Laporan Kasus CHF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS PENYAKIT JANTUNG KONGESTIF



PEMBIMBING dr. Supris Yurit EP., MSc Sp.PD



PENULIS Nabila Maudy Salma 030.13.131



KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI AGUSTUS 2017



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan Kasus dalam kepanitraan Ilmu Penyakit Dalam dengan judul “Gagal Jantung Kongestif”. Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Karawang. Dalam penyusunan tugas Laporan Kasus ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan serta dukungan dalam membantu penyusunan dan penyelesaian makalah ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih terutama kepada dr. Supris Yurit EP.,MSc Sp.PD selaku pembimbing atas pengarahannya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam dan kepada para dokter dan staff Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Karawang, serta rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Saraf. Penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Tuhan memberkati kita semua.



Karawang, 07 Agustus 2017



Nabila Maudy Salma 030.13.131



BAB I LAPORAN KASUS



1.1 Identitas



Nama



: Tn. Ocim



Jenis kelamin



: Laki - Laki



Usia



: 36 tahun



Tempat Tanggal Lahir: Karawang, 09 November 1980 Alamat



: Dusun Dapur Areng



Agama



: Islam



Suku



: Sunda



Pekerjaan



: Pekerja Bangunan



Pendidikan



: SMP



Status pernikahan



: Menikah



Tanggal MRS



: 25 Juli 2017



No. RM



: 00.69.12.67



Ruang



: 141



1.2 Anamnesis



Autoanamnesis pada tanggal 25 Juli 2017 jam 20.00



Keluhan Utama



Os mengeluh sesak nafas sejak 3 hari SMRS



Keluhan Tambahan



Nyeri pada dada kanan dan Dada terasa berdebar - debar disertai nyeri perut sampai ke pinggang sejak 3 hari SMRS



Riwayat Penyakit Sekarang



OS datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS. Sesak tidak disertai dengan mengi. Sesak dirasakan terus menerus, dan semakin memberat. Sesak timbul ketika sedang bekerja dan jalan dengan jarak jauh dan berkurang ketika istirahat. Namun pada saat ini, os mengeluh untuk mengangkat gayung saja tidak kuat, dan sesak tidak berkurang ketika istirahat. Os juga mengeluh ketika malam hari terbangun karena adanya sesak. Sesak semakin



memberat apabila os dalam posisi berbaring dan berkurang saat posisi duduk. Os mengatakan lebih nyaman tidur dalam posisi tubuh yang lebih tinggi dengan menggunakan 3-4 bantal. Pada 3 bulan lalu sebelumnya, os mengaku pernah mengalami keluhan yang serupa, namun pada saat itu sesak yang dirasakan belum separah seperti saat ini. Pada 3 bulan lalu hingga sekarang os belum mengkonsumsi obat apapun. Os mengeluh sesak nafas disertai adanya nyeri dada dan dada terasa berdebar - debar sejak 3 hari SMRS. Nyeri dada dirasakan pada dada kiri. Nyeri dada dan sesak dirasa semakin memberat. Os juga mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki yang dirasa sejak 2 minggu yang lalu. Os mengeluh adanya nyeri pada perut sejak kurang lebih 2 minggu SMRS. Nyeri pada perut dirasakan menjalar hingga ke pinggang. Os mengeluh mual dan muntah setiap sehabis makan sejak keluhan tersebut dirasakan. Os menyangkal adanya batuk dan demam. Riwayat Penyakit Dahulu



Diabetes Mellitus Tipe 2 (-), hipertensi (-), Penyakit jantung(-), riwayat jatuh (-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit ginjal (-), riwayat penyakit hati (-).



Riwayat Penyakit Keluarga



Diabetes Mellitus Tipe 2 (-), hipertensi (-) dan stroke hemoragik (-), riwayat penyakit serupa (-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit hati (-), riwayat penyakit ginjal (-)



Riwayat Kebiasaan



Os sudah berhenti merokok sejak 3 tahun terakhir. Os mengaku sering mengkonsumsi kopi pada malam hari sudah sejak lama. Os mengatakan jarang melakukan olahraga.



Riwayat Sosioekonomi



Os berobat dengan menggunakan BPJS



1.3 Pemeriksaan fisik



Keadaan umum



Kesadaran: Compos Mentis Kesan sakit: Tampak sakit sedang BB: 65 kg TB: 170 cm IMT: 22,5 (Normal) Kesan gizi: Gizi baik



Tanda vital



Tekanan darah: 130/90 mmHg Nadi: 91 x/menit Respirasi: 28 x/menit Suhu: 36.5°C SO2 : 97%



