Laporan Ekologi Dekomposisi New [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Praktikum Dasar - Dasar Ekologi (103G0103) DEKOMPOSISI



Nama



: Nur Aisyah Shaliha R



Nim



: G011191125



Kelas



: Dasar – Dasar Ekologi J



Kelompok



: 20



Asisten



: 1. Muhammad Fadel Haddad Kuddus 2. Shelfina Indrayanti



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019



BAB I PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang Dekomposisi adalah proses penghancuran organisme-organime yang telah



mati dan menjadi partikel partikel yang sangat kecil. Menurut ahli, dekomposisi adalah gabungan dari proses penghancuran, perubahan struktur fisik dan proses enzim yang dilakukan oleh dekomposer yang merubah bahan organik menjadi senyawa anorganik. Definisi-definisi tersebut menggambarkan bahwa proses dekomposisi tidak dilakukan oleh unsur biologis saja, tetapi unsur-unsur fisika juga berperan dalam proses dekomposisi. Jika melihat kedudukan dekomposer dalam rantai makanan, proses dekomposisi sangat penting dalam mempertahankan kelngsungan siklus baik nutrisi maupun energi. Zat hara yang berasal dari hasil penguraian dari dekomposer akan diperlukan oleh tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peranan proses dekomposisi secara luas dapat menjaga kestabilan dan kesetimbangan



suatu



ekosistem



terhadap



proses



dekomposisi



dapat



mengakibatkan gangguan pada suatu ekosistem. Awalnya proses perombakan terjadi oleh makrofauna dengan cara meremah-remah substansi habitat yang telah mati dan menghasilkan butiranbutiran feses yang akan dirombak oleh mikroorganisme terutama bakteri dan jamur. Butiran feses yang telah dirombak akan memanfaatkan bahan organik dalam bentuk terlarut. Peran jamur dalam melakukan dekomposisi lebih dominan daripada bakteri, sehingga serasah yang mengalami dekomposisi akan berubah menjadi humus lalu menjadi tanah. Kecepatan pelapukan daun ditentukan oleh warna, sifat, dan kelenturannya ketika diremas. Jika warna daunnya coklat, kering, dan lemas saat diremas maka daunnya cepat lapuk. Sedangkan jika warna daunnya agak kehitaman, dan pecah saat diremas maka daunnya lambat lapuk. Semakin lambat proses pelapukannya, maka serasah di permukaan tanah semakin lama.



Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan praktikum tentang dekomposisi untuk mengetahui proses laju dekomposisi, dan faktor faktor yang mempengaruhi proses laju dekomposisi. 1.2



Tujuan dan Kegunaan Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui proses dan tingkat



dekomposisi daun dari beberapa vegetasi pohon. Kegunaan dari praktikum ini yaitu dapat memberikan pemahaman tentang proses dekomposisi serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan tanaman.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Dekomposisi Secara Umum Dekomposisi adalah proses yang paling penting dalam proses daur



biogeokimia dimana suatu keadaan ketika unsur hara akan diserap kembali oleh tanaman yang sebagian besar berubah dalam bentuk serasah karena tidak dapat diserap langsung oleh tumbuhan dan harus melalui proses dekomposisi terlebih dahulu. Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah atau sering disebut mineralisasi. Mineralisasi yaitu proses penghancuran bahan organik yang berasal dari tanaman menjadi senyawa-senyawa organik yang sederhana (Lisnawati, 2012). Serasah dapat menciptakan lingkungan mikro dengan cara melepaskan nutrisi atau mencampurkan phytotoxic selama pembusukan, mengurangi erosi lahan, menahan curah hujan, dan mengurangi temperatur tanah maksimum. Serasah juga dapat berperan sebagai pembunuh semai ketika gugur ke tanah. Adapun dampak yang terjadi secara tidak langsung pada serasah daun, yaitu kelembaban yang lebih tinggi dalam lapisan serasah dapat merangsang pertumbuhan jamur yang dapat menyerang semai (Zamroni, 2008). Serasah mempunyai peranan penting bagi tanah dan mikroorganisme. Setelah mengalami penguraian atau proses dekomposisi, serasah berubah menjadi senyawa organik sederhana dan dapat menghasilkan hara, sehingga hara tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Peran serasah dalam proses penyuburan tanah dan tanaman sangat tergantung pada laju dekomposisinya. Selain itu, komposisi serasah sangat menentukan penambahan hara ke dalam tanah dan dapat menciptakan substrat yang baik bagi organisme pengurai (Yeni, 2011). 2.2



Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi Proses dekomposisi serasah dapat dipengaruhi oleh kualitas dan faktor



lingkungan. Kualitas (sifat kimia dan fisika) terdiri dari tingkat kekerasan daun dan beberapa sifat kimia seperti kandungan awal lignin, selulosa, dan karbohidrat. Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi dekomposisi terdiri dari organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembaban (Hardiwinoto, 1994).



