Laporan Kasus Isk [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I LAPORAN KASUS



1.1 IDENTITAS PASIEN Nama



: Ny. S



Usia



: 33 tahun



Alamat



:Dsn Gunung 6/5 Kepatihan – Menganti Gresik



Pendidikan



: SMA



Status



: menikah



Agama



: Islam



Tgl&Jam Masuk



: 22 mei 2018, 13.30 WIB



Tgl. Pemeriksaan



: 22 mei 2018, 14.10 WIB



1.2.ANAMNESIS Keluhan utama



: Nyeri perut



Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang ke IGD Rumah sakit Ibnu Sina di antar oleh suami dan keluarga nya dengan keluhan nyeri perut bawah sejak 1 minggu yang lalu, pasien mengatakan sudah minum obat nyeri yang beli di apotik tetapi nyeri tidak berkurang nyeri semakin hebat kemudian pasien dibawa keluarganya ke IGD. Pasien mengatakan pada saat kencing terasa terbakar dan anyang anyangan ( BAK keluar tidak lancar tetapi sering) ,sakit pada bagian daerah pinggang, mual,nafsu makan menurun, badan terasa lemas dan sumer2.



Riwayat penyakit dahulu : ( -) Riwayat Pengobatan 



:



Pasien sudah sempat meminum obat nyeri



1.3.PEMERIKSAAN FISIK 



KeadaanUmum



: lemah







Kesadaran



: Compos mentis







GCS



: 4-5-6







Vital Sign



: TekananDarah



: 105/67 mmHg



Nadi



: 77 x/menit



Respiratory rate



: 20 x/menit



S uhu



: 37,5ºC



Status Generalis 



Kepala



:Konjungtiva anemis (-/-) Skleraikterus (-/-) Sianosis (-/-) Dispneu (-/-)







Leher



: Pembesaran KGB (-) Pembesarantiroid (-)







Thorax



:



Cor Inspeksi Palpasi



: Ictus cordistakterlihat : Ictus cordisterabapada ICS V midklavikula S



Perkusi



: Batas kananjatung Parasternal line dextra Batas kirijantungMidclavicular line sinistra ICS V



Auskultasi



: S1 S2 Tunggal, reguler, murmur(-), Gallop (-)



Pulmo Inspeksi



: Pergerakan dada simetris, retraksi (-/-)



Palpasi : Fremitus rabasimetris Perkusi



: Sonorpadaparukanandankiri



Auskultasi



: Vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)



Abdomen: Inspeksi



: soefel



Auskultasi



: Bisingusus (+)



Palpasi



: Nyeritekan (+)



Perkusi



: shifting dullness (-)



Ekstremitas : Akralhangat



+



+



+



+



Edema



-



-



-



-



1.4.PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. PemeriksaanDarahLengkapTanggal 22 mei 2017 NamaPemeriksaan HB



Hasil 11.7



Nilai Normal L: 13,0-17 g% P: 11,4-15,1 g%



Leukosit



14.700



4.500-11.000



LajuEndapDarah



-



L : 0-15 P : 0-20



PCV



38



L : 40-50 % P : 37-47 %



Trombosit



303.000



150.000-450.000 /µL



MCV



82



80-94



MCH



27



26-32



MCHC



33



32-36



GDA



79



< 200 mg/dl



BUN



9,4



4,8-23 g/dL



Serum Keratinin



0,90



0,7-1,2 mg/dL



Uric Acid



3,6



2,4 – 5,4



SGOT



20,1



0 - 31



SGPT



26,1



0 – 32



Natrium



140



135 – 145



Kalium



3,7



3,5- 5.5



chlorida



110



98 -108



Albumin



3,91



3,5-5,2g/



Ph



7,0



7,2



Bj urine



1,010



1000 – 1015



Leuksit



25/ uL (+)



Negatif



Nitrit



Neg



Negatif



Protein



25



Negatif



Glukosa



Neg



Negatif



Urobinin



Neg



Negatif



Bilirubin



Neg



Negatif



Leukosit



2-3



0-1



Eritrosit



6-8



0-1



Epitel



2-3



Negatif



Silinder



Neg



Negatif



Crystal



Neg



Negatif



TPL



PPL



Intial ASS



Planning







Demam



ISK



ISK











Pielonefritis







Disuria







Nyeri kepala



Inf. Rl 14 tpm







Kemerahan pada



Inj. Ranitidin 2x1



Uretra atau area



Inj. Antrain 3x1



suprapubik



Inj. Ondansetron 2x1



Planning diagnose: Lab; darah lengkap











Planning Terapi:



