15 0 143 KB
LAPORAN PENDAHULUAN Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Klinik Keperawatan Anak
Dosen Penguji : Irisanna Tambunan, S.Kep., Ners., M.KM
Oleh Siti Nuraeni 191FK01124 Tingkat 3B
PRODI D-III FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA 2022
LAPORAN PENDAHULUAN A.
Definisi Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011) Bronkopneumonia
adalah
peradangan
pada
parenkim
paru
yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercakbercak (patchy distribution) (Bennete, 2013). B.
Penyebab Berdasarkan etiologinya bronkopneumonia dapat disebabkan oleh : 1.
Bakteri
2.
Virus
3.
Jamur
4.
Aspirasi makanan
5.
Sindrom Loefler. (Bradley et.al., 2011) Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan bronkopneumonia, antara
lain virus dan bakteri seperti Pneumokokus, Staphilococcus Bronkopneumoniae, dan H. influenzae. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko penyakit ini diantaranya adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER, aspirasidan lain-lain. C.
Patofisiologi Jalan nafas secara normal steril dari benda asing dari area sublaringeal sampai unit paru paling ujung. Paru dilindungi dari infeksi bakteri dengan beberapa mekanisme: 1. filtrasi partikel dari hidung. 2. pencegahan aspirasi oleh reflek epiglottal.
3. Penyingkiran material yang teraspirasi dengan reflek bersin. 4. Penyergapan dan penyingkiran organisme oleh sekresi mukus dan sel siliaris. 5. Pencernaan dan pembunuhan bakteri oleh makrofag. 6. Netralisasi bakteri oleh substansi imunitas lokal. 7. Pengangkutan partikel dari paru oleh drainage limpatik. Infeksi pulmonal bisa terjadi karena terganggunya salah satu mekanisme pertahanan dan organisme dapat mencapai traktus respiratorius terbawah melalui aspirasi maupun rute hematologi. Ketika patogen mencapai akhir bronkiolus maka terjadi penumpahan dari cairan edema ke alveoli, diikuti leukosit dalam jumlah besar. Kemudian makrofag bergerak mematikan sel dan bakterial debris. Sisten limpatik mampu mencapai bakteri sampai darah atau pleura viseral. Jaringan paru menjadi terkonsolidasi. Kapasitas vital dan pemenuhan paru menurun dan aliran darah menjadi terkonsolidasi, area yang tidak terventilasi menjadi fisiologis right-to-left shunt dengan ventilasi perfusi yang tidak pas dan menghasilkan hipoksia. Kerja jantung menjadi meningkat karena penurunan saturasi oksigen dan hiperkapnia. (Bennete, 2013) D.
Manifestasi klinis Pasien dengan bronkopneumoni dapat mengalami demam tinggi dengan peningkata suhu secara mendadak sampai 40º. Anak sangat gelisah, sesak nafas dan sianosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung merupakan trias gejala yang patognomotik. Kadang-kadang disertai muntah dan diare, batuk mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Manifestasi yang lain yang sering adalah nyeri dada saat batuk ataupun bernafas, batuk produktif disertai dahak purulen, sesak nafas, dyspnea sampai terjadi sianosis, penurunan kesadaran pada keadaan yang buruk atau parah, perubahan suara nafas ralews, ronchi, wezhing, hipotensi apabila disertai dengan bakterimia atau hipoksia berat, tachipnea serta nadi cepat. Bronkopneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif (Bennete, 2013). Dalam
pemeriksaan
fisik
penderita bronkopneumonia
khususnya
bronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut (Bennete, 2013): 1. Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai. Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas
atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. 2. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. 3. Pada perkusi tidak terdapat kelainan 4. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
E.
Pathway Infeksi kuman patogen ( bakteri / virus )
terganggunya parenkhim paru
brochiolitis
gangguan interstisiil
PK : Infeksi
kerusakan epitel
pembentukan mukus
muntah
infiltrat ke duktus alveolus
penyumbatan bronkhus
kerusakan alveolus Gangguan pertukaran gas
brochietase gangguan fungsi paru 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif 2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 3. Perubahan pola nafas
F.
Faktor risiko bronkopneumonia pada anak Faktor risiko bronkopneumonia yang menyertai pada anak antara lain: 1.
Status
gizi
buruk,
menempati
urutan
pertamam
pada
risiko
bronkopneumonia pada anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U, BB/TB. Status gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik sistemik maupun lokal juga dapat mengurangi efektifitas barier dari epitel serta respon imun dan reflek batuk. 2.
Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir ( kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena bronkopneumonia. ASI merupakan makanan paling penting bagi bayi karena ASI mengandung protein, kalori, dan vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung kekebalan penyakit infeksi terutama bronkopneumonia.
3.
Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada sistem imun dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan integritas fisik, biologik, dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam peningkatan daya tahan
tubuh, disamping untuk kesehatan mata, produksi sekresi
mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel. 4.
Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya imunisasi campak dan
DPT.
Pemberian
imunisasi
campak
menurunkan
kasusu
bronkopneumonia, karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan komplikasi dengan bronkopneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat menurunkan kasus bronkopneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat menimbulkan komplikasi bronkopneumonia. 5.
Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas (bronkus), dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara biologis dan kejadian infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya destruksi paru, keadaan ini memudahkan bronkopneumonia pada anak.
6.
Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi termasuk bronkopneumonia.
7.
Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang padat meningkatkan risiko bronkopneumonia dibanding dengan penghuni sedikit. Rumah dengan penghuni banyak memudahkan terjadinya penularan penyakit dsaluran pernafasan.
8.
Status sosial ekonomi, ada hubungan bermakna antara tingkat penghasilan keluarg dengan pendidikan orang tua terhadap kejadian bronkopneumonia anak.
G.
Pemeriksaan penunjang 1.
Pemeriksaan laboratorium a. Leukosit, umumnya bronkopneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk. b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah. c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat menyokong diagnosa. d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2.
Pemeriksaan mikrobiologik a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru. b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
3.
Pemeriksaan imunologis a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab. c. Spesimen: darah atau urin. d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination, atau latex coagulation. 4.
Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme penyebab bronkopneumonia. a. Pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus (bronkopneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan. b. Streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus. c. Stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumnya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
H.
Terapi 1.
Perhatikan hidrasi.
2.
Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.
3.
Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH juga akan berlebihan.
4.
Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
5.
Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.
6.
Pengobatan antibiotik:
a.
Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000 mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi komplikasi.
b.
Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten terhadap ampisillin.
c.
Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi ketiga, misal sefatoksim.
d.
Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P. Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.
e.
Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk bronkopneumonia
karena
M.
Bronkopneumoniae.
Roksitromisin
mempenetrasi jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan compliance dan efficacy. f.
Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C. pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.
I.
Asuhan Keperawatan 1.
Pengkajian a.
Riwayat pasien: Panas, batuk, nasal discharge, perubahan pola makan, kelemahan,
Penyakit
respirasi
sebelumnya,perawatan
dirumah,
penyakit lain yangdiderita anggota keluarga di rumah b.
Pemeriksaan Fisik: Demam, dispneu, takipneu, sianosis, penggunaan otot pernapasn tambahan, suara nafas tambahan, rales, menaikan sel darah putih (bakteri bronkopneumonia), arterial blood gas, X-Ray dada
c.
Psikososial dan faktor perkembangan: Usia, tingkat perkembangan, kemampuan memahami rasionalisasi intervensi, pengalaman berpisah denganm orang tua, mekanisme koping yang diapkai sebelumnya,
kebiasaan
(pengalaman
yang
tidak
menyenangkan,
waktu
tidur/rutinitas pemberian pola makan, obyek favorit) d.
Pengetahuan pasien dan keluarga: Pengalaman dengan penyakit pernafasan, pemahaman akan kebutuhan intervensi pada distress pernafasan, tingkat pengetahuan kesiapan dan keinginan untuk belajar.
2.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul a.
Pola nafas tidak efektif b.d proses inflamasi
b.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d obstruksi mekanis, inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri.
c.
Intoleransi aktivitas b.d proses inflamasi, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
d.
Risiko tinggi infeksi b.d adanya organisme infektif.
e.
Nyeri b.d proses inflamasi
f.
Cemas b.d kesulitan bernafas, prosedur dan lingkungan yang tidak dikenal (rumah sakit).
g. 3. No
Perubahan proses keluarga b.d penyakit dan atau hospitalisasi anak
Rencana asuhan keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Dx 1
Klien fungsi
menunjukkan Beri pernafasan
normal.
posisi
nyaman Posisikan
Kriteria
hasil:
yang Mengurangi stres pada
ventilasi
anak dan anak dapat untuk
beristirahat
yang Untuk
pernafasan tetap dalam
maksimum
mempertahankan
batas
(pertahankan
terbuka jalan nafas.
normal,
pernafasan tidak sulit,
peninggian
anak istirahat dan tidur
sedikitnya 30 derajat)
dengan tenang. NOC:
Perpiratory:
kepala Untuk
penekanan diafragma.
Periksa posisi anak Pakaian dengan sering, untuk
menghindari yang
menghambat
ketat
airways
patency,
respiratory
status:
memastikan
bahwa
anak tidak merosot.
ventilasi. Status vital Hindari pakaian atau sign.
perkembangan nafas. Untuk
meningkatkan
keadekuatan oksigen.
gedong yang terlalu Relaksasi
NIC:
Mechanical
ventilatory weaning.
ketat.
mengurangi
Tingkatkan dan
dapat
istirahat
tidur
kecemasan.
dengan Pendidikan kesehatan
penjadualan
yang
tepat.
dapat
meningkatkan
pengetahuan
Dorong
teknik
relaksasi.
tentang
teknik meningkatkan kepatenan jalan nafas.
