Lapsus Impetigo Krustosa - Romzi 2 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Laporan Kasus



IMPETIGO KRUSTOSA



Oleh: Romzi Khairullah, S.Ked. 71 2018 015 Pembimbing: dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK



DEPARTEMEN ILMU KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2021



HALAMAN PENGESAHAN



Laporan Kasus Judul:



Impetigo Krustosa Oleh:



Romzi Khairullah, S.Ked. 71 2018 002 Telah dilaksanakan pada bulan Mei 2021 sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.



Palembang, Mei 2021 Pembimbing



dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp. KK



ii



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Impetigo Krustosa” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1.



dr. Nurita Bangun Hutahaean, Sp.KK, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini.



2.



Rekan-rekan dokter muda atas kerjasamanya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini



masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran.



Palembang, Mei 2021



Penulis



iii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.......................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................ii KATA PENGANTAR.....................................................................................iii DAFTAR ISI....................................................................................................iv BAB I. PENDAHULUAN 1.1



Latar Belakang..........................................................................1



BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1



Definisi......................................................................................3



2.2



Epidemiologi.............................................................................3



2.3



Etiologi dan Faktor Risiko........................................................4



2.4



Patofisiologi..............................................................................4



2.5



Gambaran Klinis.......................................................................5



2.6



Diagnosa Banding.....................................................................6



2.7



Pemeriksaan Penunjang.............................................................9



2.8



Tatalaksana..........................................................................…10



2.9



Prognosis...................................................................................12



BAB III. LAPORAN KASUS........................................................................13 BAB IV. ANALISIS KASUS.........................................................................18 BAB V. KESIMPULAN.................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA



iv



BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Impetigo adalah penyakit kulit superfisial yang disebabkan infeksi piogenik oleh bakteri Gram positif. Impetigo adalah tipe pioderma yang paling sering dijumpai. Impetigo seringnya terjadi pada bagian tubuh yang terbuka.1 Biasanya penyakit ini muncul pada wajah terutama di sekitar hidung dan mulut. Infeksi ini biasanya terjadi ketika bakteri memasuki kulit melalui luka atau gigitan serangga.1 Impetigo disebabkan oleh Staphylococcus aureus atau Streptococcus beta hemolitikus grup A (Streptococcus pyogenes). Staphylococcus merupakan patogen primer pada impetigo krustosa dan ecthyma.3 Impetigo terjadi di seluruh negara dan angka kejadiannya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di Amerika Serikat impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara Amerika.2 Impetigo krustosa ditandai dengan keropeng, sebagian besar terdapat pada anak usia 2-5 tahun, karena sistem imun anak yang belum berkembang sempurna. Impetigo krustosa merupakan infeksi kulit bakteri yang paling sering dijumpai pada anak, terutama anak yang tinggal di iklim panas dan lembab. Penyebab impetigo krustosa adalah bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus beta hemolytic grup A, atau kombinasi keduanya. Sebagian besar infeksi diawali oleh infeksi Streptococcus, namun seiring waktu akan digantikan oleh Staphylococcus.3 Tempat predileksi tersering pada impetigo krustosa adalah di wajah, yakni disekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Kelainan kulit berupa vesikel kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada 1



pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh.3 Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan gambaran klinis dari lesi. Pemeriksaan penunjang dapat di gunakan untuk memberikan gambaran terapi terhadap obat-obatan yang sensitif dan menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain dermatologi nikolsky dan histopatologi.3 Laporan kasus ini dibuat sebagai tugas dan bahan pembelajaran pada stase kulit kelamin di Rumah Sakit Daerah Palembang Bari karena menurut Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) tahun 2012, impetigo merupakan salah satu penyakit kulit dengan tingkat kemampuan 4A, yaitu lulusan dokter dapat mendiagnosis klinis dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Impetigo krustosa merupakan penyakit infeksi piogenik kulit superfisial yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Streptococcus group A beta-hemolitikus (GABHS), atau kombinasi keduanya dan digambarkan dengan perubahan vesikel berdinding tipis, diskret, menjadi pustul dan ruptur serta mengering membentuk krusta Honey-colored. dengan tepi yang mudah dilepaskan.4 Pada negara maju, impetigo krustosa banyak disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan sedikit oleh Streptococcus group A betahemolitikus (Streptococcus pyogenes). Banyak penelitian yang menemukan 50-60% kasus impetigo krustosa penyebabnya adalah Staphylococcus aureus dan 20-45% kasus merupakan kombinasi Staphylococcus aureus dengan Streptococcus pyogenes. Namun di negara berkembang, yang menjadi penyebab utama impetigo krustosa adalah Streptococcus pyogenes.7 Staphylococcus aureus banyak terdapat pada faring, hidung, aksila dan perineal merupakan tempat berkembangnya penyakit impetigo krustosa.4 2.2. Epidemiologi Terjadinya penyakit impetigo krustosa di seluruh dunia tergolong relatif sering. Penyakit ini banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Amerika, impetigo merupakan 10% dari penyakit kulit anak yang menjadi penyakit infeksi kulit bakteri utama dan penyakit kulit peringkat tiga terbesar pada anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun.3 Impetigo krustosa banyak terjadi pada musim panas dan daerah lembab, seperti Amerika Selatan yang merupakan daerah endemik dan predominan, dengan puncak insiden di akhir musim panas. Anak-anak prasekolah dan sekolah paling sering terinfeksi. Pada usia dewasa, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.4 3



