LP + Askep Revisi Sahrawani.J [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. A DENGAN DIAGNOSA GAGAL GINJAL KRONIS DIRUANGAN HEMODIALISA RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA



Disusun :



Sahrawani.J 2017.C.09a.0863



YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN TAHUN 2020/2021



LEMBAR PENGESAHAN Nama



: Sahrawani.J



NIM



: 2017.C.09a.0863



Program Studi



: SarjanaKeperawatan



Judul



: Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya



Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai syarat untuk melaksanakan Praktik Praklinik Keperawatan IV (PPK IV) Program Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.



Laporan ini telah disetujui oleh :



Pembimbing Akademik



Kristinawaty, S.Kep., Ners



BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronis 1.1.1 Definisi Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik menurut Terry & Aurora, 2013 CKD merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Pada gagal ginja kronik, ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme sehingga menyebabkan penyakit gagal ginjal stadium akhir. Gagal ginjal kronis(Chronic Kidney Desease) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2011:47). Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011:166). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus yang berakibat fatal dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah. 1.1.2



Anatomi Fisiologis



1.1.2.1 Anatomi Manusia memiliki sepasang ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.Posisi



ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan tertekan oleh organ hati.Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3, sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas. Bentuk makroskopis ginjal pada  orang dewasa, bentuknya seperti kacang polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk urine.Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap Dibawah ini terdapat gambar tentang anatomi fisiologi ginjal



Anatomi Ginjal (Sumber: Smeltzer, 2012:1365) Bentuk makroskopis ginjal pada  orang dewasa, bentuknya seperti kacang polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar 125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk urine.Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma



ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus. 1.1.2.2 Fisiologi Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan memisahkan zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada kebutuhan tubuh. Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan dikeluarka melalui urine. Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan bagian dari ginjal.  Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu filtrasi di glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus. Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.



Gambar nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan tubulus (Sumber: Smeltzer, 2012: 1366) Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahanbahan itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke dalam kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam



korteks ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang masuk ke dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke tubulus distal, dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligentes kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus koligentes medula. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih besar yang mengalir menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal, urine akan terdorong ke kandung kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan melalui uretra. 1.1.3



Klasifikasi KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative)  merekomendasikan



pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) : 1. Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2) 2. Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 89 mL/menit/1,73 m2) 3. Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2) 4. Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2) 5. Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal. 1.1.4



Etiologi Penyebab Chronic Kidney Disease (CKD) belum diketahui. Tetapi,



beberapa kondisi atau penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah atau struktur lain di ginjal dapat mengarah ke CKD. Penyebab yang paling sering muncul adalah: 1. Diabetes Melitus Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan diabetes melitus. Jika kadar gula darah mengalami kenaikan selama beberapa tahun, hal ini dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal (WebMD, 2015) 2. Hipertensi



Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab penurunan fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab utama terjadinya CKD (WebMD, 2015). Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab CKD antara lain: 1. Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan oleh kista 2. Memiliki arteri renal yang sempit. 3. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak ginjal. Seperti obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID), seperti Celecoxib dan Ibuprofen dan juga penggunaan antibiotik (WebMD, 2015). 1.1.5



Patofisiologi Patofisiologi CKD beragam, bergantung pada proses penyebab penyakit.



Proses patologi umum yang menyebabkan kerusakan nefron, CKD, dan gagal ginjal. Tanpa melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi interstisial dan fibrosis adalah ciri khas CKD dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Copstead& banasik, 2010). Seluruh unit nefron secara bertahap hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang , nefron fungsional yang masih ada mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak pertikel zat terlarut disaring untuk mengkompensasi massa ginjal yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada akhirnya. Proteinuria akibat kerusakan glomerulus di duga menjadi penyebab cedera tubulus. Proses hilangnya nefron yang kontiunu ini terus berlangsung meskipun setelah proses penyakit awal telah teratasi (Fauci et al., 2008). Perjalanan CKD beragam, berkembang selama periode bulanan hingga tahunan. Pada tahap awal, sering kali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron yang tidak terkena mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan pada pasien asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatin serum normal. Ketika



