) Adanya kepentingan lain atas keberadaan dan perubahan dari property untuk tujuan penjaminan utang, akan mempengaruhi nilai dari properti tersebut. Oleh karena itu penting mengidentifikasi semua kepentingan dari obyek properti, termasuk pihak yang memiliki hak istimewa. Apabila informasi rinci atas kepentingan lain belum diketahui atau tidak diperoleh, asumsi atas obyek properti harus dinyatakan secara jelas. Dapat direkomendasikan untuk melakukan verifikasi atas hal tersebut sebelum pinjaman diberikan. Kehati-hatian diperlukan bila properti yang akan dijaminkan terikat perjanjian sewa dengan para pihak atau peminjam. Apabila pendapatan sewa yang diperoleh lebih besar dari pada yang berlaku di pasar, maka perjanjian sewa dari properti yang akan dijaminkan dapat diabaikan.



6.3



Insentif Pada umumnya penjual properti atau khususnya pengembang properti bisa atau tidak memberikan instentif kepada pembeli. Contoh insentif tersebut meliputi jaminan pendapatan sewa, kontribusi kepaa pembeli untuk biaya pindahan atau penempaya, pemberian hadiah dan penyediaan perabotan atau peralatan. Nilai pasar atas properti yang akan dijaminkan mengabaikan setiap kelebihan harga yang disebabkan adanya pertimbangan khusus atau pemberian fasilitas. Setiap insentif yang diberikan dalam suatu harga penjualan perlu diberikan catatan, apakah insentif itu berlaku bagi pemberi pinjaman yang terkait dengan jaminan.



6.4



Pendekatan Penilaian Semua pendekatan penilaian yang digunakan untuk memperoleh indikasi Nilai Pasar didasarkan pada pengamatan pasar. Meskipun tiga pendekatan yang diidentifikasi dalam KPUP dapat digunakan dalam memperoleh indikasi Nilai Pasar untuk jaminan pinjaman, namun unytuk properti khusus dimana tidak cukup bukti dapat menggunakan Pendekatan Pasar atau Pendekatan Pendapatan, maka Pendekatan Biaya dapat digunakan meskipun pendekatan ini biasa digunakan untuk pengecekan keawajaran nilaiyang diperoleh dengan 195



pendekatan lain. Pendekatan Biaya yang didukung dengan analisi biaya dan penyusutan secara wajar atau berdasarkan pasar, dapat digunakan untuk penilaian dengan tujuan penjaminan utang. 6.5



Jenis Properti Berbagai jenis properti memiliki karakteristik yang berbeda sebagai jaminan utang. Dalam hal ini diperlukan penilaian yang relevan bagi pemberi pinjaman, dengan menyampaikan informasi yang cukup memadai terkait kesesuaian jaminan dan mengidentifikasi factor-faktor resiko selama masa pinjaman. Beberapa resiko yang dapat dijadikan rujukan seperti adanya masa berlaku hak dan perizinan yang akan atau telah habis masa berlakunya. Akses ke lokasi properti yang terbatas atau dibatasi sehingga berpotensi objek penilaian sudah dipasarkan dan kondisi pengembangan yang harus diganti.



6.6



Properti Investasi a) Properti investasi biasanya dinilai secara individual, tetapi lembaga pembiayaan mungkin menghendaki untuk mengetahui nilai properti sebagai bagian portofolio properti. Dalam hal demikian, perbedaan antara sudut pandang yang berpotensi berbeda tersebut seharusnya dinyatakan secara jelas. b) Lembaga pembiayaan terutama membutuhkan opini penilai mengenai jaminan pinjaman, atau kemampuan properti untuk memenuhi pembayaran bunga dan pokok pinjaman (apabila sesuai) sepanjang jangka waktu pinjaman. c) Untuk properti investasi, dianjurkan bahwa penilai membeda-kan antara tingkat pengembalian properti dengan mem-perhitungkan adanya pinjaman (laveraged) dan tanpa adanya pinjaman (unleveraged) secara keseluruhan. Demikian pula, referensi Tingkat Pengembalian Internal (IRR) menyatakan apakah dengan memperhitungkan pinjaman atau tidak. Perlakuan khusus tentang pajak juga harus dijelaskan.



6.7



Properti yang dihuni Pemilik (Owner - occupied properties) Properti yang dihuni pemilik seharusnya dinilai atas dasar kepemilikan kosong (vacant possession), misalnya tanah atau properti terbangun dimana hak kepemilikan dimiliki tetapi diasumsikan tidak ada penghuni saat ini dengan mempertimbangkan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik dari properti. Hal ini tidak menghalangi pertimbangan keberadaan pemilik sebagai bagian dari pasar, tetapi tidak memasukkan keuntungan khusus dari pengunian oleh pemilik, yang dapat tergambarkan dalam penilaian bisnis, namun dipisahkan dalam penilaian properti. Pada saat terjadi gagal bayar dalam perjanjian keuangan, jaminan pembiayaan dapat direalisasikan hanya dengan perubahan penghunian. Jika penilai disyaratkan menghasilkan Dasar Nilai berbeda, laporan penilaian seharusnya juga merujuk pada nilai yang diperoleh dari fakta-fakta pasar mengenai penjualan atas dasar kepemilikkan kosong dari properti sejenis.



6.8



Properti Khusus Properti khusus, yang mana sesuai dengan definisinya memiliki kemampuan dipasarkan (marketability) yang terbatas dan memiliki nilai karena menjadi 196



bagian dari bisnis (Lihat KPUP, butir 13.2), mungkin tidak sesuai sebagai jaminan terpisah dengan pinjaman. Jiak dapat diperjanjikan sebagai jaminan pinjaman secara individual atau kolektif, seharusnya dinilai berdasarkan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU) dengan asumsi kepemilikan kosong, dan seluruh asumsi dijelaskan sepenuhnya. 6.9



Properti sebagai Entitas Usaha (Property as Trading Entities) atau Properti dengan Bisnis Khusus a) Jenis tertentu dari properti, termasuk tetapi tidak terbatas pada hotel dan properti sejenisnya, biasanya dinilai sesuai dengan kajian secara berhatihati atas tingkat pendapatan yang berkelanjutan yang diperoleh dari data akuntasi atau proyeksi, tetapi tidak termasuk goodwill khusus yang berasal dari kemampuan manajemen di atas rata-rata. Dalam beberapa kasus, kreditur harus memahami perbedaan signifikan antara nilai dengan asumsi adanya kegiatan operasional yang berjalan dengan apabila terjadi keadaan yang disebabkan oleh salah satu diantara berikut ini: 1. Kegiatan bisnis dihentikan/ditutup 2. Barang persediaan dipindahkan; 3. Lisensi/sertifikat, perjanjian waralaba atau ijin-ijin dicabut atau dalam sengketa; 4. Properti rusak; 5. Situasi atau kondisi yang akan mengganggu pendapatan dimasa yang akan dating. b) Penilai dapat juga memberikan pertimbangan lebih lanjut untuk membahas fluktuasi yang mungkin terjadi di masa depan mengenai status properti sebagai jaminan. Misalnya, jika arus kas properti sangat tergantung pada penyewa tertentu, penyewa-peyewa dari industri tunggal tertentu atau kondisi lain yang dapat menyebabkan ketidakstabilan di masa depan, penilai seharusnya mencatat fakta tersebut dalam Laporan. Dalam kasus tertentu, kajian nilain properti untuk penggunaan alternative dengan asumsi kepemilikan kosong adalah sesuai.



6.10 Properti Dalam Pengembangan (Development Properties) a) Properti yang tidak menghasilkan pendapatan dan dimiliki untuk dikembangkan kembali ataupun lahan untuk pengembangan dengan properti bukan khusus seharusnya dinilai dengan memperhitungkan jenis hak dan kontrol pengembangan baik yang ada maupun yang potensial akan ada. b) Tahapan dan jangka waktu pendanaan yang tercantum dalam perjanjian pinjaman seharusnya didiskusikan dengan kreditur, dan penilaian pasar secara berkala seharusnya dilakukan selama siklus pengembangan. c) Pendekatan yang tepat untuk penilaian properti dalam pengembangan akan tergantung pada tahapan pengembangan properti pada tanggal penilaian dan tingkat kemampuan properti untuk dijual atau disewakan sebelum pengembangan selesai. Pendekatan tersebut harus dinyatakan dalam Lingkup Penugasan. Penilai harus memperhatikan hal-hal berikut: 197



1. Perbedaan waktu antara tanggal penyelesaian pengembangan dan tanggal penilaian. Dampak kebutuhan penambahan pengembangan terhadap biaya dan pendapatan dilakukan dengan menggunakan analisa diskonto ke nilai kini apabila sesuai; 2. Mengindikasikan perubahan pasar yang diantisipasi selama periode pengembangan yang tersisa; 3. Secara wajar mempertimbangkan dan mengindikasi-kan kisaran resiko yang terkait dengan pengem-bangan; 4. Mempertimbangkan dan mengungkapkan hubungan istimewa sepanjang dapat diketahui antara pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan. 6.11 Properti Habis Pakai a)



Masalah khusus dapat timbul berkaitan dengan penilaian Properti habis Pakai (Wasting Asets). Perhatian khusus harus diberikan kepada jangka waktu dan profil dari pinjaman, termasuk di dalamnya jadwal pembayaran pokok dan bunga pinjaman dalam kaitannya dengan keberadaan Properti Habis Pakai serta program rencana pemakaian atau eksploitasinya.



b)



Perjanjian sewa yang melampaui sewa pasar atau sewa ekonominya, akan memberikan keuntungan khusus kepada pemilik properti, berupa asset properti yang terkait dengan real estat tersebut. Dalam kasus demikian, sewa tersebut menciptakan Properti Habis Pakai yang meiliki nilai yang makin menurun dalam waktu sejalan dengan pembayaran sewa dan berakhirnya jangka waktu sewa.



6.12 Mesin & Peralatan a)



Dalam penilaian mesin dan peralatan, Penilai harus mengemukakan asumsi tambahan yang sesuai, dengan mempertimbangkan karakteristik asset. Asusmsi ini depat meliputi kondisi bisnis dimana mesin dan peralatan diutilisasikan, atau sejauh mana item individual digabungkan dengan asset lainnya. Beberapa asumsi yang dapat digunakan meliputi: 1. Mesin dan peralatan dinilai sebagai satu kesautuan, di tempat (in-situ) dan bagian dari bisnis yang berjalan; 2. Mesin dan peralatan dinilai sebagai satu kesatuan , di tempat (in-situ) tapi dengan asumsi bahwa bisnis dihentikan; 3. Mesin dan peralatan dinilai sebagai komponen terpisah untuk dipindahkan dari lokasi saat ini.



6.13 Penilai a)



Kondisi dan ruang Lingkup Penugasan adalah sangat penting bagi Penilai dan untuk penggunan jasa penilaian. Penilai harus memahami adanya elemen resiko dalam penilaian untuk tujuan jaminan pinajam dimana kesalahpahaman dan/atau kesalahan dapat mengarah pada litigasi antara kreditur dan debitur. Sebagai contoh, pada saat terjadi gagal bayar oleh debitur, kreditur melakukan penjualan melalui penyitaan barang jaminan dan hanya menerima sebagian dari nilai yang diestimasikan oleh Penilai, 198



karena adanya kemungkinan perubahan kondisi pasar maupun propertinya. b)



Di beberapa Negara, peraturan perbankan dan Otoritas Jasa Keuangan mensyaratkan perijinan atau ketentuan khusus kepada Penilai terhadap penilaian untuk kepentingan penjaminan atau agunan tidak hanya terhadap nilai suatu real properto atau personal properti, namun juga terhadap pengeluaran surat berharga seperti saham, hak kepemilikan partisipasi (participation interest), skema investasi kolektif.



c)



Oleh karena adanya persyaratan kehati-hatian (fiduciary) tertentu yang terkait dengan jaminan pinjaman, hak tanggungan, hipotek, dan surat utang, adalah sangat penting bahwa Penilai harus independen (lihat KEPI) dan tidak memiliki hubungan khusus dengan pihak-pihak yang terkait dengan hubungan keuangan baik actual maupun yang direncanakan. Penilai seharusnya juga memiliki pengalaman mengenai jenis properti tertentu dan lingkungan dimana properti berada.



6.14 Nilai Likuidasi atau Jangka Waktu Pemasaran dan Penjualan yang Terbatas a)



Institusi pemberi pinjaman akan sewaktu-waktu meminta dilakukan penilaian dengan Dasar Nilai Likuidasi atau menggunakan pembatasannya sendiri terhadap jangka waktu yang diperlukan untuk penjualan jaminan Harus dicatat bahwa penilaian tersebut tidak memenuhi definisi Nilai Pasar dan Penilai harus menyatakan Dasar Nilai ini sebagai indikasi Nilai Likuidasi. Dasar Nilai Likuidasi seharusnya hanya dapat diberikan dalam hal terjadinya kredit macet atau gagal bayar pembiayaan (lihat juga interpretasi).



7.0



Syarat Pengungkapan 7.1



Laporan penilaian tidak boleh menyesatkan. Secara umum laporan hasil penilaian yang dipersiapkan sesuai dengan SPI 202 akan memenuhi persyaratan yang dibahas di SPI 101 dan SPI 105 butir 5. Secara khusus laporan tersebut harus memuat referensi khusus mengenai definisi Nilai Pasar sebagaimana dinayatakan dalam SPI ini, bersama dengan petunjuk khusus mengenai bagaimana properti dilihat dari aspek kegunaan dan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU).



7.2



Penilaian seperti itu seharusnya merujuk kepada tanggal penilaian tertentu (tanggal di mana estimasi nilai berlaku), tujuan dan fungsi penilaian dan kriteria lain yang relevan dan tepat untuk menajamin interpretasi yang memadai dan wajar terhadap temuan, opini dan kesimpulan dari Penilai yang bersangkutan.



7.3



Meskipun konsep, penggunaan dan penerapan suatu pernyataan nilai alternative mungkin tepat dalam keadaan tertentu, Penilai harus memastikan bahwa apabila nilai alternative tersebut diperoleh dan dilaporkan, maka nilai alternative tersebut adalah sah menurut hukum dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak boleh ditafsirkan sebagai representasi Nilai Pasar. 199



7.4



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1



9.0



Di dalam membuat laporan suatu estimasi Nilai Pasar untuk berbagai Jaminan Pinjaman dan Surat Utang, Penilai harus membuat seluruh pengungkapan yang dibutuhkan sesuai dengan SPI 105



Dalam mengikuti SPI ini, setiap penyimpangan harus merujuk kepada KPUP butir 20 dan sebagaimana yang diatur dalam SPI 105.



Kutipan dan Tanggal Berlaku 9.1



Standar ini dapat diikuti sebagai SPI 202 – Penilaian untuk Tujuan Penjaminan Utang.



9.2



SPI 202 ini ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Januari 2016



200



Standar Penilaian Indonesia 203 (SPI 203) Penilaian Aset Sektor Publik untuk Pelaporan Keuangan Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan ataupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1.



1.2.



1.3.



1.4.



1.5.



Penilaian aset sektor publik dapat dilakukan untuk berbagai keperluan termasuk pelaporan keuangan, perencanaan privatisasi, pengajuan pinjaman,pengeluaran oblogasi dan analisis ekonomi atau manfaat biaya (cost benefit) yang dilakukan pemerintah atau entitas kuasi pemerintah baik untuk menentukan apakah aset sektor publik digunakan dan dikelola secara efisien atau dapat menentukan harga untuk kepentingan hak monopoli pemerintah. Federasi Internasional Akuntan Sektor Publik / International Publik Sector Accounting Standards Board (IPSASB) menetapkan standar akuntansi untuk entitas sektor publik atau yang dikenal sebagai International Publik Sector Accounting Standards (IPSAS). IPSAS yang diaplikasikan dengan basis akuntansi akrual, mengacu pada International Financial Reporting Standards (IFRS), yang dikeluarkan oleh International Accounting Standards Board (IASB). IPSAS meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan keuangan sektor publik, yang tidak diatur oleh IFRS. Di Indonesia, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, jo. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2008, jo. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2014 atau penggantinya, telah ditetapkan Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya disebut SAP, meliputi prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah atau entitas sektor publik, namun pengaturan dalam SAP belum seluruhnya sejalan dengan IPSAS. SPI 203 secara umum mengatur penerapan penilaian berkaitan prinsip akuntansi dalam konteks IFRSs.Karena pengaturan dalam IPSASs dan IFRSs bersifat sejalan, SPI ini mengulangi kembali beberapa isi dari SPI 201 selain itu juga mengatur kebutuhan spesifik untuk penilaian aset sektor publik dan perlakuannya dalam pelaporan keuangan. Properti di sektor publik berupa properti yang menghasilkan pendapatan dan properti bukan penghasil pendapatan dan juga aset-aset berupa properti khusus termasuk di dalamnya aset bersejarah, aset yang dilindungi, aset infrastruktur, bangunan-bangunan publik, aset-aset untuk berkepentingan publik dan asetaset rekreasional. Sebagaimana aset sektor swasta, aset sektor publik dapat dikelompokan dalam kategori operasional dan non operasional. Aset non operasional mencakup aset investasi dan aset berlebih.



201



1.6.



Di dalam SAP, aset tetap terdiri dari : a) Tanah, b) Peralatan dan mesin, c) Gedung dan bangunan, d) Jalan, irigasi dan jaringan, e) Aset tetap lainnya dan Konstruksi dalam pengerjaan Masing-masing jenis aset tersebut memiliki dasar penentuan Nilai Wajar yang berbeda-beda, namun secara umum diatur bahwa untuk keperluan penyusunan neraca awal , apabila aset tersebut dibeli setahun atau kurang dari tanggal neraca awal maka digunakan harga perolehan sedangkan apabila lebih dari satu tahun digunakan Nilai Wajar yang penentuannya diatur lebih lanjut sesuai dengan jenis aset.



1.7.



2.0



Untuk tujuan pemanfaatan atau pemindahtanganan aset sektor publik yang merupakan barang milik negara/daerah, Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2006 jo. No. 38 tahun 2008 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 atau peraturan penggantinya mensyaratkan penilai untuk mendapatkan nilai wajar yang selanjutnya diartikan di SPI ini sebagai Nilai Pasar.



Ruang Lingkup 2.1



2.2



2.3



2.4



SPI ini berlaku untuk seluruh penilaian atas aset sektor publik dengan tujuan pelaporan keuangan guna memperoleh Nilai Wajar (dengan pengecualian penilaian aset Badan Usaha Milik Negara/ BUMN yang dilakukan sesuai SPI 201) IVS mempermudah transaksi lintas batas dan kemudahan pasar global melalui harmonisasi dan transparansi dalam pelaporan keuangan. SPI ini disusun dalam konteks IPSASs. Pada bulan September 2005, IPSAS board mengeluarkan 11 (sebelas) Exposure Draf yang telah diubah dalam rangka konvergensi dengan perubahan pada International Accounting Standards (IAS) yang dikeluarkan IASB pada bulan Desember 2003 sebagai bagian dari proyek General improvements Project. SPI ini disusun dalam konteks revisi yang diajukan IPSAS sebagaimana dimuat dalam Exposure Draf tersebut. IPSAS, IFRS dan PSAK mengadopsi dua model pengakuan aset properti dalam Neraca yaitu: Model Biaya dan Model Nilai Wajar. BIla Model Nilai Wajar diaplikasikan , dibutuhkan revaluasi terkini dari aset, dan SPI ini memfokuskan pada kondisi tertentu , dimana Nilai Pasar atau Dasar Nilai lainnya dilaporkan. Sepanjang SAP belum menerapkan model Nilai wajar sesuai dengan IPSAS, penilai dapat merujuk kepada IPSAS untuk penilaian Aset Sektor Publik dalam rangka pelaporan keuangan. Keputusan legislatif, regulator, akuntansi, atau yurisprudensi mungkin menyebabkan dibutuhkannya modifikasi aplikasi ini dalam kondisi tertentu. Setiap perbedaan berkaitan dengan kondisi-kondisi tersebut harus disebutkan dan dijelaskan secara rinci dalam laporan penilaian. 202



3.0



Definisi Definisi Standar Penilaian Internasional (International Valuation Standards) 3.1



Aset Rekreasional. Properti yang berada dalam kepemilikan yang ; a) Dikelola oleh atau atas nama nasional, Pemerintah Daerah atau otoritas pemerintahan local; dan b) Menyediakan jasa rekreasi untuk digunakan oleh masyarakat umum. Contohnya termasuk taman, taman bermain, jalur hijau, jalur pejalan kaki, kolam renang, dan lain-lain.



3.2



Aset Sektor Publik (Public Sector Aset). Suatu aset yang dimilik dan atau dikuasai oleh pemerintah atau entitas kuasi pemerintah, untuk menyediakan barang atau jasa kepada publik. Aset sektor publik ini terdiri dari berbagai jenis aset, termasuk di dalamnya aset konvensional, aset bersejarah atau yang dilindungi, aset infrastruktur, aset yang memberikan fungsi utilitas publik, aset rekreasional, dan bangunan publik (misalnya fasilitas militer), dimana masingmasing kategori terdiri dari Properti, Mesin dan Peralatan sebagaimana dimaksud dalam pengertian IPSASs dan IFRSs. Aset sektor publik secara umum mencakup: a) Aset, yang memiliki jangka waktu (masa kepemilikan) yang khusus (atypical), tidak tergantikan, bukan penghasil pendapatan, atau menghasilkan barang dan jasa tanpa adanya kompetisi pasar b) Tanah dengan batasan penjualan atau sewa; dan c) Tanah yang ditujukan untuk penggunaan tertentu dan tidak harus memenuhi Penggunaan Tertinggi dan Terbaik. Lihat juga Aset Bersejarah, Aset infrastruktur, Bangunan publik, Utilitas publik dan Aset Rekreasional.



3.3



3.4



3.5



Bangunan Publik (Public Building). Suatu bangunan yang melayani masyarakat (komunitas) dan beberapa fungsi social, yang dimiliki oleh negara secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya bangunan pengadilan, pusat pemerintahan daerah, sekolah, penjara, pos polisi, fasilitas militer, perpustakaan, rumah sakit, klinik dan perumahan sosial atau publik. Definisi metode penerapan pendekatan Biaya yang digunakan untuk menentukan nilai dari properti khusus untuk tujuan pelaporan keuangan, dimana data pasar secara langsung tidak didapatkan atau terbatas. (lihat SPI 106) Keusangan (Obsolescene) Kerugian dalam bentuk penurunan kegunaan properti yang disebabkan penyusutan, perubahan teknologi, perubahan perilaku, pola dan dampak lingkungannya. Keusangan kadangkala diklasifikasikan dengan desain dan fungsi yang ketinggalan jaman, komponen 203



3.6



3.7



3.8



3.9 3.10



bangunan dengan desain structural yang tidak mampu memenuhi kebutuhan saat ini, dan faktor-faktor yang timbul di luar aset seperti perubahan dalam permintaan. Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan. Nilai Pengembangan (Value of Improvements). Yaitu nilai yang ditambahkan ke tanah sebagai akibat adanya pembangunan gedung, struktur maupun modifikasi atas tanah yang bersifat permanen, termasuk biaya tenaga kerja dan modal, yang dimaksudkan meningkatkan nilai dan kegunaan properti. Pengembangan memiliki pola yang berbeda untuk penggunaan dan umur ekonomis. Optimisasi (Optimisation). Proses dimana opsi biaya pengganti terendah menentukan sisa jasa potensial dari suatu aset. Ini adalah proses penyesuaian biaya pengganti untuk mencerminkan bahwa aset dapat secara teknis mengalami keuangan atau telah digunakan melampaui kapasitas, atau aset tersebut memiliki kapasitas yang melebihi kapasitas yang dibutuhkan. Potensi Layanan dalah kapasitas dari aset untuk melanjutkan penyediaan barang dan jasa yang sesuai dengan tujuan entitas. Utilitas publik, adalah properti yang : a) Menghasilkan barang atau jasa untuk konsumsi publik; dan b) Biasanya berbentuk monopoli atau kuasi monopoli sebagai bentuk kontrol pemerintah.



Definisi Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (International Public Sector Accounting Standards – IPSAS)



3.11



Aset Bersejarah (Heritage Asets). Aset yang memiliki nilai budaya, lingkungan atau sejarah yang penting. Karakteristiknya : a) manfaat ekonomisnya dalam hal budaya, lingkungan dan pendidikan serta sejarah tidak selalu merefleksikan nilai financial yang berdasarkan harga pasar; b) kewajiban legal dapat menimbulkan larangan untuk menjual aset ini; c) biasanya tidak dapat digantikan dan manfaat ekonomisnya dapat meningkat sepanjang waktu berjalan, bahkan ketika kondisi fisiknya semakin menurun; dan d) sulit untuk mengestimasikan Umut Manfaatnya, dalam beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun. (IPSAS 17.9)



204



3.12 3.13



3.14



3.15



3.16 3.17



3.18



3.19 3.20



3.21



Aset bukan Penghasil Pendapatan (Non Cash Generating Aset). Aset selain Aset Penghasil Pendapatan. (IPSAS 21.14). Aset Infrastruktur Aset yang memiliki karakteristik sebagai berikut: a) merupakan bagian dari suatu sistem atau jaringan; b) sifatnya khusus dan tidak memiliki alternative penggunaan; c) tidak dapat dipindahkan; d) memilki keterbatasan dalam penjualan. (IPSAS 17.21) Aset Penghasil Pendapatan (Cash Generating Aset). Aset yang dikuasai dengan tujuan menghasilkan tingkat pengembalian (return) secara komersial (IPSAS 21.14) Badan Usaha Milik Negara/BUMN (State owned Enterprise-SOE, Government Business Enterprise).Entitas yang memiliki karakteristik sebagai berikut: a) memiliki kewenangan untuk melakukan kontrak atas nama entitasnya sendiri; b) memperoleh tuga sebagai otoritas financial dan operasional untuk menjalankan bisnis; c) menjual barang dan jasa dalam lingkup bisnis yang normal kepada entitas lainnya untuk mendapatkan laba atau pengembalian biaya secara penuh. d) diawasi oleh entitas sektor publik (IPSAS 21.14) Depresiasi (Depreciation). Alokasi sistematis dari jumlah terdepresiasi sepanjang Umur manfaat aset tersebut. (IPSA 17.13 dan IPSAS 21.14). Jumlah Layanan yang dapat Diperoleh Kembali (Recoverable Service Amount). Nilai yang lebih tinggi antara Nilai Wajar aset bukan penghasil pendapatan dikurangi dengan biaya penjualan dan nilai dalam penggunaanya (IPSAS 21.14). Jumlah Terdepresiasi (Depreciable Amount). BIaya pengadaan aset atau jumlah lain sebagai pengganti biaya pengadaan aset atau jumlah lain sebagai pengganti biaya pengadaan aset dikurangi dengan nlai sisanya (IPSAS 17.13) Nilai dalam Penggunaan untuk Aset Bukan Penghasil Pendapatan. Adalah nilai kini dari sisa potensi pelayanan aset. (IPSAS 21.14). Penurunan Nilai (Impairment). Hilangnya manfaat ekonomis atau potensi layanan dari suatu aset di masa yang akan datang berdasarkan pengakuan secara sistematis atas hilangnya manfaat ekonomis atau potensi layanan melalui depresiasi. (IPSAS 21.14) Umur Manfaat (Useful life): a) periode dimana aset tersebut diharapkan dapat digunakan oleh entitas; atau



205



b) jumlah produksi atau unit yang serupa yang diharapkan dapat diperoleh entitas dari aset tersebut. (IPSAS 17.13, IPSAS 21.14). Definisi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) 3.22



3.23



3.24



4.0



Hubungan dengan Standar Akuntansi 4.1 4.2



4.3



5.0



Aset adala sumber daya ekonomi yang dikuasi dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau social di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang diperoleh karena alas an sejarah dan budaya. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan Pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Nilai Wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.



SPI ini mengaplikasikan prinsip-prinsip penilaian dalam SPI 101, SPI 102, SPI 105, dan SPI 201 untuk memenuhi IPSASs. SPI ini terutama ditujukan pada kebutuhan penilaian sesuai IPSAS 17 (Exposure Draft, September 2005), Properti, Mesin dan Peralatan (PMP); dan IPSAS 21 Penurunan Nilai dari Aset bukan Penghasil Pendapatan. Persyaratan lainnya dapat bersifat wajib apabila revisi IPSAS 17 telah diberlakukan. SPI ini juga dapat diterapkan untuk pemenuhan SAP apabila dibutuhkan opini nilai wajar yang berasal dari perusahaan jasa penilai resmi atau tim penilai yang kompeten (appraisal). Perlu dipahami bahwa Nilai Wajar dalam definisi SAP tidak selalu diartikan sebagai nilai hasil revaluasi, namun dapat berupa dasar lainnya seperti Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP), standar harga yang dikeluarkan instansi Pemerintah dan sebagainya.



Pernyataan Penerapan Untuk melakukan penilaian yang sesuai dengan SPI dan Konsep Prinsip Umum Penilaian (KPUP), sangat penting bagi para penilai untuk mematuhi seluruh persyaratan dalam KEPI berkaitan dengan Etika, Kompetensi, Pengungkapan, dan Pelaporan. 5.1 Klasifikasi Aset. Penilai seharusnya mendapatkan daftar aset yang akan dinilai dari pejabat yang berwenang (pengguna atau kuasa pengguna aset). Dari daftar aset tersebut ditentukan apakah termasuk aset operational yaitu aset yang diperlukan bagi kegiatan operasional entitas atau aset non operasional, yang merupakan properti yang dimiliki untuk 206



5.2



5.3



pengembangan di masa yang akan datang, aset investasi atau aset berlebih (surplus) terhadap kegiatan operasional suatu entitas. Standar yang dapat diterapkan. Klasifikasi aset menentukan IPSAS yang sesuai untuk diterapkan. IPSAS 17 butir 26 dan 27, mensyaratkan properti mesin dan peralatan dan aset mesin yang digunakan untuk produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk diakui pada saat awal dalam neraca sebagai biaya, atau jika aset diperoleh melalui transaksi bukan pertukaran, biaya seharusnya dihitung sebagai Nilai Wajar pada tanggal perolehan dan kemudian dapat dicatat dengan menggunakan Model Biaya atau Model Nilai Wajar seperti yang dijelaskan di SPI 201 butir 5.3 IPSAS yang mensyaratkan atau mengijinkan penilaian aset berwujud antara lain:  Sewa – IPSAS 13  Properti Investasi – IPSAS 16  Penurunan Nilai dari Aset bukan penghasil pendapatan – IPSAS 21 IPSAS 17, Biaya dan Nilai Wajar a) IPSAS 17 berkaitan dengan Model Biaya dalam butir 43 sebagai berikut : “Setelah pengakuan sebagai ast, aset tetap harus disajikan pada biaya perolehan dikurangi dengan akumulasi depresiasi dan akumulasi rugi penurunan nilai” b) Model Nilai Wajar (Fair Value Model) yang membutuhkan penilaian secara berkala, dijelaskan dalam butir 44 sebagai berikut: “Setelah pengakuan sebagai aset, aset tetap yang Nilai Wajarnya dapat diukur secara andal seharusnya nilainya disajikan pada nilai revaluasinya dikurangi akumulasi penyusutan dan akumlasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan secara regular untuk mendapatkan nilai yang tidak berbeda jauh dari yang seharusnya dapat disajikan dengan penggunaan Nilai Wajar pada saat pelaporan.” c) Nilai Wajar tidak harus sama dengan Nilai Pasar. Dalam IPSAS terminology tersebut digunakan dalam konteks berbeda. d) Laporan Keuangan disusun dengan asumsi bahwa entitas akan terus berjalan (going concern) kecuali bila manajemen bermaksud untuk melikuidasi atau menutup operasi atau bila tidak ada alternative yang realistis selain untuk melakukan penutupan usaha. Asumsi ini akan mendasari aplikasi Nilai Wajar dari Aset Tetap, kecuali dalam hal sangat jelas bahwa terdapat niat untuk mengalihkan beberapa aset tertentu atau bila opsi pengalihan aset tersebut harus dipertimbangkan.



207



5.4



5.5 5.6



Bila entitas menggunakan opsi Nilai Wajar, revaluasi berdasarkan IPSAS 17 untuk aset yang disajikan dalam neraca adalah sebagai berikut:  Nilai Wajar suatu propert biasanya ditentukan dari pembuktian berdasarkan pasar yang dilakukan oleh Penilai. Nilai Wajar dari Aset Tetap biasanya adalah Nilai Pasar yang ditentukan oleh Penilai (IPSAS 17 butir 45).  Bila tidak terdapat bukti pasar yang memadai untuk menentukan Nilai Pasar. dalam hal bisa terjadi pada kondisi pasar yang tidak aktif. Nilai Wajar suatu aset dapat ditentukan dengan mendasarkan kepada aset lainnya yang memiliki karakteristik yang hampir sama. dalam kondisi dan lokasi yang hampir sama…” (IPSAS 17 butir 17)  Bila tidak terdapat bukti pasar yang memadai untuk menentukan Nilai Pasar, karena sifat yang khusus dari Aset Tetap, entitas dapat mengestimasi Nilai Wajar dengan Metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost/DRC), Pendekatan Biaya Restorasi (Restoration Cost) atau pendekatan Unit Layanan (Service Units)…”(IPSAS 17 butir 48). (lihat butir 6.5, 6.6. dan 6.7 di bawah) a) SPI mempertimbangkan bahwa Penilai Profesional yang melakukan penilaian dengan kondisi 5.4 butir a di atas harus melaporkan Nilai Pasar dari aset tersebut. Sedangkan pada kondisi 5.4 butir b dan c, Penilai dapat melaporkan sebagai Nilai Pasar untuk penggunaan yang Ada atau Nilai dalam Penggunaan (lihat SPI 2). Setiap Asumsi ataupun batasan yang dipakai dalam penerapan Dasar Nilai tersebut harus didiskusikan dengan entitas dan dilaporkan dalam laporan penilaian. b) Kesimpulan penilaian harus dilaporkan sesuai dengan SPI 3 mengenai Pelaporan Penilaian. Penilai seharusya meyakini bahwa Laporan Penilaian berisi informasi yang cukup bagi entitas untuk memenuhi persyaratan IPSAS 17 butir 92 dalam mepersiapkan laporan keuangan, sebagai berikut: 1. tanggal efektif revaluasi; 2. apakah ada keterlibatan penilai eksternal; 3. pendekatan yang diaplikasikan dan asumsi-asumsi yang signifikan; 4. penjelasan sejauh mana penentuan Nilai Wajar merujuk langsung pada harga yang dapat diperoleh pada pasar yang aktif, atau transaksi pasar yang dilakukan secara bebas ikatan (arm’s length transaction) atau dengan menggunakan teknik penilaian lainnya. Penilaian Berdasarkan IPSAS 16 – Properti Investasi Seluruh properti Investasi sektor publik dinilai berdasarkan SPI 201. Kebutuhan Penilaian Untuk Aset Sewa Guna Usaha (Leased Asset) – IPSAS 13. 208



a) Sewa Guna Usaha diklasifikan sesuai dengan IPSAS 13 sebagai sewa guna usaha pembiayaan (finance lease) atau sewa menyewa biasa (operating lease). Jika sewa guna usaha diklasifikasikan sebagai sewa guna usaha pembiayaan, Nilai Wajar dari aset diperlukan untuk menetapkan jumlah aset dan kewajiban yang tercatat pada neraca perusahaan (IPSAS 13 paragraf 20). b) Untuk sewa tanah dan bangunan diterapkan peraturan khusus (lihat standar teknis lainnya pada seri 300). Untuk semua properti, selain dari properti investasi, tanah dan bangunan harus dianalisis secara terpisah sebagai sewa guna usaha pembiayaan atau sewa menyewa biasa. c) SPI mempertimbangkan bahwa dala setiap kasus yang membutuhkan penyajian Nilai Wajar dari aset sewa guna usaha sesuai dengan IPSAS 13 b28 dipenuhi Penilai dengan melaporkan Nilai Pasar. Untuk sewa real estat, ini merupakan Nilai Pasar dari hak sewa yang dipegang oleh penyewa. Untuk sewa dari aset selain real estat, biasanya ini merupakan Nilai Pasar dari aset yang disewa secara utuh, karena kewajiban dicatat secara terpisah 5.7



5.8



Penilaian dari Penurunan Nilai Aset bukan Penghasil Pendapatan – IPSAS 21 Penurunan nilai terjadi apabila terdapat penurunan permanen dari jumlah layanan yang dapat diperoleh kembali (recoverable service amount) menjadi dibawah jumlah tercatat (carrying amount). IPSAS 21 paragraf 48 mensyaratkan bahwa jika dan hanya jika jumlah layanan yang dapat diperoleh kembali (Recoverable Service) di bawah jumlah tercatatnya, maka jumlah tercatat seharusnya disesuaikan menjadi jumlah layanan yang dapat diperoleh kembali. Penuranan tersebut adalah rugi penurunan nilai (Impariment Loss). Selanjutnya IPSAS 21 butir 51 menyatakan apabila rugi penurunan nilai lebih bear dari jumlah tercatatnya, entitas harus mengakui sebagai kewajiban, sepanjang hal tersebut disyaratkan oleh IPSAS. Entitas perlu menurunkan jumlah tercatat dari suatu aset berdasarkan yang lebih tinggi antara Nilai dalam Penggunaan atau Nilai Wajar dikurangi biaya penjualan. Persyaratan lebih lanjut dijelaskan pada SPI 201 butir 6.8.b). Penilaian setelah Penggabungan Usaha a) Bila pemerintah atau entitas kuasi Pemerintah mengakusisi atau digabungkan dengan entitas lainnya; entitas yang mengakusisi harus mengakui aset dan kewajiban dari entitas yang diakusisi pada Nilai Wajarnya pada tanggal akuisisi atau merjer. SPI menetapkan bahwa penilai harus melaporkan Nilai Pasar atau Dasar Nilai lainnya (lihat butir 5.4.a)) pada tanggal akuisisi atau merjer.



209



5.9



Aset Berlebih (Surplus Assets) a) Aset Berlebih harus diidentifikasikan secara terpisah. Aset semacam ini harus diperhitungkan secara individual atau sebagai kelompok aset yang akan dijual, yaitu sekelompok aset yang akan dijual sebagai satu kesatuan, dengan cara dijual atau cara lainnya, dan kewajiban yang secara langsung berkaitan dengan aset tersebut yang juga harus ditransfer pada saat transaksi penjualan aset. Aset berlebih pada awalnya diakui sebesar jumlah yang lebih rendah antara jumlah tercatat (Carrying amount) dengan Nilai Wajar dikurangi dengan biaya penjualan, dan selanjutnya diakui sebesar Nilai Wajar dikurangi biaya penjualan. Penilai seharusnya memastikan bahwa Aset Berlebih dinilai secara individual atau dilihat sebagai kelompok atau portofolio aset yang akan dijual dalam satu transaksi dan melaporkan Nilai Wajar dengan asems-asumsi yang sesuai.



5.10



5.11



5.12



5.13



Properti yang Dikuasai untuk dijual dalam Kegiatan Bisnis yang Lazim – IPSAS 12 Inventory. a) Penilaian properti yang dikuasai untuk dijual dalam kegiatan bisnis yang lazim harus sejalan dengan persyaratan IPSAS 12 tentang persediaan (Inventory). Properti ini harus diukur pada nilai yang lebih rendah antara Biaya dan Nilai Realisasi Bersih (Cost and Net Realisable Value). Nilai Realisasi Bersih didapatkan dengan mengestimasi harga penjualan dalam transaksi wajar diurangi dengan estimasi biaya penyelesaian transaksi dan estimasi biaya yang dibutuhkan untuk transaksi penjualan, pertukaran ataupun pendistribusian. Biaya Penjualan a) Ketika diinstruksikan untuk menilai penurunan nilai aset atau aset berlebih atau aset yang dikuasai untuk dijual dalam kegiatan bisnisyang lazim, penilai harus melaporkan Nilai Pasar tanpa dikurangi biaya penjualan. Jika Pemberi Tugas meminta penilai untuk member saran mengenai biaya penjualan aset, maka biaya tersebut harus dilaporkan secara terpisah. Aset Biologis Non Agrikulltural a) Meliputi flora dan fauna. Penilaian aset-aset ini akan diatur di dalam SPI tersendiri. Kerja sama dengan Auditor Dengan mendapatkan persetujuan Pemberi Tugas terlebih dahulu, Penilai seharusnya mendiskusikan dan mejelaskan penilaiannya secara terbuka kepada auditor entitas.



210



6.0



Pembahasan IPSAS 17 dan 21 memberikan penjelasan sebagai berikut, yang berguna dalam memahami penerapan secara benar akuntansi sektor publik. 6.1 Ketiadaan Bukti Pasar – IPSAS 17 Untuk beberapa aset sektor publik, mungkin sulit untuk menentukan Nilai Pasar karena ketiadaan transaksi pasar untuk aset-aset tersebut. Beberapa entitas sektor publik mungkin memiliki aset tersebut dalam jumlah signifikan. a) Bila tidak terdapat bukti pasar yang memadai untuk menentukan Nilai Pasar dalam pasar aktif dan likuid dari properti, Nilai Wajar dari aset tersebut dapat diperoleh dengan mengacu pada aset lain yang memiliki karakteristik yang mirip pada kondisi dan lokasi yang serupa. Sebagai contoh Nilai Wajar dari tanah negara yang idle, yang telah dimiliki dalam waktu yang lama dapat diestimasikan dengan merujuk pada Nilai Pasar tanah yang memiliki karakteristik dan topografi yang serupa di lokasi yang setara. Dalam kasus bangunan dan struktur yang menggunakan metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost/DRC) atau Biaya Restorasi (Restorasi Cost) atau pendekatan Unit Layanan (Service Units) (lihat IPSAS 21). Dalam banyak kasus DRC dari suatu aset dapat diperoleh dengan merujuk harga pembelian aset sejenis di pasar yang aktif dan likuid yang memiliki kesamaan dalam sisa potensi layanan yang dapat diberikan. Dalam beberapa kasus, biaya reproduksi suatu aset dapat menjadi indikator terbaik untuk mengestimasi Biaya Pengganti-nya. Sebagai contoh, gedung DPR dapat dinilai dengan asumsi reproduksi dan bukan dengan penggantian kembali, karena peran pentingnya bagi masyarakat. (IPSAS 17 butir 47).



6.2



b) Bila tidak terdapat bukti pasar yang mendasari Nilai Wajar karena sifat Aset tetap yang khusus, entitas mungkin membutuhkan estimasi Nilai pendekatan Unit Layanan (lihat IPSAS 21). DRC dari aset tetap dapat diperoleh dengan merujuk pada harga pasar komponen yang digunakan untuk memproduksi aset tersebut, selain itu dapat digunakan harga indeks yang didasarkan pada harga periode terdahulu dari aset yang serupa. Ketika metoda harga indeks digunakan, dibutuhkan pertimbangan apakah telah terjadi perubahan yang signifikan dalam hal teknologi sepanjang periode yang telah berlalu, dan apakah kapasitas dari aset yang dijadikan rujukan sama dengan kapasitas aset yang dinilai. (IPSAS 17 butir 48). Badan Usaha Milik Negara (BUMN) – IPSAS 21 BUMN dapat berupa perusahaan sektor riil seperti perusahaan utilitas, dan perusahaan sektor jasa seperti lembaga jasa keuangan. BUMN secara substansi adalah tidak berbeda bila disbanding dengan perusahaan swasta sejenis. BUMN biasanya beroperasi untuk mendapatkan laba, walaupun beberapa BUMN memiliki kewajiban untuk melakukan fungsi layanan publik . (IPSAS 21 butir 15) 211



6.3



6.4



6.5



Aset Penghasil Pendapatan – IPSAS 21 Aset yang dikuasai dengan tujuan menghasilkan tingkat pengembalian (return) secara komersial. Suatu aset menghasilkan pengembalian (return) secara komersial apabila digunakan secara konsisten seperti yang berlaku pada entitas yang berorientasi laba. Kepemilikan atas aset yang menghasilkan pengembalian (return) secara komersial mengindikasikan bahwa entitas tersebut bermaksud untuk menghasilkan arus kas masuk yang positif dari aset tersebut (atau dari unit dimana aset tersebut menjadi bagian) dan menghasilkan pengembalian (return) yangmerefleksikan risiko terkait dengan kepemilikan aset tersebut. (IPSAS 21 butir 16). Aset yang dimiliki/dikuasai BUMN umumnya merupakan aset penghasil pendapatan. Entitas sektor publik selain BUMN mungkin memiliki/menguasai aset yang menghasilkan pengembalian (return) secara komersial. Untuk kepentingan standar ini (IPSAS 21), suatu aset yang yang dimiliki/dikuasai oleh entitas sektor publik non-BUMN diklasifikasikan sebagai aset yangmenghasilkan pendapatan bila aset tersebut dioperasikan dengan tujuan menghasilkan pengembalian (return) secara komersial melalui penyediaan barang dan jasa untuk pihak luar (IPSAS 21 butir 17). Nilai Dalam Penggunaa (Value in Use) – IPSAS 21 Nilai dalam Penggunaan dari Aset Bukan Penghasil Pendapatan merupakan nilai kini dari sisa potensi layanan aset. ‘Nilai dalam Penggunaan’ dalam standar ini merujuk pada ‘Nilai dalam penggunaan dari Aset Bukan Penghasil Pendapatan’ kecuali ditentukan berbeda. Nilai kini dari sisa potensi layanan aset ditentukan dengan menggunakan salah satu pendekatan yang disebutkan dalam butir 41 samapi 45 (IPSAS 21 butir 40). Metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost/DRC) – IPSAS 21 Dengan metode ini, Nilai Kini dari potensi layanan yang tersisa dari aset ditentukan sebagai Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) dari aset tersebut. Biaya pengganti dari suatu aset merupakan biaya untuk mengganti potensi layanan kotor dari aset tersebut. Biaya pengganti ini didepresiasi untuk merefleksikan aset yang berada dalam kondisi yang sudah terpakai. Aset tersebut dapat digantikan dengan cara mereproduksi (membuat replika) dari aset yang ada atau dengan penggantian potensi layanan kotor. DRC diukur dengan membandingkan jumlah yang terendah antara biaya mereproduksi atau mengganti aset tersebut, dikurangi dengan akumulasi depresiasi yang merefleksikan potensi layanan yang telah dikonsumsi atau telah habis masa layanannya. (IPSAS 21 butir 41). Biaya pengganti dan biaya reproduksi aset ditentukan berdasarkan basis optimisasi. Dasar pemikirannya adalah bahwa entitas tidak akan mengganti atau mereproduksi aset dengan aset yang serupa bila aset yang digantikan atau direproduksi itu merupakan aset yang memiliki desain atau kapasitas yang berlebihan. Desain yang berlebihan mengandung unsur-unsur yang tidak diperlukan aset dalam menghasilkan barang dan jasa. Aset dengan kapasitas berlebihan merupakan aset yang memiliki kapasitas yang lebih besar dari yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan penyediaan barang dan jasa yang 212



6.6



6.7



6.8



dihasilkannya. Penentuan biaya pengganti atau biaya reproduksi dari aset dengan basis optimisasi merefleksikan potensi layanan yang dibutuhkan dari aset tersebut (IPSAS 21 butir 42). Dalam beberapa kasus tertentu, dimungkinkan untuk memiliki kapasitas berlebih atau kapasitas yang dimaksudkan untuk berjaga-jaga (stand-by). dengan tujuan untuk keselamatan atau alas an lainnya.Hal ini timbul dari kebutuhan untuk memastikan kapasitas jasa yang dibutuhkan tersedia dalam kondisi-kondisi tertentu. Sebagai contoh, pemadam kebakaran memerlukan mobil kebakaran dalam kondisi ‘standby’ untuk memberikan jasa pemadaman pada saat-saat darurat. Kapasitas berlebih maupun standby capacity semacam ini merupakan bagian yang dibutuhkan dari potensi layanan aset tersebut. (IPSAS 21 butir 43). Pendekatan Biaya Restorasi – IPSAS 21 Biaya restorasi merupakan biaya untuk mengembalikan kembali potensi layanan dari suatu aset kepada tingkat sebelum terjadi penurunan nilai (preimpaired level). Dengan pendekatan ini, nilai kini dari potensi layanan yang tersisa ditentukan dengan mengurangkan estimasi biaya restorasi aset dari biaya saat ini untuk mengganti sisa potensi layanan aset sebelum terjadi penurunan nilai. Biaya saat ini untuk mengganti sisa potensi layanan aset sebelum terjadi penurunan nilai biasanya ditentukan dari jumlah yangterendah antara biaya pengganti terdepresiasi (depreciated replacement cost) dengan biaya reproduksi terdepresiasi (depreciated reproduction cost) (IPSAS 21 butir 44). Pendekatan Unit Layanan (Service Units Approach) – IPSAS 21\ Dengan pendekatan ini, nilai kini dari potensi layanan yang tersisa ditentukan dengan mengurangkan biaya saat ini dari potensi layanan yang tersisa sebelum terjadinya penurunan nilai dengan jumlah layanan yang hilang, sehingga sesuai dengan jumlah layanan yang tersisa setelah terjadi penurunan nilai. Sebagaimana pendekatan biaya restorasi (restoration cost), biaya saat ini untuk penggantian potensi layanan yang tersisa dari aset sebelum terjadi penurunan nilai biasanya ditentukan dari jumlah yang terendah antara Biaya Reproduksi (reproduction cost) sebelum terjadinya penurunan nilai (IPSAS 21 butir 45). Pertimbangan lainnya a) Aset Bersejarah (Heritage Assets). Beberapa aset bersejarah memiliki potensi layanan selain nilai sejarahnya, sebagai contoh, bangunan bersejarah digunakan untuk akomodasi kantor. Dalam kasus seperti ini, aset tersebut dapat diakui dan diukur dengan dasar yang sama seperti aset tetap lainnya. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi layanannya terbatas pada karateristik sejarahnya. sebagai contoh : monument dan reruntuhan bangunan kuno. Keberadaan dari potensi layanan alternatif dapat mempengaruhi pemilihan metode penilaian (IPSAS 17 butir 10). b) Aset Biologs Non Agrikultural. Biasanya berupa flora dan fauna termasuk aset konservasi yang dapat dilindungi secara khusus. Beberapa dari aset ini sangat signifikan karena mendapatkan pengakuan internasional 213



dimana yang lainnya dapat mencerminkan lingkungan dalam keadaan yang alamiah. c) Ketiadaan Arus Kas Bersih (Free Cash Flow) untuk perusahaan monopolistic. Beberapa entitas sektor publik dapat dikategorikan sebagai entitas monopolistik. Entitas semacam ini dapat menghasilkan arus kas, nammun arus kas yang dihasilkannya tidap dapat dipertimbangakan sebagai refleksi pasar karena ketiadaan bukti pasar yang dapat dugunakan untuk memeriksa karakteristik arus kas, tingkat pengembalian (yield) dan nilai. Dengan demikian salah satu karakteristik utama yang membedakan aset publik ini dengan sektor swasta adalah ketiadaan arus kas bersih untuk entitas sektor publik tersebut. Dalam beberapa kasus mungkin cukup untuk menggunakan Pendekatan Biaya Baik sebagai metoda penilaian utama atau sekedar sebagai metode pemeriksa (cross check) untuk memastikan bahwa tingkat pengembalian (rate of return) aset yang dinilai cukup wajar. Aplikasi ini tidak berlaku untuk BUMN yang dinilai dengan menggunakan SPI 201. d) Pengujian Potensi Layanan yang Memadai. DIkarenakan Aset Bukan Penghasil Pendapatan tidak memiliki arus kas bersih untuk menguji tingkat keuntungan yang memadai dari aset sektor publik, maka konsep potensi layanan menjadi pengujian atas kinerja aset tersebut. Potensi layanan diukur dari kesesuaian aset untuk secara kontinu memenuhi tujuan dari entitas. Kesesuain ini dapat diukur dengan mengacu pada aspek financial, social maupun politik. Pengukuran dapat secara kantitatif, misalnya jumlah pengunjung museum, atau secara kualitatif seperti keuntungan social dari mempertahankan fasilitas yang tidak ekonomis di lokasi tertentu. Apabila Aset Bukan Penghasil Pendapatan diukur berdasarkan DRC, maka harus dilakukan pengujian potensi layanan yang memdai untuk menentuikan apakah aset mengalami penurunan nilai (lihat standar teknis lainnya pada seri 300) e) Frekuensi Revaluasi Revaluasi seharusnya dilakukan dengan keteraturan yang memadai untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material dengan jumlah yang akan ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada tanggal neraca (IPSAS 17 butir 44). Dalam kondisi pasar yang bergolak, entitas dapat disyaratkan untuk melakukan revaluasi secara tahunan, sementara untuk pasar yang stabil revaluasi dapat disyaratkan setiap 3-5 tahun sekali.



7.0



Syarat Pengungkapan 7.1



Penilai seharusnya membuat semua pengungkapan yang disyaratkan pada SPI 105 – Pelaporan Penilaian. 214



7.2 7.3



7.4



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1



9.0



Untuk pengungkapan yang disyaratkan pada IPSAS, lihat butir 5.4 b) diatas serta SAP. Penilai harus mengungkapkan kerangka peraturan dan setiap penyimpangan yang diperlukan dari standar ini untuk memenuhi ketentuan perundangundangan yang berlaku, peraturan (termasuk peraturan akuntansi) atau kebiasaan setempat (local custom). Apabila pengukuran yang dapat diandalakan tidak dimungkinkan pengungkapan harus dibuat di dalam laporan penilaian yang ditujukan kepada entitas (lihat butir 5.4 a)).



Dalam penerapan ini setiap penyimpangan harus sesuai dengan SPI 105 Pelaporan Penilaian.



Kutipan dan Tanggal Berlaku 9.1 9.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 203 – Penilaian Aset Sektor Publik untuk Tujuan Pelaporan Keuangan. SPI 203 ini ditetapkan tanggal 19 Desember 2008 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 20 Juni 2009.



215



Standar Penilaian Indonesia 204 (SPI 204) Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



1.3



1.4



1.5



1.6



1.7



Pertumbuhan ekonomi yang perlu ditopang dengan pengembangan infrastruktur dan fasilitas publik sering kali melibatkan pembebasan tanah yang dimiliki oleh masyarakat atau bahkan merelokasi penduduk. Untuk memastikan bahwa infrastruktur atau fasilitas publik dibangun dengan biaya yang wajar pada lokasi yang tepat, Pemerintah menerapkan peraturan untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dengan memberikan ganti kerugian. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, dengan tetap memberikan perlindungan dan melaksanakan prinsip penghormatan terhadap pihak-pihak yang terkena pengadaan tanah. Di Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan regulasi berupa UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Perundang-undangan lainnya. Penetapan besarnya ganti kerugian didasarkan pada azas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan dan keselarasan. Penentuan besarnya ganti kerugian dilakukan oleh Penilai Publik sebagai Penilai Independen yang professional dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan, yang penetapannya dilakukan oleh Lembaga Pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penilaian untuk keperluan ganti kerugian meliputi : a) Ganti kerugian fisik (material) tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. b) Ganti kerugian non fisik (immaterial) terdiri dari penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari pemilik tanah yang akan diberikan dalam bentuk uang (premium), serta kerugian lainnya yang dapat dihitung meliputi biaya transaksi, bunga (kompensasi masa tunggu), kerugian sisa tanah, dan jenis kerugian lainnya yang dinyatakan oleh Pemberi Tugas dalam surat perjanjian kerja. Penilai dalam hal ini perlu mendapatkan standar penilaian dalam rangka pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, yang antara lain memberikan pedoman mengenai konsep dan prinsip umum penilaian, Dasar Nilai yang digunakan dan pendekatan penilaian yang sesuai diterapkan untuk setiap jenis objek penilaian.



216



1.8



2.0



Ruang Lingkup 2.1



2.2



2.3 2.4



3.0



Pengadaan Tanah dalam pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum skala kecil sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara langsung melalui jual-beli, tukar menukar, atau dnegan cara lain yang disepakati kedua belah pihak.



Standar ini membahas mengenai penilaian tanah terkait dengan pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada poin 2.1 berlaku untuk setiap penilaian yang terkait untuk objek pengadaan tanah yang termasuk skala besar maupun skala kecil. Standar ini berhubungan dengan beberapa standar teknis lainnya pada seri 300. Standar ini dilengkapi dengan petunjuk teknis yang dapat dipahami sama sebagai Pedoman Penilaian Indonesia terkait, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan.



Definisi Definisi Khusus berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2012, tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum 3.1



3.2 3.3



Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak (Pasal 1 Butir 2). Pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah (Pasal 1 Butir 3). Objek Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai (Pasal 1 Butir 4). Objek Pengadaan Tanah yang dimaksud diatas diartikan sama dengan istilah Properti atau Properti Pertanahan pada standar ini.



3.4



3.5 3.6



3.7



Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, Negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (Pasal 1 Butir 6). Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah (Pasal 1 Butir 10). Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan professional yang telah mendapatkan izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah (Pasal 1 Butir 11). Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan 217



kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak (Pasal 3). Definisi Khusus berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia, tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum 3.8



3.9



Penilai Publik adalah penilai yan telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan untuk memberikan jasa penilaian (Perpres 71/2012, pasal 1 butir 12). Ruang atas tanah dan bawah tanah adalah ruang yang ada dibawah permukaan bumi dan/ atau ruang yang ada diatas permukaan bumi sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah (Perpres 71/2012, pasal 1 butir 22). Definisi Umum



3.10



4.0



Nilai Penggantian Wajar adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu Properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non fisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan hak atas Properti dimaksud.



Hubungan dengan Standar Akuntansi SPI ini tidak berhubungan dengan Standar Akuntansi.



5.0



Pernyataan Penerapan 5.1 5.2



Prinsip ganti kerugian adalah bahwa pemilik/ penguasa tanah memiliki hak mendapatkan Ganti Kerugian yang wajar (layak dan adil). Dasar nilai yang harus digunakan untuk penilaian kepentingan Pengadaan Tanah sebagaimana diatur dalam UU No. 2 tahun 2012 adalah Nilai Penggantian Wajar (Fair Replacement Value). Nilai ini dapat dipahami sebagai Nilai yang didasarkan kepada : a) Kepentingan pemilik (value to the owner), dapat diartikan manfaat ekonomi yang berasal dari penguasaan atau kepemilikan dari suatu Properti. b) Kesetaraan dengan Nilai Pasar, adalah salah satu dasar dalam pembentukan Nilai dengan memperhatikan dasar pasar. Untuk beberapa real properti yang memiliki data pasar terbatas atau sama sekali tidak ada data pasarnya, maka Nilai Pasar dimaksud dapat disetarakan dengan Nilai berdasarkan potensi penggunaannya (tanpa melihat kepentingan rencana pengadaan tanah untuk kepentingan umum); c) Properti sebagaimana yang dimaksud sesuai dengan objek pengadaan tanah berdasarkan definisi SPI ini butir 3.3; d) Untuk luar biasa terkait dengan kerugian non fisik; disebabkan adanya keterpaksaan bagi pemilik Properti untuk melepaskan haknya. Kerugian non fisik adalah kerugian lainnya seperti yang dimaksud dalam UU No. 2 tahun 2012 pasal 33 huruf f berikut penjelasannya dan sebagaimana dimaksud dalam standar ini dan peraturan pelaksanaan lainnya; 218



5.3



5.4



5.5



e) Kepemilikan Properti; tidak terbatas hanya kepada kepemilikan hak saja, namun dapat diartikan pada penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan atas Properti sesuai yang diatur oleh peraturan perundangan yang berlaku atau sesuai dengan Lingkup Penugasan yang disepakati. Prinsip nilai bagi pemilik (value to the owner) adalah Nilai Pasar dengan dasar bahwa pemilik tanah dianggap sebagai salah satu calon pembeli hipotesis dalam konteks penjualan hipotesis dan akan membayar sejumlah uang sehingga memungkinkannya untuk menggunakan tanah bagi penggunaan saat ini. Pada dasarnya penilaian ini mempertimbangkan nilai bagi pemilik dan bukan nilai dari sisi pembeli. Apabila peruntukan tanah atau karakteristik tanah lainnya terutama sesuai untuk penggunaan tanah sebagaimana yang saat ini dilakukan oleh pemilik tanah, maka tanah tersebut menjadi sangat bernilai untuk pemilik tanah daripada orang lain di pasar, sehingga tanah harus dinilai tidak hanya berdasarkan Nilai Pasar tetapi juga mempertimbangkan kepentingan khusus yang ada (misalnya komersial). Nilai bagi pemilik terdiri dari seluruh keuntungan yang dimiliki tanah pada saat ini. Nilai bagi pemilik untuk tanah yang dihuni oleh pemilik adalah berbeda dengan tanah yang tidak dihuni. Penilai seharusnya memperhitungkan biaya non fisik yang diatur dalam standar ini. Contoh: tanah yang digunakan untuk kepentingan komersial, maka harus diperhitungkan juga kerugian usaha dan kerugian lain yang mungkin timbul. Namun demikian, prinsip ganti kerugian adalah bahwa pihak-pihak dalam transaksi hipotesis tidak akan membayar sejumlah uang untuk keuntungan masa depan yang dapat dihasilkan tanah yang belum terjadi pada tanggal penilaian, karena pemilik tanah dapat juga mendapatkan keuntungan tersebut dari tanah baru yang dimilikinya. Keuntungan yang dapat diantisipasi dari penggunaan tanah dapat dijadikan panduan penilaian dalam menghitung Nilai Pasar tanah. Namun keuntungan tersebut bukan merupakan ukuran dari perhitungan besarnya ganti kerugian. Contoh: Tanah yang digunakan untuk rumah tinggal dilingkungan yang telah berkembang menjadi kawasan komersial, maka potensi nilai tanahnya berdasarkan penggunaan tertinggi dan terbaik (Highest and Best Use/ HBU) pada tanggal penilaian.



5.6



5.7



5.8



Tanggal Penilaian menggunakan tanggal pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk kepentingan umum sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penambahan nilai harus dihitung berdasarkan risiko yang timbul atas potensi kerugian pemilik dan diukur secara wajar. Nilai Penggantian Wajar seharusnya lebih tinggi dari Nilai Pasar, atau minimal sama dengan nilai ganti kerugian dari objek pengadaan tanah yang sejenis dalam suatu transaksi ganti kerugian yang serupa dan wajar. Objek penilaian dalam penentuan kerugian fisik meliputi: a) Tanah; b) Ruang atas tanah dan bawah tanah; c) Bangunan; d) Tanaman; 219



5.9



5.10



5.11



e) Benda yang berkaitan dengan tanah, seperti utilitas dan sarana pelengkap bangunan. Kerugian non fisik meliputi: a) Penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari pemilik tanah yang akan diberikan premium serta diukur dalam bentuk uang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penggantian ini dapat meliputi hal-hal yang berkaitan dengan; 1. Kehilangan pekerjaan atau kehilangan bisnis termasuk alih profesi (dengan memperhatikan UU No. 2 tahun 2012 pasal 33 huruf f berikut penjelasannya). 2. Kerugian emosional (solatium), merupakan kerugian tidak berwujud yang dikaitkan dengan pengambilalihan tanah yang digunakan sebagai tempat tinggal dari pemilik (dengan memperhatikan UU No. 2 tahun 2012 pasal 1 butir 10, pasal 2 berikut penjelasannya dan pasal 9 ayat 2). 3. Hal-hal yang belum diatur pada butir 1 dan 2 di atas dapat dapat diantisipasi berdasarkan dokumen perencanaan yang berlaku, sehingga Penilai dapat mempertimbangkan besaran premium atas kerugian non fisik terkait. b) Biaya transaksi, asumsi dasar yang dibentuk dari sejumlah biaya perpindahan pengosongan, pajak/BPHTB, PPAT. Bila tidak diatur lain, prinsip dasar yang dapat diambil seharusnya mengikuti SPI ini dan/atau pedoman penilaian/juknis yang berhubungan dengan standar ini. c) Kompensasi masa tunggu, yaitu sejumlah dana yang diperhitungkan sebagai pengganti adanya perbedaan waktu antara tanggal penilaian dengan perkiraan tanggal pembayaram ganti kerugian. d) Kerugian sisa tanah, adalah turunnya nilai tanah akibat pengambilan sebagian bidang tanah. Dalam hal sisa tanah tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukannya, penggantian atas keseluruhan bidang tanah diperhitungkan, apabila didasarkan pada kesepakatan tertulis dengan Pemberi Tugas dan merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. e) Kerusakan fisik lain, misalnya bagian bangunan yang terpotong akibat pengadaan tanah sehingga membutuhkan biaya perbaikan agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ganti kerugian yang dapat diukur dengan uang adalah ganti kerugian dari sejumlah potensi Nilai Pasar atas real properti yang dimaksud pada butir 5.8 dan kerugian non fisik pada butir 5.9 Yang belum termasuk diatur dalam standar ini meliputi dan tidak terbatas pada: a) Pemberian konsultasi publik atau sejenisnya; b) Pembangunan pemukiman kembali; c) Program pendidikan dan pemberian motivasi; d) Pengadaan sarana kerja; dan e) Santunan fasilitas usaha.



220



5.12



5.13



Penilai dapat melaksanakan hal-hal sebagaimana diatur pada butir 5.11 sebagai bagian dari penugasan, dengan terlebih dahulu menyepakatinya dengan Pemberi Tugas dan menuangkannya dalam Lingkup Penugasan. Pendekatan penilaian utama dalam melakukan penilaian tanah adalah Pendekatan Pasar, dimana nilai tanah tidak seharusnya didasarkan pada harga yang diinginkan oleh penjual, namun lebih kepada harga yang wajar yang akan dibayarkan oleh pembeli yang sangat berkeinginan membeli kepada penjual yang berkeinginan menjual tetapi sangat berkeinginan menjual pada tanggal penilaian. Nilai tanah tersebut tidak didasarkan pada asumsi penjualan terpaksa namun merupakan hasil penetapan lokasi dari Pemerintah atas dasar permintaan kepada pemilik tanah untuk melepaskan hak tanahnya secara sukarela. Dengan kondisi ini para pihak apakah instansi yang memerlukan tanah dan pemilik tanah sama-sama berkeinginan namun tidak sangat ingin sehingga mengabaikan pertimbangan bisnis yang wajar. Penilai harus mempertimbangkan hal-hal yang mempengaruhi nilai tanah antara lain lokasi, bentuk, lingkungan, kedekatan dengan faktor positif serta negatif maupun karakterisik lingkungan, maupun transaksi/penawaran yang ada terhadap tanah pembanding pada tanggal pembelian.



5.14



5.15



Pendekatan penilaian sebagaimana disebutkan pada 5.13, dilaksanakan dalam situasi kompetisi yang aktif, tanpa intervensi, dan sesuai dengan pertimbangan terbaik. Data pasar pada lokasi setempat dianalisis dalam rangka memberikan informasi pasar, dan dapat menggunakan data pasar di lokasi lain dengan karakteristik sejenis sebagai data kontrol, atau data lainnya yang belum tentu menggambarkan data pasar. Contoh: Data pasar pada lokasi ganti rugi telah mengalami fluktuasi harga yng telah terpengaruh akibat adanya rencana pembangunan. Pada kondisi ini, penilai harus memastikan data pasar yang sejenis dan sebanding pada lokasi lain sebagai data pembanding atau data kontrol.



5.16



5.17



5.18



5.19



Dalam menentukan nilai tanah Penilai harus mengkaji potensi penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use/HBU) dengan asumsi tanah dalam keadaan kosong (as vacant) atau telah dikembangkan (as improved). Tugas Penilai adalah menerapkan keahliannya untuk merefleksikan pertimbangan pasar yang relevan dalam setiap waktu melalui analisis dari bukti pasar yang sebanding. Hal ini merupakan faktor fundamental dalam penentuan indikasi Nilai Pasar tanah untuk kepentingan ganti kerugian. Ketentuan tata wilayah dan tata kota penting bagi penilai untuk menentukan HBU dari tanah eksisting (sebelum ada rencana pembangunan), dan karenanya data pasar sebanding yang relevan yang harus diambil. Penilaian untuk pengadaan tanah harus dilakukan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:



221



a) Penilai harus memiliki kompetensi didalam melaksanakan pekerjaan penilaian untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam KEPI dan SPI. b) Penilai harus berpedoman kepada Lingkup Penugasan sebagaiman yang diatur dalam SPI 103 – Lingkup Penugasan. 5.20



5.21



Penilaian untuk pengadaan tanah menghasilkan nilai bidang per bidang tanah berdasarkan penugasan yang diterima. Identifikasi bidang per bidang tanah umumnya didasarkan pada informasi dari Lembaga Pertanahan atau Pemberi Tugas penilaian sesuai hak kepemilikan atas tanah. Dalam proses penilaian faktor-faktor selain hak kepemilikan atas tanah yang perlu dipertimbangkan antara lain faktor fisik, ekonomi dan pemanfaatan atau kegunaan. Faktorfaktor ini merupakan komponen penting pembentuk nilai dan merupakan bagian dari konsep dan prinsip umum penilaian. Penilai harus lebih berhatihati dalam melakukan penilaian atas objek dengan kondisi khusus satu hamparan tanah yang terdiri dari beberapa sertifikat atau hak penugasan atas nama pemilik yang sama. Ketentuan lebih lanjut terkait hal ini akan diatur dalam petunjuk teknis standar ini. Pendekatan Penilaian Semua pendekatan, metode, teknik dan prosedur dalam mengukur kesetaraan Nilai Pasar untuk komponen fisik, jika dapat diterapkan dan penerapannya dilakukan secara tepat dan benar, akan menghasilkan kesetaraan Nilai Pasar apabila diasarkan pada kriteria yang berdasarkan pasar. Dalam hal pendekatan yang digunakan lebih dari satu pendekatan, maka dibutuhkan proses rekonsilisi nilai untuk menghasilkan kesimpulan penilaian. Untuk menentukan komponen pembentuk nilai sebagai kompensasi non fisik, pendekatan dan metode yang digunakan dapat sama dengan yang digunakan pada penilaian komponen fisik.



5.22



Penilai harus memperhatikan hal-hal berikut: a) Dalam pelaksanaan proses penilaian Ganti Kerugian, Penilai wajib mengacu kepada peraturan perundang-undangan terkait dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. b) Ganti Kerugian tidak akan lebih rendah dari Nilai Pasar tanah, walaupun terjadi penurunan atau kenaikan nilai tanah dikarenakan adanya pengumuman penetapan lokasi pengadaan tanah. c) Besaran dari Nilai Penggantian Wajar apabila sesuai, diterapkan terkait dengan sejumlah uang di atas Nilai Pasar yang merefleksikan manfaat tertentu bagi pemilik tanah. d) Dalam setiap proses penilaian Ganti Kerugian yang terkait dengan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentiang umum, Penilai harus menggunakan standar ini.



5.23



Penerapan Pendekatan Pasar dalam penilaian Ganti Kerugian harus mempertimbangkan data pembanding yang mencerminkan kecendrungan 222



5.24



5.25



5.26



5.27



5.28



harga (trend) atas lokasi yang terkena pembebasan dan memiliki karakteristik data yang sama sebagai “data control”. Penerapan Pendekatan Biaya dalam penilaian Ganti Kerugian harus mempertimbangkan hal-hal meliputi : a) Kemunduran Eksternal akibat adanya pembebasan lahan tidak boleh diperhitungkan. b) Kemunduran Fungsional akibat HBU harus dipertimbangkan dengan hatihati terutama jika bangunan eksisting masih dimanfaatkan. Penerapan Pendekatan Pendapatan dalam penilaian Ganti Kerugian harus mempertimbangkan hal-hal meliputi: a) Proyeksi arus kas dibuat tanpa mempertimbangkan adanya pembebasan lahan. b) Tahun dasar proyeksi harus diyakini bebas dari pengaruh pembebasan. Penerapan Metode Pengembangan Lahan dalam penilaian Ganti Kerugian harus mempertimbangkan hal-hal meliputi: a) Skenario pengembangan tanpa mempertimbangkan adanya pembebasan lahan. b) Proyeksi Arus Kas dibuat tanpa mempertimbangkan adanya pembebasan lahan. c) Tahun dasar proyeksi harus diyakini bebas dari pengaruh pembebasan. Penilaian terhadap kerugian non fisik seperti kehilangan pekerjaan atau kehilangan bisnis termasuk alih profesi, kerugian emosional (solatium) dan premium lainnya harus mempertimbangkan: a) Penentuan jenis kerugian non fisik yang dituangkan dalam Lingkup Penugasan dengan mempertimbangkan kondisi pemilik, baik individu masyarakat maupun badan usaha atau entitas; b) Khusus untuk kepemilikan objek pengadaan tanah oleh badan usaha atau entitas, Penilai dapat meminta tambahan data dan informasi khusus sehubungan dengan bisnis yang dijalankan melalui Pemberi Tugas dan harus membuat berita acara serah terima data yang ditandatangani oleh Penilai, Pemberi Tugas dan pemilik. Potensi kerugian kehilangan pendapatan dari badan usah ataau entitas hanya dapat diperhitungkan apabila Penilai memiliki data dan informasi pendukung yang relevan dan mencukupi; c) Sepanjang tidak diatur lain, besar kerugian emosional (solatium) yang diambil merujuk kepada SPI ini dan petunjuk teknis terkait. Besar kerugian emosional dicatatkan dalam Lingkup Penugasan atau berita acara yang mengikat kepada Lingkup Penugasan; d) Penilai harus memastikan rujukan dan dasar yang digunakan dalam hal diberlakukannya pemberian premium atas bagian tertentu dari objek penilaian, dan persetujuan pengenaan premium tersebut harus dicatatkan dalam Lingkup Penugasan atau berita acara yang mengikat kepada Lingkup Penugasan. Dalam hal terdapat keterbatasan informasi dan data objek penilaian yang diberikan oleh Pemberi Tugas/Lembaga Pertanahan dan/atau pemilik tanah, Penilai harus memastikan agar seluruh data dan informasi yang seharusnya 223



5.29



5.30



5.31



6.0



dilengkapi dalam pelaksanaan penilaian dapat diperoleh, antara lain dokumen perencanaan, daftar nominatif dan peta bidang. Dalam proses penilaian dimungkinkan Penilai memperoleh informasi mengenai hal-hal penting dan berpengaruh terhadap nilai namun belum tercantum dalam dokumen perencanaan, daftar nominatif maupun peta bidang. Atas kondisi dimaksud, Penilai harus mengusulkan kepada Pemberi Tugas untuk memasukkannya dalam dokumen penugasan. Penilaian dengan memasukkan kondisi tersebut hanya dapat dilakukan jika didasarkan pada dokumen penugasan. Penilaian dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum skala kecil atau kepentingan lain yang pelaksanaannya dilakukan secara langsung dan tidak mengikuti tahapan sebagaimana ditentukan UU No. 2/2012, maka Penilai dapat menggunakan Dasar Nilai lainnya seperti Nilai Pasar atau Nilai Khusus, sepanjang sesuai serta didasarkan kepada alasan yang relevan. Pemilihan Dasar Nilai harus didasari oleh identifikasi mengenai proses pengadaan tanah yang dilaksanakan oleh Pemberi Tugas sehingga hasil penilaian dapat memenuhi kebutuhan Pemberi Tugas. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam petunjuk teknis dari SPI ini. Penilai dapat diminta untuk melakukan pemberian jasa konsultasi pada tahapan perencanaan pengadaan tanah atau tahapan lainnya di luar tahapan pelaksanaan. Namun, Penilai tidak pada posisi independen atau berpotensi benturan kepentingan bila melakukan penugasan penilaian pada tahapan pelaksanaan,apabila sebelumnya telah melakukan pemberian jasa konsultasi pada tahapan perencanaan.



Pembahasan Uraian pembahsan yang diatur dalam standar ini harus dilihat dalam petunjuk teknis SPI 204 atau Pedoman Penilaian Indonesia yang terkait.



7.0



Syarat Pengungkapan 7.1 7.2



7.3



Persyaratan untuk Pelaporan Penilaian harus merujuk kepada SPI 105 – Pelaporan Penilaian dan petunjuk teknis terkait. Dalam pelaksanaan penilaian, SPI mengatur agar Penilai mengungkapkan atau mencatatkan bila ada tambahan informasi dan asumsi ke dalam Lingkup Penugasan. Apabila perubahan atas Lingkup Penugasan sukar dilakukan, maka perubahan atas tambahan informasi dan asumsi tersebut dapat dituangkan ke dalam berita acara yang disetujui Penilai, Pemberi Tugas dan/atau pihak terkait. Setiap berita acara yang disepakati, menjadi bagian yang terkait demgan Lingkup Penugasan atau bagian dari perjanjian kerja yang sah. Hal-hal yang dianggap perlu dan mempengaruhi secara signifikan terhadap hasil penilaian, karena adanya perubahan informasi dan asumsi sebagaimana yang dimaksud pada poin 7.2, maka Penilai perlu untuk mencatatkannya dalam laporan penilaian.



224



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1 8.2



9.0



Penyimpangan dapat dibenarkan sepanjang ada alasan yang relevan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. KPUP butir 20 mengatur hal yang berhubungan dengan Penyimpangan.



Kutipan dan Tanggal Berlaku 9.1 9.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 204 – Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. SPI 204 ini ditetapkan tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara efektif pada 1 Februari 2019.



225



Standar Penilaian Indonesia 205 SPI 205 Penilaian Untuk Tujuan Lelang Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



1.3



1.4



1.5 1.6



2.0



Salah satu cara untuk meminimalisir resiko kredit atau pendanaan dilakukan dengan ketersediaan jaminan berupa agunan dari pihak debitur (peminjam). Dalam posisi pihak debitur (peminjam) wanprestasi atau dalam kondisi kredit macet, agunan akan direalisasi sebagai oengganti kredit atau pendanaan yang gagal bayar dalam bentuk penjualan/eksekusi. Proses eksekusi pengembalian kerugian kreditur dapat dilakukan dengan menjual langsung aset agunan yang diambil alih melalu Lelang Eksekusi. Aset sitaan maupun aset yang akan dihapus bukukan oelh suatu instansi dapat terikat kepada kewajiban untuk menjual atau mengalihkan aset yang dikuasai atau dimiliki melalui penjualan secara langsung atau melalui mekanisme lelang Penjualan melalui elang yang dapat berasal dari aset penjaminan utang danaset lainnya, akan berhubungan dengan keterbatasan terhadap bebrapa hal, dinataranya tidak terdapat waktu pemasaran yang memadai, metode penjualan yang terbatas, dan terdapat kondisi dimana penjual lebih mengutamakan pengembalian danannya secara sepihak dibanding melihat pasar yang sedang terjadi. Memperhatikan kepentingan dalam pelepasan atau pengalihan aset, maka dibutuhkan Penilai untuk memberikan opini nilai agar harga dasar lelang dapat ditetapkan. Di Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Penilai perlu mendapatkan pedoman dalam rangka penilaian untuk tujuan lelang, yang antara lain memberikan panduan mengenai penggunaan Dasar Nilai, proseduur dalam penyusunan Lingkup Penugasan, penerapan proses Implementasi dan Pelaporan Penilaian



Ruang Lingkup 2.1 2.2 2.3



Standar ini membahas mengenai penilaian aset berwujud untuk kepentingan lelang Standar ini berlaku untuk jenis aset atau properti yang termasuk real properti maupun personal properti yang diatur oleh SPI ini dan petunjuk teknisnya Standar ini juga terkait dengan beberapa standar lainnya, antara lain : SPI 103 – Lingkup Penugasan SPI 104 – Implementasi SPI 105 – Pelaporan Penilaian SPI 106 – Pendekatan dan Metode Penelitian 226



SPI 300 – Penilaian Real Properti SPI 301 – Penilaian Properti Agri SPI 310 – Penilaian Mesin dan Peralatan



3.0



Definisi Definisi Khusus berdasarkan Ketentuan dan Peraturan : PMK Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang 3.1 Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelanh (Pasal 1 Butir 1) 3.2 Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijual secara lelang (Pasal 1 butir 2) 3.3 Lelang Eksekusi adalah lelang yang melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 butir 4) 3.4 Lelang Noneksekusi Wajib adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang (Pasal 1 butir 5) 3.5 Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang atas Barang milik swasta perorangan atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela (Pasal 1 butir 6) 3.6 Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual (Pasal 1 butir 28) Definisi Umum 3.7 Nilai Pasar didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksanaan (SPI 101 -3.1) 3.8 Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin akan diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Pada beberapa situasi, Nilai Likuidasi dapat melibatkan penjual yang tidak berminat menjual, dan pembeli yang membeli dengan mengetahui situasi yang tidak menguntungkan penjual (SPI 102 – 3.7) Aset yang dimaksud dalam definisi diatas adalah aset atau kumpulan aset (as group) yang dijual dapat dalam keadaan terpisah-pisah (a piecemeal) tanpa mempertimbangkan keuntungan atau kerugian dari aset sebagai suatu bisnis yang berjalan (as going concern)



227



4.0



Hubungan Dengan Standar Akuntansi SPI ini tidak berhubungan dengan Standar Akuntansi



5.0



Pernyataan Penerapan 5.1



5.2 5.3



5.4



5.5



5.6



Dasar nilai yang digunakan pada penilaian untuk tujuan lelang seabaimana dimaksud dalam standar ini adalh Nilai pasar dan Nilai Likuidasi. Penjual menetapkan Nilai Limit berdasarkan Nilai Pasar sebagai prioritas pertama (batas atas) dan Nilai Likuidasi sebagai alternatif terakhir (batas bawah) Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi diopinikan oelh Penilai dalam suatu pelaporan penilaian secara bersamaan Dalam menentukan Nilai Pasar atau Nilai Likuidasi, Penilai harus menggunakan analisis atau opini waktu expos (exposure time) yang dapat direalisasi terhadap kondisi kedua nilai yang diopinikan sesuai butir 5.2 diatas Untuk kepentingan dan alasan tertentu dari Pemberi Tugas atau Pengguna Laporan, Penilai dapat menerapkan Dsar Nilai selain yang dinyatakan pada butir 5.1, seperti Nilai Realisasi Bersih dan/atau Nilai Realisasi Bersih Terbatas sebagaimana yang didefinisikan pada SPI 102 Dalam hal terdapat kondisi pasar tidak menentu seperti adanya perubahan harga properti secara signifikan, diperlukan kehati-hatian dari Penilai untuk menganalisis asumsi penilaian yang digunakan. Penilai perlu menyatakan dampak asumsi tersebut terhadap nilai yang diopinikan agar Pemberi Tugas dan/atau Pengguna Laporan dapat memahami kondisi dimaksud. Dalam Penyusunan Lingkup Penugasan, Penilai harus menggunakan SPI 103 dengan memperhatikan : a) Identifikasi status Penilai; Penilai harus memastikan dan menyatakan status dirinya sebagai Penilai apakah dalam posisi independen atau tidak. Apabila kebutuhan penugasan meminta Penilai sebagai pihak independen maka Penilai harus menyatakan hal ini dalam Lingkup Penugasan berikut pernyataan lainnya sesuai dengan SPI yang berlaku. b) Identifikasi Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan ; Pemberi Tugas dan/atau pengguna laporan adalah pihak yang mewakili sebagai penjual, baik perorangan atau instansi. Penilai perlu memastikan kepada Pemberti Tugas dan/atau pengguna laporan persyaratan dan batasan yang dianggap penting dalam melakukan penilaian untuk tujuan lelang c) Maksud dan Tujuan Penilaian; Penilaian untuk tujuan lelang harus dibedakan dengan tujuan lainnya termasuk untuk tujuan penjaminan utang. Untuk Kepentingan ini bila tidak diatur lain, maka Penilai harus mengungkapkan bahwa tujuan penilaian yang dimakud adalah untuk tujuan lelang atas objek penelitian. d) Onjek Penilaian; Standar inni mengatur bahwa objek penilaian untuk tujuan lelang adalah aset berwujud berupa real properti maupun personal properti sebagaimana yang ditentukan pada standar ini. Penilai harus menyatakan 228



5.7



dengan jelas objek penilaian yang akan dinilai antara lain jenis, jumlah dan lokasi aset objek penilaian e) Tingkat kedalaman investigasi; Terdapat suatu kemungkinan Penilai akan mempunyai keterbatasan dalam melakukan pemeriksaan atau verifikasi atas objek penilaian karena pemilik aset tidak kooperatif. Penilai harus mengantisipasi kondisi terbatas tersebut dengan menyatakannya dalam tingkat kedalaman investigasi yang jelas. Hal-hal yang membatasi dalam pelaksanaan penugasan, perlu mendapat perhatian penilai untuk dinyatakan di Lingkup Penugasan dan dikaitkan dengan Asumsi Khusus sebagai bagian yang akan menjadi kesepakatan dengan Pemberi Tugas. f) Dalam hal Penilai memperoleh penugasan penilaian dalam kondisi terbatas sebagaimana dimaksud pada point 5.6 butir e), Penilai harus memperoleh surat pernyataan dari Pemberi Tugas terkait dengan informasi spesifikasi dan kondisi teknis objek penilaiansebagai dasar bagi Penilai untuk membuat asumsi dan/atau asumsi khusus g) Dalam hal Penilai tidak dapat meyakini bahwa keterbatasan pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam 5.6 butir f) dapat menghasilkan penilaian yang dapat dipercaya (kredibel), maka Penilai seharusnya menolak penugasan dimaksud. h) Asumsi dan asumsi khusus; Seluruh asumsi dan/atau asumsi khusus yang dicantumkan dalam pelaporan penilaian harus sesuai dengan yang dicantumkan dalam Lingkup Penugasan. Asumsi dan/atau asumsi khusus merupakan bahian dari penentuan batasan tingkat kedalaman investigasi Dalam Pelaksanaan proses Implementasi, Penilai harus menerapkan SPI 104 dengan memperhatikan : a) Investigasi yang dilakukan harus merujuk kepada Lingkup Penugasan terkait pengaturan tingkat kedalaman investigasi dan asumsi atau asumsi khusus yang digunakan b) Kelengkapan prosedur dalam penentuan Nilai Pasar dan Nilai Likuiditas merupakan bagian yang harus dipertimbangkan Penilai. Untuk itu, perlu kehati-hatian bagi Prnilai dalam memertimbangkan kehandalan data yang akan digunakan, analisis HBU bagi real properti dan penerapan pendekatan meupun metode yang akan digunakan c) Apabila dalam pelaksanaan inspeksi Penilai tidak dapat menemukan keberadaan objek penilaian, maka penugasan dimaksud harus ditolak. d) Dalam pelaksanaan penilaian untuk tujuan lelang, Penilai harus memperoleh Salinan/copy buti kepemilikan atas objek penilaian. Contoh, untuk real properti antara lain sertifikat tanah, untukperonal properti antara lain salinan kontrak pembelian/invoice atau surat keterangan kepemilikan e) Dalam hal dokumen yang dimaksud pada poin 5.7 butir d) tidak dapat diperoleh, Penilai dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan penugasan penilaian, sepanjang terdapat dasar yang mendukung dan informasi tertulis yang dapat digunakan sebagai referensi dalam menentukan asumsi khusus. Misalnya, ada permintaan tertulis dari Pengadilan atau instansi Pemerintah yang memiliki wewenang mengeksekusi suatu objek penilaian yang tidak



229



5.8 5.9 5.10



5.11



5.12



6.0



dilengkapi objek kepemilikan. Penggunaan asumsi khusus dalam hal ini harus dinyatakan dalam Lingkup Penugasan dan Laporan Penilaian. f) Penggunaan pendekatan penilaian sepanjan sesuai dapat diterapkan untuk penilaian tujuan lelang. Dalam hal pendekatan yang digunkan lebiih dari satu pendekatan, maka dibutuhkan proses rekonsisliasi nilai untuk menghasilkan kesimpulan penilaian g) Pendekatan sebagaimana disebuutkan pada poin 5.7 butir f) dilaksanakan dalam suatu kompetisi yang aktif, tanpa intervensi dan sesuai dengan pertimbangan terbaik h) Persyaratan dan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses implementasi dapat disesuiakan dengan standar teknis terkait Dalam Penyusunan Pelaporan Penilaian, Penilai harus menggunakan SPI 105 Jenis Laporan penilaian yang harus digunakan adalah laporan penilaian terinci (lengkap) Yang tidak termasuk objek penilaian yang diatur dalam standar ini, meliputi dan tidak terbatas pada : a. Benda-benda koleksi yang dimaksud dalam pemahaman Personal Properti; b. Persediaan Bahan Baku Penilai perlu memperhatikan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku berkaitan dengan hal-hal yang belum diatur dalam standar ini, seperti ketentuan terkait keperluan lelang Barang Milik Negara (BMN) atau Barang Milik Daerah (BMD) atau lelang atas barang sitaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur masa berlaku laporan penilaian paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal penilaian. Dalam hal terdapat kondisi pasar sebagaimana yang dimaksud pada butir 5.5, maka Penilai perlu menyarankan kepada Pemberi Tugas untuk dilakukan penilaian ulang kurang dari 12 (dua belas) bulan



Pembahasan Uraian pembahsan yang diatur dalam standar ini harus dilihat dalam petunjuk teknis atau Pedoman Penilaian Indonesia yang terkait.



7.0



Syarat Pengungkapan Beberapa hal yang menjadi persyaratan dalam pengungkapan dan harus dipertimbangkan Penilai : 7.1 Dalam Pelaksanaan investigasi objek penilaian, kadang dijumpai kondisi yang berbeda dengan informasi dalam Lingkup Penugasan. Dalam hal perbedaan kondisi tersebut berpotensi signifikan mempengaruhi nilai, Penilai harus mengungkapkannya dalam Laporan Penilaian dan menyesuaikan kembali Lingkup Penugasan yang disepakati sebelumnya. 7.2 Penilaian untuk tujuan Lelang erhubungan dengan kepentingan penjual, pembeli, instansi penyelenggara lelang dan penegak hukum termasuk pengadilan. Diperlukan kehati-hatian Penilai untuk mengantisipasi hal tersebut 230



dan mematuhi Kode Etik Penilai Indonesia, serta mengungkapkan setiaap hal yang memerlukan penjelasan dalam Laporan Penilaian



8.0



Ketentuan Penyimpangan 8.1 8.2



9.0



Penyimpangan dapat dibearkan sepanjang ada alasan yang relevan sesuai dengan peraturan perungdang-undangan yang berlaku KPUP butir 20 mengatur hal yang berhubungan dengan Penyimpangan



Kutipan dan Tanggal Berlaku 9.1 9.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 205 – Penilaian Untuk Tujuan Lelang SPI 205 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara efektif pada 1 Februari 2019



231



Standar Penilaian Indonesia 300 (SPI 300) Penilaian Real Properti Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan ataupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



1.3



Konsep dan Prinsp umum Penilaian menjelaskan berbagai istilah dan konsep yang bersifat fundamental dalam penilaian. Tujuan SPI adalah untuk memberikan pemahaman lebih mendalam mengengi hal-hal yang bersifat fundamental tersebut khususnya untuk real properti. Real Properti membentuk bagian yang substansial dari kekayaan. Apabila pasar properti akan diwujudkan berdasarkan penilaian yang dapat diandalkan, dibutuhkan standar yang disepakati secara umum dimana Nilai Pasar dan Dasar Nilai lainnya ditentukan dan dilaporken oleh Penilai. Pemahaman yang benar dan penerapan yang tepat dari stander ini akan secara langsung mendorong kelayakan transaksi real properti di pasar lokal dan internasional, meningkatkan posisi relatif investasi real properti di antara alternatif investasi lainnya, dan memperkecil potensi penyalahgunaan. Istilah properti dari sisi legal dapat didefinisikan sebagai kepemilikan dan bukan wujud fisik dari tanah, bangunan dan aktiva personal berwujud lainnya. Dalam konteks ini, SPI mengidentifikasikan secara umum empat jeris properti: a) b) c) d)



1.4



1.5



1.6



Real Properti Personal Properti Perusahaan/Badan Usaha Hak Kepemilikan Finansial



Sebagaimana halnya jenis properti lainnya, terdapat metode yang diterima secara’umum dalam penilaian real properti. Adalah penting bagi Penilai dan pengguna jasa penilaian bahwa metode yang sesuai dipahami secara utuh, diterapkan dengan kompeten dan dijelaskan dengan memuaskan. Dengan memenuhi hal tersebut, Penilai berkontribusi terhadap kebenaran dan kehandalan estimasi Nilai Pasar, dan sekaligus pasar dimana Penilai berpraktek. Peningkatan pemahaman dan menghindari penyalahgunaan di membutuhkan Penilai dan pengguna jasa penlaian untuk secara berhati-hati membedakan setiap jenis properti. Kegagalan untuk melakukan hal ini dapat berakibat dihasilkannya keputusan yang salah dan kesalahan pelaporan nilai. Nilai yang dilaporkan terlalu tinggi atau terlalu rendah umum terjadi akibat kerancuan penggolongan jenis properti. Hal yang sama terjadi apabila istilah yang digunakan tidak tepatPenilai real properti menyadari kompleksitas pasar dan obyek transaksi , berupa real properti didalamnya. Perbedaan di pasar real estate dan antara real properti secara individual direfleksikan secara akurat dan dapat diandalkan apabila KPUP digunakan sebagai acuan.



232



1.7



1.8



1.9



2.0



Penilaian real properti sebagaimana dipahami bersama membutuhkan pendidikan khusus, pelatihan dan pengalaman. SPI 300 memberikan kerangka kerja untuk penerapan KPUP dari sisi real properti. Hubungan antara SPI 330 dan PPI 02, berkaitan Bie, perusahaan/badan usaha dan properti dengan bisnis khusus, dan SPI 300 mengenai penilaian real properti harus dipahami. secara utuh. Real properti dinilai sebagai entitas terpisah, yaitu aset fisik dimana hak kepemlikan tertentu diberikan, Sebagai contoh, gedung kantor, rumah, pabrik dan jenis properti lainnya pada umumnya menyatu dengan komponen tanahnya. Dalam penilaian Bisnis atau Properti dengan Bisnis Khusus (PBK), yang dinilai adalah entitas bisnis atau aset PBK dimana real properti mungkin merupakan salah satu komponennya. Nilai Pasar dari real properti selalu dibuat dengan merujuk kepada SPI 101. Jika nilai real properti merupakan bagian dari elemen penilaian bisnis, ini adalah estimasi Nilai Pasar dari real properti, Sebagaimana dibahas dalam SPI 300, ketentuan ini berbeda dengan praktek penilaian yang tidak tepat dimana penentuan estimasi Nilai Pasar real properti berdasarkan alokasi dari nilai bisnis yang berjalan (going concern value). SPI 300 tidak bertujuan untuk memberikan panduan khusus mengenai bagaimana penilaian harus dilaksanakan atau menggantikan kualifikasi atau prosedur yang diterapkan Penilai, dimana hal ini akan dibahas dalam pelatihan penilaian. SPI ini bertujuan menciptakan kerangka dan persyaratan untuk penilaian real properti yang akan mengharmonisasikan praktek penilaian.



Ruang Lingkup 2.1 2.2



2.3



SPI 300 ini ditujukan untuk memberikan panduan dalam membuat atau menggunakan penilaian real properti. Elemen pokok dari SP! 300 mencakup: a) Identifikasi istilah dan definisi pokok b) Jenis dari hak real properti c) Hirarki real properti d) Ringkasan proses penilaian dan prinsip-prinsip dasarnya e) Pembahasan dari pentingnya prinsip dan konsep f) Pembahasan mengenai persyaratan pengungkapan, lingkup penugasam implementasi dan pelaporan yang layak g) Pembahasan mengenai Pendekatan Penilaian h) Contoh dari penyalahgunaan dan kesalahpahaman, dan Standar Teknis i) Presentasi dari Panduan Real Properti



Penerapan khusus dari prosedur penilaian secara kualitatif dan kuantitatif adalah di luar dari lingkup SPI 300 . Penting untuk ditekankan bahwa penilai dilatih berdasarkan prosedur tersebut dan prosedur tersebut sesuai dengan KPUP. Dalam peneraanya, penilai biasanya menerapkan banyak prosedur di setiap penilaian dan merekonsiliasikan hasilnya kedalam indikasi akhir dari Nilai Pasar atau nilai lainnya.



233



3.0



Definisi 3.1



3.2



3.3



3.4



3.5 3.6 3.7



3.8



3.9



Data pembanding. Data umumnya digunakan dalam analisispenilaan untuk membuat estimasi nilai. Data pembanding adalah properti yang memiliki karakteristik yang sama dengan properti yang dinilai. Data tersebut mencakup harga transaksi dan/atau data penawaran yang disesuaikan, sewa, pendapatan dan pengeluaran, serta tingkat kapitalisasi dan tingkat diskonto (yield) yang berasal dari pasar. Elemen Perbandingan. Karakteristik khusus dari properti dan transaksi yang mengakibatkan harga yang dibayarkan untuk real estate menjadi berbeda. Elemen Perbandingan mencakup, tapi tidak terbatas kepada; hak atas properti yang ditransfer, persyaratan pembiayaan, kondisi penjualan, kondisi pasar, lokasi dan karakteristik fisik dan ekonomi (lihat butir 5.23 untuk penjelasan Elemen Perbandingan secara lengkap). Hak atas Properti. Hak yang berhubungan dengan kepemilikan real estate. Hak ini termasuk hak untuk mengembangkan atau tidak mengembangkan lahan, menyewakan kepada pihak lain, menjual atau menyerahkan, menanami, menambang atau mengubah topografi, membagi, menggabungkan, menggunakan untuk pembuangan sampah, atau memilih untuk tidak menggunakan satupun hak tersebut. Kombinasi dari berbagai hak ini kadangkadang disebut himpunan hak (bundle of rights) yang terdapat di dalam kepemilikan real estate. Hak atas properti secara umum dibatasi oleh restriksi publik atau privat seperti easement, right of way, aturan kepadatan pengembangan, peruntukan dan restriksi lainnya yang membatasi properti. KPUP (Konsep dan Prinsip Umum Penilaian), memberikan konsep mengenai tanah dan Properti; Real Estate, Properti dan Aset; Nilai, Biaya dan Harga; Nilai Pasar, Penggunaan Tertinggi dan Terbaik, Kegunaan, Konsep Penting Lainnya dan Pendekatan Penilaian. Banyak konsep dan istilah teknis yang digunakan di dalam SPI diberikan dalam bagian Penjelasan istilah (Glossary). Definisi di bawah ini bersifat khusus untuk SPI 300 dan dimuat di SPI ini untuk memudahkan pembaca memahami. Nilai Pasar, Definisi terdapat di dalam KPUP dan SPI 101 - 3.1. Pasar. Lingkungan dimana barang, jasa dan komoditi diperdagangkan antara pembeli dan peniual melalul mekanisme harga. Pendekatan Biaya. Salah satu pendekatan penilalan yang unum diterapken dalam estimasi Nilai Pasar dan berbagai situasi penilaian lainnya. Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost/DRC) adalah metode penerapan dari Pendekatan Biaya, yang digunakan Biaya Pengganti baru dari aset dikurangi dengan penyusutan fiik dan segala bentuk keusangan. Penggunaan tertinggi dan terbaik. Penggunaan paling layak dan optimal dari suatu real properti, yang secara fisik dimungkinkan, secara hukum diizinkan serta layak secara finansial dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti yang dinilai. (Lihat KPUP, butir 10). Real estate. Tanah dan segala benda yang merupakan bagian alamiah dari tanah, misalnya pohon dan mineral, serta benda lainnya yang dibuatoleh manusia, misalnya bangunan dan pengembangan lahan lainnya. Seluruh bagian dari bangunan permanen lainnya seperti plumbing, sistem pemanas dan pendingin; jaringan listrik dan benda built-in seperti elevator, lift, adalah juga bagian dari real estate. Real estate meliputi seluruh benda yang melekat padanya, baik di bawah maupun di atas permukaan tanah. 234



3.10



3.11



4.0



Hubungan Dengan Standar Akuntansi 4.1



5.0



Real Properti. Seluruh hak, kepentingan dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estate. Real properti adalah konsep legal yang berbeda dengan real estate, yang merupakan aset fisik. Terdapat kemungkinan potensi limitasi terhadap hak kepemilikan real properti. Unit perbandingan. Faktor yang dihasilkan oleh 2 komponen, yang merefleksikan perbedaan secara tepat antara properti dan memungkinkan analisis dari ketiga pendekatan teradap nlai; misalnya harga per meter persegi, atau perbandingan harga jual properti dengan pendapatan bersih (pengali pendapatan bersih/ year’s purchase)



Untuk Pembahasan umum dari persyaratan akuntansi dalam penilaian real properti, dan kegunaan dari Nilai Pasar, dalam meningkatkan obyektifitas dan komparatibilitas dari SPI 300- Penilaian Real Properti.



Penerapan Teknis 5.1



5.2



Untuk memenuhi persyaratan bahwa Penilai dapat mengidentifikasi objek penilaian dan bentuk kepemilikan (lihat SPI 103 butir 5.3.a).4) maka hal berikut ini harus dipertimbangkan: a) Deskripsi atas hak kepemlikan real properti yang dinilai, b) Identifikasi dari adanya hak yang bersifat superior (lihat butir 5.12.a) atau subordinasi (lihat butir 5.12.b) dan 5.12.c)) yang berpengaruh terhadap hak yang dinilai. Untuk memenuhi persyaratan SPI 103, bahwa penilai menyatakan tingkat kedalaman investigasi srta sift dan sumber informasi yang dapat diandalkan (SPI 103 butir 5.3.a).9 dan butir 5.3.a).10), beberapa hal di bawah ini harus dipertimbangkan: a) Bukti yang dibutuhkan untuk verifikasiatas hak real properti dan hak terkait lainnya yang relevan, b) Tingkat kedalaman inspeksi, c) Tanggung jawab atas informasi mengenai luas tapak, luas bangunan dan pengembangan lainnya, d) Tanggung jawab untuk konfirmasi atas spesifikasi dan kondisi bangunan dan pengembangan lainnya, e) Kedalaman investigasi mengenai sifat, spesikasi dan ada/ tidaknya utilitas bangunan, f) Keberadaan informasi mengenai kondisi (daya dukung) tanah dan fondasi, g) Tanggung jawab untuk identifikasi mengenai resiko lingkungan baik aktual maupun potensial. Dalam penilaian properti sederhana Penilai perlu mempertimbangkan butir a) sampai dengan e).



5.3



Dalam hal prosedur di atas telah dilakukan namun tidak terpenuhi, maka Penilai harus mencatatkan asumsi dan/atau asumsi khusus, serta syarat pembatas pada Lingkup Penugasan dan Laporan Penilaian.



235



5.4



Contoh tipikal dari asumsi khusus yang membutuhkan persetujuan dan konfirmasi terlebih dahulu sehingga memenuhi ketentuan SPI 103 butir 5.3.a).11 - Asumsi dan Asumsi Khusus termasuk; a) Bahwa perubahan fisik telah terjadi, misalnya bangunan dalam konstruksi dinilai dengan asumsi telah selesai pada tanggal penilaian (‘as if complete’). b) Bahwa telah terjadi perubahan atas status properti, misalnya bangunan kosong telah disewakan atau bangunan’sewa telah menjadi kosong pada tanggal penilaian.



5.5



5.6



5.7



5.8



5.9



5.10



Penilai harus mengidentifikasikan jenis nilai tertentu sebagai Dasar Nilai. Nilai Pasar adalah jenis nilai yang paling umum, namun selain itu terdapat juga Dasar Nilai lain selain Nilai Pasar (lihat SPI 101 dan SPI 102). Adalah menjadi tanggung jawab Penilai untuk menghindari potensi kesalahpahaman dan kesalahan estimasi penilaian dikarenakan ketidaksesuaian Dasar Nilai dengan tujuan penugasan. Pengungkapan yang layak, identifikasi dan definisi Dasar Nilai serta pembatasan dalam penerapan penilaian dan Laporan Penilaian pada umumnya dapat memastikan pemenuhan persyaratan pengungkapan. Penilaian harus dibedakan dari Laporan Penilaian. Penilaian mencakup seluruh riset, data, alasan, analisis dan kesimpulan yang dibutuhkan untuk sampai kepada estimasi nilai. Laporan Penilaian mengkomunikasikan proses dan kesimpulan tersebut. SPI ini mensyaratkan bahwa catatan/kertas kerja yang memadai disimpan untuk menunjukkan bahwa Proses Penilaian telah diikuti dan kesimpulan bersifat kredibel dan dapat diandalkan. Catatan ini harus tersedia dalam hal kemudian timbul pertanyaan mengenai penilaian tersebut (lihat SPI — 104 Butir 5.7) Dalam prakteknya, beberapa bentuk pelaporan dapat tidak secara lengkap menggambarkan seluruh Dasar Nilai. Apabila laporan karena sesuatu hal menjadi terbatas, Penilai akan secara umum mengidentifikasi dan membedakan antara lingkup penilaian dan hal tersebut di dalam Laporan penilaian. Instruksi Pemberi Tugas adalah wajib dan tepat untuk dituangkan dalam bentuk surat atau kontrak apemberian jasa. Dalam situasi pemberian jasa atau nilai pasar adalah wajar untuk menyatakan independensi, atau status Penilaian dalam pernyatan afirmasi. Perjanjian tersebut juga menjelaskan hubungan bisnis antara Penilai dan Pemberi Tugas, fee dan termin pembayaran. kondisi khusus dan pembatasan yang ada, identifikasi standar yang diterapkan dan hal lain yang terkait. Bagan Proses Penilaian Properti pada KPUP mengilustrasikan Penilai yang umum diterapkan., Sesuai dengan Bagan tersebut, Penilai dan Pemberi Tugas harus menyetujui konteks dan lingkup penugasan ,yang merujuk kepada SPI 103 butir 5.3.a).6. Dalam melaksanakan langkah-langkah analisis pendahuluan dan pengumpulan serta pemilihan data yang disarankan di dalam Proses Penilaian, Penilai menjadi faham akan pasar secara Umum dan properti yang dinilai, karenanya berlanjut kepada posisi dimana analisis khusus lainnya dapat dilakukan.



236



5.11



5.12



5.13



5.14



5.15



a) Data ekonomi secara Umum dikumpulkan dari tingkat lingkungan, kota, wilayah/regional dan bahkan tingkat nasional dan_ internasional tergantung kepada properti yang dinilai. Faktor sosial, ekenomi, kepemerintahan dan lingkungan yang dapat berpengaruh kepada Nilai Pasar (atau jenis nilai lainnya yang ditentukan) dikaji untuk memahami secara lebih baik properti tertentu. Pengaruh khusus lainnya yang harus dipertimbangkan akan diinvestigasi secara detil. b) Data properti secara khusus, atau data yang lebih secara |angsung berkaitan dengan properti yang dinilai dan properti pembanding juga dikumpulkan dan dikaji. Hal ini termasuk data tapak dan pengembangan, data biaya dan depresiasi, data pendapatan dan biaya, tingkat kapitalisasi dan tingkat diskonto (yield), sejarah pemilikan dan penggunaan, dan informasi lainnya yang dianggap signifikan dan biasanya dipertimbangkan oleh pembeli dan penjual dalam negosiasi dan transaksi. Setelah datadiatas dikumpulkan dan dianalisis, penilai dapat menentukan penggunaan tanah yang memungkinkan dari properti yang dnilai Dikarenakan bidang real estate yang berbeda dapat menentukan potensi penggunaan yang berbeda. Langkah pertama yang diprlukan untuk memilih data penjualan dan pembanding adalah dengan menentukan Highest and Best Use (HBU) dari properti yang dinilai. Penilai mempertimbangkan HBU dengan tanah dalam keadaan kosong dan HBU dari tanah setelah dikembangkan (Lihat pembahasan HBU d KPUP butir 12.0 dan standar teknis lainnya pada seri 300). Hak real properti meliputi hak pemilikan dan kontrol, penggunaan atau penguasaan atas tanah dan bangunan. Terdapat 3 jenis hak yangmendasar: a) Hak superior atas tanah. Pemilik hak ini memiliki hak absolut atas pemilikan dan kontrol atas tanah dan bangunan di atasnya yang bersifat bersifat permanen (perpertuity) yang diatasnya dapat dibebani hak subordinasi dan restriksi /pembatasan yang berasal pe dari peraturan rundangan . b) Hak subordinasi yang memberikan pemiliknya hak kepemilikan eksklusif dan kontrol atas sebidang tanah atau bangunan untuk periode waktu tertentu, misalnya dalam perjanjian kontrak sewa. c) Hak uktuk menggunakan tanah atau bangunan tapi tanpa hak kepemilikan eksklusif atau kontrol, misalnya hak untuk melewati tanah atau menggunakannya untuk aktifitas tertentu. Hak real properti dapat dimiliki bersama-sama, dimana beberapa pihak dapat membagi hak keseluruhan, atau beberapa hak, dimana setiap hak memiliki proporsi tertentu dari hak yang dibagi tersebut. Meskipun beberapa istilah berbeda dapat digunakan untuk berbagai jenis hak di atas, tapi konsep tersebut pada dasarnya umum berlaku di berbagai jurisdiksi/wilayah. Sifat tanah dan bangunan yang tidak bergerak menyebabkan bahwa transfernya pada transaksi pertukaran hanyalah berupa hak dan bukan berupa tanah dan bangunan dalam arti fisik. Nilainya, karena itu melekat pada hak properti dan bukan pada bentuk fisiknya. Hierarki Hak Kepemilikan Berbagai jenis hak yang berbeda sebagaimana dijelaskan di atas masingmasing. tidak berdiri sendiri. Hak superior dapat saja dibebani oleh satu atau lebih hak subordinasi. Hak sewa yang diberikan langsung oleh pemilik dari 237



hak absolut disebut hak sewa utama atau hak ‘head lease’. Kecuali disyaratkan berbeda dalam kontrak sewa, pemegang hak ‘head lease’dapat memberikan seluruh atau sebagian hak sewa kepada pihak ketiga, yang disebut hak ‘sublease’. Hak ‘sub-lease’ akan selalu lebih power dari hak sewa utama, bahkan mungkin hanya lebih pendek 1 hari. Hak kepemilikan properti ini akan memiliki karakteristiknya sendiri, sebagaimana diilustrasikan dalam contoh di bawah ini: a)



b)



c)



Meskipun hak kepemilikan absolut menyediakan kepemilikan sekaligus yang bersifat selamanya, namun hak ini dapat dibebani oleh hak subordinasi, yang dapat termasuk sewa, pembatasan yang diberikan oleh pemilik sebelumnya atau pembatasan yang disebabkan peraturan perundangan. Hak sewa akan dimiliki dalam periode waktu tertentu, pada akhir periode sewa, properti dikembalikan kepada pemilik hak superior yang meyewakan properti. Perjanjian sewa pada umumnya akan mengenakan kewaijiban kepada penyewa, misalnya terkait pembayaran sewa dan pengeluaran lainnya. Selain itu dapat juga dikenakan persyaratan atau kewajiban lainnya kepada misalnya cara menggunakan transfer kepada pihak ketiga . Hak untuk menggnakan dapat dimiliki selamanya atau untuk periode waktu tertentu. Dapat bergantung pada pemegang hak dalam membuat pembayaran atau memenuhi persygratan lainnya.



5.16



Dalam penilaian real propertl adalah penting untuk mengidentifikasi Sifat hak yang didapatkan pemiliknya dari hak tersebut atau Mencerminkan semua batasan atau halangan yang ditimbulkan oleh adanya kepentingan lainnya pada properti yang sama. Jumlah dari nilai individual dan berbagai kepentingan yang berbeda pada properti yang sama seringkali akan berbeda dari nilai hak superior.



5.17



Sebelum melaksanakan penilaian dari hak,kepentingan real properti, pemahaman atas kerangka hukum yang mempengaruhi hak yang dinilai menjadi esensial.



5.18



Beberapa metode digunakan dalam penilaian tanah. Penerapan aka berbeda tergantung kepada jenis nilai yang diestimasikan dan ketersediaan data. Untuk estimasi Nilai Pasar, metode yang dipilih harus ditunjang oleh data pasar. (lihat butir 5.26 dan selanjutnya)



5.19



Tiga pendekatan penilaian dikenal dalam Proses Penilaian; Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan dan Pendekatan Biaya. Dalam situasi dimana data transaksi pasar banyak didapatkan, Pendekatan Biaya menjadi kurang relevan, namun apabila data pembanding sulit didapatkan maka pendekatan Biaya menjadi dominan digunakan. Kecuali terdapat pembatasan atau kecuali terdapat alasan yang meyakinkan untuk setiap pendekatan adalah wajar bagi Penilai untuk mempertimbangkan setiap pendekatan. Setiap pendekatan didasarkan kepada prinsip substitusi beranggapan bahwa jika terdapat beberapa komoditas, barang atau jasa yang serupa, maka yang menawarkan harga terendah akan menarik permintaan terbesar dan distribusi terluas. Dalam pengertian yang sederhana, harga properti yang tercipta di pasar 238



akan dibatasi oleh harga yang umum dibayarkan untuk properti pesaing di pangsa pasar yang sama,alternatif keuangan untuk menginvestasikan uang di tempat yang lain dan biaya untuk membangun properti yang baru atau mengadaptasi properti tuauntuk penggunaan yang serupa dengan properti yang dinilai. 5.20



Pendekatan pasar beanggapan bahwa harga properti ditentukan oleh pasar. Nilai pasar karenanya dapat dihitung berdasarkan studi atas harga pasar dari properi yang bersaing satu dengan yang lain untuk pangsa pasar. Proses komparatif yang diterapkan bersifat fundamental untuk proses penilaian. a)



Hak kepemilikan Properti tidaklah homogen. Bahkan jika tanah dan bangunan dimana hak kepentingan yang dinilai memiliki karakteristik fisik yang identik dengan Properti lainnya yang ditransaksikan di pasar, lokasi yang tetap akan berbeda. Memahami hal ini, Pendekatan Pasar umumnya diterapkan, untuk penilaian real properti. Untuk membandingkan properti yang dinilai dengan harga dari hak kepentingan properti ang baru saja ditransaksikan di pasar atau pada saat ini tersedia dipasar, umumnya digunakan unit perbandingan yang sesuai. unit perbandingan yang umum digunakan termasuk menganalisis harga jual dengan mengkalkulasi harga per meter persegi dari bangunan atau hektar tanah. Unit lainnya digunakan untuk perbandingan harga dimana terdapat homogenitas yang cukup antara karakteristik fisik termasuk meliputi harga per kamar atau harga per unit output, misalnya hasil panen tanaman. Unit perbandingan hanya berguna apabila diseleksi secara konsisten dan diterapkan pada properti yang dinilai dan properti pembandingnya dalam tiap analisis. Sejauh dimungkinkan setiap unit perbandingan yang digunakan seharusnya merupakan yang umum digunakan oleh pelaku pasar di pasar yang relevan. Tingkat keandalan yang dapat diterapkan pada data pasar pembanding dalam proses. penilaian ditentukan dengan membandingkan berbagai karakteristik properti dan transaksi darimana data berasal dengan properti yang dinilai. Perbedaan antara hal-hal berikut ini seharusnya dipertimbangkan: 1. 2. 3. 4. 5. 6.



