LP Ca Paru [PDF]

  • Author / Uploaded
  • iin
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA KANKER PARU



Disusun Oleh : Putu Risma Aria Pradnyadewi



(P07120216055)



I Gusti Bagus Komang Alit Wardana



(P07120216056)



Ni Putu Sri Wiadnyani



(P07120216057)



Ni Putu Nita Ayu Sandra



(P07120216058)



Ni Ketut Ratri Purwani



(P07120216060)



Kadek Fajar Widyastika



(P07120216061)



Ni Wayan Suratmini



(P07120216062)



SEMESTER VII / III B KEMENTERIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR PRODI D IV JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2019



A. KONSEP DASAR PENYAKIT KANKER PARU 1. Pengertian Kanker Paru Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus = bronchogenic carcinoma). (KOmiter Penanggulangan



Kanker



Indonesia,



kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKParu.pdf 2.



Tanda dan Gejala Kanker Paru Pada stadium awal, sebagian besar kanker paru tidak menunjukkan gejala klinis. Gejala dan tanda kanker paru umumnya terjadi pada kasus stadium lanjut, antara lain: a. Lokal  Batuk baru atau batuk yang lebih hebat pada batuk kronis  Hemoptisis  Mengi/stridor karena obstruksi saluran napas  Kadang terdapat kavitas seperti abses paru  Atelectasis. b. Invasi Lokal  Nyeri dada  Sesak napas karena efusi pleura  Invasi ke pericardium yang menyebbakan tamponade atau     c.



d.



aritmia Sindrom vena kava superior Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis) Suara serak, karena penekanan berulang pada N. laryngeal Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brachialis dan



saraf simpatis servikalis. Gejala Penyakit Metasis:  Pada otak, tulang, hati, adrenal  Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis) Sindeom Paraneoplastik: terdapat pada 10% pasien dengan kanker paru  Sistematik : penurunan berat badan, anoreksia, demam  Hematologic : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi  Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid  Dermatologic : eritema multiformis, hyperkeratosis, jari tabuh  Renal : syndrome of inappropriate andluretic hormone   



(SIADH) Neurologic: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer. Neuromiopati Hipertrofi osteoartropati 1



3.



 



Asimtomatik dengan kelainan radiologis Sering terdapat pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi







secara radiologis Kelainan berupa nodul soliter



Etiologi Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru : a. Merokok. Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor. Penggunaan tembakau menyebabkan lebih dari satu setiap 6 kematian di Amerika Serikat akibat penyakit paru. Kanker paru adalah sepuluh kali lebih umum terjadi pada perokok disbanding bukan pada perokok. Resiko ditentukan dengan riwayat jumlah merokok dalam tahun ( jumlah bungkus rokok yang digunakan setiap hari dikali jumlah tahun merokok ). Selain itu makin muda individu mulai merokok, makin besar resiko terjadinya kanker paru. Factor lain yang juga dipertimbangkan termasuk jenis rokok yang dihisap ( kandungan tar, filter / tidak berfilter ) b. Radiasi. Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif. Radon adalah gas tidak berwarna, tidak berbau yang ditemukan dalam tanah dan bebatuan. Selama bertahun-tahun, gas ini telah dikaitkan dengan pertambangan uranium tapi sekarangdiketahui gas tersebutdapat menyusup ke dalam rumah-rumah melalui bebatuan di 2



dasar tanah. Seakrang kadar radon yang tinggi ( lebih besar dari 4 pikocuri / L ) telah dikaitkan dengan terjadinya kanker paru. Pemilik rumah diharuskan untuk memeriksa kadar radon di rumah mereka dan untuk mengatur ventilasi khusus jika kadarnya tinggi. c. Kanker paru akibat kerja. Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite), radiasi ion pada pekerja tambang uranium dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos ( sering menimbulkan mesotelioma ) dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden. Pemajanan kronik terhadap karsinogenik industrial seperti arsenik, asbestos, gas mustard, kromium, polycyclic hidrokarbon, vinyl chloride, asap oven untuk memasak, nikel, minyak dan radiasi telah dikaitkan dengan terjadinya kanker paru. d. Polusi udara. Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota. Pasien kanker paru lebih banyak polusi udaranya dibandingkan yang tinggal di daerah rural. Berbagai karsinogen telah diidentifikasi dalam atmosfer termasuk sulfur, emisi kendaraan bermotor dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti – bukti menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar pada daerah perkotaan sebagai akibat penumpukan polutan dan emisi kendaraan bermotor. e. Perokok pasif Perokok pasif telah diidentifikasi sebagai penyebab yang mungkin dari kanker paru pada bukan perokok. Individu yang secara involunter terpajan pada asap tembakau dalam lingkungan yang dekat ( mobil, gedung ) beresiko terhadap terjadinya kanker paru. Opini publik telah mengarah pada berbagai kampanye untuk melarang merokok pada tempat-tempat umumseperti restoran, kantor, pesawat udara dll. f. Genetik. Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni : 3







Proton oncogen.