Planning Monitoring: Keluhan , TTV , DL







Pusing







Mual







RPD: -







RPO: minum obat nyeri







PemeriksaanFisik:



Dalam batas normal Inspeksi: soefel



Dispepsia



Dispepsia 



Planning Diagnosa: Endoskopi







Planning Terapi: Inj 2x1



Ranitidine



Palpasi







: Nyeritekan



(+)



monitoring:



Perkusi



:



shifting



Keluhan,TTV



dullnes Auskultasi:



Bu



(+)



normal



Pemeriksaanpenunjang : 



Planning



Leukosit : 14.700



Leukositosis



infeksi



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1 INFEKSI SALURAN KEMIH 2.1.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau mikroba tumbuh dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna (IDAI, 2011). Istilah ISK umum digunakan untuk menandakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Haryono, 2012). ISK merupakan penyakit dengan kondisi dimana terdapat mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan mampu menimbulkan infeksi pada saluran kemih (Dipiro dkk, 2015). 2.2. Klasifikasi Klasifikasi infeksi saluran kemih dapat dibedakan berdasarkan anatomi dan klinis. Infeksi saluran kemih diklasifikasikan berdasarkan anatomi, yaitu: a. Infeksi saluran kemih bawah berdasarkan presentasi klinis dibagi menjadi 2 yaitu : 1). Perempuan Sistitis adalah infeksi saluran kemih disertai bakteriuria bermakna dan Sindroma uretra akut 2). Laki-laki Berupa sistitis, prostatitis, epidimidis, dan uretritis. b.Infeksi saluran kemih atas



Berdasarkan waktunya terbagi menjadi 2 yaitu: 1). Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan oleh infeksi bakteri (Sukandar, 2006). 2). Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil (Liza, 2006). Berdasarkan klinisnya, ISK dibagi menjadi 2 yaitu : a. ISK Sederhana (tak berkomplikasi) b. ISK berkomplikasi. 2.3.Epidemiologi Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua usia mulai dari bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, insidensi ISK lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra wanita lebih pendek dibandingkan laki-laki (Purnomo, 2014). Menurut data penelitian epidemiologi klinik melaporkan 25%35% semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK. National Kidney and Urology Disease Information Clearinghouse (NKUDIC) juga mengungkapkan bahwa pria jarang terkena ISK, namun apabila terkena dapat menjadi masalah serius (NKUDIC, 2012). Infeksi saluran kemih (ISK) diperkirakan mencapai lebih dari 7 juta kunjungan per tahun, dengan biaya lebih dari $ 1 miliar. Sekitar 40% wanita akan mengalami ISK setidaknya sekali selama hidupnya, dan sejumlah besar perempuan ini akan memiliki infeksi saluran kemih berulang (Gradwohl, 2011). Prevalensi pada lanjut usia berkisar antara 15 sampai 60%, rasio antara wanita dan lakilaki adalah 3 banding 1. Prevalensi muda sampai dewasa muda wanita kurang dari 5% dan laki-laki kurang dari 0,1%. ISK adalah sumber penyakit utama dengan perkiraan 150 juta



