18 0 1017 KB
KATA PENGANTAR Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kemudahan, taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Masyarakat berjudul “Gambaran Pelaksanaan Program Penyehatan Pemukiman Dan Jamban Keluarga Di Puskesmas Cipageran Tahun 2017”. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Praktek Kerja Masyarakat ini masih jauh dari sempurna, karena banyaknya kekurangan dan keterbatasan dari penulis sendiri.
Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan Laporan Praktek Kerja Masyarakat ini. Penulis tidak lepas dari bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Laporan Praktek Kerja Masyarakat ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan penulis baik pengetahuan, pengalaman, maupun kemampuan yang penulis miliki. Pada Kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi- tingginya kepada : 1. Bapak dr. Gunawan Irianto, M.Kes (MARS) selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Jenderal Achmad Yani Cimahi. 2. Bapak Asep Dian Abdilah, S.Pd., SKM., M.M., M.HKes selaku Ketua Prodi Kesehatan Masyarakat Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Jenderal Achmad Yani Cimahi. 3. Ibu Dyan Khunti N, SKM., M.KM, selaku pembimbing akademik.
i
ii
4. Ibu Ani Handayani, Amd.KL, selaku pembimbing lapangan praktek kesehatan masyarakat. 5. Drg. Irmawati Puspita Dewi selaku Kepala Puskesmas Cipageran. 6. Seluruh staf pegawai di Puskesmas Cipageran. 7. Kedua orang tuaku, yang selalu mencurahkan kasih sayang, semangat
dan
mendo’akan
disetiap
gerak
langkahnya
untuk
keberhasilan anak-anaknya. 8. Teman-teman terbaik seperjuangan di Program Studi Kesehatan Masyarakat (S-1) Sekolah tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Jenderal Achmad Yani Cimahi. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Masyarakat ini. Akhirnya penulis berharap semoga Laporan Praktek Kerja Masyarakat ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Atas perhatiannya penulis mengucapkan banyak terima kasih. Cimahi, Maret 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI ........................................................................................................iii DAFTAR TABEL .................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................iii DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang..................................................................................... 1 B. Tujuan ................................................................................................. 4 1.
Tujuan Umum ............................................................................. 4
2.
Tujuan Khusus ............................................................................ 5
C. Manfaat Praktik Kesehatan Masyarakat ............................................... 5 D. Waktu Praktek Kesehatan Masyarakat ................................................ 6 E. Ruang Lingkup Praktik Kesehatan Masyarakat .................................... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 7 A. Program Kesehatan Lingkungan di Puskesmas ................................... 7 B. Alur Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas ............. 9 C. Program Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Cipageran................ 22 D. Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga .................. 23 1.
Rumah Sehat ............................................................................ 23
2.
Sarana Air Bersih ...................................................................... 29
3.
Sarana Pembuangan Air Limbah dan Jamban Keluarga ........... 32
BAB III ANALISIS SITUASI .............................................................................. 36 A. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Cipageran ................... 36 1.
Profil Puskesmas Cipageran ..................................................... 36
2.
Data Geografi Puskesmas Cipageran ....................................... 41
3.
Data Demografi Tahun 2016 ..................................................... 42
B. Data Rumah Sehat, SAB, SPAL, dan JAGA di Puskesmas Cipageran Tahun 2016 ....................................................................................... 45 C. Pemeriksaan Rumah Sehat, SAB, SPAL, JAGA di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran ....................................................................... 48 BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 53 A. Identifikasi Masalah ........................................................................... 53
iii
B. Penetapan Prioritas Masalah ............................................................. 55 C. Penyebab Masalah ............................................................................ 58 D. Pemecahan Masalah ......................................................................... 59 BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 62 A. Simpulan............................................................................................ 62 B. Saran ................................................................................................. 64 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 65 LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Proporsi Rumah Tangga yang Akses Pelayanan Air Minum Layak Menurut Kualifikasi Daerah dan Kuintil Pengeluaran Rumah Tangga ................................................ 31 Tabel 3.1
Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Desember Tahun 2014 ........ 42
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2014 ......................................................... 43 Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran .............................................. 44 Tabel 3.4 Distribusi Mata Pencaharian Pokok Penduduk di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran .............................................. 44 Tabel 3.4 Jumlah Rumah Berdasarkan Jenis di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2015 ...................................... 49 Tabel 3.5 Jumlah Rumah Berdasarkan Kondisi Rumah di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2015 .......................... 50 Tabel 3.6
Rumah Yang Memiliki Sarana Air Bersih Di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2015 .......................... 50
Tabel 3.7
Rumah Yang Memiliki Jamban Keluarga Di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2015 ......................... 51
Tabel 3.8 Jumlah KK Yang menggunakan SPAL di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2015 ...................................... 52 Tabel 4.1
Penetapan Prioritas Masalah dengan Menggunakan Metode Matriks ..................................................................... 57
Tabel 4.2
Masalah dan Penyebab Masalah .......................................... 59
Tabel. 4.3 Alternatif Pemecahan Masalah ............................................. 60
iii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Persentase Rumah Tangga Yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak Tahun 2015 .............................. 34
iii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Surat Ijin Praktek Kesehatan Puskesmas Cipageran
Lampiran 2
Surat balasan Praktek Kesehatan Masyarakat dari Puskesmas Cipageran
Lampiran 3
Lembar Kegiatan Cipageran
iii
Harian
PKM
Masyarakat
di
di
Puskesmas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Puskesmas
merupakan
menyelenggarakan kesehatan
upaya
sarana
kesehatan
perseorangan
tingkat
fasilitas
kesehatan
masyarakat pertama,
yang
dan
upaya
dengan
lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setingi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes No. 75 Tahun 2014). Pelayanan kesehatan lingkungan merupakan salah satu bagian dari pelayanan Puskesmas yang bertujuan mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial guna mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh faktor risiko lingkungan. Faktor
terbesar
yang
mempengaruhi
derajat
kesehatan
masyarakat adalah lingkungan. Terdapat beberapa cakupan dalam menentukan
derajat
kesehatan
lingkungan
di
suatu
wilayah,
diantaranya; cakupan Rumah Sehat, cakupan Jamban Sehat, cakupan Keluarga dengan Sumber Air Minum Terlindung, Angka Bebas Jentik, dan cakupan Pengawasan Tempat – Tempat Umum (TTU) dan cakupan
Tempat
Pengelolaan
1
Makanan
(TPM).
2
Sampai saat ini penyakit yang terkait kualitas lingkungan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, antara lain Malaria pada tahun 2012 sebanyak 417.819 kasus dan Anual Parasite Incident Malaria di Indonesia sebesar 1,69 per1.000 penduduk. Demam Berdarah Dengue pada tahun 2012 sebanyak 90.245 kasus dengan jumlah kematian 816 (IR (Incident Rate)= 37,11 dan CFR (Case Fatality Rate)= 0.9). Sedangkan penemuan Pneumonia Balita pada tahun 2012 cakupannya sebesar 22,12 %. Angka kesakitan diare pada semua umur menurun tidak signifikan dari 423 per 1000 penduduk pada tahun 2006 menjadi 411 per 1000 penduduk pada tahun 2010, hasil survey morbiditas tahun 2006 dan tahun 2010 memperlihatkan bahwa tidak ada perubahan episode diare pada balita sebesar 1,3 kali (Depkes, 2012). Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula sebagai tempat tinggal serta digunakan untuk berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya. Selain itu rumah juga merupakan pengembangan
kehidupan
dan
tempat
berkumpulnya
anggota
keluarga untuk menghabiskan sebagian besar waktunya. Bahkan bayi, anak – anak, orang tua, dan orang sakit menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah. Rumah sehat dan nyaman merupakan sumber inspirasi penghuninya untuk berkarya sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. Salah satu indikator keberhasilan Penyehatan
3
Lingkungan di suatu daerah ialah nilai cakupan Rumah Sehat di wilayah tersebut (Pedoman Penilaian Rumah Sehat, 2007). Rumah sehat merupakan bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang mempunyau layak sanitasi,
mempunyai
sarana
air
bersih,
mempunyai
tempat
pembuangan sampah, mempunyai sarana pembuangan limbah, mempunyai ventilasi rumah yang baik, memiliki kepadatan hunian rumah yang sesuai dan mempunyai lantai rumah yang tidah terbuat dari tanah. Rumah merupakan tempat aktifitas dan tempat berlindung keluarga, sehingga diperlukan kondisi rumah yang dapat mengurangi atau menghilangkan risiko penghuni rumah untuk menjadi sakit (Pedoman Penilaian Rumah Sehat, 2007). Faktor – faktor risiko lingkungan pada bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit maupun kecelakaan antara lain;
ventilasi,
pencahayaan,
kepadatan
hunian
ruang
tidur,
kelembagaan ruang, kualitas udara ruang, binatang penular penyakit, air bersih, limbah rumah tangga, sampah, sarana sanitasi, serta perlaku penghuni dalam rumah (Pedoman Penilaian Rumah Sehat, 2007). Menurut Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2015 mengenai data cakupan Rumah Sehat Provinsi Jawa Barat adalah 73,09 % naik 11,72
%
dari tahun
2014
sebesar 61,37
%.
Sebanyak 12
kabupaten/kota cakupannya lebih tinggi dari cakupan Provinsi.