Tumor suppressor gene.







Gene encoding enzyme.



Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya. Predisposisi



Gen supresor tumor



Inisitor



Delesi/ insersi Promotor



Tumor/ autonomi Progresor



Ekspansi/ metastasis g. Diet. Dilaporkan



bahwa



rendahnya



konsumsi



betakaroten,



seleniumdan vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.



4



Riset menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diet rendah masukan vitamin A dan terjadinya kanker paru. Telah terjadi postulat bahwa vitamin A berkaitan dengan pengaturan diferensiasi sel. h. Faktor-faktor lain Penyakit pernafasan lain yang mendasari seperti PPOM dan Tuberculosis. Kombinasi factor-faktor resiko terutama merokok sangat meningkatkan terjadinya kanker paru.



5



4.



Pathway



Etiologi



Genetik



Adanya zat karsinogen



Mutasi DNA (Delesi, Insersi)



Lingkungan: -Asap rokok -Polusi udara -Polusi lingkungan kerja



Inhalasi zat karsinogen ke saluran nafas



Defisiensi vitamin A



Beta karoten dalam tubuh rendah



Iritasi jalan napas Diferensiasi sel abnormal Disfungsional mukosa dan silia



Endapan karsinogen di epitel bronkus



Perubahan epitel termasuk metaplasia, hiperplasia dan displasia sel-sel ganas



6



KANKER PARU



NSCLC



SCLC



Karsinoma Sel Skuamosa - Berkaitan dengan asap rokok dan pajanan dengan toksin-toksin lingkungan seperti asbes dan komposisi polusi udara - Tumbuh relatif lambat - Memiliki prognosis paling baik (kemungkinan hidup 5 th) jika didiagnosa sebelum metastasis - Berasal dari epitel bronkus



Adenokarsinoma



-



-



-



-



Berasal dari kelenjar paru Biasa terjadi di bagian perifer bronkus, termasuk alveoli dan bronkiolus terminal Sel kanker berukuran kecil dan tumbuh lambat tetapi bermetastasis dini Prognosis 5 th buruk, kecuali dilakukan pembuangan lobus yang terserang saat penyakit masih stadium awal Mengandung mukus



Karsinoma Sel besar



- Cepat bermetastasis - Terjadi di jaringan paru perifer dan meluas ke pusat paru - Prognosis buruk



Karsinoma sel kecil



-



-



Biasanya terjadi di sekitar percabangan utama bronkhi dan timbul pada sel-sel kulchitsky yeng merupakan komponen normal epitel bronkus Memiliki waktu pembelahan tercepat dan prognosis paling buruk



7



Gejala: -



Memperberat kerja jantung



Massa tumor dalam bronkus



Hipersekresi kelenjar mukus



Bronkospasme



Penurunan ekspansi paru Peningkatan produksi sputum



Batuk darah (Hemoptisis) Sesak nafas Nyeri dada Batuk produktif Lemah



Penumpukan cairan dalam rongga perikard Penurunan pengisian ventrikel



Metastasis sel kanker ke otak



Oksigen dalam tubuh menurun



Lesi di otak Penurunan fungsi serebral



hipoksia jaringan Penimbunan asam laktat



Disorientasi



Kerja napas meningkat CO menurun



Tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal



8



Obstruksi jalan nafas



MK : Bersihan jalan nafas tidak efektif



Dyspnea



Ketidakcukupan pengisian sistem arteri



Kesadaran menurun



Penurunan aliran darah sistemik



MK : Defisit pemenuhan ADL



Asidosis Metabolik



MK : - Pola napas tidak efektif - Kerusakan pertukaran gas



MK : Gg. Keseimbangan asam basa



MK : Gg. Perfusi jaringan



Psikososial



Invasi sel kanker



Menghalangi saluran cerma



Gangguan menelan Nafsu makan menurun BB menurun



MK: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh



Persebaran hematogen sel kanker ke tulang



- Tindakan invasif : (Kemoterapi, Radioterapi) - Perubahan status kesehatan



Nyeri tulang - Ketidaktahuan - Koping individu tidak efektif



lemah



MK : Intoleransi aktifitas



MK : -



Ansietas Kurang pengetahuan9 Gangguan konsep diri; harga diri rendah



4.