penyakit berkembang dan GFR turun lebih lanjut, hipertensi dan ebberapa manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal di tahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi atau obstruksi saluran kemih) dapat menurunkan fungsi dan dapat memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih lanjut. Kadar serum kratinin dan BUN naik secara tajam, pasien menjadi uliguria, dan manifestasi uremia muncul. Pada ESRD, tahap akhir CKD, GFR kurang dari 10% normal dan terapi penggantian ginjal diperlukan untuk mempertahankan hidup. (Lemon, 2016: 1063) Patofosiologi berdasarkan penyebab menurut Lemon, 2016: 1064 1. Nefropati diabetik



: Peningkatan awal laju aliran glomerulus



menyebabkan hiperfiltrasi dengan akibat kerusakan glomerulus, penebalan dan sklerosis membran basalis glomerulus dan glomerulus kerusakan bertahap nefron menyebabkan penurunan GFR 2. Nefrosklerosis hipertensi : Hipertensi jangka panjang menyebabkan skelrosis dan penyempitan arteriol ginjal dan arteri kecil dengan akibat penurunan aliran darah yang menyebabkan iskemia, kerusakan glomerulus, dan atrofi tubulus. 3. Glomerulonefritis kronik : Inflamasi interstisial kronik pada parenkim ginjal menyebabkan obstruksi dan kerusakan tubulus dan kapiler yang mengelilinginya, memengaruhi filtrasi glomerulus dan sekresi dan reabsorbsi tubulus,dengan kehilangan seluruh nefron secara bertahap. 4. Pielonefritis kronik : Infeksi kronik yang biasa dikaitkan dengan obstruksi atau reluks vesikoureter menyebabkan jaringan parut dan deformitas kaliks dan pelvis ginjal, yang menyebabkan refluks intrarenal dan nefropati 5. Penyakit ginjal polisistik : kista bilateral multipel menekan jaringan ginjal yang merusak perfusi ginjal dan menyebabkan iskemia, remodeling vaskular ginjal, dan pelepasan mediator inflamasi, yang merusak dan menghancurkan jaringan ginjal normal. 6. Eritematosa lupus kompleks : kompleks imun terbentuk di membaran basalis kapiler yang menyebabkan inflamasi dan sklerosis dengan glomerulonefritis fokal, lokal, atau difus.



WOC GFR Menurun GGK



Retensi Na Tek. Kapiler naik



B1



B2 Sekresi eritropoitin



Beban Jantung Naik



Produksi Hb Turun



Tek. Vena pulmonalis



Oksigen HemoglobinTurun



Kapiler paru naik Edema Paru



Gangguan pertukaran Gas Ekspansi paru turun



dispnea



Suplai O2 kasar turun Gangguan Perfusi Jaringan perifer tidak efektif



B3



edema Peningkatan kerja jantung



B4 Obstruksi Ginjal Fungsi Ginjal Menurun



B5



B6



Sekresi protein terganggu Gangguan Keseimbangan Asam Basa



Sindrom Uremia



Perporasi Ospaleimia Pruritis



GFR Peningkatan kerja jantung Hipertrofi ventrikel kiri



Asam Lambung Naik Retensi air dan natrium Hipervolemia



Penurunan cardiac output



Gangguan integritas kulit



Iritasi Lambung Mual, muntah Defisit Nutrisi



Kehilangan kesadaran



Pola nafas tidak efektif (Brunner & Suddart, 2013 Levin, 2010 Price, 2006 Smeltzer, 2009)



1.1.6



Manifestasi Klinis Menurut (Muhammad, 2012:40), manifestasi klinis pada Gagal Ginjal



Kronik (Chronic Kidney Desease )yaitu sebagai berikut: 1. Manifestasi kardiovaskuler Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin - angiotensin - aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.   2. Manifestasi Pulmoner Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul 3. Manifestasi Gastrointestinal a. Anoreksia, mual/muntah akibat adanya gangguan metabolisme protein dalam usus dan terbentuknya zat toksik. b. Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur yang kemudian diubah menjadi ammonia oleh bakteri, sehingga napas penderita berbau ammonia. 4. Manifestasi Neurologi Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas  pada telapak kaki, perubahan perilaku 5. Manifestasi Muskuloskeletal Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop 6. Gangguan pada Sistem Lain



1.1.7



a.