pasien pertahun diseluruh dunia dan memerlukan biaya ekonomi dunia lebih dari 6 milyardollar (Karjono, 2009). 2.4 Etiologi Infeksi saluran kemih sebagian besar disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur tetapi bakteri yang sering menjadi penyebabnya. Penyebab ISK terbanyak adalah bakteri gramnegatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus dan akan naik ke sistem saluran kemih antara lain adalah Escherichia coli, Proteus sp, Klebsiella, Enterobacter(Purnomo, 2014). Pasca operasi juga sering terjadi infeksi oleh Pseudomonas, sedangkan Chlamydia dan Mycoplasma bisa terjadi tetapi jarang dijumpai pada pasien ISK. Selain mikroorganisme, ada faktor lain yang dapat memicu ISK yaitu faktor predisposisi (Faucidkk,2008). 2.5. Patofisiologi Infeksi saluran kemih terjadi ketika bakteri (kuman) masuk ke dalam saluran kemih dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari kandung kemih, uretra dan dua ureter dan ginjal (Purnomo, 2014). Kuman ini biasanya memasuki saluran kemih melalui uretra, kateter, perjalanan sampai ke kandung kemih dan dapat bergerak naik ke ginjal dan menyebabkan infeksi yang disebut pielonefritis (National Kidney Foundation, 2012). ISK terjadi karena gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Mikroorganisme penyebab ISK umumnya berasal dari flora usus dan hidup secara komensal dalam introitus vagina, preposium, penis, kulit perinium, dan sekitar anus. Kuman yang berasal dari feses



atau dubur, masuk ke dalam saluran kemih bagian bawah atau uretra, kemudian naik ke kandung kemih dan dapat sampai ke ginjal (Fitriani, 2013). Mikroorganisme tersebut dapat memasuki saluran kemih melalui 3 cara yaitu ascending, hematogen seperti penularan M.tuberculosisatau S.aureus, limfogen dan langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya telah mengalami infeksi (Purnomo,2014). Sebagian besar pasien ISK mengalami penyakit komplikasi. ISK komplikasi adalah ISK yang diperburuk dengan adanya penyakit lainya seperti lesi, obstruksi saluran kemih, pembentukan batu, pemasangan kateter, kerusakan dan gangguan neurologi serta menurunya sistem imun yang dapat mengganggu aliran yang normal dan perlindungan saluran urin. Hal tersebut mengakibatkan ISK komplikasi membutuhkan terapi yang lebih lama (Aristanti, 2015). Pada ISK bawah, walaupun tidak ada penyebaran bakteri ke aliran darah sistemik, masih mungkin menimbulkan kolestasis intrahepatik. Infeksi maupun non-infeksi yang menyebabkan aktivasi sitokin proinflamasi dapat menyebabkan peradangan/inflamasi yang dapat menyebabkan kolestasis hepatoselular. Inflamasi yang menyebabkan kolestasis tidak bergantung pada penyebabnya, dimediasi oleh efek endotoksin misalnya lipopolisakarida (LPS) pada membran luar bakteri Gram negatif dan atau LPS yang merangsang sitokin proinflamasi seperti TNF-alpha dan berbagai interleukin. Telah diketahui bahwa sitokin proinflamasi adalah inhibitor yang poten untuk ekspresi gen transporter hepatobilier yang menyebabkan gangguan fungsi transport empedu dan menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia kolestasis (Crawford,2016). JM Pada keadaan infeksi baik yang masuk ke dalam hati maupun di luar hati, bakteri dapat menghasilkan endotoksin dan endotoksin ini dapat masuk dalam sirkulasi



walaupun bakteri yang menginfeksi tidak masuk dalam peredaran darah(Zimmerman,2015). Oleh sebab itu mungkin saja ditemukan kolestasis walaupun tidak ada bakteriemia(Crawford JM, 2016). Endotoksin dapat merangsang sintesis sitokin oleh makrofag (di hati misalnya sel Kuppfer) . Sel Kupffer dan sel imunokompeten lainnya dalam hati mensintesis sitokin intrahepatik seperti TNF-alpha, IL-1, IL-6, dan IL-8, sehingga sitokin intrahepatik meningkat jumlahnya, mengganggu fungsi hepatosit dan menyebabkan kolestasis. Selain itu sitokin juga dilepaskan oleh sel epitel duktus biliaris (kolangiosit) yaitu TNF-alpha dan IL-6. Hepatosit dan kolangiosit ternyata berkontribusi aktif pada respons sitokin proinflamasi (Crawford JM,2016)



