Konsep Komunikasi Lansia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN MASALAH KOMUNIKASI Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik Dosen Pembimbing: Lia Nurliawati, S.Kep.,Ners.,M.Kep



Disusun Oleh :



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES BHAKTI KENCANA BANDUNG 2019/2020



KATA PENGANTAR



Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya



sehingga kami dapat menyusun makalah mengenai



“Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Masalah Komunikasi”. Tak lupa solawat dan salam kita curahkan kepada junjungan besar nabi Muhammad SAW.



Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dosen Metodologi Penelitian serta dukungan dari orang tua kami dan teman-teman yang



telah



meluangkan waktunya untuk menyusun makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Maka dari itu untuk pembaca saran dan kritik sangat kami harapan untuk perbaikan tugas-tugas selanjutnya.



Bandung, 26 Maret 2019



Penyusun



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ........................................................................................... 1 DAFTAR ISI ...........................................................................................................2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................3



1



1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................3 1.3 Tujuan ...............................................................................................................4 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian komunikasi dan Lansia ....................................................................5 2.2 Komunikasi pada Lansia ....................................................................................5 2.3 Prinsip komunikasi terapeutik pada Lansia......................................................10 2.4 Teknik komunikasi terapeutik pada Lansia......................................................10 2.5 Strategi komunikasi pada Lansia ....................................................................11 2.6 Strategi komunikasi terapeutik pada Lansia ....................................................13 2.7 Prinsip – prinsip etik dalam pelayanan kesehatan pada Lansia .......................16 BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan ......................................................................................................19 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................20



2



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat tersebut (Pearson dan Nelson dalam Mulyana, 2009:5) Semakin tua umur seseorang, maka semakin rentan seseorang tersebut mengenai kesehatannya. Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia, atau selanjutnya penulis sebut sebagai lansia tidak hanya bergantung kepada kebutuhan biomedis semata namun juga bergantung kepada kondisi disekitarnya, seperti perhatian yang lebih terhadap keadaan sosialnya, ekonominya, kulturalnya, bahkan psikologisnya dari pasien tersebut. Walaupun seperti kita ketahui pelayanan kesehatan dari waktu ke waktu mengalami perbaikan yang cukup signifikan pada pasien lansia, namun mereka pada akhirnya tetap memerlukan komunikasi yang baik dan empati juga perhatian yang “cukup” dari berbagai pihak, terutama dari keluarganya sebagai bagian penting dalam penanganan masalah kesehatan mereka. Purwaningsih dan Karlina (2012) menyebutkan bahwa hubungan saling memberi dan menerima antara perawat dan pasien dalam pelayanan keperawatan disebut sebagai komunikasi terapeutik perawat yang merupakan komunikasi profesional perawat. Komunikasi terapeutik sangat penting dan berguna bagi pasien, karena komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam menghadapi persoalan yang dihadapi olehnya (Utami, 2015, dalam Prasanti, 2017). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Pengertian Komunikasi dan Lansia ? 2. Bagaimana Komunikasi pada Lansia ? 3. Bagaimana Prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Lansia ?



3



4. Apa saja Teknik Komunikasi Terapeutik pada Lansia ? 5. Bagaimana Strategi Komunikasi pada Lansia ? 6. Bagaimana Strategi Komunikasi Terapeutik pada Lansia ? 7. Apa saja Prinsip – prinsip etik dalam pelayanan kesehatan pada Lansia ?



1.3 Tujuan 1. Mahasiswa/wi dapat memahami bagaimana Pengertian komunikasi dan Lansia. 2. Mahasiswa/wi dapat memahami bagaimana komunikasi pada Lansia 3. Mahasiswa/wi



dapat



mengetahui



bagaimana



Prinsip



komunikasi



Terapeutik pada Lansia. 4. Mahasiswa/wi dapat memahami Apa saja Teknik komunikasi Terapeutik pada Lansia 5. Mahasiswa/wi dapat memahami bagaimana Strategi komunikasi pada Lansia 6. Mahasiswa/wi



dapat



memahami



bagaimana



Strategi



komunikasi



Terapeutik pada Lansia 7. Mahasiswa/wi dapat memahami apa saja prinsip – prinsip etik dalam pelayanan kesehatan pada Lansia