2.3. Etiologi dan Faktor Resiko Penyebab impetigo krustosa adalah bakteri Staphylococcus aureus, Streptococcus beta hemolytic grup A, atau kombinasi keduanya. Sebagian besar infeksi diawali oleh infeksi Streptococcus, namun seiring waktu akan digantikan oleh Staphylococcus.5 Disamping itu, ada beberapa faktor yang dapat mendukung terjadinya impetigo krustosa seperti: 4,5 - Hunian padat - Higiene buruk - Hewan peliharaan - Keadaan yang mengganggu integritas epidermis kulit seperti gigitan serangga, herpes simpleks, varisela, abrasi, atau luka bakar. 2.4. Patofisiologi Impetigo krustosa dimulai ketika trauma kecil terjadi pada kulit normal sebagai portal of entry yang terpapar oleh kuman melalui kontak langsung dengan pasien atau dengan seseorang yang menjadi carrier. Kuman



tersebut



berkembang biak dikulit dan akan menyebabkan



terbentuknya lesi dalam satu sampai dua minggu.6 Cara infeksi pada impetigo krustosa ada 2, yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder. Infeksi Primer Infeksi primer, biasanya terjadi pada anak-anak. Awalnya, kuman menyebar dari hidung ke kulit normal (kira-kira 11 hari), kemudian berkembang menjadi lesi pada kulit. Lesi biasanya timbul di atas kulit wajah (terutama sekitar lubang hidung) atau ekstremitas setelah trauma.6 Infeksi sekunder Infeksi sekunder terjadi bila telah ada penyakit kulit lain sebelumnya (impetiginisasi) seperti dermatitis atopik, dermatitis statis, psoariasis vulgaris, SLE kronik, pioderma gangrenosum, herpes simpleks, varisela, herpes zoster, pedikulosis, skabies, infeksi jamur dermatofita, gigitan serangga, luka lecet, luka goresan, dan luka bakar, dapat terjadi pada semua umur.8,9 Impetigo krustosa biasanya terjadi akibat trauma superfisialis dan



4



robekan pada epidermis, akibatnya kulit yang mengalami trauma tersebut menghasilkan suatu protein yang mengakibatkan bakteri dapat melekat dan membentuk suatu infeksi impetigo krustosa. Keluhan biasanya gatal dan nyeri.6 Impetigo krustosa sangat menular, berkembang dengan cepat melalui kontak langsung dari orang ke orang. Impetigo banyak terjadi pada musim panas dan cuaca yang lembab. Pada anak-anak sumber infeksinya yaitu binatang peliharaan, kuku tangan yang kotor, anak-anak lainnya di sekolah, daerah rumah kumuh, sedangkan pada dewasa sumbernya yaitu tukang cukur, salon kecantikan, kolam renang, dan dari anak-anak yang telah terinfeksi.6 2.5. Gejala klinis Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honeycolored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.4,5,6 Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa minggu apabila tidak diobati. Pada beberapa orang lesi dapat remisi spontan dalam 2- 3 minggu atau lebih lama terutama bila terdapat penyakit akibat parasit atau pada iklim panas dan lembab, namun lesi juga dapat meluas ke dermis membentuk ulkus (ektima).4,5



5



Kelenjar limfe regional dapat mengalami pembesaran pada 90% pasien tanpa pengobatan (terutama pada infeksi Streptococcus) dan dapat disertai demam. Membran mukosa jarang terlibat.4,5



Gambar 2.1 Impetigo krustosa pada anak-anak.4



Gambar 2.2 Impetigo krustosa di sekitar lubang hidung dan mulut pada anak- anak.5 2.6. Diagnosis Banding Diagnosis banding pada impetigo krustosa antara lain ialah ektima dan varisela.



6



1) Ektima Ektima



adalah



pioderma



ulseratif



kulit



yang



umumnya



disebabkan oleh Streptococcus β-hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi dari keduanya. Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah. Pioderma ialah penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit. Gambaran ektima mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya invasifnya pada kulit lebih dalam daripada impetigo.5



Gambar 2.3 Ektima 2) Impetigo Bulosa



7



Impetigo ialah pyoderma superfisialis (terbatas pada epidermis). Adapun klasifikasi impetigo adalah impetigo bulosa dan impetigo krustosa (non bulosa). Impetigo biasanya juga mengikuti trauma superficial dengan robekan kulit dan paling sering merupakan penyakit



penyerta (secondary infection) dari pediculosis, skabies,



infeksi jamur dan pada insect bites. Impetigo terjadi di seluruh negara di dunia dan angka kejadiannya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di amerika serikat impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat, yaitu pada daerah tenggara amerika. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70% merupakan impetigo krustosa. Menurut literatur lain, impetigo bulosa juga lebih sering terjadi pada bayi baru lahir dan bayi yang lebih tua, dan ditandai dengan progresi vesikel yang cepat menjadi bula kendur . Beberapa dekade yang lalu, impetigo bulosa ekstensif (istilah lama: pemfigus neonatorum atau penyakit Ritter) sering terjadi pada perawatan bayi baru lahir. Impetigo bulosa sering menyerang individu dengan higiene yang kurang, menurunnya daya tahan tubuh, misalnya umur tua, pasien dengan



HIV/AIDS, neoplasma dan diabetes melitus. Selain itu,



riwayat penyakit kulit sebelumnya juga berpengaruh, karena terjadi kerusakan di epidermis, maka fungsi kulit sebagai pelindung akan terganggu sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Kepadatan penduduk dan kondisi iklim panas juga merupakan faktor predisposisi terjadinya impetigo bulosa. Tempat predileksi tersering pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung dan sering bersama-sama dengan miliaria. Terdapat pada anak dan dewasa. Kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1



8



cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh.