Pemeriksaan Diagnostik a. Gambaran Radiologis Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan system TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis. (1) Foto toraks : Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja. Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit paru, harus disertai difollowup yang teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru, tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia tersebut Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan pengosongan



isi



pleura



dengan



punksi



berulang



atau



pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik. (2) CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm 10



secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner. (3) Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar b.



adrenal dan organ lain dalam rongga perut. Pemeriksaan Khusus (1) Bronkoskopi Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan bronkus. (2) Biopsi Aspirasi Jarum Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif. (3) Transbronchial Needle Aspiration (TBNA) 11



TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal. (4) Transbronchial Lung Biopsy (TBLB) Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan. (5) Biopsy Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB) Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan. (6) Biopsi Lain Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG



harus



dilakukan



bila



teraba



pembesaran



KGB



supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura. (7) Toraskopi Medik Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi. (8) Sitologi Sputum Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan 12



berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alcohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalamformalin 4%. Pada kondisi tertentu diagnosis tidak dapat ditegakkan meskipun telah dilakukan berbagai prosedur diagnosis, maka torakotomi eksplorasi dapat dilakukan. 1. Jenis Histologis Kanker Paru Jenis Sel Kanker Paru secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu : a. Kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) atau small cell lung cancer (SCLC) b. Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) atau non-small cell lung cancer (NSCLC), mencakup adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel besar (large cell ca) dan karsinoma adenoskuamosa. Meskipun kadang ditemukan jenis lain dengan frekuensi yang sangat jarang misal karsinoid dll. 2. Staging Kanker Paru Staging (penderajatan) untuk kanker paru berdasarkan tumor (T) dan penyebarannya ke getah bening (N) dan organ lain (M). a. Stage kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) terdiri dari



1) Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks) 2) Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau menyebar ke organ lain. b. Stage kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dibagi atas : Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut International Staging System for Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM. Stadium Occult



TNM carcinoma Tx



N0



M0



0



Tis



N0



M0



IA



T1



N0



M0



IB



T2



N0



M0



IIA



T1



N1



M0



IIB



T2



IIIA



13 T1 N2 M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3 N2 M0



IIIB



Sebarang



IV



Sebarang T sebarang N M1



N1 T



M0, N3



M0,



T3 T4



N0 sebarang



M0 N



M0



STAGE Kategori TNMKategori untuk Kanker Paru : T



: Tumor Primer



To



: Tidak ada bukti ada tumor primer



Tx



: Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopis.



Tis



: Karsinoma in situ



T1



: Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama). Tumor sembarang ukuran dengan komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.



T2



: Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut : - Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm - Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina, dapat mengenai pleura viseral -



Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.



T3



: Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.



T4



: Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau tumor satelit nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.



N



:



Kelenjar getah bening regional (KGB)



Nx



:



Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai



No



: Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening 14



N1



:



Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung



N2



:



Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau KGB subkarina



N3



:



Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral



M



: Metastasis (anak sebar) jauh



Mx



: Metastasis tak dapat dinilai



Mo



: Tak ditemukan metastasis jauh



M1



: Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor primer dianggap sebagai M1



5.



Penatalaksanaan Medis Kebijakan umum pengobatan KPKBSK Pilihan pengobatan sangat tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum penderita, komorbiditas, tujuan pengobatan, dan cost-effectiveness. Modalitas penanganan yang tersedia adalah bedah, radiasi, kemoterapi, dan terapi target. Penedekatan penanganan dilakukan secara integrasi multidisiplin. a. Bedah Modalitas ini adalah terapi utama utama untuk sebagian besar KPBSK, terutama stadium I-II dan stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pilihan utama adalah lobektomi yang menghasilkan angka kehidupan yang paling tinggi. Namun, pada pasien dengan komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan. Kini, reseksi sublobaris sering dilakukan bersamaan dengan VATS. Intervensi menggunakan bronkoskopi berkembang dalam tahun-tahun terakhir, terutama untuk obstruksi saluran pernapasan sentral (trakea dan bronkus) akibat keganasan, dengan saluran bronkial sehat dan parenkim yang berfungsi dengan baik distal dari stenosis. Penilaian sebab dan luas stenosis, dan permeabilitas saluran bronchial distal dari stenosis dapat dilakukan menggunakan bronkoskopi fleksibel. Fungsi permeabilitas 15