4



BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Komunikasi dan Lansia Komunikasi merupakan suatau hubungan atau kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan masalah hubungan atau dapat diartikan sebagai saling tukar pendapat serta dapat diartikan hubungan kontak antara manusia baik individu maupun kelompok. Komunikasi adalah elemen dasar dari interaksi manusia yang memungkinkan seseorang untuk menetapkan, mempertahankan, dan meningkatkan kontak dengan orang lain. Komunikasi yang biasa dilakukan pada lansia bukan hanya sebatas tukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dan hubungan intim yang terapeutik. Lansia



adalah periode dimana organisme telah mencapai kematangan



dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.Kelompok lanjut usia ( LANSIA ) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan



jaringan



untuk



memperbaiki



diri



atau



mengganti



dan



mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal. Penggolongan lansia dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : 1. Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. 2. Kelompok lansia (65 tahun ke atas ) 3. Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. 2.2 Komunikasi pada Lansia



5



Dalam komunikasi dengan lansia harus diperhatikan faktor fisik, psikologi, (lingkungan dalam situasi individu harus mengaplikasikan ketrampilan komunikasi yang tepat. disamping itu juga memerlukan pemikiran penuh serta memperhatikan waktu yang tepat. a. Ketrampilan komunikasi



Listening atau pendengaran yang baik yaitu : 1. Mendengarkan dengan perhatian telinga kita. 2. Memahami dengan sepenuh hati, keikhlasan dengan hati yang jernih. 3. Memikirkan secara menyeluruh dengan pikiran jernih kita. b. Teknik komunikasi dengan lansia



1. Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik a. Kecepatan dan tekanan suara yang tepat dengan menyesuaikan pada topik pembicaraan dan kebutuhan lansia,berbicara dengan lansia yang dimensia dengan pelan.tetapi berbicara dengan lansia demensia yang kurang mendengar dengan lebih keras hati-hati karena tekanan suara yang tidak tepat akan merubah arti pembicaraan,pertanyaan yang tepat kurang pertanyaan yang lansia menjawab ya atau tidak. b. Berikan kesempatan orang lain untuk berbicara hindari untuk mendominasi ,pembicara sebaiknya mendorontg lansia untuk berperan aktif ,Merubah topik pembicaaraan dengan jitu menggunakan objek sekitar untuk topik pembicaraan bila lansia tidak interest lagi c. Gunakan kata-kata yang sederhana dan konkrit gunakan makan satu buah setelah makan dari pada menggunakan makanan yang berserat. Gunakan kalimat yang simple dan pendek satu pesan untuk satu kalimat. 2. Teknik Non verbal komunikasi 1. Perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, cegah supaya tidak acuh tak acuh, perbedaan.



6



2. Kontak mata : jaga tetap kontak mata 3. Expresi wajah : mereflexsikan peraaan yang sebenarnya. 4. Postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan kursi dengan tepat. Sentuhan : memegang tangan, menjbat tangan. 3. Teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia 1. Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan. 2. Bila hanya menyentuh tangannya hanya untuk mengucapaka pesanpesan verbal dan merupak



metode primer yang non verbal.



3. Jelaskan tujuan dari wawancara dan hubungan dengan intervensi keperawatan yang akan diberikan. 4. Muali pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam. 5. Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif. 6. Secara periodic mengklarifikasi pesan. 7. Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk berfokus pada informasi. 8. Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati. 9. Bertanya tentang keadaan mental merupakan pertanyaan yang mengancam dan akan mengakiri interview. 10. Meminta ijin bila ingin bertanya secara formal. 4. Lingkungan wawancara 1. Posisi duduk berhadapan 2. Jaga privasi 3. Penerangan yang cukup dan cegah latar belakang yang silam 4. Kurangi keramaian dan berisik 5. Komunikasi dengan lansia kita mencoba untuk mengerti dan menjaga kita mengekspresikan diri kita sendiri efek dari kmunikasi adalah pengaruh timbal balik seperti cermin. c. Teknik pendekatan dalam Perawatan lansia pada konteks komunikasi dan



pada reaksi penolakan 1. Teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada konteks komunikasi



