Kta Bab I-V [PDF]

  • Author / Uploaded
  • fendy
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN



1.1 Latar belakang Mastektomi adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat payudara akibat kanker. Meskipun berbagai terapi kanker payudara telah banyak dikembangkan namun mastektomi merupakan salah satu alternative terapi yang masih banyak digunakan, sebagai kombinasi dari kemoterapi, radiasi .Hal ini dikarenakan pasien yang datang kerumah sakit sudah dalam keadaan stadium lanjut, sehingga harus dilakukanpengangkatan seluruh bagian payudara atau mastektomi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa lima besar kanker di dunia adalah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker usus besar dan kanker lambung dan kanker hati. Sementara data dari pemeriksaan patologi di Indonesia menyatakan bahwa urutan lima besar kanker adalah kanker leher rahim, kanker payudara, kelenjar getah bening, kulit dan kanker nasofaring. Kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara dengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan 16 per 100.000 perempuan. Salah satu factor risiko yang menyebabkan tingginya kejadian kanker di Indonesia yaitu prevalensi merokok 23,7%, obesitas umumnya penduduk berusia ≥ 15 tahunpada laki-laki 13,9% dan pada perempuan 23,8%. Prevalensi kurang konsumsi buah dan sayur 93,6%, konsumsi makanan diawetkan 6,3%, makanan berlemak12,8%, dan makanan dengan penyedap 77,8%. Sedangkan prevalensi kurang aktivitas fisik sebesar 48,2% (Riskesdas tahun 2007). Prosedur pembedahan atau mastektomi yang dilakukan pada pasien kanker payudara tergantung pada tahapan penyakit, jenis tumor, umur dan kondisi kesehatan pasien secara umum. Pembedahan bisa dengan mengangkat sebagian payudara yang mengandung sel kanker atau tumor (lumpectomi) atau mengangkat seluruh payudara (lumpectomi). Untuk meningkatkan harapan hidup, pembedahan biasanya diikuti dengan therapi tambahan seperti radiasi, hormon atau kemoterapi. Kanker payudara adalah kanker yang paling sering diteliti dalam studi tentang kualitas hidup, studi psikososial terdahulu menekankan bahwa adaptasi terhadap



1



kehilangan payudara merupakan satu-satunya faktor penting bagi seorang wanita, terutama budaya barat. Karenanya tidaklah mengejutkan bahwa perhatian penelitian tentang penyesuian diri seorang wanita terhadap kanker payudara menemukan hasil yang serupa. Meskipun demikian riset yang terus tumbuh menunjukan bahwa perhatian yang berkaitan dengan ketidakpastian tentang masa depan seseorang, Isu-isu keseharian yang terjadi ditempat kerja dan hubungan keluarga, serta tuntutan penyakit merupakan faktor-faktor yang lebih penting dalam menyesuaikan diri akibat mengalami kanker, dibanding kehilangan payudara itu sendiri. Ca. Mammae adalah kanker yang relatif sering dijumpai dan merupakan penyebab kematian utama pada wanita berusia 45 dan 64 tahun. Ca. Mammae merupakan penyakit yang mengancam atau semua wanita dapat beresiko untuk terkena kanker payudara ini, tidak ada satupun penyebab spesifik dari kanker payudara sebaliknya faktor genetik, hormonal dan kemungkinan kejadian lingkungan dapat menunjang terjadinya kanker ini. Beberapa gambaran kanker payudara menunjang prognosisnya, secara umum, makin kecil tumor, makin baik prognosisnya, karsinoma payudara bukan semata-semata keadaan patologis yang terjadi hanya dalam semalam, tetapi membutuhkan lebih dari 2 tahun agar bisa teraba. Sehingga peran perawat dalam memberi asuhan keperawatan kepada pasien sangat besar dan sangat berpengaruh dimana perawat harus memiliki pengetahuan untuk pencegahan, pengawasan, dan pengobatan khususnya mengenai carcinoma mammae atau kanker mammae. 1.2 Perumusan masalah Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Anestesi pasien dengan diagnosis medis Ca Mammae (D) yang dilakukan tindakan MRM (modified radikal mastectomy) dengan general Anestesi di GBPT Lt.4 RSUD Dr.Soetomo surabaya. 1.3 Tujuan Penulisan 1.3.1



Tujuan Umum



Penulis mampu melakukan Asuhan Keperawatan Anestesi pasien dengan diagnosis medis Ca Mammae (D) yang dilakukan tindakan MRM (modified



2



radikal mastectomy)



dengan general Anestesi di GBPT Lt.4 RSUD



Dr.Soetomo surabaya. 1.3.2



Tujuan Khusus  Mampu melakukan pengkajian keperawatan Anestesi pada pasien dengan diagnosis medis Ca Mammae (D) yang dilakukan tindakan MRM (modified radikal mastectomy)



dengan general Anestesi di



GBPT Lt.4 RSUD Dr.Soetomo surabaya.  Mampu menganalisa diagnosis keperawatan Anestesi pada pasien dengan diagnosis medis Ca Mammae (D) yang dilakukan tindakan MRM (modified radikal mastectomy) dengan general Anestesi di GBPT Lt.4 RSUD Dr.Soetomo surabaya.  Mampu menyusun rencana keperawatan Anestesi pada pasien dengan diagnosis medis Ca Mammae (D) yang dilakukan tindakan MRM (modified radikal mastectomy) dengan general Anestesi di GBPT Lt.4 RSUD Dr.Soetomo surabaya.  Mampu melakukan tindakan Keperawatan Anestesi pada pasien dengan diagnosis medis Ca Mammae (D) yang dilakukan tindakan MRM (modified radikal mastectomy) dengan general Anestesi di GBPT Lt.4 RSUD Dr.Soetomo surabaya.  Mampu melakukan evaluasi terhadap tindakan Anestesi pada pasien dengan diagnosis medis Ca Mammae (D) yang dilakukan tindakan MRM (modified radikal mastectomy)



dengan general Anestesi di



GBPT Lt.4 RSUD Dr.Soetomo surabaya.  Mampu melakukan dokumentasi keperawatan Anestesi pada pasien dengan diagnosis medis Ca Mammae (D) yang dilakukan tindakan MRM (modified radikal mastectomy) dengan general Anestesi di GBPT Lt.4 RSUD Dr.Soetomo surabaya. 1.4 Manfaat Penulisan 1.4.1



Manfaat Teoritis Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan proses Asuhan keperawatan Anestesi pada pasien dengan diagnosis



3



medis Ca Mammae (D) yang dilakukan tindakan MRM (modified radikal mastectomy) . 1.4.2



Manfaat Praktis 



Bagi penulis Meningkatkan pengetahuan penulis tentang Asuhan Keperawatan Anestesi pada pasien dengan diagnosis (modified radikal mastectomy) medis Ca Mammae (D) yang dilakukan tindakan MRM (modified radikal mastectomy) dengan dokumentasi keperawatan.







Bagi institusi pendidikan Memberikan masukan pada institusi sehingga dapat menjadikan perawat Anestesi yang berkompeten dalam memberikan Asuhan Keperawatan Anestesi yang komprehensif pada pasien dengan diagnosis Ca Mammae (D) yang dilakukan MRM (modified radikal mastectomy) dengan GA Intubasi.



1.5 Metode Penulisan Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini ,penulis menggunakan metode penulisan deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan tahapan-tahapan yang meliputi pengkajian diagnosis keperawatan,perencanaan,pelaksanaan dan evaluasi.Cara yang digunakan dalam pengumpulan data diantaranya. 1.5.1



Anamnesis Tanta jawab / komunikasi secara langsung dengan pasien (autoanamnesis) maupun tak lansung (Alloanamnesis) dengan keluarga untuk menggali informasi tentang status kesehatan pasien,komunikasi yang digunakan adalah komunikasi terapeutik.



1.5.2



Observasi Tindakan secara umum mengamati perilaku dan keadaan pasien.



1.5.3



Pemeriksaan 1. Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan empat cara yaitu melakukan inspeksi,palpasi,perkusi dan auskultasi.



4



2. Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi,contoh: Foto Thorax,laboratorium,rekam jantung dan lain-lain. 1.6 Lokasi Pengumpulan data pada karya tulis ini dilakukan di GBPT Lt.4 RSUD Dr.Soetomo Surabaya dalam jangka waktu sehari. 1.7 Waktu Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 16 Mei 2017 jam 07.00-10.00 WIB



5



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP DASAR 2.1.1



Pengertian Modified Radical Mastectomy adalah suatu tindakan pembedahan



onkologis pada keganasan payudara yaitu dengan mengangkat seluruh jaringan payudara yang terdiri dari seluruh stroma dan parenkhim payudara, areola dan puting susu serta kulit diatas tumornya disertai diseksi kelenjar getah bening aksila ipsilateral level I, II/III secara en bloc TANPA mengangkat m.pektoralis major dan minor. 2.1.2 A.



 



Anatomi dan Fisiologi Mammae Struktur Anatomi Payudara



1.      Struktur Payudara Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisibayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram. Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu : 1.



Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar.



2.



Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah.



3.



Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncakpayudara.



Gambar 1.Anatomipayudara



6



a.       Korpus Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah.Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus.Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.ASI dsalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil (duktulus), kemudian beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (duktus laktiferus). b.      Areola Daerah lingkaran yang terdiri dari kulit yang longgar dan mengalami pigmentasi dan masing-masing payudara bergaris tengah kira-kira 2,5 cm. Areola berwarna merah muda pada wanita yang berkulit cerah, lebih gelap pada wanita yang berkulit cokelat, dan warna tersebut menjadi gelap pada waktu hamil. Didaerah areola ini terletak kira-kira 20 glandula sebacea. Pada kehamilan areola ini membesar dan disebut tuberculum montgomery. Sinus laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar.Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar. c.       Papilla Terletak di pusat areola mammae setinggi iga ( costa ) ke-4. papilla mammae merupakam suatu tonjolan dengan panjang kira- kira 6 mm, tersusun atas jaringan erektil berpigmen dan merupakan bangunan yang sangat peka. Permukaan papilla mammae berlubang- lubang berupa ostium papillare kecil- kecil yang merupakan muara duktus lactifer.Duktus latifer ini di lapisi oleh epitel. Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjangdanterbenam(inverted). 2.      Anatomi normal payudara Payudara tersusun dari jaringan lemak yang mengandung kelenjar-kelenjar yang bertanggung jawab terhadap produksi susu pada saat hamil dan setelah bersalin. Setiap payudara terdiri dari sekitar 15-25 lobus berkelompok yang



7



disebut lobulus, kelenjar susu, dan sebuah bentukan seperti kantung-kantung yang menampung air susu (alveoli). Saluran untuk mengalirkan air susu ke puting susu disebut duktus. Sekitar 15-20 saluran akan menuju bagian gelap yang melingkar di sekitar puting susu (areola) membentuk bagian yang menyimpan air susu (ampullae) sebelum keluar ke permukaan. Kedua payudara tidak selalu mempunyai ukuran dan bentuk yang sama. Bentuk payudara mulai terbentuk lengkap satu atau dua tahun setelah menstruasi pertamakali.Hamil dan menyusui akan menyebabkan payudara bertambah besar dan akan mengalami pengecilan (atrofi) setelah menopause. Payudara akan menutupi sebagian besar dinding dada. Payudara dibatasi oleh tulang selangka (klavikula) dan tulang dada (sternum).Jaringan payudara bisa mencapai ke daerah ketiak dan otot yang berada pada punggung bawah sampai lengan atas (latissimus dorsi). Kelenjar getah bening terdiri dari sel darah putih yang berguna untuk melawan penyakit.Kelenjar getah bening didrainase oleh jaringan payudara melalui saluran limfe dan menuju nodul-nodul kelenjar di sekitar payudara samapi ke ketiak dan tulang selangka.Nodul limfe berperan penting pada penyebaran kanker payudara terutama nodul kelenjar di daerah ketiak.



Gambar 2. Anatomi Payudara



B.     Struktur Mikroskopis Payudara 1.



Struktur mikroskopis



Payudara terutama etrsusun atas jaringan kelenjar tetapi juga mengandung sejumlah jaringan lemak dan di tutupi oleh kulit. Jaringan kelenjar ini di bagi 8



menjadi kira-kira 18 lobus yang di pisahkan secara sempurna satu sama lain oleh lembaran- lembaran jaringan febrosa. Struktur didalamnya dikatakan menyerupai segmen buah anggur atau jeruk yang dibelah. Setiap lobus merupakan satu unit fungsional yang berisi dan tersusun atas bangun sebagai berikut : - Alveoli Yang mengandung sel-sel yang mensekresi air susu. Setiap alveolus dilapisi oleh sel-sel yang mensekresi air susu, disebut acini. Yang mengekstraksi faktor-faktor dari darah yang penting untuk pembentukan air susu. Di sekeliling setiap alveolus terdapat sel-sel mioepitel yang kadang disebut sel keranjang (basket cell)atau sel laba-laba (spider cell). Apabila sel-sel ini dirangsang oleh oksitosin akan berkontraksi sehingga mengalirkan air susu kedalam duktus lactifer. - Tubulus lactifer, Saluran kecil yang berhubungan dengan alveoli - Ductus lactifer, Saluran sentral yang merupakan muara beberapa tubulus lactifer - Ampulla, Bagian dari ductus lactifer yang melebar, yang merupakan tempat menyimpan air susu. Ampulla terletak dibawah areola. Lanjutan masing-masing ductus lactifer Meluas dari ampulla sampai muara papilla mammae 2.



Vaskularisasi Suplai darah (vaskulaisasi) ke payudara berasal dari arteria mammaria iterna,



arteria mammaria eksterna, dan arteria-arteria intercostalis superior. Drainase vena melalui pembuluh-pembuluh yang sesuai, dan akan masuk kedalam vena mammaria interna dan vena axillaris. 3.



Drainase limfatik Drainase limfatik terutama kedalam kelenjar axillaris dan sebagian akan



dialirkan kedalam fissura portae hepar dan kelenjar mediasanum. Pembluh limfatik dari masing-masing payudara berhubungan satu sama lain. 4.



Persyarafan Fungsi payudara terutama dikendalikan oleh aktivitas hormon.pada kulit



dipersyarafi oleh cabang-cabang nervus thoracalis.Juga terdapat sejumlah saraf simpatis, terutama disekitar areola dan papilla mammae.



9



C.     Tahap Perkembangan Payudara Payudara wanita adalah salah satu struktur tubuh yang rumit dan luar biasa.Payudara wanita mulai tumbuh pada masa puber dan terus berubah seiring dengan fluktuasi hormonnya. Biasanya payudara mulai kendur pada akhir usia 40an. Seperti apa kondisi payudara payudara dalam setiap tahapan usia? 1.      Usia 20-an Pada masa pubertas ketika tubuh seorang gadis remaja pertama menghasilkan estrogen dalam jumlah cukup, payudaranya akan berkembang pesat, membentuk dua kerangka jaringan ikat serta sistem kelenjar, saluran, pembuluh darah, kelenjar getah bening, dan saraf. Secara bersamaan, payudara juga mengembangkan sel-sel lemak yang membentuk gumpalan kelenjar payudara. Payudara juga lebih cepat terpengaruh gaya gravitasi. Untuk mencegahnya, kenakan bra yang mampu menyangga "aset" Anda ini dengan sempurna. 2.      Usia 30-an Selama kehamilan, payudara secara bertahap akan membesar. Boleh jadi bobot kedua payudara akan bertambah sebanyak setengah kilogram. Peregangan kulit di sekitar payudara akibat kenaikan berat badan juga bisa mengganggu produksi kolagen sehingga membuat kulit di sekitar payudara menjadi kendur, terutama setelah persalinan.Lakukan pemeriksaan payudara sendiri sekali setiap bulan. Jika ibu atau saudari Anda memiliki riwayat kanker, lakukan mamografi di usia 35 tahun. 3.      Usia 40-an  Walaupun Anda belum pernah hamil dan melahirkan, di usia ini kelenjar penghasil susu (lobule) akan mengecil sehingga payudara terlihat kendur. Penurunan berat badan yang drastis juga bisa membuat payudara terlihat kendur akibat lapisan lemak pada payudara menyusut.Push up bra bisa menyiasati hal tersebut. Mamografi disarankan setahun sekali. 4.      Usia 50-an Pada saat menopause, perubahan pada payudara yang biasanya terjadi selama siklus haid tidak terjadi lagi. Namun, risiko kanker payudara akan semakin



10



meningkat seiring bertambahnya usia. Pemeriksaan payudara menjadi lebih penting lagi dilakukan setelah menopause. 2.1.3



Etiologi Sebab-sebab keganasan pada mammae masih belum diketahui secara pasti



(Price & Wilson, 1995: 1142), namun ada beberapa teori yang menjelaskan tentang penyebab terjadinya Ca mammae, yaitu: a.



Mekanisme hormonal Steroid endogen (estradiol & progesterone) apabila mengalami perubahan dalam lingkungan seluler dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan bagi ca mammae (Smeltzer & Bare, 2002: 1589).



b.



Virus Invasi virus yang diduga ada pada air susu ibu menyebabkan adanya massa abnormal pada sel yang sedang mengalami proliferasi.



c.



Genetik – Ca mammae yang bersifat herediter dapat terjadi karena adanya “linkage genetic” autosomal dominan (Reeder, Martin, 1997). – Penelitian tentang biomolekuler kanker menyatakan delesi kromosom 17 mempunyai peranan penting untuk terjadinya transformasi malignan (Reeder, Martin, 1997). – mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2 biasanya ditemukan pada klien dengan riwayat keluarga kanker mammae dan ovarium (Robbin & kumar, 1995) serta mutasi gen supresor tumor p 53 (Murray, 2002).



d.



Defisiensi imun Defesiensi imun terutama limfosit T menyebabkan penurunan produksi



interferon yang berfungsi untuk menghambat terjadinya proliferasi sel dan jaringan kanker dan meningkatkan aktivitas antitumor . Faktor resiko Ca mammae, terdiri dari: (Murray,2002) 1.



wanita



2. Usia (resiko Ca mammae meningkat pada wanita yang berusia > 50 tahun) 3.



mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2; mutasi pada gen tumor p 53



11



4. Riwayat pribadi ca mammae/kelainan mammae pada mammae sebelahnya 5.



riwayat keluarga, ibu atau saudara perempuan kandung (+) kanker



6.



Ras ( wanita kulit putih kebih beresiko dari wanita kulit hitam)



7.



Riwayat penyinaran/roentgen pada daerah dada pada wakut anak-anak atau remaja sebagai terapi untuk karsinoma yang lain



8.



Hasil biopsi mammae – hyperplasia atipikal – penyakit proliperatif mammae tanpa sel atipikal atauhiperplasia biasa –



9.



perubahan fibrokistik tanpa perubahan proliferatif



Nullipara



10.



Hamil pertama sesudah usia 30 tahun



11.



Menarche dini (usia < 12 tahun)



12.



Menopause pada usia lanjut (. 30 tahun sesudah menarche)



13.



Penggunaan terapi hormone pengganti jika progesteron diresepkan.



14.



Gaya hidup, diet tinggi lemak dan protein, rendah serat.



Asupan kalori yang berlebihan terutama yang berasal dari lemak binatang dan kebiasaan makan makanan yang kurang serat meninggikan resiko terhadap berbagai keganasan seperti kanker mammae dan kanker colon, namun hal tersebut belum terbukti ( Syamsuhidayat,R& Wim de jong, 1997: 165 ) Studi terbaru menunjukkan hubungan yang lemah atau tidak menyeluruh antara diet tinggi lemak dan Kanker mamma ( Smeltzer & Bare, 2002: 1590). Smeltzer menambahkan kontrasepsi oral, alcohol, pengangkatan ovarium pada usia lebih dari 40tahun sebagai faktor resiko kanker mammae Menurut C. J. H. Van de Velde, penyebab Ca Mammae : 1. Ca Payudara yang terdahulu Terjadi malignitas sinkron di payudara lain karena mammae adalah organ berpasangan 2. Keluarga Diperkirakan 5 % semua kanker adalah predisposisi keturunan ini, dikuatkan bila 3 anggota keluarga terkena carsinoma mammae.



12



3. Kelainan payudara ( benigna )Kelainan fibrokistik ( benigna ) terutama pada periode fertil, telah ditunjukkan bahwa wanita yang menderita / pernah menderita yang porliferatif sedikit meningkat. 4. Makanan, berat badan dan faktor resiko lain Status sosial yang tinggi menunjukkan resiko yang meningkat, sedangkan berat badan yang berlebihan ada hubungan dengan kenaikan terjadi tumor yang berhubungan dengan oestrogen pada wanita post menopouse. 5. Faktor endokrin dan reproduksi Graviditas matur kurang dari 20 tahun dan graviditas lebih dari 30 tahun, Menarche kurang dari 12 tahun 6. Obat anti konseptiva oral Penggunaan pil anti konsepsi jangka panjang lebih dari 12 tahun mempunyai resiko lebih besar untuk terkena kanker. 2.1.4



Patofisiologi



A. Patologi Anatomi Tumor/ Kanker Payudara Patologi anatomi atau kelainan anatomi payudara yang paling sering terjadi disebabkan oleh tumor.Tumor terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas.Tumor jinak memiliki karakter sel yang sangat mirip dengan jaringan asalnya dan relatif tidak berbahaya karena umumnya tumor jinak tetap dilokalisasi, tidak dapat menyebar ke tempat lain, dan mudah untuk dilakukan pengangkatan tumor dengan pembedahan lokal. Tumor dikatakan ganas apabila dapat menembus dan menghancurkan struktur yang berdekatan dan menyebar ke tempat yang jauh (metastasis) dan umumnya dapat menyebabkan kematian.Sifat ini sesuai dengan penamaannya kanker yang berasal dari bahasa Latin yang berarti kepiting, melekat pada setiap bagian dan mencengkeram dengan erat seperti seekor kepiting. B. Tumor jinak memiliki berbagai bentuk, antara lain : 1.



Kelainan fibrokistik Terdiri dari bentukan kista (kantung) yang bisa dalam jumlah banyak dan pembentukan jaringan ikat.Keluhan yang paling sering adalah nyeri.



2.



Fibroadenoma



13



Tumor jinak yang banyak terdapat pada wanita muda.Fibroadenoma teraba sebagai tumor benjolan bulat dengan permukaan yang licin dan konsistensi padat kenyal.Tumor ini tidak melekat ke jaringan sekitarnya dan amat mudah digerakkan.Benjolan ini biasanya tidak nyeri, bisa tumbuh banyak (multipel).Pertumbuhan tumor bisa cepat sekali selama kehamilan dan menyusui atau menjelang menopause saat rangsangan estrogen tinggi tapi setelah menopause tumor jenis ini tidak ditemukan lagi. 3.



Tumor filoides Tumor jinak yang bersifat menyusup secara lokal dan seperti tumor ganas.Tumor ini biasanya terjadi pada umur 35-40 tahun.Kulit diatas tumor mengkilap, regang, tipis, merah dengan pembuluh-pembuluh darah balik (vena) yang melebar dan panas.Meskipun mirip dengan kanker, tumor ini tidak



mengalami



penyebaran



(metastasis)



hanya



merusak



jaringan



lokal.Tumor ini pertumbuhannya cepat dan sering timbul kematian sel (nekrosis) dan radang pada kulit dan kambuhan. 4.



Papiloma intraduktus Tumor jinak dari saluran air susu (duktus laktiferus) dan 75% tumbuh di bawah areola payudara. Gejalanya berupa keluarnya cairan berdarah dari puting susu.



5.



Adenosis sklerosis Secara klinis, tumor ini teraba seperti kelainan fibrokistik tetapi secara histopatologi tampak proliferasi jinak.



6.



Mastitis sel plasma Tumor ini merupakan radang subakut yang didapat pada sistem saluran di bawah areola payudara. Gambarannya sulit dibedakan dengan tumor ganas yaitu berkonsistensi keras, bisa melekat ke kulit, dan menimbulkan retraksi puting susu akibat pembentukan jaringan ikat (fibrosis) sekitar saluran dan bisa terdapat pembesaran kelenjar getah bening ketiak.



7.



Nekrosis lemak Biasanya disebabkan oleh cedera berupa massa keras yang sering agak nyeri tetapi tidak membesar. Kadang terdapat retraksi kulit dan batasnya biasanya tidak rata.Secara klinis, sukar dibedakan dengan tumor ganas.



14



8.



Kelainan lain Tumor jinak lemak (Lipoma), tumor jinak otot polos (leimioma), dan kista sebasea (kelenjar minyak) merupakan tumor yang mungkin terdapat di payudara tetapi tidak bersangkutan dengan jaringan kelenjar payudara.