Atap dari bulla pecah dan



meninggalkan gambaran “collarette” pada



pinggirnya.



Krusta



“varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah. Bulla yang utuh jarang



ditemukan



karena



sangat



rapuh. Kadang-kadang ketika



waktu penderita datang berobat, vesikel/bula telah pecah sehingga tampak hanya kolaret dan dasarnya masih eritematosa. Pembesaran kelenjar getah bening regional biasanya tidak ada. Namun perbesaran pada KGB dapat ditemukan pada periode neonatal, biasanya dimulai setelah minggu kedua kehidupan, meskipun dapat muncul saat lahir jika ketuban pecah dini. Impetigo bulosa paling umum terjadi pada anak-anak berusia dua hingga lima tahun.



Gambar 2.4. Impetigo Bulosa 2.7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang impetigo krustosa antara lain ialah:7 -



Gambaran histopatologi: berupa peradangan superficial folikel pilosebasea bagian atas. Terbentuklah vesikopustula subkornea yang berisis kokus serta debris berupa leukosit dan sel epidermis. Pada lapisan dermis didapatkan reaksi peradangan ringan berupa dilatasi



9



pembuluh darah, edema, dan infiltrasi PMN. -



Biakan bakteriologis eksudat lesi ; biakan secret dalam media agar darah, dilanjutkan dengan tes resistensi.



2.8. Tatalaksana Pada prinsipnya, pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan perbaikan pada lesi serta mencegah penularan infeksi dan kekambuhan. Terapi non-medikamentosa antara lain, menjaga kebersihan agar tetap sehat dan terhindar dari infeksi kulit, menindak lanjuti luka akibat gigitan serangga dengan mencuci area kulit yang terkena untuk mencegah infeksi, mengurangi kontak dekat dengan penderita, bila diantara anggota keluarga ada yang mengalami impetigo diharapkan dapat melakukan beberapa tindakan pencegahan berupa: Mencuci bersih area lesi (membersihkan krusta) dengan sabun dan air mengalir serta membalut lesi, Mencuci pakaian, kain, atau handuk penderita setiap hari dan tidak menggunakan peralatan harian bersama-sama, Menggunakan sarung tangan ketika mengolesi obat topikal dan setelah itu mencuci tangan sampai bersih., Memotong kuku untuk menghindari penggarukan yang memperberat lesi.6 Terapi medikamentosa menggunakan terapi topikal dan sistemik. Penderita diberikan antibiotik topikal bila lesi terbatas, terutama pada wajah dan penderita sehat secara fisik. Pemberian obat topikal ini dapat sebagai profilaksis terhadap penularan infeksi pada saat anak melakukan aktivitas disekolah atau tempat lainnya. Antibiotik topikal diberikan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.6 1. Terapi topical o Mupirocin Mupirocin (pseudomonic acid) merupakan antibiotik yang berasal dari Pseudomonas fluorescent. Mekanisme kerja mupirocin yaitu menghambat sintesis protein (asam amino) dengan mengikat isoleusil- tRNA sintetase sehingga menghambat aktivitas coccus Gram



positif



seperti



Staphylococcus



dan



sebagian



besar



10



Streptococcus. Salap mupirocin 2% diindikasikan untuk pengobatan impetigo yang disebabkan Staphylococcus dan Streptococcus pyogenes.8 o Asam Fusidat Asam Fusidat merupakan antibiotik yang berasal dari Fusidium coccineum. Mekanisme kerja asam fusidat yaitu menghambat sintesis protein. Salap atau krim asam fusidat 2% aktif melawan kuman gram positif dan telah teruji sama efektif dengan mupirocin topikal.8 o Bacitracin Baciracin merupakan antibiotik polipeptida siklik yang berasal dari Strain



Bacillus



Subtilis.



Mekanisme



kerja



bacitracin



yaitu



menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat defosforilasi ikatan membran lipid pirofosfat sehingga aktif melawan coccus Gram positif seperti Staphylococcus dan Streptococcus. Bacitracin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial kulit seperti impetigo.8 o Retapamulin Retapamulin bekerja menghambat sintesis protein dengan berikatan dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase. Salap Retapamulin 1% telah diterima oleh Food and Drug Administraion (FDA) pada tahun 2007 sebagai terapi impetigo pada remaja dan anak-anak diatas 9 bulan dan telah menunjukkan aktivitasnya melawan kuman yang resisten terhadap beberapa obat seperti metisilin, eritromisin, asam fusidat, mupirosin, azitromisin.8 2. Terapi Sistemik Pemberian antibiotik sistemik pada impetigo diindikasikan bila terdapat lesi yang luas atau berat, limfadenopati, atau gejala sistemik.4 a. Pilihan Pertama (Golongan ß Lactam) Golongan Penicilin (bakterisid) o Amoksisilin+ Asam klavulanat : Dosis 2x 250-500 mg/hari