7



a. Pendekatan fisik Mencari kesehatan tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian yang di alami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa di capai dan di kembangkan serta penyakit yang dapat di cegah progresifitasnya. b. Pendekatan psikologis Pendekatan ini bersifat abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat sebagai konselor, advokat terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai pena,pung masalah pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien. c. Pendekatan sosial Pendekatan



ini



dilaksanakan



meningkatkan



keterampilan



berinteraksi dengan lingkungan. Mengadakan diskusi tukar fikiran bercerita serta bermain merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan, d. Pendekatan Spiritual Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan tuhan atau agama yang di anutnyaterutama pada saat klien sakit atau mendekati kematian. 2. Teknik pendekatan dalam perawatan lansia pada reaksi penolakan Penolakan adalah ungkapan ketidakmampuan sesorang untuk mengakui secara sadar terhadap pikiran, keiinginan, perasaan atau kebutuhan pada kejadian – kejadian nyata sesuatu yang merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi pada dirinya. Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien lansia dengan penolakan antara lain : 1. Penolakan segera reaksi penolakan klien. Yaitu membiarkan lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu tertentu. Langkah – langkah yang dapat di lakukan sebagai berikut :



8



a. Identifikasi pikiran yang paling membahayakan dengan cara observasi klien bila sedang mengalami puncak reaksinya. b. Ungkapakan kenyataan yang di alami klien secara perlahan di mulai dari kenyataan yang merisaukan. c. Jangan menyongkong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang cocok bagi klien dan bicarakan sesering mungkin jangan sampai menolak. 2. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan sendiri. Langkah ini bertujuan mempermudah proses penerimaan klien terhadap perawatan yang akan di lakukan serta upaya untuk memandikan klien, antara lain : a. Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya dalam perencanaan waktu, tempat dan macam, perawatan. b. Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai mengenal kenyataan. c. Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahaan atau perasaan sedihnya dengan mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan menluangkan waktu bersamanya. 3. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat. Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas kesehatan memperolah sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan rencana atau tindakan dapat terealisasi dengan baik dan cepat. Upaya ini dapat di laksanakan dengan cara – cara sebagai berikut : a. Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia menentukan perasaannya. b. Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan tentang apa yang sedang terjadi pada klien lansia serta hal – hal yang dapat di lakukan dalam rangka membantu. c. Hendaknya pihak – pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima kenyataan.



9



d. Menyadarkan pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman fisik) apabila klien lansia mempergunakan penolakan atau denial. 2.3 Prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Lansia 1. Komunikasi pada lansia memerlukan pendekatan khusus. Pengetahuan yang dianggapnya benar tidak mudah digantikan dengan pengetahuan baru sehingga kepada orang lansia, tidak dapat diajarkan sesuatu yang baru. 2. Dalam berkomunikasi dengan lansia diperlukan pengetahuan tentang sikapsikap yang khas pada lansia. Gunakan perasaan dan pikiran lansia, bekerja sama untuk menyelesaikan masalah dan memberikan kesempatan pada lansia untuk mengungkapkan pengalaman dan memberi tanggapan sendiri terhadap pengalaman tersebut. 3. Berkomunikasi dengan lansia memerlukan suasana yang saling hormat menghormati, saling menghargai, saling percaya, dan saling terbuka. 4. Penyampaian pesan langsung tanpa perantara, saling memengaruhi dan dipengaruhi, komunikasi secara timbal balik secara langsung, serta dilakukan secara berkesinambungan, tidak statis, dan selalu dinamis. 5. Kesulitan dalam berkomunikasi pada lanjut usia disebabkan oleh berkurangnya fungsi organ komunikasi dan perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan belajar, daya memori, dan motivasi klien. 2.4 Teknik Komunikasi Terapeutik Pada Lansia Teknik komunikasi terapeutik yang penting digunakan perawat menurut Mundakir (2006) adalah asertif, responsif, fokus, supportif, klarifikasi, sabar, dan ikhlas. Pada pasien lanjut usia, di samping karakteristik psikologis yang harus dikenali, perawat juga harus memperhatikan perubahan-perubahan fisik, psikologis atau sosial yang terjadi sebagai dampak proses menua. Penurunan pendengaran, penglihatan dan daya ingat akan sangat mempengaruhi komunikasi, dan hal ini harus diperhatikan oleh perawat. Suasana komunikasi dengan lansia yang dapat menunjang tercapainya tujuan yang harus anda perhatikan adalah adanya suasana saling menghormati,