4
cakupan Rumah Sehat tertinggi adalah Kab. Karawang sebesar 100% (206.661 Rumah Sehat) dan terrendah di Kota Cimahi 39,31 % (6.852 Rumah Sehat), semakin tinggi cakupan Rumah Sehat di suatu wilayah, maka akan semakin kecil risiko penghuni rumah tersebut menjadi sakit. Dari data hasil pemeriksaan Rumah Sehat dan Jamban Keluarga di wilayah Puskesmas Cipageran didapatkan hasil bahwa pada Tahun 2015 sebanyak 6450 rumah atau sekitar 64,06 % dari total keseluruhan 10069 rumah di 29 RW termasuk ke dalam kategori rumah sehat. Sedangkan untuk pencapaian Jamban Keluarga di 29 RW tersebut didapatkan hasil sebanyak 9281 rumah atau 92,17% yang menggunakan septictank leher angsa, sedang yang lainnya menggunakan septictank komunal, cemplung/cubluk, WC umum, buang air besar sembarangan/ buangannya ke sungai (Laporan Puskesmas, 2015) B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pelaksanaan Program Penyehatan Pemukiman dan
Jamban Keluarga di wilayah cakupan
Puskesmas Cipageran Tahun 2017.
5
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga di wilayah cakupan Puskesmas Cipageran Tahun 2017. 2. Untuk mengidentifikasi masalah pada Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga di wilayah cakupan Puskesmas Cipageran Tahun 2017. 3. Untuk
menetapkan
prioritas
masalah
pada
Program
Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga di wilayah cakupan Puskesmas Cipageran Tahun 2017. 4. Untuk mengidentifikasi penyebab masalah pada Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga di wilayah cakupan Puskesmas Cipageran Tahun 2017. 5. Untuk mengajukan alternatif pemecahan masalah terhadap masalah yang teridentifikasi pada Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga di wilayah cakupan Puskesmas Cipageran Tahun 2017. C. Manfaat Praktik Kesehatan Masyarakat 1. Bagi Puskesmas Cipageran Memberikan masukan berupa informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan khususnya pada pelaksanaan Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga di Puskesmas Cipegeran.
6
2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan dan evaluasi dalam proes belajar mengajar serta menambah hasil penelitian untuk dijadikan sebagai sumber perbandingan. 3. Bagi Penulis Untuk
mengkaji
lebih
jauh
mengenai
pentingnya
pelaksanaan Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga. D. Waktu Praktik Kesehatan Masyarakat Pelaksanaan praktikum di Puskesmas Cipageran selama 20 hari kerja yaitu mulai tanggal 30 Januari 2017 sampai dengan 22 Februari 2017. E. Ruang Lingkup Praktik Kesehatan Masyarakat Kegiatan Praktik Kesehatan dilaksanakan di Puskesmas Cipageran selama 20 hari. Laporan PKM ini dibatasi mengenai kendala – kendala yang menjadi hambatan dalam melaksanakan program di Puskesmas Cipageran. Praktik Kesehatan Masyarakat (PKM) ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2017 yang melibatkan petugas kesehatan. Dengan cara melakukan pengamatan mengenai permasalahan pada Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Program Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas menyebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah
kerjanya
dalam
Kecamatan
Sehat.
Puskesmas
memiliki
Kesehatan
Masyarakat
rangka
Selain fungsi
mendukung
melaksanakan sebagai
(UKM)
tingkat
terwujudnya
tugas
tersebut,
penyelenggara pertama
dan
Upaya Upaya
Kesehatan Perseorangan (UKP) (Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2015). Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama yang terdapat pada Puskesmas Cipageran ialah: a. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) esensial 1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak termasuk Keluarga Berencana (KIA-KB)
7
8
2. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2P) 3. Peningkatan Kesehatan Lingkungan 4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat 5. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat / Promosi Kesehatan (Promkes) b. Upaya Kesehatan Masyaralat Pengembangan 1. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit gigi dan mulut 2. Upaya Kesehatan Usia Lanjut (Lansia) 3. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) & Kesehatan Remaja 4. Kesehatan Jiwa Masyarakat 5. Kesehatan Mata / pencegahan kebutaan 6. Kesehatan Olahraga 7. Bina Kesehatan Tradisional 8. Kesehatan Haji 9. Klinik Konseling Terpadu Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, peranan lingkungan sangat penting di samping faktor lain seperti kualitas pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat. Untuk itu program penyehatan lingkungan berupa penyehatan air dan sanitasi dasar, penyehatan permukiman dan tempat-tempat umum, penyehatan kawasan dan sanitasi darurat, higiene sanitasi
9
pangan dan pengamanan limbah udara dan radiasi melalui kegiatan teknis penyehatan, pengamanan dan pengendalian pada media air, udara, tanah, pangan, sarana bangunan dan vektor atau binatang pembawa penyakit sangat diperlukan untuk percepatan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat terutama karena meningkatnya penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh Faktor Risiko Lingkungan, Pemerintah
telah
menetapkan
Puskesmas
sebagai
fasilitas
pelayanan kesehatan terdepan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya. Dalam pengaturan Puskesmas ditegaskan bahwa salah satu upaya kesehatan masyarakat yang bersifat esensial adalah berupa Pelayanan Kesehatan Lingkungan. Upaya
kesehatan
diselenggarakan
oleh
masyarakat setiap
esensial
Puskesmas
tersebut untuk
harus
mendukung
pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang kesehatan (Permenkes 13 tahun 2015).
B. Alur Kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas Menurut Peraruran Menteri Kesehatan No. 13 Tahun 2015 tentang
Pelayanan
Kesehatan
Lingkungan
di
Puskesmas
10
menerangkan bahwa kegiatan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Puskesmas dilaksanakan di dalam gedung dan luar gedung Puskesmas, meliputi: 1. Konseling Konseling adalah hubungan komunikasi antara Tenaga Kesehatan Lingkungan dengan Pasien yang bertujuan untuk mengenali dan memecahkan masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi. Dalam Konseling, pengambilan keputusan adalah tanggung jawab Pasien. Pada waktu Tenaga Kesehatan Lingkungan komunikasi
membantu secara
Pasien
timbal
balik
terjadi yang
langkah-langkah saling
berkaitan
(komunikasi interpersonal) untuk membantu Pasien membuat keputusan. Tugas pertama Tenaga Kesehatan Lingkungan adalah
menciptakan
hubungan
dengan
Pasien,
dengan
menunjukkan perhatian dan penerimaan melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan mempengaruhi keberhasilan pertemuan tersebut. Konseling tidak semata-mata dialog, melainkan juga proses sadar yang memberdayakan orang agar mampu mengendalikan hidupnya dan bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya.
11
2. Inspeksi Kesehatan Lingkungan Inspeksi
Kesehatan
Lingkungan
adalah
kegiatan
pemeriksaan dan pengamatan secara langsung terhadap media lingkungan dalam rangka pengawasan berdasarkan standar, norma dan baku mutu yang berlaku untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat. Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilaksanakan berdasarkan hasil Konseling terhadap Pasien dan/atau kecenderungan berkembang atau meluasnya penyakit dan/atau kejadian kesakitan akibat Faktor Risiko Lingkungan. Inspeksi Kesehatan Lingkungan juga dilakukan secara berkala, dalam rangka investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan program kesehatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. a. Petugas Inspeksi Kesehatan Lingkungan Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan Lingkungan (sanitarian, entomolog dan mikrobiolog) yang membawa surat tugas dari Kepala Puskesmas dengan rincian tugas yang lengkap. Dalam pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tenaga
Kesehatan
Lingkungan
sedapat
mungkin
mengikutsertakan petugas Puskesmas yang menangani program
terkait
atau
mengajak
serta
petugas
dari
12
Puskesmas Pembantu, Poskesdes, atau Bidan di desa. Terkait hal ini Lintas Program Puskesmas berperan dalam: 1) Melakukan sinergisme dan kerja sama sehingga upaya promotif, preventif dan kuratif dapat terintegrasi. 2) Membantu
melakukan
Konseling
dan
pada
waktu
kunjungan rumah dan lingkungan. 3) Apabila di lapangan menemukan penderita penyakit karena faktor risiko lingkungan, harus melaporkan pada waktu lokakarya mini Puskesmas, untuk diketahui dan ditindaklanjuti. b. Waktu Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan Waktu pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan sebagai tindak lanjut hasil Konseling sesuai dengan kesepakatan antara Tenaga Kesehatan Lingkungan dengan Pasien, yang diupayakan dilakukan paling lambat 24 (dua puluh empat) jam setelah Konseling. c. Metode Inspeksi Kesehatan Lingkungan Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan dengan cara/metode sebagai berikut: 1. Pengamatan fisik media lingkungan; 2. Pengukuran media lingkungan di tempat; 3. Uji laboratorium; dan/atau 4. Analisis risiko kesehatan lingkungan.