Hak kepemilikan properti yang terdapat dalam bukti harga dan hak kepemilikan pada properti yang dinilai, Lokasi yang terkait, Kondisi tanah, spesifikasi dan kondisi bangunan, Penggunaan yang diijinkan atau zoning untuk setiap properti, Kondisi dimana harga terbentuk dan Dasar Nilai yang disyaratkan (sejauh data tersedia), Waktu terjadinya transaksi/penawaran dari bukti pasar dan tanggal penilaian yang disyaratkan.



b) Jika data tersedia, Pendekatan Pasar adalah pendekatan yang paling langsung dan sistematis dalam estimasi nilai. c) Apabila data tidak cukup, penerapan Pendekatan Pasar menjadi terbatas. Riset yang tidak memadai dari Penilai, bagaimanapun, tidak menjadi alasan untuk mengabaikan pendekatan ini dimana data tersedia dan dapat 239



5.21



secara wajar digunakan. (lihat butir 5.24 dan selanjutnya untuk pembahasan mengenai riset pasar, verifikasi data, prosedur penyesuaian dan rekonsiliasi indikasi). d) Setelah data penjualan dikumpulkan dan diverifikasi, satu atau lebih unit perbandingan dipilih dan dianalisis. Unit perbandingan menggunakan 2 komponen untuk menghasilkan suatu faktor (misal harga per unit pengukuran atau perbandingan yang dihasilkan dari pembagian harga penjualan properti dengan pendapatan bersih, yaitu pengali pendapatan bersih atau years’ purchase) yang merefleksikan perbedaan secara tepat diantara properti. Unit perbandingan yang digunakan oleh pembeli dan penjual di pasar dalam menentukan keputusan pembelian dan penjualan mendapat pembobotan yang lebih besar. e) Elemen perbandingan adalah karakteristik spesifik dari Properti dan transaksi yang menyebabkan harga yang dibayarkan untuk real estate berbeda. Hal ini merupakan pertimbangan penting dalam pendekatan data pasar. f) Untuk membuat perbandingan langsung antara data pembandingdengan properti yang dinilai, penilia harus mempertimbangkan penyesuaian yang memungkinkan berdasarkan perbedaan dalam elemen perbandingan. Penyesuaian dapat mempersempit Perbedaan antara_ setiap pembanding dengan properti yang dnilai. Penilai menerapkan metode kuantitatif dan/atau kualitatif Untuk menganalisis perbedaan dan mengestimasi penyesuaian. Pendekatan Pendapatan dapat diterapkan dalam penugasan Nilai Pasar maupun jenis penilaian lainnya. Bagaimanapun untuk Penerapan Nilai Pasar, adalah penting untuk mengembangkan dan menganalisis informasi pasar yang relevan. Cara pandang ini sangat berbeda dengan pengembangan informasi subyektif untuk pemilik khusus atau refleksi dari titik pandang seorang analis atau investor tertentu. a)



b)



Berbagai metode digunakan untuk mendapatkan indikasi nilai berdasarkan Pendekatan Pendapatan, dimana semuanya memiliki karakteristik umum bahwa nilai adalah didasarkan kepada pendapatan aktual atau estimasi yang dihasilkan oleh pemilik properti. Pada properti investasi, pendapatan tersebut dapat berupa sewa (atau keuntungan sewa) berdasarkan biaya yang harus dikeluarkan seandainya pemilik harus menyewa ruangan yang sama. Apabila bangunan hanya sesuai untuk penggunaan tertentu dari suatu aktivifas bisnis, pendapatan seringkali terkait dengan arus kas aktual atau potensial yang didapatkan oleh pemilik bangunan dari aktivitas bisnis tersebut. Penggunaan potensi bisnis properti untuk mendapatkan indikasi nilai sering disebut sebagai “metode profit”. Arus pendapatan yang diidentifikasi kemudian digunakan mendapatkan indikasi nilai melalui proses kapitalisasi. Arus pendapatan yang cenderung konstan dapat dikapitalisasi menggunakan pengali tunggal, sering disebut sebagai tingkat kapitalisasi. Angka ini mencerminkan keuntungan atau ‘yield’ yang diharapkan investor atau proxy Keuntungan dalam hal properti digunakan sendiri (owner occupied),



240



c)



d)



e)



f)



g)



h)



i)



untuk mencerminkan nilai uang dalam waktu dan resiko serta manfaat dari kepemilikan. Dalam kasus tersebut, berbagai bentuk dari model DCF dapat digunakan. Model ini detialnya akan berbeda secara signifikan, tapi memiliki karakteristik dasar bahwa pendapatan bersih untuk periode mendatang yang dapat ditentukan disesuaikan menjadi nilai kini menggunakan tingkat diskonto. Penjumlahan dari nilai kini untuk setiap periode menggunakan nilai kapital. Sebagaimana kasus pada metode DCF akan didasarkan pada nilai uang dalam waktu serta resiko dan manfaat yang melekat pada arus pendapatan yang dianalisis. Tingkat diskonto atau yield yang didiskusikan di atas akan ditentukan oleh tujuan penilaian. Apabila tujuannya adalah untuk mendapatkan nilai bagi pemilik atau pemilik potensial tertentu berdasarkan kriteria investasi mereka sendiri, angka yang digunakan akan mereflesikan tingkat keuntungan tertentu yang disyaratkan atau WACC. Sedangkan apabila tujuannya adalah untuk mendapatkan Nilai Pasar, angka ini akan didapatkan dari observasi atas tingkat keuntungan implisit dalam harga yang terbentuk pada transaksi real properti di pasar di antara pelaku pasar. Tingkat diskonto yang sesuai seharusnya ditentukan dari analisis yield implisit atas transaksi di pasar. Apabila hal ini tidak dimungkinkan, tingkat diskonto yang sesuai dapat dapat dibangun dari tingkat keuntungan bebas.resiko tipikal yang kemudian disesuaikan untuk resiko tambahan dan potensi keuntungan spesifik yang melekat pada real properti yang dinilai. Tingkat diskonto atau yield yang, sesuai juga tergantung pada apakah input pendapatan atau arus kas yang digunakan didasarkan pada tingkat yang.berlaku saat ini atau telah merefleksikan inflasi atau deflasi dimasa depan yang diantisipasikan. Pendekatan Pendapatan didasarkan kepada prinsip yang sama yang diterapkan pada pendekatan penilaian lainnya. Secara khusus, nilai dilihat sebagai dihasilkan oleh harapan manfaat di masa depan (arus pendapatan). Kapitalisasi pendapatan menggunakan proses yang mempertimbangkan nilai kini dari manfaat pendapatan di masa depan yang diharapkan. Sebagaimana pendekatan lainnya, Pendekatan Pendapatan dapat digunakan secara handal apabila data pembanding yang relevan tersedia. Apabila informasi demikian tidak tersedia, pendekatan ini dapat digunakan untuk analisis umum tapi tidak untuk tujuan perbandingan pasar secara langsung. Pendekatan Pendapatan terutama penting untuk properti yang diperjual belikan berdasarkan karakteristik dan kemampuan menghasilkan pendapatan dan dalam situasi dimana terdapat bukti pasar untuk menunjang berbagai elemen yang digunakan di dalam analisis. Bagaimanapun, ketepatan matematis dari prosedur yang digunakan di dalam pendekatan harus tidak disalah artikan sebagai indikasi keakurasian yang tergantung pada proyeksi pendapatan yang mungkin secara aktual tidak terjadi. Riset pasar adalah penting dalam Pendekatan Pendapatan dalam berbagai cara. Sebagai tambahan untuk pemberian data spesifik yang 241



akan diproses, riset pasar juga memberikan informasi kualitatif untuk menentukan komparabilitas dan untuk membantu dalam membobotkan penerapan hasil analisis. Karena itu, pendekatan ini tidak semata-mata kuantitatif, atau matematis, namun membutuhkan Pula kajian kualitatif, j) Setelah riset pasar yang sesuai diselesaikan dan data pembanding dikumpulkan dan diverifikasi, Penilai menganalisis laporan laba rugi diberikan atas properti yang dinilai. Langkah ini melibatkan atas Pendapatan dan biaya historis dari properti dalam pertimbangan dan dari Properti pesaing lainnya dimana data tersedia. Setelah itu, arus kas (berdasarkan laporan operasional yang disajikan kembali) dikembangkan yang merefleksikan ekspektasi pasar, menghilangkan karakteristik khusus dari pemilik tertentu dan memberiikan format yang membantu analisis lebih lanjut. Tujuan dari langkah ini adalah mengestimasi pendapatan yang dihasilkan properti yang akan dikapitalisasikan untuk mendapatkan indikasi nilai. k) Setelah pengembalian arus kas (berdasarkan laporan ngembangan arus operasional yang disajikan kembali), Penilai harus memilih model Kapitalisasi langsung menerapkan tingkat kapitalisasi total (overall rate) atau tingkat balikan atas semua risiko (yield all risk) yang bila dibagi dari pendapatan bersih operasional yang stabil menghasilkan indikasi nilai. Kapitalisasi langsung digunakan terutama untuk pasar dengan data pasar yang banyak. Model Discounted Cash Flow (DCF) mempertimbangkan nilai vang dalam Waktu, dap diterapkan menjadi barisan pendapatan operasional bersih Untuk periode tahunan. Penjelasan lebih lanjut mengenai metode ini lihat SPI 351 — Analisis Discounted Cash Flow. Baik kapitalisasi langsung atau DCE (atau keduanya) dapat diterapkan untuk mengestimasikan Nilai Pasar jika tingkat kapitalisasi dan yield didukung secara wajar oleh data pasar. Apabila diterapkan secara benar, kedua model seharusnya menghasilkan estimasi nilai yang sama. l) Asumsi tingkat diskonto adalah berdasarkan tingkat imbal hasil (rate of return on capital atau yield) yang berlaku di pasar sebagai kompensasi atas investasi pada properti, yang dapat ditentukan dengan menambahkan tingkat bunga bebas resiko (safe/risk free rate) misalnya surat utang jangka panjang yang dikeluarkan Pemerintah - dengan premium untuk mengkompensasi tingkat resiko yang terdapat pada kinerja properti di masa depan, sifat properti yang tidak likuid dan pertimbangan investasi lainnya. m) Penentuan tingkat kapitalisasi, dengan menggunakan teknik antara lain: 1. Ditentukan dari data penjualan properti yang sebanding 2. Ditentukan dari GIM atau rasio pendapatan bersih 3. Bond of investment-komponen utang dan ekuitas 4. Bond of investment-komponen tanah dan bangunan 5. Debt coverage ratios (DCR) 6. Kapitalisasi yield n) Laporan operasional yang disajikan kembali menyatakan bahwa proyeksi pendapatan adalah subyek dari asumsi bahwa properti dikelola oleh operator yang efisien atau manajemen yang kompeten secara wajar.



242



5.22



5.23



Pendekatan biaya. Dibeberapa negara juga dikenal sebagai metodekontraktor, dikenal secara luas dalam praktek penilaian. Dalam penerapannya, Pendekatan Biaya menghasilkan nilai dengan mengestimasi biaya untuk pembelian tanah dan membangun properti baru dengan kegunaan yang sama atau mengadaptasi properti tua untuk penggunaan yang sama tanpa biaya tambahan akibat penundaan. Biaya tanah ditambahkan ke tota biaya konstruksi. Apbila sesuai, estimasi intensif kewirausahaan, atau keuntungan/kerugian pengembang, biasanya ditammbahkan ke biaya konstruksi. Untuk properti yang lebih tua, beberapa biaya untuk berbagai bentuk depresiasi yang terjadi (penyusutan Fisik; biaya keusangan fungsional atau teknis; dan keusangan ekonomi atau eksternal) dikurangkan untuk mengestimasi indikasi Nilai Pasar. tergantung kepada sejauh mana data pasar tersedia untuk perhitungannya, Pendekatan Biaya mungkin menghasilkan indikasi Nilai pasar. pendekatan Biaya sangat berguna dalam mengestimasi Nilai Pasar dari konstruksi dalam pengembangan, properti khusus dan properti lainnya yang jarang ditransaksikan di pasar. (Lihat SPI 350 - Pendekatan Biaya untuk Aset Berwujud). a) Pendekatan ini bisa juga diaplikasikan untuk penilaian hak kepemilikan real properti melalui metode DRC, apabila tidak terdapat bukti transaksi harga untuk properti sejenis atau tidak terdapat arus pendapatan aktual ataupun proxy yang dapat diidentifikasi yang didapatkan pemilik dari hak kepemilikan tersebut. Metode ini pada prinsipnya digunakan untuk penilaian properti khusus, yaitu properti yang jarang apabila pernah ditransaksikan di pasar, kecuali sebagai bagian dari penjualan bisnis atau entitas dimana properti merupakan bagiannya. b) Langkah pertama mensyaratkan penghitungan biaya pengganti. Hal ini biasanya merupakan biaya untuk menggantikan properti dengan aset moderen ekivalen pada tanggal penilaian yang relevan. Pengecualian adalah apabila properti ekivalen mensyaratkan replika dari properti yang dinilai untuk mendatangkan pelaku pasar dengan kegunaan yang sama, dimana biaya penggantian merupakan biaya untuk mereproduksi atau membuat replika dari bangunan yang dinilai dan bukan aset moderen ekivalennya. Biaya pengganti harus mencerminkan seluruh biaya insidentil seperti nilai tanah, infrastruktur, biaya disain dan biaya finansial yang akan diperhitungkan oleh pelaku pasar dalam membuat aset yang ekivalen. c) biaya pengganti dari aset moderen ekivalen di atas kemudian disesuaikan untuk keusangan. Tujuan penyesuaian ini adalah untuk mengestimasi berapa besar penurunan nilai dibandingkan aset moderen Yeng diharapkan pelaku pasar. Keusangan akan mempertimbangkan Kondisi fisik, fungsionalitas dan utilitas ekonomi dari properti yang dinilai dibandingkan dengan aset moderen ekivalen. Ketiga pendekatan penilaian adalah independen satu sama lain. Ketiga pendekatan tersebut ditujukan untuk mengembangkan indikasi nilai, namun kesimpulan akhir tergantung kepada pertimbangan akan seluruh data dan proses yang digunakan serta rekonsiliasi dari indikasi nilai yang berasal dari pendekatan yang digunakan untuk estimasi nilai akhir. Sebagaimana tertuang dalam bagan proses penilaian properti, proses rekonsiliasi diikuti dengan pelaporan dari nilai.



243



5.24



5.25



5.26



5.27



5.28



5.29



5.30



Persyaratan untuk penilaian dinyatakan dalam SPI 105 dan Penilai harus menyatakan didalam laporan mengenai persyaratan lingkup penugasan sebagaimana diatur dalam butir 5.2 di atas. Opini Nilai Pasar diberikan apabila cukup data pasa untuk mendukung penilaian. Dalam kondisi yang berbeda, dimana terdapat cukup data atau intruksi khusus diberikan, hasil penilaian adalah nilai selain nilai pasar, lihat SPI 102. Keberadaan berbagai jenis nilai tidak boleh membingungkan Penilai maupun Pengguna jasa penilaian. Nilai Pasar, jenis nilai yang paling umum dicari dipasar, adalah berbeda dengan jenis nilai lainnya. Setiap enis nilai memilikiprinsip dasar dan penerapannya sendiri dan seharusnya digunakan sebagai Dasar Nilai hanya dalam konteks yang sesuai. Dengan pelaporan yang layak, pengungkapan dan pembahasan yang memadai, dan kepastian bahwa jenis nilai yang diidentifikasikan di laporan penilaian sesuai dengan maksud dan tujuan penilaian, penilai dapat membantu memberikan gambaran kondisi pasar yang obyektif dengan membuat penilaian yang dapat diandalkan. Dalam kondisi khusus misalnya aset bermasalah, terdapat kebutuhan akan penggunaan Dasar Nilai Pasar ‘as is’ dan ‘free and clear’, dimana Nilai Pasar suatu properti dalam kondisi apa adanya. Dalam penentuan Nilai Pasar ‘as is’ ini Penilai memperhitungkan berbagai aspek atau masalah yang melekat pada properti dan mempengaruhi nilai serta menyatakannya di dalam laporan penilaian, misalnya biaya pengosongan, penyelesaian hukum dan sebagainya. Nilai Pasar ‘free and clear’ mengasumsikan bahwa properti diperjual belikan dalam kondisi bebas dari segala tuntutan, sengketa dan halangan. Istilah pasar diartikan properti, pembeli, penjual dan tingkat persaingan tertentu. Apabila properti yang dipilih sebagai pembanding, tidak atau tidak dapat bersaing dengan properti yang dinilai di pasar yang sama, kemugkinan properti pembanding dimiliki oleh pasar yang berbeda. Hak kepemilikan individual secara total atas suatu properti disebut sebagai Hak Milik yang mirip dengan konsep kepemilikan “freehold interest” atau freeh simple interest di negara-negara penganut common law. Dalam setiap analisis data pembanding, adalah penting bahwa properti yang dikumpulkan memiliki karakteristik yang sama dengan properti yang dinilai. Hal ini termasuk aspek legalitas, fisik, lokasi dan karakteristik penggunaan yang konsisten dengan properti yang dinilai serta mereleksikan kondisi di pasar dimana terjadi persaingan dengan properti yang dinilai. a) Dalam Pendekatan Pasar, Data Pembanding disesuaikan untuk merefleksikan perbedaan antara setiap properti pembanding dengan properti yang dinilai. Elemen perbandingan termasuk hak atas real properti yang dialihkan, syarat pembiayaan, kondisi penjualan, biaya yang dikeluarkan segera setelah pembelian, kondisi pasar, lokasi, karakteristik fisik, karakteristik ekonomi, penggunaan dan komponen selain real estate, (non-realty) dari penjualan. b) Dalam Pendekatan Pendapatan, Data Pembanding mencakup sewa, pendekatan pendapatan, biaya, serta data tingkat kapitalisasi dan dan yield. Kategori data pembanding pendapatan dan biaya yang digunakan dalam proyeksi dari pendapaan dan biaya di masa depan. dan dalam penentuan tingkat kapitalisasi dan tingkat diskonto harusiah identik. c) Dalam Pendekatan Biaya, data pembanding merujuk kepada biaya bangunan dan penyesuaian dibuat untuk memperhitungkan perbedaan 244



5.31



5.32



dalam kuantitas, kualitas dan kegunaan. Sebagai tambahan, dilakukan analisis data tanah pémbanding dan estimasi depresiasi dari properti pembanding Unit perbandingan yang sesuai dipilih untuk menjalankan analisis yang layak. Unit perbandingan yang berbeda dapat digunakan, tergantung kepada jenis properti dan fokus dari analisis. Bangunan kantor dan properti pergudangan dapat diperbandingkan dengan menggunakan harga per meter kubik; apartemen dapat diperbandingkan dengan harga per unit apartemen; dan agri dapat diperbandingkan dengan hasil produksi per hektar atau jumlah ternak optimum per hektar. Unit perbandingan hanya bermanfaat dipilih secara konsisten serta diaplikasikan kepada properti yang dinilai dan properti pembanding dalam setiap analisis dan merefleksikan secara sangat dekat unit perbandingan yang digunakan oleh pembeli dan penjual di pasar tertentu. Elemen perbandingan mengidentifikasikan karakteristik khusus dari properti dan transaksi yang dapat menjelaskan variasi harga. Analisis pasar mengidentifikasi elemen yang secara khusus bersifat sensitif. Elemen perbandingan berikut ini dianggap mendasar dalam analisis perbandingan data pasar. a) Hak atas properti yang dialihkan. Identifikasi secara tepat dari hak atas real properti yang dialihkan dalam setiap transaksi pembanding yang dipilih untuk analisis, adalah sangat penting karena harga transaksi selalu ditentukan berdasarkan jenis hak yang dialihkan. b) Syarat Pembiayaan. Apabila pengaturan pembiayaan yang berbeda dapat menyebabkan harga yang dibayarkan untuk suatu properti berbeda dengan properti lain yang identik, maka jenis dan kondisi pembiayaan dalam transaksi tersebut harus benar-benar dipahami, dianalisis dan diperhitungkan. c) Kondisi penjualan. Motivasi khusus dari pihak-pihak dalam transaksi diberbagai situasi dapat mempengaruhi harga yang dibayarkan dan bahkan membuat beberapa transaksi menjadi bukan pasar, Contoh dari kondisi khusus dalam penjualan termasuk harga yang lebih tinggi yang dibayarkan pembeli karena bidang tanah memiliki_nilai sinergi atau enggabungan; harga lebih murah dibayarkan karena penjual berada dalam kondisi harus cepat menjual; hubungan keluarga, bisnis, finansialantar pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi; pertimbangan pajak yang tidak umum; kurangnya ‘exposure’ mengenal properti di pasar; atau prospek litigasi yang berkepanjangan. d) Pengeluaran yang dilakukan segera setelah pembelian adalah harus dilaksanakan segera setelah pembelian properti dan bahwa pembeli yang memiliki pemahaman akan menegosiasikan hal tersebut ke dalam harga pembelian. Contoh termasuk biaya perbaikan atau penggantian struktur atau bagian dari struktur, biaya untuk memulihkan kontaminasi lingkungan, atau biaya yang berhubungan dengan perubahan peruntukan untuk ijin pengembangan. e) Kondisi pasar. Kondisi pasar pada saat transaksi penjualan dari properti pembanding dapat berbeda dengan kondisi pada tanggal penilaian dari properti yang dinilai. Faktor yang mempengaruhi kondisi pasar termasuk nilai properti yang mengalami apresiasi atau depresiai secara cepat, perubahan pada undang-undang pajak, restriksi bangunan atau pemutihan, fluktuasi pada penawaran dan permintaan, atau kombinasi dari kekuatan 245



5.33



yang bekerja bersama-sama untuk mengubah kondisi pasar dari satu waktu ke waktu lainnya. f) Lokasi. Lokasi dari properti pembanding dan Properti subyek dibandingkan untuk memastikan apakah lokasi dan lingkungan sekitarnya berpengaruh terhadap harga yang dibayarkan. Perbedaan faktor lokasi secara ekstrim dapat mengindikasikan bahwa transaksi tidak benar-benar sebanding dan seharusnya dikeluarkan. g) Karakteristik fisik. Faktor-faktor seperti ukuran, kualitas konstruksi, dan kondisi fisik dari properti yang dinilai dan properti pembanding dijelaskan dan dianalisis oleh Penilai. Apabila karakteristik fisik dari properti pembanding berbeda dengan karakteristik dari properti yang dinilai, setiap perbedaan dipertimbangkan, dan Penilai seharusnye melakukan penyesuaian terhadap pengaruh dari setiap perbedaan tersebut kepada nilai. h) Karakteristik ekonomi. Kualitas pendapatan, biaya operasional, Ketentuan sewa, manajemen dan bauran penyewa digunakan untuk menganalisis properti penghasil pendapatan. i) Penggunaan. Peruntukan dan restriksi atau limitasi lainnya mempengaruhi penggunaan properti. Apabila terdapat perbedaan pada penggunaan saat ini atau HBU dari properti pembanding dengan properti yang dinilai, pengaruhnya terhadap. nilai seharusnya dipertimbangkan secara hati-hati. Pada umumnya, hanya properti dengan HBU yang sama digunakan dalam analisis perbandingan. j) Komponen non-realty dalam penjualan. Personal properti, kepentingan bisnis dan komponen properti lainnya yang tidak membentuk real properti dimasukkan dalam harga transaksi atas kepentingan kepemilikan dari properti yang dinilai. Komponen ini seharusnya dianalisis secara terpisah dari real properti. Contoh umum dari personal properti adalah perabotan, perlengkapan dan peralatan (fixture, furniture and equipment/FF&E) dari hotel atau restoran. Dalam penerapan pendekatan pasar, penilai mengikuti prosedur yang sistematis, penilai akan: a) Melakukan riset pasar untuk mengembangkan informasi pasar yang memadai untuk properti yang sejenis dan bersaing dengan properti yang dinilai dalam memperebutkan pangsa pasar. Informasi ini akan berbeda di antara berbagai jenis properti namun pada umumnya meliputi jenis properti, tanggal penjualan, ukuran, lokasi, zoning dan informasi relevan lainnya. b) Verifikasi informasi dengan mengkonfirmasikan bahwa hal tersebut adalah akurat dan bahwa persyaratan dan kondisi penjualan adalah konsisten dengan persyaratan Nilai Pasar. Apabila terdapat perbedaan, Penilai akan menentukan apakah data tersebut akan digunakan dalam analisis penilaian atau hanya akan menjadi pertimbangan yang bersifat umum. Verifikasi data pembanding untuk menganalisis elemen perbandingan dilakukan dengan menghubungi agen penjualan, instansi Pemerintah setempat atau sumber lainnya yang kredibel dengan membuat daftar pemeriksaan yang mencakup seluruh elemen perbandingan dalam butir 5.32.



246



5.34



5.35



c) Pemilihan unit perbandingan yang relevan (misal harga per meter persegi, harga per kamar, pengali pendapatan atau years’ purchase; atau lainnya) dan mengembangkan analisis perbandingan untuk setiap unit. d) Perbandingan properti yang dijual dengan properti yang dinilai menggunakan elemen perbandingan dan menyesuaikan harga penjualan dari setiap properti pembanding jika data tersedia untuk mendukung penyesuaian tersebut. Sebagai alternatif, Penilai dapat menggunakan data penjualan untuk menentukan rentang nilai yangmungkin dari properti. Apabila data yang didapatkan tidak cukup sebanding, penjualan properti seharusnya tidak dimasukkan sebagai pembanding. e) Merekonsiliasikan hasil ke dalam indikasi nilai. Apabila kondisi pasar tidak menentu, atau apabila sekelompok data penjualan menunjukkan tingkat komparabilitas yang berbeda, disarankan untuk menyatakan hasil penilaian‘dalam rentang indikasi nilai. HBU mendasari analisis dari seluruh penugasan Nilai Pasar. Pemahaman mengenai perilaku dan dinamika pasar real estate adalah sangat penting untuk menentukan penggunaan tertinggi dan terbaik properti. Dikarenakan Pengaruh kekuatan pasar membentuk Nilai Pasar, interaksi antara kekuatan pasar dan penggunaan tertinggi dan terbaik merupakan hal yang sangat fundamental. HBU mengidentifikasikan penggunaan yang paling menguntungkan di antara penggunaan potensial untuk mana properti dapat Kembangkan dan karenanya dipengaruhi oleh pasar (market driven) a) Adalah mungkin bahwa HBU tanah dengan asumsi kosong dan HBU dari tanah setelah dikembangkan berbeda. Dalam beberapa situasi, pembongkaran bangunan tidak dibenarkan bahkan bila penggunaan alternatif lebih menguntungkan. Apabila pembongkaran dan pembersihan tanah secara hukum dibenarkan dan dimungkinkan, biaya yang dibutuhkan mungkin membuat konstruksi baru secara ekonomis HBU tanah dalam keadaan kosong dengan HBU properti setelah dikembangkan. Dalam Penilaian Properti tertentu, Penilai perlu menganalisis dan mempertimbangkannya secara jelas dan membedakan dasar HBU yang digunakan. Penilai juga perlu memberikan pertimbangan dalam pemilihan HBU. b) Dalam beberap situasi, estimasi penilaian tanah didasarkan pada HBU seolah-olah tidak terdapat pengembangan diatas tanah. Penentuan HBU ini jlas penting apabila tanah dalam keadaan kosong, tapi hal ini juga memberikan dasar ekonomis untuk menentukan produktivitas dari pengembangan yang ada. Praktek ini juga melibatkan analisis atas informasi pasar untuk menentukan besarnya depresiasi (accrued) yang terdapat pada pengembangan.Dalam situasi dimana sangat sedikit, kalaupun ada, terdapat informasi pasar untuk penjualan tanah kosong, nilai tanah mungkin tidak dapat diestimasikan. Untuk itu, restriksi yang ada harus dipahamisecara utuh, jelas dan diungkapkan dalam laporan. Metode utama dalam penilaian tanah adalah: a) Teknik perbandingan data pasar untuk penilaian tanah melibatkanperbandingan langsung dari properti yang dinilai dengan bidang tanah yang sejenis dimana data aktual untuk transaksi pasar terakhir tersedia. Meskipun data transaksi adalah sangat penting, analisis dari penawaran dan harga yang diawarkan untuk bidang tanah yang



247



sejenis yang merupakan properti pesaing dapat memberikan pemahaman yang lebih baik terhadap pasar. b) Teknik pengembangan lahan dapat diaplikasikan dalam penilaian tanah. Proses ini meliputi proyeksi pengembangan tanah menjadi sejumlah kavling, membuat analisis pendapatan dan biaya yang terkait serta mendiskontokan pendapatan bersih menjadi indikasi nilai. Teknik ini mungkin dapat diterima dalam beberapa situasi, namun tergantung kepada sejumlah asumsi yang mungkin sangat sulit untuk dikaitkan dengan definisi Nilai Pasar. Penilai disarankan untuk berhati-hati dalam pembuatan asumsi dan disarankan untuk membuat pengungkapan secara utuh. Apabila pembanding tanah langsung tidak tersedia, metode beriku ini dapat diterapkan dengan kehati-hatian.



5.36



c) Alokasi adalah teknik perbandingan tidak langsung yang mengembangkan perbandingan (rasio) antara nilai tanah dan nilai pengembangan atau bentuk hubungan lainnya antara komponen properti. Hasilnya adalah ukuran yang mengalokasikan harga pasar total terhadap komponen tanah dan pengembangan untuk tujuan perbandingan. d) Ekstraksi adalah teknik perbandigan tidak langsung (terkadang disebut abstraksi). Teknik ini menghitung estimasi nilai dari pengembangan dengan menerapkan analisis biaya dikurangi depresiasi dan mengekstraksi hasilnya dari harga total properti pembanding. Residu yang dihasilkan adalah indikasi dari nilai tanah. e) Teknik Penyisaan Tanah untuk penilaian tanah juga menerapkan data pendapatan dan biaya sebagai elemen dalam analisisnya. Analisis finansial dibuat atas pendapatan bersih yang dapat dihasilkan oeh suatu penggunaan yang menghasilkan pendapatan dan pengurangan dari pendapatan bersih dibuat untuk unsur pengembalian finansial (financial return) yang dibutuhkan dalam pengembangan tanah, Pendapatan sisa dianggap sebagai residu untuk tanah dan dikapitalisasikan kedalam indikasi nilai. Metode ini terbatas untuk properti penghasil pendapatan dan properti penghasil pendapatan dan terutama diterapkan untuk propeti yang relatif baru dimana asumsi yang dibutuhkan lebih sedikit. f) Tanah dapat juga dinilai berdasarkan kapitalisasi sewa tanah. Jika tanah dapat secara independen menghasilkan pendapatan sewa, sewa ini dapat dikapitalisasikan ke dalam indikasi Nilai Pasar apabila data pasar cukup tersedia. Bagaimanapun, diperlukan ketelitian untuk menghindari kesalahan dikarenakan syarat dan kondisi dalam perjanjian sewa tanah yang tidak merepresentasikan pasar tertentu. Sebagai tambahan, karena sewa tanah mungkin dibuat jauh sebelum tanggal penilaian, tingkat sewa yang dinyatakan di dalam perjanjian kemungkinan sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini dan tingkat kapitalisasi pendapatan saat ini mungkin sulit didapatkan. Pasar real estate mungkin ditentukan berdasarkan interaksi individu atau entitas yang menukarkan hak real properti untuk aset lainnya, biasanya berupa uang. Pasar real estate yang spesifik ditentukan oleh jenis properti, lokasi, potensi penghasil pendapatan, karakteristik penyewa tipikal, kebiasaan dan motivasi investor tipikal atau atribut lainnya yang digunakan oleh individu atau entitas yang berpartisipasi dalam pertukaran real properti. Di sisi lainnya, 248



5.37



5.38



5.39



5.40



6.0



pasar real estate dipengaruhi oleh beragam kondisi sosial, ekonomi, kepemerintahan dan lingkungan. a) Dalam perbandingan dengan pasar barang, efek atau komoditi, pasar real estate masih dianggap tidak efisien. Anggapan ini disebabkan oleh berbagai faktor termasuk suplai yang relatif inelastis dan lokasi properti. yang tetap. Konsekuensinya, suplai real estate tidak dapat disesuaikan secara cepat untuk menjawab perubahan kebutuhan pasar. b) Investasi di real estate, yang relatif tidak likuid, melibatkan sejumlah besar uang dimana pembiayaan yang dibutuhkan mungkin tidak segera tersedia. Penilai seharusnya memahami inefisiensi ini dan pemahaman Penilai akan karakteristik khusus dari pasar real estate dan/atau sub- pasar seharusnya menghasilkan analisis yang kredibel dan obyektif untuk pemberi tugas. Penggunaan Pendekatan Biaya mungkin sesuai untuk properti yang baru atau konstruksi relatif baru, dimana estimasi komponen seperti nilai tanah dan depresiasi divalidasi oleh bukti pasar. Untuk Dasar Nilai - Nilai Pasar, Pendekatan ini sesuai diterapkan dalam hal pengembangan di atas tanah yang mencerminkan HBUnya. Di dalam kondisi pasar yang tertekan, kemunduran ekonomis atau eksternal harus diperhitungkan dengan cermat di dalam indikasi nilai yang dihasilkan dari Pendekatan Biaya. Di dalam Pendekatan Biaya, Penilai mengestimasikan biaya reproduksi/pengganti baru (termasuk di dalamnya adalah biaya langsung dan profit/insentif pengembangan yang biasa disebut dengan entrepreneural profit/incentives) dengan menggunakan metode komparasi (comparative unit method) unit-in place dan quantity survey. Penilai kemudian akan mengurangkan dengan depresiasi (fisik, fungsi dan ekonomi) yang dapat diestimasikan dengan menggunakan metode ekstraksi pasar. (market extraction), umur ekonomi (economic age-life) dan terinci (breakdown method). Penentuan profit/insentif pengembangan (entrepreneural profit / incentives); adalah diambil dari data pasar yang mencerminkan jumlah yang diharapkan pengembang untuk kontribusinya dalam proyek dan resiko yang ada. Tingkat profit/insentif juga dapat ditentukan dari selisih antara total biaya pengembangan dengan Nilai Pasar proyek setelah Pengembangannya selesai, yang mengindikasikan kompensasi bagi pengembang untuk resiko dan keahlian terkait dengan proyek. Tergantung kepada tujuan penilaian, Pendekatan Biaya dapat digunakan untuk menghasilkan opini Nilai Pasar, sedangkan untuk properti khusus atau properti yang jarang ditransaksikan di pasar digunakan metode DRC yang menghasilkan Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada atau Nilai dalam Penggunaan.



Syarat Pengungkapan Persyaratan untuk Pelaporan Penilaian harus merujuk kepada SPI 105 — Pelaporan Penilaian.



7.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 7.1 7.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 300 - Penilaian Real Properti. SPI 300 ini ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016. 249



Standar Penilaian Indonesia 301 (SPI 301) Penilaian Properti Agrikultur Standar ini hendaknya dibaca dalam konsteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



1.3



1.4



1.5



Salah satu sektor yang terkait pengembangan atas tanah adalah sektor Pertanian (Agrikultur). Sektor ini pada umumnya menghasilkan beberapa komoditi pertanian yang merupakan aset bagi suatu entitas dan secara bersamaan turut mendukung sistem perekonomian Negara. Tanah yang dikhususkan untuk enggunaan lahan pertanian menjadi objek jasa penilaian untuk berbagai alasan termasuk pengalihan hak kepemilikan individu dan publik, kepentingan perpajakan, kepentingan peminjaman utang, kepentingan laporan keuangan dan kepentingan lainnya. Penilaian yang andal atas suatu lahan (bidang tanah) menjadi penting dalam meyakinkan kepentingan permodalan yang diperlkan agar dapat mendukung kelangsungan ekonomim, mempromosikan produktifitas penggunaan tanah, menjaga kepercayaan dari pasar modal (capital market) dan untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan secara umum. Penyediaan jasa penilai yang andal dan akurat untuk jasa penilaian Properti Agrikultur membutuhkan Penilai yang memiliki pengetahuan dan pemahamn terhadap elemen fisik dan ekonomi yang mempengaruhi produktifitas lahan pertanian dan nilai komoditi yag dihasilkannya. Karakteristik fisik dan ekonomi lahan pertanian berbeda dengan lahan/tanah non pertanian atau lingkungan pemukiman dalam tingkat kepentingannya. a) Tanah (soils) di lingkungan pemukiman harus sesuai untuk mendukung pengembangan di atasnya. Pada Properti Agrikultur, karakteristik dan tipe tanah merupakan elemen pokok dalam menghasilkan produksi, memiliki keragaman kelas lahan dalam mendukung sejumlah komoditi tertentu atau suatu kelompok komoditi. b) Dalam lingkugan pemukiman, penggunaan ekonomi atas properti dan atau fasilitas yang diberikan mungkin tidak berubah dari periode periode serta mungkin diikat melalui pengatur perjanjian atau pemberian hak yang tak terbatas. Pada Properti Agrikultur penggunaan yang sama mungkin diperluas untuk jangka waktu yang lama (seperti perkebunan yang menghasilkan produk setelah 25 tahun). Untuk hal lainnya, keuntungan yang diperoleh secara ekonomi dapat bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung komoditi yang diproduksi. c) Pendapatan atas Properti Agrikultur akan bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung pada tipe komoditi atau budidaya yang diproduksi serta tergantung kepada siklus pasarnya. Properti Perkebunan yang dikenal selama ini merupakan bagian dari Properti Agrikultur dengan melihat karakteristik propertinya secara khusus. Lihat Lampiran A:Penilaian Properti Perkebunan dan Lampiran B: Penilaian Aset Biologis Untuk Keperluan Pelaporan Keuangan



250



2.0



Ruang Lingkup 2.1 2.2 2.3



3.0



Standar ini membahas dan mengatur hal-hal mengenai penilain Properti Agrikultur untuk berbagai keperluan. Standar ini juga harus dilihat secara bersamaan dengan standar utama, standar penerapan dan standar teknis. Secara umum standar ini mengatur: a) Karakteristik nilai yang dihubungkan dengan Properti Agrikultur (Pertanian), dan b) Persyaratan Dasar Nilai dan apliaksi penggunaannya dalam penilaian Poroperti Agrikultur.



Definisi Penggunaan usaha pertanian pada suatu Properti dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian secara garis besar dengan definisi sebagai berikut: 3.1 Properti Agrikultur (Agricultural Property) adalah seluruh hak, kepentingan dan manfaat yang berkaitan dengan tanah dan/atau pengembangan kegiatan pertanian yang ada di atasnya. 3.2 Aset non Tanaman (Non Planting Asset) adalah sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya termasuk unit pengolahan (bila ada) yang merupakan bagian yang tidak terlepas dari satu kesatuan asset pada suatu entitas pertanian. Lihat juga Properti Perkebunan (Plantation Property) dan Aset Tanaman (Planting Aset). 3.3 Aset Tanaman (Planting Aset) yang dimaksud adalah tanaman yang dibudidayakan secara komersial pada suatu lahan tertentu dan dikelola berdasarkan teknis budidaya yang berlaku umum pada suatu tempat tertentu. Lihat juga Properti Perkebunan (Plantation Property), Tanaman Tahunan (Perennial Planting) dan Aset Biologis (Biological Asset). 3.4 Fasilitas Peternakan Khusus (Specialised Livestock). Lihat juga Peternakan Penghasil Susu (Diary Farms), Lahan Penggembalan Ternak (Livestock Ranch/stations). 3.5 Hak Pengusahaan Hutan Industri (Forestry/Timberland). Lahan yang dikembangkan untuk pertumbuhan tanaman hutan yang secara periodic dipanen melebihi periode pertumbuhannya (5 atau 10 tahun atau lebih). Peritimbangan sebagai Properti Agrikultur karena property ini dapat memproduksi kayu (log), walaupun membutuhkan periode pertumbuhan jangka Panjang. Lihat juga Tanaman Tahunan (Perennial Planting). Beberapa komoditi merupakan tanaman tahunan (annual crops) yang dibudidaya pada suatu lahan melebihi satu siklus tanam selama 12 bulan, per ketetapan kontra atau dalam kondisi dimana pasar tidak mendukung. Tanaman ini dapat bertahan untuk lebih dari setahun setelah masa panen tetapi dipertimbangkan untuk enjadi tanaman yang tetapi. Lihat juga Tanah Irigasi (Irrigated Land), Tanaman Tahunan (Perennial Planting). 3.6 Lahan Pengembaalan Ternak (Livestock Ranches/Stations). Properti Agrikultur yang digunakan untuk mengembangkan dan memberi makan hewan ternak seperti sapi, babi, kambing, kuda, atau kombinasinya. Penggunaan yang sebenarnya dari property ini dapat terdiri beraneka ragam bentuk. Hewan ternak dapat divarietaskan, dikembangbiakan dan dijual selama masa operasional. Hewan ternak yang masih muda munkgin dibutuhkan dari luar dan kemudian dikembangkan di dalam. Hewan ternak dapat dikembangkan untuk dikonsumsi atau untuk pemuliaan/pembibitan. Makanan hewan dapat diproduksi dari property sendiri, impor, atau disuplai dari keduanya. Properti yang digunakan untuk budidaya dan penyuplai makanan ternak 251



3.7



3.8



3.9



3.10



3.11



3.12



membuthkan modal investasi yang cukup signifikan dalam struktur pengembangannya (kandang, naungan, gudang dan pagar) dan mungkin atau tidak mungkin didepresiaikan tergantung dari ketentuan yang berlaku. Lahan Petanian (Cropping Farms). Properti Agrikultur uang digunakan untuk mengembangkan suatu komoditi yang dapat dipanen dalam siklus 12 bulan (satu tahun). Properti yang digunakan untuk tanaman budidaya setahun (musiman) mungkin dapat tumbuh lebih dari satu jenis komoditi pada tahun yang sama, dengan atau tidak menggunakan irigasi untuk memproduksi tanamannya. Contohnya adalah tanaman palawija atau kelompok holtikultura. Peternakan Penghasil Susu (Diary Farms). Properti Agrikultur yang digunakan untuk memproduksi susu dari sapi atau produk susu ternak lainnya. Properti ini umumnya memiliki asset pengembangan yang intensif (udang penyimpanan, tangka, susu, silo) dan peralatan (peralatan penyimpanan, mesin produksi). Pakan ternak mungkin dapat diproduksi dari property langsung atau diimpor atau disuplai dari keduanya. Properti dengan Penggunaan Khusus (Specialised, or Special Purpose Properties). Properti Agrikultur tidak hanya secara khusus memproduksi, tetapi digunkaan juga untuk sarapa pengangkutan, unit pengolahan atau Gudang hasil panen. Propertiproperti ini secara terus menerus membutuhkan areal lahan yang cukup (lebih kecil) dimana dibangun dan disediakan bangunan permanen (tempat pengumpul hasil) dan disediakan peralatan (mesin pendukung pertanian). Properti ini juga dapat diklasifikasi untuk penggunaan secara khusus berdasarkan komoditi yang dibudidayakan. Misalnya truk/kendaraan pengangkut, peternakan ayam, pemuliaan dan pembudidayaan bunga atau tanaman holtikultura serta pengembalaan dan pelatihan kuda. Properti Perkebunan (Plantation Property) adalah tanah dalam satuan lahan yang diusahakan pada luasan tertentu, dengan satu atau lebih dari satu komoditas tanaman yang dibudidayakan, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang dikelola dengan standar manajemen perkebunan yang berlaku umum. Lihat juga Tanaman Tahunan (Perennial Planting) Tanah Irigasi (Irrigated Land). Tnaha yang digunakan untuk budidaya produksi komoditi pertanian untuk waktu yang lama dan yang membutuhkan air selain dari air hujan dan dapat disbebut sebagai Lahan irigasi. Properti yang kekurangan sumber air selain dari hujan alam merujuk kepada property pertanian lahan kering. Tanaman Tahunan (Perennial Planting). Tanaman budidaya yang memiliki siklus pertumbuhan lebih dari satu tahun atau satu siklus budidaya. Contohnya adalah tanaman tahunan atau tanaman keras seperti kelapa sawit dan karet serta tanaman tahunan atau tanaman keras seperti kelapa sawit dan karet serta tanaman tahunan lainnya. Tipe properti ini membutuhkan modal investasi yang signifikasn dalam pembangunan asset tanmaannya dan tanaman tersebut dapat didepresiasi. Lihat juga Hak Pengusahaan Hutan Industri (Forestry/Timberland). Definisi berdasarkna International Accounting Standard (IAS) 41 atau Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 69:



3.13



3.14 3.15 3.16



Aktivitas agriultus (agricultural activity), adalah manajemen trasnformasi biologis dan panen asset biologis oleh entitas untuk dijual atau untuk dikonversi menjadi produk agrikultur atau menjadi asset biologis tambahan. Aset biologis (biological asset), adalah hewan atau tanaman hidup. Kelompok asset biologis (group of biological asset), adalah penggabungan dari hewan atau tanaman hidup yang serupa. Panen (harvest) adalah pelepasan produk dari asset biologis atau pemberhentian proses kehidupan asset biologis. 252



3.17 3.18



3.19



4.0



Produk agrikultur (agricultural produce), adalah produk yang dipanen dari asset biologis. Tanaman produktif (bearer plant) adalah tanaman hidup yang: a) Digunakan dalam produksi atau penyediaan produk agrikultur; b) Diharapkan untuk menghasilkan produk untuk jangka waktu lebih dari satu periode; dan c) Memiliki kemunkginan yang sangat jarang untuk dijual sebagai produk agrikultur kecuali untuk penjualan sisa yang incidental (incidental scrap). Transportasi biologis (biological transformation), terdiri dari proses pertumbuhan degenerasi, produksi dan prokreasi yang mengakibatkan perubahan kualitatif atau kuantitatif asset biologis.



Hubungan Dengan Standar Akuntansi Lihat Lampiran B pada standar ini.



5.0



Penerapan Teknis 5.1



5.2



5.3



Berbagai jenis komoditi dengan berbagai bentuk produksi dan Teknik budidayanya menjadi salah satu citi dari Properti Agrikultur. Pada umumnya, Properti Agrikultur terdiri dari kombinasi atau gabungan aset seperti tanah, tanaman, bangunan peralatan dan fasilitas lainnya. Penilai harus menerapkan Nilai Pasar atau nilai selain Nilai Pasar sesuai dengan tujuan penilaian sebagaimana yang diatur dalam SPI 103. Elemen bukan Realty a) Bila dalam penilaian Properti Agrikultur yang mungkin menyertakan elemen bukan realty (elemen yang tidak terikat ke tanah), seperti ternak, hasil pertanian dan peralatan lainnya, maka Penilai harus memahami kapan tanaman atau komoditi lain tersebut berupa Real Properti dan kapan akan menjadi Personal Properti. Contohnya katu (log) adalah bagian dari Real Properti sewaktu tumbuh sebagai tanaman, tetapi akan menjadi Personal Properti bila telah ditebang. Demikian juga dengan bibit kelapa sawit yang masih dibibitkan di polybag akan berbentuk Personal Properti, namun setelah ditanam secara permanen akan menjadi Real Properti. Penilai harus memahami hal-hal yang bersifat mendasar dari karakteristik Properti Agrikultur seerti, teknis budidaya, produktivitas dan pasar dari komoditi yang diusahakan berikut siklus pasarnya. a) Pada penilaian Properti Agrikultur, aspek fisik dan lingkungan atas properti adalah penting untuk diketahui. Hal ini termasuk iklim, jenis tanah (soil type), kemampuan produksinya, ada tidaknya ketersediaan air untuk irigasi dan ketersediaan bahan pakan/makanan untuk peternakan. Faktor-faktor eksternal harus dipertimbangkan termasuk adanya ketersediaan fasilitas pendukung seperti gudang penyimpanan, unit pengolahan (di luar yang memiliki unit pengolahan) dan sistem transportasi. Hal yang terpenting atas factor-faktor tersebut akan bervariasi dan tergantung kepada jenis usaha pertanian yang dijalankan.



253



Penilai harus mempertimbangkan secara bersamaan pengaruh faktor internal dan eksternal dalam menentukan jenis usaha pertanian yang mana sesuai dan erbaik bagi properti tersebut.



5.4



5.5



b) Untuk menentukan Nilai Pasar, analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik atas Properti Agrikultur harus mempertimbangkan kepada 1 kepastian enggunaan Properti Agrikultur yang ada saat ini terus berlanjut. Terutama ketika muncul penggunaan tanah lainnya seperti pengembangan lahan untuk perluasan kota, mungkin lebih sesuai, dan 2) menentukan apakah penggunaan tanah untuk kepentingan Agri khususnya akan terus dilanjutkan. c) Bila penilai diinstruksikan untuk menggunakan penggunaan tanah yang ada sekarang, maka hasil penilaian tidak akan menjadi perlu untuk memberikan Nilai Pasar atas properti, atau perlu menyatakan premis terhadap Nilai Pasar. Hal ini agar sepenuhnya diungkapkan dalam laporan penilaian. Estimasi pendapatan yang stabil dari Properti Agrikultur harus didasarkan kepada pola produksi, silkus pasar dan wilayah pasar dimana komoditi tersebut berada. a) Arus Kas atas Properti Agrikultur merupakan fungsi dari siklus produksi dan siklus pasar komoditi. Penilai harus memahami pengaruh siklus ini terhadap arus kas. Penilaian Properti Agrikultur harus didasarkan kepada kestabilan pendapatan secara konsisten dengan siklus produksi yang biasa diterapkan di wilayah dimana properti berada. b) Pendapatan atas suatu komoditi tergantung dari harga pasar yang terjadi. Tatkala pasar komoditi dari Properti Agrikultur menghadapi kondisi tidak stabil seperti adanya kenaikan atau turunnya harga secara berlebihan, maka Penilai harus mempertimbangkan pengaruhnya secara signifikan terhadap nilai, serta diungkapkan. Penilai akan menghadapi asset property yang lebih dari satu komponen fisik atau jenis komoditi (produk) yang dibudidayakan, untuk itu Penilai harus secara jelas menyatakan apakah nilai setiap komponen atau penggunaannya adalah nilai atas kontribusinya sebeagai bagian dari keseluruhan properti yang ada atau nilai yang terpisah sebagai komponen yang berdiri sendiri. a) Komponen yang beraneka ragam dari keseluruhan Properti mungkin mempunyai nilai sebagai bagian terpisah yang lebih besar atau lebih kecil dari pada nilai sebagian bagian dari keseluruhan asset. Penilai harus mempertimbangkan apakah setiap komponen akan dinilai secara tersendiri atau sebagai bagian dari keseluruhan. b) Properti Agrikultur mungkin dikelola untuk memproduksi atau membudidayakan lebih dari satu jenis komoditi berdasarkan kondisi fisik. Dalam penilaian Properti Agrikultur diana tanaman atau komoditi dapat lebih dari satu jenis komoditi yang dikmebangkan dan dipanen pada waktu yang berbeda, maka nilai setiap jenis komoditi harus didasarkan pada kontrbusinya pada keseluruhan nilai Properti dan bukan nilai yang berdiri sendiri. c) Pengunaan lahan budidaya pertanian pada suatu property mungkin membutuhkan pengembangan aset non tanaman seperti fasilitas (gudang), mesin dan peralatan serta sarana pelengkap. Pengembangan aset non tanaman merupakan aset pendukung bagi aset utama (aset tanaman/Biologis) dan sebagai bagian yang tidak terlepas dari kegiatan operasional Properti. Nilai set non tanaman seharusnya didasarkan kepada kontribusinya terhadap total nilai Properti dan nilai ini tergantung atas struktur biayanya atau ukuran lain.



254



5.6



Secara khusus pengembangan aset non tanaman memiliki nilai, seperti kontribusinya terhadap nilai bisnis. Dalam situasi demikian dimana alokasi nilai atas asset mungkin diperlukan, namun alokasi tersebut tidak dapat dikatakan sebagai indikasi nilai tersendiri dari pengembangan aset yang terpisah. d) Properti Agrikultur yang memiliki unit pengolahan hasil produksi apabila memiliki keterkaitan langsung terhadap properti utamanya seperti tanaman yang menghasilkan, seharusnya dilihat sebagai bagian dari properti keseluruhan meskipun adakalanya dinilai secara tersendiri maupun terintegrasi dengan property utamanya. Penilai perlu memberikan perhatian kepada nilai property tersebut dan perlu diungkapkan. Dalam penyusunan Lingkup Penugasan, Penilai harus menerapkan SPI 103 dengan memperhatikan; a) Identifikasi status Penilai; Penilai harus memastikan dirinya kompeten dalam melakukan penilaian Properti Agrikultur. Dalam hal tertentu Penilai memiliki keahlian terbatas dalam mendukung penilaian Properti Agrikultur, maka Penilai sebagai penanggung jawab penugasan harus menggunakan tenaga ahli dari luar dan hal ini perlu diinformasikan dalam Lingkup Penugasan berikut pernyataan lainnya sesuai dengan SPI yang berlkau. b) Maksudn dan Tujuan Penilaian; Penilaian Properti Agrikultur dalpat terikat dengan berbagai keperluan antara lain untuk kepentingan penjaminan utang dan pelaporan keuangan. Penilai harus mengungkapkan dengan jelas maksud dan tujuan penilai sesuai dengan kebutuhan Pemberi Tugas. c) Dasar Niali; Penggunaan Dasar Nilai harus sejalan dengan tujuan penilain sebagaimana diatur dalam SPI 103. Pengungkapan Dasar Nilai dalam Lingkup Penugasan harus didefinisikan sesuai SPI. d) Objek Penilaian; Luasnya cakupan termasuk dalam Properti Agrikultur mengharuskan Penilai untuk dapat memastikan objek penilaian yang akan dinilai sebagaimana yang ditentukan oleh Pemberi Tugas. Pengungkapan jenis, volume dan loaksi objek penilaian dalam Lingkup Penugasan harus dapat dijelaskan, sehingga hal ini menjadi kesepakatan antara Pemberi Tugas dan Penilai. e) Tingkat kedalaman investigasi; Terdapat suatu kemungkina Penilai akan mempunyai keterbatasan dalam melakukan pemeriksaan atau verifikasi atas objek penilaian karena luasnya wilayah objek penilaian dan/atau arena jumlahnya dalam satuan yang banyak. Penilai harus mengantisipasi kondisi tersebut dengan menyatakannya dalam tingkat kedalaman investigasi secara jelas. Hal-hal yang membatasi dalam pelaksanaan penugasan, perlu mendapat perhatian Penilai untuk dinyatakan di Lingkup Penugasan dan dikaitkan dengan asumsi khusus sebagai bagian yang akan menjadi kesepakatan dengan Pemberi Tugas. 1. Dalam hal Penialai memperoleh penugasan penilaian dalam kondisi sebagaimana dimaksud pada 5.6.5, maka Penilai harus menyatakan keterbatasan, kebutuhan dan keperluan untuk melakukan investigasi dan melengkapi data yang perlu diverifikasi, termasuk perlunya pendataan secara sampling. f) Asumsi dan asumsi khusus; Seluruh asumsi dan/atau sasumsi khusus yang dicantumkan dalam pelaporan penilaian harus sesuai dengan yang dicantumkan dalam lingkup Penugasan. Asumsi dan/atau asumsi khusus merupakan bagian dari penentuan Batasan tingkat kedalama investigasi.



255



5.7



5.8 5.9



6.0



Syarat Pengungkapan 6.1 6.2



7.0



Dalam pelaksanaan proses Implementasi, Penilai harus menerapkan SPI 104 dengan memperhatikan: a) Investigasi yang dilakukan harus merujuk kepada Linkgup Penugasan terkait pengaturan tingkat kedalaman investigasi dan asumsi atau asumsi khusus yang digunakan. b) Penilaian property Agrikultur sarat dengan kebutuhan data yang spesifik. Penilai perlu memastikan kepada Pemberi Tugas atas kebutuhan data dan informasi yang diperlukan. c) Penerapan pendekatan dan metode penilaian yang sesuai dilakukan dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam SPI 106. Dala hal pendekatan yang digunakan lebih dari satu pendekatan, maka dibutuhkan proses rekonsiliasi nilai untuk menghasilkan kesimpulan penilaian. Setiap penggunaan pendekatan dan/atau metode penilaian harus disertakan alas an penggunaannya. Penilai harus menerapkan SPI 105 tentang Pelaporan Penilaian dan petunjuk teknis terkait lainnya. Dalam hal untuk tujuan penilaian terkait pelaporan keuangan, Penilai dapat menyesuaikan kepentingan SAK secara proporsional sepanjang dianggap relevan dan wajar.



Pengungkapan dalam Pelaporan Penilaian harus merujuk kepada SPI 105 – Pelaporan Penilaian serta Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) dan/atau petunjuk teknis terkait. Hal-hal yang dianggap perlu dan mempengaruhi secara signifikan terhadap hasil penilaian, karena adanya potensi perubahan informasi dan asumsi, maka Penilai perlu mencatatkannya dalam laporan penilaian.



Kutipan dan Tanggal Berlaku 7.1 7.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 301 – Penilaian Properti Agrikultur. SPI 301 ini ditetapkan pada tanggal 1 Agustus 2018 dan mulai berlaku secara efektif pada 1 Februari 2019.



256



Lampiran A: Penilaian Properti Perkebunan 1.



Tanaman merupakan unsur utama pada property perkebuan yang memberikan manfaat dengan kontribusi terbesar terhadap penciptaan nilai, selain adanya properti pendukung lainnya seperti tanah, bangunan, sarana pelengkap, mesin dan peralatan, kendaraan bermotor dan alat angkut lainnya.



2.



Dilihat dari sifat dan karakteristiknya, property perkebunan (agriculture property) termasuk kepada property yang enghasilkan (income producing property) dimana dasar asetnya membutuhkan areal lahan yang relative luas, dipengaruhi oleh kualitas lahan tertentu dengan unsur budidaya tertentu pula. Dengan demikian adalah sangat penting bagi seorang Penilai untuk memahami dan mengetahui sifat-sifat khusus dari properti tersebut dan selalu memperhatikan dasar dan tujuan penilaian yang akan dilakukan.



3.



Perkebunan sebagai salah satu unit usaha, secara operasional ditentukan oleh ketentuan dan peraturan yang berbeda dengan property lainnya. Oleh karena unsur legallitas (perizinan) merupakan unsur utama yang perlu diperhatikan dalam menghasilkan Nilai, maka seorang Penilai harus mengetahui dengan benar ketentuan-ketentuan yang berlaku dan konteks relevansinya terhadap pelaksanaan pekerjaan penilaian.



4.



Property perkebunan adalah tanah dalam satuan lahan yang diusahakan pada luasan tertentu, dengan satu atau lebih dari satu komoditas tanaman yang dibudidayakan, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang dikelola dengan standar manajemen perkebunan yang berlaku umum.



5.



Aset Tanaman yang dimaksud adalah tanaman yang dibudidayakan secara komersial pada suatu lahan tertentu dan dikelola berdasarkan teknis budidaya yang berlaku umum pada suatu tempat tertentu.



6.



Aset non Tanaman adalah sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya termasuk unit pengolahan (bila ada) yang merupakan bagian yang tidak terlepas dari satu kesatuan aset pada suatu entitas pertanian.



7.



Beberapa sifat khusus tanaman yang harus diketahui: a. Tanaman sebagai bagian dari aset perkebunan dapat dilihat dari status tanaman meliputi Bibit, Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM) dengan jenis dan varietas tanaman yang sama maupun tidak sama. b. Umur tanaman adalah masa waktu tanaman dapat dibudidayakan dimulai dari penanaman hingga akhir masa produktif (pada umumnya satu siklus), sedangkan umur produktif tanaman disebut juga umur ekonomis tanaman yang dihitung mulai tanaman berproduksi hingga akhir masa produktif tanaman. Umur produktif atau umur ekonomis tanaman dapat disebut periode Tanaman Menghasilkan (TM), sedangkan periode tanaman belum menghasilkan (dimulai dari



257



penanaman) sampai dengan mulai menghasilkan disebut periode Tanaman Belum Menghasilkan (TBM). 8.



Oleh karena aset perkebunan dinilai sebagai suatu property yang dapa tmenghasilkan pendapatan, maka nilai perkebunan secara keseluruhan harus dilihat dalam konteks satu kesatuan aset yang sedang berjalan, keuali dipersyaratkan lain, seperti penilaian untuk kepentingan pelaporan keuangan.



9.



Penilai harus dapat membedakan dan memisahkan unsur-unsur yang termasuk dalam kategori aset tetap (tangible asset) dengan aset tidak tetap (intangible asset). Penilai seharusnya dapat memisahkan antara perkebunan sebagai aset tetap dengan perkebunan sebagai entitas usaha. Karena perkebunan sebagai aset tetap dapat dilihat sebagai aset individual sehingga dalam memproyeksikan pendapatannya sangat tergantung dengan masa produksinya. Sedangkan perkebunan sebagai entitas usaha atau perusahaan selalu dilihat sebagai bagian bisnis yang berjalan (going concern) secara terus menerus.



10. Pola pengembangan perkebunan di Indonesia memliki beberapa ciri, dimana pada masa tahapan pembangunan seperti adanya pola perkebunan inti, pola bapak angkat dan perkebunan plasma, memiliki konsekuensi terhadap penguasaan aset secara bersama atau masing-masing dari aset seperti tanah dan tanaman berikut kelengkapan lainnya. Untuk hal demikian, Penilai harus teliti dan memahami unsur-unsur kepemilikian serta batasan tanggung jawab dari masing-masing pola pengembangan dan kepemilikan yang ada. 11. Pada perkebunan tertentu, seorang Penilai harus dapat membedakan antara tanaman yang dikategorikan sebagai tanaman pokok (tanaman utama) dan tanaman selingan (tumpang sari), dimana adakalanya tanaman yang bukan tanaman pokok dapat mempengaruhi keberadaan tanaman utamanya secara signifikan. 12. Setiap jenis dan varietas tanaman dapat mengalami berbagai jenis penyakit dan gangguan atau hama tanaman dengan berbagai tingkat serangan serta membutuhkan penanganan yang berbeda pula. Dalam hal ini, Penilai harus memperhatikan apakah kondisi tanaman masih ekonomis untuk dipertahankan dan dapat dipanen hasilnya. 13. Standar umur dan proyeksi produksi suatu tanaman dapat ditentukan oleh masing-masing jenis dan varietas tanaman, asal bibit (bahan tanam) yang digunakan. Informasi ini seharusnya didukung oleh data referensi dari Lembaga/Pusat Penelitian atau Perusahaan yang mengeluarkan sertifikasi Bibit yang digunakan atau dari sumber-sumber yang dapat dipercaya dan telah diakui secara umum. 14. Standar karakteristik penggunaan lahan dan teknis budidaya untuk masing-masing jenis tanaman harus didasari kepada standar normal yang berlaku dan ditentukan oleh lembaga atau instansi yang diakui secara umum. 15. Untuk tujuan tertentu, hasil penilaian diminta untuk dirinci berdasarkan maisng-masing unsur aset, apakah aset tetap tanaman (untuk keperluan akuntansi dikenal dengan aset biologis dapat terdiri 258



dari produk agrikultur dan tanaman produktif) atau non tanaman. Dasar nilai yang digunakan disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan penilaian, apakah Nilai Pasar atau nilai selain Nilai Pasar. Penilai dapat memberikan pendapat secara hati-hati dan objektif dengan tetap memperhatikan prosedur penilaian dan asumsi-asumsi yang dapat dipertanggungjawabkan. 16. Pendekatan dan metode Penilaian yang digunakan harus disesuaikan SPI 106, dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam lingkup penilaian perkebunan: a.



Secara umum penilaian perkebunan dapat dinilai dengan menggunakan Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan dan/atau Pendekatan Biaya.



b.



Penilaian aset tetap non tanaman dapat dinilai dengan menggunakan metode perbandingan data pasar dan/atau Pendekatan Biaya dengan Metode Biaya Pengganti atau Depreciated Replacement Cost (DRC) sebagai komponen pembentuk nilai property secara keseluruhan.



c.



Nilai tanaman pada umumnya disimpulkan dari nilai keseluruhan property (menggunakan Pendekatan Pendapatan dengan metode DCF) melalui proses ekstraksi (pemisahan). Penilai harus memperhatikan kontribusi setiap jenis aset non tanaman yang ikut menunjang terbentuknya nilai perkebunan. Untuk sampai pada nilai tanaman, proses ekstraksi hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan kontribusi aset non tanaman dalam jumlah yang wajar. Contoh, pada perkebunan tertentu terdapat aset non tanaman seperti perumahan, alat berat dan aset lainnya tidak beroperasi secara langsung memberikan kontribusi terhadap kegiatan budidaya pertanian yang bersangkutan, namun keberadaan aset non tanaman tersebut diperuntukan untuk kepentingan mitra perkebunan (plasma) atau group perusahaan lainnya.



d.



Tanaman tahunan umumnya memiliki siklus produksi tahunan yang tidak tetap. Oleh sebab itu, penilaian dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan seharusnya menggunakan metode Arus Kas Terdiskonto (Discounted Cash Flow/DCF) sebagai dasar perkiraan dari nilai yang diharapkan. Proyeksi untuk mendapatkan pendapatan harus didasari asumsi proyeksi produksi dari komoditi yang dihasilkan, dimana sisa umur ekonomis dari tanaman harus disesuaikan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi yang dapat dilihat dari aspek teknis maupun non teknis.



e.



Pengambilan asumsi pendapatan diusahakan tidak dipengaruhi oleh kemampuan manajemen dalam memasarkan produknya. Bila dasar penetapan pendapatan didasarkan kepada produk hasil pengolahan pabrik yang dimiliki perkebunan, maka Penilai harus benar-benar yakin dan teliti apakah aktivitas pabrik telah mempengaruhi nilai tanaman secara signifikan. Contohnya, perbandingan kapasitas pabrik dengan luas areal tertanam tidak seimbang maka nilai tambah pabrik yang dipasok dari tanaman di luar perkebunan milik sendiri akan sangat mempengaruhi hasil penilaian yang didapatkan. Bila ketentuan keseimbangan tersebut tidak dapat terpenuhi, sebaiknya Penilai dapat mengambil penetapan hasil pendapatannya dari produk yang belum terolah, sepanjang mekanisme pasarnya ada.



259



f.



Perkebunan yang memiliki lebih dari satu komoditi tanaman, penilaiannya harus memperhatikan karakteristik masing-masing tanaman apakah dilihat dari unsur budidayanya, pasar komoditi, harga, biaya-biaya yang akan diasumsikan dan tingkat diskonto yang ditetapkan. Bila nilai tanaman yang dikehendaki dirinci untuk masing-masing jenis tanaman, Penilai harus hati-hati dan lebih teliti dalam mengasumsikan biaya-biaya langsung terhadap masing-masing komoditi dan alokasi biaya tidak langsung dari suatu kesatuan operasional perkebunan secara menyeluruh. Seluruh asumsi harga maupun biaya yang diambil tetap mengacu kepada harga dan biaya setempat sebagai acuan.



g.



Penilai harus mempertimbangkan masa berlaku hak atas tanah sesuai dengan peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam memproyeksikan periode arus kas yang digunakan dalam metode DCF. Dalam hal asumsi perpanjangan hak digunakan, maka pencadangan biaya perpanjangan atau penerbitan hak baru atas hak tanah perkebunan harus diperhitungkan. Adanya masa perpanjangan atas hak tanah yang dipertimbangkan dalam peridoe DCF berjalan dapat berhubungan dengan masa sisa umur ekonomis tanaman. Sehingga, dengan berakhirnya proyeksi sisa umur ekonomis tanaman akan terdapat potensi nilai sisa dari ha katas tanah maupun aset non tanaman lainnya (bila ada). Nilai sisa tanah maupun nisa sisa aset non tanaman lainnya seharusnya diperhitungkan sebagai pendapatan dari nilai sisa di masa akhir periode proyeksi DCF dimana nilai sisa dimaksud harus ditentukan secara wajar.



h.



Dalam penentuan nilai Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan stolk Bibit sebagai bagian pembentuk nilai perkebunan atau bagian terpisah, penilaiannya dapat menggunakan metode perbandingan data pasar, metode DCF, atau Pendekatan Biaya dengan metode biaya pengganti (DRC). Penilai harus memberikan alasan pemilihan salah satu atau lebih dari pendekatan atau metode penilaian yang dipilih.



i.



Bila penilaian tanaman belum menghasilkan (TBM) dinilai menggunakan metode DCF, maka Penilai harus cermat memperhitungkan sisa biaya pembangunan yang masih harus dikeluarkan serta mempertimbangkan risiko-risiko yang akan muncul bila tanaman sudah mulai menghasilkan.



j.



Penentuan penggunaan tingkat diskonto dalam penerapan DCF harus mempertimbangkan tingkat risiko yang sesuai dengan objek penilaian khususnya Properti Agrikultur. Penilai harus memastikan konsistensi penggunaan asumsi dalam pembentukan tingkat diskonto yang digunakan sesuai dengan karakteristik objek penilaian yang dinilai.



k.



Bila tidak ditentukan lain (seperti untuk laporan keuangan), penilaian tanaman harus dilihat dari satu kesatuan nilai antara tanaman berikut lahannya (tanah).



l.



Lahan atau tanah perkebunan yang masih belum tertanam (tanah kosong) atau telah tertanam namun ingin dipisah, penilaiannya dapat dilakukan dengan metode perbandingan data pasar



260



dan/atau Pendekatan Pendapatan dengan metode DCF dengan Teknik Pengembangan Lahan (Land Development). m. Untuk tujuan pelaporan keuangan (IAS 41 / PSAK 69), aset tanaman dipisah menjadi tanaman produktif (bearer plant) dan produk agrikultur (agricultural produce). Dalam menentukan nilai tanaman produktif (tegakan tanaman di luar produk yang akan dipanen) dengan menggunakan model revaluasi, Nilai Wajar tanaman produktif diperoleh dari indikasi Nilai Wajar tanaman (lihat poin 16 butir c) dikurang Nilai Wajar produk agrikultur yang dihasilkan tanaman pada tanggal penilaian (;ihat Lampiran B). 17. Pada perkebunan tertentu, ditemukan tanaman yang berumur tua atau masa ekonomisnya tinggal beberapa tahun. Untuk hal demikian, Penilai harus mempelajari dengan seksama atau mendiskusikan kepada Pemberi Tugas sesuai dengan tujuan penilaian, apakah perhitungan DCFnya perlu memasukkan unsur penanaman kembali (replanting). Hal ini dikecualikan bila penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan atas aset tanaman. Namun demikian, untuk tujuan tertentu, unsur penanaman kembali dari tanaman tua menjadi bagian yang harus diperhitungkan sepanjang jangka waktu atas legalitas tanah memungkinkan. Penilai harus menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penanaman kembali tersebut di dalam laporan penilaian. 18. Penilai harus mengungkapkan semua informasi dan temuan di lapangan, terutama untuk hal-hal yang terkait baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh kepada nilai perkebunan. 19. Pelaporan Penilaian harus mengikuti SPI 105 dan standar teknis terkait lainnya. Hal-hal khusus yang harus tercakup dalam laporan penilaian perkebunan antara lain: a.



Deksripsi jelas tentang lokasi perkebunan, baik dari segi jarak, waktu tempuh, aksesibilitas dan sarana trasnportasi yang tersedia.



b.



Deskripsi perkebunan secara keseluruhan meliputi aset tanaman maupun non tanaman.



c.



Karakteristik lahan secara umum meliputi iklim (curah hujan, bulan kering dan sinar matahari), ketinggian dari permukaan laut, bentuk daerah dan lereng (topografi), kedalaman efektif tanah, jenis, fisik dan kimia tanah, drainase dan batuan/krikil di permukaan dan di dalam tanah.



d.



Keadaan tanaman meliputi pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman masa TBM maupun TM hingga kegiatan pemungutan hasil (panen), termasuk hasil panen, gangguan hama dan penyakit.



e.



Secara umum hal-hal yang bersifat teknis maupun non teknis yang dijumpai dan mempengaruhi nilai, harus diungkapkan secara jelas.



f.



Aset non tanaman yang terdapat dalam lingkup property perkebunan, harus diungkapkan secara jelas dan benar berikut hal-hal di luar keadaan normal bila dijumpai.



g.



Seluruh pendekatan dan atau metode penilaian yang digunakan termasuk asumsi-asumsi yang dipertimbangkan.



261



Lampiran B: Penilaian Aset Biologis Untuk Keperluan Pelaporan Keuangan (Produk Agrikultur Berbasis Tanaman) 1.



Penilaian Aset Biologis yang diatur dalam standar ini berkaitan untuk keperluan Pelaporan keuangan sebagaimana yang diatur dalam IAS 41 atau PSAK 69 dikhususkan kepada produk agrikultur. Beberapa istilah dan definisi terkait Aset Biologis dapat dilihat pada bagian definisi pada SPI 301.



2.



SAK mengatur bahwa Aset Biologis haru diukur pada saat pengakuan awal dan pada saat akhir setiap periode pelaporan sebagai Nilai Wajar dikurang biaya untuk menjual pada titik panen (IAS 41 atau PSAK 69) Dalam penerapannya, untuk kepentingan penilaian ini, Penilai menentukan Nilai Wajar sebelum atau tidak termasuk biaya untuk menjual pada titik panen sebagaimana yang diatur SAK.



3.



Aset Biologis harus diukur menggunakan Nilai Wajar sebagaimana yang didefinisikan dalam SPI 102 – 3.19. Aset biologis dimaksud terdiri dari: a. Aset biologis, kecuali tanaman produktif (bearer plants); b. Produk agrikultur pada titik panen; dan c. Hibah pemerintah yang dicakup.



4.



Penilai harus dapat membedakan asset biologis dari dua sisi. Pertama, asset biologis yang dapat dikonsumsi adalah asset biologis yang akan dipanen sebagai produk agrikultur atau dijual sebagai asset biologis. Contoh asset biologis yang dapat dikonsumsi adalah ternah yang dimaksud memproduksi daging ternak yang dimiliki untuk dijual, ikan yang dibudidayakan, tanaman panen seperti jagung dan gandum, produk tanamman produktif dan pohon yang ditanam untuk menghasilkan potongan kayu. Kedua, aset biologis produktif adalah aset selain aset biologis yang dapat dikonsumsi; sebagai contoh, ternak yang dimaksud utuk memproduksi susu, dan pohon buat yang menghasilkan buah untuk dipanen (PSAK 69). Aset biologis produktif yang tidak atau belum menghasilkan produk agrikultur disebut dengan tanaman produktif (bearer plant).



5.



Beberapa contoh Aset Biologis dan produk agrikultur meliputi antara lain: Komoditi yang diproses Aset Biologis



Produk Agrikutur



setelah panen



Tanaman tembakau



Daun tembakau



Tembakau



Tanaman teh



Pucuk/daun teh



Teh



Pohon kelapa sawit



Tandan buah segar



Minyak sawit



Pohon karet



Getah karet/Lateks



Produk olahan karet



Tanaman buah-buahan



Buah segar yang dipanen



Buah olahan



Sumber: IAS 41/PSAK 69 262



Aset Biologis



Tanaman Hidup



Hewan Ternak



Tanaman Produktif



Produk yang Dihasilkan Tanaman Produktif & Tanaman Lainnya



(Bearer Plant)



Model Biaya atau Model Revaluasi (IAS 16/PSAK 16)



Model Revaluasi (IAS 41/PSAK 69)



Sumber: IAS 41/PSAK 69



6.



Berdasarkan IAS 41 atau PSAK 69, produk agrikultur harus diukur menggunakan Nilai Wajar dikurang biaya penjualan. Tanaman produktif sebagai bagian yang menghasilkan produk agrikultur diatur dalam IAS 16 atau PSAK 16 yang dapat diukur menggunakan model biaya atau model revaluasi. Penilai dalam melaksanakan penilaian untuk kepentingan asset biologis dan/atau tanaman produktif harus berdasarkan Lingkup Penugasan yang disepakati Pemberi Tugas.



7.



Masing-masing tanaman yang menghasilkan produk agrikultur dapat berbeda satu sama lainnya. Terdapat jenis tanaman tahunan maupun tanaman semusim yang menghasilkan produk agrikultur dalam beberapa bentuk yang menghasilkan suatu komoditi, diantaranya buah, getah, daun dan bunga sebagai produk yang dipanen. Contoh, pada tanaman kelapa sawit, produk agrikultur adalah tandan buah segar yang dapat dipanen, secara teknis budiddaya berkisar kurang dari 3-4 bulan menjelang TBS dapat dipetik/dipanen. Sedangkan pada tanaman karet, produk agrikultur yang dihasilkan adalah getah karet atau lateks cair yang diperoleh melalui perlakuan (penyadapan) terhadap kulit batang karet yang telah cukup umur untuk diambil getahnya. Lateks cair yang dihasilkan dari batang kayu dapat ditentukan sesuai dengan jadwal penyadapan karet pada tanggal penilaian. 263



8.



Standar umur dan estimasi produksi suatu tanaman yang hndak dipanen ditentukan oleh masingmasing jenis dan varietas tanaman, asal bibit (bahan tanam) dan perawatan tanaman. Penilai perlu mendapatkan dukungan informasi atas data referensi yang digunakan dari Lembaga/Pusat Penelitian atau sumber-sumber yang dapat dipercaya untuk menentukan acuan estimasi produksi.



9.



Dalam melakukan penilaian atas produk agrikultur, Penilai harus memperhatikan masing-masing masa titik panen produk agrikultur jumlah dan lama waktu produk dipanen akan ditentukan oleh Pemberi Tugas. Penilai harus melakukan verifikasi atas informasi dan data yang diberikan Pemberi Tugas untuk melihat kewajaran data dimaksud dengan mempertimbangkan metode atau Teknik yang dilakukan pihak manajemen dalam mengestimasi potensi produksi yang dapat dipanen. Selanjutnya Penilai juga melakukan verifikasi berdasarkan inspeksi lapangan. Verifikasi informasi dan data akan menentukan tingkat keyakinan Penilai dalam memberikan opini nilai.



10. Pendekatan dan metode penlaian yang digunakan, dan yang perlu diperhatikan dalam penilaian asset biologis khusus produk agrikultur, antara lain: a.



Secara umum pendekatan yang dapat dipakai adalah Pendekatan Pasar dan Pendekatan Pendapatan dengan metode DCF.



b.



Pendekatan pasar dapat digunakan dalam hal produk agrikultur siap untuk dipanen secara langsung pada tanggal penilaian. Penentuan Nilai Wajar yang dilakukan dengan pendekatan ini didasarkan kepada data pembanding dari produk sejenis, dengan mempertimbangkan harga yang disesuaikan dengan jenis, kualitas, kondisi, lokasi, waktu dan jumah satuan produk yang ada di pasar. Dalam hal terdapat perbedaan antara objek penilaian dengan objek pembanding, maka masing-masing data pembanding harus dilakukan penyesuaian (adjustment) untuk mendapatkan kesetaraan nilai dari produk agrikultus. Contoh, potensi lateks yang ihasilkan dari batang karet pada tanggal penilaian diestimasi berdasarkna data lapangan dalam satuan luas yang dapat dipanen. Untuk menentukan indikasi nilainya, jumlah lateks yang dapat dihasilkan dikalikan dengan harga pasaran getah karet kering yang sebelumnya telah dilakukan penysuaian terhadap jenis, kualitas, kadar kering dan lokasi data pembanding dengan potensi lateks yang diperoleh.



c.



Dalam hal produk agrikultur tidak dapat ditentukan menggunakan Pendekatan Pasar karena data langsung tidak tersedia pada titik panen atau periode panen melewati satu periode tertentu (lebih dari satu minggu/bulan), maka Pendekatan Pendapatan dengan metode DCF dapat digunakan. Proyeksi untuk mendapatkan pendapatan harus didasari asumsi proyeksi produksi dari komoditi yang akan dipanen sebagaimana yang dijelaskan pada butir 7, 8 dan 9 pada uraian sebelumnya. Penentuan proyeksi pendapatan kotor ditentukan oleh harga pasar pada masing-masing periode estimasi buah yang akan dipanen. Untuk mendapatkan pendapatan bersih, potensi pendapatan kotor dari hasil panen perlu dikurangi biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan arus kas bersih dari hasil produk agrikultur selama periode masa panen. Biaya264



biaya dimaksud dapat meliputi biaya panen dan transportasi, biaya perawatan an biaya umum (dihitung secara proporsional) yang masih dikeluarkan agar hasil panen dapat terpenuhi. Untuk mendapatkan indikasi Nilai Wajar pada tanggal penilaian, proyeksi arus kas bersih perlu dilakukan proses diskonto pada tingkat diskon (discount rate) tertentu dengan memperhatikan tingkat bunga bebas risiko yang wajar dan risiko lainnya (bila ada). Pada umumnya periode proyeksi DCF yang dilakukan terhadap produk agrikultur adalah dalam periode bulanan atau mingguan. Ilustrasi perhitungan untuk TBS terlampir. 11. Penilai harus mengungkapkan semua informasi dan temuan di lapangan, terutama untuk hal-hal yang terkait baik langsung maupun tidak langsung berpengaruh kepada nilai produk agrikultur. 12. Laporan penilaian untuk kepentingan Pelaporan Keuangan harus mengikuti SPI 105 dan SPI 201 berikut dengan juknisnya. Pelaporan asset biologis sekurang-kurangnya mencakup antara lain: a. Deskripsi jelas tentang lokasi perkebunan; b. Deskripsi meliputi asset tanaman maupun non tanaman; c. Karakteristik lahan secara umum; d. Keadaan tanaman kegiatan pemungutan hasil (panen) termasuk hasil panen, gangguan hama dan penyakit; e. Secara umum hal-hal yang bersifat teknis maupun non teknis yang dijupai dan mempengaruhi nilai, ahrus diungkapkan secara jelas. f.



Pendekatan dan/atau metode penilaian yang digukanan dan alasannya;



g. Dasar penentuan estimasi produksi dan besarannya; h. Asumsi-asumsi yang dipertimbangkan (harga, biaya tingkat diskonto dan lainnya).



265



Lampiran B.1: Ilustrasi DCF untuk Produk Hasil Tanaman Kelapa Sawit (TBS)



Bulan 1



Bulan 2



Bulan 3



Bulan 4



Pendapatan Kotor Estimasi Potensi Produksi



TBS (kg)



1,000



1,100



1,120



1,050



Harga TBS



Rp/kg



1,550



1,600



1,650



1,600



Sub Total



Rp



1,550,000



1,760,000



1,848,000



1,680,000



Perawatan



Rp



155,000



176,000



184,800



168,000



Panen dan Transport



Rp



110,000



121,000



123,200



115,500



Umum



Rp



310,000



352,000



369,600



336,000



Sub Total



Rp



575,000



649,000



677,600



619,500



Pendapatan Bersih



Rp



975,000



1,111,000



1,170,400



1,060,500



0.993



0.985



0.978



0.971



1,094,521



1,144,456



1,029,273



Biaya Operasional



Faktor diskonto



9.0%



Total



Rp



967,742



Nilai Wajar TBS



Rp



4,235,991



266



Standar Penilaian Indonesia 310 (SPI 310) Penilaian Mesin dan Peralatan Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



2.0



Mesin dan Peralatan secara umum dikategorikan sebagai aset berwujud Persyaratan Penilaian untuk Pelaporan Keuangan tercakup di dalam SPI 201. Standar Teknis ini merupakan tambahan informasi untuk membantu aplikasi dari Standar Penilaian Indonesia untuk asset berupa mesin dan peralatan. Aset berupa mesin dan peralatan memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan real properti secara umum, dengan demikian pendekatan penilaian yang diterapkan serta pelaporannya pun dapat berbeda. Mesin dan Peralatan pada umumnya dapat dipindahkan atau direlokasi dan mempunyai penyusutan yang lebih besar dibandingkan dengan real properti. Mesin dan Peralatan yang sama dapat memiliki nilai yang berbeda, tergantung apakah mesin dan peralatan tersebut dinilai sebagai bagian dari satu kesatuan unit operasi atau sebagai unit individual untuk dipertukarkan, baik ditempat (insitu) maupun dipindahkah (exsitu).



Ruang Lingkup 2.1



2.2 2.3



2.4



Standar Teknis ini membahas prinsip dan Dasar Nilai, serta aplikasi pendekatan dalam Penilaian Mesin dan Peralatan. Standar ini berhubungan dengan beberapa standar teknis lainnya pada seri 300. Standar Teknis ini berlaku bagi Penilaian Mesin dan Peralatan pada sektor swasta maupun sektor publik. Untuk memenuhi persyaratan identifikasi objek penilaian sesuai dengan SPI 103 butir 5.3.a).4, harus dipertimbangkan apakah mesin dan peralatan merupakan aset terintegrasi dengan aset lainnya. Sebagai contoh; a) Aset dapat secara permanen melekat pada tanah dan tidak dapat dipindahkan, tnapa dilakukan pembongkaran pada bagian aset/struktur di sekitarnya atau bangunan, b) Mesin individual mungkin menjadi bagian dari suatu instalasi produksi yang terintegrasi, dimana fungsinya tergantung dari aset lainnya. Dalam kondisi demikian, diperlukan klarifikasi yang termasuk atau tidak termasuk dalam Penilaian. Berkaitan dengan aset yang saling melengkapi, bila diperlukan harus dinyatakan dengan asumsi atau asumsi khusus (lihat butir 2.5). Mesin dan peralatan yang merupakan bagian dari sistim pelayanan suatu bangunan, setelah terpasang pada umumnya terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan dari bangunan. Dalam hal ini mesin dan peralatan akan menjadi bagian dari hak atas real estat. Contoh; mesin/instalasi penyediaan listrik, gas, pemanas, pendingin atau ventilasi untuk bangunan dan peralatan seperti elevator.



267



Untuk suatu tujuan penilaian dimana mesin dan peralatan harus dinilai terpisah, maka pada lingkup penugasan harus dinyatakan bahwa nilai mesin dan peralatan pada umumnya merupakan bagian dari hak atas real estat dan mungkin tidak dapat dijual secara terpisah. Pada saat tugas penilaian hak atas real estat dan aset mesin dan peralatan dilakukan pada lokasi dan waktu yang sama, diperlukan kehati-hatian untuk menghindari adanya yang terlewat atau dihitung ganda. 2.5



Karena bagian dari mesin dan peralatan mempunyai sifat beragam dan dapat dipindahkan, umumnya diperlukan asumsi tambahan untuk menjelaskan kondisi bagaimana aset akan dinilai. Untuk memenuhi SPI 103 butir 5.3.a).11, asumsi yang diperlukan harus ditulis dalam Lingkup Penugasan. Contoh asumsi untuk kondisi yang berbeda antara lain: a) Mesin dan Peralatan dinilai sebagai satu kesatuan, di tempat (in-situ/in place) dan bagian dari bisnis yang berjalan, b) Mesin dan Peralatan dinilai sebagai satu kesatuan, di tempat (in-situ/in place) tapi dengan asumsi bahwa bisnis dihentikan, c) Mesin dan Peralatan dinilai sebagai komponen terpisah/individual untuk dipindahkan dari lokasi saat ini.



2.6



3.0



Dalam beberapa keadaan, diperlukan untuk membuat asumsi lebih dari satu, misalnya untuk menggambarkan dampak dari penghentian suatu bisnis atau penghentian operasi dari mesin dan peralatan. Aset yang digolongkan sebagai kelompok mesin dan peralatan, antara lain real properti, sumber daya alam/mineral, bahan baku, persediaan dan barang inventaris, bahan yang hapis dipakai, aset agri (misalnya, tanamanya dan ternak), alat transportasi, alat berat, karya seni, perhiasan dan benda koleksi.



Definisi 3.1



Mesin dan Peralatan adalah aset berwujud selain dari "realty", dimana; a) Aset yang dimiliki untuk digunakan dalam suatu produksi yang berkelanjutan termasuk konstruksi bangunan pendukung mesin, mesinmesin (al. mesin individual atau sekumpulan mesin, perlengkapan dagang dan pengembangan/penambahan oleh penyewa), serta kategori aset lainnya yang sejenis. b) Aset berwujud, yang; 1 Dimiliki suatu entitas untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan kepada pidak lain, atau untuk tujuan administratif; dan 2 Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari 1 periode. Kategori Mesin dan Peralatan: Pabrik (Plant) Aset yang terintegrasi/melekat tak terpisahkan dengan aset lainnya, dan dapat meliputi bangunan-bangungan khusus, mesin-mesin dan peralatan.



268



3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9



4.0



Mesin-mesin individual atau sekumpulan mesinmesin, Mesin merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk suatu proses tertentu dalam kaitannya dengan suatu operasi perusahaan atau bisnis.



Peralatan (Equipment)



Aset-aset lain yang digunakan untuk membantu operasi perusahaan atau bisnis.



Nilai Asuransi (Insurable Value), Lihat definisi pada SPI 102-3.1. Nilai dalam Penggunaan (Value in Use). Lihat definisi pada SPI 102-3.2. Nilai Likuidasi (Liquidation Value). Lihat definisi pada SPI 102-3.5a). Indikasi Nilai Likuidasi untuk Penggunaan Kembali (Liquidation Value in Place in Use). Lihat definisi pada SPI 102-3.5c). Nilai Pasar. Lihat definisi pada SPI 101-3.1. Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada (Market Value for the Existing Use). Lihat definisi pada SPI 102-3.6. Nilai Pembangunan Kembali (Reinstatement Value). Lihat definisi pada SPI 102-3.7 Nilai Wajar. Lihat definisi pada SPI 102-3.17.



Hubungan Dengan Standar Akuntansi 4.1



4.2



4.3



5.0



Mesin (Machinery)



Di dalam PSAK 16, Mesin dan Peralatan dapat dicantumkan dalam laporan keuangan perusahaan sebagai biaya perolehan dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset atau sebagai nilai wajar pada tanggal revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Nilai Wajar dari mesin dan peralatan pada umumnya merupakan Nilai Pasar yang ditentukan oleh Penilai. Aset berupa mesin dan peralatan, bersama dengan aset tetap lainnya diatur di dalam PSAK 14 - Persediaan, PSAK 30 - Sewa, PSAK 48 - Penurunan Nilai Aset, PSAK 22 - Kombinasi Bisnis, PSAK 58 - Aset TIdak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan dan PSAK 68 - Pengukuran Nilai Wajar. Di dalam SPI 201 Penilaian untuk Pelaporan Keuangan diuraikan penilaian dan pelaporan penilaian yang diperlukan sesuai aturan PSAK yang terkait dengan hal-hal tersebut di atas. Pendekatan penilaian dan asumsi yang digunakan dalam penilaian Mesin dan Peralatan untuk tujuan pelaporan keuangan dapat berbeda apabila tujuannya berbeda. Perbedaan tersebut harus dinyatakan jika nilai untuk tujuan yang lain dilaporkan. Asumsi penilaian yang berbeda mungkin sesuai dengan yang ada di PSAK, sehingga penting bagi Penilai untuk memahami persyaratan dasar standar terkait, dan mendiskusikan asumsi tersebut dengan Pemberi Tugas sebelum melaksanakan penilaian.



Penerapan Teknis 5.1



Suatu penilaian mesin dan peralatan membutuhkan pertimbangan faktorfaktor seperti keterbatasan sumber bahan baku, usia bangunan yang terbatas atau masa penggunaan tanah dan bangunan yang terbatas dari suatu pabrik, dan restriksi pemerintah atau dampak lingkungan serta 269



potensi ekonomi yang terkait aset yang dinilai dapat berpengaruh cukup besar pada nilai mesin dan peralatan. Faktor-faktor tersebut harus diperhitungkan oleh Penilai dan asumsi-asumsi yang diperlukan harus dibuat. Faktor-faktor yang mungkin perlu dipertimbangkan, antara lain berkaitan dengan: Aset yang dinilai: a) Spesifikasi teknis aset, b) umur fisik, c) Kondisi aset, dapat mencakup program perawatan yang sudah dilaksanakan, d) Jika aset yang dinilai tidak mempunyai nilai di lokasi (in-situ) pada tanggal penilaian, maka perlu diperhitungkan biaya pembongkaran dan pemindahan, e) Potensi kehilangan sisa umur ekonomi dari aset yang saling melengkapi, misalnya umur operasional mesin dibatasi oleh jangka waktu sewa gedung. Lingkungan: f) Lokasi dalam hubungannya dengan sumber bahan baku dan pasar produk. Kesesuaian lokasi mungkin memiliki umur yang terbatas, misalnya karena bahan baku menjadi terbatas atau permintaan hanya sementara, g) Dampak dari undang-undang/peraturan lingkungan atau lainnya, yang membatasi utilisasi/produksi atau membebankan tambahan biaya operasi atau penonaktifan. Ekonomi: h) Profitabilitas aktual/potensial dari aset berdasarkan perbandingan biaya operasional dengan laba atau pendapatan potensial, i) Permintaan atas hasil produksi dari mesin dan peralatan dipengaruhi faktor ekonomi makro dan mikro, j) Potensi aset untuk penggunaan yang lebih bernilai daripada penggunaan saat ini. 5.2



Bagian dari mesin dan peralatan yang digunakan untuk produksi dapat diklasifikasikan sebagai properti khusus, dikarenakan keunikan yang berasal dari sifat dan disain khusus, konfigurasinya atau hal lainnya, serta jarang dijual di pasar, kecuali sebagai bagian dari satu kesatuan unit operasi atau kegiatan usaha/badan usaha dimana properti tersebut merupakan bagiannya. Mesin dan Peralatan yang berdiri sendiri dapat bertambah atau berkurang nilainya secara fungsional atau ekonomi bila digabungkan dengan aset lainnya, atau memiliki Nilai Khusus karena daya tariknya terhadap pembeli dengan kepentingan khusus. 270



5.3



Aset Takberwujud berada di luar definisi mesin dan peralatan. Namun demikian, aset takberwujud dapat mempengaruhi nilai mesin dan peralatan; sebagai contoh nilai dari cetakan (patterns dan dies) seringkali tidak dapat dipisahkan dengan hak kekayaan intelektual. Perangkat lunak operasi, data teknis, arsip produksi dan hak patent merupakan contoh lain dari aset takberwujud yang dapat mempengaruhi nilai mesin dan peralatan, tergantung apakah aset tersebut termasuk dalam unit penilaian atau tidak. Dalam proses penilaian, perlu pertimbangan masuk tidaknya aset takberwujud dan dampaknya terhadap hasil penilaian mesin dan peralatan. Sebelum membuat suatu penilaian, Penilai perlu menetapkan asumsi yang sesuai untuk digunakan berkaitan dengan adanya aset takberwujud tersebut.



5.4



Mesin dan Peralatan mungkin termasuk dalam suatu perjanjian pembiayaan, seperti sewa pembiayaan (finance lease). Dalam hal ini, aset tidak dapat dijual tanpa pelunasan terlebih dahulu semua kewajiban kepada pemberi pinjaman atau pemberi sewaan sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Jumlah kewajiban dapat lebih besar/lebih kecil dari nilai komponen tanpa ikatan. Tergantung pada tujuan penilaian, mesin dan peralatan yang terikat dalam sewa pembiayaan (finance lease) dapat di identifikasi terpisah dari aset lainnya yang tidak terikuta perjanjian, dan nilainya dicatatkan terpisah, Penilai harus meminta informasi mengenai mesin dan peralatan yang terikat dalam sewa pembiayaan.



5.5



Mesin dan Peralatan yang terikat dalam sewa operasi (operating lease) atau merupakan properti milik pihak ketiga, tidak termasuk dalam penilaian karena manfaat kepemilikan tidak dapat dipindahkan. Penilai harus meminta informasi mengenai mesin dan peralatan yang terikat dalam sewa operasi atau merupakan properti milik pihak ketiga. Sesuai dengan tujuan penilaian, aset dalam sewa operasi dapat disampaikan sebagai catatan apabila mempunyai dampak terhadap nilai dari sekumpulan aset yang dioperasikan bersama.



5.6



Nilai Pasar tidak mencerminkan suatu metode penjualan tertentu, sebagai contoh, melalui perjanjian pribadi (private treaty), tender, lelang dan sebagainya. Kerangka konseptual di SPI 101 (Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai) menjelaskan bahwa Nilai Pasar mengasumsikan suatu penjualan yang pemasarannya dilakukan secara layak. Dalam definisi tersirat secara implisit bahwa metode penjualan tersebut dapat menghasilkan harga tertinggi dari suatu aset atau kelompok aset pada suatu kondisi tertentu. Penjual yang berminat menjual dan mempunyai pemahaman yang baik tidak akan memilih suatu metode penjualan yang tidak menghasilkan harga tertinggi.



271



Namun demikian, apabila transaksi jual beli berlangsung di bawah kondisi yang tidak menggunakan metode penjualan yang optimal, maka hasil yang diharapkan bukan merupakan Nilai Pasar, kecuali keterbatasan yang dihadapi penjual merupakan hal yang terjadi pada semua penjualan dikarenakan kondisi pasar saat itu. Suatu keterbatasan khususnya untuk aset dan penjual tertentu, yang karena suatu persyaratan harus menjual sesuai dengan suatu perjanjian, mengakibatkan suatu kondisi penjualan yang terpaksa. 5.7



Untuk berbagai tujuan penilaian, termasuk untuk memenuhi PSAK, Dasar Nilai yang sering digunakan adalah Nilai Pasar. Namun demikian, Nilai Pasar dinyatakan untuk penukaran suatu aset atau liabilitas antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan (arm's-length transaction) serta bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, tanpa memperhatikan alasan penukaran atau kondisi spesifik lainnya yang dapat mempengaruhi proses penilaian. Di dalam penilaian mesin dan peralatan, Penilai harus mengemukakan dan menyatakan asumsi-asumsi tambahan bila diperlukan, dengan tidak mengabaikan karakteristik aset dan tujuan penilaian. Asumsi-asumsi tersebut dapat meliputi kondisi bisnis dimana mesin dan peralatan tersebut saat ini digunakan, atau terkait dengan komponen terpisah/individual yang tergabung dengan aset lainnya. Untuk aset sektor publik, asumsi yang ekivalen dengan suatu bisnis yang berjalan adalah aset sektor publik yang dapat terus digunakan sebagai fasilitas/layanan publik yang memadai.



5.8



Aset berupa mesin dan peralatan sangat terpengaruh dengan kondisi aset lainnya. Sebagai contoh, mesin dan peralatan kadang kala harus dijual dalam waktu yang terbatas sehingga tidak dapat memenuhi jangka waktu pemasaran yang memadai, karena pemilik aset harus mengosongkan atau menyerahkan tanah dan bangunannya. Jika kondisi tersebut terjadi atau diperkirakan akan terjadi, Penilai perlu memberikan saran atas harga yang bisa diantisipasi atau yang dapat diterima, dimana sebelum menetapkan hal tersebut Penilai perlu mengetahui kondisi pembatas bagi penjual dan memahami konsekuensi penjual bila tidak berhasil menjual aset dalam jangka waktu yang ditetapkan. Sebagai contoh, aset tersebut mungkin terkait dengan suatu denda atau penalti keuangan tertentu. Mungkin perlu dipertimbangkan suatu alternatif penjualan lain, sebagai contoh, cara dan biaya memindahkan aset kelokasi lain untuk dijual. 272



Tanpa pengetahuan yang memadai atau kondisi yang dapat diantisipasi, Penilai tidak bisa memberi pendapat yang tepat sehingga hasil transaksi tidak memenuhi Nilai Pasar. Karena itu asumsi mengenai kejadian suatu transaksi dalam kondisi dijual paksa seharusnya dengan hati-hati dipertimbangkan dan ditetapkan dengan jelas. 5.9



Dalam penilaian mesin dan peralatan perlu dipertimbangkan pendekatan yang paling tepat digunakan dan pendekatan untuk mengestimasi Nilai Pasar. Pendekatan Pasar menghasilkan estimasi nilai melalui proses perbandingan data transaksi atau penawaran dari mesin dan peralatan yang identik atau sebanding, jika ada perbedaan perlu dilakukan penyesuaian. Pendekatan Pendapatan mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan mesin dan peralatan yang dinilai dan mengestimasi nilai melalui proses kapitalisasi. Pendekatan Biaya mengestimasi Biaya Reproduksi/Pengganti mesin dan peralatan yang merupakan replika atau substitusi dari mesin dan peralatan yang dinilai, serta mempunyai kegunaan dan kualitas yang sebanding. Untuk mesin dan peralatan yang sudah digunakan, perlu memperhitungkan estimasi depresiasi.



5.10



Pendekatan penilaian untuk mesin dan perlatan sesuai KPUP butir 12.0 dapat digunakan satu pendekatan atau lebih untuk proses penilaian. Pendekatan dan metode penilaian yang digunakan tergantung antara lain kepada tujuan penilaian, Dasar Nilai dan data masukan penilaian. Untuk mesin dan peralatan yang sifatnya khusus, dimana data pasar penawaran/penjualan jarang atau tidak tersedia di pasar, maka digunakan Pendekatan Pendapatan atau Pendekatan Biaya sesuai dengan data masukannya. a) Pendekatan Pasar 1 Pendekatan Pasar digunakan dengan mengalisa data transaksi/penawaran dari mesin dan peralatan yang identik atau sebanding. 2 Penyesuaian data pembanding mencakup perbedaan umur kronologis dan umur efektif, kondisi, kapasitas, lokasi, ukuran, tanggal penjualan, kondisi penjualan, kesesuaian lingkungan, kesesuaian keamanan, dan faktor lain yang mempengaruhi harga jual. 3 Penyesuaian pada obyek penilaian yang terpasang, dapat terkait dengan biaya instalasi langsung dan tidak langsung. 4 Teknik penyesuaian yang umum digunakan didalam penilaian mesin dan peralatan dengan Pendekatan Pasar:



273



a. Teknik Penyesuaian Langsung (Direct Match) Teknik ini menetapkan nilai berdasar penyesuaian langsung dari data pembanding yang identik terhadap aset yang dinilai. Faktor yang dapat mempengaruhi nilai antara lain mencakup jangka waktu pemakaian, kondisi aset dan lokasi penjualan. b. Teknik Penyesuaian Perbandingan (Comparable Match) Teknik ini menetapkan nilai berdasar penyesuaian atas data yang sebanding (tidak identik), menggunakan data spesifikasi (al. kapasitas dan ukuran) sebagai dasar perbandingan. Teknik ini lebih subyektif dibanding Teknik Penyesuaian Langsung, karena membutuhkan penyesuaian tambahan (misalanya karena ada perbedaan merk yang diminati berbeda oleh pelaku pasar) c. Teknik Persentase Biaya (Percent of Cost) Teknik ini menggunakan beberapa perbandingan harga jual pasar dengan biaya pengganti baru dari data yang sebanding. Dengan data pembanding yang cukup, dapat dianalisis dan diperoleh hubungan antara harga pasar, umur/kondisi, biaya pengganti baru. Diperlukan perhatian Penilai dalam menggunakan teknik ini, karena besar perbandingan dapat dipengaruhi oleh jenis dan ukuran data pembanding sesuai minat pelaku pasar. b) Pendekatan Pendapatan 1



Pendekatan Pendapatan menentukan nilai sekarang dari manfaat/pendapatan masa depan atas suatu kepemilikan. Pendekatan ini dapat diaplikasikan untuk mesin dan peralatan, bila terdapat pasar sewa yang terukur dan dapat diatribusikan kepada aset yang dinilai.



2



Pendekatan Pendapatan juga dapat diaplikasi untuk menilai sekelompok aset atau mesin individual yang digunakan bersama untuk menghasilkan produk/jasa dan secara keseluruhan menghasilkan aliran pendapatan, seperti instalasi pembangkit tenaga listrik atau pabrik dengan sistem maklon.



3



Pendekatan Pendapatan untuk penilaian mesin dan peralatan dapat digunakan bila arus kas tertentu dapat diidentifikasi untuk kelompok aset atau aset yang terintegrasi. Pada umumnya arus kas dari suatu fasilitas industri mencakup keseluruhan aset, nilai spesifik dari mesin dan peralatan dapat diperoleh secara residual dengan mengurangkan aset berwujud selain mesin dan aset takberwujud terhadap nilai



274



keseluruhan, dalam prakteknya hal ini sulit diterapkan (lihat butir 5.10.b).8). 4



Pendapatan yang dapat diatribusikan kepada mesin dan peralatan yang dinilai, dapat juga diperoleh dari data pembanding yang generik atau harga pokok produksi ditambah tingkat balikan normal.



5



Pendekatan Pendapatan yang biasanya digunakan dalam penilaian mesin dan peralatan adalah metode kapitalisasi langsung atau metode kapitalisasi pendapatan dan metode diskonto arus kas (DCF).



6



Metode Kapitalisasi Langsung mengukur nilai dengan membagi aliran pendapatan yang konstan dengan tingkat kapitalisasi, perubahan dalam pertumbuhan tercermin dalam tingkat kapitalisasi. Metode ini diaplikasikan untuk mesin dan peralatan yang masih memiliki sisa umur relatif lama. Proyeksi pendapatan dapat diperoleh dengan menganalisa pasar yang relevan untuk mengidentifikasi data sewa/pendapatan dari mesin yang sebanding dengan objek penilaian. Penyesuaian dapat dilakukan antara lain untuk faktor waktu (kondisi pasar), lokasi, ukuran, dan umur penggunaan. Tingkat kapitalisasi dapat dihitung dengan membagi sewa/pendapatan dengan harga jual/penawaran mesin yang sebanding.



7



Metode DCF diterapkan dengan memproyeksikan pendapatan secara periodik dan mengestimasi nilai terminal aset pada akhir masa proyeksi, yang didiskontokan ke nilai kini dengan menggunakan tingkat diskonto. Terkait dengan potensi pendapatan, perlu memperhatikan sisa umur ekonomi dari mesin dan peralatan yang dinilai, serta tingkat risiko dan ketidakpastian yang ada.



8



Faktor kesulitan dalam melakukan penilaian mesin/peralatan dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan, antara lain: a. Potensi pendapatan untuk sebagian besar aset mesin dan peralatan sulit dipisahkan dari pendapatan bisnis secara keseluruhan, umumnya informasi biaya-biaya operasional pendukung yang diperlukan tidak tersedia. b. Sulit untuk mengestimasi tingkat balikan/diskonto yang langsung dapat diaplikasikan terhadap aset mesin dan peralatan spesifik yang akan dinilai.



275



Mesin dan peralatan pada umumnya bukan merupakan aset yang likuid, memiliki kategori yang luas, setiap mesin atau fasilitas industri memiliki keunikan dan jarang/terbatas data pembanding di pasar. Mesin dan peralatan spesifik yang memiliki teknologi khusus umumnya mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi dari pada mesin dan peralatan yang umum digunakan. 9



Sumber data tingkat balikan yang ideal adalah dari para investor yang berpartisipasi dalam berbagai transaksi di pasar, tetapi informasi ini umumnya sulit diperoleh sehingga perlu diaplikasikan sejumlah metode tidak langsung untuk mengestimasi tingkat balikan/diskonto yang akan digunakan, antara lain; a. Metode Harga Pasar (Market Price Method), b. Build-up Method (Summation Method), c. Band of Investment Method, d. Metode WACC (Weighted Average Cost of Capital),



c) Pendekatan Biaya 1



Pendekatan Biaya dilakukan dengan menentukan Biaya Reproduksi/Pengganti Baru dan besar penyusutan yang telah terjadi dari mesin dan peralatan. Nilai dari mesin dan peralatan diperoleh dengan mengurangkan Biaya Reproduksi/Pengganti Baru dengan penyusutan.



2



Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost/DRC) adalah metode penerapan dari Pendekatan Biaya, yang digunakan untuk menentukan indikasi nilai dengan menghitung Biaya Reproduksi Baru atau Biaya Pengganti Baru dari aset dikurangi dengan penyusutan fisik dan segala bentuk keusangan.



3



Biaya Reproduksi Baru merupakan estimasi biaya untuk mereproduksi suatu properti baru yang sama/identik dengan properti yang dinilai, berdasarkan harga pasaran setempat pada tanggal penilaian.



4



Biaya Pengganti Baru merupakan estimasi biaya untuk membuat suatu properti baru yang setara dengan properti yang dinilai, berdasarkan harga pasaran setempat pada tanggal penilaian.



5



Biaya Reproduksi/Pengganti Baru dapat dihitung dengan mempertimbangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan suatu properti, antara lain meliputi biaya perencanaan, perijinan, serta biaya profesional lainnya, biaya material, biaya enjineering, biaya pengadaan dan manajemen konstruksi/ pengawasan, biaya pondasi dan instalasi/kontruksi, biaya transportasi, biaya asuransi, bea masuk, pajak yang tidak bisa dikreditkan dan biaya bunga selama masa 276



konstruksi, tetapi tidak termasuk biaya akibat penundaan waktu dan biaya lembur. 6



Biaya Pengganti adalah biaya untuk memperoleh aset alternatif dari kegunaan yang sebanding; hal ini merupakan biaya pengganti dari aset ekivalen moderen dengan fungsi yang sama atau biaya reproduksi dari replika obyek penilaian. Biaya Reproduksi dapat digunakan bila kegunaan dari obyek penilaian hanya dapat diperoleh dari suatu replika.



7



Setelah biaya pengganti baru diperoleh, dikurangkan dengan penyusutan fisik, keusangan fungsional dan ekonomi yang terjadi pada obyek penilaian, sebesar penyusutan yang diperoleh untuk aset alternatif.



8



Metode untuk memperoleh Biaya Reproduksi/Pengganti Baru; a. Metode Detail (Detail Method) Metode untuk memperoleh Biaya Pengganti Baru dengan cara menghitung biaya komponen dari mesin dan peralatan, mencakup biaya langsung maupun tidak langsung yang wajar. Metode ini dikenal juga sebagai Summation Method. b. Metode Trending (Trending Method) Metode untuk memperoleh Biaya Reproduksi Baru dari mesin dan peralatan dengan menerapkan index atau trend factor terhadap biaya historis (historical cost) yang diukur sesuai pasar, dengan merubah biaya masa lalu menjadi indikasi biaya reproduksi per tanggal penilaian. c. Metode Cost to Capacity Metode untuk mengestimasi Biaya Reproduksi/Pengganti Baru dengan cara membandingkan biaya pengganti baru dari mesin yang sejenis dengan kapasitas yang berbeda. Mesin dan peralatan yang memiliki kapasitas lebih besar, akan mempunyai harga yang lebih mahal, akan tetapi perbedaan biaya tidak selalu berbanding lurus dengan kapasitasnya. d. Metode Lainnya Metode lainnya yang dapat digunakan, seperti engineering method untuk mengestimasi Biaya Reproduksi/Pengganti Baru dari suatu fasilitas industri atau mesin individual, antara lain; 1) The Long Factor Method, metode untuk mengestimasi biaya suatu fasilitas industri dengan cara mengalikan suatu biaya komponen industri dengan multiplier factor.



277



9



2) The Hand Factor Method, metode untuk mengestimasi biaya mesin dan peralatan terinstalasi dengan cara mengalikan biaya dasar mesin dan peralatan dengan multiplier factor. Penyusutan Penyusutan untuk mesin dan peralatan yang sudah digunakan, mencakup penyusutan fisik, keusangan fungsional/teknis dan keusangan ekonomi, bila ada. a. Penyusutan Fisik Penyusutan fisik adalah hilangnya nilai atau kegunaan dari properti karena penggunaan atau berkurangnya usia penggunaan, disebabkan keausan, kerusakan, kelelahan bahan dan faktor-faktor yang sejenis. Untuk menentukan besar penyusutan fisik digunakan beberapa metode, yaitu: 1) Metode Observasi (Observation Method); besar penyusutan ditentukan dalam bentuk persentase, diperoleh penilai berdasarkan pengalaman yang dimilikinya, dengan melakukan pengamatan atas kondisi obyek penilaian dibandingkan dengan mesin dan peralatan yang masih baru. 2) Metode Use/Total Use; mengestimasi penyusutan fisik berdasarkan analisis penggunaan/pemakaian dari mesin dan peralatan dibandingkan dengan total masa manfaat. 3) Metode Age/Life; mengestimasi penyusutan fisik berdasarkan umur efektif obyek penilaian dibandingkan dengan umur ekonomi mesin dan peralatan. 4) Metode Pengukuran Mata Uang (Direct Dollar Measurement); metode ini diaplikasikan dengan menganalisa besar penyusutan yang dapat diperbaiki (curable) dengan mengestimasi dalam satuan mata uang. b. Keusangan Fungsional/Teknis Keusangan yang disebabkan adanya kemajuan teknologi yang mempunyai efisiensi lebih baik, atau karena perencanaan (design) yang kurang baik. Faktor keusangan fungsional mengakibatkan terjadinya kenaikan biaya modal dan biaya operasional. c. Keusangan Ekonomi Keuasangan yang disebabkan adanya faktor eksternal, mencakup perubahan kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, sosial dan lingkungan.



278



Faktor tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan biaya bahan baku, tenaga kerja atau utilitas; menurunnya permintaan atas produk, meningkatnya persaingan, ketersediaan pembiayaan, perubahan peruntukan.



5.11



Pendekatan Biaya dengan metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) dapat dipergunakan dalam mengestimasi Nilai Pasar dan Nilai Selain Nilai Pasar. a) Untuk estimasi Nilai Pasar, biaya konstruksi dan depresiasi diperoleh dari hasil analisis perkiraan biaya konstruksi dan depresiasi sesuai dengan kelaziman yang ada di pasar atau dalam praktek penilaian. Estimasi biaya baru yang melampaui harga yang mungkin dibayarkan untuk properti yang dinilai, dapat melibatkan estimasi depresiasi untuk mesin dan peralatan yang memiliki keusangan fungsional/teknis. Kriteria utama dari penilaian mesin dan peralatan adalah kegunaannya; kegunaan mesin dan peralatan biayanya diukur dari kapasitas produksinya, yang merupakan fungsi dari kuantitas dan kualitas produksi yang akan dihasilkan. Faktor eksternal seperti ekonomi, lingkungan, sosial dan politik, dapat menyebabkan turunnya kinerja aset jangka untuk jangka waktu yang tidak pasti. Ketidakpastian tersebut akan mengakibatkan terjadinya perubahan kegunaan, baik dalam hal kapasitas atau efisiensi. Dalam situasi demikian perlu untuk mengevaluasi harapan pasar akan lamanya/berakhirnya situasi tersebut. Estimasi Nilai Pasar mesin dan peralatan diperoleh dengan menghitung Biaya Reproduksi/ Pengganti Baru dikurang estimasi depresiasi yang mencakup penyusutan fisik, keusangan fungsional/teknis dan keusangan ekonomi, bila ada. b) Untuk estimasi nilai Selain Nilai Pasar, umumnya dikarenakan kategori mesin dan peralatan spesifik, sehingga unsur biaya konstruksi dan depresiasi tidak dapat diperoleh di pasar. Dasar nilai selain Nilai Pasar yang sering digunakan pada aset berupa mesin dan peralatan antara lain adalah Nilai Wajar, Nilai dalam Penggunaan (Value in Use), Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada (Market Value for the Existing Use), Nilai Likuidasi untuk Penggunaan Kembali (Liquidation Value in Place in Use), Nilai Pembangungan Kembali (Reinstatement Value) dan Nilai Asuransi (Insurable Value). (Lihat SPI 102).



279



5.12



6.0



Syarat Pengungkapan 6.1 6.2



6.3



7.0



Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi Nilai Pasar mesin dan peralatan antara lain; a) Biaya instalasi dan persiapan operasi (commisioning) bila mesin dan peralatan dinilai in-situ ; b) Bila dinilai untuk dipindahkan, perlu diperhitungkan biaya pembongkaran. Untuk kepentingan khusus, Penilai dapat diminta menghitung biaya pemindahan, biaya pemasangan kembali di tempat lain dan biaya asuransi, serta pihak mana yang akan menanggung biaya-biaya tersebut. Dalam beberapa hal, jumlah biaya-biaya tersebut cukup besar, oleh karena itu Penilai perlu mengklarifikasi dengan pemberi tugas tentang asumsi komponen biaya tersebut.



Persyaratan untuk Pelaporan Penilaian harus merujuk pada SPI 105 – Pelaporan Penilaian. Sesuai dengan Identifikasi obyek penilaian pada SPI 105 – Pelaporan Penilaian, untuk mesin dan peralatan mencakup antara lain nama mesin/peralatan, merek, buatan, tipe/model, tahun pembuatan, kapasitas dan spesifikasi lain yang dianggap penting. Selain merujuk persyaratan minimum dalam SPI 105 – Pelaporan Penilaian, laporan penilaian mesin dan peralatan dapat mencakup referensi seperti pada ruang lingkup butir 2.3 sampai 2.5 di atas.



Kutipan dan Tanggal Berlaku 7.1 7.2



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 310 – Penilaian Mesin dan Peralatan SPI 310 ini ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



280



Standar Penilaian Indonesia 320 (SPI 320) Penilaian Aset Takberwujud Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



Pendahuluan 1.1



1.2



1.3



1.4



1.5



2.0



Standar Penilaian Indonesia (SPI) ini diadopsi agar penilaian Aset Takberwujud dilaksanakan oleh para penilai dengan lebih konsisten dan lebih berkualitas sehingga bermanfaat bagi para pengguna jasa penilaian. Penilaian Aset Takberwujud biasanya menggunakan Nilai Pasar sebagai Dasar Penilaian dengana menerapkan SPI 101, sedangkan untuk penerapan Dasar Nilai selain Nilai Pasar harus diberikan penjelasan yang memadai sesuai dengan SPI 102. Secara umum, untuk penilaian Aset Takberwujud menerapkan konsep, proses, dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian lainnya, beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan yang berbeda dan perlu penjelasan apabila digunakan. Beberapa definisi penting yang digunakan dalam penilaian Aset Takberwujud dan Goodwill dikemukakan dalam standar ini. Penilai dan pengguna jasa penilaian hendaknya berhati-hati dalam membedakan antara nilai Aset Takberwujud secara individual dan kelompok aset yang dapat diidentifikasi dengan pertimbangan-pertimbangan untuk Bisnis yang Berjalan (Going Concern), termasuk memperhitungkan hak atas real property dalam penilaiannya. Sebagai contoh adalah penilaian properti yang memiliki potensi perdagangan/bisnis atau dikenal sebagai Properti dengan Bisnis Khusus (lihat standar yang berhubungan dengan beberapa standar teknis lainnya pada seri 300). Lingkup pekerjaan harus mengidentifikasi semuua aset pendukung dan mengkonfirmasi aoakah aset pendukung tersebu termasuk dalam lingkup aset yang dinilai. Aset pendukung merupakan salah satu faktor yang digunakan dalam hubungannya dengan subyek aset untuk menghasilkan arus kas yang terkait dengan subyek aset. Jika aset pendukung dikecualikan dari penilaian, maka diperlukan penjelasan apakah subek Aset Takberwujud akan dinilai dengan asumsi bahwa aset pendukung tersedia untuk pembeli ataukah tidak, dimana subyek aset dinilai secara sendiri (stand alone).