C. Tumor ganas atau kanker payudara juga memiliki beberapa tipe, antara lain : 1.



Ductal Carcinoma In-Situ (DCIS) Merupakan tipe kanker payudara yang paling dini dan terbatas hanya di dalam sistem duktus.



2.



Infiltrating Ductal Carcinoma (IDC) Tipe yang paling sering terjadi, mencapai 78% dari semua keganasan.Pada pemeriksaan mammogram didapatkan lesi berbentuk seperti bintang (stellate) atau melingkar.Apabila lesi berbentuk seperti bintang maka prognosis atau angka kesembuhan pasien sangat rendah.



3.



Medullary Carcinoma Tipe ini paling sering terjadi pada wanita berusia akhir 40 tahun dan 50 tahun.Menghasilkan gambaran sel seperti bagian abu-abu (medulla) pada otak.Terjadi sebanyak 15% dari kasus kanker payudara.



4.



Infiltrating Lobular Carcinoma (ILC) Tipe kanker payudara yang biasanya tampak sebagai penebalan di kuadran luar atas dari payudara.Tumor ini berespon baik terhadap terapi hormon.Terjadi sebanyak 5% dari kasus kanker payudara.



5.



Tubular Carcinoma Tipe ini banyak ditemukan pada wanita usia 50 tahun keatas. Pada pemeriksaan mikroskopik gambaran struktur tubulusnya sangat khas.Terjadi sebanyak 2% dari kasus kanker payudara dan angka 10 ysr (year survival rate) mencapai 95%.



6.



Mucinous Carcinoma (Colloid)



15



Kanker payudara yang angka kesembuhannya paling tinggi. Perubahan yang terjadi terutama pada produksi mucus dan gambaran sel yang sulit ditentukan, terjadi sebanyak 1-2% dari seluruh kasus kanker payudara 7.



Inflammatory Breast Cancer (IBC) Tipe kanker payudara yang paling agresif dan jarang terjadi.Kanker ini dapat menyebabkan saluran limfe pada payudara dan kulit terbuntu.Disebut inflammatory (keradangan) karena penampakan kanker yang membengkak dan merah. Di Amerika, terjadi 1%-5% dari seluruh kasus kanker payudara.



2.1.5



Komplikasi/Dampak Masalah



a. Dini : - Pendarahan merupakan suatu kejadian dimana keluarnya darah dari pembulu darah yang diakibatkan pembulu darah tersebut mengalami kerusakan, dan kerusakan ini di sebabkan oleh ruda paksa (trauma) b. Lambat : - Infeksi merupakan suatu keadaan dimana adanya suatu organisme pada jaringan tubuh yang di sertai dengan gejala klinis baik itu bersifat lokal maupun sistemik, jika agen yang masuk ke tubuh virus maka demam bersifat mendadak, tapi jika yang masuk ke tubuh bakteri maka demam bersifat - Nekrosis merupakan kematian sel ireversibel yang terjadi ketika sel cedera berat dalam waktu lama dimana sel tidak mampu beradaptasi lagi atau memperbaiki diri sendiri, hal ini terjadi ketika tidak ada cukupan darah mengalir ke jaringan - Edema lengan merupakan penimbunan cairan secara berlebihan diantara sel-sel tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh karena penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan tekanan osmotik plasma, penurunan ini mengakibatkan filtrasi cairan yang keluar dari pembulu lebih tinggi sementara jumlah cairan yang direabsorbsi kurang dari normal dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal di ruang interstisiil - Kekakuan sendi bahu / kontraktur



16



2.1.6



Indikasi dan Kontraindikasi



 Indikasi dilakukan MRM : a. Kanker payudara stadium dini (I,II) b. Kanker payudara stadium lanjut lokal dengan persyaratan tertentu c. Keganasan jaringan lunak pada payudara.  Kontra indikasi dilakukan MRM : a. Tumor melekat dinding dada b. Edema lengan c. Nodul satelit yang luas d. Mastitis inflamatoar Tipe-tipe Mastektomi 1) Mastektomi Preventif (Preventive Mastectomy)         Mastektomi preventif disebut juga prophylactic mastectomy. Operasi ini dapat berupa total mastektomi dengan mengangkat seluruh payudara dan puting. Atau berupa subcutaneous mastectomy, dimana seluruh payudara diangkat namun puting tetap dipertahankan. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan kanker payudara dapat dikurangi hingga 90% atau lebih setelah mastektomi preventif pada wanita dengan risiko tinggi. 2) Mastektomi Sederhana atau Total (Simple or Total Mastectomy)         Mastektomi dengan mengangkat payudara berikut kulit dan putingnya, namun simpul limfe masih dipertahankan. Pada beberapa kasus, sentinel node biopsy terpisah dilakukan untuk membuang satu sampai tiga simpul limfe pertama. 3) Mastektomi Radikal Termodifikasi (Modified Radical Mastectomy)         Terdapat prosedur yang disebut modified radical mastectomy (MRM)mastektomi radikal termodifikasi. MRM memberikan trauma yang lebih ringan daripada mastektomi radikal, dan ssat ini banyak dilakukan di Amerika. Dengan



17



MRM, seluruh payudara akan diangkat beserta simpul limfe di bawah ketiak, tetapi otot pectoral (mayor dan minor) – otot penggantung payudara – masih tetap dipertahankan. Kulit dada dapat diangkat dapat pula dipertahankan, Prosedur ini akan diikuti dengan rekonstruksi payudara yang akan dilakukan oleh dokter bedah plastik. 4.  Mastektomi Radikal (Radical Mastectomy)         Mastektomi radikal merupakan pengangkatan payudara ‘komplit’, termasuk puting. Dokter juga akan mengangkat seluruh kulit payudara, otot dibawah payudara, serta simpul limfe (getah bening). Karena mastektomi radikal ini tidak lebih efektif namun merupakan bentuk mastektomi yang lebih ‘ekstrim’ , saat ini jarang dilakukan. 4. Mastektomi Parsial atau Segmental (Partial or Segmental Mastectomy)         Dokter dapat melakukan mastektomi parsial kepada wanita dengan kanker payudara stadium I dan II. Mastektomi parsial merupakan breast-conserving therapy- terapi penyelamatan payudara yang akan mengangkat bagian payudara dimana tumor bersarang. Prosedur ini biasanya akan diikuti dengan terapi radiasi untuk mematikan sel kanker pada jaringan payudara yang tersisa. Sinar X berkekuatan penuh akan ditembakkan pada beberapa bagian jaringan payudara. Radiasi akan membunuh kanker dan mencegahnya menyebar ke bagian tubuh yang lain. 5.  Quandrantectomy         Tipe lain dari mastektomi parsial disebut quadrantectomy. Pada prosedur ini, dokter akan mengangkat tumor dan lebih banyak jaringan payudara dibandingkan dengan lumpektomi. Mastektomi tipe ini akan mengangkat seperempat bagian payudara, termasuk kulit dan jaringan konektif (breast fascia).  Cairan berwarna biru disuntikkan untuk mengidentifikasi simpul limfe yang mengandung sel kanker. 6. Lumpectomy atau sayatan lebar,         Merupakan pembedahan untuk mengangkat tumor payudara dan sedikit jaringan normal di sekitarnya.  Lumpektomi (lumpectomy) hanya mengangkat tumor dan sedikit area bebas kanker di jaringan payudara di sekitar tumor. Jika sel kanker ditemukan di kemudian hari, dokter akan mengangkat lebih banyak



18



jaringan. Prosedur ini disebuat re-excision (terjemahan : pengirisan/penyayatan kembali).         Biopsi dengan sayatan juga mengangkat tumor payudara dan sedikit jaringan normal di sekitarnya. Kadang, pembedahan lanjutan tidak diperlukan jika biopsy dengan sayatan ini berhasil mengangkat seluruh tumor. Prosedur tindakan Mastektomi Secara singkat tekhnik operasi dari mastektomi radikal modifikasi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1)



Penderita dalam general anaesthesia, lengan ipsilateral dengan yang dioperasidiposisikan abduksi 900, pundak ipsilateral dengan yang dioperasi diganjal bantal tipis.



2) Desinfeksi lapangan operasi, bagian atas sampai dengan pertengahan leher, bagian bawah sampai dengan umbilikus, bagian medial sampai pertengahan mammma kontralateral, bagian lateral sampai dengan tepi lateral skapula. Lengan atas didesinfeksi melingkar sampai dengan siku kemudian dibungkus dengan doek steril dilanjutkan dengan mempersempit lapangan operasi dengan doek steril 3) Bila didapatkan ulkus pada tumor payudara, maka ulkus harus ditutup dengan kasa steril tebal ( buick gaas) dan dijahit melingkar. 4) Dilakukan insisi (macam –macam insisi adalah Stewart, Orr, Willy Meyer, Halsted, insisi S) dimana garis insisi paling tidak berjarak 2 cm dari tepi tumor, kemudian dibuat flap. 5) Flap atas sampai dibawah klavikula, flap medial sampai parasternal ipsilateral, flap bawah sampai inframammary fold, flap lateral sampai tepi anterior m. Latissimus dorsi dan mengidentifikasi vasa dan. N. Thoracalis dorsalis 6)  Mastektomi dimulai dari bagian medial menuju lateral sambil merawat perdarahan, terutama cabang pembuluh darah interkostal di daerah parasternal. Pada saat sampai pada tepi lateral m.pektoralis mayor dengan bantuan haak jaringan maamma dilepaskan dari m. Pektoralis minor dan serratus anterior (mastektomi simpel).



19



7) Diseksi aksila dimulai dengan mencari adanya pembesaran KGB aksila Level I (lateral m. pektoralis minor), Level II (di belakang m. Pektoralis minor) dan level III ( medial m. pektoralis minor). Diseksi jangan lebih tinggi pada daerah vasa aksilaris, karena dapat mengakibatkan edema lengan. Vena-vena yang menuju ke jaringan mamma diligasi. Selanjutnya mengidentifikasi vasa dan n. Thoracalis longus, dan thoracalis dorsalis, interkostobrachialis. KGB internerural selanjutnya didiseksi dan akhirnya jaringan mamma dan KGB aksila terlepas sebagai satu kesatuan (en bloc) 8)  Lapangan operasi dicuci dengan larutan sublimat dan Nacl 0,9%. 9)  Semua alat-alat yang dipakai saat operasi diganti dengan set baru, begitu juga dengan handschoen operator, asisten dan instrumen serta doek sterilnya. 10) Evaluasi ulang sumber perdarahan 11) Dipasang 2 buah drain, drain yang besar ( redon no. 14) diletakkan dibawah vasa aksilaris, sedang drain yang lebih kecil ( no.12) diarahkan ke medial. 12)  Luka operasi ditutup lapais demi lapis



20



2.1.7



WOC ( web of caution)



Perioperatif



KANKER PAYUDARA



-Prosedur pembedahan -Acaman konsep diri -Perubahan status kesehatan -Krisis situasional



CEMAS



-Penurunan tek inspirasi dan ekspirasi akibat agent anesthesia Intraoperatif -prosedur bedah MASTEKTOMI -Resiko cedera



-jalan nafas tidak efektif -Resiko infeksi -Resiko cedera



Postoperatif



Pengangkatan jaringan Prosedur Prosedur pembedahan bedah yg mengubah gambaran Gangguantubuh neuromuskuler Kurang informasi



Kerusakan mobilitas fisik Gangguan konsep diri (gambaran diri) Kurang Kerusakan Integritas kulit Nyeri pengetahuan ttg kondisi, prognos



21



Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium Pemeriksaan Penunjang : 1. Mamografi: memperlihatkan struktur internal payudara, dapat mendeteksi kanker yang tak teraba atau tomur yang terjadi pada tahap awal. 2. Galaktografi: mamogram



dengan



kontras



dilakukan



dengan



menginjeksikan zat kontras kedalam aliran duktus. 3. Ultrasound: dapat membantu dalam membedakan antara massa padat dan kista dan pada wanita yang jaringan payudaranya keras;hasil komplement dari mamografi. 4. Xeroradiografi: menyatakan peningkatan sirkulasi sekitar sisi tumor. 5. Termografi: mengidentifikasikan pertubuhan cepat tumor sebagai “titik panas” karena peningkatan suplai darah dan penyesuaian suhu kulit yang lebih tinggi. 6. Diafanografi (transimulasi): mengidentifikasi tumor atau massa dengan membedakan bahwa jaringan mentransmisikan dan menyebarkan sinar. Prosedur masih diteliti dan dipertimbangkan kurang akurat daripada mamografi. 7. CT-scan dan MRI: teknik scan yang dapat mendeteksi penyakit payudara, khususnya massa yang lebih besar, atau tumor kecil, payudara mengeras yang sulit diperiksa dengan mamografi. Teknik ini tidak bisa untuk pemeriksaan rutin dan tidak untuk mamografi. 8. Biopsi payudara(jarum atau eksisi): memberikan diagnosa definitive terhadap massa dan berguna untuk klasifikasi histology pentahapan, dan seleksi terapi yang tepat 9. Asai hormon reseptor: menyatakan apakah sel tumor atau spesimen biopsi mengandung reseptor hormon (estrogen dan progesteron). Pada sel malignan, reseptor kompleks estrogen-plus merangsang pertumbuhan danpembagian sel. Kurang lebih dua pertiga semua wanita dengan kanker payudara reseptor estrogennya positif dan cenderung berespon baik terhadap terapi hormon menyertai terapi primer untuk memperluas periode bebas penyakit dan kehidupan.



22



10. Foto dada, pemeriksaan fungsi hati, hitung sel darah, dan scan tulang:dilakukan untuk mengkaji adanya metastase. Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan labortorium meliputi: Morfologi sel darah, LED, Test fal marker (CEA) dalam serum/plasma, Pemeriksaan sitologis  a.  Perawatan Intraoperatif Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu : 1) Safety Management (Pengaturan posisi pasien) -



Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah: daerah operasi, usia, berat badan pasien, tipe anastesidan nyeri. Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau medan operasi.



-



Kesejajaran fungsional maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula à supine



-



emajanan area pembedahan maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik drapping



-



Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasidengan tujuan untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.



-



Memasang alat grounding ke pasien



-



Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama operasi sehingga pasien kooperatif.



23



-



Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus, oksigen, jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.



2) Monitoring Fisiologis -



Melakukan balance cairan



-



Memantau kondisi cardiopulmonal meliputi fungsi pernafasan, nadi, tekanan



darah,



frekuensi



denyut



jantung,



saturasi



oksigen,



perdarahan dll. -



Pemantauan terhadap perubahan vital sign



3) Monitoring Psikologis -



Memberikan dukungan emosional pada pasien



-



Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi



-



Mengkaji status emosional klien



-



Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)



4) Pengaturan dan koordinasi Nursing Care -



Memanage keamanan fisik pasien



-



Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis



b. Perawatan Post Operasi Mastektomi  Fase pasca anesthesia. Setelah dilakukan mastektomi, penderita dipindah ke ruang pemulihan disertai dengan oleh ahli anesthesia dan staf profesional lainnya. 1)  Mempertahankan ventilasi pulmoner. Menghindari terjadiya obstruksi pada periode anestesi pada saluran pernafasan, diakibatkan penyumbatan oleh lidah yang jatuh, kebelakang dan tumpukan sekret, lendir yang terkumpul dalam faring trakea atau bronkhial ini dapat dicegah dengan posisi yang tepat dengan posisi miring/setengah telungkup dengan kepala ditengadahkan bila klien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak atau lendir, harus dilakukan penghisapan dengan suction.



24



2)  Mempertahankan sirkulasi Pada saat klien sadar, baik dan stabil, maka posisi tidur diatur ”semi fowler” untuk mengurangi oozing venous (keluarnya darah dari pembuluhpembuluh darah halus) lengan diangkat untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya udema, semua masalah ini gangguan rasa nyaman (nyeri) akibat dari sayatan luka operasi merupakan hal yang pailing sering terjadi 3)  Masalah psikologis. Payudara merupakan alat vital seseorang ibu dan wanita, kelainan atau kehilangan akibat operasi payudara sangat terasa oleh pasien,haknya seperti dirampas sebagai wanita normal, ada rasa kehilangan tentang hubungannya dengan ssuami, dan hilangnya daya tarik serta serta pengaruh terhadap anak dari segi menyusui. 4)  Mobilisasi fisik. Pada pasien pasca mastektomi perlu adanya latihan-latihan untuk mencegah atropi otot-otot kekakuan dan kontraktur sendi bahu, untuk mencegah kelainan bentuk (diformity) lainnya, maka latihan harus seimbang dengan menggunakan secara bersamaan.  Perawatan post operasi Mastektomi 1)    Pemasangan plester /hipafik Dalam hal ini pemasangan plester pada operasi mastektomi hendaknya diperhatikan arah tarikan-tarikan kulit (langer line) agar tidak melawan gerakkan-gerakkan alamiah, sehingga pasien dengan rileks menggerakkan sendi bahu tanpa hambatan dan tidak nyeri untuk itu perlu diperhatikan cara meletakkan kasa pada luka operasi dan cara melakukan fiksasi plester pada dinding dada diantaranya : -



Plester medial melewati garis midsternal



-



Plester posterior melewati garis axillaris line/garis ketiak



-



Plester posterior(belakang) melewati garis axillaris posterior.



-



Plester superior tidak melewati clavicula



-



Plester inferior harus melewati lubang drain



25



Untuk dibawah klavicula ujug hifavik dipotong miring seperti memotong baju dan dipasang miring dibawah ketiak sehingga tidak mengangu grakkan tangan. 2)    Perawatan pada luka eksisi tumor. Bila dikerjakan tumorektomi,pakai hipafik ukuran 10 cm yang dibuat seperti BH sehingga menyangga payudara . 3)    Klien yang dikerjakan transplantasi kulit kalau kasa penutup luka basah dengan darah atau serum harus segera diganti, tetapi bola penutup (thiersch) tidak boleh dibuka. 4)    Pemberian injeksi dan pengambilan darah. 5)    Pengukuran tensi 2.1.8



PENATALAKSANAAN MEDIS



1. Pembedahan 1) Terapi bedah bertujuan kuratif dan paliatif 2) Jenis terapi : lokal /lokoregional 3) Jenis terapi : terapi utama /terapi tambahan 4) Prinsif terapi kuratif bedah 5) Pengangkatan sel kanker secara kuratif dapat dilakukan dengan cara : a. Modified radikal mastektomi b. Breast conversing treatment (BCT) ± rekontruksi payudara c. Tumorrektomi /lumpektomi /kuadran tektomi /parsial mastektomi ± diseksi axsila Pengobatan bedah kuratif dilakukan pada kanker payudara dini (stadium 0, I, dan II), dan pegobatan paliatif bedah adalah dengan mengangkat



kanker



payudara



secara



makroskopis



dan



masih



meninggalkan sel kanker secara mikroskopis dan biasanya dilakukan pada stadium II dan IV dan juga untk mengurangi keluhan-keluhan penderita baik perdarahan, patah tulang dan pengobatan ulkus a. Mastectomy radikal yang dimodifikasi Pengangkatan payudara sepanjang nodu limfe axila sampai otot pectoralis mayor. Lapisan otot pectoralis mayor tidak diangkat



26



namun otot pectoralis minor bisa jadi diangkat atau tidak diangkat. b. Mastectomy total Semua jaringan payudara termasuk puting dan areola dan lapisan otot pectoralis mayor diangkat. Nodus axila tidak disayat dan lapisan otot dinding dada tidak diangkat. c. Lumpectomy/tumor Pengangkatan tumor dimana lapisan mayor dri payudara tidak turut diangkat. Exsisi dilakukan dengan sedikitnya 3 cm jaringan payudara normal yang berada di sekitar tumor tersebut. d. Wide excision/mastektomy parsial. Exisisi tumor dengan 12 tepi dari jaringan payudara normal. e. Ouadranectomy. Pengangkatan dan payudara dengan kulit yang ada dan lapisan otot pectoralis mayor. 2. Radiotherapy 1) Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping: kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorokan. 2) Pegobatan radioterapi adalah untuk pengobatan lokal /lokal regional yang sifatnya bisa kuratif atau paliatif. Radioterapi dapat merupakan terapi utama , misalnya pada operasi BCT dan kanker payudara stadium lanjut III. Sebagai terapi tambahan/adjuvan biasanya diberikan bersama dengan terapi bedah dan kemoterapi pada kanker stadium I, II dan IIIA . Pengobatan kemoterapi umumnya diberikan dalam regimen poliferasi lebih baik dibanding pemberian pengobatan monofaramasi / monoterapi 3. Chemotherapy a. Pemberian obat-obatan anti kanker yang sudah menyebar dalam aliran darah. Efek samping: lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.



27



b. Pengobatan



kemoterapi



adalah



pengobatan



sisitemik



yang



menggunakan obat-obat sitostatika melalui aliran sistemik, sebagai terapi utama pada kanker stadium lanjut (stadium IIIB dan IV) dan sebagai terapi tambahan c. Pada kasus karsinoma mammae dapat dilakukan pengobatan dengan



radiasi



Pengangkatan



dan



pengangkatan



tergantung



sejauh



mammae mana



(Mastektomi).



pertumbuhan



dan



penyebaranya dipilih berdasar stadiumnya.dan chemoterapy 4. Manipulasi hormonal. a. Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk kanker yang sudah bermetastase. Dapat juga dengan dilakukan bilateral ophorectomy. Dapat juga digabung dengan therapi endokrin lainnya. b. Pengobatan hormon terapi untuk pengobatan sistemik untuk meningkatkan survival, yaitu dengan pemberian anti esterogen, pemberian hormon aromatase inhibitor, antiGn RH, ovorektomi. Pemberian hormon ini sebagai adjuvan stadium I, II, III, IV terutama pada pasiien yangreceptor hormon positif, hormon terpi dapat juga digunakan sebagai terapi pravelensi kanker payudara. 5. Terapi Paliatif dan pain Terapi paliatif untuk dapat dikerjakan sesuai dengan keluhan pasien, untuk tujuan perbaikan kualitas hidup. Dapat bersifat medikamentosa, paliatif (pemberian obat-obat paliatif) dan non medicamentosa (radiasi paliatif dan pembedahan paliatif) 6. Immunoterapi dan ioterapi 1) Sampai saat ini penggunaan immunoterapi seperti pemberian interferon, modified molekuler, biologi agent, masih bersifat terbatas sebagai terapi adjuvan untuk mendukung keberhasilan pengobatanpengobatan lainnya. 2) Pengobatan bioterapi dengan rekayasa genetika untuk mengoreksi mutasi genetik untuk mengoreksi mutasi genetik masih dalam penelitian.



28



2.2 KONSEP ANESTESI 2.2.1 Pengertian Anestesi dapat dibagi menjadi dua macam,yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi dan parenteral. Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Dalam memberikan obat-obat anestesi pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain. 2.2.2 Tujuan Anestesi umum menjamin hidup pasien yang memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dengan leluasa dan terbebas dari rasa nyeri. 2.2.3 Kontraindikasi Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan (harus hindari pemakaian obat) 



Hepar



: dosis dikurangi/ dosis obat diturunkan.







Jantung



: obat-obat yang mendepresi miokard/ menurunkan aliran aliran darah coroner







Ginjal



: obat yang disekresi di ginjal







Paru



: obat yang merangsang sekresi paru







Endokrin



: hindari obat yang meningkatkan kadar gula /hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes, karena menyebabkan peninggian gula darah.