Menurut Osono (2006), bahwa kecepatan dekomposisi serasah daun dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a.



Tipe Serasah Mempengaruhi



kemampuan



suatu



mikroba



untuk



mendekomposisi



senyawa-senyawa kompleks yang terkandung dalam serasah, yang dimana lignin lebih susah untuk didekomposisi, sedangkan selulosa dan gula sederhana lebih cepat untuk didekomposisi. b.



Temperatur Suhu adalah komponen fisika yang dapat mempengaruhi sifat fisiologi suatu



mikroorganisme yang hidup pada lingkungan tersebut. Setiap peningkatan suhu sebesar dua kali lipat dari suhu sebelumnya dapat meningkatkan laju metabolism pada organisme. c.



Pengaruh pH Nilai pH optimum suatu enzim dapat ditandai dengan menurunnya aktivitas



yang disebabkan oleh turunnya afinitas atau kestabilan enzim. Pengaruh pH pada aktifitas enzim dapat disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat ionisasi enzim atau substrat sebagai akibat perubahan pH. 2.3



Proses Dekomposisi Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran struktur fisik yang



dilakukan hewan pemakan bangkai terhadap hewan-hewan mati terhadap tumbuhan dan menyisakannya sebagai bahan organik mati menjadi serasah, debris atau detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Proses fisika dilanjutkan dengan proses biologi dimana bekerjanya bakteri yang melakukan penghancuran terhadap partikel-partikel organik hasil proses penghancuran. Dekomposer mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan dan hewan yang telah mati. Beberapa dari senyawa sederhana yang dihasilkan digunakan oleh dekomposer (Saunder, 1980). Dekomposisi terjadi dengan cara proses perubahan energi yang terjadi di dalam ekosistem dan organisme. Proses dekomposisi sangat penting, sebab ekosistem akan penuh dengan sisa sisa dan bangkai organisme yang telah mati jika tidak adanya proses dekomposisi. Jika adanya proses dekomposisi maka



ekosistem akan seimbang dan sisa sisa bangkai organisme yang telah mati dapat dikomposisi oleh dekomposer. Adapun mikroorganisme yang berperan sebagai dekomposer yaitu pengurai atau detritivor (Sophia, 2015). Dalam proses dekomposisi menghasilkan beberapa zat yang disebut dengan hormon lingkungan. Zat tersebut memiliki dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya yaitu sebagai perangsan pertumbuhan, sedangkan dampak negatifnya yaitu penghambat pertumbuhan (Widiyanto, 2007). Menurut Mason (1977) terdapat tiga tahapan yang terjadi dalam proses dekomposisi serasah, yaitu : a.



Proses pelindian (leaching) Proses untuk mengambil senyawa logam terlarut dari bijih dengan



melarutkan secara selektif senyawa tersebut ke dalam suatu pelarut seperti air, asam sulfat dan asam klorida atau larutan sianida. Logam yang diingginkan kemudian diambil dari larutan tersebut dengan pengendapan kimiawi atau bahan kimia yang lain atau proses elektrokimia. Metode pelindian dapat berbentuk timbunan atau tangki. b.



Penghawaan (weathering) Proses pelapukan yang disebabkan oleh faktor-faktor fisik seperti



pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air. Angin terjadi karena adanya perbedaan tekanan udara atau perbedaan suhu udara pada suatu daerah atau wilayah. Hal ini berkaitan dengan besarnya energi panas matahari yang di terima oleh permukaan bumi. c.



Aktivitas biologi Berbagai metabolisme yang dilakukan dengan fauna tanah untuk



menghasilkan



serpihan



organik



oleh



makhluk



hidup



yang



melakukan



dekomposisi. Perannya yang penting dalam perombakan bahan organik dan menempatkan organisme tanah sebagai faktor internal dalam memelihara kesuburan dan produktivitas tanah. Kemampuan mengukur kapasitas metabolism tanah menjadi basis bagi konsep perlindungan dan penyehatan tanah, terutama pada masa kini dan masa yang akan datang.



Menurut Stevenson (1982) menyatakan bahwa proses dekomposisi atau perombakan memiliki tiga tahapan, yaitu: a.