dapat dinilai menggunakan pemeriksaan CT scan. Metode bronkoskopi intervensi yang paling sering digunakan adalah dengan bronkoskopi kaku (rigid bronchoscopy) dan pengeluaran massa secara mekanik, terutama untuk massa proximal, intralumen. Komplikasi paling sering intervensi ini adalah perdarahan. Selain itu, bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan terapi laser. Pada prosedur ini, berbagai tipe gas seperti CO2 dan KTP digunakan untuk menimbulkan koagulasi dan merusak tumor intralumen. Komplikasi yang sering terjadi adalah perforasi, perdarahan dan fistula bronkovaskular. Bronkoskopi kaku juga dapat digunakan dengan krioterapi untuk merusak jaringan maligna. Ini dilakukan dengan memberikan suhu yang sangat rendah menggunakan expansi dari cairan gar kriogenik yang menyebabkan dehidrasi, kristalisasi sel, apoptosis, dan iskemia jaringan. Metode yang terakhir ini dianjurkan sebagai penanganan paliatif stenosis proksimal non-obstruktif tanpa gangguan pernapasan akut. Kadang, aspirasi bronkial harus dilakukan setelah 1-2 hari untuk mengeluarkan sisa jaringan tumor. Teknik anestesi yang dapat digunakan adalah anestesi umum, dan dapat dikombinasikan dengan anestesi regional (epidural, blok paravertebral). b. Radiologi Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam tatalaksana kanker paru. Radioterapi dalam tatalaksana kanker paru. Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif. (1) Indikasi/Tujuan Radioterapi kuratif definitif pada sebagai modalitas terapi dapat diberikan pada NSCLC stadium awal (Stadium I) yang secara medis inoperabel atau yang menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah thoraks dan pada stadium lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan kemoterapi. Pada pasien yang tidak bisa mentoleransi kemoradiasi konkuren, dapat juga diberikan kemoterapi sekuensial dan radiasi atau radiasi saja. Pada pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca operasi merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan sebagai paliatif atau pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi). (NCCN Kategori 2A). 16



(2) Teknik, Simulasi, dan Target Radiasi Computed Tomography (CT) based planning menggunakan teknik Three Dimensional Conformal Radiation (3D-CRT) merupakan standar minimal radioterapi kuratif untuk kanker paru bila fasilitas tersedia. Teknologi lebih canggih seperti IMRT/VMAT dan IGRT dapat digunakan, dan baik untuk memberikan radioterapi kuratif dengan aman. Proses simulator dengan CT-Scan, pasien diposisikan dengan menggunakan alat imobilisasi, kontras intravena dengan atau tanpa kontras oral, dalam posisi supine, kedua tangan di atas kepala untuk memaksimalisasi jumlah beam yang dapat diberikan. c. Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini, atau sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik (Karnofsky >60; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut. Ada beberapa jenis kemoterapi yang dapat diberikan. Lini pertaam diberikan pada pasien yang tidak pernah menerima pengobatan kemoterapi sebelumnya. Kelompok ini terdiri dari kemoterap berbasisplatinum yang tidak mengandung platinum (obat generasi baru). Pilihan utama



obat



berbasis-platinum



adalah



sisplatin,



diikuti



dengan



karboplatin. Efek samping sisplatin yang paling sering ditemukan adalah toksisitas gastrointestinal. Pada pasien yang mengalami efek samping dengan sisplatin, dapat diberikan karboplatin. Kemoterapi ini dapat ditoleransi dengan lebih baik oleh pasien usia lanjut atau dengan komorbiditas berat.



