KLP 5. Mendeteksi Dan Mencegah Fraud [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH AUDIT FORENSIK & INVESTIGASI



“PENCEGAHAN DAN PENDETEKSIAN KECURANGAN OLEH INTERNAL AUDITOR”



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5 1. APRILIYA AMALIAH



(186602061)



2. DWITYA



(186602098)



3. GILANG PRAMANA



(186602084)



4. FITRA SARI



(186602100)



5. ADRYANUS



(186602015)



PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM-ENAM KENDARI 2021



KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Fahmi Sahlam, S.Ak., M.Ak. selaku dosen mata kuliah Audit Forensik dan Investigasi yang sudah memberikan kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Materi ini diharapkan tersusun dengan ringkas dan mudah untuk dipahami dan dimengerti. Terlepas dari semua itu, penulis menyadari seutuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sehingga penulis bisa melakukan perbaikan makalah ini sehingga menjadi makalah yang baik dan benar. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberi manfaat ataupun inpirasi pada pembaca.



Kendari, Penyusun



Oktober 2021



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.........................................................................................i DAFTAR ISI........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN....................................................................................3 1.1 Latar Belakang................................................................................................3 1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................3 1.3 Tujuan.............................................................................................................3 BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................4 2.1 Kecurangan Dan Jenis Kecurangan................................................................4 2.2 Pencegahan Kecurangan.................................................................................5 2.3 Pendeteksian Kecurangan...............................................................................9 STUDI KASUS....................................................................................................13 BAB III PENUTUP.............................................................................................19 3.1 Kesimpulan.....................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................20



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Internal auditing adalah suatu penilaian, yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih mengenai ketelitian, dapat dipercayainya, efisiensi, dan kegunaan catatancatatan (akutansi) perusahaan, serta pengendalian intern yang terdapat dalam perusahaan. Tujuannya adalah untuk membantu pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang di audit. Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor melakukan kegiatan– kegiatan berikut:  Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian intern, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal,  Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur- prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.  Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan.  Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.  Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.  Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisensi dan efektifitas Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya tersebut dapat disimpulkan bahwa internal auditor antara lain memiliki peranan dalam : a. Pencegahan Kecurangan (Fraud Prevention), b. Pendeteksian Kecurangan (Fraud Detection), dan c. Penginvestigasian Kecurangan (Fraud Investigation). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Kecurangan Dan Jenis Kecurangan? 2. Bagaimana Pencegahan Kecurangan? 3. Bagaimana Pendeteksian Kecurangan? 1.3 Tujuan 1. Untuk Mengetahui Bagaimana Kecurangan Dan Jenis Kecurangan 2. Untuk Mengetahui Bagaimana Pencegahan Kecurangan 3. Untuk Mengetahui Bagaimana Pendeteksian Kecurangan



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Kecurangan Dan Jenis Kecurangan Untuk lebih berhasilnya peran auditor dalam pencegahan dan pendeteksian adanya kecurangan, sebaiknya internal auditor perlu memahami kecurangan dan jenis-jenis kecurangan yang mungkin terjadi dalam perusahaan. G.Jack Bologna, Robert J.Lindquist dan Joseph T.Wells mendifinisikan kecurangan “ Fraud is criminal deception intended to financially benefit the deceiver ( 1993,hal 3 )” yaitu kecurangan adalah penipuan kriminal yang bermaksud untuk memberi manfaat keuangan kepada si penipu. Kriminal disini berarti setiap tindakan kesalahan serius yang dilakukan dengan maksud jahat. Dan dari tindakan jahat tersebut ia memperoleh manfaat dan merugikan korbannya secara financial. Biasanya kecurangan mencakup tiga langkah yaitu (1) tindakan/the act., (2) Penyembunyian/theconcealment dan (3) konversi/the conversion Misalnya pencurian atas harta persediaan adalah tindakan, kemudian pelaku akan menyembunyikan kecurangan tersebut misalnya dengan membuat bukti transaksi pengeluaran fiktif. Selanjutnya setelah perbuatan pencurian dan penyembunyian dilakukan, pelaku akan melakukan konversi dengan cara memakai sendiri atau menjual persediaan tersebut. Pada dasarnya terdapat dua tipe kecurangan, yaitu eksternal dan internal. Kecurangan eksternal adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha; wajib pajak terhadap pemerintah. Kecurangan internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan, manajer dan eksekutif terhadap perusahaan tempat ia bekerja. Berkaitan dengan itu Association of Certified Fraud Examinations (ACFE- 2000), salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan pemberantasan kecurangan, mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok sebagai berikut: a. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud), Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial. b. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation), Penyalahagunaan aset dapat digolongkan ke dalam ‘Kecurangan Kas’ dan ‘Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya’, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement). c. Korupsi (Corruption), Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion).