13
Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan terhadap media air, udara, tanah, pangan, sarana dan bangunan, serta vektor dan binatang pembawa penyakit. Dalam pelaksanaannya mengacu pada pedoman pengawasan kualitas media lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 1) Pengamatan fisik media lingkungan Secara garis besar, pengamatan fisik terhadap media lingkungan dilakukan sebagai berikut: a) Air 1. Mengamati
sarana
(jenis
dan
kondisi)
penyediaan air minum dan air untuk keperluan higiene sanitasi (sumur gali/sumur pompa tangan/KU/perpipaan/penampungan air hujan). 2. Mengamati kualitas air secara fisik, apakah berasa, berwarna, atau berbau. 3. Mengetahui kepemilikan sarana penyediaan air minum
dan
air
untuk
keperluan
higiene
sanitasi, apakah milik sendiri atau bersam. b) Udara
-
Mengamati
ketersediaan
dan
kondisi
kebersihan ventilasi. Mengukur luas ventilasi permanen (minimal 10% dari luas lantai), khusus ventilasi dapur minimal
14
20% dari luas lantai dapur, asap harus keluar dengan sempurna atau dengan ada exhaust fan atau peralatan lain. c) Tanah Mengamati
kondisi
kualitas
tanah
yang
berpotensi sebagai media penularan penyakit, antara lain tanah bekas Tempat Pembuangan Akhir/TPA Sampah,
terletak
sungai/aliran
di
daerah
sungai/longsor,
banjir,
dan
bantaran
bekas
lokasi
pertambangan. d) Pangan Mengamati kondisi kualitas media pangan, yang memenuhi prinsip-prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan
pangan
mulai
dari
pemilihan
dan
penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan, penyimpanan makanan e) Sarana dan Bangunan Mengamati dan memeriksa kondisi kualitas bangunan dan sarana pada rumah/tempat tinggal Pasien, seperti atap, langit-langit, dinding, lantai, jendela, pencahayaan, jamban, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah.
15
f) Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit Mengamati adanya tanda-tanda kehidupan vektor dan binatang pembawa penyakit, antara lain tempat berkembang biaknya jentik, nyamuk, dan jejak tikus. 2) Pengukuran Media Lingkungan di Tempat Pengukuran media lingkungan di tempat dilakukan dengan menggunakan alat in situ untuk mengetahui kualitas media lingkungan yang hasilnya langsung diketahui di lapangan. Pada saat pengukuran media lingkungan, pengambilan
jika
diperlukan
sampel
juga
yang
dapat
dilakukan
diperuntukkan
untuk
pemeriksaan lanjutan di laboratorium. 3) Uji Laboratorium Apabila
hasil
pengukuran
in
situ
memerlukan
penegasan lebih lanjut, dilakukan uji laboratorium. Uji laboratorium
dilaksanakan
di
laboratorium
yang
terakreditasi sesuai parameternya. Apabila diperlukan, uji laboratorium dapat dilengkapi dengan pengambilan spesimen biomarker pada manusia, fauna, dan flora. 4) Analisis risiko kesehatan lingkungan Analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan pendekatan dengan mengkaji atau menelaah secara
16
mendalam untuk mengenal, memahami dan memprediksi kondisi dan karakterisktik lingkungan yang berpotensi terhadap
timbulnya
mengembangkan
risiko
tata
kesehatan,
laksana
dengan
terhadap
sumber
perubahan media lingkungan, masyarakat terpajan dan dampak kesehatan yang terjadi. Analisis risiko kesehatan lingkungan juga dilakukan untuk mencermati besarnya risiko yang dimulai dengan mendiskrisikan masalah kesehatan lingkungan yang telah dikenal dan melibatkan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan yang bersangkutan. Analisis
risiko
kesehatan
lingkungan
dilakukan
melalui: a. Identifikasi bahaya Mengenal dampak buruk kesehatan yang disebabkan memastikan
oleh
pemajanan
mutu
serta
suatu
kekuatan
bahan bukti
dan yang
mendukungnya. b. Evaluasi dosis respon Melihat daya racun yang terkandung dalam suatu bahan atau untuk menjelaskan bagaimana suatu kondisi pemajanan (cara, dosis, frekuensi, dan
17
durasi) oleh suatu bahan yang berdampak terhadap kesehatan. c. Pengukuran pemajanan Perkiraan besaran, frekuensi dan lamanya pemajanan pada manusia oleh suatu bahan melalui semua jalur dan menghasilkan perkiraan pemajanan. d. Penetapan Risiko. Mengintegrasikan daya racun dan pemajanan kedalam “perkiraan batas atas” risiko kesehatan yang terkandung dalam suatu bahan. Hasil analisis risiko kesehatan lingkungan ditindaklanjuti dengan komunikasi risiko dan pengelolaan risiko dalam rencana tindak lanjut yang berupa Intervensi Kesehatan Lingkungan. 3. Intervensi/tindakan kesehatan lingkungan Intervensi penyehatan,
Kesehatan
Lingkungan
pengamanan,
dan
adalah
pengendalian
tindakan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial, yang dapat berupa: a.
Komunikasi,
informasi,
dan
edukasi,
penggerakan/pemberdayaan masyarakat; b.
Perbaikan dan pembangunan sarana;
c.
Pengembangan teknologi tepat guna; dan
d.
Rekayasa lingkungan.
serta
18
Dalam Lingkungan
pelaksanaannya harus
Intervensi
mempertimbangkan
Kesehatan
tingkat
risiko
berdasarkan hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan. Pada prinsipnya
pelaksanaan
Intervensi
Kesehatan
Lingkungan
dilakukan oleh Pasien sendiri. Dalam hal cakupan Intervensi Kesehatan Lingkungan menjadi luas, maka pelaksanaannya dilakukan
bersama
pemerintah,
pemerintah
daerah
dan
masyarakat/swasta. a. Komunikasi,
Informasi,
Penggerakan/Pemberdayaan
dan
Edukasi,
Masyarakat.
serta
Pelaksanaan
Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dilakukan untuk meningkatkan
pengetahuan,
kesadaran,
dan
prilaku
masyarakat terhadap masalah kesehatan dan upaya yang diperlukan sehingga dapat mencegah penyakit dan/atau gangguan kesehatan akibat Faktor Risiko Lingkungan. KIE dilaksanakan secara bertahap agar masyarakat umum mengenal lebih dulu, kemudian menjadi mengetahui, setelah itu
mau melakukan dengan pilihan/opsi
yang sudah
disepakati bersama. Pelaksanaan
penggerakan/pemberdayaan
masyarakat dilakukan untuk memelihara dan meningkatkan kualitas lingkungan melalui kerja bersama (gotong royong)
19
melibatkan semua unsur masyarakat termasuk perangkat pemerintahan setempat dan dilakukan secara berkala. Contoh: 1. Pemasangan
dan/atau
penayangan
media
promosi
kesehatan lingkungan pada permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, dan tempat dan fasilitas umum; 2. Pelatihan masyarakat untuk 3M (menutup, menguras, dan mengubur), pembuatan sarana sanitasi dan sarana pengendalian vektor; 3. Pemicuan,
pendampingan,
dan
percontohan
untuk
menuju Sanitasi Total pada kegiatan Kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat/STBM; 4. Gerakan bersih desa; b. Perbaikan dan Pembangunan Sarana Perbaikan dan pembangunan sarana diperlukan apabila
pada
hasil
Inspeksi
Kesehatan
Lingkungan
menunjukkan adanya Faktor Risiko Lingkungan penyebab penyakit dan/atau gangguan kesehatan pada lingkungan dan/atau rumah Pasien. Perbaikan dan pembangunan sarana dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap air minum, sanitasi, sarana perumahan, sarana pembuangan air limbah dan sampah, serta sarana kesehatan lingkungan
20
lainnya yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan lingkungan. Tenaga Kesehatan Lingkungan dapat memberikan desain untuk perbaikan dan pembangunan sarana sesuai dengan tingkat risiko,
dan standar atau persyaratan
kesehatan lingkungan, dengan mengutamakan material lokal. Contoh perbaikan dan pembangunan sarana sebagai berikut: 1. Penyediaan sarana cuci tangan dengan material bambu; 2. Pembuatan saringan air sederhana; 3. Pembuatan pasangan/cincin pada bibir sumur untuk mencegah kontaminasi air dan berkembangbiaknya vektor; 4. Pemasangan genteng kaca untuk pencahayaan ruangan; 5. Pembuatan tangki septik, pembuatan ventilasi, plesteran semen pada lantai tanah, dan pembuatan sarana air bersih yang tertutup. c. Pengembangan Teknologi Tepat Guna Pengembangan teknologi tepat guna merupakan upaya alternatif untuk mengurangi atau menghilangkan faktor
risiko
penyebab
penyakit
dan/atau
gangguan
kesehatan. Pengembangan teknologi tepat guna dilakukan
21
dengan mempertimbangkan permasalahan yang ada dan ketersediaan sumber daya setempat sesuai kearifan lokal. Pengembangan teknologi tepat guna secara umum harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat setempat, memanfaatkan sumber daya yang ada, dibuat sesuai kebutuhan, bersifat efektif dan efisien, praktis dan mudah diterapkan/dioperasionalkan, pemeliharaannya mudah, serta mudah dikembangkan. Contoh: 1. Pembuatan
saringan
pasir
cepat/lambat
untuk
mengurangi kekeruhan dan/atau kandungan logam berat dalam air; 2. Pembuatan kompos dari sampah organik; 3. Pengolahan air limbah rumah tangga untuk ternak ikan; d. Rekayasa Lingkungan Rekayasa lingkungan merupakan upaya mengubah media lingkungan atau kondisi lingkungan untuk mencegah pajanan agen penyakit baik yang bersifat fisik, biologi, maupun kimia serta gangguan dari vektor dan binatang pembawa penyakit. Contoh rekayasa lingkungan: 1. Menanam tanaman anti nyamuk dan anti tikus; 2. Pemeliharaan ikan kepala timah atau guppy;
22