Tulang mengalami osteodistrofi renal.



b.



Asidosis metabolik.



Komplikasi Menurut (Corwin, 2013:730), komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik



adalah sebagai berikut : 1. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia. 2. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia danuremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok merangsang kecepatan pernapasan.



3. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi. 4. Penurunan pembentukan eriropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas. 5. Dapat terjadi gagal jantung kongestif. 6. Tanpa pengobatan dapat terjadi koma dan kematian. 1.1.8



Pemeriksaan Diagnostik Menurut (Arif Muttaqin, 2011:172), pemeriksaan diagnostik yang



dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut. 1. Laju Endap Darah (LED) Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia. 2. Ureum dan kreatinin Meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun. 3. Hiponatremi Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya dieresis. 4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia Terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada GGK. 5. Phosphatealkaline meninggi akibat gangguan metabolism tulang, terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang. 6. Hipoalbuminemia dan hipokolestrolemia Umumnya disebabkan gangguan metabolism dan diet rendah protein. 7. Peninggi gula darah Akibat gangguan metabolism karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).



8. Hipertrigliserida Akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggi hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase. 9. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic pada gagal ginjal. 1.1.9



Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada pasien dengan Gagal Ginjal adalah sebagai berikut : 1. Pencegahan Pencegahan mencakup perubahan gaya hidup dan jika diperlukan, obat untuk mengontrol hipertensi, obat pengontrol glikemik yang baik bagi penderita



diabetes,



dan



jika



mungkin



menghindari



obat-obat



nefrotoksik. Pemakaian lama analgesik yang mengandung kodein dan obat-obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) harus dihindari, khususnya pada individu yang mengalami gangguan ginjal.Diagnosis dini dan pengobatan lupus eritematosus sistemik dan penyakit lainnya yang diketahui merusak ginjal amat penting. Selain itu, pada semua stadium pada gagal ginjal kronik pencegahan infeksi perlu dilakukan (Elizabeth corwin, 2013:731). 2. Penatalaksanaan Medis Menurut (Arif Muttaqin, 2011:173), tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut. 1) Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia ;menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan



kecenderungan



perdarahan;



dan



membantu



penyembuhan luka. 2) Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal



yang



pertama



harus



diingat



adlah



jangan



menimbulkan



hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EKG dan EEG. Bila terjadi hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na bikarbonat, dan pemberian infus glukosa. 3) Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggi Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner. 4) Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obatobatan harus dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis. 5) Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium. 6) Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal ginjal diganti dengan ginjal yang baru. 3. Penatalaksanaan Keperawatan Menurut (Price, 2015:965), penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut: 1) Pengaturan Diet Protein Pembatasan tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasilmetabolisme protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga mengurani asupan kalium, fosfat, dan produksi ion hydrogen yang berasal dari protein. Mempertahankan keseimbangan protein pada diet protein 20g mungkin dilakukan, menyediakan protein dalam nilai biologik yang tertinggi dan kalori yang memadai.



2) Pengaturan Diet Kalium Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari.Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium. 3) Pengaturan Diet Natrium Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari.Tapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik. 1.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 1.2.1



Pengkajian Keperawatan Pengkajian adalah tahap awal dari proses keeprawatan dan merupakan



suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk menegvaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2013:17). Menurut (Arif Muttaqin, 2011:171), pengkajian yang dapat dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah adalah sebagai berikut: 1. Keluhan utama Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak ada selera makan anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau (ureum), dan gatal pada kulit. 2. Riwayat Kesehatan Sekarang Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa. 3. Riwayat Kesehatan Dahulu Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik Benign Prostatic Hyperplasia, dan



prostatektomi.Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi



pada



masa



sebelumnya



yang



menjadi



predisposisi



penyebab.Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan. 4. Psikososial Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran pada keluarga (self esteem). 5. Pemeriksaan Fisik Menurut (Muttaqin, 2012:171-172), pemeriksaan fisik pada pasien dengan gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut: a. B1 (Breathing) Klien bernapas engan bau urine (feter urenik) sering didapatkan pada fase ini.Respons uremia didipatakan adanya pernapasan kussmaul.Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan koarbon dioksida yang menumpuk di sirkulasi. b. B2 (Blood) Pada kondisi uremia berat, tindakan auksultasi perawatat akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel. Pada sistem hematologi sering didapatkan anemia. Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah. c. B3 (Brain)