2.6. Tanda dan Gejala Infeksi saluran kemih dapat diketahui dengan beberapa gejala seperti demam, susah buang air kecil, nyeri setelah buang air besar (disuria terminal), sering buang air kecil, kadang-kadang merasa panas ketika berkemih, nyeri pinggang dan nyeri suprapubik (Permenkes, 2011). Namun, gejala-gejala klinis tersebut tidak selalu diketahui atau ditemukan pada penderita ISK. Untuk memegakan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, ureum dan kreatinin, kadar gula darah, urinalisasi rutin, kultur urin, dan dip-stick urine test. (Stamm dkk, 2001) Dikatakan ISK jika terdapat kultur urin positif ≥100.000 CFU/mL. Ditemukannya positif (dipstick) leukosit esterase adalah 64 -90%. Positif nitrit pada dipstick urin, menunjukkan konversi nitrat menjadi nitrit oleh bakteri gram negatif tertentu (tidak gram positif), sangat spesifik sekitar 50% untuk infeksi saluran kemih. Temuan sel darah putih



(leukosit) dalam urin (piuria) adalah indikator yang paling dapat diandalkan infeksi (> 10 WBC / hpf pada spesimen berputar) adalah 95% sensitif tapi jauh kurang spesifik untuk ISK. Secara umum, > 100.000 koloni/mL pada kultur urin dianggap diagnostik untuk ISK (M.Grabe dkk, 2015). 2.7. Diagnosis Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat.Gejala yang sering timbul ialah disuria, polakisuria, dan terdesak kencing yang biasanya terjadi bersamaan, disertai nyeri supra pubik dan daerah pelvis.Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi, yaitu :. Pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa nyeri supra pubik, disuria, frekuensi, hematuri, urgensi, dan stranguria Pada ISK bagian atas, dapat ditemukan gejala demam, kram, nyeri punggung, muntah, skoliosis, dan penurunan berat badan.



PemeriksaanPenunjang Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang menegakkan diagnosis infeksi saluran kemih, antara lain : a. Urinalisis Eritrosit Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler. Penyakit nongromeluler seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih. –Piuria Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan oleh Stamm, bila ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit per lapanganpandangbesarpadaurin yang di



sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau >10.000 per ml urin. Piuria yang steril dapat ditemukan pada keadaan : 12 Infeksi tuberculosis Urin terkontaminasi dengan antiseptic Urin terkontaminasi dengan leukosit vagina Nefritisintersisialkronik (nefropatianalgetik) Nefrolitiasis Tumor uroepitelial- Silinder Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain : 



Silinder eritrosit, sangat diagnostic untuk glomerulonefritis atau vaskulitis



ginjal 



Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostic untuk



pielonefritis 



Silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada



gromerulo nefritis akut 



Silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila



ditemukan bersaman dengan proteinuria nefrotik. - Kristal Kristal dalam urin tidak diagnostic untuk penyakit ginjal – Bakteri Bakteri dalam urin yang ditemukan dalam urinalisis tidak identik dengan infeksi saluran kemih, lebih sering hanya disebabkan oleh kontaminasi. b. Bakteriologis Mikroskopis,pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyata kan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. – Biakan bakteri, pembiakan bakteri



sedimen urin dimaksud kan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna sesuai criteria Catteli. c. Tes Kimiawi Beberapa tes kimiawi dapat dipakai untuk penyaring adanya bakteri uria, di antaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate. Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecuali enterococci mereduksi nitrat. 1,2 4. Tes Plat – Celup (Dip-Slide) Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastic bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat khusus. Lempengan tersebut dicelupkan kedalam urin pasien atau dengan digenangiurin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali ke dalam tabung plastic tempat penyimpanan semula, lalu diletak kan pada suhu 37 derajat Celcius selama satu malam.Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membanding kan pola pertumbuhan kuman dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara 1000 dan 10.000.000 dalam tiap mL urin yang diperiksa .Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui. RadiologisdanPemeriksaanpenunjanglainnya Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksud kan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos abdomen, pielonegrafi intravena, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, missal nya ultrasonografi dan CTScan.