Efek



samping



karboplatin



yang



paling



sering



berupa



hematotoksisitas. Obat kemoterapi lini pertama tidak berbasis-platinum yang dapat diberikan adalah etoposid, gemsitabin, paklitaksel, dan vinoralbin. Kombinasi sisplatin dengan gemsitabin memberikan angka kehidupan paling tinggi, namun respon paling baik adalah terhadap 17



regimen sisplatin dengan paklitaksel. Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah febris neutropenia atau perdarahan akibat supresi sumsum tulang, hiponatremia atau hipomagnesemia, toksisitas ginjal, dan neuropati perifer. Kemoterapi lini kedua diberikan kepada pasien yang pernah mendapat kemoterapi lini pertama, namun tidak memberikan respons setelah 2 siklus, atau KPKBSK menjadi lebih progresif setelah kemoterapi selesai. Obat-obat kemoterapi lini kedua adalah doksetaksel dan pemetreksat. Selain itu, dapat diberikan juga kombinasi dari dua obat tidak-berbasis platinum. Kemoterapi lini ketiga dan seterusnya sangat tergantung pada riwayat pengobatan sebelumnya. B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN GADAR 1. Pengkajian 1.1 Primary Survey a. Airway ( Jalan Napas) : Kaji :  Bersihan jalan nafas  Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas  Distress pernafasan  Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring b. Breathing Kaji :  Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada  Suara pernafasan melalui hidung atau mulut  Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas c. Circulation Kaji :  Denyut nadi karotis  Tekanan darah  Warna kulit, kelembaban kulit  Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal d. Disability Kaji :  Tingkat kesadaran  Gerakan ekstremitas  Glasgow coma scale (GCS  Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya 1.2 Secondary Survey



a) Pengkajian Fisik  Mata a. Konjungtiva pucat (karena anemia) b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)  Kulit 18



    



a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer). b. Sianosis secara umum (hipoksemia) c. Penurunan turgor (dehidrasi) d. Edema periorbital Jari dan kuku a. Sianosis b. Clubbing finger Mulut dan bibir a. Membrane mukosa sianosis b. Bernafas dengan mengerutkan mulut Hidung a. Pernapasan dengan cuping hidung Vena leher : Adanya distensi/bendungan Dada a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas pernafasan, dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan) b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan c. Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial) d. Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub, /pleural friction) e. Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness) f. Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati



saluran /rongga pernafasan)  Pola pernafasan a. Pernafasan normal (eupnea) b. Pernafasan cepat (tacypnea) c. Pernafasan lambat (bradypnea) b) Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan gas darah (saturasi oksigen dan CO2) b. Pemeriksaan PH darah c. Pemeriksaan radiologi pulmonaldan kardio c) Tindakan pada secondary survey a. Pemberian oksigen b. Inhalasi nebulizer c. Pemberian ventilator d. Fisioterapi dada 2. Diagnosa Keperawatan a. Airway:  Bersihan jalan naaps tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan. b. Breathing  Pola napas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru. c. Circulation



19



 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran



alveolus-kapiler.  Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan arteri atau vena. 3. Intervensi Keperawatan No 1.



Diagnosa



Tujuan dan Kriteria Hasil



Keperawatan



(SLKI)



Bersihan jalan naaps Setelah



dilakukan



asuhan



tidak



efektif keperawatan selama ...x....



berhubungan



dengan jam,



sekresi yang tertahan.



jalan



diharapkan napas



bersihan pasien



meningkat:  Bersihan jalan napas 1. Produksi sputum 12345 2. Dispnea 12345 3. Sianosis 12345 4. Frekuensi napas 12345 5. Pola napas 12345



Intervensi (SIKI)  Latihan batuk efektif 1. Identifikasi kemampuan batuk 2. Atur posisi semifowler atau fowler 3. Anjurka tarik napas dalam



selama



menit, selama



4



ditahan 2



detik,



kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir



mencucu



(dibulatkan) selama detik. 4. Anjurkan



batuk



dnegan



kuat



langsung



setelah



tarik napas dalam yang ke-3  Manajemen



jalan



napas 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,



usaha



napas). 2. Monitor bunyi naaps tambahan. 3. Monitor



sputum



(jumlah,



warna, 20



aroma) 4. Perthankan kepatenan



jalan



napas dengan headtilt dan chin-lift. 5. Berikan semi-fowler atau fowler 6. Berikan oksigen  Pemantuan respirasi 1. Monitor frekuensi, irama,



kedalman,



dan upaya napas. 2. Monitor pola napas 3. Monitor kemmapuan batuk efektif 4. Monitor



adanya



produksi sputum’ 5. Monitor adanya sumbatan napas. 6. Monitor



jalan saturasi



oksigen 7. Monitor nilai AGD 8. Monitor hasil Xray thoraks. 2.