Didapatkan pemurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses pikir dan disoreintasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot. d. B4 (Bladder) Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.Oliguria, dapat menjadi anuria. e. B5 (Bowel) Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. f. B6 (Bone) Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis, dehidrasi), petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisiksecara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari jaringan. 1.2.2



Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon



manusia (status kesehatan atau bresiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2013 :35). Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut: 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbanagn upaya bernapas 2. Hipervolemia berhubungan dengan peningkatan volume cairan 3. Nyeri berhubungan dengan age pencedera biologis 4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan edukasi terapi hemodialisa



5. Keletihan berhubungan dengan program terapi hemodialisa 6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal 7. Resiko perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan disfungsi ginjal 1.2.3



Intervensi Keperawatan Intervensi keperawatan berdasarkan SLKI 2018 dan SIKI 2018 : 1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ketidakseimbanagn upaya bernapas Tujuan



: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 4 jam



diharapkan pola napas tidak efektif dapat teratasi Kriteria hasil : 1) Sesak napas berkurang 2) Ventilasi per menit baik 3) Saturasi oksigen dalam batas normal 90% 4) Penggunaan otot bantu pernapasan berkurang Intervensi : 1) Observasi frekuensi, irama dan upaya napas, pola napas 2) Observasi kemampuan batuk efktif 3) Observasi adanya produksi sputum dan sumbatan jalan napas 4) Observasi TTV dan saturasi oksigen 5) Atur waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 6) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Hipervolemia berhubungan dengan peningkatan volume cairan Tujuan



: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 4 jam



diharapkan hipervolemia dapat teratasi Kriteria hasil : 1) Asupan cairan cukup sesuai kebutuhan 2) Intake dan Output dalam batas normal 3) Berat badan stabil 4) Vital sign dalam batas normal Intervensi :



1) Observasi tanda dan gejala hipovolemia 2) Observasi vital sign 3) Monitor intake output 4) Berikan posisi senyaman mungkin 5) Anurkan untuk memberikan asupan cairan oral secukupnya 6) Anjurkan untuk menghindari berubah posisi mendadak 7) Kolaborasi dalam pemberian terapi 3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis Tujuan



: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam



diharapkan nyeri akutdapat teratasi Kriteria hasil : 1) Keluhan nyeri tidak ada 2) Tidak tampak meringis 3) Tidak tampak gelisah 4) Tampak tenang Intervensi : 1) Observasi nyeri dengan PQRST 2) Observasi respon pasien terhadap nyeri 3) Anjurkan pasien untuk mengatur posisi nyaman untuk mengatasi nyeri 4) Anjurkan pasien untuk menerapkan terapi relaksasi 5) Jelaskan penyebab dan periode nyeri 6) Kolaborasi dalam pemberian terapi obat 4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan edukasi terapi hemodialisa Tujuan



: setelah dilakukan tindkaan keperawatan selama 1 x 30



menit diarapkan defisit pengetahuan dapat teratasi Kriteria hasil : 1) Ekspektasi terhadap terapi hemodialisa baik 2) Pasien mau menjalani program terapi hemodialisa 3) Berkurangnya persepsi keliru terkait penyakit dan program terapi hemodialisa 4) Pasien mampu menjelaskan terkait penyakitnya