2.8. Tatalaksana Terapi Tatalaksana terapi dapat diawali dengan pertimbangan faktor pasien, faktor mikrobiologis dan data hasil klinis (Kurniawan, 2005). Antibiotik (antibakteri) adalah zat yang diperoleh dari suatu sintesis atau yang berasal dari senyawa nonorganik yang dapat membunuh bakteri patogen tanpa membahayakan manusia (inangnya). Antibiotik harus bersifat selektif dan dapat menembus membran agar dapat mencapai tempat bakteri berada (Priyanto, 2010). Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan kekebalan bakteri, munculnya bakteri-bakteri yang resisten terhadap suatu antimikroba, dan peningkatan biaya pengobatan (Kurniawan, 2005). Resistensi adalah keadaan dimana suatu mikroba tidak terhambat pertumbuhanya dengan antibiotik dosis normal yang seharusnya. Multiple drug resistenadalah resistensi terhadap dua atau lebih obat sedangkan cross resistenadalah resistensi terhadap obat diikuti dengan obat lain yang belum dipaparkan (Purnomo, 2011). Prinsip terapi antibiotik menurut European Association of Urology dalamGuideline On Urological Infections 2015yang dijadikan standart dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 1. Terapi Empiris Antimikroba Oral yang Direkomendasikan untuk Pyelonefritis Tanpa Komplikasi Akut Ringan dan Sedang.



Nama obat



Dosis oral



Durasi terapi



Ciprofloxacin



500-750 mg bid



7-10 hari



Levofloxacin



500 mg qd



7-10 hari



Levofloxacin



750 mg qd



5 hari



Sefodoksim proksetil



200 mg bid



10 hari



Seftibutin



400 mg qd



10 hari



Trimetopim-



160/800 mg bid



14 hari



125/500 mg bid



14 hari



sulfametoksazol Co-amoksiclav



Note : florokuinolon kontraindikasi pada wanita hamil, terutama untuk bakteri gram positif Tabel 2.Terapi Empiris Antimikroba Parenteral yang Direkomendasikan untuk Pyelonefritis Akut Tanpa komplikasi. Nama obat



Dosis parenteral



Ciprofloxacin



400 mg biq



Levofloxacin



250-500 mg qd



Levofloxacin



750 mg qd



Sefotakim



2 gram tid



Ceftriaxon



1-2 gram qd



Cefazidim



1-2 gram tid



Beberapa definisi antibiotik yang digunakan untuk pengobatan ISK: a. Golongan penisilin Penisilin dan turunannya adalah obat yang memiliki struktur beta-laktam bersifat bakterisidaterhadap grampositif dan beberapa gram negatif. Golongan penisilin dalam struktur kimianya mempunyai 2 cincin yaitu cincin tiazolidin dan beta-laktam. Mekanisme



kerjanya menghambat sintesis dinding sel kuman. Antibiotik beta-laktam juga menghambat trans-peptidasi, tahap akhir pembentukan dinding sel. Efek samping antara lain kejang, gangguan keseimbangan Na-K, iritasi lokal. Penggolongan penisilin : 1) Spektrum sempit, sensitif terhadap penisilinase . Contohnya : penisilin G, penisilin V 2) Penisilin antistreptokokus Contohnya : metisilin, oksasilin, nafsilin, kloksasilin 3) Spektrum luas, aminopenisilin Contohnya : ampisilin, amoksisilin 4) Penisilin anti pseudomonas Contohnya : karbenisilin, tikarsilin, piperasilin. b. Golongan kuinolon Norfloksasin, lomefloksasin, ofloksasin, siproflosasin, gatifloksasin, moksifloksasin, gemifloksasin, sparfloksasin dan levofloksasin. Kuinolon bersifat bakterisid dan berspektrum luas yang memiliki mekanisme menghambat DNA girase pada replikasi DNA, sehingga dapat menghambat proses replikasi DNA dan transkripsi mRNA. Efek sampingnya adalah mual, muntah, tidak nafsu makan, sakit perut, diare, pusing, sakit kepala, demam, gatal-gatal. Berikut antibiotik golongan kuinolon beserta indikasinya. Tabel 3. Golongan Antibiotik kuinolon dan Indikasinya Obat