Kepala



Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi merata, tidak terdapat jejas atau bekas luka Mata: pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Telinga: deformitas (-), kemerahan (-), oedem (-), serumen (-), nyeri tekan (-), nyeri tarik (-) Hidung: deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-), pernapasan cuping hidung (-) Tenggorokan: uvula ditengah, arcus faring simetris, tonsil T1/T1 Mulut: mukosa bibir hiperpigmentasi, sianosis (-), gusi kemerahaan (-) oedem (-), plak gigi (-)



Leher



KGB dan kelenjar tiroid tidak membesar, JVP 5+4 cm



Thorax



Inspeksi: bentuk dada normal, gerak dinding dada simetris, tipe pernapasan Abdominotorakal, sela iga normal, sternum datar, retraksi sela iga (-) Palpasi: pernapasan simetris, vocal fremitus melemah pada hemitoraks kanan, tidak teraba thrill, ictus cordis teraba di ICS VI linea axillaris anterior sinistra Perkusi: hemitoraks kanan terdengar redup dan hemitoraks kiri sonor, batas paru dan hepar setinggi ICS VI linea midclavicularis



dextra dengan perkusi redup, batas bawah paru dan lambung setinggi ICS VIII linea axillaris anterior sinistra dengan perkusi timpani. Batas paru dan jantung kanan setinggi  2 cm lateral parasternal dextra ICS IV, batas paru dan jantung kiri setinggi ICS VI linea axillaris anterior sinistra, batas atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra, pinggang jantung setinggi ICS III ± 1 cm lateral dari linea parasternal sinistra Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-, Bunyi Jantung I dan II reguler, gallop (+), murmur (-) Abdomen



Inspeksi: bentuk datar, ikterik (-), kemerahan (-), spider naevi (-), benjolan (-) Auskultasi: bising usus 4x/menit, arterial bruit (-) Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (+), CVA +/Nyeri tekan



-



-



-



+



-



-



-



-



-



Perkusi: shifting dullness (+) Ekstremitas



Ekstremitas Atas Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/Ekstremitas Bawah Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem +/+, ptekie -/-, kebas (+), baal (+), kesemutan (+) pada telapak kaki kanan dan kiri.



1.4 Pemeriksaan penunjang LABORATORIUM



KIMIA (25 Juli 2017 ) Pemeriksaan



Hasil



Satuan



Nilai Rujukan



Glukosa Darah Sewaktu



96



mg/dL



70 – 110



Ureum



143,5



mg/dL



15 – 50



Kreatinin



3,64



mg/dL



0,5 – 0,9



Kolesterol Total



60



mg/dL



< 200



Trigliserida



57



mg/dL



< 200



Kolesterol HDL



12



md/dL



> 35



Kolesterol LDL



37



md/dL



< 135



HEMATOLOGI ( 25 Juli 2017 ) Pemeriksaan



Hasil



Satuan



Nilai Rujukan



Hemoglobin



14,1



g/dL



12.5 – 16



Eritrosit



4,79



x10^6/uL



4,1 – 5,1



Leukosit



12,19



x10^3/uL



4,0 – 10,5



Trombosit



223



x10^3/uL



150 – 400



Hematokrit



41,5



%



35 – 47



MCV



87



fL



78 – 100



MCH



29



pg



27 – 31



MCHC



34



g/dL



32 -36



RDW-CV



17,4



%



12,2 – 14,8



ELEKTROLIT (28 Juli 2017 ) Pemeriksaan



Hasil



Satuan



Nilai Rujukan



Natrium



128



mmol/dL



134 - 143



Kalium



3,3



mmol/dL



3,3 - 4,6



Chlorida



96



mmol/dL



98,0 - 106,0



ELEKTROLIT ( 01 Agustus 2017 ) Pemeriksaan



Hasil



Satuan



Nilai Rujukan



Natrium



128



mmol/dL



134 - 143



Kalium



2,7



mmol/dL



3,3 - 4,6



Chlorida



91



mmol/dL



98,0 - 106,0



kalsium



7,85



mmol/dL



8,80 - 10,80



KIMIA (01 Agustus 2017 ) Pemeriksaan



Hasil



Satuan



Nilai Rujukan



Ureum



94,9



mg/dL



15 – 50



Kreatinin



2,38



mg/dL



0,5 – 0,9



EKG



RONTGEN THORAX



Uraian hasil pemeriksaan yaitu : 1. Jantung kesan membesar 2. Corakan bronkovaskular meningkat, tampak adanya infiltrat pada kedua lapang paru 3. Sinus kostofrenikus kanan tumpul disertai perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radioopak dengan permukaan atas cekung berjalan dari lateral atas ke medial bawah dan pada sudut kostofrenikus kiri tajam. 4. Tulang dan jaringan lunak baik 5. Kesan



:



Dekomp.