11



(25 mg/kgBB) selama 10 hari. Golongan Sefalosporin generasi-ke1 (bakterisid) o Sefaleksin



:



Dosis



4x



250-500



mg/hari



(40-50



mg/kgBB/hari) selama 10 hari. o Kloksasilin : Dosis 4x 250-500 mg/hari selama 10 hari. b. Pilihan Kedua Golongan Makrolida (bakteriostatik) o Eritromisin : Dosis 30-50mg/kgBB/hari. o Azitromisin : Dosis 500 mg/hari untuk hari ke-1 dan dosis 250 mg/hari untuk hari ke-2 sampai hari ke-4.



2.9. Prognosis Prognosis impetigo krustosa umumnya baik. Apabila impetigo krustosa tidak diobati maka dapat bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemi. Dapat pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin Syndrome



(SSSS)



pada



bayi



dan



dewasa



yang



mengalami



immunocompromised atau gangguan fungsi ginjal. Bila terjadi komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik daripada dewasa.3



BAB III LAPORAN KASUS



3.1 Identitas Pasien



12



Nama



: An. R



Jenis Kelamin



: Perempuan



Tanggal Lahir



: Palembang, 1 Januari 2014



Usia



: 7 Tahun



Alamat



: Kertapati



Agama



: Islam



Pekerjaan



: Pelajar SD



Tanggal Pemeriksaan : 07 Mei 2021



3.2 Anamnesis Alloanamnesis dilakukan dengan ibu pasien (07 Mei 2021 pukul 10.00 WIB) 3.2.1 Keluhan Utama Timbul keropeng pada hampir seluruh bagian wajah sejak 2 hari yang lalu. 3.2.2 Keluhan Tambahan Keropeng disertai rasa perih serta terdapat batuk pilek sejak 2 hari yang lalu. 3.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit Pasien datang berobat ke poliklinik kulit kelamin dengan keluhan timbul keropeng dibawah hidung, dagu, dan disekitar alisnya. Awalnya keropeng timbul pertama kali pada daerah bawah hidung yang bewarna kemerahan dan lama-kelamaan keropeng juga timbul di dagu dan sekitar alis. Dalam 2 hari, bercak kemerahan menjadi lepuh, lalu lepuh pecah sendiri dan mengeluarkan cairan bening dan meninggalkan bercak kemerahan pada kulit. Pecahnya lepuh pada kulit terasa perih namun tidak terasa gatal. Pecahnya lepuh tersebut lama-kelamaan menjadi koreng. Keluhan timbul keropeng dibagian tubuh lain seperti di kaki yang timbul didahului setelah trauma disangkal. Keluhan timbul lepuh di bagian tubuh lain seperti di ketiak, dada, dan punggung juga di sangkal. Untuk



13



mengurangi keluhan tersebut, pasien tidak pernah berobat atau membeli obat sendiri sebelumnya. Keluhan demam, mual, dan muntah tidak ada. Keluhan batuk dan pilek ada sejak 2 hari yang lalu. Ibu pasien mengatakan bahwa tidak ada keluarga ataupun teman pasien yang mengalami keluhan serupa. Ibu pasien juga mengatakan pasien tidak ada keluhan kulit gatal dan kering pada daerah lipatan eperti lipat siku, belakang lutut, bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher. Keluhan gatal dan kulit kering pada daerah pipi juga disangkal. Pasien dan keluarga juga tidak ada riwayat asma. 3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu 1. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya tidak ada 2. Riwayat alergi makanan tidak ada 3. Riwayat alergi obat-obatan tidak ada 4. Riwayat asma tidak ada 4.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga 1. Terdapat anggota keluarga yang mengalami keluhan tidak ada. 2. Riwayat alergi makanan tidak ada 3. Riwayat alergi obat-obatan tidak 4. Riwayat asma tidak ada



4.2.6 Riwayat Personal Hygiene Pasien mandi 2 kali sehari, mengganti baju minimal 2 kali sehari. Pasien juga menggunakan handuk sendiri dan tidak memakai handuk bersamaan dengan anggota keluarga lain.



4.3 4.3.1



Pemeriksaan Fisik Status Generalisata



14



Keadaan Umum Keadaan Umum



: Baik



Kesadaran



: Compos Mentis



Berat Badan



: 18 kg



Tekanan darah



: 100/70 mmHg



Nadi



: 92 x/menit



Suhu



: 36,7 oC



Pernapasan



: 22 x/menit



Keadaan Spesifik Kepala



: Normocepali



Wajah



: lihat status dermatologikus



Mulut



: lihat status dermatologikus



Leher



: dalam batas normal



Thoraks



: dalam batas normal



Punggung



: dalam batas normal



Abdomen



: dalam batas normal



Ekstremitas



: dalam batas normal



Genetalia



: dalam batas normal



Status Dermatologikus



15



Krusta kuning kecoklatan



Patch eritematosa



Patch eritematosa diatasnya krusta kuning kecoklatan



-



Papul



Pada regio preorbitalis dextra et sinistra, regio nasolabial, dan regio



mentalis terdapat patch eritematosa, multiple, berbatas tegas, ireguler, berukuran lenticular hingga nummular, penyebarannya Sebagian diskret hingga berkonfluens dan diatasnya ditutupi krusta berwarna kuning kecoklatan. -



Pada regio nasalis dan regio nasolabial, terdapat papul eritematosa, soliter, bentuk regular, berukuran miliar.



4.4



Rencana Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu : 1. Pemeriksaan pewarnaan gram 2. Kultur bakteri 3. Pemeriksaan histopatologi



4.5



Diagnosis Banding 1. Impetigo krustosa 2. Impetigo bulosa 3. Ektima 4. Dermatitis atopic



16



4.6



Diagnosis Kerja Impetigo krustosa



4.7



Penatalaksanaan A. Non-medikamentosa -



Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai penyakit dan factor resikonya



-



Menjaga higienis tubuh seperti mandi teratur dengan sabun, rajin mencuci tangan.



-



Hindari menggaruk-garuk luka.



-



Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai pemberian obat dan kepatuhan dalam minum obat.



B. Farmakologis  Sebelum mengoles salep pada krusta yang banyak, krusta dapat dilepas dan di kompres dengan NaCl 0,9% sebanyak 3 kali sehari.  



Salep mupirocin 2% 10 gram, 3 kali sehari selama 5 hari Antibiotic sistemik : cloxacillin 25-50 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis. Pada pasien dengan berat badan 18kg, diberikan dosis 120mg per kali pemberian.



4.8



Prognosis -



Quo ad vitam



: bonam



-



Quo ad functionam : bonam



-



Quo ad sanationam : bonam



BAB IV PEMBAHASAN



17



1.1. Hasil dan Pembahasan Diagnosis pada kasus dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan. Pada laporan kasus ini membahas mengenai pasien atas nama An.R perempuan berusia 7 tahun datang dengan keluhan timbul keropeng dibawah hidung, dagu, dan disekitar alisnya. Berdasarkan teori bahwa secara epidemiologi impetigo krustosa paling banyak terjadi pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama antara laki-laki dan perempuan. Di Amerika, impetigo merupakan 10% dari penyakit kulit anak yang menjadi penyakit infeksi kulit bakteri utama dan penyakit kulit peringkat tiga terbesar pada anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun.4,5 Dari anamnesis yang dilakukan dengan ibunya, awalnya keropeng timbul pertama kali pada daerah bawah hidung yang bewarna kemerahan dan lama-kelamaan keropeng juga timbul di dagu dan sekitar alis. Dalam 2 hari, bercak kemerahan menjadi lepuh, lalu lepuh pecah sendiri dan mengeluarkan cairan bening dan meninggalkan bercak kemerahan pada kulit. Pecahnya lepuh pada kulit terasa perih namun tidak terasa gatal. Pecahnya lepuh tersebut lama-kelamaan menjadi koreng. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan pada Impetigo krustosa dapat terjadi di mana saja pada tubuh, tetapi biasanya pada bagian tubuh yang sering terpapar dari luar misalnya wajah, leher, dan ekstremitas. Impetigo Krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Lesi dapat membesar dan meluas mengenai lokasi baru dalam waktu beberapa minggu apabila tidak diobati. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.4,5



18



Pada impetigo krustosa memiliki gambaran efloresensi berupa krusta berwana kuning seperti madu diatasnya. Pecahnya lepuh menyebabkan rasa perih pada An. R dapat disebabkan karena walaupun pada kasus impetigo krustosa infeksi terjadi berada di bagian superfisial kulit yaitu pada epidermis, namun pada epidermis terdapat reseptor saraf yang dapat menghantarkan impuls nyeri.5 Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada regio preorbitalis dextra et sinistra, regio nasolabial, dan regio mentalis terdapat patch eritematosa, multiple, berbatas tegas, ireguler, berukuran lenticular hingga nummular, penyebarannya Sebagian diskret hingga berkonfluens dan diatasnya ditutupi krusta berwarna kuning kecoklatan dan pada regio nasalis dan regio nasolabial, terdapat papul eritematosa, soliter, bentuk regular, berukuran miliar. Hal ini sesuai dengan teori yaitu pada impetigo krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudat seropurulen mengering dan menjadi krusta yang berwarna kuning keemasan (honeycolored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai hipopigmentasi atau hiperpigmentasi.7



Tabel 4.1. Perbandingan Tinjauan Pustaka Impetigo Krustosa dengan Kasus Epidemiologi



Anak



Kasus Impetigo Krustosa perempuan Impetigo krustosa paling banyak terjadi



berusia 7 tahun



pada anak - anak kisaran usia 2-5 tahun dengan rasio yang sama antara laki-laki dan perempuan.