Ajarkan pada anak dan keluarga tentang tindakan
yang
mempermudah upaya pernafasan
(misal:
pemberian
posisi
yang tepat). 2
Klien
dapar Posisikan anak pada Memungkinkan
mempertahankan jalan
kesejajaran
nafas paten.
yang tepat.
Kriteria nafas
hasil: tetap
bersih,
nafas
sesuai
paru baik
perbaikan
anak
gas, serta mencegah
dalam Untuk membersihkan
mengeluarkan
jalan
NOC: Status respirasi:
sputum.
hipersekresi.
NIC: suctioning
airways
Beri
nafas
akibat
ekspektoran Sputum yang keluar
sesuai ketentuan. Lakukan
dan
pertukaran
dalam batas normal. kepatenan jalan nafas.
yang
aspirasi sekresi.
kebutuhan.
pernafasan Bantu
ekspansi lebih
jalan Hisap sekresi jalan
anak bernafas dengan mudah,
tubuh
fisioterapi
akan mengurangi efek hambatan jalan nafas. Ekspektoran
obat
dada.
untuk
mengencerkan
Puasakan anak.
dahak
sehingga
Berikan
sputum dikeluarkan.
penatalaksanaan
Fisioterapi
nyeri yang tepat. Bantu
anak
dalam
menahan
dapat
atau
dada
membantu mengeluarkan sputum
membebat area insisi Untuk
mencegah
aspirasi cairan (pada
atau cedera
dengan
takipnea
hebat). Pengurangan
nyeri
mengurangi kebutuhan oksigen. Untuk memaksimalkan
efek
batuk dan fisioterapi dada. 3
Klien
Kaji tingkat toleransi Tujuannya
mempertahankan tingkat
energi
anak. yang Bantu
adekuat. Kriteria
aktivitas anak sesuai anak
anak
mungkin
peningkatan aktivitas.
toleransi.
NOC: endurance energi.
dengan
hidup
kemampuannya.
Menejemen
yang Agar
sehari-hari
mentoleransi
NIC:
dalam
aktivitas hasil:
agar
Berikan
melebihi
tidak
terjadi
penggunaan
energi
yang berlebihan. aktivitas Untuk mencegah anak
pengalihan
yang
dari rasa bosan, dan
sesuai dengan usia,
untuk
kondisi, kemampuan,
tumbuh kembang.
dan minat anak. Beri periode istirahat
stimulasi
Untuk keseimbangan
menjaga
dan tidur yang sesuai
oksigenasi
dengan
mengurangi konsumsi
usia
dan
kondisi.
dan
oksigen
Instruksikan
yang
berlebihan.
anak
untuk beristirahat jika lelah.
Untuk
mencegah
penggunaan
oksigen
yang berlebihan. 4
Klien
tidak
menunjukkan
tanda-
Pertahankan
Mencegah
terjadi
lingkungan aseptik,
potensial
tanda infeksi sekunder.
dengan
infeksi nosokomial.
Kriteria
anak
menggunakan
bukti
kateter
hasil:
menunjukkan penurunan
gejala
steril
infeksi.
mencuci
NOC: Risk contol dan
yang baik.
status imun.
indikasi.
dan
Beri
infeksi.
teknik
infeksi
nosokomial.
tangan Untuk mencegah atau mengatasi infeksi. Untuk mendukung pertahanan antibiotik
sesuai ketentuan.
mencegah
penyebaran
Isolasi anak sesuai
NIC: Kontrol infeksi perlindungan
Untuk
penghisap dan
komplikasi
tubuh
alami. Membantu
Berikan diit bergizi
mengurangi
sesuai
yang ada di dalam
kesukaan
anak dan kemauan
sputum
dada.
untuk mengkonsumsi nutrisi.
Ajarkan
fisioterapi
dada yang baik. 5
Klien tidak mengalami Lakukan
strategi Teknik-teknik seperti
nyeri atau penurunan
nonfarmakologis
relaksasi, nafas dalam,
nyeri/ketidaknyamana
untuk
membantu
dan
n sampai tingkat yang
anak
mengatasi
membuat nyeri dapat
distraksi
dapat
dapat
diterima
oleh
anak.
nyeri.
lebih ditoleransi.