Ruang Lingkup 2.1 2.2



Standar ini dimaksudkan untuk membantu dalam rangka penyusunan maupun penggunaan penilaian Aset Takberwujud. Sebagai tambahan terhadap hal-hal yang umum terdapat pada standar lainnya dalam SPI, standar ini memuat pembahasan yang lebih luas mengenai penilaian Aset Takberwujud. Termasuk berbagai hal yang biasanya terkait dalam penilaian Aset Takberwujud dan dasar perbandingan dengan jenis-jenis 281



2.3



3.0



penilaian lainnya, namun pembahasan ini tidak dianggap sebagai keharusan atau batasan kecuali dicantumkan dalam SPI. Dikarenakan prinsip-prinsip penilai yang bersifat mendasar lainnya, SPI juga diterapkan dalam penilaian Aset Takberwujud. Standar ini hendaknya dipahami dan diterapkan secara bersama-sama dengan bagian lain dari SPI.



Definisi 3.1



3.2



3.3



3.4



3.5



3.6



3.7



3.8



3.9



3.10



3.11



Aset Takberwujud (Intangible Asset) adalah aset non-monetary yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik dan memberikan hak dan manfaat ekonomi kepada pemilik. Harga Beli adalah biaya akuisisi yang tidak termasuk biaya yang dikeluarkan pihak pengakuisisi dalam rangka kombinasi bisnis, seperti biaya makelar, advis, hukum, akuntansi, penilaian, dan lainnya. Alokasi Harga Beli (Purchase Price Allocation) adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pihak pengakuisisi untuk mengalokasikan Harga Beli pada aset dan liabilitas tersebut pada tanggal akuisisi. Penurunan Aset (Assets Impairment) adalah penurunan nilai aset karena nilai tercatat aset (carrying amount) melebihi nilai yang akan dipulihkan (recoverable amount) melalui penggunaan atau penjualan aset. Kombinasi Bisnis (Business Combination) adalah suatu transaksi atau peristiwa lain dimana pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas satu atau lebih bisnis. Masa Manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan tersedia untuk digunakan oleh entitas atau jumlah produksi atau unit yang sejenis yang diharapkan untuk diperoleh dari Aset Takberwujud oleh entitas. Sisa Masa Manfaat (Remaining Useful Life) adalah periode dimana Aset Takberwujud masih diharapkan untuk digunakan atau masih memberikan manfaat kepada perusahaan yang dihitung dari tanggal penilaian sampai dengan berakhirnya masa manfaat Aset Takberwujud bagi perusahaan. Informasi Keuangan Prospektif (Prospective Financial Information/FPI) adalah informasi keuangan yang didasarkan atas asumsi-asumsi mengenai peristiwa yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang dan tindakantindakan yang akan dilakukan oleh entitas. Proyeksi (Projection) adalah Informasi Keuangan Prospektif yang dibuat atas dasar: a) Asumsi-asumsi mengenai peristiwa yang akan datang yang belum tentu terjadi dan tindakan manajemen yang akan diambil seperti perubahanperubahan besar dalam kegiatan operasi; dan b) Gabungan antara estimasi terbaik dan asumsi-asumsi. Goodwill adalah aset yang merepresentasikan manfaat ekonomi masa depan yang berasal dari aset lainnya yang diakuisisi dalam rangka Kombinasi Bisnis yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah. Biaya Pengganti Baru (New Replacement Cost) adalah estimasi biaya untuk membuat suatu Aset Takberwujud, yang setara dengan Aset Takberwujud yang membuat objek penilaian berdasarkan harga pasaran setempat pada Tanggal Penilaian. 282



3.12



4.0



Hubungan dengan Standar Akuntasi 4.1



4.2



4.3



5.0



Biaya Reproduksi Baru (New Reproduction Cost) adalah estimasi biaya untuk mereproduksi suatu Aset Takberwujud yang sama atau identik dengan Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian, berdasarkan harga pasaran setempat pada Tanggal Penilaian.



Penilaian Aset Takberwujud biasa digunakan sebagai dasar pembuatan alokasi nilai untuk berbagai aset untuk membantu dalam penyusunan kembali laporan keuangan. Dalam konteks ini, Penilai Aset Takberwujud merefleksikan Nilai Pasar atas semua komponen dalam neraca bisnis agar sesuai dengan Standar Akuntansi, sesuai dengan kesepakatan yang menggambarkan pengaruh perubahan harga. PSAK 19 tentang Aset Takberwujud merumuskan perlakuan akuntansi bagi Aset Takberwujud, membahas kriteria yang harus dipenuhi Aset Takberwujud untuk apat diakui sebagai aset, menentukan jumlah tercatat dari Aset Takberwujud, dan mengemukakan persyaratan pengungkapan untuk Aset Takberwujud. Aset Takberwujud dapat diidentifikasi ataupun tidak dapat diidentifikasi. Aset Takberwujud dapat diidentifikasi jika: a) Dapat dipisahkan, yaitu dapat dipisahkan atau dibagi dari entitas dan dijual, dilisensikan, disewakan atau ditukar, baik secara individu maupun bersama-sama dengan kontrak terkait, aset atau liabilitas yang teridentifikasi, terlepas dari apakah entitas tersebut bermaksud untuk melakukannya, atau tidak. b) Muncul dari hak kontraktual ataupun hak legal, terlepas dari apakah hakhak tersebut dapat dipindahkan atau dipisahkan dari entitas ataupun dari hak serta kewajiban lainnya.



Penerapan Teknis 5.1



5.2



Penilaian Aset Takberwujud diperlukan untuk beberapa kemungkinan penggunaan, termasuk akuisisi dan penjualan bisnis atau bagian dari bisnis, penggabungan (merger), penjualan Aset Takberwujud, laporan keuangan dan sejenisnya. a) Apabila tujuan penilaian adalah untuk menghasilkan opini Nilai Pasar, penilai harus menerapkan definisi, proses, dan metodologi yang konsisten sesuai dengan SPI 101. b) Apabila diperlukan Dasar Nilai selain Nilai Pasar, Penilai harus secara jelas mengidentifikasi Dasar Nilai yang terkait, mendefinisikan nilai tersebut, dan mengambil langkah yang diperlukan untuk memperoleh nilai dimaksud sesuai dengan SPI 102. Jika Penilai mempunyai opini bahwa aspek tertentu dalam suatu penugasan mengindikasikan adanya penyimpangan dari SPI, maka penyimpangan dan alasan penyimpangan harus diungkapkan dalam Laporan Penilaian yang diterbitkan oleh Penilai. Persyaratan penyusunan Laporan Penilaian tersebut akan mengikuti KEPI dan SPI 105. 283



5.3



5.4 5.5



5.6 5.7



Penilai akan mengambil langkah untuk meyakinkan bahwa semua sumber data dapat diandalkan dan layak untuk digunakan dalam pelaksanaan penilaian. Pada umumnya, verifikasi lengkap mengenai akurasi dan kelayakan sumber data sekunder atau tersier yang akan digunakan dalam penilaian adalah diluar ruang lingkup penilai. Berkaitan dengan hal tersebut, Penilai seharusnya: a) Melakukan verifikasi atas dokumen-dokumen yang digunakan dalam proses penilaian Aset Takberwujud. b) Melakukan verifikasi bahwa data dan informasi yang diperoleh dari pemberi tugas dapat dipercaya keakuratannya. c) Menggunakan Informasi Keuangan Prospektif yang dibuat oleh manajemen yang telah disesuaikan dengan kondisi pasar yang sejenis dan sebanding. d) Melakukan reviu atas pelaksanaan penilaian dan kewajaran Informasi Keuangan Prospektif yang telah disesuaikan. Persyaratan Pelaporan Penilaian dibahas di SPI 105. Meskipun banyak dari pendekatan, metode, dan teknik penilaian Aset Takberwujud adalah serupa dengan bidang peilaian lain, penilaian Aset Takberwujud tetap memerlukan pendidikan khusus, pelatihan, keterampilan, dan pengalaman. Lingkup Penugasan Penilaian sesuai dengan SPI 103. Klasifikasi Aset Takberwujud, atau hak kepemilikan atas Aset Takberwujud yang dinilai. Penilai harus melakukan klasifikasi atas Aset Takberwujud yang mejadi objek penilaian antara lain: a) Aset Takberwujud terkait dengan pemasaran (marketing related intangible assets). Aset Takberwujud yang terkait dengan pemasaran terutama digunakan pada pemasaran atau promosi produk ataupun jasa. Contohnya meliputi merek dagang, nama dagang, desain dagang yang unik, nama domain internet, dan perjanjian untuk tidak bersaing. b) Aset Takberwujud terkait dengan pelanggan (customer relted intangible assets) Aset Takberwujud yang terkait dengan pelanggan atau pemasok muncul dari hubungan ataupun pengetahuan tentang pelanggan ataupun pemasok. Ontohnya meliputi perjanjian jasa atau pemasok, perjanjian lisensi atau royalti, daftar pesanan, perjanjian tenaga kerja dan hubungan pelanggan. c) Aset Takberwujud terkait dengan seni (artistic related intangible assets). Aset Takberwujud yang terkait dengan seni muncul dari hak untuk mendapatkan keuntungan seperti royalti dari oekerjaan seni seperti drama, buku, film, dan musik, serta muncul juga dari perlindungan hak cipta yang tidak bersifat kontraktual. d) Aset Takberwujud terkait kontrak perusahaan (contract related intangible assets). e) Aset Takberwujud terkait teknologi (technology related intangible assets). Aset Takberwujud yang terkait dengan teknologi muncul dari hak kontraktual ataupun hak non-kontraktual untuk menggunakan teknologi 284



5.8. 5.9.



yang dipatenkan, teknologi yang belum dipatenkan, database, formula, desain, software, proses atau resep. f) Aset Takberwujud yang berasal dari proses penelitian dan pengembangan (In Process Research and Development/IPR&D Intangible Assets). Dalam setiap kelas, aset dapat bersifat kontraktual ataupun non-kontraktual. Faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh Penilai meliputi: a) Hak-hak, keistimewaan, atau kondisi yang melekat pada hak kepemilikan. 1. Hak kepemilikan dapat dinyatakan dalam berbagai dokumen legal. Di dalam yurisdiksi hukum, dokumen ini biasa disebut paten, merek dagang, cap, pengetahuan, basis data, hak cipta, dan lain sebagainya. 2. Pemilik hak terkait oleh dokumen yang mencatat hak-haknya atas Aset Takberwujud. Hak-hak dan kondisi-kondisi terdapat dalam perjanjian atau pertukaran korespondensi, dan hak-hak tersebut dapat atau tidak dapat dipindahkan kepada pemilik hak yang baru. b) Sisa umur ekonomis dan/atau umur hukum (masa berlaku) Aset Takberwujud. 1. Dalam hal digunakan Pendekatan Pendapatan untuk Aset Takberwujud, maka periode Informasi Keuangan Prospektif harus sama dengan Sisa Masa Manfaat Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian. 2. Dalam hal digunakan Pendekatan Pasar, maka periode obje pembanding adalah sebanding dan sejenis dengan Sisa Masa Manfaat Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian. 3. Dalam hal digunakan Pendekatan Biaya, maka Sisa Masa Manfaat digunakan untuk menghitung keusangan dari Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian. 4. Faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur Sisa Masa Manfaat dari Aset Takberwujud berdasarkan antara lain: a. Umur hukum (legal life); Umur hukum berasal dari umur paten, nama dagang (trade name), merek dagang (trademarks), atau hak cipta (copyright), yang memberikan perlindungan hukum dari kompetisi. b. Umur kontrak (contractual life); Umur kontrak berasal dari umur perjanjian dengan pelanggan, perjanjian franchise, perjanjian sewa menyewa atau perjanjian lannya antara pemberi tugas dengan pihak ketiga. c. Kondisi fisik (physical determinants); Sisa Masa Manfaat Aset Takberwujud dihitung berdasarkan kondisi fisik Aset Takberwujud yang merupakan begian yang tidak terpisahkan dari Aset Takberwujud. d. Umur ekonomis (economic life); Umur ekonomis dapat diperoleh melalui: 1) Metode Multiperiod Excess Earnings Method (MEEM); atau 2) Metode konvensi.



285



c) d)



e)



f)



Dalam hal menggunakan metode MEEM maka Penilai harus terlebih dahulu untuk menghitung faktor keusangan (decay factor). Faktor keusangan dapat diperoleh dengan menggunakan eksponensial total umur dibagi negatif Sisa Masa Manfaat. Dalam hal menggunakan metode konvensi, maka Penilai harus mengungkapkan dasar pertimbangan untuk menghasilkan nilai konvensi antara lain berupa data historis dan data industri. e. Keusangan fungsi atau teknologi (functional or technological obsolescence); Menggunakan analisis siklus hidup (life cycle analysis) dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi dan permintaan pasar secara historis dan di masa yang akan datang. f. Analisis Khusus (Analitical). Penilai dapat menggunakan analisis kuantitatif untuk menghitung Sisa Masa Manfaat Aset Takberwujud berdasarkan studi atas pola kemunduran historis yang terkait dengan Aset Takberwujud sebanding dengan didasarkan atas data-data sebagai berikut: 1) Jumlah unit tersedia pada setiap awal periode; 2) Jumlah unit yang dihentikan (retirement) untuk setiap periode; dan 3) Umur dari Aset Takberwujud yang masa berakhirnya (retire) diketahui. Kapasitas Aset Takberwujud untuk menghasilkan pendapatan. Karakteristik Aset Takberwujud. Aset Takberwujud khusus didefinisikan dan dideksripsikan oleh karakteristik seperti kepemilikan, fungsi, posisi pasar dan citra. Karakteristik ini membedakan Aset Takberwujud satu sama lain. Karakteristik yang membedakan diilustrasikan pada contoh berikut ini: 1. Merek makanan dapat dibedakan melalui perbedaan rasa, bahan baku, dan kualitas. 2. Produk perangkat lunak komputer biasanya akan dibedakan dengan mengacu pada spesifikasi fungsionalnya. Sifat dan sejarah Aset Takberwujud. Karena nilai merupakan manfaat dari suatu kepemilikan yang akan datang, sejarah Aset Takberwujud berguna untuk memberikan panduan mengenai harapan atas Aset Takberwujud di masa yang akan datang. Gambaran ekonomi yang dapat mempengaruhi Aset Takberwujud. Termasuk keadaan politik dan kebijakan pemerintah. Hal-hal seperti nilai tukar, inflasi, dan suku bunga dapat mempengaruhi Aset Takberwujud yang dioperasikan dalam sektor ekonomi secara berbeda.



286



g) Kondisi dan gambaran masa depan dari industri spesifik yang dapat mempengaruhi Aset Takberwujud. h) Nilai Aset Takberwujud dapat juga terkandung dalam aset yang tak dapat dipisahkan dan biasa disebut Goodwill. Perlu dicatat bahwa nilai Goodwill dalam konteks ini sama dengan Goodwill secara akuntansi, dimana keduanya adalah nilai sisa dari bisnis setelah semua aset berwujud, aset takberwujud, aset kas yang dapat diidentifikasi, dan disesuaikan untuk kewajiban aktual atau potensial. Goodwill merupakan suatu manfaat ekonomi di masa depan yang timbul dari suatu bisnis, suatu manfaat ekonomi di masa depan yang timbul dari suatu bisnis atau dari penggunaan sekelompok aset yang tidak dipisahkan. Definisi Goodwill yang berbeda diterapkan untuk pelaporan keuangan ataupun rezim pajak yang spesifik. Hal ini mungkin perlu dipertimbangkan jika penilaian dilakukan dengan tujuan khusus tertentu di atas. Contoh dari manfaat yang tercermin dalam Goodwill meliputi: 1. Sinergi spesifik perusahaan setelah penggabungan usaha, meliputi pengurangan biaya operasi atau timbulnya skala ekonomi yang tidak tercermin dalam nilai aset lainnya; 2. Peluang pertumbuhan, meliputi perluasan pada pasar yang berbeda; 3. Sumber daya organisasi, meliputi manfaat yang diperoleh dari suatu jaringan kerja. Secara umum, nilai dari goodwill merupakan jumlah yang tersisa setelah nilai atas semua aset yang berwujud, aset tak berwujud, dan aset moneter yang dapat diidentifikasi, disesuaikan dengan liabilitas aktual atau liabilitas potensial, yang telah dikurangi dari nilai suatu usaha. 5.10.



Pendekatan Penilaian Aset Takberwujud a) Pendekatan Pasar (Market Approach): Dengan Pendekatan Pasar, nilai dari Aset Takberwujud ditentukan dengan mengacu kepada aktivitas pasar, misalnya transaksi penawaran yang mekibatkan aset yang identik atau sejenis. Sifat heterogen dari Aset Takberwujud menunjukkan bahwa sulit untuk menemukan data pasar dari transaksi yang melibatkan aset-aset yang identik. Jika ada, hal ini biasanya berkaitan dengan aset yang serupa, tetapi tidak identik. Sebagai sebuah alternatif, atau sebagai tambahan, perbandingan harga dalam transaksi-transaksi yang relevan yang melibatkan aset yang identik atau serupa melalui analisis transaksi penjualan mungkin dapat menyediakan data pembanding dalam penilaian, misalnya dimungkinkan untuk menentukan rasio harga terhadap laba atau tingkat balikan untuk kelompok Aset Takberwujud yang sejenis.



287



Ketika data harga atau multiple penilaian tersedia, seringkali diperlukan penyesuaian sehingga merefleksikan perbedaan antara subjek aset yang dinilai dengan data pasar dari suatu transaksi. Penyesuaian ini diperlukan untuk merefleksikan perbedaan karakteristik dari subjek Aset Takberwujud dan aset-aset yang terlibat dalam suatu transaksi. Penyesuaian tersebut mungkin hanya dapat ditentukan secara kualitatif dan tidak secara kuantitatif. Hal-hal yang dapat menyebabkan diperlukannya penyesuaian kualitatif termasuk contoh berikut ini: 1. Merek yang dinilai dapat dianggap memiliki posisi yang lebih dominan di pasar dibandingkan dengan merek yang merupakan data transaksi pembanding. 2. Sebuah paten obat yang dinilai mungkin memiliki khasiat yang lebih besar dan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan data transaksi pembanding. b) Langkah-langkah dalam melakukan penilaian dengan Pengumpulan menggunakan Pendekatan Pasar: 1. Pengumpulan dan seleksi data; 2. Klasifikasi data; 3. Verifikasi data; 4. Kuantifikasi dari faktor pengali harga; 5. Penyesuaian dengan faktor pengali harga; 6. Penggunaan dari faktor pengali harga; 7. Rekonsiliasi Indikasi Nilai. c) Pendekatan Pendapatan (Income Approach) Dalam hal Penilai menggunakan Pendekatan Pendapatan maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Pendekatan Pendapatan digunakan untuk menentukan nilai Aset Takberwujud, dengan cara mendiskonto dan/atau mengkapitalisasikan pendapatan, arus kas, atau penghematan biaya baik secara aktual atau hipotesis yang akan dihasilkan oleh Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian dengan menggunakan tingkat diskonto dan/atau kapitalisasi tertentu. 2. Penilai harus mengunakan Informasi Keuangan Prospektif dari pihak manajemen dalam Pendekatan Pendapatan. 3. Harus melakukan penyesuaian atas Informasi Keuangan Prospektif yang diperoleh dari pihak manajemen. 4. Proyeksi keuangan atas Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian dapat disusun oleh Penilai setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari pihak manajemen. 5. Informasi Keuangan Prospektif digunakan untuk mengestimasi aliran pendapatan ekonomis Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian. 6. Tingkat diskonto dan tingkat kapitalisasi yang ditetapkan oleh Penilai harus diungkapkannya dalam laporan. 7. Dalam Informasi Keuangan Prospektif, Penilai harus:



288



a. Menganalisis laporan keuangan historis pemilik Aset Takberwujud; b. Memperhatikan kondisi yang terjadi setelah Tanggal Penilaian yang dapat mempengaruhi Informasi Keuangan Prospektif; dan c. Mempertimbangkan pertumbuhan prospektif Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian. d. Periode Informasi Keuangan Prospektif harus dilakukan dalam kurun waktu paling kurang 5 (lima) tahun ke depan, atau disesuaikan dengan Sisa Masa Manfaat dari Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian. e. Jika Sisa Masa Manfaat dari Aset Takberwujud yang mejadi objek penilaian tidak dapat ditentukan (indefinite), maka harus meliputi periode tertentu (definite) ditambah kapitalisasi Informasi Keuangan Prospektif pada periode setelah tahun ke-5 (lima) dan seterusnya. Kapitalisasi dilakukan dengan menggunakan tingkat diskonto Aset Takberwujud ditambah dengan persentase retirement ratio. f. Penilai harus mengungkapkan alasan penetapan Sisa Masa Manfaat yang tidak dapat ditentukan (indifinite) yang didasarkan atas bukti pasar dalam laporan penilaian. g. Penilai dilarang mendasarkan Informasi Keuangan Prospektif hanya dengan menggunakan tren data historis, namun perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain sebagai berikut: 1) Rasio keuangan; 2) Marjin keuntungan; 3) Pajak; 4) Modal kerja dan belanja modal; 5) Periode Informasi Keuangan Prospektif wajar yang disesuakan dengan umur objek penilaian; dan 6) Tingkat pertumbuhan prospektif yang mencerminkan Sisa Masa Manfaat dan keadaan pasar. h. Metode yang dapat digunakan dalam Pendekatan Pendapatan adalah sebagai berikut: 1) Metode Penghematan Royalti (Relief-From-Royalty Method/Royalty Savings Method); Metode Penghematan Royalti digunakan untuk menghasilkan nilai Aset Takberwujud dengan mengkapitalisasi penghematan nilai yang diperoleh dari pembayaran royalti hipotesis dengan cara memiliki atau menyewa. Dengan metode ini, nilai dari Aset Takberwujud ditentukan dengan mengacu pada nilai pembayaran royalti secara hipotesis yang dapat dihemat melalui kepemilikan Aset Takberwujud, dibandingkan dengan jika membayar lisensi atas Aset Takberwujud kepada pihak ketiga. Pembayaran royalti secara hipotesis selama umur Aset Takberwujud 289



disesuaikan untuk pajak dan didiskontokan menjadi nilai kini per tanggal penilaian. Dalam beberapa kasus, pembayaran royalti dapat meliputi pembayaran awal selain berdasarkan persentase dari pendapatan atau dari beberapa parameter keuangan lainnya. Terdapat dua teknik yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat royalti secara hipotesis. Yang pertama didasarkan pada tingkat royalti pasar untuk transaksi sebanding atau sejenis. Sebuah prasyarat untuk teknik ini adalah keberadaan dari Aset Takberwujud yang sebanding yang dilisensikan dengan kondisi arm’s length dan secara regular. Teknik kedua didasarkan pada pembagian keuntungan yang secara hipotesis dibayarkan dalam suatu transaksi arm’s length oleh pemegang lisensi kepada pemilik lisensi untuk sebuah hak untuk menggunakan Aset Takberwujud, dimana transaksi dilakukan oleh para pihak yang berminat dan bersifat suka rela. Beberapa atau seluruh sumber data penilaian di bawah ini perlu dipertimbangkan dalam metode penghematan royalti:  Proyeksi untuk parameter keuangan, misalnya pendapatan dimana tingkat royalti akan diaplikasikan sampai akhir sisa masa manfaat dari Aset Takberwujud termasuk estimasi masa manfaat Aset Takberwujud;  Tingkat pajak atas penghematan pembayaran royalti secara hipotesis;  Biaya pemasaran dan biaya lainnya yang akan ditanggung oleh pemegang lisensi dalam pemanfaatan aset;  Suatu tingkat diskonto yang tepat atau tingkat kapitalisasi untuk mengubah pembayaran royalti aset secara hipotesis menjadi nilai kini. Dimana dimungkinkan untuk menggunakan kedua metode tersebut, sebagai suatu cross check satu sama lainnya;  Tingkat royalti dapat sangat beragam di pasar untuk aset yang serupa. Oleh karena itu, lebih baik jika tolak ukur data royalti diasumsikan mengacu pada marjin operasional yang disyaratkan oleh operator tertentu dari penjualan yang dihasilkan dari penggunaan suatu aset. 2) Metode Laba Premi (Premium Profits Method/Incremental Income Method); Metode Laba Premi digunakan untuk menghasilkan nilai Aset Takberwujud dengan mengkapitalisasi aliran pendapatan atau arus kas inkremental yang dihasilkan dari perbandingan usaha yang menggunakan Aset Takberwujud dengan usaha yang tidak menggunakan Aset Takberwujud 290



dengan menggunakan tingkat diskonto atau tingkat kapitalisasi tertentu. Hal ini seringkali digunakan ketika tingkat royalti berdasarkan pasar tidak tersedia atau tidak cocok. Untuk menentikan perbedaan di dalam laba yang dapat dihasilkan, tingkat diskonto yang sesuai diaplikasikan unuk mengkonversi proyeksi periodik laba inkremental atau arus kas ke nilai kini atay sebuah multiple kapitalisasi untuk mengkapitalisasi laba inkremental konstan atau arus kas. Metode Laba Premi dapat digunakan untuk menilai Aset Takberwujud, baik yang penggunaannya akan dapat menghemat biaya dan yang penggunaannya akan menghasilkan tambahan keuntungan atau arus kas. 3) Metode Pendapatan Berlebih (Excess Earnings Method) Metode Pendapatan Berlebih digunakan untuk mengestimasikan nilai Aset Takberwujud dengan menentukan nilai kini dari arus kas yang akan diterima di masa yang akan datang yang terkait dengan Aset Takberwujud dengan menggunakan tingkat diskonto atau tingkat kapitalisasi sesuai risiko Aset Takberwujud. Dalam penyusunan Proyeksi, arus kas Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian merupakan hasil pengurangan dari arus kas dengan arus kas yang berasal dari kontribusi aset lain (contributory asset charges) baik berupa aset berwujud, Aset Takberwujud, dan aset finansial. Hal ini dilakukan dengan menghitung suatu jumlah beban atau sewa ekonomis untuk aset pendukung dan mengurangkan jumlah tersebut dari arus kas. Untuk mencapai suatu penilaian yang dapat diandalkan terhadap subjek aset, mungkin diperlukan tambahan pengurangan yang merefleksikan adanya nilai tambah dengan pertimbangan bahwa seluruh aset digunakan sebagai pertimbangan bahwa seluruh aset digunakan sebagai suatu kesatuan dalam suatu bisnis yang sedang berjalan (going concern). Hal ini merefleksikan keuntungan dari ars kas terkait aset tenaga kerja terlatih yang tidak tersedia pada pembeli aset secara individual. i. Penilai harus menggunakan tingkat diskonto dengan memenuhi hal-hal sebagai berikut: 1) Tingkat diskonto yang diterapkan harus sesuai dengan tingkat risiko atas ketidakpastian pendapatan dari Aset Takberwujud objek penilaian; 2) Penetapan besaran risiko terhadap Aset Takberwujud ditetapkan berdasarkan pertimbangan profesional Penilai dan harus diungkapkan dalam laporan.



291



8. Manfaat Amortisasi Pajak Dalam banyak rezim pajak, amortisasi dari Aset Takberwujud dapat diperlakukan sebagai suatu beban dalam menghitung penghasilan kena pajak. Manfaat amortisasi pajak dapat memiliki pengaruh positif pada nilai aset. Ketika Pendekatan Pendapatan digunakan, akan perlu untuk mempertimbangkan dampak dari manfaat pajak yang tersedia untuk pembeli dan melakukan penyesuaian yang tepat untuk arus kas. d) Pendekatan Biaya Dalam hal Penilai menggunakan Pendekatan Biaya maka berlaku ketentuan sebagai berikut: 1. Penilai dilarang menggunakan Pendekatan Biaya (Cost Based Approach) untuk: Menilai Aset Takberwujud yang potensi layanannya tidak setara dengan harga perolehan, seperti biaya pengembangan merek atau judul penerbitan yang sulit untuk ditentukan. Menilai proyek pengembangan Aset Takberwujud yang berlangsung bertahun-tahun dan tidak memberikan kontribusi positif pada pendapatan perusahaan. Contoh-contoh dari Aset Takberwujud yang mungkin menggunakan Pendekatan Biaya termasuk hal berikut: a. Perangkat lunak yang dikembangkan sendiri, dimana harga dari perangkat lunak dengan kapasitas layanan yang sama atau serupa kadangkala dapat diperoleh di pasar. b. Halaman web, dimungkinkan untuk memperkirakan biaya pembagian situs web; c. Tenaga kerja terlatih melalui penentuan biaya untuk pengembangan (perekrutan dan pelatihan) dari tenaga kerja. e) Pendekatan Biaya hanya dapat diunakan dalam hal memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut: 1. Aset Takberwujud tidak memiliki pendapatan yang dapat diidentifikasi atau tidak secara langsung menghasilkan arus kas; 2. Data pasar pembanding Aset Takberwujud yang layak tidak tersedia; dan 3. Transaksi terakhir untuk Aset Takberwujud yang setara dan sejenis tidak cukup memadai untuk mendukung Pendekatan Pasar a. Prosedur yang harus dilakukan dalam penilaian Aset Takberwujud dengan menggunakan Pendekatan Biaya, adalah: 1) Menentukan estimasi biaya yang akan digunakan, yaitu:  Biaya Reproduksi Baru (Reproduction Cost New); atau  Biaya Pengganti Baru (Replacement Cost New). 2) Menghitung besarnya estimasi biaya yang telah ditentukan dari Aset Takberwujud; 3) Menghitung jumlah keusangan dari Aset Takberwujud yang disesuaikan dengan Sisa Masa Manfaat;



292



4) Mengurangkan besarnya estimasi biaya dengan jumlah keusangan. b. Penggunaan Biaya Reproduksi Baru harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Merupakan estimasi biaya untuk membangun, dengan harga pada Tanggal Penilaian, duplikat atau replika yang serupa dengan Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian; 2) Menggunakan bahan baku, standar produksi, desain, layout, dan kualitas tenaga kerja yang sama dengan Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian; dan 3) Termasuk semua kekurangan, kelebihan, dan keusangan yang dapat dikembalikan fungsinya. c. Biaya Pengganti Baru harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Merupakan estimasi biay untuk membangun, dengan harga pada Tanggal Penilaian, Aset Takberwujud dengan utilitas yang ekuivalen dengan Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian; 2) Menggunakan bahan baku, standar produksi, desai, layout, kualitas tenaga kerja yang modern; 3) Tidak termausk semua kekurangan, kelebihan, dan keusangan yang dapat dikembalikan fungsinya. d. Bentuk keusangan yang dapat dimasukkan dalam Pendekatan Biaya Aset Takberwujud adalah: 1) Keusangan fungsional Keusangan fungsional disebabkan oleh faktor-faktor internal Aset Takberwujud, antara lain:  Perubahan regulasi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku;  Peningkatan persaingan;  Perubahan permintaan dan ekspektasi pasar;  Peningkatan efisiensi dari peralatan baru;  Harga peralatan baru yang lebih murah;  Peningkatan fungsional dari peralatan baru;  Aset Takberwujud tidak berfungsi seperti yang diharapkan. 2) Keusangan teknologi Keusangan teknologi merupakan penurunan nilai Aset Takberwujud karena:  Kapasitas Aset Takberwujud baru yang lebih tinggi dari Aset Takberwujud lama;  Fungsi-fungsi teknis yang berubah;  Ketertinggalan teknologi. 3) Keusangan ekonomis Keusangan ekonomis disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, antara lain: 293



 



5.11.



Perubahan dalam tingkat persaingan; Perubahan lokasi yang tidak sesuai dengan kontrak yang mendasari Aset Takberwujud;  Perubahan regulasi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku (regulatory and legislative changes);  Perubahan kondisi sosial dan ekonomi;  Masa penggunaan Aset Takberwujud;  Isu lingkungan hidup; dan  Industri dimana Aset Takberwujud tersebut digunakan. e. Penilai harus menguraikan alasan penggunaan bentuk keusangan dalam laporan penilaian. f. Penentuan Biaya Reproduksi Baru dan Biaya Pengganti Baru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Biaya pengembangan atau pembelian Aset Takberwujud yang serupa (replika) yang memiliki produktivitas dan potensi jasa yang sama; 2) Biaya pengembangan atau pembelian Aset Takberwujud yang sejenis yang memiliki produktivitas dan potensi jasa yang sama atau sejenis; 3) Kemungkinan pengurangan pajak atas biaya tertentu yang digunakan untuk mengganti Aset Takberwujud; 4) Dalam hal biaya pengembangan atau pembelian Aset Takberwujud merupakan yang sejenis tapi tidak persis sama, Penilai harus melakukan penyesuaian antara lain amortisasi agar biaya tersebut mencerminkan karakteristik dari Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian; dan 5) Penilai harus menguraikan penyesuaian atas amortisasi dalam laporan penilaian. g. Dalam penerapan Pendekatan Biaya, biaya setiap komponen dalam penciptaan sebuah aset, termasuk keuntungan pengembang harus diperkirakan menggunakan pengetahuan yang dimiliki pada tanggal penilaian. Proses Rekonsiliasi a) Kesimpulan nilai didasarkan pada: 1. Definisi nilai; dan 2. Semua informasi yang relevan pada tanggal penilaian yang diperlukan dalam kaitannya dengan ruang lingkup penugasan. b) Kesimpulan nilai juga didasarkan pada indikasi nilai dari berbagai pendekatan penilaian yang digunakan jika menggunakan lebih dari satu pendekatan. 1.0 Pemilihan terhadap dan keyakinan pada pendekatan, metode, dan prosedur yang sesuai adalah tergantung pada pertimbangan Penilai yang harus diungkapkan dalam laporan; dan 2.0 Penilai harus menggunakan pertimbangannya ketika mengestimasi bobot relatif untuk setiap estimasi indikasi nilai yang dihasilkan dalam proses penilaian. Penilai harus memberikan pertimbangan 294



yang rasional dalam menentukan metode penilaian yang digunakan dan bobot tertimbang atas metode tersebut dalam mencapai kesimpulan nilai yang direkonsiliasi. 3.0 Karena sifat yang heterogen dari Aset Takberwujud seringkali lebih dibutuhkan untuk mempertimbangkan penggunaan pendekatan dan metode penilaian yang berbeda jika dibandingkan dengan penilaian untuk kategori aset lainnya.



6.0



Syarat Pengungkapan Persyaratan untuk Pelaporan Penilaian harus merujuk kepada SPI 105 – Pelaporan Penilaian.



7.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 7.0. 7.1.



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 320 – Penilaian Aset Takberwujud. SPI 320 ini ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



295



Standar Penilaian Indonesia 330 (SPI 330) Penilaian Bisnis Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



2.0



Pendahuluan 1.1



Standar Penilaian Indonesia (SPI) ini diterapkan agar Penilaian Bisnis dilaksanakan oleh para penilai dengan lebih konsisten dan lebih bermutu sehingga bermanfaat bagi pengguna jasa penilaian.



1.2



Penilaian Bisnis biasanya dilakukan menggunakan Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai dengan menerapkan SPI 101. Sedangkan untuk penerapan Dasar Nilai selain Nilai Pasar harus diberikan penjelasan yang memadai sesuai dengan SPI 102.



1.3



Secara umum, Penilaian Bisnis menerapkan konsep, proses dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian-penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan yang berbeda dan perlu penjelasan apabila digunakan. Beberapa definisi penting yang digunakan dalam Penilaian Bisnis dikemukakan dalam standar ini.



1.4



Penilai dan pengguna jasa penilaian hendaknya berhati-hati dalam membedakan antara nilai suatu entitas, nilai sebuah aset yang dimiliki oleh suatu entitas, dan berbagai kemungkinan penerapan bisnis atau pertimbangan untuk Bisnis yang Berjalan yang diperhitungkan dalam penilaian hak atas Real Properti. Sebagai contoh adalah penilaian Properti dengan Bisnis Khusus (Lihat Jenis Properti butir 4.3.b)).



Ruang Lingkup 2.1



Standar ini dimaksudkan untuk membantu dalam rangka penyusunan maupun penggunaan Penilaian Bisnis.



2.2



Ruang lingkup Standar ini mencakup : a) Penilaian Entitas (Enterprise Value); b) Penialain Ekuitas (Equity Value); c) Penilaian kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu kejadian atau peristiwa tertentu (economic damage).



2.3



Sebagai tambahan terhadap hal-hal yang umum terdapat pada standar lainnya dalam SPI, standar ini memuat pembahasan yang lebih luas mengenai proses Penilaian Bisnis, termasuk berbagai hal yang biasanya terkait dalam Penilaian Bisnis dan memberikan dasar perbandingan dengan jenis penilaian lainnya,



296



dimana pembahasan dalam Standar Teknis atau SPI ini bersifat mengikat atau membatasi. 2.4



3.0



Karena prinsip-prinsip Dasar Nilai, SPI dan standar lainnya juga dapat diterapkan dalam Penilaian Bisnis. Standar ini hendaknya dipahami dan diterapkan secara bersama-sama dengan bagian lain dari SPI.



Definisi 3.1



Arus Kas Bersih (AKB) adalah jumlah kas yang : a) Tersedia setelah terpenuhinya kebutuhan kas untuk kegiatan operasional; b) Merupakan arus kas yang tersedia bagi penyedia modal (utang dan ekuitas); dan c) Telah bebas dari kewajiban untuk mempertahankan operasi saat ini (current operation) dan untuk mengantisipasi pertumbuhan perusahaan.



3.2



Arus Kas Bersih untuk Ekuitas (Free Cash Flow to Equity or Equity Net Cash Flow); Laba bersih setelah pajak, ditambah dengan depresiasi dan komponen bukan kas lainnya, dikurangi atau ditambah perubahan modal kerja, dikurangi pengeluaran barang modal (capital expenditure), dikurangi/ditambah perubahan pokok pinjaman.



3.3



Arus Kas Bersih untuk Modal Investasi (Free Cash Flow to the Firm or Invested Capital Net Cash Flow); Laba bersih setelah pajak, ditambah dengan depresiasi dan komponen bukan kas lainnya, ditambah dengan pembayaran bunga bebas pajak, dikurangi atau ditambah perubahan modal kerja, dikurangi pengeluaran barang modal (capital expenditure).



3.4



Business Interest adalah kepemilikan dalam perusahaan yang antara lain meliputi penyertaan dalam perusahaan, surat berharga, aset keuangan (financial assets) lainnya dan Aset Tak Berwujud (Intangible Assets).



3.5



Modal Investasi (Invested Capital) adalah jumlah utang berbunga (interest bearing debt) dan ekuitas pada suatu perusahaan.



3.6



Diskon Tanpa Pengendalian (Discount For Lack of Control) adalah suatu jumlah atau persentase tertentu yang merupakan pengurang dari nilai suatu ekuitas sebagai cerminan dari kurangnya tingkat pengendalian atas Objek Penilaian.



3.7



Diskon Likuiditas Pasar (Discount For Lack of Marketability) adalah suatu jumlah atau persentase tertentu yang merupakan pengurang dari nilai suatu ekuitas sebagai cerminan dari kurangnya likuiditas dari Objek Penilaian.



3.8



Faktor Kapitalisasi adalah semua jenis rasio yang digunakan untuk mengkonversi pendapatan menjadi suatu nilai.



3.9



Goodwill adalah aset yang merepresentasikan manfaat ekonomi masa depan yang berasal dari bisnis atau kelompok aset lainnya yang diakuisisi dalam 297



rangka kombinasi bisnis yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah. 3.10



Kelangsungan Usaha (Going Concern) adalah : a) Suatu kondisi yang mencerminkan usaha yang sedang beroperasi atau sekurang-kurangnya dalam proses konstruksi; atau b) Suatu premis dalam penilaian, dimana Penilai menganggap suatu perusahaan akan terus melanjutkan operasinya secara berkelanjutan.



3.11



Kapitalisasi adalah : a) Pengkonversian Arus Kas Bersih (AKB) atau penghasilan bersih lain, baik yang bersifat aktual maupun perkiraan, selama periode tertentu yang ekuivalen dengan nilai aset pada suatu tanggal tertentu; atau b) Pengakuan atas suatu pengeluaran barang modal (capital expenditure).



3.12



Modal Kerja Bersih adalah selisih jumlah aset lancar dikurangi liabilitas lancar.



3.13



Nilai Aset Bersih (Net Asset Value) adalah total Nilai Pasar aset dikurangi total Nilai Pasar liabilitas.



3.14



Nilai Buku Aset Tetap adalah hasil Kapitalisasi atas biaya perolehan aset, dikurangi akumulasi depresiasi, deplesi, sebagaimana yang tercatat dalam laporan posisi keuangan.



3.15



Nilai Buku Ekuitas/Nilai Buku adalah selisih antara total aset dikurangi dengan total liabilitas dari perusahaan sebagaimana tercatat dalam laporan posisi keuangan.



3.16



Nilai Buku Disesuaikan adalah Nilai Buku yang dihasilkan setelah dilakukan penyesuaian (normalisasi) terhadap nilai dari satu atau lebih aset atau liabilitas.



3.17



Nilai Entitas (enterprise value) adalah Nilai Ekuitas dalam bisnis ditambah nilai utang atau kewajiban utang terkait, dikurangi kas atau setara kas yang tersedia untuk memenuhi liabilitas yang ada.



3.18



Nilai Ekuitas adalah nilai bisnis bagi semua pemegang saham.



3.19



Kendali/Pengendalian adalah kemampuan untuk mengatur pengelolaan dan kebijakan suatu entitas.



3.20



Objek Penilaian dapat merupakan aset, liabilitas, entitas, ekuitas, kepentingan dan/atau kerugian ekonomis yang dinilai.



3.21



Perusahaan Induk Investasi (Investment Holding Company) adalah suatu perusahaan yang sebagian besar pendapatannya berasal dari penyertaan pada perusahaan-perusahaan lain.



298



4.0



3.22



Perusahaan Induk Operasional (Operating Holding Company) adalah suatu perusahaan yang pendapatannya berasal dari penyertaan pada perusahaan lain dan kegiatan usahanya.



3.23



Premi Kendali (Control Premium) adalah suatu jumlah atau persentase tertentu yang merupakan penambah dari nilai suatu ekuitas sebagai cerminan dari tingkat pengendalian atas Objek Penilaian.



3.24



Rasio Penilaian (Valuation Multiple) adalah faktor dimana nilai atau harga sebagai pembilang (numerator) dan data keuangan, operasional, atau data fisik sebagai penyebut (denominator).



Hubungan Dengan Standar Akuntansi 4.1



Penilaian bisnis biasa digunakan sebagai pengakuan awal dan/atau pengukuran aset dan/atau liabilitas di dalam laporan keuangan.



4.2



Dalam konteks ini, Penilai seharusnya menggambarkan Nilai Pasar komponen dalam laporan posisi keuangan untuk memenuhi Standar Akuntansi, dengan memperhatikan kesepakatan yang menggambarkan pengaruh perubahan nilai. Dalam beberapa kasus, Penilaian Bisnis menyediakan dasar untuk memperkirakan penurunan nilai aset.



5.0



Penerapan Teknis 5.1



Sebuah bisnis adalah sebuah kegiatan komersial, industrial, jasa atau investasi. Sebuah kegiatan penilaian Bisnis dapat dilakukan untuk seluruh atau sebagian kegiatan dari suatu entitas. Penting untuk membedakan antara nilai dari suatu entitas bisnis dan nilai dari aset individual atau liabilitas dari entitas tersebut. Jika tujuan penilaian memerlukan aset individual atau liabilitas harus dinilai dimana aset-aset tersebut dapat dipisahkan dari bisnis dan mampu dialihkan secara independen, maka aset atau liabilitas tersebut harus dinilai secara terpisah dan tidak dinilai secara proporsional sebagai bagian dari bisnis secara keseluruhan. Sebelum melakukan penilaian bisnis, penting untuk menetapkan apakah penilaian tersebut adalah untuk entitas bisnis secara keseluruhan, saham atau kepemilikan saham pada suatu entitas, kegiatan usaha yang tertentu dari entitas, ataukah aset atau liabilitas yang tertentu dari entitas.



5.2



Penilaian Bisnis mungkin diperlukan untuk sejumlah kegunaan, termasuk akuisisi dan penjualan, penggabungan, penilaian kepemilikan pemegang saham, dan sejenisnya.



5.3



Apabila tujuan penilaian memerlukan perkiraan Nilai Pasar, penilai akan mengaplikasikan definisi, proses, dan metode yang konsisten dengan persyaratan dalam SPI 101.



5.4



Ketika penugasan memerlukan Dasar Nilai selain Nilai Pasar, Penilai akan mengidentifikasikan secara jelas jenis nilai yang terkait, mendefinisikan nilai, 299



dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperoleh nilai dimaksud sesuai dengan SPI 102. 5.5



Jika Penilai mempunyai opini bahwa aspek tertentu dalam suatu penugasan mengindikasikan adanya penyimpangan dari SPI ini, maka penyimpangan dan dasar penyimpangan harus diungkapkan Laporan Penilaian yang diterbitkan oleh Penilai. Persyaratan penyusunan Laporan Penilaian tersebut akan mengikuti KEPI dan SPI 105.



5.6



Meskipun banyak prinsip, metode, dan teknik Penilaian Bisnis sejenis dengan bidang penilaian lainnya, Penilaian Bisnis memerlukan pendidikan khusus, pelatihan, ketrampilan dan pengalaman. Penilai dan tim penugasan penilaian professional harus memiliki kualifikasi, kompetensi, dan keahlian sesuai dengan spesialisasi industri yang terkait dengan Objek Penilaian.



Bagan Proses Penilaian LINGKUP PENUGASAN DEFINISI PENUGASAN/IDENTIFIKASI MASALAH Identifikasi Pemberi Tugas & Pengguna Laporan



Penentuan Tujuan Penilaian



Penentuan Dasar Nilai



Identifikasi Tanggal Objek Penilaian Penilaian



Asumsi & Kondisi Pembatas



IMPLEMENTASI PENGUMPULAN DAN PEMILIHAN DATA Data Makro Ekonomi dan Industri



Data Perusahaan



Data Perusahaan Pembanding



UJI TUNTAS PENILAIAN Analisis Makro Ekonomi & Industri



Analisis Informasi Umum Perusahaan



Analisis Penyesuaian Laporan Keuangan



Analisis Kewajaran Proyeksi



PENDEKATAN PENILAIAN Pendekatan Pasar



Pendekatan Pendapatan



Pendekatan Aset



REKONSILIASI INDIKASI NILAI DAN OPINI NILAI AKHIR PELAPORAN PENILAIAN



5.7



Bagan di atas mengilustrasikan Proses Penilaian Bisnis yang secara umum ditetapkan. Proses tersebut merefleksikan KPUP, dan untuk memberikan 300



kesimpulan atas nilai yang dihasilkan dapat saja tidak mengikuti setiap langkah dalam proses tersebut. Walaupun proses ini dapat digunakan baik untuk Nilai Pasar (SPI 101) atau nilai selain Nilai Pasar (SPI 102), penerapan Nilai Pasar membutuhkan pertimbangan penilaian berdasarkan data dan asumsi pasar. 5.8



Faktor yang dipertimbangkan oleh Penilai dalam Penilaian Bisnis mencakup : a) Karakteristik dan sejarah bisnis. Karena nilai merupakan manfaat dari suatu kepemilikan yang akan datang, sejarah bisnis berguna untuk memberikan panduan untuk harapan bisnis di masa yang akan datang. b) Gambaran ekonomi yang dapat mempengaruhi bisnis, termasuk keadaan politik dan kebijakan pemerintah. Hal-hal seperti nilai tukar, inflasi, dan suku bunga mungkin mempengaruhi bisnis yang beroperasi dalam sektor yang berbeda dalam situasi ekonomi yang sangat berbeda. c) Kondisi dan gambaran masa depan dari industri spesifik yang dapat mempengaruhi bisnis. d) Laporan keuangan dan kondisi keuangan suatu bisnis. e) Laba dan kapasitas/kemampuan membayar deviden dari sebuah bisnis. f) Identifikasi adanya nilai aset takberwujud yang signifikan. g) Transaksi sebelumnya atas hak kepemilikan bisnis tersebut. h) Ukuran tingkat pengendalian dari Objek Penilaian. i) Data pasar lainnya, seperti tingkat pengembalian pada investasi alternative, keuntungan sebagai pengendali, kerugian karena kurangnya likuiditas, dan lain-lain. j) Harga pasar dari barang yang diperdagangkan kepada umum atau kepemilikan atas suatu kemitraan, harga perolehan untuk kepemilikan suatu bisnis atau perjanjian kerjasama bisnis dengan jaringan bisnis yang sama atau sejenis. k) Setiap informasi relevan lainnya yang dipercaya oleh Penilai.



5.9



Bisnis yang Berjalan mempunyai beberapa arti dalam akuntansi dan penilaian. Dalam beberapa konteks, Bisnis yang Berjalan sebagai premis dimana Penilai dan akuntan mempertimbangkan bahwa perusahaan merupakan suatu entitas yang telah berdiri dan akan terus beroperasi selamanya. Premis Bisnis yang Berjalan sebagai alternatif untuk premis likuidasi. Pengeluaran yang berhubungan dengan likuidasi (imbalan jasa penjualan, komisi, pajak, biaya penutupan lainnya, biaya administrasi selama penutupan, dan kerugian nilai dalam persediaan) juga diperhitungkan dan dikurangkan dari estimasi nilai bisnis.



301



5.10



Penilai perlu mempertimbangkan Hak, kemudahan, atau kondisi yang melekat pada kepemilikan, apakah dalam bentuk perusahaan, kemitraan atau perorangan.



5.11



Kepentingan non-pengendali mungkin memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan kepentingan pengendali. Kepemilikan Kepentingan mayoritas tidak selalu merupakan kepentingan pengendali. Hak dalam pemungutan suara dan hak-hak lain yang melekat pada kepemilikan akan ditentukan berdasarkan kerangka legal dimana entitas didirikan. Seringkali terdapat beberapa kelas yang berbeda dari ekuitas dalam suatu bisnis, dimana masing-masing memiliki hak yang berbeda atau melalui perjanjian antar pemegang saham. Jika hal ini terjadi mungkin saja kepemilikan minoritas memiliki kendali atau hak veto yang efektif atas suatu tindakan korporasi.



5.12



Penilai akan mengambil langkah untuk meyakinkan bahwa semua sumber data dapat diandalkan dan layak untuk melaksanakan penilaian.



5.13



Penilai seringkali tergantung pada jasa Penilai properti dan/atau tenaga ahli profesional lainnya. Dimana jasa para ahli lainnya digunakan, Penilai akan melakukan langkah komunikasi yang diperlukan untuk meyakinkan bahwa jasa tersebut dilakukan secara kompeten dan kesimpulan yang dihasilkan wajar dan dapat dipercaya.



5.14



Penilai sering kali bersandar kepada informasi yang diterima dari klien atau dari perwakilan klien. Sumber data tersebut dapat dikutip oleh Penilai dalam Laporan Penilaian.



5.15



Penilaian atas sebuah entitas atau kepentingan bisnis seringkali tergantung pada informasi yang diterima dari manajemen, perwakilan dari manajemen atau tenaga ahli lainnya. Penilai perlu melakukan verifikasi data-data yang diperoleh bilamana diperlukan dalam melakukan penilaian.



5.16



Pemahaman terhadap aktivitas pasar sekarang dan pengetahuan tentang perkembangan dan tren ekonomi yang relevan adalah penting untuk suatu Penilaian Bisnis yang kompeten. Dalam mengestimasi Nilai Pasar dari sebuah bisnis, Penilai melakukan identifikasi dan menilai dampak berbagai pertimbangan dalam penilaian dan Laporan Penilaian.



5.17



Kegunaan laporan keuangan Terdapat dua tujuan dalam analisis dan penyesuaian keuangan : a) Pemahaman hubungan yang ada dalam laporan laba-rugi dan laporan posisi keuangan termasuk tren dari masa ke masa untuk mengevaluasi risiko yang timbul dalam operasional bisnis dan pengaruhnya pada prospek kinerjanya di masa mendatang. b) Perbandingan dengan bisnis yang sejenis untuk mengevaluasi risiko dan parameter nilai.



302



5.18



Dalam melakukan penilaian, Penilai harus memperoleh laporan keuangan selama 3 (tiga) tahun terakhir atau sejak pendirian apabila perusahaan berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun.



5.19



Penilai harus memperoleh laporan keuangan terakhir yang telah diaudit oleh Akuntan Publik dengan periode tidak lebih dari 12 bulan dari Tanggal Penilaian; Untuk penilaian badan Usaha Mikro sampai dengan Usaha Kecil, sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, laporan keuangan dapat memakai laporan keuangan yang tidak diaudit.



5.20



Untuk memperkirakan Nilai Pasar suatu bisnis, penyesuaian umum terhadap laporan keuangan dilakukan agar lebih mendekati realitas ekonomi, baik terhadap laporan laba rugi komprehensif maupun laporan posisi keuangan. a) Penyesuaian laporan keuangan seharusnya dilakukan terhadap informasi keuangan untuk akun yang relevan dan signifikan terhadap proses penilaian. b) Penyesuaian juga dilakukan bila pemilik mempunyai kendali untuk melakukan perubahan sebagaimana terwakili oleh besarnya penentuan tingkat kendali. c) Penyesuaian yang dibuat seharusnya dijelaskan dan didukung sepenuhnya. Penilai harus berhati-hati dalam membuat penyesuaian data historis. Penyesuaian tersebut seharusnya didiskusikan dengan jelas dengan Pemberi Tugas. Penilai seharusnya membuat penyesuaian hanya setelah data mengenai bisnisnya cukup memadai untuk mendukung validitasnya.



5.21



Kondisi dan Syarat Pembatas yang digunakan oleh Penilai merujuk SPI 105.



5.22



Jika penilaian yang dilakukan adalah untuk suatu kepentingan yang memiliki kendali harus dipertimbangkan mengenai apakah nilai total aset jika dijual secara terpisah akan melebihi nilai sebagai perusahaan yang berjalan (going concern).



5.23



Penilaian dengan Pendekatan Pasar (Market Approach) a) Pendekatan Pasar membandingkan perusahaan yang dinilai dengan perusahaan sebanding, kepentingan kepemilikan perusahaan dan surat berharga yang diperjualbelikan di pasar serta transaksi relevan atas saham perusahaan yang sebanding. Transaksi sebelumnya atau penawaran atas komponen perusahaan juga dapat merupakan indikasi nilai. b) Metode umum yang digunakan dalam Pendekatan Pasar antara lain : 1.



Metode Pembanding Perusahaan Tercatat di Bursa Efek (Guideline Publicly Traded Company Method); 303



2.



Metode Pembanding Perusahaan Tertutup (Guideline Transaction Method atau Direct Market Data Method);



3.



Metode Pembanding Perusahaan Merger dan Akusisi (Guideline Merged and Acquired Company Method); dan/atau



4.



Metode Transaksi Sebelumnya (Prior Transaction Method).



c) Harus ada dasar yang memadai untuk menggunakan data perusahaan pembanding. Perusahaan pembanding seharusnya mempunyai industri yang sejenis dengan bisnis yang dinilai atau industry yang karakteristik ekonominya setara. Faktor-faktor yang dipertimbangkan antara lain untuk memperoleh perusahaan pembanding : 1.



Karakteristik kualitatif dan kuantitatif sejenis dengan perusahaan yang dinilai



2.



Jumlah data perusahaan sejenis yang memadai dan dapat diverifikasi



3.



Apakah harga transaksi dari perusahaan sejenis merepresentasikan transaksi bebas ikatan (arm’s length)



d) Dalam hal Penilai menggunakan Metode Pembanding Perusahaan Tercatat di Bursa Efek (Guideline Publicly Traded Company Method), maka berlaku ketentuan sebagai berikut : 1.



Perusahaan yang dapat digunakan sebagai perusahaan pembanding adalah perusahaan yang telah memiliki harga pasar yang relevan di bursa efek lokal maupun internasional.



2.



Penilaian dengan menggunakan Metode Pembanding Perusahaan Tercatat di Bursa Efek (Guideline Publicly Traded Company Method) secara langsung menghasilkan indikasi Nilai minoritas.



3.



Perusahaan pembanding yang digunakan harus merupakan perusahaan yang tercatat di bursa efek dan sahamnya aktif ditransaksikan.



4.



Dalam menentukan Perusahaan pembanding yang digunakan, Penilai seharusnya mempertimbangkan kreiteria sebagai berikut : a.



Industri, kegiatan usaha dan produk;



b.



Karakteristik pertumbuhan (growth in sales and earnings) dan struktur permodalan (capital structure);



c.



Kinerja keuangan historis;



d.



Ukuran perusahaan; dan



e.



Pangsa pasar (market share).



304



e) Dalam hal Penilai menggunakan Metode Pembanding Perusahaan Tertutup (Guideline Transaction Method atau Direct Market Data Method), maka berlaku ketentuan sebagai berikut :



f)



1.



Perusahaan yang dapat digunakan sebagai perusahaan pembanding adalah perusahaan yang telah memiliki harga transaksi yang relevan, bersifat arms-length dan bukan transaksi antara pihak yang terafiliasi (non-related parties transaction) atau dalam satu pengendalian (under common control transaction).



2.



Dalam menentukan Perusahaan pembanding yang digunakan, Penilai seharusnya mempertimbangkan kriteria sebagai berikut : a.



Industri, kegiatan usaha dan produk;



b.



Karakteristik pertumbuhan (growth in sales and earnings) dan struktur pemodalan (capital structure);



c.



Kinerja keuangan historis;



d.



Ukuran perusahaan;



e.



Pangsa pasar (market share).



Dalam hal Penilai menggunakan Metode Pembanding Perusahaan Merger dan Akusisi (Guideline Merged and Acquired Company Method), maka berlaku ketentuan sebagai berikut : 1.



Penilaian dengan menggunakan Metode Pembanding Perusahaan Merger dan Akusisi (Guideline Merged and Acquired Company Method) secara langsung menghasilkan indikasi Nilai mayoritas.



2.



Perusahaan pembanding yang digunakan harus mempertimbangkan kriteria sebagai berikut : a.



Dalam hal perusahaan pembanding yang digunakan adalah perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, maka : 



perusahaan pernah melakukan transaksi merger atau akusisi yang bersifat arms-length dan bukan transaksi antara pihak yang terafiliasi (non-related parties transaction) atau dalam satu pengendalian (under common control transaction).







bidang usaha perusahaan yang sejenis.



g) Penilai dapat menggunakan Metode Transaksi Sebelumnya (Prior Transactions Method) dengan persyaratan bahwa transaksi yang digunakan sebagai pembanding harus bersifat wajar (arms-length transaction).



305



5.24



Dalam hal Penilai menggunakan rasio-rasio penilaian dalam melakukan pembandingan untuk mengkonversi variabel keuangan yang relevan dari Objek Penilaian, maka Penilai harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a) Rasio penilaian yang digunakan harus diterapkan pada Objek Penilaian secara konsisten terhadap variabel yang sebanding atau relevan dari Objek Penilaian. b) Alasan pemilihan dan cara penerapan rasio penilaian yang digunakan harus dijelaskan dalam Laporan Penilaian (SPI 105). c) Dalam hal Penilai menggunakan rasio nilai pasar terhadap capital yang diinvestasikan (market value of invested capital) (MVIC), maka untuk memperoleh indikasi nilai ekuitas dari Objek Penilaian, nilai pasar dari kapital yang diinvestasikan harus dikurangi terlebih dahulu dengan kapital lain yang lebih utama atau senior. d) Periode pembanding terhadap rasio-rasio penilaian dalam laporan keuangan Objek Penilaian dan perusahaan pembanding harus sama. e) Laporan keuangan perusahaan pembanding dapat merupakan laporan keuangan yang diaudit atau dipublikasikan. f)



Rasio-rasio penilaian harus didukung dengan data yang akurat serta dihitung berdasarkan analisis atas perbandingan fundamental variabel keuangan perusahaan yang menjadi Objek Penilaian dengan perusahaan pembanding.



g) Rasio penilaian yang bersifat khusus (seperti untuk penilaian website yang menggunakan Nilai Entitas/jumlah kunjungan, penilaian perusahaan perkebunan atau tambang dalam tahap pengembangan awal yang menggunakan Nilai Entitas/hektar atau Nilai Entitas/ton reserve) sering digunakan oleh para pelaku pasar sebagai jalan pintas dalam Pendekatan Pasar. Namun, indikasi nilai yang berasal dari penggunaan multiple tersebut tidak boleh diberikan bobot yang besar, kecuali dapat ditunjukkan bahwa pembeli dan penjual menempatkan kepercayaan yang signifikan pada rasio penilaian tersebut. Bahkan bila hal ini terjadi, pemeriksaan silang harus dilakukan menggunakan setidaknya satu metode lain. 5.25



Penilaian dengan Pendekatan Pendapatan (Income Approach) a) Pendekatan Pendapatan dapat digunakan untuk memperkirakan Nilai dengan mengantisipasi dan mengkuantifikasi kemampuan Objek Penilaian dalam menghasilkan imbal balik (return) yang akan diterima dimasa datang. b) Dalam hal penilaian terhadap suatu kepentingan pemegang saham pengendali dilakukan dengan menggunakan Pendekatan Pendapatan maka :



306



1.



Nilai dari aset dan liabilitas non-operasional; atau



2.



Kelebihan atau kekurangan dari aset operasional,



3.



Dalam laporan keuangan seharusnya dikeluarkan dari perhitungan nilai aset operasional, dan seharusnya ditambahkan pada atau dihapuskan dari nilai entitas operasional.



c) Metode yang umum digunakan dalam Pendekatan Pendapatan (Income Approach) adalah sebagai berikut : 1.



Metode Diskonto Arus Kas (Discounted Cash Flow Method); dan



2.



Metode Kapitalisasi Pendapatan (Capitalization of Income Method).



d) Metode tersebut diatas hanya dapat digunakan apabila manajemen Objek Penilaian telah menyusun rencana bisnis yang akan dijadikan sebagai Dasar Nilai (business plan based valuation). e) Penilai harus memiliki keyakinan yang memadai bahwa asumsi yang digunakan dalam penyusunan rencana bisnis (business plan) adalah wajar. 5.26



Metode Diskonto Arus Kas a) Manfaat atau pendapatan ekonomi yang harus digunakan dalam Pendekatan Pendapatan adalah berupa Arus Kas Bersih (AKB) untuk perusahaan (net or free cash flow to the firm) atau untuk ekuitas (net or free cash flow to equity). b) Dalam hal Penilai menggunakan Metode Diskonto Arus Kas (Discounted Cash Flow Method), maka Penilai melakukan penelaahan atau penyesuaian atas asumsi, keakuratan perhitungan dan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam menyusun proyeksi laporan keuangan. c) Proyeksi Arus Kas Bersih (AKB) dapat ditetapkan dalam 2 (dua) periode proyeksi yaitu : 1.



2.



Periode waktu tetap atau khusus (fixed or specific time period) yang mengacu pada : a.



Umur teknis faktor produksi utama atau termasuk ijin atau konsesi; dan



b.



Periode waktu perencanaan bisnis yang belum stabil.



Periode waktu kekal (perpetuity period) yang dimulai dari satu tahun setelah periode waktu tetap sampai dengan seterusnya.



d) Penerapan Metode Diskonto Arus Kas (Discounted Cash Flow Method) dapat menggunakan model ekuitas (equity model) atau model modal yang diinvestasikan (invested capital model). e) Dalam hal Penilai menggunakan model ekuitas (equity model), maka berlaku ketentuan sebagai berikut : 307



f)



1.



Arus kas yang didiskonto harus merupakan arus kas yang tersedia untuk pemegang saham biasa (equity); dan



2.



Tingkat Diskonto harus merupakan Tingkat Imbal Balik (rate of return) atau biaya atas ekuitas (cost of equity).



Dalam hal Penilai menggunakan model modal yang diinvestasikan (invested capital model), maka berlaku ketentuan sebagai berikut : 1.



Arus kas yang didiskonto harus merupakan arus kas yang tersedia untuk semua penyedia capital;



2.



Tingkat Diskonto harus mencerminkan biaya kapital rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital) yang digunakan untuk menghasilkan arus kas; dan



3.



Nilai Ekuitas diestimasikan dengan mengurangi Nilai perusahaan atau nilai kapital yang diinvestasikan dengan Nilai Pasar dari saham preferen dan pinjaman yang berbunga (interest bearing debt) ditambah kas dan Nilai Pasar aset non operasional.



g) Dalam hal menggunakan laporan keuangan tengah tahunan sebagai Dasar Nilai, maka Penilai harus mengungkapkan dalam Laporan Penilaian alasan atau dasar digunakannya proyeksi tengah tahunan yang telah disesuaikan. 5.27



Tingkat Diskonto Penilai dalam menetapkan Tingkat Diskonto harus : a) Menghitung Biaya Modal yang dipergunakan dalam Pendekatan Pendapatan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1.



Biaya utang jangka pendek maupun jangka panjang harus menggunakan data tingkat bunga yang dikeluarkan oleh bank pemerintah;



2.



Biaya ekuitas saham preferen harus menggunakan dividen yang mencerminkan tingkat dividen pasar. Dalam hal dividen tidak mencerminkan tingkat dividen pasar, maka nilai dividen dicari dari perusahaan terbuka yang sebanding.



3.



Biaya ekuitas untuk saham dapat dihitung melalui :



4.



a.



Capital Asset Pricing Model (CAPM);



b.



Discounted Cash Flow Model (DCF).



Dalam hal biaya ekuitas untuk saham dihitung menggunakan CAPM, maka Penilai harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a.



Tingkat Imbal Balik bebas risiko (Risk-free rate) harus menggunakan bunga bebas risiko dari surat berharga jangka menengah yang dikeluarkan oleh pemerintah; 308



b.



Suka bunga bebas risiko yang digunakan disesuaikan dengan mata uang yang disajikan dalam laporan keuangan Objek Penilaian;



c.



Dalam hal transaksi dilakukan dengan mata uang Rupiah, maka penentuan tingkat suku bunga bebas risiko harus berdasarkan Surat Utang Negara (SUN) sesuai sisa umur ekonomis Objek Penilaian;



d.



Dalam hal Objek Penilaian beroperasi di Indonesia dan pelaporan dalam mata uang selain Rupiah, maka penentuan tingkat suku bunga bebas risiko harus berdasarkan obligasi Negara Republik Indonesia (misalnya Republic of Indonesian Paper untuk USD) dalam mata uang yang sesuai dengan mata uang yang disajikan dalam laporan keuangan sesuai sisa umur ekonomis Objek Penilaian. Jika tidak ada, wajib menggunakan tingkat suku bunga bebas risiko dari mata uang yang digunakan disesuaikan dengan risiko Negara Indonesia.



e.



Dalam hal Objek Penilaian beroperasi di luar Indonesia, maka penentuan tingkat suku bunga bebas risiko harus berdasarkan obligasi Negara tersebut, sesuai sisa umur ekonomis Objek Penilaian;



f.



Jangka waktu acuan penentuan tingkat suku bunga bebas risiko harus disesuaikan dengan jangka waktu proyeksi atas Objek Penilaian;



g.



Koefisien Beta yang dipergunakan dalam menghitung CAPM harus berasal dari data rata-rata industri pada sektor yang sama dengan Objek Penilaian atau rata-rata beberapa perusahaan pembanding;



h.



Premi risiko ekuitas harus didasarkan pada data yang dipublikasikan; dan



i.



Risiko spesifik yang melekat pada Objek Penilaian.



b) Menghitung persentase struktur modal atau tingkat leverage perusahaan, dengan ketentuan : 1.



Dalam hal penilaian dilakukan atas Objek Penilaian yang merupakan kepemilikan minoritas, maka Penilai dapat menggunakan struktur modal berdasarkan nilai buku; dan



2.



Dalam hal penilaian dilakukan atas Objek Penilaian yang merupakan kepemilikan mayoritas, maka Penilai harus menggunakan struktur modal berdasarkan Nilai Pasar perusahaan yang sebanding dalam industri yang sejenis atau target struktur modal disetai dengan penjelasan tentang penggunaan target struktur modal; 309



c) Menggunakan data tingkat bunga pasar dari rata-rata bank yang melaksanakan fungsi pembiayaan dalam menentukan biaya utang, baik utang jangka pendek (utang modal kerja) maupun utang jangka panjang (utang investasi); d) Melakukan penyesuaian dalam hal terdapat pembiayaan utang dengan tingkat bunga yang berbeda dengan tingkat bunga pasar untuk mencerminkan risiko yang sebanding pada Objek Penilaian; dan e) Menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital) secara proporsional berdasarkan bobot setiap jenis struktur modal dan biaya dari setiap jenis struktur modal; f)



Tingkat Diskonto dan Tingkat Kapitalisasi yang ditetapkan oleh Penilai harus diuraikan alasan, asumsi, proses perhitungan dan digunakan dalam analisis proyeksi keuangan;



g) Dalam hal biaya ekuitas untuk saham dihitung dengan menggunakan DCF, maka Penilai harus menggunakan perusahaan-perusahaan pembanding yang memiliki nilai pasar ekuitas. 5.28



Proyeksi Keuangan a) Penilai harus menggunakan proyeksi keuangan dalam Pendekatan Pendapatan (Income Approach). b) Proyeksi keuangan digunakan untuk mengestimasi aliran pendapatan ekonomi Objek Penilaian dengan menggunakan Tingkat Diskonto yang harus disesuaikan dengan tingkat pendapatan ekonomi Objek Penilaian. c) Dalam hal Penilai menggunakan proyeksi keuangan, maka proyeksi keuangan seharusnya diperoleh dari pihak manajemen. d) Berdasarkan Pendekatan Pendapatan, laporan keuangan historis suatu entitas bisnis sering digunakan sebagai panduan untuk memperkirakan pendapatan atau arus kas masa depan di masa depan dari suatu bisnis. Menentukan tren historis dari waktu ke waktu melalui analisis rasio dapat membantu memberikan informasi yang diperlukan untuk menilai risiko yang melekat dalam operasi bisnis tersebut dalam konteks industri serta prospek kinerjanya di masa depan. e) Dalam membuat proyeksi keuangan, Penilai harus 1.



Menganalisa laporan keuangan historis Objek Penilaian;



2.



Melakukan penyesuaian atas laporan keuangan Objek Penilaian, yang meliputi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, atau laporan arus kas (bilamana diperlukan);



3.



Mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan bisnis Objek Penilaian sesuai dengan tingkat pendapatan ekonomis yang dihasilkan oleh Objek Penilaian dan kepentingan bisnis Objek Penilaian dan; 310



5.29



4.



Melakukan penyesuaian terhadap proyeksi laporan keuangan yang meliputi laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komprehensif, dan laporan arus kas;



5.



Menyajikan informasi keuangan hasil penyesuaian dengan mencatatkan penyesuaian yang dilakukan pada kertas kerja Penilai;



6.



Menyajikan proyeksi keuangan dalam Laporan Penilaian, dalam bentuk sekurang-kurangnya proyeksi laporan posisi keuangan, proyeksi laporan laba rugi komprehensif, dan proyeksi laporan arus kas;



7.



Periode proyeksi pendapatan ekonomis harus dilakukan dalam kurun waktu paling kurang 5 (lima) tahun kedepan, atau disesuaikan dengan sisa umur dari fasilitas produksi utama Objek Penilaian.



Nilai Akhir (Terminal Value) Dalam hal Penilai menggunakan Nilai Akhir, maka berlaku ketentuan sebagai berikut : a) Nilai Akhir merupakan nilai dari jumlah arus kas untuk periode setelah periode tetap, dimana arus kas yang digunakan dapat berupa model kapital investasi (invested capital model) maupun model ekuitas. b) Metode yang umumnya digunakan untuk mengestimasi Nilai Akhir adalah :



5.30



1.



Nilai Sisa (residual value)



2.



Kapitalisasi Pendapatan



Metode Nilai Sisa. a) Jika Penilai menggunakan model kapital investasi, Nilai Akhir diperoleh dengan mengestimasi nilai sisa dari modal yang diinvestasikan, yaitu aset tetap ditambah dengan estimasi jumlah yang dapat direalisasikan dari modal kerja bersih dikurangi dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan pada akhir periode spesifik. b) Jika Penilai menggunakan Model Ekuitas, maka jumlah liabilitas pada akhir periode tertentu harus dikurangkan terhadap estimasi dari nilai sisa modal yang diinvestasikan.



5.31



Metode Kapitalisasi Pendapatan a) Metode Kapitalisasi Pendapatan digunakan dalam hal Entitas yang menjadi objek penilaian memiliki jangka waktu yang tak terhingga (kekal) atau tidak dapat ditentukan, maka Nilai Akhir diestimasi dengan mengkapitalisasi arus kas periode kekal, yaitu arus kas satu periode setelah periode tetap, dengan tingkat kapitalisasi pada periode akhir (terminal capitalization rate). 311



b) Metode Kapitalisasi Pendapatan dapat digunakan untuk suatu Entitas yang menjadi objek penilaian yang dianggap sudah berada dalam tahap pertumbuhan yang konstan. Arus kas untuk periode kekal adalah arus kas periodik yang mewakili Entitas yang menjadi objek penilaian dalam satu siklus usaha. c) Tingkat kapitalisasi pada periode akhir (terminal capitalization rate) diperoleh dengan mengurangi tingkat diskonto yang digunakan dalam penilaian dengan suatu tingkat pertumbuhan tertentu yang diasumsikan konstan, dimana tingkat pertumbuhan dapat positif, negatif, maupun nol. d) Tingkat pertumbuhan untuk periode kekal harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan industri jangka panjang dimana perusahaan beroperasi yang telah memperhitungkan faktor inflasi. 5.32



Penilaian dengan Pendekatan Aset a) Penilai yang menggunakan Pendekatan Aset (Asset Approach) dalam penugasan penilaian profesional wajib memiliki keahlian dalam bidang penilaian properti dan Penilaian Bisnis. b) Dalam hal Penilai tidak memiliki keahlian dalam bidang penilaian properti, maka Penilai harus mengacu pada laporan penilaian properti yang terpisah. c) Pendekatan Aset dapat digunakan untuk memperoleh indikasi nilai dari suatu entitas, kapital yang diinvestasikan (Invested Capital), struktur permodalan (capital structure), dan/atau Nilai Aset Bersih perusahaan (ekuitas). d) Indikasi nilai ekuitas atau estimasi Nilai Aset Bersih (Net Asset Value) diperoleh dari selisih antara nilai aset termasuk Aset Tak Berwujud dengan nilai liabilitas, atas Dasar Nilai aset yang telah disesuaikan (appraised value). e) Dalam hal penilaian dilakukan atas bagian dar suatu aset (partial interest), maka pemegang hak kepemilikan atas aset tersebut wajib dapat memutuskan untuk melakukan penjualan atau mampu menyebabkan terjadinya penjualan. f)



Penilaian dengan mengaplikasikan Pendekatan Aset akan menghasilkan nilai mayoritas. Seandainya yang dinilai adalah kepemilikan minoritas, pada umumnya dapat diaplikasikan Diskon Tanpa Pengendalian untuk kepentingan minoritas.



g) Akun-akun dalam laporan posisi keuangan harus disesuaikan untuk mencerminkan Nilai Pasar pada Tanggal Penilaian. h) Metode yang digunakan dalam Pendekatan Aset adalah sebagai berikut :



312



5.33



1.



Metode Penyesuaian Aktiva Bersih (PAB) (Adjusted Net Asset Method) (ANAM), Adjusted Book Value Method (ABVM), Net Asset Valuation Method (NAVM), dan Assets Accumulation Method (AAM)); dan/atau



2.



Metode Kapitalisasi Kelebihan Pendapatan (KKP)/Excess Earning Method (EEM).



i)



Dalam hal Penilai menggunakan metode PAB, maka Aset Tak Berwujud harus diidentifikasi dan dinilai secara individual.



j)



Dalam hal Penilai menggunakan metode KKP, maka Aset Tak Berwujud harus dinilai secara kolektif.



Metode Penyesuaian Aktiva Bersih (PAB) Dalam hal Penilai menggunakan metode PAB maka berlaku ketentuan sebagai berikut : a) Metode PAB digunakan untuk menilai antara lain : 1.



Ekuitas suatu perusahaan dimana Nilai perusahaan sangat bergantung pada Nilai aktiva tetap (a heavy based on fixed assets company), seperti perusahaan real estat;



2.



Ekuitas dari Perusahaan Induk (holding company);



3.



Perusahaan yang tidak memiliki riwayat pendapatan yang mempunyai prospek positif, perusahaan yang memiliki pendapatan yang berfluktuasi, atau perusahaan yang diragukan kemampuannya untuk melanjutkan operasi yang bersifat going concern, seperti perusahaan yang baru berdiri (start up company) atau perusahaan yang berada dalam kesulitan untuk memperoleh pendapatan (troubled companies);



4.



Perusahaan yang memiliki dan/atau menguasai aset berwujud dalam jumlah yang signifikan;



5.



Perusahaan yang memiliki tenaga kerja yang memberikan nilai tambah relatif kecil terhadap barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan; atau



6.



Perusahaan yang memiliki aset tak berwujud dalam jumlah yang tidak signifikan.



b) Penyesuaian terhadap aset harus dilakukan sesuai dengan sifat aset tersebut, antara lain : 1.



Kas dan setara kas, persediaan, piutang, surat berharga dan instrumen aset keuangan lainnya, dinilai sesuai Nilai Pasar atau Penilai dapat menggunakan laporan keuangan dengan memakai nilai yang tercantum dalam laporan posisi keuangan (face value) sepanjang 313



Penilai dapat meyakini bahwa nilai yang tercatat dalam laporan posisi keuangan dapat mencerminkan nilai pasarnya.



5.34



2.



Penilaian aset tetap harus dilakukan sesuai dengan SPI terkait penilaian real properti (SPI 300) dan personal properti (SPI 310).



3.



Penilaian atas Aset Tak Berwujud harus dilakukan berdasarkan SPI320.



4.



Utang/Liabilitas dan instrument keuangan lainnya dinilai sesuai Nilai Pasar (SPI 340), atau Penilai dapat menggunakan laporan keuangan dengan memakai nilai yang tercantum dalam laporan posisi keuangan (face value). Penilai dapat menggunakan laporan keuangan dengan memakai nilai yang tercantum dalam laporan posisi keuangan (face value) sepanjang Penilai dapat meyakini bahwa nilai yang tercatat dalam laporan laporan posisi keuangan dapat mencerminkan nilai pasarnya.



Metode Kapitalisasi Kelebihan Pendapatan (KKP) Dalam hal Penilai menggunakan metode KKP, maka berlaku ketentuan sebagai berikut : a) Metode KKP digunakan untuk menilai ekuitas perusahaan operasional (operating company) dengan tingkat pertumbuhan pendapatan dan laba yang relatif stabil; b) Pendapatan suatu perusahaan yang digunakan merupakan hasil dari produktivitas aktiva berwujud maupun tidak berwujud. Setiap kelebihan pengembalian (excess return atau earning) yang diperoleh diatas pengembalian normal (normal return) atas Aset Berwujud, diperhitungkan sebagai pengembalian dari Aset Tak Berwujud secara kolektif. c) Laporan laba rugi komprehensif yang digunakan adalah : 1.



Laporan laba rugi komprehensif bulanan pada tahun terakhir;



2.



Laporan laba rugi historis untuk memperoleh rata-rata tertimbang yang diyakini atau



3.



Proyeksi tahun berikutnya yang diyakini dapat dipertahankan di masa depan.



d) Laporan laba rugi komprehensif harus disesuaikan dengan prinsip dan prosedur penyesuaian untuk memperoleh laba operasi normal dari Objek Penilaian. e) Penilaian kembali atas aktiva berwujud dan liabilitas perusahaan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada metode PAB . f)



Penilaian yang digunakan pada Metode KKP harus didasarkan atas : 314



1.



Nilai Aset Berwujud Bersih (NABB)/net tangible asset value (NTAV);



2.



Tingkat Imbal Balik Wajar (Normal Rate of Return) dalam persentase untuk NABB;



3.



Jumlah imbal balik wajar (dalam rupiah) untuk NABB; atau



4.



Laporan keuangan yang telah disesuaikan.



g) Penentuan Tingkat Imbal Balik wajar (normal rate of return) untuk NABB harus sesuai dengan risiko yang melekat pada NABB tersebut dan mencerminkan Tingkat Imbal Balik rata-rata tertimbang antara biaya ekuitas dan biaya utang sesuai dengan kapasitas NABB dalam memperoleh pinjaman (borrowing capacity). h) Pendapatan ekonomi atau laba normal yang akan dikurangi dengan jumlah imbal balik wajar atas NABB mencerminkan pendapatan ekonomi yang diperkirakan akan dapat dipertahankan dimasa datang. Selisih antara pendapatan ekonomi normal dan jumlah imbal balik atas NABB adalah jumlah imbal balik atas aktiva berwujud. i)



j)



Konversi kelebihan pendapatan menjadi nilai aktiva tidak berwujud secara keseluruhan (going concern value), dilakukan dengan menggunakan Tingkat Kapitalisasi sesuai dengan risiko yang melekat atas aktiva tidak berwujud dengan memperhatikan : 1.



Sifat bisnis;



2.



Manajemen perusahaan;



3.



Pangsa pasar perusahaan;



4.



Reputasi perusahaan;



5.



Konsistensi dari pendapatan ekonomi yang dihasilkan; dan



6.



Konsistensi basis pelanggan perusahaan.



Nilai ekuitas yang diperoleh dengan menambahkan nilai aktiva tidak berwujud (going concern value) terhadap NABB mencerminkan nilai ekuitas (common stocks) secara keseluruhan.



k) Penetapan Tingkat Imbal Balik untuk NABB dan Tingkat Kapitalisasi untuk aktiva tidak berwujud harus diungkapkan dalam Laporan Penilaian. 5.35



Dalam penilaian bisnis penilai dapat mempertimbangkan diskon dan premi yang sesuai dengan Objek Penilaian. Dalam menentukan kesimpulan Nilai akhir atas Objek Penilaian, Penilai dapat mempertimbangkan Diskon Likuiditas Pasar (Discount for Lack of Marketability) dan Premi Pengendalian (Premium for Control) atau Diskon Pengendalian (Discount For Lack of Control).



315



5.36



Dalam melakukan penilaian atas Objek Penilaian, Penilai harus memberikan kesimpulan nilai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a) Dalam membuat kesimpulan mempertimbangkan :



Nilai



akhir,



Penilai



harus



1.



Pendekatan Penilaian, Metode Penilaian dan prosedur penilaian yang relevan;



2.



data dan informasi yang tersedia dan relevan; dan



3.



diskon atau premi yang tepat.



b) Jika melakukan penilaian dengan mengaplikasikan lebih dari satu pendekatan, kesimpulan Nilai harus diperoleh dengan cara : 1.



Mengukur kehandalan hasil penilaian yang didapatkan dari penggunaan beberapa Pendekatan Penilaian dan Metode Penilaian yang berbeda;



2.



Menghubungkan dan merekonsiliasi hasil penilaian yang didapatkan dari penggunaan beberapa Pendekatan Penilaian dan Metode Penilaian yang berbeda; dan



3.



Menentukan bahwa kesimpulan Nilai akhir merupakan hasil penilaian pada lebih dari satu Pendekatan Penilaian dan Metode Penilaian. Bilamana penilaian hanya dapat dilakukan dengan satu Pendekatan Penilaian atau Metode Penilaian, Penilai harus mengungkapkan mengenai alasan tidak dapat digunakannya Pendekatan Penilaian atau Metode Penilaian yang lain.



5.37



Penilai harus mengungkapkan secara jelas dalam Laporan Penilaian mengenai prosedur penyesuaian dan rekonsilisasi yang dilakukan untuk memperoleh kesimpulan Nilai akhir.



5.38



Kesimpulan Nilai akhir dapat dinyatakan dalam nilai tunggal dalam mata uang rupiah (SPI 105).



5.39



Penilaian Perusahaan Induk (Holding Company), Perusahaan Induk Operasional (Operating Holding Company) dan/atau Entitas Bertujuan Khusus (Special Purpose Entities) a) Dalam hal melakukan penilaian terhadap Perusahaan Induk (Holding Company), Perusahaan Induk Operasional (Operating Holding Company) dan/atau Entitas Bertujuan Khusus (Special Purpose Entities), maka Penilai harus melakukan penilaian kepada seluruh anak perusahaan, perusahaan asosiasi, dan perusahaan investasi secara terpisah sesuai dengan prosentase kepemilikannya. b) Dalam hal melakukan penilaian terhadap anak perusahaan dan perusahaan asosiasi maka harus memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam standar ini. 316



c) Dalam hal melakukan penilaian anak terhadap perusahaan investasi atau dengan kepemilikan di bawah 20% dan/atau tidak mempunyai kemampuan untuk mengendalikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijaksanaan perusahaan tanpa memiliki kendali terhadap anak perusahaan tersebut maka berlaku ketentuan sebagai berikut :



5.40



1.



Penilai dapat menggunakan Pendekatan Pasar; dan



2.



Dalam hal penilaian yang dilakukan oleh Penilai mengacu pada laporan keuangan anak perusahaan tersebut, maka : a.



Laporan keuangan yang digunakan sebagai Dasar Nilai dapat berupa laporan keuangan interim yang tidak diaudit;



b.



Tanggal Penilaian yang digunakan oleh Penilai harus sama dengan tanggal laporan keuangan interim tidak diaudit.



Kejadian-kejadian penting setelah tanggal penilaian (subsequent events) a) Kejadian-kejadian penting setelah Tanggal Penilaian adalah kejadiankejadian terkait objek penilaian yang diketahui maupun yang patut diketahui sampai dengan Tanggal Laporan; b) Kejadian-kejadian penting setelah Tanggal Penilaian tidak dapat digunakan untuk memutakhirkan hasil penilaian; c) Dalam hal kejadian-kejadian penting setelah Tanggal Penilaian tersebut mengandung informasi yang dapat mempengaruhi Nilai Objek Penilaian, maka Penilai harus mengungkapkan sifat dan dampaknya dalam Laporan Penilaian; dan d) Pengungkapan kejadian-kejadian penting sebagaimana dimaksud dalam butir 5.40.b) dan huruf 5.40.c) harus secara jelas mengindikasikan bahwa pengungkapan tersebut tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi penentuan Nilai pada saat Tanggal Penilaian.



6.0



Syarat Pengungkapan Persyaratan untuk Pelaporan Penilaian harus merujuk kepada SPI 105.



7.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 7.1



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 330 - Penilaian Bisnis.



7.2



SPI 330 ini ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



317



Standar Penilaian Indonesia 340 (SPI 340) Penilaian Instrumen Keuangan Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



2.0



Pendahuluan 1.1



Standar Penilaian Indonesia ini diterapkan agar Penilaian Instrumen Keuangan dilaksanakan oleh para penilai dengan lebih konsisten dan lebih berkualitas sehingga bermanfaat bagi pengguna jasa penilaian



1.2



Penilaian Instrumen Keuangan biasanya dilakukan menggunakan Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai dengan menerapkan SPI 101. Sedangkan untuk Penerapan Dasar Nilai selain Nilai Pasar harus diberikan penjelasan yang memadai sesuai dengan SPI 102.



1.3



Secara umum, Penilaian Instrumen Keuangan menerapkan konsep, proses, dan metode yang biasa digunakan untuk penilaian-penilaian lainnya. Beberapa istilah mungkin bisa memiliki arti atau penggunaan yang berbeda dan perlu penjelasan apabila digunakan. Beberapa definisi penting yang digunakan dalam Penilaian Instrumen Keuangan dikemukakan dalam standar ini.



1.4



Penilai dan pengguna jasa penilaian hendaknya berhati-hati dalam membedakan antara Penilaian Instrumen Keuangan untuk tujuan pelaporan keuangan atau tujuan transaksi.



Ruang Lingkup 2.1



Standar ini dimaksudkan untuk membantu dalam rangka penyusunan maupun penyusunan maupun penggunan Penilaian Instrumen Keuangan.



2.2



Ketika penilaian dilakukan bagi entitas pemilik yang dimaksudkan untuk digunakan oleh investor eksternal, pihak berwenang atau entitas lainnya, maka untuk memenuhi persyaratan perlu mengkonfirmasi identitas dan status dari penilai sesuai di SPI butir 5.3.a).1, maka referensi harus dilakukan terhadap lingkungan pengendali, lihat Lingkungan Pengendalian 5.13.a) sampai dengan 5.13.e) di bawah ini.



2.3



Untuk memenuhi persyaratan untuk mengidentifikasi aset atau liabilitas yang akan dinilai seperti di SPI 103 butir 5.3.a).4, beberapa hal tersebut harus diperhatikan: a) Instrumen atau kelompok instrumen yang akan dinilai; b) Apakah penilaian mencakup instrumen individu, portofolio instrumen yang identik atau portofolio aset keseluruhan. 318



2.4



Penilaian atas instrumen keuangan diperlukan untuk berbagai tujuan, termasuk namun tidak terbatas pada: a) Akuisisi, merger, dan penjualan bisnis atau bagian dari bisnis; b) Penyajian laporan keuangan; c) Persyaratan regulator, terutama persyaratan solvabilitas perbankan; d) Resiko internal dan prosedur kepatuhan; e) Menerapkan nilai aktiva bersih dari dana asuransi perusahaan; f)



3.0



Penetapan harga dan pengukuran kerja atas dana investasi.



2.5



Instrumen keuangan secara luas dapat dibagi menjadi baik “instrumen kas”, yang terdiri dari pinjaman, deposito, surat berharga dan obligasi, atau “instrumen derivatif”, yang memperoleh balikan dari satu atau lebih aset mendasari.



2.6



Sebuah pemahaman menyeluruh atas instrumen yang dinilai diperlukan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi nilai pasar yang relevan dan tersedia untuk instrumen yang identik atau sebanding. Informasi tersebut meliputi harga dari transaksi terkini atas instrumen yang identik atau sebanding, kutipan dari pialang atau institusi penyedia harga instrumen keuangan, indeks atau masukan lain untuk proses penilaian, seperti kurva suku bunga yang sesuai, atau volatilitas harga.



Definisi 3.1



Instrumen Keuangan adalah kontrak yang mengakibatkan hak atau kewajiban antara pihak-pihak tertentu untuk menerima atau membayar secara tunai atau bentuk keuangan lain, atau instrumen ekuitas. Kontrak tersebut mungkin memerlukan penerimaan atau pembayaran yang harus dilakukan pada atau sebelum tanggal tertentu atau dipicu oleh peristiwa tertentu.



3.2



Instrumen Aset Keuangan adalah setiap aset yang berbentuk kas, instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas lain, hak kontraktual, kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas dan merupakan instrumen non derivatif atau instrumen derivatif.



3.3



Instrumen Liabilitas Keuangan adalah setiap liabilitas yang berupa kewajiban kontraktual dan kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas dan merupakan instrumen non derivatif atau instrumen derivatif.



3.4



Instrumen ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset suatu entitas setelah dikurangi dengan seluruh liabilitasnya.



3.5



Instrumen Derivatif adalah suatu instrumen keuangan atau kontrak lain dengan tiga karakteristik yaitu nilainya berubah sebagai akibat dari perubahan variabel yang telah ditentukan, tidak memerlukan investasi awal neto atau memerlukan 319



investasi awal neto dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan untuk kontrak serupa lainnya yang diharapkan akan menghasilkan dampak yang serupa sebagai akibat perubahan faktor pasar dan diselesaikan pada tanggal tertentu di masa depan.



4.0



Hubungan Dengan Standar Akuntansi 4.1



5.0



Ketika suatu instrumen keuangan dinilai untuk tujuan pelaporan keuangan maka penilai harus mengacu pada PSAK 50, 55, dan 60 yang mensyaratkan pengungkapan spesifik tergantung hierarki nilai wajar dan input penilaian di mana instrumen akan diklasifikan, sesuai dengan SPI 201 – Penilaian untuk Pelaporan Keuangan.



Penerapan Teknis 5.1



Jika penilai memiliki opini bahwa aspek tertentu dalam suatu penugasan mengindikasikan adanya penyimpangan dari SPI ini, maka penyimpangan dan alasannya harus diungkapkan dalam Laporan Penilaian. Persyaratan penyusunan Laporan Penilaian tersebut akan mengikuti SPI 105 – Pelaporan Penilaian.



5.2



Penilai akan mengambil langkah untuk meyakinkan semua sumber data dapat diandalkan dan layak untuk melaksanakan penilaian. Pada umumnya, adalah di luar lingkup Penilai untuk melakukan verifikasi informasi yang dipublikasi, data riset, atau data yang diperoleh dari Pemerintah (SPI butir 103 butir 5.3.a).10)



5.3



Dalam hal Penilaian Instrumen Keuangan, membutuhkan informasi pendukung dari pendapat Penilai properti dan/atau tenaga ahli profesional lainnya, maka Penilai akan melakukan review terhadap kompetensi dan independensi Penilai Properti (SPI 104), untuk memperoleh hasil penilaian properti yang dapat digunakan dalam penilaian instrumen keuangan.



5.4



Pasar untuk Instrumen Keuangan a) Instrumen-instrumen likuid, seperti saham di sebuah perusahaan besar terbuka, obligasi pemerintah atau kontrak berjangka untuk komoditas yang diakui, diperdagangkan di bursa utama dan harga real time yang tersedia, baik untuk pelaku pasar aktif dan melalui berbagai media. Beberapa instrumen derivatif yang likuid, seperti forward stock options atau komoditi berjangka, juga diperdagangkan di bursa. b) Banyak jenis instrumen, termasuk banyak jenis derivatif atau instrumen kas non-likuid, yang tidak diperdagangkan di bursa dan memiliki tingkat likuiditas. Perdagangan dari instrumen-instrumen adalah dinegosiasikan dan diistilahkan sebagai pasar Over the Counter (OTC). c) Meskipun ukuran keseluruhan dari pasar untuk perdagangan instrumen OTC jauh lebih besar daripada instrumen yang diperdagangkan di bursa, volume perdagangan tersebut sangat bervariasi secara signifikan. Beberapa 320



transaksi umum atau”vanilla swap” diperdagangkan dalam volume besar setiap harinya., sedangkan untuk beberapa bespoke swap, seringkali tidak ada perdagangan sama sekali setelah kesepakatan awal ditentukan, baik dikarenakan syarat-syarat kontrak yang melarang dan dipindahkan ataupun karena tidak adanya pasar untuk kelompok instrumen tersebut. d) Teknik penilaian kemungkinan besar diperlukan untuk instrumen yang diperdagangkan di pasar OTC, atau untuk instrumen yang pada umumnya diperdagangkan di bursa tetapi pasarnya telah tidak aktif. Pada situasi inilah yang akan menjadi fokus utama dari standar ini. 5.5



Risiko Kredit (Credit Risk) a) Memahami risiko kredit merupakan aspek penting dari penilaian atas instrumen utang. Beberapa faktor umum yang perlu diperhatikan dalam menetapkan dan mengukur risiko kredit yakni meliputi: 1. Risiko pihak lawan (Counter party risk) Menetapkan kemampuan keuangan dari penerbit atau penyedia dukungan kredit tidak hanya mempertimbangkan historis perdagangan dan profitabilitas dari entitas yang relevan, tetapi juga mempertimbangkan kinerja dan prospek untuk sektor industri pada umumnya. 2. Subordinasi (Subordination) Menetapkan prioritas dari instrumen sangatlah penting dalam menganalisi kemungkinan risiko gagal bayar. Instrumen lain dapat mempunyai prioritas yang lebih tinggi terhadap aset penerbit atau arus kas yang mendukung instrumen. 3. Pengungkit (Leverage) Jumlah utang yang digunakan untuk membiayai aset dimana balikan dari instrumen mempengaruhi volatilitas balikan kepada penerbit dan dapat mempengaruhi risiko kredit. 4. Kualitas aset yang diagunkan (Collateral asset quality) Aset yang dapat dijaminkan kembali oleh pemegang instrumen bila terjadi gagal bayar harus dipertimbangkan. Secara khusus, harus diketahui apakah hak untuk menjaminkan kembali berlaku atas semua aset penerbit atau aset khusus. Semakin besar nilai dan kualitas aset yang dapat dijaminkan kembali jika terjadi gagal bayar, semakin rendah risiko dari instrumen. 5. Perjanjian saling hapus (Netting agreements) Ketika instrumen derivatif dilakukan antara pihak berlawanan, risiko kredit dapat dikurangi dengan adanya perjanjian saling hapus (netting) yang membatasi liabilitas dengan nilai bersih transaksi, misalnya jika 321



salah satu pihak menjadi gagal bayar (insolvent), maka pihak lainnya berhak untuk menutup sebagian dari jumlah kerugian kepada pihak yang gagal bayar dengan jumlah hutang dalam instrumen lain. 6. Proteksi kegagalan (Default protection) Banyak instrumen mengandung beberapa bentuk perlindungan untuk mengurangi risiko tidak dibayarnya pemegang instrumen. Perlindungan mungkin mengambil bentuk jaminan oleh pihak ketiga, kontrak asuransi, credit default swap atau aset yang lebih banyak untuk mendukung suatu instrumen daripada yang dibutuhkan untuk melakukan pembayaran. Risiko kegagalan juga akan berkurang jika instrumen subordinasi menanggung kerugian pertama dari aset yang mendasari sehingga dapat mengurangi risiko instrumen yang peringkatnya lebih tinggi. Ketika terdapat perlindungan dalam bentuk jaminan, kontrak asuransi, atau credit default swap, maka diperlukan untuk mengidentifikasi dan menilai kelayakan kredit pihak yang memberikan perlindungan. Mengingat kelayakan kredit dari pihak ketigayang terlibat tidak hanya melibatkan posisi saat ini tetapi juga efek yang mungkin berasal dari jaminan lain atau asuransi yang telah diterbitkan. Jika penyedia jaminan juga menjamin surat utang yang berkorelasi, risiko kegagalan mungkin akan meningkat secara signifikan. b) Pada saat informasi yang tersedia bagi para pihak terbatas, Penilai dapat mencari informasi yang tersedia dari entitas yang sebanding. Indeks kredit yang diterbitkan dapat membantu proses ini. Jika terdapat perdagangan sekunder atas utang terstruktur, maka akan ada data pasar yang cukup untuk menyediakan bukti atas penyesuaian risiko yang sesuai. Sensitivitas yang bervariasi dari liabilitas risiko kredit yang berbeda harus diperhitungkan dalam mengevaluasi penentuan sumber data kredit yang menyediakan informasi yang paling relevan. Penyesuaian risiko atau penyebaran kredit yang diterapkan harus didasarkan pada jumlah peserta pasar yang dibutuhkan untuk instrumen tertentu. 5.6



Risiko Kredit Sendiri a) Ketika menilai kepentingan penerbit liabilitas, risiko kredit dari penerbit adalah relevan terhadap nilai liabilitas dalam setiap perpindahtanganan liabilitas tersebut karena risiko kredit yang terkait dengan liabilitas adalah penting terhadap nilainya. Diperlukan asumsi untuk memindahtangankan liabilitas tanpa batasan pada pihak yang berlawanan untuk melakukannya, misalnya untuk menyesuaikan persyaratan laporan keuangan, ada beberapa potensi sumber untuk merefleksikan risiko kredit sendiri dalam penilaian liabiltas. Hal ini termasuk kurva imbal hasil untuk obligasi atau liabilitas yang diterbitkan dan credit default swap spreads atau dengan mengacu pada nilai aset terkait.



322



Namun, dalam banyak kasus, penerbit liabilitas tidak memiliki kemampuan untuk memindahtangankan, tetapi hanya bisa menyelesaikan liabilitas dengan pihak yang terkait. b) Saat menyesuaikan risiko kredit sendiri, penting untuk mempertimbangkan sifat dari agunan yang tersedia untuk liabilitas yang akan dinilai. Agunan yang secara hukum terpisah dari penerbit, biasanya mengurangi risiko kredit. Jika pada liabilitas dilakukan proses penjaminan harian, mungkin penyesuaian risiko kredit sendiri tidak material dikarenakan pihak yang terkait akan terhindar dari kerugian saat terjadi default. Namun, agunan yang diberikan kepada satu pihak tidak tersedia untuk pihak lainnya. Jadi, meskipun beberapa liabiltas yang dijamnkan mungkin tidak memiliki risiko kredit yang signifikan, keberadaan jaminan (agunan) dapat memengaruhi risiko kredit dari liabilitas lainnya. 5.7



Likuiditas dan Aktivitas Pasar a) Instrumen keuangan umumnya diperdagangkan di bursa dalam kisaran volume yang tinggi sampai bespoke instrument (perjanjian verbal) yang disepakati antara dua pihak yang tidak dapat dipindahtangankan kepada pihak ketiga. Dengan memperhatikan kisaran jenis instrumen ini, maka dalam menentukan pendekatan yang paling sesuai harus mempertimbangkan likuiditas suatu instrumen atau tingkat aktivitas pasar yang paling sesuai. b) Likuiditas dan aktivitas pasar dapat dibedakan. Likuiditas suatu aset merupakan ukuran seberapa mudah dan cepat aset tersebut dapat dipindahtangankan menjadi bentuk kas atau setara kas. Aktivitas pasar adalah ukuran dari volume perdagangan pada kurun waktu, dan bersifat relatif daripada ukuran mutlak; lihat Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP). c) Meskipun merupakan konsep yang terpisah, ilikuiditas atau rendahnya tingkat aktivitas pasar merupakan kendala atas suatu penilaian dikarenakan tidak adanya data pasar yang relevan (data saat tanggal penilaian atau terkait aset sebanding yang handal). Semakin rendah likuiditas atau aktivitas pasar, maka semakin besar ketergantungan yang akan dibutuhkan pada pendekatan penilaian yang menggunakan teknik penyesuaian atau pembobotan input berdasarkan bukti transaksi lain untuk mencerminkan perubahan pasar ataupun karakteristik yang berbeda atas aset tersebut.



5.8



Input Penilaian a) Untuk instrumen likuid yang diperdagangkan di bursa, input penilaian atau sumber data harga saat ini dapat diamati dan dapat diakses oleh semua pelaku pasar. Sedangkan untuk instrumen tidak likuid, input penilaian atau sumber data dapat berasal dari selain bursa dan sumber yang berbeda.



323



Sumber yang umumnya digunakan adalah penawaran harga dari pialang dan consensus pricing services (harga konsensus dari suatu lembaga). b) Meskipun tidak sehandal bukti/sumber atas perdagangan saat ini dan transaksi yang relevan (informasi tersebut tidak ada), maka selanjutnya penawaran harga dari pialang dapat menjadi data terbaik tentang bagaimana pelaku pasar akan menilai suatu aset. Namun terdapat beberapa hal terkait dengan penawaran harga dari pialang yang dapat mempengaruhi kehandalannya sebagai input atas suatu penilaian, meliputi berikut ini: 1. Pialang biasanya hanya bersedia untuk menyediakan pasar dan memberikan penawaran atas instrumen yang populer dan mungkin tidak mencakup instrumen yang kurang likuid. Dikarenakan likuiditas sering menurun seiring dengan waktu, penawaran harga mungkin lebih sulit ditemukan untuk instrumen-instrumen lama; 2. Perhatian utama seorang pialang adalah bertransaksi (bukan untuk mendukung penilaian) dan mereka mendapatkan insentif rendah untuk melakukan penelitian terhadap penawaran yang akan disediakan untuk penilaian sebagaimana yang mereka lakukan dalam permintaan jual atau beli. Hal ini dapat memberikan dampak pada kualitas informasi; 3. Ada konflik kepentingan bawaan yakni apabila pialang adalah pihak lawan dari instrumen; 4. Jika Pialang mempunyai kepemlikan atas suatu instrumen, Pialang memiliki insentif untuk berusaha mempengaruhi dengan memberikan saran yang positif kepada pembeli yang menguntungkan pialang tersebut.



5.9



c)



Consensus pricing services beroperasi dengan cara mengumpulkan informasi tentang harga instrumen dari beberapa pelanggan yang berpartisipasi. Hal tersebut mencerminkan sekelompok penawaran dari sumber yang berbeda-beda, dengan atau tanpa penyesuaian statistik untuk mencerminkan standar deviasi ataupun distribusi dari penawaran.



d)



Consensus pricing services mengatasi benturan kepentingan yang terkait dengan pialang tunggal. Namun, cakupan layanan tersebut setidaknya sama terbatasnya dengan penawaran pialang tunggal. Seperti halnya kumpulan data yang digunakan sebagai masukan suatu penilaian, pemahaman dari sumber dan cara penyesuaian statistik yang dilakukan oleh penyedia data merupakan hal penting yang harus dipahami oleh Penilai.



Pendekatan Penilaian a) Banyak jenis instrumen, terutama yang diperdagangkan dalam bursa, secara rutin dinilai dengan menggunakan model penilaian otomatis yang berbasis komputerisasi yang menggunakan algoritma untuk menganalisis transaksi pasar dan menghasilkan atas penilaian aset yang diinginkan. Model ini 324



sering dikaitkan dengan propietary trading platforms. Pengujian secara terinci atas model tersebut berada diluar ruang lingkup standar ini, meskipun demikian standar ini menetapkan konteks untuk penggunaan dan penyajian atas hasil dari model atau pendekatan penilaian semi atau nonotomatis lainnya. b) Baik secara otomatis maupun manual, metode penilaian yang digunakan di pasar keuangan sebagian besar didasarkan pada variasi, baik dengan Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan, maupun Pendekatan Biaya yang telah dijelaskan dalam Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP). Standar ini menjelaskan metode yang pada umumnya digunakan serta hal-hal yang dianggap perlu dipertimbangkan atau input yang diperlukan ketika menggunakan metode ini. c) Merupakan hal yang penting ketika menggunakan metode penilaian tertentu atas suatu model untuk memastikan bahwa model tersebut telah terkalibrasi dengan informasi pasar yang dapat diobservasi secara reguler. Ini dapat memastikan bahwa model tersebut mencerminkan kondisi pasar saat ini dan mengidentifikasi adanya potensi kelemahan. Seiring perubahan kondisi pasar, maka perlu mengubah model yang digunakan ataupun melakukan penyesuaian tambahan pada penilaian. Penyesuaianpenyesuaian tersebut harus dilakukan untuk memastikan bahwa hasilnya akan mendekati/sesuai dengan tujuan penilaian. 5.10



Pendekatan Pasar a) Suatu harga yang diperoleh dari suatu perdagangan pada bursa yang diterima pada atau mendekati waktu atau tanggal penilaian, biasanya merupakan indikasi terbaik dari nilai pasar atas instrumen yang identik atau sebanding. Dalam kasus di mana belum ada perdagangan terkini yang relevan, bukti penawaran atau harga yang ditawarkan juga bisa menjadi hal yang relevan. b) Meskipun tidak perlu dilakukan penyesuaian pada informasi harga jika ada instrumen yang sejenis, informasi terkini cukup relevan dan kepemilikannya sebanding, beberapa penyesuaian mungkin diperlukan jika hal di atas tidak berlaku. Contoh kondisi di mana penyesuaian atau pembobotan atas bukti harga perdagangan mungkin diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Di mana instrumen yang dinilai memiliki karakteristik yang berbeda dengan instrumen yang harganya tersedia; 2. Di mana terdapat perbedaan dalam besaran atau volume dari perdagangan yang dilaporkan dengan kepemilikan yang sedang dinilai; 3. Di mana perdagangan tersebut bukan di antara para pihak yang bersedia bertindak secara independen; 325



4. Waktu perdagangan, yang dapat dipengaruhi penutupan bursa. c) Faktor lain yang dapat membuat perbedaan antara harga perdagangan di bursa dengan instrumen yang dinilai dapat muncul ketika pemindahtanganan dari kepemilikan dapat menghasilkan kepentingan pengendali maupun prospek perubahan pengendali. 5.11



Pendekatan Pendapatan a) Nilai instrumen keuangan dapat ditentukan dengan menggunakan metode arus kas terdiskonto (DCF). Arus kas mungkin tetap selama umur instrumen atau bervariasi. Syarat dan ketentuan instrumen menentukan, atau menetapkan estimasi arus kas di masa depan. Syarat dan ketentuan instrumen keuangan biasanya menetapkan: 1. Periode dari arus kas masa depan, yaitu ketika entitas mengharapkan untuk mendapatkan arus kas yang terkait dengan instrumen; 2. Perhitungan arus kas, misalnya kupon pada instrumen utang sesuai tingkat bunga yang berlaku atau arus kas yang dihitung terkait instrumen mendasari atau indeks; 3. Waktu dan syarat untuk setiap opsi dalam kontrak, misalnya put atau call, pembayaran dipercepat, perpanjangan, atau opsi konversi; 4. Perlindungan atas hak-hak para pihak atas instrumen, misalnya yang berkaitan dengan risiko kredit dalam instrumen utang atau senioritas atau subordinasi terhadap instrumen lain yang dimiliki. b) Dalam menetapkan tingkat diskonto yang sesuai, diperlukan untuk menilai balikan yang akan disyaratkan pada instrumen untuk mengkompensasi nilai waktu dari uang atau time value of money dan risiko yang terkait dengan: 1. Syarat dan kodisi dari instrumen, misalnya subordinasi; 2. Risiko kredit, yaitu ketidakpastian mengenai kemampuan para pihak untuk melakukan pembayaran saat jatuh tempo; 3. Likuiditas atau marketabilitas atas instrument; 4. Risiko perubahan peraturan atau hukum; 5. Status pajak dari instrumen. b) Ketika arus kas masa depan tidak didasarkan pada jumlah tetap menurut kontrak, estimasi terhadap perkiraan pendapatan perlu dilakukan untuk menyediakan makanan yang diperlukan. Penentuan tingkat diskonto juga membutuhkan asumsi mengenai risiko. Tingkat diskonto juga harus konsisten dengan arus kas, misalnya jika aliran kas masih belum dikurangi pajak, maka tingkat diskonto harus berasal dari instrumen-instrumen yang belum dikurangi pajak.



326



c) Tergantung pada tujuan penilaian, masukan dan asumsi yang dibuat ke dalam model arus kas harus mencerminkan baik yang akan dibuat oleh pelaku pasar, maupun yang didasarkan pada ekspektasi pemilik saat ini atau mencerminkan target. Misalnya, jika tujuan penilaian adalah untuk menentukan nilai pasar, atau nilai wajar sebagaimana dimaksud dalam PSAK, asumsi harus mencerminkan para pelaku pasar. Jika tujuannya adalah untuk mengukur kinerja dari aset terhadap tolak ukur manajemen yang ditentukan, misalnya target angka imbal hasil internal (IRR), maka asumsi alternatif lainnya mungkin lebih sesuai. 5.12



Pendekatan Biaya Prinsip substitusi yang melekat pada Pendekatan Biaya diterapkan pada penilaian instrumen keuangan melalui penggunaan metode replikasi. Metode ini memberikan indikasi nilai saat ini atau suatu instrumen atau portofolio dengan cara mereproduksi atau “mereplikasi” risiko dan arus kas dalam hipotesis alternatif atau sintetis alternatif. Alternatif ini didasarkan pada kombinasi efek dan/atau derivatif sederhana untuk mengestimasi biaya saling hapus, atau lindung nilai, atau posisi pada tanggal penilaian. Replikasi portofolio ini sering digunakan untuk menyederhanakan prosedur yang diterapkan pada nlai portofolio instrumen keuangan yang kompleks (misalnya klaim asuransi yang diharapkan atau produk terstruktur) dengan cara mensubstitusi replikasi portofolio aset yang lebih mudah untuk dinilai, sehingga dapat lebih efisien dalam mengelola risiko secara harian.



5.13



Lingkungan Pengendalian a) Dibandingkan dengan kelompok aset lainnya, volume instrumen keuangan yang beredar sangat luas tetapi jumlah pelaku pasar yang aktif relatif sedikit. Sifat dan volume instrumen dan frekuensi penilaian menyebabkan, penilaian sering dilakukan dengan model berbasis komputerisasi yang tersambung dengan platform perdagangan. Sebagai konsekuensi dari faktor-faktor ini, banyak instrumen secara rutin dinilai oleh entitas pemilik, bahkan ketika penilaian akan diandalkan oleh pihak eksternal, misalnya investor maupun pihak berwenang. Situasi dimana penilaian dilakukan oleh para ahli pihak ketiga independen lebih jarang terjadi daripada untuk kelompok aset lainnya. b) Penilaian oleh entitas pemilik menimbulkan risiko yang signifikan terhadap objektivitas penilaian. Ketika penilaian digunakan untuk penggunaan eksternal, beberapa langkah harus diambil untuk memastikan bahwa terdapat lingkungan pengendalian yang memadai untuk meminimalkan ancaman terhadap independensi penilaian. c) Lingkungan pengendalian terdiri dari tata kelola internal dan prosedur pengendalian yang tersedia dalam proses penilaian beserta kesimpulan



327



dengan tujuan untuk meningkatkan kepercayaan bagi mereka yang mengandalkan penilaian. d) Sebagai prinsip umum, penilaian yang dilakukan oleh entitas sekuritas “front office” dan aktivitas market making yang akan dimasukkan ke dalam laporan keuangan, atau diandalkan oleh pihak ketiga harus tunduk pada pengawasan dan persetujuan “back office”. Kewenangan tertinggi dari penilaian tersebut harus terpisah, dan sepenuhnya independen dari fungsi pengambilan risiko. Cara praktis untuk mencapai pemisahan fungsi akan bervariasi sesuai dengan sifat entitas, jenis instrumen dan materialitas dari kelompok instrumen yang dinilai untuk tujuan secara keseluruhan. Prosedur yang sesuai dan kontrol harus ditentukan oleh pertimbangan yang seksama atas ancaman terhadap objektivitas dari perspektif pihak ketiga yang mengandalkan penilaian. e) Contoh-contoh komponen umum dari lingkungan pengendalian meliputi: 1. Membentuk kelompok tata kelola yang bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan dan prosedur penilaian serta pengawasan terhadap proses penilaian suatu entitas, termasuk mengikutsertakan beberapa anggota eksternal; 2. Sebuah protokol untuk frekuensi dan metode kalibrasi, serta pengujian model penilaian; 3. Kriteria untuk verifikasi penilaian tertentu oleh para ahli internal atau eksternal; 4. Mengidentifikasi batasan atau kejadian yang memicu diadakannya investigasi secara menyeluruh ataupun persyaratan persetujuan sekunder; 5. Mengidentifikasi prosedur untuk menetapkan masukan yang signifikan yang tidak secara langsung dapat diamati di pasar, misalnya dengan menetapkan harga dan membentuk komite audit.



6.0



Syarat Pengungkapan 6.1



Untuk memenuhi persyaratan pengungkapan pada pendekatan penilaian dan alasan penggunaannya (SPI 105 butir 5.1.b)), pertimbangan harus diberikan pada tingkat detil penyajian laporan yang memadai. Hal ini akan berbeda untuk berbagai kategori atas instrumen keuangan. Informasi yang mencukupi harus tersedia untuk memungkinkan para pengguna laporan memahami sifat dari setiap kelompok instrumen yang dinilai dan faktor utama yang mempengaruhi nilai tersebut. Informasi yang kurang mencukupi bagi pengguna dalam memahami sifat aset ataupun yang mengaburkan faktor utama dalam mempengaruhi nilai, sebaiknya dihindarkan.



328



Dalam menentukan tingkat pengungkapan yang memadai, berbagai hal harus diperhatikan sebagai berikut: a) Materialitas Nilai instrumen atau kelompok instrumen dalam kaitannya dengan nilai total aset dan kewajiban entitas pemilik atau portofolio yang dinilai. b) Ketidakpastian Nilai dari instrumen dapat dipengaruhi oleh ketidakpastian yang material pada saat tanggal penilaian, mengacu atas sifat instrumen, model atau input yang digunakan atau pada saat kondisi pasar saat tidak wajar. Sebab dan sifat pada ketidakpastian yang material harus diungkapkan. c) Kompleksitas Untuk instrumen yang cukup kompleks, uraian yang terperinci mengenai sifat instrumen dan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai, diungkapkan sewajarnya. d) Komparatif Instrumen yang menjadi perhatian bagi para pengguna mungkin berbeda seiring berjalannya waktu. Kegunaan dari laporan penilaian, atau referensi lain atas penilaian cenderung meningkat jika dapat mencerminkan informasi yang diinginkan dari para pengguna seiring perubahan kondisi pasar. Agar menjadi informasi yang berguna, maka harus disajikan dan dibandingkan dengan periode sebelumnya. e) Aset yang mendasari (underlying assets) Jika arus kas pada instrumen dihasilkan dari/atau dijamin dengan spesifik aset yang mendasari, informasi tentang hal yang mempengaruhi nilai saat ini dari aset tersebut akan membantu pengguna untuk memahami nilai instrumen yang akan dilakukan.



7.0.



Kutipan dan Tanggal Berlaku 7.1



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 340 – Penilaian Instrumen Keuangan.