29



2.2.4 Persiapan 2.2.4.1 Persiapan Alat 1) Pengertian Mesin Anestesi Mesin anestesi adalah alat-alat anestesi dan perlengkapannya yang digunakan untuk memberikan anestesi umum secara inhalasi ( Muhadi M, 1989 ) Suatu alat yang digunakan untuk menyalurkan gas atau campuran gas anastetik yang aman ke rangkaian anestesi yang kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa gas dari pasien. ( Said.A Latief, dkk, 2001). Rangkaian mesin anestesi banyak sekali ragamnya mulai dari yang sederhana sampai yang diatur dengan computer. 2) Fungsi Mesin Anestesi Fungsi mesin anestesi (mesin gas) ialah menyalurkan gas atau campuran gas anestetik yang aman kerangkaian sirkuit anestetik yang kemudian dihisap oleh pasien dan membuang sisa campuran gas dari pasien. Mesin yang aman dan ideal adalah mesin yang memenuhi persyaratan berikut: a.       Dapat menyalurkan gas anestetik dengan dosis tepat b.      Ruang rugi ( dead space ) minimal c.       Mengeluarkan CO2 dengan efesien d.      Bertekanan rendah e.       Kelembaban terjaga dengan baik f.       Penggunaannya sangat mudah dan aman Mesin anestetik adalah teman akrab anestesis atau anestesiologis yang harus selalu siap pakai, kalo akan dipergunakan. Mesin anestetik modern dilengkapi langsung dengan ventilator mekanik dan alat pantau. Tidak ada alat yang sangat dihubungkan dengan praktek anestesi dibandingkan dengan mesin anestesi (Figure 4-1). Yang paling dasar,



30



anestesiologis



mengunakan



mesin



anestesi



untuk



mengontrol



pertukaran gas pasien dan memberikan anastetik inhalasi.  Mesin anestesi modern telah lebih canggih dan memiliki banyak komponen keamanan, breathing circuit, monitor dan ventilator mekanis, dan satu atau lebih mikroprosessor yang dapat mengintegrasi dan memonitor seluruh komponen.  Monitor dapat ditambahkan secara eksternal dan sering masih dapat diintegrasikan secara penuh.  Lebih lanjut, modular desainnya memberikan banyak pilihan configurasi dan pilihan dari satu jenis produk.  Penggunaan mikroprosessor memberikan pilihan seperti mode ventilator yang canggih, perekaman otomatis, dan networking dengan monitor lokal atau jauh dan juga dengan sistem informasi rumah sakit.  Ada dua produsen utama mesin anestesi di Amerika, Datex-Ohmeda (GE Healthcare) dan Draeger Medical. Fungsi yang benar dari alat sangat penting bagi keselamatan pasien. 3) Komponen Dasar Mesin Anestesi Secara umum mesin anestesi terdiri dari 3 komponen yang saling berhubungan, yaitu : a.      Komponen 1 1)      Sumber gas 2)      Penunjuk aliran gas ( PAG ) atau flowmeter 3)      Dan alat penguap ( vaporizer ) 4)      Oksigen flush control yang dapat mengalirkan O2 murni 3537 Liter/menit tanpa melalui meter aliran gas pada keadaan darurat b.      Komponen 2 Sirkuit nafas : system lingkar, system magill c.       Komponen 3 A1at yang menghubungkan sirkuit nafas dengan pasien : sungkup muka (face mask), pipa endotrakeal ( ETT )



31



  



Keterangan Komponen Satu 1)      Sumber gas Tersimpan dalam tabung-tabung khusus dibawah tekanan tinggi.dapat disimpan dalam bentuk gas (O2, udara ) maupun dalam bentuk cair ( N2O, CO2, C6H6 ). Masing-masing tabung gas mempunyai alat pengukur tekanan ( regulator ) khusus. Regulator ini menunjukkan tekanan gas didalam tabung dan dapat menurunkan tekanan, dengan pertolongan pressure reducting valve( katup penurun tekanan ). Mesin anestesi bekerja efektif pada tekanan 50-60 PSI atau 3-4 atm. Sebelum membuka tabung gas, yakinlah bahwa regulator sudah benar-benar terpasang dan sudah ada hubungan antara regulator dan PAG atau flowmeter. Tabung gas dapat dibuka dengan cara memutar logam ( berbentuk kotak kecil yang ada dipuncak tabung ) kearah berlawanan dengan arah jarum jam dengan alat pembuka khusus atau alat lain. Pada rumah sakit besar dengan banyak kamar operasi, mungkin tidak dijumpai tabung-tabung gas tersebut karena telah dibuat dengan system sentral.



Jenis



Warna



Dalam



Tekanan (Psi)



Tekanan(atm)



tabung bentuk O2 Putih/hijau gas 1800-2400 120-160 N2O Biru Cair 745 50 Air Hitam/putih Gas 1800 120 Cyclopropan Jingga Cair 75 5 CO2 Abu-abu cair 838 56 Tabel 2.8. Gas anestesi, warna tabung, bentuk gas dan tekanan jenuh



2)



Alat penunjuk aliran gas ( PAG/flowmeter ) Berbentuk tabung gelas yang didalamnya terdapat indikator pengukur



yang



umumnya



berbentuk



bola



atau



berbentuk



rotameter.Skala yang tertera umumnya dalam L/menit dan ml/menit.



32



Sebelum membuka flowmeter perhatikan dulu gas apa yang akan diputar ( tidak jarang terjadi bahwa kita bermaksud membuka O2, tanpa sengaja kita membuka N2O ) Flowmeter dapat dibuka dengan cara memutar tombol pemutar kearah berlawanan dengan arah jarum jam. Bila indikator berbentuk bola, maka angka laju aliran ( flowmeter) dibaca setinggi bagian tengah bola dan bila memakai rotameter dibaca setinggi bagian atas rotameter.



3) Alat penguap ( vaporizer ) Berfungsi untuk menguapkan zat anestesi cair yang mudah menguap ( volatile anesthetic agent ) yang biasanya dilengkapi dial untuk mengatur besar kecilnya konsentrasi zat anestesi yang keluar. Alat penguap ini ada yang terbuat dari :



a) Gelas dengan komponen pengatur dari logam : vaporizer Goldman, Boyle



b) Logam keseluruhannya misalnya : Fluotec mark II, mark III.EMO, OMV, Copper Kettle. Penempatan vaporizer : a) Dapat diletakkan diluar sirkuit nafas, terletak diantara flowmeter dan lubang keluar gas b)



 



Dapat diletakkan didalam sirkuit nafas



c) Dapat lebih 2 vaporizer yang akan dipakai, maka vaporizer untuk zat anestesi cair yang lebih mudah menguap diletakkan lebih dekat dengan flowmeter. Pada umumnya zat anestesi cair mempunyai alat penguapannya sendiri, Tetapi ada alat penguap yang dapat dipakai untuk menguapkan beberapa zat anestesi. Contoh : Fluotec Mark II, Mark III hanya untuk halothane dan EMO khusus untuk eter. Copper kettle dapat untuk eter, halothane, trilene Metoksifluran. Keterangan Komponen Dua 1)      Canester dan Isinya



33



 Pengertian Canester adalah  bagian dari mesin anetesi yang berisi sodalyme dan berfungsi sebagai penampung kapur penyerap gas CO2 atau CO2 absorber.



 Jenis Canester Jenis canester yang  ada : (1).     Single canester Kelebihan dari single canester adalah lebih murah dan ringan. Sedangkan kekurangan yang didapat pada single canester efisiensi penyerapan rendah, hal tersebut dapat memperlambat induksi dan pemulihan serta meningkatkan komsumsi anestesi. Dimana soda kapur cenderung menetap yang memungkinkan penyaluran



gas



tidak



maksimal



sehingga



menyebabkan



rebreathing. (2).  Double canester Kelebihan dari double canester adalah penyerapan CO2 lebih lengkap.Dimana aliran gas ekspirasi masuk ke tabung canester bagian atas dan sebagian besar CO2 diabsorbsi.Carbondioksida yang tersisa kemudian diabsorbsi oleh tabung bagian bawah. Ketika tabung bagian atas itu habis atau berubah warna, tabung bagian bawah dipindahkan  ke atas kemudian canester yang telah habis tadi diganti dengan yang baru dan dipasang di bagian bawah. Susunan ini memberikan efesiensi yang optimal dan ekonomis dalam penyerapan karbondioksida. Kekurangan dari double canester adalah : a. lebih berat dan lebih mahal daripada model single canester. b. Tidak stabil jika digunakan secara close system c. Perubahan



lambat  dalam



konsentrasi



anastesi



yang



terinspirasi dengan aliran rendah. d. Soda kapur dan katup dalam system meningkatkan penolakan untuk bernafas. e. Memungkinkan penghirupan debu soda kapur.



34



 Isi dari canester Canester berisi dengan sodalyme yang berupa butir kapur atau kapur barium hidroksida yang akan bisa menetralisir asam karbonat. Reaksi dan produk yang ada meliputi panas, air dan kalsium carbonat.Kapur soda merupakan absorben yang lebih sering diketemukan dan mampu menyerap sampai 23 liter CO2/ 100 gr absorben.Perubahan warna dari pH seperti yang ditunjukkan dengan indicator warna karena terjadinya peningkatan konsentrasi ion hydrogen menunjukkan dikeluarkannya absorben. Absorben bias digantikan bila 50-70% mengalami perubahan warna. Contohnya perubahan warna pada CO2 absorben dapat berupa merah muda berubah menjadi putih, yang putih berubah menjadi ungu.



 Kandungan sodalyme  Kalsium Hidroksida Ca(OH)2    : 70-80%  Sodium Hidroksida NaOH          : < 3,5 %  Air   H2O                                 : 12-19%  Ukuran :  2,5 – 5,0 mm  4,0 – 8,0 mm  Bentuk – bentuk soda kapur :  Bentuk pellet.  Bentuk cylinder.  Bentuk regular. 2)      Sirkuit Nafas Aliran gas dari sumber gas berupa campuran O2 dan gas anestesi akan mengalir melalui vaporizer dan bersama campuran zat anestesi cair tersebut keluar.Campuran O2, zat anestesi (gas dan uap) ini lazim kita sebut aliran gas segar (AGS)atau Fresh Gas Flow (FGF). FGF ini selanjutnya masuk ke sirkuit nafas pasien. Sirkuit nafas pasien tersebut adalah:



35



(1)    Sistem lingkar : terjadi rebrething (a)    Paling banyak ada pada mesin anestesi (b)   Komponen system lingkar : Sungkup muka, konektor Y, katup searah, canister, katup ekspirasi, kantong cadangan (reservoir bag), pipa berlekuk (kurogeted) (c) Pada system lingkar dapat bervariasi mengenai:



 Letak masuknya FGF  Letak Reservoir bag  Letak katup ekspirasi  Letak katup searah (2)  System magill dan mapleson serta variasinya : Rebrething tidak ada atau minimal sekali (a)    Keuntungan:



 Ringan (bila dihubungkan dengan pipa ET atau sungkup muka tidak merupakan beban berat seperti pada system lingkar)



 Mudah dibersihkan dan disterilkan karena dapat dilepas satu demi satu



 Sederhana : mudah dipasang dan dipakai  Kelainan fungsi alat minimal; hanya biasa terjadi pada katup ekspirasi



 Tidak mahal (b)   Kerugian:



 Banyak panas dan kelembaban hilang akibat tidak adanya rebreathing



 Aliran (flow) yang diperlukan tinggi guna mencegah rebrething sehingga pemakaian zat-zat anestesi boros dan menimbulkan polusi udara. 3)     Sirkuit Nafas Untuk Anak



36



Peralatan anestesi untuk anak hanya berbeda pada sirkuit nafasnya



serta



alat-alat



yang



menghubungkan



dengan



pasien,sedangkan komponen yang lain tetap sama dengan dewasa. Pada anak sirkuit nafas yang dipakai hendaknya: (1) Memiliki resistensi yang rendah dan ruang rugi sekecil mungkin terutama pada anak dengan BB 20 kg atau kurang (2) Dapat berupa system lingkar dengan desain sendiri ( dengan diameter dan panjang pipa berlekuk lebih kecil dan katup searah dan katup eksprasi lebih ringan) (3) Yang



lazim



dipakai



adalah



system



T



pice



atau



modipikasinya (Jackson Rees) (4) Jenis yang lain umumnya merupakan pengembangan dari Jackson Rees (misal dengan memasang katup ekspirasi), tetapi secara klinis perbedaan pemakaiannya tidak banyak. Aliran FGF yang digunakan 2,5-3 kali volume semenit. Beberapa variasi yang mungkin ditemukan di daerah :



(1) System terbuka Alat ini hanya terdiri dari 3 komponen yaitu: sungkup muka (khusus karena terdiri dari rangka kawat yang dibalut dengan kassa). Obat anestesi diberikan dengan cara meneteskan ke sungkup muka ( eter ), dapat digunakan tanpa O2.



(2) Trilene inhaler Alat ini hanya terdiri dari alat penguap dan suungkup muka, tanpaa sirkuit nafas. Katup nafas telah terpasang pada alat tersebut.



(3) System EMO (Ebstein, Macintosh, Oxford ) terdiri dari 3 komponen yaitu:



 Vaporizer berupa EMO inhaler  Kantong dan sirkuit nafas dengan katup satu arah  Sungkup muka dan pipa nafas



37



Dapat dipakai tanpa O2 bila eter saja yang digunakan. Kantong nafas ( bellow) dapat mengembang sendiri walaupun tidak ada aliran gas. Keterangan Komponen Tiga Adaptor atau konektor, sungkup muka, pipa endotrakeal, pipa oropharingeal, pipa nasopharyngeal, (terbuat dari logam atau plastic). Bayi sampai dewasa: a) Sungkup muka : ukuran bayi sampai dewasa Model : Rendell Baker, Ohio, dll b)  Pipa trachea : Orotrakea (banyak terbuat dari plastic), Nasotrakea (banyak terbuat dari karet atau spiral) dilengkapi dengan atau tanpa balon. Sediakan selalu 3 macam ukuran, pipa yang paling besar dapat masuk dengan satu nomor diatas dan dibawah. Model : Oxford, Cole, tanpa balon.



  



1)  Aliran Gas Pada Mesin Anestesi Aliran gas dan zat-zat anestesi didalam sirkuit anestesi dapat digambarkan secara sederhana sebagai berikut : Uap obat anestesi dihisap masuk lewat paru-paru kemudian menembus membran alveoli kapiler kemudian masuk aliran darah kapiler menuju sirkulasi oleh jantung bagian kiri menuju ke otak. Kemudian obat akan menembus kapiler di jaringan otak dan kemudian masuk kedalam sel-sel otak sehingga pasien menjadi tidak sadar. Bila uap obat anestesi dihentikan kadar obat pada alveolar akan turun sehingga menimbulkan penurunan pada kadar obat dalam darah dan kadar obat pada otak akan menurun dan pasien akan kembali sadar.



38



2) Persiapan Mesin Anestesi Sebelum melakukan tindakan anestesi kita harus selalu melakukan pengecekan komponen dan fungsi dari mesin anestesi. Adapun yang perlu diperhatikan adalah: a) Tabung sumber gas anestesi dan alat pengukur aliran Hidupkan aliran gas dari tabung dan periksalah tekanan dan aliran. Periksalah juga tabung cadangan b) Reservoir O2 Periksalah penghubung T dan yakinkan tidak ada sumbatan pada jalan masuk udara c) Vaporizer Periksa bahwa vaporizer tersebut berisi, periksa juga sambungansambungan yang ada dan putarlah tombol pada angka 0 d)  SIB Periksalah sambungan dan posisi magnet pada pompa e)  System pernafasan dan konector Periksalah semua system pernafasan dan sambungannya f) Katup pernafasan Periksalah dengan melihat langsung pada atup, dimana daun katup harus bergerak selama pernafasan g)  Periksalah kebocoran sirkuit Kembangkan kantong pompa, sementara itu tutuplah penghubung yang berhubungan dengan pasien dengan tangan, beri tekanan pada bag sebesar 20-30 mmH2O, tidak boleh ada udara yang keluar



3) Pemeliharaan Mesin Anestesi  Maintenance harian: melakukan pembersihan mesin anestesi setiap habis pakai dan  mencuci peralatan yang kontak dengan pasien dengan sabun dan desinfektan



 Maintenance mingguan : memeriksa atau mengganti O2 sensor dan flow sensor bila tidak bisa dikalibrasi



 Maintenance bulanan : mencuci cooling air filter  Maintenance semiannual : infeksi oleh teknisi agen mesin anestesi 39



 Maintenance tahunan : kalibrasi oleh teknisi agen mesinanestesi a. Peralatan untuk Airway: 1) Suction a) Sambungkan dengan vacum suction sesuai conectornya b) Cek Kelengkapannya meliputi : selang suction, tabung penampung, c)



kateter suction dengan diameter 1/3 diameter, ujungnya harus tumpul dan lubang lebih dari satu.



d) Atur kekuatan penghisapan sesuai kebutuhan (Adult ≤ 200 mmHg pediatric ≤ 100 mmHg dan bayi ≤ 60 mmHg ) 2) Oropharingeal  Cara mengukur (1) Dari sudut bibir sampai ke tragus. (2) Dari tengah bibir sampai angulus mandibula. (3) Diameter sebesar jari kelingking kanan pasien  Dipakai sebagai alat untuk membebaskan jalan nafas pada pasien dengan reflek muntah yang masih ada.  Tidak boleh digunakan pada pasien dengan fraktur basis cranii 3) Nasopharingeal a)



Cara mengukur: (1) Dari ujung hidung sampai tragus. (2) Diameter sebesar jari kelingking kanan penderita.



b)



Dipakai sebagai alat untuk membebaskan jalan nafas pada pasien dengan reflek muntah yang masih ada.



c)



Tidak boleh digunakan pada pasien dengan fracture basis cranii.



4) Bite block. 5) Alat bantu dalam Intubasi (1)



Bantal intubasi (Tebal 10-12 cm)



(2)



Bantal donat



(3)



Masker sesuai ukuran



(4)



Laringoscope



40



Terdiri dari handle dan blade. Laringoscope harus berfungsi dengan baik, tidak boleh goyang baik blade maupun lampunya. Lampu harus menyala terang dan putih. Siapkan beberapa ukuran sesuai kebutuhan. Beberapa macam blade: (a) Blade lurus (Machintosh) untuk bayi-anak-dewasa. (b) Blade lengkung (Miller, magill) untuk anak besar-dewasa. (c) Blade Meycoy (5)



Endotracheal tube (ETT) Selalu siapkan 3 macam ukuran yang sesuai untuk pasien (1 nomor diatas dan 1 nomor dibawah nomor ETT yang sesuai). Berikut tabel pemilihan ETT berdasarkan usia :



Tabel 2.9. Pedoman ukuran laringoskop, ETT dan kateter penghisap USIA



LARINGOSKOP



DIAMETER



JARAK



KATETER



ETT (mm)



ANTARA GIGI



PENGHISAP



SERI/GUSI KE TRAKEA (cm)



Neonat



Miller 0



us < bulan Neonat



2,5 ; 3,0



8



5-6



9 - 10



6-8



10



8



11



8



12



8



14



10



tanpa balon Miller 0-1



penyekat 3,0 ; 3,5



us



tanpa balon



cukup



penyekat



bulan 6 bln



3,5 ; 4,0 tanpa balon penyekat 4,0 ; 4,5



1 th



tanpa balon 2 th



Miller 2



penyekat 4,5 ; 5,0 tanpa balon



4 th



penyekat 5,0 ; 5,5 tanpa balon



41



penyekat 5,5 tanpa



6 th



15



10



16



10



17



12



18



12



20



12



balon 8 th



Miller 2



penyekat 6,0 dengan



Macintosh 2



atau tanpa balon penyekat 6,5 dengan



10 th



atau tanpa balon 12 th



Macintosh 3



penyekat 7,0 dengan balon



Remaja



Macintosh 3



penyekat 7,0 – 8,0



Miller 3



dengan balon



penyekat Pemilihan ukuran pipa yang tepat dapat diperkirakan dengan cara : Diameter (dalam mm) = (usia /4) + 4 Panjang (cm)



= (usia /2) + 12 (pipa oral) = (usia /2) + 15 (pipa nasal)



Rumus di atas dapat berlaku untuk usia di atas 1 tahun. Cara lain untuk



memperkirakan



diameter



pipa



adalah



dengan



membandingkannya dengan diameter kelingking pasien atau diameter yang tepat dengan liang hidung. Pemilihan diameter yang tepat dapat diketahui bila dalam penggunaannya terjadi kebocoran udara melaui tepi pipa pada tekanan di atas 20 - 30 cm H2O. Bila digunakan pipa dengan cuff, pengisian udara ke dalam cuff, juga harus dapat menghasilkan kebocoran udara melalui tepi cuff pada tekanan di atas 20 -30 cm H2O. (6)



Stilet dengan ukuran 2/3 diameter ETT



(7)



Spuit 20cc untuk mengembangkan Cuff



42



(8)



Xyllocain spray



(9)



Gel untuk lubricating



(10)



Connector / Elbow



(11)



Stetoscope dan precordial



(12)



Plester (potong 2 plester panjang ukuran 30 cm untuk fixasi ETT dan 2 plester pendek untuk plester mata)



(13)



Gunting



(14)



Salep mata (Occulotec gel atau garamycin salep mata)



(15)



Magil forcep



(16)



Tampon



(17)



Set Krikotirotomy, gloscope, fiber optik,Mc coy laryngoscope, LMA. Disiapkan bila diperkirakan intubasi akan sulit dilakukan per oral/ nasal dan airway akan sulit dikuasai



b. Peralatan Breathing. 1) Sungkup muka (masker) sesuai kebutuhan. 2) Bag-valve-mask (BVM) / jakson rees c. Alat Monitor ECG 1) Pengertian Pasien monitor adalah suatu alat yang difungsikan untuk memonitor kondisi fisiologis pasien. Dimana proses monitoring tersebut dilakukan secara real-time, sehingga dapat diketahui kondisi fisiologis pasien pada saat itu juga. 2) Parameter Monitor Parameter adalah bagian-bagian fisiologis dari pasien yang diperiksa melalui monitor pasien. Jika kita ketahui ada sebuah pasien monitor dengan 5 parameter, maka yang dimaksud dari lima parameter tersebut adalah banyaknya jenis pemeriksaan yang bisa dilakukan oleh pasien monitor tersebut. Di dalam istilah pasien monitor kita mengetahui beberapa parameter yang diperiksa, parameter itu antara lain adalah : (a) ECG adalah pemeriksaan aktivitas kelistrikan jantung, termasuk pemeriksaan “Heart Rate” atau detak jantung pasien dalam satu



43



menit.



Dalam



monitoring



ECG



di



kamar



operasi



dapat



menggunakan ECG 3 lead atau 5 lead sesuai dengan kebutuhan. ECG dengan 3 lead dapat merekam aktivitas jantung di bagian inferior dan lateral, sedangkan 5 lead dapat merekam di bagian inferior, lateral dan anterior jantung. (b) Respirasi adalah pemeriksaan irama nafas pasien dalam satu menit. (c) Saturasi darah / SpO2, adalah kadar oksigen yang ada dalam darah. (d) Tensi / NIBP (Non Invasive Blood Pressure) / Pemeriksaan tekanan darah. (e) Temperature, suhu tubuh pasien yang diperiksa. 3) Beberapa jenis monitor pasien (a)



Pasien monitor vital sign, pasien monitor ini bersifat pemeriksaan stándar, yaitu pemeriksaan ECG, Respirasi, Tekanan darah atau NIBP, dan Kadar oksigen dalam darah / saturasi darah / SpO2.



(b)



Pasien monitor 5 parameter, pasien monitor ini bisa melakukan pemeriksaan seperti ECG, Respirasi, Tekanan darah atau NIBP, kadar oksigen dalam darah / saturasi darah / SpO2, dan Temperatur.



(c)



Pasien monitor 7 parameter, pasien monitor ini biasanya dipakai diruangan operasi, karena ada satu parameter tambahan yang biasa dipakai pada saat operasi, yaitu “ECG, Respirasi, Tekanan darah atau NIBP (Non Invasive Blood Pressure) , kadar oksigen dalam darah / Saturasi darah / SpO2, temperatur, dan sebagai tambahan adalah IBP (Invasive Blood Pressure) pengukuran tekanan darah melalui pembuluh darah langsung, EtCo2 (End Tidal Co2) yaitu pengukuran kadar karbondioksida dari sistem pernafasan pasien.”



4) Jenis monitor yang biasanya digunakan di Rumah Sakit Kebanyakan rumah sakit memakai pasien monitor vital sign dan 5 parameter adalah diruangan ICU, UGD, ruang-ruang perawatan, dan beberapa ruang operasi. Sedangkan untuk pasien monitor yang 7 parameter biasanya pemakaian dilakukan di ruang operasi.



44



5) Kelengkapan /aksesoris dalam monitor pasien Yang termasuk dalam aksesoris pasien monitor adalah tergantung dari parameter pengukuran yang ada. Seperti ECG, NIBP, SpO2, Temperatur. 2.2.4.2 Persiapan Pasien a. Selalu pastikan kembali identitas pasien, kelengkapan status/rekam medis, data laboratorium, radiologi, dan EKG sebelum memulai anestesi. b. Persiapan puasa dan terapi cairan pre anestesi c. Mengetahui kebutuhan cairan dan elektrolit pasien perioperatif. (1) Anatomi cairan tubuh Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan. Usia



Kilogram Berat %



Bayi premature 80 3 bulan 70 6 bulan 60 1 – 2 tahun 59 11 – 16 tahun 58 Dewasa 58 - 60 Dewasa obesitas 40 - 50 Dewasa kurus 70 - 75 Tabel 2.1. Perubahan Cairan Tubuh Sesuai Usia Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan, luka



bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa



preoperatif maupun perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam 45



kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial. 



Cairan intraselular Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa lakilaki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.







Cairan ekstraselular Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70 kg. Cairan ekstraselular dibagi menjadi : -



Cairan Interstitial Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.



-



Cairan Intravaskular Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang



46



dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. -



Cairan transeluler Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal,



perikardial, pleura, sendi



sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler. Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit 



Elektrolit Merupakan



zat



yang



terdisosiasi



dalam



cairan



dan



menghantarkan arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).







Kation Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),



sedangkan kation utama dalam cairan intraselular



adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.







Anion Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler. 47







Non elektrolit Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin. Body 100%



Water 60 % (100)



Intraseluler Space 40% (60)



Tissue 40 %



Extraseluler Space 20% (60)



Intravaskuler Space 5% (10)



Intertisiel Space 15 % (30)



Diagram 2.1 Komposisi Cairan Tubuh (2) Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan ± 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama



Na+ =1-2 mmol/kgBB/haridan K+ =



1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan lainnya yaitu pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak dibandingkan elektrolit). kehilangan cairan pada ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di 48



atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal). kcal/d or ml/d Weight Kcal/h or ml/h (kg) 0 to10 kg 100/kg per day 4/kg per hour 11 to 20 1000+(50/kg per day) 40+(2/kg per hour) kg >20 kg 1500+(20/kg per day) 60+(1/kg per hour) Tabel 2.2. Rumatan Cairan menurut rumus Holliday-Segar (3) Defisit cairan dan elektrolit preoperatif Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau



parenteral lebih dini lagi. Penderita



dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (operasi elektif)



harus



mendapatkan



penggantian



cairan



sebanyak



2



ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi. 



Dehidrasi Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (150 mEq/L).



49



Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 510% dari kasus. Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan denga kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan



cairan



hipertonis).



Secara



garis



besar



terjadi



kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravaskular. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke intravaskular,



sehingga



meminimalkan



penurunan



volume



intravaskular.



Symptom/Sign



Mild



Moderate



Severe



Dehydration Dehydration Dehydration Level  consciousness*Alert Lethargic Obtunded Capillary refill



2 Seconds



2-4 Seconds



50



Greater than 4



Seconds, cool limbs Mucous membranes* Normal



Dry



Parched, cracked



Tears*



Normal



Decreased



Absent



Heart rate



Slight increase



Increased



Very increased



Respiratory rate



Normal



Increased



Increased and hyperpnea



Blood pressure



Normal



Normal



Decreased



but orthostasis Pulse



Normal



Thready



Faint or impalpable



Skin turgor



Normal



Slow



Tenting



Fontanel



Normal



Depressed



Sunken



Eyes



Normal



Sunken



Very sunken



Urine output



Decreased



Oliguria



Oliguria/anuria



Tabel 2.3. Tanda-tanda Klinis Dehidrasi



Dehidrasi



Dewasa



Anak



Ringan



4%



4%- 5%



Sedang



6%



5 % - 10 %



Berat



8%



10 % - 15 %



Shock



15-20%



15 % - 20%



Tabel 2.4. Derajat Dehidrasi Terapi



dehidrasi



(rehidrasi)



dilakukan



dengan



mempertimbangkan kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Cara rehidrasi: a) Nilai status rehidrasi (sesuai tabel diatas), banyak cairan yang diberikan (D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc



51



b) Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anakanak) c) Pemberian cairan (menurut Guillot) : 6 jam I = ½ D + ¼ M atau 8 jam I = ½ D + ½ M 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M (4) Defisit cairan dan elektrolit intraoperatif Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari : botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap darah (suction pump), dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung ± 10 ml darah, sedangkan tampon besar (laparatomy pads) dapat menyerap darah ± 100 ml. Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama pembedahan hanya bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit



berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin



dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.



52



Gambar 2.11. Perkiraan jumlah darah pada kassa Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume = taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.



Usia



Volume Darah



*Prematur *Aterm



90 ml/kgbb 85 ml/kgbb 80 ml/kgbb



Neonatus Bayi Dewasa



*Laki-laki 75 ml/kgbb *Wanita 65 ml/kgbb Tabel 2.5. Perkiraan Volume Darah



53



Jumlah



penggantian



cairan



selama



pembedahan



dihitung



berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (selain perdarahan, kehilangan cairan diakibatkan dari translokasi cairan dan penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung pada prosedur pembedahannya dan jumlah darah yang hilang. Berikut penggunaan cairan berdasarkan klasifikasi syok hemoragic (perdarahan) :



CLASS BLOOD



I



II



LOSS < 750



750



(ml) BLOOD



III



IV



– 1500 – 2000



>2000



30 – 40 %



> 40%



1500 LOSS < 15%



(%EBV)



1530%



PULSE (x/min)



< 100



> 100



> 120 weak



BLOOD



N/



N/



N



+



+



+



14 – 20



20 – 30



30-40



> 40



DIURESIS (ml/hr)



>30



20 – 30



10-20



0-10



MENTAL



N/



Restles



Somnolence



Somnolence/co



STATUS



restless



s/



PRESSURE CAPILARY REFILL RESPIRATORY RATE



ma



anxiety FLUID



Crystal



THERAPY



loid/RL loid/R 2.5



Crystal



L L



Crystalloid+blo



Crystalloid+blo



od/RL



od/RL



+ 1L+colloid



colloid



1L+ 1L



+



or



colloid



0,5L + Blood 1- Blood



2L



or



colloid



1L



1,5L / PRC 0,5 PRC



1L



+



1L



L



colloid 1L



Tabel 2.6. Klasifikasi Syok Hemoragik (Perdarahan) 54



Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata (ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya:



appendektomi



dapat



diberikan



cairan



sebanyak



2



ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti IWL akibat trauma



pembedahan. Total yang diberikan



adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam.



Fluid Shift



Contoh Operasi



Rates (dengan Kristaloid)



Kecil



Repair tendon



0 – 3 ml/kgbb/jam



Sedang



Tympanoplasty Hernia inguinalis



6 ml/kgbb/jam



Besar



Histerektomi Hip replacement



9 ml/kgbb/jam



Kasus abdominal ; peritonitis Tabel 2.7. Pengganti kehilangan cairan (IWL) berdasarkan jenis operasi d. Persiapan mental. e. Persetujuan informasi ( Inform Consent ). f. Apakah gigi palsu, lensa kontak, perhiasan, cat kuku, lipstik, dll, sudah dilepas atau dibersihkan. g. Menetukan P.S ASA pasien h. Menentukan bila ada atau tidak ada komorbit



55



i. Premedikasi anastesi adalah pemberian obat sebelum anastesi. Adapun tujuan dari premedikasi antara lain :  Memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam  Menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam  Membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam  Memberikan analgesia, misal : pethidin  Mencegah muntah, misal : droperidol  Memperlancar induksi, misal : pethidin  Mengurangi jumlah obat-obatan anasthesia, misal : pethidin  Menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin  Mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin



2.2.4.3 Persiapan Obat a. Obat Premedikasi 1.



Sulfas Atropin Merupakan Obat golongan anti kolinergik dimana kerjanya memblok Acetilcholin. 1) Penggunaan a) Pengobatan dari bradikardi sinus /CPR b) Premedikasi (vagolisis) c) Reversal



dari



blockade



neuromuskuler



(blockade



efek



muskarinik anticolinergik) d) Terapi tambahan pada pengobatan bronkhospasme dan tukak lambung 2) Dosis a) Pengobatan dari bradikardi sinus /CPR Dewasa



:



56



IV/IM/SC : 0,5-1,0 mg ulang setiap 3-5 menit sesuai indikasi, dosis maksimum 40 μg / kg Anak



:



IV/IM/SC : 10-20 μg/kg (dosis minimum : 0,1 mg) b) Premedikasi (vagolisis) Dewasa



:



IV/IM



: 0,4-1,0 mg



PO



: 0,4-0,6 mg setiap 4-6 jam



Anak-anak : IV



: 10-20 μg/kg (dosis minimum 0,1 mg)



PO: 30 μg /kg setiap 4-6 jam. Larutan suntik potensi tinggi (0,3 mg/ml) dapat dilarutkan dalam 3-5 ml sari apel atau minum soda berkarbonat atau bersendawa. c) Reversal dari blockade neuromuskuler IV



:



0,015



mg/kg



dengan



antikolinesterase



(neostigmine IV 0,5-1 mg/kg) d) Bronkodilasi ; inhalasi Dewasa



: 0,025 mg/kg setiap 4-6 jam



Anak-anak



: 0,05 mg/kg setiap 4-6 jam



Dosis maksimal 2,5 mg encerkan hingga 2-3 ml dengan normal saline dan berikan melalui nebulisator udara bertekanan. 3) Farmakologi Atropin secara kompetisi mengantagonisir aksi asetikoline pada reseptor muskarinik. Menurunkan sekresi saliva, bronkus dan lambung dan merelaksasi otot polos bronkus, tonus dan motilitas gastrointestinal berkurang, tekanan sfinfter esophagus bagian bawah berkurang, dan tekanan intraokuler meningkat (karena dilatasi pupil). Dalam dosis digunakan untuk premedikasi. Peningkatan IOP ini secara klinis tidak bermakna. Dosis yang besar dapat meningkatkan suhu tubuh dengan mencegah sekresi keringat.



57



Blokade vagus perifer dari sinus dan nodus AV neningkatkan nadi. Penurunan sementara dari nadi dosis yang kecil (0,5 mg pada orang dewasa) disebabkan oleh efek agonis kolinergik muskarinik perifer yang lemah. Atropin merupakan suatu amin tersier dank arena itu melintasi sawar darah otak pada dosis yang tinggi merangsang dan kemudian mendepresi medulla dan pusat otak yang lebih tinggi. 4) Farmakokinetik Awitan aksi



IV



: 45-60 detik



Intratekal



: 10-20 detik



IM



: 5-40 detik



PO



: 30 menit – 2 jam



Inhalasi



: 3- 5 menit



IV



: 2 menit



Inhalasi



: 1-2 jam



IV/IM



: blockade vagal 1-2 jam efek



Efek Puncak Lama Aksi



antisialog 4 jam Inhalasi



: blockade vagal 3-6 jam



5) Interaksi / Intoxixitas Efek antikolinergik aditif dengan antihistamin, fenotiasin, antidepresi trisklik, prokainamid, kuinidin, inhibitor MAO, benzodiazepine, antipsikotik, peningkatan tekanan intraokuler ditingkatkan oleh nitrat, nitrit, obat-obatan alkalinasi, disopiramid, kortikosteroid,



haloperidol,



mempotensiasi



simpato-mimetik,



mengaragonisir antikolineterase dan metoclopramide ; dapat menimbulkan sindrom antikolinergik sentral ( halusinasi, delirium, koma) 6) Pedoman / peringatan a) Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan takiaritmia, gagal jantung kongestif (CHF), iskemia miokard akut atau infark, demam, refluk esophagus, infeksi.



58



b) Kontraindikasi pada pasien dengan glukoma sudut sempit uropati obstriktif, penyakit obstruktif trakus. c) Jika



tidak



tersediaakses



intra



vens



selama



resusitasi



kardiopulmoner, obat dapat diencerkan 1:1 dalam normal saline steril dan disuntikkan via suatu tube andotrakea kecepatan lama absorbs dan efek farmakologik dari pemberian obat intra trakeal dengan rute IV. d) Dapat berakumulasi dan menimbulkan efek samping sistemik dengan dosis majemuk melalui inhalsi khususnya pada manusia. e) Obat



keracunan



dengan



sedasi



(benzodizepin)



dan



pemberianfisotigmin (prostigmin, neostigmine) f) Bayi dan anak kecil dan pasien manula lebih rentan terhadap efak system atropine,contohnya nadi yang cepat dan teratur, demam, eksitas agitasi. 7) Reaksi samping Utama CVS



: Takikhardi (dosis tinggi),Bradikardi (dosis rendah)



Pulmonal



: Depresi nafas



SSP



: Kebingungan, halusinasi, kegugupan



GV



: Keraguan urinarius, retensi



GI



: Refluk gastroesofagus



Mata



: Medriasis, penglihatan kabur, intraokuler



Dermatologik : Urtikaria Lain-lain 2.



: Keringat berkurang, reaksi alegi



Petidhine Pethidine adalah merupakan golongan obat analgesic opioid dan dikenal juga sebagai meperidine. Secara kimia adalah etil-1 metil-4 karboksilat a) Penggunaan (1) Premedikasi (2) Analgesia



59



(3) Pencegahan dan pengobatan menggigil pasca bedah b) Dosis (1) Analgesia PO/IM/SC: 5-150 mg (1-3 mg/kg) IV



: 25-100 mg (0,5-2 mg/kg)



(2) Epidural Bolus 50-100 mg (1-2 mg/kg) diencerkan dalam 10 ml ( bebas pengawet) NS atau anestesi local (3) Infus 10-20 mg/jam (0,2-0,4 mg/kg/jam) (4) Analgesia terkontrol pasien IV : Bolus 5-30 mg (0,1-0,6 mg/kg) Infus 5-40 mg/jam (0,1-0,8 mg /kg/jam) Inteval lockout 5-15 menit (5) Epidural Bolus 5-30 mg/jam (0,1-0,6 mg/kg/jam) (6) Infus 5-10 mg/jam (0,1-0,2 mg/kg/jam) Interval lockout 5-15 menit. c) Farmakologi Opioid sintetik ini mempunyai kekuatan kira-kira sepersepuluh mopin, meperidin lebih efektif pada nyeri neuropatik. Meperidin mempunyai efek vagolitik dan anti fasmodik ringan Dapat menimbulkan



hipotensi



ortostatik



pada



dosis



terapeutik.



Normoperidn, metabolit aktifnya merupakan stimulant otak terutama diekskresikan dalam urin. Pada pemberian yang lama dapat terjadi akumulasi 73 hari. Memperidin menurunkan aliran darah ke otak, kecepatan metabolic otak dan tekanan intrakanial. Meperidin melintasi sawar placenta maksimum dan menimbulkan depresi pada neonates. Transfer placenta maksimum dan depresi neonates terjadi 2-3 jam setelah pemberian parental. Pemberian meperidine spinal dan



60



epidural



menimbulakan



substansia



gelatinosa.



Sekali



sudah



diaktifasi, reseptor opioid menghambat pelepasan substansi P dari serat C aferen nisiseptif. d) Farmakokinetik Absorbsi meperidine setelah cara pemberian apapun berlangsung baik akan tetapi kecepatan absorbs mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai bervariasi antar individu. Setelah pemberian secara oral, sekitar 50% obat mengalami metabolisme lintas pertama dan kadar maksimal dalam plasma tercapai dalam 1-2 jam. Setelah pemberian meperidine IV, kadarnya dalam plasma, kemudia penurunannya berlangsung dengan lambat. Kurang lebih 60 % meperidine dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidine mengalami hoidrolisis menjadi asam meperedinat yang kemudian sebagian



mengalami



normeperidine,



yang



konyugasi. kemudian



N-demelitasi dihidrosis



menghasilkan menjadi



asam



normeperidine dan seterusnya asam dikoyugasi pula. Masa meperidine ± 3 jam. Pada penderita sirosis, biovailabilitas meningkat sampai 80% dan masa paruh meperidine dan normeperidine memenjang. Meperidine bentuk utuh sampai sedikit ditemukan dalamurine. Sebanyak 1/3 dari dosis meperidine ditemukan dalamurine. e) Efek Samping Kontraindikasi Dan Introksikasi Efek samping meperidine dan derivate fenilpiperidine yang ringan berupa pusing, berkeringat, euforia, mulut kering, mual, muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi, disforia, sinkop dan sedasi. Pada penderita berobat jalan reaksi ini timbul lebih sering dan lebih berat opstipasi dan retensi urine tidak begitu sering timbul pada morin tetapi efek sedasinya sebanding morpin. Penderita yang mual muntah pada pemberian morfin mungkin tidak mengalami hal tersebut bila morfin diganti dengan meperidine, hal yang sebaiknya juga terjadi.



61



Kontraindikasi



penggunaan



meperidine



menyerupai



kontraindikasi terhadap morfin dan opioi lain. Pada penderita hati dan orang tua dosis obat harus dikurangi karena terjadinya perubahan pada disposis obat. Selain itu dosis meperidine perlu dikurangi bila diberikan bersama antipsikosis, hipnotik sedasi dan obat-obat lain penekan SSP. Pada penderita yang sedang mendapat MAO



inhibitor



pemberian



meperidine



dapat



menyebabkan



kegelisahan, gejala eksitasi dan demam. Takar layak meperidine dapat mengakibatkan timbulnya tremor dan kovulsi bahkan juga depresi nafas, koma dan kematian. Depresi nafas oleh meperidine dapat dilawan oleh nalorfin atau nalokson. Pada pecandu meperidine yang telah kebal akan efek depresi, pemberian meperidine dalam dosis besar dapat menimbulkan tremor, kedutan otot, midriasis, reflek hieraktif dan konvulsi. Efek perangsang SSP tersebut disebabkan oleh akumulasi metabolic aktifnya yaitu normeperidine pada penggunaan jangka panjang terutama pada gangguan fungsi ginjal atau anemi bulan sabit.



f) Indikasi Analgesia pada meperidine hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia pada beberapa keadaan klinis, meperidine diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morpin. Misalnya untuk tindakan diagnostic seperti sistoskopi, pielografi, retrogad, gastroskopi, dan pneumoensefalosgrafi. Pada bronscoskopi meeridine kurang cocok karena efek antitusifnya jauh lebih lemah dari morfin. Meperidine digunakan juga untuk menimulkan analgesia obstetric dan sebagai obat preanastetik. Untuk menimbulkan analgesia obstetric



dibandingkan



dengan



morpin,



meperidine



kurang



menyebabkan depresi napas pada janin, tetapi sebagai medikasi



62



preanastetik masih dipertanyakan perluanya suatu analgesic opioid pada penderita yang tidak menderita nyeri. 3.



Morphine a) Farmakodinamik Efek samping morfin pada susunan saraf pusat dan usus ditimbulkan karena morfin bekerja sebagai antagonis pada reseptor α dan κ. 1) Susunan Saraf Pusat  Narkosis Efek morfine terhadap SSP berupa analgesic dan narcosis. Analgesia morfine sudah timbul sebelum penderita tidur dan sering kali terjadi analgesia tanpa disertai tidur. Morfin dosis kecil menimbulkan euporia pada penderita yang sedang menderita nyeri , seduh dan gelisah. Sebaliknya pada dosis yang sama pada orang normal sering menimbulkan disforia berupa perasaan khawatir atau takut disertai muntah mual. Morfine menimbulkan pula rasa ngantuk, tidak dapat berkonsentrasi, sukar berpikir, apatis aktifitas motoric berkurang dan letergi, ektermitas terasa berat’ badan terasa panas, muka gatal dan mulut terasa kering depresi napas dan miosis. Rasa nyeri berkurang, rasa lapar hilang dan timbul yang tidak selalu disertai mual. Dalam lingkungan yang tenang orang yang diberikan dosis terapi 15-20 mg morfine akan tertidur cepat dan banyak disertai mimpi, napas dalam dan miosis. 



Analgesia Efek analgesia morfine sangat selektif disertai oleh hilang nya fungsi sensorik lain yaitu rasa laba, rasa getar ( vibrasi ), penglihatan dan pendengaran, bahkan persepsi nyeri pun tidak selalu hilang walaupun



setelah pemberian morfine



dosis terapi. Yang terjadi adlah sesuatu perubahan reaksi



63



terhadap stimulus nyeri, penderita sering mengatakan bahwa nyeri masih ada tetapi ia tidak menderita lagi. Pengaruh morfine terhadap modalitas nyeri yang tidak tajam (dull pain) dan berkesinambungan lebih nyata dibandingkan dengan pengaruh morfine terhadap nyeri intermiten. Dengan dosis terapi morfine dapat merendahkan nyeri kolik renal atau kolik empedu. Nyeri mendadak yang menyertai tabes dorsalis (tabletic crise) tidak dapat dihilangkan dengan sempurna oleh morfine. Berbeda dengan salisilat, morfine dapat mengatasi nyeri yang berasal dari integument, Otot dan sendi. Efek enalgesik morfine timbul berdasarkan 3 mekanisme : 1) Morfine meninggalkan ambang rasa nyeri 2) Morfine dapat mempengaruhi emosi 3) Morfine memudahkan tidur dan pada waktu tidur ambang rangsang nyeri meningkat. 



Eksitasi Morfine sering menimbulkan mual muntah, sedangkan delirium dan lebih jarang timbul.







Miosis Morfine bekerja pada reseptor u dan k menyebabkan miosis. Miosis ditimbulkan oleh perangsangan pada segmen otonom ini saraf okumuler. Miosis ini dapat dilawan oleh atropine skopolamin. Pada intoksikasi morfine pin point pupils merupakan gejala yang khas. Dilatasi berlebihan hanya timbul pada stadium akhir intoksikasi morfine. Morfine dalam dosis terapi mempertinggi daya akomodasi dan menurunkan tekanan intraokuler, baik pada orang normal maupun pada penderita glaucoma.







Depresi Napas



64



Morfine menimbulkan depresi nafas secara primer dan berkesinambungan berdasarkan efek langsung pada pusat nafas batang otak. Pada dosis kecil morfine sudah menimbulkan depresi nafas tanpa menyebabkan tidur dan kehilangan kesadaran. Pada depresi nafas terjadi penurunan frekuensi nafas, volume semenit dan tidal excenge, akibatnya PCO2 dalam darah dan udara elveolar meningkat dan kadar O2



dalam



darah



menurun.



Morfine



berguna



untuk



menghambat reflek batuk disertai depresi nafas misalnya noskapin. 



Mual Muntah Efek emetic morfine terjadi berdasarkan stimulant langsung pada anetik chemoroceptor tringger zone di area posterma medulla oblongata, bukan oleh stimulan pusat emetic sendiri. Efek emetik lain tidak efektif setelah pemberian morfine. Derifet fenotiazin, yang merupakan boker dopamine kuat mengatasi mual muntah akibat morfine. Dengan dosis 15 kg morfine sub kutan pada penderita yang berbaring, jarang terjadi mual dan muntah.



2) Saluran Cerna Pada penelitian telah membuktikan bahwa morfine berefek langsung pada cerna, bukan melalui efeknya pada SSP.



 Lambung : Lambung menghambat sekresi HCL, tetapi efek ini lemah. Selanjutnya morfine menyebabkan pergerakan lambung berkurang, tonus bagian antrum meninggi dan motalitasnya



berkurang



sedangkan



sfingter



pylorus



berkonsentrasi. Akibatnya pergerakan isi lambung ke duodenum. Pada manusia peninggian tonus otot pols lambung oleh morfine sedikit diperkecil oleh atropine.



65



 Usus halus : morfine mengurangi sekresi empedu dan pancreas, dan memperlambat pencernaan makan di usus halus.



Pada



manusia,



morfine



mengurangikontrasi



propulsive, meninggikan tonus dan spasme periodic



 usus halus. Efek morfine ini lebih jelas terlihat pada duodenum. Penerusan isi usus menjadi lebih padat. Tonus valvula ileosekalis juga meninggi. Atroin dosis besar tidak lengkap melawan efek morfine ini.



 Usus besar : morfine mengurangi atau menghilangkan gerakan propulsi usus besar, meninggikan tonus otot dan menyebabkan spasme usus besar, akibatnya penerusan isi kolon menjadi lebih lambat dan tinja menjadi lebih keras. Daya persepsi kortek dipengaruhi morfine sehingga penderita tidak merasakan kebutuhan untuk defikasi, walaupun tidak lengkap efek morfinepada kolon dapat diantagonis oleh atropine. 3) Sistem Kardiovaskuler Pemberian morfine dosis terapi tidak mempengaruhi tekanan darah, frekuensi maupun irama denyut jantung. Perubahan yang terjadi pada dosis toksis, tekanan darah turun akibat hipoksida pada stadium akhir intoksikasi morfine. Hal ini terbukti dengan dilakukannya nafas buatan atau dengan memberikan oksigen, tekanan darah naik meskipun depresi medulla oblongata masih berlangsung. Morfine menurunkan kemampuan sistem kardiovaskuler untuk bereaksi terhadap sikap. Penderita mungkin menderita hipotensi ortastik dan dapat jatuh pingsan, terutama akibat vasodilatasi perifer yang terjadi berdasarkan efek langsung terhadap pembuluh darah kecil. Morfine melepaskan histamine yang merupakan faktor penting dalam timbulnya hipotensi. b) Farmakokinetik



66



Morfine tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat diabsorbsi melalui kulit luka. Morfine juga dapat menembus mukosa. Dengan kedua cara pemberian ini absorbs morfine kecil sekali. Morfine dapat diabsorbsi usus, tetapi efek analgesiknya setelah pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgetik yang timbul setelah pemberian parental dengan dosis yang sama. Mula kerja semua alkaloid opioid setelah suntikan IV sama cepat, sedangkan setelah suntikan subcutan, absorbsi berbagai alkaloid opioid berbeda-beda. Setelah pemberian dosis tunggal, sebagian morfine mengalami konyugasi dengan asam glukuront di hepar, sebagian dikeluarkan dalam bentuk bebas dan 18% tidak diketahui. Morfine dapat melintas sawar uri dan mempengaruhi janin. Eskresi morfine terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfine bebas ditemukan dalam tinja dan keringat. Morfine yang terkonjugasi ditemukan dalam empedu. Sebagian yang sangat kecil dikeluarkan oleh paru-paru. Sebagian kodein mengalami N-demilitasi. Urine mengandung bentuk bebas dan bentuk konyugasi dari kodein, norkodein dan morfine. c) Efek Samping Indiosinkrasi dan alergi Morfine dapat menyebabkan mual dan muntah terutama pada wanita berdasarkan idiosinkrasi lain ialah timbulnya eksitasi dengan tremor, dan jarang-jarang delirium, lebih jarang lagi konvulsi



dan



insomnia.



Berdasarkan



reaksi



alergi



dapat



menimbulkan gejala seperti urtikaria 4.



Midazolam a) Farmakodinamik Obat



induksi



tidur



jangka



pendek



atau



premedikasi,



pemeliharaan anastesi, bekerja cepat dan karena tranformasinya metaboliknya cepat dan karena kerjanya singkat, bekerja kuat menimbulkan sedasi dan induksi tidur. Setelah pemberian IM 8 thn



: 2,5 mg/ KgBB (IV)



- Dewasa



: 2 – 2,5 mg/ KgBB (IV)



- Orang tua



: 1,25 – 2 mg/ KgBB (IV)



c) Kontra Indikasi Pada pasien yang mengalami alergi terhadap telur atau minyak kedelai.



71



d) Ekskresi Dimetaboliser dihati. e) Efek Samping 



Pernapasan : depresi pernapasan, ane, cegukan, Bronco Spasme, Laringaspasme. Cardio Vaskuler : Hipotensi, aritmia, takikardi, bradikardi, hipertensi.







Susunan saraf pusat : Sakit kepala, pusing, europia, kebingungan, gerakan klonik/mioklonik, apestotonus, kejang







Gastrointestinal : Mual, muntah ringan, kram abdomen.







Lain-lain : Demam. Ilusi seksual, nyeri pada tempat suntikan.



2.



Ketamine Pertama kali ditemukan oleh Domino dan Carsen tahun 1965, yang termasuk golongan Phewilcyclo Hexylamin. Merupakan anastetik disosiatif induksi dan pemeliharaan anastesi, khususnya pada pasien hipovolemik atau berisiko tinggi, satu-satunya anastetik untuk prosedur bedah singkat. a) Farmakologi Menimbulkan anastesi disosiatif dan bereaksi cepat yang ditandai dengan adanya reflex laring yang normal atau agak meningkat, tonus otot rangka yang normal atau meningkat, stimulasi pernapasan, dan kadang-kadang depresi pernapasan yang sementara atau menimal. Ketamine juga bekerja pada reseptor Kolinergik muskarinik, serotonin, dan norepinephrine dalamSSP. Pengaruh terhadap ECG meliputi peningkatan aktifitas alfa, delta. Dan tetap peruahan pada gelombang beta. Ketamine menimbulkan peningkatan tonus uterus terkait dosis tanpa efek berlawanan terhadap aliran darah uterus (pada dosis < 1 mg/kg). Sekresi dari trakeobronkial meningkat. Ketamin tidak melepaskan histamin. b) Farmakokinetik Ketalar dapat menimbulkan delirium, penurunan kebutuhan anastetik volatile, hipertensi, aritmia, iskemia, miokard pada



72



penggunaan bersama simpatumetitik (contohnya efineprine), depresi hemodinamik dapat terjadi dengan adanya penyekat alfa, penyekat beta, penyekat ganglion, anastesi epidural servikal, transeksi



medulla



spinalis,



penggunaan



bersama



dengan



benzodiazepine, barbitural, anastetik volatile dapat memperpanjang pemulihan, peningkatan penyekat neuromuskuler depolarisasi, penurunan ambang kejang jika diberikan dengan amiofilin.



c) Sifat Fisik 



Mempunyai daya analgesic yang kuat terutama untuk nyeri somatic sedangkan untuk nyeri visceral tidak ada







Tidak mempunyai sifat relaksasi malahan tonus otot sering maningkat







Hipersalivasi, mual dan muntah







Batas keselamatan lebar







Tidak ada toksik terhadap hepar dan ginjal







Waktu siuman lama







Merangsang sekresi katekolamin.



d) Penggunaan Klinik Tersedia dalam vial : dosis 100 mg/cc dan 50 mg/cc Cara pengenceran : 1.



100 mg/cc : ambil 1 cc + aquades 9 cc = 10 cc, jadi 1 cc = 10 mg



2.



50 mg/cc : ambil 2 cc + aquades 8 cc = 10 cc, jadi 1 cc = 10 mg.



e) Dosis 



IV :1-2 mg/KgBB Onset 15 detik Durasi obat 5-10 menit







IM :5-7 mg/KgBB Onset 2-8 menit Durasi obat 10-20 menit



f)



Efek 73



Terhadap CNS 



Mempunyai analgesic kuat, hipnotik kurang







Mimpi buruk, halusinasi, disorientasi dan bangun lama







Cerebral blood flow meningkat







Intracranial pressure meningkat.



Terhadap Kardiovaskuler 



Tekanan darah meningkat 20-25 %







Nadi meningkat







Kardiak output meningkat karena pengeluaran adrenalin dalam sirkulasi.



Terhadap Respirasi 



Dilatasi bronkus dan antagonis terhadap efek konstiksi bronkus oleh histamine







Dapat terjadi depresi nafas bila dosis berlebihan







Obstruksi dan aspirasi dapat terjadi walaupun kemungkinan kecil.



g) Indikasi 



Pasien asmatik







Untuk prosedur diagnostic orthopedic (reposisi + biopsi)







Untuk tindakan operasi kecil







Untuk pasien resiko tinggi karena ketamine tidak mendepresi fungsi vital







Tersering digunakan di daerah bila alat anestesi tidak ada.



h) Kontraindikasi 



Hipertensi dengan systole > 160 mmHg, diastole > 100 mmHg







Pasien pre eklampsi dan eclampsia







Pasien riwayat CVA







Pasien penyakit jantung coroner







TIK meningkat, kontusio serebri, trauma kapitis dan herniasi otak.



i)



Keuntungan Ketamin



74







Depresi kardiovaskuler minimal sehingga baik untuk pasien syok



j)







Depresi faring dan laring minimal







Airway dapat dipertahankan tanpa intubasi







Mudah pemberiannya







Anestesi sangat baik.



Kerugian Ketamin 



Reaksi emergensi (mimpi buruk, halusinasi ) terutama pasien dewasa







Harga mahal







Hipertensi







Relaksasi kurang







Peningkatan salivasi







Mata masih terbuka dan ada gerakan spontan.



k) Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemakaian Ketamin 



Hindari sedasi ketamine IM (1-2 mg/kg) pada bayi praterm karena dapat menyebabkan apnea lama dan bradikardia







Jangan campur dengan barbiturate dalam suntikan yang sama Karena dapat pembentukan presipitat atau endapan.







Hati-hati penggunaan pada pasien hipertensi berat, penyakit jantung



iskemik



atau



aneurisma,



pasien



dengan



TIK



meningkat, alkoholik kronis dan terintoksikasi alcohol secara aktif 



Peningkatan TIK akibat ketamine dapat diperlemah dengan hiperventilasi dan pra pengobatan benzodiazepine.



c.



Analgetik Opioid 1.



Fentanyl Obat analgesic yang sangat kuat berupa cairan isotonic steril untuk penggunaan intravena. Zat sintetik seperti petidin dengan kekuatan 100x morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang singkat



75



mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar. Fentanyl dikombinasi dengan droperidol untuk menimbulkan neurolep analgesia. a) Farmakologi Metabolisme terutama dalam hati. Ekskresi melalui urin sebagai metabolit tidak aktif dan obat utuh 2-12 %. Pada kerusakan ginjal



terjadi



akumulasi



morfin-6-glukoronid



yang



dapat



memperpanjang aktivitas opioid. Kira kira 7-10 % melalui feses. b) Dosis (1) Analgesia (1) IV/IM : 25-100 µg (0,7 µg/KgBB) (2) Oral tranmukosa : 200-400 µg (5-15 µg/KgBB). Setiap 46 jam, oralet harus dihisap dan tidak dikunyah. (2) Induksi (1) Bolus IV : 5-40 µg/kg atau (2) Infus : 0,25-0,2 µg/kg/menit selama ≤ 20 menit. (3) (3) Suplemen anesthesia (1) IV : 2-20 µg/kg (2) Infus : 0,025-0,25 µg/kg/menit. (4) Anestesik Tunggal (1) IV : 50-150 µg/kg (dosis total) atau (2) Infus : 0,25-0,5 µg/kg/menit. (5) Epidural (1) Bolus IV : 50-100 µg (1-2 µg/kg), diencerkan dalam 10 ml (2) NS (bebas pengawet) (3) Infus : 25-60 µg/jam (0,5-0,7 µg/kg/jam). (6) Spinal Bolus : 5-20 µg (0,1-0,4 µg/kg). (7) Blok Regional IV : tambahkan 50 µg (1 µg/kg) fentanyl pada anastetik local. (8) Blok Pleksus Brakhialis



76



Tambahkan 50-100 µg (1-2 µg/kg) fentanyl pada 40 ml (0,50,75 µg/kg) anestetik local. c) Penyimpanan (1) Suntikan : suhu kamar (15-30o C), lindungi dari cahaya. (2) Sistem transdermal : suhu dibawah 30o C d) Kontraindikasi Hipersensitivitas,



depresi



pernapasan



yang



parah,



sediaan



transdermal tidak derekomendasikan pada nyeri akut atau paska operasi, nyeri kronis ringan atau intermitten atau pasien yang belum pernah menggunakan opioid dan toleran terhadap opioid. e) Efek Samping a) Kardiovaskuler



: hipotensi, bradikardi



b) Pulmoner : depresi pernafasan, apneu c) SSP



: pusing, penglihatan kabur, kejang



d) Mata



: miosis



e) Muskuloskeletal : kekakuan otot f)



GI



: mual, emesis, pengosongan lambung tertunda,



spasme trakstus biliaris. f) Interaksi Obat 



Antidepresan (MAO & trisiklik) : potensiasi efek antidepresan







Agonis opioid lainnya, anestetik umum, trankuilizer, sedative, hinotik : potensiasi efek depresi SSP.







Relaksan



otot



:



opioid



dapat



meningkatkan



kerja



penghambatan neuromuskuler 



Kumarin, antikoagulan : potensiasi aktivitas antikoagulan







Diuretic : opioid menurunkan efek diuretic pada pasien dengan kengestif jantung







Amfetamin : dekstroamfetamin dapat meningkatkan efek analgetik opioid.



i.



Pengaruh Pada Anak Keamanan dan efikasi pada anak-anak belum diketahui.



77



ii.



Pengaruh Pada kehamilan Kategori C : dapat digunakan jika potensi manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.



iii.



Pengaruh Menyusui Hati-hati pemakaian pada ibu menyusui.



iv.



Parameter Monitoring Status sistem pernapasan dan status mental, tekanan darah.



4) Bentuk Sediaan a) Suntikan



: 50 µg/ml



b) Transdermal



: 25 µg/ml, 50 µg/ml, 75 µg/ml, 100 µg/ml.



c) Oralet tranmukosa



: 200 µg, 300 µg, 400 µg.



5) Peringatan Hati-hati pada pasien disfungsi hati dan ginjal karena akan memperlama kerja dan efek akumulasi opioid, juga pada pasien lanjut usia, pada depresi SSP yang parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor otak dan asma bronkial. i.



Informasi Pasien Hindari pemakaian alcohol, dapat menyebabkan ngantuk (hatihati mengendarai mobil atau menjalankan mesin), gangguan koordinasi, pada penggunaan jangka panjang menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologi.



ii.



Mekanisme Aksi Berikatan dengan reseptor di system saraf pusat, mempengaruhi persepsi dan respon terhadap nyeri.



d.



Antagonis Obat Narkotik 1. Naloxone Naloxone adalah antagonism opiod dan bekerja pada reseptor µ (mu), delta, kappa dan sigma. Pemberian nalokson pada pasien setelah mendapatkan morfin akan terlihat : laju nafas meningkat, kantuk menghilang, pupil mata dilatasi, tekanan darah sebelumnya rendah akan



78



meningkat. Kemasan suntikan 0,4 mg/ml, suntikan neonates 0,02 mg/ml. 1) Kegunaan Nalokson



biasanya



digunakan



untuk



melawan



depresi



pernafasan pada akhir pembedahan dengan dosis dicicil 1-2 µg/KgBB IV, dapat diulang tiap 3-5 menit sampai ventilasi dianggap baik. Pada keracunan opioid nalokson dapat diberikan per infus dosis 4-5 µg/kg/jam. Untuk depresi nafas neonates yang ibunya mendapat opioid berikan 10 µg/kgBB dapat diulang setelah 2 menit. Biasanya 1 ampul nalokson, diambil 0,4 mg kemudian dioplos menjadi 10 cc, sehingga tiap cc mengandung 0,04 mg, bisa diberikan bertahap yaitu 0,5-1 µg/kg setiap 3-5 menit. 2) Efek Samping Dapat menaikkan tekanan darah pada septik syok. Dapat menimbulkan oedem paru. 3) Eliminasi Dimetabolisme di liver. 4) Penggunaaan : Reversi dari depresi narkotik dan spasme traktus biliaris, pengobatan tambahan pada kelebihan dosis captopril, clonidine, codein, dekstrometorfan, difenoksilat dan propoksifen, pengobatan efek samping narkotik (contoh : pruritus, mual), terapi tambahan syok septik dan kardiogenik. 5) Farmakologi Nalokson merupakan antagonis opioid murni tanpa aktivitas agonis.secara kompetisi menghambat agonis opiate pada reseptor mu, delta, kappa dan mencegah atau mereversi efek opioid, termasuk depresi pernapasan, sedasi, hipotensi, analgesia dan spasme traktus biliaris. Nalokson dapat juga mereversi efek



79



psikoemetik dan disforik dari antagonis seperti penazosin. Depresi SSP dan pernafasan sebagai akibat sekunder kelebihan dosis captopril, clonidine, codein, dekstrometorfan, difenoksilat dan propoksifen dapat direversi dengan nalokson. Nalokson dapat mereversi ketidakstabilan kardivaskuler dan hipotensi sebagai akibat sekunder dari endorphin endogen (vasodilatasi poten) yang dilepaskan pada pasien syok septik atau kardiogenik, nalokson tidak menimbulkan depresi pernafasan, psikomimeik, konstriksi pupil. 6) Farmakokinetik 



Awitan aksi : IV : 1-2 menit; IM/SK 2-5 menit







Efek puncak : IV/IM/SK : 5-15 menit







Lama aksi : IV/IM/SK : 1-4 jam







Interaksi/toksisitas : reverse analgesia, peningkatan aktivitas system saraf simpatis termasuk takikardi, hipertensi, edema paru dan aritmia jantung. Mual dan muntah berhubungan dengan dosis dan kecepatan penyuntikan.



7) Pedoman/peringatan 



Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya atau yang mendapat obat-obatan yang secara potensial kardotoksik.







Titrasi lambat hingga efek yang diinginkan







Pasien yang memberikan respon terhadap nalokson harus dipantau secara seksama karena lamanya aksi dari beberapa opiate dapat melebihi lama aksi nalokson.







Jika akses intravena tidak ada, obat dapat diencerkan 1:1 dalam NS steril dan disuntikkan via pipa endotrakeal.







Berikan dengan hati-hati pada orang yang diketahui atau dicurugai secara fisik tergantung pada opioid, termasuk dari ibu dengan ketergantungan narkotik.



8) Kemasan 



Suntikan 0,4 mg/ml, 1 mg/ml 80







Suntikan neonates 0,02 mg/ml







Penyimpanan : suhu kamar (15-30 oC), lindungi dari cahaya.



9) Pengenceran Untuk Infus 



Depresi narkotik/kelebihan dosis obat : IV, 1 mg dalam 100 ml D5W atau NS (10µg/ml).







Efek samping narkotik : IV, 0,4-0,8 mg (1-2 ampul) dalam 100 ml.







Reaksi efek samping : berkeringat , pulmoner : edema paru, GI : mual dan muntah, SSP : gemetaran, kardiovaskuler : takikardi.



e.



Obat Relaxant 1. Atracurium Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice Leontopeltatum. Keunggulannya



dalah



metabolism terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian ulang. a) Penggunaan Relaksan otot non depolarisasi b) Farmakologi Atrakurium merupakan relaksan otot skelet non depolarisasi. Obat ini berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada lempeng akhir motoric. Lama blockade neuromuskuler adalah sepertiga dari pankuronium pada dosis equipotent. Obat ini mengalami metabolism yang cepat melalui eliminasi hofmannya adalah laudanosin, suatu stimulant otak yang terutama diekskresikan ke dalam urin. Dosis yang berulang atau infus yang berlanjut kurang mempunyai efek kumulatif terhadap angka pemulihan disbanding relaksan otot lain. Konsentrasi laudanosin darah dapat mendekati rentang konvulsan (5,1 µg/ml) pada infus yang lama. c) Farmakodinamik



81



Atrakurium merupakan neuromuskuler bloking agent yang sangat selektif dan kompetitif dengan lama kerja sedang. Non depolarizing agen bekerja antagonis terhadap neurotransmitter asetilkolin melalui ikatan reseptor site pada motor-end-plate. Atrakurium dapat digunakan pada berbagai tindakan bedah dan untuk



mefasilitasi



ventilasi



terkendali.



Atrakurium



tidak



mempunyai efek langsung terhadap tekanan intraokuler dan karena itu dapat digunakan untuk operasi opthalmik. d) Farmakokinetik Waktu paruh eliminasi kira-kira 20 menit. Atrakurium diinaktivasi melalui eliminasi Hoffman, suatu proses non enzimatik yang terjadi pada pH dan suhu fisiologis dan melalui hidrolisis ester yang dikatalis oleh esterase non spesifik. Eliminasi atrakurium tidak bergantung pada fungsi ginjal dan hati. Produk urai yang utama adalah laudanosin dan alcohol monoquartenary



yang



tidak



memiliki



aktivitas



blockade



neuromuskuler. Alcohol monoquartenary tersebut secara spontan terdegradasi oleh proses eliminasi Hoffman dan diekskresi melalui ginjal. Laudanosin diekskresi melalui ginjal dan dimetabolisme di hati. Waktu paruh laudanosin berkisar 3-6 jam pada pasien dengan fungsi ginjal dan hati normal, dan sekitar 15 jam pada pasien gagal ginjal, sedangkan pada pasien gagal ginjal dan hati sekitar 40 jam. Terminasi



kerja



blockade



neuromuskuler



atrakurium



tidak



tergantung pada metabolism ataupun ekskresi hati atau ginjal. Oleh karena itu, lama kerjanya tidak dipengaruhi oleh gangguan fungsi ginjal, hati atau peredaran darah. Uji plasma pasien dengan kadar pseudocholinesterase rendah menunjukkan bahwa inaktivasi atrakurium tidak terpengaruh. Variasi pH darah dan suhu tubuh pasien selama masih dalam kisaran fisiologistidak akan mengubah lama kerja atrakurium secara bermakna. Konsntrasi metabolit didapatkan lebih tinggi pada



82



pasien ICU dengan fungsi ginjal atau hati yang abnormal. Metabolit ini tidak berperan pada blockade neuromuskuler. e) Dosis  Intubasi IV 0,3-0,5 mg/kg  Pemeliharaan a) IV 0,1-0,2 mg/kg (10%-50% dari dosis intubasi) b) Infus 2-15 µg/kg/menit c) Prepengobatan/priming : IV 10% dari dosis intubasi, diberikan



3-5



menit



sebelum



dosis



relaksan



depolarisasi/non depolarisasi. f) Eliminasi Plasma (eliminasi Hoffman, hidrolisis ester), hati dan ginjal. g) Efek Samping 



Kardiovaskuler



: hipotensi, vasodilatasi, takikardi sinus,



bradikardi. 



Pulmoner



: hipoventilasi, apneu, bronkospasme dan



laringospasme. 



Muskoloskeletal : blok yang tidak adekuat, blok yang lama.







Dermatologic



: ruam, urtikaria.



h) Peringatan Monitor respon dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan dosis. 



Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan riwayat asma bronkial dan reaksi anafilaktik







Efek reverse dengan antikolinesterase seperti piridostigmine bromide atau edrofonium berbarengan dengan penggunaan atropine atau glikopirolat







Dosis pra pengobatan dapat menimbulkan suatu tingkat blockade neuromuskuler yang pada beberapa pasien cukup untuk menyebabkan hipoventilasi.



i) Penyimpanan



83



Dinginkan (2-8



o



C). jangan biarkan membeku, pada saat



pengangkatan dari pendinginan ke suhu ruang, gunakan dalam 14 hari jika didinginkan kembali. 2.



Rocuronium Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat. Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama. a) Penggunaan Relaksasi otot skelet. b) Metabolisme Dan Ekskresi Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidal terpengaruh oleh kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan, baik untuk infusan jangka panjang (di ICU). Pasien geriatri menunjukkan prolong durasi. c) Dosis 1) Intubasi IV 0,6-1,2 mg/kg. 2) Pemeliharaan a) IV 0,06-0,6 mg/kg (10-50% dari dosis intubasi). b) Infus, 5-15 mg/kg/menit 3) Prapengobatan / priming (a) IV 10% dari dosis intubasi diberikan 3-5 menit sebelum dosis relaksan depolarisasi / non depolarisasi (b) Pada pasien obesitas,dosis rokuronium harus didasarkan pada berat badan sesungguhnya



( dan bukan pada berat



ideal seperti halnya pada sebagian besar obat ) d) Farmakologi Rokuronium merupakan obat pemblokir neuromuskuler nondepolarisasi steroid dengan lama aksi serupa dengan vekuronium.Rokuronium



8



kali



kurang



potens



daripada



vekuronium dan berkompetisi untuk reseptor kolinergik pada 84



lempeng akhiran motorik.Dengan dosis yang meningkat awitan waktu berkurang dan lama waktu diperpanjang.Tidak ada perubahan yang secara klinis bermakna dalam parameter hemodinamik.Tidak seperti vekuronium,rekuronium mempunyai aktivitas vagolitik ringan dan kadang-kadang dapat menimbulkan takikardi.Rokuronium tidak melepaskan konsentrasi histamin yang secara klinis bermakna. e) Efek Samping 1) Kardiovaskuler : Takikardi,aritmia 2) Pulmonar 3) Muskuloskelet



: Hipoventilasi,apneu,bronkospasme : Blok yang tidak adekuat,blok yang



diperpanjang 4) Dermatologik



: Ruam,edema tempat suntikan,pruritis.



f) Peringatan a) Pantau respons dengan stimulator saraf tepi untuk memperkecil resiko kelebihan dosis b) Efek reversi dengan antikolinesterase seperti neostigmen,endrofonium, atau piridostigmen bromida bersama dengan atropin atau glikopirolat. c) Dosis prapengobatan dapat menimbulkan tingkat blokade neuromuskuler yang pada beberapa pasien cukup untum menyebabkan hipoventilasi. d) Rokuronium tampaknya tidak memicu hipertemia maligna.



f.



Obat Emergency 1.



Adrenalin a) Farmakologi Pada umumnya pemberian obat ini menimbulkan efek stimulasi saraf adrenergik .Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitor pada syaraf adrenergik adalah Non epinefrine. Efek paling menonjol adalah efek pada jantung,otot polos pembuluh darah dan otot polos lain.Obat ini menstimuler baik



85



alfa maupun betha reseptor. Zat ini juga dibentuk dalam medulla supra renalis ,yang kemudian disimpan dalam granula-granula interseluler dan ujung-ujung saraf adrenergik dan dilepaskan oleh acetil choline dari serabut otonom pre ganglion. 1.



Sistem Kardiovaskuler Efek terbesar pada sistem kardiovaskuler adalah dalam hal



menambah



stroke



volume,



cardiac



rate



cardia



output.terjadi peningkatan kontraktilinitas miokard dan nadi. Tekanan sistole akan meninggi tetap tekanan diastole tidak terlalu banyak dipengaruhi. Terjadi vasodilatasi pembuluh darah, dan dengan bertambahnya cardi output inilah yang akan menyebabkan tekanan darah naik,tekanan darah perifer juga naik. Sangat penting digunakan pada penderita cardiac arest.Kerjanya pada jantung mengaktivasi reseptor beta-1 diotot jantung dan jaringan konduksi. Ini merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif epinefrine pada jantung.Efineprine mempercepat depolarisasi fase 4, yakni depolarisasi lambat sewaktu diastole,dari nodissino atrial (SA) dan sel otomatik lainnya,dengan demikian mempercepat firing rate pacu jantung dan merangsang pembentukan fokus ektopik dalam ventrikel.Dalam nodus SA, Epinefrine juga menyebabkan perpindahan pacu jantung ke



sel



yang



cepat.Epinefrine mengurangi



mempunyai memperkuat



waktu



diastoli.



firing



rate



waktu



yang



sistolik



Akibatnya



lebih tanpa



curah jantung



bertambah,tetapi kerja jantung dan pemakaian oksigen makin bertambah,sehingga efisiensi jantung berkurang. 2.



Ginjal/Kandung Kemih Terjadi



penyempitan



menurun.Menyebabkan



pembuluh



relaksasi otot



darah



ginjal,RBF



detrusor melalui



reseptor Beta-2 dan kotraksi otot trigonium dan sfingter melalui Alfa-1,sehingga dapat menimbulkan retensi urine.



86



3.



Sistem Respirasi Epinefrine mempengaruhi pernafasan terutama dengan cara merelaksasi otot bronchus melalui reseptor Beta2.Bronchus melebar,baik pemberian secara topikal maupun injeksi . Hal ini dapat menambah tidal volume walaupun pada penderita normal sekalipun. Efek bronkhodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada kontraksi otot polos bronchus karena asma bronkial, histamin, ester kolin,pilorkapin,bradikinin,zat anafilaksis yang bereaksi lambat ( SRS-A) dan lain-lain. Pada asma epineprine juga menghambat pelepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast melalui reseptor



B2, serta



mengurangi sekresi bronkus dan kongesti melalui reseptor alfa-1. 4.



Susunan Saraf Pusat Epinefrine



pada dosis terapi tidak mempunyai efek



stimulasi SSP kuat karena obat ini relatif polar sehingga sukar masuk SSP.Tetapi pada banyak orang epinefrine dapat menimbulkan kegelisahan,rasa kwatir,nyeri kepala dan tremor,sebagainya karena efek pada sistem kardiovaskuler. 5.



Saluran Cerna Melalui reseptor alfa dan beta-2,epinefrine menimbulkan relaksasi otot polos saluran cerna pada umumnya, tonus dan motilitas usus dan lambung berkurang,tapi spinter pylorus dan spinter ileocolic akan berkontraksi ( efek alfa dan betha



).sekresi



dari



kelenjar-kelenjar



usus



akan



terlambat.Glikogin akan dimobilisir dari liver, sehingga kadar gula darah akan naik. b) Farmakokinetik 



Absorpsi pada pemberian oral epinefrine tidak mencapai dosis terapi karena sebagian besar oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus dan hati. Pada penyuntikan sub kutan,absorpsi yang lambat terjadi karena



87



vasokontriksi lokal,dapat mempercepat dengan memijat tempat suntikan.Absorpsi yang lebih cepat terjadi dengan penyuntikan



IM.Pada



pemberian



lokal



secara



inhalasi,efeknya terbatas terutama pada saluran nafas,tetapi efek sistemik dapat terjadi ,terutama bila digunakan dosis besar. 



Biotransformasi dan EkskresiEpinefrine stabil dalam darah Degradasi epinefrine terutama terjadi dalam hati yang banyak mengandung kedua enzim COMT dan MAO,tetapi jaringan lain juga dapat merusak zat ini. Metabolit-metabolit ini bersifat epinefrine yang tidak di ubah dikeluarkan dalam urine. Pada orang normal jumlah epinefrine dalam urine hanya sedikit.



c) Intoksikasi/Efek Samping Dan Kontra Indikasi Pemberian epinefrine dapat menimbulkan gejala seperti perasaan takut, kwatir, gelisah, tegang, nyeri kepala berdenyut, pusing,sukar bernafas,dan palpitasi. Gejala-gejala ini cepat setelah istirahat. Penderita hipertiroid dan hipertensi lebih peka terhadap efek-efek tersebut diatas maupun terhadap efek pada sistem vaskuler.



Pada



penderita



psikonurotik



epinefrine



dapat



memperberat gejala-gejalanya. Dosis epinefrine yang besar atau penyuntikan IV cepat dengan tidak disengaja akan menimbulkan perdarahan



otak



karena



kenaikan



tekanan



darah



yang



hebat.Bahkan penyuntikan lewat sub kutan 0,6 ml larutan 2 : 1000 dapat menimbulkan perdaraha sub araknoid dan hemiplagia. Untuk mengatasinya dapat diberikan vasodilator yang kerjanya cepat, misalnya nitrit atau natrium nitropusit, epinefrine dapat menimbulkan aritmia ventrikel.febrilasi ventrikel bisa terjadi biasanya bersifat fatal, ini terutama terjadi bila epinefrine diberikan sewaktu anastesia dengan hidrokarbon berhalogen, atau pada penyakit jantung organik. 



Awitan aksi : IV 30-60 detik



88



Sub kutan 6 – 15 menit Intra trakea 4 -15 detik Inhalasi 3 – 5 menit 



Efek puncak IV dalam 3 menit







Lama aksi : IV 5 – 10 menit Intra trakea 15 – 25 menit Inhalasi 1 – 3 jam



d) Penggunaan Klinis Manfaat epinefrine dalam klinis berdasarkan efeknya terhadap pembuluh darah jantung dan otot polos bronkus.Penggunaan paling



sering



untuk



menghilangkan



sesak



nafas



akibat



bronkokonstriksi untuk mengatasi reaksi hipersensitifitas terhadap obat maupun alergen lainnya,dan untuk memperpanjang masa kerja anastetik lokal.Epinefrine juga untuk merangsang jantung pada waktu terjadi henti jantung oleh berbagai sebab. Secara lokal obat ini digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler. e) Dosis 



Henti Jantung Dosis standart : Bolus IV, 1 mg atau 0,02 mg/kg ( 10 ml atau 0,02 mg/kg larutan 1 ; 10000 ). Berikan setiap 3 – 5 menit seperlunya,jika tidak ada respon setelah dosis kedua berikan dosis tinggi. Dosis tinggi ( dapat diterima,kemungkinan dapat membantu), bolus IV 5 – 10 ml larutan 1 : 1000 setiap 3 – 5 menit seperti yang diperlukan. Jika akses intra vena tidak ada encerkan 5 – 10 mg atau 0,1 – 0,2 mg/kg ( 5 – 10 ml larutan 1 : 1000 ) dalam volume yang ama normal saline steril dan suntikan via tube endotrakea.







Anafilaksis Asma Berat Dewasa : 0,1 – 0,5mg sub kutan atau IM ( 0,1 – 0,5 ml dilarutkan 1 : 10000)



89



Anak-anak : 0,01 mg/kg larutkan 1 : 1000, jangan melebihi 0,05 mg dosis subkutan dapat diulangi dalam interval 10 -15 menit pada pasien dengan syok anafilatik dan dalam interval 20 menit hingga 4 jam pada pasien asma. f)



2.



Efek Samping Utama a.



Kardiovaskuler : hipertensi,takikardi,aritmia,angina



b.



Pulmuner : edema paru



c.



SSP : ansietas,sakit kepala,perdarahan serebri vaskuler



d.



Dermatologi : nekrosis pada tempat suntikan



e.



Metabolik : hiperglikemia,hiperkalemia,hipokalemia.



Lidokain a) Penggunaan Anestesi regional, pengobatan aritmia ventrikuler, khususnya jika berkaitan dengan infark miokard akut atau pembedahan jantung, perlemahan prosesor terhadap intubasi ( tekanan darah/ tekanan intracranial : pelemahan fasikulasi yang diakibatkan subsikolin. b) Dosis 



Antiaritmik : bolus IV lambat , 1 mg/kg (dalam 1%-2%) diikuti oleh 0,5 mg/kg/setiap 2-5 menit ( sehingga maksimum 3mg/kg/jam.







Infuse ( larutan 0,15-0,4 mg/menit ( 20-50 µg/kg/menit) IM 4-5 menit, dapat diulang 60-90 menit kemudian.







Pelemahan reseptor pressor IV 1,5-2 mg/kg (larutan 1%-2%), berikan 3-4 menit sebelum laringoskopi. Laringotrakea, 2 mg/kg (larutan 4%),instilasikan secara translaringeal ( dengan kanula) tepat sebelum intubasi. Reduksi dari respon prosesor terhadap intubasi hanya



90



merupakan indikasi pada pasien yang secara hemodinamik stabil 



Pelemahan fasikulasi IV, 1,5 mg/kg ( larutan 1%-2%). Berikan 3 menit sebelum dosis suksinokolin. Dapat dikombinasikan dengan dosis pra pengobatan dari relaksan otot non depolarisasi







Anestesi local Topical 0,6-3 mg/kg ( larutan 2%-4%) Block saraf tepi/infiltrasi 0,5-5 mg/kg (dalam larutan0,5% 2% )







Regional intravena







Ekstremitas atas , 200-250 mg ( 40-50 ml larutan 0,5%)







Ekstremitas bawah, 250-300 mg(100-120 ml larutan 0,25% )







Blok pleksus brakialis, 300-750 mg ( 30-50 ml larutan 1%1,5%, anak-anak 0,2- 0,3 ml/kg







Blok epidural, 200-400mg (larutan 1%-2%), anak-anak 7-9 mg/kg infuse 6-12 ml/jam (larutan 0,55 dengan atau tanpa narkotik pidural) ; anak-anak 0,2 – 0,35 ml/kg/jam.



c) Eliminasi Hati dan paru d) Kemasan 



Pemberian parental : suntikan untuk suntik IM 10%, suntikan untuk IV langsung 1%-2%, suntikan untuk campuran IV 4%, 10%, 20%, suntikan untuk infuse IV 0,2%, 0,4%, 0,8%.







Blok saraf tepi/ infiltrasi : 0%, 1%,1,5%, 2% dengan atau tanpa epinephrine, 1: 500.000, 1: 100.000 , 1: 200.000







Epidural : 1%, 1,5%, 2% bebas pengawet.



91



e) Farmakologi Anestesi local turunan amida ini mempunyai awitan aksi yang cepat. Menstabilkan membrane neuronal dengan menghinbisi influx



natrium



yang



diperlukan



untuk



memulai



dan



menghantarkan impuls. Obat ini juga merupakan suatu obat antiarimik kelas I B, yang secara otomatis menekan dan mempendek periode refraktek efek dan lama potensial aksi dari system his-purkinje. Lama potensial aksi dan periode refraktef aktif otot ventrikuler juga berkembang. Lidokain intravena dan laringotrakea menurunkan respons tekanan darah yan ditimbulkan oleh intubasi trakea. Jika diberikan secara intravena, hal ini disebabkan



oleh



efek



local(mencerminkan



analgesic



pengiriman



dan



obat



efek ke



anatetik



percabangan



trakeobronkus yang sangat vaskuler). Dosis yang berulang menyebabkan peningkatan yang bermakna dari kadar darah karena akumulasi yang lambat. f) Farmakokinetik 



 



Awitan : IV ( efek antiarimik)



: 45-90 detik



Intratrakea ( efek antiarimik)



: 10-15 detik



Infiltrasi



: 0,5-1 menit



Epidural



: 5-15 menit



Efek puncak : IV ( efek antiarimik) : 1-2 menit Infiltrasi epidural



: ≤ 30 menit



Lama aksi : IV ( efek antiarimik)



: 10-20 menit



Intratrakea



: 30-50 menit



Infiltrasi



: 0,5-1 jam



Dengan Epineprine



: 2-6 jam



Epidural



: 1-3 jam



g) Pedoman / Peringatan



92



a. Hati-hati pada pasien hipovolemik, gagal jantung kongenetif (CHF) berat, syok dan semua bentuk blok janung. b. Benzodiazepine meningkatkan ambang kejang c. Kontraindikasi pada pasien hipersensivitas terhadap anastetik local tepi amida d. Monitor terhadap hipoventilasi dengan melepaskan manset jika ditambahkan relaksan otot pada larutan anastetik untuk blockade regional. h) Reaksi Efek Samping Utama  Kardiovaskuler : hipotensi, bradikardi, aritmia, blok jantung  SSP : tinnitus, kejang, kehilangan pendengaran, euphoria, ansietas, diplopia, nyeri kepala pasca spinal, araknoiditis.  Pulmoner : depresi pernapasan, henti pernapasan  Alergik : urtikaria, pruiritas, edema angioneurotik  Epidural/kaudal/spinal : spinal tinggi, kehilangan control kandungan kemih dan usus, deficit motorik, sensorik, otonomik dari segmen bawah. 3.



Ephedrine Obat ini adalah stimulator langsung α dan β-adregenik dan membebaskan catheccholamin ( adrenalin dan nonadrenalin) dari tempat reseptor. Secara kimiawi ini adalan keturunan adrenalin. a) Farmakodinamik Obat ini mengahambat penghancuran adrenalin dan nonadrenalin sehingga mempertahankan kadar cathecolamin dalam darah tetap tinggi. Obat ini membebaskan nonadrenalin pada ujung saraf dalam pembuluh darah berefek :  Suatu rangsangan simpatis yang kuat. Denyut jsntung menguat dan frekwensinya bertambah dan tekanan darah



93



naik. Arterior berkonsentrasi. Durasi efek kira-kira 30-40 menit tetapi dosis ulang kurang efektif 



Relaksasi otot polos bronchus melebarka pupil







Merangsang cortex dan medulla cerebrum dengan perasaan subyektif pada sesuatu, geram dan tidak nyaman







Melebarkan arteri koronaria



 Meningkatkan



aliran



darah



koroner



dan



skelet



menimbulkan bronkodilatasi melalui reseptor β-2 b) Penggunaan 



Memiliki keuntungan bahwa cardiac out put dan venous return itu meningkat







Dignakan



pada



keadaan



hypotensi,



broncouspasme,



heartblock, carotis sinus, syndrome, urticaria, narcolepsy, enuresis dan myasthenia. 



Vasopresor dan bronkodilator



c) Dosis 



Dosis 5-20 mg ( 100-200 µg/kg) IV < IM 25-50 mg







Efek puncak IV 2-5 menit, IM < 10 menit , DOA IV/IM 1060 menit



d) Pedoman 



Gunakan hati-hati pada pasien dengan hipertensi dan penyakit jantung sistemik.







Dapat menimbulkan suatu tingkat stimulasi SSP tidak dapt diterima yang menimbulkan insomnia



94



g.



Obat Inhalasi 1.



Halotan (F3C-CHBrCl) Halotan disintesis pertama kali oleh CW Suckling di laboratorium “Imperial Chemical industries” Manchester pada tahun 1951. Digunakan pertama kali oleh M. johnstone di klinik Manchester. Selanjutnya diikuti oleh Bryce-smith dan O’Brian di Oxford. a) Sifat Fisik Dan Kimiawi Halotan atau disebut dengan nama kimia 2,bromo-2-khloro-1,1,1trifluoroetan, mempunyai berat molekul 197, berat jenis 1,18 (pada suhu 25 derajat celcius) dan titik didih 50 derajat celcius dan mempunyai MAC 0,87%. Secara fisik, halotan adalah cairan yang tidak berwarna, berbau harum tidak mudah terbakar atau meledak, tidak iritatif dan tidak tahan terhadap sinar matahari. Apabila kena sinar matahari, akan mengalami dekomposisi menjadi HCl, HBr, klorin, Bromin dan Fosgen bebas, disi timol 0,01% sebagai pengawet. Halotan bisa diserap oleh karet sirkuit anestesia, tetapi kurang larut dalam polietilen dan tidak mengalami dekompisisi bila melewati karbon absorben. b) Efek Farmakologi i.



Terhadap susunan saraf pusat Halotan menimbulkan depresi pada sistem saraf pusat di semua komponen otak. Depresi di pusat kesadaran akan menimbulkan efek hipnotik, depresi pada pusat sensorik menimbulkan khasiat analgesia dan depresi pada pusat motorik akan menimbulkan relaksasi otot. Tingkat depresinya tergantung dari dosis yang diberikan. Terhadap pembuluh darah otak, halotan menyebabkan vasodilatasi, sehingga aliran darah otak meningkat dan hal ini menyebabkan tekanan intrakranial meningkat, dan oleh karena itu tidak dipilih untuk anestesi pada kraniotomi.



95



ii.



Terhadap sistem kardiovaskuler Halotan menimbulkan depresi langsung pada “S-A Node” dan otot jantung, relaksasi otot polos dan inhibisi baroreseptor. Keadaan ini akan menyebabkan hipotensi yang derajatnya tergantung dari dosis dan adanya interaksi dengan obat lain, misalnya dengan tubokurarin. Gangguan irama



jantung



sering



kali



terjadi,



seperti



bradikardi, ekstrasistol ventrikel, takikatrdi ventrikel, bahkan bisa terjadi fibrilasi ventrikel. Hal ini disebabkan karena peningkatan eksitagen maupun eksogen serta adanya retensi CO2. Batas keamanan halotan terhadap kardiovaskuler sangat sempit, maksudnya, konsentrasi obat untuk mencapai efek farmakologi yang diharapkan sangat dekat dengan efek depresinya. iii.



Terhadap sistem respirasi Pada konsentrasi tinggi, halotan akan menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola nafas menjadi cepat dan dangkal, volume tidal dan volume nafas semenit menurun dan menyebabkan dilatasi bronkus



iv.



Terhadap ginjal Halotan pada dosis lazim secara langsung akan menurunkan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus, tetapi efek ini hanya bersifat sementara dan tidak mempengaruhi autoregulasi aliran darah ginjal. Hasil metabolitnya terutama bromidnya akan diekskresikan melalui ginjal dan apabila terdapat gangguan fungsi ginjal, ekskresinya akan terhambat sehingga akan terjadi akumulasi.



v.



Terhadap otot rangka Halotan akan berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot golongan



non



depolarisai,



96



sehingga



pada



pemakaian



kombinasi kedua obat ini, perlu dilakukan modifikasi dosis,. Pada saat persalinan normal, begitu juga pada seksio sesaria vi.



Terhadap hati Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan aliran darah pada lobulus sentral hati sampai 25-30%. Faktor-faktor yang lain disamping halotan yang ikut berpengaruh terhadap aliran darah, antara lain aktivitas sistem saraf simpatis, tindakan pembedahan, hipoksia, hiperkarbia dan refleks splangnik. Penurunan aliran darah pada lobulus sentral ini menimbulkan nekrosis sel pada sentral hati yang diduga sebagai penyebab dari “hepatitis post-halothane”. Kejadian ini akan lebih bermanifes, apabila diberikan halotan berulang dalam waktu yang relatif singkat. Kejadian “hepatitis post-halotane”, pertama kali dilaporkan di USA pada tahun 1958, selanjutnya pada tahun 1966 diadakan penelitian



besar-besaran



untuk



membuktikan



laporan



tersebut. Dilakukan evaluasi pada 850.000 kasus pasien yang diberikan



anestesi



halotan.



Ternyata



penelitian



ini



menyangkal anggapan bahwa halotan menimbulkan nekrosis sel hati. Selanjutnya beberapa percobaan laboratorium juga gagal membuktikan efek toksik langsung halotan pada hepar. Jadi sikap yang disepakati pada saat ini adalah bahwa mungkin saja terjadi nekrosis sel hati setelah anestesia dengan halotan, tetapi mekanismenya masih belum jelas. vii.



Terhadap suhu tubuh Induksi dengan halotan akan segera menurunkan suhu sentral tubuh sebesar 1 derajat celcius, tetapi akan meningkatkan suhu permukaan tubuh akibat redistribusi panas tubuh ke permukaan. Selanjutnya pada periode pemeliharaan anestesia, suhu permukaan pun akan turun akibat dilatasi pembuluh darah seehingga terjadi pelepasan panas tubuh.



97



c) Penggunaan Klinik Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, halotan juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, halotan digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N2O secara inhalasi. Untuk mengubah cairan halotan menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus halotan, misalnya fluotec, halomix, copper kettle, dragger dan lain-lainnya. d) Dosis 1.



Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2,0-3,0% bersama-sama N2O.



2.



Untuk



pemeliharaan



dengan



pola



nafas



sponata,



konsentrasinya berkisar anatara 1,0-2,5%, sedangkan untk nafas kendali, berkisar antara 0,5-1,0%. e) Kontra indikasi Penggunaan halotan tidak dianjurkan pada pasien :



f)



1.



Menderita gangguan fungsi hati dan gangguan irama jantung.



2.



Operasi kraniotomi.



Keuntungan Dan Kelemahan Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak intattif terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya relatif cepat, tidak menimbulkan mual muntah dan tidak meledak atau cepat terbakar. Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain. Selain itu juga menimbulkan hipotensi, gangguan irama jantung dan hepatotoksik, serta menimbulkan menggigil pasca anestesia.



2.



Enflurane (2 kloro-1,1,2-trifluoroethyl ether) Enfluran merupakan obat anestesia inhalasi yang termasuk turunan eter. Dikemas dalam bentuk cair, tidak berwarna, tidak iritatif,



98



berbau agak harum, tidak eksplosif, lebih stabil dibandingkan dengan halotan dan induksinya lebih cepat dibandingkan dengan halotan. Pertama kali diperkenalkan oleh Dobkin dkk pada tauhn 1968. a) Efek Farmakologi (1)



Terhadap sistem saraf pusat Pada dosis tinggi menimbulkan “twitching” (tonik-klonik) pada otot muka dan anggota gerak. Hal ini terutama dapat terjadi bila pasien mengalami hipokabnia. Kejadian ini bisa dihindari dengan mengurangi dosis obat dan mencegah terjadinya



hipokabnia.



Obat



ini



tidak



dianjurkan



pemakaiannya pada pasien yang mempunyai riwayat epilepsi walaupun pada penelitian taerbukti bahwa enfluran tidak menimbulkan bangkitan epilepsi. Walaupun menimbulkan vasodilatasi serebral, tetapi pada dosis kecil dapat dipergunakan untuk operasi intrakranial karena



tidak



menimbulkan



peningkatan



tekanan



intrakranial. (2)



Terhadap sistem kardiovaskuler Secara kualitatif efeknya sama dengan halotan. Walaupun enfluran meningkatkan kepekaan otot jantung terhadap katekolamin, tetapi pemakaian adrenalin sangat jarang menimbulkan disritmia. Enfluran menghambat pelepasan katekolamin sehingga konsentrasinya pada plasma rendah, pada saat anestesia dengan enfluran.



(3)



Terhadap sistem respirasi Menimbulkan depresi respirasi sesuai dengan dosis yang diberikan. Volume tidal berkurang tetapi frekuensi nafas hampir tidak berubah. Tidak menimbulkan iritasi pada mukosa jalan nafas sehingga bisa menimbulkan komplikasi batuk, laringospasme dan peningkatan sekresi kelenja jalan nafas tidak terjadi.



99



(4)



Terhadap ginjal Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi glomerolus dan akhirnya menurunkan diuresis. Pemecahan enfluran menghasilkan metabolit fluorida anorganik, tetapi konsentrasi dalam plasma tidka pernah menccapai



konsentrasi



yang



nefrotoksik.



Walaupun



demikian harus berhati-hati menggunakan enfluran pada pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal. (5)



Terhadap otot rangka Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada serebrum, sehingga dengan demikian berpotensisasi dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Walupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot untuk mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai laparotomi.



(6)



Terhadap uterus Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon uterus terhadap oksitosin tetap baik selama dosis enfluran rendah.