Di



Amerika,



impetigo



merupakan 10% dari penyakit kulit anak yang menjadi penyakit infeksi kulit bakteri utama dan penyakit kulit peringkat tiga



19



terbesar pada anak. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada Anamnesis



-



anak usia 5-15 tahun. timbul Kelainan kulit diawali oleh kemerahan



Keluhan



dibawah mendatar pada kulit yang dengan cepat



keropeng



hidung, dagu, dan berubah menjadi benjolan seperti jerawat yang berisi cairan atau nanah berukuran



disekitar alisnya -



keropeng kurang lebih 2 cm. Benjolan kecil ini dapat



Awalnya



timbul pertama kali pecah, mengeluarkan isi nanah atau cairan, pada daerah bawah kemudian mengering dan meninggalkan yang keropeng tebal berwarna kuning seperti



hidung



bewarna kemerahan madu. Jika keropeng ini dikelupas, terdapat dan lama-kelamaan luka dangkal yang merah dan basah di juga bawahnya.



keropeng



timbul di dagu dan sekitar alis. -



Dalam 2 hari, bercak kemerahan menjadi lepuh,



lalu



lepuh



pecah



sendiri



dan



mengeluarkan cairan bening



dan



meninggalkan bercak



kemerahan



pada kulit. -



Pecahnya lepuh pada kulit



terasa



perih



namun tidak terasa gatal.



Pecahnya



lepuh tersebut lamakelamaan Predileksi



menjadi



koreng. Keluhan timbul



pada -



Tempat predileksi impetigo krustosa



hidung, dagu, dan alis



adalah di daerah wajah, yakni disekitar



pasien



lubang



hidung



dan



mulut



karena



20



dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut. Efloresensi



-



Pada



regio Impetigo



preorbitalis dextra et sinistra,



krustosa



diawali



dengan



munculnya eritema berukuran kurang lebih



regio 2 mm yang dengan cepat membentuk



nasolabial, dan regio vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. mentalis patch



terdapat Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut eritematosa, ruptur menjadi erosi kemudian eksudat



multiple,



berbatas seropurulen mengering dan menjadi krusta



tegas,



ireguler, yang berwarna kuning keemasan (honey-



berukuran lenticular colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. hingga



nummular, Lesi biasanya berkelompok dan sering



penyebarannya Sebagian



konfluen meluas secara irreguler. Pada kulit



diskret dengan banyak pigmen, lesi dapat disertai



hingga berkonfluens hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. dan



diatasnya



ditutupi



krusta



berwarna



kuning



kecoklatan dan pada regio



nasalis



regio



dan



nasolabial,



terdapat



papul



eritematosa, soliter, bentuk



regular,



berukuran miliar.



Pembahasan Diagnosis Banding Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada kasus ini terdapat tiga diagnosis banding yaitu impetigo krustosa, impetigo bulosa, dan ektima. Diagnosis banding dapat ditinjau dari epidemiologi, gejala klinis, daerah predileksi dan efloresensinya. Ditinjau dari epidemiologi pada impetigo krustosa tidak ada hubungan jenis kelamin dengan penyakit dan umumnya terjadi pada anak usia 2-5 tahun. pada impetigo bulosa merupakan 10% dari masalah kulit yang dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih



21



hangat, yaitu pada daerah tenggara amerika. Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia 4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Pada ektima dapat terjadi pada semua kalangan umur, jenis kelamin, dan



ras



bisa



terkena,



terutama anak-anak, manula, dan



pasien dengan



immunokompromise.7 Kasus ektima terjadi diseluruh dunia, terutama di daerah tropis dan subtropis.



Tabel 4.2. Diagnosis Banding Berdasarkan Epidemiologi Kasus Epidemiologi



Impetigo



Impetigo



Ektima



Pasien berjenis



krustosa Impetigo krustosa



Bulosa Impetigo bulosa Pada



kelamin



paling



merupakan 10% dapat terjadi pada



perempuan



terjadi pada anak -



dari



masalah semua



kalangan



dengan usia 7



anak kisaran usia



kulit



yang umur,



jenis



tahun



2-5 tahun dengan



dijumpai



pada kelamin.



rasio yang sama



klinik anak dan



antara



terbanyak pada



dan



banyak



laki-laki perempuan.



Di



Amerika,



impetigo merupakan



10%



daerah



yang



jauh



lebih



hangat,



yaitu



pada



daerah



dari penyakit kulit



tenggara



anak



amerika.



yang



Di



menjadi penyakit



Inggris kejadian



infeksi



impetigo



kulit



bakteri utama dan



anak



penyakit



kulit



usia



peringkat



tiga



terbesar



pada



ektima



pada sampai



4



tahun



sebanyak 2,8% pertahun



dan



anak. Di Inggris



1,6%



pada



kejadian impetigo



anak usia 5-15



pada anak sampai



tahun.



usia



Sekitar



4



tahun



70% merupakan



sebanyak



2,8%



impetigo



22



pertahun



dan



krustosa.



1,6% pada anak usia 5-15 tahun.



Berdasarkan daerah predileksi, pada kasus keluhan timbul pada hidung, dagu dan alis. Berdasarkan teori, daerah predileksi pada impetigo krustosa ialah di daerah wajah, yakni disekitar lubang hidung dan mulut karena dianggap sumber infeksi dari daerah tersebut.3 Pada impetigo bulosa adalah di ketiak, dada, punggung dan sering bersama-sama dengan miliaria. Pada ektima dijumpai pada ekstremitas bawah, wajah, dan ketiak.7 Tabel 4.2. Diagnosis Banding Berdasarkan Predileksi Kasus Predileksi



Impetigo



Impetigo



Ektima



Keluhan timbul



krustosa Daerah daerah



Pada



di hidung, dagu,



wajah,



bulosa adalah di bawah,



dan sekitar alis



disekitar



yakni lubang



Bulosa impetigo Ekstremitas



ketiak,



wajah,



dada, dan ketiak.



hidung dan mulut



punggung



dan



karena



dianggap



sering bersama-



sumber



infeksi



sama



dari



daerah



miliaria.



dengan



tersebut



Berdasarkan efloresensinya, pada regio preorbitalis dextra et sinistra, regio nasolabial, dan regio mentalis terdapat patch eritematosa, multiple, berbatas tegas, ireguler, berukuran lenticular hingga nummular, penyebarannya Sebagian diskret hingga berkonfluens dan diatasnya ditutupi krusta berwarna kuning kecoklatan dan pada regio nasalis dan regio nasolabial, terdapat papul eritematosa, soliter, bentuk regular, berukuran miliar. Impetigo krustosa diawali dengan munculnya eritema berukuran kurang lebih 2 mm yang dengan cepat membentuk vesikel, bula atau pustul berdinding tipis. Kemudian vesikel, bula atau pustul tersebut ruptur menjadi erosi kemudian eksudatseropurulen mengering dan menjadi krusta



23



yang berwarna kuning keemasan (honey-colored) dan dapat meluas lebih dari 2 cm. Lesi biasanya berkelompok dan sering konfluen meluas secara irreguler. Krusta pada akhirnya mengering dan lepas dari dasar yang eritema tanpa pembentukan jaringan scar.7 Pada impetigo bulosa kelainan kulit berupa vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter 0,5cm) kurang dari 1 cm pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna keruh. Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada pinggirnya. Pada ektima, menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah.



Tabel 4.2. Diagnosis Banding Berdasarkan Efloresensi Kasus Efloresensi



Pada



Impetigo



regio



preorbitalis dextra



et



Impetigo



krustosa Impetigo Krustosa



Bulosa Kelainan kulit Menyerang



diawali



berupa



dengan



vesikel



munculnya



(gelembung



eritema berukuran



berisi



nasolabial, dan



kurang



dengan



regio



sinistra,



regio



Ektima



dermis



cairan membentuk ulkus yang



mm yang dengan



diameter 0,5cm) ditutupi



oleh



cepat membentuk



kurang dari 1



krusta



eritematosa,



vesikel, bula atau



cm pada kulit



biasanya terdapat



multiple,



pustul berdinding



yang



utuh,



pada



berbatas tegas,



tipis.



Kemudian



dengan



kulit bawah.



ireguler,



vesikel, bula atau



sekitar



berukuran



pustul



tersebut



atau kemerahan.



lenticular



ruptur



menjadi



Pada



terdapat



patch



2



dan



dangkal



mentalis



lebih



epidermis



berlapis, tungkai



normal awalnya



24



hingga



erosi



nummular,



vesikel



berisi



eksudatseropurule



cairan



yang



penyebarannya



n mengering dan



jernih



yang



Sebagian



menjadi



krusta



berubah menjadi



berwarna



berwarna keruh.



berkonfluens



kuning keemasan



Atap dari bulla



dan



(honey-colored)



pecah



dan dapat meluas



meninggalkan



berwarna



lebih dari 2 cm.



gambaran



kuning



Lesi



“collarette” pada



kecoklatan dan



berkelompok dan



pada



sering



diskret



hingga diatasnya



ditutupi



krusta



regio



nasalis



dan



kemudian



yang



biasanya



secara



regio



irreguler.



Krusta



nasolabial,



pada papul



akhirnya



mengering



dan



eritematosa,



lepas dari dasar



soliter,



yang



bentuk



pinggirnya.



konfluen



meluas



terdapat



dan



eritema



regular,



tanpa



berukuran



pembentukan



miliar.



jaringan scar.



Tatalaksana pada pasien ini meliputi penatalaksanaaan non- medikamentosa, dan medikamentosa. Tatalaksana non-medikamentosa pada kasus ini yaitu: 1) Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai penyakit dan factor resikonya; 2) Menjaga higienis tubuh seperti mandi teratur dengan sabun, rajin mencuci tangan; 3) Hindari menggaruk-garuk luka; dan 4) Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai pemberian obat dan kepatuhan dalam minum obat. Tatalaksana medikamentosa pada pasien ini adalah dengan pemberian obat topical berupa mupirosin zalf 2% 3 kali selama 5 hari. Sebelum mengoles salep pada krusta yang banyak, krusta dapat dilepas dan di kompres dengan NaCl 0,9% sebanyak 3 kali sehari. Dan pengobatan sistemik berupa cloxacillin 25-50 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis. Pada pasien dengan berat badan 18kg, diberikan dosis 120mg per kali pemberian. 25