10



saling menghargai, saling percaya, dan terbuka. Komunikasi verbal dan nonverbal adalah bentuk komunikasi yang harus saling mendukung satu sama lain. Seperti halnya komunikasi pada anak-anak, perilaku nonverbal sama pentingnya pada orang dewasa dan juga lansia. Ekspresi wajah, gerakan tubuh dan nada suara memberi tanda tentang status emosional dari orang dewasa dan lansia. “Lansia memiliki pengetahuan, pengalaman, sikap, dan ketrampilan yang menetap dan sukar untuk dirubah dalam waktu singkat.” “Memberi motivasi dan memberdayakan pengetahuan/pengalaman dan sikap yang sudah dimiliki adalah hal yang penting untuk melakukan komunikasi dengan lansia” 2.5 Strategi Komunikasi Pada Lansia Stratetgi komunikasi pada lansia harus menggunakan pendekatan - pendekatan sebagai berikut : 1. Pendekatan fisik Perawatan



yang



memperhatikan



kesehatan



obyektif,



kebutuhan,



kejadiankejadian yang dialami pasien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya. Perawatan fisik secara umum bagi pasien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yakni pasien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu melakukan sendiri; pasien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan pasien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya. Kebersihan perorangan (personal hygiene) sangat penting dalam usaha mencegah timbulnya peradangan, mengingat sumber infeksi dapat timbul bila keberihan kurang mendapat perhatian. 2. Pendekatan Psikis



11



Perawat harus mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, dan sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip “Triple S”, yaitu sabar, simpatik, dan service. Bila perawat ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap, perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas dan bahagia. 3. Pendekatan Sosial Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya perawat dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial antara lanjut usia dan lanjut usia maupun lanjut usia dan perawat sendiri. Para lanjut usia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton tv, mendengar radio, atau membaca majalah dan surat kabar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses penyembuhan atau ketenangan para pasien lanjut usia. 4. Pendekatan Spiritual Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama yang dianutnya, terutama bila pasien lanjut usia dalam keadaan sakit atau mendekati kematian.



12



Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi pasien lanjut usia yang menghadapi kematian, Dr. Tony Setyabudhi mengemukakan bahwa maut seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti tidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit atau penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Adapun 4 (empat) keharusan yang harus dimiliki oleh seorang perawat, yaitu pengetahuan, ketulusan, semangat dan praktik. Dalam usaha berkomunikasi



dengan



baik,



seorang



perawat



harus



mempunyai



pengetahuan yang cukup, sehingga memudahkan dalam melaksanakan tugasnya setiap hari. Untuk ketulusan, jika seseorang telah memutuskan sebagai perawat harus dapat dipastikan mempunyai ketulusan yang mendalam bagi para pasiennya siapa pun itu. Semangat serta pantang menyerah harus selalu dikobarkan setiap harinya agar para pasiennya selalu ikut bersemangat pada akhirnya terutama bagi para pasien lansia yang terkadang suka merasa dirinya “terbuang” dan “sakit karena tua”. Sedangkan untuk praktiknya, seorang perawat harus dapat berbicara komunikatif dengan para pasiennya, sehingga tidak saja hanya jago dalam teori namun praktiknya pun harus bisa melakukan dengan baik dan benar 2.6 Strategi Komunikasi Terapeutik Pada Klien Lansia Kondisi Pasien Pasien ibu Sofi umur 68 tahun masuk rumah sakit (MRS) dengan peradangan hati (hepar). Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan 380 C, banyak keluar keringat, kadang-kadang mual dan muntah. Palpasi teraba hepar membesar. Pasien mengatakan bahwa diagnosis dokter salah, “Dokter salah mendiagnosa, tidak mungkin saya sakit yang demikian karena saya selalu menjaga kesehatan”, Pasien menolak pengobatan dan tidak mau dirawat. Pasien yakin bahwa dia sehat-sehat saja dan tidak perlu perawatan dan pengobatan. Diagnosis/Masalah Keperawatan: Denial (Penolakan) Rencana Keperawatan : a. Istirahatkan pasien di atas tempat tidur (bedrest).



13



b. Tingkatkan pemahaman pasien terkait kesehatannya. c. Diskusikan masalah yang dihadapi dan proses terapi selama di Rumah Sakit (RS). Tujuan : Pasien menerima sakitnya dan kooperatif selama perawatan dan pengobatan. Strategi Komunikasi 1. Fase Orientasi Salam terapeutik : Perawat : “Selamat pagi. Saya Ibu Tri. Apa benar saya dengan Ibu Sofi?” (mendekat ke arah pasien dan mengulurkan tangan untuk berjabatan tangan). Pasien menjabat tangan perawat dan menjawab “selamat pagi”. Evaluasi dan Validasi : Perawat : “Apa kabar Ibu? Bagaimana perasaan hari ini? Ibu sepertinya tampak lelah?” Pasien : “Saya sehat-sehat saja, tidak perlu ada yang dikhawatirkan terhadap diri saya”. Perawat : Tersenyum sambil memegang tangan pasien. Kontrak : Perawat : “Ibu, saya ingin mendiskusikan masalah kesehatan ibu supaya kondisi ibu lebih baik dari sekarang”. Pasien : “Iya, tapi benarkan saya tidak sakit? Saya selalu sehat”. Perawat : (Tersenyum)...”Nanti kita diskusikan. Waktunya 15 menit saja ya”. “Ibu mau tempatnya yang nyaman di mana? Baik di sini saja ya”. 2. Fase Kerja : (Tuliskan kata-kata sesuai Tujuan dan Rencana yang Akan Dicapai/ Dilakukan) Perawat : “Saya berharap sementara ini, ibu mau istirahat dulu untuk beberapa hari di rumah sakit. Batasi aktivitas dan tidak boleh terlalu lelah”. Pasien : “Saya kan tidak apa-apa... kenapa harus istirahat? Saya tidak bisa



14



hanya diam/duduk saja seperti ini. Saya sudah biasa beraktivitas dan melakukan tugas-tugas soasial di masyarakat”. Perawat : “Saya sangat memahami aktivitas ibu dan saya sangat bangga dengan kegiatan ibu yang selalu semangat”. Pasien : (mendengarkan) Perawat : “Ibu juga harus memahami bahwa setiap manusia mempunyai keterbatasan kemampuan dan kekuatan (menunggu respons pasien)”. Perawat : “Saya ingin tahu, apa alasan keluarga membawa ibu ke rumah sakit ini?” Pasien : “Badan saya panas, mual, muntah dan perut sering kembung. Tapi itu sudah biasa, tidak perlu ke rumah sakit sudah sembuh”. Perawat : “Terus, apa yang membuat keluarga khawatir sehingga ibu diantar ke rumah sakit?” Pasien : “Saya muntah muntah dan badan saya lemas kemudian pingsan sebentar”. Perawat : “Menurut pendapat ibu kalau sampai pingsan, berarti tubuh ibu masih kuat atau sudah menurun kekuatannya?” Pasien : “Iya, berarti tubuh saya sudah tidak mampu ya, berarti saya harus istirahat?” Perawat : “Menurut ibu, perlu istirahat apa tidak?” Pasien : “Berapa lama saya harus istirahat? Kalau di rumah sakit ini jangan lamalama ya?” Perawat : “Lama dan tidaknya perawatan, tergantung dari ibu sendiri”. “Kalau ibu kooperatif selama perawatan, mengikuti anjuran dan menjalani terapi sesuai program, semoga tidak akan lama ibu di rumah sakit”. Pasien : “Baiklah saya bersedia mengikuti anjuran perawat dan dokter, dan akan mengikuti proses terapi dengan baik”. Perawat : “Terima kasih, ibu telah mengambil keputusan terbaik untuk ibu sendiri. Semoga cepat sembuh ya” 3. Fase Terminasi : Evaluasi subjektif/objektif :