2.2 Pencegahan Kecurangan Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam pencegahan kecuarangan adalah berupaya untuk menghilangkan atau mengeleminir sebab- sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena pencegahan terhadap akan terjadinya suatu perbuatan curang akan lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut. Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu suatu entitas apa bila : a. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan longgar dan tidak efektif. b. Pegawai dipekerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas mereka. c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan. d. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efsien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan. f. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah atau tradisi kecurangan. Pencegahan kecurangan pada umumnya adalah aktivitas yang dilaksanakan manajemen dalam hal penetapan kebijakan, sistem dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan sudah dilakukan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain perusahaan untuk dapat memberikan keyakinan memadai dalam mencapai 3 ( tiga ) tujuan pokok yaitu ; keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi serta kepatuhan terhadap hukum & peraturan yang berlaku. ( COSO: 1992) Untuk hal tersebut , kecurangan yang mungkin terjadi harus dicegah antara lain dengan cara – cara berikut : 1. Membangun struktur pengendalian intern yang baik Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan, maka tugas manajemen untuk mengendalikan jalannya perusahaan menjadi semakin berat. Agar tujuan yang telah ditetapkan top manajemen dapat dicapai, keamanan harta perusahaan terjamin dan kegiatan operasi bisa dijalankan secara efektif dan efisien, manajemen perlu mengadakan struktur pengendalian intern yang baik dan efektif mencegah kecurangan. Dalam memperkuat pengendalian intern di perusahaan, COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission) pada bulan September 1992 memperkenalkan suatu rerangka pengendalian yang lebih luas daripada model pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup menejemen risiko, yaitu pengendalian intern terdiri atas 5 ( lima ) komponen yang saling terkait yaitu : 1) Lingkungan pengendalian ( control environment ) menetapkan corak suatu organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern, menyediakan disiplin dan struktur.



Lingkungan pengendalian mencakup : a. Integritasdannilaietika b. Komitmenterhadapkompetensi c. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit d. Filosofidangayaoperasimanajemen e. Strukturorganisasi f. Pemberian wewenang dan tanggungjawab g. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia 2) Penaksiran risiko ( risk assessment ) adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai tuuannya, membentuk suatu dasar untuk menenetukan bagaimana risiko harus dikelola. Risiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut : a. Perubahan dalam lingkungan operasi b. Personel baru c. Sistem informasi yang baru atau diperbaiki d. Teknologi baru e. Lini produk, produk atau aktivitas baru f. Operasi luar negeri g. Standar akuntansi baru 3) Standar Pengedalian ( control activities ) adalah kebijakan dari prosedur yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur yang dimaksud berkaitan dengan: a. Penelaahan terhadap kinerja b. Pengolahan informasi c. Pengendalian fisik d. Pemisahan tugas 4) Informasi dan komunikasi ( information and communication ) adalah pengidentifikasian, penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dari waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggungjawab mereka. Sistem imformasi mencakup sistem akuntansi, terdiri atas metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi entitas dan untuk memelihara akuntabiltas bagi aktiva, utang dan ekuitas. Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap pelaporan keuangan. 5) Pemantauan ( monitoring ) adalah proses menentukan mutu kinerja pengendalian intern sepanjang waktu. Pemantauan mencakup penentuan disain dan operasi pengendalian yang tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi.



2. Mengefektifkan Aktivitas Pengendalian 1) Review Kinerja Aktivitas pengendalian ini mencakup review atas kinerja sesungguhnya dibandingkan dengan anggaran, prakiraan, atau kinerja priode sebelumnya, menghubungkan satu rangkaian data yang berbeda operasi atau keuangan satu sama lain, bersama dengan analisis atas hubungan dan tindakan penyelidikan dan perbaikan; dan review atas kinerja fungsional atau aktivitas seseorang manajer kredit atas laporan cabang perusahaan tentang persetujuan dan penagihan pinjaman. 2) Pengolahan Informasi Berbagai pengendalian dilaksanakan untuk mengecek ketepatan, kelengkapan, dan otorisasi transaksi. Dua pengelompokan luas aktivitas pengendalian sistem informasi adalah pengendalian umum ( general control ) dan pengendalian aplikasi ( application control). Pengendalian umum biasanya mencakup pengendalian atas operasi pusat data, pemerosesan dan pemeliharaan perangkat lunak sistem, keamanan akses, pengembangan dan pemeliharaan sistem aplikasi. Pengendalian ini berlaku untuk maiframe, minicomputer dan lingkungan pemakai akhir (end-user ). Pengendalian ini membantu menetapkan bahwa transaksi adalah sah, diotorisasi semestinya, da n diolah secara lengkap dan akurat. 3) Pengengendalian fisik Aktivitas pengendalian fisik mencakup keamanan fisik aktiva, penjagaan yang memadai terhadap fasilitas yang terlindungi dari akses terhadap aktiva dan catatan; otorisasi untuk akses ke program komputer dan data files; dan perhitungan secara periodik dan pembandingan dengan jumlah yang tercantum dalam catatan pengendali. 4) Pemisahan tugas Pembebanan tanggungjawab ke orang yang berbeda untuk memberikan otorisasi, pencatatan transaksi, menyelenggarakan penyimpanan aktiva ditujukan untuk mengurangi kesempatan bagi seseorang dalam posisi baik untuk berbuat kecurangan dan sekaligus menyembunyikan kekeliruan dan ketidakberesan dalam menjalankan tugasnya dalam keadaan normal. 3. Meningkatkan Kultur Organisasi Meningkatkan kultur organisasi dapat dilakukan dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saling terkait satu sama lain agar dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasikan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah (menurut Saifuddien Hasan, 2000) : 1) Keadilan ( Fairness ) Melidungi kepentingan pemegang saham minoritas dan steakholders lainnnya dari rekayasa transaksi yang bertentangan dengan peraturan peraturan yang berlaku 2) Transparansi Keterbukaan ( disclosure ) bagi steakholder yang terkait untuk melihat dan memahami proses suatu pengambilan keputusan /pengelolaan suatu perusahaan. Dalam hal ini terkait pula kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan informasi



3)



4)



5)



6) 7)



material kepada pemegang saham /publik dan pemerintah secara benar, akurat, teratur dan tepat waktu. Akuntabilitas ( Accountability ) Menciptakan sistem pengawasan yang efektif didasarkan atas distribusi dan keseimbangan kekuasaan antar anggota direksi, komisaris, pemegang saham dan pengawas. Di sini menyangkut pula proses pertanggungjawaban para pengurus perusahaan atas keputusan – keputusan yang dibuat dan kinerja yang dicapai. Tanggung jawab ( Responsibility ) Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk mematuhi hukum dan ketentuan/peraturan yang berlaku termasuk tanggap terhadap lingkungan di mana perusahaan berada. Moralitas Manajemen dan seluruh individu dalam perusahaan wajib menjunjung tinggi moralitas, di dalam prinsip ini terkandung unsur- unsur kejujuran, kepekaan sosial dan tanggug jawab individu. Kehandalan ( Reliability ) Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki kompetensi dan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan Komitmen Pihak manajemen/pengelola perusahaan dituntut untuk memiliki komitmen penuh untuk selalu meningkatkan nilai perusahaan , dan bekerja untuk mengoptimalkan nilai pemegang sahamnnya ( duty of loyalty ) serta menurunkan risiko perusahaan Dalam pedoman GCG yang disusun oleh The National Committee on Coprporate Governance (Maret 2000) telah disarankan dengan jelas bagi perusahaan untuk memenuhi 13 (tiga belas) aspek penting yang harus diperhatikan manajemen perusahaan yaitu : Pemegang Saham, Dewan Komisaris, Direksi, Sistem Audit, Sekretaris Perusahaan, Pihak-pihak yang berkepentingan (steakholders), Keterbukaan,Kerahasiaan, Informasi Orang Dalam, Etika Barusaha dan Anti Korupsi, Donasi, Kepatuhan pada Peraturan Perundang- undangan (Proteksi Kesehatan, Keselamatan Kerja , Pelestarian Lingkungan serta Kesempatan Kerja yang sama)



4. Mengefektifkan Fungsi Internal Audit Walaupun internal auditor tidak dapat menjamin bahwa kecurangan tidak akan terjadi, namun ia harus menggunakan kemahiran jabatannya dengan saksama sehingga diharapkan mampu mendeteksi terjadinya kecurangan dan dapat memberikan saran-saran yang bermafaat kepada manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh manajemen agar fungsi internal audit bisa efektif membantu manajemen dalammelaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya adalah : 1. Internal audit departemen harus mempunyai kedudukan yang independen dalam organisasi perusahaan dalam artikata ia tidak boleh terlibat kegiatan operasional perusahaan dan bertanggungjawab kepada atau melaporkan kegiatannya kepada top manajemen. 2. Internal audit departemen harus mempunyai uraian tugas secara tertulis, sehingga setiap auditor mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawabnya.



3. Internal audit harus mempunyai internal audit manual yang berguna untuk :  mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas  menentukan standar yang berguna untuk mengukur dan  meningkatkan performance.  memberi keyakinan bahwa hasil akhir internal audit departemen sesuai dengan requirement dari internal audit director. 4. Harus ada dukungan yang kuat dari top manajemen kepada internal audit departemen . Dukungan tersebut dapat berupa :  penempatan internal audit departemen dalam posisi yangindependen  Penempatan audit staf dengan gaji yang cukup menarik  Penyediaan waktu yang cukup dari top manajemen untuk membaca, mendengarkan dan memepelajari laporan-laporan internal audit departemen dan respon yang cepat dan tegas terhadap saran-saran perbaikan yang diajukan oleh internal auditor 5. Menyediakan sumber-sumber tertentu dalam rangka mendeteksi kecurangan karena kecurangan sulit ditemukan dalam pemeriksaan yang biasa-biasa saja. 6. Menyediakan saluran saluran untuk melaporkan telah terjadinya kecurangan hendaknya diketahui oleh staf agar dapat diproses pada jalur yang benar 2.3 Pendeteksian Kecurangan Sebagaimana diuraikan sebelumnya, resiko yang dihadapi perusahaan diantaranya adalah Integrity risk, yaitu resiko adanya kecurangan oleh manajemen atau pegawai perusahaan, tindakan illegal, atau tindak penyimpangan lainnya yang dapat mengurangi nama baik / reputasi perusahaan di dunia usaha, atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya resiko tersebut mengharuskan internal auditor untuk menyusun tindakan pencegahan / prevention untuk menangkal terjadinya kecurangan sebagaimana diuraikan dalam bagian sebelumnya. Namun, pencegahan saja tidaklah memadai, internal auditor harus memahami pula bagaimana cara mendeteksi secara dini terjadinya kecurangan-kecurangan yang timbul. Tindakan pendeteksian tersebut tidak dapat di generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang mungkin timbul dalam perusahaan. Sebagian besar bukti-bukti kecurangan merupakan bukti-bukti tidak sifatnya langsung. Petunjuk adanya kecurangan biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala (symptoms) seperti adanya perubahan gaya hidup atau perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari pelanggan ataupun kecurigaan dari rekan sekerja. Pada awalnya, kecurangan ini akan tercermin melalui timbulnya karakteristik tertentu, baik yang merupakan kondisi / keadaan lingkungan, maupun perilaku seseorang. Karakterikstik yang bersifat kondisi / situasi tertentu, perilaku / kondisi seseorang personal tersebut dinamakan Red flag (Fraud indicators). Meskipun timbulnya red flag tersebut tidak selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan yang terjadi. Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap Red flag tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk memperoleh bukti awal atau mendeteksi adanya kecurangan. Berikut adalah gambaran secara garis besar pendeteksian kecurangan berdasar penggolongan kecurangan oleh ACFE tersebut di atas.