Cordis



dan



terdapat



efusi



pleura



dx



1.5 Diagnosis Differential Diagnosis: -



CHF NYHA III IV +AKI + Efusi Pleura



-



HHD + CKD + Efusi Pleura



-



Syok Kardiogenik + CKD + Efusi Pleura Working Diagnosis:



-



CHF NYHA III IV e.c CAD (STEMI) + AF + AKI + Efusi Pleura



1.6 Tatalaksana Non - Medikamentosa : -



Tirah Baring



-



Diet rendah Cairan



-



Diet rendah karbohidrat



Medikamentosa : -



O2 Nasal Kanul



-



Infus Dextrose 5% 7 tpm



-



Diuretik : Furosemide 1 x 40 mg i.v



-



ARB : Valsartan 1 x 80 mg



-



B-Blocker: Bisoprolol 1 x 2,5 mg



-



Clopidogrel 1 x 75 mg



-



Aspilet 1x 80 mg



-



ISDN 3 x 5 mg



-



Atorvastatin 1 x 20 mg



1.7 Prognosis -



Ad vitam



: dubia ad bonam



-



Ad functionam



: dubia ad malam



-



Ad sanationam



: dubia ad malam



1.8 Follow up Hari 1 ( 25 Juli 2017 ) S



OS mengeluh sesak nafas disertai nyeri dada. Os juga mengeluh nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang. Dan os mengeluh bengkak pada kedua tungkai. BAK dan BAB tidak ada kelainan.



O



Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis Tekanan darah: 130/90 mmHg



Nadi: 90 x/menit



Suhu: 36,5 ˚C



Pernapasan: 24 x/menit



SO2 : 97% Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/Leher : KGB, Tiroid DBN, JVP 5 + 4 cm Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (+), SNV +/+, wh (-), rh (-) Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+), CVA +/-, Undulasi (+), shifting dullness (+) Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-) Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (+/+) A



 CHF NYHA III IV  AKI  EFUSI PLEURA



P



-



O2 Nasal Kanul



-



Infus Dextrose 5% 7 tpm



-



Diuretik : Furosemide 1 x 40 mg i.v



-



ARB : Valsartan 1 x 80 mg



-



B-Blocker: Bisoprolol 1 x 2,5 mg



-



Clopidogrel 1 x 75 mg



-



Aspilet 1x 80 mg



-



ISDN 3 x 5 mg



-



Atorvastatin 1 x 20 mg



Hari 2 ( 26 Juli 2017 ) S



OS mengeluh sesak nafas disertai nyeri dada. Os masih mengeluh nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang. Dan os mengeluh bengkak pada kedua tungkai. BAK dan BAB tidak ada kelainan.



O



Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis Tekanan darah: 130/90 mmHg



Nadi: 97 x/menit



Suhu: 36,4 ˚C



Pernapasan: 24 x/menit



SO2 : 97% Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/Leher : KGB, Tiroid DBN, JVP 5 + 4 cm Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (+), SNV +/+, wh (-), rh (-) Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+), CVA +/-, Undulasi (+), shifting dullness (+) Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-) Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (+/+) A



 CHF NYHA III IV  AKI  EFUSI PLEURA



P



-



O2 Nasal Kanul



-



Infus Dextrose 5% 7 tpm



-



Diuretik : Furosemide 1 x 40 mg i.v



-



ARB : Valsartan 1 x 80 mg



-



B-Blocker: Bisoprolol 1 x 2,5 mg



-



Clopidogrel 1 x 75 mg



-



Atorvastatin 1x 20 mg



Hari 3 ( 27 Juli 2017)



S



OS mengeluh sesak nafas disertai nyeri dada sudah mulai berkurang. Os masih mengeluh nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang. Dan os mengeluh bengkak pada kedua tungkai. BAK dan BAB tidak ada kelainan.



O



Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis Tekanan darah: 130/100 mmHg Suhu: 36,6 ˚C



Nadi: 97 x/menit Pernapasan: 24 x/menit



SO2 : 99%



Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/Leher : KGB, Tiroid DBN, JVP 5 + 4 cm Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (+), SNV +/+, wh (-), rh (-) Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+), CVA +/-, Undulasi (+), shifting dullness (+) Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-) Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (+/+) A



 CHF NYHA III IV  AKI  EFUSI PLEURA



P



-



O2 Nasal Kanul



-



Infus Dextrose 5% 7 tpm



-



Diuretik : Furosemide 1 x 40 mg i.v



-



ARB : Valsartan 1 x 80 mg



-



B-Blocker: Bisoprolol 1 x 2,5 mg



-



Clopidogrel 1 x 75 mg



-



Atorvastatin 1x 20 mg



Hari 4 ( 28 Juli 2017 ) S



OS mengeluh sesak nafas disertai nyeri dada sudah mulai berkurang. Os masih mengeluh nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang. Dan os mengeluh bengkak pada kedua tungkai. BAK dan BAB tidak ada kelainan.