7.2



SPI 340 ini ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



329



Standar Penilaian Indonesia 350 (SPI 350) Jasa Konsultasi Standar ini hendaknya dibaca dalam konteks sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Pendahuluan maupun dalam Konsep dan Prinsip Umum Penilaian



1.0



2.0



Pendahuluan 1.1



Standar Penilaian Indonesia (SPI) ini diterapkan agar pekerjaan Jasa Konsultasi dilaksanakan oleh Penilai dengan lebih konsisten dan lebih bermutu sehingga bermanfaat bagi pengguna jasa.



1.2



Jasa Konsultasi pada hakikatnya berbeda dari Jasa Penilaian. Dalam jasa penilaian, Penilai menyajikan suatu kesimpulan dengan mengemukakan pendapat mengenai nilai dari objek yang dinilai. Dalam jasa konsultasi, penilai menyajikan analisis (temuan), kesimpulan, dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan Jasa Konsultasi ditentukan oleh perjanjian antara penilai dengan Pemberi Tugas. Umumnya, pekerjaan jasa konsultasi dilaksanakan untuk kepentingan Pemberi Tugas.



1.3



Pertimbangan profesional harus selalu digunakan dalam penerapan Standar Jasa Konsultasi terutama untuk hal-hal khusus, sebab kesepakatan dengan Pemberi Tugas, baik lisan maupun tertulis, dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan suatu jasa. Sebagai contoh, kesepakatan dengan Pemberi Tugas dapat menjadi kendala bagi Penilai bila data yang diperoleh tidak relevan. Penilai dapat menolak atau mengundurkan diri dari suatu perikatan jasa konsultasi apabila lingkup jasa yang disepakati bersama memiliki keterbatasan tersebut.



1.4



Penilai yang menyediakan Jasa Konsultasi harus selalu mematuhi prinsip dasar etik sesuai dengan yang disyaratkan oleh Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI).



Ruang Lingkup 2.0



Standar ini dimaksudkan untuk mengatur pekerjaan maupun penggunaan Jasa Konsultasi yang dapat dilakukan Penilai sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.



2.0



Ruang lingkup Jasa Konsultasi antara lain mencakup: a) Jasa Pemberian Saran Profesional; Memberikan saran profesional sesuai dengan kebutuhan Pemberi Tugas. Mengembangkan analisis, kesimpulan dan rekomendasi 330



sebagai bahan pertimbangan Pemberi Tugas dalam mengambil keputusan. Contoh; 1. Konsultasi pengembangan property, 2. Studi kelayakan usaha/penilaian kelayakan usaha/penilaian studi kelayakan, 3. Studi penentuan sisa umur ekonomi dan nilai sisa, 4. Studi penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use), 5. Konsultasi untuk kepentingan auditor, 6. Penasihat keuangan, 7. Review forecast dan proyeksi keuangan. b) Jasa Supervisi, Melakukan pengawasan terhadap manajemen dan atau pelaksana kegiatan dalam merealisasikan suatu rencana kegiatan dan atau bisnis dengan cara melakukan sinergi antara sumber daya Pemberi Tugas dengan sumber daya Penilai. Contoh; 1. Pengawasan pembiayaan proyek, 2. Monitoring kas. c) Jasa Transaksi; Menyediakan jasa yang berhubungan dengan transaksi yang dilakukan Pemberi Tugas yang umumnya dengan pihak ketiga. Contoh; 1. Jasa agen property, 2. Jasa merjer dan akuisisi. d) Jasa Penyediaan Staf dan Jasa Pendukung Lainnya; Menyediakan staf yang memadai (dalam hal kompetensi dan jumlah) dan kemungkinan jasa pendukung lain untuk melaksanakan tugas yang ditentukan oleh Pemberi Tugas. Staf tersebut dapat bekerja di bawah pengarahan Pemberi Tugas sepanjang keadaan mengharuskan demikian. Contoh; 1. Penyediaan tenaga ahli, e) Jasa Manajemen; Menyediakan bagi Pemberi Tugas suatu jasa pengelolaan asset, serta berbagai jasa dan barang pendukungnya.



331



Contoh; 1. Desain sistem informasi aset, 2. Manajemen properti, 3. Pelatihan dan seminar.



3.0



Defenisi Pengertian dari istilah yang digunakan dalam standar ini diuraikan sebagai berikut :



4.0



3.1



Konsultan adalah Penilai yang melakukan atau memberikan penyediaan jasa Konsultasi untuk Pemberi Tugas.



3.2



Proses Konsultasi adalah rangkaian kegiatan dengan pendekatan analitik dalam penyediaan jasa Konsultasi. Secara rinci, proses tersebut merupakan gabungan kegiatan berikut ini; perumusan maksud dan tujuan Pemberi Tugas, penemuan fakta, perumusan masalah atau peluang, pengkajian berbagai alternative, penentuan usulan tindakan, penyampaian temuan, supervisi, dan penindak lanjutan.



3.3



Jasa Konsultasi adalah jasa profesional yang disediakan dengan memadukan kemahiran teknis, pendidikan, pengamatan, pengalaman, dan pengetahuan Penilai dalam proses Konsultasi.



Hubungan dengan Standar Akuntasi Dalam jasa Konsultasi, konsultan dapat menyajikan analisis, kesimpulan, dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan Jasa Konsultasi ditentukan oleh perjanjian antara konsultasi dengan Pembagi Tugas, yang mungkin berhubungan dengan standar akuntansi.



5.0



Penerapan Teknis Standar umum untuk Penilai yang harus diterapkan dalam melakukan pekerjaan jasa Konsultasi adalah sebagai berikut: 5.1



Kecakapan Profesional. Setiap penugasan jasa Konsultansi hanya dapat diterima apabila Penilai yakin bahwa penugasan tersebut dapat diselesaikan dengan kompeten dan bertanggung jawab.



5.2



Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama. Dalam setiap pelaksanaan jasa Konsultasi, kemahiran profesional Penilai harus digunakan dengan cermat dan seksama.



5.3



Perencanaan dan supervisi. Setiap pekerjaan jasa Konsultasi yang dilakukan Penilai harus dilaksanakan dengan perencanaan dan supervisi yang memadai.



5.4



Data relevan yang memadai. Data yang relevan harus didapatkan Konsultan dalam jumlah yang memadai sehingga kesimpulan atau rekomendasi yang



332



berhubungan dengan semua jasa Konsultasi, selalu berdasarkan pada pertimbangan yang rasional. 5.5



Kepentingan Pemberi Tugas. Dalam setiap penugasa, Penilai harus memperhatikan kepentingan Pembagi Tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kesepakatan dengan Pemberi Tugas dengan tetap mempertahankan integritas dan objektivitas.



5.6



Kesepakatan dengan Pemberi Tugas. Dalam setiap penugasan, Penilai harus mencapai kesepakatan dengan Pemberi Tugas mengenai tanggung jawab masing-masing pihak serta sifat, lingkup, dan keterbatasan jasa yang akan disediakan, dan mengubah kesepakatan tersebut apabila terjadi perubahan signifikan selama masa penugasan.



5.7



Komunikasi dengan Pemberi Tugas. Penilai harus memberitahu Pemberi Tugas tentang adanya; (a) benturan kepentingan, (b) keraguan signifikan yang berkaitan dengan lingkup dan manfaat suatu perikatan, dan (c) fakta penting atau kejadian signifikan selama periode penugasan.



5.8



SPI ini terdapat penyimpangan dari SPI 101, SPI 102, SPI 103, SPI 104, dan SPI 105.



5.9



Persyaratan dari Lingkup Penugasan dalam SPI ini. a) Persyaratan minimum dari Lingkup Penugasan meliputi: 1. Identifikasi status Konsultan; Sebuah pernyataan yang menyatakan apakah” a. Identitas Konsultan sebagai individu atau instansi/Kantor Jasa Penilai Publik. b. Konsultan dalam posisi bukan Penilai Independen. c. Konsultan tidak mempunyai atau mempunyai potensi benturan kepentingan dengan pemberi tugas; d. Konsultan memiliki kompetensi untuk melakukan penugasan. Jika konsultan memerlukan bantuan tenaga ahli dalam kaitannya dengan aspek penugasan, maka sifat bantuan dan sejauh mana pekerjaan dilakukan akan disepakati dan diungkapkan dalam Lingkup Penugasan. 2. Identifikasi Pemberi Tugas; Konfirmasi kepada siapa pekerjaan ditujukan adalah penting dalam menentukan format dan isi laporan, agar dapat memastikan bahwa laporan berisi informasi yang relevan dengan kebutuhan mereka. 3. Maksud dan tujuan penugasan; Maksud dan tujuan penugasan yang akan dibuat harus dinyatakan secara jelas. 333



4. Batasan atau pengecualian atas tanggung jawab kepada pihak selain Pemberi Tugas; Konsultan dapat mencantumkan klausul bahwa Konsultan tidak memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga, selama tidak menyimpang dari peraturan dan hukum yang berlaku. 5. Asumsi; Semua asumsi yang dibuat dalam pelaksanaan dan pelaporan Konsultasi harus ditulis dalam Lingkup Penugasan. Asumsi adalah hal yang wajar untuk diterima sebagai fakta dalam konteks penugasan penilaian tanpa penyelidikan tertentu atau verifikasi. Hal tersebut, dinyatakan untuk dapat diterima dalam pemahaman penugasan. 6. Biaya jasa Konsultasi atau dasar perhitungan yang akan dibayarkan untuk Penugasan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Konsultan dengan Pemberi Tugas.



6.0



Syarat Pengungkapan Persyaratan untuk Pelaporan jasa Konsultasi ini dapat berupa laporan lisan maupun laporan tertulis.



7.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 7.1



Standar ini dapat dikutip sebagai SPI 350 – Jasa Konsultasi.



7.2



SPI 350 ini ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



334



Daftar Istilah (Glossary) Standar Penilaian Indonesia (SPI) Aktivitas Agrikultur Aktivitas Agrikultur (agricultural activity), SPI 301 (Agricultural activity) adalah manajemen transformasi biologis dan Butir 3.13 panen aset biologis oleh entitas untuk dijual atau untuk dikonversi menjadi produk agrikultur atau menjadi aset biologis tambahan. Alokasi Harga Beli Alokasi Harga Beli (Purchase Price SPI 320 (Purchase Price Allocation) adalah suatu kegiatan yang Butir 3.3 Allocation) dilakukan oleh pihak pengakuisisi untuk mengalokasikan Harga Beli pada aset dan liabillitas pihak yang diakuisisi berdasarkan Nilai Pasar aset dan liabilitas tersebut pada tanggal akuisisi. Arus Kas Bersih (AKB)



Arus Kas Bersih (AKB) adalah jumlah kas SPI 330 yang : Butir 3.1 a) Tersedia setelah terpenuhinya kebutuhan kas untuk kegiatan operasional; b) Merupakan arus kas yang tersedia bagi penyedia modal (utang dan ekuitas); dan c) Telah bebas dari kewajiban untuk mempertahankan operasi saat ini (current operation) dan untuk mengantisipasi pertumbuhan perusahaan.



Arus Kas Bersih untuk Ekuitas (Free Cash Flow to Equity or Equity Net Cash Flow)



Arus Kas Bersih untuk Ekuitas (Free Cash SPI 330 Flow to Equity or Equity Net Cash Flow); Butir 3.2 Laba bersih setelah pajak, ditambah dengan depresiasi dan komponen bukan kas lainnya, dikurangi atau ditambah perubahan modal kerja, dikurangi pengeluaran barang modal (capital expenditure), dikurangi/ditambah perubahan pokok pinjaman.



Arus Kas Bersih untuk Modal Investasi (Free Cash Flow to the Firm or Invested Capital Net Cash Flow)



Arus Kas Bersih untuk Modal Investasi (Free SPI 330 Cash Flow to the Firm or Invested Capital Butir 3.3 Net Cash Flow); Laba bersih setelah pajak, ditambah dengan depresiasi dan komponen bukan kas lainnya, ditambah dengan pembayaran bunga bebas pajak, dikurangi atau ditambah perubahan modal kerja, dikurangi pengeluaran barang modal (capital expenditure)



Aset



Aset adalah sumber daya ekonomi yang SPI 203 dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah 335



sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan Butir 3.22 dari mana manfaat ekonomi dan/atau socsial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset Bersejarah (Heritage Assets)



Aset Bersejarah (Heritage Assets). Aset yang SPI 203 memiliki nilai budaya, lingkungan atau Butir 3.11 sejarah yang penting. Karakteristiknya: a) Manfaat ekonominya dalam hal budaya, lingkungan dan Pendidikan serta sejarah tidak selalu merefleksikan nilai finansial yang berdasarkan harga pasar; b) Kewajiban legal dapat menimbulkan larangan untuk menjual aset ini; c) Biasanya tidak dapat digantikan dan manfaat ekonomisnya dapat meningkat sepanjang waktu berjalan, bahkan ketika kondisi fisiknya semakin menurun; dan d) Sulit untuk mengestimasikan Umur Manfaatnya, dalam beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun (IPSAS 17.9)



Aset Biologis (Biological Aset Biologis (Biological Asset), adalah SPI 301 Asset) hewan atau tanaman hidup. Butir 3.14 Aset bukan Penghasil Aset bukan Penghasil Pendapatan (Non Cash SPI 203 Pendapatan (Non Cash Generating Asset). Aset selain Aset Penghasil Butir 3.12 Generating Asset) Pendapatan. (IPSAS 21.14). Aset Infrastruktur



Aset Infrastruktur



SPI 203



Aset yang memiliki karakteristik sebagai Butir 3.13 berikut: a) Merupakan bagian dari suatu sistem atau jaringan; b) Sifatnya khusus dan tidak memiliki alternatif penggunaan; c) Tidak dapat dipindahkan; d) Memiliki keterbatasan dalam penjualan. (IPSAS 17.21) Aset non Tanaman (NonPlanting Asset)



Aset non Tanaman (NonPlanting Asset) SPI 301 adalah sarana dan prasarana serta fasilitas Butir 3.2 penunjang lainnya termasuk unit pengolahan (bila ada) yang merupakan bagian yang tidak 336



terlepas dari satu kesatuan aset pada suatu entitas pertanian. Lihat juga Properti Perkebunan (Plantation Property) dan Aset Tanaman (Planting Asset). Aset Penghasil Pendapatan (Cash Generating Asset)



Aset Penghasil Pendapatan (Cash Generating SPI 203 Asset). Aset yang dikuasai dengan tujuan Butir 3.14 menghasilkan tingkat pengembalian (return) secara komersial (IPSAS 21.14)



Aset Rekreasional



Aset Rekreasional. Property yang berada SPI 203 dalam kepemilikan publik yang: Butir 3.1 a) Dikelola oleh atau atas nama nasional, Pemerintah Daerah atau otoritas pemerintahan local; dan b) Menyediakan jasa rekreasi untuk digunakan oleh masyarakat umum. Contohnya termasuk taman, taman bermain, jalur hijau, jalur pejalan kaki, kolam renang, dan lain-lain.



Aset Sektor Publik (Public Sector Asset)



Aset Sektor Publik (Public Sector Asset). SPI 203 Suatu aset yang dimiliki dan atau dikuasai Butir 3.2 oleh pemerintah atau entitas kuasi pemerintah, untuk menyediakan barang atau jasa kepada publik. Aset sektor publik ini terdiri dari berbagai jenis aset, termasuk di dalamnya aset konvensional, aset bersejarah atau yang dilindungi, aset infrastruktur, aset yang memberikan fungsi utilitas publik, aset rekreasional, dan bangunan publik (misalnya fasilitas militer), dimana masing-masing kategori terdiri dari Properti, Mesin, dan Peralatan sebagaimana dimaksud dalam pengertian IPSASs dan IFRSs. Aset sektor publik secara umum mencakup: a) Aset yang memiliki jangka waktu (masa kepemilikan) yang khusus (atypical), tidak tergantikan, bukan penghasil pendapatan, atau menghasilkan barang dan jasa tanpa adanya kompetisi pasar b) Tanah dengan batasan penjualan atau sewa; dan c) Tanah yang ditujukan untuk penggunaan tertentu dan tidak harus memenuhi Penggunaan Tertinggi dan Terbaik. Lihat juga Aset Bersejarah, Aset infrastruktur, Bangunan Publik, Utilitas Publik dan Aset Rekreasional.



337



Aset Takberwujud (Intangible Asset)



Aset Takberwujud (Intangible Asset) adalah SPI 320 aset non-monetary yang dapat diidentifikasi Butir 3.1 tanpa wujud fisik dan memberikan hak dan manfaat ekonomi kepada pemilik.



Aset Tanaman (Planting Aset Tanaman (Planting Asset) yang SPI 301 Asset) dimaksud adalah tanaman yang Butir 3.3 dibudidayakan secara komersial pada suatu lahan tertentu dan dikelola berdasarkan teknis budidaya yang berlaku umum pada suatu tempat tertentu. Lihat juga Properti Perkebunan (Plantation Property), Tanaman Tahunan (Perrenial Planting), dan Aset Biologis (Biological Asset). Aset Tetap



Aset Tetap adalah aset berwujud yang SPI 203 mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua Butir 3.23 belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan Pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.



Bangunan Publik (Public Bangunan Publik (Public Building). Suatu SPI 203 Building) bangunan yang melayani masyarakat Butir 3.3 (komunitas) dan beberapa fungsi social, yang dimiliki oleh negara secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya bangunan pengadilan, pusat pemerintahan daerah, sekolah, penjara, pos polisi, fasilitas militer, perpustakaan, rumah sakit, klinik dan perumahan sosial atau publik. Barang



Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat SPI 205 dijual secara lelang (Pasal 1 butir 2) Butir 3.2



Biaya



Biaya adalah sejumlah uang yang diperlukan KPUP 4.3 untuk memperoleh atau menciptakan suatu aset. Ketika aset telah diperoleh atau diciptakan, biaya merupakan suatu fakta. Harga berhubungan dengan biaya, karna harga yang dibayar untuk suatu aset menjadi biaya bagi pembeli.



Biaya Pengganti Baru Biaya Pengganti Baru (New Replacement SPI 320 (New Replacement Cost) Cost) adalah estimasi biaya untuk membuat Butir 3.11 suatu Aset Takberwujud, yang setara dengan Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian berdasarkan harga pasaran setempat pada Tanggal Penilaian. Biaya Reproduksi Baru Biaya Reproduksi Baru (New Reproduction SPI 320 (New Reproduction Cost) Cost) adalah estimasi biaya untuk Butir 3.12 mereproduksi suatu Aset Takberwujud yang sama atau identik dengan Aset Takberwujud yang menjadi objek penilaian, berdasarkan 338



harga pasaran Penilaian.



setempat



pada



Tanggal



Business Interest



Business Interest adalah kepemilikan dalam SPI 330 perusahaan yang antara lain meliputi Butir 3.4 penyertaan dalam perusahaan, surat berharga, aset keuangan (financial asset) lainnya dan Aset Takberwujud (Intangible Asset).



Data Pembanding



Data Pembanding. Data umumnya digunakan SPI 300 dalam analisis penilaian untuk membuat Butir 3.1 estimasi nilai. Data pembanding adalah properti yang memiliki karakteristik yang sama dengan properti yang dinilai. Data tersebut mencakup harga transaksi dan/atau data penawaran yang disesuaikan, sewa, pendapatan dan pengeluaran, serta tingkat kapitalisasi dan tingkat diskonto (yield) yang berasal dari pasar.



Depresiasi



Depresiasi merujuk kepada penyesuaian yang SPI 106 diperhitungkan untuk mengestimasi biaya Butir 3.1 pembuatan aset dengan utilitas yang setara guna merefleksikan dampak terhadap nilai dari berbagai keusangan yang mempengaruhi aset yang dinilai.



Diskon Likuiditas Pasar Diskon Likuiditas Pasar (Discount for Lack of SPI 330 (Discount for Lack of Marketability) adalah suatu jumlah persentase Butir 3.7 Marketability) tertentu yang merupakan pengurang dari nilai suatu ekuitas sebagai cerminan dari kurangnya likuiditas dari objek penilaian. Diskon Tanpa Diskon Tanpa Pengendalian (Discount for SPI 330 Pengendalian (Discount Lack of Control) adalah suatu jumlah atau Butir 3.6 for Lack of Control) persentase tertentu yang merupakan pengurang dari nilai suatu ekuitas sebagai cerminan dari kurangnya tingkat pengendalian atas objek penilaian. Elemen Perbandingan



Elemen Perbandingan. Karakteristik khusus SPI 300 dari property dan transaksi yang Butir 3.2 mengakibatkan harga yang dibayarkan untuk real estate menjadi berbeda. Elemen Perbandingan mencakup, tapi tidak terbatas kepada; ha katas properti yang ditransfer, persyaratan pembiayaan, kondisi penjualan, kondisi pasar, lokasi dan karakteristik fisik dan ekonomi (lihat butir 5.23 untuk penjelasan Elemen Perbandingan secara lengkap).



Etik



Etik adalah nilai-nilai atau norma-norma KEPI 3.1 moral yang menjadi pedoman bagi seseorang 339



atau kelompok dalam mengatur perilakunya secara professional. Faktor Kapitalisasi



Fasilitas Khusus Livestock)



Faktor Kapitalisasi adalah semua jenis rasio SPI 300 yang digunakan untuk mengkonversi Butir 3.8 pendapatan menjadi suatu nilai.



Peternakan Fasilitas Peternakan Khusus (Specialised SPI 301 (Specialised Livestock). Lihat juga Peternakan Penghasil Butir 3.4 Susu (Dairy Farms), Lahan Penggembalan Ternak (Livestock Ranch/Stations).



Fidusia



Fidusia adalah surat perjanjian accessor SPI 202 antara debitor dan kreditor yang yang isinya Butir 3.3 penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda bergerak milik debitor kepada kreditor.



Gadai



Gadai adalah hak yang diperoleh kreditor atas SPI 202 suatu barang yang bergerak yang diberikan Butir 3.2 kepadanya oleh debitor atau orang lain atas Namanya untuk menjamin suatu utang. Selain itu, memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut terlebih dahulu dari kreditor lainnya, terkecuali biaya untuk melelang barang dan biaya yang dikeluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu mesti didahulukan



Ganti Kerugian



Ganti Kerugian adalah penggantian yang SPI 204 layak dan adil kepada pihak yang berhak Butir 3.5 dalam proses pengadaan tanah (Pasal 1 Butir 10).



Goodwill



Goodwill adalah aset yang mempresentasikan SPI 320 manfaat ekonomi masa depan yang berasal Butir 3.10 dari aset lainnya yang diakuisisi dalam rangka Kombinasi Bisnis yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah.



Hak atas Properti



Hak atas Properti. Hak yang berhubungan SPI 300 dengan kepemilikan real estate. Hak ini Butir 3.3 termasuk hak untuk mengembangkan atau tidak mengembangkan lahan, menyewakan kepada pihak lain, menjual atau menyerahkan, menanami, menambang atau mengubah topografi, membagi, menggabungkan, menggunakan untuk pembuangan sampah, atau memilih untuk tidak menggunakan satupun hak tersebut. Kombinasi dari berbagai hak ini kadangkadang disebut himpunan hak (bundle of rights) yang terdapat di dalam kepemilikan 340



real estate. Hak atas properti secara umum dibatasi oleh restriksi publik atau privat seperti easement, right of way, aturan kepadatan pengembangan, peruntukan dan restriksi lainnya yang membatasi properti. Hak Pengusahaan Hutan Hak Pengusahaan Hutan Industri SPI 301 Industri (Forestry/Timberland). Lahan yang Butir 3.5 (Forestry/Timberland) dikembangkan untuk pertumbuhan tanaman hutan yang secara periodic dipanen melebihi periode pertumbuhannya (5 atau 10 tahun atau lebih). Pertimbangan sebagai Properti Agrikultur karena properti ini dapat memproduksi kayu (log), walaupun membutuhkan periode pertumbuhan jangka panjang. Lihat juga Tanaman Tahunan (Perennial Planting). Beberapa komoditi merupakan tanaman tahunan (annual crops) yang dibudidayakan pada suatu lahan melebihi satu siklus tanam selama 12 bulan, per ketetapan kontrak atau dalam kondisi dimana pasar tidak mendukung. Tanaman ini dapat bertahan untuk lebih dari setahun setelah masa panen tetapi dipertimbangkan untuk menjadi tanaman yang tetap. Lihat juga Tanah Irigasi (Irrigated Land), Tanaman Tahunan (Perennial Planting). Hak Tanggungan



Hak Tanggungan atas tanah beserta benda- SPI 202 benda yang berkaitan dengan tanah, yang Butir 3.1 selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada ha katas tanah sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak termasuk benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditorkreditor lain. (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 tahun 1996).



Harga



Harga adalah sejumlah uang yang diminta, KPUP 4.2 ditawarkan atau dibayarkan untuk suatu aset. Karena kemampuan keuangan, motivasi atau kepentingan khusus dari pembeli atau penjual, harga yang dibayarkan mungkin berbeda dengan nilai dari aset tersebut berdasarkan anggapan pihak lain. 341



Harga Beli



Harga Beli adalah biaya akuisisi yang tidak SPI 320 termasuk biaya yang dikeluarkan pihak Butir 3.2 pengakuisisi dalam rangka kombinasi bisnis, seperti biaya makelar, advis, hukum, akuntansi, penilain dan lainnya.



Implementasi



Implementasi sebagai bagian dari tugas SPI 104 penilaian, merupakan prosedur yang harus Butir 3.1 dilaksanakan oleh Penilai meliputi tahapan investigasi, penerapan pendekatan penilaian dan penyusunan kertas kerja penilaian.



Informasi Keuangan Prospektif (Prospective Financial Information/PFI)



Informasi Keuangan Prospektif (Prospective SPI 320 Financial Information/PFI) adalah informasi Butir 3.8 keuangan yang didasarkan atas asumsiasumsi mengenai peristiwa yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang dan tindakan-tindakan yang akan dilakukan oleh entitas.



Institusi



Institusi adalah Lembaga dimana Penilai KEPI 3.4 melakukan pekerjaan penilaian, antara lain Kantor Jasa Penilai Publik, Lembaga Pemerintah dan Bank.



Instrumen Aset Keuangan



Instrumen Aset Keuangan adalah setiap aset SPI 340 yang berbentuk kas, instrumen ekuitas yang Butir 3.2 diterbitkan entitas lain, hak kontraktual, kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas dan merupakan instrumen non derivatif atau instrumen derivatif.



Instrument Derivatif



Instrument Derivatif adalah suatu instrumen SPI 340 keuangan atau kontrak lain dengan tiga Butir 3.5 karakteristik yaitu nilainya berubah sebagai akibat dari perubahan variable yang telah ditentukan, tidak memerlukan investasi awal neto atau memerlukan investasi awal neto dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang diperlukan untuk kontrak serupa lainnya yang diharapkan akan menghasilkan dampak yang serupa sebagai akibat perubahan faktor pasar dan diselesaikan pada tanggal tertentu di masa depan.



Instrumen Ekuitas



Instrumen Ekuitas adalah setiap kontrak yang SPI 340 memberikan hak residual atas suatu entitas Butir 3.4 setelah dikurangi dengan seluruh liabilitasnya.



342



Instrumen Keuangan



Instrumen Keuangan adalah kontrak yang SPI 340 mengakibatkan haka tau kewajiban antara Butir 3.1 pihak-pihak tertentu untuk menerima atau membayar secara tunai atau bentuk pembayaran keuangan lain, atau instrumen ekuitas. Kontrak tersebut mungkin memerlukan penerimaan atau pembayaran yang harus dilakukan pada atau sebelum tanggal tertentu atau dipicu oleh peristiwa tertentu.



Instrumen Liabilitas Keuangan



Instrumen Liabilitas Keuangan adalah setiap SPI 340 liabilitas yang berupa kewajiban kontraktual Butir 3.3 dan kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas dan merupakan instrumen non derivative atau instrumen derivatif.



Investigasi



Investigasi dalam konteks penilaian adalah SPI 104 proses pengumpulan data yang cukup dengan Butir 3.2 melakukan inspeksi, penelaahan, penghitungan, dan analisis sesuai tujuan penilaian.



Jumlah Layanan yang dapat Diperoleh Kembali (Recoverable Service Amount)



Jumlah Layanan yang dapat Diperoleh SPI 203 Kembali (Recoverable Service Amount). Nilai Butir 3.17 yang lebih tinggi antara Nilai wajar aset bukan penghasil pendapatan dikurangi dengan biaya penjualan dan nilai dalam penggunaannya (IPSAS 21.14).



Jumlah Terdepresiasi Jumlah Terdepresiasi (Depreciable Amount). SPI 203 (Depreciable Amount) Biaya pengadaan aset atau jumlah lain Butir 3.18 sebagai pengganti biaya pengadaan aset dikurangi dengan nilai sisanya (IPSAS 17.13). Kaji Ulang Administrasi Kaji Ulang Administrasi (Compliance SPI 107 (Compliance Review) Review). Suatu Kaji Ulang Penilaian yang Butir 3.3 dilakukan oleh Pemberi Tugas atau Pengguna Jasa Penilaian sebagai suatu pengujian yang menyeluruh dalam hal penilaian akan digunakan untuk tujuan pengambilan keputusan seperti penjaminan, pembelian, atau penjualan properti. Dalam situasi tertentu, seorang Penilai dapat melaksanakan kaji ulang administrasi untuk membantu Pemberi Tugas dalam fungsi tersebut. Kaji Ulang Administrasi dapat juga dilaksanakan untuk memastikan bahwa penilaian telah memenuhi persyaratan yang harus dipatuhi atau pedoman yang disyaratkan dalam suatu 343



penugasan penilaian, sesuai dengan Konsep & Prinsip Umum (KPUP). Kaji Ulang Lapangan (Field Review)



Kaji Ulang Lapangan (Field Review). Sutau SPI 107 Kaji Ulang Penilaian yang meliputi inspeksi Butir 3.5 bagian luar dan dapat juga bagian dalam dari suatu properti serta kemungkinan inspeksi dari properti pembanding untuk mengkonfirmasikan data yang disajikan dalam laporan. Pada umumnya dilakukan menggunakan suatu daftar rincian yang memenuhi materi yang diuji dalam Kaji Ulang Terbatas (Desk Review), dan dapat termasuk konfirmasi atas data pasar, penelitian untuk mengumpulkan data tambaha, serta verifikasi terhadap perangkat lunak (Software) yang digunakan dalam menyusun suatu laporan. Lihat Kaji Ulang Terbatas.



Kaji Ulang Penilaian



Kaji Ulang Penilaian adalah suatu kaji ulang SPI 107 yang dilakukan Penilai terhadap pekerjaan Butir 3.1 penilai yang sedang atau telah dikerjakan oleh Penilai lain, dimana penugasannya bisa sebagian atau keseluruhan dari proses penilaian yang dilaksanakan.



Kaji Ulang Teknis Kaji Ulang Teknis (Technical Review). Suatu SPI 107 (Technical Review) Kaji Ulang Penilaian yang dilakukan oleh Butir 3.6 Penilai untuk membentuk suatu opini apakah Analisa, pendapat, dan kesimpulan dalam laporan yang dikaji ulang telah sesuai, layak, dan bisa dipertanggungjawabkan, sesuai dengan ketentuan Standar Penilaian yang berlaku. Kaji Ulang Terbatas Kaji Ulang Terbatas (Desk Review). Suatu SPI 107 (Desk Review) Kaji Ulang Penilaian yang terbatas pada data Butir 3.4 yang disajikan dalam laporan, yang dapat atau tidak dapat dikonfirmasi secara independen. Kaji Ulang ini pada umumnya diterapkan dengan menggunakan daftar rincian (Check List) materi. Penilai yang melaksanakan kaji ulang memeriksa keakuratan perhitungan, kewajaran data, kesesuaian metodologi, pemenuhan lingkup penugasan, persyaratan regulasi, dan pemenuhan Standar Penilaian Indonesia (SPI). Lihat Kaji Ulang Lapangan. Kaji Ulang Penilaian



Umum Kaji Ulang Umum Penilaian adalah evaluasi SPI 107 terhadap suatu pekerjaan penilaian, dalam Butir 3.2 rangka menghasilkan penilaian yang berkualitas dan dapat dipercaya, atau untuk 344



meyakini kredibiliitas dan keakuratan dari suatu pekerjaan penelitian. Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP)



Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) adalah KEPI 3.6 badan usaha yang telah mendapat izin usaha Butir b) dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi Penilai Publik dalam menjalankan usaha di bidang penilaian dan jasa-jasa lainnya. 1. Usaha di bidang penilaian meliputi Bidang Jasa Penilaian Properti Sederhana, Bidang Jasa Personal Properti, Bidang Jasa Penilaian Properti dan Bidang Jasa Penilaian Bisnis. 2. Jasa-jasa lainnya yang terkait dengan penilaian antara lain ; konsultasi pengembangan properti, desain sistem informasi aset, manajemen properti, studi kelayakan usaha, jasa agen properti, pengawasan pembiayaan proyek, studi penentuan sisa umur ekonomi, studi penggunaan tertinggi dan terbaik (highest and best use), dan penasihat keuangan.



Kapitalisasi



Kapitalisasi adalah:



SPI 330



a) Pengkonversian Arus Kas Bersih (AKB) Butir 3.11 atau penghasilan bersih lain, baik yang bersifat aktual maupun perkiraan, selama periode tertentu yang ekuivalen dengan nilai aset pada suatu tanggal tertentu, atau b) Pengakuan atas suatu pengeluaran barang modal (capital expenditure). Kelangsungan Usaha Kelangsungan (Going Concern) adalah:



Usaha



(Going



Concern) SPI 330 Butir 3.10



a) Suatu kondisi yang mencerminkan usaha yang sedang beroperasi atau sekurangkurangnya dalam proses konstruksi; atau b) Suatu premis dalam penilaian, dimana Penilai menganggap suatu perusahaan akan terus melanjutkan operasinya secara berkelanjutan. Kelompok Aset Biologis Kelompok Aset Biologis (Group of SPI 301 (Group of Biological Biological Asset), adalah penggabungan dari Butir 3.15 Asset) hewan atau tanaman hidup yang serupa. Kendali/Pengendalian



Kendali/Pengendalian adalah kemampuan SPI 330 untuk mengatur pengelolaan dan kebijakan Butir 3.19 suatu entitas.



Kepentingan Umum



Kepentingan Umum adalah kepentingan SPI 204 bangsa, negara, dan masyarakat yang harus 345



diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan Butir 3.4 sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (Pasal 1 Butir 6) Keusangan (Obsolence)



Keusangan (Obsolence). Kerugian dalam SPI 203 bentuk penurunan kegunaan properti yang Butir 3.5 disebabkan penyusutan, perubahan teknologi, perubahan perilaku, pola dan dampak lingkungannya. Keusangan kadangkala diklasifikasikan dengan desain dan fungsi yang ketinggalan jaman, komponen bangunan dengan desain structural yang tidak mampu memenuhi kebutuhan saat ini, dan faktorfaktor yang timbul di luar aset seperti perubahan dalam permintaan.



Kode Etik



Kode Etik adalah kumpulan etik yang dibuat KEPI 3.2 untuk menjunjung tinggi profesi demi tanggung jawab terhadap profesi, masyarakat dan Ketuhanan Yang Maha Esa.



Kode Etik Penilai Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) adalah KEPI 3.3 Indonesia (KEPI) kumpulan etik yang melandasi pelaksanaan SPI yang harus ditaati oleh Penilai, agar penugasan yang dilakukan Penilai dapat memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan cara yang jujur, objektif dan kompeten secara professional, bebas dari kecurigaan adanya kepentingan pribadi, untuk menghasilkan laporan yang jelas, dan mengungkapkan semua hal yang penting untuk pemahaman penugasan secara tepat. Kombinasi Bisnis Kombinasi Bisnis (Business Combination) SPI 320 (Business Combination) adalah suatu transaksi atau peristiwa lain Butir 3.5 dimana pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian atas satu atau lebih bisnis. KPUP (Konsep dan KPUP (Konsep dan Prinsip Umum SPI 300 Prinsip Umum Penilaian) Penilaian), memberikan konsep mengenai Butir 3.4 tanah dan properti; Real Estate, Properti dan Aset; Nilai, Biaya dan Harga; Nilai Pasar, Pengunaan Tertinggi dan Terbaik, Kegunaan, Konsep penting lainnya dan Pendekatan Penilaian. Banyak konsep dan istilah teknis digunakan di dalam SPI diberikan dalam bagian Penjelasan Istilah (Glossary). Definisi di bawah ini bersifat khusus untuk SPI 300 dan dimuat di SPI ini untuk memudahkan pembaca memahami.



346



Lahan Pengembalaan Lahan Pengembalaan Ternak (Livestock SPI 301 Ternak (Livestock Ranches/Station). Propert Agrikultur yang Butir 3.6 Ranches/Station) digunakan untuk mengembangkan dan memberi makan hewan ternak seperti sapi, babi, kambing, kuda, atau kombinasinya. Penggunaan yang sebenarnya dari property dapat terdiri dari beraneka ragam bentuk. Hewan ternak dapat divarietasikan, dikembangbiakan dan dijual selama masa operasional. Hewan ternak yang masih muda mungkin dibutuhkan dari luar dan kemudian dikembangkan di dalam. Hewan ternak dapat dikembangkan untuk dikonsumsi atau untuk pemuliaan/pembibitan. Makanan hewan dapat diproduksi dari properti sendiri, impor, atau disuplai dari keduanya. Properti yang digunakan untuk budidaya dan penyuplai makanan ternak membutuhkan modal investasi yang cukup signifikan dalam struktur pengembangannya (kendang, naungan, Gudang dan pagar) dan mungkin atau tidak mungkin didepresiasikan tergantung dari ketentuan yang berlaku. Lahan Pertanian (Cropping Farms)



Lahan Pertanian (Cropping Farms). Properti SPI 301 Agrikultur yang digunakan untuk Butir 3.7 mengembangkan suatu komoditi yang dapat dipanen dalam siklus 12 bulan (satu tahun). Properti yang digunakan untuk tanaman budidaya setahun (musiman) mungkin dapat tumbuh lebih dari satu jenis komoditi pada tahun yang sama, dengan atau tidak menggunakan irigasi untuk memproduksi tanamannya. Contohnya adalah tanaman palawija atau kelompok hortikultura.



Laporan Lisan



Hasil penilaian yang dikomunikasikan secara SPI 105 verbal dengan dipresentasikan di depan siding Butir 3.2 pengadilan baik sebagai saksi ahli atau pemberian kesaksian. Suatu laporan yang dikomunikasikan secara lisan kepada pemberi tugas harus didukung dengan suatu kertas kerja dan minimal ditindaklanjuti dengan ringkasan tertulis dari penilaian.



Laporan Penilaian



Suatu dokumen yang mencantumkan SPI 105 instruksi penugasan, tujuan dan dasar Butir 3.1 penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan opini nilai. Suatu Laporan Penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan 347



penilaian, dan menyatakan informasi yang penting yang digunakan dalam analisis. Laporan Penilaian dapat berupa lisan mauoun tertulis. Jenis, isi, dan panjangnya laporan dapat bervariasi tergantung pada pengguna yang dimaksud, persyaratan hukum, jenis properti, dan sifat dasar serta kompleksitas penugasan. Laporan Penilaian Laporan Penilaian Ringkas (LPR) disebut SPI 202 Ringkas (LPR) juga Short Form Report merupakan laporan Butir 3.5 penilaian dalam bentuk tertulis sesuai yang dipersyaratkan pada SPI 105. Terkait untuk tujuan penjaminan utang, LPR dimaksud ditujukan untuk objek penilaian berupa satuan unit rumah tapak, rumah susun, rumah toko, dan rumah kantor yang tujuan penilaiannya untuk penjamin kredit atau pembiayaan kepemilikan properti. Batasan penilaian untuk kepentingan LPR mencakup batasan atas standar imbalan jasa (fee), besaran nilai dan/atau luas tapak property sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Laporan Penilaian Laporan Penilaian Ringkas (Summary atau SPI 105 Ringkas (Summary atau Short Form Style), secara umum Butir 3.2 Short Form Style) mengungkapkan informasi secara ringkas. Laporan ini seharusnya berisi ringkasan dari seluruh informasi yang signifikan dalam penilaian dan meliputi satu atau beberapa paragraf yang diringkas dalam bentuk narasi singkat atau bentuk form. Laporan ini sangat tergantung kepada tingkat kedalaman investigasi yang dimaksud dalam Lingkup Penugasan. Laporan Penilaian Laporan Penilaian Terbatas (Restricted atau SPI 105 Terbatas (Restricted atau Proforma Style), menyatakan informasi Butir 3.2 Proforma Style) dalam bentuk paparan minimal. Isi laporan biasanya ditentukan oleh Pemberi Tugas yang hanya membutuhkan informasi dinyatakan secara singkat dan biasanya merupakan kombinasi dari pernyataan naratif singkat dan fakta sederhana atau ‘bulleted points’. Laporan ini sangat tergantung kepada tingkat kedalaman investigasi dan asumsi yang dimaksud dalam Lingkup Penugasan; Dalam penilaian untuk tujuan perpajakan atau tujuan statute dapat menggunakan bentuk



348



Laporan Penilaian Terbatas atau sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku. Laporan Penilaian Laporan Penilaian Terinci (Self-Contained SPI 105 Terinci (Self-Contained atau Comprehensive Style), secara umum Butir 3.2 atau Comprehensive mndeskripsikan informasi secara detil dan Style) komprehensif. Laporan ini seharusnya mengandung seluruh informasi yang signifikan dalam penilaian, termasuk pembahasan secara mendetil atas setiap hal yang dinyatakan dalam laporan. Laporan ini membutuhkan tingkat kedalaman investigasi sesuai yang dimaksud dalam Lingkup Penilaian. Laporan Tertulis



Hasil penilaian yang dikomunikasikan kepada SPI 105 Pemberi Tugas dalam bentuk tulisan, Butir 3.2 termasuk yang dikomunikasikan secara elektronik. Laporan tertulis dapat merupakan suatu dokumen narasi terinci yang berisikan semua materi yang terkait yang diuji dan dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan nilai atau dokumen narasi ringkas, termasuk pemutakhiran nilai secara periodik (Penilaian Ulang), formulir yang digunakan oleh Pemerintah atau badan yang lain, atau suratsurat yang ditujukan kepada Pemberi Tugas.



Lelang



Lelang adalah penjualan barang yang terbuka SPI 205 untuk umum dengan penawaran harga secara Butir 3.1 tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang (Pasal 1 Butir 1).



Lelang Eksekusi



Lelang Eksekusi adalah lelang untuk SPI 205 melaksanakan putusan atau penetapan Butir 3.3 pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 1 Butir 4).



Lelang Sukarela



Noneksekusi Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang SPI 205 atas Barang milik swasta, perorangan atau Butir 3.5 badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela (Pasal 1 Butir 6).



Lelang Wajib



Noneksekusi Lelang Noneksekusi Wajib adalah Lelang SPI 205 untuk melaksanakan penjualan barang yang Butir 3.4 oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang (Pasal 1 Butir 5).



349



Lingkup Penugasan



Lingkup Penugasan, merupakan dasar dalam SPI 103 pengaturan kesepakatan penugasan penilaian, Butir 3.1 tingkat kedalaman investigasi, penentuan asumsi dan batasan penilaian.



Masa Manfaat



Masa Manfaat adalah suatu periode dimana SPI 320 aset diharapkan tersedia untuk digunakan Butir 3.6 oleh entitas atau jumlah produksi atau unit yang sejenis yang diharapkan untuk diperoleh dari Aset Takberwujud oleh entitas.



Mesin dan Peralatan



Mesin dan Peralatan adalah aset berwujud SPI 310 selain dari “realty”, dimana ; Butir 3.1 (i) Aset yang dimiliki untuk digunakan dalam suatu produksi yang berkelanjutan termasuk konstruksi bangunan pendukung mesin, mesin-mesin (al. mesin individual atau sekumpulan mesin, perlengkapan/penambahan oleh penyewa), serta kategori aset lainnya yang sejenis. (ii) Aset berwujud, yang; (a) Dimiliki suatu entitas untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan (b) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari 1 periode. Kategori Mesin dan Peralatan: Pabrik (Plant) Aset yang terintegrasi/melekat tak terpisahkan dari aset lainnya, dan dapat meliputi bangunan-bangunan khusus, mesinmesin dan peralatan. Mesin (Machinery) Mesin-mesin individual atau sekumpukan mesinmesin. Mesin merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk suatu proses tertentu dalam kaitannya dengan suatu operasi perusahaan atau bisnis. Peralatan (Equipment) Aet-aset lain yang digunakan untuk membantu operasi perusahaan atau bisnis.



Metode Biaya Pengganti



Metode Biaya Pengganti, Metode yang SPI 106 mengindikasikan nilai dengan menghitung Butir 3.2 biaya untuk membuat aset yang serupa dengan utilitas yang setara.



350



Metode Reproduksi



Biaya Metode Biaya Reproduksi, Metode yang SPI 106 mengindikasikan nilai dengan menghitung Butir 3.3 biaya untuk membuat replika aset.



Metode Diskonto Arus Metode Diskonto Arus Kas (DCF), arus kas SPI 106 Kas (DCF) yang diproyeksikan didiskontokan kembali ke Butir 3.4 tanggal penilaian, menghasilkan nilai kini dari aset. Metode Pembanding Metode Pembanding Perdagangan Tercatat di SPI 106 Perdagangan Tercatat di Bursa menggunakan informasi dari Butir 3.6 Bursa pembanding aset yang diperdagangkan di bursa yang sama atau sejenis dengan aset yang dinilai untuk mendapatkan indikasi nilai. Metode Penjumlahan



Metode Penjumlahan, Metode yang SPI 106 menghitung nilai aset dengan menjumlahkan Butir 3.5 nilai dari setiap bagian komponennya.



Metode Perbandingan Metode Perbandingan Data Pasar yaitu SPI 106 Data Pasar menggunkan informasi dari transaksi yang Butir 3.7 melibatkan aset yang sama atau sejenis dengan aset yang dinilai untuk mendapatkan indikasi nilai. Modal Investasi Modal Investasi (Invested Capital) adalah SPI 330 (Invested Capital) jumlah utang berbunga (Interest Bearing Butir 3.5 Debt) dan ekuitas pada suatu perusahaan. Modal Kerja Bersih



Modal Kerja Bersih adalah selisih jumlah aset SPI 330 lancer dikurangi liabilitas lancer. Butir 3.12



Model Pertumbuhan Model Pertumbuhan Konstan/Gordon SPI 106 Konstan/Gordon Growth Growth Model, Model pertumbuhan konstan Butir 3.8 Model mengasumsikan aset tumbuh (menurun) pada tingkat yang konstan selamanya. Nilai



Nilai adalah suatu opini dari manfaat ekonomi KPUP 4.4 dari kepemilikan aset, atau, harga yang paling mungkin dibayarkan untuk suatu aset dalam pertukaran, sehingga nilai bukan merupakan suatu fakta. Aset diartikan juga sebagai barang dan jasa. Nilai dalam pertukaran adalah suatu harga hipotesis, dimana hipotesis dari nilai diestimasi dan ditentukan oleh tujuan penilaian pada waktu tertentu. Nilai bagi pemilik adalah suatu estimasi dari manfaat yang akan diperoleh pihak tertentu atas suatu kepemilikan.



351



Nilai Aset Bersih (Net Nilai Aset Bersih (Net Asset Value) adalah SPI 330 Asset Value) total Nilai Pasar aset dikurangi total Nilai Butir 3.13 Pasar liabilitas. Nilai Asuransi (Insurable Nilai Asuransi adalah nilai aset sebagaimana SPI 102 Value) yang diatur berdasarkan kondisi-kondisi yang Butir 3.1 dinyatakan di dalam kontrak atau polis asuransi dan dituangkan dalam definisi yang jelas dan terinci. Nilai Asuransi dapat berupa Nilai Pembangunan Kembali (lihat SPI 102 butir 3.7) atau Nilai dalam kondisi apa adanya (indemnity value) Nilai Buku Aset Tetap



Nilai Buku Aset Tetap adalah hasil SPI 330 kapitalisasi atas biaya perolehan aset, Butir 3.14 dikurangi akumulasi depresiasi, deplesi, sebagaimana yang tercatat dalam laporan posisi keuangan.



Nilai Buku Disesuaikan



Nilai Buku Disesuaikan adalah Nilai Buku SPI 330 yang dihasilkan setelah dilakukan Butir 3.16 penyesuaian (normalisasi) terhadap nilai dari suatu atau lebih aset atau liabilitas.



Nilai Buku Ekuitas/Nilai Nilai Buku Ekuitas/Nilai Buku adalah selisih SPI 330 Buku antara total aset dikurangi dengan total Butir 3.15 liabilitas dari perusahaan sebagaimana tercatat dalam laporan posisi keuangan. Nilai dalam Penggunaan Nilai dalam Penggunaan merupakan nilai SPI 102 (Value In Use) yang dimiliki oleh suatu aset bagi penggunaan Butir 3.2 tertentu untuk seorang pengguna tertentu dan oleh karena itu tidak berkaitan dengan Nilai Pasar. Nilai dalam Penggunaan ini adalah nilai yang diberikan oleh aset tertentu kepada badan usaha dimana aset tersebut merupakan bagian dari badan usaha tanpa memperdulikan penggunaan terbaik dan tertinggi dari aset tersebut, atau jumlah uang yang dapat diperoleh atas penjualannya. Definisi akuntansi dari Nilai dalam Penggunaan adalah nilai kini dari estimasi aliran kas yang diharapkan untuk didapat dari penggunaan berkelanjutan atas suatu aset dan dari penjualannya di akhir umur penggunaannya. Nilai dalam Penggunaan Nilai dalam Penggunaan untuk Aset Bukan SPI 203 untuk Aset Bukan Penghasil Pendapatan. Adalah nilai kini dari Butir 3.19 Penghasil Pendapatan sisa potensi pelayanan aset. (IPSAS 21.14)



352



Nilai Ekuitabel Harga yang diestimasikan dari pengalihan SPI 102 (Equitable Value) suatu aset atau liabilitas, diantara para pihak Butir 3.19 yang memahami dan berminat sesuai dengan kepentingannya. Nilai Ekuitas



Nilai Ekuitas adalah nilai bisnis bagi semua SPI 330 pemegang saham. Butir 3.18



Nilai Entitas (Enterprise Nilai Entitas (Enterprise Value) adalah Nilai SPI 330 Value) Ekuitas dalam bisnis ditambah nilai utang Butir 3.17 atau kewajiban utang terkait, dikurangi kas atau setara kas yang tersedia untuk memenuhi liabilitas yang ada. Nilai Investasi a) Nilai Investasi adalah nilai dari aset bagi SPI 102 (Investment Value) pemilik atau calon pemilik untuk investasi Butir 3.3 individua atau tujuan operasional. b) Nilai ini merupakan Dasar Nilai yang spesifik dari entitas. Meskipun nilai dari suatu aset bagi pemilik mungkin sama dengan jumlah yang dapat direalisasikan dari penjualan kepada pihak lain, Dasar Nilai ini mencerminkan manfaat yang diterima oleh entitas yang mempunyai aset; dalam hal ini tidak selalu melibatkan pertukaran hipotesis. Nilai Investasi mencerminkan keadaan dan tujuan keuangan dari entitas yang dinilai. Hal ini sering digunakan untuk mengukur kinerja investasi. Nilai Khusus (Special a) Nilai Khusus adalah sejumlah uang yang SPI 102 Value) mencerminkan atribut tertentu dari aset Butir 3.4 yang hanya berlaku bagi pembeli khusus dan bukan pasar secara keseluruhan. b) Pembeli Khusus adalah pembeli tertetu atas suatu aset tertentu dimana baginya aset memiliki nilai khusus, karena adanya manfaat yang timbul atas kepemilikannya, dan tidak tersedia bagi pembeli lain di pasar. Jika Penilai memberikan opini Nilai Khusus, maka harus dilaporkan dan dibedakan dengan jelas dari Nilai Pasar. Nilai Likuidasi a) Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang SPI 102 (Liquidation Value) yang mungkin direalisasikan saat sebuah Butir 3.5 atau sekelompok aset dialihkan secara satu-per-satu (piecemeal basis). Dasar nilai di atas digunakan dalam konteksi penilaian untuk kepentingan likuidasi perusahaan. 353



b) Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Pada beberapa situasi, Nilai Likuidasi dapat melibatkan penjual yang tidak berminat menjual, pembeli yang membeli dengan mengetahui situasi yang tidak menguntungkan penjual. Definisi di atas berlaku untuk penilaian aset tetap yang umurnya berlaku dalam konteks jaminan pembiayaan dan lelang aset. Penilai harus menyatakan Dasar Nilai ini sebagai indikasi Nilai Likuidasi. Dasar Nilai ini seharusnya hanya dapat diberikan dalam hal terjadinya kredit macet atau gagal bayar pembiayaan. c) Indikasi Nilai Likuidasi untuk penggunaan kembali (Liquidation Value in Place in Use) adalah perkiraan jumlah uang yang diperhitungkan akan dapat diperoleh dari suatu transaksi jual beli properti/fasilitas yang berhenti, dalam waktu yang terbatas ketika penjual terpaksa untuk menjual dan sebaliknya pembeli tidak terpaksa untuk membeli, dengan asumsi seluruh aset/fasilitas akan dijual secara utuh untuk diteruskan kembali sesuai dengan penggunaannya. Nilai Limit



Nilai Limit adalah harga minimal barang yang SPI 205 akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual Butir 3.6 (Pasal 1 Butir 28).



Nilai Pasar



Nilai Pasar didefinisikan estimasi sejumlah SPI 101 uang yang dapat diperoleh atau dibayar untuk Butir 3.1 penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berniat membeli dengan penjual yang berniat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan.



Nilai Pasar untuk Nilai Pasar untuk Dipindahkan (Market Value SPI 101 Dipindahkan (Market for Removal) adalah perkiraan jumlah uang Butir 3.5 Value for Removal) pada tanggal penilaian yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu bagian dari aset (tidak termasuk tanah), 354



antara pembeli yang berminat membeli dan penjual yang berniat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan yang pemasarannya dilakukan secara layak, dan kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan berdasarkan pemindahan dari aset ke lokasi lain. Nilai ini biasanya digunakan dalam penilaian aset berwujud yaitu personal properti berupa Mesin dan Peralatan, yang dikenal juga sebagai Nilai Pasar ex-situ (lihat SPI 310 – Penilaian Mesin dan Peralatan). Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada (Market Value for the Existing Use)



Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada SPI 102 adalah Nilai Pasar dari suatu aset berdasarkan Butir 3.6 kelanjutan dari penggunaan yang ada, dengan asumsi bahwa aset tersebut dapat dijual di pasar terbuka untuk penggunaan yang ada saat itu, tetapi tetap sesuai dengan definisi Nilai Pasar tanpa memperhitungkan apakah penggunaan yang ada menggambarkan penggunaan tertinggi dan terbaik dari aset tersebut.



Nilai Pembangunan Nilai Pembangunan Kembali adalah biaya SPI 102 Kembali (Reinstatement yang diperlukan untuk menggantikan, Butir 3.7 Value) memperbaiki, atau membangun kembali aset ke kondisi yang secara substansial sama dengan, tapi tidak lebih baik atau lebih ekstensif dari kondisi baru. Nilai Pengembangan Nilai Pengembangan (Value of SPI 203 (Value of Improvements) Improvements). Yaitu nilai yang ditambahkan Butir 3.7 ke tanah sebagai akibat adanya pembangunan Gedung, struktur maupun modifikasi atas tanah yang bersifat permanen, termasuk biaya tenaga kerja dan modal, yang dimaksudkan meningkatkan nilai dan kegunaan properti. Pengembangan memiliki pola yang berbeda untuk penggunaan dan umur ekonomis. Nilai Penggantian Wajar



Nilai Penggantian Wajar adalah nilai untuk SPI 102 kepentingan pemilik yang didasarkan kepada Butir 3.8 kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu Properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non fisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan ha katas Properti yang dimaksud



355



Nilai Penggantian Wajar diartikan sama SPI 204 dengan Nilai Ganti kerugian sebagaimana Butir 3.10 dimaksud dalam UU No.2 tahun 2012. Nilai Potensial (Potential Nilai Potensial adalah nilai yang terkait SPI 102 Value) dengan suatu rencana investasi yang akan Butir 3.9 menentukan harga maksimum untuk kepentingan khusus dari investor sebagai adanya kemauan untuk membayar suatu rencana investasi. Nilai Potensial tidak sama dengan Nilai Pasar karena adanya asumsi khusus, tetapi SPI ini tidak membatasi Penilai untuk mengeluarkan Nilai Potensial berdasarkan asumsi khusus. Bagaimanapun, asusmsi khusus yang mendasari Nilai Potensial harus secara jelas dan tegas dinyatakan dalam laporan penilaian dan setiap referensi yang dipublikasikan. Laporan tersebut harus memuat sebuah pernyataan bahwa Nilai Potensial bukan merupakan Nilai Pasar. Nilai Realisasi Bersih a) Nilai Realisasi Bersih adalah perkiraan SPI 102 (Net Realisable Value) harga jual suatu aset dalam suatu usaha Butir 3.10 yang berjalan sebagaimana biasa, dikurangi biaya penjualan dan biaya penyelesaian. Dengan demikian, Nilai Realisasi Bersih adalah sama dengan Nilai Pasar dikurangi biaya penjualan hanya jika semua persyaratan definisi Nilai Pasar telah dipenuhi. Terutama, hal ini mencakup adanya waktu yang cukup bagi terjadinya transaksi Nilai Pasar. Nilai Pasar biasanya merupakan jumlah kotor, atau lebih tepat, “nilai nominal” (face value) sebelum pengurangan biaya-biaya penjualan. b) Bilamana sebuah nilai diambil untuk sebuah tanggal yang akan datang, tanggal yang akan datang tersebut harus dinyatakan dan opini dituangkan tentang apakah tanggal tersebut memungkinkan periode yang wajar untuk pemasaran yang layak dengan mempertimbangkan sifat dari properti dan kondisi pasar. Bilamana tanggal yang akan datang tidak memungkinkan periode yang wajar untuk pemasaran yang layak, Penilai harus menggunakan istilah “Estimasi Nilai Realisasi Bersih Terbatas”. Bilamana tanggal yang akan datang memungkinkan 356



periode yang wajar untuk pemasaran yang layak, digunakan istilah “Estimasi Nilai Realisasi Bersih” dan pernyataan yang jelas harus dibuat bahwa hal ini berbeda dengan asumsi Nilai Pasar. c) Nilai Realisasi Bersih akan dihitung sebelum pembayaran pajak penghasilan aset selai dari biaya dokumentasi penjualan. Bilamana digunakan jumlah setelah perhitungan pajak, Penilai harus menambahkan kata-kata “setelah pajak” dan harus memberikan pernyataan yang jelas tentang dasar-dasar perhitungan pajak. Nilai Realisasi Bersih Nilai Realisasi Bersih Terbatas adalah Nilai SPI 102 Terbatas (Net Restricted Realisasi Bersih berdasarkan penyelesaian di Butir 3.11 Realisable Value) masa mendatang dan tanggal yang akan datang tidak memungkinkan waktu yang cukup untuk penawaran yang layak dengan mempertimbangkan sifat properti dan kondisi pasar. Nilai Realisasi Bersih a) Nilai Realisasi Bersih untuk Penggunaan SPI 102 untuk Penggunaan yang yang Ada sebagai Kesatuan Operasional Butir 3.12 Ada sebagai Kesatuan adalah perkiraan harga jual dari suatu aset Operasional (Net dalam suatu usaha yang berjalan normal, Realisation Value for the dikurangi biaya penjualan dan biaya Existing Use as on penyelesaian dengan asumsi bahwa aset Operational Entity) akan terus digunakan sebagai kesatuan operasional. b) Apabila suatu kondisi atau pembatasan tertentu diterapkan, Penilai harus menjelaskan bahwa nilai tersebut adalah Nilai Realisasi Bersih Terbatas untuk Penggunaan yang Ada sebagai Kesatuan Operasional dan harus menyatakan pembatasan yang digunakan dalam laporan. Pembatasan-pembatasan tersebut dapat meliputi hal-hal berikut. 1. Penyelesaian akan terjadi pada suatu tanggal yang akan datang yang ditentukan oleh Pemberi Tugas (dan dicatat dalam laporan) yang tidak memungkinkan periode yang wajar untuk pemasaran yang layak dengan mempertimbangkan sifat dari aset dan kondisi pasar pada saat itu; 2. Rekening atau catatan penjelasannya (atau bagian darinya) tidak akan



357



3. 4.



5.



6.



tersedia atau tidak dapat digunakan oleh calon pembeli; Kegiatan usaha berhenti atau dihentikan; Barang inventaris dan atau mesin dan peralatan telah dipindahkan atau sebagian dipindahkan. Dalam kasus demikian, barang-barang yang dipindahkan tersebut atau pemindahannya harus dinyatakan; Lisensi atau perizinan yang dibutuhkan hilang atau dicabut atau bermasalah, atau perlu diperpanjang; Properti yang telah rusak atau dirusak hingga berada dalam kondisi kerusakan yang serius.



Nilai Sekrap Value)



(Scrap Nilai Sekrap adalah perkiraan jumlah uang SPI 102 yang akan diperoleh dari transaksi jual beli Butir 3.13 dari bagian-bagian/material suatu aset (tidak termasuk tanah) dan tidak untuk suatu kegunaan yang produktif.



Nilai Sewa Value)



(Rental Nilai sewa adalah perkiraan jumlah uang yang SPI 102 dapat diperoleh dari penyewaan suatu aset Butir 3.14 pada tanggal penilaian, antara pemilik yang berminat menyewakan dan penyewa yang berminat menyewa sesuai persyaratan sewa yang berlaku di antara kedua belah pihak. a) Nilai Sewa adalah istilah yang digunakan bila perjanjian/persyaratan sewa menyewa diketahui, dinyatakan atau diasumsikan, dan persyaratan tersebut berbeda dengan persyaratan yang diasumsikan dalam definisi Nilai Sewa Pasar (lihat di dalam SPI 101 butir 3.6). b) Pada semua kasus yang Nilai Sewa-nya dilaporkan, Penilai harus menyatakan persyaratan atau kondisi sewa menyewa yang faktual atau asumsi sewa-menyewa yang menjadi dasar penentuan Nilai Sewa. c) Bilamana sebuah properti dikuasai atas dasar sewa atau disewakan, Nilai Sewa harus ditentukan berdasarkan persyaratan sewa-menyewa tersebut tanpa penyesuaian apapun.



Nilai Sewa Pasar Nilai Sewa Pasar (Market Rental Value) SPI 101 (Market Rental Value) adalah perkiraan jumlah uang yang dapat Butir 3.6 diperoleh dari penyewaan suatu aset pada tanggal penilaian, antara pemilik yang 358



berminat menyewakan dan penyewa yang berminat menyewa sesuai persyaratan sewa yang layak dalam transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, dan tiap-tiap pihak mengetahui, bertindak hatihati, dan tanpa paksaan. Kerangka pengertian definisi Nilai Pasar (lihat pada butir 3.2 huruf a-i) dapat diterapkan pada interpretasi Nilai Sewa Pasar dengan perubahan yang diperlukan untuk menggambarkan konteks sewa-menyewa dari definisi tersebut. Nilai Sinergi



Nilai Sinergi adalah nilai yang timbul karena SPI 102 adanya kombinasi dari dua atau lebih aset atau Butir 3.16 kepentingan, dimana nilai gabungan lebih besar dari penjumlahan nilai-nilai yang terpisah. Jika sinergi hanya berlaku untuk satu pembeli tertentu maka Nilai Sinergi akan berbeda dengan Nilai Pasar, karena Nilai Sinergi akan mencerminkan atribut tertentu dari aset yang hanya memiliki nilai bagi pembeli tertentu. Nilai Penggabungan (Marriage Value) merupakan tambahan nilai di atas nilai hasi penggabungan dua atau lebih hak atas properti.



Nilai Sisa Value)



(Salvage Nilai Sisa adalah nilai suatu properti, tanpa SPI 102 nilai tanah, seperti jika dijual secara terpisah Butir 3.15 untuk setiap bagiannya dan tidak lagi dimanfaatkan untuk penggunaannya saat ini serta tanpa memperhatikan penyesuaian dan perbaikan khusus. Nilai tersebut dapat diberikan dengan atau tanpa memperhitungkan biaya penjualan, dan apabila memperhitungkan biaya penjualan, hasilnya dihitung dengan menggunakan konsep nilai realisasi bersih (net reasible value). Dalam setiap analisis, komponenkomponen yang termasuk atau tidak termasuk hendaknya diidentifikasi.



Nilai Terminal



Nilai Terminal, nilai pada akhir periode SPI 106 proyeksi eksplisit dari semua arus kas Butir 3.9 proyeksi yang tersisa Nilai Terminal dari beberapa aset mungkin memiliki sedikit hubungan atau tidak ada hubungan sama sekali dengan arus kas yang mendahuluinya.



359



Nilai terminal dapat berupa nilai sisa/biaya pelepasan. Nilai Wajar



Nilai Wajar adalah harga yang akan diterima SPI 102 dari penjualan aset atau dibayarkan untuk Butir 3.17 pengalihan liabilitas dalam transaksi yang teratur diantara pelaku pasar pada tanggal pengukuran. a) Definisi Nilai Wajar diatas adalah sesuai dengan definisi dalam PSAK 68. Dalam SPI ini, definisi Nilai Wajar untuk tujuan pelaporan keuangan adalah sesuai dengan persyaratan standar akuntasi yang berlaku (lihat SPI 201- Penilaian untuk Pelaporan Keuangan).



Nilai Wajar Khusus



Harga yang diestimasikan dari pengalihan SPI 102 suatu aset atau liabilitas, untuk pihak yang Butir 3.18 berbeda pendapat sesuai dengan kepentingannya.



Objek Pengadaan Tanah



Objen Pengadaan Tanah adalah tanah, ruang SPI 204 atas tanah dan bawah tanah, bangunan, Butir 3.3 tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau lainnya yang dapat dinilai (Pasal 1 Butir 4). Objek Pengadaan Tanah yang dimaksudn diatas diartikan sama dengan istilah properti atau Properti Pertanahan pada standar ini.



Optimisasi (Optimisation)



Optimisasi (Optimisation). Proses dimana SPI 203 opsi biaya pengganti terendah menentukan Butir 3.8 sisa jasa potensial dari suatu aset. Ini adalah proses penyesuaiam biaya pengganti untuk mencerminkan bahwa aset dapat secara teknis mengalam keusangan atau telah digunakan melampaui kapasitas, atau aset tersebut memiliki kapasitas yang melebihi kapasitas yang dibutuhkan.



Panen (Harvest)



Panen (Harvest) adalah pelapasan produk dari SPI 301 aset biologis atau pemberhentian proses Butir 3.16 kehidupan aset biologis.



Pasar



Pasar. Lingkungan dimana barang, jasa dan SPI 300 komoditi diperdagangkan anatara pembeli Butir 3.6 dan penjual melalui mekanisme harga.



Pemberi Tugas



Pemberi Tugas merujuk kepada seorang, SPI 103 kelompok, atau suatu entitas yang penugasan Butir 3.3 penilaiannya dilakukan, dimana dapat melibatkan penugasan dari pihak eksternal (seperti penugasan dari pihak ketiga) serta 360



penugasan dari pihak internal penugasan yang dilakukan pengawas/tim pelaksana).



(seperti sebagai



Pendekatan Biaya



Pendekatan Biaya memberikan indikasi nilai SPI 106 menggunakan prinsip ekonomi bahwa Butir 3.10 pembeli akan membayar aset tidak lebih dari biaya untuk mendapatkan aset dengan utilitas yang sama, baik melalui pembelian atau dengan pembuatan konstuksi dengan mengecualikan faktor-faktor seperti waktu yang tidak semestinya, ketidaknyamanan, risiko atau faktor-faktor lainnya.



Pendekatan Pasar



Pendekatan Pasar memberikan indikasi nilai SPI 106 dengan membandingkan aset dengan aset Butir 3.12 lainnya yang identik atau sebanding dimana terdapat informasi harga.



Pendekatan Pendapatan



Pendekatan Pendapatan memberikan indikasi SPI 106 nilai dengan mengkonversi arus kas masa Butir 3.11 depan menjadi satu nilai saat ini. Pada Pendekatan Pendapatan, nilai aset ditentukan dengan referensi kepada pendapatan, arus kas atau penghematan biaya yang dihasilkan aset.



Pengadaan Tanah



Pengadaan Tanah adalah kegiatan SPI 204 menyediakan tanah dengan cara memberi Butir 3.1 ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak (Pasal 1 Butir 2).



Pengadaan Tanah untuk Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum SPI 204 Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi Butir 3.7 pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang berhak (Pasal 3). Pengembangan



Pengembangan. Bangunan, struktur atau SPI 201 modifikasi terhadap tanah yang bersifat Butir 3.3 permanen, melibatkan biaya tenaga kerja dan modal, dan yang diharapkan mampu meningkatkan nilai atau manfaat dari properti. Pengembangan memiliki pola penggunaan dan usia ekonomis yang berbeda.



Pengguna Laporan



Pengguna Laporan merujuk kepada seorang, SPI 103 kelompok, atau suatu entitas sebagai Butir 3.4 pengguna hasil penilaian yang didasarkan dari hasil perikatan penugasan antara Penilai dan Pemberi Tugas.



361



Penggunaan dan Terbaik



Tertinggi Penggunaan Tertinggi dan Terbaik. SPI 300 Penggunaan paling layak dan optimal dari Butir 3.8 suatu real properti, yang secara fisik dimungkinkan, secara hukum diizinkan serta layak secara finansial dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti yang dinilai.



Penilai Pertanahan



Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut SPI 204 Penilai, adalah orang perseorangan yang Butir 3.6 melakukan penilaian secara independen dan professional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah.



Penilai



Penilai adalah seseorang yang memiliki KEPI 3.6 kualifikasi, kemampuan dan pengalaman Butir a) dalam melakukan kegiatan praktek penilaian untuk mendapatkan nilai ekonomis sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Penilai terdiri dari: 1. Tenaga Penilai adalah seeorang yang telah lulus Pendidikan di bidang penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai, lembaga pendidikan lain yang diakreditasi oleh Asosiasi Profesi Penilai, atau lembaga pendidikan formal. 2. Penilai Bersertifikat adalah seseorang yang telah lulus ujian sertifikasi di bidang penilaian yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai. 3. Penilai Publik adalah penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan.



Penilai Publik



Penilai Publik adalah Penilai yang telah SPI 204 memperoleh izin dari Menteri Keuangan Butir 3.8 untuk memberikan jasa penilaian (Perpres 71/2012, pasal 1 butir 12).



Penilaian



Penilaian adalah proses pekerjaan untuk KEPI 3.7 memberikan estimasi dan pendapat atas nilai ekonomis suatu objek penilaian pada saat tertentu sesuai dengan SPI dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



Penurunan (Impairment)



Nilai Penurunan Nilai (Impairment). Hilangnya SPI 203 manfaat ekonomis atau potensi layanan dari Butir 3.20 suatu aset di masa yang akan datang berdasarkan pengakuan secara sistematis atas hilangnya manfaat ekonomis atau potensial layanan melalui depresiasi. (IPSAS 21.14) 362



Perusahaan Induk Perusahaan Induk Investasi (Investment SPI 330 Investasi (Investment Holding Company) adalah suatu perusahaan Butir 3.21 Holding Company) yang sebagian besar pendapatannya berasal dari penyertaan pada perusahaan-perusahaan lain. Perusahaan Induk Perusahaan Induk Operasional (Operating SPI 330 Operasional (Operating Holding Company) adalah suatu perusahaan Butir 3.22 Holding Company) yang pendapatannya berasal dari penyertaan pada perusahaan lain dan kegiatan usahanya. Peternakan Penghasil Peternakan Penghasil Susu (Dairy Farms). SPI 301 Susu (Dairy Farms) Properti Agrikultur yang digunakan untuk Butir 3.8 memproduksi susu dari sapi atau produk susu ternak lainnya. Properti ini umumnya memiliki aset pengembangan yang intensif (Gudang penyimpanan, tangki susu, silo) dan peralatan (peralatan penyimpanan, mesin produksi). Pakan ternak mungkin dapat diproduksi dari property langsung atau diimpor atau disuplai dari keduanya. Pihak yang Berhak



Pihak yang Berhak adalah pihak yang SPI 204 menguasai atau memiliki objek pengadaan Butir 3.2 tanah (Pasal 1 Butir 3).



Potensi Layanan



Potensi Layanan adalah kapasitas dari aset SPI 203 untuk melanjutkan penyediaan barang dan Butir 3.9 jasa yang seusai dengan tujuan entitas.



Premi Kendali (Control Premi Kendali (Control Premium) adalah SPI 330 Premium) suatu jumlah atau presentase tertentu yang Butir 3.23 merupakan penambah dari nilai suatu ekuitas sebagai cerminan dari tingkat pengendalian atas Objek Penilaian. Produk Agrikultur Produk Agrikultur (Agricultural Produce), SPI 201 (Agricultural Produce) adalah produk yang dipanenndari aset Butir 3.17 biologis. Properti



Properti adalah konsep hukum yang KPUP 2.2 mencakup kepentingan, hak dan manfaat yang berkaitan dengan suatu kepemilikan. Properti terdiri atas hak kepemilikan, yang memberikan hak kepada pemilik untuk kepentingan atas apa yang dimilikinya. Oleh karena itu, kita wajib memperhatikan konsep hukum dari properti yang meliputi segala sesuatu yang merupakan konsep kepemilikan atau hak dan kepentingan yang bernilai, berbentuk benda atau bukan (corporeal or non corporeal), berwujud atau tidak berwujud, dapat dilihat atau tidak, yang



363



memiliki nilai tukar atau membentuk kekayaan.



yang dapat



Penggunaan kata properti tanpa adanya kualifikasi atau penjelasan tambahan, dapat merujuk kepada real properti, personal properti atau jenis properti lainnya seperti perusahaan/badan usaha dan HKF atau kombinasi darinya. Properti Agrikultur Properti Agrikultur (Agricultural Property) SPI 301 (Agricultural Property) adalah seluruh hak, kepentingan dan manfaat Butir 3.1 yang berkaitan dengan tanah dan/atau pengembangan kegiatan pertanian yang ada di atasnya. Properti dengan Penggunaan Khusus (Specialised, or Special Purpose Property)



Properti dengan Penggunaan Khusus SPI 301 (Specialised, or Special Purpose Property). Butir 3.9 Properti Agrikultur tidak hanya secara khusus memproduksi, tetapi juga digunakan untuk sarana pengangkutan, unit pengolahan atau gudang hasil panen. Properti-properti ini secara terus menerus membutuhkan areal lahan yang cukup (lebih kecil) dimana dibangun dan disediakan bangunan permanen (tempat pengumpul hasil) dan disediakan peralatan (mesin pendukung pertanian). Properti ini juga dapat diklasifikasi untuk penggunaan secara khusus berdasarkan komoditi yang dibudidayakan. Misalnya truk/kendaraan pengangkut, peternakan, pemuliaan dan pembudidayaan bunga atau tanaman hortikultura serta penggembalaan dan pelatihan kuda.



Properti Khusus



Properti Khusus. Properti yang unik kalaupun SPI 201 pernah/ada dijual di pasar, kecuali sebagai Butir 3.4 penjualan usaha atau sebagai bagian dari perusahaan. Keunikan muncul dari sifat dan desain khusus, konfigurasi, ukuran, lokasi atau kombinasinya.



Properti Perkebunan Properti Perkebunan (Plantation Property) SPI 301 (Plantation Property) adalah tanah dalam satuan lahan yang Butir 3.10 diusahakan pada luasan tertentu, dengan satu atau lebih dari satu komoditas tanaman yang dibudidayakan, sarana dan prasarana serta fasilitas penunjang lainnya yang dikelola dengan standar manajemen perkebunan yang berlaku umum. Lihat juga Tanaman Tahunan (Perennial Planting).



364



Proyeksi (Projection)



Proyeksi (Projection) adalah Informasi SPI 320 Keuangan Prospektif yang dibuat atas dasar: Butir 3.9 a. Asumsi-asumsi mengenai peristiwa yang akam datang yang belum tentu terjadi dan tindakan manajemen yang akan diambil seperti perubahan-perubahan besar dalam kegiatan operasi; dan b. Gabungan antara estimasi terbaik dan asumsi-asumsi.



Rasio Financing to Value Rasio Financing to Value yang selanjutnya disebut Rasio FTV adalah angka rasio antara nilai Pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian Pembiayaan berdasarkan harga penilaian terakhir.



Lampiran



Rasio Loan to Value



Lampiran



Rasio Loan to Value yang selanjutnya disebut Rasio LTV adalah angka rasio antara nilai Kredit yang dapat diberikan oleh Bank terhadao nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian Kredit berdasarkan harga penilaian terakhir.



SPI 202 Butir 3.1 Poin i



SPI 202 Butir 3.1 Poin h



Rasio Penilaian Rasio Penilaian (Valuation Multiple) adalah SPI 330 (Valuation Multiple) faktor dimana nilai atau harga sebagai Butir 3.24 pembilang (numerator) dan data keuangan, operasional, atau data fisik sebagai penyebut (denominator). Real Estate



Real estat dirumuskan sebagai tanah secara KPUP 2.3 fisik dan benda yang dibangun oleh manusia yang menjadi satu kesatuan dengan tanahnya. Real estat adalah benda fisik berwujud yang dapat dilihat dan disentuh, bersama-sama dengan segala sesuatu yang didirikan pada tanah yang bersangkutan, diatas atau dibawah tanah. Real estate. Tanah dan segala benda yang SPI 300 merupakan bagian alamiah dari tanah, Butir 3.9 misalnya pohon dan mineral, serta benda lainnya yang dibuat oleh manusia, misalnya bangunan dan pengembangan lahan lainnya sperti plumbing, sistem pemanas dan pendingin; jaringan listrik dan benda built-in seperti elevator; lift adalah juga bagian dari real estate. Real estate meliputi seluruh benda yang melekat padanya, baik di bawah maupun di atas permukaan tanah.



Real Properti



Real Properti merupakan penguasaan yuridis KPUP 2.3 atas tanah yang mencakup semua ha katas 365



tanah (hubungan hukum dengan bidang tanah tertentu), semua kepentingan (interest), dan manfaat (benefit) yang berkaitan dengan kepemilikan real estate. Hak real properti biasanya dibuktikan dengan bukti kepemilikan (sertifikat atau surat-surat lain) yang terpisah dari fisik real estate. Real properti. Seluruh hak, kepentingan dan SPI 300 manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan Butir 3.10 real estate. Real properti adalah konsep legal yang berbeda dengan real estate, yang merupakan aset fisik. Terdapat kemungkinan potensi limitasi terhadap hak kepemilikan real properti. Ruang atas tanah dan Ruang atas tanah dan bawah tanah adalah SPI 204 bawah tanah ruang yang ada di bawah permukaan bumi Butir 3.9 dan/atau ruang yang ada di atas permukaan bumi sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah (Perpres 71/2012, pasal 1 butir 22). Rumah Kantor Rumah Toko



Rumah Susun



Rumah Tapak



atau Rumah Kantor atau Rumah Toko adalah tanah berikut bangunan yang izin pendiriannya sebagai rumah tinggal sekaligus untuk tujuan komersial antara lain perkantoran, pertokoan, atau gudang.



Lampiran



Rumah Susun adalah bangunan Gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional baik dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, antara lain griya tawang, kondominium, apartemen, dan flat.



Lampiran



Rumah Tapak adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang merupakan kesatuan antara tanah dan bangunan dengan bukti kepemilikan berupa surat keterangan, sertifikat, atau akta yang dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang.



Lampiran



SPI 202 Butir 3.1 Poin d SPI 202 Butir 3.1 Poin c



SPI 202 Butir 3.1 Poin b



Sisa Masa Manfaat Sisa Masa Manfaat (Remaining Useful Life) SPI 320 (Remaining Useful Life) adalah periode dimana Aset Takberwujud Butir 3.7 masih diharapkan untuk digunakan atau masih memberi manfaat kepada perusahaan yang dihitung dari tanggal penilaian sampai 366



dengan berakhirnya masa manfaat Aset Takberwujud bagi perusahaan. Standar Penilaian Standar Penilaian Indonesisa (SPI) adalah KEPI 3.5 Indonesisa (SPI) standar Profesi Penilai untuk melakukan kegiatan Penilaian di Indonesia. Penilai harus mematuhi SPI yang merupakan acuan praktek penilaian di Indonesia. Standar Penilaian Indonesisa (SPI) adalah pedoman dasar yang harus dipatuhi oleh Penilai dalam melakukan penilaian. Tanah Irigasi (Irigated Tanah Irigasi (Irigated Land). Tanah yang SPI 301 Land) digunakan untuk budidaya produksi komoditi Butir 3.11 pertanian untuk waktu yang lama dan yang membutuhkan air selain dari air hujan dan dapat disebut sebagai Lahan Irigasi. Properti yang kekurangan sumber air selain dari hujan alam merujuk kepada properti pertanian lahan kering. Tanaman Produktif Tanaman Produktif (bearer plant) adalah SPI 301 (bearer plant) tanaman hidup yang: Butir 3.18 a) Digunakan dalam produksi atau penyediaan produk agrikultur; b) Diharapkan untuk menghasilkan produk untuk jangka waktu lebih dari satu periode; dan c) Memiliki kemungkinan yang sangat jarang untuk dijual sebagai produk agrikultur kecuali untuk penjualan sisa yang insidental (incidental scrap). Tanaman Tahunan Tanaman Tahunan (Perennial Planting) . SPI 301 (Perennial Planting) tanaman budidaya yang memiliki siklus Butir 3.12 pertumbuhan lebih dari satu tahun atau satu siklus budidaya. Contohnya adalah tanaman tahunan atau tanaman keras seperti kelapa sawit dan karet serta tanaman tahunan lainnya. Tipe properti ini membutuhkan modal investasi yang signifikan dalam pembangunan aset tanamannya dan tanaman tersebut dapat di depresiasi. Lihat juga Hak Pengusahaan Hutan Industri (Forestry/Timberland). Tingkat Diskonto



Tingkat Diskonto, dingkat pengembalian SPI 106 yang digunakan untuk mendiskontokan Butir 3.13 proyeksi arus kas yang telah merefleksikan nilai waktu dari uang, risiko terkait dengan jenis arus kas dan operasional masa depan dari aset. 367



Transportasi Biologis Transportasi Biologis (Biological SPI 301 (Biological Transformation), terdiri dari proses Butir 3.19 Transformation) pertumbuhan degenerasi, produksi dan prokreasi yang mengakibatkan perubahan kualitatif atau kuantitatif aset biologis. Umur Manfaat (Useful Umur Manfaat (Useful Life): SPI 203 Life) a) Periode dimana aset tersebut diharapkan Butir 3.21 dapat digunakan oleh entitas; atau b) Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan dapat diperoleh entitas dari aset tersebut. (IPSAS 17.13, IPSAS 21.14). Unit Perbandingan



Unit Perbandingan. Faktor yang dihasilkan SPI 300 oleh 2 komponen, yang merefleksikan Butir 3.11 perbedaan secara tepa tantara properti dan memungkinkan analisis dari ketiga pendekatan terhadap nilai; misalnya harga per meter persegi, atau perbandingan harga jual properti dengan pendapatan bersih (pengali pendapatan bersih/years’ purchase).



Utilitas Publik



Utilitas Publik, adalah properti yang:



SPI 203



a) Menghasilkan barang atau jasa untuk Butir 3.10 konsumsi publik; dan b) Biasanya berbentuk monopoli atau kuasi monopoli sebagai bentuk kontrol pemerintah.



368



Interpretasi KEPI 4.3.m)



Bantuan dari luar dapat diartikan sebagai berikut: Bantuan tenaga ahli dari luar sebagai Jasa Profesional lain seperti ahli pertambangan, ahli barang antik, ahli hukum dan ahli lainnya yang didasarkan pada perjanjian formal antara KJPP dan instansi/individu professional lain. Bantuan tenaga Penilai dai KJPP lain yang didasarkan pada perjanjian formal antar KJPP dan dilakukan dalam pekerjaan yang membutuhkan keahlian, keterampilan dan jumlah Penilai yang cukup. Bantuan dari luar berupa tenaga Penilai dari KJPP lain yang yang diperbantukan dilandasi pertimbangan bahwa jumlah penilai dengan keahlian tertentu masih terbatas di setiap KJPP dan diharapkan akan meningkat jumlahnya di masa depan, sehingga bantuan tenaga penilai ini hanya berlaku dalam suatu periode waktu.



KEPI 5.8.b).2



Apabila Pemberi Tugas adalah pengguna laporan yang bukan pemilik aset, dimana Pemberi Tugas tidak bersedia untuk mendampingi Penilai pada saat inspeksi maka Penilai harus meyakini bahwa pendamping pada saat inspeksi adalah pemilik atau yang mewakili pemilik dengan sepengetahuan Pemberi Tugas. Dalam hal pemilik tidak dapat memberikan data dan penunjukan lokasi, maka Pemberi Tugas harus menyediakan data dan informasi yang dibutuhkan oleh Penilai.



KEPI 5.8.c).4



Pemberlakuan dikecualikan dalam hal pemenuhan terhadap peraturan perundangan yang berlaku secara umum, termasuk di dalamnya peraturan BI dan OJK.



SPI 101 Butir 6.12



Nilai Negatif dalam Penilaian Bisnis dilaporkan sebagai “Nol” atau “Tidak Bernilai” dalam penilaian Perseroan Terbatas.



SPI 102 Butir 3.5



Pada beberapa kasus, bank dapat meminta Penilai untuk memberikan opini Nilai Likuidasi pada saat proses pemberian kredit (penilaian untuk penjaminan hutang) dan dasar nilai ini dinyatakan sebagai indikasi Nilai Likuidasi. Indikasi nilai ini hanya merupakan estimasi awal yang tidak mengikat dan tidak dapat digunakan pada saat terjadi pelepasan kredit macet atau pengambilalihan aset jaminan oleh Bank. Pada umumnya indikasi Nilai Likuidasi diperoleh dengan mengenakan diskon sebesar 20% sampai dengan 40% dari Nilai Pasar.



SPI 103



Untuk perjanjian kerjasama antara KJPP dengan Lembaga Perbankan (Master Agreement) pada penilaian properti sederhana, dikecualikan dari SPI 103 dalam masa transisi.



SPI 330 5.23.d)



Butir Perusahaan pembanding yang digunakan harus merupakan perusahaan yang tercatat di bursa efek dan sahamnya ditansaksikan selama 60 (enam puluh) hari bursa dalam jangka waktu 90 (Sembilan puluh) hari bursa terakhir sebelum Tanggal Penilaian (Cut Off Date).



369



SPI 330 5.23.f)



Butir Perusahaan terbuka yang digunakan sebagai pembanding harus pernah melakukan transaksi merger atau akuisisi dalam jangka waktu tidak lebih dari 5 (lima) tahun sebelum Tanggal Penilaian. Perusahaan tertutup yang digunakan sebagai pembanding harus pernah melakukan transaksi merger atau akuisisi dalam jangka waktu tidak lebih dari 3 (tiga) tahun sebelum Tanggal penilaian.



370



Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) PPI Ini merupakan bagian terpisah dari KEPI dan SPI



371



Pedoman Penilaian Indonesia 01 (PPI 01) Penilaian untuk Pelaporan Keuangan



1.0



Pendahuluan 1.1.



Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) 01 ini membahas mengenai pedoman penilaian aset berwujud terkait dengan revaluasi dalam rangka pelaporan keuangan, serta tujuan perpajakan. PPI ini memberikan panduan mengenai Lingkup Penugasan, Implementasi dan Pelaporan dengan tujuan pelaporan keuangan Penilaian untuk penilaian sebagaimana diatur pada SPI 201 atau untuk tujuan perpajakan.



1.2.



Aset Berwujud yang dibahas dalam PPI ini mencakup aset tetap dan properti investasi.



1.3.



PPI ini tidak mengatur cara penulisan, namun memberikan gambaran terkait dengan hal-hal teknis dalam proses penilaian yang dimaksud dalam Lingkup Penugasan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada proses Implementasi dan hal-hal yang perlu diungkapkan dalam Pelaporan Penilaian.



1.4.



Pendekatan penilaian dengan metode penerapan serta pengungkapannya dalam laporan menjadi cakupan pada PPI ini, dimana diharapkan Penilai dapat menerapkan secara konsisten sehingga memiliki pola yang seragam dalam praktek penilaian dan selanjutnya menghasilkan penilaian yang dapat dipercaya.



1.5.



Jenis, isi dan kedalaman Pelaporan Penilaian sesuai dengan yang dinyatakan di dalam Lingkup Penugasan yang disepakati dengan Pemberi Tugas dan tertuang di dalam kontrak atau perianjian kerja.



1.6.



Penilai harus memiliki kompetensi didalam melaksanakan pekerjaan penilaian untuk pelaporan keuangan sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam KEPI dan SPI. Dalam pemenuhan dasar kompetensi tersebut, Penilai secara terus menerus menjaga dan meningkatkan pengetahuannya melalui program CPD (Continuing Professional Development) diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai dan lembaga kompeten lainnya yang diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai.



1.7.



Sepanjang sesuai dan relevan, SPI 201 berikut PPI ini dapat juga digunakan sebagai rujukan dalam melaksanakan revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 juncto Nomor 191/PMK.010/2015 juncto Nomor 233/PMK.03/2015 berikut Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per- 37/PJ/2015 dan peraturan perundang terkait.



1.8.



Berkaitan dengan revaluasi untuk tujuan pelaporan keuangan dan perpajakan, keuntungan bagi Entitas atau Wajib Pajak antara lain: a) Meningkatkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan pembiayaan dengan naiknya ekuitas dari selisih nilai aset. 372



b) 1.9.



2.0



Menurunkan beban pajak penghasilan karena penghasilan neto fiscal akan berkurang oleh penyuSutan yang berasal dari selisih lebih revaluasi.



PPI ini diterbitkan dan dapat dipergunakan sejak tanggal 1 Februari 2016.



Definisi dan Pengertian 2.1



Aset Berwujud: a)



Aset Tetap adalah aset berwujud yang: 1.



dimiliki untuk digunakan dalam proses produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administrative; dan



2.



diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.



Aset Tetap yang dimaksud dalam PPI ini adalah sama dengan terminologi Aktiva Tetap dalam konteks perpajakan. b)



Properti Investasi adalah properti (tanah dan bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau keduanya, dan tidak untuk: 1.



digunakan dalam produksi atau penyediaan barang afau jasa atau untuk tujuan administrative; atau



2.



dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari.



Definisi Aset Tetap dan Properti Investasi diatas sesuai dengan PSAK 16 dan PSAK 13.7 2.2



Lingkup Penugasan; merupakan dasar dalam pengaturan kesepakatan penugasan penilaian, tingkat kedalaman investigasi, penentuan asumsi dan batasan penilaian (SPI 103 - 3.1).



2.3



Implementasi; merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh Penilai meliputi tahapan Investigasi, penerapan pendekatan penilaian dan penyusunan kertas kerja penilaian (SPI 104 - 3.1).



2.4



Laporan Penilaian; merupakan suatu dokumen yang mencantumkan instruksi penugasan, tujuan dan dasar penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi penting yang digunakan dalam analisis (SPI 105 - 3.1).



2.5



Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk transfer liabilitas dalam transaksi yang teratur di antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran (SPI 102 - 3.17). Definisi Nilai Wajar ini sesUai dengan definisi pada PSAK 68 atau 1FPS 13.



2.6



Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use HBU), didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu aset, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara 373



hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari aset tersebut (KPUP- 10.1).



3.0



2.7



Pendekatan Pasar; mempertimbangkan penjualan dari properti sejenis atau pengganti dan data pasar yang terkait, serta menghasilkan estimasi nilai melalui proses perbanding an. Pada umumnya, properti yang dinilai (objek penilaian) dibandingkan dengan transaksi properti yang sebanding baik yang telah terjadi maupun properti yang masih dalam tahap penawaran penjualan dari suatu proses jual beli.



2.8



Pendekatan Pendapatan; mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan properti yang dinilai dan mengestimasikan nilai melalui proses kapitalisasi. Kapitalisasi menghubungkan pendapatan (umumnya pendapatan bersih) dengan suatu definisi jenis nilai melalui konversi pendapatan menjadi estimasi nilai. Proses ini dapat menggunakan metode kapitalisasi langsung atau metode Arus Kas Terdiskonto (Discounted Cash Flow/DCF), atau keduanya.



2.9



Pendekatan Biaya; menetapkan nilai properti dengan mengestimasi blaya perolehan tanah dan biaya pengganti pengembangan baru (sesuatu yang dibangun) di atasnya dengan utilitas yang sebanding atau mengadaptasi properti lama dengan penggunaan yang sama, tanpa mempertimbangkan antaralain baya akibat penundaan waktu pengembangan dan biaya lembur. Untuk properti yang lebih tua, pendekatan biaya memperhitungkan estimasi depresiasi termasuk penyusutan fisik dan keusangan lainnya (fungsional dan eksternal), Biaya konstruksi dan depresiasi seharusnya ditentukan oleh hasil analisis perkiraan biaya konstruksi dan depresiasi sesuai dengan kelaziman yang ada di pasar atau dalam praktek penilaian.



2.10



Penilaian aset untuk tujuan pelaporan keuangan dimaksudkan untuk memberi gambaran mengenai nilai aset yang sebenarnya (ril) dari entitas, dibandingkan dengan nilai buku yang lebih berupa pencatatan sesuai dengan standar akuntansi keuangan.



2.11



Pengertian atas Asosiasi Profesi Penilai pada PPI ini adalah Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) sebagaimana yang tercantum dalam bagian Pendahuluan KEPI dan SPI Edisi VII- 2018.



Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3) 3.1



Penugasan penilaian pada tahap awal dimulai dengan memahami Lingkup Penugasan sesuai dengan tujuan penilaian yang akan dilaksanakan. Selain pemberian opini Nilai Wajar sesuai dengan yang diatur SPI 201, terdapat pekerjaan tambahan (lihat SPI 350) yang dapat diminta oleh pemberi tugas dan harus dinyatakan secara jelas di dalam Lingkup Penugasan. Pekerjaan tambahan tersebut, antara lain mencakup: a) Inventarisasi Aset b) Perincian Nilai Wajar berdasarkan daftar aset berwujud yang tercermin pada laporan keuangan pada tanggal penilaian. 374



c) Perincian Nilai Wajar berdasarkan daftar aset tetap sesuai dengan SPT Tahunan pada tanggal penilaian (untuk tujuan perpajakan), d) Penentuan Sisa Umur Ekonomi, e) Penentuan Nilai Sisa, Persyaratan dari Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud dalam SPI 103 5.3 harus digunakan Penilai secara konsisten, dimana sistematika dan isinya dijelaskan sebagai berikut: Hal



Referensi SPI 103



Status Penilai



5.3.a).1



Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan



5.3.a).2 5.3.a).3



Penjelasan Sebuah pernyataan yang menyatakan apakah: a) ldentitas Penilai sebagai individu instansi/Kantor Jasa Penilai Publik; b) Penilai dalam posisi untuk memberikan penilaian objektif dan tidak memihak; c) Penilai tidak mempunyai atau mempunyai potensi benturan kepentingan dengan subjek dan atau objek penilaian; d) Penilai harus memiliki kompetensi untukmelakukan penilaian. e) Jika Penilai memerlukan bantuan tenaga ahli atau Tenaga Penilai lainnya, maka sifat bantuan dan sejauh mana pekerjaan dilakukan akan disepakati dan diungkapkan dalam Lingkup Penugasan. Bila tidak dinyatakan lain oleh peraturan dan perundangan yang berlaku, maka Pemberl Tugas dan Pengguna Laporan adalah Entitas Pemilik Aset/ Manajemen. Khusus untuk tujuan perpajakan, maka Pemberi tugas adalah Entitas Pemilik Aset dan Pengguna Laporan Kementerian Keuangan RI (PMK No. 79 tahun 2008 juncto PMK No. 191 tahun 2015). Sebagaimana yang dimaksud dalam KEPI dan SPI, nama Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan harus diungkapkan secara jelas.



Objek Penilaian dan Kepemilikan



5.3.a).4



Penilai harus mendapatkan informasi secara jelas dari Pemberi Tugas atas objek penilaian yang akan dinilai. Objek penilaian yang akan dinilai untuk tujuan pelaporan keuangan merujuk kepada daftar aset tetap sesuai dengan laporan keuangan yang harus diperoleh dari Pemberi Tugas. Sedangkan oblek penilaian yang akan dinilai untuk tujuan perpajakan merujuk kepada daftar aset tetap yang dilaporkan pada SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan yang harus diperoleh dari Pemberi Tugas. 375



Penilai harus mengklarifikasi dan membatasi untuk tidak melakukan pekerjaan selain yang diatur oleh Lingkup Penugasan pada SPI 201 dan pedomannya.



Mata uang yang digunakan



5.3.a).5



Bukti penguasaan dan/atau kepemilikan aset berwujud harus dinyatakan sesuai dengan informasi dari Entitas sebagaimana yang tercantum dalam daftar aset. Untuk tujuan pelaporan keuangan, hasil penilaian harus dinyatakan dalam mata uang Rupiah atau mata uang lainnya berdasarkan ketentuan yang berlaku atau mata uang fungsional sesuai dengan PSAK 10. Untuk tujuan perpajakan sesuai dengan PMK 191, mata uang yang digunakan adalah Rupiah atau US Dollar.



Maksud Tujuan Penelitian



dan



5.3.a).6



Dasar Nilai



5.3.a).7



Tanggal Penilaian



5.3.a).8



Tingkat kedalaman investigasi



5.3.a).9



Maksud dan Tujuan Penilaian adalah untuk memberikan opini Nilai Wajar yang akan digunakan untuk tujuan pelaporan keuangan (lihat Lampiran SPI 103 dan SPI 201) atau untuk perpajakan. Penilai harus dapat mengidentifikasi secara jelas dan memahami SAK mensyaratkan pengukuran Nilai Wajar dalam penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan, misalnya untuk model revaluasi aset sesuai PSAK 16-Aset Tetap, atau model Nilai Wajar sesuai PSAK 13-Properti Investasi. Berdasarkan SPI 102-3.17 dan SPI 201 - 5.1.b).3 Dasar Nilai yang digunakan adalah Nilai Wajar. Dasar Nilai ini harus didefinisikan sesuai dengan SPI. Tanggal penilaian harus bersamaan dengan tanggal pelaporan keuangan Entitas atau tanggal lainnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan tanggal pengukuran pada definisi Nilai Wajar adalah sama dengan tanggal penilaian. Khusus untuk tujuan perpajakan, tanggal penilaian dapat berbeda dengan tanggal pelaporan keuangan Entitas, atau sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Penilai harus mengungkapkan bahwa investigasi yang dilakukan dibatasi hal-hal sebagai berikut: 







Data dan informasi menyangkut fisik dan legal atas objek penilaian diperoleh dari Entitas sesuai dengan daftar aset berwujud dan dokumen kepemilikan atau penguasaan yang diterima; Verifikasi yang dilakukan Penilai terhadap objek penilaian, merupakan bagian dari keperluan dan kepentingan pelaksanaan penilaian; 376











Sifat dan sumber informasi yang dapat diandalkan



5.3.a).10



Penilai harus mengungkapkan apabila penilaian dilaksanakan tanpa informasi yang biasanya tersedia dalam pelaksanaan penilaian. Data dan informasi lain yang dianggap dapat dipercaya dalam mendukung pelaksanaan penilaian dalam PPI ini dapat bersumber dari :     



Asumsi dan asumsi khusus



5.3.a)11



Bila ditemukan adanya batasan tingkat kedalaman investigasi, misalnya untuk aset tipikal dalam jumlah banyak, maka inspeksi dapat dilakukan secara sampling. Sedangkan ika aset tidak dapat diinspeksi dikarenakan lokasinya atau situasi tertentu, maka Penilai dapat melakukan penilaian dengan melakukan verifikasi terhadap data sekunder dan membuat asumsi khusus;



Badan Pertanahan Nasional, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), Asosiasi Profesi Penilai di Indonesia maupun di Luar Negeri, Sumber lainnya yang dapat dipercaya.



Asumsi dan metode yang mendasari opini nilai sesuai dengan sifat dari data masukan/input penilaian harus dijelaskan, sehingga Entitas Pemberi Tugas dapat membuat klasifikasi aset ke dalam Hirarki Nilai Wajar yang disyaratkan sesuai dengan SPI 201-6.3. Asumsi khusus harus dinyatakan secara jelas apabila terdapat ketidak pastian informasi berkaitan karakteristik fisik, legal atau ekonomi dari properti, atau mengenai kondisi eksternal properti seperti kondisi pasar atau tren atau integritas data yang digunakan dalam analisis. Apabila penilaian dilakukan dengan informasi yang terbatas, laporan harus memuat seluruh penjelasan mengenai keterbatasan tersebut. Seluruh penyimpangan dari standar dinyatakan dan dijelaskan (bila ada).



Persyaratan dan Persetujuan untuk Publikasi



5.3.a).12



Harus dinyatakan secara jelas kepada pemberi tugas pada saat penugasan diterima, bahwa persetujuan Penilai harus didapatkan atas setiap publikasi terhadap keseluruhan atau sebagian dari laporan, atau referensi yang dipublikasikan. Lingkup Penugasan harus memuat persyaratan mengenai hal tersebut. 377



Pernyataan bahwa pekerjaan penilaian dilakukan berdasarkan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaían Indonesia (SPI) yang berlaku. Laporan Penilaian



5.3.b)



Laporan Penilaian yang akan disampaikan adalah laporan terinci (lengkap) dalam bahasa Indonesia, dan isi laporan penilaian sesuai dengan SPI 105. Format laporan penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan atau tujuan perpajakan harus mencakup informasi mengenai Nilai Wajar pada tangal penilaian. Jumlah dan kelengkapan dokumen laporan penilaian sesuai dengan kebutuhan Pemberi Tugas dan seharusnya dicantumkan pada Lingkup Penugasan.



Batasan atau pengecualian atas tanggung jawab kepada pihak selain pemberi tugas Persyaratan adanya pernyataan tertulis berupa surat representasi Biaya Jasa Penilaian Lainnya



5.3.c)



Penilai dapat mencantumkan klausul bahwa Penilai tidak memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga, selama tidak menyimpang dari peraturan dan hukum yang berlaku.



5.3.d).



Penilai harus mensyaratkan adanya pernyataan tertulis berupa surat representasi dari pemberi tugas mengenai kebenaran dan sifat informasi yang diberikan oleh pemberi tugas (lampiran 7).



5.3.e).



Biaya jasa Penilaian diperhitungkan dengan merujuk kepada standar fee/biaya yang dibuat Asosiasi Profesi Penilai (MAPPI) Dalam hal untuk tujuan pelaporan keuangan atau tujuan perpajakan dibutuhkan pekerjaan tambahan oleh Pemberi Tugas dan /atau Penggunaan Laporan berupa antara lain:   



Perincian Nilai Wajar pada daftar aset, Penentuan Sisa Umur Ekonomi, Penentuan Nilai Sisa,



maka hal ini harus diungkapkan secara jelas didalam Lingkup Penugasan. Pekerjaan tambahan termasuk didalam Jasa Konsultansi yang diatur dalam SPI 350, dimana laporannya disampaikan secara terpisah dan tidak merupakan bagian dari laporan penilaian. Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud di atas harus dituangkan menjadi bagian dari kontrak atau perjanjian pekerjaan diantara Penilai dan Pemberi Tugas.



378



4.0



Implementasi (merujuk kepada SPI 104) 4.1



Investigasi Investigasi yang dilakukan dalam tugas penilaian harus didasarkan kepada tujuan penilaian sesuai dengan Lingkup Penugasan yang diatur dalam perjanjian tugas dan sesuai dengan Dasar Nilai yang akan dilaporkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur Investigasi ini antara lain: a) Proses pengumpulan data yang cukup dapat dilakukan dengan cara inspeksi, penelaahan, penghitungan dan analisis yang dilakukan dengan cara yang benar. Penilai harus menentukan batasan, sejauh mana data yang dibutuhkan adalah cukup untuk tujuan penilaian. b) Apabila setelah dilakukan Investigasi ternyata dijumpai hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam Lingkup Penugasan yang telah disepakati; seperti data dari pemberi tugas maupun pihak lain tidak sesuai atau tidak memadai yang akan mengakibatkan hasil penilaian tidak dapat diyakini dan dipercaya (credible), maka Lingkup Penugasan harus didiskusikan kepada Pemberi Tugas dan direvisi (dibuatkan adendum) atau opsi lainnya sesuai SPI 103-5.6.b). c) Penilai harus mempertimbangkan apakah informasi yang diperoleh dapat dipercaya atau diandalkan, sehingga tidak mempengaruhi kredibilitas hasil penilaian. Pertimbangan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan review, jika memiliki keraguan atas kredibilitas atau keandalannya, maka informasi tersebut seharusnya tidak digunakan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan Penilai dalam mereview informasi yang diperoleh, antara lain: 1. Materialitas informasi terhadap kesimpulan nilai; 2. Kompetensi dari pihak ketiga; 3. Indepedensi pihak ketiga terhadap objek penilaian atau pengguna penilaian; 4. Sejauh mana informasi tersebut termasuk ke domain publik. d) Objek penilaian dalam penugasan ini diperhitungkan berdasar Nilai Wajar dari aset apabila dijual dalam transaksi teratur antara elaku pasar pada tanggal penilaian. Pengukuran Nilai Wajar berbasis pasar, bukan pengukuran yang spesifik atas Entitas atau biasa dikenal sebagai Nilai dalam Penggunaan. Dalam pengukuran Nilai Wajar, karakteristik aset (seperti kondisi dan lokasi, adanya restriksi) diperhitungkan sejauh karakteristik tersebut dipertimbangkan oleh pelaku pasar pada tanggal penilaian. e) Pengukuran Nilai Wajar mengasumsikan bahwa transaksi pertukaran terjadi dalam suatu transaksi yang teratur atau transaksi dengan asumsi adanya periode pemasaran yang lazim dan umum sebelum tanggal penilaian dan bukan merupakan transaksi karena keterpaksaan seperti dalam konteks likuidasi.



379



f) Transaksi penjualan aset terjadi: 1. Di pasar utama untuk aset tersebut. Pasar utama didefinisikan sebagai pasar dengan volume dan tingkat aktivitas terbesar untuk aset. 2. Jika tidak terdapat pasar utama, di pasar yang paling menguntungkan untuk aset tersebut. Pasar yang paling menguntungkan adalah pasar dimana jumlah maksimal dari penjualan aset akan diterima setelah memperhitungkan biaya transportasi dan biaya lainnya. Pada umumnya kondisi penjualan ini berlaku untuk personal properti berwujud. g) Hierarki Nilai Wajar memberikan prioritas tertinggi kepada harga yang langsung dikutip dari pasar atau harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau liabilitas yang identic (input level 1) kemudian input yang dapat diobservasi dari pasar/data pasar baik secara langsung maupun tidak langsung (input level 2) dan prioritas terendah umtuk input yang tidak dapat diobservasi dari pasar (input level 3) yang umumnya terkait dengan properti khusus atau properti dengan pasar yang terbatas. h) Pengukuran Nilai Wajar dari aset memperhitungkan kemampuan pelaku pasar untuk menghasilkan manfaat ekonomi dengan menggunakan aset dalam penggunaan tertinggi dan terbaiknya (HBU) atau dengan menjualnya kepada pelaku pasar lain yang akan menggunakan aset tersebut dalam HBUnya. 4.2



Pendekatan Penilaian Pendekatan dan metode yang digunakan berdasarkan pertimbangan seperti, dasar nilai dan tujuan penilaian, ketersedian informasi dan data, serta metode yang diterapkan para pelaku dalam pasar yang relevan. a) Tujuan penilaian pada SPi 201 dan PPI ini adalah pelaporan keuangan, dimana sesuai dengan Hierarki Nilai Wajar yang dijelaskan pada 4.1.g), pendekatan penilaian yang relevan dibutuhkan didalam menentukan Nilai Wajar level 2 dan level 3, dikarenakan adanya penyesuaian yang dibutuhkan dalam menentukan opini Nilai Wajar. b) Objek penilaian dalam revaluasi aset meliputi: 1. Tanah; dengan peruntukan seperti pertanian, permukiman, industry atau komersial. 2. Bangunan; dapat terdiri bangunan residensial, industri dan komersil dan meliputi: a. Aset yang melekat dengan tanah; seperti prasarana dan sarana pelengkap bangunan. b. Mesin dan peralatan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan dari bangunan. 3. Personal Properti berwujud; antara lain terdiri dari mesin dan peralatan, alat transportasi, alat berat, perabotan dan peralatan lain. Untuk tujuan perpajakan, personal properti berwujud diklasifikasikan sebagai Aktiva Tetap Bukan Bangunan. 380



c) Penerapan pendekatan dan metode penilaian untuk menghitung Nilai Wajar atas objek penilaian, sebagai berikut: Objek Penilaian Tanah Tanag & bangunan Personal Properti Berwujud



Pasar √ √



Pendapatan √ √



Biaya √



Keterangan HBU HBU















HBU



1. Pendekatan Pasar diterapkan dengan menggunakan data yang diobservasi langsung atau tidak langsung. Penilai mengumpulkan harga transaksi/penawaran dari aset sejenis dan sebanding, serta melakukan penyesuaian atas sifat atau karakteristik yang berbeda dengan aset yang dinilai. Khusus pada penilaian tanah arau tanah dan bangunan, Penilai harus memperhatikan aspek HBU, dikarenakan tanah dapat memiliki HBU yang berbeda dengan kondisi eksisting, misalnya tanah yang diatasnya terdapat bangunan gudang (eksisting) terletak di lokasi dengan peruntukan komersial, maka aset harus dinilai dengan peruntukan komersial, sehingga pengembangan di atasnya (gudang) menjadi tidak bernilai atau hanya diperhitungkan Nilai Sisa-nya (lihat SPI 102 butir 3.15). 2. Pendekatan Pendapatan diterapkan untuk objek penilaian yang menghasilkan pendapatan atau memiliki prospek pendapatan dalam hal masih berupa tanah kosong. Penilai membuat proyeksi pendapatan dengan menggunakan data masukan yang dapat diobservasi dari pasar seperti harga jual, tingkat sewa, tingkat hunian dan lainnya yang didiskonto untuk memperoleh nilai kini dari arus kas yang diproyeksikan, yang akan mencerminkan nilai properti, dengan menggunakan kapitalisasi langsung atau metode arus kas terdiskonto (DCF). Dalam hal ini penilai juga harus memperhatikan apakah property memenuhi HBUnya, karena dapat saja suatu properti dibangun sesuai dengan peruntukannya, namun pendapatan yang dihasilkan tidak optimum karena kondisi, lingkungan atau skala pengembangannya, sehingga memerlukan pertimbangan Penilai untuk memutuskan apakah properti eksisting akan dipugar atau direnovasi. Selain itu Penilai perlu mempertimbangkan adanya potensi tanah berlebih (excess land) yang harus dinilai tersendiri. Hal yang sama berlaku pada mesin dan peralatan dengan utilisasi yang tidak optimal, sehingga memerlukan pertimbangan Penilai untuk kemungkinan dilakukannya 'overhaul’ atau perbaikan. 3. Pendekatan Biaya diterapkan pada setiap objek penilaian kecuali tanah kosong. Penilai menghitung Biaya Pengganti dari aset modern ekivalen dikurangi dengan depresiasi fisik, kemunduran fungsional dan eksternal/ekonomis sesuai kondisi aset yang dinilai. Khusus untuk aset yang memiliki nilai historis (heritage aset), Penilai dapat 381



memperhitungkan Biaya Reproduksi aset untuk mempertahankan nilai keantikan dari aset tersebut. d) Penerapan pendekatan penilaian dalam konteks Nilai Wajar sangat terkait kepada pertimbangan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik HBU). Pertimbangan HBU dapat dilihat dari kondisi tanah dalam keadaan kosong (as vacant) atau tanah dalam kondisi telah dikembangkan (as improved). Dalam analisisnya, Penilai harus mempertimbangkan kriteria yang meliputi:    



Secara hukum diizinkan; Secara fisik dimungkinkan; Secara finansial menguntungkan; Menghasilkan nilai tertinggi (produktifitas maksimum) dari properti.



e) Penilai harus mengidentifikasi apakah aset tergolong HBU sebagai properti yang telah dikembangkan (HBU as improved) atau dipertimbangkan dikonversi untuk penggunaan lainnya melalui renovasi atau jika tidak, maka Penilai akan menentukan HBU sebagai tanah kosong (HBU as though vacant), dimana Penilai akan menghitung Nilai Wajar dari tanah berdasarkan penggunaan alternatif dan pengembangan di atas tanah akan dihitung tersendiri, sehingga Nilai Wajar dari tanah saja (lihat diagram A) ditambahkan dengan Nilai Sisa dari pengembangan di atasnya. Contoh: 1. Pabrik yang terletak di lokasi yang sudah berkembang menjadi residensial mengindikasikan penggunaan tidak memenuhi HBUnya sehingga dinilai sebagai tanah kosong berdasarkan penggunaan alternatif untuk pengembangan perumahan (HBU as though vacant) dan ditambahkan dengan Nilai Sisa (jika ada) dari bangunan pabrik dan Nilai Wajar dari mesin dan peralatan dengan asumsi dinilai exsitu. 2. Gedung kantor yang terletak di lokasi komersial dimana karena situasi over-supply di pasar, maka nilai sebagai gedung kantor menjadi rendah. Penilai perlu melihat apakah properti eksisting dapat dikonversi menjadi properti lainnya yang memenuhi HBU- nya, misalnya sebagai hotel dan menghitung nilai property sebagai nilai hotel dikurangi dengan biaya-biaya untuk konversi gedung kantor menjadi hotel dan memperhitungkan juga developer's profit sebagai faktor resiko. f) Apabila aset tergolong ke dalam aset non operasional, maka Penilai akan menentukan HBU tanah untuk penggunaan alternatif yang mungkin berbeda dengan penggunaan sebelumnya. g) Khusus untuk penilaian aset sektor publik, yang umumnya tergolong sebagai properti khusus, maka Penilai akan menghitung Nilai Wajar aset sebagai Nilai Wajar tanah (HBU – pengunaan alternative) + Nilai Wajar 382



bangunan +Nilai Wajar Mesin in situ. Hal ini didasarkan kepada pertimbangan bahwa untuk kepentingan aset sektor publik, harus menggunakan lokasi yang ditentukan Pemerintah dan umumnya memiliki perijinan khusus, sehingga tidak dimungkinkan untuk hanya dibangun di lokasi dengan peruntukan yang sesuai (industri). Dalam hal ini, Penilai akan menggunakan asumsi khusus bahwa pengembangan di atas tanah telah mencerminkan HBU dari tapak. Penilai dapat merujuk kepada UU no 2/2012 untuk mengetahui cakupan dari aset sektor publik. (lihat diagram B) Contoh : 1. Gardu Induk yang terletak di lokasi komersial, akan dinilai dengan asumsi khusus bahwa pengembangan sebagai gardu telah memenuhi HBU sesuai dengan pengembangan di lokasi sekitarnya yaitu komersial, sehingga tanah dinilai sebagai tanah komersial tanpa memperhitungkan biaya pembongkaran karena gardu akan diteruskan penggunaannya. Sedangkan untukbangunan serta mesin dan peralatan akan dinilai sesuai dengan penggunaan yang ada sebagai gardu dengan asumsi in-situ. Dalam situasi lain, dimana Gardu Induk terletak di Kawasan industri, maka properti dinilai dengan premis HBU as improved, dimana tanah dinilai sebagai tanah industri dan ditambahkan dengan nilai pengembangan serta mesin dan peralatan di atasnya. h) Teknik Pengukuran berdasar SAK 1. Kuotasian langsung dari harga pasar aktif (quoted market price) seperti dari pasar modal, bursa komoditi dan pasar sejenisnya adalah Nilai Wajar terbaik menurut PSAK 68, yakni memenuhi hirarki tertinggi (level 1). Namun bila pasar aktif atau pasar utama tidak tersedia, maka hirarki nilai wajar PSAK 68 mensyaratkan untuk turun ke pengukuran level 2 atau ke level 3 yang terendah). 2. Level 2 menggunakan data masukan baik berupa data yang langsung dapat diobservasi seperti harga transaksi aset serupa yang mirip, atau harga kuotasian aset identik di pasar yang tidak aktif, atau harga input lainnya yang masih bisa diobservasi dari pasar walau secara tidak langsung seperti harga sewa aset sejenis, tingkat hunian dan sebagainya. 3. Pengukuran Nilai Wajar level 3 menggunakan harga atau data masukan yang tidak bisa diobservasi. Level 3 ini yang biasanya menggunakan teknik penilaian seperti misalnya discounted cash flow yang menggunakan arus kas proyeksi dari aset yang diukur selama umur ekonomis aset. Pengukuran pada level 3 lebih subjektif dari pada level 1 dan level 2, karena banyak asumsi dalam pengukurannya. Data masukan unfuk memperoleh Nilai Wajar level 3, sifat dan asumsi yang digunakan harus diungkapkan secara lebih rinci. 383



Juga harus dijelaskan langkah-langkah proses penilaian yang dilakukan dengan semua data masukan tersebut. Analisis sensitivitas juga harus dibuat didalam pengungkapan atau pelaporannya atas perubahan data masukan/input penilaian yang tidak dapat diobservasi (Unobservable inputs), termasuk hubungannya yang dapat mempengaruhi penilaian. Input data yang digunakan dalam setiap level dapat dijelaskan sebagai berikut: Objek Penilaian



Pasar



Pendapatan



Biaya



Keterangan



Level 1



Dikutip langsung tanpa penyesusaian



NA



NA



HBU



Level 2



Dihitung sebagai satu kesatuan dengan menggunakan data yang sejenis dan sebanding dari pasar



Properti komersial seperti perkantoran, hotel, dan property penghasil pendpatan; dengan menggunakan data masukan yang dapat diobservasi dari pasar.