1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud). Kecurangan dalam penyajian laporan keuangan umumnya dapat dideteksi melalui analisis laporan keuangan sebagai berikut:  analisis vertikal, yaitu teknik yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara item-item dalam laporan laba rugi, neraca, atau Laporan arus kas dengan menggambarkannya dalam persentase. Sebagai contoh, adanya kenaikan persentase hutang niaga dengan total hutang dari rata-rata 28% menjadi 52% dilain pihak adanya penurunan persentase biaya penjualan dengan total penjualan dari 20% menjadi 17% mungkin dapat menjadi satu dasar adanya pemeriksaan kecurangan.  analisis horizontal, yaitu teknik untuk menganalisis persentase-persentase perubahan item laporan keuangan selama beberapa periode laporan. Sebagai contoh adanya kenaikan penjualan sebesar 80% sedangkan harga pokok mengalami kenaikan 140%. Dengan asumsi tidak ada perubahan lainnya dalam unsur-unsur penjualan dan pembelian, maka hal ini dapat menimbulkan sangkaan adanya pembelian fiktif, penggelapan, atau transaksi illegal lainnya.  analisis rasio, yaitu alat untuk mengukur hubungan antara nilai-nilai item dalam laporan keuangan. Sebagai contoh adalah current ratio, adanya penggelapan uang atau pencurian kas dapat menyebabkan turunnya perhitungan rasio tersebut. 2. Asset Misappropriation (Penyalahgunaan aset). Teknik untuk mendeteksi kecurangan-kecurangan kategori ini sangat banyak variasinya. Namun, pemahaman yang tepat atas pengendalian intern yang baik dalam pos-pos tersebut akan sangat membantu dalam melaksanakan pendeteksian kecurangan. Dengan demikian, terdapat banyak sekali teknik yang dapat dipergunakan untuk mendeteksi setiap kasus penyalahgunaan aset. Masing-masing jenis kecurangan dapat dideteksi melalui beberapa teknik yang berbeda. Misalnya, untuk mendeteksi kecurangan dalam pembelian ada beberapa metode deteksi yang dapat digunakan. Metode-metode tersebut akan sangat efektif bila digunakan secara kombinasi gabungan, setiap metode deteksi akan menunjukkan anomalies / gejala penyimpangan yang dapat diinvestigasi lebih lanjut untuk menentukan ada tidaknya kecurangan. Selain itu, metode-metode tersebut akan menunjukkan kelemahan-kelemahan dalam pengendalian intern dan mengingatkan / memberi peringatan pada auditor akan adanya potensi terjadinya kecurangan di masa mendatang. Analytical review Suatu review atas berbagai akun yang mungkin menunjukkan ketidak biasaan atau kegiatan-kegiatan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh adalah perbandingan antara pembelian barang persediaan dengan penjualan bersihnya yang dapat mengindikasikan adanya pembelian yang terlalu tinggi atau terlalu rendah biala dibandingkan dengan tingkat penjualannya. Metode analitis lainnya adalah perbandingan pembelian persediaan bahan baku dengan tahun sekarang yang mungkin mengindikasikan adanya kecurangan overbilling scheme atau kecurangan pembelian ganda. Statistical sampling Sebagaimana persediaan, dokumen dasar pembelian dapat diuji secara sampling untuk menentukan ketidakbiasaan (irregularities), metode deteksi ini akan efektif jika ada



kecurigaan terhadap satu attributnya, misalnya pemasok fiktif. Suatu daftar alamat PO BOX akan mengungkapkan adanya pemasok fiktif. Vendor or outsider complaints Komplain / keluhan dari konsumen, pemasok, atau pihak lain merupakan alat deteksi yang baik yang dapat mengarahkan auditor untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Site visit – observation Observasi ke lokasi biasanya dapat mengungkapkan ada tidaknya pengendalian intern di lokasi-lokasi tersebut. Observasi terhadap bagaimana transaksi akuntansi dilaksanakan kadangkala akan memberi peringatan pada CFE akan adanya daerah-daerah yang mempunyai potensi bermasalah. Dalam banyak kasus kecurangan, khususnya kasus pencurian dan penggelapan aset, biasanya terdapat tiga faktor, yaitu: a. ada satu tekanan pada seseorang, seperti kebutuhan keuangan, b. adanya kesempatan untuk melakukan kecurangan dan menyembunyikan kecurangan yang dilakukan, c. adanya cara pembenaran perilaku tersebut yang sesuai dengan tingkatan integritas pelakunya, Corruption (Korupsi), Sebagian besar kecurangan ini dapat dideteksi melalui keluhan dari rekan kerja yang jujur, laporan dari rekan, atau pemasok yang tidak puas dan menyampaikan komplain ke perusahaan. Atas sangkaan terjadinya kecurangan ini kemudian dilakukan analisis terhadap tersangka atau transaksinya. Pendeteksian atas kecurangan ini dapat dilihat dari karakteristik (Red flag) si penerima maupun si pemberi. Orang-orang yang menerima dana korupsi ataupun penggelapan dana pada umumnya mempunyai karakteristik (red flag) sebagai berikut: • The Big Spender • The Gift taker • The Odd couple • The Rule breaker • The Complainer • The Genuine need Sedangkan orang yang melakukan pembayaran mempunyai karakteristik (red flag) sebagai berikut: • The Sleaze factor • The too Succesful bidder • Poor quality, higher prices • The one-person operation