5) Pasien menunjukkan perilaku sesuai anjuran Intervensi : 1) Observai kemampuan pasien dan keluarga dalam menerima informasi 2) Jadwalkan waktu yang tepat untuk melakukan pendidikan kesehatan 3) Lakukan modifikasi proses pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan yang dapat dipahami oleh pasien mapun keluarganya 4) Berikan



kesempatan



pasien



maupun



keluarganya



untuk



menanyakan hal yang masih kurang dipahami 5) Jelaskan pengertian, tanda dan gejala,, dampak, diet, dan hal-hal yang harus diperhatikan pada pasien gagal ginjal 6) Jelaskan pengertian, klbihan dan kekurangan terapi hemodialisa serta prosedur hemodialisa 7) Jelaskan manfaat memonitor intake output cairan, dan peran pentingnya dukungan keluarga 8) Ajarkan cara memantau kelebihan volume cairan 5. Keletihan berhubungan dengan program terapi hemodialisa Tujuan



: setelah dilakukan tindkaan keperawatan selama 1 x 4 jam



diarapkan tingkat keletihan dapat teratasi Kriteria hasil : 1) Ekspektasi baik 2) Kemampuan melakukan aktivitas membaik 3) Tingkat keletihan berkurang 4) Pola istirahat membaik Intervensi : 1) Observai fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 2) Berikan simulasi aktivitas distraksi yang menenangkan 3) Anjurkan pasien untuk melakukan latihan gerak pasif dan aktif 4) Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap 5) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan



6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal Tujuan



: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam



diharapkan resiko ketidaseimbangan cairan dapat teratasi Kriteria hasil : 1) Intake batas normal 2) Output dalam batas normal 3) Edema tidak ada 4) Asites tidak ada Intervensi : 1) Observasi vital sign 2) Observasi inttak dan output 3) Observasi tanda dan gejala hipervolemia 4) Observasi faktor faktor resiko ketidakseimbangan cairan 5) Anjurkan untuk intake cairan sesuai kebutuhan 6) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 7) Kolaborasi dengan keluarga dalam pemantauan intake dan output cairan 7. Resiko perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan disfungsi ginjal Tujuan



: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 4 jam



diharapkan resiko perfusi renal tidak efektif dapat teratasi Kriteria hasil : 1) Output cairan dalam batas normal 2) Kadar urea nitrogen darah dalam batas normal 3) Kadar kreatini plasma dalam batas normal 4) Kadar elektrolit dalat batas normal Intervensi : 1) Observasi vital sign dan saturasi oksigen 2) Observasi intake dan output cairan 3) Observasi tingkat kesadaran 4) Berikan terapi oksigenasi untuk mempertahankan saturasi oksigen 5) Jelaskan penyebab, faktor resiko juga tanda gejala syok



6) Anjurkan untuk intake sesuai kebutuhan 7) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian terapi



1.2.4



Implementasi Keperawatan Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan



segala sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan: Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin timbul,



menentukan



mempersiapkan



dan



lingkungan



mempersiapkan yang



konduktif



peralatan sesuai



yang dengan



diperlukan, yang



akan



dilaksanankan mengidentifikasi aspek hukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan. 1.2.5



Evaluasi Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan



yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.



BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN 2.1 Pengkajian Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada hari senin tanggal 14 Desember 2020 jam 09.00 WIB 2.1.1



2.1.2



Identitas Pasien Nama



: Ny. A



Umur



: 45 Tahun



JenisKelamin



: Perempuan



Suku/Bangsa



: Banjar/Indonesia



Agama



: Islam



Pekerjaan



: Ibu Rumah Tangga



Pendidikan



: SMA



Status Perkawinan



: Menikah



Alamat



: Jl. Rajawali 02



Tgl MRS



: 14 Desember 2020



DiagnosaMedis



: CKD ON HD



RIWAYAT KESEHATAN / PERAWATAN PRE HD



2.1.2.1 Keluhan Utama/Alasan HD: Pasien mengatakan sesak nafas. 2.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengatakan pada tanggal 14 Desember 2020, sesak nafas, kaki kiri bengkak dan frekuensi berkemihnya menurun, Ny. A sudah terdiagnosa CKD (chronic kidney diseases) sejak ±8 bulan yang lalu.