Indikasi Nilai Waajar tanah dalam keadaan kosong ditambah Biaya Pengganti Baru (RCN) bangunan dan/ atau personal property berwujud yang disesuaikan dengan penyusutan fisik, fungsi dan eksternal, dengan menggunakan data masukan yang dapat diobservasi dari pasar.



Level 3



-



Proxy dari property penghasil pendapatan hipotesis yang dimungkinkan dikembangkan di lokasi



RCN HBU dikurangi hipotesis dengan penyusutan, dimana data masukan tidak dapat



384



dengan karakteristik yang mirip.



4.3



diobservasi dari pasar.



Kertas Kerja Penilaian a) Kertas kerja penilaian harus disimpan untuk jangka waktu yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dalam bentuk hardcopy dan/ atau softcopy. b) Kertas kerja penilaian mencakup dokumen investigasi dan analis yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan akhir, serta Salinan dari setiap draft atau laporan akhir yang diberikan kepada pemberi tugas.



5.0



Pelaporan Penilaian (merujuk kepada SPI 105-5.1) Penugasan penilaian pada tahap akhir berupa hasil dalam bentuk laporan penilaian. Uraian berikut ini merupakan penjelasan Pelaporan Penilaian yang merujuk kepada Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud oleh SPI yang harus digunakan Penilai secara konsisten.



Hal



Referensi SPI 105



Penjelasan



Bagian yang telah diatur dalam Lingkup Penugasan dicatat kembali secara konsisten dalam Pelaporan Penilaian Pendekatan Penilaian



5.1.a)



Bagian 3.1 dalam PPI ini pada Referensi SPI 103 butir 5.3.a).1 s/d 13.



5.1.b)



Pendekatan penilaian yang digunakan dan alas an pemilihannya pada proses implementasi, harus digunakan secara jelas di dalam laporan penilaian. Pengutipan istilah dan rujukan penggunaannya mengikuti sebagaimana diatur oleh SPI atau peraturan lain yang relevan.



Metode Penilaian



5.1.c)



Dalam implementasi pendekatan penilaian selalu diperlukan metode penilaian yang sesai. Pemilihan metode penilaian dapat merujuk kepada pedoman ini dan SPI 106



Kesimpulan Penilaian



5.1.d)



Kesimpulan penilaian ditampilkan secara jelas, mudah dimengerti dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Hasil penilaian dapat disusun per kelompok objek penilaian, dengan 385



indikasi nilai dalam mata uang rupiah atau mmata uang lainnya sesuai dengan yang dinyatakan di dalam Lingkup Penugasan. Deskripsi uraian objek penilaian dan analisis pasar



5.1.e)



Uraian aset dideskripsikan ssecara jelas untuk mendukung analisis, opini dan kesimpulan dalam laporan. Penilai juga harus memberikan gambaran mengenai tingkat permintaan/ penawaran, tren harga dan indicator pasar lainnya untuk memberikan gambaran pasar dari properti yang dinilai.



Pernyataan Penilai (Compliance Statement)



5.1.f)



Lembar Pernyataan Penilai harus mencantumkan nama sesuai Penilai dan tenaga ahli yang terlibat (termasuk penanggung jawab laporan), nomor izin Penilai Publik (bagi Penilai Publik), nomor kenggotaan asosiasi (bagi semua tim Penilai), kualifikasi professional (bagi tenaga ahli) dan jabatan dalam penugasan (termasuk tim dari konsorsium bila ada). Pernyataan Penilai dapat merujuk kepada SPI 105 dan/atau petunjuk teknis ini (Lampiran 5).



Kondisi dan Syarat Pembatas



5.1.h)



Lembar Surat Pengantar perlu mencantumkan nama penanggung jawab laporan, nommor izin Penilai Publik dan jabatannya. Lembar surat pengantar harus ditandatangani oleh penanggung jawab laporan (Penilai Publik). Tanda tangan dimaksud berupa tulisan tangan (tanda tangan basah).



Lainnya



Dalam hal Penilai diminta untuk melakukan perincian Nilai Wajar dari satu kesatuan aset yang diperoleh dengan Pendekatan Pendapatan, menjadi unit penilaian yang terdiri dari tanah, bangunan dan mesin, dapat terjadi selisih nilai lebih yang mungkin signifikan (dikarenakan manajemen pengelolaan aset atau kontrak) bila dibandingkan dengan hasil penilaian dengan Pendekatan Biaya, dan 386



perincian nilai dilakukan dengan mencatatkan tanah pada Nilai Wajar sedangkan komponen pembentuk lainnya dilakukan dengan menambahkan secara proporsional selisih nilai yang diperoleh berdasar bobot harga perolehannya. Bila ada pekerjaan tambahan yang diminta oleh Entitas sesuai yang disepakati dalam Lingkup Penugasan, misalnya perincian Nilai Wajar dicantumkan pada daftar aset, maka: 



Nilai Wajar dari aset individual dicantumkan pada aset dimaksud dalam daftar aset,







Nilai Wajar dari satu kesatuan unit asset, untuk masing-masing kelompok (tanah, bangunan, mesin dan aset lainnya) dialkasikan ke setiap kelompok dan nilainya disproportional pada satuan asset yang dinilai dalam daftar asset.



Rujukan sistematika dan isi laporan penilaian dapat dilihat pada Lampiran 3.



387



LAMPIRAN DIAGRAM DIAGRAM A



Aset Tetap



HBU as vacant



HBU as improved



Nilai Wajar tanah



Nilai Wajar asset (existing use)



+



*satu kesatuan tanah, bangunan, mesin



Nilai Wajar asset (existing use)



388



DIAGRAM B



Aset Tetap



HBU as vacant



HBU as improved



Nilai Wajar tanah



Nilai Wajar asset (existing use)



+



*satu kesatuan tanah, bangunan, mesin



Nilai Sisa bangunan + Mesin in-situ



389



Lampiran 1: Hierarki Nilai Wajar



Apakah terdapat harga kuotasian untuk asset atau liabilitas yang identic? (input Level 1)



Ya



Pengukuran Level 1



Harus digunakan tanpa penyesuaian



Tidak



Apakah terdapat observable inputs* yang dapat diobservasi selain dari harga kuotasian untuk aset atau liabilitas identik?



Ya



Pengukuran input Level 2 tanpa adanya unobservable inputs* yang signifikan = Pengukuran Level 2



Tidak



Penggunaan unobservable inputs secara signifikan = Pengukuran Level 3



*Observable inputs termasuk data pasar (harga dan informasi lainnya) yang tersedia secara publik *Unobservable inputs termasuk data entitas sendiri (proyeksi, budget, dsb.)



390



Lampiran 2: Ilustrasi – A Penilaian Bangunan Gedung di Lokasi Komersial Indikasi Nilai Wajar sebagai Gudang  



Tanah (asumsi peruntukan tanah industri) Bangunan



Rp 15.000.000.000,Rp 13.000.000.000,Rp 2.000.000.000,-



Indikasi Nilai Wajar sesuai HBU sebagai tanah komersial Rp 35.000.000.000,Biaya pembongkaran dan biaya lain-lain



Rp



300.000.000,-



Dapat disimpulkan bahwa penggunaan tanah tidak mencerminkan HBU nya, karena Nilai Wajar tanah saja sesuai HBU lebih besar dikurangi dengan biaya pembongkaran dan biaya lain-lain masih lebih besar dari Nilai Wajar sebagai gudang. Indikasi Nilai Sisa Bangunan



Rp



500.000.000,-



Pengungkapan dalam laporan penilaian: Nilai Wajar Aset  



Tanah Nilai Sisa Bangunan



Rp 35.000.000.000,Rp 500.000.000,-



Ilustrasi - B Peniliaian Bangunan Pabrik dengan excess land di Zona Transisi yang sudah mengarah ke Komersial. Asumsi (i) Pabrik masih memiliki ijin untuk beroperasi dan memenuhi HBU as improved Indikasi Nilai Wajar Pabrik



Rp 25.000.000.000,-



  



Rp 12.000.000.000,- (a1) Rp 5.000.000.000,Rp 8.000.000.000,-



Tanah (asumsi peruntukan tanah industri) Bangunan Mesin& Peralatan (in situ)



Asumsi (ii) pabrik masih memiliki izin untuk beroperasi tapi tidak memenuhi HBU Indikasi Nilai Wajar Pabrik



Rp 27.000.000.000,-



Tanah (asumsi HBU untuk penggunaan alternative)



Rp 27.000.000.000,- (a2)



 



Rp 1.000.000.000,Rp 5.000.000.000,-



Bangunan (Nilai Sisa) Mesin & peralatan (ex situ)



Indikasi Nilai Wajar excess land sesuai HBU sebagai



Rp 5.000.000.000,- (b)



tanah komersial 391



Pengungkapan dalam laporan penilaian: Asumsi (i) Nilai Wajar Aset



Rp 30.000.000.000,-



  



Rp 17.000.000.000,- (a1+b) Rp 5.000.000.000,Rp 8.000.000.000,-



Tanah Bangunan Mesin & Peralatan (in situ)



Asumsi (ii) Nilai Wajar Aset



Rp 32.000.000.000,-



  



Rp 32.000.000.000,- (a2+b) Rp 1.000.000.000,Rp 5.000.000.000,-



Tanah Bangunan Mesin & Peralatan (in situ)



Ilustrasi – C Penilaian Aset Publik (Infrastruktur) berupa Gardu Induk yang berlokasi di Zona Komersial Indikasi Nilai Wajar   



Tanah (asumsi peruntukan komersial) Bangunan Mesin & Peralatan (in situ)



Indikasi Nilai Wajar excess land sesuai HBU sebagai Tanah komersial (dihitung dari kelebihan tanah Terhadap kebutuhan pengembangan GI)



Rp 39.000.000.000,Rp 12.000.000.000,- (a) Rp 2.000.000.000,Rp 25.000.000.000,Rp 7.000.000.000,- (b)



Pengungkapan dalam laporan penilaian: Nilai Wajar Aset   



Tanah (asumsi peruntukan komersial) Bangunan Mesin & Peralatan (in situ)



Rp 46.000.000.000,Rp 19.000.000.000,- (a+b) Rp 2.000.000.000,Rp 25.000.000.000,-



392



Lampiran 3: Sistematika dan Isi Laporan Penilaian (bentuk penomoran tidak terkait) Sistematika Laporan Bagian I – Pendahuluan i. ii. iii. iv. v.



Halaman Judu Surat Pengantar Daftar Isi Pernyataan Penilai Ringkasan Penilaian



Gambaran Isi i. Halaman Judu (cover) Halaman judul memuat nama pekerjaan, nama Pemberi Tugas dan nama kantor dan alamat Penilai. ii. Surat Pengantar Surat Pengantar secara formal menghantar laporan Penilaian kepada pemberi Tugas dan merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan Penilaian. Surat Pengantar dimaksudkan sebagai catatan permanen yang mengidentifikasikan Penilai dan Pengguna laporan. Surat ini seharusnya ditulis dalam format surat bisnis yang layak dan seringkas mungkin serta dapat meliputi elemen sebagai berikut:        



Tanggal surat adalah tanggal laporan penilaian diterbitkan Nama pekerjaan dan alamatnya dalam deskripsi ringkas Dasar penugasan merujuk kepada perjanjian kerja/ kontrak berikut dengan amandemen/ adendumnya (bila ada) Deskripsi ringkas bahwa Penilai telah melakukan investigasi atas property yang diperlukan Referensi bahwa surat tersebut diikuti oleh laporan Penilaian dan indentifikasi jenis Penilaian dan format laporan Dasar penilaian yang digunakan di dalam laporan dan definisinya Tanggal Penilaian dan opini nilai (dalam angka dan huruf) Tanda tangan Penilai public sebagai penanggung jawab Laporan



iii. Daftar Isi Menyatakan pembagian utama dari laporan diikuti dengan subbagiannya iv. Pernyataan Penilai Lembar Pernyataan Penilai penempatannya adalah setelah Surat Pengantar, dengan mencantumkan tanda tangan Penilai dan tanggalnya (lihat pada Lampiran 5). Permyataan Penilai ini penting karena menjelaskan posisi Penilai, sehingga melindungi baik integritas Penilai maupun validitas penilaian vi. Ringkasan Penilaian Apabila laporan penilaian panjang dan kompleks, ringkasan dari hal utama dan kesimpulan penting di dalam penilaian menjadi berguna. Ringkasan ini sering disebut juga sebagai Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) yang akan 393



memudahkan pengguna laporan dan memungkinkan Penilai untuk memberi penekanan kepada hal-hal utama yang dipertimbangkan dalam mencapai opini nilai final. Berikut adalah pedoman isi dari Ringkasan Penilaian (Eksekutif):        Bagian II – Definisi & Lingkup Penugasan i. ii.



iii. iv. v. vi. vii. viii. ix.



x. xi. xii. xiii.



Identifikasi ringkas dari properti (lokasi, fisik dan legal) Identifikasi hak atas properti yang dinilai Identifikasi jenis penilaian (normal atau terbatas) dan format laporan (laporan terinci, ringkas atau terbatas) Tanggal penilaian dan tanggal inspeksi, tanggal laporan Asumsi khusus (bila ada) Deskripsi properti secara ringkas dan informasi relevan lainnya Kesimpulan nilai



Definisi dan Lingkup Penugasan merupakan penjelasan atas sejauhmana suatu pekerjaan penilaian berikut pelaporannya telah dilakukan oleh Penilai. Definisi dan Lingkup Penugasan dimaksud diuraikan sebagaimana yang diatur pada SPI 105 butir 5.3.a) s/d h) (secara bersamaan dapat dibaca pada bagian ke-3 PPI ini) sebagai berikut:



Status Peniliai Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan i. Maksud dan tujuan Penilaian Objek Penilaian Hak Kepemilikan ii. Dasar Nilai Tanggal Penilaian Pengguna Mata Uang Tingkat Kedalaman investigasi iii. Sifat Sumber Informasi Asumsi Umum dan Khusus Pendekatan iv. Penilaian Standar Penilaian



Status Penilai Penilai harus mencantumkan statusnya berikut dengan KJPP atau institusinya. Prosedur lengkap dapat dilihat pada uraian tentang Laporan Penilaian Untuk Tujuan Pelaporan Keuangan atau Tujuan Perpajakan pada PPI ini (bagian 5). Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan Laporan ditujukan kepada Pemberi Tugas yang sekaligus sebagai pengguna laporan, yaitu pihak yang memberikan penugasan kepada Penilai. Pemberi Tugas dapat berupa individu atau entitas atau sekelompok orang secara bersamasama. Apabila berupa entitas, harus disertai dengan nama individu yang berhak mewakili. Maksud dan Tujuan Penilaian Maksud dan Tujuan Penilaian harus dijelaskan sehingga Pengguna Laporan memahami konteks dilakukannya penilaian. Objek Penilaian Dapat disusun secara informatif dimana minimal terdapat informasi tentang jenis properti, lokasi dan volume (ukuran dan jumlah). Objek penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan dimaksud harus didasarkan data dan/atau Daftar Aset (Asset Register) yang diberikan oleh Pemberi Tugas (bila ada perubahan



394



lakukan penyesuaian pada Laporan Penilaian dan pada Lingkup Penugasan). Untuk tujuan perpajakan, harus didasarkan kepada Daftar sesuai SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan yang diberikan oleh Entitas Pelapor. v. Hak Kepemilikan  



Rincian dokumen kepemilikan yang merujuk kepada Daftar Aset atau SPT yang diberikan oleh Entitas Pemberi Tugas. Sifat hubungan kepemilikan atas properti.



vi. Dasar Nilai (lihat penjelasan pada bagian 5) vii.



Tanggal penilaian Bila tidak diatur berbeda, tanggal penilaian yang digunakan harus konsisten sebagaimana yang diinstruksikan dalam Lingkup Penugasan.



viii.



Penggunaan Mata Uang



Dinyatakan sebagaimana yang disebutkan dalam Lingkup Penugasan. ix. Tingkat Kedalaman Investigasi Diungkapkan berdasarkan apa yang telah diatur pada Lingkup Penugasan. Bila ada penyesuaian dan perubahan, Penilai harus mengungkapkan pada Laporan Penilaian. x. Sifat dan Sumber Informasi Dapat dirujuk sebagaimana telah diungkapkan dalam Lingkup Penugasan. xi. Asumsi Umum dan Khusus Pengungkapan seluruh asumsi dan asumsi khusus selain harus konsisten dengan apa yang tertera di dalam Lingkup Penugasan, Penilai juga dapat menyampaikan hal-hal yang dianggap relevan dalam Laporan Penilaian. xii. Pendekatan Penilaian Penggunaan pendekatan penilaian yang digunakan agar diuraikan secara lengkap, wajar dan beralasan. xiii. Penggunaan Standar Penilaian untuk kepentingan pada PPI ini menggunakan KEPI dan SPI Bagian III-Presentasi Data



i. Tinjauan Properti sebagai Objek Penilaian Uraian umum properti sebagai objek penilaian diuraikan secara informatif. Uraian tersebut didasarkan hasil identifikasi 395



i. Tinjauan Properti sebagai Objek Penilaian ii. Analisis Lingungan iii. Deskripsi Tapak iv. Deskripsi Bangunan dan Pembangunan Lainnya v. Deskripsi personal property vi. Deskripsi Kerugian Non Fisik vii. Tinjauan Pasar viii. Karakteristik Ekonomi dan keuangan (disesuaikan dengan Pendekatan Pendapatan yang digunakan) ix. Informasi relevan lainnya (bila ada)



dan investigasi Penilai yang dapat memberikan gambaran secara lengkap dari property yang dinilai. ii. Analisis Lingkungan Fakta berkaitan dengan kota dan lingkungan sekitarnya (Neighborhood Analysis) yang dalam anggapan Penilai berkaitan dengan masalah penilaian seharusnya dipertimbangkan dan dilaporkan. Analisis lingkungan dapat meliputi gambaran dari lokasi property, aksesibilitas dan fasilitas yang tersedia pada lingkungan dimana objek property berada. Penilal selalu mendasari analisnya dengan data dan informasi yang mendukung pernyataan opini penilaian secara umum. Hal-hal yang yang berpengaruh secara positif dan negatif yang dapat mempengaruhi opini nilai harus disertakan dalam proses analisis dan pelaporan penilaian. Informasi lainnya yang perlu disampaikan, seperti parameter pengembangan (eksisting dan batasan) meliputi peruntukan, KLB, KDB, GSB dan batas ketinggian bangunan. iii. Deskripsi Tapak       



Karakteristik fisik Situasi dan tata letak tanah, luas tanah dan bentuk Kondisi tanah Fasilitas Pengembangan yang menguntungkan merugikan tapak Karakteristik Legal Peruntukan, restriksi pengembangan, kemungkinan perubahan peruntukan



iv. Deskripsi Bangunan dan Pengembangan lainnya Tidak hanya terbatas kepada bangunan, namun objek penilaian lainnya seperti ruang atas tanah dan bawah tanah merupakan bagian yang seharusnya diuraikan. Uraian masing-masing objek penilaian antara lain:      



Jenis aset (untuk masing-masing bangunan, atau asset lainnya) Spesifikasi Jumlah dan ukuran unit Fasilitas pendudukung Kondisi dan umur (bila ada) Fasilitas dan servis (listrik, gas, telpon, air bersih, drainase)



v. Deskripsi Personal Properti Dapat meliputi benda yang berkaitan dengan tanah, seperti utilitas dan sarana pelengkap bangunan (Personal Properti yang melekat ke tanah/bangunan). 396



vi. Tinjauan Pasar    



Uraian dan kajian pasar dapat meliputi: Pasar real estat tertentu atau submarket yang ada Tingkat permintaan dan trendnya (prediksi peningkatan atau penurunan) Keseimbangan permintaan dan penawaran.



vii. Karakteristik Ekonomi dan Keuangan (bila ada)     



Data keuangan yang meliputi pendapatan dan pengeluaran serta seluruh parameter yang mempengaruhi. Pajak properti Asuransi properti CAPEX Kewajiban pengembangan.



viii. Informasi Relevan Lainnya Fakta lainnya yang terjadi dan mempengaruhi analisis, estimasi atau kesimpulan penilaian dapat dinyatakan di dalam laporan Bagian IV – Analisis Data dan Kesimpulan i.



Penggunaan Tertinggi dan Terbaik



ii. Nilai tanah iii. Implementasi penggunaan Pendekatan Penilaian iv. Rekonsiliasi dan Kesimpulan v. Kondisi dan Syarat Pembatas



i.



Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest & Best UseHBU) Ke-4 kriteria yaitu secara legal, fisik, kelayakan keuangan dan produktifitas maksimum dibahas dalam kaitannya dengan property yang dinilai. Pola penggunaan tanah, regulasi peruntukan, profitabilitas dari pengembangan yang ada atau alternative seharusnya dibahas di dalam laporan. Analisis dan penulisan HBU dapat disesuikan dengan standar teknis tentang HBU (PPI 10).



ii. Nilai Tanah Pada bagian penilaian tanah di dalam laporan penilaian, data pasar disajikan bersamaan dengan analisis data dan alasan yang mengarah kepada opini nilai tanah. Faktor yang mempengaruhi nilai tanahseharusnya disajikan dalam cara yang jelas dan akurat. iii. Implementasi Penggunaan Pendekatan Penilaian Penilai mengembangkan pendekatan yang sesuai diterapkan dalam penugasan dan penentuan indikasi nilai. Penerapan dari setiap pendekatan dijelaskan berikut data faktual, analisis mengarah kepada indikasi nilai yang dinyatakan di dalam laporan. Ketiga pendekatan penilaian yang meliputi, Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan dan Pendekatan Biaya diuraikan secara ringkas dan jelas untuk memberikan pemahaman kepada pengguna laporan. iv. Rekonsiliasi dan Kesimpulan



397



Apabila Penilai menggunakan lebih dari satu pendekatan penilaian maka Penilai perlu melakukan rekonsiliasi dalam pengambilan kesimpulan hasilpenilaian (nilai). v. Kondisi dan Syarat Pembatas Menyatakan semua pembatasan yang mendasari kesimpulan nilai (lihat lampiran 5) Lampiran i. Deskripsi properti terinci (apabila belum dimasukkan dalam bagian presentasi data) ii. Rincian hasil penilaian (dibuat dalam surazt terpisah dan dapat dalam bentuk sottcopy untuk aset dalam jumlah banyak) iii. Foto iv. Peta v. Informasi lain yang relevan



398



Lampiran 4: Pernyataan Penilai Setiap laporan Penilaian properti harus memuat Pernyataan Penilai (compliance statement) yang ditandatangani dengan bentuk kurang lebih sebagai berikut: Dalam batas kemampuan dan keyakinan kami sebagai Penilai, kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1.



Pernyataan dalam laporan Penilaian ini, sebatas pengetahuan kami, adalah benar dan akurat.



2.



Analisis, opini, dan kesimpulan yang dinyatakan di dalam Laporan Penilaian ini dibatasi oleh asumsi dan batasan-batasan yang diungkapkan di dalam Laporan Penilaian, yang mana merupakan hasil analisis, opini dan kesimpulan Penilai yang tidak berpihak dan tidak memiliki benturan kepentingan.



3.



Kami tidak mempunyai kepentingan baik sekarang atau di masa yang akan datang terhadap properti yang dinilai, maupun memiliki kepentingan pribadi atau keberpihakan kepada pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap properti yang dinilai.



4.



Penunjukan dalam penugasan ini tidak berhubungan dengan opini Penilaian yang telah disepakati sebelumnya dengan Pemberi Tugas



5.



Biaya jasa profesional tidak dikaitkan dengan nilai yang telah ditentukan sebelumnya atau gambaran nilai yang diinginkan oleh Pemberi Tugas, besaran opini nilai, pencapaian hasil yang dinyatakan, atau adanya kondisi yang terjadi kemudian (subsequent event) yang berhubungan secara langsung dengan penggunaan yang dimaksud.



6.



Penilai telah mengikuti persyaratan pendidikan profesional yang ditetapkan/dilaksanakan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).



7.



Penilai memiliki pengetahuan yang memadai sehubungan dengan property dan/atau jenis industri yang dinilai.



8.



Penilai telah melaksanakan ruang lingkup sebagai berikut:  Identifikasi masalah (identifikasi batasan, tujuan dan objek, definisi Penilaian, dan tanggal Penilaian);  Pengumpulan data dan wawancara;  Analisis data;  Estimasi nilai dengan menggunakan pendekatan Penilaian;  Penulisan laporan.



9.



Penilai telah/ tidak melakukan inspeksi lapangan yang merupakan objek Penilaian (apabila lebih dari 1 orang menandatangani pernyataan ini, harus dibuat terinci mengenai individu mana yang melakukan inspeksi lapangan).



10. Tidak seorangpun selain yang bertandatangan di bawah ini, yang telah terlibat dalam pelaksanaan inspeksi, analisis, pembuatan kesimpulan, dan opini sebagaimana yang dinyatakan dalam laporan Penilaian ini.



399



11. Analisis, opini, dan kesimpulan yang dibuat oleh Penilai, serta laporan Penilaian telah dibuat dengan memenuhi ketentuan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan SPI yang berlaku. 12. Pernyataan Penilai yang ditandatangani merupakan bagian integral dari laporan Penliaian. Penilai yang menandatangani bagian lainnya dari laporan Penilaian, termasuk surat pengantar (letter of transmittal) juga harus menandatangani pernyataan ini. Apabila Penilaiyang menandatangani laporan bergantung kepada pekerjaan yang dilakukan oleh Penilai/tenaga ahli lainnya yang tidak menandatangani permyataan Penilai, maka Penilai yang menandatangani bertanggung jawab atas keputusan untuk bergantung kepada pekerjaan mereka, dan disyaratkan untuk memiliki alasan yang kuat untuk mempercayai kompetensi dari Penilai/tenaga ahli lainnya tersebut. Nama dari individu yang terlibat dalam Penilaian namun tidak menandatangani lembar Pernyataan Penilai harus dinyatakan.



400



Lampiran 5: Syarat Pembatas Berikut adalah contoh dari syarat pembatas yang harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan penilaian: 1. Informasi yang telah diberikan oleh pihak lain kepada Penilai seperti yang disebutkan dalam laporan Penilaian dianggap layak dan dipercaya, tetapi Penilai tidak bertanggung jawab jika ternyata informasi yang diberikan itu terbukti tidak sesuai dengan hal yang sesungguhnya. Informasi yang dinyatakan tanpa menyebutkan sumbernya merupakan hasil penelaahan kami terhadap data yang ada, pemeriksaan atas dokumen ataupun keterangan dari instansi pemerintah yang berwenang. Tanggung jawab untuk memeriksa kembali kebenaran informasi tersebut sepenuhnya berada dipihak Pemberi Tugas. 2. Kecuali diatur berbeda oleh peraturan dan perundangan yang ada, maka penilaian dan laporan Penilaian bersifat rahasia dan hanya ditujukan terbatas untuk Pemberi Tugas yang dimaksud dan penasehat profesionalnya dan disajikan hanya untuk maksud dan tujuan sesuai dengan yang dicantumkan pada laporan Penilaian. Kami tidak bertanggung jawab kepada pihak lain selain Pemberi Tugas dimaksud. Pihak lain yang menggunakan laporan ini bertanggung jawab atas segala risiko yang timbul. 3. Nilai yang dicantumkan dalam laporan ini serta setiap nilai lain dalam Laporan yang merupakan bagian dari properti yang dinilai hanya berlaku sesuai dengan maksud dan tujuan Penilaian. Nilai yang digunakan dalam Iaporan Penilaian ini tidak boleh digunakan untuk tujuan Penilaian lain yang dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan. 4. Kami telah mempertimbangkan kondisi properti dimaksud, namun demikian tidak berkewajiban untuk memeriksa struktur bangunan ataupun bagian-bagian dari properti yang fertutup, tidak terlihat dan tidak dapat dijangkau. Kami tidak memberikan jaminan bila ada pelapukan,rayap, gangguan hama lainnya atau kerusakan yang tidak terlihat. Penilai tidak berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan terhadap fasilitas lingkungan dan lainnya. Kecuali diinformasikan lain, Penilaian kami didasarkan pada asumsi bahwa seluruh aspek ini dipenuhi dengan baik. 5. Kami tidak melakukan penyelidikan atas kondisi tanah dan fasilitas lingkungan lainnya, untuk SUatu pengembangan baru. Apabila tidak diinformasikan lain, Penilaian kami didasarkan pada kewajaran, dan untuk suatu rencana pengembangan tidak ada pengeluaran tidak wajar atau keterlambatan dalam masa pembangunan. 6. Kami tidak melakukan penyelidikan atas masalah lingkungan yang berkaitan dengan pencemaran. Apabila tidak diinformasikan lain, Penilaian kami didasarkan pada asumsi mengenai tidak adanya pencemaran yang dapat berpengaruh terhadap nilai. 7. Gambar, denah ataupun peta yang terdapat dalam laporan ini disalikan hanya untuk kemudahan visualisasi saja. Kami tidak melaksanakan survei/pemetaan dan tidak berianggung jawab mengenai hal ini. 8. Keterangan mengenai rencana tata kota diperoleh dari Rencana Umum Tata Ruang Kota dan Pernyataan Tertulis yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Kecuali diinstruksikan lain, kami beranggapan bahwa properti yang dinilai tidak terpengaruh oleh berbagai hal yang bersifat pembatasan-pembatasan dan properti maupun kondisi 401



penggunaan baik saat ini maupun yang akan datang tidak bertentangan dengan peraturanperaturan yang berlaku. 9. Semua bukti kepemilikan, legalitas dan perijinan yang ada didasarkan kepada informasi dan data yang diberikan Lembaga Petanahan selaku pemberi tugas/pengguna laporan (bila dinyatakan lain sebutkan). Oleh karena itu, kami tidak melakukan pengukuran ulang terhadap luasan properti secara detail, melainkan data dari sertifikat & gambar bangunan yang diterima dari Pemberi Tugas.



402



Lampiran 6: Surat Representasi Penilai harus memperoleh surat representasi dari Pemberi Tugas yang ditujukan kepada Penilai untuk menyatakan kebenaran informasi yang diberikan. Surat representasi dimaksud diterima Penilai sebelum laporan diterbitkan. No. ……….. ………. , (tanggal surat) Kepada Yth. (sebutkan nama dan alamat KJPP/Instansi Penilai) Up. (sebutkan nama Partner penanggung jawab laporan) Perihal: Surat Pernyataan Atas Laporan Penilaian (sebutkan properti) yang berlokasi (sebutkan alamat lokasi) milik (sebutkan nama pemilik properti) Dengan hormat, Merujuk kepada kontrak (sebutkan nomor kontrak) tanggal (sebutkan tanggal kontrak) mengenai Kontrak Pekerjaan Penilaian properti yang disebutkan di atas maka berikut adalah pernyataan dari (sebutkan nama Pemberi Tugas) atas dikeluarkannya laporan tersebut: a. Bahwa seluruh informasi dan pernyataan baik secara lisan maupun tulisan serta dokumen baik dalam bentuk asli, foto copy dan/atau salinan yang kami sampaikan kepada (sebutkan nama KJPP) yang kemudian di tuangkan dalam bentuk laporan adalah benar-benar berasal dari (sebutkan nama Pemberi Tugas), akurat, lengkap dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya serta tidak mengalami perubahan lagi sampai dengan dikeluarkannya laporan tersebut. b. Bahwa atas isi dan segala sesuatu yang terdapat dalam laporan ini kami (sebutkan nama Pemberi Tugas), memberikan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya kepada (sebutkan nama KJPP) termasuk didalamnya anggota Partner dan seluruh staff yang ada dari tuntutan kerugian harta, gugatan dan tanggung jawab (semuanya dalam bentuk apapun juga) baik secara sendiri-sendiri maupun institusi yang timbul secara langsung mauun tidak langsung oleh karena laporan ini terhadap pihak manapun juga apabila hal itu diakibatkan oleh kesalahan penyampaian informasi atas dokumen - dokumen, penyataan-pernyataan dan keterangan-keterangan baik dalam bentuk asli, foto kopi, dan/atau salinan dari kami. c. Bahwa Laporan yang diberikan oleh (sebutkan nama Pemberi Tugas) kepada (sebutkan nama KJPP), bersifat rahasia dan diperuntukkan hanya oleh dan antara pihak - pihak yang terkait dan/atau mempunyai kepentingan didalamnya berikut akan digunakan sebagaimana mestinya oleh (sebutkan nama KJPP) sesual dengan Kontrak (sebutkan nomor dan tanggal kontrak).



403



Demikian peryataan dari kami atas dikeluarkannya laporan oleh … (sebutkan nama KJPP) Hormat Kami, (nama Pemberi Tugas)



(nama lengkap dan tanda tangan dilengkapi stempel perusahaan) (jabatan) *****



404



Pedoman Penilaian Indonesia 02 (PPI 02) Penilaian Personal Properti



1.0



2.0



Pendahuluan 1.1



Konsep dan Prinsip Umum Penilaian (KPUP) membedakan antara real estat yaitu benda berwujud yang bersifat fisik (lihat KPUP 2.0), dan real properti yang berkaitan dengan hak, kepentingan dan manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estat. Hak sewa adalah bagian dari real properti, yang berasal dari hubungan kontraktual pihak pemilik properti dengan pihak penyewa, yaitu pihak yang menerima hak non-permanen untuk menggunakan properti sewa dengan membayar sewa atau pertimbangan ekonomis bernilai lainnya.



1.2



Untuk menghindari kesalahpahaman dan salah penafsiran, Penilai dan pengguna jasa penilaian seharusnya memahami perbedaan penting antara aspek fisik dan aspek legal yang terkait dalam mempertimbangkan nilai hak sewa.



1.3



Jenis kepemilikan ini, seperti bentuk kepemilikan lainnya, adalah lazim terdapat pada seluruh jenis aset properti yang dinilai. Suatu real estat dapat terdiri atas satu hak atau lebih atas properti, dimana setiap hak itu akan memiliki nilai Nilai Pasar apabila memiliki kemampuan untuk dipertukarkan secara bebas.



1.4



Dalam kondisi apapun adalah tidak layak untuk menilai berbagai hak atas properti yang terdapat di dalam sebuah real estat secara terpisah dan menjumlahkan nilainya sebagai indikasi dari nilai total real estat. Kontrak sewa menciptakan jenis kepemilikan yang berbeda dengan hak milik.



1.5



Standar Akuntansi Internasional dan PSAK memiliki persyaratan akuntansi khusus untuk properti baik dimiliki berdasarkan sewa atau obyek untuk disewakan.



1.6



Hubungan antara berbagai kepentingan legal di properti yang sama dapat bersifat kompleks dan dapat menjadi lebih membingungkan dengan berbagai terminologi yang digunakan untuk menjelaskan berbagai kepentingan. PPI ini akan membahas dan mengklarifikasikan masalah tersebut. Bagian 2-1 akan mengilustrasikan hubungan antara hak sewa.



Ruang Lingkup 2.1



PPI 02 ini memberikan definisi, prinsip-prinsip dan pertimbangan penting dalam penilaian dan perlaporan yang berkaitan dengan hak sewa.



405



3.0



2.2



PPI 02 ini diterapkan dengan refrensi khusus kpada KPUP dan SPI 101, SPI 102 serta SPI 201, SPI 202 dan SPI 203.



2.3



PPI ini relevan dan diterapkan apabila penyewa memiliki hak atas tanah dan/atau bangunan, yang dianggap sebagai kepentingan legal yang terpisah. Hak sewa ini merupakan turunan dari hak yang lebih tinggi, yang dapat berupa hak sewa yang memiliki jangka waktu sewa yang lebih panjang atau merupakan hak milik.



Definisi istilah yang bersifat mendasar untuk pendefinisian dan penilaian kepentingan legal mencakup: 3.1



Hak Milik. Kepemilikan yang bersifat selamanya terhadap tanah.



3.2



Hak Milik yang dibebani Hak Sewa, memiliki pengertian yang sama dengan Leased Fee Interest, yaitu mewakili kepentingan pemilik real properti yang kemudian disewakan kepada pihak lain.



3.3



Hak Penyewa. Hak yang dimiliki oleh penyewa dalam berbagai situasi yang diungkapkan dalam butir 3.5 di bawah. Hak Penyewa memiliki makna yang sama dengan Hak Sewa.



3.4



Hak Sewa, atau dikenal sebagai Hak Penyewa (Lessee Interest, Tenant's interest atau Leashold estate). Hak Kepemilllikan yang lebih dibentuk oleh persyaratan dalam perjanjian sewa dan bukan didasarkan kepada hak kepemilikan atas real estat. Hak sewa tergantung kepada persyaratan dari perjanjian sewa secara spesifik, berakhir dalam waktu tertentu dan dimungkinkan untuk dibagi-bagi atau disewakan kembali kepada pihak lain.



3.5



Headleasehold Interest atau Sandwich Lessar Interest. Pemilik dari sewa induk.



Bagan 2-1 Hirarki Hak atas Properti Tahun 0 Entitas A



Hak Milik



Entitas B



Hak Absolut dimiliki entitas A Hak Sewa



∞ Hak absolut untuk menjual, menyewakan, atau menggunakan properti selamanya, hanya dibatasi yang oleh restriksi negara.



Hak untuk menghuni dan menggunakan properti untuk periode waktu tertentu dan untuk kondisi Lease Interest, Lease tertentu sesuai dengan perjanjian sewa antara Hold atau hak sewa entitas A dan entitas B yang dimiliki entitas B



406



Entitas C



Sublease interest, Hak untuk menghuni dan menggunakan properti Subleasehold,atau untuk periode waktu tertentu dan untuk kondisi yang dimiliki Entitas C tertentu sesuai dengan perjanjian sewa antara entitas B dan entitas C Hak yang ditentukan dalam 'subordinate lease' tidak dapat melampaui hak yang terdapat dalam sewa antara A dan B



Entitas D



Subordinate Sublease Hak untuk menghuni dan menggunakan properti interest yang dimiliki untuk periode waktu tertentu dan untuk kondisi entitas D, tertentu sesuai dengan perjanjian sewa antara entitas C dan entitas D. Hak yang dtentukan dalam 'subordinate lease' tidak dapat melampaui hak yang terdapat dalam sewa antara B dan C



Penilai harus mengidentifikasi kepentingan atas properti yang dinilai sesuai dengan hak dan batasan yang ada. 3.6



Jenis Sewa a) Sewa Kontraktual (Passing Rent atau Contract Rent). Sewa yang didasarkan kepada perjanjian sewa yang ada; meskipun sewa kontraktual mungkin sama dengan Sewa Pasar, dalam prakteknya dapat berbeda secara substansial, terutama untuk sewa yang sudah lama dengan harga sewa yang tetap. Sewa Kontraktual adalah sewa yang dibayarkan berdasarkan persyaratan kontak yang sebenarnya. Sewa ini dapat berupa angka tetap atau variabel dalam durasi sewa. Frekuensi dan dasar dari penghitungan variasi sewa akan ditentukan dalam kontrak sewa dan harus diidentifikasikan dan dipahami untuk menentukan keuntungan total yang didapatkan pemilik dan kewajiban penyewa. b) Sewa Partisipasi (Turnover Rent atau Participation Rent). Suatu bentuk perjanjian sewa dimana pihak yang menyewakan menerima sewa dalam bentuk yang dikaitkan dengan pendapatan yang diterima penyewa. Salah satu contoh sewa partisipasi adakah percentage rent. c) Sewa Pasar. Sewa Pasar adalah estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh dari hasil transaksi sewa atas hak kepemilikan real properti pada tanggal penilaian antara pemilik yang berkeinginan meyewakan dan penyewa yang berkeinginan menyewa pada persyaratan sewa menyewa yang wajar dan merupakan transaksi bebas ikatan, setelah pemasaran secara layak sesuai dan dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan. Penjelasan yang diberikan pada Nilai Pasar pada KPUP dapat diterapkan untuk membantu interpretasi dari Sewa Pasar. Secara khusus, estimasi 407



akan mengecualikan sewa yang dinaikkan atau diturunkan karena adanya persyaratan, pertimbangan atau konsesi khusus. Persyaratan sewa menyewa yang wajar adalah istilah yang akan secara umum diterima/disetujui di pasar untuk jenis properti tersebut pada tanggal penilaian di antara pelaku pasar. Penilaian dari sewa pasar seharusnya hanya diberikan bersama dengan indikasi persyaratan sewa induk yang diasumsikan. Sewa yang terjadi di pasar dengan didasarkan kepada Nilai Sewa Pasar (lihat SPI 101-3.6) Kapanpun opini Nilai Sewa Pasar diberikan, persyaratan sewa yang lazim yang mendasari opini tersebut seharusnya dinyatakan



4.0



3.7



Jual dan Sewa Kembali (Sale and Leaseback). Penjualan real esatat secara simultan diikuti dengan penyewaan dari properti yang sama oleh penjual. Pembeli menjadi pihak yang menyewakan, atau pemilik (landlord), sedangkan penjual menjadi penyewa. Karena terdapat situasi dan hubungan diantara para pihak yang dapat bersifat unik, transaksi jual dan sewa kembali dapat atau dapat tidak melibatkan persyaratan pasar yang bersifat umum.



3.8



Nilai Penggabungan,. Nilai lebih yang dihasilkan karena adanya penggabungan dua atau lebih kepentingan pada properti, melebihi penjumlahan nilai dari kedua kepentingan tersebut.



3.9



Sewa. Perjanjian kontraktual dimana hak untuk menggunakan dan memiliki diberikan oleh pemilik properti (Landlord atau Lessor) dan sebagai imbalannya didapatkan janji dari penyewa untuk membayar sewa sebagaimana dinyatakan di dalam perjanjian sewa. Dalam praktek, hak dan kewajiban dari kedua belah pihak dapat menjadi kompleks dan tergantung kepada persyaratan lebih spesifik di dalam kontrak.



3.10



Sewa Induk (Headlease, Master Lease). Sewa kepada entitas tunggal yang dimaksudkan sebagai penyewa utama yang kemudian akan menyewakan kembali kepada pihak lainnya.



3.11



Sewa Tanah (Ground Lease). Pada umumnya sewa tanah jangka panjang dengan penyewa diijinkan untuk membangun di atas tanah dan menikmati manfaat selama waktu sewa.



Pedoman Penilaian 5.1



Hak sewa dinilai berdasarkan prinsip umum yang sama dengan hak milik, tapu dengan mengakui perbedaan yang ditimbulkan oleh perjanjian sewa yang membatasi kepentingan hak milik, yang dapat menyebabkan kepentingan tersebut menjadi tidak dapat dipasarkan atau terbatas



5.2



Hak sewa khususnya, sering melibatkan perjanjian yang membatasi atau ketentuan yang memberatkan. 408



5.3



Hak milik yang di atasnya terdapat sewa operasional, untuk tujuan akuntansi biasanya diklasifikasikan sebagai properti investasi, dan karenanya dinilai dengan dasar Nilai Pasar. Hak sewa induk juga biasanya dinilai dengan dasar Nilai Pasar.



5.4



Dalam menilai Hak milik (superior interest) yang dibebani oleh hak sewa atau hak kepentingan yang disebabkan oleh adanya sewa, adalah penting untuk mempertimbangkan sewa kontraktual, dan dalam hal berbeda, sewa pasar.



4.5



Dalam beberapa kasus, penyewa mungkin memiliki hak berdasarkan perjanjian (statutory right) untuk membeli hak kepentingan pemilik sewa, biasanya hak milik, atau mungkin memiliki hak absolut atau hak bersyarat untuk memperbarui sewa dalam jangka waktu tertentu. Penilai harus mengemukakan secaran jelas keberadaan hak berdasarkan perjanjian dan mengindikasikan di dalam Laporan Penilaian apakah hal ini dipertimbangkan dalam penilaian.



4.6



Pentingnya membedakan antara aspek spesifik dan kepentingan hukum (hak sewa) adalah kritikal dalam penilaian. Sebagai contoh, sewa mungkin menyatakan bahwa penyewa tidak memiliki hak untuk menjual atau mengalihkan kepenyingan sewa, sehingga menyebabkannya menjadi tidak dapat diperdagangkan dalam waktu sewa. Oleh karena itu nilainya bagi penyewa hanya didasarkan kepada hak untuk menggunakan dan menempati. Nilai sewa dapat dinyatakan dalam istilah moneter namun bukan merupakan Nilai Pasar karena tidak dapat dijual di pasar. Bagaimanapun, kepentingan pemilik (leased fee vakue) memang memiliki Nilai Pasar, berdasarkan nlai dari pendapatan sewa selama masa sewa ditambah dengan nilai residu yang tersisa pada akhir masa sewa.



4.7



Setiap kepentingan hukum (hak sewa) dalam properti seharusnya dinilai sebagai entitas terpisah dan tidak diperlakukan seolah digabungkan dengan kepentingan lainnya. Setiap perhitungan nilai penggabungan hak (merged interests value) atau nilai penggabungan (marriage value) seharusnya dinyatakan di dalam saran tambahan saja dan mungkin dilaksanakan sebagai penilaian berdasarkan asumsi tertentu saja dan dinyatakan secara tepat di dalam Laporan Penilaian.



4.8



Perjanjian sewa yang membatasi dapat berpengaruh negatif terhadap Nilai Pasar dan kepentingan sewa. Penilai harus mengemukakan dengan jelas di dalam Laporan Penilaian mengenai keberadaan kondisi tersebut. Hal yang paling sering terjadi dan berpengaruh negatif adalah adanya restriksi di dalam hak sewa atau restriksi untuk menyewakan kembali.



4.9



Sewa Antar Perusahaan a) Apabila properti terikat oleh sewa atau perjanjian penyewaan antara dua perusahaan dalam grup yang sama, adalah dapat diterima untuk mempertimbangkan keberadaan perjanjian itu, dengan syarat bahwa 409



perjanjian bersifat bebas ikatan (arms's-length) sesuai dengan praktek komersial yang umum. Apabila penilaian dilaksanakan untuk tujuan pelaporan keuangan, adalah dapat diterima untuk merefleksikan sewa antara perusahaan, dengan syarat bahwa penilaian dilakukan terhadap kepentingan dari salah satu pihak dalam perjanjian sewa. Namun, apabila penilaian dilakukan untuk kepentingan grup berkaitan dengan pencatatan dalam akun konsolidasi, keberadaan sewa perusahaan antara tidak dapat dipertimbangkan 4.10



Keberadaan Fisik yang dilakukan penyewa a) Pada saat menilai kepentingan properti yang terikat oleh sewa, adalah penting bagi Penilai mengidentifikasikan apakah perubahan atau adaptasi telah dibuat terhadap properti oleh penyewa. Apabila demikian, Penilai perlu mempertimbangkan hal-hal berikut ini: 1. Apakah penyewa telah memenuhi persyaratan sewa atau restriksi yang terkait dengan perubahan ? 2. Apakah pengaruh dari regulasi terhadap hak dari para pihak dalam kaitannya dengan perubahan ? 3. Apakah perubahan bersifat keharusan atau sukarela ? (Lihat butir 5.10.b)) 4. Apakah terdapat kewajiban bagi pemilik untuk memberi kompensasi kepada penyewa atas biaya atau nilai dari pekerjaan, atau bagi penyewa untuk mengembalikan kepada kondisi semula di akhir masa sewa ? b) Perubahan Fisik yang dilakukan penyewa terbagi ke dalam 2 kategori : 1. Perubahan yang bersifat keharusan (obligatory alterations): Hal ini biasanya terjadi apabila properti disewakan dalam kondisi dasar atau dikonstruksikan dengan spesifikasi belum siap huni sebelum penyewa melaksanakan pekerjaan bangunan lebih lanjut atau pengisian (fitting-out). Perjanjian sewa biasanya menerapkan kondisi bahwa pekerjaan tersebut dilaksanakan oleh penyewa dalam jangka waktu tertentu. 2. Perubahan yang bersifat sukarela (Voluntary alterations). Biasanya terjadi apabila properti disewakan dalam kondisi siap huni, namun penyewa memilih untuk melaksanakan pekerjaan perbaikan atau merenovasi sesuai dengan kebutuhan spesifik penyewa. Meskipun penyewa mungkin menganggap hal ini sebagai perubahan, pasar secara umum mungkin memandang hal ini berbeda. c) Perubahan yang bersifat keharusan umumnya akan memiliki dampak menguntungkan terhadap Sewa Pasar. Perubahan yang bersifat sukarela dapat berakibat menguntungkan, netral, atau merugikan terhadap Sewa 410



Pasar, tergantung kepada sifat dan besarnya perubahan yang bersifat khusus. Besarnya dampak terhadap Sewa Pasar yang direfleksikan dalam nilai dari kepentingan pemilik atau penyewa tergantung kepada jawaban atas pertanyaan di butir 5.9 a). 4.11



Nilai Pasar Negatif Nilai Pasar Negatif mungkin terjadi apabila hak sewa lebih kecil dari kewajiban yang harus dipenuhi.



4.12



Umum Dikarenakan kompleksitas relatif dari penilaian hak sewa, adalah penting bagi klien atau penasehat hukum klien untuk memberi Penilai baik salinan dari seluruh perjanjian sewa atau, untuk properti dengan jumlah penyewa yang banyak, contoh dari perjanjian sewa yang bersifat tipikal beserta dengan ringkasan dari perjanjian sewa lainnya.



5.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 5.1



Standar ini dapat dikutip sebagai PPI 02 - Penilaian Hak Sewa..



5.2



PPI ini merupakan SPI 301 yang statusnya berubah menjadi Pedoman Penilaian Indonesia 02 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



411



Pedoman Penilaian Indonesia 03 (PPI 03) Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus



1.0



2.0



Pendahuluan 1.1.



Properti dengan Bisnis Khusus - PBK (Trade Related Property) adalah properti individual seperti hotel, restoran, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), yang dapat berpindah kepemilikonnya dalam keadaan beroperasi. Properti ini mencakup tidak hanya tanah dan bangunan tetapi juga perabotan dan perlengkapan (FF&E) serta komponen bisnis yang dibentuk oleh aset tak berwujud yang dapat dialihkan.



1.2.



PPI 03 ini memberikan panduan penilaian PBK sebagai properti yang beroperasi dan alokasi nilai dari PBK ke dalam komponen utamanya. Nilai komponen diperlukan untuk menghitung depresiasi dan pajak. PPI ini seharusnya dibaca dengan merujuk kepada butir 2.1 di bawah.



1.3.



Beberapa konsep penilaian bisnis yang tidak digolongkan sebagai PBK (lihat SPI 330 - Penilaian Bisnis) harus dibedakan dengan penilaian PBK (lihat butir 5.6 dan 5.7 b) di bawah).



Ruang Lingkup 2.1



PPI 03 ini memiliki fokus untuk penilaian PBK. Untuk pemahaman lebih jauh dalam penerapan prinsip-prinsip penilaian, PPI 03 seharusnya merujuk dan afau dibaca bersamaan pada: a) SPI 300 - Penilaian Real Properti b) SPI 301 - Penilaian Properti Agrikultur c) SPI 310 - Penilaian Mesin dan Peralatan d) SPI 320 - Penilaian Aset tak Berwujud e) SPI 330 - Penilaian Bisnis



3.0



Definisi 3.1



3.2



Analisa Arus Kas Terdiskonto (Discounted Cash How/DCF) merupakan suatu teknik model keuangan yang didasarkan pada asumsi prospek arus kas suatu properti atau bisnis. Penerapan analisis DCF yang paling sering digunakan adalah Nilai Kini (Present Value), Nilai Kini Bersih (Net Present Value) dan Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return) dari arus kas. Goodwill a) Goodwill yang dapat dialihkan. Aset tak berwujud yang muncul sebagai akibat dari nama khusus dan reputasi, dukungan pelanggan, lokasi, produk 412



dan faktor sejenis yang menghasilkan keuntungan ekonomis. Hal ini melekat pada Properti dengan Bisnis Khusus (PBK) dan dapat dialihkan melalui penjualan kepada pemilik baru. b) Manfaat ekonomis masa mendatang yang diperoleh dari aset yang tidak dapat diidentifikasi secara individual maupun diakui secara terpisah. c) Personal Goodwill. Nilai keuntungan yang melebihi dan di atas harapan pasar, yang akan dikeluarkan pada saat penjualan Properti dengan Bisnis Khusus (PBK), bersama dengan faktor keuangan yang terkait secara spesifik dengan pengelola bisnis pada saat itu, seperti perajakan, kebijakan depresiasi, biaya pinjaman dan modal yang diinvestasikandalam bisnis. 3.3



3.4



3.5



4.0



Kapitalisasi. Proses konversi realisasi atau estimasi pendapatan bersih atauserangkaian penerimaan bersih menjadi nilai modal yang ekivalen dalam satu periode pada saat yang ditentukan. Pengelola yang kompeten secara rata-rata atau yang efisien secara wajar. Konsep berdasarkan pasar dimana pembeli potensial dan P e n i l a i , memperkirakan tingkat usaha yang dapat dipertahankan dan profitabilitas masa depan yang dapat dicapai oleh pengelola yang kompeten secara ratarata atau efisien secara wajar atas bisnis yang dijalankan pada PBK. Konsep ini lebih melibatkan tingkat usaha potensial dan bukan tingkat usaha sebenarnya dari kepemilikan yang ada sehingga mengabaikan personal goodwill. Properti dengan Bisnis Khusus (PBK). Kategori real properti tertentu, yang dirancang untuk jenis bisnis khusus, yang biasanya diperlualbelikan di pasar sesuai dengan potensi usahanya.



Pedoman Penilaian 4.1



PP1 03 menjelaskan kategori properti yang disebut PBK dan penilaian PBK dilakukan sesuai SPI 101 atau SP1 102.



4.2



Dalam penilaian PBK, Penilai dapat merujuk pada butir 2.1 di atas. Jika penilaian ditujukan untuk pelaporan keuangan, Penilai seharusnya merujuk pada SPI 201.



4.3



PBK dipertimbangkan sebagai properti komersial individual yang biasanya dinilai berdasarkan potensi Pendapatan sebelum Bunga, Pajak, Depresiasi dan Amortisasi (EBITDA)-nya, yang disesuaikan untuk merefleksikan usaha dari Pengelola yang Efisien secara Waiar dan seringkali didasarkan pada metodologi DCF atau kapitalisasi langsung dari EBITDA.



4.4



Penilaian PBK biasanya didasarkan pada asumsi-asumsi bahwa usaha akan berkelanjutan yang dikelola oleh Pengelola yang Efisien secara 413



Wajar, dengan memperhatikan perijinan, persediaan usaha, perabotan, peralatan dan perlengkapan yang ada dan dengan modal kerja yang memadai. Nilai PBK termasuk melekat terhadapnya Aset Takberwujud yang dapat dialihkan ditentukan berdasarkan estimasi tingkat usaha yang dapat dipertahankan. Jika penilaian dibutuhkan dengan asumsi lainnya, Penilai seharusnya mengungkapkan asumsi tersebut. Apabila kinerja usaha yang sebenarnya dapat digunakan sebagai titik tolak dalam penentuan tingkat usaha yang dapat dipertahankan secara waiar, penyesuaian seharusnya dibuat untuk pendapatan atau biaya yang tidak wajar sehingga merefleksikan usaha oleh Pengelola yang Efisien secara Wajar. 4.5



Keuntungan yang melebihi ekspektasi pasar yang dihasilkan oleh pengelola tidak diperhitungkan dalam penilaian PBK. Pajak terutang pengelola, metode depresiasi, biaya pinjaman dan modal yang diinvestasikan dalam bisnis juga tidak dipertimbangkan untuk tujuan membuat dasar yang umum dalam membandingkan •berbagai properti yang sejenis di bawah pengelola yang berbeda.



4.6



Meskipun konsep dan teknik penilaian PBK adalah mirip dengan yang sering digunakan dalam penilaian bisnis berskala besar, kecuali bahwa penilaian PBK Biasanya tidak mempertimbangkan pajak, depresiasi, biaya pinjaman dan modal yang diinvestasikan dalam bisnis, dan penilaian PBK didasarkan pada input yang berbeda dengan penilaian bisnis berskala besar.



4.7



Kesimpulan penilaian PBK dapat diuraikan menjadi berbagai komponen aset yang berbeda untuk tujuan pelaporan keuangan, tujuan perpajakan properti, atau bila dibutuhkan untuk tujuan penjaminan properti. a.



Komponen dari PBK adalah      



b.



Tanah Bangunan Perabotan, Peralatan, Perlengkapan termasuk perangkat lunak Barang persediaan, dapat dimasukkan atau tidak (hal ini harus cliungkapkan) Aset tak Berwujud, termasuk Goodwill yang dapat Dialihkan; dan Lisensi dan perijinan yang dipersyaratkan untuk usaha



Modal kerja dan hutang dipertimbangkan dalam penilaian ekuitas bisnis, tetapi ekuitas tidak dinilai untuk penilaian PBK. Namun demikian, PBK dapat merupakan bagian dari suatu bisnis.



414



c.



5.0



Estimasi nilai individual dari berbagai komponen PBK hanya dapat merepresentasikan suatu pembagian nilai (apportionment), kecuali bukti pasar secara langsung tersedia untuk satu atau lebih komponen guna memisahkan nilai masing-masing komponen dari nilai PBK secara keseluruhan.



4.8



Dikarenakan karakteristiknya, PBK digolongkan sebagai aset khusus yang biasanya dirancang untuk penggunaan khusus. Perubahan kondisi pasar, baik struktural pada industri atau disebabkan oleh kompetisi lokal atau alasan lainnya dapat mempengaruhi nilai secara material.



4.9



Adalah penting untuk membedakan antara nilai PBK dengan nilai bisnis. Untuk melakukan penilaian PBK, Penilai memerlukan pengetahuan yang memadai tentang sektor pasar terkait PBK yang dinilai secara khusus sehingga mampu memutuskan potensi usaha yang dapat dicapai oleh Pengelola yang Efisien secara Wajar, demikian pula pemahaman atas nilai elemen komponen secara individual.



Kutipan Dan Tanggal Berlaku 5.1



Panduan ini dapat dikutip sebagai PPI 03 – Penilaian Properti dengan Bisnis Khusus.



5.2



PPI ini merupakan SPI 303 yang statusnya berubah menjadi Pedoman Penilaian Indonesia 03 dengan periode berlakuyang sama yaitu ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



415



Pedoman Penilaian Indonesia 04 (PPI 04) Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum



1.0



Pendahuluan 1.1



Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) atau dikenal dengan petunjuk teknis (Juknis) ini membahas mengenai pedoman penilaian tanah terkait dengan pemberian ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Juknis ini memberikan panduan mengenai Lingkup Penugasan, Implementasi dan Pelaporan Penilaian untuk tujuan penilaian pengadaan tanah sebagaimana diatur pada SPI 204.



1.2



Pedoman Penilaian Indonesia 04 (PPI 04) dapat dipahami sama dengan petunjuk teknis (juknis) sebagaimana yang disebutkan dalam pedoman ini, PPI 04 fidak mengatur cara penulisan, namun memberikan petunjuk dan prosedur terkait dengan hal-hal teknis dalam proses penilaian atas pendiskripsian halhal yang perlu dipertimbangkan pada proses Implementasi dan Pelaporan Penilaian.



1.3



Jenis, isi dan kedalaman Pelaporan Penilaian sesuai dengan yang dinyatakan di dalam Lingkup Penugasan yang disepakati dengan Pemberi Tugas dan tertuang di dalam kontrak atau perjanjian kerja.



1.4



Penilai harus memiliki kompetensi didalam melaksanakan pekerjaan penilaian untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam KEPI dan SPI. Dalam pemenuhan dasar kompetensi tersebut, Penilai secara terus menerus menjaga dan meningkatkan pengetahuannya melalui program CPD (Continuing Professional Development) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai dan lembaga kompeten lainnya yang diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai.



1.5



Sepanjang sesuai, relevan dan tidak diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, SPI 204 berikut PPI ini bersifat mandatori sebagai rujukan bagi Penilai dalam melaksanakan penilaian properti terkait dengan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, apakah dalam pelaksanaannya menerapkan atau tidak tahapan sebagaimana ketentuan UU No. 2 tahun 2012 berikut peraturan pelaksanaanya.



1.6



Pedoman penilaian ini merupakan hasil revisi dari Juknis 306, dan dapat dipergunakan sejak tanggal 1 Agustus 2018 dengan masa efektif berlaku ada tanggal 1 Februari 2019.



416



2.0



Definisi dan Pengertian 2.1



Implementasi; merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh Penilai Investigasi, penerapan pendekatan penilaian dan meliputi tahapan penyusunan kertas kerja penilaian (SPI 104),



2.2



Laporan Penilaian; merupakan suatu dokumen yang mencantumkan instruksi penugasan, tujuan dan Dasar Nilai, dan hasil analisis yang menghasilkan opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi penting yang digunakan dalam analisis (SPI 105).



2.3



Lingkup penugasan ; merupakan dasar dalam pengaturan kesepakatan penugasan penilaian, tingkat kedalaman investigasi, penentuan asumsi dan batasan penilaian (SPI 103).



2.4



Nilai Penggantian Wajar; adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu Properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non fisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan hak atas Properti dimaksud (SPI 102-3.10) Nilai Penggantian Wajar (NPW) diartikan sama dengan Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam UU No. 2 tahun 2012. NPW dapat dihasilkan dari kombinasi kerugian fisik dan kerugian non fisik atas suatu objek penilaian. Kombinasi ini dapat digambarkan sebagaipenjumlahan indikasi Nilai Pasar atas kerugian fisik ditambah indikasi nilaiatas kerugian non fisik (lihat lampiran 1).



2.5



Nilai Pasar; didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang dapar diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan (SPI 101 -3.1).



2.6



Nilai Khusus; adalah sejumlah uang yang mencerminkan atribut tertentu dari aset yang hanya berlaku bagi pembeli khusus dan bukan pasar secara keseluruhan (SPI 102-3.4)



2.7



Pemanfatan tertinggi dan terbaik (Higest and Best Use) yang selanjutnya disebut HBU, didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari aset tersebut (KPUP -12.1).



2.8



Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak (UU No. 2/2012, Pasal 1 Butir 2).



417



2.9



Penilaian untuk keperluan ganti kerugian meliputi: a) Ganti kerugian fisik (material) tanah dan/atau bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. b) Ganti kerugian non fisik (immaterial) terdiri dari penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari pemilik tanah yang akan diberikan dalam bentuk uang (premium), serta kerugian lainnya yang dapat dihitung meliputi biaya transaksi, bunga (kompensasi masa tunggu), kerugian sisa tanah, dan jenis kerugian lainnya yang dinyatakan dan disepakati oleh pemberi tugas dalam Lingkup Penugasan. Objek Pengadaan Tanah yang dimaksud diatas diartikan sama dengan istilah Properti atau Properti Pertanahan sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI) 204 tahun 2018.



2.10



3.0



Pengertian atas Asosiasi Profesi Penilai pada Juknis ini adalah Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) sebagaimana yang tercantum dalam bagian Pendahuluan SPI.



Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3) 3.1



Penugasan penilaian pada tahap awal dimulai dengan memahami Lingkup penugasan sesuai dengan tujuan penilaian yang akan dilaksanakan.Persyaratan dari Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud oleh SPI 103 5.3 harus digunakan Penilai secara konsisten, dimana sistematika dan isinya dijelaskan sebagai berikut: Referensi



Hal



Penjelasan SPI 103



Status Penilai



5.3.a).1



Sebuah pernyataan yang menyatakan apakah : a) Identitas Penilai sebagai individu atau instansi/Kantor Jasa Penilai Publik; b) Penilai dalam posisi untuk memberikan penilaian objektif dan tidak memihak; c) Penilai tidak mempunyai atau mempunyai potensi benturan kepentingan dengan subyek dana tau obyek penilaian d) Penilai harus memiliki kompetensi untuk melakukan penilaian. Jika Penilai memperoleh bantuan tenaga ahli dan/atau Penilai lain dalam kaitannya dengan penilaian penugasan sebagaimana diatur oleh SPI, maka sifat 418



bantuan dan sejauh mana pekerjaan dilakukan, disampaikan dalam laporan. Contoh pernyataan yang dapat dinyatakan adalah, "Seluruh Penilai, ahli dan staf pelaksana dalam penugasan ini adalah satu kesatuan tim penugasan di bawah kordinator Penilai berizin atau penanggung jawab laporan penilaian" Bila terdapat ketentuan lain sebagaimana yang disebutkan pada hurup a), b) dan c, sepanjang dibenarkan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang-undangan, maka Penilai harus menyatakannya dalam Lingkup Penugasan. Pemberi Tugas



5.3.a). 2



Bila tidak dinyatakan lain oleh Ketentuan danPerundang-undangan yang berlaku, maka Pemberi tugas adalah Lembaga Pertanahan (UU No. 2 tahun 2012). Dalam hal penilaian dilakukan untuk tujuan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum bukan ditujukan kepada Lembaga Pertanahan (misaInya tanah untuk skala kecil), maka ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam KEPI dan SPI harus diberlakukan, dan nama Pemberi Tugas harus diungkapkan secara jelas serta dilengkap dengan alamat resmi.



Pengguna Laporan



5.3.a).3



Bila tidak dinyatakan lain oleh Ketentuan dan Perundang-undangan yang berlaku, maka Pengguna Laporan adalah Lembaga Pertanahan (UU No. 2 tahun 2012). Dalam hal penilaian dilakukan untuk tujuan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum bukan ditujukan kepada Lembaga Pertanahan (misalnya tanah untuk skala kecil), maka ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam KEPI dan SPI harus diberlakukan, dan nama Pengguna Laporan untuk harus diungkapkan dilengkapi dengan alamat resmi.



Objek Penilaian dan Kepemilikan



5.3.a).4



Penilai harus mendapatkan informasi secara jelas dari Pemberi Tugas mengenai penilaian objek penilaian yang akan dinilai. Objek penilaian yang dicantumkan dalam Lingkup Penugasan harus berdasarkan kepada Daftar Nominatif dan peta bidang hasil inventarisasi dan identifikasi yang dilakukan Lembaga Pertanahan atau institusi lainnya 419



sesuai dengan ketentuan undangan yang berlaku.



peraturan



perundang-



Apabila pemberi tugas tidak memberikan daftar nominatif atau peta bidang secara berizin atau lengkap, Penilai harus memperoleh kepastian tugas mengenai dasar yang digunakan untuk mengidentifikasikan objek penilaian (jenis, jumlah/ukuran dan lokasi) dan menyepakatinya dalam Lingkup Penugasan. Penilai melaksanakan penilaian sesuai dengan identifikasi objek penilaian yang diperoleh, dan membatasi dirinya untuk tidak melakukan pekerjaan selain yang diatur dalam Lingkup Penugasan. Dalam hal terdapat perubahan objek penilaian dari daftar nominative yang ditentukan sebelumnya dalam Lingkup Penugasan, penilai dapat memperhitungkannya dalam penilaian dengan persetujuan dari pemberi tugas melalui revisi Lingkup Penugasan atau berita acara persetujuan. Bukti penguasaaan dan/atau kepemilikan property harus dinyatakan sesuai dengan informasi dari Lembaga Pertanahan sebagaiman diatur dalam ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Informasi tentang penguasaan dan/atau kepemilikan terdapat dalam Daftar Nominatif berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi yang dilakukan Lembaga Pertanahan. Mata uang yang digunakan



5.3.a).5



Hasil penilaian harus dinyatakan dalam mata uang Rupiah.



Maksud dan Tujuan Penilaian



5.3.a).6



Maksud dan Tujuan Penilaian adalah untuk memberikan opini Nilai Penggantian Wajar (NPW) yang akan digunakan untuk tujuan pengadaaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Tujuan penilaian dapat disebutkan secara lebih spesifik sehingga dapat memberikan informasi yang lebih jelas. Untuk kepentingan tertentu termasuk objek pengadaan tanah skala kecil sebagaimana dimaksud dalam peraturan dan perundang- undangan yang berlaku, selain NPW, dapat digunakan opsi nilai lain seperti Nilai Pasar



420



atau Nilai Khusus. Ketentuan ini dapat dilihat pada poin 3.2. Dasar Nilai



5.3.a).7



Berdasarkan SPI 102 3.10 dan SPI 204-5.2 dasar nilai yang digunakan adalah Nilai Penggantian Wajar. Dasar Nilai ini harus didefinisikan sesuai dengan SPI. Bila dianggap perlu, definisi dasar nilai yang digunakan penjelasan sepanjang merujuk kepada SPI 204



Tanggal Penilaian



5.3.a).8



Tanggal penilaian harus bersamaan dengan tanggal penetapan lokasi yang dilakukan oleh Gubernur atau pihak resmi lainnya berdasarkan ketentuan yang berlaku.



Tingkat Kedalaman Investigasi



5.3.a).9



Penilai harus mengungkapkan bahwa investigasi yang dilakukan dibatasi hal-hal sebagai berikut: a. Data dan informasi menyangkut fisik dan legal atas objek penilaian diperoleh dari hasil inventarisasi dan identifikasi yang dilakukan oleh Lembaga Pertanahan selaku pihak yang memiliki wewenang dalam pengadaan tanah sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku; b. Penilai haris memastikan sampai sejauhmana investigasi dapat dilaksanakan dan perlu menyaratkan pemberi tugas dan/atau pemilik objek penilaian:  Untuk memberikan surat tugas atau persetujuan inspeksi; dan  Menandatangani berita acara inspeksi yang mengikat perjanjian kerja atau Lingkup Penugasan c. Verififikasi terhadap keseluruhan atau bagian dari objek penilaian, merupakan bagian dari keperluan dan kepentingan pelaksanaan penilaian; d. Pelaksanaan penyelesaiannya dalam masa 30 (tiga puluh) hari kerja sebagaimana diatur oleh peraturan dan perundangan yang berlaku; e. Bila ditemukan adanya batasan tingkat kedalaman investigasi, maka inspeksi akan dilakukan secara sampling.



421



f. Penilai harus mengungkapkan apabila penilaian dilaksanakan tanpa informasi tersedia dalam pelaksanaan penilaian. Sifat dan Sumber informasi yang dapat diandalkan



5.3.a).10



Asumsi dan 5.3.a).11 asumsi khusus



Data dan informasi lain yang dianggap dapat dipercaya dalam mendukung pelaksanaan penilian dalam juknis ini dapat bersumber dari: 



Pemerintah Daerah sebagai instansi rujukan informasi terkait dengan peraturan daerah;







Lembaga Pertanahan sebagai instansi pemberi tugas dan pengguna laporan sebagai sumber rujukan data informasi dan hal-hal terkait kepada pertanahan;







Bank Indonesia sebagai rujukan kurs bila ada;







Badan Pusat Statistik (BPS);







Bank Pemerintah sebagai sumber bunga masa tunggu;







Dokumen perencanaan Penetapan Lokasi



sebagai



bagian



dari



Asumsi khusus harus dinyatakan secara jelas apabila terdapat ketidakpastian informasi berkaitan karakteristik fisik, legal atau ekonomi dari properti, atau mengenai kondisi eksternal properti seperti kondisi pasar atau tren atau l integritas data yang digunakan dalam analisis Apabila penilaian dilakukan dengan informasi yang terbatas, laporan harus memuat seluruh penjelasan mengenai keterbatasan tersebut. Seluruh penyimpangan dinyatakan dan dijelaskan (bila ada).



Persyaratan atas persetujuan untuk publikasi



5.3.a).12



Harus dinyatakan secara jelas kepada pemberi tugas pada saat penugasan diterima, bahwa persetujuan Penilai harus didapatkan atas setiap publikasi terhadap keseluruhan atau sebagian dari laporan, atau referensi yang dipublikasikan. Lingkup Penugasan harus mengenai hal tersebut.



memuat



persyaratan



422



Konfirmasi bahwa penilaian dilakukan berdasarkan KEPI dan SPI



5.3.a).13



Pernyataan bahwa pekerjaan penilaian dilakukan berdasarkan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) Indonesia (SPI) yang berlaku.



Laporan Penilaian



5.3.b)



Laporan penilaian yang akan disampaikan adalah laporan terinci (lengkap) dalam bahasa Indonesia. Jumlah dan kelengkapan dokumen laporan penilaian disesua ikan dengan kesepakatan Pemberi Tugas dan seharusnya dicantumkan pada Lingkup Penugasan.



Batasan atau 5.3.c) pengecualian atas tanggung jawab kepada pihak selain pemberi tugas



Penilai dapat mencantumkan klausul bahwa Penilai tidak memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga, selama tidak menyimpang dari peraturan dan hukum yang berlaku.



Persyaratan 5.3.d) adanya persyaratan tertulils berupa surat representasi



Penilai harus mensyaratkan adanya pernyataan tertulis berupa surat representasi dari pemberi tugas mengenai kebenaran dan sifat informasi yang diberikan oleh pemberi



Biaya Jasa Penilaian



Biaya jasa Penilaian diperhitungkan dengan merujuk kepada standar fee/biaya yang ditetapkan Asosiasi Profesi Penilai



5.3.e)



tugas (lampiran 7).



Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud di atas harus dituangkan menjadi bagian dari kontrak atau perjanjian pekerjaan diantara Penilai dan Pemberi Tugas. Khusus untuk penilaian yang objeknya masuk kategori skala kecil (5 hektar)



Tanah Skala Kecil (< 5 hektar) Tidak Terikat Lokasi Tertentu



Terikat Lokasi Tertentu



Nilai Pasar



NPW atau Nilai Khusus



Nilai Pengganti Wajar (NPW) Untuk kepentingan  pengadaan tanah berdasarkan UUPT



Untuk kepentingan  pengadaan tanah yang dilakukan secara langsung Kriteria lebih lanjut diuraikan terpisah (butir 3.3) 



Untuk kepentingan pengadaan ranah yang dilakukan secara langsung atas pengguna khusus Kriteria lebih lanjut diuraikan terpisah (butir 3.3)



1



Dasar Nilai







2



Kepentingan Nilai



Nilai bagi pemilik Berdasarkan pandangan untuk kepentingan pasar terbuka, karena umum dibenarkan transaksi langsung



3



Prinsip Penilaian HBU



4



Pemberi tugas & Instansi yang Instansi yang Instansi yang Pengguna memerlukan Tanah memerlukan tanah memerlukan tanah Laporan & BPN



5



Objek Penilaian



Sesuai UUPT sesuai Penetapan Lokasi dan penetapan oleh BPN



HBU



Skala kecil tidak mengikuti tahapan pelaksanaan sesuai UUPT, digunakan berdasarkan petunjuk pemberi tugas



Nilai bagi pembeli khusus untuk kepentingan khusus, dan dibenarkan transaksi langsung HBU untuk NPW



Skala kecil tidak mengikuti tahapan pelaksanaan sesuai UUPT, digunakan berdasarkan petunjuk pemberi tugas dalam hal objek pengadaan tanah terdiri dari beberapa bidang yang dihuni sejumlah pemilik/penghuni, 424



sehingga perlu penetapan lokasi dari pihak berwenang. 6



Tanggal Penilaian



Bersamaan dengan tanggal penetapan lokasi atau sesuai dengan kesepakatan dengan pemberi tugas



Tidak diatur dapat bersamaan dengan inspeksi atau sesuai dengan kesepakatan dengan pemberi tugas



7



Kondisi Fisik



Diperhitungkan setara nilai pasar



Diperhitungkan setara Diperhitungkan nilai pasar secara khusus



8



Kerugian fisik



9



non Diperhitungkan sebagai kompensasi



Tidak diatur, dapat bersamaan dengan inspeksi atau sesuai dengan kesepakatan dengan pemberi tugas



Tidak diperhitungkan



Hanya mempertimbangkan kepentingan pembeli khusus untuk pengguna khusus



Tidak ditentukan



Tidak ditentukan



10



Jangka waktu 30 hari kerja pelaksanaan Basis asumsi Dokumen Perencanaan/studi kelayakan



11



Batasan



Merujuk kepada peraturan dan ketentuan yang berlaku dimana karena objek penilaian masuk kategori skala kecil maka dikecualikan dari UUPT



Merujuk kepada UUPT dan peraturan pelaksanaannya



Jual beli langsung Jual beli langsung berdasarkan pasar untuk kepentingan khusus yang disertai dokumen pendukung atau referensi yang kredibel Merujuk kepada peraturan dan ketentuan yang berlaku dimana karena objek penilaian masuk kategori skala kecil, maka dikecualikan dari UUPT



425



3.3



Pemilihan dasar nilai dalam pemenuhan prosedur pada butir 3.2 di atas sekurang-kurangnya harus memenuhi kriteria:



Lingkup Penugasan



NPW



NP



NK



Pengadaan tanah Opsi Pemilihan Dasar Nilai bersifat stategis dan bisa saja  Objek penilaian  Objek penilaian  Pengadaan tanah diperlukan dengan dapat terikat atau terdiri bidang bersifat strategis dan tidak dalam suatu tidak dalam suatu tunggal atau bisa saja diperlukan Untuk kepentingan wilayah tertentu. tidak termasuk dengan segera. umum (kurang objek yang  Kebutuhan  Objek penilaian tanah dari 5 hektar) kompleks, tidak memiliki jumlah untuk kepentingan memiliki potensi bidang yang umun terikat kepada masalah atau relative banyak, suatu lokasi tertentu pemilik tanah penggunaan yang karena tipe berkeinginan beragam dan/atau bangunan/proyek untuk menjual. masuk ke yang ingin dibangun permukiman atau  Lokasi bersifat khusus. objek sejenis. penilaian tidak  Objek penilaian terikat pada terdiri dari bidang  Contoh, objek lokasi tertentu, pengadaan tanah tunggal atau lebih hanya sebagai telah berdiri dari suatu bisang bisa salah satu opsi permukiman, termasuk objek yang yang menjadi dihuni oleh kompleks, memilik pilihan instansi sejumlah potensi masalah yang keluarga dan dan/atau pemilik memerlukan dapat juga tanah tidak tanah wilayah yang berkeinginan untuk dimaksud menjual  Contoh, instansi beraneka ragam yang  Dalam pemenuhan penggunaan. memerlukan dasar nilai, penilai Untuk dapat tanah ingin harus dapat memenuhi membangun memastikan data kepentingan kantor atau dokumen teknis atau pemilik tanah fasilitas referensi pendukung maka diperlukan kesehatan pada atas objek pengadaan besaran ganti suatu wilayah. tanah. kerugian yang Namun  Contoh, intansi yang dapat memenuhi pemilihan lokasi memerlukan tanah kepentingan tanah dapat berencana pemilik agar terdiri dari membangun fasilitas dapat pindah ke beberapa opsi transmisi (radar) lokasi lain tidak hanya pada untuk kepentingan dengan suatu lokasi Bandara. Pemilihan tertentu. lokasi tanah secara 426



kebutuhan yang mencukupi.



4.0



teknis digtentukan pada kordinat tertentu sesuai dengan studi kelayakan resmi. Opsi pemilihan lokasi tanah telah ditentukan. Bila calon tanah yang ingin diambil dimiliki oleh pihak ketiga, maka diperlukan solusi pengadaan tanah agar tanah dimaksud dapat diperoleh dan pemilik tanah mendapatkan penggantian yang wajar dan adil.



Implementasi (merujuk kepada SPI 104) 4.1



Investigasi Investigasi yang dilakukan dalam tugas penilaian harus didasarkan kepada tujuan penilaian sesuai dengan Lingkup Penugasan yang diatur dalam perjanjian tugas dan sesuai dengan Dasar Nilai yang akan dílaporkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur Investigasi ini antara lain: a) Proses pengumpulan data yang cukup dapat dilakukan dengan cara inspeksi, penelaahan, penghitungan dan analisis yang dilakukan dengan cara yang benar. Penilai harus menentukan batasan, sejauh mana data yang dibutuhkan adalah cukup untuk tujuan penilaian. b) Sebelum inspeksi dilakukan, Penilai harus memperoleh data awal berupa daftar nominative, peta bidang dan data terkait lainnya yang relevan. Untuk pengadaan tanah skala kecil data awal dapat berupa daftar aset objek penilaian. Dalam pelaksanaan inspeksi, Penilai harus membuat berita acara inspeksi yang ditandatangani oleh Penilai dan Pemberi Tugas dan/atau pemilik objek penilaian. Berita acara sekurang- kurangnya berisikan ringkasan hasil inspeksi yang telah dilakukan. Dalam hal Pemberi Tugas dan/atau pemilik objek penilaian tidak bersedia menandatangani berita acara maka penilai penilai tidak meneruskan penugasan dimaksud atau penugasan dihentikan.



427



c) Apabila setelah dilakukan Investigasi ternyata dijumpai hal-hal yang tidak sesual dengan apa yang diatur dalam Lingkup Penugasan yang telah disepakati; seperti data dari pemberi tugas maupun pihak lain sesuai tidak sesuai atau tidak memadai penilaian tidak dapat diyakini dan dipercaya (credible), maka Lingkup Penugasan harus disesuaikan dan didiskusikan kepada pemberi tugas. Perubahan atau penyesuaian terhadap adanya perbedaan data dan informasi, harus dinyatakan dalam berita acara yang disetujui oleh pemberi tugas. d) Objek penilaian dalam penugasan ini diperhitungkan berdasarkan kerugian yang akan terkena kepada property bersangkutan. Kerugian yang dimaksud terdiri dari kerugian fisik dan kerugian non fisik. Kebutuhan data masukan penilaian dalam menentukan besaran kerugian harus menjadi pertimbangan dan kehati-hatian Penilai, dimana Tanah penggunaan dan prosedurnya dapat merujuk kepada standar yang berlaku dengan tujuan dapat menghasilkan penilaian yang kredibel. 4.2



Pendekatan dan Metode Penilaian Pendekatan penilaian dengan metode penerapannya secara prinsip merujuk kepada SPI 106 dan teknik perhitungan menjadi bagian yang dijelaskan pada Juknis ini. Diharapkan Penilal dapat menerapkan secara berhati-hati dan konsisten sehingga memiliki pola yang seragam dalam praktek penilaian dan dapat menghasilkan penilaian yang dapat dipercaya. Pendekatan dan metode penilaian yang sesuai untuk digunakan tergantung kepada pertimbangan seperti, dasar nilai dan tujuan penilaian, tersedianya intormasi dan data, serta metode yang diterapkan oleh para pelaku dalam pasar yang relevan. a) Tujuan penilaian seperti yang dimaksud oleh SPI 204 dan Juknis ini adalah untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dimana objek penilaian dimaksud akan diganti rugi mencakup kerugian fisik dan kerugian non fisik. b) Objek penilaian dalam penentuan kerugian fisik meliputi: 1. Tanah; dengan peruntukan seperti pertanian, permukiman, industry atau komersial 2. Ruang atas tanah dan bawah tanah; (lihat Hak Guna Ruang Atas Tanah meliputi hak atas permukaan bumi tempat pondasi bangunan dan hak untuk menguasai ruang udara seluas bangunan tersebut serta hak kepemilikan bangunan, dan Hak Guna Ruang Bawah Tanah meliputi hak atas permukaan bumi yang merupakan pintu masuk/keluar tubuh bumi dan hak membangun dan memakai ruang 3. Bangunan; dapat terdiri bangunan residensial, industri, komersil



428



4. Tanaman; dapat terdiri dari tanaman semusim, hortikultura atau tanaman keras/tahunan 5. Benda yang berkaitan dengan tanahy seperti utilitas dan sarana pelengkap bangunan. c) Objek penilaian dalam penentuan kerugian non fisik yang diasumsikan meliputi: 1. Penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari pemilik tanah yang akan diberikan premium serta diukur dalam bentuk uang berdasarkan ketentuan berlaku, Penggantian ini dapot meliputi hal-hal yang berkaitan dengan : a. adanya potensi kehilangan pekerjaan atau kehilangan bisnis (pendapatan) termasuk alih profesi dengan mempertimbangkan kondisi pemilik baik individu masyarakat maupun badan usaha atau entitas, b. kerugian emosional (solatium), merupakan kerugian tidak berwujud yang dikaitkan dengan pengambilalihan tanah yang digunakan sebagal tempat tinggal dari pemilik, c. hal-hal yang belum diatur (bentuk kerugian) pada butir a dan b di atas seharusnya ditentukan berdasarkan dokumen perencanaan dan/atau kesepakatan para pihak yang terkalf secara wajar. 2. Biaya transaksi, dapat meliputi bloya perpindahan, pengosongan dan pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 3. Kompensasi masa tunggu, yaitu sejumlah dana yang diperhitungkan sebagai pengganti adanya perbedaan waktu antara tanggal penilaian dengan perkiraan tanggal pembayaran ganti kerugian 4. Kerugian sisa tanah, adalah turunnya nilai tanah akibat pengambilan sebagian bldang tanah. Dalam hal sisg tanah tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukannya, maka dapat diperhitungkan penggantian atas keseluruhan bidang tanahnya 5. Kerusakan fisik lain, misalnya bagian bangunan yang terpotong akibat pengadaan tanah sehingga membutuhkan biaya perbaikan agar dapar berfungsi sebagaimana mestinya. d) Penerapan pendekatan dan metode penilaian untuk menghitung kerugian fisik atas objek penilaian, sebagai berikut : Objek Penilaian



Pasar



Pendapatan



Biaya



Keterangan



Tanah











-



HBU



Tanah & Bangunan















HBU



Bangunan & SPL



-











-



Tanah & Tanaman















HBU 429



Tanaman















-



Personal Properti yang melekat ke tanah atau bangunan







-







-



Objek Penilaian



Pasar



Pendapatan



Biaya



Keterangan



Tanah



Tanah kosong



Tanah kawasan yang memiliki potensi komersial



-



HBU



Tanah & Bangunan



Dihitung sebagai satu kesatuan dengan menggunkan data sejenis dan sebanding



Properti komersial seperti perkantotan, hotel dan sebagainya



Indikasi nilai HBU pasar tanah dalam keadaan kosong ditambah Biaya pengganti Baru (RCN) bangunan yang disesuaikan dengan penyusutan



Bangunan & SPL



-



-



RCN dengan penyesuaian kondisi depresiasi



Tanah & Tanaman



Dihitung sebagai satu kesatuan dengan menggunakan data yang sejenis dan sebanding, seprti kelapa sawit dan sebagainya



Digunakan pada tanaman yang menghasilkan secara komersial seperti kelapa sawit, karet, jagung, tanaman hortikultura dan sebagainya



Indikasi nilai HBU pasar tanah dalam keadaan kosong ditambah dengan RCN tanaman ynag disesuaikan dengan penyusutan



Tanaman



Dihitung sebagai tegakan tanaman menggunakan data yang sejenis dan sebanding seperti pohon



Digunakan pada tanaman (tanpa tanah) yang menghasilkan secara komersial seperti kopi, jagung, tanaman



RCN tanaman belum menghasilkan yang disesuaikan dengan penyusutan



Terdapat pengecualian dalam butir 4.2.g).3.5)



430



manga, durian dan sebagainya



hortikultura dan sebagainya



Personal Properti yang melekat ke tanah dan / bangunan



Dihitung menggunakan data yang sejenis, sebanding seperti instalasi pipa, listrik elevator



RCN personal property yang disesuaikan dengan penyusutan



Penjelasan



 Data-data yang  Data-data  Data dan digunakan ekonomi yang informasi yang merupakan digunakan digunakan data pasar yang merupakan adalah data sejenis dan data pasar pasar yang sebanding yang sejenis relevan dan Gunakan dan sebanding wajar jumlah data  Biaya yang cukup Pengganti dan hindari Baru (RCN) penggunaan atas bangunan data yang bias dapat dan kurang menggunakan relevan Biaya dan Teknis Bangunan yang dikeluarkan Asosiasi Profesional Penilai atau dari sumber pasar yang dipercaya  Umur ekonomis bangunan dan property lainnya dapat menggunakan informasi dari Asosiasi Profesi Penilai atau sumber informasi lainnya yang handal



-



431



 Pengukuran kondisi property dapat menggunakan Pedoman Penilaian Indonjesia terkait inspeksi  Penyesuaian kondisi property dapat menggunakan penyusutan fisik. Kemunduran fungsi dapat digunakan untuk bangunan terpotong yang HBUnya sudah berubah (bila ada)



e) Penerapan pendekatan penilaian dalam konteks Nilai Pasar sangat terkait kepada perrtimbangan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU). Pertimbangan HBU dapat dilihat dari kondisi tanah dalam keadaan kosong (as vacant) atau tanah dalam kondisi telah dikembangkan (as improved), Penilai harus mempertimbangkan kriteria yang meliputi:  Secara hukum diizinkan;  Secara fisik dimungkinkan;  Secara finansial menguntungkan;  Menghasilkan nilai tertinggi (produktifitas maksimum) dari properti. f) Penerapan penggantian kerugian non fisik atas objek penilaian, sebagai berikut: Objek Penilaian Tanah



Premium *



Transaksi 



Bunga Masa Tunggu 



Keterangan Baiya pindah dan soaltiom tidak diperhitungkan. Premium tergantung dokumen pendukung



432



Tanah & Bangunan















Soaltium hanya untuk bangunan rumah tinggal



Bangunan & SPL















Soaltium hanya untuk bangunan rumah tinggal



Tanah & Tanaman



-











Solatium dan transaksi tidak diperhitungkan



Tanaman



-



-







Solatium dan transaksi tidak diperhitungkan



Personal Properti yang melekat ke tyanag / bangunan



-







Solatium dan transaksi tidak diperhitungkan. Kecuali mesin dan peralatan yang dapat dipindahkan dapat diperhitungkan biaya pemindahannya







Solatium dan transaksi tidak diperhitungkan







Kerugian Lain



(ilustrasi terlampir) g) Penerapan penghitung an asumsi kerugian non fisik diatur sebagai berikut: Seluruh aspek yang diperhitungkan sebagai bagian dari potensi kerugian non fisik harus didasarkan instruksi penugasan dari Pemberi Tugas. Bila Penilai tidak menerima atau ragu atas adanya instruksi tersebut, maka penilai dapat memberikan usulan dan/atau konfirmasi membuat kesepakatan dalam suatu berita acara diantara Penilai dengan Pemberi Tugas. Penghitungan besaran kerugian non fisik harus memperhatikan kesesuaian dan kewajaran pembebanan biaya secara ekonomi yang proporsional. Hal-hal yang perlu diperhatikan: 1. Penerapan kerugian kehilangan pekerjaan atau bisnis termasuk alih profesi berdasarkan: a. Kegiatan usaha atau bisnis yang dilakukan: 1) permanen; seperti tempat jualan, warung, rumah makan atau sejenisnya; 2) pribadi atau profesi: seperti penjahit pakaian, pertukangan, ahli potong rambut atau sejenis lainnya; 433



3) badan usaha atau entitas, seperti pabrik atau kawasan industry yang sedang dalam pengembangan atau telah dikembangkan. b. Keharusan pemilik usaha atau pekerja pindah ke tempat lain: 1) Untuk kategori butir 1.a.1), kerugian non fisik dapat dihitung berdasarkan potensi pendapatan usaha (pendapatan bersih ditambah dengan kewajiban beban biaya usaha yang perlu ditanggung selama perpindahan, seperti biaya karyawan tetap) Bila tidak diatur lain, lamanya kehilangan potensi usaha tersebut dapat dipertimbangkan selama rata-rata 3 bulan. 2) Untuk kategori butir 1.a).2), kerugian non fisik dapat dihitung didasarkan potensi penghasilan dari pekerja/profesi pada bulan trakhir, yang diperkirakan akan hilang selama kepindahan/mencari tempat baru. Bila tidak diatur lain, lamanya dipertimbangkan selama rata-rata 6 bulan. 3) Untuk kategori butir 1.a.3), tidak termasuk kawasan perumahan atau industri, kerugian non fisik dapat dihitung berdasarkan potensi penghasilan rata-rata periode terakhir atau keuntungan yang diperkirakan akan hilang didasarkan kepada analisis yang wajar sesuai dengan jenls kegiatan yang dijalankan. Lama masa diatur lain selama rata-rata 6 bulan. 2. Penerapan kerugian emosional (solatium) diatur sebagai berikut : a. Solatium merupakan kompensasi yang diberikan kepada pemilik rumah tinggal atas kerugian non-finansial dikarenakan harus pindah, akibat adanya pengambil alihan tanah untuk kepentingan umum. b. Besaran solatium dalam bentuk persentase dari indikasi Nilai Pasar rumah tinggal (tanah dan bangunan) sebagaimana diatur dalam juknis ini dengan diketahui pemberi tugas. c. Dalam menilai jumlah kompensasi kerugian kondisi yang relevan harus diperhitung kan, termasuk:  kepentingan pemilik atas rumah yang dimiliki berhubungan adanya hubungan emosional;  jangka waktu kepemilikan rumah;  ketidaknyamanan pemilik karena keharusan pindah rumah (bila ditempati sendiri). d. Kriteria penghitungan soaltium dapat dilakukan dengan memperhatikan:  kriteria lama masa tinggal dan/atau fungsi bangunan rumah sebagai sarana hunian berdasarkan keyakinan Penilai sesuai data dan informasi yang wajar dan disepakati para pihak yang terkait;  luas tapak tanah yang wajar dan seimbang;  potensi HBU. 434



Kriteria Solatium



Besaran Kompensasi



Masa TInggal < 4 tahun



5%



Masa Tinggal 4 – 9 tahun



10%



Masa Tinggal 10 – 19 tahun



15%



Masa Tinggal 20 – 30 tahun



20%



Masa Tinggal > 30 tahun



30%



Dasar Penghitungan











Indikasi Nilai Pasar Rumah Tinggal (tanah dan bangunan)dengan luas tanah yang seimbang, peruntukan lokasi permukiman maupun non permukiman memenuhi HBU Indikasi Nilai Pasar tanah berlebih tidak diperhitungkan



(llustrasi perhitungan lihat Tampiran 3) 3. Penerapan kerugian non fisik.lainnya diatur sebagai berikut; a. Bila tidak dinyatakan berbeda maka biaya transaksi dapat meliputi biaya perpindahan dan pengosongan, pajak/BPHTB dan biaya PPAT. Pengenaan beban kerugian tersebut: 1) Biaya perpindahan dan pengosongan dikenakan secara proporsional terhadap nilai kerugian fisik dari rumah tinggal, tempat usaha dan industri yang dihuni/digunakan. Tanah kosong dan tanaman tidak diperhitungkan. 2) Beban pajak/BPHTB dan biaya PPAT dikenakan secara proporsional terhadap nilai kerugian fisik dari tanah, tanah dan bangunan (al. tanah, rumah tinggal, tempat usaha, industri, perkebunan). Untuk personal properti, seperti mesin dan peralatan tidak diperhitungkan. Beban pajak tersebut diasumsikan sebagai potensi biaya yang akan timbul pada saat pengadaan properti baru di tempat lain. Apabila ada beban pajak saat pengambil alihan hak properti eksisting, dapat diperhitungan bila sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku atau sesuai instruksi pemberi tugas 3) Beban perpindahan atau pengosongan dapat diperhitungkan dalam penilaian untuk objek pengadaan tanah meliputi tanah kas desa, tanah wakaf dan sejenis lainnya. Objek penilaian tersebut umumnya tidak dapat diganti dengan uang, namun harus diganti dengan objek sejenis atau direlokasi ke tempat yang setara. Penilal dapat mempertimbangkan keperluan beban blaya perpindahan secara wajar, meliputi Keperluan 435



pencarian tanah pengganti dan beban administrasi lainnya. Permintaon terhadap kepentingan ini harus diungkapkan di Lingkup Penugasan atau dilengkapl dengan berita acara yang mengikat penugasan penillalan serta diuraikan dalam laporan penilaian, 4) Kompensasi masa tunggu diperhitungkan karena tenggang waktu antara tanggal penllaian (tanggal penetapan adanya lokasi) dengan tanggal pembayaran ganti kerugian. Dalam memperhitungkon kompensosi otas masa tunggu, Penilai dapat memberi kompensasi dengan ketentuan sebagai berikut: (a) sebesar suku bunga deposito dari bank pemerintah untuk masa tunggu kurang darl 6 (enam) bulan atas indikasi NPW sebelum masa tunggu ditambah dengan kerugian non fisik (premium mencakup solatium, beban transaksi, dan kerugian lainnya bila ada). Lamanya masa tunggu sesuai dengan rencana jadwal pembayaran ganti kerugian atau dapat berkisar 3-6 bulan; (b) dalam hal pelaksanaan penilaian yang dilakukan telah melewati 6 (enam) bulan dari tanggal penetapan lokasi, maka besaran beban keruglan masa tunggu diambil sebesar selisih indikasi Nilal Pasar fisik tanah pada saat tanggal pelaksandan penilalan terhadap tanggal penilaan sesual penetapan lokasi. Selanjutnya, hasil selisih tersebut menjadi penambah dalam penetapan indikasi NPW untuk posist tanggalf penlialan pada penetapan lokasi. Untuk menentukan NPW yang sebenarnya, estimasi masa tunggu setelah tanggal pelaksanaan penilaian hingga rencana masa pembayaran, dapat ditambahkan sebagaimana ketentuan pada butir 3) a 4) (a) di atas (lustrasi lihat lampiran 2.3). 5) Pada kasus tertentu, penilaian untuk keperluan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, yang menyebabkan penerapan depresiasi pada besaran Pendekatan Biaya untuk bangunan rumah tinggal dianggap belum dapat memenuhi unsur besaran ganti kerugian yang layak dan adil. Hal ini dengan pertimbangkan khusus bahwa bangunan rumah tinggal tidak mendapatkan ganti ganti kerugian yang mencukupi untuk membangun kembali rumahnya ditempat lain. (a) Untuk memenuhi unsur kelayakan dan keadilan tersebut maka jumlah beban depresiasi yang diperoleh dari perhitungan kerugian fisik bangunan dapat dikonversi menjadi premium pada kerugian non fisik. dimaksud selanjutnya dapat disebut "premium kerugian non fisik atas 436



beban depresiasi" yang besarnya adalah sebesar beban depresiasi. (b) Pengenaan premium ini hanya bisa diterapkan sepanjang terdapat alasan tertulis yang melandasinya, dan dicantumkan dalam Lingkup Penugasan. Alasan dimaksud dapat berupa ketentuan dan peraturan yang berlaku atau dokumen perencanaan atau daftar nominatif atau dokumen yang sah lainnya yang diberikan instansi yang memerlukan tanah. 6) Kerugian non fisik lainnya yang dapat diperhitungkan oleh Penilai akibat pengadaan tanah untuk kepentingan umum, antara lain: (a) kerugian sisa tanah, dimana sisa tanah tidak lagi dapat difungsikan sesuai dengan peruntukannya dan terjadi kerugian fisik penurunan nilai. (b) kerusakan fisik pada bangunan yang terpotong dan membutuhkan biaya perbaikan untuk dapat berfungsi kembali. Penggantian sisa tanah dihitung menggunakan metode penilaian yang sesuai dengan asumsi luas bidang tanah sesuai penggantian kerusakan bangunan yang terpotong dihitung dengan Pendekatan Biaya untuk memperoleh besar biaya perbaikan. h) Terdapat kondisi dimana pemilik tanah untuk rumah tinggal, juga memliki: 1. Tapak tanah yang tidak diusahakan; 2. Tapak tanah yang diusahakan, seperti untuk lahan pertanian yang menghasilkan bagi pemilik. Untuk kondisi di atas, Penilai dapat mengikuti pedoman sebagai berikut: a. Tapak tanah yang tidak diusahakan, dinilai sebagai tanah kosong dengan memperhitungkan HBU pada tanggal penilaian. b. Tapak tanah yang diusahakan sebagai lahan pertanian diperhitungkan sebagai berikut: 1) tanaman keras/tanaman tahunan yang dibudidayakan secara komersial dapat dinilai perkebunan yang terdiri dari tanah, tanaman dan sarana pendukung lainnya (sebagai real properti) untuk satu periode siklus tanam; 2) tanah dengan tanaman semusim yang dibudidayakan secara individu, tetapi HBU atas tanah dalam keadaan kosong (tanpa lahan pertanian) telah berkembang, maka tanah dapat dinilai terpisah sebagai tanah kosong dengan HBU sesuai tangaal penilaian, ditambah dengan nilai kini dari tanaman dengan asumsi diproyeksikan untuk satu periode siklus tanam atau tidak melebihi 1 (satu) tahun;



437



Contoh, tanaman semusim seperti padi dapat dihitung menggunakan metode perbandingan data pasar atau teknik penyisaan tanaman dengan asumsi diproyeksikan untuk satu periode siklus tanam atau selama-lamanya 1 (satu) tahun. 3) tanah dengan tanaman semusim yang dibudidayakan secara individu, tetapi HBU atas tanah dalam keadaan kosong (tanpa lahan pertanian) tetap sebagai lahan pertanian atau penggunaan sesuai dengan peruntukan pada tanggal penilaian, maka tanah dapat dinilai terpisah sebagai tanah kosong dengan HBU sesuai dengan penggunaannya, ditambah dengan nilai kini dari tanaman dengan asumsi diproyeksikan lebih dari satu periode siklus tanam atau selama-lamanya 2 (dua) tahun; Contoh, tanaman semusim seperti padi dapat dihitung menggunakan metode perbandingan data pasar atau teknik penyisaan tanaman dengan asumsi diproyeksikan lebih dari satu periode siklus tanam atau atau selama-lamanya 2 (dua) tahun. 4) dalam hal dijumpai kondisi di luar poin 2) dan 3) di atas, maka kompensasi penggantian dapat dihitung berdasarkan data yang relevan dan wajar, dengan menyampaikan sumber dan alasannya. i) Ketentuan yang berlaku menetapkan hasil penilaian ditentukan bidang per bidang tanah berdasarkan hak kepemilikan/penguasaan tanah. SPI 204 5.20 mengatur bahwa penilaian tidak hanya didasari kepada hak saja, tetapi terdapat sejumlah pertimbangan lain yang harus diperhatikan, seperti faktor fisik, ekonomi dan pemanfaatan atau kegunaan. Penilai harus mempertimbangkan apakah tanah bidang perbidang dalam suatu kepemilikan/ penguasaan yang sama, apakah perorangan atau per entitas. Untuk hal ini, Penilai perlu memperhatikan kegunaan optimal tanah yang dapat dilihat dari satuan bidang per bidang atau dalam keselluruhan bidang tanah dalam hamparan yang menyambung. Untuk memenuhi pertimbangan dimaksud, maka dapat mengikuti prosedur sebagai berikut: 1. mengidentifikasi dan memastikan apakah bidang-bidang tanah bersambungan dalam satu hamparan sama, termasuk pengembangan yang terikat atas tanah; 2. mengidentifikasi dan memastikan bidang-bidang tanah dalam hamparan yang dimaksud butir 4.2.i).1 berada pada satu tanggal penilaian yang sama yang dapat didasari oleh tanggal penetapan lokasi yang sama;



438



3. menentukan indikasi Nilai Paar (kesetaraan) fsik tanah seual metode dan teknik penilalan yang sual berdasarkan prosedur yang dilakukan pada butlr 4,2.1),.1, 4. menentukan Indikasi nilal tanah bidang per bidang secara proporsional berdasarkan hasil dari prosedur yong dilakukan pada butir 4.2.1).2. j) Dalam hal objek pengadaan tanah berhubungan dengan hak ulayat atau tanah yang dikuasal sekelompok masyarakat adat yong memiliki hubungan historis terhadap tanah yang dimiliki/dikuasai, Penilai dapat akan secara mempertimbangkan kompensasi kerugian ekonomi (premium) berdasarkan dokumen perencaan yang ada atau berdasarkan kajian dari pendapat ahli atas bentuk penggantian secara wajar yang dapat diberikan Ketentuan ini harus diungkapkan dalam Lingkup Penugasan atau dengan berita acara penilaian, k) Seluruh asumsi yong digunakan dalam menghitung satuan biaya kerugian fisik atau keruglan non fisik harus dilakukan secara wejar dengan rujukan antara lain dari :  Data pasar yang relevan dan wajar  Studi kelayakan yang telah disetujui pada tahap perenconaon  Kajian dari pendapat ahli  Ketentuan dan peraturan yang berlaku (di tingkat pusat maupun daerah). Contoh satu, salah satu kerugian fisik yang menjadi objek penilalan adolah tegakan tanaman seperti durian dan tanaman sejenis lainnya, iana asumsi harga satuan yang akan digunakan dalam menghitung ikasi kerugian atas tanaman tersebut dapat berasal dori hargo sofuan berdasarkan ketentuan pemerintah setempat. Contoh dua, Penilalan untuk pengadaan tanah melibatkan kerugian non fisik berupa potensi kerugian sosial atau adaf istladat pada suatu willayah tertentu. Penilal tidak memiliki kompetensi untuk memberikan pendapat atas kerugian sosial dimaksud. Namun Penilai dapat menggunakan sumber dari pendapat ahli yang profesional sebagal dasar untuk mengukur potensi kerugian terkait. Dalam hal Penilal tidak dapat melakukan pengukuran dalam bentuk vang, karena kerugia tersebut dimungkinkan untuk dikompensasikan fidak dalam bentuk uang (misal diganti dengan upacara adat), Penilal dapat memberikan saran dan rekomandasi Untuk menentukan asumsi, Penilai membuat kesepakatan awal dengan pemberi tugas yang dituangkan dalam Lingkup Penugasan atau berita Acara tersendiri terkait biaya satuan dalam penghitungan keruglan fisik nah dalam satu kerugian non fisik di atas 439



4.3



Kertas Kerja Penilaian a) Kertas kerja penilalan baik dalam bentuk hardcopy atau sofcopy harus disimpan untuk jangka waktu yang wajar sesual dengan peraturan perundangan yang berlaku. b) Kertas kerja penilaian mencakup semua dokumen utama termasuk dokumen investigasi dan analisis yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan akhir, serta salinan dari setiap draft atau laporan akhir yang diberikan kepada pemberi tugas.



5.0



Pelaporan Penilaian (merujuk kepada SPI 105-5.1) 5.1



Penugasan penilaian pada tahap akhir akan memberikan hasil dalam bentuk laporan penilaian. Uraian berikut ini merupakan penjelasan Pelaporan Penilaian yang merujuk kepada Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud oleh SPI yang harus digunakan Penilai secara konsisten. Hal



Bagian yang telah diatur dalam Lingkup Penugasan dicatatkan kembali secara kosisten dalam Pelaporan Penilaian



Pendekatan Penilaian



Referensi SPI 105 5.1.a)



5.1.b)



Penjelasan Bagian 3.1 dalam PPI ini pada Referensi SPI 103 butir 5.3.a).1 s/d 13.



Pendekatan penilaian yang digunakan dan alasan pemilihannya pada proses implementasi, harus diungkapkan secara jelas di dalam laporan penilaian 



Pengutipan istilah dan rujukan penggunaannya mengikuti sebagaimana diatur oleh SPI 106, PPI ini dan teori yang relevan



Metode Penilaian



5.1.c)



Dalam implementasi pendekatan penilaian selalu diperlukan metode penilaian yang sesuai. Pemilihan metode penilaian dapar merujuk kepada pedoman ini dan SPI 106



Kesimpulan Penilaian



5.1.d)



Hasil penilian dapat disusun per objek penilaian, dengan masing-masing 440



dicantumkan jumlah nominal dalam mata uang rupiah. Kesimpulan penilaian ditampilkan secara jelas, mudah dimengerti dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Diskripsi uraian objek penilaian dan analisis pasar



5.1.e)



Uraian objek penilaian didiskripsikan secara jelas dalam mendukung analisis, opini dan kesimpulan dalam laporan. Penilai juga harus memberikan gambaran mengenai tingkat permintaan/penawaran, tren harga dan indikator pasar lainnya untuk memberikan gambaran pasar dari property yang dinilai



Pernyataan Penilai (Compliance Statement)



5.1.f)



Lembar Pernyataan penilai harus mencantumkan nama semua Penilai dan tenaga ahli yang terlibat (termasuk penanggung jawab laporan) nomor keanggotaan asosiasi bagi semua tim penilai, kualifikasi professional (bagi tenaga ahli) dan jabatan dalam penugasan (termasuk tim dari konsorsium bila ada) Pernyataan Penilai dapat merujuk kepada SPI 105 dan/atau petunjuk teknis ini (Lampiran 5).



Kondisi dan Syarat Pembatas



5.1.g)



Menyatakan ada batasan dalam penyampaian kesimpulan penilaian. Petunjuk teknis ini memberikan acuan rujukan yang dapat dijadikan dasar kutipan dalam menentukan kondisi dan syarat pembatas (Lampiran 6)



Nama, kualifikasi professional dan tanda tangan penilai



5.1.h)



Lembar surat pengantar harus ditandatangani oleh penanggung jawab laporan (penilai publik) dan lembar pernyataan penilai harus ditandatangani oleh semua penilai dan tenaga ahli yang terlibat (termasuk penanggung jawab laporan), yang merupakan bukti personal yang mengindikasikan keaslian penilaian yang dilaksanakan dan bersifat sebagi pernyataan tanggung jawab atas isi, analisis dan kesimpulan penilaian Tanda tangan dimaksud berupa tulisan tangan (tanda tangan basah).



441



Rujukan sistematika da nisi laporan penilaian dapat dilihat pada lampiran 4 5.2



Dalam proses finalisasi, Penilai harus memastikan bahwa hasil penilaian telah sesuai sebagaimana yang dimaksud dalam Lingkup Penugasan dan tetap memperhatikan proses kaji ulang internal (review). Proses konfirmasi hasil penilaian kepada pemberi tugas dapat dilaksanakan paa tahap finalisasi laporan penilaian,



5.3



Revisi Laporan Penilaian yang disampaikan kepada pemberi tugas sebagai bagian dari tanggungjawab profesional Penilai merupakan hal yang dapat diterima dalam praktek penilaian dalam hal terdapat kekeliruan dalam penilaian. Kekeliruan dalam penilaian sehingga memunculkan revisi laporan penilaian dapat disebabkan oleh dua hal, pertama kekeliruan terkait penugasan yang disebabkan oleh pemberi tugas penilaian dan kedua kekeliruan terkait proses penliaian yang merupakan tanggungjawab penilai. Revisi laporan penilaian dilakukan dengan memenuhi hal sebagai berikut : a) Revisi dilakukan dengan memenuhi ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; b) Revisi terka it penugasan sehubungan dengan perubahan data yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai, dan harus didasarkan pada kesepakatan tertulis dengan pemberi tugas sebagai bagian dari Lingkup; c) Revisi terkait kekeliruan pada proses penilaian dapat disebabkan oleh Penugasan; kesalahan yang dilakukan penilai baik dalam perhitungan maupun interpretasi terhadap ketentuan dan standar penilaian yang berlaku; d) Seluruh proses revisi harus didokumentasikan dan dilaporkan terpisah dari laporan penilalan sebelumnya. Hal ini harus mengikuti Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku terkait jasa Penilai Publik.