STUDI KASUS Pada PT. Asuransi Jiwasraya ( Persero ) Permasalahan Yang Terjadi Pada Kasus Pt Asuransi Jiwasraya (Persero) Perusahaan asuransi BUMN, PT Asuransi Jiwasraya mengalami mengalami gagal bayar polis kepada nasabah. Ada dua ketidakcocokan yang menimbulkan gagal bayar, yaitu mismatch bunga dan mismatch jangka waktu. Ketidakcocokan pertama ada dalam produk Jiwasraya yang bernama JS Saving Plan Jiwasraya. Produk itu menjanjikan imbal hasil tetap (fix return) kepada pemegang polis. Di sisi lain, Jiwasraya menginvestasikan dana nasabah di instrumen-instrumen keuangan yang tidak menjamin keuntungan yang tetap. Ketidakcocokan kedua adalah jangka waktu investasi. Jiwasraya melakukan investasi di instrumen saham dan reksa dana berjangka panjang. Harga saham menjadi sangat fluktuatif dan tidak bisa ditebus setiap saat karena menimbulkan kerugian. Namun, kepada nasabah, Jiwasraya  berjanji polisnya bisa ditebus setiap tahun. Dalam laporan keuangan pada 2017, Jiwasraya melakukan investasi terbesar hingga Rp19,17 triliun ke reksa dana. Namun, investasi ini terus turun menjadi Rp16,32 triliun pada 2018 dan menjadi Rp6.64 triliun pada 2019. Begitu juga dengan investasi di sektor saham, dari Rp 6,63 triliun pada 2017, menjadi Rp3,77 triliun pada 2018 dan menjadi Rp2,48 triliun pada 2019. Untuk deposito, laporan keuangan Jiwasraya berada pada Rp4,33 trilun pada 2017, lalu turun ke Rp1,22 triliun pada 2018 dan menjadi Rp0,8 triliun pada 2019. Analisis Terhadap Kasus 1. Apa penyebab terjadinya Fraud pada entitas di atas tersebut? Menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 2016), fraud adalah  perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain. Dalam kasus ini, fraud terjadi disebabkan oleh aktivitas jual beli saham dalam waktu yang  berdekatan dan pembelian dilakukan dengan negoisasi bersama pihakpihak tertentu supaya dapat memperoleh harga yang diinginkan. Jiwasraya berinvestasi pada saham dengan kualitas  buruk/saham gorengan dan kepemilikan saham tertentu melebihi batas diatas 2,5%. Dari laporan keuangan tahun 2017 sebagian besar dana nasabah diinvestasikan pada reksadana, saham, dan properti. Investasi tersebut kurang memperhatikan manajemen risiko. Jiwasraya justru  banyak menginvestasikan dana nasabah pada saham tidak likuid yang konsisten naik. Akibatnya, risiko gagal dan derita kerugian senantiasa membayangi perusahaan asuransi ini. Saham yang diborong Jiwasraya terpuruk di pasar keuangan, sehingga berdampak pada tingkat keuntungan yang diperoleh pun tidak maksimal, bahkan mengalami kerugian. Berikut ini dapat disimpulkan penyebab fraud kasus jiwasraya :   1. Perusahaan menerima kontribusi pendapatan tertinggi melalui produk saving plan. Namun,  produk yang ditawarkan melalui bank (bancasurance) ini menawarkan bunga tinggi dengan tambahan manfaat asuransi. Tapi benefit yang ditawarkan ini tidak mempertimbangkan biaya atas asuransi yang dijual.