15



“Bagaimana perasaan ibu sekarang?” “Sekarang Jelaskan kenapa ibu harus istirahat dulu untuk sementara ini!” Rencana tindak lanjut : “Saya berharap ibu bisa kooperatif selama di rawat. Ibu harus istirahat dan tidak boleh banyak aktivitas, makan sesuai dengan diet yang disediakan, dan minum obat secara teratur”. Kontrak yang akan datang : “Satu jam lagi saya akan kembali untuk memastikan bahwa Ibu telah menghabiskan makan ibu dan minum obat sesuai program. Sampai jumpa nanti, ya. Selamat siang” 2.7 Prinsip – prinsip etik dalam pelayanan kesehatan pada Lansia Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada derita usia lanjut adalah : 1. Empati Istilah Empati menyangkut pengertian :“simpati atas dasar pengertian yang mendalam”.Dalam istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatric harus memandang seorang lansia yang sakit dengan pengertian,kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Oleh karena itu semua petugas geriatric harus memahami proses fisiologi dan patologik dari penderita lansia. 2. Non - Malefecience dan Beneficence Pelayanan Geriatric selalu didasarkan pada keharusan untuk mengerjakan yang baik untuk penderita dan harus menghindari tindakan yang menambah penderitaan (harm) bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere (“yang



terpenting



jangan



membuat



seseorang



menderita“).Dalam



pengertian ini, upaya pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian Analgesic (kalau perlu dengan devirat morfin) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan. 3. Otonomi



16



Yaitu suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk menentukan nasibnya, dan mengemukakan keinginanya sendiri. Tentu sekali saja hak tersebut mempunyai batasan, akan tetapi dibidang Geriatric hal tersebut berdasar pada keadaan,apakah penderita dapat membuat putusan secara mandiri atau bebas. 4. Keadilan Yaitu prinsip pelayanan Geriatric harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara wajar dan tidak mengadakan perbedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.



2.8 2.9 2.10



17



BAB III ASUHAN KEPERAWATAN



18



BAB IV PENUTUP



4.1 Kesimpulan Kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia atau selanjutnya penulis sebut sebagai lansia tidak hanya bergantung kepada kebutuhan biomedis semata namun juga bergantung kepada kondisi disekitarnya, seperti perhatian yang lebih terhadap keadaan sosialnya, ekonominya, kulturalnya bahkan psikologisnya dari pasien tersebut. Hubungan saling memberi dan menerima antara perawat dan pasien dalam pelayanan keperawatan disebut sebagai komunikasi terapeutik perawat yang merupakan komunikasi profesional perawat. Komunikasi antara perawat dan pasien lansia harus berjalan efektif terutama bagi pasien lansia karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan dari pasien lansia tersebut. Komunikasi yang baik dengan pasien adalah kunci keberhasilan untuk masalah klinisnya. Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain sacara langsung, baik secara verbal dan nonverbal.



19



DAFTAR PUSTAKA Cangara, Hafied. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cangara, Hafied. (2014). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Central Intelligence Agency. (2010). Damaiyanti, Mukhripah. (2010). Komunikasi



Terapeutik dalam



Praktik



Keperawatan. Bandung: Refika Aditama. William, S.L., Haskard, K.B., Dimatteo, M.R. 2007. The therapeutic effects of the



20