442



LAMPIRAN Lampiran 1 : Komponen Dasar Pembentukan Dasar Nilai Penggantian Wajar Penggantian



A. Kerugian Fisik : Real Properti



Setara Nilai Pasar*



Kompensasi



Keterangan



Tanah; tanah & bangunan; tanah & tanaman



+



B. Kerugian Non Fisik 1. Kerugian Ekonomi :  Kerugian Bisnis  Kehilangan Pekerjaan  Kerugian hasil pertanian



2. Kerugian Emosional



+



Tergantung objek



+



Tergantung objek



+



Tergantung objek



+



Untuk rumah tinggal



3. Biaya Transaksi 



Pindah



+



Tergantung objek







Perizinan/Notaris



+



Untuk lokasi yg baru







Pajak Properti



+



Untuk lokasi yg baru



4. Kerugian Lain : 



Kerugian sisa tanah



+



Kelebihan tanah (bila ada)







Kerugian Fisik lain



+



Kerusakan bangunan bila ada



+



Sd 6 bulan atau > 6 bulan



5. Beban masa tunggu Kesimpulan



Nilai Penggantian Wajar



Setara dengan Nilai Ganti Kerugian



Catatan : Kompponen dasar pembentukan NPW yang disebutkan di atas dapat disesuaikan dengan objek penilaian 443



Lampiran 2: 2.1. llustrasi Penghitungan NPW atas Rumah Tinggal Biasa (masa tinggal 8 tahun) a.1 Indikasi Nilai Pasar Rumah Tinggal (Tanah dan Bangunan)



Rp 100,000,000



a.2 Kerugian Non Fisik  







Solatium 10% x Rp 100.000.000 Transaksi 8% x Rp 100.000.000  Asumsi Biaya Pindah 1.5%  Asumsi Biaya Pajak 5%  Asumsi Biaya PPAT 1.5% Beban Masa Tunggu (6 bulan) @6% pa.  3% x Rp 118.000.000



Rp 10,000,000 Rp 8,000,000



Rp 3,540,000



Sub Total Kerugian Non Fisik



Rp 21,540,000



Nilai Penggantian Wajar



Rp 121,540,000



2.2. llustrasi Penghitungan NPW atas Properti dan Tempat Usaha a.1 Indikasi Nilai Pasar Rumah Tinggal (Tanah dan Bangunan)



Rp 100,000,000



a.2 Kerugian Non Fisik Kehilangan Pendapatan Usaha



Rp 15,000,000



Rp 5 juta per bulan, selama 3 bulan 







Transaksi 8% x Rp 100.000.000  Asumsi Biaya Pindah 2%  Asumsi Biaya Pajak 5%  Asumsi Biaya PPAT 1% Beban Masa Tunggu (6 bulan) @ 6% pa. Rp 3% x Rp 123.000.000



Sub Total Kerugian Non Fisik Nilai Penggantian Wajar



Rp 26,690,000 Rp 126,690,000



444



2.3. Ilustrasi Penghitungan NPW atas Rumah Tinggal Biasa (Pelaksanaan penilaian lebih dari 6 bulan setelah penetapan lokasi/tanggal penilaian) a.1 Indikasi Nilai Pasar Rumah Tinggal (Tanah dan Bangunan)



Rp 100,000,000



a.2 Kerugian non fisik - Solatium 10% x Rp 100,000



Rp 10,000,000



- Transaksi 8% x Rp 100,000



Rp



8,000,000



Rp



10,000,000



Asumsi biaya pindah 1,5% Asumsi pajak 5% Asumsi biaya PPAT 1,5% -Beban masa tunggu : Indikasi NP (pada tanggal pelaksanaan penilaian) Rp. 110 juta Selisih nilai (Rp 110 jt – Rp 100 juta) Masa tunggu (6 bulan) @6% pa



3,840,000



Sub total kerugian non fisik



31,840,000



Nilai Penggantian Wajar



Rp



126,690,000



2.4.Ilustrasi Penghitungan NPWP pada Rumah Tinggal Biasa (Premium Kerugian Non Fisik atas Beban Depresiasi) Kerugian fisik : - Indikasi Nilai Pasar Rumah Tinggal



120,000,000



- Indikasi Nilai Pasar Tanah - Indikasi Nilai Bangunan



56,000,000



Kerugian non fisik :



64,000,000



445



a. Kerugian usaha b. Solatium c. Transaksi : - Asumsi biaya pindah



0%



- Asumsi BPHTB



30%



120,000,000



36,000,000



- Asumsi beban PPAT d. Premium atas beban depresiasi - Indikasi RCN Bangunan - Indikasi Nilai Bangunan Total a + b + c



1,5 %



120,000,000



1,800,000



5 ,0 %



120,000,000



6,000,000



1,5 %



120,000,000



1,000,000 56,000,000



Total 1 + 2 Beban masa tunggu (6% pa)



101,600,000 221,600,000 3,324,000 Nilai Penggantian Wajar (NPW)



224,924,000



446



Lampiran 3 : 3.1 Ilustrasi Perhitungan untuk RT – 1 a Objek Ganti Rugi



Rumah Tinggal terdiri dari tanah dan bangunan



Luas tanah



120 m2 72 m2



Luas bangunan HBU



Masa tunggu 6 bulan (3%)



eksisting (rumah tinggal) Nilai Penggantian Wajar Fisik



No



Alternatif Solatium



NP



Non Fisik



Indikasi



NPW



Sisa Tanah



Premium Nilai Pasar Tanah



Transaksi



Banguna n



Premium*



Lainnya



Bunga



Solatium



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



1



2



3



4



5



6



7



8



9



10



11



12



A



5%



108.000



125.701



36,000



72,000



0



5,400



8,640



3,561



-



-



B



10%



108.000



131.263



36,000



72,000



0



10,800



8,640



3,873



-



-



447



C



15%



108.000



136,825



36,000



72,000



0



16,200



8,640



3,985



-



-



D



20%



108.000



142,387



36,000



72,000



0



21,600



8,640



4,147



-



-



E



30%



108.000



153,511



36,000



72,000



0



32,400



8,640



4,471



-



-



Asumsi : -



*)kehilangan bisnis/pekerjaan/alih profesi Solatium (baris 8 = (5+6) x 2) Asumsi bebab transaksi diambil 8 % dari NP



448



3.2 Ilustrasi Perhitungan untuk RT-1b Objek ganti rugi : Rumah tinggal terdiri dari tanah dan bangunan (dengan tanah berlebih) Luas tanah : 600 m2 Luas tanah efektif utk RT (asumsi 60%) tanah tersisa



120 m2



480m2



Luas bangunan : 72 m2 Masa tunggu 6 bulan (3%) HBU : eksisting (rumah tinggal)



Nilai Penggantian Wajar Fisik No



Alternati f Solatium



NP



NPW



Non Fisik



Indikasi Nilai Pasar



Sisa Tanah



Premium



Tanah



Bangun an



Premiu m*



Solatium



Transak si



Bunga



Lainnya



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



1



2



3



4



5



6



7



8



9



10



11



12



A



5%



252,000



283,662



144,000



36,000



72,000



5,400



18,000



8,262



-



449



B



10%



252,000



289,224



144,000



36,000



72,000



10,800



18,000



8,424



-



-



C



15%



252,000



294,786



144,000



36,000



72,000



16,200



18,000



8,586



-



-



D



20%



252,000



300,248



144,000



36,000



72,000



21,600



18,000



8,748



-



-



E



30%



252,000



311,472



144,000



36,000



72,000



32,400



18,000



9,072



-



-



Asumsi : - *) Kehilangan bisnis/pekerjaan/alih profesi - Solatium (baris 9 = (6+7)x2) - Asumsi beban transaksi diambil 8% dari NP



450



3.3 Ilustrasi Perhitungan untuk RT-2a Objek ganti rugi : rumah tinggal (tanah dan bangunan Luas tanah : 120 m2 Luas bangunan : 72 m2 HBU : alternative (industry) Masa tunggu : 6 bulan (3%)



Nilai Penggantian Wajar Fisik No



Alternatif Solatium



NP



NPW



Non Fisik



Indikasi Nilai Pasar



Premium



Tanah



Bangun an



Premiu m*



Solatium



Transak si



Bunga



Sisa Tanah



Lainnya



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000 Rp. 1000



1



2



3



4



5



6



7



8



9



10



11



12



A



5%



120,000



139,668



120,000



-



0



6,000



9,600



4,068



-



-



B



10%



120,000



145,848



120,000



-



0



12,000



9,600



4,248



-



-



C



15%



120,000



152,028



120,000



-



0



18,000



9,600



4,428



-



-



451



D



20%



120,000



158,208



120,000



-



0



24,000



9,600



4,608



-



-



E



30%



120,000



170,568



120,000



-



0



36,000



9,600



4,968



-



-



Asumsi : - *) kehilangan bisnis/pekerjaan/alih profesi - **) penyusutan fisik 100% - Asumsi beban transaksi diambil 8% dari HP - Solatium (baris 8 (5+6)x2)



452



3.4 Ilustrasi Perhitungan untuk RT – 2b Objek ganti rugi : rumah tinggal (tanah dan bangunan Luas tanah : 600 m2 Luas bangunan : 72 m2 HBU : alternative (industry) Masa tunggu : 6 bulan (3%) Luas tanah efektif utk RT (asumsi 60%) : 120 m2 Tanah tersisa 480 m2



Nilai Penggantian Wajar Fisik No



Alternatif Solatium



1



2



NP



Non Fisik



Indikasi Nilai Pasar



NPW



Premium



Tanah Berlebih



Tanah RT



Banguna n**



Premiu m



Solatium



Transaksi



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



3



4



5



6



7



8



9



10



Bunga



Sisa Tanah



Lainnya



Rp. 1000



Rp. 1000



Rp. 1000



11



12



13



a



5%



60,000



139,668



480,000



120,000



-



-



6,000



40,800



19.404



-



-



b



10%



60,000



145,848



480,000



120,000



-



-



12,600



40,800



19.584



-



-



453



c



15%



60,000



152,028



480,000



120,000



-



-



18,000



40,800



19.764



-



-



d



20%



60,000



158,208



480,000



120,000



-



-



24,000



40,800



19.944



-



-



e



30%



60,000



170,568



480,000



120,000



-



-



36,000



40,800



20.304



-



-



Asumsi : - *) kehilangan bisnis/pekerjaan/alih profesi - **) penyusutan fisik 100% disebabkan HBU industri - Asumsi beban transaksi diambil 8% dari HP - Solatium (baris 9 (6+7)x2)



454



Lampiran 4: Sistematika dan Isi Laporan Penilaian (bentuk penomoran tidak terikat) Sistematika Laporan Bagian 1 – Pendahuluan 1. Halaman Judul 2. Surat Pengantar 3. Daftar Isi 4. Pernyataan Penilai 5. Ringkasan Penilaian



Gambaran Isi 1. Halaman Judul (cover) Halaman judul memuat nama pekeriaan, nama Pemberi Tugas dan nama kantor dan alamat Penilai. 2. Surat Pengantar Surat Pengantar secara formal mnghantar laporan Penilaian kepada Pemberi Tugas dan bagian tak terpisahkan dari Laporan Penilaian. Surat Pengantar dimaksudkan sebagai catatan ermanen yang mengidentifikasikan Penilai dan Pengguna Laporan. Surat ini seharusnya ditulis dalam format surat formal yang layak dan seringkas mungkin serta dapat meliputi elemen sebagai berikut:       



Tanggal surat adalah tanggal laporan penilaian diterbitkan Nama pekerjaan dan alamatnya dalam deskripsi ringkas Dasar penugasan merujuk kepasa perjanjian kerja/kontrak berikut dengan amandemen (bila ada) Deskripsi ringkas bahwa Penilai telah melakukan investigasi atas properti yang diperlukan Referensi bahwa surat tersebut diiikuti oleh laporan Penilaian dan identifikasi jenis Penilaian dan format laporan Dasar Nilai yang digunakan di dalam laporan dan definisinya Tanda tangan Penilai Publik sebagai penanggung jawab Laporan



3. Daftar Isi Menyatakan pembagian utama dari laporan dikuti dengan subbagiannya 4. Pernyataan Penilai Lembar Pernyataan Penilai penempatannya adalah setelah Surat Pengantar, dengan mencantumkan tanda tangan Penilai dan tanggalnya (lihat pada lampiran 5) Pernyataan Penilal ini penting karena menjeloskan posisi penilal, sehingga melindungi baik integritas penilai maupun validitas penilailan, 5. Ringkasan Penilaian Apabila laporan penlaian panjang dan kompleks, ringkasan dari hal utama don kesimpulan penting di dalam penilaion menjadi berguna. Ringkosan ini sering disebut juga sebogal Ringkasan 455



Eksekutif (Executive Summary) yang akan memudahkan pengguna laporan dan memungkinkan Penilai untuk memberi penekanan kepada halhal utama yang dipertimbangkan dalam mencapal opini nilai final. Berikut adalah pedoman isi dari Ringkasan Penilaian (eksekutif)     Bagian II – Definisi & Lingkup Penugasan 1. 2. 3. 4.



Status Penilai Pemberi Tugas Pengguna Laporan Maksud dan Tujuan Penilaian 5. Objek Penilaian 6. Hak Kepemilikan 7. Dasar Nilai 8. Tanggal Penilaian 9. Penggunaan Mata Uang 10. Tingkat kedalaman Investigasi



Identifikasi ringkas dari properti (lokasi, fisik dan legal) Tanggal penilaian dan tanggal inspeksi, tanggal laporan Asumsi khusus (bila ada) Kesimpulan nilai (dapat dirinci sesuai kebutuhan)



Definisi dan Lingkup Penugasan merupakan penjelasan atas sejauhmana suatu pekerjaan penilaian berikut pelaporannya telah dilakukan oleh Penilai. Definisi dan Lingkup Penugasan dimaksud diuraikan sebagaimana yang diatur pada SPI 105 butir 5.1.a) s/d h) (secara bersamaan dapat dibaca pada bagian ke-3 juknis ini) sebagai berikut : 1. Status Penilai Penilai harus mencatumkan statusnya berikut dengan KJPP atau institusinya. Prosedur lengkap dapat dilihat pada uralan tentang Laporan Penilalan Untuk Tujuan Pengadaan Tanah pada juknis ini (bagian 5). 2. Pemberi Tugas Laporan ditujukan kepada Pemberi tugas yaitu pihak yang memberikan penugasan kepada Penilai. Pemberi Tugas dapat berupa individu atau enttitas atau sekelompok orang secara bersama-sama. Apabila berupa entitas, harus disertai dengan nama individu yang berhak mewakili, Secara umum pemberi tugas dapat berupa instansi yang memerlukan tanah namun pada sisi lain Penetapan Penilaian. Pertanahan ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan. 3. Pengguna Laporan Selain Pemberi Tugas, laporan selanjutnya akan digunakan oleh Pengguna Laporan, yaitu pihak yang menggunakan hasil laporan penilaian. Apabila berupa entitas, harus disertai dengan nama individu yang berhak mewakili. Secara umum pengguna laporan adalah Lembaga Pertanahan 4. Objek Penilaian Dapat disusun secara informative terdapat informasi tentang jenis properti, lokasi dan volume (ukuran dan jumlah). Objek penilaian dimaksud harus didasarkan data dan/atau daftar nominatifyang diberikan oelh pemberi tugas (bila ada perubahan 456



lakukan penyesuaian pada laporan penilaian dan pada lingkup penugasan. Sedangkan copy dokumen tanah :  Rincian dokumen kepemilikan yang merujuk kepada Daftar Nominatif yang dikeluarkan oleh Lembaga Pertanahan Sifat hubungan kepemilikan atas properti 5. Penggunaan Mata Uang Dinyatakan sebagaimana yang disebutkan dalam lingkup penugasan 6. Maksud dan Tujuan Penilaian Maksud dan tujuan penilaian harus dijelaskan sehingga pengguna Lporan memahami konteks dilakukannya penilaian 7. Dasar Nilai (lihat penjelasan butir 3) 8. Tanggal Penilaian Bila tidak diatur berbeda, tanggal oenilaian yang digunakan harus konsisten sebagaimana yang diinstruksikan dalam lingkup penugasan. 9. Tingkat kedalaman Investigasi Diungkapkan berdasarkan apa yang telah diatur pada Lingkup Penugasan. Bila ada penyesuaian dan perubahan, Penilal harus mengungkapkan pada Laporan Penilaian. 10. Sifat dan Sumber Informasi Dapat dirujuk sebagaimana telah diungkapkan dalam Lingkup Penugasan 11. Asumsi Umum dan Khusus Pengungkapan seluruh asumsi dan asumsi khusus selain harus konsisten dengan apa yang tertera di dalam Lingkup Penugasan, Penilai juga dapat menyampaikan hal-hal yang dianggap relevan dalam Laporan Penilaian. 12. Pendekatan Penilaian dan alasan penggunaannya Penggunaan pendekatan penilaian yang digunakan agar diuraikan secara lengkap, wajar dan beralasan. 13. Metode Penilaian Penerapan metode penilaian disesuaikan dengan pendekatan penilaian yang digunakan. 14. Penggunaan Standar Penilaian untuk kepentingan pada Juknis ini menggunakan KEPI dan SPI



457



Bagian III – Presentasi Data 1. Tinjauan Properti sebagai Objek Penilaian Uraian umum properti sebagai objek penilaian informatif. Uraian tersebut didasarkan hasil identifikasi dan investigasi Penilai yang 1. Tinjauan Properti dapat memberikan gambaran secara lengkap dari properti yang sebagai objek dinilai. penilaian 2. Analisis Lingkungan 2. Analisis Lingkungan 3. Deskripsi Tapak 4. Deskripsi bangunan Fakta berkaitan dengan kota dan lingkungan sekitarnya dan pengembangan (Neighborhood Analysis) yang dalam anggapan Penilai berkaitan lainnya dengan masalah dipertimbangkan penilaian dilaporkan. 5. Deskripsi kerugian fisik Analisis lingkungan dapat meliputi gambaran darinlokasi 6. Deskripsi kerugian properti, aksesibilitas dan fasilitas yang rersedia pada lingkungan non fisik dimana objek property berada. 7. Tinjauan pasar 8. Karakteristik ekonomi dan keuangan Penilai selalu mendasari analisnya dengan data dan informasi (disesuaikan dengan yang mendukung pernyataan opini penilaian secara umum. Haloendekatan hal yang yang berpengaruh secara positif dan negatif yang dapat pendapatan yang mempengaruhi opini nilai harus disertakan dalam proses analisis digunakan dan pelaporan penilaian 9. Informasi relevan lainnya (bila ada) 3. Deskripsi Tapak  Karakteristik fisik  Situasi dan tata letak tanah, luas tanah dan bentuk  Kondisi tanah  Fasilitas  Pengembangan yang menguntungkan maupun merugikan tapak  Karakteristik Legal  Peruntukan, restriksi pengembangan, kemungkinanperubahan peruntukan 4. Deskripsi Bangunan dan Pengembangan lainnya Tidak hanya terbatas kepada bangunan, namun objek penilaian lainnya seperti ruang atas tanah dan bawah tanah dan Tanaman merupakan bagian seharusnya diuraikan. Uraian masing-masing objek penilaian antara lain:  Jenis aset (untuk masing-masing bangunan, tanaman atau lainnya)  Spesifikasi  Jumlah dan ukuran unit  Fasilitas pendudukung  Kondisi dan umur (bila ada)  Fasilitas dan servis (listrik, gas, telpon, air bersih, drainasi)



458



5. Deskripsi Personal Properti Dapat meliputi benda yang berkaitan dengan tanah, seperti utilitas dan sarana pelengkap bangunan (Personal Properti yang melekat ke tanah/bangunan), 6. Deskripsi Kerugian Non Fisik Uraian aset non fisik dapat meliputi:  Kehilangan pekerjaan atau kehilangan bisnis termasuk alih profesi dan kerugian emosional (solatium)  Biaya transaksi;  Kompensasi masa tunggu (bunga); kerugian sisa tanah;  Kerusakan fisik lain, misalnya bagian bangunan yang terpotong akibat pengadaan tanah. 7. Tinjauan Pasar Uraian dan kajian pasar dapat meliputi:  Pasar real estat tertentu atau submarket yang ada Tingkat permintaan peningkatan atau penurunan)  Keseimbangan permintaan dan penawaran. 8. Karakteristik Ekonomi dan Keuangan (bila ada)  Data keuangan yang meliputi pendapatan dan pengeluaran serta seluruh parameter yang mempengaruhi  Pajak property  Asuransi property  CAPEX  Kewajiban pengembangan. 9. Informasi Relevan Lainnya Fakta lainnya yang terjadi dan mempengaruhi analisis, estimasi atau kesimpulan penilaian dapat dinyatakan di dalam laporan



Bagian IV – Analisis Data dan Kesimpulan 1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik 2 Nilai tanah 3. Implementasi Penggunaan Pendekatan Penilaian 4. Rekonsiliasi dan Kesimpulan 5. Kondisi dan syarat



1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest & Best Use – HBU) Ke-4 kriteria yaitu secara legal, fisik, kelayakan keuangan dan produktifitas maksimum dibahas dalam kaitannya dengan properti yang dinilai Pola penggunaan tanah, regulasi peruntukan, profitabiltas dari pengembangan yang ada atau alternative seharusnya dibahas di dalam laporan. 2. Nilai Tanah Pada bagian penilaian tanah di dalam laporan penilaian, data pasar disajikan bersamaan dengan analisis data dan alasan yang mengarah kepada opini nilai tanah. Faktor yang mempengaruhi nilai tanah seharusnya disajikan dalam cara yang jelas dan akurat.



459



3. Implementasi Penggunaan Pendekatan Penilaian Penilai mengembangkan pendekatan yang sesuai diterapkan dalam penugasan dan penentuan indikasi nilai. Penerapan dari setiap pendekatan dijelaskan berikut data faktual, analisis dan alasan yang mengarah kepada indikasi nilai yang dinyatakan di dalam laporan. Ketiga pendekatan penilaian yang meliputi, Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan dan Pendekatan Biaya diuraikan secara ringkas dan jelas untuk memberikan pemahaman kepada pengguna laporan. 4. Rekonsiliasi dan Kesimpulan Apabila Penilai menggunakan lebih dari satu pendekatan penilaian maka Penilai perlu melakukan rekonsiliasi dalam pengambilan kesimpulan hasil penilaian (nilai). 5. Kondisi dan Syarat Pembatas Menyatakan mendasari kesimpulan nilai (lihat lampiran 6)



Lampiran     



Deskripsi properti terinci (apabila belum dimasukkan dalam bagian presentasi data Rincian hasil penilaian Foto Peta Informasi dan data pendukung lain yang relevan



.



460



Lampiran 5: Pernyataan Penilai Setiap laporan Penilaian properti harus memuat Pernyataan Penilai (compliance statement) yang ditandatangani dengan bentuk kurang lebih sebagai berikut : Dalam batas kemampuan dan keyakinan kami sebagai Penilai, kami yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa: 1. Pernyataan dalam laporan Penilaian ini, sebatas pengetahuan kami, adalah benar dan akurat. 2. Analisis, opini, dan kesimpulan yang dinyatakan di dalam Laporan Penilaian ini dibatasi oleh asumsi dan batasan-batasan yang diungkapkan di dalam Laporan Penilaian, yang mana merupakan hasil analisis, opini dan kesimpulan Penilai yang tidak berpihak dan tidak memiliki benturan kepentingan. 3. Kami tidak mempunyai kepentingan baik sekarang atau dimasa yang akan dating terhadap properti yang dinilai, maupun memiliki kepentingan pribadi atau keberpihakan kepada pihak-pihak lain yang memiliki kepenting an terhadap properti yang dinilai. 4. Penunjukan dalam penugasan ini tidak berhubungan dengan opini Penilaian yang telah disepakati sebelumnya dengan Pemberi Tugas 5. Biaya jasa profesional tidak dikaitkan dengan nilai yang telah ditentukan sebelumnya atau gambaran nilai yang diinginkan oleh Pemberi Tugas, besaran opini nilai, pencapaian hasil yang dinyatakan, atau adanya kondisi yang terjadi kemudian (subsequent event) berhiubungan secara langsung dengan penggunaan yang dimaksud. 6. Penilai telah mengikuti persyaratan pendidikan profesional yang dipersyaratkan dalam KEPI dan SPI. 7. Penilai memiliki pengetahuan yang memadai sehubungan dengan properti dan/atau jenis industri yang dinilai. 8. Penilai telah melaksanakan ruang lingkup sebagai berikut:  Pengumpulan data dan wawancara;  Analisis data;  Estimasi nilai dengan menggunakan pendekatan Penilaian;  Penulisan laporan. 9. Penilai telah/tidak melakukan inspeksi lapangan yang merupakan objek Penilaian (apabila lebih dari 1 orang menandatangani pernyataan ini, harus dibuat terinci mengenai individu mana yang melakukan inspeksi lapangan). 461



10. Tidak seorangpun selain yang bertandatangan di bawah ini, yang telah terlibat dalam pelaksanaan inspeksi, analisis, pembuatan kesimpulan, dan opini sebagaimana dinyatakan dalam laporan Penilaian ini. 11. Analisis, opini, dan kesimpulan yang dibuat oleh Penilai, serta laporan Penilaian telah dibuat dengan memenuhi ketentuan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan SPI yang berlaku. Pernyataan Penilai yang ditandatangani merupakan bagian integral dari laporan Penilaian. Penilai yang menandatangani bagian lainnya dari laporan penilaian, termausk surat pengantar (letter of transmittal) juga harus menandatangani laporan ini. Apabila Penilai yang menandatangani laporan bergantung kepada pekerjaan yang dilakukan oleh Penilai/tenaga ahli lainnya yang tidak menandatang ani pernyataan Penilai, maka Penilai yang menandatangani bertanggung jawab atas keputusan untuk bergantung kepada pekerjaan mereka, dan disyaratkan untuk memiliki alasan yang kuat untuk mempercayai kompetensi dari Penilai/tenaga ahli lainnya tersebut. Nama dari individu yang terlibat dalam Penilaian namun tidak menandatangani lembar Pernyataan Penilai harus dinyatakan.



462



Lampiran 6: Syarat Pembatas Berikut adalah contoh dari syarat pembatas yang harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan penilaian: 1. Informasi yang telah diberikan oleh pihak lain kepada Penilai seperti yang disebutkan dalam laporan Penilaian dianggap layak dan dipercaya, tetapi Penilai tidak bertanggung jawab jika ternyata informasi yang diberikan itu terbukti tidak sesuai dengan hal yang sesungguhnya. Informasi yang dinyatakan tanpa menyebutkan sumbernya merupakan hasil penelaahan kami terhadap data yang ada, pemeriksaan atas dokumen ataupun keterangan dari instansi pemerintah yang berwenang. Tanggung jawab untuk memeriksa kembali kebenaran informasi tersebut sepenuhnya berada dipihak Pemberi Tugas. 2. Kecuali diatur berbeda oleh peraturan dan perundangan yang ada, maka penilaian dan laporan Penilaian bersifat rahasia dan hanya ditujukan terbatas untuk Pemberi Tugas yang dimaksud dan penasehat profesionalnya dan disajikan hanya untuk maksud dan tujuan sesuai dengan yang dicantumkan pada laporan Penilaian. Kami tidak bertanggung jawab kepada pihak lain selain Pemberi Tugas dimaksud. Pihak lain yang menggunakan laporan ini bertanggung jawab atas segala risiko yang timbul. 3. Nilai yang dicantumkan dalam laporan ini serta setiap nilai lain dalam Laporan yang merupakan bagian dari properti yang dinilai hanya berlaku sesuai dengan maksud dan tujuan Penilaian. Nilai yang digunakan dalam laporan Penilaian ini tidak boleh digunakan untuk tujuan Penilaian lain yang dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan. 4. Kami telah menmpertimbangkan kondisi properti dimaksud, namun demikian tidak berkewajiban omemeriksa struktur bangunan ataupun bagian-bagian dari properti yang tertutup, tidak terlihat dan tidak dapat dijangkau. Kami tidak memberikan jaminan bila ada pelapukan, rayap, gangguan hama lainnya atau kerusakan yang tidak terlihat. Penilai tidak berkewajiban melakukan pemeriksaan terhadap fasilitas lingkungan dan lainnya. Kecuali diinformasikan lain, Penilaian kami didasarkan pada asumsi bahwa seluruh aspek ini dipenuhi dengan baik. 5. Kami tidak melakukan penyelidikan atas kondisi tanah dan fasilitas lingkungan lainnya, untuk suatu pengembangan baru. Apabila tidak diinformasikan lain, Penilaian kami didasarkan pada kewajaran, dan untuk suatu rencana pengembangan tidak ada pengeluaran tidak wajar atau Keteriambatan dalam masa pembangunan. 6. Kami tidak melakukan penyelidikan atas masalah lingkungan yang berkaitan dengan pencemaran. Apabila tidak diinformasikan lain, Penilaian kami didasarkan pada asumsi mengenai tidak adanya pencemaran yang dapat berpengaruh terhadap nilai. 7. Gambar, denah ataupun peta yang terdapat dalam laporan ini disajikan hanya untuk kemudahan visualisasi saja. Kami tidak melaksanakan survei/pemetaan dan tidak bertanggung jawab mengenai hal ini. 463



8. Keterangan mengenai rencana tata kota diperoleh dari Rencana Umum Tata Ruang Kota dan Pernyataan Tertulis yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Kecuali diinstruksikan lain, kami beranggapan bahwa properti yang dinilai tidak terpengaruh oleh berbagai hal yang bersifat pembatasan-pembatasan dan properti maupun kondisi penggunaan baik saat ini maupun yang akan datang tidak bertentangan dengan peraturanperaturan yang berllaku 9. Semua bukti kepemilkan, legalitas dan perijinon yang ada didosorkon kepada informal data yang diberikan Lembaga Petandhan selaku pemberi tugas/pengguna laporan (bila dinyatakan lain sebutkan), Oleh karena tu, kami tidak melakukan pengukuuran ulang terhadap luasan properti secara detall, melainkan dato dari sertfifikat & gambar bangunan yang diterima dari Pemberi Tugas



464



Lampiran 7 Surat Representasi Penilai harus memperoleh surat representasi dari pemberi tugas untuk menyatakan kebenaran informasi yang diberikan. Surat representasi dimaksud diterima Penilai setelah investigasi dilakukan atau sebelum laporan diterbitkan. No. ………………. …………….(tanggal surat)



Kepada Yth. (sebutkan nama dan alamat KJPP/Instansi Penilai)



Up. (sebutkan nama rekan penanggung jawab laporan)



Perihal : Surat Pernyataan atas penugasan penilaian (sebutkan objek penilaian) yang Berlokasi (sebutkan alamat lokasi) milik (sebutkan nama pemilik properti) Merujuk kepada kontrak (sebutkan nomor kontrak) tanggal (sebutkan tanggal kontrak) mengenai perjanjian/kontrak Pekerjaan Penilaian……. yang disebutkan di atas maka berikut adalah pernyataan dari (sebutkan nama Pemberi Tugas) atas penugasan dimaksud, sebagai berikut : a. Bahwa seluruh informasi dan pernyataan baik secara lisan maupun tulisan serta dokumen baik dalam bentuk asli maupun foto copy dan/atau salinan yang kami sampaikan kepada (sebutkan nama KJPP) yang kemudian digunakan dalam analisis dalam pemberian opini nilai adalah benar-benar berasal dari (sebutkan nama Pemberi Tugas) yang sebenarnya pada tanggal penilaian sampai dengan dikeluarkannya laporan penilaian. b. Bahwa atas isi dan segala sesuatu yang terdapat dan/atau yang digunakan dalam penugasan penilaian, kami (sebutkan noma Pemberi Tugas) memberikan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya kepada (sebutkan nama KJPP) termasuk staff yang ada dari tuntutan kerugian harta, gugatan dan tanggung jawab (semuanya dalam bentuk apapun juga) baik secara sendiri-sendiri maupun institusi yang timbul secara langsung moupun tidak langsung terhadap pihak manapun juga apabila hal itu diakibatkan oleh kesalahan penyampaian data dan informasi apakah dan/atau dalam bentuk didalamnya anggota rekan dan seluruh yang disampaikan secara verbal asli, foto kopi, dan/atau salinan dari kami. 465



Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya untuk kepentingan penilaian yang dibuat oleh (sebutkan nama KJPP). Hormat kami, (nama Pemberi Tugas) nama lengkap dan tanda tangan dilengkapi stempel instansi/perusahaan)(jabatan)



**********



466



Pedoman Penilaian Indonesia 05 (PPI 05) Penilaian Untuk Tujuan Lelang



1.0



Pendahuluan 1.1



Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) 205 tentang Penilaian Untuk Tujuan Lelang sebagai pengganti dari petunjuk teknis (Juknis) SPI 366 tahun 2017 yang merupakan pedoman penilaian aset berwujud untuk tujuan lelang. Juknis ini memberikan panduan mengenai Lingkup Penugasan, Implementasi, Pelaporan Penilaian dan hal-hal lain yang dianggap perlu sesuai sebagaimana yang diatur oleh Standar Penilaian Indonesia (SPI) 205.



1.2



PPI ini tidak mengatur cara penulisan, namun memberikan gambaran terkait dengan hal-hal teknis dalam proses penilaian yang dimaksud dalam Lingkup Penugasan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada proses Implementasi dan hal-hal yang perlu diungkapkan dalam Pelaporan Penilaian.



1.3



Pendekatan penilaian dengan metode penerapan serta pengungkapannya dalam laporan menjadi cakupan pada Juknis ini dimana diharapkan Penilai dapat menerapkan secara konsisten sehingga memiliki pola yang seragam dalam praktek penilaian dan selanjutnya menghasilkan penilaian yang dapat dipercaya (kredibel).



1.4



Jenis, isi dan kedalaman Pelaporan Penilaian sesuai dengan yang diinyatakan di dalam Lingkup Penugasan yang disepakati denganPemberi Tugas dan tertuang di dalam perjanjian kerja atau kontrak.



1.5



Penilai harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan pekerjaan penilaian untuk tujuan lelang sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam KEPI dan SPI. Dalam pemenuhan dasar kompetensi tersebut, Penilai secara terus menerus menjaga dan meningkatkan pengeta huannya mela lui program CPD (Continuing Professional Development) yaitu Pendidikan Profesional Lanjutan (PPL) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai dan lembaga kompeten lainnya yang diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai



1.6



SPI 205 tentang Penilaian untuk Tujuan Lelang berikut Juknis ini digunakan sebagai rujukan dalam melaksanakan penilalan aset tetap, baik yang termasuk kelompok real properti maupun personal properti sebagaimana diatur dalam SPI 205.



1.7



PPI ini diperbaharui dan dapat dipergunakan sejak tanggal 1 Agustus 2018 dan berlaku efektif tanggal1 Februari 2019.



467



2.0



Definisi dan Pengertian 2.1



Implementasi; merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh Penilai meliputi tahapan Investigasi, penerapan pendekatan penilaian dan penyusunan kertas kerja penilaian (SPI 104).



2.2



Laporan Penilaian; merupakan suatu dokumen yang mencantumkan instruksi penugasan, tujuan dan Dasar Nilai, dan hasil analisis yang menghasilkan opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi penting yang digunakan dalam analisis (SPI 105).



2.3



Lingkup Penugasan; merupakan dasar dalam pengaturan kesepakatan penugasan penilaian, tingkat kedalaman investigasi, penentuan asumsi danbatasan penilaian (SPI 103).



2.4



Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Pada beberapa situasi, Nilai Likuidasi dapat melibatkan penjual yang tidak berminat menjual, dan pembeli yang membeli dengan mengetahui situasi yang tidak menguntungkan penjual (SPI 102 3.5). Aset yang dimaksud dalam definisi di atas adalah aset atau kumpulan (as group) yang dijual dapat dalam keadaan terpisah-pisah (a piecemeal) tanpa mempertimbangkan keuntungan atau kerugian dari aset sebagai suatu bisnis yang berjalan (as going concern).



2.5



Nilai Pasar, didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan (SPI101 -3.1) PMK Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang



2.6



Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang (Pasal 1 butir 1).



2.7



Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijual secara lelang (Pasal 1 butir 2)



2.8



Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 1 butir 4)



468



3.0



2.9



Lelang Noneksekusi Wajib adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang (Pasal 1 butir 5).



2.10



Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang atas Barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara sukarela (Pasal 1 butir 6).



2.11



Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Penjual (Pasal 1 butir 28).



Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3) 3.1



Hal Status Penilai



Penugasan penilaian pada tahap awal dimulai dengan memahami Lingkup Penugasan sesuai dengan fujuan penilaian yang akan dilaksanakan. Persyaratan dari Lingkup Penugasan sebagai mana dimaksud oleh SPI 103 5.3 harus digunakan Penilai secara konsisten, dimana sistematika dan isinya dijelaskan sebagai berikut:



Referensi SPI 103 5.3.a).1



Penjelasan Sebuah pernyataan yang menyatakan apakah: a) Identitas Penilai sebagai individu instansi/Kantor Jasa Penilai Publik; b) Penilai dalam penilaian obyektif dan tidak memihak; posisi untuk memberikan c) Penilai tidak mempunyai potensi benturan kepentingan dengan subjek dan/atau objek penilaian; d) Penilai harus memiliki kompetensi melakukan penilaian. Jika Penilai memerlukan bantuan tenaga ahli atau Tenaga Penilai lainnya, maka sifat bantuan dan sejauh mana pekerjaan dilakukan akan disepakati dan diungkapkan dalam Lingkup Penugasan. Jika Penilai memperoleh bantuan tenaga ahli dan/atau Penilai lain dalam kaitannya penugasan Penilaian untuk Uonin sebagaimana diatur oleh SPI, maka sifat bantuan dan sejauh Pekerjaan mana dilakukan, disampaikan dalam laporan. Contoh pernyataan yang dapat dinyatakan adalah, "Seluruh Penilai, ahli dan staf pelaksana dalam penugasan ini adalah satu kesatuan tim penugasan di bawah kordinator Penilai berizin atau penanggung jawab laporan penilaian" Bila terdapat ketentuan lain sebagaimana yang disebutkan pada hurup a), b) dan c), sepanjang berdasarkan ketentuan Dan dibenarkan peraturan perundang-undangan, maka Penilai harus menyatakannya dalam Lingkup Penugasan. 469



Contoh, bila penilaian dilakukan oleh Penilai internal dari institusi perbankan. Pemberi Tugas



5.3.a).2



Bila tidak dinyata kan lain oleh ketentuan dan peraturan perundang-undangan, maka Pemberi Tugas adalah pihakpihak yang berkepentingan dengan objek penilaian atau berkepentingan terhadap/untuk pelaksanaan lelang. Pemberi tugas dan pengguna laporan dapat sama atau berbeda sepanjang diperlukan dan oleh ketentuan dan peraturan dibenarkan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana yang dimaksud dalam KEPI dan SPI nama Pemberi Tugas harus diungkapkan secara jelas serta dilengkapi dengan alamat resmi. Penilai perlu memahami siapa yang dimaksud Pemberi Tugas dan Penilai perlu untuk memberikan pemahaman kepada Pemberi Tugas Sampai Sejaumana Persyaratan penugasan penilaian yang akan dilakukan Penilai.



Pengguna



5.3.a).3



Laporan



Bila tidak dinyatakan lain oleh ketentuan dan peraturan perundang-undangan, maka Pengguna Laporan adalah pihak yang berkepentingan dengan objek penilaian atau berkepentingan terhadap/untuk pelaksanaan lelang. Pengguna laporan dapat sama atau berbeda dengan Pemberi Tugas sepanjang diperlukan dan dibenarkan oleh ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana yang dimaksud dalam KEPI dan SPI, nama Pengguna Laporan harus diungkapkan secara jelas serta dilengkapi dengan alamat resmi. Penilai perlu memahami siapa yang dimaksud Pengguna Laporan. Bila Pengguna Laporan sama/berbeda dengan Pemberi Tugas, maka Penilai perlu mengetahui hubungan keterikatan keduabelah pihak dan sampai sejauhmana hubungan tersebut perlu dicatatkan dalam Lingkup Penugasan.



Objek penilaian dan kepemilikan



5.3.a).4



Penilai harus mendapatkan informasi secara jelas dari Pemberi Tugas mengenai objek penilai yang akan dinilai. Informasi objek penilaian yang perlu dinyatakan dalam Lingkup Penugasa anfara lain jenis, jumlah dan lokasi aset yang meniadi objek penilaian. Dalam hal Penilai tidak mendapatkan informasi yang memadai untuk dinyatakan dalam Lingkup Penugasan, Penilai dapat menggunakan informasi awal sekurangkurangnya jenis objek penilaian. Namun informasi ini untuk selanjutnya harus dilengkapi setelah investigasi dilakukan.



470



Pernyataan objek penilaian sangat berhubungan dengan kesimpulan nilai yang diopinikan. Penilai harus dapat mengungkapkan dalam Lingkup Penugasan atas objek yang dinilai secara rinci berdasarkan kelompok aset (al: tanah, tanah dan bangunan, mesin dan peralatan, kendaraan), lokasi, unit penilaian (as piecemeal) atau dapat menjadi satu kesatuan (portfolio) dari beberapa aset yang dinilai. Contoh a: bila menilai 10 (sepuluh) ruko secara bersamaan pada lokasi yang sama, maka harus dinyatakan apakah nilai yang hendak diopinikan adalah per satuan ruko atau sekaligus sepuluh ruko sebagai satu kesatuan. Nilai satu ruko dijumlah sebanyak sepuluh ruko akan dapat berbeda dengan memberikan opini nilai sekaligus untuk sepuluh ruko. Contoh b; mesin dan peralatan yang merupakan bagian dari terintegrasi, dimana fungsinya tergantung dari aset lain, maka opini nilai dapat sangat berbeda bila dinilai secara terpisah. Mesin dan peralatan suatu instalasi produksi yang Sifat beragam dan dapat mempunyai dipindahkan, untuk memperoleh opini nilai sesuai dengan kondisi aset yang dimaksud, perlu dibuat asumsi al. aset dinilai in-situ atau ex-situ. Bukti penguasaan dan/atau kepemilikan properti harus dinyatakan sesuai dengan informasi dari Pemberi Tugas. Hubungan antara Pemberi Tugas dan kepemilikan objek penilaian perlu disebutkan bila terdapat perbedaan. Mata uang Yang digunakan



5.3.a).5



Hasil penilaian harus dinyatakan uang Rupiah. Apabila diperlukan mata uang asing lainnya yang akan dijadikan kesimpulan penilaian, maka Penilai harus memperhatikan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam menggunakannya.



Maksud dan Tujuan penilaian



5.3.a).6



Maksud dan Tujuan penilaian harus dinyatakansecara jelas. Maksud penilaian adalah memberikan Dasar Nilai sesuai dengan tujuan penilaian. Tujuan penilaian adalah alasan Pemberi Tugas membutuhkan penilaian. Penilaian ini dimaksudkan untuk memberikan opini Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi yang akan diqunakan untuk tujuan lelang atau penjualan aset secara cepat. Selain penggunaan Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi, Penilai juga dapat menerapkan nilai lainnya sepanjang relevan. Nilai lainnya yang dapat digunakan antara lain, Nilai Realisasi Bersih, Nilai Realisasi Bersih Terbatas, Nilai Sisa dan Nilai Sekrap. Rujukan definisi dari masing masing nilai tersebut dapat dilihat dalam SPI 102. Bila tidak dinyatakan lain maka kalimat lengkap yang dapat dikutip adalah sebagai berikut: "memberikan opini 471



Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi yang akan dipergunakan untuk fujuan lelang". Dasar Nilai



5.3.a).7



Dasar Nilai yang digunakan adalah Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi, dan harus didefinisikan sesuai dengan SPI 1013.1 dan SPI 102-3.5. Selain penggunaan Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi, Penilai juga dapat menerapkan nilai lainnya sepanjang relevan. Nilai lainnya yang dapat digunakan antara lain, Nilai Realisasi Bersih, Nilai Realisasi Bersih Terbatas, Nilai Sisa dan Nilai Sekrap. Rujukan definisi dari masing masing nilai tersebut dapat dilihat dalam SPI 102. Bila dianggap perlu, penjelasan tentang definisi dasar nilai yang digunakan dapat dilengkapi dengan penjelasan sepanjang merujuk kepada SPI terkait.



Tanggal



5.3.a).8



penilaian



Tanggal penilaian sebaiknya bersamaan dengan tanggal inspeksi. Namun tertentu tanggal penilaian dapat berbeda dengan tanggal pelaksanaan inspeksi penilaian. untuk kepentingan Dalam hal terdapat perbedaan tanggal penilaian dan tanggal inspeksi, pada pelaksanaannya Penilai Harus melakukan konfirmasi tertulis apakah terdapat perbedaan atas objek penilaian pada saat inspeksi atau investigasi dilaksanakan dengan tanggal penilaian.



Tingkat kedalaman investigasi



5.3.a).9



Penilai harus mengungkapkan bahwa investigasi yang dilakukan dibatasi hal-hal sebagai berikut: a) Data dan informasi atas objek penilaian dan kelengkapannya diperoleh dari Pemberi Tugas dan/atau pemilik. b) Penilai harus memastikan sampai sejauh mana inspeksi mensyaratkan pemberi tugas pemilik objek penilaian:  Untuk memberikan Surat tugas atau persetujuan inspeksi; dan  Menandatangani berita acara inspeksi. c) Penilai akan melakukan verififikasi terhadap Keseluruhan atau Bagian dari objek penilaian, yang diperlukan dan penting dalam pelaksanaan penilaian. Bila diketahui pemeriksaan/verifikasi tidak dapat dilakukan atau memiliki keterbatasan, maka hal ini harus dinyatakan dalam Lingkup Penugasan d) Bila ditemukan adanya batasan tingkat kedalaman investigasi, misalnya untuk asset tipikal dalam jumlah banyak, maka inspeksi dapat dilakukan secara sampling. Sedangkan jika aset dapat diinspeksi namun dinformasikan tidak dapat diperiksa (misalnya Penilai tidak dapat masuk kedalam lokasi), maka keterbatasan 472



ini perlu dicatatkan sebagai adanya pembatasan yang berhubungan dengan asumsi khusus; e) Dalam hal terdapat perbedaan objek penilaian atau item lainnya yang dinyatakan dalam Lingkup Penugasan dengan hasil investigasi, maka perbedaan tersebut harus dinyatakan dalam Lingkup Penugasan atau dapat dilakukan dengan berita acara perubahan Lingkup Penugasan yang ditandatangani oleh Penilai dan Pemberi Tugas dan/atau pemilik objek penilaian; f) Apabila pelaksanaan inspeksi lapangan tidak dapat dilakukan karena keberadaan objek penilaian tidak diketahui, maka penugasan dimaksud tidak dapat diteruskan atau batal. Sifat dan sumber informasi yang dapat diandalkan



5.3.a).10



Asumsi dan asumsi khusus



5.3.a).11



Data dan informasi lain yang dianggap dapat dipercaya dalam mendukung pelaksanaan penilaian dalam juknis ini, antara lain dapat bersumber dari:    



Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), Sumber lain yang dapat dipercaya.



Asumsi khusus harus dinyatakan secara jelas apabila terdapat ketidakpastian informasi berkaitan karakteristik fisik, legal atau ekonomi dari properti, atau mengenai kondisi eksternal properti seperti kondisi pasar atau tren atau integritas data yang digunakan dalam analisis Apabila penilaian dilakukan dengan informasi yang terbatas, laporan harus memuat seluruh penjelasan mengenai keterbatasan tersebut. Salah satu keterbatsan tersebut adalah, objek penilaian tidak dapat dilakukan pemeriksaan (misalnya Penilai tidak dapat masuk kedalam lokasi) sehingga Penilai harus mengikat Pemberi Tugas untuk dapat menerapkan adanya asumsi khusus. Seluruh penyimpangan dari standar dinyatakan dan dijelaskan (bila ada).



Persyaratan atas Persetujuan untuk Publikasi



5.3.a).12



Konfirmasi bahwa penilaian dilakukan berdasarkan



5.3.a).13



Harus dinyatakan secara jelas kepada pemberi tugas pada saat penugasan diterima, bahwa persetujuan Penilai harus didapatkan atas setiap publikasi terhadap keseluruhan atau sebagian dari laporan, atau referensi yang dipublikasikan. Lingkup Penugasan harus memuat persyaratan mengenai hal tersebut, Pernyataan bahwa pekerjaan penilaian dilakukan berdasarkan kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI) yang berlaku



473



KEPI dan SPI Laporan



5.3.b)



Laporan penilaian yang akan disampaikan adalah laporan terinci (lengkap) dalam bahasa Indonesia, dan susunan isi laporan penilaian adalah sesuai dengan SPI 105 dan/atau sebagaimana yang diatur dalam Juknis/PPI ini. Jumlah, kelengkapan, jangka waktu penyelesaian dokumen laporan penilaian disesuaikan dengan kebutuhan Pemberi Tugas dan seharusnya dicantumkan pada Lingkup Penugasan.



Batasan atau pengecualian atas tanggung jawab kepada pihak selain pemberi tugas



5.3.c)



Penilai seharusnya mencantumkan klausul bahwa Penilai tidak memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga, selam tidak menyimpang dari ketentuan dan perundang – undangan yang berlaku.



Persyaratan adanya pernyataan tertulis berupa surat representasi



5.3.d)



Penilai harus mensyaratkan adanya pernyataan tertulis berupa surat representasi dari Pemberi Tugas mengenai kebenaran dan sifat informasi yang diberikan oleh Pemberi Tugas (lampiran 4).



Biaya Jasa



5.3.e)



Biaya jasa Penilaian diperhitungkan dengan merujuk kepada ketentuan yang diatur oleh Instansi yang berwenang atau Asosiasi Profesi Penilai.



Penilaian



Penilaian



Penilai dapat melengkapi Lingkup Penugasan di atas untuk penyampaian informasi lainnya yang belum dinyatakan, misglnya untuk keperluan lelang (karena bisa saja objek lelang dimiliki pihak lain), maka Penilai perlu menginformasikan hubungan hukum Pemberi Tugas terhadap objek penilaian dan/atau pemiliknya. Lingkup Penugasan harus difuangkan menjadi bağian dari köntrak atau perjanjian pekerjaan diantara Penilai dan Pemberi Tugas.



4.0



Implementasi (merujuk kepada SPI 104) 4.1



Investigasi Investigasi yang dilakukan dalam tugas penilaian harus didasarkan kepada tujuan penilaian sesuai dengan Lingkup Penugasan yang diatur dalam perjanjian tugas dan sesuai dengan Dasar Nilai yang akan dilaporkan. Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur Investigasi ini antara lain:



474



a) Proses pengumpulan data yang cukup dapat dilakukan dengan cara inspeksi, penelaahan, penghitungan dan analísis yang dilakukan dengan cara yang benar. Penilai harus menentukan batasan, sejauh mana data yang dibutuhkan adalah cukup untuk tujuan penilaian. b) Sebelum inspeksi dilakukan, Penilai harus memperoleh data awal, dapat berupa daftar aset yang menjadi objek penilaian. Dalam pelaksanaan inspeksi, Penilai harus membuat berita acara inspeksi yang ditandatangani oleh Penilai dan Pemberi Tugas dan/atau pemilik objek penilaian. Berita acara sekurang-kurangnya berisikan ringkasan hasil inspeksi yang telah dilakukan. Dalam hal Pemberi Tugas dan/atau pemilik objek penilaian tidak bersedia menandatangani berita acara inspeksi, maka Penilai tidak meneruskan penugasan dimaksud atau penugasan dihentikan. c) Apabila setelah dilakukan Investigasi ternyata dijumpai hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam Lingkup Penugasan yang telah disepakati, seperti data dari Pemberi Tugas maupun pihak lain tidak sesuai atau tidak memadai yang akan mengakibatkan hasil penilaian tidak dapat diyakini dan dipercaya (credible), maka Lingkup Penugasan harus disesuaikan yang sebelumnya didiskusikan kepada Pemberi Tugas. Bila Lingkup Penugasan tidak dapat disesuaikan, maka sebagai penggantinya dapat dinyatakan dengan berita acara perubahan atas bagian tertentu dari Lingkup penugasan yang selanjutnya ditandatangani oleh Penilai dan Pemberi Tugas dan/atau pemilik objek penilaian. Setiap perubahan yang dinyatakan dalam kesepakatan berita acara menjadi bagian dari Lingkup Penugasan d) Penilai harus mempertimbangkan apakah informasi yang diperole dapat dipercaya atau diandalkan, tanpa memengaruhi kredibilitas hasil penilaian. Pertimbangan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan review, jika memiliki keraguan atas kredibilitas atau keandalannva maka informasi tersebut seharusnya tidak digunakan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan Penilai dalam mereview data dan informasi yang ada seperti: 1. Materialitas informasi terhadap kesimpulan nilai; 2. Kompetensi pihak ketiga; 3. Independensi pihak ketiga terhadap objek penilaian atau pengguna penilaian; 4. Sejauh mana informasi tersebut termasuk dalam domain publik. e) Objek penilaian dalam penugasan ini diperhitungkan berdasarkan Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi. Nilai selain kedua dasar nilai yang disebutkan ini dapat digunakan dengan tetap mempertimbangkan Nilai Pasar sebagai rujukan. f) Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi dapat dipahami sebagai berikut: 1. Nilai Pasar adalah representasi nilai dalam pertukaran atau sejumlah Uang yang dapat diperoleh atas suatu aset jika aset tersebut



475



2.



3.



4.



5.



6.



ditawarkan untuk dijual di pasar (terbuka) pada tanggal penilaian, dan dalam kondisi yang sesuai dengan persyaratan definisi Nilai Pasar; Nilai Pasar diestimasi melalui penerapan pendekatan dan prosedur penilaian sesuai dengan karakteristik aset, situasi dan kondisi paling memungkinkan dimana aset tersebut diperjualbelikan di pasar Konsep Nilai Pasar juga menganggap bahwa dalam transaksi Nilai Pasar, suatu aset akan ditawarkan secara bebas dan cukup lama di pasar dengan publikasi yang cukup pula. Penawaran ini dianggap dilaksanakan sebelum tanggal penilaian; Salah satu konsep dalam definisi Nilai Pasar adalah ".. pemasarannya dilakukan secara layak" ("after proper marketing"). Konsep ini menjelaskan bahwa: a) Aset akan dipasarkan ke pasar dalam cara yang layak agar penjualannya dapat terjadi pada tingkat harga terbaik yang dapat diperoleh secara wajar sesuai dengan definisi Nilai Pasar; b) Cara penjualan dianggap merupakan yang paling tepat untuk mendapatkan harga terbaik di pasar dimana penjual memiliki akses ke pasar; c) Jangka waktu pemasaran aset dapat bervariasi sesuai dengan kondisi pasar, namun harus cukup waktu sehingga aset dapat menarik perhatian pembeli potensial dalam jumlah yang memadai. Waktu pemasaran atau waktu ekspos (exposure time) ini dianggap terjadi sebelum tanggal penilaian. Waktu eskpos (exposure time) adalah estimasi waktu dari suatu asset yang dinilai, dianggap telah ditawarkan dalam suatu pasar hipotetis untuk dijual sesuai definisi Nilai Pasar pada tanggal penilaian. Estimasi waktu (retrospektif) yang didasarkan suatu analisis kejadian masa lalu dengan asumsi adanya transaksi dalam pasar terbuka dan kompetitif; Waktu ekspos penting terhadap proses penilaian disebabkan: a) Waktu ekspos pasar yang dapat diterima adalah suatu kondisi yang tergambarkan dalam definisi Nilai Pasar; b) Identifikasi yang tidak tepat dalam menentukan waktu ekspos yang wajar terhadap opini Nilai Pasar, dapat mengakibatkan kesimpulan nilai yang dihasilkan tidak kredibel; c) Studi yang dilakukan terhadap kondisi pasar dan waktu ekspos, diperoleh dari analisis aktivitas pasar yang sesuai; d) Pernyataan waktu ekspos yang beralasan adalah bagian dari proses dalam mengevaluasi penggunaan pembanding yang sesuai dan cukup; e) Memahami bahwa waktu ekspos membutuhkan suatu pernyataan dan evaluasi terhadap adanya waktu pemasaran yang terbatas dalam suatu transaksi terlikuidasi; 476



f) Analisis sebelumnya dari penjualan sUatu objek membutuhkan perbandingan waktu ekspos terkait dengan opini nilai dan waktu yang dibutuhkan dalam suatu penjualan. Waktu ekspos -1 NP



Tanggal hipotesis Tangal penilaian



Tanggal hipotesis



Waktu ekspos -2



NL



HP : Nilai Pasar HL : Nilai Likuidasi



Waktu dipercepat g) Waktu ekspos berbeda-beda setiap kondisi pasar, bukan hal yang tetap dan tidak boleh menjadi sesuatu yang terstandarisasi. Periode ekspos yang wajar adalah fungsi dari harga, kondisi pasar, dan karakteristik set atau properti. Dasar untuk opini dari waktu ekspos dapat mempertimbangan satu atau lebih hal berikut: 1) Informasi statistik tentang berapa lama jangka waktu pasar untuk jenis properti yang sejenis; 2) Informasi yang dikumpulkan melalui verifikasi data penjualan; 3) Wawancara dengan pelaku pasar; 4) informasi pasar dari jasa pengumpul data. h) Mengumpulkan dan menganalisis berapa lama data di pasar dari berbagai sumber diperlukan untuk pengembangan yang tepat dari sebuah opini waktu ekspos; i) Ketika mengevaluasi data pasar, Penilai harus fokus pada periode ekspos yang dibutuhkan untuk menjual aset atau properti dalam kisaran harga yang wajar dari Nilai Pasar. Kedalaman analsis atas jumlah hari di pasar membutuhkan pertimbangan dari jumlah hari pada saat harga tercapai sesuai dengan Nilai Pasar, tidak termasuk waktu ekspos pada harga yang tidak dianggap wajar oleh peserta pasar. Contohnya, Sebuah rumah tinggal telah dipasarkan selama dua tahun dengan harga Rp. 6 miliar, rupanya dianggap tidak wajar dari sisi pelaku pasar. Kemudian pemilik menurunkan harga menjadi Rp. 4 miliar dan akhirnya pemilik mulai menerima penawaran, sehingga enam bulan kemudian terjadi transaksi di 477



harga Rp. 3 miliar. Meskipun waktu ekspos yang sebenarnya 2,5 tahun, namun waktu ekspos yang wajar untuk nilai Rp. 3 miliar dari harga Rp. 4 miliar adalah enam bulan. j) Data yang digunakan dalam pengembangan opini waktu ekspos harus ditarik dari pasar objek penilaian, termasuk pertimbangan jenis aset atau properti, lokasi, karakteristik properti, pembeli khusus, dan segmen harga. Contoh 1, misalkan penilaian ruko yang terletak pada wilayah berkembang dengan permintaan yang tinggi terhadap ruko sejenis. Riset pasar menunjukkan bahwa waktu ekspos atas property ruko di wilayah tersebut rata-rata berkisar 60 sampai 90 hari. Sementara pasaran ruko dengan spesifikasi yang sama pada wilayah lain ditawarkan dengan waktu ekspos 120 hari sampai 180 hari. Penilai harus fokus pada data yang sejenis dan sebanding dalam hal lokasi, daya tarik pasar dan kisaran harga untuk dapat mendukung opini dari waktu ekspos dengan benar. Contoh 2, misalkan objek penilaían adalah sebuah bangunan gudang dengan ketinggian 4,5 meter. Permintaan pasar dan pesaing memiliki ketinggian 6 meter. Dengan mempertimbangkan efek dari defisiensi fungsional ini pada nilai dan harga sewa, Penilai perlu untuk mengevaluasi efek pada pemasaran dan waktu ekspos. Pada umumnya untuk properti dengan keusangan fungsional memerlukan waktu yang lebih panjang untuk mendapatkan pembeli. Penilai dapat mempertimbangkan data pasar untuk properti yang telah dijual dengan permasalahan keusangan yang sama atau mewawancarai pelaku pasar untuk mendukung opini dari waktu ekspos. k) Analisis penjualan dari properti yang dianggap ditawarkan sebelum tanggal penilaian adalah hal yang mendasar dalam penentuan Nilai Pasar dan kepenting an pemenuhan SPI; l) Dalam rangka untuk merekonsiliasi harga yang terjadi dengan opini nilai oleh Penilai, Penilai harus menganalisis latar belakang pemasaran dan melihat kewajaran periode ekspos yang terkait dengan penjualan. Ekspos yang tidak memadai atau berlebihan di pasar merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menganalisis penjualan dengan anggapan transaksi telah terjadi; m) Ekspos pasar yang terbatas merupakan faktor dalam menentukan harga jual lebih rendah,transaksi likuidasi. Faktor kedua dalam transaksi likuidasi adalah yang sering dikenal dengan istilah bahwa penjual berada di bawah paksaan ekstrim untuk menjual. Penilai harus memahami jangka waktu ekspos yang wajar untuk mengetahui dan mengevaluasi pengaruh dari ekspos pasar yang terbatas. Analisis penjualan dari objek properti memerlukan perbandingan waktu ekspos yang wajar terkait dengan opini nilai dan periode ekspos yang berhubungan dengan penjualan; 478



4.2



n) Ketika waktu eskpos ditentukan oleh Pemberi Tugas atau ditetapkan dalam penugasan dan tidak berorientasi pasar, opini nilai yang dihasilkan mungkin tidak akan konsisten dengan Nilai Pasar; o) Pada Nilai Likuidasi, waktu yang diberikan untuk penyelesaian penjualan (waktu ekspos) tidak selalu sama dengan pasar untuk jenis properti tersebut, namun waktunya adalah terbatas dan ditentukan oleh Pemberi Tugas. Dengan demikian, didalam penugasan ini waktu ekspos bukan merupakan opini Penilai, tetapi lebih sebagai kondisi penugasan; Investigasi Pendekatan dan metode penilaian yang sesuai untuk digunakan tergantung kepada pertimbangan seperti, dasar nilai dan tujuan penilaian, tersedianya informasi dan data, serta metode yang diterapkan oleh para pelaku dalam pasar yang relevan. a) Tujuan penilaian seperti yang dimaksud oleh SPI 205 dan Juknis ini adalah penilaian untuk tujuan lelang, dimana objek penilaian dimaksud akan ditransaksikan dalam pasar terbuka dengan waktu yang cukup atau dalam pasar terbatas dalam waktu yang relatif singkat. b) Objek penilaian dalam penentuan nilai aset untuk keperluan lelang, meliputi antara lain: 1. Real properti dengan penggunaan atau peruntukan seperti untuk pertanian, permukiman, industri atau komersial. 2. Mesin dan peralatan yang dapat atau tidak dapat dipisahkan nilainya dari bangunan atau tanah bangunan 3. Mesin dan peralatan dapat terdiri dari mesin produksi yang berdiri sendiri, atau aset yang tergolong ke dalam personal properti. c) Penerapan pendekatan dan/atau metode penilaian dapat dilihat sebagai berikut:



Objek Penilaian



Pasar



Pendapatan



Biaya



Tanah











-



Tanah & Bangunan















Bangunan & SPL



-











Tanah & Tanaman















Tanaman















Keterangan



479



Personal Properti yang melekat







-







ke tanah/bangunan



480



Objek Penilaian



Pasar



Pendapatan



Biaya



Keterangan



Tanah



Tanah kosong



Tanah kawasan yang memiliki potensi komersial



-



 HBU  Untuk NL berlaku diskon



Tanah & Bangunan



Dihitung



Properti komersial seperti,



Indikasi Nilai Pasar tanah dalam keadaan kosong ditambah Biaya Reproduksi/



 HBU  Untuk NL berlaku diskon



sebagai satu kesatuan dengan menggunakan data yang sejenis dan sebanding



perkantoran, hotel dan sebagainya



Pengganti, Baru (RCN) bangunan yang dikurang penyusutan



Bangunan & Sarana perlengkapan



-



-



RCN dikurang penyusutan



 Untuk NL berlaku diskon



Tanah & Tanaman



Dihitung sebagai satu kesatuan



Digunakan pada



Indikasi nilai tanah



 HBU  Untuk NL berlaku diskon



RCN tanaman belum menghasilkan yang disesuaikan dengan kondisi tanaman



 Untuk NL berlaku diskon



dengan menggunakan data yang sejenis dan sebanding seperti kelapa sawit dan sebagainya Tanaman



Dihitung sebagai tegakan tanaman menggunakan data yang sejenis dan sebanding seperti pohon mangga, durian dan sebagainya



Personal Properti yang melekat



Dihitung menggunakan data yang sejenis dan



tanaman yang dibudidayakan secara komersial.



Digunakan pada tanaman (tanpa tanah) yang dibudayakan secara komersial.



481



ke tanah/bangunan



sebanding seperti instalasi pipa, instalasi listrik, elevator dan sebagainya



Penjelasan



Data yang digunakan merupakan data pasar yang sejenis dan sebanding Gunakan jumlah data yang cukup dan hindari penggunaan data yang bias dan kurang relevan



Data – data ekonomi yang digunakan merupakan data pasar yang sejenis dan sebanding



Data dan informasi yang digunakan adalah data pasar yang relevan dan wajar



Gunakan tingkat kapitalisasi dan/atau tingkat diskonto yang sesuai dan relevan



Biaya Reproduksi/



Pertimbangkan umur ekonomis, masa proyeksi sesuai karakteristik masing masing properti



Penggantian, Baru (RCN) atas bangunan dan peralatan lainnya dapat bersumber dari informasi dan data pasar atau sumber lainnya yang sesuai dan lazim digunakan Untuk umur ekonomis bangunan dan aset tetap lainnya dapat menggunakan informasi dari Asosiasi Profesi Penilai atau sember informasi lainnya yang handal



Estimasi waktu ekspos perlu dilakukan berdasarkan pengamatan pasar Untuk kepentingan nilai likuidasi, perlu penyesuaian waktu ekspos terbatas terhadap waktu ekspos normal (NilaiPasar) Teknik penyesuaian lainnya dapat digunakan dalam penyesuaian nilai pasar terhadap nilai likuidasi sepanjang ada alasan yang wajar



Pengukuran kondisi properti dapat menggunakan SPI 362 d) Penerapan pendekatan dan/atau metode untuk mengukur nilai selain Nilai Pasar dan Nilai Likuidasi dapat disesuaikan dengan masing-masing 482



e)



1. 2. 3. 4.



kriteria pengukuran dasar nilai yang digunakan. MisaInya dalam penerapan Nilai Realisasi Bersih atau Nilai Realisasi Bersih Terbatas asumsi pengurangan biaya penjualan dan biaya pengosongan lainnya digunakan asumsi yang wajar dengan tetap berdasarakan obeservasi pasar. Contoh lain, seperti penerapan pada Nilai Skrap yang menunjukan kondisi aset dalam keadaan skrap dan dapat saja dalam keadaan terpisah-pisah. Asumsi masukan penilaiannya (valuation input) harus asumsi yang berlaku di pasar. Penerapan pendekatan penilaian dalam konteks Nilai Pasar sangat terkait kepada pertimbangan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU). Pertimbangan HBU dapat dilihat dari kondisi tanah dalam keadaan kosong (as vacant) atau tanah dalam kondisi telah dikembangkan (asimproved). Dalam analisisnya, Penilai harus mempertimbangkan kriteria yang meliputi: Secara hukum diizinkan; Secara fisik dimungkinkan; Secara finansial menguntungkan; Menghasilkan nilai tertinggi (produktifitas maksimum) dari properi



f) Pemahaman tentang konsep waktu ekspos memberikan dasar untuk pemilihan dan penyesuaian data penjualan sebanding dengan penugasan untuk Nilai Likuidasi; g) Selisih perbedaan waktu ekspos dalam pemahamanwaktu pemasaran normal dan waktu pemasaran terbatas dapat diperkirakan selisih koreksi kondisi terlikuidasi terhadap pasar normal. Rujukan kisaran besaran koreksi (diskon) sebagai berikut:



483



Kategori Properti



Properti bersifat umum (residensial dan komersial)



Properti bersifat khusus (non residential dan komersial, seperti pabrik, peralatan, perkebunan)



Kategori dan Kriteria



Perkiraan waktu ekspos**



Kisaran Diskon



4.2.1.1 Lokasi, jenis/tipe dan fungsi, banyak diminati investor atau pasarnya relatif bagus



3-6 bulan



10 - 19%



b. Lokasi, jenis/tipe dan fungsi, pada kondisi pasarnya normal, diminati investor tetapi tidak secara berlebihan, perlu pemasaran yang cukup untuk menjual



> 6-9 bulan



20 - 40%



c. Lokasi, jenis/tipe dan fungsi, pada kondisi pasarnya tidak normal atau relatif tidak menarik investor, perlu pemasaran dengan waktu yang lebih panjang



> 9 bulan



> 40%



a. Lokasi, jenis/tipe dan fungsi, banyak diminati investor atau pasarnya relatif bagus



6-9 bulan



20 - 29%



b. Lokasi, jenis/tipe dan fungsi, pada kondisi pasarnya normal, diminati investor tetapi tidak secara berlebihan, perlu pemasaran yang cukup untuk menjual



> 9-12 bulan



30 - 50%



c. Lokasi, jenis/tipe dan fungsi, pada kondisi pasarnya tidak normal atau relatif tidak menarik investor, perlu pemasaran dengan waktu yang lebih panjang



> 12 bulan



>50%



*) tidak termasuk personal property **) untuk Nilai Pasar



Contoh, Nilai Pasar suatu rumah tinggal pada suatu lokasi diperkirakan oleh Penilai memiliki waktu ekspos sekitar 7 bulan. Hasil analisis pasar properti rumah tinggal yang diperoleh Penilai menunjukan bahwa pasaran di wilayah objek penilaian berada pada kondisi normal yang menurut informasi agen penjual kisaran properti terjual sejak mulai dipasarkan berkisar 6-8 bulan. Tidak terdapat sesuatu yang negatif dari properti rumah tinggal yang dinilai, sehingga kriteria dari kategori asset yang ada masuk kategori b'dengan perkiraan waktu ekspos sekitar >6-9 bulan dan kisaran diskon adalah 20-40 % . Dengan mempertimbangkan 484



waktu ekspos yang ada Penilai dapat meyakini kisaran diskon wajar untuk penetapan Nilai Likuidasi sebesar 30% atau Nilai Likuidasi yang diperoleh adalah sebesar 70% dari Nilai Pasar. Bila perkiraan waktu ekspos sekitar >6-9 bulan itu mewakili Nilai Pasar, maka untuk nilai Likuidasi yang diambil menjadi 70% dapat diperkirakan lebih cepat sekitar 3-5 bulan.



4.3



b. Perkiraan waktu ekspos yang dimaksud butir 4.2.g) merupakan acuan untuk memperkirakan kisaran diskon Nilai Likuidasi, dimana waktu eksposnya berkisar setengah dari waktu ekspos Nilai Pasar. Untuk kepentingan Nilai Likuidasi, Penilai dapat menentukan perkiraan waktu dan kisaran diskon kurang/lebih dari yang ditentukan, sepanjang didukung informasi atau analisis pasar yang memadai. Investigasi a) Kertas kerja penilaian harus disimpan untuk jangka waktu yang wajar sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku,apakah dalam bentuk hardcopy atau softcopy. b) Kertas kerja penilaian mencakup semua dokumen utama termasuk dokumen investigasi dan analisis yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan akhir, serta salinan/copy dari setiap draft atau laporan akhir yang diberikan kepada Pemberi Tugas.



5.0



Pelaporan Penilaian (merujuk kepada SPI 105-5.1) Penugasan penilaian pada tahap akhir akan memberikan hasil dalam bentuk laporan penilaian. Uraian berikut ini merupakan penjelasan Pelaporan Penil yang merujuk kepada Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud oleh SPI yang harus digunakan Penilai secara konsisten. Hal



Referensi SPI 105



Penjelasan



Bagian yang telah diatur dala 5.1.a) lingkup penugasan dicatatkan kembali secara konsisten dalam pelaporan penilaian



Bagian 3.1 dalam PPI ini pada Referensi SPI 103 butir 5.3.a).1 s/d 13



Pendekatan Penilaian



Pendekatan penilaian yang digunakan dan alasan pemilihannya pada proses implementasi, harus diungkapkan secara jelas di dalam Iaporan penilaian.



5.1.b)



Pengutipan istilah dan rujukan penggunaannya mengikuti sebagaimana diatur oleh SPI 106, PPI ini dan teori yang relevan. Metode Penilaian



5.1.c)



Dalam implementasi pendekatan penilaian selalu diperlukan metode penilaian yang 485



sesuai. Pemilihan metode penilaian dapat meruju kepada pedoman ini dan SPI 106 Kesimpulan Penilaian



5.1.d)



Hasil penilaian untuk setiap objek penilaian dapat diungkapkan sebagai satu kesatuan atau secara terpisah, dengan mencantumkan jumlah nominal masing-masing dalam mata uang. Kesimpulan penilaian ditampilkan secara jelas, mudah dimengerti dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Kesimpulan penilaian disusun bersamaan dengan pencatuman tanda tangan Penilai sebagai penanggung jawab.



Deskripsi uraian objek penilaian dan analisis pasar



5.1.e)



Uraian objek penilaian didiskripsikan secara jelas dalam mendukung analisis, opini dan kesimpulan dalam laporan. Penilai juga harus memberikan gambaran mengenai tingkat permintaan/penawaran, tren harga dan indikator pasar lainnya untuk memberikan gambaran pasar dari properti yang dinilai.



Pernyataan penilai (Compliance statement)



5.1.f)



Lembar Pernyataan Penilai harus mencantumkan nama semua Penilai dan tenaga ahli yang terlibat (termasuk penanggung jawab laporan), nomor izin Penilai Publik (bagi Penilai Publik), nomor keanggotaan asosiasi (bagi semua tim Penilai), kualifikasi profesional (bagi tenaga ahli) dan jabatan dalam penugasan (termasuk tim dari konsorsium bila ada). Pernyataan ini merupakan bukti personal yang mengindikasikan keaslian penilaian yang dilaksanakan dan bersifat sebagai pernyataan tanggung jawab atas isi, analisis dan kesimpulan penilaian. Pernyataan Penilai dapat merujuk kepada SPI 105 dan/atau petunjuk teknis ini (Lampiran 2)



Kondisi dan syarat pembatas



5.1.g)



Menyatakan ada batasan dalam penyampaian kesimpulan penilaian. Petunjuk teknis ini memberikan acuan rujukan yang dapat dijadikan dasar kutipan dalam menentukan Kondisi dan Syarat Pembatas (Lampiran 3).



486



Nama, kualifikasi profesional dan tanda tangan Penilai



5.1.h)



Lembar Surat Pengantar perlu mencantumkan nama penanggung jawab laporan, nomor izin Penilai Publik dan jabatannya. Lembar surat pengantar harus ditandatangani oleh penanggung jawab laporan (Penilai Publik) dan lembar Pernyataan Penilai harus ditandatangani oleh semua Penilai dan tenaga ahli yang terlibat (termasuk penanggung jawab laporan), yang merupakan bukti personal yang mengindikasikan keaslian penilaian yang dilaksanakan dan bersifat sebagai pernyataan tanggung jawab atas isi, analisis dan kesimpulan penilaian. Tanda tangan dimaksud berupa tulisan tangan (tanda tangan basah).



Rujukan sistematika dan isi laporan penilaian dapat dilihat pada Lampiran 1.



487



Lampiran 1: Sistematika dan Isi Laporan Penilaian (bentuk penomoran tidak terikat) Sistematika Laporan Bagian I – Pendahuluan 1. 2. 3. 4. 5.



Halaman judul Surat pengantar Daftar isi Pernyataan penilai Ringkasan penilai



Gambaran Isi 1. Halaman Judul (cover) Halaman judul memuat nama pekerjaan, nama Pemberi Tugas dan nama kantor dan alamat Penilai. 2. Surat Pengantar Surat Pengantar secara formal menghantar laporan Penilaian kepada Pemberi Tugas dan merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan Penilaian. Surat Pengantar dimaksudkan sebagai catatan permanen yang mengidentifikasikan Penilai dan Pengguna Laporan. Surat ini seharusnya ditulis dalam format surat bisnis yang layak dan seringkas Pernyataan Penilai mungkin serta dapat meliputi elemen sebagai berikut:  Tanggal surat adalah tanggal laporan penilaian diterbitkan.  Nama penugasan dan alamatnya dalam deskripsi ringkas.  Dasar penugasan merujuk kepada perjanjian kerja/kontrak berikut dengan amandemen/adendumnya atau berita acara tambahan (bila ada).  Deskripsi ringkas bahwa Penilai telah melakukan investigasi atas properti yang diperlukan (bila relevan).  Referensi bahwa surat tersebut diiikuti oleh laporan Penilaian dan identifikasi jenis Penilaian dan format laporan.  Dasar Nilai yang digunakan di dalam laporan dan definisinya.  Tanggal Penilaian dan opini nilai (dalam angka dan huruf) disertai tanda tangan Penilai Publik sebagai penanggung jawab Laporan. 3. Daftar Isi Menyatakan pembagian utama dari laporan diikuti dengan sub-bagiannya 4. Pernyataan Penilai Lembar Pernyataan Penilai penempatannya adalah setelah Surat Pengantar, dengan mencantumkan tanda tangan Penilai dan tanggalnya (lihat pada lampiran 2). Pernyataan Penilai ini penting karena menjelaskan posisi Penilai, sehingga melindungi baik integritas Penilai maupun validitas penilaian 5. Ringkasan Penilaian 488



Apabila laporan penilaian panjang dan kompleks, ringkasan dari hal utama dan kesimpulan penting di dalam penilaian menjadi berguna. Ringkasan ini sering disebut juga sebagai Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) yang akan memudahkan pengguna laporan dan memungkinkan Penilai untuk member penekanan kepada hal-hal utama yang dipertimbangkan dalam mencapai opini nilai tinal. Berikut adalah pedoman isi dari Ringkasan Penilaian:  Identifikasi ringkas dari properti  Identifikasi jenis penilaian (normal atau terbatas) dan format laporan (laporan terinci, ringkas atau terbatas)  Tanggal penilaian dan tanggal inspeksi  Asumsi khusus (bila ada)  Kesimpulan nilai disertai tanda tangan Penilai yang bertanggung jawab Bagian II – Definisi dan Lingkup Penugasan 1. Status penilai 2. Pemberi tugas dan pengguna laporan 3. Maksud dan tujuan penilai 4. Obyek penilaian 5. Hak kepemilikan 6. Dasar nilai 7. Tanggal penilaian 8. Penggunaan mata uang 9. Tingkat kedalaman investigasi 10. Sifat dan sumber informasi 11. Asumsi umum dan khusus 12. Pendekatan penilaian 13. Standar penilaian



Definisi dan Lingkup Penugasan merupakan penjelasan atas sejauh mana suatu pekerjaan penilaian berikut pelaporannya telah dilakukan oleh Penilai. Definisi dan Lingkup Penugasan dimaksud diuraikan sebagaimana yang diatur pada SPI 105 butir 5.1.a) s/d h) (secara bersamaan dapat dibaca pada bagian ke-3 dan 5 dari juknis ini) sebagai berikut: 1. Status penilai Penilai harus mencatumkan statusnya berikut dengan KJPP atau institusinya. Prosedur lengkap dapat dilihat pada bagian 5 dari Juknis ini. 2. Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan Laporan ditujukan kepada Pemberi Tugas yang sekaligus sebagai pengguna laporan, yaitu pihak yang memberikan penugasan kepada Penilai. Pemberi Tugas dapat berupa individu atau entitas atau sekelompok orang secara bersama-sama. Apabila berupa entitas, harus disertai dengan nama individu yang berhak mewakili. 3. Maksud dan Tujuan Penilaian Maksud dan Tujuan Penilaian harus dijelaskan sehingga Pengguna Laporan memahami konteks dilakukannya penilaian 4. Obyek Penilaian Dapat disusun secara informatif dimana minimal terdapat informasi tentang jenis properti, lokasi dan volume (ukuran dan jumlah). 5. Hak Kepemilikan Pengungkapan informasi hak ke pemilikan atau penguasaan dari objek penilaian. 489



6. Dasar Nilai (lihat penjelasan pada bagian 5) 7. Tanggal Penilaian Bila tidak diatur berbeda, tanggal penilaian yang digunakan harus konsisten sebagaimana yang diinstruksikan dalam Lingkup Penugasan. 8. Penggunaan Mata Uang Dinyatakan sebagaimana yang disebutkan dalam Lingkup Penugasan. 9. Tingkat Kedala man Investigasi Diungkapkan berdasarkan apa yang telah diatur pada Lingkup Penugasan. Bila ada penyesuaian dan perubahan, Penilai harus mengungkapkannya dalam Laporan Penilaian. 10. Sifat dan Sumber Informasi Dapat dirujuk sebagaimana telah diungkapkan dalam Lingkup Penugasan. 11. Asumsi Umum dan KhuSUS Pengungkapan seluruh asumsi umum dan asumsi khusus selain harus konsisten dengan apa yang tertera di dalam Lingkup Penugasan, Penilai juga dapat menyampaikan hal-hal yang dianggap relevan dalam Laporan Penilaian. 12. Pendekatan Penilaian Penggunaan pendekatan penilaian yang digunakan agar diuraikan secara lengkap, wajar dan beralasan. 13. Penggunaan Standar Penilaian untuk kepentingan pada Juknis ini menggunakan KEPI dan SPI Bagian III – Presentasi data 1. Tinjauan properti sebagai obyek penilaian 2. Analisis lingkungan 3. Deskripsi tapak 4. Deskripsi bangunan dan pengembangan lainnya 5. Deskripsi personal properti 6. Deskripsi kerugian non fisik 7. Tinjauan pasar 8. Karakteristik ekonomi dan keuangan (disesuaikan dengan pendekatan pendapatan yang digunakan) 9. Informasi relevan lainnya (bila ada)



1. Tinjauan Properti sebagai Obyek Penilaian Uraian umum properti sebagai obyek penilaian diuraikan secara informatif. Uraian tersebut didasarkan hasil identifikasi dan investigasi Penilai yang dapat memberikan gambaran secara properti yang dinilai. 2. Analisis Lingkungan Fakta berkaitan dengan kota dan lingkungan sekitarnya (Neighborhood Analysis) yang dalam anggapan Penilai berkaitan dengan masalah penilaian seharusnya dipertimbangkan dan dilaporkan. Analisis lingkungan dapat meliputi gambaran dari lokasi properti, aksesibilitas dan fasilitas yang tersedia pada lingkungan dimana obyek properti berada.



490



Penilai selalu mendasari analisisnya dengan data dan informasi yang mendukung pernyataan opini penilaian secara umum. Hal-hal yang dapat berpengaruh secara positif dan negatif yang dapat memengaruhi opini nilai harus disertakan dalam proses analisis dan pelaporan penilaian. Informasi lainnya yang perlu disampaikan, seperti parameter pengembangan (eksisting dan batasan) meliputi peruntukan, KLB, KDB, GSB dan batas ketinggian bangunan. 3. Deskripsi Tapak  Karakteristik fisik  Situasi dan tata letak tanah, luas tanah dan bentuk  Kondisi tanah  Fasilitas  Pengembangan yang menguntungkan maupun merugikan fapak  Karakteristik Legal  Peruntukan, restriksi pengembangan, kemungkinan perubahan peruntukan 4. Deskripsi Bangunan dan Pengembangan lainnya Tidak hanya terbatas kepada bangunan, namun obyek penilaian lainnya seperti ruang atas tanah dan bawah tanah merupakan bagian yang seharusnya diuraikan. Uraian masing-masing obyek penilalan antara lain: 



Jenis aset (untuk masing-masing bangunan, atau aset lainnya)  Spesifikasi  Jumlah dan ukuran unit  Fasilitas pendukung  Kondisi dan umur (bila ada)  Fasilitas dan servis (listrik, gas, telepon, air bersih, drainase) 5. Deskripsi Personal Properti Dapat meliputi benda yang berkaitan dengan tanah, seperti utilitas dan sarana pelengkap bangunan (Personal Properti yang melekat pada tanah/bangunan), 6. Tinjauan Pasar Uraian dan kajian pasar dapat meliputi: 



Pasar real estat tertentu atau submarket yang ada



491







Tingkat permintaan dan trendnya (prediksi peningkatan atau penurunan)  Keseimbangan permintaan dan penawaran. 7. Karakteristik Ekonomi dan Keuangan (bila ada)  Data keuangan yang meliputi pendapatan dan pengeluaron serta seluruh parameter yang mempengaruhi  Pajak properti  Asuransi properti  CAPEX  Kewajiban pengembangan. 8. Informasi Relevan Lainnya Fakta lainnya yang terjadi dan mempengaruhi analisis, estimasi atau kesimpulan penilaian dapat dinyatakan di dalam laporan Bagian IV – Analisa data dan kesimpulan 1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik 2. Nilai tanah 3. Implementasi penggunaan pendekatan penilaian 4. Rekonsiliasi dan kesimpulan 5. Kondisi dan syarat pembatas



1. Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest & Best Use HBU) Ke-4 kriteria yaitu secara legal, fisik, kelayakan keuangan dan produktifitas maksimum dibahas dalam kaitannya dengan property yang dinilai. Pola penggunaan tanah, regulasi peruntukan, profitabilitas dari pengembangan yang ada seharusnya dibahas di dalam laporan. Analisis dan penulisan HBU dapat disesuikan dengan standar teknis tentang HBU (SPI 360). 2. Nilai tanah Pada bagian penilaian tanah di dalam laporan penilaian, data pasar disajikan bersamaan dengan analisis data dan alasan yang mengarah kepada opini nilai tanah. Faktor yang mempengaruhi nilai tanah seharusnya disajikan dalam cara yang jelas dan akurat. 3. Implementasi Penggunaan Pendekatan Penilaian Penilai mengembangkan pendekatan yang sesuai diterapkan dalam penugasan dan penentuan indikasi nilai. Penerapan dari setiap pendekatan dijelaskan berikut data faktual, analisis dan alasan yang mengarah kepada indikasi nilai yang dinyatakan di dalam laporan. Ketiga pendekatan penilaian yang meliputi, Pendekatan Pasar, Pendekatan Pendapatan dan Pendekatan Biaya diuraikan secara ringkas dan jelas untuk memberikan pemahaman kepada pengguna laporan. 4. Rekonsiliasi dan Kesimpulan 492



Apabila Penilai menggunakan lebih dari satu pendekatan penilaian maka Penilai perlu melakukan rekonsiliasi dalam pengambilan kesimpulan hasil penilaian (nilai). 5. Kondisi dan Syarat Pembatas Menyatakan semua pembatas yang mendasari kesimpulan nilai (lihat lampiran 3) Lampiran 1. Deskripsi properti terinei (apabila belum dimasukkan dalam bagian presentasi data) 2. Rincian hasil penilaian 3. Foto 4. Peta 5. Informasi lain yang relevan



493



Lampiran 2: Pernyataan Penilai Setiap laporan Penilaian properti harus memuat Pernyataan Peni lai (compliance statement) yang ditandatangani dengan bentuk kurang lebih sebagai berikut: Dalam batas kemampuan dan keyakinan kami sebagai Penilai Publik, Penilai Pelaksana dan tim pendukung lainnya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa: 1. Pernyataan dalam laporan Penilaian ini, sebatas pengetahuan kami, adalah benar dan akurat. 2. Analisis, opini, dan kesimpulan yang dinyatakan di dalam Laporan Penilaian ini dibatasi oleh asumsi dan batasan-batasan yang diungkapkan di dalam Laporan Penilaian, yang mana merupakan hasil analisis, opini dan kesimpulan Penilai yang tidak berpihak dan tidak memiliki benturan kepentingan. 3. Kami tidak mempunyai kepentingan baik sekarang maupun di masa yang akan datang terhadap properti yang dinilai, maupun memiliki kepentingan pribadi atau keberpihakan kepada pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan terhadap propertiyang dinilai. 4. Penunjukan dalam penugasan ini tidak berhubungan dengan opini Penilaian yang telah disepakati sebelumnya dengan Pemberi Tugas 5. Biaya jasa profesional tidak dikaitkan dengan nilai yang telah ditentukan sebelumnya atau gambaran nilai yang diinginkan oleh Pemberi Tugas, besaran opini nilai, pencapaian hasil yang dinyatakan, atau adanya kondisi yang terjadi kemudian (subsequent event) yang berhubungan secara langsung dengan penggunaan yang dimaksud. 6. Penilai telah mengikuti persyaratan pendidikan professional ditetapkan/dilaksanakan oleh Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI). 7. Penilai memiliki pengetahuan yang memadai sehubungan dengan properti dan/atau jenis industri yang dinilai. 8. Penilai telah melaksanakan ruang lingkup sebagai berikut: a. Identifikasi masalah (identifikasi batasan, tujuan dan obyek, definisi Penilaian, dan tanggal Penilaian); b. Pengumpulan data dan wawancara; c. Analisis data; d. Estimasi nilai dengan menggunakan pendekatan Penilaian; e. Penulisan laporan. 9. Penilai telah/tidak melakukan inspeksi lapangan yang merupakan obyek Penilaian (apabila lebih dari 1 orang menandatangani pernyataan ini, harus dibuat terinci mengenai individu mana yang melakukan inspeksi lapangan). 10. Tidak seorangpun selain yang bertandatangan di bawah ini, yang telah terlibat dalam pelaksanaan inspeksi, analisis, pembuatan kesimpulan, dan opini sebagaimana yang dinyatakan dalam laporan Penilaian ini. 11. Analisis, opini, dan kesimpulan yang dibuat oleh Penilai, serta laporan Penilaian telah dibuat dengan memenuhi ketentuan KEPI dan SPI yang berlaku.



494



Pernyataan Penilai yang ditandatangani merupakan bagian integral dari laporan Penilaian. Penilai yang menandatangani bagian lainnya dari laporan Penilaian, termasuk surat pengantar (letter of transmittal) juga harus menandatangani pernyataan ini. Apabila Penilai yang menandatangani laporan bergantung kepada pekerjaan yang dilakukan oleh Penilai/tenaga ahli lainnya yang tidak menandatangani pernyataan Penilai, maka Penilai yang menandatangani bertanggung jawab atas keputusan untuk bergantung kepada pekerjaan mereka, dan disyaratkan untuk memiliki alasan yang kuat untuk mempercayai kompetensi dari Penilai/tenaga ahli lainnya tersebut. Nama dari individu yang terlibat dalam Penilaian namun tidak menandatangani lembar Pernyataan Penilai harus dinyatakan.



495



Lampiran 3: Syarat Pembatas Berikut adalah contoh dari syarat pembatas yang harus disesuaikan dengan maksud dan tujuan penilaian: 1. Informasi yang telah diberikan oleh pihak lain kepada Penilai seperti yang disebutkan dalam laporan Penilaian dianggap layak dan dipercaya, tetapi Penilai tidak bertanggung jawab jika ternyata informasi yang diberikan itu terbukti tidak sesuai dengan hal yang sesungguhnya. Informasi yang dinyatakan tanpa menyebutkan sumbernya merupakan hasil penelaahan kami terhadap data yang ada, pemeriksaan stas dokumen ataupun keterangan dari instansi pemerintah yang berwenang. Tanggung jawab untuk memeriksa kembali kebenaran informasi tersebut sepenuhnya berada dipihak Pemberi Tugas. 2. Kecuali diatur berbeda oleh peraturan dan perundangan yang ada, maka penilaian dan laporan Penilaian bersifat rahasia dan hanya ditujukan terbatas untuk Pemberi Tugas yang dimaksud dan penasehat profesionalnya dan disajikan hanya untuk maksud dan tujuan sesuai dengan yang dicantumkan pada laporan Penilaian. Kami tidak bertanggung jawab kepada pihak lain selain Pemberi Tugas dimaksud. Pihak lain yang menggunakan laporan ini bertanggung jawab atas segala risiko yang timbul. 3. Nilai yang dicantumkan dalam laporan ini serta setiap nilai lain dalam Laporan yang merupakan bagian dari properti yang dinilai hanya berlaku sesuai dengan maksud dan tujuan Penilaian. Nilai yang digunakan dalam laporan Penilaian ini tidak boleh digunakan untuk tujuan Penilaian lain yang dapat mengakibatkanterjadinya kesalahan. 4. Kami telah mempertimbangkan kond isi properti dimaksud, namun demikian tidak berkewajiban untuk memeriksa struktur bangunan ataupun bagian-bagian dari properti yang tertutup, tidak terlihat dan tidak dapat dijangkau. Kami tidak memberikan jaminan bila ada pelapukan, rayap, gangguan hama lainnya atau kerusakan yang tidak terlihat. Penilai tidak berkewajiban untuk melakukan pemeriksaan terhadap fasilitas lingkungan dan lainnya. Kecuali diinformasikan lain, Penilaian kami didasarkan pada asumsi bahwa seluruh aspek ini dipenuhi dengan baik. 5. Kami tidak melakukan penyelidikan atas kondisi tanah dan fasilitas lingkungan lainnya, untuk sUatu pengembangan baru. Apabila tidak dinformasikan lain, Penilaian kami didasarkan pada kewajaran, dan untuk suatu rencana pengembangan tidak ada pengeluaran tidak wajar atau keterlambatan dalam masa pembangunan. 6. Kami tidak melakukan penyelidikan atas masalah lingkungan yang berkaitan dengan pencemaran. Apabila tidak diinformasikan lain, Penilaiqn kami didasarkan pada asumsi mengenai tidak adanya pencemaran yang dapar berpengaruh terhadap nilai. 7. Gambar, denah ataupun peta yang terdapat dalam laporan ini disajikan hanya untuk kemudahan visualisasi saja. Kami tidak melaksanakan survei/pemeta an dan tidak bertanggung jawab mengenai hal ini. 8. Keterangan mengenai rencana tata kota diperoleh dari Rencana Umum Tata Ruang Kota dan Pernyataan Tertulis yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Kecuali diinstruksikan lain, kami beranggapan bahwa properti yang dinilai tidak terpengaruh oleh berbagai hal yang bersifat pembatasan-pembatasan dan properti maupun kondisi 496



pengguna an baik saat ini maupun yang akan datang tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan yang berlaku. 9. Semua bukti kepemilikan, legalitas dan perijinan yang ada didasarkan kepada informasi dan data yang diberikan Pemberi Tugas dan/atau Pengguna Laporan (bila dinyatakan lain sebutkan). Oleh karena itu, kami tidak melakukan pengukuran ulang terhadap luasan properti secara rinci, melainkan didasarkan kepada data sertifikat, gambar bangunan dan data lainnya yang diterima dari Pemberi Tugas.



497



Lampiran 4: Surat Representasi Penilai harus memperoleh surat representasi dari Pemberi Tugas yang ditujukan kepada Penilai untuk menyatakan kebenaran informasi yang diberikan. Surat representasi dimaksud diterima Penilai setelah investigasi dilakukan atau sebelum laporan diterbitkan. No............... ............, (tanggal surat) Kepada Yth. (sebutkan nama dan alamat KJPP/Instansi Penilai) Up. (sebutkan nama rekan penanggung jawab laporan) Perihal: Surat Pernyataan atas penugasan penilaian (sebutkan objek penilaian) yang berlokasi (sebutkan alamat lokasi) milik (sebutkan nama pemilik properti) Dengan hormat, Merujuk kepada kontrak (sebutkan nomor kontrak) tanggal (sebutkan tanggal kontrak) mengenai perjanjian/kontrak Pekerjaan Penilaian ........ yang disebutkan di atas maka berikut adalah pernyataan dari (sebutkan nama Pemberi Tugas) atas penugasan dimaksud, sebagai berikut: a. Bahwa seluruh informasi dan pernyataan baik secara lisan maupun tulisan serta dokumen baik dalam bentuk asli maupun foto copy dan/atau salinan yang kami sampaikan kepada (sebutkan nama KJPP) yang kemudian digunakan dalam analisis dalam pemberian opini nilai adalah benar-benar berasal dari (sebutkan nama Pemberi Tugas), lengkap dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya pada tanggal penilaian sampai dengan dikeluarkannya laporan penilaian. b. Bahwa atas isi dan segala sesuatu yang terdapat dan/atau yang digunakan dalam penugasan penilaian, kami (sebutkan nama Pemberi Tugas) memberikan pembebasan tanggung jawab sepenuhnya kepada (sebutkan nama KJPP) termasuk didalamnya anggota rekan dan seluruh staff yang ada dari tuntutan kerugian harta, gugatan dan tanggung jawab (semuanya dalam bentuk apapun juga) baik secara sendiri-sendiri maupun institusi yang timbul secara langsung maupun tidak langsung terhadap pihak manapun juga apabila hal itu diakibatkan oleh kesalahan penyampaian data dan informasi apakah yang disampaikan secara verbal dan/atau dalam bentuk asli, foto kopi, dan/atau salinan dari kami. Demikian pernyataan ini kami buat dengan sebenarnya untuk kepentingan penilaian yang dibuat oleh (sebutkan nama KJPP). Hormat kami, (nama Pemberi Tugas) (nama lengkap dan tanda tangan dilengkapi stempel perusahaan) (jabatan)



498



Pedoman Penilaian Indonesia 06 (PPI 06) Penilaian Properti Industri Pertambangan



1.0



Pendahuluan 1.1



Penggunaan PPI ini adalah sebagai klarifikasi dan panduan untuk penilaian asset atas hak penambangan (hak ekonomi) atas suatu entitas yang bergerak di bidang industry Pertambangan. Hal ini untuk membedakan dan mengenali kepentingan berbagai hak penambangan dan konsep yang harus dipahami untuk pelaporan keuangan dan transasksi Sumber Daya Alam (SDA) yang melibatkan otoritas berwenang, pengadilan, investor, dan para pihak lainnya, serta pengguna jasa penilaian lain yang terkait dalam industri penilaian. Di Indonesia, penguasaan SDA berada di tangan Negara, sesuai dengan Pasal 33 UUD 45. Hak penguasaan Negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan SDA, serta berisi kewajiban untuk mempergunakannya sebesar-besar kemakmuran rakyat. Penguasaan oleh Negara diselenggarakan oleh Pemerintah sebagai Pemberi Izin Usaha Pertambangan (IUP).



1.2



Penilaian yang dapat diandalkan atas suatu asset dibidang pertambangan, termasuk kepentingan (hak) atas property SDA, adalah penting dalam memastikan tersedianya modal yang diperlukan untuk mendukung kelangsungan produksi Industri Pertambangan, meningkatkan penggunaan produktif dari sumber daya mineral dan minyak bumi, dan memelihara kepercayaan dari investor.



1.3



Industri Pertambangan meliputi Industri Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara (Mineral Logam, Mineral Bukan Logam, Batuan, dan Batubara), tetapi tidak mencakup aktivitas penambangan (eksploitasi) air dari dalam bumi.



1.4



Industi Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara dikenal sebagai penambangan SDA dari bumi yang melalui satu rangkaiankepemilikan, berbagai proses dan tahapan kegiatan. Tahapan kegiatan tersebut adalah penyelidikan umum, eksplorasi, konstruksi, eksploitasi dan penutupan tambang. Penilai dan pengguna jasa penilaian perlu membedakan antara real properti, personal properti dan kepentingan bisnis yang terkait pada tahapan kegiatan tersebut. Untuk pelaporan keuangan diperlukan pengenalan terhadap berbagai klasifikasi aset, untuk dapat dikelompokkan sesuai dengan kepentingannya. Selain itu, pemahaman yang jelas dan tepat dari pembedaan tersebutpenting dalam



499



pelaksanaan penilaian yang selanjutnya akan digunakan bagi kepentingan publik. 1.5



Penilaian properti industry pertambangan dilakukan untuk berbagai tujuan, seperti merjer dan akuisisi, transaksi non afiliasi, bagian dari penentuan harga pada penerbitan saham ke publik, mendukung kegiatan bursa saham, mendukung laporan keuangan audited, mendukung perjanjian properti, penentuan pertimbangan penjual, litigasi, kompensasi pengambilalihan, kepentingan pajak penghasilan, klaim asuransi, komponen penilaian perusahaan dan pendapatan kewajaran.



1.6



Badan regulator dalam keadaan tertentu memerlukan Penilaian Properti Industri Pertambangan. SPI merekomendasikan bahwa Standar dan Pedoman ini diikuti Penilaian Properti diperlukan badan pengawas atau di mana Penilaian tersebut disiapkan untuk keperluan keterbukaan informasi publik, termasuk untuk kepentingan internal perusahaan dan tujuan lainnya.



1.7



PPI 06 merupakan dokumen komprehensif yang mencakup tujuan dan jenis laporan teknis dan laporan penilaian, kualifikasi ahli dan tenaga ahli yang terlibat dalam penilaian, metode penilaian, kewajiban entitas pengawas, item yang perlu dipertimbangkan dalam penilaian dan isi laporan.



1.8



Penilaian dalam Industri Pertambangan seringkali tergantung dari informasi yang diberikan oleh tenaga ahli atau tenaga spesialis terakreditasi di bidang industri pertambangan tersebut.



1.9



Terdapat kemungkinan aktiva tak berwujud yang cukup signifikan terkait dengan properti industri pertambangan. Misalnya basis data lubang pemboran, perangkat lunak komputer, buku pedoman pegawai, petunjuk operasional, gambar teknik, hak paten, ijin lingkungan, lisensi dan material dan kontrak pengadaan jasa.



1.10



Salah satu karakteristik umum yang membedakan Industri Pertambangan dan sektor industri atau sektor ekonomi lainnya adalah adanya penyusutan (deplesi) SDA yang dapat tidak tergantikan (non renewable). Meskipun demikian ada SDA tertentu yang secara alama tergantikan (renewable). Salah satu contoh pertambangan yang tergantikan secara alami adalah mineral yang terangkut air (water transported minerals) dan panas bumi (geothermal). Sumber daya alam yang melekat di bumi merupakan bentuk bagian dari real estat. a) Kuantitas dan kualitas tertinggi dari suatu kepentingan ekonomi yang dapat diperoleh dari suatu pertambangan SDA sering tidak diketahui pada tanggal penilaian.



1.11



Berikut ini adalah contoh dari SDA yang tidak tergantikan, tetapi tidak terbatas pada:



500



a) Kandungan mineral logam mengandung bahan logam seperti tembaga, alumunium, emas, besi, mangan, nikel, kobalt, seng, timah hitam, perak, timah, dan kelompok logam uranium. b) Kandungan mineral bukan logam seperti batubara, kalium karbonat, fosfat, belerang, magnesium, batu kapur, garam, pasir besi, berlian, dan batupemata lain. c) Mineral konstruksi seperti pasir, kerikil, batu pecah, dan dimension stone. d) Kandungan Minyak Bumi termasuk minyak, gas alam, gas alam cair, gas lain, minyak berat dan pasir minyak (oil sands). 1.12



Ada perbedaan nyata antara tahapan produksi dan transportasi dari industri Minyak Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara yang harus dipahami. a) Butir 1.11 a), 1.11 b), dan 1.11 c) di atas mencakup produk dari industri pertambangan mineral, yang umumnya menambang mineral berharga dengan tambang di permukaan tanah (open pit, open-cast, strip mine, quarry yang digunakan untuk menghasilkan material konstruksi juga dianggap sebagai tambang di permukaan tanah), atau tambang di bawah tanah. Beberapa penambang dilakukan melalui sumur-sumuran, sebagai contoh, tambang belerang, dan peluruhan (leaching) setempat (tambang cair) dari berbagai bahan mineral garam dan uranium. Beberapa penambangan dilakukan dengan cara menggalidasar laut (seabed), dasar sungai (riverbed) atau dasar danau (lakebed), seperti timah, pasir besi, intana dan endapan emas. Penambangan mineral dari air, seperti halit (garam biasa) dan magnesium, juga merupakan bagian dari industri mineral. b) Industri Mineral umumnya mempunyai tahapan penambangan yang terencana dan umur tambang tertentu, meskipun demikian umur tambang ini sering diperpanjang karena jumlah cadangan Mineral terealisasi melebihi dari yang direncanakan. c) Bahan baku yang tercantum pada butir 1.11 d) di atas dihasilkan oleh industri perminyakan yang diperoleh produknyamelalui sumur-sumur bumi yang dibor pada kerak bumi. Penambangan dari bahan tambang padat akan lebih padat karya dibandingkan penambangan bahan tambang air. Seseorang bisa mengoperasikan penambangan minyak bumi dan gas bumi dengan pompa atau katup/keran, dengan sesekali memerlukan pemeliharaan sumur atau teknisinya secara baik (well work-over crews). d) Pada industri Minyak Bumi sering kali dilakukan penambangan minyak mentah yang ekonomis lebih dari satu kali. Pada akhir penambangan tahap awal, biasanya masih banyak cadangan minyak yang mungkin tersisa. Metode sekunder atau pemulihan yang ditingkatkan (enhanced oil 501



recovery) sering diterapkan untuk mendapatkan tambahan minyakdan gas alam yang tersisa. Umumnya sebagian besar dari minyak masih tersisa pada akhir operasi/kegiatan produksi setelah penambangan awal. e) Perbedaan nyata lainnya adalah industri pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara berhubungan dengan kebutuhan atas permukaan/luasan tanah untuk fasilitas permukaan dan infrastrukturnya. Secara relatif luas permukaan yang diperlukan untuk operasi/kegiatan sumur minyak atau gas lebih kecil/sedikit dibandingkan industi pertambangan mineral. Suatu kegiatan penambangan mineral sering memerlukan area tanah yang lebih luas untuk tempat penimbunan dan pembuangan dari mineral sisa (waste) dan lapisan tanah penutup, seperti halnya suatu lubang terbuka jika memungkinkan. f)



Minyak mentah, gas alam dan produk minyak suling umumnya tidak diangkut langsung ke pasar atau konsumen tetapi disalurkan melalui pipa. Sebaliknya, suatu produk tambang umumnya diangkut ke pasar atau diangkut melalui kereta apiatau truk, sehingga menimbulkan perbedaan biaya awal dan dampak lingkungan.



1.13



Industi Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara merupakan industri utama di seluruh dunia. Produk industri ini penting untuk kebutuhan ekonomi modern. Persediaan/perbekalan bahan mentah maupun yang sudah disuling akan dipergunakan untuk industri hilir lain, seperti penghasil energi/catu daya, konstruksi, pabrikasi, transportasi dan komunikasi.



1.14



Proyeksi pendapatan bersih yang diperoleh atau potensi pendapatan dari suatu properti Industri Pertambangan SDA adalah yang paling menentukan nilai. Perolehan bersih akan bervariasi dari tahun ke tahun, tergantung dari jenis komoditas SDA, sifat siklus dari pasar dan harga komoditas, dan variasi dalam tingkat produksi dan biaya.



1.15



Properti SDA Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral, dan Batubara dinilai terutama berdasarkan keberadaan cadangan (reserve) Mineral atau Minyak Bumi, dan potensi sumber daya (resource) Mineral atau Minyak Bumi, atau potensi untuk penemuan SDA. Kuantitas dan mutu cadangan SDA inimungkin bervariasi sesuai berlalunya waktu terkait dengan kondisi ekonomi yang berkembang dan teknologi yang makin maju, juga keberhasilan eksplorasi. Meskipun demikian, kuantitas SDA tersebut tetap bersifat terbatas dan akan habis oleh waktu.



1.16



Aktiva tetap, pabrik dan peralatan (lihat daftar istilah/Glossary untuk definisi) yang khusus dipergunakan untuk penambangan dan pengolahan bahan tambang Industi Pertambangan, hanya memiliki nilai kecil atau bahkan tanpa nilai ketika dipisahkan dari unit industri di lapangan.



1.17



Properti ekplorasi mempunyai nilai aset yang diperoleh dari potensinya atas keberadaan dan penemuan deposit Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, 502



Mineral dan Batubara yang terkandung di dalamnya yang layak secara ekonomis. Hak/kepentingan Properti Eksplorasi dapat diperjualbelikan di pasar. Banyak dari transaksi ini melibatkan pengaturan kepentingan parsial, seperti adanya opsi atau kerjasama joint venture. a) Nilai dari suatu Properti Eksplorasi sebagian besar tergantung pada informasi geologi permukaan dan bawah permukaan dan informasi terkait lainnya, serta penafsirannya. Karakteristik detail suatu kandungan/deposit bahan tambang dalam suatu properti mungkin sedikit diketahui sampai kendungan/deposit tersebut ditemukan dan dieksplorasi. b) Deposit tambang sering kali berlokasi di daerah terpencil dan secara umum sebagian besar atau seluruhnya berada di bawah permukaan tanah, dan terkadang di bawah dasar air atau di bawah dasar laut. 1.18



2.0



Nilai residual dari kepentingan/hak real properti, pabrik dan peralatannya seperti halnya kebutuhan reklamasi lingkungan (sebagai kewajiban dan peningkatan properti), adalah faktor penting yang terkait dalam proses penilaian untuk properti Industri Pertambangan.



Ruang Lingkup 1.0



PPI ini terbatas pada penilaian properti industri pertambangan (termasuk berbagai kepentingan didalamnya), dan tidak termasuk penilaian perusahaan atau entitas lain yang menguasai pertambangan sebagai aset.



2.0



PPI ini memberikan panduan khusus untuk penilaian aset dan kepentingan pada Industri Pertambangan. Pedoman ini merupakan panduan tambahan untuk penerapan daria Standar Umum, Standar Penerapan dan Standar Teknis. Dengan demikian, secara khusus PPI ini akan menunjang standar teknis yang ada untuk penerapannya pada Industri Pertambangan. SPI 300 – Penilaian Real Properti; SPI 310 – Penilaian Mesin dan Peralatan; SPI 320 – Penilaian Aset Takberwujud; SPI 330 – Penilaian Bisnis;



3.0



Kepimilikan dari atau hak atas suatu sistem pasokan air industri dan penyimpanan air, dapat menjadi suatu komponen penting dalam penilaian properti pada industri pertambangan. Hak atas air mungkin melekat pada tanah atau mungkin diperoleh dari tempat lain. Hak dan fasilitas untuk angkutan dan penyimpanan dari “off-site water” yang memadat mungkin diperlukan untuk jaminan pasokan air. Penilaian terhadap kontribusi hak-hak semacam ini memiliki masalah tersendiri yang harus dipertimbangkan oleh penilai. Bagaimanapun ini tidak memberikan panduan khusus untuk penilaian atas kepemilikan air, hak, angkutan dan penyimpanannya. 503



3.0



4.0



Ketika prosedur diterapkan atau dimaksudkan untuk laporan keuangan yang berpedoman ke pasar, Penilai harus memperhatikan ketentuan pada SPI 201, yang berhubungan dengan Standar ini. Pada beberapa negara, pasar sekuritas dan lembaga administrasi mungkin memerlukan laporan khusus untuk Industri Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara yang mengesampingkan ketentuan SPI.



5.0



Sementara menyediakan panduan tambahan untuk menyusun dan melaporkan penilaian terhadap properti dan hak/kepentingan suatu Industri Pertambangan, sesuai dengan butir 2.2 di atas, ketetapan dari Standar ini tidak menggantikan ketetapan lain pada Standar Penilaian Indonesia.



Definisi 3.1



usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral, dan Batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.



3.2



Eksplorasi Mineral dan Batubara adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.



3.3



Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.



3.4



Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan.



3.5



Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.



3.6



Eksplorasi Panas Bumi adalah rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh dan menambah informasi kondisi geologi bawah permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan potensi Panas Bumi.



3.7



Eksploitasi Panas Bumi adalah rangkaian kegiatan pada suatu Wilayah Kerja tertentu yang meliputi pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan fasilitas lapangan dan operasi produksi sumber daya Panas Bumi.



504



3.8



Kontrak Production Sharing (PSC) adalah kontak bagi hasil dimana produksi dibagi berdasarkan suatu persentase tertentu yang disepakati.



3.9



Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.



3.10



Technical Assistance Contract adalah kegiatan untuk meningkatkan sumursumur produksi yang sudah tua. Produksi yang dibagi adalah hanya dari penambahan produksi setelah secondary recovery tersebut.



3.11



Joint Operation Body prinsipnya sama seperti Kontrak PSC namun Pertamina/Pemerintah ikut terlibat dalam penyertaan modal sehingga kompiasisi menjadi 50 : 50.



3.12



Loan Risk Agreement adalah pemberian pinjaman kepada Pertamina untuk membiayai kegiatan mencari dan memproduksi minyak di wilayah tertentu. Pertamina nanti akan membayar pokok plus bunga dalam bentuk minyak.



3.13



Cadangan Mineral. Seperti didefinisikan oleh Komite Standar Pelaporan Internasional Cadangan [Mineral] Gabungan/the combined [Mineral] Reserves International Reporting Standard Committee (CRIRSCO): “Secara ekonomis bagian dapat digali /ditambang dari suatu Cadangan Sumber Daya Mineral yang terukur dan/atau terindikasi, termasuk bahan yang melarut dan cadangan untuk kehilangan yang mungkin terjadi waktu penambangan. Hasil kajian secara wajar yang dapat meliputi Studi Kelayakan yang telah diselesaikan beserta pertimbangannya, dan telah dimodifikasi oleh, asumsi tambang secara realistis, ilmu logam/metalurgi, ekonomi, pemasaran, legal, lingkungan, sosial dan faktor kepemerintahan. Penilaian ini menunjukkan pada saat pelaporan, bahwa penambangan dibenarkan. Berdasarkan tingkat keyakinan yang makin tinggi, Cadangan Mineral dapat dibagi kedalam Cadangan Mineral Terkira/Terduga (probable) dan Cadangan Mineral Terbukti (proved). Dengan cara yang sama, The United Nations Framework Classification (UNFC) mendefinisikan suatu cadangan Mineral dan subdivisinya dengan menerapkan sistem kode UNFC atau definisi lain dari cadangan Mineral/Bahan Tambang untuk pelaporan keuangan publik atau penggunaan laporan sesuai undangundang yang harus merekonsiliasikan Cadangan Mineral ke kategori Cadangan Terkira/Terduga dan Terbukti dari CRIRSCO untuk tujuan penilaian.



3.14



Cadangan Minyak Bumi. Seperti didefinisikan oleh Society of Petroleum Engineers (SPE) dan World Petroleum Congress (WPC): “Kuantitas Minyak Bumi yang diantisipasi untuk secara komersial dipulihkan dari akumulasi yang telah diketahui dari data untuk waktu selanjutnya. Semua cadangan (Minyak bumi) tersebut seharusnya sudah diperkirakan tingkat ketidakpastiannya. Ketidakpastian cadangan secara garis besar tergantung pada jumlah data geologi dan teknis yang dapat diandalkan pada saat melakukan estimasi dan penafsiran data tersebut. Tingkat ketidakpastian secara relatif bisa dilakukan dengan 505



melakukan pengelompokan cadangan kedalam satu atau dua klasifikasi pokok, baik yang dapat dibuktikan atau yang tidak dapat dibuktikan. Cadangan yang tidak dapat dibuktikan memiliki tingkat kepastian yang lebih rendah dibandingkan dengan cadangan yang dapat dibuktikan, dan lebih lanjut disubklasifikasikan sebagai cadangan yang terkira dan terunjuk (probable and possible reserves) untuk menunjukkan peningkatan secara progresif atas ketidakpastian cadangannya. Cadangan yang dapat dibutkikan dapat dikategorikan sebagai yang dapat dikembangkan atau yang tidak dapat dikembangkan. The United Nations Framework Classification (UNFC) dengan cara yang sama mendefinisikan Cadangan Minyak Bumi dan subdivisinya, menerapkan sistem kode UNFC. 3.15



Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi minyak dan gas bumi serta air tanah.



3.16



Pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut dan batuan aspal.



3.17



Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka penguasaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.



3.18



Kajian Teknis pada Industri Pertambangan. Suatu dokumen teknis yang disusun oleh (seorang/lebih) Pakar Teknis yang mendukung Penilaian atas Industri Pertambangan dan yang dilampirkan pada, atau menjadi bagian dari suatu Laporan Penilaian.



3.19



Mineral adalah senyawa organik yang terbenti di alam yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur dan gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.



3.20



Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.



3.21



Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bituaman yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.



3.22



Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.



3.23



Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas lainnya yang secara genetik 506



semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan. 3.24



Pakar Teknis pada Industri Pertambangan (dalam PPI ini selanjutnya disebut Pakar Teknis). Seseorang yang bertanggung-jawab atas seluruh atau sebagian dari Kajian Teknis yang mendukung suatu Penilaian atas Industri Pertambangan. Seorang Pakar Teknis harus mempunyai pengalaman yang memadai sesuai dengan bidangnya dan apabila diperlukan oleh undang-undang atau peraturan, harus menjadi anggota atau mempunyai ijin dari suatu lembaga profesional yang diakui dan berwenang memberikan sanksi atau ijin kepada anggotanya. Seorang spesialis terakreditasi tidak boleh mengambil alih tanggungjawab untuk seluruh atau sebagian dari satu Kajian Teknis apabila bukan Pakar Teknis.



3.25



Pra-Studi Kelayakan Industri Pertambangan. Studi daria suatu kandungan Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara, yang mempertimbangkan secara cukup rinci semua faktor geologi, rancang-bangun, pengoperasian, ekonomi, lingkungan dan faktor lain yang terkait, dipergunakan sebagai landasan yang layak dalam pengambilan keputusan untuk dilanjutkan sampai Studi Kelayakan.



3.26



Properti Eksplorasi atau Area Eksplorasi, suatu hak/kepentingan atas real properti Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara yang secara aktif sedang dieksplorasi kandungannya, hanya saja secara ekonomi belum layak.



3.27



Royalti atau Hak atas Royalti (“Royalty Interest”) di Industri Pertambangan. Bagian untuk pemilik tanah atau pemberi sewa (pihak yang menyewakan) dari suatu produksi, dalam bentuk uang atau produk, tanpa pembebanan biaya produksi. “Overriding Royalti” adalah suatu bagian dari bahan tambang atau minyak bumi yang diproduksi, tanpa pembebanan biaya produksi, dibayarkan ke pihak selain pemberi sewa yang melebihi dan di atas royalti bagi pemberi sewa. Usaha pertambangan sesuai peraturan prundangan dapat dilakukan oleh badan usaha atau perorangan, setelah memperoleh izin yang dapat dibedakan sebagai berikut. a) Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi b) IUP Operasi Produksi c) Izin Pertambangan Rakyat (IPR) d) IUP Khusus (IUPK) Eksplorasi e) IUPK Operasi Produksi, dan f)



IUPK Pengangkutan dan Penjualan



507



3.28



Studi Kelayakan Industri Pertambangan suatu studi yang menyeluruh terhadap suatu deposit Mineral atau akumulasi Minyak Bumi, dengan mempertimbangkan semua faktor geologi, rancang-bangun, operasional, ekonomi, pemasaran, lingkungan, peraturan, dan faktor lain yang terkait secara cukup rinci. Studi ini cukup memadai untuk dipergunakan sebagai landasan pengambilan keputusan akhir oleh pemilik atau lembaga keuangan untuk memulai/melanjutkan pekerjaan, atau membiayai, pengembangan properti yang prospektif untuk produksi Mineral atau Minyak Bumi. Lihat juga Prastudi Kelayakan. Studi kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang. (UU Minerba)



3.29



Sumber Daya Mineral. Sebagaimana didefinisikan oleh CRIRSCO:, “suatu konsentrasi atau munculnya bahan dari suatu hak/kepentingan ekonomi intrinsik di dalam atau pada kerak bumi (suatu kandungan) dengan bentuk atau kuantitas yang layak untuk dilakukan penambangan secara ekonomis. Lokasi, kuantitas, tingkatan, karakteristik geologi dan kesinambungan dari suatu cadangan Sumber Daya Mineral diketahui, diestimasi atau ditafsirkan dari kejadian geologi khusus dan pengetahuan. Sumber Daya Mineral dibagi sesuai dengan peningkatan bukti geologis, menjadi kategori terkira, terunjuk dan terukur. Bagian kandungan yang tidak memiliki prospek yang memadai untuk dilakukan penambangan secara ekonomis, tidak termasuk dalam Sumber Daya Mineral”. The United Nations Framework Classification (UNFC) dengan cara yang sama mendefinisikan suatu Sumber Daya Mineral dan anak cabang/sub-divisinya, menerapkan sistem kode UNFC. Untuk kepentingan PPI ini, bahan pertambangan/mineralisasi yang digolongkan ke dalam kategori UNFC’s G4 (”Reconnaissance Study atau survey tinjau”), tidak termasuk Sumber Daya Mineral. Pilihan untuk mengadopsi UNFC atau definisi lain dari Sumber Daya Mineral guna pelaporan keuangan publik atau penggunaan laporan sesuai dengan undang-undang harus merekonsiliasikan Cadangan Mineral ke kategori Cadangan Terkira/Terduga dan Terbukti dari CRIRSCO untuk tujuan penelitian.



3.30



Sumber Daya Minyak Bumi. Untuk maksud PPI ini, sumber daya minyak bumi hanya meliputi Cadangan Minyak Bumi dan potensi sumber daya. Potensi Sumber Daya sebagaimana didefinisikan oleh Masyarakat Insinyur Perminyakan (Society of Petroleum Engineers/SPE) / Kongres Perminyakan Dunia (World Petroleum Congress/WPC), yang tergabung dalam Asosiasi Ahli Geologi Perminyakan Amerika (the American Association of Petroleum Geologist/AAPG), adalah “kuantitas Minyak Bumi yang diantisipasi untuk secara potensial dipulihkan daria akumulasi yang telah diketahui, tetapi bukan 508



untuk waktu sekarang dipertimbangkan untuk dapat dipulihkan kembali secara komersial. The United Nations Framework Classification (UNFC) dengan cara yang sama mendefinisikan Cadangan Minyak Bumi dan subdivisinya, menerapkan sistem kode UNFC. Untuk maksu PPI ini, akumulasi minyak bumi yang diklasifikasikan dalam kategori UNFC G4’s (“Potential Geological Conditions”) tidak termasuk sebagai Cadangan Minyak Bumi.