2. Penunjukkan pejabat kepala pusat bancassurance pada SPV pusat bancassurance tidak sesuai ketentuan. Serta pengajuan cost of fund langsung kepada direksi, tanpa melibatkan divisi terkait dan tidak didasarkan pada dokumen perhitungan cost of fund dan review usulan cost of fund. 3. Dalam pemasaran produk saving plan diduga terdapat konflik kepentingan karena pihak-pihak terkait Jiwasraya mendapat fee atas penjualan produk tersebut. Saat membeli saham-saham dari perusahaan berkualitas rendah pun dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan. Analisis  pembelian dan penjualan saham tidak didasarkan atas data yang valid dan objektif, jual beli saham juga dilakukan dalam waktu yang berdekatan untuk menghindari pencatatan unrealized loss atau melakukan window dressing. 4. Selain itu jual beli saham dilakukan dengan cara negosisasi agar bisa memperoleh harga yang diinginkan, serta kepemilikan atas saham tersebut melebihi batas maksimal, yakni di atas 2,5  persen. Pihak yang diajak bertransaksi saham oleh manajemen Jiwasraya adalah grup yang sama, sehingga diduga ada dana perusahaan dikeluarkan melalui grup tersebut. 5. Jiwasraya dalam rencana subscription reksadana tidak dilakukan secara memadai dan diduga dibuat secara perkiraan agar manajer investasi terlihat seolah-olah memiliki kinerja yang baik sehingga dapat dipilih oleh Jiwasraya untuk menempatkan investasi. 6. Investasi reksadana memiliki underlying saham-saham dan mtn (medium term notes) berkualitas rendah dan transaksi pada saham-saham tersebut diindikasikan dilakukan oleh  pihak-pihak yang terafiliasi. 2. Kenapa penyebab/pendorong fraud di atas bisa terjadi? Fraud terjadi karena perusahaan ingin menunjukkan performa yang bagus pada laporan keuangannya. Laporan keuangan tersebut menjadi modal perusahaan sebagai alat kepada nasabah untuk dapat membeli produk-produk jiwasraya. Sehingga, Apabila performa laporan keuangan  perusahaan bagus, maka direktur perusahaan akan mendapatkan bonus yang tinggi. Cressey (1953) menyimpulkan terdapat kondisi yang selalu hadir dalam kegiatan kecurangan perusahaan yakni yaitu tekanan/motif, kesempatan, dan rasionalisasi. Faktor Individu, berhubungan dengan individu sebagai pelaku kecurangan yang terdiri dari: a. Ketamakan atau Greed  Ketamakan berhubungan dengan moral individu. Pandangan hidup dan lingkungan berperan dalam pembentukan moral seseorang. b. Kebutuhan atau Need  Berhubungan dengan pandangan/pikiran dan keperluan pegawai atau pejabat yang terkait dengan aset yang dimiliki perusahaan, instansi, atau organisasi tempat dia bekerja. Selain itu, tekanan (pressure) yang dihadapi dalam bekerja dapat menyebabkan orang yang jujur mempunyai motif untuk melakukan kecurangan. Pendorong terjadinya fraud pada kasus jiwasraya: 1. Kesalahan pembentukan harga produk saving plan yang ditawarkan dengan jaminan return sebesar 9% hingga 13% sejak 2013 hingga 2018 dengan periode pencairan setiap tahun. 2. Lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi juga menekan likuiditas Jiwasraya. 3. Adanya rekayasa harga saham. 4. Tekanan likuiditas dari produk saving plan yang berakibat pada penurunan kepercayaan nasabah.



3. Bagaimana proses kejadian (modus) kasus pada entitas di atas terjadi? Proses kejadian kasus jiwasraya : 1. Ada dugaan kesalahan pembentukan harga produk atau investasi atas JS Saving Plan Jiwasaraya tersebut alias mispricing. JS Saving Plan adalah produk asuransi berbalut investasi yang ditawarkan melalui bank (bancassurance). JS Saving Plan Jiwasraya merupakan asuransi berbasis investasi dan asuransi proteksi kematian dengan tenor 1 tahun-5 tahun. Artinya jika pemilik polis JS Saving Plan meninggal sebelum jatuh tempo, dia akan mendapatkan santunan kematian sebesar 25% dari total yang disetorkan. Untuk menarik calon investor, JS Saving Plan Jiwasraya menawarkan imbal hasil pasti atau guaranted return sebesar 9%13% per tahun, tergantung masa polis selama periode 2013-2018. 2. Manajemen Jiwasraya diduga lemah dalam menjalankan prinsip kehati-hatian dalam  berinvestasi. Investasi JS Saving Plan terdpaat pada saham dan reksadana yang berisiko tinggi. Jiwasraya tidak menerapkan portofolio manajemen lantaran tak memiliki portofolio guideline yang mengatur alokasi investasi maksimum pada high risk assetse. Alhasil, dengan kondisi pasar saat ini, mayoritas aset investasi tidak dapat diperjualbelikan alias tidak likuid. 3. Rekayasa harga saham (window dressing). Jiwasraya diduga merekayasa harga saham antara lain dengan jual-beli saham dengan dressing reksadana. Modusnya, dengan saham yang harganya kemahalan atayu overprice dibeli oleh Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada perusahaan manajer investasi (MI) untuk kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya. Hal ini dibuktikan dengan aset investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksa dana saham yang underlying asset-nya sama dengan portofolio saham langsung. 4. Tekanan likuiditas produk Saving Plan Jiwasraya karena penurunan kepercayaan nasabah. Penurunan kepercayaan nasabah membuat klaim atau lapse rate secara signifikan meningkat ke 51% dan terus meningkat hingga 85%. Hal tersebut menyebabkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya. Efeknya: perolehan premi menurun tajam, pendapatan investasi Jiwasaraya menurun. Dengan klaim yang terus naik membuat terjadi krisis likuiditas di Jiwasraya. Juni 2019, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp 20,2 triliun dan rasio kecukupan modal atau risk based capital (RBC) Jiwasraya minus hingga 664,4% . Jiwasraya melakukan penarikan fasilitas kredit BNI beragunan aset perusahaan atau Jiwasraya berupa surat berharga pemerintah dan korporasi dengan nilai Rp 242,3 miliar, Penarikan fasilitas kredit oleh Jiwasraya dari BTN dengan jaminan aset surat berharga senilai Rp 200 miliar untuk pemenuhan kewajiban jatuh tempo polis, dan penarikan fasilitas kredit jangka pendek BRI dengan plafon maksimal Rp 400 miliar fasilitasi settlement pada saat roll over transaksi repo BRI serta menyetujui penerbitan MTN senilai Rp 500 miliar. 4. Indikator apa saja yang semestinya sudah dapat terdeteksi lebih awal dari kasus tersebut? Kasus bermula pada tahun 2002, Saat itu, BUMN asuransi itu dikabarkan sudah mengalami kesulitan. Namun berdasarkan cacatan BPK, Jiwasraya telah membukukan laba semu sejak 2006. Alih-alih memperbaiki kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan saham berkualitas, Jiwasraya justru menggelontorkan dana sponsor untuk klub sepakbola dunia, Manchester City  pada 2014. Kemudian di