3. Pemberian bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang tidak tertutup; 4. Membuat saluran air dari laguna ke laut agar ada peningkatan salinitas. C. Program Kesehatan Lingkungan di Puskesmas Cipageran Peningkatan Kesehatan Lingkungan (Kesling) di Puskesmas Cipageran dilakukan dengan program – program sebagai berikut: 1. Program penyehatan air a) Inspeksi sanitasi sarana air bersih b) Pembinaan kelompok masyarat / kelompok pemakai air 2. Program hygiene dan sanitasi makanan dan minuman a) Inspeksi sanitasi tempat pengelolaan makanan b) Pembinaan tempat pengelolaan makanan 3. Program penyehatan tempat pembuangan sampah dan limbah a) Inspeksi sanitasi sarana pembuangan sampah dan limbah 4. Program penyehatan pemukiman dan jamban keluarga a) Pemeriksaan penyehatan lingkungan pada perumahan 5. Program pengawasan sanitasi tempat-tempat umum a) Inspeksi sanitasi tempat-tempat umum b) Sanitasi tempat umum memenuhi syarat 6. Program pengamanan tempat pengelolaan pestisida
23
a) Inspeksi sanitasi sarana pengelolaan pestisida b) Pembinaan tempat pengelolaan pestisida 7. Program pengendalian vector a) Pengawasan tempat-tempat potensial perindukan vector di permukiman penduduk dan sekitarnya b) Pemberdayaan sasaran/kelompok/pokja potensial dalam upaya pemberantasan tempat perindukan vector penyakit di pemukiman penduduk dan di sekitarnya D. Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga 1. Rumah Sehat a) Pengertian Rumah Sehat Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, disampig sandang dan pangan. Rumah berfungsi pula
sebagai
tempat
tinggal
serta
digunakan
untuk
berlindung dari gangguan iklim dan makhluk hidup lainnya. Selain itu rumah juga merupakan pengembangan kehidupan dan
tempat
berkumpulnya
anggota
keluarga
untuk
menghabiskan sebagian besar waktunya. Bahkan bayi, anak – anak, orang tua, dan orang sakit menghabiskan hampir seluruh waktunya di rumah. Rumah sehat dan nyaman merupakan sumber inspirasi penghuninya untuk berkarya sehingga dapat meningkatkan produktivitasnya. Salah satu
24
indikator keberhasilan Penyehatan Lingkungan di suatu daerah ialah nilai cakupan Rumah Sehat di wilayah tersebut. Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang dipakai sebagai tempat tinggal dan sarana pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992). Menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik untuk kesehatan kelu arga dan individu (Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan, 2001). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik, mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara produktif. Oleh karena itu keberadaan perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik. Rumah sehat merupakan bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang mempunyau layak sanitasi, mempunyai sarana air bersih, mempunyai tempat pembuangan
sampah,
mempunyai
sarana pembuangan limbah, mempunyai ventilasi rumah
25
yang baik, memiliki kepadatan hunian rumah yang sesuai dan mempunyai lantai rumah yang tidah terbuat dari tanah. Rumah merupakan tempat aktifitas dan tempat berlindung keluarga, sehingga diperlukan kondisi rumah yang dapat mengurangi atau menghilangkan risiko penghuni rumah untuk menjadi sakit. Bahan bangunan dan kondisi rumah serta lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, merupakan faktor risiko dan sumber penularan berbagai jenis penyakit. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan tuberkulosis yang erat kaitannya dengan kondisi higiene bangunan perumahan, penyediaan air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat dapat menjadi faktor risiko terhadap penyakit diare dan kecacingan. Disamping itu masih tingginya penyakit yang dibawa oleh vektor seperti: DBD, Malaria, Pes dan Filariasis. Faktor – faktor risiko lingkungan pada bangunan rumah yang dapat mempengaruhi kejadian penyakit maupun kecelakaan antara lain ventilasi, pencahayaan, kepadatan hunian ruang tidur, kelembaban ruang, kualitas udara ruang, binatang penular penyakit, air bersih, limbah rumah tangga, sampah serta perilaku penghuni dalam rumah.
26
Upaya pengendalian faktor risiko yang mengancam kesehatan
keluarga
dari
dampak
kualitas
lingkungan
perumahan dan rumah tinggal yang tidak memenuhi syarat, telah
diatur
dalam
Kepmenkes
RI
No
829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. b) Kriteria Rumah Sehat Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 1) Memenuh kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan, penghawaan, dan ruang gerak cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu. 2) Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain: privacy yang cukup, komunikasi yang sehat anta anggota keluarga dan penghuni rumah. 3) Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
27
4) Memenuhi
persyaratan
pencegahan
terjadinya
kecelakaan baik yang timbul karena pengaruh luar dan dalam rumah, antara lain: persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran dan kecelakaan di alam rumah. c) Indikator Rumah Sehat Lingkup
penilaian
rumah
dilakukan
terhadap
kelompok higiene rumah, sarana sanitasi dan perilaku penghuni, sebagai berikut: a) Kelompok higiene rumah, meliputi: 1) Langit – langit 2) Dinding 3) Lantai 4) Jendela kamar tidur 5) Jendela ruang keluarga dan ruang tamu 6) Ventilasi 7) Sarana pembuangan asap dapur 8) Pencahayaan b) Kelompok sarana sanitasi, meliputi: 1) Sarana air bersih 2) Sarana pembunagan kotoran 3) Sarana pembuangan air limbah 4) Sarana pembuangan sampah
28
c) Kelompok perilaku penghuni 1) Membuka jendela kamar tidur 2) Membuka jendela ruang keluarga 3) Membersihkan rumah dan halaman 4) Membuang tinja bayi dan balita ke jamban 5) Membuang sampah pada tempat sampah (Buku Pedoman Penilaian Rumah Sehat, 2007) Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan biologik di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, sehingga memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan
kesehatan
perumahan
dan
lingkungan
pemukinan adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di perumahan dan/atau masyarakat sekitar dari
bahaya
atau
gangguan
kesehatan.
Persyaratan
kesehatan perumahan yang meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan pemukiman serta persyaratan rumah itu sendiri, sangat diperlukan karena pembangunan perumahan berpengaruh sangat bes ar terhadap peningkatan derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat (Sanropie, 1992)
29
2. Sarana Air Bersih Sanitasi dan perilaku kebersihan yang buruk serta air minum yang tidak aman berkontribusi terhadap 88 persen kematian anak akibat diare di seluruh dunia. Bagi anak-anak yang bertahan hidup, seringnya menderita diare berkontribusi terhadap masalah gizi, sehingga menghalangi anak-anak untuk dapat
mencapai
potensi
maksimal
mereka.
Kondisi
ini
selanjutnya menimbulkan implikasi serius terhadap kualitas sumber daya manusia dan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan datang. Di Indonesia, diare masih merupakan penyebab utama kematian anak berusia di bawah lima tahun. Laporan Riskesdas 2007 menunjukkan diare sebagai penyebab 31 persen kematian anak usia antara 1 bulan hingga satu tahun, dan 25 persen kematian anak usia antara satu sampai empat tahun. Angka diare pada anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan sumur terbuka untuk air minum tercatat 34 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak dari rumah tangga yang menggunakan air ledeng, Selain itu, angka diare lebih tinggi sebesar 66 persen pada anak-anak dari keluarga yang melakukan buang air besar di sungai atau selokan dibandingkan mereka pada rumah tangga dengan fasilitas toilet pribadi dan septik tank (Unicef Indonesia, 2012).
30
Peran penting kebersihan sering diabaikan. Kematian dan penyakit yang disebabkan oleh diare pada umumnya dapat dicegah. Bahkan tanpa perbaikan pada sistem pengairandan sanitasi, mencuci tangan secara tepat dengan menggunakan sabun dapat mengurangi resiko penyakit diare sebesar 42 sampai 47 persen (Unicef Indonesia, 2012). Pada
dekade-dekade
sebelumnya,
Indonesia
telah
menunjukkan kemajuan signifikan dalam meningkatkan akses terhadap persediaan air bersih dan pelayanan sanitasi. Air bersih dan sanitasi merupakan sasaran Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang ketujuh dan pada tahun 2015 diharapkan sampai dengan setengah jumlah penduduk yang tanpa akses ke air bersih yang layak minum dan sanitasi dasar dapat berkurang. Bagi Indonesia, ini berarti Indonesia perlu mencapai angka peningkatan akses air bersih hingga 68,9 persen dan 62,4 persen, untuk sanitasi. Dalam laporan MDGs 2007 dan 2009, akses terhadap air perpipaan digunakan sebagai salah satu indikator akses terhadap air minum. Indikator ini terdiri dari 3 jenis, air perpipaan terlindung, non perpipaan terlindung dan sumber air tak terlindung. Air perpipaan terlindung bersumber dari air leding, air non-perpipaan terlindung berasal dari air kemasan, sumur pompa, sumur gali terlindung, mata air terlindung, dan air hujan.