Mupirocin adalah antibiotik baru yang dihasilkan melalui fermentasi Pseudomonas flourecens. Mupirocin menghambat isoleusil t-RNA sintetase sehingga dapat menekan sintesis protein bakteri. Mupirocin bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah atau hambat minimum dan bersifat bakterisida pada konsentrasi yang lebih tinggi. Ini terutama bekerja dengan menghambat sintesis protein bakteri. Karena cara kerjanya yang unik untuk menghambat aktivitas bakteri isoleucyl-tRNA synthetase, mupirocin tidak menunjukkan resistansi silang dengan kelas lain dari agen antimikroba, memberikan keuntungan terapeutik. Ini tersedia dalam formulasi topikal hanya karena metabolisme sistemik yang luas dan digunakan dalam pengobatan impetigo yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes dan lesi kulit traumatis akibat infeksi kulit sekunder yang disebabkan oleh S. aureus dan S. pyogenes . Mupirocin umumnya dipasarkan dengan nama merek Bactroban.8 Mupirocin dilaporkan aktif terhadap kuman gram positif gram aerob yang rentan, seperti Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan streptococcus. Dalam satu studi klinis yang menyelidiki efektivitas terapi mupirocin topikal dalam impetigo, tingkat respons terapeutik adalah sekitar 94 hingga 98% setelah 5 hari terapi.8 Pada pasien juga diberikan kompres terbuka Nacl 0.9%. Aplikasi kompres dingin dengan larutan NaCl 0,9% dapat membantu meringankan gejala nyeri dan eritema yang timbul pada luka, serta meningkatkan aliran darah menuju area luka, sehingga mempercepat proses penyembuhan luka. NaCl 0,9% merupakan cairan isotonis yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak menimbulkan hipersensitivitas sehingga aman digunakan untuk tubuh dalam kondisi apapun. NaCl



0,9%



merupakan



larutan isotonis aman untuk tubuh, tidak iritan,



melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering, menjaga kelembaban sekitar luka dan membantu luka menjalani proses penyembuhan. Pemberian kompres NaCl 0,9% pada luka dapat menurunkan gejala edema karena cairan normal salin dapat menarik cairan dari luka melalui proses osmosis. Selain itu NaCl 0,9% memiliki respon anti inflamasi sehingga dapat menurunkan gejala nyeri dan eritema yang timbul pada luka, serta meningkatkan aliran darah menuju area luka, sehingga mempercepat proses penyembuhan luka. 26



Prognosis quo ad vitam, quo ad functionam, quo ad sanationam dan quo ad cosmetica adalah bonam. Prognosis impetigo krustosa umumnya baik. Apabila impetigo krustosa tidak diobati maka dapat bertahan dan menyebabkan lesi pada tempat baru serta menyebabkan komplikasi berupa ektima, dan dapat menjadi erisepelas, selulitis, atau bakteriemi. Dapat pula terjadi Staphylococcal Scalded Skin



Syndrome



(SSSS)



pada



bayi



dan



dewasa



yang



mengalami



immunocompromised atau gangguan fungsi ginjal. Bila terjadi komplikasi glomerulonefritis akut, prognosis anak- anak lebih baik daripada dewasa.3



BAB III KESIMPULAN 1. Diagnosis kerja pada kasus ini yaitu impetigo krustosa. Diagnosis impetigo krustosa dapat ditegakkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapatkan keluhan timbul keropeng dibawah hidung, dagu, dan disekitar alisnya yang awalnya timbul sebagai bercak kemerahan. Lama-kelamaan timbul vesikel dan bula lalu pecah dan kemudian menjadi koreng. 2. Tatalaksana impetigo krustosa non farmakologi adalah 1) Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai penyakit dan factor resikonya; 2) Menjaga higienis tubuh seperti mandi teratur dengan sabun, rajin mencuci tangan; 3) Hindari menggaruk-garuk luka; dan 4) Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai pemberian obat dan kepatuhan dalam minum obat. 3. Tatalaksana farmakologi yang diberikan yaitu dengan pemberian obat topical berupa mupirosin zalf 2% 3 kali selama 5 hari. Sebelum mengoles salep pada krusta yang banyak, krusta dapat dilepas dan di kompres dengan NaCl 0,9% sebanyak 3 kali sehari. Dan pengobatan sistemik berupa cloxacillin 25-50 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis. Pada pasien dengan berat badan 18kg, diberikan dosis 120mg per kali pemberian.



27



DAFTAR PUSTAKA 1.



Mahmood B, SH Ghotbi. Impetigo, a Brief Review. Shiraz E-Medical Journal. 2007 July; 8.p. 138 - 41.



2.



Provider synergies. 2007. Impetigo agents, topical review. Ohio: Intellectual Property Department Provider Synergies LLC. pp 276-277



3.



Djuanda A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi ke-7. Jakarta: Balai Pustaka Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2017.



4.



Hay R.J, B.M Adriaans. Bacterial Infection. In: Burns T, Brethnach S, Cox N, Griffiths C (eds). Rook’s Text Book of Dermatology. 7th ed. Turin: Blackwell. 2004. p.27.13-15



5.



Craft N, Peter K.L, Matthew Z.W, Morton N.S, Richard S.J. Superficial Cutaneous Infection and Pyodermas. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill. 2008. p.1695-1705.



6.



Amini



Sadegh.



Impetigo.



Dikutip



dari:



http://emedicine.medscape.com/article/1109204-treatment. 7.



Tryas, M., Basuki, R., Ratnaningrum, K. 2015. Buku Ajar Sistem Integumen. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.



8.



Bonner M.W, Benson P.M, James W.D. Topical Antiboiotics. In: Wolff K et all (eds). Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Vol 2. 7th Ed. New York: McGraw Hill. 2008. p.2113-15. 28



29