tahun 2015, Jiwasraya meluncurkan produk JS Saving Plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Sayangnya, dana tersebut kemudian diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah. Potensi fraud disebabkan oleh aktifitas jual beli saham dalam waktu yang berdekatan untuk menghindari  pencatatan unrealized loss. Kemudian, pembelian dilakukan dengan negosiasi bersama pihak- pihak tertentu agar bisa memperoleh harga yang diinginkan. 5. Kenapa para “pengawas dan pelindung” kepentingan stakeholders di atas terkesan tidak berfungsi sebagaimana mestinya dengan tidak mampu menangkap redflag dan indikator kecurangan pada butir 4 di atas? Jiwasraya sebagai perusahaan di bawah naungan Kementerian BUMN dan diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Jiwasraya nyatanya tidak luput dari kasus yang berpotensi mencemarkan nama BUMN. Potensi masalah pada pengelolaan investasi Jiwasraya sebenarnya telah terungkap dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan pada 2016. BPK mengendus potensi  benturan kepentingan karena penempatan dana turut melibatkan perusahaan manajemen investasi yang didirikan oleh Hary Prasetyo, Direktur Keuangan Jiwasraya periode 2008-2018. Semestinya Kementerian BUMN meminta perbaikan laporan keuangan apabila BPK sudah menunjukkan ada yang tidak beres dan juga OJK seharusnya melakukan penanganan yang tegas sejak awal terdapatnya temuan tersebut. 6. Identifikasi indikasi bahwa para “pengawas dan pelindung” kepentingan stakeholders di atas merupakan pihak yang berkontribusi terhadap terjadinya fraud? OJK, Direksi dan dewan komisaris merupakan pihak yang berkontribusi terhadap terjadinya fraud. 1. Ketika terdapat temuan yang tidak beres dalam audit BPK pada tahun 2016, OJK terlambat melakukan penanganan atas temuan tersebut. 2. Dewan komisaris bertugas untuk melakukan pengawasan atas jalannya usaha, adanya kasus gagal bayar jiwasraya menunjukkan dewan komisaris tidak dapat mengawasi dengan baik atas  jalannya usaha perusahaan khususnya pada JS Saving Plan. 3. Direksi lalai dalam menjalankan fungsinya dengan tepat, hanya karena mengejar profit tanpa memahami risiko manajemennya. 7. Identifikasi para pihak yang dirugikan dan yang diuntungkan dari tindakan fraud tersebut ! Pihak yang dirugikan : 1. Nasabah polis JS Saving Plan 2. Pemegang saham 3. Pemerintah 4. Bank yang menjual produk jiwasraya (reputasi bank) terdiri dari Bank Tabungan Negara, Bank Rakyat Indonesia, Bank ANZ, Bank Standard Chartered, Bank KEB Hana Indoneisa, Bank Victoria, dan Bank QNB Indonesia Pihak yang diuntungkan : 1. Manajer investasi 2. Eks Dirut Jiwasraya Hendrisman 3. Eks Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo 4. Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro



5. Eks Kadiv Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan 6. Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. 8. Identifikasi para pihak terkait/yang bertanggungjawab atas kasus di atas ! Pihak yang bertanggungjawab : 1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2. Kementerian BUMN 3. Direksi dan Dewan Komisaris 4. Auditor atau Kantor Akuntan Publik :  KAP Soejatna, Mulyana, dan rekan (2006-2012)  KAP Hartanto, Sidik, dan Rekan, dilanjutkanKAP Djoko, Sidik, Indra (20102013)  PricewaterhouseCoopers – PwC (2016-2017) 9. Apa saran/rekomendasi perbaikan yang bisa Anda usulkan? Permasalahan utama perusahaan :  Produk-produk yang merugi (negative spread dan underpricing, harga kemurahan).  Kinerja pengelolaan aset yang rendah.  Kualitas aset investasi dan non investasi yang kurang likuid.  Sistem pengendalian perusahaan yang masih lemah.  Tata Kelola perusahaan yang kurang baik.  Sistem informasi yang tidak andal.  Kantor cabang yang tidak produktif.  Biaya operasional yang tidak efisien.  Akses permodalan yang terbatas.  Kurangnya inovasi di bidang produk dan layanan.  Kualitas SDM asuransi yang terbatas dan budaya kerja.  Sarana dan prasarana kerja yang belum modern. Dalam kasus jiwasraya, perusahaan memiliki kelemahan dalam sistem pengendalian internal dan manajemen risiko, diikuti dengan adanya kelalaian dari lembaga pengawas (OJK). Hal ini mengakibatkan perusahaan mengalami gagal bayar yang membuat negara dirugikan Rp13,7 triliun. Ada beberapa saran perbaikan yang dapat diusulkan: 1) Sistem Pengendalian Internal Committee of Sponsoring Organization of the Treadway Commision (COSO) mengungkapkan bahwa pengendalian internal merupakan rangkaian tindakan yang mencakup keseluruhan proses dalam organisasi. Pengendalian internal berada dalam proses manajemen dasar, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan. Terdapat 5 komponen pengendalian internal menurut COSO, yaitu: 1. Lingkungan Pengendalian ( Control Environment ); Merupakan unsur dasar untuk semua komponen pengendalian internal atau menjadi pondasi dari komponen lainnya. Lingkungan pengendali meliputi Integritas atau etika, komitmen seluruh anggota organisasi, filosofi manajemen, struktur organisasi, kebijakan dan pengelolaan sumber daya manusia serta adanya Dewan Komisaris dan adanya Komite Audit.