31
Sedangkan sumber air tidak terlindung yaitu sumur tidak terlindung, mata air tidak terlindung, dan air sungai, air isi ulang dan lainnya. 1 Tabel 2.1 Proporsi Rumah Tangga yang Akses Pelayanan Air Minum Layak Menurut Kualifikasi Daerah dan Kuintil Pengeluaran Rumah Tangga
32
Sumber data: Riskesdas 2010
Dari tabel di atas menunjukkan proporsi rumahtangga yang menggunakan air perpipaan terlindung sebesar 16,14 persen, tertinggi di Provinsi Sulawesi Tenggara (44,79%) dan terendah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (0,85%). Sedangkan sarana non perpipaan terlindung secara nasional adalah 56,69 persen, tertinggi di Provinsi Gorontalo (66,50%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Timur (29,75%). Bila sarana perpipaan terlindung dan non perpipaan terlindung dijumlahkan, maka secara nasional terdapat 72,83 persen yang akses terhadap terhadap pelayanan air minum layak, tertinggi di Provinsi Jawa Tengah 84,91 persen dan terendah di Provinsi Kepulauan Riau (45,74%). 3. Sarana Pembuangan Air Limbah dan Jamban Keluarga Sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia. Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Buruknya kondisi sanitasi akan berdampak negatif di banyak aspek kehidupan, mulai dari turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan munculnya beberapa penyakit.
33
Berdasarkan konsep dan definisi SDGs, rumah tangga memiliki akses sanitasi layak apabila fasilitas sanitasi yang digunakan memenuhi syarat kesehatan antara lain dilengkapi dengan
leher
angsa,
tanki
septik
(septic
tank)/Sistem
Pengolahan Air Limbah (SPAL), yang digunakan sendiri atau bersama.
Metode
pembuangan
tinja
yang
baik
yaitu
menggunakan jamban dengan syarat sebagai berikut: 1. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi. 2. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur. 3. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan. 4. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain. 5. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin. 6. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang. 7. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal. (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).
34
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2016
1Gambar 2.1 Persentase Rumah Tangga Yang Memiliki Akses Terhadap Sanitasi Layak Tahun 2015 Gambar 2.1
menunjukkan hasil Susenas Kor 2015
mengenai persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak. Secara nasional, terdapat 62,14% rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak. Provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak tertinggi yaitu DKI Jakarta sebesar 89,28%, DI Yogyakarta sebesar 86,31% dan Bali sebesar 85,46%. Sedangkan provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak terendah adalah Nusa Tenggara Timur (23,90%), Papua (28,04%) dan Kalimantan Tengah (35,88%).
35
Untuk wilayah Jawa Barat sendiri merupakan peringkat ke21 se- Indonesia dengan perolehan nilai sebesar 56,49% rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak, namun nilai tersebut masih dibawah rata – rata Nasional sehingga sangat perlu adanya tindakan upaya meningkatkan capaian akses sanitasi layak tersebut.
BAB III ANALISIS SITUASI A. Gambaran Umum Wilayah Kerja Puskesmas Cipageran 1. Profil Puskesmas Cipageran
Puskesmas Cipageran sebagai unit pelaksana teknis tingkat daerah yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja, dalam melaksanakan pembangunan kesehatan mempunyai visi dan misi sebagai berikut: a. Visi Puskesmas Cipageran “Menjadi Puskesmas berpelayanan prima menuju Cimahi Sehat Mandiri 2017”. b. Misi Puskesmas Cipageran 1. Memberikan
pelayanan
yang
bermutu,
dengan
memperhatikan kebutuhan pelanggan. 2. Memberdayakan masyarakat dalam upaya peningkatan kemandirian untuk hidup sehat. 3. Menggalang kemitraan dengan berbagai pihak yang terkait dengan bidang kesehatan di wilayah Kelurahan Cipageran.
36
37
c. Motto Puskesmas Cipageran Dalam
melaksanakan
pelayanan,
Puskesmas
Cipageran mempunyai Motto : “Puskesmas Cipageran Sahabat Masyarakat” 1) S : senyum, salam, sapa, sopan dan santun pedoman hidup kami 2) A : aman dan nyaman bermitra bersama kami 3) H : hangat dan ramah pelayanan kami 4) A : akses pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas dan terjangkau strategi kami 5) B : berbudaya sehat menjadi keseharian masyarakat kami 6) A : agamis (iman dan takwa) mewarnai keseharian kami 7) T : target puskesmas efektif dan responsif menjadi etos kerja kami Pembangunan
kesehatan
yang
diselenggarakan
di
puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, hidup dalam lingkungan yang sehat, dan memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu keluarga, kelompok dan masyarakat. Dengan demikian puskesmas berfungsi sebagai pusat penggerak
pembangunan
berwawasan
kesehatan,
pusat
38
pemberdayaan keluarga dan masyarakat serta pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas sebagai salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penting dalam sistem kesehatan nasional, khususnya subsistem upaya kesehatan. Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Upaya kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas
Cipageran terdiri dari upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya
kesehatan
masyarakat
perseorangan
merupakan
(UKP).
kegiatan
untuk
Usaha
kesehatan
memelihara
dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan sasaran keluarga, kelompok dan masyarakat. Sedangkan upaya kesehatan perorangan adalah kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit dan memulihkan kesehatan seseorang. Upaya kesehatan tingkat pertama meliputi upaya kesehatan masyarakat
essensial
dan
upaya
kesehatan
pengembangan. Upaya kesehatan essensial meliputi
masyarakat pelayanan
promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan
39
kesehatan ibu dan anak dan keluarga berencana, pelayanana gizi dan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Upaya kesehatan masyarakat pengembang merupakan upaya kesehatan masyarakat yang kegiatannya meemerlukan upaya yang sifatnya inovatif
disesuaikan
dengan
prioritas
masalah
kesehatan,
kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia di masyarakat. Upaya
kesehatan
perseorangan
tingkat
pertama
di
Puskesmas Cipageran meliputi : rawat jalan, pelayanan gawat darurat, pelayanan home care. Selain itu Puskesmas Cipageran juga
menyelenggarakan
manajemen
puskesmas,
pelayanan
kefarmasian, pelayanaan keperawatan kesehatan masyarakat serta pelayanan laboratorium untuk menunjang upaya kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas. Agar upaya kesehatan terselenggara secara optimal, maka diperlukan data dan informasi kesehatan umum dan lingkungan sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk memonitoring dan mengevaluasi program-program kesehatan yang telah dilakukan di Puskesmas Cipageran, sehingga mampu menghasilkan luaran puskesmas secara efektif dan efesien.
40
d. Tujuan Puskesmas Cipageran 1.
Tujuan Umum Tersedianya data dan informasi kesehatan umum dan lingkungan Puskesmas Cipageran baik itu demografi, perilaku kesehatan masyarakat, data kesehatan lingkungan fisik serta data kesakitan dan pencapaian setiap program dalam satu tahun terakhir.
2.
Tujuan Khusus a) Tersedianya data umum situasi, sumber daya dan tenaga, serta cakupan
kegiatan dari setiap
program. b) Mengetahui masalah kesehatan dan pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Cipageran. c) Menganalisa
masalah
yang
terjadi
dengan
pendekatan pemecahan masalah berdasarkan komitmen global, nasional dan spesifik daerah saerta output kinerja. d) Tersedianya alat untuk pemantauan (monitoring) serta
penilaian
(evaluasi)
tahunan
program-
program kesehatan yang ada di Puskesmas Cipageran. e) Tersedianya alat untuk memacu penyempurnaan sistem pencatatan dan pelaporan kesehatan.
41
2. Data Geografi Puskesmas Cipageran Puskesmas Cipageran terletak di Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara, kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah kerja Puskesmas Cipageran meliputi satu kelurahan yaitu Kelurahan Cipageran dengan jumlah RW 29 yang terdiri dari 148 RT dan
14.106 KK.
Batas geografi Kelurahan Cipageran : a. Sebelah utara
: Desa Jambudipa, Kec. Cisarua Kab Bandung Barat
b. Sebelah Selatan
: Kel. Padasuka, Kec. Cimahi Tengah Kota Cimahi
c. Sebelah Barat
: Desa Pakuhaji, Kec. Ngamprah Kab. Bandung Barat
d. Sebelah Timur
: Kel, Citereup, Kec. Cimahi Utara Kota Cimahi
Wilayah kerja Puskesmas Cipageran seluas 594,317 Ha, terletak
pada
ketinggian
antara
730-1.040
meter
di
atas
permukaaan laut. Secara geografis terdiri atas lahan pemukiman 80% dan sisanya merupakan lahan pertanian masyarakat. Untuk mencapai puskesmas bisa menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan jarak tempuh rata-rata untuk roda dua sekitar 15 menit sedangkan untuk roda empat berkisar 20 menit. Jarak terjauh wilayah binaan ke puskesmas sekitar 3 km.
42
3. Data Demografi Tahun 2016 Jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Cipageran tahun 2014 adalah 49.077 jiwa dengan kepadatan penduduk 61 jiwa/Ha. 2Tabel 3.1
Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Desember Tahun 2014
NO
KELOMPOK UMUR
JUMLAH
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
75+ 70-74 65-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4
723 621 823 1423 1978 2725 3609 3794 4177 4229 3734 4339 4397 4767 4202 3536
4. Lingkungan Sosial Ekonomi a. Penghunian Rumah Dan Besarnya Keluarga Berdasarkan penduduk
di
data
wilayah
Kelurahan binaan
Cipageran
Puskesmas
jumlah
Cipageran
mencapai 49.077 jiwa dengan jumlah KK 14.106 KK. Ratarata setiap keluarga mempunyai anggota keluarga antara 34 orang.