O



Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis Tekanan darah: 130/80 mmHg



Nadi: 97 x/menit



Suhu: 36,4 ˚C



Pernapasan: 24 x/menit



SO2 : 97% Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/Leher : KGB, Tiroid DBN, JVP 5 + 4 cm Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (+), SNV +/+, wh (-), rh (-) Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+), CVA +/-, Undulasi (+), shifting dullness (+) Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-) Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (+/+) A



 CHF NYHA III IV  AKI  EFUSI PLEURA



P



-



O2 Nasal Kanul



-



Infus Dextrose 5% 7 tpm



-



Diuretik : Furosemide 1 x 40 mg i.v



-



ARB : Valsartan 1 x 80 mg



-



B-Blocker: Bisoprolol 1 x 2,5 mg



-



Clopidogrel 1 x 75 mg



-



Atorvastatin 1x 20 mg



Hari 5 ( 29 Juli 2017 ) S



OS mengeluh sesak nafas disertai nyeri dada sudah mulai berkurang. Os masih mengeluh nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang. Dan os mengeluh bengkak pada kedua tungkai. BAK dan BAB tidak ada kelainan.



O



Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis Tekanan darah: 100/70 mmHg



Nadi: 79 x/menit



Suhu: 36,8 ˚C



Pernapasan: 20 x/menit



SO2 : 99% Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/Leher : KGB, Tiroid DBN, JVP 5 + 4 cm Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (+), SNV +/+, wh (-), rh (-) Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+), CVA +/-, Undulasi (+), shifting dullness (+) Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-) Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (+/+) A



 CHF NYHA III IV  AKI  EFUSI PLEURA



P



-



O2 Nasal Kanul



-



Infus Dextrose 5% 7 tpm



-



Diuretik : Furosemide 1 x 40 mg i.v



-



ARB : Valsartan 1 x 80 mg



-



B-Blocker: Bisoprolol 1 x 2,5 mg



-



Clopidogrel 1 x 75 mg



-



Atorvastatin 1x 20 mg



Hari 6 ( 30 Juli 2017 ) S



OS mengeluh sesak nafas disertai nyeri dada sudah mulai berkurang. Os masih mengeluh nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang. Dan os mengeluh bengkak pada kedua tungkai. BAK dan BAB tidak ada kelainan.



O



Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis Tekanan darah: 100/70 mmHg



Nadi: 75 x/menit



Suhu: 36,6 ˚C



Pernapasan: 20 x/menit



SO2 : 99% Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/Leher : KGB, Tiroid DBN, JVP 5 + 4 cm Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (+), SNV +/+, wh (-), rh (-) Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+), CVA +/-, Undulasi (+), shifting dullness (+) Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-) Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (+/+) A



 CHF NYHA III IV  AKI  EFUSI PLEURA



P



-



O2 Nasal Kanul



-



Infus Dextrose 5% 7 tpm



-



Diuretik : Furosemide 1 x 40 mg i.v



-



ARB : Valsartan 1 x 80 mg



-



B-Blocker: Bisoprolol 1 x 2,5 mg



-



Clopidogrel 1 x 75 mg



-



Atorvastatin 1x 20 mg



Hari 7 ( 31 Juli 2017 ) S



OS mengeluh sesak nafas disertai nyeri dada sudah mulai berkurang. Os masih mengeluh nyeri pada perut yang menjalar sampai ke pinggang. Dan os mengeluh bengkak pada kedua tungkai. BAK dan BAB tidak ada kelainan.



O



Keadaan umum: Tampak sakit sedang Kesadaran: Compos mentis Tekanan darah: 100/70 mmHg



Nadi: 94 x/menit



Suhu: 36,8 ˚C



Pernapasan: 20 x/menit



SO2 : 99% Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/Leher : KGB, Tiroid DBN, JVP 5 + 3 cm Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (+), SNV +/+, wh (-), rh (-) Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+), CVA +/-, Undulasi (+), shifting dullness (+) Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-) Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem minimal (+/+) A



 CHF NYHA III IV  AKI  EFUSI PLEURA



P



-



O2 Nasal Kanul



-



Infus Dextrose 5% 7 tpm



-



Diuretik : Furosemide 1 x 40 mg i.v



-



ARB : Valsartan 1 x 80 mg



-



B-Blocker: Bisoprolol 1 x 2,5 mg



-



Clopidogrel 1 x 75 mg



-



Atorvastatin 1x 20 mg



Hari 8 ( 01 Agustus 2017 ) S



OS mengeluh sesak nafas disertai nyeri dada sudah mulai menghilang.