2. Penilaian Risiko ( Risk assisment ); merupakan unsur proses yang dinamis dan berulang untuk mengidentifikasi dan menganalisa serta mitigasi risiko terkait dengan pencapaian tujuan. Risiko yang dihadapi oleh organisasi atau perusahaan bisa berasal dari internal organisasi ataupun dari eksternal. Identifikasi atau penilaian risiko baik dari eksternal maupun internal harus menjadi perhatian manajemen karena berpotensi untuk mengakibatkan pengendalian internal tidak efektif. 3. Aktivitas Pengendalian ( Control Activities ); Mencakup tindakan-tindakan yang ditetapkan melalui kebijakan dan prosedur untuk membantu memastikan dilaksanakannya arahan manajemen dalam rangka meminimalkan risiko atas usaha pencapaian tujuan secara efektif. 4. Informasi dan Komonikasi ( Information and Commonication ); Manajemen harus mendapatkan, menghasilkan dan menggunakan informasi yang relevan dan berkualitas,  baik dari sumber internal maupun eksternal untuk terselenggaranya fungsi  pengendalian internal yang mendukung pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. 5. Aktivitas Pengawasan ( Monitoring Activities ); Unsur pemantauan mencakup evaluasi  berkelanjutan, evaluasi terpisah, atau kombinasi dari keduanya untuk memastikan komponen-komponen Pengendalian internal ada dan berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan adanya aktivatas pemantauan ini maka sistim pengendalian bisa saja terjadi  perubahan sesuai dengan kondisi yang diperlukan. 2) Sistem Manajemen Risiko Permasalahan ini tidak hanya berhubungan dengan persoalan pidana dan kriminal, tetapi  juga terkait risk based capital yang di dalamnya tentang manajemen risiko. Manajemen risiko adalah upaya untuk memantau risiko dan melindungi hak properti, laba, aset, dan aset entitas bisnis. Dalam praktiknya, proses manajemen risiko ini mencakup mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan risiko jika terbukti mengancam keberlanjutan organisasi. Manajemen ini sangat penting karena ini adalah salah satu sumber daya perusahaan. Manajemen seharusnya dapat mempertimbangkan berbagai risiko lain yang berkaitan dengan keuangan, seperti:  Risiko likuiditas  Kontinuitas pasar  Resiko kredit  Risiko regulasi  Risiko pajak  Risiko akuntansi 3) Reporting System Atas kelalaian pengawasan OJK, Regulator harus mewajibkan perusahaan untuk mengimplementasikan whistle blowing system yang menyediakan mekanisme palaporan  bila ada penyimpangan yang dilakukan oleh orang dalam. Sanksinya pun harus tegas dan membuat efek jera, semisal dengan penerbitan list of improper executives, yang diterbitkan secara berkala, misalnya tiap kuartal. Karena lazimnya perusahaan yang bermasalah dilakukan oleh direksi.



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan senantiasa menghadapi berbagai resiko yang dinamakan resiko bisnis (bussiness risk). Termasuk diantaranya adalah resiko terjadinya kecurangan (fraud) yang tergolong dalam resiko integritas (Integrity Risk). Menurut ACFE, kecurangan yang terjadi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori kecurangan, kecurangan laporan keuangan (Financial Statement Fraud), penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation), dan korupsi (Corruption). Tanda-tanda awal (symptoms) biasanya muncul dalam kasus kecurangan, walau demikian munculnya symptoms tersebut belum berarti telah terjadi kecurangan. Symptoms ini dikenal dengan nama Red flag, yang seyogyanya dipahami dan digunakan oleh internal auditor dalam melakukan analisis dan evaluasi lebih lanjut untuk mendeteksi adanya kecurangan yang mungkin timbul sebelum dialakuakan investigasi. Setelah memahami jenis-jenis kecurangan, internal auditor perlu memahami secara tepat struktur pengendalian intern yang baik agar dapat melakukan upaya-upaya untuk mencegah dan mendeteksi kecurangan. Menurut COSO, struktur pengendalian intern terdiri atas lima komponen, yaitu Lingkungan Pengendalian (Control Environment), Penaksiran Risiko (Risk Assessment), Standar Pengedalian (Control Activities), Informasi Dan Komunikasi (Information And Communication), serta Pemantauan (Monitoring). Jika struktur internal control sudah ditempatkan dan berjalan dengan baik, peluang adanya kecurangan yang tak terdeteksi akan banyak berkurang. Pemeriksa kecurangan harus mengenal dan memahami dengan baik setiap elemen dalam struktur pengendalian intern agar dapat melakukan evaluasi dan mencari kelemahannya.



DAFTAR PUSTAKA



Albrecht W.Steve and Albrecht Chad O, 2002 . “ Fraud Examination Thomson SouthWestern. ACFE “ Fraud Examiners Manual , Third Edition 2000 Alvin A.Arens, Randal J.Elder & Mark S.Beasley, 2003 “ Auditing and Assurance Services an Integrated Approach “ International Edition. Manning, George A, 1999 Financial Investigation and Forensic Accounting, CRC Press Boca Raton New York Washington, D.C The National Committee on Coprporate Governance (Maret 2000) Hasan Safuddien, Membangun GCG pada Perusahaan, dari Bubble Company menuju Sustainable Company, bahan Konvensi Nasional Akuntan IV tahun 2000