43
b. Keluarga Miskin Berdasarkan data RTS (Rumah Tangga Sasaran) dari BPS Kota Cimahi tahun 2011, jumlah penduduk miskin yang ada di wilayah binaan Puskesmas Cipageran sebanyak 14.882 jiwa dengan persentase sebesaar 27,11 % dari total penduduk
Kelurahan
Cipageran.
Jumlah
kuota
yang
terdaftar dalam PBI (peserta penerima Bantuan/Jamkesmas) sebesar 11.740 jiwa (78,88%) dan sisanya masuk dalam kuota Jamkesda sebanyak 3.142 jiwa (21,11%). 3Tabel
3.2
No Jumlah Penduduk Kelurahan Cipageran
1
49.077
Jumlah Penduduk Miskin di Wilayah Puskesmas Cipageran Tahun 2014
Binaan
Jumlah Penduduk Miskin
Punya kartu Ajuan Kartu Jamkesmas Jamkesda (APBN) (APBD I dan APBD II)
Jml
Jml
14.88
% 27,11
11.74
% 78.88
Jml 3.142
% 21.11
Sumber Data : Data Validasi Kelurahan Cipageran Th.2014
c. Pendidikan Tingkat pendidikan penduduk di wilayah binaan Puskesmas Cipageran tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut :
44
4 Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran No
Pendidikan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Belum sekolah Tidak tamat SD/Sederajat Tamat SD / Sederajat SLTP / Sederajat SLTA / Sederajat DI D2 D 3/S 1 S2 S3 jumlah
Jumlah (jiwa) 7.892 5.824 9.812 6.980 11.892 693 1.916 3.529 472 67 49.077
Sumber Data : Database Kependudukan Kota Cimahi 2014
d. Sosial Ekonomi Keadaan
sosial
ekonomi
pada
warga
binaan
Puskesmas Cipageran dapat dilihat pada tabel berikut: 5 Tabel 3.4 Distribusi Mata Pencaharian Pokok Penduduk di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Mata Pencaharian Penduduk Wiraswasta Karyawan swasta Karyawan BUMN/BUMD PNS/TNI/POLRI/Pensiun an Pedagang/Perdagangan Bidang Kesehatan Buruh /Industri Kelompok Profesi Pertanian Tidak bekerja Lain-lain Total
Jumlah 2.610 5.937 462 2.294
Persentase (%) 13.05 % 29.69 % 2.31 % 11.47 %
852 145 3.532 590 498 2.554 521 19.995
4.26 % 0.73 % 17.66 % 2.95 % 2.49 % 12.77 % 2.60 % 100 %
Sumber Data : Database Kependudukan Kota Cimahi 2014
45
Persentase mata pencaharian pokok penduduk di Kelurahan Cipageran sebagian besar sebagai pegawai swasta yaitu 29,69 %. B. Data Rumah Sehat, SAB, SPAL, dan JAGA di Puskesmas Cipageran Tahun 2016 Perilaku masyarakat merupakan salah satu faktor yang cukup besar dalam mempengaruhi derajat kesehatan di suatu wilayah. Sosial budaya, tingkat pendidikan, informasi, sangat mempengaruhi cara pandang/kebiasaan dan perilaku masyarakat terhadap
kesehatan.
Dalam
terwujudnya
Indonesia
Sehat,
masyarakat mempunyai andil yang sangat besar. Masyarakat mempunyai kewajiban dan hak untuk memelihara kesehatannya. Menurut
SDGs atau
Suatainable
Development
Goals
terdapat 17 goals atau tujuan serta 169 target dengan kurang lebih 220 – 300 indokator yang mencakup didalamnya. Salah satu tujuan dari dilakukannya SDGs “Air bersih dan sanitasi”. Dalam tujuan tersebut terdapat 8 poin yang merupakan terget dari tujuan tersebut diantaranya: 1.
Mencapai akses air minum aman yang universal dan merata,
2.
Mencapai akses sanitasi dan higiene yang cukup dan merata bagi semua orang serta mengakhiri defekasi terbuka, memberi perhatian khusus pada kebutuhan perempuan dan wanita serta orang-orang yang berada pada situasi rentan,
46
3.
Meningkatkan
kualitas
air
dengan
mengurangi
polusi,
menghilangkan penumpukan sampah, dan meminimalisir pembuangan kimia dan materi berbahaya, mengurangi setengah proporsi air limbah yang tidak dimurnikan serta meningkatkan daur ulang dan penggunaan kembali yang aman secara global, 4.
Meningkatkan efisiensi penggunaan air di seluruh sektor dan memastikan
pengambilan
dan
suplai
air
tawar
yang
berkelanjutan untuk mengatasi kelangkaan dan secara substansial mengurangi jumlah orang yang mengalami kelangkaan air, 5.
Mengimplementasikan
pengelolaan
sumber
daya
air
terintegrasi di seluruh tingkatan, termasuk melalui kerja sama transperbatasan, sebagaimana mestinya, 6.
Melindungi dan memulihkan ekosistem terkait air, termasuk pegunungan, hutan, lahan basah, sungai, mata air dan danau,
7.
Memperluas
kerja
sama
peningkatan
kapasitasuntuk
internasional
dan
negara-negara
dukungan berkembang
dalam aktivitas dan program terkait air dan sanitasi, termasuk teknologi pemanenan air, pemurnian dari garam, efisiensi air, penanganan limbah, serta daur ulang dan penggunaan kembali,
47
8.
Mendukung dan memperkuat partisipasi masyarakat lokal dalam perbaikan pengelolaan air dan sanitasi. Agar
tercipta
bangsa
yang
sehat
maka
perlu
memberdayakan masyarakat itu sendiri. Pola perilaku hidup bersih dan sehat hanya bisa dirubah oleh masyarakat itu sendiri. Berdasarkan hasil pemetaan PHBS tatanan rumah tangga tahun 2015 di Kelurahan Cipageran, rumah tangga yang dinyatakan tidak sehat sebanyak 4971 rumah dari jumlah total 9995 rumah tangga yang ada di kelurahan Cipageran atau sebesar 49,73 %, sedangkan rumah tangga yang sehat sebanyak 5024 rumah tangga atau sebanyak 50,27%. Diantara sepuluh indikator PHBS yang cukup rendah pencapaiannya yaitu indikator merokok di dalam rumah. Hal ini menunjukkan
bahwa
masih
banyak
masyarakat
Kelurahan
Cipageran yang mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah. Untuk indikator PHBS lainnya adalah sebagai berikut : persalinan yang ditolong petugas kesehatan sebesar 98,45%, ASI ekslusif 69,9%, balita yang ditimbang di posyandu sebesar 93,71%, rumah tangga yang menggunakan air bersih sebesar 99,98%, perilaku masyarakat terhadap mencuci tangan memakai sabun sebelum beraktivitas tertentu sebesar 99,43%, rumah yang telah memiliki jamban sebanyak 95,40%, sebesar 99,08% rumah tangga bebas dari jentik nyamuk, 99,08% rumah tangga telah membiasakan
48
memakan sayuran setiap hari serta rumah tangga dengan aktivitas sebesar 99,71%. C. Pemeriksaan Rumah Sehat, SAB, SPAL, JAGA di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Keadaan lingkungan di Kelurahan Cipageran yang sangat erat kaitannya dengan kesehatan meliputi akses jangkauan terhadap air bersih, penggunaan jamban keluarga, penyehatan perumahan dan SPAL. Di wilayah Puskesmas Cipageran terdapat 29 RW yang merupakan wialayah cakupan yang nantinya akan dilakukan pemeriksaan Rumah Sehat, Sarana Air Bersih, Sarana Air Minum, Saluran Pembuangan Air Limbah, serta Jamban Keluarga. Terdapat dua kegiatan yang dilakukan saat pendataan, yaitu pendataan rutin serta pendataan secara insidentil. Pemeriksan secara rutin dilakukan setiap tahun oleh kader yang ada di tiap RW yang meliputi pemeriksaan rumah sehat, SAB, SAM, SPAL, dan JAGA di setiap rumah. Para kader tersebut telah diberi penyuluhan sebelumnya agar dapat melakukan pemeriksaan dengan benar. Sedangkan pemeriksaan insidentil dilakukan bila terdapat kasus di Puskesmas mengenai penyakit yang disebabkan oleh lingkungan seperti: ISPA, TB Paru, Scabies, Deman Berdarah Dengue, dan lain-lain, selain itu dapat pula berupa laporan dari
49
kader RW yang melapor ke petugas Puskesmas bahwa terdapat kasus penyakit berbasis lingkungan (bagi warga yang tidak ditangani oleh
Puskesmas). Pemeriksaan
insidentil tersebut
dilakukan oleh petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas yang datang langsung ke rumah penderita serta melakukan inspeksi sanitasi. Selain melakukan IS (Inspeksi Sanitasi) pada rumah – rumah, petugas kesehatan lingkungan juga melakukan IS pada TTU (Tempat-tempat Umum) seperti kantor-kantor, TPM (Tempat Pengolahan Makana) seperti pabrik – pabrik atau industri rumah tangga. a) Penyehatan Rumah 6 Tabel 3.4 Jumlah Rumah Berdasarkan Jenis di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2015 No 1 2 3
Jenis Rumah Permanen Semi permanen Panggung/tdk permanen TOTAL
Jumlah Persentase (%) 9284 92,2 600 5,96 185 1,84 10069 100
Sumber Data :Puskesmas Cipageran Th. 2015
Berdasarkan tabel 3.4 menunjukan bahwa dari 10069 warga yang terbagi dalam 29 RW 92,2% diantaranya sudah memiliki rumah dengan kategori permanen, sedangkan lainnya merupakan bangunan rumah semi permanen sebesar 5,96% dan rumah panggung atau tidak permanen sebesar 1,84%.