Tahap awal Perannya yang penting dalam perombakan bahan organik dan siklus hara



menempatkan organisme tanah sebagai faktor sentral dalam memelihara kesuburan dan produktivitas tanah. Kemampuan mengukur kapasitas metabolisme berbagai mikroba dan fauna tanah menjadi basis bagi konsep perlindungan dan penyehatan tanah, terutama pada masa kini dan mendatang b.



Tahap tengah Pada tahap ini disebut dengan tahap sanitas, dimana kondisi bahan organik



berada dalam proses dekomposisi. Selama tahap awal ini dihasilkan suhu yang cukup tinggi dalam waktu relatif pendek dan bahan organik yang mudah terdekomposisi akan diubah menjadi senyawa lain. Produk yang dihasilkan pada tahap ini adalah kompos segar dengan status pematangan kategori II. c.



Tahap akhir Pada tahapan ini komposisi bahan organik menjadi lebih sederhana. Hasil



penguraian dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan sumber energi. Tahap akhir peruraian oleh mikroorganisme adalah oksidasi (respirasi) yang menghasilkan CO2 dan H2O serta melepaskan energi. Pada saat yang bersamaan, N yang masih berbentuk NH4 akan mengalami nitrifikasi menjadi NO3-, P berbentuk senyawa fosfat, S sebagai sulfat, serta K, Ca, dan Mg berbentuk bebas atau ion yang terikat dengan senyawa lain. 2.4



Peran Dekomposisi Bagi Tanah dan Tumbuhan Organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan



juga sebagai sumber bahan organik tanah. Penambahan bahan organik dalam tanah menyebabkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Organisme perombak bahan organik dapat diartikan sebagai organisme pengurai nitrogen dan karbon dari bahan organik yang atau dirombak menjadi unsur yang dapat digunakan tanaman untuk tumbuh (Suntoro, 2003).



Untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik tanah, diperlukan pengelolaan yang tepat dengan melakukan penambahan bahan organik. Jika didalam tanah terdapat banyak bahan organik, maka kandungan bahan organik tanahnya semakin tinggi dan banyak jenis fauna tanah yang terdapat didalam suatu ekosistem. Komposisi dan jenis serasah daun dapat menentukan jenis fauna tanah yang ada. Material bahan organik merupakan sisa tumbuhan dan hewan yang telah terdekomposisi maupun yang sedang terdekomposisi (Suin, 2012). Apabila



tanah



mengalami



perubahan



sebagai



akibat



dari



proses



dekomposisi, maka tanah yang bersifat padat akan menjadi lebih ringan, sehingga dapat



menunjang



proses



perkembangan



perakaran



tanaman.



Apabila



perkembangan perakaran berjalan baik, maka akar tanaman dapat mencari air dan unsur hara sendiri, sehingga bermanfaat bagi tanaman walaupun dalam jumlah yang relatif sedikit (Zainal, 2014). 2.5



Rumus Perhitungan Laju Dekomposisi Dekomposisi merupakan suatu proses yang dinamis. Dekomposisi memiliki



kecepatan yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan yang dan faktor bahan yang akan didekomposisi. Selama proses dekomposisi akan terjadi penyusutan volume bahan sebanyak 30-40% dari volume awal (Aswandi, 2017). Dekomposisi memiliki dimensi kecepatan yang mungkin berbeda dari waktu ke waktu tergantung faktor-faktor yang mempengaruhinya. faktor-faktor tersebut umumnya adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dekomposer disamping faktor bahan yang akan didekomposisi. Laju dekomposisi umumnya diukur secara tidak langsung melalui prediksi konsumsi oksigen atau perubahan karbondioksida (CO2) atau dapat melalui kehilangan berat atau pengurangan konsentrasi tiap waktu (Saunder, 1980). Menurut Hardiwinoto (1963), pengamatan persentase dekomposisi serasah menggunakan rumus yaitu: Y=



𝐵𝐴−𝐵𝐾 𝐵𝐴



x 100



BAB III METODOLOGI 3.1



Tempat dan Waktu Praktikum ini dilaksanakan di Teaching Farm, Fakultas Pertanian,



Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Jumat, 20 September 2019 pukul 16.00-18.00 WITA. 3.2



Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada praktikum dekomposisi adalah cangkul,



sekop, cutter, oven, timbangan analitik, dan alat tulis menulis. Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum dekomposisi adalah tiga jenis daun vegetasi pohon yairu daun pisang (Musa Paradisiaca), daun manga (Cacarica papaya sp.), rumput gajah (Pennisetum Purpureum), 6 buah polybag (30x40) cm, kantong plastik gula, kertas label, dan tanah. 3.3



Prosedur Kerja Prosedur kerja dalam praktikum ini adalah:



1.