Indikasi



Ciprofloxacin



Berbagai infeksi kuman



Enokxacin



Infeksi saluran kemih dan gonore



Lemofloxacin



Infeksi saluran nafas dan saluran kemih



Norfloxacin



Infeksi saluran kemih



Ofloxacin



Infeksi saluran nafas, saluran kemih, dan gonore



Grepafloxacin



Infeksi saluran nafas, saluran kemih



Levofloxacin



Infeksi saluran nafas dan saluran kemih



Moxifloxacin



Sinusitis bakterialis, bronkhitis, dan pneumonia



Sparfloxacin



Infeksi saluran nafas dan saluran kemih



c. Golongan sefalosporin Sefalosporin merupakan antibiotik yang memiliki cincin beta-laktam dalam strukturnya sehingga tergolong antibiotik beta laktam. Efek sampingnya antara lain reaksi hipersensitivitas yang identik dengan reaksi-reaksi pada golongan penisilin termasuk anafilaksi, ruam, nefritis, granulositopenia, dan anemia hemolitik. Mekanismenya yaitu menghambat metabolisme dinding sel bakteri. Dibagi menjadi beberapa generasi obat, yaitu: Generasi I : sefaleksin, sefazolin, sefadrin dapat diberikan IM/IV. sefalotin, sefadroksil dapat diberikan secara oral. Efektif terhadap gram positif dan memiliki aktifitasnya sedang



terhadap gram negatif.Generasi II : Sefamandol, sefaklor, sefuroksim dapat diberikan secara oral. Memiliki aktifitas terhadap gram negatif lebih tinggi. Generasi III : Sefiksim, sefotaksim, seftriakson, seftazidin. Aktivitas kurang aktif terhadap gram-postif dibandingkan generasi-I, tapi lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae, termasuk strain yang memproduksi beta-laktamase. Generasi IV : sefepim dan sefpirom. Sefepim aktif terhadap Enterobacteriaceaeyang resisten terhadap sefalosporin lainya d. Kotrimoksazol Merupakan suatu kombinasi antara trimetoprim dan sulfametoksazol yang memiliki aktifitas bakterisid. Efektif terhadap gram postif dan negatif dan banyak digunakan untuk infeksi saluran kemih (Tjay dkk, 2007). Efek sampingnya yaitu mual, muntah, sakit perut, diare, tidak bisa tidur dan pendengaran bising. e. Aminoglikosida Aminoglikosida merupakan antibiotik spektrum luas terutama pada basil gram negatif aerobik. Aktifitasnya sebagai bakterisid, yang memiliki mekanisme menghambat sintesis protein bakteri. Kelompok aminoglikosida yang sering digunakan adalah gentamisin, tobramisin dan amikasin. Efek sampingnya adalah alergi, iritasi dan terjadi toksisitas contohnya ototoksik, nefrotoksik dan gangguan pendengaran khusunya pada pasien anak dan usia lanjut. f. Karbapenem Karbapenem merupakan antibiotik lini ketiga yang mempunyai aktivitas antibiotik yang lebih luas dari pada sebagian besar beta-laktam lainnya. Obat yang termasuk karbapenem adalah imipenem, meropenemdan doripenem. Spektrum aktivitasnya



menghambat sebagian besar gram-positif, gram-negatif, dan anaerob. Ketiganya sangat tahan terhadap beta-laktamase. Efek samping paling sering adalah mualmuntah, dan kejangpada dosis tinggi yang diberi pada pasien dengan lesi sistem saraf pusat atau dengan insufisiensi ginjal. Meropenem dan doripenem mempunyai efikasi serupa imipenem, tetapi lebih jarang menyebabkan kejang (Permenkes, 2011). Penggunaan Antibiotik Efektifitas pengobatan sangat tergantung pada pola pengobatan yang rasional atau tidak rasional. Salah satu proses pengobatan yang rasional berdasarkan indikator WHO merupakan pemilihan terapi berdasarkan pertimbangan efikasi, safety, suitability dan cost.Pertimbangan pemilihan terapi tepat dengan diagnosis, maka kerasionalan tercapai (Tori, 2003). Prinsip dari penggunaan antibiotik secara bijak diantaranya adalah : 1. Penggunaan antibiotik spektrum sempit pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat. 2. Penggunaan antibiotik dengan pembatasan dan mengutamakan antibiotik lini pertama. 3. Pembatasan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan pedoman penggunaan antibiotik, penggunaan antibiotik secara terbatas, dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik tertentu. 4. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakan diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemerikasaan laboratorium. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri.