(7)



Terhadap hati Dilaporkan bahwa terjadi gangguan fungsi hati yang ringan setelah pemakaian enfluran yang sifatnya reversibel.



b) Biotransformasi Hanya sekitar 2-8% dari dosis yang diberikan mengalami metabolisme di hati, sebagian besar keluar secara utuh lewat respirasi. Rendahnya daya larut dalam lemak menyebabkan pemulihannya sangat cepat asal pasien tidak mengalami depresi nafas. Produk metabolit enfluran berupa fluorida organik dan anorganik. c) Penggunaan Klinik Sama seperti halotan, enfluran digunakan terutama sebagai komponen



hipnotik



dalam



100



pemeliharaan



anestesi



umum.



Disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, sangat baik digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N2O. Untuk mengubah cairan enfluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus enfluran. d) Dosis (1) Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3% bersama-sama dengan N2O. (2) Untuk



pemeliharaan



dengan



pola



nafas



spontan,



konsentrasinya berkisar antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%. e) Kontra Indikasi Hati-hati



pada



gangguan



fungsi



ginjal.



Akhir-akhir



ini



penggunaan enfluran relatif jarang karena efeknya terhadap ginjal dan hati tersebut, seperti telah diuraikan di atas. f)



Keuntungan Dan Kelemahan (1) Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau terbakar. (2) Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain dan bisa menimbulkan hipotensi.



3.



ISOFLURAN Isofluran merupakan halogenasi eter, dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak mengandung zat pengawet, dan relatif tidak ralut dalam darah tapi cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat induksi inhalasi sering



101



menimbulkan batuk dan tahanan nafas. Proses induksi dan pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan dengan sevofluran. a) Efek Farmakologi (1) Terhadap sistem saraf pusat Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan. Isofluran tidak menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh enfluran. Pada dosis anestesi tidak menimbulkan vasodilatasi dan perubahan sirkulasi serebrum serta mekanisme autoregulasi aliran darah otak tetap stabil. Kelebihan lain yang dimiliki oleh isofluran adalah penurunan konsumsi oksigen otak. Sehingga dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk anestesi pada kraniotomi, karena tidak berperngaruh pada tekanan intrakranial, mempunyai efek proteksi serebral dan efek metaboliknya yang menguntungkan pada tekhnik hipotensi kendali. (2) Terhadap sistem kardiovaskuler Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan dibanding dengan obat anesetesi volatil yang lain. Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama anestesi. Dengan demikian isofluran merupakan obat pilihan untuk obat anestesi pasien yang menderita kelainan kardiovaskuler. (3) Terhadap sistem respirasi Seperti halnya obat anestesi inhalasi yang lain, isofluran juga menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya sebanding dengan dosis yang diberikan. (4) Terhadap otot rangka Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik pada serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi.



102



Walaupun demikian, masih diperlukan obat pelumpuh otot untuk mendapatkan keadaan relaksasi otot yang optimal terutama pada operasai laparatomi. (5) Terhadap ginjal Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju fitrasi glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam batas normal. (6) Terhadap hati Isofluran tidak menimbulkan perubahan fungsi hati. Sampai saat ini belum ada laporan hasil penelitian yang menyatakan bahwa isofluran hepatotoksik. b) Biotransformasi Hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya 0,2% dimetabolisme di dalam tubuh. Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak cukup untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal. c) Penggunaan Klinik Sama seperti halotan dan enfluren, isofluren digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesi umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek analgetik ringan dan relaksasi ringan. Untuk mengubah cairan isofluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus isofluran. d) Dosis 



Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-3% bersama-sama dengan N2O.







Untuk



pemeliharaan



dengan



pola



nafas



spontan



konsentrasinya berkisar antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.



103



e) Kontra Indikasi Tidak ada kontra indikasi yang unik. Hati-hati pada hipovolemik berat. f)



Keuntungan Dan Kelemahan (1) Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosa jalan nafas, pemulihannya lebih cepat dari halotan, tidak menimbulkan mual muntah, dan tidak menimbulkan menggigil serta tidak mudah meledak atau terbakar. Penilaian terhadap pemakaian isofluran saat ini adalah bahwa isofluran tidak menimbulkan guncangan terhadap fungsi kardiovskuler, tidak megubah sensitivitas otot jantung terhadap katekolamin, sangat sedikit yang mengalami pemecahan dalam tubuh dan tidak menimbulkan efek eksitasi SSP. (2) Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang, sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain.



4.



Sevoflurane Sevofluran merupakan halogenasi eter, hasil dari fluorisasi isopropil metil eter dengan nama kimia 1-1-1-3-3-3-hexa fluoro 2propil



fluoro-metil-eter



atau



fluorometil



2-2-2



trifluoro-1-



(trifluorometil) eter-eter dan memilki berat molekul 200,053. Sevofluran dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau, stabil di tempat biasa (tidak perlu tempat gelam), dan tidak terlihat adanya degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas. Obat ini tidak bersifat iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi inhalasi. Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini. Sevofluran dapat dirusak oleh kapur soda tetapi belum ada laporan yang membahayakan.



104



a) Efek Farmakologi (1) Terhadap sistem saraf pusat Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah otak sedikit meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan intrakranial. Laju metabolisme otak menurun cukup bermakna sama dengan isofluran. Tidak pernah dilaporkan kejadian kejang akibat sevofluran. (2) Terhadap sistem kardiovaskuler Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Nilai mabang arimogenik epinefrin terhadap sevofluran terletak antara isofluran dan enfluran. Tahanan vaskuler dan curah jantung sedikit menurun, sehingga tekanan darah sedikit menurun. Pada 1,2-2 MAC sevofluran menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik kira-kira 20% dan tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%. Curah jantung akan menurun 20% pada pemakaian sevofluran lebih dari 2 MAC. Diabndingkan dengan isofluran, sevofluran menyebabkan penurunan tekanan darah lebih sedikit. Sevofluran tidak atau sedikit meyebabkan perubahan pada aliran darah koroner. Dilatasi arresi koroner yang terjadi akibat sevofluran



lebih



kecil



dibanding



isofluran



dan



tidak



menimbulkan efek coronary steal, sehingga sevofluran aman dipakai untuk penderita penyakit jantung koroner atau yang mempunyai resiko penyakit jantung iskemik, tetapi penelitian pada orang tua di atas 60 tahun, disebutkan bahawa sebaiknya berhati-hati dlaam memberikan sevofluran konsentrasi tinggi (8%) pada penderita hipertensi dan riwayat penyakit jantung 9penyakit jantung koroner dan iskemik). Sevofluran menyebabkan penurunan laju jantung. Mekanisme ini belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh karenna penurunan



aktifitas



parasimpatis.



simpatis



tanpa



Penelitian-penelitian



105



perubahan menyebutkan



aktifitas bahwa



penurunan laju jantung tidak sampai menyebabkan bradikardi, tetapi kejadian bradikardi pernah dilaporkan pada bayi. (3) Terhadap sistem respirasi Seperti halnya dengan obat anestesi inhalasi yang lain sevofluran juga menimbulkan depresi pernapasan yang derajatnya sebanding dengan dosis yang diberikan sehingga volume tidal akan menurun, tapi frekuensi nafas sedikit meningkat. Pada manusia, 1,1 MAC sevofluran menyebabkan tingkat depresi pernafasan hampir sama dengan halotan dan pada 1,4 MAC tingkat depresinya lebih dalam daripada halotan. Sevofluran menyebabkan relaksasi otot polos bronkus, tetapi tidak sebaik halotan. (4) Terhadap otot rangka Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan isofluran. Relaksasi otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam denga sevofluran. Proses induksi, laringoskopi dan intubasi dapat dikerjakan tanpa bantuan obat pelemas otot. (5) Terhadap hepar dan ginjal Tidak ada laporan tentang hepatotoksisitas klinis pada manusia setelah penggunaan sevofluran oleh lebih dari dua jua orang sejak tahun 1988. Sevofluran menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan dengan enfluran dan halotan. Ada beberapa bukti, sevofluran menurunkan aliran darah ke ginjal dan meningkatkan konsentrasi fluoride plasma, tetapi tidak ada bukti hal ini menyebabkan gangguan fungsi ginjal pada manusia. (6) Terhadap uterus Kontraksi uterus spontan dapat dipertahankan dengan baik dan kehilangan darah minimal. Tidak terjadi efek buruk pada bayi dan ibu. Penelitian Sharma dkk, menunjukkan bahwa efek



106



terhadap bayi, perubahan hemodinamik ibu dan efek samping pasca bedah adalah sebanding antara sevofluran dan isofluran. b) Biotransformasi Hampir seluruhnya dikeluarkan untuk melalui udara ekspirasi, hanya



sebagian



kecil



2-3%



dimetabolisme



dalam



tubuh.



Konsentrasi metabolitnya sangat rendah, tidak cukup untuk menimbulkan gangguan fungsi ginjal. c) Eleminasi Eleminasi sevofluran oleh paru-paru kurang cepat dibanding desfluran, tetapi masih lebih cepat dibanding isofluran,enfluran, dan



halotan.



Sevofluran



mengalami



metabolisme



di



hati



(defluoronisasi) kurang dari 5%, membentuk senyawa fluorine, kemudian oleh enzim glucuronyl tansferase diubah menjadi fluoride inorganik dan fluoride organik (hexafluoro isopropanol), dan dapat dideteksi dalamdarah serta uruin. Hexafluoro isopropanol akan



terkonjugasi



menjadi



produk



tidak



aktif,



kemudian



diekskresikan lewat urin. Tidak ada pengaruh nyata pada fungsi ginjal dan tidak bersifat nefrotoksik. d) Penggunaan Klinik Sama seperti agen volatil lainnya, sevofluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, juga mempunyai efek analgetik rignan dan relaksasi otot ringan. Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, sangat baik digunakan untuk induksi. Untuk mengubah cairan sevofluran menjadi uap, diperlukan alat penguap (vaporizer) khusus sevofluran. e) Dosis (1)



Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0% bersama-sama dengan N2O.



107



(2)



Untuk



pemeliharaan



dengan



pola



nafas



spontan,



konsentrasinya berkisar antara 2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%. f) Kontra Indikasi Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”, hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial. g) Keunggulan Dan Kelemahan (1) Keuntungannya adalah induksi cepat dan lancar, tidak iritatif terhadap mukosajalan nafas, pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan agen volatil lain. (2) Kelemahannya adalah batas keamanan sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain. 5.



Desflurane Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya sama dengan isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengan agen volatil yang lain. Memerlukan alat penguap khusus (TEC-6) dengan saran elektrik tidak seperti agen yang lain. a)



Efek Farmakologi Efek klinisnya hampir sama dengan isofluran. Hanya efeknya terhadap respirasi dapat menimbulkan rangsangan jalan nafas sehingga



tidak



dapat



digunakan



untuk



induksi.



Bersifat



simpatomimetik sehingga mengakibatkan takikardi, akan tetapi tidak bermakna dalam meningkatkan tekanan darah. Efek terhadap hepar dan ginjal sama dengan sevofluran. b) Biotransformasi Hampir seluruhnya dikeluarkan melalui udara ekspirasi, hanya < 0,1% dimetabolisme oleh tubuh. c) Penggunaan Klinik



108



Sama seperti agen volatil lainnya, desfluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam pemeliharaan anestesia umum. Disamping efek hipnotik, desfluran juga mempunyai efek analgetik yang ringan dan relaksasi otot ringan. d) Dosis 1.



Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan



2.



Untuk pemeliharaan tergantung dengan racikan obat yang lain dan disesuaikan dengan kebutuhan.



e) Kontra Indikasi Hati-hati pada pasien yang sensitif terhadap “drug induced hyperthermia”, hipovolemik berat dan hipertensi intrakranial. f)



Keuntungan Dan Kelemahan (1) Keuntungannya hampir sama dengan isofluran. (2) Kelemahannya adalah batas keamanannya sempit (mudah terjadi kelebihan dosis), analgesia dan relaksasinya kurang sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain. MAC (Daya



GAS



larut dalam



Daya Vapor



pressure lemak/ darah



darah



Sevofluran



larut



Efek pada CI (1 MAC)



% Meta



HR



SVR



bolis



(1MAC)



(1MAC)



Menurun



Menurun



me



2,0 (0,65)



160



48



Menurun



1,5 (1,7)



240



45



Menurun



0-0,2 meningkat Menurun



Desfluran 6,0 (0,42)



669



27



Menurun



0-0,2 meningkat Menurun



Halothane 0,75 (2,5)



244



60



Menurun



15-40 Tidak ada



Isofluran



5-8



Tabel 2.10. Gas Inhalasi CI ( Cardiac index ) : HR (Heart rate) = kecepatan denyut jantung



109



Tidak berubah



MAC (Mean Alveolar concentration) = konsentrasi alveolar rata-rata SVR (Systemic vascular resistance) ; VP (Vapor pressure) : tekanan uapPenderita kanker payudara sebaiknya setelah mendapat pengobatan konvensiobnal seperti pembedahan, penyinaran, kemoterapi sebaiknya dilakukan rehabolitasi fisik untuk mencegah timbulnya komplikasi akibat treatment tersebut. Rehabilitasi psikis juga diperlukan untuk mendorong semangat hidup yang lebih baik. 2.3 ASUHAN KEPERAWATAN 2.3.1 PENGKAJIAN  Biodata Meliputi: Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, bangsa, status pernikahan, agama, pekerjaan, diagnosa medis, No



register, tanggal



masuk, tanggal pengkajian  Keluhan Utama: Keluhan utama yang berhubungan dengan ganngguan kebutuhan dasar manusia meliputi: nutrisi, eliminasi, oksigenasi, elektrolit, cairan, istirahat tidur,aktivitas, nyeri, personal hygiene  Riwayat Kesehatan 1. Riwayat Kesehatan Sekarang yaitu kondisi saat dikaji dan keluhan lain yang menyertai 2. Riwayat Kesehatan Lalu kecelakaan yang pernah dialami, prosedur operasi dan perawatan rumah sakit, allergi (makanan, obat-obatan) 3. Riwayat Kesehatan Keluarga Penyakit keturunan atau menular  Pola Fungsi Kesehatan a. Pola Persepsi Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan



b. Pola Nutrisi dan Metabolisme



110



Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, kesulitan menelan, kebutuhan jumlah gizi, c. Pola Eliminasi (BAB & BAK) Menjelaskan fungsi eksresi, kandung kemih, ada tidaknya masalah defikasi, masalah miksi, penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik feses dan urin, pola input cairan, ada tidaknya infeksi saluran kemih d. Pola Istirahat Tidur Menggambarkan pola tidur, istirahat dan relaksasi, jumlah tidur pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat e. Pola Aktivitas dan Olah Raga Menggambarkan pola latihan, aktivitas, waktu luang dan rekreasi f. Pola Kognitif dan Persepsi Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola sensoris meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, pembauan dan kompensasinya terhadap tubuh. Sedangakan pola kognitif yaitu mengandung kemampuan daya ingat klien terhadap peristiwa yang terjadi dan kemampuan orientasi terhadap nama, tempat dan waktu g. Pola Konsep Diri Menggambarkan terhadap diri sendiri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas, dan ide diri sendiri h. Pola Peran dan Hubungan Menggambarkan hubungan dan peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal i. Pola Seksualitas Menggambarkan kepuasan yang dirasakan dengan seksualitas dampak sakit terhadap seksualitas j. Pola Pertahanan diri Menggambarkan kemampuan untuk menangani stressdan penggunaan sistem pendukung penggunaan obatuntuk menangani stress, interaksi,



111



dengan orang terdekat, menangis kontak mata, metode kping yang biasa digunakan, efek penyakit terhadap tingkat stress  Pemeriksaan Fisik a. Penampilan umum kilen -



Ekspresi wajah



-



Tinggi badan



-



Berat badan



b. Tanda-tanda vital -



Tekanan darah (normal/tidak)



-



Nadi (teratur, tidak teratur, kuat/lemah)



-



Pernafasan (cheyne stoke/kusmaul/biots)



-



Suhu (axila, rectal, oral)



c. Sistem Pernafasan -



Hidung: kesimetrisan, pernafasan cuping hidung, adanya sekret atau polip



-



Leher: pembesaran kelenjar, tumor, trakeostomi



-



Dada: bentuk dada (normal, barrel, pigeon chest), gerakan dada (kiri dan kanan, apakah ada retraksi), suara nafas tambahan



-



Apakah ada clubbing finger



d. Sistem Cardiovaskuler -



Conjungtiva mata (merah muda, merah, pucat)



-



Bibir pucat, cyanosis



-



Suara jantung (mitral, tricuspidalis, suara 1, suara 2, bising aorta, murmur, gallop)



-



Capillary Retilling Time



-



Edema tidak ada, anasarka, palpebra, ekstrimitas atas, ekstrimitas bawah



e. Sistem Pencernaan -



Bibir (lembab, kering, pecah2, laboi skizis)



-



Mulut (stomatitis, jumlah gigi, kemampuan menelan, gerak lidak)



-



Abdomen (ada/tidaknya massa, simetris/tidak, bising usus, nyeri tekan, acites



112



-



Kemapuan BAB ( ada masalah atau tidak, feses ber darah, melena, diare, konstipasi, wasir, kolostomi)



f. Sistem Indra -



Mata Sklera (putih, icterus, merah, perdarahan) Kelopak mata, bulu mata, alis Visus (gunakan snellen card) Lapang pandang



-



Hidung Penciuman, perih dihidung, trauma, mimisen Sekret yang menghalang penciuman Fungsi penciuman



-



Telinga Keadaan daun telinga, kanal auditorius, memberan tympani, fungsi pendengaran



g. Sistem Saraf -



Kesadaran (kompos metis, sopor, apatis, koma, samnolent, gelisah)



-



GCS (mata, bicara, motorik)



-



Iritasi meningeal (kaku kuduk, lasaque sign, kernig sign, brudzinski sign)



-



Pupil mata (isokor/anisokor, miosis/medriasis)



h. Sistem Muskuloskeletal -



Bentuk kepala



-



Tulang belakang (normal, skoliosis, lordosis, kiphosis)



-



Ekstrimitas atas (tidak ada kelainan, patah tulang, peradangan, gerak sensi terbatas)



-



Ekstrimitas bawah (tidak ada kelainan, patah tulang, peradangan, gerak sensi terbatas)



-



Kemampuan gerak (parase, paralise, hemiparase)



i. Sistem Integumen -



Rambut (textur, kelembaban, kebersihn)



113



-



Kulit ( perubahan warna, temperatur, kelembaban, bulu kulit, erupsi, perlukaan)



-



Kuku (warna, permukaan kuku, mudah patah, kebersihan)



j. Sistem Perkemihan -



Produksi urin, frekuensi berkemih, warna, bau,



-



Kemampuan berkemih (tidak ada masalah, oliguri, poliuri, disuria, menetes, retensiuri, hematuri, memakai kateter, cystostomi)



k. Sistem Reproduksi -



Wanita: Payudara (putting, areola mammae, besar, perbandingan kiri dan kanan) Labio mayora dan minora



-



Laki-laki Keadaan gland penis, testis, pertumbuhan rambut, pertumbuhan jakun, perubahan suara



Fase preoperatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi dan diakhiri ketika pasien dikirim ke kamar operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian dasar pasien. Wawancara praoperatif dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan dalam pembedahan a.Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, berat badan, alamat b.Anamnesa: keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga c. Pemeriksaan Fisik B1 ( Breath ) Air Way: Jalan nafas bebas, nafas spontan, gerak leher bebas, buka mulut 3 jari, jarak mentohyoid 3 jari, jarak hyothiroid 2 jari, leher tidak pendek, malampathy normal 1, tidak ada gigi palsu, tidak ada gigi goyang, ventilasi tidak sulit Breathing: Spontan respitarasi, RR normal (16-20x/menit),



114



rhonci-/-, wheezing-/- tidak ada pernafasan cuping hidung, saturasi O2 normal (98-100%) B2 ( Blood ) : TD normal (sistol 100 – 140mmhg dan diastol 70-90mmhg), nadi normal (60 – 80x/menit), suhu normal, perfusi hangat, kering, merah, CRT < 2 detik B3 ( Brain)



: keadaan umum, GCS 456, pupil normal 3/3, reflek cahaya +/+



B4 ( Bladder ) : BAK spontan atau pakai kateter, warna urin, jumlah urin B5 ( Bowel ) : abdomen supel atau distendit, massa ada atau tidak, bising usus normal atau tidak B6 ( Bone )



: edema -/-



2.3.2 PERENCANAAN A. Status Anastesi 1) Pre Operatif a. Informed consent b. Dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik tekanan darah, nadi, RR, berat badan c. Pasien disiapkan besok d. pasien dipuasakan e. Infus kristaloid sejak puasa (surflo 18, blood set, three way panjang), f. persiapan darah kalau perlu g. Pemeriksaan Laboratorium dan penunjang lainnya h. Berdoa i. Kesimpulan evaluasi pra bedah * Penentuan ASA dengan ada penyulit atau tidak j. Rencana Tindakan Anastesi 2) Durante Operatif 1. Persiapan klien a. Informed Concent b. Memasang monitor, (EKG, Tensi, RR, Nadi, SpO2) c. Pastikan IV line terfiksasi dengan baik dan infus berjalan dengan lancar



115



Persiapan Alat a. Alat untuk General Anastesi : a) Mesin anastesi yang siap pakai b) Bag Valve Mask c) Bag and mask + selang O2 dan sumber O2 d) Chateter suction dan mesin suction pastikan berfungsi baik e) Xyllocain spray f) ETT laki No 7, 7,5, 8 dan wanita No 6,5. 7. 7,5 g) Stilet h) Magyll Forceps i) Laryngoscope lengkap dengan blade sesuai ukuran dan pastikan lampu menyala dengan terang. j) Oropharingeal tube k) Stetoskop l) pericordial m) Spuit 20cc n) Plester untuk fixasi ETT o) Bantal Intubasi, donat Penatalaksanaan Anastesi a. Premedikasi



:Obat Premedikasi SA 0.25 mg Midazolam 2.5 mg Morfin 5 mg



b. Jenis Anestesi



: General Anestesi



d. Jam Intubasi



:



 Tehnik intubasi : Oral sleep apneu  Tehnik Induksi : IV  Laringoskop : sesuai ukuran  ETT : Kink/Non Kink, No, Cuff (+), tampon (+)  Obat Induksi : * Midazolam 1 mg/cc * Fentanyl 50 mcg/cc * Propofol 10 mg/cc



116



* Atracurium 10 mg/cc * Rocuronium 10 mg/cc  Penatalaksanaan : 



Sebelum induksi, bentuk rahang dan kondisi gigi (gigi palsu atau gigi goyang)







Berikan bantal kecil di bawah kepala







Oksigenasi







Masukkan obat induksi (IV) yang dilanjutkan dengan penyuntikan obat relaksan







Ventilasi dengan oksigen murni selama 5 menit







Kepala dibuat extensi dan leher flexi







Laringoskop dimasukkan menyusuri tepi kanan rongga mulut dan tepi lidah, serta menahan lidah supaya tidak mengganggu pandangan







Ujung blade ditempatkan didepan epiglotis dan epiglotis diangkat ke atas, sehingga akan tampak permukaan laring dan plika.







Pipa endotrakea dimasukkan mengikuti permukaan kurve blade laringoskop







Ujung endotrakeal melewati laryng sampai ujung pipa dan cuff berada dibawah laring dan diatas carina







Cuff dikembangkan secukupnya sampai tidak ada suara kebocoran







Auskultasi







Fiksasi



d. Inhalasi



: Isoflurane 1,2 %



e. Ventilasi



: Circuit, O2 : 3 lpm



g. Kondisi Hemodinamik pasien durante operasi h. Cairan masuk durante operasi : *Cairan kristaloid atau koloid



117



i. Cairan keluar durante operasi : * Darah atau Urin



2.3.3 PELAKSANAAN/IMPLEMENTASI Berdasakan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan pada klien Ca Mammae ( D ) dengan tindakan Medified Radical Mastectomy (MRM) dengan general anastesi yang muncul di ambil pada saat anamnesa. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pre Operatif Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan 2. Durante Operasi Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan 3. Post Operasi Resiko terjadi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan post ekstubasi



2.3.4 EVALUASI Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung (formatif) menilai dari respons klien beberapa jam atau beberapa waktu setelah tindakan (sumatif). Disamping itu evaluasi juga sebagai alat ukur suatu tujuan yang mempunyai kriteria tertentu yang membuktikan apakah tujuan tercapai, tidak tercapai atau tercapai sebagian.