Menyiapkan polybag berisi tanah ½ bagian.



2.



Menyiapkan tiga jenis daun vegetasi pohon yang telah kering dan gugur.



3.



Mencacah dan menimbang, kemudian memasukkan kedalam kantong plastik gula yang telah dilubangi, masing-masing dua kantong.



4.



Memperhatikan sifat fisik dan kimia daun tersebut sebelum dicacah.



5.



Memasukkan kantong ke dalam polybag sesuai perlakuan lalu timbun dengan tanah hingga penuh.



6.



Setelah 1 bulan, mengambil kantong pertama pada setiap polybag, lalu memperhatikan kembali sifat fisik dan kimia daun tersebut, mengeringkan dalam oven kemudian timbang beratnya.



BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1



Hasil Berikut di bawah ini merupakan data hasil pengukuran dekomposisi



sebelum dan setelah diberikan perlakuan. Tabel 4.1.1 Hasil Pengamatan Dekomposisi (Vegetasi Kering) Jenis Vegetasi



Berat Awal (gr)



Sebelum Dioven (gr)



Setelah Dioven (gr)



Daun Mangga



10



14



8



Daun pisang



10



21



8



Rumput Gajah



10



18



6



Sumber : Data primer setelah diolah, 2019 Tabel 4.1.2 Hasil Pengamatan Dekomposisi (Vegetasi Basah) Berat Awal Sebelum Dioven Setelah Dioven Jenis Vegetasi (gr) (gr) (gr) Daun Mangga



10



8



5



Daun pisang



10



9



3



Rumput Gajah



10



8



3



Sumber : Data primer setelah diolah, 2019 Tabel 4.1.3 Sifat Fisik Vegetasi Tekstur Jenis Vegetasi Kering Basah



Warna Kering



Basah



Daun Mangga



Agak halus



Kasar



Coklat tua



Hijau tua



Daun Pisang



Halus



Kasar



Coklat tua



Hijau muda



Rumput Gajah



Kasar



Agak halus



Kuning kecoklatan



Hijau muda



Sumber : Data primer setelah diolah, 2019



Tabel 4.1.4 Laju Dekomposisi Vegetasi Laju Dekomposisi Jenis Vegetasi sebelum oven (%) Kering Basah Daun Mangga -13,33 6,67



Laju Dekomposisi setelah oven (%) Kering Basah 6,67 16,7



Daun Pisang



-36,66



3,33



6,67



23,33



Rumput Gajah



-26,66



6,67



13,33



23,33



Sumber : Data primer setelah diolah, 2019 4.2



Pembahasan Pada praktikum ini, kami melakukan empat kali pengamatan laju



dekomposisi yang dilakukan sebulan sejak diberi perlakuan pada tanggal 20 September 2019. Kami mengamati laju dekomposisi yang terjadi pada tiga jenis vegetasi daun yang masing masing diambil sampel daun basah (10 gr) dan sampel daun kering (10 gr) dan diperoleh hasil bahwa bobot hasil dekomposisi pada setiap vegetasi berbeda. Pada tabel pertama, yaitu pada vegetasi kering sebelum di oven daun manga memiliki berat yaitu 14 gram dan berat setelah di oven yaitu 8 gram. Daun pisang sebelum di oven memiliki berat yaitu 21 gram dan berat setelah di oven yaitu 8 gram. Rumput gajaah sebelum di oven memiliki berat yaitu 18 gram dan berat setelah di oven yaitu 6 gram. Perubahan tersebut pada tiap jenis vegetasi menunjukkan bahwa dekomposisi disebabkan oleh beberapa faktor. Hal ini sesuai dengan pendapat Indriani (2000) yang menyatakan bahwa proses dekomposisi serasah antara lain dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar air, aerasi, dan suhu. Pada tabel kedua, yaitu pada vegetasi basah sebelum di oven daun manga memiliki berat yaitu 8 gram dan berat setelah di oven yaitu 5 gram. Daun pisang sebelum di oven memiliki berat yaitu 9 gram dan berat setelah di oven yaitu 3 gram. Rumput gajaah sebelum di oven memiliki berat yaitu 8 gram dan berat setelah di oven yaitu 3 gram. Perubahan tersebut pada tiap jenis vegetasi menunjukkan bahwa dekomposisi disebabkan oleh beberapa faktor. Hal ini sesuai dengan pendapat Zamroni (2008) yang menyatakan bahwa proses dekomposisi