5.Pemilihan antibiotik berdasarkan pada : a.Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik b. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi. c.Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik. d.Melakukan de-eskalasi setelah melakukan pertimbangan hasil miikrobiologi dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat. e.Cost effective : obat dipilih yang paling efektif dan aman. Penggunaan antbiotik yang bijak dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : a. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotik secara bijak . b. Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan penguatan pada laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi c. Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang infeksi d. Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim (team work) e. Membentuk tim pengendali dan pemantauan penggunaan antibiotik secara bijakbersifat multidisiplin f. Memantau penggunaan antibiotik secara intensif dan berkesinambungan g. Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih rinci di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan masyarakat (Kemenkes RI, 2011) 2.9.Komplikasi



Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi saluran kemih antara lain batu saluran kemih, okstruksi saluran kemih, sepsis, infeksi kuman yang multisitem, gangguan fungsi ginjal. 2.10. Prognosis Prognosis pada infeksi saluran kemih (ISK) simple terbilang sangat baik, dengan pengobatan antibiotik yang tepat maka penderita dapat sembuh sempurna. Pada beberapa wanita dapat mengalami episode ISK berulang, hal tersebut dihubungkan dengan perilaku seksual, penggunaan spermicide, wanita dengan antigen spesifik pada golongan darah tertentu. Pada ISK rumit dengan diagnosis dan tatalaksana yang tepat, prognosis terbilang cukup baik. Kerusakan dari fungsi ginjal jarang namun mungkin saja terjadi sebagai bagian dari komplikasi.



DaftarPustaka



Abdelmalak, J.B, et all.Urinary Tract Infections in Adults. In Potts J.M, ed.Essential Urology, A Guide to Clinical Practice. New Jersey: Humana Press. 2004:183-18910.



Anonim.Pyelonephritis Acute. In Williamson, M.A & Snyder L.M.Wallach’s Interpretation of Diagnostic Test 9th.Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins aWolters Kluwer Publishers. 2011: 730-73111.



Anonim.Urinary Tract Infections (Acute Urinary Tract Infection: Urethritis, Cystitis,and Pyelonephritis).In Kasper, et all ed. Harrison’s Manual of Medicine16th Edition Newyork: Mc Graw Hill Medical Publishing Division. 2005:7243.



Crawford JM. Cellular and molecular biology of the inflamed liver. ` Curr. Opin. Gastroenterol. 2016; 13:175-85.



DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G. & Posey, L.M., 2008, Pharmacotherapy : a Pathophysiologic Approach, hal : 2036,McGraw Hill Company, New YorkSukandar, E.



Haryono,



BambangSantoso,



dkk.



2012.



Capacity



Building.Malang:



UniversitasBrawijaya Press.



Infeksi Saluran Kemih in Sudoyo A.W, et all.ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V Jakarta: Internal Publishing. 2009:1008-1014.2.



Macfarlane, M.T.Urinary Tract Infections. In, Brown B, et all ed.4th Urology.California: Lippincott Williams & Wilkins. 2006: 83-167.



Nguyen, H.T.Bacterial Infections of The Genitourinary Tract . In Tanagho E. &McAninch J.W. ed.Smith’s General urology 17th edition. Newyork: Mc Graw HillMedical Publishing Division. 2008: 193-1954.



Ronald A.R & Nicollé L.E.Infections of the Upper Urinary Tract . In Schrier R.W, ed. Diseases of the Kidney and Urinary Tract 7th edition Vol.1. Newyork: LippincottWilliams & Wilkins Publishers. 2001: 16878.



Scanlon, V.C & Sanders, T.Essential of Anatomy and Physiology 5thedition.Philadelpia:FA Davis Company. 2007: 420-4326.



Sukandar, E. Infeksi (non spesifik dan spesifik) Saluran Kemih dan Ginjal . In Sukandar E.Nefrologi Klinik Edisi III.Bandung: Pusat Informasi Ilmiah (PII) Bagian IlmuPenyakit Dalam FK UNPAD. 2006: 29-725.



Weissman, S.J, et all.Host-Pathogen Interactions and Host Defense Mechanisms. In InSchrier R.W, ed.Diseases of the Kidney and Urinary Tract 8th edition Vol.1 Newyork:Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2007: 817-8269. Zimmerman HJ, Fang M, Utili R, Seeff LB, Hoofnagle J. Jaundice due to bacterial infection. Gastroenterology 2015; 77:362-74.