4.0



Pedoman Penilaian 4.1



Konsep Penilaian a) Ketetapan dari PPI ini dimaksudkan untuk meyakinkan penerapan Prinsip Penilaian yang berlaku secara umum (Generally Accepted Valuation Principle/GAVP) pada Penilaian Industri Pertambangan, sebagaimana dinyatakan dalam Standar Penilaian Indonesia – Konsep dan Prinsip Umum Penilaian. b) Standar Nilai adalah Nilai Pasar yang didefinisikan dalam SPI 101. Apabila beberapa jenis nilai lainnya ditentukan sesuai dengan SPI 102, Penilai perlu memberikan definisi yang jelas dari nilai itu dan ditekankan dalam Laporan Penilaian seperti ditentukan di SPI 103, dan diberi keterangan secara jelas dan tidak menyesatkan. c) Jenis properti yang dimasud dalam Penilaian Properti Industri Pertambangan yaitu Mineral/Bahan Tambang dan Minyak Bumi, herus diidentifikasi secara benar agar bisa memilih dengan benar standar SPI yang dapat diterapkan. Mineral dan Minyak Bumi ‘in situ’ secara alami merupakan bagian dari fisik tanah dan Real Estat. Kepemilikan dari Mineral dan Minyak Bumi in situ, suatu hak/kepentingan atas suatu SDA, dan hak untuk mengeksploari dan menambang seperti SDA, tergolong ke dalam real properti, kecuali jika didefinisikan lain dalam undang-undang. Mineral dan Minyak Bumi akan tergolong ke dalam Personal Properti selama pengangkutan dan pengolahan berlangsung. Kegiatan operasi dari suatu tambang, quarry atau sumur minyak bumi adalah suatu kegiatan bisnis, sebagaimana halnya pengangkutan dan proses pengolahan Bahan Tambang/Mineral dan Minyak Bumi. Kegiatan bisnis semacam ini pada umumnya dilakukan oleh suatu perusahaan Industri Pertambangan yang memilik aset real properti dan personal properti, dan aktivitas operasionalnya memiliki kontribusi pada Nilai Bisnis yang Berjalan (going concern value) dari entitas bisnis tersebut. d) Beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan dalam penilaian diantaranya: 1.



Pemenuhan atas definisi Nilai Pasar atau selain Nilai Pasar yang menjadi tujuan penilaian sesuai dengan ruang lingkup penugasan. 509



2.



Hak/kepentingan properti industri pertambangan/SDA dapat terpisah dari hak/kepentingan atas tanah permukaan dan bagaimana hal ini berpengaruh terhadap penambangan SDA.



3.



Pemahaman atas kontrak Penambangan SDA berikut segala hak dan kewajiban yang melekat pada pemegang hak, jangka waktu serta pelaksanaan kontrak pada tanggal penilaian.



4.



Bentuk ketergantungan atas Laporan yang dihasilkan Pakar Teknis dan verifikasi yang dilakukan,



5.



Dalam penilaian hak atas tanah permukaan, penilaian harus mempertimbangkan penggunaan yang tertinggi dan terbaik dan potensi realisasinya.



6.



Adanya nilai sisa (apabila ada) setelah kontrak berakhir.



e) Aspek kunci penilaian suatu properti industri pertambangan SDA adalah bahwa hak/kepentingan properti dan hak terkait yang dinilai harus diidentifikasikan dengan baik. f)



Dalam beberapa situasi, Penilaian pasar terhadap suatu properti Industri Pertambangan sebagai Real Properti harus berdasarkan penggunaan tertinggi dan terbaik (Highest and Best Use Study/HBU) dari properti tersebut. Hal ini memerlukan pertimbangan penggunaan properti untuk aspek non-Mineral atau non-Minyak Bumi, jika penggunaan tersebut dimungkinkan. Pertimbangan juga harus dilakukan terhadap perubahan strategi eksplorasi, pengembangan atau operasi, atau potensi untuk menyewakan properti, guna memaksimalkan manfaat ekonomisnya.



g) Pada penentuan HBU, penilai seharusnya menentukan penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diijinkan, secara finansial layak dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut. h) Dalam melakukan penilaian secara umum terdapat 3 (tiga) Pendekatan Penilaian sebagai bahan pertimbangan:



i)



1.



Pendekatan Pasar, umumnya secara tidak langsung (lihat butir 5.3.a) di bawah);



2.



Pendekatan pendapatan, termasuk metode DCF yang berbasis pasar;



3.



Pendekatan Biaya (Pendekatan Aset), meliputi Biaya Pengganti Terdepresiasi dan Analisa Biaya Ekuivalen.



Apabila satu atau lebih Pendekatan Penilaian di atas dipilih untuk diterapkan diantara yang lainnya, maka alasan pemilihan pendekatan tersebut harus dinyatakan.



510



j)



Sebagaimana diterapkan untuk hak/kepentingan atas properti Industri Pertambangan Mineral dan Minyak Bumi, penggunaan metode Penilaian yang sesuai tergantung pada tahapan eksplorasi atau pengembangan properti. Untuk kemudahan, properti Mineral/Bahan Tambang dan Minyak Bumi dapat digolongkan menjadi empat jenis utama, meskipun terkadang penggolongannya menjadi opini dari Penilai atau Tenaga Ahli. Properti eksplorasi: 



Properti sumber daya;







Properti pengembangan;







Properti produksi.



k) Properti eksplorasi didefinisikan pada butir 3.26. l)



Properti Sumber Daya mengadung suatu sumber daya Mineral atau sumber daya Minyak Bumi, tetapi belum dilakukan pra-studi Kelayakan atau Studi Kelayakan untuk secara ekonomis dianggap layak.



m) Properti pengembangan, pada umumnya telah ditunjukkan oleh Studi Kelayakan bahwa secara ekonomis layak, tetapi belum masuk dalam tahap produksi. n) Properti produksi telah memiliki kegiatan yang aktifmenghasilkan mineral atau minyak bumi pada saat dilakukan penilaian. o) Tahapan yang berbeda daria eksplorasi dan pengembangan memiliki tingkat resiko yang berbeda. Resiko-resiko ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya kegiatan produksi Mineral atau minyak bumi yang hanya terjadi sesekali atau berkesinambungan. Kegiatan suatu properti eksplorasi menadhului properti sumber daya, dilanjutkan dengan properti pengembangan, dan menjadi properti produksi , dan sejalan dengan pentahapan tersebut semakin banyak informasi teknis yang diperoleh yang memungkinkan adanya analisa teknis, termasuk di dalamnya melakukan pra-studi kelayakan dan studi kelayakan. Dengan demikian akan mengurangi faktor resiko, dan pada saat yang sama jumlah investasi modal yang tinggi mengandung resiko meningkat pula. Pendekatan penilaian untuk beebagai jenis penggolongan Properti Industri Pertambangan: Pendekatan Penilaian



Properti Eksplorasi



Pendapatan



Tidak



Pasar



Ya



Properti Sumber Daya Dalam Beberapa Kasus Ya



Properti Pengembangan



Properti Produksi



Ya



Ya



Ya



Ya



511



Biaya



Ya



Dalam Beberapa Kasus



Tidak



Tidak



p) Hasil dari setiap pendekatan dan metode penilaian yang digunakan haruslah dibobotkan dan direkonsiliasi ke dalam kesimpulan opini nilai. Alasanalasan untuk memberikan bobot yang lebih tinggi kepada salah satu pendekatan atau metode yang lainnya haruslah dicantumkan. 4.2



Kompetensi dan Ketidak berpihakan a) Penilaian yang dilakukan berdasarkan PPI ini haruslah mengacu pada ketentuan dari KEPI. b) Untuk mengembangkan penilaian atas suatu aset Industri Pertambangan atau hak/kepentingannya, penilai haruslah memiliki kemampuan/kompetensi yang relevan dengan aset atau hak yang dinilai atau menggunakan jasa tenaga ahli yang memadai. c) Untuk menghasilkan penilaian yang dapat diandalkan dan akurat, biasanya penilai membutuhkan adanya pelatihan khusus atau bantuan dari tenaga ahli atau yang memiliki akreditasi di bidang geologi, estimasi sumber daya dan cadangan, keteknikan, aspek ekonomi dan lingkungan hidup yang relevan dengan jenis SDA serta lokasi geografisnya. Istilah tenaga ahli yang didefinisikan menyangkut orang yang memiliki kompetensi (“Competent Person”), “Penilai Independen” dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku, apabila penggunaan dari laporan penilaian berkaitan dengan pelaporan keuangan untuk publik/umum atau tujuan lainnya yang diatur oleh regulasi. d) Penilai di dalam menggunakan Kajian Teknis, data, atau opini yang diperoleh, perlu melakukan verifikasi bahwa data-data tersebut dibuat oleh tenaga ahli yang memiliki kualifikasi dan kredibilitas serta kompetensi.



4.3



Pertimbangan khusus untuk Penilaian Properti Industri Pertambangan a) Setiap deposit Mineral, akumulasi Minyak Bumi dan Properti Eksplorasi adalah unik. Oleh sebab itu, perbandingan langsung transaksi properti SDA Mineral atau Minyak Bumi sering kali sulit atau tidak sesuai. Bagaimanapun, analisis penjualan merupakan suatu alat penilaian yang penting. Penyesuaian penjualan atau analisis rasio sering dapat diterapkan untuk tujuan perbandingan penjualan secara tidak langsung. Analisis penjualan dan analisis pasar lainnya dapat menghasilkan faktor-faktor pasar seperti tingkat diskonto pasar, faktor resiko atau faktor ketidakpastianyang bisa digunakan pada Pendekatan Pendapatan b) Dalam suatu laporan penilaian untuk menghasilkan estimasi Nilai Pasar, analisis penilaian harus berdasarkan pada bukti pasar, ekspektasi dan 512



persepsi pasar dari pelaku pasar terhadap properti yang dinilai, dan bukti pasar tersebut haruslah diterapkan secara konsisten dalam analisis Penilai. c) Metode paling umum dipakai dalam bisnis untuk pengambilan keputusan investasi pada Industri Pertambangan adalah analisis nilai bersih masa kini (NPV)/analisis arus kas diskonto (DCF). Penilai harus harus berhati-hati bahwa metode tersebut dan metode lainnya, seperti metode yang berdasarkan teori opsi, akan menghasilkan estimasi nilai yang bukan Nilai Pasar melainkan Nilai Investasi (Investment Value) atau Nilai dalam Penggunaan (Value in Use), kecuali Penilai secara berhati-hati memastikan diperolehnya estimasi Nilai Pasar. Jika Penilai melaporkan suatu estimasi Nilai Pasar yang diperoleh dari suatu analisis, semua masukan dan asumsi haruslah mencerminkan bukti pasar yang ada, ekspektasi dan persepsi dari pelaku pasar, sesuai dengan PPI 09 – Analisa Discounted Cash Flow. Penyimpangan dari persyaratan dan ketentuan analisis pada PPI 09 harus dijelaskan. d) Nilai Pasar dari properti dan bisnis SDA dari suatu Industri Pertambangan, biasanya lebih atau kurang dari hasil penjumlahan dari nilai bagianbagiannya atau komponennya. Sebagai contohnya, Nilai Pasar dari suatu bidang real estat yang dimiliki berdasarkan hak milik dan mengandung cadangan Mineral, jarang merupakan penjumlahan dari masing-masing nilai Mineral, permukaan tanah serta pabrik dan peralatannya. Keadaan serupa terjadi pada industri Minyak Bumi. e) Untuk properti SDA Industri Mineral/Bahan Tambang atau Minyak Bumi yang menghasilkan, mungkin terjadi pemisahan hak kepemilikan atas bagian komponen yang digunakan oleh perusahaan, seperti cadangan, royalti, serta pabrik dan peralatannya. Penting bagi penilai untuk dapat mengenali hak-hak tersebut dengan benar. Selain itu ada kemungkinan pula Penilai diminta untuk melakukan penilaian atas hak/kepentingan setiap kepemilikan secara terpisah. f)



Data penting yang digunakan dalam penilaian seharusnya sedapat mungkin diverifikasi keakuratannya secara wajar. Hal ini mungkin termasuk kajian selektif terhadap informasi lubang pengeboran, contoh (sample), dan data analitis yang terkait dengan properti SDA yang dinilai, dan konfirmasi dari informasi yang dipublikasi mengenai transaksi properti yang sejenis.



g) Apabila terdapat lebih dari satu estimasi kuantitas dan kualitas dari sumber daya dan cadangan atas properti SDA yang dinilai, Penilai harus menentukan estimasi yang dianggap paling wajar untuk diungkapkan dan dibahas, dan estimasi yang digunakan sebagai basis pada proses Penilaian, serta harus dijelaskan alasannya. Pembahasan kritis terhadap estimasi alternatif dapat disampaikan dalam Laporan Penilaian.



513



h) Penilai seharusnya mempertimbangkan dan membuat rujukan pada hal-hal yang berdampak signifikan terhadap penilaian. Bergantung pada jenis properti dan hak yang dinilai, hal-hal tersebut meliputi: 1.



Status penguasaan, hak dan kepentingan lain;



2.



Seluruh deposit Mineral/Bahan Tambang atau Minyak Bumi dalam batas-batas pengusaan atau hak;



3.



Jalur pemasaran serta kualitas dan kuantitas produk yang dapat dijual;



4.



Sarana dan prasarana infrastruktur, ketetapan bea cukai, biaya dan kewajiban-kewajiban terkait lainnya;



5.



Kajian lingkungan dan kewajiban pemulihan;



6.



Setiap aspek hak kepemilikan adat setempat;



7.



Modal dan biaya operasi;



8.



Penjadwalan dan penyelesaian proyek;



9.



Perkiraan nilai sisa;



10. Kesepakatan/perjanjian penting undang/perijinan yang sah;



dan



persyaratan



undang-



11. Perpajakan dan royalti; 12. Keterbukaan kewajiban dan keuangan; 13. Biaya rehabilitasi tapak, reklamasi dan penutupan; 14. Aspek penting lainnya yang berpengaruh signifikan terhadap penilaian 4.4



Pengungkapan dalam Laporan Penilaian Properti Industri Pertambangan a) Laporan penilaian seharusnya mengidentifikasikan secara memadai jenis properti, hak/kepentingan properti properti secara spesifik dan hak-hak terkait yang dinilai seperti diatur dalam SPI 105. b) Laporan penilaian harus mengungkapkan status Penilai termasuk bila memperoleh bantuan tenaga ahli dalam kaitannya dengan suatu penugasan (lihat SPI 103 butir 5.3.a).1). c) Laporan penilaian harus didukung dengan pengungkapan peraturan, standar atau ketentuan praktek yang relevand an dapat diterapkanpada penilaian dan Kajian Teknis yang menunjang. Semua estimasi sumber daya atau cadangan mineral/bahan tambang atau minyak bumi yang dinyatakan pada laporan penilaian atau Kajian Teknis yang mendukung, harus sesuai dengan definisi yang diberikan di bagian 3 di atas, dan sistem penggolongan yang mengacu pada defenisi tersebut, kecuali jika terdapat masalah jurisdiksi hukum atau alasan wajar lain yang diungkapkan.



514



d) Apabila sesuai dan memungkinkan, peta, kajian geologi, diagram dan foto seharusnya dimasukkan dalam laporan penilaian untuk membantu pengkomunikasian informasi. Informasi teknis yang relevan mendukung penilaian properti SDA, termasuk estimasi sumber daya dan cadangan yang dinilai, seharusnya diungkapkan dan dibahas dalam suatu Kajian Teknis. e) Laporan penilaian seharusnya mengungkapkan apakah pemberi tugas, atau pemilik aset atau pengelola operasionalnya telak memberikan pernyataan bahwa semua data dan informasi yang tersedia dan relevan dengan penilaian, yang diminta oleh Penilai, telah diberikan kepada Penilai.



5.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 5.1



Standar ini dapat dikutip sebagai PPI 06 – Penilaian Properti Industri Pertambangan.



5.2



PPI ini merupakan SPI 305 yang statusnya berubah menjadi pedoman Penilaian Indonesia 06 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



515



Pedoman Penilaian Indonesia 07 (PPI 07) Penilaian Personal Properti



1.0



Pendahuluan 1.1



Tujuan PPI 07 ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan konsistensi dari penilaian Personal Properti denii kepentingan pengguna jasa penilaian Personal Properti.



1.2



Penilaian Personal Properti pada umumnya diperoleh dan dilakukan dengan Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai, dengan menerapkan SPI 101. Apabila digunakan Dasar Nilai Selain Nilai Pasar, diterapkan SPI 102, dengan pengungkapan dan penjelasan yang sesuai.



1.3



Dalam beberapa terminologi tertentu mungkin mempunyai definisi yang berbeda, dan metode yang dipergunakan dapat berbeda, namun dalam hal teori, konsep, dan proses yang diterapkan dalam penilaian Personal Properti pada dasarnya sama dengan jenis penilaian yang lain. Bila terminologi yang mempunyai arti berbeda digunakan, maka perbedaan tersebut harus diiungkapkan. Dalam pedoman ini diterapkan definisi penting yang digunakan dalam Penilaian Personal Properti.



1.4



Para Penilai dan Pengguna Jasa penilaian harus memiliki pemahoman mengenai komponen pasar yang sesuai dengan Nilai Pasar Personal Properti. Salah satu contoh dari perbedaan tersebut adalah Nilai Pasar properti yang dijual melalui lelang akan berbeda dengan properti yang dijual atau diperoleh secara pribadi dimana harga yang dinegosiasikon tidak diungkapkan. Contoh lain adalah Nilai Pasar Personal Properti yang dijual secara grosir berbeda dengan Nilai Pasar dad properti yang sama tetapi dijual secara eceran.



2.0



Ruang Lingkup 2.1



PPI 07 ini disusun untuk rnembantu dalam memahami atau menggunakan suatu proses penilaian Personal Properti.



2.2



Untuk memenuhi persyaratan identifikasi objek penilaian sesuai dengan SPI 103-Lingkup Penugasan butir 5.3.a).4, harus dipertirnbangkan jumlah dan jenis personal properti yang akan dinilai;



2.3



Personal Properti dapat berupa aset berwujud seperti barony bergerak atau takberwujud seperti hutang atau hak paten (Lihat KPUP-Jenis Properti butir 3.2.d)). Personal Properti yang diatur dalam pedoman ini adalah kelompok aset berwujud, sedangkan kelompok aset tidak berwujud diatur tersendiri didalam SPI 320.



2.4



Mesin dan Peralatan termasuk dalam kategori Personal Properti, tetapi penilaian Mesin dan Peralatan disusun tersendiri didalam SPI 310.



2.5



Alat Transportasi, Alat Berat, Persediaan clan jenis properti lain yang umumnya dapat dipindahkan termasuk dalam kategori Personal Properti 516



3.0



Definisi 3.1



Benda-benda Koleksi. Benda Koleksi secara umum dapat dideskripsikan sebagai benda yang dikoleksi/dikumpulkan karena suatu minat yang disebabkan unsur kelangkaan, sesuatu yang baru, atau keunikan. Istilah tersebut dapat diartikan sebagai karya seni, barang antik, barang perhiasan atau permata, instrumen musik, barang koleksi berupa mata uang dan perangko, buku-buku langka dan bahan-bahan arsip.



3.2



Harta Benda dan Barang Bergerak Personal (Goods and Chattels Personal). Harta Benda dan Barang Bergerak Personal merupakan istilah yang dipergunakan untuk menyatakan benda berwujud yang dapat diidentifikasikan dan dipindahkan, yang umumnya diklasifikasikan sebagai Personal Properti. Lihat juga Personal Properti.



3.3



Mesin dan Peralatan adalah aset berwujud selain dari "realty", dimana; a) Dimiliki suatu entitas untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan b) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari 1 periode.



3.4



Nilai lntrinsik (Intrinsic Value). Nilai Intrinsik merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan jumlah uang berdasarkan evaluasi atas fakta yang ada, untuk menjadi nilai (worth) yang sesungguhnya dari suatu properti. Hal ini merupakan Konsep Nilai Non Pasar dalam jangka panjang yang mengabaikan fluktuasi harga jangka pendek.



3.5



Nilai Pasar (Market Value). Lihat definisi SPI 101- 3.1



3.6



Pendekatan Biaya (Cost Approach). Lihat definisi SPI 106 — 9.1



3.7



Pendekatan Biaya untuk Menilai Karya Seni (Cost Approach for Valuing Fine Art). Pendekatan berdasarkan perbandingan terhadap nilai karya seni yang dianggap sebagai pengganti untuk pembelian karya seni tertentu, dapat merupakan karya seni yang setara untuk menggantikan karya seni yang asli. Estimasi Penilai berdasarkan biaya reproduksi/pengganti atas objek karya seni dan dasar penggantian, apakah merupakan penggantian baru atas karya lama (new for old), basis ganti rugi (indemnity basis), barang tiruan (a replica), atau barang reproduksi (a facsimile). a) Penggantian Baru atau Karya Lama (new for old) Penggantian Baru atas Karya Lama merupakan estimasi biaya pembelian barang yang sama atau jika tidak memungkinkan, suatu barang seni yang serupa/setara dalam kondisi baru di pasaran retail.



517



b) Basis Gantt Rugi (indemnity basis,) Basis Ganti Rugi merupakan estirnasi biaya pengganti barang dengan barang lain yang serupa/setara dalarn kondisi yang sama, dalam pasar barang-barang antik dan barang seni yang bukan baru. c) Barang Tiruan (a replica) Barang Tiruan adalah barang yang dibuat serupa seperti barang aslinya, dengan sifat, kualitas dan usia material yang serupa, tetapi dibuat dengan metoda konstruksi modern. d) Barang Reproduksi (a facsimile) Barang Reproduksi adalah barang yang dibuat sama seperti barang aslinya, dengan sifat, kualitas dan usia material yang sama, dan dibuat dengan metoda konstruksi seperti periode aslinya. 3.8



Pendekatan Pasar. Lihat definisi SPI 106 — 6.1



3.9



Pendekatan Pendapatan. Lihat definisi SPI 106 — 7.0



3.10



Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh Penyewa (Leasehold Improvements or Tenant's Improvernents). Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh Penyewa merupakan pengembangan atau penarnbahan alas tanah atau bangunan yang dilakukan dan dibiayai oleh penyewa untuk memenuhi keperluannya, pada umumnya diambil kembali/ dibawa oleh penyewa pada saat berakhirnya masa sewa dengan tidak merusak real estat semula. Lihat juga Personal Properti, Perlengkapan Dagang atau Perlengkapan Penyewa.



3.11



Penjualan Secara Pribadi (Private Treaty Sale). Penjualan Secara Pribadi merupakan penjualan yang dinegosiasikan dan ditransaksikan di antara satu pihak dengan pihak lainnya di luar jual beli rnelalui lelang terbuka atau metode lainnya. Harga transaksi yang terjadi dalam penjualan secara pribadi pada urnumnya tidak diketahui pihak lain kecuali oleh pihak-pihak yang bertransaksi. Lihat juga Harga Lelang, Harga Palu.



3.12



Perabotan dan Peralatan Lain (Furniture, Fixtures and Equipment). Perabotan dan Peralatan Lain merupakan istilah yang umum digunakan untuk menyatakan Personal Properti berwujud termasuk perlengkapan dagang dan pengembangan oleh penyewa. Lihat juga Personal Properti.



3.13



Peralatan dan Perlengkapan Bangunan (Fixtures and Fittings). Peralatan don Perlengkapan Bangunan merupokan bagian yang terikat kepada properti (Real Properti), yang dinilai secara keseluruhan. Lihat Perlengkapan Dagang atau Perlengkapan Penyewa.



518



3.14



Perlengkapan Dagang atau Perlengkapan Penyewa (Trade Fixtures or Tenant's Fixtures). Perlengkapan Dagang atau Perlengkapan Penyewa merupakan barang/ peralatan di Iuar real-properti yang dipasang pada propertl tertentu oleh penyewanya dan digunakan dalam kegiatan bisnis atau perdagangan. Lihat juga Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh Penyewa, Personal Properti.



4.0



3.15



Personal Properti (Personal Properti). Personal Properti merupakan konsep hukum yang merujuk pada sernua hak, kepentingan, dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan dari suatu properti selain real estat. Personal Properti secara hukum dinyatakan sebagai personalti (personalty) yang berbeda dengan real estat (realty). Personal Properti yang berwujud biasanya tidak secara permanen melekat pada real estat, dan biasanya dicirikan oleh karakternya yang dapat dipindahkan, misalnya Mesin dan Peralatan, Alat Transportasi, Alat Berat dan Persediaan. Lihat juga Benda-benda Koleksi; Peralatan dan Perlengkapan Bangunan; Perabotan dan Peralatan Lain; Barang dan Peralatan Pribadi; Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh Penyewa; Mesin dan Peralatannya; Perlengkapan Dagang atau Perlengkapan Penyewa.



3.16



Personalti (Personalty). Personalti merupakan istilah hukum yang digunakan untuk menyatakan Personal Properti dalam hubungannya dengan real properti atau real estat. Personalti meliputi juga properti berwujud maupun takberwujud yang bukan real estat. LIhat Personal Properti.



Pedoman Penilaian 4.1



Penilaian Personal Properti dapat dilakukan untuk berbagai tujuan penilaian termasuk laporan keuangan, akuisisi, penjualan, pengalihan hak, asuransi, dan perpajakan. a) Apabila tujuan penilalan mensyaratkan penggunaan Nilai Pasar, maka Penilai harus menerapkan definisi dan proses penilaian sesuai dengan yang tercantum dalam SPI 101 – Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai. b) Apabila tujuan penilaian mensyaratkan penggunaan Dasar Nilai Selain Nilai Pasar, misalnya untuk keperluan yang berhubungan dengan Nilai Asuransi atau Nilai Sisa, maka Penilai harus secara jelas menetapkan jenis nilai yang akan dipakai, mengemukakan definisi dari nilai tersebut, dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menegaskan bahwa estimasi nilai yang dihasilka adalah selain Nilai Pasar. Lihat SPI 102 – Dasar Nilai selain Nilai Pasar.



4.2



Penilai harus rnengambil langkah-langkah untuk mendukung proses penilaian yang dilakukan dengan meyakini semua data yang digunakan layak dan dapat dipercaya kebenarannya. Data serta informasi yang diperoleh dari pemberi tugas serta sumber lainnya wajib diverifikasi, ifikasi, kecuali data dan informasi yang handal dari sumber yang relevan. 519



4.3



Meskipun prinsip dan teknik penilaian Personal Properti umumnya sama dengan penilaian jenis properti lain, Penilai yang melakukan penilaian Personal Properti rnemerlukan pendidikan, pelatihan, kemampuan dan pengalaman khusus sesuai yang dipersyaratkan KEPI.



4.4



Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh Penilai antara lain: a) Hak-hak tertentu, hak istimewa (privileges), atau kondisi-kondisi yang melekat pada kepemilikan objek properti; 1.



Hak kepemilikan yang tercantum dalam dokumen legal.



2.



Hak dan kondisi yang dinyatakan dalam perjanjian kepunyaan pemilik atau pertukaran korespondensi; hak-hak ini dapat atau tidak dapat dialihkan kepada pemilik baru.



3.



Dokumen yang ada dapat berisi pembatasan terhadap pemindahan hak properti dan/ atau memberikan arahan terhadap Dasar Nilai yang harus diterapkan apabila akan dilakukan pemindahan hak.



b) Karakter properti dan riwayat kepemilikan 1.



Penjualan atau pemindahan hak sebelumnya.



c) Prospek ekonomi yang dapat mempengaruhi objek properti, termasuk kondisi politik dan kebijakan Pemerintah. d) Kondisi dan prospek pasar, khususnya dalam perdagangan Personal Properti yang dapat mempengaruhi objek properti. e) Apakah objek properti memiliki nilai takberwujud atau tidak; 1.



Jika personal properti memiliki nilai takberwujud, Penilai harus meyakini bahwa nilai tersebut telah tercakup sepenuhnya, tanpa melihat apakah nilai tersebut dinilai secara terpisah atau tidak. Untuk tujuan penilaian tertentu, dapat diminta nilai berwujud dan nilai takberwujud dari personal properti terpisah. a.



Nilai takberwujud sejauh dapat diidentifikasi harus dibedakan dari nilai berwujud. (Lihat SP1 320 butir 5.10)



2.



Penilai perlu mengetahui batasan dan ketentuan hukum sesuai dengan hukum yang berlaku dimana properti berada.



3.



Dalam penggunaan data dari transaksi akuisisi, sulit diperoleh informasi yang memadai. Sementara harga transaksi yang sebenarnya dapat diketahui, Penilai mungkin tidak mengetahui jaminan atau jenis garansi yang diberikan oleh penjual, dapat berupa uang tunai atau aset lain yang diambil dari penjual sebelum akuisisi, bagaimana nilai harus dialokasikan di antara aset yang diakuisisi, atau kewajiban perpajakan berdampak pada transaksi. 520



4.



f) 4.5



Berdasarkan pada uraian dalam butir di atas, data pembanding harus digunakan dengan hati-hati, dan penyesuaian mungkin perlu dilakukan. Apabila menggunakan data pembanding yang berasal dari hasil lelang terbuka, harus disadari bahwa data tersebut mungkin mewakili transaksi untuk sektor pasar yang terbatas, dan mungkin diperlukan penyesuaian untuk perbedaan tingkat pasar.



Informasi lain yang diyakini kebenarannya oleh Penilai, relevan untuk digunakan.



Penilaian Personal Properti yang dilakukan dengan Pendekatan Pasar a) Pendekatan Pasar membandingkan oblek personal properti dengan properti sejenis dan sebanding dan/atau kepentingan atas kepemilikan properti yang ada di pasar. b) Sumber data yang biasa digunakan dalam Pendekatan Pasar adalah data transaksi atau penawaran jual-beli properti sejenis dan hasil lelang terbuka. c) Proses perbandingan dengan properti sejenis di dalam Pendekatan Pasar harus dilakukan dengan dasar yang dapat dipertanggung jawabkan. Properti pembanding yang sejenis seharusnya secara regular diperdagangkan dalam pasar yang sama atau dalam pasar yang bergantung pada variabel ekonomi yang sama. Perbandingan harus dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipaharni dan tidak menyesatkan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam proses perbandingan tersebut antara lain adalah; 1. Kemiripan dengan objek personal properti dalam hal karakteristik properti secara kuantitatif dan kualitatif. 2. Jumlah dan validitas data dari properti sejenis. 3. Apakah harga properti pembanding merupakan hasil transaksi atau penawaran yang wajar dan bebas ikatan. 4. Pengumpulan data pembanding secara obyektif untuk menghasilkan penilaian yang independen dan dapat dipercaya. Pengumpulan data harus mencakup kriteria yang sederhana dan objektif untuk properti serupa. 5. Dibuat analisis perbandingan alas tingkat kemiripan dan perbedaan kualitatif dan kuantitatif antara properti pembanding dengan properti yang dinilai. 6. Apabila dianggap perlu, penyesuaian (adjustment) dapat dilakukan untuk mernbuat nilai properti pembanding rnenjadi lebih sebanding dengan Personal Properti yang dinilai. Penyesuaian mungkin juga dibuat atas faktor-faktor yang tidak lazim, jarang terjadi, atau unik. 521



7. Apabila dianggap dan mungkin, maka dapat dilakukan penyesuaian terhadap perbedaan dalam hal hak kepemilikan personal properti yang dinilai dan hak kepemilikan properti pembanding terkait dengan karakteristik serta pengaruh dari riwayat kepemilikannya serta tingkat kemudahan penjualan/ pemasarannya (saleability/marketability). d) Jika data transaksi yang telah terjadi akan digunakan sebagai acuan penilaian atas Personal Properti yang dinilai, perlu dilakukan penyesuaian terhadap beda waktu antara terjadinya transaksi dengan tanggal penilaian yang mencakup perubahan pada Personal Properti yang dinilai tersebut, serta perubahan kondisi ekonomi, industry dan bidang usaha dimana properti diperdagangkan. e) Kaidah penilaian yang lazim (rule of thum) dapat dimanfaatkan dalam penilaian properti atau hak kepemilikan Personal Properti. Namun demikian, indikasi nilai yang didapat dari penggunaan kaidah tersebut tidak harus diberikan bobot pertimbangan yang tinggi kecuali dapat diyakini bahwa penjual dan pembeli juga mepergunakan kaidah yang lazim tersebut dalam negoisasi transaksinya. 4.6



Penilaian Personal Properti dengan Pendekatan Pendapatan a) Melalui Pendekatan Pendaptan, nilai properti ditentukan berdasarkan pada proses kapitalisasi dan diskonto terhadap proyeksi pendapatan dan pengeluaran pada masa mendatang dari properti yang dinilai. b) Pendekatan Pendapatan dapat diterapkan dalam penilaian perabotan dan peralatan (Furniture, Fixtures, and Equipment/ FF&E) yang merupakan bagian dari asset operasioanl pada properti komersial seperti hotel, apartemen furnished, dan fasilitas kesehatan, maka untuk menggunakannya perlu diperhatikan hal-hak sebagai berikut: 1. Perabotan dan peralatan seringkali merupakan asset dengan intensitas penggunaan yang tinggi, dengan demikian perlu dilakukan penggantian secara berkala untuk menjaga daya guna serta daya Tarik asset tersebut. 2. Estimasi Umur Manfaat (Useful Life) penggunaan perabotan dan peralatan ditentukan atas dasar kualitas, ketahanan, model serta intensitas penggunaannya. Terhadap unsur-unsur tersebut dapat dilakukan pembobotan rat-rata tertimbang untuk mrnrntukan usia penggunaannya. 3. Estimasi Biaya Pengganti perabotan dan peralatan dimasa yang akan dating dibagi dengan usia pengguanaannya merupakan dana tahunan yang dicadangkan untuk penggantian perabotan dan peralatan tersebut. Dana cadangan ini termasuk dalam biaya/ beban operasional.



522



c) Pendekatan Pendapatan dapat diaplikasi untuk personal properti yang mempunyai pasar sewa atau dapat ditentukan aliran pendapatan/ manfaat spesifik yang terukur yang dapat diatribusikan kepada asset yang dinilai (misalnya kapal, pesawat dan alat berat). 4.7



Penialain Personal Properti dengan Pendekatan Biaya a) Melalui Pendekatan Biaya nilai properti dianggap merupakan penggantian atas biaya pembelian properti tersebut, kemungkinan pembuatan properti lain yang setara dengan aslinya atau sesuatu yang dapat memberikan kegunaan yang sebanding, tanpa ada biaya tambahan karena penundaan waktu. b) Estimasi penilai didasarkan pada Biaya Reproduksi/ Pengganti personal properti atau asset yang dinilai. 1.



Biaya Pengganti merupakan perkiraan biaya pembuatan properti yang serupa/ setara seperti properti yang dinilai, dimana materialnya mempunyai sifat, mutu dan usia yang semirip mungkin dengan aslinya, namun dibuat dengan metoda kontruksi modern. a.



Untuk jenis properti yang berupa barang antic atau lukisan yang berharga, penggantiannya mungkin tidak bisa diukur dari biayanya.



b.



Biaya Reproduksi merupakan perkiraan biaya pembuatan properti yang sama seperti properti yang dinilai, dimana materialnya mempunyai sifat, muyi dan usia yang sama dengan aslinya, dan dibuat dengan metoda konstruksi seperti periode aslinya.



c.



Seiring dengan berjalannya waktu, beberapa personal properti yang tidak mengalami penyusutan fisik akan mengalami kenaikan nilai, karena pada umumnya biaya reproduksi/ pengganti terus meningkat dari waktu ke waktu.



c) Penggunaan Pendekatan Biaya tepat untuk diterapkan dalam penilaian Personal Properti seperti barang-barang hasil produksi pabrik, atau benda tertentu yang dibuat dan dipasarkan dalam jumlah banyak seperti, bendabenda yang terbuat dari porselen, barang cetakan atau barang logam cetakan/ cor seperti uang koin atau medali. 4.8



Proses Rekonsiliasi a) Kesimpulan nilai ditentukan berdasarkan pada: 1.



Definisi nilai;



2.



Maksud dan tujuan penilain; dan



3.



Data dan informasi lain pada tanggal penilaian, yang relevan dengan ruang lingkup penilaian.



523



b) Kesimpulan nilai didasarkan juga pada estimasi nilai yang dihasilkan dari pendekatan dan motede penilain yang diterapkan.



5.0



1.



Pemilihan dan penentuan pendekatan, metode, dan prosedur yang tepat untuk diterapkan, tergantung pada pertimbangan Penilai.



2.



Penilai harus melakukan pertimbangan dalam menentukan bobot relative yang diberikan kepada masing-masing estimasi nilai yang dihasilkan oleh masing-masing pendekatan/ motede yang diterapkan dalam penilaian. Apabila diminta, Penilai harus dapat memberikan dasar pertimbangan dan alasan yang rasional terhadap setiap pendekatan/ metode penilaian tersebut untuk sampai pada satu kesimpulan nilai rekonsiliasi.



Kutipan dan Tanggal Berlaku 5.1



Pedoman ini dapat dikuti sebagai PPI 07 - Penilaian Personal Properti.



5.2



PPI ini merupakan SPI 310 yang statusnya berubah menjadi Pedoman Penilaian Indonesia 07 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



524



Pedoman Penilaian Indonesia 08 (PPI 08) Pendekatan Biaya Untuk Aset Berwujud



1.0



2.0



3.0



Pendahuluan 1.1



Tujuan dari PPI ini adalah untuk membantu pengguna dan pemerintah dalam Penlaian dan mengintepretasikan arti dan penerapan metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (Depreciated Replacement Cost-DRC) dalam Pendekatan Biaya untuk Aset Berwujud.



1.2



Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) merupakan metode penerapan dari Pendekatan Biaya berdasarkan prinsip subtitusi.



1.3



Standar ini pada edisi sebelumnya disebut sebagai Pendekatan Biaya Untuk Pelaporan Keuangan yang kemudian diperluas penggunaannya untuk tujuan lainnya.



1.4



Pendekatan Biaya untuk Aset Takberwujud diatur di dalam SPI 320 Penilaian Aset Takberwujud.



Ruang Lingkup 2.1



PPI ini memberikan latar belakang penggunaan metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) dalam hubungannya dengan SPI 201 – Penilaian untuk Pelaporan Keuangan.



2.2



Metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) juga dibahas pada SPI 300 – Penilaian Real Properti, SPI 310 – Penilaian Mesin dan Peralatan, SPI 301 – Penilaian Propeti Agrikultur, dan SPI 203 - Penilaian Aset Sektor Publik untuk Pelaporan Keuangan.



Definisi 3.1



Aset Ekuivalen Moderen. Aset yang fungsinya serupa dan kapasitas produksinya sebanding dengan aset yang dinilai, tetapi didisain dan dibangun/dibuat dengan menggunakan Teknik dan material saat kini. Biaya pengganti (bukan biaya reproduksi) adalah dasar yang digunakan untuk mengestimasi biaya konstruksi dari asset ekivalen modern.



3.2



Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) merupakan metode penerapan dari Pendekatan Biaya, yang digunakan untuk menentukan indikasi nilai dengan menghitung Biaya Reproduksi Baru atau Biaya Pengganti Baru dari asset dikurangi penyusutan fisik dan segala bentuk keusangan.



3.3



Biaya Reproduksi Baru dan Biaya Pengganti Baru didefinisikan :



525



a) Biaya Reproduksi Baru merupakan estimasi biaya untuk mereproduksi suatu property baru yang sama/identic dengan property yang dinilai, berdasarkan harga pasaran setempat pada tanggal penilaian. b) Biaya Pengganti Baru merupakan estimasi biaya untuk membuat suatu property baru yang setara dengan property yang dinilai, berdasarkan harga pasaran setempat pada tanggal penilaian. Biaya Reproduksi Baru dan/atau Biaya Pengganti Baru dapat dihitung dengan mempertimbangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan suatu property, antara lain meliputi : 



biaya perencanaan, perijinnan serta biaya professional terkait lainnya.







biaya material







biaya enjinering, konstruksi/pengawasanan,







biaya pondasi dan instalasi/konstruksi,







biaya transportasi,







biaya asuransi, bea masuk, pajak yang tidak bias dikreditkan, dan







biaya bunga selama masa konstruksi



pengadaan



dan



manajemen



tetapi tidak termasuk biaya akibat penundaan waktu dan biaya lembur. Untuk real property, juga harus diperhitungkan;



3.4







Komisi pemasaran, penjualan atau sewa







Biaya untuk menahan property (holding cost) setelah konstruksi selesai tapi sebelum tingkat hunian stabil tercapai



Optimalisasi. Proses dimana opsi pengganti biaya terendah ditentukan untuk potensi layanan tersisa dari suatu aset. Merupakan suatu proses penyesuaian yang mengurangi biaya pengganti dan merefleksikan bahwa suatu aset mungkin mengalami keusangan teknis/fungsi atau dibangun berlebihan (overenginereed), atau aset yang mungkin mempunyai kapasitas lebih besar dari yang dibutuhkan. Karena itu optimalisasi lebih meminimalkan daripada memaksimalkan, dimana hasil penilaian menghasilkan alternatif opsi pengganti biaya terendah. Dalam menentukan Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC), optimisasi diterapkan untuk keusangan dan kelebihan kapasitas yang relevan.



3.5



Pengembangan. Bangunan, struktur atau modifikasi terhadap tanah yang bersifat yang bersifat permanen, melibatkan biaya tenaga kerja dan modal, dan yang diharapkan mampu meningkatkan nilai atau manfaat dari properti. Pengembangan memiliki pola penggunaan dan usia ekonomis yang berbeda.



3.6



Potensi Keuntungan yang Memadai. Apabila aset dinilai berdasarkan Biaya Pengganti Terdepresiasi, pengujian potensi keuntungan yang memadai suatu



526



entitas dapat memastikan tercapainya kesimpulan dari Biaya Pengganti Terdepresiasi.



4.0



3.7



Potensi Layanan. Kapasitas untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai dengan tujuan entitas, baik untuk tujuan mendapatkan pemasukan kas bersih atau penyediaan barang dan jasa yang mencakup volume dan kuantitas tertentu untuk pemakai. Di sektor publik, konsep dari potensi fasilitas /layanan publik menggantikan pengujian potensi keuntungan yang memadai pada sektor swasta.



3.8



Properti Khusus. Properti yang jarang terjadi kalaupun pernah/ada dijual di pasar, keculai sebagai penjualan usaha atau sebagai bagian dari dari entitas. Keunikan muncul dari sifat dan desain khusus, konfigurasi, ukuran, lokasi atau kombinasinya.



3.9



Rugi Penurunan Nilai (Impairment Loss). Selisih dari jumlah tercatat suatu aset dengan jumlah yang dapat diperoleh kembali dari aset tersebut (PSAK 16 butir 6)



Pedoman Penilaian 4.1



Pendekatan Biaya dengan metode DRC digunakan dalam analisis penilaian untuk menghasilkan Nilai Pasar maupun selain Nilai Pasar, tergantung pada asumsi dan data yang digunakan dalam Penilaian.



4.2



Properti, mesin dan peralatan yang secara umum diperdagangkan di pasar harus dibedakan dari properti khusus.



4.3



Klasifikasi aset sebagai properti khusus tidak selalu harus menggunakan penilaian dengan metode Biaya Terdepresiasi (DRC). Meskipun suatu properti merupakan properti khusus, dalam beberapa kasus tertentu dimungkinkan untuk melakukan penilaian properti khusus menggunakan Pendekatan Pasar dan/atau Pendekatan Pendapatan.



4.4



Dalam hal tidak terdapat data pasar, Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) dianggap sebagai metode yang dapat diterima untuk menentukan nilai dari properti khusus, tetapi metodologi yang diterapkan Penilai harus melakukan pengamatan pasar dalam mengestimasi biaya reproduksi/pengganti baru dan tingkat depresiasi. Metodologi ini berdasarkan pada transaksi teoritis antara pihak-pihak yang memiliki pemahaman seperti pada konsep Nilai Pasar.



4.5



Penilai mengestimasikan biaya dari suatu aset ekivalen modern pada tanggal penilaian yang relevan. Hal ini mungkin termasuk mengestimasikan biaya untuk membuat properti siap untuk dioprasikan. Biaya pengganti merefleksikan seluruh biaya relevan yang akan dikeluarkan. Sebagai contoh; desain, pengangkutan, instalasi dan persiapan operasi (commisioning). Dalam penilaian properti khusus, biaya untuk membeli tanah yang sesuai untuk pengembangan fasilitas khusus yang ekivalen, seharusnya dimasukan bersama dengan biaya pengembanganyang dibutuhkan untuk tanah.



527



4.6



Dalam menentukan besarnya depresiasi, Penilai seharusnya mengestimasi depresiasi dengan membandingkan aset ekivalen modern terhadap aset yang dinilai. Tingkat depresiasi dapat dianalisis secara terpisah atau secara keseluruhan meliputi : 



Penyusutan fisik







Keuangan fungsional atau teknis







Keusangan ekonomis atau eksternal



Penyusutan fisik yang disebabkan umur pemakaian, dan kurangnya pemeliharaan, metode penilaian yang berbeda dapat digunakan dalam mengestimasi jumlah biaya yang dibutuhkan untuk kondisi fisik dari aset. Estimasi depresiasi dari komponen yang spesifik dan biaya kontraktor dapat digunakan atau membandingkan secara langsung dengan kondisi unit yang serupa. Keusangan fungsional atau teknis dapat disebabkan oleh kemajuan dalam teknologi karena adanya aset baru yang dapat lebih efisien dalam menghasilkan barang dan jasa. Teknologi produksi yang modern dapat menyebabkan aset yang ada sebelumnya mengalami keusangan, baik keseluruhan atau sebagian dalam hal biaya baru atau yang sepadan. Keusangan dan optimalisasi mungkin dipertimbangkan untuk mengadopsi Biaya Pengganti Baru dari Aset Ekivalen Moderen yang berbeda dari Biaya Reproduksi Baru suatu aset. Keusangan ekonomis atau eksternal karena pengaruh eksternal dapat mempengaruhi nilai dari aset. Faktor eksternal meliputi perubahan kondisi ekonomi, yang mempengaruhi permintaan akan barang dan jasa serta potensi keuntungan dari entitas bisnis. Selain itu dapat juga disebabkan pengaruh perubahan regulasi peraturan pemerintah, sosial dan lingkungan. 4.7



Apabila metode Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) menghasilkan nilai yang secara material lebih rendah dari nilai properti untuk suatu penggunaan alternatif, Nilai Pasar dari penggunaan alternatif seharusnya dilaporkan, bersama-sama dengan pernyataan bahwa nilai untuk penggunaan alternatif mengabaikan hal-hal baru seperti penghentian usaha atau gangguan dan biaya yang diperlukan untuk penggunaan tersebut.



4.8



Dalam hal suatu entitas tidak dapat meneruskan bisnis atau kegiatannya berdasarkan informasi manajemen, dan Penilai berpendapat bahwa nilai properti akan turun secara material apabila kegiatan atau bisnisnya berhenti, maka pernyataan tentang hal ini harus dimuat di dalam laporan penilaiannya.



4.9



Dalam penerapan Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC), Penilai perlu memastikan bahwa elemen utama dari transaksi pasar sudah dipertimbangkan, yang meliputi :



528



a) pemahaman dari aset, fungsinya dan lingkungannya b) kajian untuk menentukan sisa umur fisik (untuk mengestimasikan penyusutan fisik) dan umur ekonomis dari aset. c) pemahaman akan perubahan dalam tren pasar, inovasi teknik dan atau standar pasar yang berpengaruh terhadap aset (untuk mengestimasi keusangan ekonomis atau eksternal) d) kajian terhadap potensi atas perubahan eksternal yang memberikan pengaruh terhadap aset (untuk mengestimasikan keusangan ekonomis atau eksternal); e) pemahaman atas klasifikasi aset dalam hubungannya dengan data pasar tersedia; f)



pemahaman teknik konstruksi dan material (untuk mengestimasi biaya dari suatu aset ekivalen modern); dan



g) pemahaman yang cukup untuk menentukan dampak dari keuangan 4.10



Untuk entitas sektor swasta dengan properti khusus, suatu penilaian yang dilakukan dengan Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) seharusnya memenuhi pengujian potensi keuntungan yang memadai dalam hubungannya dengan suatu entitas atau unit penghasil pendapatan.



4.11



Untuk entitas sektor publik yang bersifat non-profit, pengujian potensi keuntungan yang memadai diganti dengan pengujian potensi layanan publik layanan publik yang memadai. Pemerintah sebaiknya melihat fakta yang ada dari pengujian potensi layanan publik yang memadai dalam pelaporan aset karena banyak instansi pemerintah yang menggunakan aset sektor publik dalam konteks wajib memberikan layanan kepada masyarakat umum. Pengujian potensi layanan publik yang memadai dilakukan oleh entitas tersebut.



4.12



Kesimpulan penilaian dilaporkan sesuai dengan SPI 105 – Pelaporan Penilaian. a) Penilai melaporkan hasil penilaiannya sebagai Nilai Pasar untuk properti yang secara umum diperdagangkan di pasar atau Nilai Pasar untuk Penggunaaan yang Ada dalam hal properti yang dinilai tidak memenuhi HBU-nya atau Nilai dalam Penggunaan untuk properti khusus, sesuai dengan pengujian potensi keuntungan yang memadai atau potensi layanan publik yang memadai, yang merupakan tanggung jawab entitas bersangkutan. b) Dalam melaporkan Nilai Pasar untuk Penggunaan yang Ada atau Nilai dalam Penggunaan, Penilai harus mengungkapkan bahwa metode yang digunakan adalah Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC) dan nilai hanya dapat digunakan di dalam laporan keuangan suatu entitas atau tujuan penilaian lainnya yang relevan apabila telah memenuhi pengujian potensi keuntungan yang memadai atau potensi layanan publik yang memadai. 529



4.13



Unit Penilaian. Pendekatan Biaya dapat diterapkan untuk sekelompok aset, aset tunggal atau komponen terpisah dari aset. Umumnya kalkulasi biaya dan depresiasi secara terpisah dapat dilakukan apabila aset atau komponen individual dapat diganti secara terpisah dari aset atau komponen lainnya tanpa gangguan terhadap aset tersebut. Sejauh mana sekelompok aset atau aset individual diuraikan kedalam komponen individual untuk tujuan penilaian akan ditentukan oleh tujuan dimana penilaian disyaratkan dan ketersediaan data. Pertimbangan lainnya adalah sejauh mana aset atau komponen terpisah memeliki sisa umur yang berbeda secara material satu dengan yang lain.



4.14



Nilai Tanah. Pada penarapan Pendekatan Biaya untuk penilaian real properti, dibutuhkan kehati-hatian dalam memperoleh nilai dari elemen tanah. Nilai tanah ditentukan berdasarkan penggunaan tertinggi dan terbaik dari properti secara keseluruhan, termasuk aset yang memiliki saling ketergantungan. Sebagai akibatnya, sekelompok aset yang terdiri atas tanah, bangunan dan pengembangan lainnya, mesin dan peralatan harus dinilai dengan asumsi yang konsisten, yaitu berdasarkan penggunaan yang ada atau penggunaan alternatif. Estimasi nilai tanah dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama adalah dengan mengestimasi nilai dari tanah yang dibutuhkan dengan asumsi penggunaan saat ini. Kedua, dengan mengestimasi nilai tanah berdasarkan HBU-nya (yang dapat merupakan penggunaan alternative) dan menghitung secara terpisah indikasi nilai dari penerapan metode DRC atas bangunan atau pengembangan di atas tanah. Kedua cara di atas dapat menghasilkan nilai tanah yang berbeda jika partisipan pasar memandang penggunaan yang ada kurang optimal dibandingkan dengan penggunaan alternative lainnya yang dapat memberikan nilai yang lebih besar. Di sisi lain jika penggunaan yang ada tidak lagi konsisten dengan permukaan tanah yang berlaku, maka potensi nilai tanah dapat berbeda. Dalam kedua kasus ini Pendekatan Biaya seringkali tidak merupakan pendekatan terbaik atau yang tepat untuk diterapkan. Apabila Pendekatan Biaya digunakan (sebagai contoh, apabila pengembangan di atas lahan masih memiliki sejumlah kegunaan terbatas), nilai tanah akan didasarkan pada aset moderen ekivalen atau penggunaan depresiasi atas pengembangan dalam rangka merefelksikan perubahan peruntukan/legal atau kondisi pasar. Apabila nilai tanah untuk penggunaan penggunaan yang ada, nilai yang diberikan ke pengembangan adalah nol, atau negatif apabila mencerminkan pengurangan ke nilai tanah dikarenakan biaya bongkar dan pembersihan.



530



5.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 5.1



Standar ini dapat dikutip sebagai PPI 08 – Pendekatan Biaya Untuk Pelaporan Keuangan.



5.2



PPI ini merupakan SPI 350 yang statusnya berubah menjadi Pedoman Penilaian Indonesia 08 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



531



Pedoman Penilaian Indonesia 09 (PPI 09) Analisis Discounted Cash Flow



1.0



Pendahuluan 1.1



Analisis Discounted Cash Flow (DCF) adalah teknik pembuatan model keuangan yang didasarkan pada asumsi mengenai prospek pendapatan dan biaya atas suatu properti atau bisnis. Pembuatan asumsi tersebut berkaitan dengan kuantitas, kualitas, variabilitas, waktu serta durasi arus kas masuk dan arus kas keluar yang didiskontokan ke nilai kini. Analisis DCF yang dilakukan dengan data serta tingkat diskonto yang tepat dan mendukung adalah salah satu metode penilaian yang dapat diterima dalam pendekatan pendapatan. Penerapan analisis DCF secara luas antara lain disebabkan oleh kemajuan teknologi komputer. Analis DCF diterapkan dalam penilaian real properti, bisnis dan aktiva tidak berwujud; dalam analisis investasi; dan sebagai prosedur akuntansi yang mengestimasi nilai dalam penggunaan. Penggunaan analisis DCF telah meningkat terutama dalam sektor penilaian institusi, properti investasi dan bisnis dan sering dipersyaratkan oleh Pemberi Tugas, penjamin emisi, penasehat dan pengelola keuangan, dan manajer portofolio investasi.



1.2



Penilaian DCF seperti penilaian berdasarkan pendapatan lainnya, didasarkan pada analisis data historis dan asumsi mengenai kondisi pasar di masa yang akan datang terhadap penawaran (supply), permintaan (demand), pendapatan, biaya, dan potensi resiko. Asumsi ini mempertimbangkan kemampuan penghasilan dari properti atau usaha dimana pendapatan dan pengeluarannya diproyeksikan.



1.3



Metode DCF dapat diterapkan untuk berbagai jenis aset/properti (lihat penjelasan jenis Properti pada KPUP) yang berbeda. PPI ini akan mengilustrasikan dan mendiskusikan mengenai penggunaannya pada penilaian bisnis dan real properti. Meskipun prinsip yang didiskusikan dalam standar ini dapat diterapkan pada aset yang lain, untuk penerapan dari metode penilaian, termasuk metode DCF untuk aset tak berwujud dan instrumen keuangan akan didiskusikan dalam standar yang berbeda.



1.4



Dengan penerapan yang sesuai, metode DCF dapat menyajikan pengukuran yang tepat untuk basis nilai yang bebeda. Standar ini mengilustrasikan mengenai input yang sesuai pada saat mengestimasi Nilai Pasar dan Nilai Investasi. Namun, teknik yang diujikan bisa diaplikasikan untuk mengestimasi basis nilai yang lain, misalnya nilai wajar atau Nilai Pakai berdasarkan PSAK. Untuk informasi lebih lanjut mengenai kedua nilai tersebut, lihat SPI 201.



532



1.5



2.0



3.0



Tujuan dari PPI ini adalah untuk menjelaskan KPUP, pedoman praktek yang terbaik dan ukuran uji tuntas (due diligence) yang perlu diikuti Penilai dalam penggunaan analisis DCF untuk penilaian pasar dan non pasar, selain itu juga untuk membedakan aplikasi analisis DCF dalam dua tipe penugasan penilaian yang berbeda antara Dasar Nilai pasar dan non pasar.



Ruang Lingkup 2.1



PPI ini diterapkan untuk penilaian pasar dan non pasar yang dilakukan dengan menggunakan analisis DCF dan juga menjelaskan struktur dan komponen model DCF seta persyaratan laporan penilaian atas dasar analisis DCF. Analisis DCF dapat diterapkan pada beragam jenis aset/properti, dimana dalam PPI ini hanya akan memberikan pedoman analisis DCF dalam penilaian real properti dalam bisnis. Adapun Dasar Nilai yang dapat diterapkan dengan analisis DCF antaa lain Nilai Pasar dan Nilai Investasi.



2.2



Ruang lingkup PPI ini meliputi kewajaran dan dukungan dari asumsi yang digunakan dalam analisis DCF. Asumsi penilaian akan tergantung kepada tujuan penilaian, apakah penilaian menggunakan Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai atau Dasar Nilai selain Nilai Pasar. Asumsi yang dibuat dalam penilaian akan mempengaruhi kesimpulan nilai. Dalam kaitannya dengan KEPI, semua asumsi yang mendasari penilaian harus wajar, mungkin serta dapat dipertahankan.



Definisi 3.1



Analisis Discounted Cash Flow (DCF) merupakan suatu teknik pembuatan model keuangan yang didasarkan pada asumsi prospek arus kas suatu properti/aset. Sebagai metode yang dapat diterima dalam pendekatan Pendapatan, analisis DCF melibatkan proyeksi arus kas untuk suatu periode baik untuk menilai properti operasional, properti dalam pengembangan atau bisnis. Proyeksi arus kas tesebut memerlukan parameter tingkat diskonto yang berlaku saat ini untuk mendapatkan indikasi nilai kini dari arus kas dalam kaitannya dengan properti atau bisnis. Dalam hal penilaian properti operasional, arus kas secara berkala pada umumnya diestimasikan sebagai pendapatan kotor dikurangi kekosongan dan piutang tak tertagih, serta biaya operasional. Pendapatan operasional bersih dalam suatu periode bersama dengan estimasi nilai akhir (terminal value/exit value) pada akhir periode proyeksi, yang kemudian didiskontokan. Dalam hal penilaian properti dalam pengembangan, estimasi modal, biaya pengembangan dan pendapatan penjualan diestimasikan untuk mencapai sejumlah pendapatan bersih yang kemudian didiskonto selama periode pengembangan dan periode pemasaran. Dalam hal penilaian bisnis, estimasi arus kas dalam suatu periode dan nilai dari bisnis, estimasi arus kas dalam suatu periode dan nilai dari bisnis pada akhir periode proyeksi, didiskontokan. Aplikasi analisis DCF yang paling sering digunakan adalah Nilai Kini (Present Value), Nilai Kini Bersih (Net Present 533



Value) dan Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return) dari arus kas. 3.2



Analisis Investasi adalah suatu kajian yang dilakukan untuk pengembangan dan investasi, evaluasi kinerja investasi atau analisis transaksi yang melibatkan suatu bisnis atau properti investasi. Analisis investasi sering disebut sebagai Studi Kelayakan, analisis pasar atau analisis marketabilitas atau studi proyeksi keuangan.



3.3



Informasi Keuangan Prospektif (IKP). Proyeksi data finansial yang digunakan untuk mengestimasi arus kas dalam DCF model.



3.4



Model keuangan. Merupakan sebuah proyeksi pendapatan arus kas berkala atas suatu bisnis atau properti sebagai dasar ukuran perhitungan pengembalian keuangan. Proyeksi pendapatan atau Proyeksi arus kas disajikan melalui model keuangan yang mempertimbangkan hubungan historis antara pendapatan, biaya, dan pengeluaran modal serta proyeksi dari variabel tersebut. Model keuangan juga digunakan sebagai perangkat manajemen untuk menguji ekspektasi kinerja properti, untuk mengukur integritas dan stabilitas model DCF atau sebagai metode untuk membuat replika langkah-langkah yang diambil investor dalam membuat keputusan yang melibatkan penjualan , pembelian atau masa kepemilikan dari suatu properti atau bisnis.



3.5



Nilai Kini Bersih (Net Present Value-NPV) adalah ukuran selisih antara pendapatan atau arus kas masuk dengan biaya atau arus kas keluar yang telah didiskonto dengan tingkat diskonto yang sesuai, dalam analisis DCF. Jika penilaian dilakukan untuk memperoleh Nilai Pasar, maka penerimaan, pengeluaran dan tingkat diskonto diperoleh dari data pasar yang berlaku saat ini. NPV yang dihasilkan harus menjadi indikasi Nilai Pasar bagi Pendekatan Pendapatan.



3.6



Tingkat Diskonto adalah tingkat pengembalian yang digunakan untuk mengkonversikan jumlah arus kas yang harus dikeluarkan atau diterima di masa yang akan datang menjadi nilai kini. Secara teori, tingkat diskonto harus merefleksikan ‘opportunity cost’ dari modal, yaitu tingkat pengembalian modal yang dapat diperoleh atau dihasilkan apabila ditempatkan untuk penggunaan lain dengan resiko yang sama.



3.7



Tingkat Pengembalian Awal (Intial Yield). Pendapatan awal dari suatu investasi dibagi dengan harga yang dibayarkan untuk investasi yang dinyatakan dalam bentuk prosentase.



3.8



Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return-IRR) merupakan tingkat diskonto dimana nilai kini dari arus suatu proyek adalah sama dengan nilai kini dari investasi modal (capital investment). Tingkat pengembalian tersebut adalah tingkat dimana Nilai Kini Bersih (Net Present Value) sama dengan nol. IRR mencerminkan baik pengembalian modal yang diinvestasikan maupun pengembalian investasi awal, sebagai dasar pertimbangan bagi 534



investor potensial. Oleh karena itu, penentuan IRR dari analisis transaksi pasar terhadap properti/bisnis yang sejenis yang memiliki pola pendapatan yang sebanding merupakan suatu metode yang sesuai dalam menentukan tingkat diskonto pasar dalam penilaian untuk mendapatkan Nilai Pasar.



4.0



Pedoman Penilaian 4.1



Kapan menggunakan metode DCF Metode DCF dapat digunakan untuk menilai aset yang menghasilkan arus kas. Metode ini dapat memberikan suatu indikasi nilai yang lebih baik dibandingkan metode lainnya dimana : a) Aset atau bisnis yang sedang mengalami pertumbuhan signifikan atau belum mencapai level operasi yang stabil, misalnya bisnis baru atau properti investasi yang sedang dibangun, b) Arus kas yang cenderung berfluktuasi dari suatu periode ke periode lain dalam jangka pendek, misalnya fluktuasi pendapatan sewa yang dihasilkan dari suatu properti investasi karena jangka waktu dan persyaratan sewa guna usaha atau pendapatan bisnis karena perubahan siklus permintaan produk, atau c)



4.2



Aset memiliki umur terbatas, misalnya aset dan bisnis di sekitar energi dan sumber daya alam



Input utama metode DCF Berikut adalah input utama yang dibutuhkan untuk metode DCF : a) Penentuan periode eksplisit di mana arus kas akan diproyeksikan, b) Proyeksi arus kas pada periode tersebut, c) Nilai aset atau bisnis pada akhir periode proyeksi spesifik yaitu nilai terminal, dan d) Tingkat diskonto yang sesuai untuk diaplikasikan terhadap proyeksi arus kas di masa depan, termasuk nilai terminal.



4.3



Periode Proyeksi Eksplisit dan Frekuensi Penerimaan dan Pengeluaran a) Model Discounted Cash Flow (DCF) disusun untuk jangka waktu atau periode tertentu. Dalam analisis real properti, meskipun hal-hal seperti evaluasi sewa, pembaharuan sewa, pembangunan kembali, atau perbaikan dapat mempengaruhi jangka waktu analisis, namun jangka waktu itu umumnya dipengaruhi oleh perilaku pasar sebagai karakteristik tipe properti dan sektor pasarnya. Sebagai contoh, jangka waktu analisis investasi properti biasanya antara 5 dan 10 tahun. Bagaimanapun, Penilai seharusnya sepenuhnya memahami implikasi dari jangka waktu proyeksi (holding periode) yang berbeda, misalnya jangka waktu yang pendek



535



membuat kesimpulan penilaian lebih tergantung kepada estimasi Nolai Akhir (Terminal Value). b) Frekuensi penerimaan dan pengeluaran (bulanan, kuartalan, tahunan) harus ditentukan sesuai dengan definisi nilai yang digunakan. Sebagaimana metode lainnya yang dapat diterima, arus kas penerimaan dan pengeluaran harus wajar dan didukung secara memadai. c) jangka waktu periode proyeksi eksplisit membutuhkan petimbangan yang seksama dan secara umum ditentukan oleh satu atau lebih dari kriteria berikut: 1.



Ketika arus kas cenderung berfluktuasi dan jangka waktu dimana perubahan arus kas dapat diprediksikan secara layak.



2.



Lamanya waktu bagi bisnis atau riset untuk mencapai tingkat pendapatan yang stabil,



3.



Umur dari aset; atau



4.



Rencana periode kepemilikan (holding periode) aset.



d) Kriteria penentuan periode proyeksi akan bergantung pada tujuan dari penilaian, sifat dari aset, informasi yang tersedia dan dasar nilai yang diperlukan. Untuk aset dengan masa manfaat yang pendek lebih memungkinkan dan relevan untuk memproyeksikan arus kas sepanjang masa manfaat aset tersebut. Untuk beberapa aset mungkin terdapat norma yang dapat diterima oleh pelaku pasar mengenai jangka waktu periode proyeksi dan ini harus dipertimbangkan jika dasar nilai yang digunakan adalah nilai pasar. Jangka waktu dari rencana kepemilikan aset adalah faktor yang paling tepat dalam menentukan periode proyeksi eksplidit jika tujuan penilaian adalah untuk menentukan nilai investasi dari aset tersebut. 4.4



Proyeksi Arus Kas dan Informasi Keuangan Prospektif a) Arus kas untuk periode proyeksi eksplisit disusun berdasarkan Prospective Financial Information (PFI) – Informasi Keuangan Prospektif (IKP), yaitu proyeksi pendapatan (arus kas masuk) dan pengeluaran (arus kas keluar). Arus kas dibagi menjadi interval periodik yang sesuai, seperti bulanan, kuartalan atau tahunan, dengan pilihan interval yang bergantung pada pola dari arus kas, data yang tersedia dan jangka waktu periode proyesi. Model arus kas harus dibangun seperti itu agar dapat memasukan kejadian-kejadian di masa depan yang telah terjadwal seperti penghentian kontrak, peninjauan kontrak di saat jatuh tempo, atau kejadian di masa depan yang diharapkan dapat membawa perubahan pada arus kas masuk dan keluar pada tanggal ketika kejadian tersebut diharapkan terjadi.



536



b) IKP dapat digunakan untuk memproyeksikan arus kas yang sudah terikat kontrak atau yang kemungkinan besar akan direalisasikan di masa depan. Contohnya, suatu proyeksi arus kas dapat berasal dari kontrak (seperti aliran dari pembayaran sewa tetap), atau yang paling mungkin direalisasikan (dimana masih terdapat potensi penurunan atau kenaikan yang tidak tercermin dalam proyeksi tersebut), atau dapat juga mencerminkan arus kas yang tergantung kepada suatu kejadian tertentu (seperti suksesnya peluncuran suatu lini produk baru). Sebagai alternatif, IKP dapat digunakan untuk memproyeksikan sejumlah arus kas dengan mengaplikasikan probabilitas tertimbang yang secara teori mempresentasikan rata-rata dari seluruh arus kas yang mungkin terjadi (dalam praktek, mengembangkan sejumlah skenario tertentu sebagai proksi dari semua arus kas yang mungkin terjadi adakah sebuah pendekatan yang dapat diterima). Jelas bahwa dua tipe arus kas yang telah disebutkan di atas akan memiliki tingkat rasio yang berbeda dan akan memiliki dampak terhadap penentuan tingkat diskonto. Jenis dari model arus kas yang digunakan akan tergantung pada praktik pasar jenis aset atau sifat dari IKP yang tersedia. c) Estimasi perkiraan arus kas perlu didasarkan oleh asumsi yang tepat. Kesesuaian dari asumsi ini tergantung pada tujuan dari penilaian dan dasar nilai yang digunakan. Sebagai contoh, untuk nilai pasar, arus kas harus mencerminkan arus kas yang akan diantispasi oleh pelaku pasar; sebaliknya untuk nilai investasi dapat diukur dengan menggunakan arus kas yang berdasarkan pada proyeksi yang wajar dari sebuah entitas dari sudut pandang investor tertentu. d) Untuk penilaian bisnis, arus kas yang digunakan dalam metode DCF dapat diukur berdasarkan Free Cash Flows to the Firm (FCFF), serta Free Cash Flows to Equity (FCFE), lihat SPI 330. e) Perkiraan arus kas dapat berupa nilai nominal, yaitu arus kas yang mencerminkan dampak dari perubahan harga yang diharapkan karena faktor inflasi dari waktu ke waktu, atau dapat berupa nilai riil, yaitu dengan penyesuaian yang dibuat untuk menghilangkan efek dari perubahan harga tersebut. Arus kas juga dapat arus kas sebelum pajak atau setelah pajak. Pilihannya akan tergantung pada tujuan penelitian, data yang tersedia, dn praktik pasar untuk jenis aset atau bisnis yang sedang dinilai. f)



Karena IKP untuk bisnis didasarkan pada data akuntansi, penyesuaian mungkin diperlukan untuk merekonsiliasi laba menjadi arus kas. Beban non kas, seperti depresiasi dan amortisasi ditambahkan kembali dan arus kas keluar yang berkaitan dengan pembelanjaan modal atau perubahan pada modal kerja dikeluarkan untuk merubah laba menjadi arus kas.



537



4.5



Tingkat Diskonto a) Tingkat diskonto yang sesuai harus diterapkan pada arus kas. Apabila frekuensi titik waktu yang dipilih adalah kuartalan, maka tingkat diskonto harus merupakan angka kuartalan efektif dan bukan angka nominal. Karenasetiap periode waktu dalam arus kas pada kenyataannya dimulai dari titik waktu, Penilai harus berusaha menempatkan arus kas pada titik waktu yang tepat dalam proyeksi arus kas. Seringkali frekuensi arus kas ditentukan oelh titik waktu dimana sewa diperoleh. Apabila kejadian yang lain terjadi dengan frekuensi yang lebih sering, Penilai harus memutuskan apakah akan dimasukan pada titik waktu sebelum atau setelah kejadian tersebut sebenarnya terjadi. Pengeluaran/biaya mungkin ditempatkan pada titik waktu akuntansi dan bukan pada saat kejadian tersebut terjadi. Solusi yang paling tepat adalah memiliki frekuensi arus kas yang sesuai dengan waktu terjadinya aspek yang peling sering terjadi dari arus kas periodik. b) Periode awal (interval waktu) dari arus kas bisnis atau real properti disebut sebagai periode 0 dan periode ini tidak didiskontokan. Seluruh arus kas masuk dan keluar diharapkan terjadi dalam periode waktu ini seharusnya dimasukkan dalam periode 0. Pendapatan bersih atau biaya dapat ditempatkan dalam periode 0 dan seharusnya dimasukkan dalam periode ini jika penerimaan atau pengeluaran tunai terjadi dalam periodeini. Sebagai contoh, banyak properti investasi menerima pendapatan secara bulanan. Karenanya, apabila digunakan interval tahunan, pendapatan bersih yang diterima d ditahun awal harus ditempatkan dalam periode 0, mengabaikan apakah periode kalkulasi yang diambil berada di awal atau akhir. c) Tingkat diskonto harus mencerminkan tidak hanya nilai waktu dari uang, namun juga risiko yang terkait dengan operasional aset dan bisnis di masa depan. d) Tingkat diskonto yang digunakan tergantung dari dasar nilai yang diperlukan. Jika tujuan dari penilaian adalah untuk mengestimasi nilai pasar, tingkat diskonto harus mencerminkan risiko dari sisi pelaku pasar. Jika tujuannya adalah untuk mengestimasi nilai investasi, tingkat diskonto tersebut harus mencerminkan target tingkat pengembalian dari suatu investor tertentu dengan memperhatikan risiko yang melekat pada aset. e) Tingkat diskonto yang digunakan harus mencerminkan sifat dari arus kas. Sebagai contoh, tingkat diskonto yang mencerminkan ekspektasi kegagalan pencapaian di masa depan adalah tepat jika menggunakan arus kontraktual atau arus kas dengan asumsi paling mungkin untuk dicapai (most likely). Tingkat diskonto tersebut dapat dibandingkan dengan tingkat pengembalian untuk aset atau kewajiban pembanding yang diperdagangkan di pasar, dimana arus kas yang diproyeksikan akan 538



dinyatakan atas dasar yang sama dengan aset/kewajiban pembanding. Tingkat diskonto yang sama tidak dapat diterapkan jika menggunakan arus kas model probabilitas tertimbang karena model arus kas probabilitas tertimbang telah mencerminkan asumsi-asumsi mengenai risiko kegagalan pencapaian di masa depan; untuk arus kas model tersebut, tingkat diskonto yang sepadan dengan risiko yang melekat pada arus kas yang lebih tepat untuk digunakan. Tingkat diskonto ini dapat diturunkan dari model asset-pricing yang menghasilkan tingkat pengembalian yang diharapkan, yang mencerminkan berbagai hasil kemungkinan. f)



Entitas Bisnis 1.



Untuk entitas bisnis, arus kas biasanya didiskontokan baik dengan menggunakan biaya rata-rata modal tertimbang (WACC) atau biaya ekuitas. FCFF didiskontokan dengan menggunakan WACC untuk sampai pada nilai perusahaan untuk bisnis. WACC mencerminkan struktur kapital yang optimal dan bukan struktur pembelanjaan yang aktual, mungkin diperlukan penyesuaian dari angka yang aktual untuk mendapatkan struktur kapital yang optimal. Sebagai alternatif, biaya ekuitas untuk bisnis. Nilai ekuitas mencerminkan nial yang menjadi hak pemegang saham. Sebagai alternatif, untuk menghasilkan nilai ekuitatas, utang bersih harus dikurangkan dari nilai perusahaan.



2.



WACC adalah tingkat pengembalian yang diharapkan oleh pelaku pasar yang ingin berinvestasi dengan menginvestasikan dalam bentuk utang dan ekuitas, yaitu: WACC = Ke *(E/(D+E)) + Kd * (1-T) * (D/(D+E) Di mana:



3.







Ke



= biaya ekuitas;







E



= nilai pasar dan ekuitas;







Kd



= biaya utang;







D



= nilai pasar dari utang; dan







T



= tarif pajak perusahaan



Biaya ekuitas merepresetasikan tingkat pengembalian ekuitas yang diharapkan oleh investor. Biaya ekuitas tidak mudah diamati di pasar. Terdapat beberapa model untuk mengestimasikan biaya ekuitas dengan metode yang paling umum yaitu menggunakan satu atau lebih variasi dari Capital Asset Pricing Model (CAPM). berdasarkan CAMP, biaya ekuitas dihitung sebagai berikut: Ke = Rf + β* ( Rm – Rf) + α 539



Di mana : 



Rf = tingkat balikan bebas resiko – tingkat pengembalian saat ini untuk aset bebas resiko;







Rm = tingkat pengembalian yang diharapkan oleh pasar;







(Rm-Rf) = premi risiko di atas ringkat balikan bebas risiko yang diperoleh dari portofolio yang terdiri dari seluruh aset di ‘pasar’;







β = faktor beta, menjadi ukuran risiko sistematik (atau tidak terdiversifikasi) dari aset tertentu relatif terhadap risiko potofolio yang terdiri dari aset yang berisiko; dan







α = faktor alpha, menjadi risiko spesifik perusahaan (yaitu) yang mungkin mencerminkan jenis properti, perusahaan dan premi resiko lainnya)



4.



Lihat SPI 330 mengenai ketentuan penetapan tingkat diskonto untuk penilaian bisnis



5.



Untuk menentukan tingkat diskonto dan kapitalisasi akhir, Penilai menggunkan beberapa sumber data dan informasi real estat dan pasar modal. Sebagai tambahan untuk data pendapatan dan penjualan dari properti atau bisnis pembanding, survey mengenai opino investor dan tingkat pengembalian berguna dalam pemilihan tingkat diskonto dengan asumsi pasar untuk properti yang dinilai konsisten dengan pasar dari properti yang dibeli oleh investor yang menjadi data survey.



g) Entitas Real Properti 1.



Sebuah kepentingan pada real properti dapat, dan lebih sering ditransfer secara independen oleh entitas pemiliknya. Pada pasar aktif biasanya terdapat data yang memadai, baik dari analisis transaksi atau data survei untuk mengetahui tingkat diskonto yang dibutuhkan oleh pemain pasar setelah memperhitungkan faktor-faktor seperti kualitas bangunan, kualitas penyewa dan lama waktu dan ketentuan sewa lainnya, dimana terdapat data yang cukup terpercaya untuk menentukan sebuiah tingkat diskonto. Tingkat diskonto dapat diperkirakan dengan menggunakan metode “build-up”.



2.



Metode build-up melibatkan penentuan tingkat balikan bebas resiko yang tepat, biasannya didasarkan pada obligasi pemerintah dengan jangka waktu yang panjang untuk dianggap sebagai risiko spesifik aset. Premi risiko untuk mencerminbkan risiko pasar dan risiko spesifik aset. Premi risiko untuk real properti tersebut akan mencerminkan faktor-faktor seperti risiko investasi yang berhubungan dangan pasar real properti dibandingkan dengan suatu investasi bebas risiko dan risiko spesifik untuk suatu properti atau 540



kepemilikan properti tertentu. Yang terakhir, biasanya akan mencakup perkembangan atas tingkat kepastian dari jadwal perubahan arus kas di masa depan. Faktor-faktor seperti kualitas bangunan dan lokasinya, kualitas penyewa dan ketentuan sewamenyewa yang berdampak terhadap premi. 4.6



Nilai Terminal a) Pemilihan metode kalkulasi Nilai Akhir/Terminal Value/ Exit Value tergantung kepada praktek dari pasar properti/ bisnis yang dinilai, (termination date). Penilai harus merefleksikan praktek pasar ini dan mengungkapkan secara menyeluruh metode yang dipilih dan penerapannya. Nilai pasar dipahami sebagai nilai kini dari manfaat kepemilikan di masa depan. Sehingga, untuk properti investasi, hal ini berarti arus kas/nilai pada titik waktu dari penilaian pada saat penjualan (atau tergantung dari metode yang diambil, setelah tanggal nilai akhir /terminal value) seharusnya digunakan dan bukan angka pada periode sebelumnya . Nilai Akhir/Terminal Value/Exit Value dapat didasarkan kepada proyeksi dari pendapatan bersih untuk tahun setelah tahun berakhir dalam analisis DCF. b) Sebagaimana komponen lainnya dalam analisis DCF, tingkat diskonto seharusnya merefleksikan data pasar, yaitu tingkat diskonto yang ditentukan berdasarkan pasar. Tingkat diskonto seharusnya dipilih dari properti atau bisnis pembanding di pasar. Agar sebanding, maka pendapatan, biaya, resiko, inflasi, tingkat pengembalian riil dan proyeksi pendapatan dari properti / bisnis pembanding harus sama dengan properti /bisnis yang dinilai. c) Untuk aset atau bisnis yang diperkirakan akan terus berjalan melampaui periode proyeksi eksplisit, perlu untuk menentukan nilai berkelanjutan dari asset atau bisnis pada akhir periode proyeksi eksplisit. Dalam menghitung nilai terminal ini, harus diperhatikan potensi asset atau bisnis di akhir periode proyeksi eksplisit. Jika metode DCF yang digunakan untuk memperkirakan Nilai Pasar, nilai kekal dapat disamakan dengan harga yang akan diperoleh dalam penjualan hipotesis asset atau bisnis di akhir periode proyeksi. Untuk mengestimasi nilai invetasi, nilai kekas akan mencerminkan nilai bagi entitas untuk terus memiliki asset setelah akhir periode proyeksi. Dalam beberapa keadaan, nilai terminal dapat merupakan suatu jumlah tertentu yang telah ditetapkan seperti misalnya suatu penerimaan yang telah ditetapkan kontrak. d) Nilai terminal dapat dihitung dengan menggunakan teknik seperti menerapkan faktor kapitalisai terhadap arus kas di masa segera setelah akhir periode eksplisit atau dengan menggunakan model pertumbuhan konstan. Teknik pertama biasanya digunakan untuk menilai investasi properti, yang kedua untuk menilai bisnis. Nilai terminal juga dapat 541



diperoleh dengan pendekatan penilaian lain, seperti Pendekatan Pasar menggunakan exit multiple (angka ini bukan merupakan valuation multiple saat ini yang diperoleh dari data pasar pada tanggal penilaian, tetapi valuation multiple untuk di masa depan – forward valuation multiple , yang telah disesuaikan jika diperlukan). e) Metode faktor kapitalisasi yang digunakan untuk memperoleh nilai terminal untuk real properti biasanya diterapkan sebagai berikiut: Nilai Terminal = (NRn) x faktor kapitalisasi Dimana : NRn = jumlah pendapatan sewa bersih pada tahun terakhir periode proyeksi eksplisit f)



Metode pertumbuhan konstan yang digunakan untuk memperoleh nilai terminal bisnis mengasumsikan bahwa bisnis tumbuh dengan tingkat yang konstan selamanya. Dihitung dari arus kas yang telah dinormalisasi, yaitu arus kas bersih dari perusahaan yang telah mencapai tahap pertumbuhan stabil. Rumus yang digunakan adalah: Nilai Terminal = (FCFn * (1 + g)) / (r-g) dimana: FCFn = arus kas bebas tahun akhir periode proyeksi eksplisit g



= tingkat pertumbuhan periode kekal



r



= tingkat diskonto (WACC atau biaya ekuitas – Ke)



g) Perlu perimbangan bahwa nilai terminal untuk beberapa aset mungkin memiliki sedikit atau tidak ada hubungan dengan arus kas periode-periode sebelumnya, sebagai contoh adalah suatu aset yang memiliki jumlah atau masa manfaat terbatas seperti suatu tambang atau sumur minyak. h) Nilai terminal yang ditentukan pada akhir periode proyeksi eksplisit kemudian didiskontokan kembali ke tanggal penilaian menggunakan tingkat diskonto yang sama dengan yang diterapkan kepeda proyeksi arus kas, kecuali jika risikonya dianggap berbeda dengan risiko untuk periode proyeksi eksplisit. i)



Jika periode proyeksi adalah pendek, maka perhitungan nilai kekal menjadi lebih menentukan karena akan mewakili proporsi yang lebih tinggi dari nilai saat ini. Untuk kasus ini diperlukan tambahan kehatihatian untuk memastikan bahwa asumsi-asumsi yang dibuat dalam menyusun arus kas yang digunakan untuk menghitung nilai terminal sudah sesuai dan bahwa tidak ada kemungkinan perubahan yang terjadi yang akan tercermin lebih baik dengan memperpanbjang periode proyeksi untuk memungkinkan perubahan tercermin secara eksplisit.



542



4.7



Dasar Nilai Yang Digunakan a) Metode DCF dapat digunakan untuk menentukan dasar nilai yang berbeda, misalnya Nilai Pasar dan Nilai Investasi sebagaimana didefinisikan dalam SPI 101 dan 102, atau Nilai Wajar untuk digunakan dalam pelaporan keuangan. Sifat input yang digunakan akan bervariasi tergantung pada dasar nilai yang diperlukan. b) Apabila DCF digunakan untuk mengembangkan estimasi Nilai Pasar, penilaian harus memenuhi seluruh kriteria untuk estimasi Nilai Pasar yang ditetapkan pada SPI 101. c) Jika Pemberi Tugas memberikan kepada Penilai persyaratan tertentu yang tidak berhubungan dengan persyaratan untuk estimasi Nilai Pasar. Seperti jangka waktu, persyaratan pembiayaan, pajak atau tingkat diskonto, estimasi nilai yang dihasilkan harus dipertimbangkan sebagai bukan Nilai Pasar. Hasilnya adalah estimasi Nilai Investasi yang spesifik berdasarkan asumsi yang digunakan dan bukan estimasi Nilai Pasar. d) Analisis DCF mungkin juga digunakan untuk menguji validitas pandangan konvensional dengan analisis terhadap asumsi yang beragam. Hasil dari analisis sensifitas ini adalah Nilai Investasi. Jika DCF digunakan dengan cara ini, hasilnya seharusnya didefinisikan sebagai selain Nilai Pasar dan penilaian seharusnya memenuhi seluruh kriteria untuk penilaian bukan pasar seperti yang ditetapkan dalam SPI 102. e) Pengguanaan metode DCF untuk menentukan Nilai Pasar atau dasar yang sama harus menggunakan bukti yang tersedia di pasar. Sejauh mungkin semua input harus didasarkan pada data yang berasal dari pasar. Jika ada data pasar yang tidak cukup input harus mencerminkan proses pertimbangan, ekspektasi, dan persepsi investor dan pelaku pasar lainnya sejauh yang dapat dipahami. f)



Sebagai suatu teknik, metode DCF tidak boleh dinilai berdasarkan apakah pendapatan masa depan yang diharapkan terbukti benar terealisasikan atau tidak setelah timbulnya kejadian, akan tetapi lebih kepada tingkat dukungan pasar atas proyeksi yang dilakukan pada saat tanggal penilaian.



g) Jika proyeksi arus kas yang disediakan oleh penilik tertentu atau calon pemilik adalah untuk digunakan dalam memperkirakan Nilai Pasar, proyeksi tersebut harus diuji dan dibandingkan dengan bukti dan ekspektasi pasar. Asumsi-asumsi pertumbuhan atau penurunan pendapatan biasanya akan didasarkan pada analisis ekonomi dan kondisi pasar dan diskusi dengan manajemen tentang ekspektasi atas kinerja aset atau bisnis. Perubahan dalam biaya operasi harus mencerminkan semua tren biaya dan tren spesifik untuk item biaya yang signifikan. Jika 543



proyeksi yang disediakan berbeda dari ekspektasi pasar maka tidak dapat digunakan untuk memperoleh indikasi Nilai Pasar. h) Semua input penilaian dan asumsi harus memiliki dan memperhatikan kerangka konseptual untuk Nilai Pasar dalam SPI. Penelitian yang cukup harus dilakukan untuk memastikan bahwa proyeksi arus kas atau ekspektasi dan asumsi-asumsi yang merupakan dasar untuk metode DCF adalah tepat, mungkin dan wajar untuk pasar properti yang dinilai.



4.8



i)



Ketika metode DCF digunakan untuk memperkirakan Nilai Investasi, input yang digunakan seperti tingkat diskonto, periode diskonto dan asumsi arus kas mungkin berbeda dari yang digunakan oleh para pelaku pasar.



j)



Proyeksi arus kas mungkin mencerminkan ekspektasi pelaku pasar atau secara khusus pemilik saat ini atau pemilik prospektif. Tingkat diskonto yang digunakan biasanya akan ditentukan oleh kriteria khusus entitas, misalnya target tingkat balikan atau tingkat balikan minimum yang diharapkan, ‘opportunity cost’ atau tingkat WACC entitas, contohnya Pada saat model DCF digunakan untuk menghitung Nilai Investasi bagi calon pembeli dari sebuah bisnis. Calon pembeli mungkin ingin menentukan tingkat arus kas yang akan dibutuhkan sebagai target potensial untuk menghasilakn tingkat pengembalian yang diperlukan sebelum memasuki pasar.



Konsistensi Input a) Perhitungan nilai kini dari arus kas, umumnya dihitung menggunakan tingkat diskonto yang tepat untuk setiap jenis arus kas. Apabila interval yang digunakan adalah bulanan atau harian, tingkat diskonto tahunan harus disesuaikan menjadi tingkat diskonto ekuivalen dan efektif untuk interval waktu yang dipilih. Nilai akhir didapatkan dengan kapitalisasi menggunakan tingkat kapitalisasi akhir dan didiskontokan menjadi nilai kini dengan tingkat diskonto yang sesuai. Dalam berbagai contoh tingkat diskonto tunggal digunakan untuk semua arus kas. b)



Arus kas mungkin tetap atau variabel, sebelum atau setelah pajak, kotor atau bersih dari biaya utang pembiayaan, reflektif atau non-reflektif terhadap inflasi atau deflasi yang diantisipasi. Penting bahwa arus kas dan tingkat diskonto konsisten secara internal.



c) Keputusan apakah lebih baik menggunakan model DCF berdasarkan pada arus kas nominal atau riil kas sebelum-pajak atau arus kas setelah-pajak, akan bergantung pada fakta-fakta dan keadaan aset yang dinilai, data yang tersedia dan praktik dalam pasar, yang relevan. Jika bukti di pasar berdasarkan arus kas sebelum-pajak dan tarif diskonto sebelum pajak, biasanya akan tidak tepat untuk menyesuaikan bukti-bukti tersebut untuk menyusun arus kas setelah pajak yang setara jika tujuannya adalah untuk 544



memperkirakan Nilai Pasar, meskipun penyesuaian tersebut mungkin cocok jika yang diperlukan adalah Nilai Investasi. d) Demikian Pula, jika arus kas nominal yang digunakan, harus berhati-hati untuk memastikan bahwa setiap tingkat diskonto yang berasal dari analisis perusahaan sebanding atau properti investasi juga didasarkan pada tingkat pengembalian nominal. e) Menggunakan input yang berbeda dari norma-norma umum dalam pasar yang relevan meningkatkan kemungkinan kesalahan dalam penilaian. Arus kas untuk real properti, yaitu sewa, dan tingkat diskonto lazim dikutip dengan dasar sebelum pajak. Sebaliknya, data tingkat diskonto untuk bisnis biasanya dikutip setelah pajak. Menyesuaikan antara sebelum pajak dan setelah pajak dapat ,menjadi kompleks dan rentan terhadap kesalahan serta harus dilakukan secara hati-hati. f)



4.9



Model arus kas DCF dapat dibangun dengan dasar sebelum atau setelah pajak, sebelum atau setelah pembiayaan hutang, dalam bentuk riil (setelah inflasi atau deflasi indeks biaya) atau nominal. Tingkat diskonto karenanya akan didasarkan kepada asumsi arus kas tersebut. Analisis bukti pasar untuk menentukan tingkat diskonto atau arus kas harus didasarkan kepada asumsi yang sama.



Pendekatan Penilaian dan Penjelasannya Sesuai dengan KEPI, adalah wajib bagi Penilai untuk mengidentifikasikan Komponen-komponen dalam analisis DCF termasuk sebagai berikut: a) Periode proyeksi di mana tanggal dimulainya arus kas dan jumlah serta waktu periode ditentukan. b) Komponen arus kas penerimaan dan pengeluaran dikelompokan berdasarkan kategori dan alasan pemilihannya. 1.



Untuk penilaian real properti, dalam hal properti sudah terbangun atau selesai, arus kas penerimaan mencakup pendapatan dari sewa dan biaya servis yang disesuaikan untuk penagihan, insentif, dan kerugian kekosongan, dan dalam hal properti pengembangan dengan pendapatan dari penjualan, disesuaikan untu biaya penjualan.



2.



Untuk penilaian real properti, arus kas pengeluaran mencakup biaya tetap dan variabel, cadangan penggantian/dana pembaharuan (sinking fund), dan belanja modal, apabila sesuai; untuk properti pengembangan, biaya konstruksi langsung (hard cost) dan biaya profesional (soft cost) harus diidentifikasikan.



3.



Untuk penilaian bisnis, arus kas biasanya menyertakan semua pendapatan dan pengeluaran, baik untuk operasional maupun untuk investasi. Arus kas terdiskonto menggambarkan uang yang dapat 545



dialihkan dari bisnis oleh investor dengan tetap meninggalkan dana kas yang cukup untuk pendanaan operasional dan pertumbuhannya. c) Pembiayaan dengan pinjaman /hutang (pembayaran bunga dan pokok) untuk setiap periode dan tingkat bunga efektif per tahun di mana bunga secara berkala dihitung, apabila sesuai; d) Arus kas bersih untuk setiap periode (jumlah penerimaan dikurangi jumlah pengeluaran). e) Tingkat diskonto yang diterapkan pada arus kas bersih dengan menyatakan alasan yang mendukung pemilihannya. f)



Tingkat kapitalisasi (terminal capitalization rate) yang diterapkan untuk menghitung nilai akhir/terminal value/exit value dan alasan pemilihannya.



g) Periode proyeksi eksplisit termasuk tanggal permulaan arus kas dan jumlah, frekuensi serta jangka waktu yang digunakan; h) Komponen-komponen dari arus kas masuk dan keluar dikelompokkan berdasarkan kategori dan alasan di balik pilihan tersebut; i)



Penjabaran dari, atau alasan dalam penetapan tingkat diskonto;



j)



Penjabaran dari, atau alasan dalam penetapan tingkat diskonto;



k) Daftar seluruh asumsi yang mendasari analisis. l)



Penilai seharusnya melaksanakan riset yang memadai untuk meyakinkan bahwa proyeksi arus kas dan asumsi yang mendasari model DCF adalah sesuai dan wajar untuk pasar dari properti yang dinilai.



m) Sebagai contoh, analisis setiap sewa untuk mendukung proyeksi arus kas dari properti dengan banyak penyewa-harus mengkaji sewa berdasarkan kontrak yang berjalan dan sewa pasar, tanggal berakhirnya sewa dan evaluasi sewa, klausul pengenaan biaya apakah diteruskan pembebasannya atau ditagih kembali (passthroughs/recoverable), insentif sewa, biaya penyewaan, cadangan kekosongan, belanja modal dan ketentuan khusus lainnya yang diterapkan. n) Asumsi pertumbuhan dan penurunan pendapatan harus didasarkan pada analisis ekonomi dan ekonomi pasar. Perubahan dalam biaya operasional seharusnya merefleksikan seluruh kecenderungan pengeluaaran dan kecenderungan khusus untuk pengeluaran yang signifikan. o) Hasil dari analisis DCF harus dievaluasi dan diperiksa untuk kemungkinan kesalahan dan kewajarannya. p) Laporan penilaian dapat memberikan komentar atas kemungkinan dampak perubahan dari asumsi-asumsi kunci yang dibuat terhadap perhitungan hasil penilaian. Banyaknya dapat berupa analisis sensitivitas.



546



q) Ketika metoda DCF digunakan bersamaan dengan satu atau dua metoda penilaian lain, disarankan bahwa laporan berisi baik rekonsiliasi antara hasil yang diperoleh dengan mengaplikasikan metoda dengan hasil yang diperoleh dengan mengaplikasikan metode lainnya, atau diberikan alasan yang jelas untuk memilih satu metode atau metode yang lain yang dianggap sebagai indikator nilai yang lebih baik. r)



4.10



Penilai bertanggung jawab untuk meyakinkan bahwa input dalam proyeksi DCF telah sesuai dengan bukti pasar dan prediksi psar yang ada. Selanjutnya, Penilai yang mengawasi penyusunan model DCF atau pemilihan model yang sesuai bertanggung jawab atas integritas model dalam hal kebenaran teoritis dan matematis, besaran arus kas dan kewajaran dari seluruh input. Penilai harus memiliki pengalaman yang sesuai dan pemahaman pasar dalam mengembangkan arus kas dan menyediakan input lainnya dalam model DCF.



Dalam melaporkan hasil analisis DCF, Penilai harus mengikuti persyaratan KEPI dan SPI 105 Pelaporan Penilaian. Pengungkapan harus dibuat dengan kondisi yang disyaratkan dalam SPI 103, butir 5.3a).10, 7.0 dan 8.2c). a) Ruang Lingkup SPI 103 dan Pelaporan SPI 105 mengatur agar semua asumsi yang dibuat dalam rangka tugas penilaian untuyk dicatatkan dan didokumentasikan. Selkain itu PPI 09 ini mengatur agar pendekatan penilaian diidentifikasikan, dan inout kunvi yang digunakan serta alasan utama untuk memperoleh kesimpulan nilai dimasukkan ke dalam laporan. b) Tingkat keluasan dan kedalaman informasi yang diperlukan bagi pengguna untuk memahami laporan penilaian akan bervariasi tergantung pada sifat aset, tujuan penilaian dan pengguna laporan. Untuk mematuhi persyaratan pelaporan sesuia SPI dianjurkan bahwa jika digunakan metode DCF untuk menentukan penilaian hal0hal berikut harus dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam laporan: c) Pada analisis DCF melekat asumsi eksplisit yang digunakan sebagai input dalam analisis. Untuk membuat pengguna jasa penilaian dapat membuat replika model, Penilai harus mengungkapkan asumsi dan alasan penggunaannya dalam pengembangan model DCF. Dalam penilaian real properti, hal tersebut termasuk namun tidak terbatas pada: 1.



Tanggal mulai, jangka waktu/periode dan frekuensi yang digunakan dalam model.



2.



Proyeksi sewa dan pendapatan lain dan tingkat dimana pendapatan diproyeksikan berubah.



3.



Proyeksi pengeluaran operasional dan tingkat dimana pengeluaran diproyeksikan berubah. 547



4.



Perlakuan pada saat akhir masa sewa/biaya pengakhiran, cadangan kekosongan dan tagihan yang tak tertagih.



5.



Tingkat diskonto dan tingkat kapitalisasi akhir.



d) Penilai harus :



5.0



1.



Mengindikasikan tingkat bunga efektif per tahun apabila bunga periodik dipergitungkan, dimana pembiayaan hutang (pembayaran bunga dan pokok) adalah komponen arus kas periodik yang diproyeksikan;



2.



Menentukan tingkat pajak yang digunakan, apabila sesuai;



3.



Menjelaskan alasan untuk adanya insentif sewa; apabila sesuai;



4.



Menjelaskan perlakuan terhadap belanja modal yang terjadi dalam akuisisi atau pengembangan properti atau aktiva bisnis.



5.



Menjelaskan dasar penentuan tingkat kapitalisasi (terminal capitalizatition rate) dan tingkat diskonto yang diterapkan.



6.



Mengidentifikasikan pembuat dari model DCF atau perangkat lunak yang digunakan (nama produk dan versi); menjelaskan metode dan asumsi yang digunakan dalam model; menetapkan tanggal dimana model dikembangkan dan digunakan.



Kutipan dan Tanggal Berlaku 5.1



Standar ini dapat dikutip sebagai PPI 09 – Analisis Discounted Cash Flow.



5.2



PPI ini merupakan SPI 351 yang statusnya berubah menjadi Pedoman Penilaian Indonesia 09 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif tanggal 1 Januari 2016.



548



Pedoman Penilaian Indonesia 10 (PPI 10) Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use Analysis)



1.0



Pendahuluan 1.1



Pemahaman atas perilaku pasar yang dikembangkan dari analisis pasar sangat penting dalam konsep Highest and Best Use (HBU). Kekuatan pasar akan membentuk nilai pasar sehingga interaksi dari kekuatan pasar yang menghasilkan HBU menjadi sangat penting.



1.2.



Analisis pasar merupakan proses untuk memperkecil cakupan dari data pasar makro meniadi data pasar mikro terkait dengan properti yang dinilai. Analisis HBU bergantung kepada hasil analisis pasar ini untuk dapat mengidentifikasi penggunaan yang paling menguntungkan dan kompetitif dari suatu properti.



1.3.



Setelah dilakukannya Analisis Pendahuluan, Pengumpulan dan Pemilihan Data sesuai dengan Bagan Proses Penilaian Properti di KPUP Butir 22.1, Penilai melakukan analisis HBU, yang terdiri atas HBU tanah dalam keadaan kosong dan HBU untuk properti setelah dikembangkan.



1.4.



Dalam analisis HBU tanah dalam keadaan kosong, Penilai harus mempertimbangkan:   



1.5.



Dalam analisis HBU untuk properti yang telah dikembangkan, Penilai harus mempertimbangkan:  



2.0



Apakah tanah seharusnya dikembangkan atau tetap kosong? Apabila tetap kosong, kapan pengembangan masa depan akan menguntung kan? Apabila dikembangkan, pengembangan seperti apa yang harus dibuat?



Apakah pengembangan yang ada dipertahankan, dimodifikasi, atau dibongkar untuk penggunaan yang lain? Apabila dilakukan modifikasi atau dibongkar, kapan moditikasi atau pengembangan kembali dilaksanakan?



Ruang Lingkup 2.1.



PPI ini membahas analisis HBU yang dipersyaratkan untuk mengemukakan opini Nilai Pasar Real Properti. Didalam penilaian properti sederhana analisis HBU ini tetap dipertimbangkan tetapi tidak harus diuraikan secara rinci, sehingga dikecualikan dari PPI 10.



2.2.



PPI 10 ini terkait dengan: KPUP butir 10.0- Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use / HBU) 549



SPI 101 - Nilai Pasar Sebagai Dasar Nilai SPI 201 - Penilaian Untuk Pelaporan Keuangan SPI 202 - Penilaian Untuk Tujuan Penjaminan Hutang SPI 203 - Penilaian Aset Sektor Publik untuk Pelaporan Keuanaan SPI 300 - Penilaian Real Properti SPI 301 - Penilaian Properti Agrikultur



3.0



Definisi HBU sesuai dengan KPUP didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut.



4.0



Pedoman Penilaian 4.1.



Secara umum, apabila nilai dari properti yang telah dikembangkan lebih besar dari nilai tanah dalam keadaan kosong, HBU dari properti adalah penggunaan yang saat ini berjalan.



4.2.



Apabila penggunaan saat ini bersifat sementara, penilaian dapat dilakukan terhadap tanah yang didasarkan HBU yang baru, dan ditambahkan dengan nilai dari pengembangan yang ada di atasnya saat ini, sehingga pengembangan sesuai dengan HBU dapat dipenuhi. Dalam prakteknya, pemilik tanah yang bermaksud mengembangkan tanah menjadi HBU yang baru dapat membongkar bangunan yang ada saat ini, walaupun nilai properti dalam keadaan terbangun lebih tinggi dari nilai tanah saja. Biaya pembongkaran dan nilai dari bangunan atau pengembangan di atas tanah yang ada saat ini akan dipertimbangkan dalam analisis kelayakan pengembangan yang baru. Sejalan dengan hal ini, apabila properti eksisting akan memiliki nilai lebih setelah dimodifikasi, maka biaya modifikasi dan kenaikan nilai yang dihasilkan akan diperhitungkan dalam penentuan HBU.



4.3.



Uji HBU. Setelah dilakukannya analisis pasar, Penilai akan melaksanakan langkah-langkah Uji HBU yang memenuhi 4 kriteria, yaitu: a) Secara hukum diizinkan; b) Secara fisik dimungkinkan; c) Secara finansial menguntungkan; d) Menghasilkan nilai tertinggi (produktivitas maksimum) dari properti.



4.4.



HBU adalah proses analisis data mengenai properti dan menarik kesimpulan berdasarkan pemilihan diantara alternatif pengembangan yang dimungkinkan. Penilai juga harus mempertimbangkan 4 faktor yang menghasilkan nilai yang optimum, yaitu:



550



a) Kegunaan (Utility). Penilai akan menentukan bagian mana dari pasar properti (segmen pasar) yang akan dipenuhi penggunaannya oleh properti yang dinilai; b) Keinginan (Desire). Penilai akan menentukan apakah terdapat permintaan terhadap properti yang dinilai, waktu penjualan yang dibutuhkan, jumlah permintaan yang ada; c) Kelangkaan (Scarcity). Penilai melakukan kajian mengenai tingkat kompetisi yang ada berdasarkan berapa banyak properti sejenis yang ditawarkan di pasar, interaksi permintaan dan penawaran; d) Daya Beli Efektif (Effective Purchasing Power). Penilai melakukan kajian mengenai kemampuan pasar untuk membeli dengan mengetahui tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, dan tingkat bunga pinjaman KPR. Keempat faktor ini membantu Penilai dalam menentukan penggunaan yang paling memaksimalkan nilai dari properti atau HBU-nya. HBU memberikan basis bagi Penilai dalam memilih properti pembanding baik bagi tanah maupun properti yang telah dikembangkan.



551



Bagan Proses Analisis Pasar dan Uji HBU Definisi Masalah Penggunaan yang secara wajar dimungkinkan dan dari segi hukum diizinkan dari sebidang tanah kosong atau properti yang telah dikembangkan, secara fisik dimungkinkan, didukung secara memadai, layak secara financial, dan menghasilkan nilai tertinggi



Kajian Ekonomi dan Penentuan Penggunaan Alternatif Kajian landasan ekonomi, tapak dan lokasi



Analisis Pasar/Pemasaran Untuk menentukan penggunaan yang paling mungkin



Uji HBU



o Produktivitas property  Atribut fisik  Atribut hukum/peraturan  Atribut lokasi o Permintaan dan penawaran o Analisis obyek



o Secara hukum diizinkan o Secara fisik dimungkinkan o Didukung secara memadai dan layak dari aspek finansial o Memberikan Nilai Tertinggi ( Produktivitas maksimal)



Analisis Keuangan



Kesimpulan Dinyatakan dari aspek: o Penggunaan o Waktu o Pelaku pasar; - Pengguna ruangan - Pembeli paling memungkinkan



552



Sumber: Stephen F. Fanning, Market Analysis for Real Estate: Concepts and Applications in Valuation and Highest and Best Use (Chicago: Appraisal Institute, 2005)



4.5.



Proses analisis pasar dalam Bagan Proses Analisis Pasar dan Uji HBU menyatakan data yang dibutuhkan dalam Uji HBU. Analisis awal atas pasar dan peraturan penggunaan tanah (misalnya peruntukan properti) biasanya membatasi jumlah penggunaan properti menjadi beberapa alternatif gunaan yang mungkin dilaksanakan. Penilai harus mempertimbangkan kewajaran penggunaan dalam proses analisis HBU.



4.6.



Dalam situasi dimana terdapat permintaan yang signifikan untuk sebuah penggunaan dalam suatu area pasar (market area) dan tapak yang dinilai sesuai untuk penggunaan tersebut, Penilai harus mempertimbangkan persaingan yang ada saat ini maupun "yang bersifat potensial dalam kesimpulan HBU.



4.7.



Penilai harus mempertimbangkan persaingan di antara berbagai penggunaan yang memungkinkan di atas suatu tapak. Walaupun tapak yang dinilai secara fisik dan lokasi sesuai untuk suatu penggunaan, tapi tapak lainnya dapat memenuhi permintaan pasar tersebut sebelum tapak yang dinilai dapat merealisasikan potensi pengembangannya.



4.8.



Penerapan Analisis HBU. HBU tanah dalam keadaan kosong dan HBU properti yang telah dikembangkan merupakan 2 konsep yang berbeda. Analisis HBU tanah dalam keadaan kosong berfokus pada alternatif penggunaan, dimana Penilai melakukan pengujian atas setiap kemungkinan penggunaan yang wajar apakah penggunaan secara hukum diizinkan, secara fisik dimungkinkan, tertinggi. Sedangkan dalam analisis HBU properti yang telah dikembangkan, fokus dari analisis bukan merupakan alternatif penggunaan, melainkan 3 kemungkinan, yaitu: kelanjutan dari penggunaan yang ada, modifikasi dari secara finansial layak, dan menghasilkan nilai penggunaan yang ada, dan pembongkaran yang dilanjutkan pengembangan lahan kembali (lihat butir 5.29). Apabila nilai properti yang Sudah dikembangkan lebih rendah daripada nilai tanah dalam keadaan kosong, maka perlu dilakukan analisis HBU Tanah Kosong.



4.9.



Uji Aspek Hukum. Dalam penerapan Uji Aspek Hukum, Penilai menentukan penggunaan apa yang diizinkan oleh peraturan yang ada saat ini, penggunaan apa yang diizinkan apabila perubahan peruntukan diberikan, dan penggunaan apa yang dilarang oleh adanya restriksi di atas tanah, seperti restriksi oleh individu, diakibatkan perjanjian, maupun sewa jangka panjang. Restriksi ini dapat melarang penggunaan tertentu atau menentukan Garis Sempadan Bangunan (GSB), ketinggian dan jenis material. Apabila restriksi berbeda dengan peraturan tata kota, maka Penilai harus merujuk kepada ketentuan yang lebih membatasi, Beberapa hal yang menjadi pertimbangan Penilai antara lain: a) Peruntukan (zoning); b) Restriksi publik atau swasta; 553



c) d) e) f) g) h) i) j)



Peraturan Bangunan; Kontrak/perjanjian (covenant); Hak menggunakan properti milik orang lain (easement): Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB); Distrik/area bersejarah; Peraturan Lingkungan; Kemungkinan perubahan di masa depan; Atribut legal (perizinan) yang memberi keuntungan/kerugian pasar untuk properti.



4.10.



Peraturan perundang-undangan dapat membatasi tanah untuk dapat dikembangkan secara optimal, dengan mengenakan restriksi yang dapet meningkatkan biaya konstruksi.



4.11.



Penilai harus memahami kondisi lingkungan di sekitar properti, termasuk isu sensitif yang dapat timbul di masyarakat terhadap suatu rencana pengembangan.



4.12.



Berkaitan dengan peruntukan, apabila terdapat restriksi dalam ketentuan bangunan atau peraturan lainnya, Penilai harus menyelidiki apakah kemungkinan perubahan tersebut akan terjadi.



4.13.



Penilai juga harus mempertimbangkan secara berhati-hati apabila terdapat penggunaan yang bersifat sementara (interim use). Penggunaan sementara mungkin memiliki kontribusi terhadap nilai tanah. Sebagai contoh, sebuah rumah yang terletak di daerah yang mengalami transisi menjadi komersial mungkin tidak akan dibongkar. Dalam kasus ini, nilai dari properti yang telah dikembangkan mungkin lebih rendah dari nilai tanah dalam keadaan kosong setelah biaya pembongkaran diperhitungkan. Dalam hal ini Penilai harus menerapkan prinsip penggunaan yang konsisten.



4.14.



Penggunaan Yang Tidak Sesuai Tapi Diizinkan (Legal Non-conforming Use), adalah penggunaan yang secara hukum diijinkan tapi tidak lagi sesuai dengan peraturan peruntukan yang ada saat ini. Dalam hal ini Penilai harus mempertimbangkan apakah perubahan peruntukan mengakibatkan properti underimproved atau overimproved; apakah ekspansi atau perubahan besar dilarang; apakah penggunaan tersebut dimungkinkan dibangun kembali setelah properti hilang, misalnya karena kebakaran; apakah penggunaan tersebut dimungkinkan apabila bangunan tidak ditempati dalam periode waktu tertentu.



4.15.



Lingkungan dalam Transisi (Neighborhood in Transition). Dalam situasi ini cukup sulit bagi Penilai untuk menentukan HBU diantara berbagai alternatif pengembangan. Penggunaan sementara (interim use) banyak dijumpai karena peruntukan (zoning) berubah dan pelanggaran peruntukan banyak terjadi. Penilai harus mengkaji faktor penyebab transisi tersebut yang berasal dari lingkungan atau komunitas; bagian wilayah yang paling cepat mengalami perubahan; identifikasi berbagai pasar yang akan berkompetisi untuk penggunaan properti. Apabila Penilai diminta untuk melakukan penilaian properti dalam lingkungan seperti ini, dimana Pemberi Tugas memiliki kriteria investasi tertentu, Dasar Nilai yang sesuai digunakan adalah Nilai Investasi.



554



4.16.



Uji Aspek Fisik. Beberapa faktor seperti ukuran, bentuk, kontur, dan aksesibilitas tanah, serta resiko bencana alam seperti banjir dan gempa akan memengaruhi penggunaan tanah. Kegunaan tanah juga akan dipengaruhi oleh lebar hadap jalan (frontage) dan dimensi tanah. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan Penilai antara lain: a) b) c) d) e) f) g) h) i) j)



Ukuran; Bentuk dan Kegunaan; Lebar hadap jalan (Frontage) dan dimensi; Kemudahan akses; Ketersediaan dan kapasitas utilitas; Lokasi dalam market area; Topografi; Water frontage; Kondisi Tanah dan lapisan bawah tanah; Banjir dan kemungkinan tanah longsor.



Bentuk tanah yang tidak beraturan akan membutuhkan biaya besar dalam pengembangannya dan setelah pengembangan mungkin memiliki kegunaan yang kurang dibandingkan dengan tapak yang beraturan dengan ukuran yang sama. Kemudahan akses akan meningkatkan kegunaan tapak. Untuk jenis properti tertentu, ketertampakan (visibility) merupakan faktor yang penting, sedangkan untuk jenis properti lainnya adanya privasi merupakan suatu keuntungan. Kapasitas dan ketersediaan fasilitas publik juga merupakan pertimbangan penting. 4.17.



Uji Finansial. Dilakukan terhadap alternatif penggunaan yang secara hukum diijinkan dan secara fisik dimungkinkan. Apabila penggunaan potensial memiliki nilai yang selaras dengan biaya dan memenuhi kedua uji di atas maka penggunaan tersebut secara finansial layak. Beberapa penggunaan ekonomis dari tanah seperti properti perumahan yang tidak dapat dikategorikan sebagai properti penghasil pendapatan seperti properti komersial, maka kelayakan finansial diukur berdasarkan pertimbangan harga dan tren harga. Untuk properti penghasil pendapatan, analisis pendapatan dalam kelayakan finansial harus didukung oleh Studi Pasar/Marketabilitas. Kedalaman analisis akan berbeda sesuai dengan kebutuhan penugasan, tetapi permintaan ekonomis terhadap properti merupakan persyaratan Uji Finansial dari alternatif pengembangan. Asumsi yang digunakan dalam uji finansial harus berdasarkan hasil analisis lokasi, permintaan dan penawaran, serta analisis risiko. Disamping itu juga harus dipertimbangkan saat yang tepat dilakukan pengembangan dan tahapan pengembangannya. Dalam Uji Finansial, Penilai melakukan kajian atas hal-hal di bawah ini: a) b) c)



Partisipan pasar yang melakukan pembelian di lingkungan properti atau area pasar; Lama waktu pemasaran atau penjualan yang dibutuhkan; Fasilitas pembiayaan yang tersedia; 555



d) e)



Apakah terdapat efektivitas kekuatan daya beli yang memadai di lingkungan properti atau area pasar; Adakah pengembang lain yang melakukan pengembangan di daerah tersebut dan mendapat keuntungan yang wajar.



4.18.



Untuk properti penghasil pendapatan, Uji Finansial akan berfokus pada analisis tingkat balikan modal investasi dibandingkan dengan tingkat balikan pasar yang disyaratkan untuk mengetahui penggunaan yang layak secara finansial.



4.19.



Untuk properti yang tidak menghasilkan pendapatan, Uji Finansial dilakukan dengan membandingkan keuntungan nilai yang dihasilkan dari penggunaan terhadap biaya yang dikeluarkan. Apabila manfaat nilai melebihi biaya, penggunaan tersebut layak secara finansial dan sebaliknya.



4.20.



Uji Produktifitas. Dilakukan atas alternatif peruntukan yang secara fisik memungkinkan, secara legal diizinkan, dan layak secara finansial. HBU adalah penggunaan yang menghasilkan nilai residu tanah yang tertinggi dan konsisten dengan akseptasi pasar mengenai resiko dan tingkat pengembalian yang dijamin oleh pasar untuk penggunaan yang dikaitkan dengan resiko tertentu.



4.21.



Pengembangan Ideal. Untuk tanah dalam keadaan kosong, Pengembangan ideal harus dijelaskan. Untuk properti yang telah dikembangkan, HBU seharusnya mendekati Pengembangan Ideal atau Penilai mengambil kesimpulan alternatif, yaitu: a) Apabila pengembangan eksisting mendekati Pengembangan Ideal, maka properti dibiarkan apa adanya ('as is’); b) Apabila pengembangan eksisting tidak sesuai dengan Pengembangan Idealnya, Penilai akan menentukan apakah dilakukan renovasi atau remodel, konversi menjadi penggunaan lainnya, dibongkar untuk pengembangan kembali, penambahan pengembangan.



4.22.



Kesimpulan HBU harus dinyatakan secara jelas dalam hal Penggunaan,Waktu, dan Pelaku Pasar.



4.23.



Dalam setiap analisis HBU harus didukung dengan kertas kerja dan pendukung yang mengindikasikan bahwa Penilai memahami kondisi pasar, data kesesuaian waktu dari penggunaan tersebut dan pengguna/pembeli yang Waktu, dan Pelaku Pasar paling mungkin.



4.24.



Intensitas penggunaan menjadi pertimbangan penting dalam analisis HBU. Penggunaan tanah saat ini mungkin tidak optimal karena bisa dibuat lebih tinggi atau lebih intensif.



4.25.



Ketepatan waktu (Timing) dari penggunaan yang dituju juga penting dipertimbangkan karena dalam beberapa kasus HBU dari properti dapat berubah di masa depan.



4.26.



HBU Properti yang telah dikembangkan berkaitan dengan penggunaan yang diterapkan pada properti yang telah dikembangkan yang didasarkan kepada pengembangan eksisting dan pengembangan ideal yang dinyatakan pada kesimpulan HBU tanah dalam keadaan kosong. 556



4.27.



Analisis HBU properti setelah dikembangkan juga diterapkan apabila usulan pengembangan termasuk bagian yang dinilai, dengan 2 kondisi yaitu: a) Bergantung kepada kondisi hipotetis bahwa pengembangan telah dibangun pada tanggal penilaian; b) Bergantung kepada asumsi khusus bahwa pengembangan akan dibangun pada waktu yang akan datang.