O



Keadaan umum: Tampak sakit ringan Kesadaran: Compos mentis Tekanan darah: 100/70 mmHg



Nadi: 79 x/menit



Suhu: 36,8 ˚C



Pernapasan: 20 x/menit



SO2 : 99% Kepala : Normochepali, CA -/-, SI -/Leher : KGB, Tiroid DBN, JVP 5 + 3 cm Thorax : S1 S2 Murni reguler, m (-), g (+), SNV +/+, wh (-), rh (-) Abdomen : Datar, supel, BU (+), NT (+), CVA +/-, Undulasi (-), shifting dullness (-) Eks. Atas : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-) Eks. Bawah : Akrang hangat (+/+). Oedem (-/-) A



 CHF NYHA III IV e.c CAD (STEMI)  AF  AKI  EFUSI PLEURA



P



-



ARB : Valsartan 1 x 80 mg



-



B-Blocker: Bisoprolol 1 x 2,5 mg



-



Atorvastatin 1x 20 mg



BAB II ANALISIS KASUS



Tn. O 36 tahun, dirawat di RSUD Karawang dengan Penyakit Jantung Kongestif. OS datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari SMRS. Sesak tidak disertai dengan mengi. Sesak dirasakan terus menerus, dan semakin memberat. Sesak timbul ketika sedang bekerja dan jalan dengan jarak jauh dan berkurang ketika istirahat. Namun pada saat ini, os mengeluh untuk mengangkat gayung saja tidak kuat, dan sesak tidak berkurang ketika istirahat. Os juga mengeluh ketika malam hari terbangun karena adanya sesak. Sesak semakin memberat apabila os dalam posisi berbaring dan berkurang saat posisi duduk. Os mengatakan lebih nyaman tidur dalam posisi tubuh yang lebih tinggi dengan menggunakan 3-4 bantal. Pada 3 bulan lalu sebelumnya, os mengaku pernah mengalami keluhan yang serupa, namun pada saat itu sesak yang dirasakan belum separah seperti saat ini. Pada 3 bulan lalu hingga sekarang os belum mengkonsumsi obat apapun. Os mengeluh sesak nafas disertai adanya nyeri dada dan dada terasa berdebar - debar sejak 3 hari SMRS. Nyeri dada dirasakan pada dada kanan. Nyeri dada dan sesak dirasa semakin memberat. Os juga mengeluh adanya bengkak pada kedua kaki yang dirasa sejak 2 minggu yang lalu. Os mengeluh adanya nyeri pada perut sejak kurang lebih 2 minggu SMRS. Nyeri pada perut dirasakan menjalar hingga ke pinggang. Os mengeluh mual dan muntah setiap sehabis makan sejak keluhan tersebut dirasakan. Os menyangkal adanya batuk dan demam. Riwayat penyakit dahulu pasien yaitu tidak didapatkan Diabetes Mellitus Tipe 2



(-),



Hipertensi (-), riwayat jatuh (-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit ginjal (-), riwayat penyakit hati (-). Riwayat pengakit keluarga pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 (-), hipertensi (-) dan stroke hemoragik (-), riwayat penyakit serupa (-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit hati (-), riwayat penyakit ginjal (-). Riwayat kebiasaan pasien yaitu os sudah berhenti merokok sejak 3 tahun terakhir. Os mengaku sering mengkonsumsi kopi pada malam hari sudah sejak lama. Os mengatakan jarang melakukan olahraga.



2.1 Dasar diagnosis Memenuhi kriteria pasti diagnosa Penyakit Jantung Kongestif: 1. Dispneu on effort 2. Paroxysmal nocturnal dysneu 3. Ortopneu 4. Gallop S3 5. Peningkatan JVP 6. Edema ekstremitas 7. Efusi pleura



2.2 Temuan pemeriksaan fisik



1. Kepala : Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi merata, tidak terdapat jejas atau bekas luka 2. Mata: pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/3. Telinga: deformitas (-), kemerahan (-), oedem (-), serumen (-), nyeri tekan (-), nyeri tarik (-) 4. Hidung: deviasi septum (-), deformitas (-), sekret (-), pernapasan cuping hidung (-) 5. Tenggorokan: uvula ditengah, arcus faring simetris, tonsil T1/T1 6. Mulut: mukosa bibir hiperpigmentasi, sianosis (-), gusi kemerahaan (-) oedem (-), plak gigi (-) 7. Leher: KGB dan kelenjar tiroid tidak membesar, JVP 5+4 cm 8. Thorak: Inspeksi: bentuk dada normal, gerak dinding dada simetris, tipe pernapasan Abdominotorakal, sela iga normal, sternum datar, retraksi sela iga (-) Palpasi: pernapasan simetris, vocal fremitus melemah pada hemitoraks kanan, tidak teraba thrill, ictus cordis teraba di ICS VI linea axillaris anterior sinistra Perkusi: hemitoraks kanan terdengar redup dan hemitoraks kiri sonor, batas paru dan hepar setinggi ICS VI linea midclavicularis dextra dengan perkusi redup, batas bawah paru dan lambung setinggi ICS VIII linea axillaris anterior sinistra dengan perkusi timpani. Batas paru dan jantung kanan setinggi  2 cm lateral parasternal dextra ICS IV, batas paru dan jantung kiri setinggi ICS VI linea axillaris anterior sinistra, batas atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra, pinggang jantung setinggi ICS III ± 1 cm lateral dari linea parasternal sinistra



Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-, Bunyi Jantung I dan II reguler, gallop (+), murmur (-) 9. Abdomen: Inspeksi: bentuk datar, ikterik (-), kemerahan (-), spider naevi (-), benjolan (-) Auskultasi: bising usus 4x/menit, arterial bruit (-) Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien tidak membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (+), CVA +/Nyeri tekan



-



-



-



+



-



-



-



-



-



Perkusi: shifting dullness (+) 10. Ekstremitas: Ekstremitas Atas Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/Ekstremitas Bawah Simetris kanan dan kiri, turgor kulit baik, deformitas -/-, CRT < 2 detik, akral hangat +/+, oedem +/+, ptekie -/-, kebas (+), baal (+), kesemutan (+) pada telapak kaki kanan dan kiri.



2.3 Temuan pemeriksaan penunjang Laboratorium 1. Glukosa Darah Sewaktu



: 96 mg/dL



2. Ureum



: 143,5 mg/dL



3. Kreatinin



: 3,64 mg/dL



4. Hemoglobin



: 14,1 g/dL



5. Leukosit



: 12,19 x 103/uL



6. Trombosit



: 223 x 103/uL



7. Hematokrit



: 41,5 %



8. MCV



: 87 fL



9. MCH



: 29 pg



10. MCHC



: 34 g/dL



11. RDW-CV



: 17,4 %



EKG -



Irama Atrial Fibrilasi



-



Kompleks QRS normal



-



QRS rate 118x/menit



-



PR interval 0,16



-



Tidak terdapat gelombang p



-



Gelombang T normal



-



Terdapat ST elevasi anteroseptal V1-V4



Rontgen Thorax -



Dekomp.



Kordis



dan



terdapat



efusi



pleura



dx



BAB III TINJAUAN PUSTAKA



1.1 Definisi Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (cardiacoutput = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penurunan CO mengakibatkan volume darah yang efektif berkurang. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat maka di dalam tubuh terjadi suatu refleks homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan-perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Apabila tekanan pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di sistem vena maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Apabila tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang sering terjadi pada infark miokard akut sehingga dalam waktu singkat menimbulkan berbagai tanda- tanda kongestif sebelum jantung sempat mengadakan mekanisme kompensasi yang kronis maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif akut. Berdasarkan gejala sesak nafas NewYork Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung kongestif menjadi 4 klas yaitu: Klas I : Aktivitas sehari-hari tidak terganggu. Sesak timbul jika melakukan kegiatan fisik yang berat. Klas II : Aktivitas sehari-hari terganggu sedikit Klas III :Aktivitas sehari-hari sangat terganggu. Merasa nyaman pada waktu istirahat Klas IV : walaupun istirahat terasa sesak.(1)



1.2 Etiologi Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung. Di negara maju penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi. Pada beberapa keadaan, sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung koroner



pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung Selain itu, berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Hipertensi telah dibuktikan meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional yaitu dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan



Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung.(1,2)



1.3 Patogenesis



Gambar 1. Proses Gagal Jantung Kongestif



Gambar 2. Patogenesis Gagal Jantung Kongestif



1.4 Patofisilogi dan Gejala klinis Gagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan pada jantung, otot skeletal dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, Sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga



memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga. Aktivasi .sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berlanjutan, dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,hipertofi dan nekrosis miokard fokal. Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung. Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial and brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didapatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan



merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan arteri pulmonal pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.(3)



Manifestasi Klinis Umum



Deskripsi



Mekanisme



Sesak napas (juga disebut dyspnea)



Sesak napas selama melakukan aktivitas (paling sering), saat istirahat, atau saat tidur, yang mungkin datang tiba-tiba dan membangunkan. Pasien sering mengalami kesulitan bernapas sambil berbaring datar dan mungkin perlu untuk menopang tubuh bagian atas dan kepala di dua bantal. Pasien sering mengeluh bangun lelah atau merasa cemas dan gelisah.



Darah dikatakan “backs up” di pembuluh darah paru (pembuluh darah yang kembali dari paru ke jantung) karena jantung tidak dapat mengkompensasi suplai darah.Hal ini menyebabkan cairan bocor ke paru-paru.



Batuk atau mengi yang persisten



Batuk yang menghasilkan lendir darah-diwarnai putih atau pink.



Cairan menumpuk di paru-paru (lihat di atas).



Penumpukan kelebihan cairan dalam jaringan tubuh (edema)



Bengkak pada pergelangan kaki, kaki atau perut atau penambahan berat badan.



Aliran darah dari jantung yang melambat tertahan dan menyebabkan cairan untuk menumpuk dalam jaringan. Ginjal kurang mampu



membuang natrium dan air, juga menyebabkan retensi cairan di dalam jaringan. Kelelahan



Perasaan lelah sepanjang waktu dan kesulitan dengan kegiatan sehari-hari, seperti belanja, naik tangga, membawa belanjaan atau berjalan.



Jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh.



Kurangnya nafsu makan dan mual



Perasaan penuh atau sakit perut.



Sistem pencernaan menerima darah yang kurang, menyebabkan masalah dengan pencernaan.



Kebingungan dan gangguan berpikir



Kehilangan memori dan perasaan menjadi disorientasi.



Perubahan pada tingkat zat tertentu dalam darah, seperti sodium, dapat menyebabkan kebingungan.



Peningkatan denyut jantung



Jantung berdebardebar, yang merasa seperti jantung Anda balap atau berdenyut.



Untuk "menebus" kerugian dalam memompa kapasitas, jantung berdetak lebih cepat.



Tabel 1. Manifestasi Gagal Jantung Kongestif(4)



Gambar 3. Gejala umum pada Gagal Jantung Kongestif



1.5 Penegakan Diagnosis Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongesti Diagnosis CHF membutuhkan adanya minimal 2 kriteria besar atau 1 kriteria utama dalam hubungannya dengan 2 kriteria minor. Kriteria Mayor: 1. Paroksismal nocturnal dyspnea 2. Distensi vena pada leher 3.



Kardiomegali (ukuran peningkatan jantung pada radiografi dada)



4. Edema paru akut 5. S3 ( Suara jantung ketiga ) 6. Peningkatan tekanan vena sentral (> 16 cm H2O di atrium kanan) 7. Hepatojugular refluks 8. Berat badan > 4.5 kg dalam 5 hari di tanggapan terhadap pengobatan



Kriteria Minor: 1. Bilateral ankle edema 2.



Batuk nocturnal



3.



Dyspnea pada aktivitas biasa



4. Hepatomegali 5. Efusi pleura 6. Penurunan kapasitas vital oleh sepertiga dari maksimum terekam 7. Takikardia (denyut jantung> 120 denyut / menit.) Kriteria Minor diterima hanya jika mereka tidak dapat dikaitkan dengan kondisi medis yang lain (seperti hipertensi paru, penyakit paru-paru kronis, sirosis, asites, atau sindrom nefrotik). Kriteria Framingham Heart Study adalah 100% sensitif dan 78% khusus untuk mengidentifikasi orang dengan gagal jantung kongestif yang pasti.(5) Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP, hepatomegali, edema tungkai. Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru.



Pada pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah bagian kanan.(6,7) Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada hampir seluruh penderita dengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q, abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien sangat kecil kemungkinannya. Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli. Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai



penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah 300 pg/ml. Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.(8)



1.6 Diagnosis Banding Diagnosis gagal jantung kongestif mungkin dapat ditentukan dengan mengamati beberapa kombinasi manifestasi klinis gagal jantung, bersama dengan karakteristik yang ditemui dari satu bentuk etiologi penyakit jantung. Gagal jantung sulit dibedakan dengan penyakit paru. Emboli paru juga ada dalam manifestasi gagal jantung, tetapi hemoptisis, nyeri dada pleuritik, angkatan ventrikel kiri dan karakteristik yang tidak cocok antara ventilasi dan perfusi harus mengarah ke diagnosis ini. Edema pergelangan kaki mungkin disebabkan oleh vena varikosa, edema siklik, atau efek gravitasi tetapi pada pasien ini tidak ada hipertensi vena jugularis saat istirahat atau dengan penekanan di atas abdomen. Edema sekunder terhadap penyakit ginjal biasa dapat dikenal dengan tes fungsi ginjal yang sesuai dan urinalisis, serta jarang berkaitan dengan peningkatan tekanan vena jugularis. Pembesaran hati dan asites terjadi dalam pasien dengan sirosis hepatitis dan juga dapat dibedakan dari gagal jantung dengan tekanan vena jugularis yang normal dan tidak adanya refluks abdominojugularis yang positif. Diagnosis banding untuk gagal jantung dirincikan sebagai berikut(9) 



Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS)







Trauma Akut







Altitude sickness







Asma







Syok kardiogenik







Chronic obstructive pulmonary disease (COPD)