Pola napas tidak efektif Setelah berhubungan posisi



tubuh



menghambat paru.



dilakukan



asuhan



dengan keperawatan selama ...x.... yang jam, diharapkan pola napas ekspansi pasien membaik:  Pola napas 1. Dispnea 12345 2. Penggunaan otot bantu napas 12345 3. Pemanjangan ekspirasi 12345 4. Frekuensi napas



fase



 Manajemen



jalan



napas 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,



usaha



napas). 2. Monitor bunyi naaps tambahan. 3. Monitor



sputum



(jumlah,



warna,



aroma) 4. Perthankan kepatenan



jalan 21



12345



napas dengan headtilt dan chin-lift. 5. Berikan semi-fowler atau fowler 6. Berikan oksigen  Pemantuan respirasi 1. Monitor frekuensi, irama,



kedalman,



dan upaya napas. 2. Monitor pola napas 3. Monitor kemmapuan batuk efektif 4. Monitor



adanya



produksi sputum’ 5. Monitor adanya sumbatan napas. 6. Monitor



jalan saturasi



oksigen 7. Monitor nilai AGD 8. Monitor hasil Xray thoraks. 3.



Gangguan gas dengan membran kapiler.



pertukaran Setelah



dilakukan



asuhan



berhubungan keperawatan selama ...x.... perubahan jam, diharapkan pertukaran alveolus- gas meningkat:  Dispnea 12345  Bunyi napas tambahan 12345  PCO2 12345  PO2 12345  Sianosis 12345  Pola napas 12345  Warna Kulit 12345



 Pemantuan respirasi 1. Monitor frekuensi, irama,



kedalman,



dan upaya napas. 2. Monitor pola napas 3. Monitor kemmapuan batuk efektif 4. Monitor



adanya



produksi sputum’ 5. Monitor adanya sumbatan napas. 6. Monitor



jalan saturasi



oksigen 7. Monitor nilai AGD 8. Monitor hasil X22



ray thoraks.  Terapi Oksigen 1. Monitor aliran kecepatan psien 2. Monitor posisi alat terapi 3. Monitor



aliran



oksigen



secara



periodik



dan



pastikan



fraksi



yang



diberikan



cukup 4. Monitor efektifitas aliran oksigen 5. Monitor tingkat kecemasan



akibat



terapi oksigen 6. Bersihkan jalan naaps pasien 7. Pertahankan kepatenan pasien. 4.



Perfusi efektif dengan



perifer



tidak Setelah



dilakukan



asuhan



berhubungan keperawatan selama ...x.... penurunan jam,



arteri atau vena.



diharapkan



perfusi



 Perawatan sirkulasi 1. Periksa sirkulasi perifer (nadi perifer,



perifer meningkat, dengan



edema,



pengisian



kritei hasil:  Perfusi perifer 1. Denyut nadi perifer 12345 2. Warna kulit pucat 12345 3. Akral 12345 4. Turgor kulit 12345 5. Tekanan darah sistolik 12345 6. Tekanan darah diastolik 12345 7. Tekanan arteri rata-rata 12345



kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index) 2. Identifikasi risiko sirkulasi 3. Anjurkan



faktor gangguan berhenti



merokok.



23



4. Implementasi Keperawatan Implementasi keperawtan dilakukan berdasarkan intervensi yang telah dibuat. 5. Evaluasi Evaluasi keperawatan dilakukan dengan dua cara yaitu evaluasi sumatif dan evaluasi formatif.



DAFTAR PUSTAKA Editor. 2017. Kanker Paru Sebuah Kajian Singkat. www.indonesiajournalchest.com › Kanker Paru Sebuah Kajian Singkat. Diakses pada tangal 21 Agustus 2019. Komiter Penanggulangan Kanker Indonesia. 2017. Panduan Penatalaksanaan Kanker Paru. kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKParu.pdf. Diakses pada tanggal 21 Agustus 2019. Komite Penganggulangan Kanker Nasional. Pedoman Nasional Penanggulangan Kanker Paru. http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PNPKParu.pdf Diakses pada tanggal 21 Agustus 2019.



PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. PPNI: Jakarta



24



PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan. PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Dewan Pengurus Pusat PPNI: Jakarta Selatan.



25