serasah antara lain dipengaruhi oleh kualitas serasah tersebut dan beberapa faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang terdiri dari organisme dalam tanah, suhu, dan kelembaban tempat dekomposisi berlangsung. Tingkat kekerasan daun dan beberapa sifat kimia seperti kandungan awal lignin, selulosa, dan karbohidrat berpengaruh dengan tingkat dekomposisi serasah daun. Pada tabel ketiga, sifat fisik yang dimiliki ketiga jenis vegetasi berbeda beda mulai dari warna, dan tekstur. Saat kondisi basah atau masih segar daun tumbuhan memiliki warna hijau muda ataupun hijau tua, sebaliknya saat kondisi kering atau sudah gugur dari rantingnya, akan berwarna coklat muda, kuning kecoklatan, ataupun coklat tua. Hal ini sesuai dengan pendapat Rock (2013) yang menyatakan bahwa perubahan warna yang terjadi pada daun disebabkan oleh memudarnya atau memecahnya klorofil dan digantikan oleh pigmen lain sehingga menyebabkan daun yang semula hijau berubah menjadi kuning ataupun coklat. Pada tabel keempat, menunjukkan vegetasi basah memiliki laju dekomposisi lebih cepat dibanding dengan vegetasi kering. Laju dekomposisi tertinggi pada vegetasi basah daun pisang dan rumput gajah. Laju dekomposisi terendah pada vegetasi kering daun manga dan daun pisang. Daun yang memiliki permukaan licin dan kaku memiliki laju dekomposisi yang lebih rendah karena daun tersebut mudah meloloskan air. Hal ini sesuai dengan pendapat Yulipriyanto (2009) yang menyatakan bahwa sampah daun yang memiliki permukaan kaku, licin, dan mudah patah masing-masing memiliki laju dekomposisi yang berbeda-beda karena kemampuan untuk menahan air atau sangat mudah untuk meloloskan air.



BAB V PENUTUP 5.1



Kesimpulan Kesimpulan dari praktikum dekomposisi ini, yaitu:



1.



Dari percobaan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa laju



dekomposisi pada setiap vegetasi berbeda-beda. Sampel yang mengalami laju dekomposisi tercepat yaitu daun pisang dan rumput gajah (basah) dan sampel yang mengalami laju dekomposisi terlambat yaitu daun pisang dan daun mangga (kering). 2.



Faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi yaitu kualitas (sifat



fisika dan kimia) serasah tersebut, organisme dalam tanah, curah hujan, suhu dan kelembapan tempat dekomposisi berlangsung, serta tingkat kekerasan daun dan beberapa sifat kimia seperti kandungan awal lignin, selulosa, dan karbohidrat. 5.2



Saran Sebelum praktikum dimulai sebaiknya alat dan bahan yang diperintahkan



segera dilengkapi agar praktikum dapat berjalan secara baik dan efisien.



DAFTAR PUSTAKA



Arisandi, P. 2002. Dekomposisi Serasah Mangrove. Surabaya: Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah-ECOTON. Hardiwinoto. 1994. Pengaruh Sifat Kimia Terhadap Tingkat Dekomposisi. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol. 2(4): 25-36. Indriyani, Y. 2000. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya. Iswoyo H. Rafiuddin. Nurfaida. 2019. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ekologi. Makassar: Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin. Lisnawati Y. 2012. Perubahan Hutan Alam Menjadi Hutan Tanaman dan Pengaruh Terhadap Siklus Hara dan Air. Jurnal Tekno Tanaman, Vol. 5(2): 61-71.



Marianah, L. 2016. Mikroorganisme Penting Dalam Tanah. Jambi: Badan Perencanaan dan Pengembangan. Rock, J. 2013. Rahasia Daun Mengubah Warnanya. United States of America: National Geographich. Suin, Nurdin, M. 2012. Ekologi Hewan Tanah. Bandung: Bumi Aksara. Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi Dalam Proses Produksi Pada Ekosistem Laut. Bogor: IPB Press. Yulipriyanto. 2009. Laju Dekomposisi Pengomposan Sampah Daun Dalam Sistem Tertutup. Yogyakarta: UNY Press. Yustian. Donhi. 2010. Prediksi Cadangan Karbon di Rawa Pulokerto Palembang: Dampak Mitigasi Perubahan Iklim Turban. Palembang: UNSRI Press. Zainal M. 2014. Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai Pada Berbagai Tingkat Pemupukan N Dan Pupuk Kandang Ayam. Jurnal Produksi Tanaman, Vol. 2(6): 484-490. Zamroni Y. Immy S. 2008. Produksi Serasah Hutan Mangrove di Perairan Pantai Teluk Sepi, Lombok Barat. Jurnal Biodeoversitas, Vol. 9(4): 284-287.