50
7Tabel 3.5 Jumlah Rumah Berdasarkan Kondisi Rumah di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2015 Jumlah Rumah
Kondisi Rumah Sehat Tidak Sehat N % N % 6450 64,06 3619 35,94
10069
Total
Target
100%
75% rumah sehat
Sumber data: Puskesmas Cipageran Th. 2015
Berdasarkan tabel 3.5 menunjukan bahwa jumlah rumah yang termasuk dalam kategori Rumah Sehat di wilayah binaan Puskesmas Cipageran yakni sebesar 64,06% serta sebesar 35,94% dinyatakan tidak termasuk ke dalam kategori Rumah Sehat. Namun pencapaian rumah sehat tersebut masih belum memenuhi target yang dimuat dalam buku Pedoman Kesehatan Lingkungan berdasarkan Kepmenkes No. 829 tahun 1999 tentang Kesehatan Perumahan yaitu sebesar 75% capaian rumah sehat. b) Sarana Air Bersih 8 Tabel 3.6 Rumah Yang Memiliki Sarana Air Bersih Di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2015 Jenis SAB No
Jumlah Rumah
1
10069
SGL
Pompa Listrik
SPT
658
5382
151
PDAM
Samb. Artesis
Samb. MA
Ke Mata Air
Ke Sumur Umum
2134
144
926
179
112
Jumlah/ Pencapai –an
Target
9727/ 96,60%
80%
Berdasarkan tabel 3.6 yang menunjukkan data jumlah rumah yang memiliki sarana air bersih di wilayah binaan Puskesmas Cipageran, terdapat 96,60% rumah yang memiliki
51
akses terhadap sarana air bersih. Angka capaian tersebut sudah memenuhi target yaitu sebesar 80%. c) Jamban Keluarga 9Tabel 3.7 Rumah Yang Memiliki Jamban Keluarga Di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2015 No
1
2
3 4
Jenis Kloset
Jumlah
Persentase (%) Pencapaian
JSP (jamban sehat permanen) a. Leher angsa septic tank b. Septic tank komunal JSSP ( jamban sehat semi permanen) Plengsengan, cemplung, cubluk, bukan leher angsa septic tank WC umum septic tank/ ikut ke jamban sehat OD (open defecation) Buang air besar sembarangan/dialirkan ke selokan Total
9289
92,25
270
2,68
97
0,96
114
1,13
299
2,97
10069
100%
Target
75% jamban sehat yang memenuhi syarat
Sumber Data : Puskesmas Cipageran Th. 2015
Berdasarkan tabel 3.7 diketahui bahwa dari 10069 rumah yang termasuk ke dalam wilayah binaan Puskesmas Cipageran, sebanyak 9559 atau 94,94% rumah yang memiliki jamban sehat permanen, sejumlah 97 atau 0,96% rumah yang memiliki jamban sehat semi permanen, sedangkan lainnya merupakan rumah yang tidak memiliki jamban (WC umum/ ikut ke jamban sehat) serta OD (open defecation) atau buang air besar sembarangan/dialirkan ke sungai. Jumlah capaian sebesar
52
94,94% tersebut sudah melampaui target capaian jamban keluarga yang sudah ditetapkan yaitu sebesar 75%. d) Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) 10Tabel 3.8 Jumlah KK Yang menggunakan SPAL di Wilayah Binaan Puskesmas Cipageran Tahun 2015
No
Kategori SPAL
Jumlah
Persentase (%) Pencapaian
Target
Menggunakan SPAL: 1
2
a. Selokan
6850
68,03
b. Diresapkan 10m dari SAB
689
6,84
2348
23,3
d. Ke selokan tertutup untuk diolah
0
0
182
1.80%
10069
100%
Tidak ada SPAL
Total Sumber Data : Puskesmas Cipageran Th. 2015
80%
Dari tabel 3.8 diketahui bahwa dari 10069 rumah yang merupakan binaan Puskesmas Cipageran sebanyak 9887 rumah atau sekitar 98,17% memiliki sarana pembuangan air limbah, sedangkan 182 rumah atau 1,80% lainnya tidak memiliki saluran pembuangan air limbah. Jumlah capaian tersebut sudah memenuhi target capaian rumah yang memiliki sarana pembuangan air limbah yakni sebesar 80%.
BAB IV PEMBAHASAN A. Identifikasi Masalah Setelah melakukan Praktek Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Cipageran selama 20 hari dari tanggal 30 Januari 2017 sampai dengan tanggal 22 Februari 2017. Pelaksanaan Program Penyehatan
Pemukiman
dan
Jamban
Keluarga
merupakan
sebagian dari program kegiatan kesehatan lingkungan yang ada di Puskesmas Cipageran. Dalam pelaksanaan Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban
Keluarga
tidak
terlepas
dari
ditemukannya
suatu
permasalahan. Masalah yang teridentifikasi dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dari pemegang Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga di Puskesmas Cipageran adalah sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Program Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga Kurang Optimal Belum tercapainya nilai pencapaian program penyehatan pemukiman dan jamban keluarga yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Indikator yang belum mencapai target adalah Rumah Sehat yaitu sebesar 64,06% dan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) sebesar 6,84% rumah yang memiliki SPAL yang memenuhi syarat. Target yang harus
53
54
dipenuhi dari kedua indokator tersebut masing-masing 75% untuk Rumah Sehat dan 80% untuk Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL). Tingginya
jumlah
warga
yang
termasuk
kedalam
masyarakat dengan keadaan ekonomi yang rendah yaitu sebanyak 14.882 jiwa dari 49.007 jiwa atau sebesar 27,11% termasuk
ke
dalam
penduduk
miskin
hal
tersebut
mengakibatkan adanya keterbatasan dari masyarakat untuk memenuhi kriteria rumah sehat yang memenuhi syarat serta adanya sarana pembuangan air limbah. Kegiatan promosi kesehatan mengenai Rumah sehat, Sarana Air Bersih (SAB), Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan Jamban Keluarga (JAGA) belum berjalan optimal, hal ini disebabkan karena kegiatan penyuluhan masih jarang dilakukan, kurangnya media berupa poster – poster tentang rumah sehat di Posyandu ataupun di daerah pemukiman warga. Akibat dari kurangnya promosi kesehatan menyebabkan masyarakat kurang memahami pentingnya memiliki keadaan rumah yang sehat, sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, serta jamban keluarga.
55
2. Keterlambatan Pengumpulan Data Tahunan Rumah sehat, SAB, SPAL, dan JAGA Adanya keterlambatan pengumpulan data pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh kader–kader sehingga mengakibatkan keterlambatan pula dalam membuat laporan program. Hal tersebut disebabkan karena adanya keterbatasan jumlah kader yang dimiliki setiap RW di wilayah Cipageran. Disamping itu terdapat beberapa RW dengan jumlah warga yang sangat banyak hingga mencapai 1110 KK, sedangkan jumlah kader yang dimiliki hanya sedikit. B. Penetapan Prioritas Masalah Prioritas masalah merupakan masalah yang paling penting untuk diselesaikan terlebih dahulu dan diikuti dengan pemecahan masalah selanjutnya. Hal ini disebabkan faktor kemungkinan adanya keterkaitan antara masalah yang teridentifikasi dan kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas bersifat terbatas sehingga
perlu
penyelesaian
secara bertahap.
Berdasarkan
permasalahan yang berhasil di identifikasi, perlu dilakukan penyederhanaan daftar masalah,
yaitu dengan menetapkan
prioritas masalah. Cara yang dipergunakan untuk memilih prioritas masalah adalah teknik matriks (criteria matrix technique). Adapun kriteria yang digunakan adalah:
56
1. Importancy (pentingnya masalah) Makin
pentingnya
masalah
tersebut
maka
makin
diprioritaskan penyelesainnya. Ukuran pentingnya masalah dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Prevalensi (P) yaitu besarnya masalah b. Savety (S) yaitu akibat yang ditimbulkan masalah c. Rate of increase (RI) yaitu kenaikan besarnya masalah d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak di penuhi (degree of unmeet need) (DU) e. Keuntungan sosial karena selesainya masalah (social benefit) (SB) f.
Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern) (PB)
g. Suasana politik (political climate) (PC) 2. Technical feasibility (kelayakan teknologi) Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah, makin diprioritaskan masalah tersebut. Kelayakan yang dimaksudkan disini adalah menunjuk pada penguasaan ilmu dan teknologi yang sesuai. 3. Resource Availability (ketersediaan Sumber Daya) Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah makin diprioritaskan masalah tersebut.
57
Sumber daya yang dimaksudkan disini yang menunjukan pada tenaga, dana, sarana dan prasarana. 1 = Sangat kecil 2 = Kecil 3 = Sedang 4 = Besar 5 = Sangat besar Langkah-langkah penilaian : 1. Berikan penilaian antara 1 sampai 5 melalui brainstorming untuk setiap kriteria yang sesuai. 2. Prioritas masalah adalah yang jumlah nilainya paling besar. Pemilihan prioritas masalah pada masalah yang terdapat pada pelaksanaan Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga adalah sebagai berikut 11Tabel 4.1 Penetapan Prioritas Masalah dengan Menggunakan Metode Matriks Impotance (I) No
1.