4.28.



Dalam kasus di atas, Penilai harus menganalisis HBU properti setelah dikembangkan sesuai dengan rencana, dan Penilai harus mengungkapkan secara hati-hati perbedaan ini sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman bahwa properti sudah terbangun pada tanggal penilaian dan efek dari perbedaan waktu (time frame) antara tanggal efektif penilaian dan tanggal dimana pengembangan diharapkan sudah terwujud.



4.29.



HBU properti setelah dikembangkan dapat merupakan kelanjutan dari penggunaan yang ada; renovasi atau rehabilitasi, ekspansi, adaptasi atau konversi menjadi penggunaan lainnya; pembongkaran parsial atau keseluruhan atau kombinasi dari berbagai alternatif tersebut, yang dilakukan dengan: a) Uji Kelanjutan dari Penggunaan yang Ada dari Properti setelah Dikembangkan; b) Uji Modifikasi dari Penggunaan yang Ada dari Properti setelah Dikembangkan; c) Uji Pembongkaran dari Properti Yang Ada dan Pengembangan Kembali (Redevelopment).



4.30.



Uji Kelanjutan dari Penggunaan yang Ada dari Properti setelah Dikembangkan. Penggunaan dari properti setelah dikembangkan secara implisit umumnya sudah memenuhi kriteria Uji Fisik dan Hukum. Apabila penggunaan yang ada akan tetap layak secara finansial dan lebih menguntungkan dibandingkan melakukan modifikasi atau pengembangan kembali, maka penggunaan yang ada merupakan HBU properti setelah dikembangkan.



4.31.



Pemeliharaan yang tertunda seharusnya dijelaskan pada analisis kelayakan keuangan dari penggunaan yang ada, dimana perbaikan mungkin dibutuhkan sehingga pengembangan yang ada dapat mencapai posisi kompetitif terbaik di pasar. Seluruh biaya untuk memperbaiki keusangan fisik dan kemunduran fungsional, desain kembali bangunan dan konversi dari pengembangan yang ada menjadi penggunaan alternatif (termasuk provisi keuntungan) harus dianalisis sejalan dengan pertambahan nilai di pasar.



4.32.



Uji Modifikasi dari Penggunaan yang Ada dari Properti setelah Dikembangkan. Modifikasi dari pengembangan yang ada harus memenuhi kriteria Uji HBU. Studi produktifitas properti dalam analisis pasar akan memperlihatkan perubahan yang memenuhi kriteria Uiji Fisik dan Hukum. Penentuan modifikasi yang layak secara finansial serta paling menguntungkan ditentukan dengan memberi bobot biaya modifikasi dan keuntungan properti, misalnya kenaikan tingkat sewa yang layak sebagai akibat adanya modifikasi.



557



4.33.



Untuk properti yang tidak sesuai (non conforming) atau properti dengan pengembangan yang berbeda jauh dengan pengembangan ideal, Penilai harus menentukan apakah segala peraturan dan ketentuan terkait memungkinkan adanya modifikasi. Apabila memungkinkan, Penilai juga menganalisis probabilitas dilakukannya perubahan peruntukan sebagaimana dilaksanakan pada analisis HBU tanah dalam keadaan kosong dan memberikan hasil analisis sebagai bukti yang mendukung probabilitas tersebut, bahwa perubahan dapat dilakukan untuk mengubah pengembangan menjadi sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bukti ini dapat berupa tren di area pasar, perubahan historis mengenai peraturan bangunan, atau rencana tata ruang wilayah (masterplan).



4.34.



Uji Pembongkaran dari Properti Yang Ada dan Pengembangan Kembali (Redevelopment). Pembongkaran dapat dianggap sebagai bentuk yang paling ekstrim dari modifikasi properti setelah dikembangkan. Apabila penggunaan alternatif dari tapak secara hukum diizinkan, secara fisik dimungkinkan, secara finansial layak dan lebih menguntungkan (dikurangi biaya pembongkaran dan pengembangan lahan) lebih besar dari penggunaan berkelanjutan dari pengembangan yang ada, maka pengembangan alternatif menja di HBU dari properti setelah dikembangkan.



5.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 5.1.



Standar ini dapat dikutip sebagai PPI 10- Analisis Penggunaan Tertinggi dan Terbaik



5.2.



PPI ini merupakan SPI 360 yang statusnya berubah menjadi Pedoman Penilaian Indonesia 10 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



558



Pedoman Penilaian Indonesia 11 (PPI 11) Opini Kewajaran



1.0



2.0



Pendahuluan 1.1



Pedoman Penilaian Indonesia (PPI) ini diterapkan agar Penilai memberikan jasa Opini kewajaran dengan lebih konsisten sehingga bermanfaat bagi pengguna jasa.



1.2



Penilai sering ditugaskan oleh direksi atau pihak yang mengemban kepercayaan lainnya dari suatu entitas untuk memberikan opini kewajaran demi kepentingan seluruh atau sebagian pemegang saham atau konstituen lain yang menjadi tanggung jawab dari pihak yang mengemban kepercayaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



1.3



Opini kewajaran biasanya memerlukan penilaian, Penilai dapat menggunakan Nilai Pasar sebagai Dasar Nilai dengan menerapkan SPI 101. Sedangkan untuk penerapan Dasar Nilai selain Nilai Pasar yaitu Nilai Investasi, Nilai khusus dan Nilai Wajar Khusus harus diberikan penjelasan yang memadai sesuai dengan SPI 102.



1.4



Opini kewajaran pada umumnya dilakukan oleh Penilai bisnis, namun untuk Opini kewajaran yang kajiannya hanya terkait dengan analisis transaksi selain dari properti bisnis (lihat jenis properti di KPUP), seperti kerja sama bangun guna serah (BOT), bangun serah guna (BTO), kerja sama operasi (KSO) dilakukan oleh Penilai Properti.



Ruang Lingkup 2.1



Standar ini dimaksudkan untuk membantu dalam rangka penyusunan maupun penggunaan Opini Kewajaran.



2.2



Standar ini berlaku pada setiap Opini Kewajaran untuk rencana transaksi atau transaksi yang sudah terjadi meliputi antara lain akuisisi, divestasi, penggabungan usaha, kerja sama usaha / operasi, pinjam meminjam dana dan/ atau penjaminan yang merupakan transaksi afiliasi dan benturan kepentingan serta transaksi material sebagaimana diatur di dalam peraturan perundangundangan.



2.3



Standar ini juga terkait dengan beberapa standar lainnya, antara lain: SPI 103 – Lingkup Penugasan SPI 300 – Penilaian Real Properti SPI 330 – Penilaian Bisnis



559



3.0



2.4



Opini kewajaran terkait dengan SPI 300 akan disampaikan pada Annex. PPI 11.



2.5



Setiap hal-hal yang diidentifikasi dalam SPI 103, hal- hal berikut harus diberikan pertimbangan khusus dalam mengembangkan lingkup penugasan untuk penyediaan sebuah Opini Kewajaran: a.



Pendekatan yang tepat, metode, dan teknik yang digunakan dalam menganalisis transaksi yang diusulkan dan mengembangkan Opini Kewajaran,



b.



Kewajaran dan kesesuaian asumsi yang digunakan dalam analisis, jika berubah, mungkin memiliki dampak material pada opini.



c.



Apakah Penilai akan memberikan Pemberi tugas rancangan Opini Kewajaran untuk kajian faktual sebelum finalisasi dan kondisi yang tepat untuk menghindari pengaruh persepsi yang tidak sesuai pada kesimpulan (butir 5.5, huruf G).



d.



Kedalaman investigasi dan verifikasi yang sesuai dan



e.



Sejauh mana diperlukan bantuan para ahli.



Definisi Opini Kewajaran (Fairness Opinion) adalah suatu pernyataan yang diberikan oleh Penilai yang menyatakan bahwa suatu transaksi adalah wajar atau tidak wajar yang diperlukan dalam suatu aksi korporasi, yang terkait antara lain dengan: a) b) c) d)



Transaksi material Transaksi afiliasi Perubahan, penambahan, dan pelepasan bisnis utama Persyaratan perjanjian dari pinjaman atau instrument keuangan lainnya (indentures), e) Aset atau saham yang dipakai sebagai agunan.



4.0



Pedoman Penilaian 4.1



Apa yang dimaksud dengan Opini Kewajaran Opini Kewajaran merupakan laporan yang disampaikan Penilai kepada Pemberi tugas yang berisi pendapat atas kewajaran suatu rencana transaksi atau transaksi yang sudah terjadi dari sudut pandang keuangan, mengenai imbalan dan persyaratan yang akan diterima atau dibayar. Penyusunan opini kewajaran meliputi pengkajian atas syarat dan kondisi khusus dari transaksi termasuk perbandingan antara nilai kepentingan yang diberikan dengan nilai kepentingan yang diterima.



4.2



Suatu Opini Kewajaran bukanlah: a) Pendapat atau bentuk jaminan bahwa harga tertinggi dan terbaik akan diperoleh atau diterima untuk transaksi tertentu. 560



b) Pengkajian atau evaluasi dari proses penjualan atau negosiasi mengarah ke transaksi yang tertunda atau imbalan yang harus dibayar / diterima di dalamnya. c) Penegasan dari manfaat strategis rencana transaksi. d) Rekomendasi kepada pemegang saham untuk mengambil keputusan; e) Analisis, atau pendapat atas, aspek lain dari suatu transaksi tertentu seperti lockup, biaya pemutusan, perjanjian pesangon, dan sebagainya; f) Konfirmasi, atau segala bentuk pendapat atau asurans(audit, review, atau kompilasi) pada laporan keuangan historis atau prospektif atau informasi lainnya yang disediakan oleh atau atas nama klien atau yang diperoleh dari publik. Namun, satu atau lebih dari faktor- faktor ini, jika relevan, dapat dipertimbangkan dalam mencapai suatu pendapat tentang kewajaran tersebut, dari sudut pandang keuangan, dari pertimbangan yang dianalisis oleh penyedia jasa Opini Kewajaran atas suatu rencana transaksi. 4.3



Kapan sebuah Kewajaran Diperlukan Contoh transaksi dimana pihak yang mengemban kepercayaan (fiduciary) akan meminta Opini Kewajaran kepada Penilai, namun tidak terbatas pada hal- hal sebagai berikut; a) Penawaran pengambilalihan; b) Akuisisi yang diwajibkan dan pembelian seluruh saham dari pemegang saham minoritas; c) Rencana atau skema struktur perjanjian; d) Restrukturisasi modal, termasuk transaksi rekapitalisasi dan debt to- equity swap; e) Transaksi going-private; f) Transaksi afiliasi; g) Transaksi dengan pihak yang memiliki pengaruh; h) Buy- backs; dan i) Transaksi penawaran tender, penjualan atau merger yang tidak melibatkan lelang.



4.4



Tujuan Opini Kewajaran Opini Kewajaran dapat membantu pihak yang mengemban kepercayaan untuk menerapkan pertimbangan bisnis dan kehati-hatian berkaitan dengan suatu transaksi yang secara potensial cukup penting atau yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya dari organisasi. Kewajiban pihak yang mengemban



561



kepercayaan akan selalu berubah dan didasarkan pada ketentuan hukum, pengadilan, peraturan, dan regulator. a) Kehati-hatian merupakan syarat utama yang mendasari pertimbangan pihak yang mengemban kepercayaan terhadap suatu rencana transaksi atau pertimbangan terhadap suatu rencana transaksi yang dianggap wajar. Telah ditetapkan di beberapa pengadilan bahwa pihak yang mengemban kepercayaan menerapkan kehati-hatian ketika bertindak dengan seksama dan wajar setelah mempertimbangkan fakta- fakta yang relevan, informasi yang memadai, dan melakukan analisis dari berbagai sisi secara tepat dan memadai dalam mencapai sebuah keputusan yang melibatkan organisasi. b) Beberapa pengadilan telah menyatakan bahwa penerapan pertimbangan bisnis melindungi pihak yang mengemban kepercayaan dari tantangan “pengungkapan-fakta” mengenai cara pihak yang mengemban kepercayaan melaksanakan aktivitasnya berkaitan dengan rencana transaksi yang diusulkan. Akibatnya, kecuali dengan jelas bahwa pihak yang mengemban kepercayaan melanggar ekspektasi yang wajar dari standar perilaku yang ditetapkan, pengadilan atau regulator cenderung untuk tidak mengkaji ulang atau mempertanyakan kegiatan dan keputusan pihak yang mengemban kepercayaan atau untuk mempertimbangkannya jika diperlukan untuk mengkaji kegiatan tersebut. 4.5



Pertimbangan Etis a) Dalam memberikan jasa Opini Kewajaran adalah penting bagi Penilai untuk mempertimbangkan 5 (lima) prinsip dasar etik dalam KEPI. b) Standar ini menjelaskan tentang ancaman tertentu terhadap integritas dan objektivitas dari Penilai yang mungkin timbul dalam suatu penugasan Opini Kewajaran. c) Merupakan hal yang penting bahwa Opini Kewajaran harus objektif, tidak bias dan tidak boleh dipersepsikan sebagai pendukung pandangan salah satu Pemberi tugas. Maka dari itu, Penilai perlu mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menghindari ancaman terhadap independensi mereka. Secara khusus, Penilai seharusnya tidak menerima penugasan jika Pemberi tugas, atau pihak lain dalam transaksi, secara tidak wajar berusaha untuk membatasi investigasi yang akan dilakukan atau untuk mengarahkan atau memengaruhi metode yang diadopsi atau penarikan kesimpulan. d) Sebelum menerima penugasan untuk menyusun Opini Kewajaran, Penilai harus mempertimbangakan hubungan yang ada atau yang diusulkan pada Pemberi Tugas atau perusahaan/ organisasi yang dapat mengganggu, atau membuat independensi yang menurun, dan mengevaluasi tingkat penurunan tersebut. Contohnya termasuk: 562



1. Hubungan dengan Pemberi Tugas, termasuk direksi non-independen, manajemen, pemegang saham pengendali, dan pemegang kepentingan lainnya; atau 2. Suatu hubungan yang membuat, atau dipersepsikan cukup dapat membuat Penilai memiliki kepentingan atas hasil dari rencana transaksi. e) Semakin dekat hubungan antara Pemberi Tugas dan Penilai, termasuk keluarga Penilai, rekan dan staf, Pemberi Tugas atau pihak lain yang berkepentingan, semakin besar pula tanggung jawab penilai untuk menunjukkan ketidakberpihakannya. f) Selain hubungan antara Penilai dan pihak lain yang terlibat dalam transaksi yang diusulkan, terdapat juga interaksi atau peristiwa yang dapat meciptakan ancaman aktual atau yang dipersepsikan dapat memengaruhi kemampuan Penilai untuk mematuhi KEPI. Berikut ini adalah beberapa contoh interaksi yang umum terjadi: 1. Penilai menyadari bahwa: a. Pemberi Tugas telah menolak Penilai lain setelah Penilai tersebut mengungkapkan pendekatan yang akan digunakan untuk mengevaluasi kewajaran rencana transaksi; atau b. Adanya Penilai lain yang menolak untuk menyelesaikan penugasan Opini Kewajaran setelah ditunjuk oleh Pemberi Tugas; 2. Penilai, untuk penugasan yang berjalan atau sebelumnya, memberikan nasihat tentang strategi, atau menghadiri diskusi dimana strategi dan manfaat dari rencana transaksi sedang dikembangkan; 3. Setiap tindakan yang dapat menimbulkan persepsi bahwa Penilai mengambil instruksi dari Pemberi Tugas atau pihak lain yang berkepentingan pada pendekatan, metode penilaian yang akan digunakan atau kesimpulan yang akan ditarik; 4. Penilai menerima data dan analisis dari Pemberi Tugas atau pihak lain yang berkepentingan tanpa pengkajian kritis; 5. Penilai melakukan perjanjian pembayaran biaya dimana biaya atau jumlah biaya tergantung pada hasil transaksi atau Opini Kewajaran yang diberikan; 6. Penilai membahas hubungan bisnis di masa depan dengan Pemberi Tugas atau Pemberi Tugas lainnya sebelum mengeluarkan Opini Kewajaran final; 7. Penilai mengubah Opini Kewajaran mereka berikut pengkajian faktual rancangan Opini Kewajaran oleh Pemberi Tugas untuk alas an lain selain perubahandalam fakta- fakta yang mendasari. 563



8. Penilai mengubah pendapatnya atas saran Pemberi Tugas ataupun pihak lain yang juga memiliki kepentingan tanpa pemeriksaan dan analisis Penilai. g) Ketika Penilai mengidentifikasi potensi ancaman terhadap kemampuan untuk mematuhi KEPI, mereka harus mengevaluasi signifikansi ancaman tersebut. Beberapa ancaman dapat dihilangkan atau dikurangi ke tingkat yang dapat diterima dengan mengambil perlindungan yang memadai. Namun, jika ancaman terhadap kemampuan Penilai untuk mematuhi KEPI tidak dapat dihilangkan, atau dikurangi ke tingkat yang dapat diterima, penugasan harus ditolak atau dihentikan. h) Jenis- jenis perlindungan yang dapat digunakan untuk menghilangkan atau secara signifikan mengurangi ancaman terhadap keutuhan atau objektivitas dibahas dalam KEPI. Langkah- langkah yang dapat secara efektif mengelola potensi konflik ketika mempersiapkan Opini Kewajaran termasuk membatasi penyebaran informasi dalam Kantor Jasa Penilai Publik (termasuk perusahaan afiliasi dari Kantor Jasa Penilai Publik), dan diantara personil KJPP dengan akses ke informasi dan rekan- rekan yang mungkin mewakili atau dirasakan oleh orang yang wajar untuk memiliki konflik kepentingan. i) Sifat hubungan atau keterlibatan yang menciptakan potensi ancaman dan tindakan yang diambil untuk menghindari atau mengurangi hal tersebut harus dirujuk ke dalam lingkup penugasan dan diungkapkan dalam Opini Kewajaran tersebut. 4.6



Tingkat Kedalaman Investigasi a) Tanggung jawab Penilai untuk mengumpulkan dan memverifikasi data, atau sebaliknya sejauh mana data yang disediakan oleh pihak ketiga, termasuk Pemberi Tugas, yang akan digunakan harus dicatat dalam lingkup penugasan. b) Informasi yang diperlukan untuk dibuat oleh atau atas nama Pemberi Tugas dalam mendukung analisis Opini Kewajaran harus ditentukan oleh Penilai dan jika informasi ini tidak diberikan dalam format yang memuaskan, harus dipertimbangkan untuk mengakhiri penugasan atau menilak untuk menerbitkan Opini Kewjaran tersebut. c) Merupakan hal umum bagi Penilai untuk menyatakan tidak bertanggung jawab melakukan verifikasi atas sebagian data atau informasi yang diberikan oleh Pemberi Tugas atau pihak ketiga dalam mengembangkan Opini Kewajaran. Namun, Penilai harus melaksanakan skeptisisme professional yang wajar dalam menggunakan informasi yang diberikan oleh pihak lain dan meminta informasi tambahan ata klarifikasi lebih lanjut jika informasi yang diberkan dianggap tidak memadai atau tidak biasa. Semakin material pengaruh informasi terhadap kesimpulan yang dicapai oleh 564



Penilai, semakin besar tanggung jawab Penilai untuk memeriksa informasi tersebut. Jika ada indikasi yang menunjukkan bahwa informasi tersebut tidak cukup dapat diandalkan, Penilai harus mempertimbangkan untuk mengakhiri penugasan atau menolak untuk menerbitkan Opini Kewajaran tersebut. d) Sejauh mana Penilai mengandalkan informasi yang diberikan oleh Pemberi Tugas ataupun oleh pihak ketiga harus diungkapkan di Opini Kewajaran tetapi jika Penilai menganggap bahwa ada kekurangan yang bersifat material pada informasi yang diberikan, Opini Kewajaran tidak perlu diterbitkan. e) Jika Penilai tidak memiliki keahlian yang diperlukan untuk secara kritis mengkaji informasi yang bersifat material terhadap Opini Kewajaran, Pemberi Tugas atau Penilai harus menunjuk/ menugaskan para ahli yang sesuai dengan independen terhadap pihak pemberi tugas. Ahli tersebut harus melaporkan kepada Penilai dan bukan kepada pihak yang memberikan penugasan. f) Jika diperlukan bagi Penilai untuk mengandalkan pekerjaan tenaga ahli lainnya, Penilai harus menyelidiki reputasi Ahli, kompetensi yang dirasakan dan independensi dari transaksi yang diusulkan dan pihak yang terlibat dalam hal tersebut. Kewajaran asumsi dan metode yang digunakan oleh para Ahli lain adalah tanggung jawab mereka. Namun, Penilai harus memastikan bahwa mereka memiliki pemahaman yang cukup dari pekerjaan atau saran yang diterima dari seorang spesialis sebelum bergantung kepadanya, dan jika tidak puas dengan pekerjaan atau nasihat yang diberikan dianggap tidak cukup memadai, maka harus meminta para Ahli tersebut untuk memberikan informasi tambahan atau pembenaran. 4.7



Ruang Lingkup Penugasan a) Penilai di dalam mempersiapkan Opini Kewajaran harus melakukan: 1. Analisis transaksi antara lain: a. Identifikasi dan hubungan antara pihak- pihak yang bertransaksi; b. Perjanjian dan persyaratan yang disepakati dalam transaksi; c. Ketentuan, persyaratan dan prosedur untuk melaksanakan transaksi sejenis dalam perusahaan, serta pelaksanaannya (jika ada); d. Penilaian atas risiko dan manfaat dari transaksi yang akan dilakukan. 2. Analisis kualitatif antara lain: a. Riwayat perusahaan dan sifat kegiatan usaha; b. Analisis industri dan lingkungan usaha; 565



c. Analisis operasional dan prospek perusahaan; d. Alasan transaksi; dan e. Keuntungan dan kerugian yang bersifat kualitatif atas transaksi yang akan dilakukan 3. Analisis kuantitatif antara lain: a. Penilaian atas potensi pendapatan, asset, kewajiban, dan kondisi keuangan perusahaan, termasuk; b. Penilaian kinerja historis; c. Penilaian arus kas; d. Penilaian atas proyeksi keuangan yang diperoleh dari pihak manajemen pemberi tugas; e. Analisis rasio keuangan; dan f. Analisis laporan keuangan sebelum transaksi dan proforma laporan keuangan setelah transaksi dilakukan. 4. Melakukan analisis inkremental (Incremental analysis) jika diperlukan, untuk mengukur nilai tambah terhadap perusahaan sebagai akibat dari transaksi yang akan dilakukan, termasuk dampaknya terhadap proyeksi keuangan perusahaan; 5. Melakukan analisis sensitivitas (sensitivity analysis) untuk mengukur keuntungan dan kerugian dari transaksi yang akan dilakukan (jika diperlukan). 6. Analisis atas kewajaran nilai transaksi sebagai berikut: a. Perbandingan antara rencana Nilai Transaksi dengan hasil penilaian atas transaksi yang akan dilakukan; dan b. Analisis untuk memastikan bahwa rencana transaksi memberikan nilai tambah dari transaksi yang akan dilakukan.



5.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 5.1



Standar ini dapat dikutip sebagai PPI 11 – Opini Kewajaran



5.2



PPI ini merupakan SPI 361 yang statusnya berubah menjadi Pedoman Penilaian Indonesia 11 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



566



Pedoman Penilaian Indonesia 12 (PPI 12) Inspeksi dan Hal yang Dipertimbangkan



1.0



2.0



Pendahuluan 1.1



Inspeksi sebagaimana diatur dalam SPI 104 merupakan bagian dari proses investigasi. Inspeksi harus dilakukan sepanjang diperlukan untuk menghasilkan penilaian yang profesional sesuai dengan tujuan penilaian. Penilai harus mengambil langkah-langkah yang wajar untuk memverifikasi informasi yang handal dalam penyusunan penilaian, serta mengklarifikasi informasi dan asumsi yang akan digunakan dengan pemberi tugas.



1.2



Prinsip dan ketentuan yang dipersyaratkan dalam SPI 103 dan SPI harus menjadi pertimbangan utama dalam pelaksanaan praktek penilaian.



1.3



Sepanjang tidak diatur oleh peraturan perundang-undangan, penilaian yang dicakup dalam PPI ini adalah berlaku secara umum.



1.4



Penilai juga harus memperhatikan semua hal yang mempengaruhi penilaian dan/atau laporan yang dihasilkan.



1.5



Penilai perlu mempertimbangkan antara prinsip keseragaman (uniformity) dan konsistensi dengan keunikan masing-masing properti.



Ruang Lingkup 2.1



3.0



Panduan ini berlaku bagi semua penilaian properti/aset terdiri dari real properti dan personal properti yang tercakup dalam SPI, kecuali pada kondisi tertentu yang berdasarkan SPI dapat diterima seperti Penilaian Terbatas (SPI 103-5.4), SPI 320 dan SPI 330.



Definisi 3.1



Inspeksi yang diatur dalam PPI ini adalah kunjungan yang dilakukan terhadap suatu aset (objek penilaian) untuk memeriksa fisik dan memperoleh informasi yang relevan dalam rangka pemberian opini nilai yang kredibel (credible). Untuk beberapa kasus, pemeriksaan fisik atas aset yang bersifat khusus termasuk pada personal properti, dapat berbeda dengan pemeriksaan yang dilakukan untuk real properti.



3.2



Implementasi, lihat pada SPI 104.



3.3



Investigasi, lihat pada SPI 103.



567



4.0



Pedoman Penilaian 4.1



Inspeksi harus dilakukan untuk menghasilkan Penilaian yang profesional dengan memperhatikan tujuan penilaian. Sebelum melakukan inspeksi, Penilai harus mengajukan permintaan data dan informasi terkait objek penilaian antara lain, data yang terkait dengan legalitas, perizinan dan fisik properti.



4.2



Dalam melaksanakan inspeksi, Penilai harus mempertimbangkan hal-hal yang tersebut dibawah ini: a) Data Umum 1. Karakteristik umum wilayah, kota, lingkungan setempat, fasilitas lingkungan, sosial, ekonomi, kepemerintahan dan lingkungan lainnya yang mempengaruhi nilai. b) Data Properti yang Dinilai 1. Spesifikasi properti yang dinilai, seperti nama, tipe, kapasitas, ukuran, penggunaan, konstruksi, umur dan kondisinya. 2. Satuan kapasitas, ukuran dan luas dari objek penilaian harus menurut kaedah yang biasa digunakan dalam praktek penilaian yang berlaku umum. Termasuk pemeriksaan batas-batas fisik properti (baca real properti) yang diverifikasi sesuai dengan dokumen kepemilikan atau sejenisnya. Apabila Penilai memiliki keterbatasan dalam melakukan pemeriksaan sehingga mengurangi tingkat kedalaman investigasi, maka hal ini harus diungkapkan dalam Lingkup Penugasan dan Laporan Penilaian. Satuan kapasitas, ukuran dan luas yang digunakan dapat disesuaikan dengan satuan yang umum berkalu di Indonesia atau negara dimana objek penilaian berada. 3. Kondisi objek penilaian; Penilai harus berhati-hati dalam melakukan indentifikasi terhadap kondisi fisik properti. Penilai harus dapat memberikan pendapat atas kondisi properti tersebut secara proporsional seperti kondisi sangat baik, baik, cukup, kurang baik atau skrap. Apabila ditemukan adanya keusangan lainnya yang mempengaruhi nilai, maka Penilai harus mengungkapkan kondisi tersebut dalam laporan. 4. Stabilitas tanah, termasuk pengaruh dari kegiatan-kegiatan pertanian, pertambangan, penggalian dan erosi pantai jika relevan; 5. Elevasi dan topografi; 6. Jenis atau kualitas tanah jika diperlukan relevan;



568



7. Hal-hal lain yang belum diatur dalam PPI ini dapat dirujuk ke SPI yang terkait. c) Hak atas Properti 1. Jenis hak atas tanah, dengan semua batasannya, syarat sewa (jika hak sewa), serta hak-hak lainnya pada atau yang melekat pada tanah dan bangunan. 2. Data rinci tentang sewa-menyewa serta jenis okupasi penghuni lainnya. 3. Untuk tanah atau bangunan dalam pembangunan atau pengembangan, perlu mengetahui ada tidaknya perjanjian-perjanjian keuangan yang nanti akan dialihkan. 4. Adalah penting bagi Penilai untuk dapat memahami sepenuhnya sifat status dari hak/kepentingan yang melekat pada properti yang dinilai. Penilai mungkin harus dapat membuat asumsi tentang posisi hukum yang sebenarnya dari properti yang dinilai untuk membantu pemberi tugas pada kasus-kasus tertentu apabila diperlukan. Penilai harus mengungkapkan dalam laporan bahwa asumsi hukum yang dibuat serta interpretasinya nantinya tergantung pada hasil kajian dari ahli hukum yang berkompeten atau pihak yang berwenang dan apabila hasil kajiannya berbeda dengan asumsi Penilai maka penilaian tersebut tidak berlaku. Harus dipahami bahwa interpretasi serta kesimpulan yang ditarik dari dokumen hukum adalah menjadi tugas ahli hukum yang berkompeten atau pihak yang berwenang penasihat hukum. Hak kepemilikan atas Personal Properti dan Properti Agri dapat dibuktikan antara lain dengan dokumen kepemilikan, kontrak, bukti pengadaan/pembelian, invoice. Apabila dokumen tersebut tidak dapat diperoleh maka Penilai dapat meminta daftar aset tetap sesuai dengan laporan keuangan dan/atau surat keterangan kepemilikan properti/aset dari pemilik. d) Perencanaan dan Persyaratan Hukum 1. Rencana tata kota atau wilayah, lingkungan, jalan dan pertimbangan lainnya; 2. Pengaruh rencana pemerintah terkait penataan mengakibatkan properti/aset akan terkena pembatasan.



ruang



yang



3. Ada tidaknya pelanggaran atas ketentuan perundang-undangan dan Peraturan yang relevan; 4. Penilai harus mempertimbangkan sifat dari properti yang bersangkutan, maksud dari Penilaian serta besar kecilnya lingkup Penilaian yang 569



dilakukan dalam menentukan seberapa jauh aspek hukum yang mungkin mempengaruhi Penilaian harus diselidiki; 5. Penilai harus melaukan identifikasi perizinan yang terkait dengan keberadaan properti yang dinilai dan melakukan verifikasi terhadap kondisi properti di lapangan, seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB). e) Faktor Lain 1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas properti sertajumlah perhitungan pajak properti terhutang yang masih harus dibayar; 2. Instalasi, mesin dan peralatan yang menjadi bagian integral dan tidak terpisahkan dari bangunan, harus termasuk dalam penilaian; 3. Perabotan, peralatan dan perlengkapan yang ada dalam bangunan, serta peningkatannya; 4. Kemungkinan adanya penggunaan bahan berbahaya atau kontaminasi atau teknik yang membahayakan; atau metode teknik konstruksi yang tidak standar; 5. Cadangan Barang Modal (capital expenditure) untuk menjamin kelangsungan operasional property dengan memperbaiki kerusakan. 6. Potensi pengembangannya. Hal khusus yang mungkin perlu dipertimbangkan oleh Penilai sebelum menetapkan hasil nilai atas pengembangan tanah dan bangunan serta suatu pengembangan yang masih dalam proses konstruksi (khusus untuk pengembangan perkebunan diatur sesuai SPI 301 – Penilaian Properti Agri) a. Data rinci tentang semua perjanjian pembangunan; b. Data rinci tentang rencana jalan serta prospek pengembangan baru di wilayah tersebut; c. Data rinci tentang pembangunan yang diusulkan; d. Data rinci tentang, serta kecukupan infrastruktur layanan serta kecukupannya e. Kondisi dan stabilitas lokasi tanah dan apakah terkena kemungkinan terkontaminasi jika Penilai diberikan laporan-laporan yang memadai sesuai dengan laporan atau informasi yang diterima Penilai; f. Biaya pembangunan proyek, biaya-biaya yang sudah dikeluarkan hingga tanggal penilaian yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang, seperti surveyor kuantitas [QS], serta biaya dan perkiraan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pembangunan dan apakah semuanya ini adalah perkiraan saja atau masih memerlukan saran profesional tambahan. Penilai seharusnya 570



melihat kewajaran biaya yang sudah dikeluarkan tersebut dan melakukan klarifikasi kepada pemberi tugas; g. Biaya bunga selama masa pembangunan; h. Perlakuan dan pengembang.



jumlah



atau



besarnya



keuntungan



pihak



f) Data Pembanding 1. Data penawaran/transaksi pembanding serta bukti Penilaian lainnya, baik untuk penggunaan yang ada sekarang maupun penggunaan alternative. 2. Kondisi dan kecenderungan pasar. g) Kontaminasi 1. Jika ada bukti kontaminasi, tetapi tingkatannya tidak dapat dipastikan karena alasan seperti tidak adanya keterampilan teknis, waktu atau biaya, Penilai harus memilih salah satu hal berikut: a. Menolak instruksi yang diberikan; atau b. Menerima untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, dengan ketentuan: 



Membuat dan menyepakati bersama asumsi dan perkiraan yang dibuat (dan menegaskan hal ini dlam laporan); atau







Melaporkan adanya kontaminasi tersebut, tetapi membuat asumsi bahwa kontaminasi tersebut tidak memiliki pengaruh yang bersifat material terhadap nilai, dan membuat serta mempertegas pernyataan ini dalam laporan, dan merekomendasikan agar dilakukan investigasi yang memadai atas hal mana kemudian laporan dapat ditinjau kembali. Kualifikasi atau kondisi harus diubah untuk mencerminkan asumsi yang digunakan.



c. Apabila Penilai mengetahui adanya kemungkinan kontaminasi pada properti yang berdekatan, hal ini dicatat dan dipertimbangkan dlam laporan. h) Verifikasi Informasi. 1. Penilai perlu melakukan verifikasi atas informasi yang diperoleh dan digunakan dalam penilaian; 2. Pemberi tugas atau kuasa dari pemberi tugas tersebut harus memberikan informasi yang akurat dan lengkap kepada Penilai, sedemikian hingga dapat melakukan analisis dan menghasilkan laporan penilaian. Penilai juga akan seharusnya memperoleh informasi dari hasil inspeksinya, atau sumber lainnya, yang mungkin dalam hal akurasi kelengkapannya 571



masih perlu untuk diverifikasi. Untuk setiap kasus, Penilai harus menentukan sejauh mana informasi dimaksud dapat diandalkan, atau Penilai tidak memiliki pilihan lain, selain menggunakan saja informasi dimaksud seperti data dari pemerintah atau lembaga riset. Ketentuan pada SPI 103, SPI 104 dan SPI 105 menetapkan syarat yang berkaitan dengan rujukan dalam laporan, sumber informasi serta verifikasinya; 3. Adalah bukan tugas Penilai untuk melakukan uji tuntas (due diligence) dari aspek hukum atas catatan public serta catatan kepemilikan; 4. Tergantung kepada persyaratan penugasan serta peraturan yang berlaku, dan laporan yang terkait, apabila terdapat properti tipikal dalam jumlah besar/banyak dan secara khusus Penilai memiliki keterbatasan untuk melakukan inspeksi satu persatu, maka Penilai dapat melakukan inspeksi dengan metode sampling dimana hal ini dinyatakan secara jelas di dalam Lingkup Penugasan dan Laporan Penilaian serta referensi yang dipublikasikan; 5. Setiap kali Penilaian ulang dilaksanakan, verifikasi atas informasi yang menjadi Dasar Nilai harus dilakukan. Setiap perubahan yang diberitahukan oleh pemberi tugas harus dilaporkan dan diverifikasi, dan perubahan dimaksud tetap menjadi tanggung jawab pemberi tugas. 6. Kebutuhan inspeksi terkait kepada penilaian ulang dapat dilakukan Penilai sepanjang tunduk kepada persyaratan yang diatur dalam SPI 103 – butir 5.5.



5.0



Kutipan Dan Tanggal Berlaku 5.1



Panduan ini dapat dikutip sebagai PPI 12 – Inspeksi dan Hal yang Dipertimbangkan.



5.2



PPI merupakan SPI 362 yang statusnya berubah menjadi Pedoman Penilaian Indonesia 12 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkannya pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016.



572



Pedoman Penilaian Indonesia 13 (PPI 13) Penilaian Massal



1.0



Pendahuluan 1.1



Penilaian atas sekelompok asset individual dalam jumlah banyak, antara lain untuk tujuan perpajakan, umumnya ditentukan melalui penerapan teknik penilaian massal.



1.2



Untuk menentukan nilai dari sekelompok aset individual, penilai harus merujuk pada persamaan penilaian, table-tabel, dan proses yang dikembangkan melalui analisis matematis yang bersumber dari data pasar.



1.3



Nilai untuk sekelompok aset individual tidak harus didasarkan semata-mata pada harga jual properti, melainkan urutan penilaian dan model harus konsisten diterapkan pada data properti yang sesuai, lengkap, dan up-to-date. Untuk meningkatkan efisiensi dan kemampuan teknis guna meningkatkan akurasi dan konsistensi penilaian, digunakan CAMA (Computer Assisted Mass Appraisal).



1.4



Pengadministrasian yang baik, pengembangan, konstruksi, dan penggunaan sistem CAMA menghasilkan sistem penilaian yang memiliki keakuratan, keseragaman, keadilan, kehandalan, dan biaya yang rendah. Kecuali untuk properti yang unik, analisis secara individu dan penilaian properti kurang praktis untuk tujuan perpajakan yang tergantung dari besar nilai properti (Ad Valorem Tax).



1.5



Penilai harus mengumpulkan dan memelihara data karakteristik properti yang cukup untuk klasifikasi, penilaian, dan keperluan lainnya. Penilaian secara akurat, atas real properti dengan metode apa pun membutuhkan uraian karakteristik tanah dan bangunan.



1.6



Kuantitas dan kualitas dari data yang ada harus senantiasa ditinjau ulang. Jika data jarang dan tidak bisa diandalkan, maka diperlukan kegiatan pembentukan dan pemutakhiran basis data yang cukup intensif.



1.7



Tujuan PPI 13 ini adalah untuk menyediakan kerangka tugas pelaksanaan Penilaian Massal yang salah satu tujuannya untuk kepetingan perpajakan khususnya pajak atas properti di Indonesia yaitu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikenakan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan yang berlaku.



1.8



Proses Penilaian Massal dapat dimanfaatkan sebagai metodologi untuk kepentingan perpajakan (PBB dan selain PBB) dan kepentingan lainnya, atau studi statistik dan ekonomi dibawah program-program administrasi pemerintah.



573



1.9



2.0



PPI 13 ini menyediakan pedoman dalam memahami metode dan sistem Penilaian Massal untuk berbagai kepentingan dan hubungan Penilaian Massal terhadap SPI.



Ruang Lingkup 2.1



PPI ini diterapkan untuk penilaian sekolompok aset Real Properti.



2.2



Pertanggungjawaban profesional Penilai terutama ditentukan oleh undangundang atau peraturan yang berlaku yang mempengaruhi penugasan Penilaian Massal. Penilai mengemban tanggung jawab profesional untuk memahami, mengikuti dan mengadministrasikan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.



2.3



Berbagai hasil dari progrram Penilaian Massal mempunyai implikasi keuangan dalam administrasi pemerintahan. Untuk tujuan meningkatkan penerimaan, pemerataan penerimaan atau pendistribusian manfaat atau bantuan, setiap penyimpangan dari dasar pengkajian yang akurat akan menghasilkan ketidakadilan. Ketentuan perundang-undangan memberikan dasar dan definisi nilai, prosedur administrasi pemungutan, pendataan, batasan waktu antara pelaksanaan Penilaian Massal, dan proses pengajuan keberatan terhadap nilai atau indeks.



2.4



Ruang lingkup penyelesaian penugasan Penilaian Massal harus sejalan dengan: a) Ekspektasi pelaku pasar untuk jasa penilaian yang sama atau sejenis; dan b) Persyaratan dalam SPI untuk penugasan penilaian yang sama atau sejenis.



3.0



Defenisi 3.1



Ad Valorem Tax adalah pajak yang dipungut secara proporsional sesuai dengan nilai yang dikenakan pajak.



3.2



Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis / MRA) adalah sebuah teknik statistik tertentu, mirip dengan korelasi, digunakan untuk menganalisis data untuk memprediksi nilai suratu variabel (variabel dependen), seperti indikasi nilai pasar, dari nilai-nilai diketahui variabel lain (disebut variabel bebas), seperti ukuran lot, jumlah kamar, dan sebagainya. Jika hanya satu variabel independen yang digunakan, prosedur ini disebut analisis regresi sederhana dan berbeda dari analisis korelasi hanya dalam korelasi yang mengukur kekuatan hubungan, sedangkan regresi memprediksi nilai satu variabel dari nilai yang lain. Ketika dua atau lebih variabel yang digunakan, prosedur ini disebut analisis regresi berganda



3.3



Kalibrasi Model adalah proses penyesuaian formula, tabel dan daftar untuk penilaian massal dengan pasar saat ini.



574



3.4



Keseragaman Hasil Penilaian (Assesment Uniformity) adalah suatu kondisi dimana seluruh properti dinilai pada tingkat prosentase yang sama terhadap indikasi nilai pasarnya.



3.5



Koefisien Dispersi (Coefficient of Dispersion) adalah ukuran keseragaman dengan menggunakan nilai median.



3.6



Level Penilaian (Assesment Level) adalah total rasio antara hasil penilaian dengan indikasi nilai pasar properti.



3.7



Mean (rata-rata hitung) adalah total nilai dari seluruh observasi dibagi dengan jumlah observasi.



3.8



Median (nilai tengah) adalah nilai tengah dari sebuah distribusi frekuensi. Nilai ini berhubungan dengan posisi sentaral yang dimilikinya dalam sebuah distribusi.



3.9



Model adalah representasi persamaan yang menjelaskan hubungan antara nilai atau estimasi harga jual dan variabel faktor penawaran dan permintaan yang mewakili.



3.10



Model penilaian adalah sebuah representasi dari sebuah persamaan yang menjelaskan hubungan antara nilai atau estimasi harga jual dan variabelvariabel yang menggambarkan bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan pada pasar real estat.



3.11



Penilaian Massal adalah sistem penilaian yang sistematis pada sekelompok properti / aset individual berdasarkan data yang ada dan menggunakan prosedurprosedur standar serta diuji secara statistik.



3.12



Penilaian Massal Dengan Bantuan Komputer (Computer-Assisted Mass Appraisal / CAMA) adalah sebuah sistem penilaian properti, biasanya hanya beberapa jenis Properti berwujud yang menggabungkan-komputer didukung analisis statistik seperti analisis regresi berganda dan prosedur estimasi adaptif untuk membantu penilai dalam mengestimasi nilai.



3.13



Perbedaan Harga Terkait (Price Related Differential / PRD) adalah alat statistik untuk mengukur tingkat regresivitas atau progresivitas penilaian, caranya dengan membagi mean (rata-rata hitung) dengan weighted mean (nilai rata-rata tertimbang).



3.14



Peta Kadaster adalah peta yang menampilkan batas-batas kepemilikan properti dan menampilkan ukuran masing-masing bidang berikut informasi terkait, termasuk batas wilayah adminstrasi.



3.15



Peta tematik (khusus), adalah peta dengan subjek-subjek tertentu yang dibuat secara khusus dengan tema tertentu.



3.16



Rasio Penilaian (Assesment Ratio) adalah rasio dari nilai yang ditetapkan yang dapat menjadi indikator nilai pasar, atau dalam arti lebih luas adalah etimasi



575



hubungan fraksional antara suatu penilaian dengan indikasi nilai pasar dari sekelompok properti.



4.0



3.17



Rata-Rata Tertimbang (Weighted Mean) adalah rata-rata hitung dari seluruh observasi, dalam hal ini adalah nilai yang ditetapkan dari hasil penilaian massal, dibagi dengan total nilai pasar seluruh sampel objek observasi.



3.18



Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System / GIS) adalah sebuah sistem manajemen database yang digunakan untuk menyimpan, mengambil, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan informasi spasial. Termasuk salah satu jenis sistem pemetaan komputerisasi yang mampu mengintegrasikan data spasial (informasi pertanahan) dan data atribut di anatara lapisan yang berbeda pada peta dasar.



3.19



Sistem Penilaian Dengan Bantuan Komputer (Computer-Assisted Assessment System) adalah sebuah sistem untuk menilai real properti dan personal properti dengan bantuan komputer. Sebuah komputer dapat digunakan, misalnya dalam proses penilaian, dalam melacak kepemilikan dan status pembebasan, dalam mencetak, dalam mengkoordinasikan beban kerja penilai real properti sehubungan dengan penilaian komersial dan properti industri, di sejumlah lokasi atau daerah lain.



Pedoman Penilaian 4.1



Proses penilaian massal meliputi: a) Mengidentifikasi properti yang dinilai; b) Mengidentifikasi area pasar properti yang konsisten sebanding atau sejenis untuk properti; c) Mengidentifikasi karakteristik penawaran dan permintaan mempengaruhi pembentukan nilai yang berlaku di pasar;



yang



d) Mengembangkan struktur model yang mencerminkan hubungan antara karakteristik yang mempengaruhi nilai di pasar; e) Kalibrasi struktur model untuk menentukan kontribusi dari karakteristik individu yang mempengaruhi nilai; f)



Menerapkan kesimpulan yang tercermin dalam model dengan karakteristik properti yang dinilai; dan



g) Melakukan kaji ulang hasil penilaian massal. 4.2



Mengumpulkan dan memelihara data properti Keakuratan nilai tergantung terutama pada kelengkapan dan keakuratan karakteristik properti dan data pasar.



576



a) Data geografis Penilai harus menjaga tingkat keakuratan, pemutakhiran peta kadaster (juga dikenal sebagai peta penilaian, peta pajak, peta batas bidang, dan peta kepemilikan properti) mencakup seluruh wilayah administrasi dengan nomor indentifikasi unik untuk setiap kelompok properti. Peta kadaster tersebut memungkinkan penilai untuk mengidentifikasi dan menemukan semua bidang, baik di lapangan dan di kantor. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (SIG) memungkinkan menampilkan data grafis harga jual, objek yang dinilai, tanggal pemeriksaan lapangan, kertas kerja, penggunaan lahan, dan untuk kepentingan lainnya. b) Data Karakteristik properti Penilai harus mengumpulkan dan memelihara data karakteristik properti yang cukup untuk klasifikasi, penilaian, dan keperluan lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, penilai seharusnya memperhatikan: a.



Pemilihan Data Karakteristik propreti, diantaranya data tanah dan data pengembangan bangunan (misalnya luas tanah, dimensi, spesifikasi bangunan) dan data lokasi yang bersangkutan.



b.



Program pengumpulan data harus menghasilkan data yang lengkap dan akurat. Data dimaksud bisa diperoleh tergantung dari: a.



Pengumpulan data awal properti;



b.



Penyusunan format pengumpulan data yang sesuai dengan pengumpulan data di lapangan dan perekaman data ke dalam sistem komputer;



c.



Penyusunan tata cara pengumpulan data yang jelas, menyeluruh, dan tepat dan selalu dikembangkan, diperbaharui, dan dipelihara;



d.



Memiliki standar akurasi data;



e.



Melaksanakan pengawasan kualitas pengumpulan data.



c.



Perekaman Data yang akurat dan juga secara berkala perlu diperiksa untuk menguji keakuratan data yang direkam.



d.



Pemeliharaan Data Karakteristik Properti Data Karakteristik properti harus terus diperbaharui dalam menghadapi perubahan yang disebabkan perkembangan model bangunan baru, adanya renovasi, pembongkaran, dan kehancuran data properti.



e.



Alternatif Peninjauan Lapangan Secara Periodik Peninjauan lapangan secara berkala dapat membantu memastikan bahwa data karakteristik properti sudah lengkap dan akurat. Penilai harus mengunjungi daerah yang ditetapkan secara tahunan untuk mengamati perubahan kondisi lingkungan, tren, dan karakteristik 577



properti. Untuk kepentingan penetapan pajak, maka peninjauan lapangan secara periodik didasarkan pada ketentuan perundangundangan yang berlaku. c) Data Harga Jual Data harga jual harus senantiasa dijaga dan ditinjau dengan benar dan divalidasi. d) Data Pendapatan dan Pengeluaran Data pendapatan dan pengeluaran dikumpulkan untuk properti yang menghasilkan pendapatan dan ditinjau oleh penilai untuk memastikan keakuratan dan kegunaan untuk analisis penilaian dengan Pendekatan Pendapatan. e) Data Biaya dan Penyusutan Data biaya dan penyusutan disesuaikan dengan pasar lokal yang diperlukan untuk Pendekatan Biaya. 4.3



Penilaian Penilaian massal memerlukan pembentukan model yang mampu mereplikasikan kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan pada area yang luas. Pertimbangan penilaian terkait pada sekelompok properti, bukan pada satu properti. Penilai harus dapat mengembangkan, mendukung dan menjelaskan standar-standar penyesuaian (adjustment) dalam model penilaian diantara penggunaan kelas-kelas, type konstruksi, linkungan sekitar dan sekelompok properti. a) Model Penilaian 1.



Mengembangkan Model Penilaian Penilai massal harus mengembangkan model yang digunakannya dan memastikan model tadi mencerminkan Indikasi Nilai Pasar properti. Model penilaian dapat diadaptasi untuk berbagai kegunaan, dan telah dikembangkan dari tiga teori besar tentang nilai, yaitu Pendekatan Biaya, Pendekatan Pasar, dan Pendekatan Pendapatan.



2.



Kalibrasi Model Model seyogyanya dikalibrasi setiap tahun walaupun struktur model penilaian massal bisa berlaku untuk beberapa tahun.



b) Pendekatan Biaya Pendekatan Biaya sebenarnya dapat diterapkan untuk seluruh bidang tanah yang dikembangkan / dibangun, dan jika diterapkan secara benar, dapat menghasilkan estimasi nilai yang akurat. Pendekatan ini lebih bisa diandalkan untuk bangunan baru dengan material, desain dan pengerjaan yang standar. 578



1.



Data biaya yang dapat diandalkan adalah penting untuk keberhasilan penerapan Pendekatan Biaya. Data tersebut harus lengkap, khas, dan terkini.



2.



Biaya konstruksi saat ini harus didasarkan pada biaya reproduksi / pengganti baru atas struktur dengan salah satu utilitas yang sama, menggunakan bahan-bahan terkini, desain, dan standar bangunan. Sebagai tambahan untuk bangunan khusus, model biaya seharusnya termasuk biaya komponen konstruksi individual dan item bangunan untuk meyesuaikan kondisi yang berbeda dengan spesifikasi dasar.



3.



Biaya-biaya tersebut harus dimasukkan ke dalam format biaya konstruksi dan software komputer terkait. Perangkat lunak ini dapat melakukan fungsi penilaian, dan secara manual, selain menyajikan dokumentasi, dapat digunakan ketika perhitungan secara manual diperlukan.



4.



Pemutakhiran Biaya Reproduksi / Pengganti Baru dijadualkan secara berkala disesuaikan dengan siklus penilaian.



5.



Untuk estimasi nilai tanah dan penyusutan, didasarkan pada selain data biaya (utamanya data harga jual) dan kemungkinan mempertimbangkan subjektivitas. Estimasi nilai tanah seharusnya terkini dan konsisten. Meskipun data harga jual didapatkan dari data penjualan tanah yang ada bangunan, untuk estimasi penyusutan dapat diekstraksi dari data harga jual dengan beberapa cara.



c) Pendekatan Pasar 1.



Pendekatan Pasar mengestimasi nilai properti subjek melalui analisa statistik dengan membandingkan harga jual properti pembanding dan melakukan penyesuaian berdasar perbedaan fisik dan lokasi dari properti subjek.



2.



Penilai dapat menggunakan salah satu analisa statistik, diantaranya analisis regresi berganda sebagai aplikasi penilaian massal pada pendekatan perbandingan data penjualan. Dengan data penjualan yang memadai serta data karakteristik properti diberi kode secara konsisten, teknik ini dapat menghasilkan tingkat akurasi yang tinggi dan konsisten terutama untuk properti residensial.



d) Pendekatan Pendapatan 1.



Aplikasi penilaian massal dari Pendekatan Pendapatan dimulai dengan pengumpulan dan pengolahan pendapatan dan data biaya.



2.



Penilai harus menghitung pendapatan kotor normal atau sejenis, tingkat kekosongan, laba bersih, dan rasio pengeluaran untuk berbagai jenis properti.



579



3.



Sebagai alternetif, model untuk mengestimasi pendapatan kotor atau bersih dan rasio pengeluaran dapat dikembangkan dengan menggunakan pendapatan aktual dan data biaya dari properti sampel dan dikalibrasi dengan menggunakan analisis regresi berganda.



4.



Estimasi nilai properti subjek didapatkan dengan mengkapitalisasi pendapatan berdasar model yang dikembangkan.



5.



Proses kapitalisasi bisa secara langsung (direct capitalization) dengan menerapkan angka pengganda pendapatan (income multiplier) maupun kapitalisasi tidak langsung (indirect capitalization).



e) Penilaian Tanah 1.



f)



Pendekatan Pasar merupakan pendekatan utama untuk menilai tanah jika tersedia data harga jual tanah kosong yang mencukupi. Jika data yang dimaksud kurang tersedia, dapat menggunakan motode lain dalam mengestimasi nilai tanah, termasuk metode alokasi, abstraksi, antisipasi penggunaan, kapitalisasi tingkat sewa tanah, dan kapitalisasi nilai sisa.



Preferensi Pendekatan Penilaian Berdasarkan Jenis Properti Pendekatan penilaian yang cocok digunakan dalam penilaian massal bergantung pada jenis properti. Tabel berikut menunjukkan peringkat untuk kelompok besar jenis properti dijelaskan dalam tabel di bawah, yang mengasumsikan tidak terdapat batasan penggunaan satu atau lebih pendekatan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Penggunaan hanya satu pendekatan untuk mengestimasi sekelompok besar properti memang memiliki kelebihan dalam hal efisiensi dan konsistensi, namun penggunaan dua atau lebih pendekatan juga bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan akurasi penilaian, terutama untuk properti yang jarang ada. Jenis Properti



Pendekatan Biaya



Pendekatan Pasar



Perumahan Tunggal



2



1



3



Perumahan Multi



3



1,2



1,2



Komersial



3



2



1



1,2



3



1,2



Tanah Non Pertanian



-



1



2



Tanah Pertanian



-



2



1



Penggunaan Khusus



1



2,3



2,3



Industri



Pendekatan Pendapatan



580



g) Rekonsiliasi Nilai Pada saat menggunakan lebih dari satu pendekatan penilaian, maka penilai harus menegaskan pendekatan mana yang digunakan. Terkadang terdapat situasi dan jenis properti khusus yang memungkinkan penilai untuk menggunakan metode alternatif. Sistem CAMA seharusnya memungkinkan untuk mendokumentasikan penggunaan metode alternatif, termasuk mendokumentasikan hasil penilaian individual atas properti tertentu. h) Frekuensi Peniaian Ulang Dalam beberapa standar yang berlaku universal, nilai pasar saat ini mensyaratkan dilakukannya penilaian tahunan untuk setiap properti. Penilaian tahunan tidak selalu berarti setiap properti harus dinilai atau dikaji ulang setiap tahun. Malahan, model penilaian yang telah dikembangkan dapat dikalibrasi ulang atau menyusun faktor penyesuaian pasar yang diturunkan dari analisa pasar berdasarkan kriteria jenis properti, lokasi, ukuran dan umur. Data dari hasil Assesment Sales Ratio (ASR) atas sekelompok properti dalam suatu wilayah dapat memberikan informasi kebutuhan peninjauan ulang ke lapangan. Untuk kepentingan penetapan pajak, peninjauan ulang termasuk penilaian ulang dimungkinkan setiap tahun atau setidaknya dalam jangka waktu 3 tahun. 4.4



Pengujian Model, Standar Pengendalian Mutu, dan Mempertahankan Nilai yang Dihasilkan Penilaian massal memungkinkan untuk menguji dan langkah-langkah penjaminan kualitas (Quality Assurance) yang memberikan umpan balik pada keandalan model penilaian dan akurasi keseluruhan estimasi nilai. Untuk kepentingan hasil penilaian yang sama, standar tingkat penilaian (kedekatan antara hasil penilaian dan harga aktual) dan keseragaman (pengukuran statistik dari konsistensi penilaian) harus diteliti dalam penerapan sistem Penilaian Massal. a) Diagnostik Model Pemodel dan penilai harus terbiasa melakukan diagnosa model, sehingga mereka dapat mengevaluasi kinerja penilaian secara benar dan melakukan perbaikan jika diperlukan. b) Analisa Rasio Harga Jual (Assessment Sales Ratio Study) 1.



Untuk memberikan informasi umum apakah hasil penilaian massal yang ditetapkan lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai pasar dan informasi lainnya dari hasil intepretasi parameter standar Assessment Sales Ratio, diperlukan studi Assessment Sales Ratio. Studi ini digunakan untuk mengetahui tingkat keseragaman (uniformity) dan



581



keadilan (equity) dalam pelaksanaan penilaian massal antar properti dan antar satuan wilayah. 2.



Menentukan perlu tidaknya dilakukan penilaian ulang (re-appraisal) bagi area penelitian yang dianggap tidak memenuhi standar kinerja studi rasio, baik dari tingkat akurasi maupun tingkat keseragaman.



3.



Menyusun skala prioritas penilaian ulang (re-appraisal) berdasarkan tingkat akurasi setiap area (wilayah), berdasarkan waktu, tenaga dan dana yang tersedia. a.



Tingkat Penilaian (Assesment Level) 1) Tingkat penilaian berkaitan dengan tingkat keseluruhan atau umum dari penilaian meliputi yurisdiksi dan berbagai kelas properti, strata, dan kelompok-kelompok dalam yurisdiksi. Setiap kelompok harus dinilai pada indikasi nilai pasarnya sebagaimana diisyaratkan oleh standar profesional dan ketetapan yang berlaku, peraturan, dan persyaratan terkait. 2) Tiga ukuran umum tendensi sentral dalam studi rasio adalah median, mean, dan rata-rata tertimbang. 3) Standar pada Studi Rasio dinyatakan bahwa rasio rata-rata tertimbang antara 0,90 dan 1,10.



b.



Keseragaman Hasil Penilaian (Assesment Uniformity) 1) Keseragaman penilaian berkaitan dengan konsistensi dan ekuitas nilai. Keseragaman memiliki beberapa aspek, diantaranya berkaitan dengan konsistensi dalam tingkat penilaian antara kelompok properti. 2) Konsistensi antara kelompok properti dapat dievaluasi dengan membandingkan ukuran pemusatan dihitung untuk setiap kelompok. 3) Aspek lain dari keseragaman berkaitan dengan konsistensi tingkat penilaian dalam kelompok properti. Ada beberapa langkah tersebut, terutama penggunaan koefisien dispersi, yang mewakili deviasi rata-rata persentase dari rasio rata-rata. Semakin rendah koefisien dispersi, semakin baik penentuan nilai massal (asessment), berarti properti-properti yang serupa telah ditentukan nilai massalnya pada suatu tingkat akurasi yang relatif sama. Aturan umum sehubungan dengan tingkat koefisien dispersi adalah keseragaman penentuan nilai dapat 582



dikatakan baik jika koefisien dispersi sama dengan atau kurang dari 15%. Selain itu, keseragaman dapat dilihat secara spasial dengan memplot rasio penjualan pada peta tematik. 4) Aspek terakhir keseragaman penilaian berhubung dengan keadilan antara properti bernilai rendah dan properti bernilai tinggi, menggunakan pengukuran perbedaan harga terkait. Jika perbedaan harga terkait kurang dari 0,98 cenderung menunjukkan progresivitas penilaian, berarti properti yang lebih rendah nilai pasarnya ditentukan nilai-nya (asessed) pada persentase terhadap nilai pasar (tingkat Assessment Sales Ratio) lebih rendah dari pada property yang lebih tinggi nilai pasarnya. 5) Jika diatas 1,03 cenderung menunjukkan regresivitas penilaian, berarti properti yang lebih rendah nilai pasarnya ditentukan nilai-nya (asessed) pada persentase terhadap nilai pasar (tingkat Assessment Sales Ratio) lebih tinggi dari pada properti (objek penilaian) c) Dokumentasi Prosedur penilaian dan model harus didokumentasikan. Staf Penilai harus memiliki setidaknya pemahaman umum tentang bagaimana model bekerja dan berbagai tarif dan penyesuaian yang dilakukan. Oleh model penilaian. d) Mempertahankan Nilai 4.5



Pertimbangan Manajerial Penilaian massal membutuhkan sumber daya manusia, sistem komputerisai, dan sumber daya lain untuk dikelola dengan baik. a) Penentuan SMD (staffing) Sebuah program penilaian yang berhasil membutuhkan staf yang cukup besar terdiri dari orang-orang yang terampil dalam administrasi umum dan pengawasan, penilaian, pemetaan dan penyusunan, pengolahan data, sekretariat dan fungsi administrasi.



583



b) Dukungan Pengolahan data 1.



Perangkat Keras Perangkat Keras harus cukup kuat untuk mendukung aplikasi dari Pendekatan Biaya, perbandingan penjualan, dan Pendekatan Pendapatan, serta pemeliharaan data dan operasi rutin lainnya.



2.



Perangkat Lunak Perangkat lunak (software) CAMA dapat dikembangkan secara internal, diadaptasi dari software yang dikembangkan oleh lembagalembaga publik lainnya, atau dibeli (secara keseluruhan atau sebagian) dari penjual swasta. CAMA software bekerja sama dengan berbagai perangkat lunak untuk keperluan umum, biasanya termasuk pengolahan kata, spreadsheet, statistik, dan program GIS. Programprogram dan aplikasi harus dapat berbagi data dan bekerja sama secara menyeluruh. Langkah-langkah keamanan harus dibuat untuk mencegah penggunaan yang tidak sah dan untuk menyediakan cadangan jika terjadi kehilangan atau kerusakan data.



c) Penyusunan Kontrak untuk Jasa Penilaian Kontrak penilaian kembali dapat mencakup pemetaan, pengumpulan data, pengolahan data, dan layanan lainnya, serta penilaian. Kontrak tersebut memberikan potensi memperoleh keterampilan profesional dan sumber daya dengan cepat. Keterampilan dan sumber daya sering tidak tersedia secara internal. Persetujuan untuk layanan ini akan memungkinkan suatu yurisdiksi untuk mempertahankan staf level menengah dan anggaran untuk penilaian kembali secara periodik. d) Pertimbangan Biaya Manfaat Objek Penilaian Massal adalah untuk menghasilkan penilaian yang adil dengan biaya rendah. Peningkatan kualitas keadilan sering membutuhkan peningkatan biaya. Analisis manfaat-biaya dalam penilaian massal mempertimbangkan: 1.



Isu kebijakan Pengambil kebijakan harus memiliki anggaran minimal untuk memenuhi persyaratan perundang-undangan dan standar kinerja yang tekandung dalam Standar pada Studi Rasio.



584



2.



Isu administrasi Memaksimalkan keadilan dari setiap pengeluaran adalah tanggung jawab utama administrasi penilaian. Untuk memaksimalkan produktivitas, staf penilai dan manajerial secara efektif harus merencanakan, menyusun anggaran, mengatur, melaksanakan operasi pengawasan dan memberikan pedoman. Ini harus disesuiakan berdasarkan ketentuan perundangan, standar keuangan, lingkungan dan sosial kemasyarakatan.



5.0



Kutipan dan Tanggal Berlaku 5.1



Standar ini dapat dikutip sebagai PPI 13- Penilaian Massal



5.2



PPI ini merupakan SPI 304 yang statusnya berubah menjadi Pedoman Penilaian Indonesia 13 dengan periode berlaku yang sama yaitu ditetapkan pada tanggal 1 Juli 2015 dan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 1 Januari 2016



585



Daftar Istilah (Glossary) Pedoman Penilaian Indonesia Ad Valorem Tax



Ad Valorem Tax adalah pajak yang dipungut secara PPI 13 proporsional sesuai dengan nilai yang dikenakan pajak. Butir 3.1



Analisa Arus Kas Terdiskonto (Discounted Cash Flow/DCF)



Analisa Arus Kas Terdiskonto (Discounted Cash PPI 03 Flow/DCF) merupakan suatu teknik model keuangan Butir 3.1 yang didasarkan pada asumsi prospek arus kas suatu properti atau bisnis. Penerapan analisis DCF yang paling sering digunakan adalah Nilai Kini (Present Value), Nilai Kini Bersih (Net Present Value) dan Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return) dari arus kas.



Analisis Discounted Cash Flow (DCF)



Analisis Discounted Cash Flow (DCF) merupakan suatu PPI 09 teknik pembuatan model keuangan yang didasarkan pada Butir 3.2 asumsi prospek arus kas suatu properti/aset. Sebagai metode yang dapat diterima dalam pendekatan pendapatan, analisis DCF melibatkan proyeksi arus kas untuk suatu periode baik untuk menilai properti operasional, properti dalam pengembangan atau bisnis. Proyeksi arus kas tersebut memerlukan parameter tingkat diskonto yang berlaku saat ini untuk mendapatkan indikasi nilai kini dari arus kas dalam kaitannya dengan properti atau bisnis. Dalam hal penilaian properti operasional, arus kas secara berkala pada umumnya diestimasikan sebagai pendapatan kotor dikurangi kekosongan dan piutang tak tertagih, serta biaya operasional. Pendapatan operasional bersih dalam suatu periode bersama dengan estimasi nilai akhir (terminal value/exit value) pada akhir periode proyeksi, yang kemudian didiskontokan. Dalam hal penilaian properti dalam pengembangan, estimasi modal, biaya pengembangan dan pendapatan penjualan diestimasikan untuk mencapai sejumlah pendapatan bersih yang kemudian didiskonto selama periode pengembangan dan periode pemasaran. Dalam hal penilaian bisnis, estimasi arus kas dalam suatu periode dan nilai dari bisnis akhir periode proyeksi, didiskontokan. Aplikasi analisis DCF yang paling sering digunakan adalah Nilai Kini (Present Value), Nilai Kini Bersih (Net Present Value) dan Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return) dari arus kas.



Analisis Investasi



Analisis Investasi adalah suatu kajian yang dilakukan PPI O9 untuk pengembangan dan investasi, evaluasi kinerja Butir 3.2 586



investasi atau analisis transaksi yang melibatkan suatu bisnis atau properti investasi. Analisis investasi sering disebut sebagai Studi Kelayakan, analisis pasar atau analisis marketabilitas atau studi proyeksi keuangan. Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression Analysis/MRA)



Analisis Regresi Berganda (Multiple Regression PPI 13 Analysis/MRA) adalah sebuah teknik statistik tertentu, Butir 3.2 mirip dengan korelasi, digunakan untuk menganalisis data untuk memprediksi nilai satu variabel (variabel dependen), seperti indikasi nilai pasar, dari nilai-nilai diketahui variabel lain (disebut variabel bebas), seperti ukuran lot jumlah kamar, dan sebagainya. Jika hanya satu variabel independen yang digunakan, prosedur ini disebut analisis regresi sederhana dan berbeda dari analisis korelasi hanya dalam korelasi yang mengukur kekuatan hubungan sedangkan regresi memprediksi nilai satu variabel dari nilai yang lain. Ketika dua atau lebih variabel yang digunakan, prosedur ini disebut analisis regresi berganda.



Aset Ekuivalen Moderen



Aset yang fungsinya serupa dan kapasitas produksinya PPI 08 sebanding dengan aset yang dinilai, tetapi didisain dan Butir 3.1 dibangun/dibuat dengan menggunakan teknik dan material saat kini. Biaya pengganti (bukan biaya reproduksi) adalah dasar yang digunakan untuk mengestimasi biaya konstruksi dari aset ekivalen moderen.



Barang



Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijual PPI 05 secara lelang (Pasal 1 butir 2). Butir 2.10



Barang Reproduksi (a facsimile)



Barang Reproduksi adalah barang yang dibuat sama PPI 07 seperti barang aslinya, dengan sifat, kualitas dan usia Butir 3.7 material yang sama, dan dibuat dengan metoda Poin d konstruksi seperti periode aslinya.



Barang Tiruan (a replica)



Barang Tiruan adalah barang yang dibuat serupa seperti PPI 07 barang aslinya, dengan sifat, kualitas dan usia material Butir 3.7 yang serupa, tetapi dibuat dengan metoda konstruksi Poin c modern.



Basis Ganti Rugi (indemnity basis)



Basis Ganti Rugi merupakan estimasi biaya pengganti PPI 07 barang dengan barang lain yang serupa/setara dalam Butir 3.7 kondisi yang sama, dalam pasar barang-barang antik dan Poin b barang seni yang bukan baru.



Batubara



Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan PPI 06 yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh- Butir 3.20 tumbuhan.



587



Benda-benda Koleksi (Collectibles)



Benda-benda Koleksi (Collectibles). Benda-benda PPI 07 Koleksi secara umum dapat dideskripsikan sebagai benda Butir 3.1 yang dikoleksi/dikumpulkan karena suatu minat yang disebabkan unsur kelangkaan, sesuatu yang baru, atau keunikan. Istilah tersebut dapat diartikan sebagai karya seni, barang antik, barang perhiasan atau permata, instrumen musik, barang koleksi berupa mata uang dan perangko, buku-buku langka dan bahan-bahan arsip.



Biaya Reproduksi Baru dan Biaya Pengganti Baru



Biaya Reproduksi Baru dan Biaya Pengganti Baru PPI 08 didefinisikan: Butir 3.3 a) Biaya Reproduksi Baru merupakan estimasi biaya untuk mereproduksi suatu properti baru yang sama/identik dengan properti yang dinilai, berdasarkan harga pasaran setempat pada tanggal penilaian. b) Biaya Pengganti Baru merupakan estimasi biaya untuk membuat suatu properti baru yang setara dengan properti yang dinilai, berdasarkan harga pasaran setempat pada tanggal penilaian. Biaya Reproduksi Baru dan/atau Biaya Pengganti Baru dapat dihitung dengan mempertimbangkan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan suatu properti, antara lain meliputi:  biaya perencanaan, perijinan serta biaya profesional terkait lainnya,  biaya material,  biaya enjinering, pengadaan dan manajemen konstruksi/ pengawasan,  biaya pondasi dan instalasi/konstruksi,  biaya transportasi,  biaya asuransi, bea masuk, pajak yang tidak bisa dikreditkan, dan  biaya bunga selama masa konstruksi,  tetapi tidak termasuk biaya akibat penundaan waktu dan biaya lembur. Untuk real properti, juga harus diperhitungkan;  Komisi pemasaran, penjualan atau sewa  Biaya untuk menahan properti (holding cost) setelah konstruksi selesai tapi sebelum tingkat hunian yang stabil tercapai



Cadangan Mineral



Cadangan Mineral. Seperti didefinisikan oleh Komite PPI 06 Standar Pelaporan International Cadangan [Mineral] Butir 3.13 Gabungan/the Combined [Mineral] Reserves Internasional Reporting Standard Committee (CRIRSCO): "Secara ekonomis bagian yang dapat 588



digali/ditambang dari suatu Cadangan Sumber Daya Mineral yang terukur dan/atau terindikasi, termasuk bahan yang melarut dan cadangan untuk kehilangan yang mungkin terjadi waktu penambangan. Hasil kajian secara wajar yang dapat meliputi Studi Kelayakan yang telah diselesaikan beserta pertimbangannya, dan telah dimodifikasi oleh, asumsi tambang secara realistis, ilmu logam/metalurgi, ekonomi, pemasaran, legal, lingkungan, sosial dan faktor kepemerintahan. Penilaian ini menunjukkan pada saat pelaporan, bahwa penambangan dibenarkan. Berdasarkan tingkat keyakinan yang makin tinggi, Cadangan Mineral dibagi ke dalam Cadangan Mineral Terkira/Terduga (probable) dan Cadangan Mineral Terbukti (proved). Dengan cara yang sama, The United Nations Framework Classification (UNFC) mendefinisikan suatu cadangan Mineral dan sub divisinya dengan menerapkan sistem kode UNFC atau definisi lain dari cadangan Mineral/Bahan Tambang untuk pelaporan keuangan publik atau penggunaaan laporan sesuai undang-undang yang harus merekonsiliasikan Cadangan Mineral ke kategori Cadangan Terkira/Terduga dan Terbukti dari CRIRSCO untuk tujuan penilaian. Cadangan Minyak Bumi



Cadangan Minyak Bumi. Seperti didefinisikan oleh PPI 06 Society of Petroleum Engineers (SPE) dan World Butir 3.14 Petroleum Congress (WPC): "Kuantitas Minyak Bumi yang diantisipasi untuk secara komersial dipulihkan dari akumulasi yang telah diketahui dari data untuk waktu selanjutnya. Semua cadangan (Minyak bumi) tersebut seharusnya sudah diperkirakan tingkat ketidakpastiannya. Ketidakpastian cadangan secara garis besar tergantung pada jumlah data geologi dan teknis yang dapat diandalkan pada saat melakukan estimasi dan penafsiran data tersebut. Tingkat ketidakpastian secara relatif bisa dilakukan dengan melakukan pengelompokan cadangan ke dalam satu atau dua klasifikasi pokok, baik yang dapat dibuktikan atau yang tidak dapat dibuktikan. Cadangan yang tidak dapat dibuktikan memiliki kepastian yang lebih rendah dibandingkan dengan cadangan yang dapat dibuktikan, dan lebih lanjut disubklasifikasikan sebagai cadangan yang terkira dan terunjuk (probable & possible reserves) untuk menunjukkan peningkatan secara progresif atas ketidakpastian cadangannya. Cadangan yang dapat dibuktikan dapat dikategorikan sebagai yang dapat dikembangkan atau yang tidak dapat dikembangkan. The United Nations Framework Classification (UNFC) 589



dengan cara yang sama mendefinisikan Cadangan Minyak Bumi dan subdivisinya menerapkan sistem kode UNFC. Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi



Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi adalah rangkaian PPI 06 kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan Minyak dan Butir 3.5 Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.



Eksploitasi Panas Bumi



Eksploitasi Panas Bumi adalah rangkaian kegiatan pada PPI 06 suatu wilayah kerja tertentu yang meliputi pengeboran Butir 3.7 sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan fasilitas lapangan dan operasi produksi sumber daya Panas Bumi.



Eksplorasi Mineral dan Batubara



Eksplorasi Mineral dan Batubara adalah tahapan kegiatan PPI 06 usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara Butir 3.2 terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.



Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi



Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi adalah kegiatan yang PPI 06 bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi Butir 3.4 geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang ditentukan.



Eksplorasi Panas Bumi



Eksplorasi Panas Bumi adalah rangkaian kegiatan yang PPI 06 meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, Butir 3.6 pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh dan menambah informasi kondisi geologi bawah permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan potensi Panas Bumi.



Gas Bumi



Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon PPI 06 yang dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer Butir 3.22 berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.



Goodwill



a) Goodwill yang dapat dialihkan. Aset tak PPI 03 berwujud yang muncul sebagai akibat dari nama Butir 3.2 khusus dan reputasi, dukungan pelanggan, lokasi, produk dan faktor sejenis yang menghasilkan keuntungan ekonomis. Hal ini melekat pada



590



Properti dengan Bisnis Khusus (PBK) dan dapat dialihkan melalui penjualan kepada pemilik baru. b) Manfaat ekonomis masa mendatang yang diperoleh dari aset yang tidak dapat diidentifikasi secara individual maupun diakui secara terpisah. c) Personal Goodwill. Nilai keuntungan yang melebihi dan di atas harapan pasar, yang akan dikeluarkan pada saat penjualan Properti dengan Bisnis Khusus (PBK), bersama dengan faktor keuangan yang terkait secara spesifik dengan pengelola bisnis pada saat itu, seperti perpajakan, kebijakan depresiasi, biaya pinjaman dan modal diinvestasikan dalam bisnis. Hak Milik



Hak Milik. Kepemilikan yang bersifat selamanya PPI 02 terhadap tanah. Butir 3.1



Hak Millk yang dibebani Hak Sewa



Hak Milik yang dibebani Hak Sewa, memiliki pengertian PPI 02 yang sama dengan Leased Fee Interest, yaitu mewakili Butir 3.2 kepentingan pemilik real properti yang kemudian disewakan kepada pihak lain.



Hak Penyewa



Hak Penyewa. Hak yang dimiliki oleh penyewa dalam PPI 02 berbagai situasi yang diungkapkan dalam butir 3.5 di Butir 3.3 bawah. Hak Penyewa memiliki makna yang sama dengan Hak Sewa.



Hak Sewa



Hak Sewa, atau dikenal sebagai Hak Penyewa (Lessee PPI 02 Interest, Tenant's interest atau Leasehold estate). Hak Butir 3.4 kepemilikan yang lebih dibentuk oleh persyaratan dalam perjanjian sewa dan bukan didasarkan kepada hak kepemilikan atas real estat. Hak sewa tergantung kepada persyaratan dari perjanjian sewa secara spesifik, berakhir dalam waktu tertentu dan dimungkinkan untuk dibagibagi atau disewakan kembali kepada pihak lain.



Harta Benda dan Barang Bergerak Personal (Goods and Chatlels Personal)



Harta Benda dan Barang Bergerak Personal merupakan PPI 07 istilah yang dipergunakan untuk menyatakan benda Butir 3.2 berwujud yang dapat diidentifikasikan dan dipindahkan, yang pada umumnya diklasifikasikan sebagai Personal Properti. Lihat juga Personal Properti.



HBU



HBU sesuai dengan KPUP didefinisikan sebagai PPI 10 penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu Butir 3 properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial tayak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut.



591



Headleasehold Interest atau Sandwich Lessor Interest



Headleasehold Interest atau Sandwich Lessor Interest. PPI 02 Pemilik dari sewa induk. Butir 3.5



Implementasi



Implementasi; merupakan prosedur yang harus PPI 04 dilaksanakan oleh Penilai meliputi tahapan Investigasi, Butir 3.1 penerapan pendekatan penilaian dan penyusunan kertas kerja penilaian (SPI 104).



Implementasi



Implementasi; merupakan prosedur yang harus PPI 05 dilaksanakan oleh Penilai meliputi tahapan Investigasi, Butir 2.1 penerapan pendekatan penilaian dan penyusunan kertas kerja penilaian (SPI 104).



Informasi Keuangan Prospektif (IKP)



Informasi Keuangan Prospektif (IKP). Proyeksi data PPI O9 finansial yang digunakan untuk mengestimasi arus kas Butir 3.3 dalam DCF model.



Inspeksi



Inspeksi yang diatur dalam PPI ini adalah kunjungan PPI 12 yang dilakukan terhadap suatu aset (objek penilaian) Butir 3.1 untuk memeriksa fisik dan memperoleh informasi yang relevan dalam rangka pemberian opini nilai yang kredibel (credible). Untuk beberapa kasus, pemeriksaan fisik atas aset yang bersifat khusus termasuk pada personal properti, dapat berbeda dengan pemeriksaan yang dilakukan untuk real properti.



Joint Operation Body



Joint Operation Body prinsipnya Sama seperti Kontrak PPI 06 PSC namun Pertamina/Pemerintah ikut terlibat dalam Butir 3.11 penyertaan modal sehingga komposisi menjadi 50: 50.



Jual dan Sewa Kembali (Sale and Leaseback)



Jual dan Sewa Kembali (Sale and Leaseback). Penjualan PPI 02 real estat yang secara simultan diikuti dengan penyewaan Butir 3.7 dari properti yang sama oleh penjual. Pembeli menjadi pihak yang menyewakan, atau pemilik (landlord), sedangkan penjual menjadi penyewa. Karena terdapat situasi dan hubungan di antara para pihak yang dapat bersifat unik, transaksi jual dan sewa kembali dapat atau dapat tidak melibatkan persyaratan pasar yang bersifat umum.



Kajian Teknis pada Industri Pertambangan



Kajian Teknis pada Industri Pertambangan. Suatu PPI 06 dokumen teknis yang disusun oleh (seorang/lebih) Pakar Butir 3.18 Teknis yang mendukung Penilaian atas Industri Pertambangan dan yang dilampirkan pada, atau menjadi bagian dari suatu Laporan Penilaian.



592



Kalibrasi Model



Kalibrasi Model adalah proses penyesuaian formula, PPI 13 tabel dan daftar untuk penilaian massal dengan pasar saat Butir 3.3 ini.



Kapitalisasi



Kapitalisasi. Proses konversi realisasi atau estimasi PPI 03 pendapatan bersih atau serangkaian penerimaan bersih Butir 3.3 menjadi nilai modal yang ekivalen dalam satu periode pada saat yang ditentukan.



Keseragaman Hasil Penilaian (Assesment Uniformity)



Keseragaman Hasil Penilaian (Assesment Uniformity) PPI 13 adalah suatu kondisi dimana seluruh properti dinilai pada Butir 3.4 tingkat prosentase yang sama terhadap indikasi nilai pasarnya.



Koefisien Dispersi (Coefficient of Dispersion)



Koefisien Dispersi (Coefficient of Dispersion) adalah PPI 13 ukuran keseragaman dengan menggunakan nilai median. Butir 3.5



Kontrak Kerja Sama



Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau PPI 06 bentuk kontrak kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi Butir 3.9 dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.



Kontrak Production Sharing (PSC)



Kontrak Production Sharing (PSC) adalah kontrak bagi PPI 06 hasil di mana produksi dibagi berdasarkan suatu Butir 3.8 persentase tertentu yg disepakati.



Laporan Penilaian



Laporan Penilaian; merupakan suatu dokumen yang PPI 04 mencantumkan instruksi penugasan, tujuan dan dasar Butir 3.2 penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi penting yang digunakan dalam analisis (SPI 105).



Laporan Penilaian



Laporan Penilaian; merupakan suatu dokumen yang PPI 05 mencantumkan instruksi penugasan, tujuan dan dasar Butir 2.2 penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi penting yang digunakan dalam analisis (SPI 105).



Lelang



Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk PPI 05 umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau Butir 2.9 lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang (Pasal 1 butir 1).



593



Lelang Eksekusi



Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan PPI 05 putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen Butir 2.11 lain dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 1 butir 4)



Lelang Noneksekusi Sukarela



Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang atas Barang PPI 05 milik swasta, perorangan atau badan hukum/badan usaha Butir 2.13 yang dilelang secara sukarela (Pasal 1 butir 6).



Lelang Noneksekusi Wajib



Lelang Noneksekusi Wajib adalah Lelang untuk PPI 05 melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan Butir 2.12 perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang (Pasal 1 butir 5).



Level Penilaian (Assesment Level)



Level Penilaian (Assesment Level) adalah total rasio PPI 13 antara hasil penilaian dengan indikasi nilai pasar properti. Butir 3.6



Lingkup Penugasan



Lingkup Penugasan; merupakan dasar dalam pengaturan PPI 04 kesepakatan penugasan penilaian, tingkat kedalaman Butir 3.3 investigasi, penentuan asumsi dan batasan penilaian (SPI 103).



Lingkup Penugasan



Lingkup Penugasan; merupakan dasar dalam pengaturan PPI 05 kesepakatan penugasan penilaian, tingkat kedalaman Butir 2.3 investigasi, penentuan asumsi dan batasan penilaian (SPI 103).



Loan Risk Agreement



Loan Risk Agreement adalah Pemberian pinjaman PPI 06 kepada Pertamina untuk membiayai kegiatan mencari Butir 3.12 dan memproduksi minyak di wilayah tertentu. Pertamina akan nanti membayar pokok plus bunga dalam bentuk minyak.



Mean (rata-rata hitung)



Mean (rata-rata hitung) adalah total nilai dari seluruh PPI 13 observasi dibagi dengan jumlah observasi. Butir 3.7



Median (nilai tengah)



Median (nilai tengah) adalah nilai tengah dari sebuah PPI 13 distribusi frekuensi. Nilai ini berhubungan dengan posisi Butir 3.8 sentral yang dimilikinya dalam sebuah distribusi.



Mesin dan Peralatan



Mesin dan Peralatan adalah aset berwujud selain dari PPI 07 "realty", dimana; Butir 3.3 a) Dimiliki suatu entitas untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan b) Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari 1 periode.



594



Mineral



Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di PPI 06 alam yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta Butir 3.19 susunan kristal teratur atau gabungannya yang memberntuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.



Minyak Bumi



Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa PPI 06 hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperatur Butir 3.21 atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan Gas Bumi.



Model



Model adalah representasi persamaan yang menjelaskan PPI 13 hubungan antara nilai atau estimasi harga jual dan Butir 3.9 variabel faktor penawaran dan permintaan yang mewakili.



Model Keuangan



Model Keuangan. Merupakan sebuah proyeksi PPI 09 pendapatan arus kas berkala atas suatu bisnis atau Butir 3.4 properti sebagai dasar ukuran perhitungan pengembalian keuangan. Proyeksi pendapatan atau proyeksi arus kas disajikan melalui model keuangan yang mempertimbangkan hubungan historis antara pendapatan, biaya, dan pengeluaran modal serta proyeksi dari variabel tersebut. Model keuangan juga digunakan sebagai perangkat manajemen untuk menguji ekspektasi kinerja properti, untuk mengukur integritas dan stabilitas model DCF atau sebagai metode untuk membuat replika langkah-langkah yang diambil investor dalam membuat keputusan yang melibatkan penjualan, pembelian atau masa kepemilikan dari suatu properti atau bisnis.



Model Penilaian



Model Penilaian adalah sebuah representasi dari sebuah PPI 13 persamaan yang menjelaskan hubungan antara nilai atau Butir 3.10 estimasi harga jual dan variabel-variabel yang menggambarkan bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan pada pasar real estat.



Nilai Intrinsik (Intrinsic Value)



Nilai Intrinsik (Intrinsic Value). Nilai Intrinsik PPI 07 merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan Butir 3.4 jumlah uang berdasarkan evaluasi atas fakta yang ada, untuk menjadi nilai (worth) yang sesungguhnya dari suatu properti. Hal ini merupakan Konsep Nilai Non Pasar dalam jangka panjang yang mengabaikan fluktuasi harga jangka pendek. 595



Nilai Khusus



Nilai Khusus; adalah sejumlah uang yang mencerminkan PPI 04 atribut tertentu dari aset yang hanya berlaku bagi pembeli Butir 3.6 khusus dan bukan pasar secara keseluruhan (SPI 102-3.4)



Nilai Kini Bersih (Net Present ValueNPV)



Nilai Kini Bersih (Net Present Value-NPV) adalah PPI 09 ukuran selisih antara pendapatan atau arus kas masuk Butir 3.5 dengan biaya atau arus kas keluar yang telah didiskonto denggn tingkat diskonto yang sesuai, dalam analisis DCF. Jika penilaian dilakukan untuk memperoleh Nilai Pasar, maka penerimaan, pengeluaran dan tingkat diskonto diperoleh dari data pasar yang berlaku saat ini. NPV yang dihasilkan harus menjadi indikasi Nilai Pasar bagi pendekatan pendapatan.



Nilai Likuidasi



Nilai Likuidasi adalah sejumlah uang yang mungkin PPI 05 diterima dari penjualan suatu aset dalam jangka waktu Butir 2.4 yang relatif pendek untuk dapat memenuhi jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar. Pada beberapa situasi, Nilai Likuidasi dapat melibatkan penjual yang tidak berminat menjual, dan pembeli yang membeli dengan mengetahui situasi yang tidak menguntungkan penjual (SPI 102-3.5). Aset yang dimaksud dalam definisi di atas adalah aset atau kumpulan aset (as group) yang dijual dapat dalam keadaan terpisah-pisah (a piecemeal) tanpa mempertimbangkan keuntungan atau kerugian dari aset sebagai suatu bisnis yang berjalan (as going concern).



Nilai Limit



Nilai Limit adalah harga minimal barang yang akan PPI 05 dilelang dan ditetapkan oleh Penjual (Pasal 1 butir 28) Butir 2.14



Nilai Pasar



Nilai Pasar; didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang PPI 04 yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau Butir 3.5 liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan (SPI 101 3.1)



Nilai Pasar



Nilai Pasar; didefinisikan sebagai estimasi sejumlah uang PPI 05 yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau Butir 2.5 596



liabilitas pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan, yang pemasarannya dilakukan secara layak, di mana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan (SPI 101 3.1) Nilai Penggabungan



Nilai Penggabungan. Nilai lebih yang dihasilkan karena PPI 02 adanya penggabungan dua atau lebih kepentingan pada Butir 3.8 properti, melebihi penjumlahan nilai dari kedua kepentingan tersebut.



Nilai Penggantian Wajar



Nilai Penggantian Wajar; adalah nilai untuk kepentingan PPI 04 pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Butir 3.4 Pasar atas suatu Properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non fisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan hak atas Properti dimaksud (SPI 102-3.10). Nilai Penggantian Wajar (NPW) diartikan sama dengan Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam UU No. 2 tahun 2012. NPW dapat dihasilkan dari kombinasi kerugian fisik dan kerugian non fisik atas suatu objek penilaian. Kombinasi ini dapat digambarkan sebagai penjumlahan indikasi Nilai Pasar atas kerugian fisik ditambah indikasi nilai atas kerugian non fisik (lihat lampiran 1).



Operasi Produksi



Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha PPI 06 pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, Butir 3.3 pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.



Opini Kewajaran (fairness opinion)



Opini Kewajaran (fairness opinion) adalah suatu PPI 11 pernyataan yang diberikan oleh Penilai yang menyatakan Butir 3 bahwa suatu transaksi adalah wajar atau tidak wajar yang diperlukan dalam suatu aksi korporasi, yang terkait antara lain dengan: a) Transaksi material, b) Transaksi afiliasi, c) Perubahan, penambahan dan pelepasan bisnis utama, d) Persyaratan perjanjian dari pinjaman atau instrumen keuangan lainnya (indentures), e) Aset atau saham yang dipakai sebagai agunan.



597



Optimisasi



Optimisasi. Proses dimana opsi pengganti biaya terendah PPI 08 ditentukan untuk potensi layanan tersisa dari suatu aset. Butir 3.4 Merupakan suatu proses penyesuaian yang mengurangi biaya pengganti dan merefleksikan bahwa suatu aset mungkin mengalami keusangan teknis/fungsi atau dibangun berlebihan (over-engineered), atau aset yang mungkin mempunyai kapasitas lebih besar dari yang dibutuhkan.



Karena itu optimisasi lebih meminimalkan daripada memaksimalkan, dimana hasil penilaian menghasilkan alternatif opsi pengganti biaya yang terendah. Dalam menentukan Biaya Pengganti Terdepresiasi (DRC), optimisasi diterapkan untuk keusangan dan kelebihan kapasitas yang relevan. Pakar Teknis pada Industri Pertambangan (dalam PPI ini selanjutnya disebut Pakar Teknis)



Pakar Teknis pada Industri Pertambangan (dalam PPI ini PPI 06 selanjutnya disebut Pakar Teknis). Seseorang yang Butir 3.24 bertanggungjawab atas seluruh atau sebagian dari Kajian Teknis yang mendukung suatu Penilaian atas Industri Pertambangan. Seorang Pakar Teknis harus mempunyai pengalaman yang memadai sesuai dengan bidangnya dan apabila diperlukan oleh undang-undang atau peraturan, harus menjadi anggota atau mempunyai ijin dari suatu lembaga profesional yang diakui dan berwenang memberikan sanksi atau ijin kepada anggotanya. Seorang spesialis terakreditasi tidak boleh mengambil alih tanggungjawab untuk seluruh atau sebagian dari satu Kajian Teknis apabila bukan Pakar Teknis.



Panas Bumi



Panas Bumi adalah sumber energi panas yang terkandung PPI 06 di dalam air panas, uap air, dan batuan bersama mineral Butir 3.23 ikutan dan gas lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi dan untuk pemanfaatannya diperlukan proses penambangan.



Pemanfatan tertinggi dan terbaik (Higest and Best Use) yang selanjutnya disebut HBU



Pemanfatan tertinggi dan terbaik (Higest and Best Use) PPI 04 yang selanjutnya disebut HBU, didefinisikan sebagai Butir 3.7 penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu aset, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari aser tersebut. (KPUP -12.1).



Pendekatan Biaya



Pendekatan Biaya; menetapkan nilai properti dengan PPI 05 mengestimasi biaya perolehan tanah dan biaya pengganti Butir 2.8 pengembangan baru (sesuatu yang dibangun) di atasnya 598



dengan utilitas yang sebanding atau mengadaptasi properti lama dengan penggunaan yang sama, tanpa mempertimbangkan antara lain biaya akibat penundaan waktu pengembangan dan biaya lembur. Untuk properti yang lebih tua, pendekatan biaya memperhitungkan estimasi depresiasi termasuk penyusutan fisik dan keusangan lainnya (fungsional dan eksternal). Biaya konstruksi dan depresiasi seharusnya ditentukan oleh hasil analisis perkiraan biaya konstruksi dan depresiasi sesuai dengan kelaziman yang ada di pasar atau dalam praktek penilaian. Pendekatan Biaya untuk Menilai Karya Seni (Cost Approach for Valuing Fine Art)



Pendekatan Biaya untuk Menilai Karya Seni (Cost PPI 07 Approach for Valuing Fine Art). Pendekatan berdasarkan Butir 3.7 perbandingan terhadap nilai karya seni yang dianggap sebagai pengganti untuk pembelian karya seni tertentu, dapat merupakan karya seni yang setara untuk menggantikan karya seni yang asli. Estimasi Penilai berdasarkan biaya reproduksi/pengganti atas objek karya seni dan dasar penggantian, apakah merupakan penggantian baru atas karya lama (new for old), basis ganti rugi (indemnity basis), barang tiruan (a replica), atau barang reproduksi (a facsimile).



Pendekatan Pasar



Pendekatan Pasar; pendekatan ini mempertimbangkan PPI 05 penjualan dari properti sejenis atau pengganti dan data Butir 2.6 pasar yang terkait, serta menghasilkan estimasi nilai melalui proses perbandingan. Pada umumnya, properti yang dinilai (obyek penilaian) dibandingkan dengan transaksi properti yang sebanding, baik yang telah terjadi maupun properti yang masih dalam tahap penawaran penjualan dari suatu proses jual beli.



Pendekatan Pendapatan



Pendekatan Pendapatan; pendekatan ini PPI 05 mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang Butir 2.7 berhubungan dengan properti yang dinilai dan mengestimasikan nilai melalui proses kapitalisasi. Kapitalisasi menghubungkan pendapatan (umumnya pendapatan bersih) dengan suatu definisi jenis nilai melalui konversi pendapatan menjadi estimasi nilai. Proses ini dapat menggunakan metode kapitalisasi langsung atau metode Arus Kas Terdiskonto (Discounted Cash Flow/DCF), atau keduanya.



Pengadaan tanah



Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah PPI 04 dengan cara memberi ganti kergian yang layak dan adil Butir 3.8 kepada pihak yang berhak (UU No. 2/2012, Pasal 1 Butir 2).



599



Pengelola yang kompeten secara ratarata atau yang efisien secara wajar



Konsep berdasarkan pasar dimana pembeli potensial dan PPI 03 Penilai, memperkirakan tingkat usaha yang dapat Butir 3.4 dipertahankan dan profitabilitas masa depan yang dapat dicapai oleh pengelola yang kompeten secara rata-rata atau efisien secara wajar atas bisnis yang dijalankan pada PBK. Konsep ini lebih melibatkan tingkat usaha potensial dan bukan tingkat usaha sebenarnya dari kepemilikan yang ada sehingga mengabaikan personal goodwill.



Pengembangan



Pengembangan. Bangunan, struktur atau modifikasi PPI 08 terhadap tanah yang bersifat permanen, melibatkan biaya Butir 3.5 tenaga kerja dan modal, dan yang diharapkan mampu meningkatkan nilai atau manfaat dari properti. Pengembangan memiliki pola penggunaan dan usia ekonomis yang berbeda.



Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh Penyewa (Leasehold Improvements or Tenant's Improvements)



Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh PPI 07 Penyewa merupakan pengembangan atau penambahan Butir 3.10 atas tanah atau bangunan, yang dilakukan dan dibiayai oleh penyewa untuk memenuhi keperluannya, pada umumnya diambil kembali/ dibawa oleh penyewa pada saat berakhirnya masa sewa dengan tidak merusak real estat semula. Lihat juga Personal Properti, Perlengkapan Dagang atau Perlengkapan Penyewa.



Penggantian Baru atas Karya Lama (new for old)



Penggantian Baru atas Karya Lama merupakan estimasi PPI 07 biaya pembelian barang yang sama atau jika tidak Butir 3.7 memungkinkan, suatu barang seni yang serupa/setara Poin a dalam kondisi baru di pasaran retail.



Penilaian Massal



Penilaian Massal adalah sistem penilaian yang sistematis PPI 03 pada sekelompok properti/aset individual berdasarkan Butir 3.11 data yang ada menggunakan prosedur-prosedur standar serta diuji secara statistik.



Penilaian Massal Dengan Bantuan Komputer (Computer-Assisted Mass Appraisal/CAMA)



Penilaian Massal Dengan Bantuan Komputer (Computer- PPI 13 Assisted Mass Appraisal/CAMA) adalah sebuah sistem Butir 3.12 penilaian properti, biasanya hanya beberapa jenis Properti berwujud, yang menggabungkan-komputer didukung analisis statistik seperti analisis regresi berganda dan prosedur estimasi adaptif untuk membantu penilai dalam mengestimasi nilai.



Penilaian untuk Penilaian untuk keperluan Penilaian untuk keperluan PPI 04 keperluan Penilaian ganti kerugian meliputi: Butir 3.9 untuk keperluan ganti a) Ganti kerugian fisik (material) tanah dan/atau kerugian bangunan dan/atau tanaman dan/atau bendabenda lain yang berkaitan dengan tanah. 600



b) Ganti kerugian non fisik (immaterial) terdiri dari



penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari pemilik tanah yang akan diberikan dalam bentuk uang (premium), serta kerugian lainnya yang dapat dihitung meliputi biaya transaksi, bunga (kompensasi masa tunggu), kerugian sisa tanah, dan jenis kerugian lainnya yang dinyatakan dan disepakati oleh pemberi tugas dalam Lingkup Penugasan. Objek Pengadaan Tanah yang dimaksud diatas diartikan sama dengan istilah Properti atau Properti Pertanahan sesuai dengan Standar Penilaian Indonesia (SPI) 204 tahun 2018. Penjualan Secara Pribadi (Private Treaty Sale)



Penjualan Secara Pribadi merupakan penjualan yang PPI 07 dinegosiasikan dan ditransaksikan di antara safu pihak Butir 3.10 dengan pihak lainnya di luar jual beli melalui lelang terbuka atau metode lainnya. Harga transaksi yang terjadi dalam penjualan secara pribadi pada umumnya tidak diketahui pihak lain kecuali oleh pihak-pihak yang bertransaksi. Lihat Juga Harga Lelang, Harga Palu.



Perabotan dan Peralatan Lain (Furniture, Fixtures and Equipment)



Perabotan dan Peralatan Lain merupakan istilah yang PPI 07 umum digunakan untuk menyatakan Personal Properti Butir 3.12 berwujud termasuk perlengkapan dagang dan pengembangan oleh penyewa. Lihat juga Personal Properti.



Peralatan dan Perlengkapan Bangunan (Fixtures and Fittings)



Peralatan Perlengkapan Bangunan dan merupakan bagian PPI 07 yang terikat kepada properti (Real Properti), yang dinilai Butir 3.13 secara keseluruhan. Lihat Perlengkapan Dagang atau Perlengkapan Penyewa.



Perbedaan Harga Terkait (Price Related Differential/PRD)



Perbedaan Harga Terkait (Price Related PPI 13 Differential/PRD) adalah alat statistik untuk mengukur Butir 3.13 tingkat regresivitas atau progresivitas penilaian, caranya dengan membagi mean (rata-rata hitung) dengan weighted mean (nilai rata-rata tertimbang).



Perlengkapan Dagang atau Perlengkapan Penyewa (Trade Fixtures or Tenant's Fixtures)



Perlengkapan Dagang atau Perlengkapan Penyewa PPI 07 merupakan barang/peralatan di luar real-properti yang Butir 3.14 dipasang pada properti tertentu oleh penyewanya dan digunakan dalam kegiatan bisnis atau perdagangan. Lihat juga Pengembangan Properti Sewa Pengembangan oleh Penyewa, Personal Properti.



Personal Properti (Personal Property)



Personal Properti merupakan konsep hukum yang PPI 07 merujuk pada semua hak, kepentingan, dan manfaat yang Butir 3.15 terkait dengan kepemilikan dari suatu properti selain real 601



estat. Personal Properti secara hukum dinyatakan sebagai personalti (personalty) yang berbeda dengan real estat (realty). Personal Properti yang berwujud biasanya tidak secara permanen melekat pada real estat, dan biasanya dicirikan oleh karakternya yang dapat dipindahkan, misalnya Mesin dan Peralatan, Alat Transportasi, Alat Berat dan Persediaan. Lihat juga Benda-benda Koleksi; Peralatan dan Perlengkapan Bangunan; Perabotan dan Peralatan Lain; Barang dan Peralatan Pribadi; Pengembangan Properti Sewa atau Pengembangan oleh Penyewa; Mesin dan Peralatannya; Perlengkapan Dagang Perlengkapan Penyewa. Personalti (Personalty)



Personalti merupakan istilah hukum yang digunakan PPI 07 untuk menyatakan Personal Properti dalam hubungannya Butir 3.16 dengan real properti atau real estat. Personalti meliputi juga properti berwujud maupun takberwujud yang bukan real estat. Lihat Personal Properti.



Pertambangan batubara



Pertambangan batubara adalah pertambangan endapan PPI 06 karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen Butir 3.16 padat, gambut dan batuan aspal.



Pertambangan mineral



Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan PPI 06 mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi Butir 3.15 minyak dan gas bumi serta air tanah.



Peta Kadaster



Peta Kadaster adalah peta yang menampilkan batas-batas PPI 13 kepemilikan properti dan menampilkan ukuran masing- Butir 3.14 masing bidang berikut informasi terkait, termasuk batas wilayah administrasi.



Peta tematik (khusus)



Peta tematik (khusus), adalah peta dengan subyek-subyek PPI 13 tertentu yang dibuat secara khusus dengan tema tertentu. Butir 3.15



Potensi Keuntungan yang Memadai



Potensi Keuntungan yang Memadai. Apabila aset dinilai PPI 08 berdasarkan Biaya Pengganti Terdepresiasi, pengujian Butir 3.6 potensi keuntungan yang memadai suatu entitas dapat memastikan tercapainya kesimpulan dari Biaya Pengganti Terdepresiasi.



Potensi Layanan



Potensi Layanan. Kapasitas untuk menghasilkan barang PPI 08 dan lasa sesuai dengan tujuan entitas, baik untuk tujuan Butir 3.7 mendapatkan pemasukan kas bersih atau penyediaan barang dan jasa yang mencakup volume dan kuantitas tertentu untuk pemakai. Di sektor publik, konsep dari potensi fasilitas/layanan publik menggantikan pengujian potensi keuntungan yang memadai pada sektor swasta.



602



Pra-Studi Kelayakan Industri Pertambangan



Pra-Studi Kelayakan Industri Pertambangan. Studi dari PPI 06 suatu kandungan Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Butir 3.25 Mineral dan Batubara, yang mempertimbangkan secara cukup rinci semua faktor geologi, rancang-bangun, pengoperasian, ekonomi, lingkungan dan faktor lain yang terkait, dipergunakan sebagai landasan yang layak dalam pengambilan keputusan untuk dilanjutkan sampai Studi Kelayakan.



Properti dengan Bisnis Khusus (PBK)



Kategori real properti tertentu, yang dirancang untuk PPI 03 jenis bisnis khusus, yang biasanya diperjualbelikan di Butir 3.5 pasar sesuai dengan potensi usahanya.



Properti Eksplorasi atau Area Eksplorasi



Properti Eksplorasi atau Area Eksplorasi. Suatu PPl 06 hak/kepentingan atas real properti Minyak Bumi, Gas Butir 3.26 Bumi, Panas Bumi, Mineral dan Batubara yang secara aktif sedang dieksplorasi kandungannya, hanya saja secara ekonomi belum layak.



Properti Khusus



Properti Khusus. Properti yang jarang terjadi kalaupun PPI 08 pernah/ada dijual di pasar, kecuali sebagai penjualan Butir 3.8 usaha atau sebagai bagian dari entitas. Keunikan muncul dari sifat dan desain khusus, konfigurasi, ukuran, lokasi atau kombinasinya.



Rasio Penilaian (Assesment Ratio)



Rasio Penilalan (Assesment Ratio) adalah rasio dari nilai PPI 13 yang ditetapkan yang dapat menjadi indikator nilai pasar, Butir 3.16 atau dalam arti lebih luas adalah estimasi hubungan fraksional antara suatu penilaian dengan indikasi nilai pasar dari sekelompok properti.



Rata-Rata Tertimbang (Weighted Mean)



Rata-Rata Tertimbang (Weighted Mean) adalah rata-rata PPI 13 hitung dari seluruh observasi, dalam hal ini adalah nilai Butir 3.17 yang ditetapkan dari hasil penilaian massal, dibagi dengan total nilai pasar seluruh sampel objek observasi.



Royalti atau Hak atas Royalti ("Royalty Interest") di Industri Pertambangan



Royalti atau Hak atas Royalti ("Royalty Interest") di PPI 06 Industri Pertambangan. Bagian untuk pemilik Butir 3.27 tanah atau pemberi sewa (pihak yang menyewakan) dari suatu produksi, dalam bentuk uang atau produk, tanpa pembebanan biaya produksi. "Overriding Royalty" adalah suatu bagian dari bahan tambang atau minyak bumi yang diproduksi, tanpa pembebanan biaya produksi, dibayarkan ke pihak selain dari pemberi sewa yang melebihi dan di afas royalti bagi pemberi sewa. Usaha pertambangan sesuai peraturan perundangan dapat dilakukan oleh badan usaha atau perorangan, setelah memperoleh izin yang dapat dibedakan sebagai berikut. a) Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi b) IUP Operasi Produksi 603



c) Izin Pertambangan Rakyat (IPR) d) IUPK Operasi Produksi, dan e) IUPK Pengangkutan dan Penjualan Rugi Penurunan Nilai Rugi Penurunan Nilai (Impairment Loss). Selisih dari PPI 08 (Impairment Loss) jumlah tercatat suatu aset dengan jumlah yang dapat Butir 3.9 diperoleh kembali dari aset tersebut (PSAK 16 butir 6). Sewa



Sewa. Perjanjian kontraktual dimana hak untuk PPI 02 menggunakan dan memiliki diberikan oleh pemilik Butir 3.9 properti (Landlord atau lessor) dan sebagai imbalannya didapatkan janji dari penyewa untuk membayar sewa sebagaimana dinyatakan di dalam perjanjian sewa. Dalam praktek, hak dan kewajiban dari kedua belah pihak dapat menjadi kompleks dan tergantung kepada persyaratan lebih spesifik di dalam kontrak.



Sewa Induk (Headlease, Master Lease)



Sewa Induk (Headlease, Master Lease). Sewa kepada PPI 02 entitas tunggal yang dimaksudkan sebagai penyewa Butir 3.10 utama yang kemudian akan menyewakan kembali kepada pihak lainnya.



Sewa Kontraktual (Passing Rent atau Contract Rent)



Sewa Kontraktual (Passing Rent atau Contract Rent). PPI 02 Sewa yang didasarkan kepada perjanjian sewa yang ada; Butir 3.6 meskipun sewa kontraktual mungkin sama dengan Sewa Poin a Pasar, dalam prakteknya dapat berbeda secara substansial, terutama untuk sewa yang sudah lama dengan harga sewa yang tetap.



Sewa kontraktual adalah sewa yang dibayarkan berdasarkan persyaratan kontak yang sebenarnya. Sewa ini dapat berupa angka tetap atau variabel dalam durasi sewa. Frekuensi dan dasar dari penghitungan variasi sewa akan ditentukan dalam kontrak sewa dan harus diidentifikasikan dan dipahami untuk menentukan keuntungan total yang didapatkan pemilik dan kewajiban penyewa. Sewa Partisipasi (Turnover Rent atau Participation Rent)



Sewa Partisipasi (Turnover Rent atau Participation PPI 02 Rent). Suatu bentuk perjanjian sewa dimana pihak yang Butir 3.6 menyewakan menerima sewa dalam bentuk yang Poin b dikaitkan dengan pendapatan yang diterima penyewa. Salah satu contoh sewa partisipas adalah percentage rent.



Sewa Pasar



Sewa Pasar adalah estimasi sejumlah uang yang dapat PPI 02 diperoleh dari hasil transaksi sewa atas hak kepemilikan Butir 3.6 real properti pada tanggal penilaian antara pemilik yang Poin c berkeinginan menyewakan dan penyewa yang berkeinginan menyewa pada persyaratan sewa menyewa 604



yang wajar dan merupakan transaksi bebas ikatan, setelah pemasaran secara layak sesuai dan dimana kedua pihak masing-masing bertindak dasar atas pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian dan tanpa paksaan. Penjelasan yang diberikan pada Nilai Pasar pada KPUP dapat diterapkan untuk membantu interpretasi dari Sewa Pasar. Secara khusus, estimasi akan mengecualikan sewa yang dinaikkan atau diturunkan karena adanya persyaratan, pertimbangan atau konsesi khusus. Persyaratan sewa menyewa yang wajar adalah istilah yang akan secara umum diterima/disetujui di pasar untuk jenis properti tersebut pada tanggal penilaian di antara pelaku pasar. Penilaian dari sewa pasar seharusnya hanya diberikan bersama dengan indikasi persyaratan sewa induk yang diasumsikan. Sewa yang terjadi di pasar dengan didasarkan kepada Nilai Sewa Pasar (lihat SPI 1013.6) Kapanpun opini Nilai Sewa Pasar diberikan, persyaratan sewa yang lazim yang mendasari opini tersebut seharusnya dinyatakan. Sewa Tanah (Ground Lease)



Sewa Tanah (Ground Lease). Pada umumnya sewa tanah PPI 02 jangka panjang dengan penyewa diijinkan untuk Butir 3.11 membangun di atas tanah dan menikmati manfaat selama waktu sewa.



Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS)



Sistem Informasi Geografis (Geographic Information PPI 13 System/GIS) adalah sebuah sistem manajemen database Butir 3.18 yang digunakan untuk menyimpan, mengambil, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan informasi spasial. Termasuk salah satu jenis sistem pemetaan komputerisasi yang mampu mengintegrasikan data spasial (informasi pertanahan) dan data atribut di antara lapisan yang berbeda pada peta dasar.



Sistem Penilaian Dengan Bantuan Komputer (Computer-Assisted Assessment System)



Sistem Penilaian Dengan Bantuan Komputer (Computer- PPI 13 Assisted Assessment System) adalah sebuah sistem untuk Butin 3.19 menilai real properti dan personal properti dengan bantuan komputer. Sebuah komputer, dapat digunakan, misalnya, dalam proses penilaian, dalam melacak kepemilikan dan status pembebasan, dalam mencetak, dalam mengkoordinasikan beban kerja penilai real properti sehubungan dengan penilaian komersial dan properti industri, di sejumlah lokasi atau daerah lain.



605



Studi Kelayakan Industri Pertambangan



Studi Kelayakan Industri Pertambangan. Suatu studi PPI 06 menyeluruh terhadap suatu deposit Mineral atau Butir 3.28 akumulasi Minyak Bumi, dengan mempertimbangkan semua faktor geologi, rancang-bangun, operasional, ekonomi, pemasaran, lingkungan, peraturan dan faktor lain yang terkait secara cukup rinci. Studi ini cukup memadai untuk dipergunakan sebagai landasan pengambilan keputusan akhir oleh pemilik lembaga keuangan untuk memulai/melanjutkan pekerjaan, atau membiayai, pengembangan properti yang prospektif untuk produksi Mineral atau Miny ak Bumi. Lihat juga Prastudi kelayakan.



Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang. (UU Minerba) Sumber Daya Mineral.



Sumber Daya Mineral. Sebagaimana didefinisikan oleh PPI 06 CRIRSCO:, "suatu konsentrasi hak/kepentingan Butir 3.29 ekonomi intrinsik di dalam atau pada kerak bumi (suatu kandungan) dengan bentuk dan kuantitas yang layak untuk dilakukan penambangan secara ekonomis. Lokasi, kuantitas, tingkatan, karakteristik geologi dan kesinambungan dari suatu cadangan Sumber Daya Mineral diketahui, diestimasi atau ditafsirkan dari kejadian geologi khusus dan pengetahuan. Sumber Daya Mineral dibagi sesuai dengan peningkatan bukti geologis, menjadi kategori terkira, terunjuk dan terukur. Bagian kandungan yang tidak mempunyai prospek yang memadai untuk dilakukan penambangan secara ekonomis, tidak termasuk dalam Sumber Daya Mineral". The United Nations Framework Classification (UNFC) dengan cara yang sama mendefinisikan suatu Sumber Daya Mineral dan anak cabang/sub-divisinya, menerapkan sistem kode UNFC. Untuk kepentingan PPI ini, bahan pertambangan/mineralisasi yang digolongkan ke dalam kategori UNFC"s G4 ("Reconnaissance Study atau survey tinjau"), tidak termasuk Sumber Daya Mineral. Pilihan untuk mengadopsi UNFC atau definisi lain dari Sumber Daya Mineral guna pelaporan keuangan publik atau penggunaan laporan sesuai dengan undangundang harus merekonsiliasikan Cadangan Mineral ke kategori Cadangan Terkira/Terduga dan Terbukti dari CRIRSCO untuk tujuan penilaian. 606



Sumber Daya Minyak Bumi



Sumber Daya Minyak Bumi. Untuk maksud PPI ini, PPI 06 sumber daya minyak bumi hanya meliputi Butir 3.30 Cadangan Minyak Bumi dan potensi sumber daya. Potensi Sumber Daya sebagaimana didefinisikan oleh Masyarakat Insinyur Perminyakan (Society of Petroleum Engineers/SPE) / Kongres Perminyakan Dunia (World Petroleum Congress/WPC), yang tergabung dalam Asosiasi Ahli Geologi Perminyakan Amerika (The American Association of Petroleum Geologist/AAPG), adalah “Kuantitas Minyak Bumi yang diantisipasi untuk secara potensial dipulihkan dari akumulasi yang telah diketahui, tetapi bukan untuk waktu sekarang dipertimbangkan untuk dapat dipulihkan kembali secara komersial. The United Nations Framework Classification (UNFC) dengan cara yang sama mendefinisikan cadangan Minyak Bumi dan subdivisinya, menerapkan sistem kode UNFC. Untuk maksud PPI ini, akumulasi minyak bumi yang diklasifikasikan dalam kategori UNFC G4"s ("Potential Geological Conditions") tidak termasuk sebagai Cadangan Minyak Bumi.



Technical Assistance Contract



Technical Assistance Contract adalah kegiatan untuk PPI 06 meningkatkan sumur-sumur produksi yg sudah tua. Butir 3.10 Produksi yg dibagi adalah hanya dari penambahan produksi setelah secondary recovery tersebut.



Tingkat Diskonto



Tingkat Diskonto adalah tingkat pengembalian yang PPI 09 digunakan untuk mengkonversikan jumlah arus kas yang Butir 3.6 dikeluarkan atau diterima di masa yang akan datang menjadi nilai kini. Secara teori, tingkat diskonto harus merefleksikan 'opportunity cost’ dari modal, yaitu tingkat pengembalian modal yang dapat diperoleh atau dihasilkan apabila ditempatkan untuk penggunaan lain dengan resiko yang sama.



Tingkat Pengembalian Awal (Intial Yield)



Tingkat Pengembalian Awal (Intial Yield).Pendapatan PPI 09 awal dari suatu investasi dibagi dengan harga yang Butir 3.7 dibayarkan untuk investasi yang dinyatakan dalam bentuk presentase.



Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return-IRR)



Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return- PPI 09 IRR) merupakan tingkat diskonto dimana nilai kini dari Butir 3.8 arus kas suatu proyek adalah sama dengan nilai kini dari investasi modal (capital investment). Tingkat pengembalian tersebut adalah tingkat dimana Nilai Kini Bersih (Net Present Value) sama dengan nol. IRR mencerminkan baik pengembalian modal yang 607



diinvestasikan maupun pengembalian investasi awal, sebagai dasar pertimbangan bagi investor potensial. Oleh karena itu, penentuan IRR dari analisis transaksi pasar terhadap properti/bisnis yang sejenis yang memiliki pola pendapatan yang sebanding merupakan suatu metode yang sesuai dalam menentukan tingkat diskonto dalam pasar penilaian untuk mendapatkan Nilai Pasar. Usaha pertambangan



Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka PPI 06 pengusahaan Minyak Bumi, Gas Bumi, Panas Bumi, Butir 3.1 Mineral dan Batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang.



Usaha pertambangan



Usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka PPI 06 pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi Butir 3.17 tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.



608