118



BAB III TINJAUAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN



Klien Ny. M, dengan Ca Mammae (D) tindakan MRM (Modified Radical Mastectomy) dengan Genearal Anestesi Ruangan/kamar



: GBPT lt 4 / 406



No. Register



: 12.16.80.63



Tanggal MRS



: 14 Mei 2017



Tanggal Pengkajian



: 16 Mei 2017 jam 07 .00 WIB



Diagnosa Medis



: Ca Mammae (D)



Tindakan Operasi



: Modified Radical Mastectomy (MRM)



3.1 PENGKAJIAN 3.1.1 Identitas Klien Nama



: NY. M



Umur



: 62 Tahun



Jenis Kelamin



: Perempuan



Status



: Menikah



Suku



: Jawa



Agama



: Islam



Berat Badan



: 70 kg



Tinggi Badan



: 159 cm



Alamat



: Ploso Timur 3B/65 Surabaya Jawa Timur



3.1.2 Anamnesa 1.



Keluhan Utama



:



Terdapat benjolan dan nyeri pada Mammae sebelah kanan 2.



Riwayat Penyakit Sekarang : Klien rujukan dari Poli Bedah Tumor RS.dr Soetomo dengan diagnosa Ca Mammae. Mengeluh badan lemah sejak 1 minggu saat MRS makan sedikit minum malas, ada benjolan pada payudara kanan sebesar 2x2 cm.



119



3.



Riwayat Penyakit Dahulu : Klien mengeluh muncul benjolan sebesar kancing baju sejak 1 thn yang telur ayam. Lalu berobat dan klien sudah diberikan kemoterapi 4 kali pada klien ditemukan efek samping kemoterapi berupa rambut rontok, kulit kehitaman (hiper pigmentasi kulit) dan benjolan mengecil saat klien di kaji ukuran 2x2 cm



4.



Riwayat Penyakit Keluarga : Di dalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai penyakit menular, maupun menahun, dan tidak ada yang menderita penyakit yang sama



5. Pola Fungsi Kesehatan a.



Pola Persepsi Sakit yang diderita klien saat ini merupakan cobaan dari Allah SWT



b. Pola Nutrisi dan Metabolisme Saat sakit makan mau tapi porsi sedikit, minim sedikit, tidak ada kesulitan menelan c. Pola Eliminasi (BAB & BAK) Saat sakit klien tidak ada masalah BAK lancar, tidak nyeri, tidak pakai kateter, BAB juga tidak ada masalah rutin tiap pagi, d. Pola Istirahat Tidur Saat sakit tidur siang dan malam klien merasa terganggu dengan adanya nyeri dan sulit merubah posisi karena adanya benjolan di salah satu mammae e. Pola Aktivitas dan Olah Raga Saat sakit klien tidak bisa beraktivitas seperti saat dirumah merawat cucu f. Pola Kognitif dan Persepsi Klien mampu melihat, mendengar dan merasakan dengan baik termasuk orientasi terhadap nama, waktu dan tempat g. Pola Konsep Diri Klien merasa malu gambaran diri, harga diri rendah saat setelah tindakan operasi pengangkatan payudara



120



h. Pola Peran dan Hubungan Peran



sebagai



istri/ibu



merasa



terganggu,



hubungan



dengan



masyarakat mulai ada perubahan jarang berkumpul merasa malu dengan keadaan tubuhnya i. Pola Seksualitas Saat sakit klien tidak begitu banyak memikirkan masalah hubungan seksualitas karena klien banyak fokus memikirkan keadaan penyakit yang di deritanya j. Pola Pertahanan diri Selama menderita sakit klien mekanisme koping yang digunakan hanya diam dan memendam sendiri apa yang dirasakan 3.1.3



Pemeriksaan Fisik



1. Penampilan Umum Klien tampak menahan rasa sakit 2. B1 (Breath) / Sistem Pernafasan Air way



: Jalan nafas bebas, nafas spontan, sulit ventilasi (-)



Breathing



:SR, RR 18x/menit, rhonci -/-, wheezing -/-, SpO2 99%



dengan Oksigen 21% Mulut: buka mulut 3 jari, jarak mentohyoid 3 jari, jarak hyothiroid 2 jari, malampathy 1, tidak ada gigi goyang, gigi palsu (-) Hidung: tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak adanya sekret atau polip Leher: gerak leher bebas, leher pendek (-), tidak ada pembesaran kelenjar, traceostomy (-) Dada: bentuk barrel(-), pigeon chest(-), gerakan dada tidak ada retraksi kanan dan kiri, suara nafas tambahan(-) 3. B2 (Blood) / Sistem Cardiovaskuler Suara jantung vesikuler kanan dan kiri, suara 1 dan 2 sama, murmur (-) gallop (-) Tekanan darah 120/70 mmhg, Nadi 85 x/menit, Suhu 36 C, CRT 140 atau Tekan darah diastol < 60 mmHg Nadi > 100 atau Nadi < 60 x/menit RR > 20 atau RR < 10 x/menit Suhu > 38 atau Suhu < 36 0  Terapi : Ranitidin 2 x 50 mg IV (1 hari) Ketorolac 3 x 30mg IV (2 hari) Metocloperamide 3 x 10 mg IV (1 hari) Morfin pump ( 2 amp dalam 50 ml PZ 0,9% ) jalan 3 ml/jam



3.1.6 CATATAN PERKEMBANGAN



128



TANGGAL



JAM



16-05-2017



07:00



CATATAN PERKEMBANGAN Melakukan



komunikasi



terapeutik



dengan



memperkenalkan diri dan menanyakan identitas pasien --à pasien kooperatif 07:05



Menanyakan pada pasien keluhan yang dirasakan saat ini -à pasien menceritakan bahwa saat ini sedang takut, sampai semalam tidak bisa tidur nyenyak. Menenangkan pasien dan menganjurkan pasien



07: 10



untuk berdoa -à Pasien kooperatif dan tampak sedikit tenang selama diajak komunikasi Mengobservasi TTV -à TD = 120/80 mmHg, N = 92



07:15



x/mnt, RR = 18 – 20x/mnt, Saturasi O2 99 % Melakukan kolaborasi dengan dokter anasthesi untuk



07:15



pemberian obat premedikasi SA 0,25 mg,Midazolam 2,5 mg --à Obat sudah di berikan. Mengobservasi



07:20



reaksi



dari



pemberian



obat



premedikasi -à Pasien tampak tenang, raut wajah tidak



tegang,



pasien



mengatakan



sedikit



mengantuk,tak ada tanda – tanda reaksi alergi, dan tak ada tanda obstruksi jalan napas Menyiapkan pasien untuk memasuki kamar operasi 07:30



406 --à Pasien siap operasi Memindahkan pasien di meja operasi, memberikan



16-05-2017



07:45



posisi yang nyaman



129



Memasang monitor TTV -à TD 118/80, N 92 x/mnt, 07:50



Sat O2 99% Memastikan IV line menetes dengan lancar



07:55 Mempersiapkan alat-alat intubasi beserta obat-obat 08:00



anestesi. Kolaborasi pemberian antibiotik (cefazoline 2 gr IV )



08:05 Memulai induksi 08:10



-pre oksigenasi O2 100% 10 Lpm Induksi dengan:



08:15



- Midazolam 2mg, Fentanyl 100 mcg, - propofol 70+70 mg, rokuronium 50 mg/iv Memberikan ventilasi dengan O2 10 lpm -à ventilasi



08:20



dapat dilakukan dengan benar, gerak dada bergerak simetris, pasien apnue, TD 120/70, N 92x/mnt,Sat O2 99 % . Melakukan intubasi dengan ETT no 7, cuff +, batas



08:25



bibir 21 cm, suara napas kanan dan kiri sama Memberikan inhalasi isopluran 1,2% dengan O2



08:30



3 lpm



Melakukan controled ventilasi dengan frekuensi 16-05-2017



08:35



respirasi 16 x/mnt



130



Operasi dimulai -à posisi pasien supine, sudah di 08:40



pasang pengaman Mengobservasi perdarahan -à perdarahan minimal,



08:45



TD turun 88/45 mmHg, N 110x/mnt Melakukan kolaborasi dengan dokter anasthesi untuk



08:50



pemberikan injeksi Ephedrin 10 mg/iv -à TD 100/64 mmHg, N 92x/mnt, perfusi hangat, kering, merah. Operator mulai jahit



09:20



Melakukan



kolaborasi



dengan



dokter



untuk



pemberian obat analgetik, anti emetik, dan antasida 09:45



--à obat sudah di berikan, tak ada reaksi alergi Bagging manual sambil mencari napas spontan pasien -à TTV dalam batas normal, Sat O2 100 %,



09:55



belum ada napas spontan Operasi selesai



10:05



Bagging manual sambil mencari napas spontan pasien -à TTV dalam batas normal, Sat O2 99 %,



10:10



pasien mulai napas spontan tapi masih tidak adekuat



Mengobservasi -à TD 122/86, N 100 x/mnt, Sat O2 100 %, napas spontan adekuat, UT 550 cc 16-05-2017



10:15



131



Melakukan suction ETT -à Sekret + mukoid, suara napas bersih, ronchi -/-, whezing - Membangunkan 10:20



pasien -à pasien terbangun, sedikit berontak Membantu dokter anasthesi melakukan ekstubasi dan melakukan sution mulut -à sudah ekstubasi, pasien



10:30



kooperatif, bisa menelan ludah Memberikan O2 masker 6 lpm -àAirway bebas, napas spontan adekuat, TTV dalam batas normal, Sat O2 100 % Memindahkan pasien ke ruang RR -à Pasien masih mengantuk tapi mudah di bangunkan, airway bebas,



10:40



tak ada tanda – tanda sianosis dan obstruksi jalan napas, nyeri terkontrol, tak mual, tak muntah, perfusi hangat, kering, merah.



3.1.7



DIAGNOSA KEPERAWATAN



1. Pre Operasi Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan



132



2. Durante Operasi Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan 3. Post Operasi Resiko terjadi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan post ekstubasi



133



3.2 INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI Tanggal 16-5-2017 Jam 07.00



DIAGNOSA



ANALISA DATA



Pre Operasi: 1. Cemas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan



DS: klien mengatakan sering bertanya tentang prosedur tindakan pembedahan DO: - wajah tampak pucat - Tampak cemas - Klien tampak gelisah - Tensi 116/73 mmhg - Nadi 84 x/menit - SpO2 99% - RR 20 x/menit Problem: Cemas



KRITERIA HASIL Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan keperawatan anestesi diharapkan cemas dapat teratasi .



PERENCANAAN



IMPLEMENTASI



1. Jelaskan pada klien tentang prosedur tindakan pembedahan



1. Menjelaskan pada klien tentang prosedur tindakan pembedahan



2. Kaji tingkat kecemasan klien dengan melakukan komunikasi terapeutik



2. Mengkaji tingkat kecemasan klien dengan melakukan komunikasi terapeutik



Kriteria hasil: -Klien mengerti tentang prosedur tindakan pembedahan



- Klien tampak tenang



- Klien tampak tidak Etiologi: cemas Pengetahuan kurang tentang prosedur dari tindakan operasi -Observasi tanda-tanda vital. Tensi 120/80 Mmhg Stressor meningkat Nadi 86 x / menit SpO2 100 % Rr 15x/menit Cemas



134



3. Anjurkan klien untuk rilek dalam menghadapi proses pembedahan 4. Observasi tanda-tanda (tensi, nadi, RR)



3. Menganjurkan klien untuk rilek dalam menghadapi proses pembedahan



vital



5. Kolaborasi dengan dokter anastesi untuk pemberian obat premedikasi (midazolam 2,5 mg, morpin 5 mg, SA 0,25 mg)



4. Mengobservasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, RR) 5. Mengkolaborasikan dengan dokter anastesi untuk pemberian obat premedikasi (midazolam 2,5 mg, morpin 5 mg, SA 0,25 mg)



Tanggal 16-05-2017 Jam 08:45



DIAGNOSA



ANALISA DATA



Durante Op DS: 1.Resiko terjadi DO: perdarahan - Adanya tanda-tanda syok berhubungan - Perfusi dingin, pucat dengan tindakan - Kulit berkeringat pembedahan - Hb turun lebih dari 30% - Tanda-tanda vital - Tensi 120/70 mmhg - Nadi 86 x/menit - SpO2 99% - RR 16 x/menit Problem : perdarahan Etiologi Ca mammae Tindakan pembedahan Terbukanyapembuluh darah Perdarahan



KRITERIA HASIL Tujuan :



PERENCANAAN



IMPLEMENTASI



1. Kaji tanda-tanda syok, perfusi, turgor, Hb



1. Mengkaji tanda-tanda perfusi, turgor, Hb



2. Beri cairan kristaloid atau koloid sesuai program dokter



2. Memberikan cairan kristaloid atau koloid sesuai program dokter



-Tidak ada tanda-tanda syok



3. Kaji output dan input cairan



3. Mengkaji cairan



- Perfusi hangat



4. Komunikasi dengan dokter bedah/operator untuk berhatihati dan segera memblok pembulu darah jika ada perdarahan



4. Mengkomunikasikan dengan dokter bedah/operator untuk berhati-hati dan segera memblok pembulu darah jika ada perdarahan



5. Kaji tanda-tanda vital tensi, nadi, RR



5. Mengkaji tanda-tanda tensi, nadi, RR



Perdarahan teratasi



dapat



Kriteria Hasil:



- Tidak pucat - Kulit kering - Hb



normal dari 10%



kurang



-Observasi tanda-tanda vital: Tensi 120/80 Mmhg Nadi 86 x / menit SpO2 100 % Rr 15x/menit



135



syok,



output



dan



input



vital



Tanggal 16-5-2017 Jam 10:00



DIAGNOSA



ANALISA DATA



Post Operasi: DS: Resiko terjadi DO: obstruksi jalan - pasien belum sadar baik nafas berhubungan - Dada mengembang dengan post simetris kanan dan kiri ekstubasi - Tidak adanya sianosis - Adanya sekret Tensi 122/72 Mmhg Nadi 86 x / menit SpO2 99% Rr 15x/menit Problem Jalan nafas Etiologi Pasien belum sadar



Pangkal lidah jatuh



KRITERIA HASIL Tujuan :



PERENCANAAN



IMPLEMENTASI



1.Jaga jalan nafas tetap bersih dengan memasang oroparingeal



1. Menjaga jalan nafas tetap bersih dengan memasang oroparingeal



Bila terjadi obstruksi jalan nafas dapat dievaluasi sedini 2.Auskultasi suara nafas 1 dan 2 mungkin kanan dan kiri Kriteria hasil:



- Frekuensi



dan kedalaman nafas normal (dada terangkat simetris)



- Suara nafas tambahan tidak ada -Observasi tanda-tanda vital. Tensi 120/80 Mmhg Nadi 86 x / menit SpO2 100 % Rr 15x/menit



Resiko terjadi obstruksi Jalan nafas



136



3.Monitor tanda tanda vital (tensi, nadi, RR, SpO2)



2. Mengauskultasi suara nafas 1 dan 2 kanan dan kiri 3. Memonitor tanda tanda vital (tensi, nadi, RR, SpO2)



3.3 EVALUASI TANGGAL 16-5-2017



Jam 07:00



DIAGNOSA EVALUASI Pre Operasi S: klien mengatakan mengerti tentang prosedur tindakan 1. Cemas berhubungan dengan prosedur pembedahan tindakan pembedahan O: - Klien tampak tenang - Klien tampak tidak gelisah - Tensi 116/73 mmhg - Nadi 84 x/menit - SpO2 99% - RR 20 x/menit A: Masalah terasi P: Intervensi dilanjutkan dan dipertahankan



16-5-2017 Jam 08:45



Durante S: 1. Resiko terjadi perdarahan berhubungan O: dengan tindakan pembedahan - Tidak ada tanda-tanda syok - Perfusi hangat - Tidak pucat - Kulit kering - Hb normal kurang dari 10% - Tanda-tanda vital - Tensi 120/70 mmhg - Nadi 86 x/menit - SpO2 99% - RR 16 x/menit



137



TTD



A: Masalah teratasi P: Intervensi dilanjutkan dan dipertahankan 16-5-2017 Jam 10.00



Post Operasi 1.Resiko terjadi



obstruksi jalan berhubungan dengan post ekstubasi



S: nafas O: - Dada mengembang simetris kanan dan kiri - Tidak ada sianosis - Tidak ada sekret - Tidak batuk - Tanda tanda vital Tensi 122/72 Mmhg Nadi 86 x / menit SpO2 99% Rr 24x/menit



A: Masalah teratasi P: Intervensi dilanjutkan dan dipertahankan



138



BAB IV PEMBAHASAN Sebagaimana telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, dalam karya tulis ini dimana penulis telah menjabarkan berbagai hal tentang ASUHAN KEPERAWATAN Pada Ny. M, dengan Ca Mammae (D),dengan tindakan MRM Modified Radical Mastectomy (D), dengan General Anestesi Intubasi, baik pada tinjauan teori dan tinjauan kasus, yang diperoleh melalui pengkajian langsung pada klien yang akan dioperasi dan selama durante oparasi di RSUD Dr. SOETOMO, ruangan operasi GPBT lt 4. Pada bab ini akan di bahas beberapa hal mulai dari pengkajian, tindakan anestesi, diagnosa, intervensi, implementasi dan hal yang lain yang berkaitan dengan judul karya tulis ini 4.1 Pengkajian Pada bagian pengkajian penulis melakukan pengkajian tentang hal hal yang penting terutama yang menyangkut dengan anestesi seperti status fisik klien, keadaan umum serta pemeriksaan penunjang yang lain seperti pemeriksaan lab, x ray, dan pemeriksaan cardiovaskuler. Dari pengkajian yang dilakukan maka dapat di tetapkan rencana anestesi yang akan dilakukan (teknik anestesi), jumlah dosis obat yang akan diberikan pada saat operasi serta menenetukan pisical status (PS) serta dapat mengantisipasi kemungkinan penyulit anestesi yang akan ditemui pada saat opersi. Adapun kesenjangan antara teori dan kasus, tidak di temukan pada tahap pengkajian, karena pada tahap ini dilakukan secara terstruktur dan sistematis serta kolaboratif. 4.2 Tindakan anestesi Dari pengkajian diatas maka telah di dapatkan data tentang klien, dan di ditetapkan pisical status (PS 2) pada klien, dan direncanakan dilakukan general anestesi dengan posisi supine.



139



Tahap ini, pada tinjauan teori menjelaskan beberapa hal tentang tindakan dan obat-obatan anestesi, sedangkan pada kasus hanya mencakup beberapa hal seperti posisi yang digunakan posisi supine, obat obatan anestesi menggunakan Midazolam, Fentanyl, Propofol, dan Rocuronium, , hal ini di karenakan dari hasil pengkajian dan kondisi pasien. 4.3 Diagnose keperawatan durante operasi Diagnosa keperawatan yang dibahas pada teori menjelaskan tentang diagnosa intra operasi dan post operasi, namun pada kasus hanya membahas diagnosa pada intra operasi, mengingat karena luasnya bahasan tentang MRM. Diagnose keperawatan yang penulis tegakkan fokus pada durante operasi dan post oprasi yang berkaitan dengan pembedahan yaitu : 1. Resiko terjadi perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan 2. Resiko terjadi obstruksi jalan nafas berhubungan dengan post ekstubasi 4.4 Intervensi Intervensi yaitu hal yang telah kita rumuskan, tentunya dengan melihat data data dan diagnosa yang telah di tentuakan, namun hal ini tidak menutup kemugkinan ada yang kita lakukan diluar dari perencanaan (intervensi), sesuai dengan kondisi dan keadaan pasien pada saat itu. Kesenjangan yang di temukan pada tahap intervensi antara teori dan kasus tidak terlalu signifikan, hanya pelaksanaan intervensi kadang terdapat poin tertentu yang tidak sesuai urutan karena menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan pasien, 4.5 Implementasi Impelementasi merupakan hal yang terpenting, dan harus dilakukan secara cermat dan teliti serta terstruktur, demi kelancaran pelaksaan anestesi dan durante operasi serta untuk keselamatan pasien. Dilanjutkan dengan evaluasi dan mendokumentasikan setiap apa yang telah dilakukan terhadap pasien. 140



Namun pada tahap implementasi di tinjauan teori menjelaskan tentang tahap - tahap secara berurutan sedangkan pada tinjauan kasus, ada poin tertentu yang dilakukan berulang dan tidak berurutan, dikarenakan kebutuhan pasien pada saat durante operasi, seperti pemberian analgetik yang diberikan secara berulang.



141



BAB V PENUTUP Pada bab ini penulis akan menyimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan ASUHAN KEPERAWATAN Pada Ny. M dengan CA Mammae (D),dengan tindakan Modified Radical Mastectomy (D), dengan General Anestesi Intubasi serta saran- saran. 5.1 Kesimpulan Secara garis besar penulis akan menyimpulkan tentang apa yang dibahas di bab-bab sebelumnya yaitu : 1. Pelaksaan pengkajian harus dilakukan selengkap-lengkapnya agar mendapatkan data yang akurat dan dapat di pertanggung jawabkan, baik dari pengkajian langsung pada pasien dan keluarga maupun dari hasil pengkajian dignostik yang dilakukan. 2. Pada pelaksanaan pengkajian kita harus membina hubungan saling percaya pada klien, agar klien yakin dengan apa yang akan dilakukan terutama tindakan anestesi yang akan diberikan. 3. Sebelum melakukan tindakan yang berkaitan dengan anestesi wajib kita menyiapkan segala sesuatu dengan lengkap seperti obat emergency, obat obatan anestesi yang lain dan alat alat anestesi seperti mesin anestesi, suction, bantal donat, laringoskop (handel dan bleet), Stilet, dan alat pendukung lainnya serta di pastikan dapat berfungsi dengan baik. 4. Didalam pelaksanaan anestesi segala hal dapat terjadi, maka dari itu kita harus teliti dan salin bekerja sama dalam pelaksaannya. 5. Didalam merumuskan suatu masalah seperti diagnosa dan perencanaan tindakan kita harus memikirkan secara matang



dan melakukan



kolaborasi dengan dokter anestesi, dokter bedah perawat instrumen yang menunjang tercapainya hasil yang baik



142



6. Hasil akhir dari pelayanan Anestesi adalah tercapainya keadaan yang aman dan nyaman pada pasien, serta efek minimal pada pasien, baik jangka panjang maupun jangka pendek 5.2 Saran Saran Untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta, maka perlu di dukung oleh praktek lapangan yang cukup, sehingga pengetahuan yang didapatkan akan lebih sinkron dan aplikatif, yang merupakan tolak ukur suatu evaluasi kegiatan pendidikan dan pelatihan. Sebagai perawat anestesi harus mampu berkolaborasi dan bekerja tim dalam melaksanakan pelayanan yang optimal, dan tak henti-hentinya belajar dan terus belajar dalam mengembangkan potensi agar dapat berkontribusi positf dan mengaplikasikan ilmu serta senantiasa menjaga etika keperawatan 5.2.1



Untuk RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA



a. Untuk meningkatkan skill peserta, bimbingan langsung di hadapan pasien perlu diintensifkan. b. Untuk menambah pengetahuan dan kemampuan anestesi pediatrik, sebaiknya peserta lebih dilibatkan dalam kemandirian anestesi pediatrik. 5.2.2



Untuk RSUD Dr.H.MOH.ANWAR SUMENEP



a. Untuk lebih meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya di bidang anestesi perlu menyiapkan ruangan yang dilengkapi dengan alat-alat yang dibutuhkan, serta alat pendukung, agar mampu meningkatkan kinerja khususnya di bidang anestesi. b. Untuk meningkatkan kualitas SDM perawat khususnya di ruang emergency dan penanganan kasus-kasus emergency, maka perlu diikutkan dalam kegiatan PPGD (Pendidikan dan Pelatihan Gawat Darurat).



143



DAFTAR PUSTAKA Barbara, CL., 1996, Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan proses keperawatan), Bandung. Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta. Carpenito, L.J., 2000, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinis, alih bahasa Doenges,M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C., 1993, Rencana Asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan pendokomentasian perawatan Pasien, Edisi-3, Alih bahasa; Kariasa,I.M., Sumarwati,N.M., EGC, Jakarta Hidayat, Aziz Alimul (2007). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Johnson,Marion, dkk. (2000).  Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby Year-Book Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003). Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10.Jakarta:EGC Maurytania, A.R, 2003, Buku Saku Ilmu Bedah, Widya Medika, Yogyakarta. Diposkan oleh chan axe NANDA, 2001-2002, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA Nursalam.(2008) Konsep dan Penerapan Metodologi Keperawatan.Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.



Penelitian



Ilmu



Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta. Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 2. EGC : Jakarta.



144