Pasien dijadwalkan untuk cuci darah setiap seminggu sekali. Pada saat pengkajian diperoleh data TTV: TD 180/100 mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 30 x/menit, suhu 36,5ºC. Hasil Lab ureum 242 mg/dl, creatinin 8,18 mg/dL. 2.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi) Pasien mengatakan ± 2 tahun yang lalu pernah dirawat dirumah sakit karena penyakit Hipertensi. 2.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga Pasien mengatakan riwayat keturunan penyakit Hipertensi dalam keluarga, yaitu ayah nya. GENOGRAM KELUARGA : x



x



x



x



Keterangan: : Laki-Laki : Perempuan : Tinggal Serumah : Garis Keturunan : Pasien 2.1.3



Pemeriksaan Fisik PRE HD



2.1.3.1 Keadaan Umum Keadaaan pasien sakit sedang, pasien tampak lemas, tampak sesak, terpasang oksigen nasal kanul 2 lpm, terdapat edema dikaki kiri derajat



II, kesadaran pasien compos menthis GCS: 15, posisi pasien semi fowler, dan terpasang selang dialiser. 2.1.3.2 Tanda-Tanda Vital : Didapatkan hasil pemeriksaan sebagai berikut : Suhu/T : 36,50C, Nadi/HR : 96 x/mt, Pernapasan/RR: 30 x/tm, Tekanan Darah/BP: 180/100mm Hg, BB Pre HD: 52 kg Masalah Keperawatan : Hipervolemia 2.1.4



Intra HD Suhu/T : 36,50C, Nadi/HR : 96 x/mt, Pernapasan/RR: 30 x/tm, Tekanan Darah/BP: 180/100mm Hg. Keluhan selama HD, pasien mengatakan masih sesak nafas dan badan terasa lemas. Nutrisi: Baik, Jenis Makanan : Bubur, Jumlah: 1 porsi, Jenis Minuman: Air mineral, Jumlah: ± 350 cc. Catatan Lain : Jam 08.50 09.00 12.00



UF Removed 0,77 0,81 0,85



QB



Vital Sign



Setting Mesin



250



140/100mmHg



Time: 4 Jam



250



96x/menit 140/80mmHg



UF Goal: 3000 L



200



92x/menit 150/80mmHg



UF Rate: 0,85 L



90x/menit Heparin: 5000 .iu Masalah Keperawatan : Pola Nafas Tidak Efektif 2.1.5



Post HD



2.1.5.1 Keadaan Umum Kesadaran pasien compos menthis, pasien masih tampak sesak, pasien tampak lemas, konjungtiva normal, terpasang stopper ditangan kanan dan terpasang oksigen nasal kanul 2 lpm. 2.1.5.2 Tanda-Tanda Vital Suhu/T : 36,50C, Nadi/HR : 90 x/mt, Pernapasan/RR: 30 x/tm, Tekanan Darah/BP: 150/80 mmHg. BB Post HD 50 kg, jumlah cairan keluar ±300 L2 . 2.1.6



Perencanaan Pulang (Discharge Planning) :



2.1.6.1 Obat-obatan yang disarankan / dibawa pulang: Pasien tidak membawa obat-obatan. 2.1.6.2 Makanan/ Minuman yang dianjurkan (jumlah): Pasien dianjurkan tidak terlalu banyak minum dan pasien dianjurkan makan-makanan yang banyak mengandung protein dan kalsium. 2.1.6.3 Rencana HD/ Kontrol selanjutnya: Pasien akan menjalani terapi hemodialisa setaip hari senin, dan pasien akan datang kembali pada hari senin. 2.1.6.4 Catatan lain: Menganjurkan pasien untuk selalu melakukan terapi hemodialisa sesuai dengan jadwal yang telah dianjurkan, juga ingatkan pasien untuk selalu membatasi konsumsi cairan dan selalu mengkonsumi obat yang dianjurkan dokter. 2.1.6.5 Data Penunjang Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 14 Desember 2020. Parameter Glukosa sewaktu Ureum Creatinine WBC HGB PLT



Hasil 180 242 8,18 9,63 17.0 347



Satuan mg/dl mg/dl mg/dl 10^3/ul g/dL 10^3/ul



Nilai normal