(P+S+RI+DU+SB+PB+PC)
Masalah
Pelaksanaan Penyehatan dan
Jamban
Program
T
R
Jumlah IxTxR
Prioritas
P
S
RI
DU
SB
PB
PC
5
5
4
3
4
4
3
5
4
560
1
5
4
4
3
4
4
2
5
4
520
2
Pemukiman Keluarga
Kurang Optimal 2.
Keterlambatan Pengumpulan
Data
58
Tahunan
Rumah
sehat,
SAB, SPAL, dan JAGA
Berdasarkan tabel diatas hasil perkalian dari masing-masing kriteria/indikator yang dinilai dari setiap masalah kesehatan dengan angka tertinggi merupakan prioritas utama masalah yang harus segera diselesaikan. Dengan demikian berdasarkan hasil penilaian (skoring) terhadap 2 masalah yang ditetapkan sebagai prioritas utama dengan menggunakan metode matriks. Berdasarkan dari perhitungan di atas dengan menggunakan metode matriks, prioritas masalah yang di angkat menjadi masalah yaitu masalah 1 dengan nilai 560 yaitu “Pelaksanaan Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga Kurang Optimal”. Berdasarkan hasil pembobotan prioritas masalah, maka sesuai urutan yang merupakan prioritas masalah adalah sebagai berikut : 1. Pelaksanaan Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga Kurang Optimal 2. Keterlambatan Pengumpulan Data Tahunan Rumah sehat, SAB, SPAL, dan JAGA C. Penyebab Masalah Dari hasil skoring diatas, maka dapat ditetapkan masalah yang menjadi prioritas adalah Pelaksanaan Program Penyehatan
59
Pemukiman dan Jamban Keluarga Kurang Optimal. Penyebab timbulnya masalah tersebut dapat dilihat sebagai berikut: 12Tabel 4.2 Masalah dan Penyebab Masalah No 1.
Masalah Pelaksanaan Sarana
Program
Air
Bersih
Penyebab Masalah Rumah
(SAB),
Sehat, Sarana
Pembuangan Air Limbah (SPAL), Jamban Keluarga (JAGA) Kurang Optimal
1. Kurangnya
kesadaran
masyarakat
akan
pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat. 2. Kurangnya pengetahuan masyarakat. 3. Kurangnya
kemampuan
masyarakat
untuk
ekonomi
meperbaiki
dari demi
memenuhi kualitas lingkungan pemukiman yang sehat. 4. Kurang
tersedianya
media
promosi
kesehatan yang ditempatkan di tempattempat umum yang mudah dijangkau oleh masyarakat. 5. Tenaga kesehatan lingkungan yang kurang memadai (hanya 1 orang) dengan memiliki multiple job desk. 2.
Keterlambatan
Pengumpulan
Data
1. Jumlah masyarakat di setiap RW yang
Tahunan Rumah sehat, SAB, SPAL, dan
banyak tidak sesuai dengan jumlah kader
JAGA
yang tersedia 2. Jumlah kader dari setiap RW yang terbatas.
D. Pemecahan Masalah Menentukan
alternatif
pemecahan
masalah
perlu
memperhatikan prioritas masalah yang sudah ditentukan. Menyusun alternatif pemecahan masalah dipandang penting karena terkait dengan
upaya
memperluas
wawasan
yang
apabila
berhasil
diwujudkan akan besar peranannya dalam membantu kelancaran
60
pelaksanaan jalan keluar. Alternatif pemecahan masalah hasil analisis praktikan adalah sebagai berikut : 13Tabel. 4.3 Alternatif Pemecahan Masalah No 1.
Prioritas Masalah Pelaksanaan
Program
Penyebab Masalah 1. Kurangnya
Alternatif Pemecahan Masalah
kesadaran
1. Memberikan
penyuluhan
Rumah Sehat, Sarana Air
masyarakat akan pentingnya
kepada masyarakat tentang
Bersih
berperilaku hidup bersih dan
pentingnya memiliki keadaan
sehat.
Rumah Sehat, Sarana Air
(SAB),
Sarana
Pembuangan Air Limbah (SPAL), Jamban Keluarga (JAGA) Kurang Optimal
2. Kurangnya
pengetahuan
masyarakat.
untuk
(SAB),
Pembuangan
3. Kurangnya ekonomi
Bersih
dari
Sarana
Air
Limbah
kemampuan
(SPAL),
Jamban
Keluarga
masyarakat
(JAGA)
Kurang
Optimal,
meperbaiki
demi
serta akibat yang mungkin
memenuhi kualitas lingkungan
ditimbulkan
pemukiman yang sehat.
terpenuhinya kriteria sehat
4. Kurang
tersedianya
media
kesehatan
yang
promosi
tidak
pada poin-poin tersebut.
ditempatkan di tempat-tempat
2. Penambahan
umum yang mudah dijangkau
promosi
oleh masyarakat.
berada
5. Tenaga kesehatan lingkungan
dari
umum
media-media
kesehatan di
yang
tempat-tempat
seperti;
Posyandu,
yang kurang memadai (hanya
Posbindu, dan tempa-tempat
1
umum lainnya.
orang)
dengan
memiliki
multiple job desk. 3. Penambahan kesehatan Puskesmas.
tenaga lingkungan
di
61
No 2.
Prioritas Masalah Keterlambatan
Penyebab Masalah
Alternatif Pemecahan Masalah
1. Jumlah masyarakat di setiap
1. Melakukan
penambahanan/
Pengumpulan
Data
RW yang banyak tidak sesuai
perekrutan
kader-kader
Rumah
SAB,
dengan jumlah kader yang
setiap
RW
tersedia
mempermudah
sehat,
SPAL, dan JAGA
2. Jumlah kader dari setiap RW yang terbatas.
pengambilan masyarakat.
di
guna dalam
data
pada
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan kesehatan
hasil
masyarakat
pembahasan di
dari
Puskesmas
laporan
Cipageran,
praktek dapat
disimpulkan adalah sebagai berikut: 1. Program penyehatan pemukiman dan jamban keluarga di wilayah Puskesmas Cipageran dilakukan dengan pemeriksaan Rumah Sehat, Sarana Air Bersih (SAB), Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL), dan Jamban Keluarga (JAGA). 2. Masalah
yang
ditemukan
pada
pelaksanaan
program
penyehatan pemukiman dan jamban keluarga adalah sebagai berikut: a. Pelaksanaan Program Penyehatan Pemukiman dan Jamban Keluarga Kurang Optimal. b. Keterlambatan Pengumpulan Data Rumah sehat, SAB, SPAL, dan JAGA. 3. Prioritas utama dari ke dua masalah tersebut ialah pelaksanaan program penyehatan pemukiman dan jamban keluarga kurang optimal. 4. Penyebab terjadinya masalah tersebut adalah sebagai berikut: a. Kurangnya
kesadaran
masyarakat
berperilaku hidup bersih dan sehat.
62
akan
pentingnya
63
b. Kurangnya pengetahuan masyarakat. c. Kurangnya kemampuan ekonomi dari masyarakat untuk meperbaiki demi memenuhi kualitas lingkungan pemukiman yang sehat. d. Kurang
tersedianya
media
promosi
kesehatan
yang
ditempatkan di tempat-tempat umum yang mudah dijangkau oleh masyarakat. e. Tenaga kesehatan lingkungan yang kurang memadai (hanya 1 orang) dengan memiliki multiple job desk. 5. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a. Memberikan
penyuluhan
kepada
masyarakat
tentang
pentingnya memiliki keadaan Rumah Sehat, Sarana Air Bersih (SAB), Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL), Jamban Keluarga (JAGA) Kurang Optimal, serta akibat yang mungkin ditimbulkan dari tidak terpenuhinya kriteria sehat pada poin-poin tersebut. b. Penambahan media-media promosi kesehatan yang berada di tempat-tempat umum seperti; Posyandu, Posbindu, dan tempa-tempat umum lainnya. c. Penambahan tenaga kesehatan lingkungan di Puskesmas.
64
B. Saran Segera menindaklanjuti semua permasalahan yang telah di sebutkan pada kesimpulan di atas. Adapun sarannya yaitu : 1. Melakukan pelatihan terhadap kaderkader yang ada di setiap RW
guna
mengoptimalkan
hasil
pemeriksaan
serta
meminimalisir terjadinya kesalahan saat pemeriksaan. 2. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat guna meningkatkan pengetahuan
masyarakat
tentang
pentingnya
menjaga
kesehatan rumah serta memiliki akses terhadap sarana air bersih, saluran pembuangan air limbah, dan jamban keluarga. 3. Melakukan pengajuan untuk penambahan petugas kesehatan di puskesmas guna meminimalisir adanya multiple job desk sehingga
diharapkan
puskesmas.
dapat
meningkatkan
hasil
kinerja
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kesehatan RI, (2007), Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Jakarta: Ditjen PP & PL Departemen Kesehatan RI, (2012), Hasil Kajian Morbiditas Diare, Jakarta: Departemen Kesehatan RI Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, (2015), Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2015, Bandung: Dinas Kesehatan Jawa Barat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (1999), Kepmenkes RI No 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2015), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lingkungan Di Puskesmas, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, (2016), Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI Puskesmas Cipageran, (2016), Laporan Puskesmas Tahun 2015, Cimahi: Puskesmas Cipageran
65