Overdosis Obatan







Infark miokard



1.7







Pneumonia







Fibrosis Pulmonal







Respiratory failure







Sepsis



Penatalaksanaan Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penatalaksanaan secara



farmakologis dan non farmakologis. Keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut atau kronik ditujukan untuk memperbaiki gejala dan prognosis, meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya. Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita yang kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer maupun pengguna katup prosthesis. Gagal jantung kronis bisa terkompensasi atau dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi air dan edema paru tidak dijumpai. Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang mungkin timbul seperti episode edema paru akut, malaise, penurunan toleransi latihan dan sesak nafas saat beraktifitas. Penatalaksaan ditujukan untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain seperti, diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, Beta-blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, dan obat positif inotropik. Pada penderita yang memerlukan



perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan immobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dyspnea, takikardia serta cemas. Pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias yang terdiri daripada hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria dan cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada infark miokardia, aritmia (fibrilasi atrium maupun ventrikel) atau adanya masalah mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum ventrikel pasca infark. Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan kongestif paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita pada posisi duduk disertai dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker merupakan tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta urin output dan oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess (BE) menunjukkan perfusi jaringan. Nilai BE yang rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat daripada metabolisme anaerob dan umumnya mempunyai prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis dan pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid (NSAID), sehingga harus dihindari. Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat mengurangkan kecemasan, nyeri, stress serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta edema paru. Dosis pemberian berbentuk 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang sesuai dengan kebutuhan. Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenous) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah, nitrat bertindak sebagai vasodilator pada vena dan pada dosis yang lebih tinggi



menyebabkan vasodilatasi pada arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan. Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator pada pasien dengan gagal jantung refrakter dan pasien dengan gagal jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside harus dihindari pada pasien dengan gagal ginjal berat dan mempunyai gangguan fungsi hati. Dosis pemberian adalah 0,3 – 0,5 μg/kg/menit. Nesiritide adalah peptide natriuretik yang bersifat sebagai vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan oleh ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal serta dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, dan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1 menit dan dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit. Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan



vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang



berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg. Pemberian dopamine dengan dosis 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, sehingga menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt. Sekiranya bertujuan untuk meningkatkan curah jantung, diperlukan dosis yang lebih tinggi yaitu 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien yang telah mendapat terapi beta blocker, dosis yang dibutuhkan adalah lebih tinggi yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt. Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderita gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi beta blocker yang memerlukan



inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 μg/kg bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 – 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt (Maggioni, A.P., 2005). Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5 μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt. Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang sering adalah penyakit jantung koroner dan sindroma koroner akut. Apabila penderita datang dengan hipertensi emergensi, pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun antagonis kalsium intravena (nicardipine). Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai dengan penyakit dasar. Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah pamasangan pompa balon intra aorta, pacu jantung (pace maker), implantable cardioverter defibrilator, dan ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau dengan syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung (pace maker) bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebagian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.(10)



Berikut pada mukasurat selanjutnya merupakan alogrithma untuk penanganan kasus gagal jantung kongestif:



1.8



Komplikasi Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri dapat



mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan akibat daripada kompensasi jantung dan selanjutnya menimbulkan dyspnea. Pada gagal jantung kanan dapat terjadinya hepatomegali, asites, bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal. Menurut Brunner & Suddarth, potensial komplikasi mencakup syok kardiogenik, episode tromboemboli, efusi perikardium, dan tamponade perikardium.(11)



1.9



Prognosis Prognosis CHF tergantung dari derajat disfungsi miokardium. Menurut New York



Heart Assosiation, CHF kelas I-III mempunyai kadar mortalitas 1 tahun sekitar 25% dan kadar mortalitas 5 tahun sekitar 52%. Sedangkan kadar mortalitas 1 tahun untuk CHF kelas IV adalah sekitar 40%-50%.(1)



DAFTAR PUSTAKA



1. Rilantono L. Penyakit Kardiovaskular. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.



2012. 2. Rodeheffer, R., 2005. Cardiomyopathies in the adult dilated, hypertrophic, and



restrictive. In: Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker; 2005 : 137-56. 3. Harbanu H.M, 2007, et al. Gagal Jantung. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK



Unud/ RSUP Sanglah,



Denpasar.



Available



from



:



http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/9_gagal%20jantung.pdf [Accesed 5th March 2011]. 4. American Heart Association, 2011. Peringatan tanda-tanda gagal jantung. Available



from



:



http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/WarningSignsforHeartFai lur



e/Warning-Signs-of-Heart-Failure_UCM_002045_Article.jsp



[Accesed



5th



March 2011]. 5. Medical Criteria.com, 2010. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung Kongesti.



Available from : http://www.medicalcriteria.com/criteria/framingham.htm [Accesed 5th March 2011]. 6. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: investigation. BMJ



2000;320:297-300. 7. Nieminen MS. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heart failure – full



text the task force on acute heart failure of the european society of cardiology. Eur Heart J 2005. 8. Santoso, A., 2007. Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. Jakarta:



Penerbit Buku Kedokteran EGC : 23-28. 9. Singh,



V.,



2010.



Congestive



Heart



Failure



Imaging.



Available



from



:



http://emedicine.medscape.com/article/354666-overview [Accesed 5th March 2011] 10. Maggioni, A.P., 2005. Review of the new ESC guidelines for the pharmacological



management of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements 2005 ; J15J20. 11. Djausal A N. Gagal Jantung Kongestif. J Medula Unila 2016;5(1):11-13.