Rencanakan
Kriteria
hasil:
anak
untuk Maksudnya agar efek
memberikan
puncaknya
tidak mengalami nyeri
analgesik
atau
ditentukan sebelum Untuk
tingkat
nyeri
dapat diterima dengan baik. NOC:
Level
Berikan
analgesik
dengan
rute
NIC:
paling
jika
mungkin. strategi
yang dikenal anak strategi
biarkan
memilih
anak
penggunaan
strategi
toleransi
nyeri. adalah paling
salah
anaknya.
orang orang
tua yang
mengetahui
Karena pendekatan ini
Libatkan rang tua dalam
i.m
pembelajaran
anak
satunya.
injeksi
Untuk memudahkan
gambarkan Karena
beberapa
tambahan.
atau i.sc.
dan
Gunakan
dan
Hindari
yang
kecil
atau
menghindari
nyeri
traumatik
sedation.
dengan kejadian nyeri.
prosedur.
kenyamanan. Conscious
yang
tepat
pemilihan
strategi.
tampak paling efektif pada nyeri ringan. Karena
Ajarkan anak untuk
mungkin
pelatihan diperlukan
menggunakan
untuk membantu anak
strategi
berfokus
pada
nonfarmakologis
tindakan
yang
khusus
diperlukan.
terjadi
sebelum nyeri
sebelum
atau nyeri
menjadi lebih berat. Bantu
atau
minta
orangtua membantu
anak
dengan
menggunakan stratei selama nyeri aktual. 6
Klien
mengalami
Jelaskan
prosedur Dengan
pendidikan
penurunan rasa cemas.
dan peralatan yang
kesehatan , klien akan
Kriteria hasil: Anak
tidak dikenal pada
berkurang kecemasan
tidak
anak dengan istilah
dan
yang sesuai dengan
emosional, dan dapat
tahap
meningkatkan
perkembangan.
kemampuan koping.
menunjukkan
tanda-tanda
disstres
pernafasan
atau
ketidaknyamanan fisik. NOC: kecemasan
Ciptakan hubungan Memberi rasa aman Kontrol dan
anak dan orangtua. Tetap bersama anak
koping. NIC:
disstres
Penurunan
pada yang
Gunakan cara yang
anak.
dikenal
pendekatan
meyakinkan. Beri kehadiran yang
mendukung
sering selama fase
komunikasi.
Beri
tindakan
kepada
anak
kenyamanan
yang
menurunkan
diinginkan
anak
kecemasan.
dan
mengayun, Dukungan
dapat
membantu
anak
membelai, musik). Berikan kedekatan mainan
untuk
Memberi rasa percaya
akut penyakit.
(misal:
oleh
dan Menjadi suportif dan
tenang
karena
orangtua adalah orang
selama prosedur.
kecemasan.
anak
objek
mengurangi
(misak:
kecemasan.
keluarga, Dapat
selimut, boneka).
meningkatkan
kenyamanan anak.
Anjurkan perawatan Objek yang berpusat pada
memberikan
kedekatan rasa
keluarga
dengan
peningkatan
7
Klien
(keluarga)
Khadiran memberikan
dan bila mungkin,
aman pada anak dan
keterlibatan
dapat
orangtua
kecemasan anak. kekuatiran
mengalami
dan
kebutuhan
pengurangan
orangtua dan
kemampuan
untuk
informasi
peningkatan
dan
dukungan. untuk
Gali orangtua
Kriteria
“masalah”
dan sekitar
Untuk
membuat
rencana
pendidikan
kesehatan yang tepat bagi orangtua. mengetahui
kecemasan orangtua. Untuk
mengurangi
kecemasan
Orangtua mengajukan
hospitalisasi
pertanyaan yang tepat,
penyakit anak.
kemampuan
Jelaskan
orangtua.
mendiskusikan kondisi
dan tentang
dan perawatan anak
terapi dan perilaku
dengan tenang serta
anak.
terlibat secara positif
dalam perawatan anak. NOC:
Family
Beri
dan
orangtua
meningkatkan koping
Dukungan
dapat
mendorong dukungan
sesuai kebutuhan.
rasa
menurunkan
Untuk perasaan
melakukan koping. hasil:
orangtua
kehadiran orangtua
Kenali
kecemasan
aman pada anak.
Anjurkan
pembentukan
koping
yang positif. Memberi rasa aman
functioning.
perawatan
yang
pada
NIC: family support,
berpusat
pada
membantu
orangtua
teaching:
keluarga
dan
membuat
keputusan
anjurkan
anggota
keluarga
agar
process
disease
terlibat
dalam
perawatan anak.
orangtua
tentang anaknya.
dan
terapi
DAFTAR PUSTAKA Bennete
M.J.
2013.
Pediatric
Bronkopneumonia.
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview. (4 November 2017 pukul 15.50 WIB)
Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., et al. 2011. The Management of Community-Acquired Bronkopneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age: Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 53 (7): 617-630 Dahlan, Zul. 2007. Broncobronkopneumonia : Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi 2 Jilid 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI