LP Hemaptoe [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Yryra
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN HEMAPTOE DI RUANG 27 RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG



DEPARTEMEN MEDIKAL



Disusun oleh: ERISKA PRATIWI 150070300011126 PSIK A/PROFESI NERS 2016 Kelompok 1



PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017



1



LAPORAN PENDAHULUAN A. Definisi Penyakit Batuk darah atau yang dalam istilah kedokteran disebut dengan hemoptisis adalah ekspetorasi darah akibat perdarahan pada saluran napas di bawah laring atau perdarahan yang keluar ke saluran napas di bawah laring. Batuk darah merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar. Maka penyebabnya harus segera ditemukan dengan pemeriksaan yang seksama. (Dzen, 2009) Hemoptysis adalah darah yang keluar dari mulut dengan dibatukkan. Perawat mengkaji apakah darah tersebut berasal dari paru-paru, perdarahan hidung atau perut. Darah yang berasal dari paru biasanya berwarna merah terang karena darah dalam paru distimulasi segera oleh refleks batuk. Penyakit yang menyebabkan hemoptysis antara lain : Bronchitis Kronik, Bronchiectasis, TB Paru, Cystic fibrosis, Upper airway necrotizing granuloma, emboli paru, pneumonia, kanker paru dan abses. Hemoptisis masifa dalah batuk darah antara >100 sampai >600 mL dalam waktu 24 jam. (Rahman, 2009)



B. Etiologi Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3 kelompok yaitu : infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular. Infeksi merupakan penyebab yang sering didapatkan antara lain : tuberkulosis, bronkiektasis dan abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis mitral, dan bronkiektasis merupakan penyebab yang sering didapat. Pada usia diatas 40 tahun karsinoma bronkus merupakan penyebab yang sering didapatkan, diikuti tuberkulsosis dan bronkiektasis. Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas : 1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh karena jamur dan sebagainya. 2.



Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.



3.



Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.



4.



Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).



5.



Benda asing di saluran pernapasan.



2



6.



Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.



Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah : 1. Tumor : a. Karsinoma. b. Adenoma. c. Metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal. 2. Infeksi a. Aspergilloma. b. Bronkhiektasis (terutama pada lobus atas). c. Tuberkulosis paru. 3. Infark Paru 4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis 5. Perdarahan paru a. Sistemic Lupus Eritematosus b. Goodpasture’s syndrome. c. Idiopthic pulmonary haemosiderosis. d. Bechet’s syndrome. 6. Cedera pada dada/trauma a. Kontusio pulmonal. b. Transbronkial biopsi. c. Transtorakal biopsi memakai jarum. 7. Kelainan pembuluh darah a. Malformasi arteriovena. b. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis. 8. Bleeding diathesis



C. Tanda dan Gejala 1. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan 2. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam saluran napas



3



3. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan (DS) 4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman 5. Bisa berlangsung beberapa hari 6. Penyebabnya : kelainan paru D. Patofisiologi Setiap



proses



yang



terjadi



pada



paru



akan



mengakibatkan



hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe. Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut : 1. Radang mukosa Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk darah. 2. Infark paru Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur. 3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis. 4. Kelainan membran alveolokapiler Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti pada Goodpasture’s syndrome.



4



5. Perdarahan kavitas tuberkulosa Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan hemoptisis masif. 6. Invasi tumor ganas 7. Cedera dada Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah. E. Komplikasi Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh tiga faktor : 1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan. 2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan syok hipovolemik. 3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi. F. Pemeriksaan Penunjang a. X-foto Di dapatkan pembesaran kelenjar para tracheal dengan atau tanpa adanya infiltrat. Gambaran milier atau bercak kalsifikasi. b. Pemeriksaan sputum / Bakteriologis Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB. Pemeriksaan sputum dilakukan dengan cara pengambilan cairan di lambung dan dilakukan setiap pagi 3 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi – sewaktu.



5



c. Pemeriksaan mantoox test Sebagai standar dipakai PPO SIU atau OT 0,1 mg. G. Clinical Pathway Terlampir H. Penatalaksanaan Medis Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang masif. Tujuan pokok terapi ialah : 1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku 2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi 3. Menghentikan perdarahan Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan suport kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif. Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan hipovolemik. Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah : 1. Terapi konservatif a.    Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring ( Trendelendburg/lateral decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. b.    Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan. c.    Batuk secara perlahan–lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi. d.   Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.



6



e.    Pemberian obat–obat penghenti perdarahan (obat–obat hemostasis), misalnya f.     Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder. g.    Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi. h.    Pemberian oksigen. Tindakan selanjutnya bila mungkin : a.    Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi b.    Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan. 2. Terapi pembedahan Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan. Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan : a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien. b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan operasi. c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang berulang dapat dicegah. Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut : a.    Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti. b.    Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung. c.    Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti. Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari



7



segmentektomi,



lobektomi



dan



pneumonektomi



dengan



atau



tanpa



torakoplasti. Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode yang mungkin digunakan adalah : a.    Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan larutan NaCl fisiologis pada suhu 4°C sebanyak 50 cc, diberikan selama 30-60 detik. Cairan ini kemudian dihisap dengan suction. b.    Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang 8,5 mm. I. Penatalaksanaan Keperawatan 1. Pengkajian 1. Anamnesa a. Data Demografi : Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi). b. Keluhan Utama: Pasien hemaptoe ditandai dengan sesak nafas, batuk dan berat badan menurun. c. Riwayat Penyakit Sekarang: pasien hemaptoe sering panas lebih dari dua minggu sering batuk yang disertai dengan darah, anoreksia, lemah, dan berkeringat banyak pada malam hari d. Riwayat Penyakit Dahulu: pasien mempunyai riwayat tertentu seperti penyakit jantung, TBC dll. e. Riwayat Penyakit Keluarga: biasanya keluarganya mempunyai penyakit menular atau tidak menular. f. Riwayat psikososial Riwayat psikososial sangat berpengaruh dalam psikologis pasien dengan timbul gejala-gejala yang dialami dalam proses penerimaan terhadap penyakitnya, meliputi : perumahan yang padat, lingkungan yang kumuh dan kotor, keluarga yang belum memahami tentang kesehatan.



8



2. Pengkajian 11 Pola fungsional Gordon 1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan Biasanya pasien mempunyai kebiasaan merokok, penggunaan alkohol, dan kebiasaan olahraga. Setelah masuk rumah sakit biasanya kebiasaan merokoknya berhenti. 2. Pola Nutrisi/Metabolisme Sebelum sakit biasanya nafsu makan tidak terganggu, tetapi setelah masuk rumah sakit nafsu makan menurun, diet khusus / suplemen, fluktasi berat baan dan anoreksia. 3. Pola Eliminasi Pada saat sebelum dan setelah masuk rumah sakit umumnya pasien tidak mengalami gangguan eleminasi 4. Pola Aktivitas Sebelum masuk rumah sakit pasien masih segar bugar dan bisa melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Tetapi setelah masuk rumah sakit aktivitas dasar



pasien terganggu seperti makan minum, toileting,



berpakaian, dll. 5. Pola Istirahat Tidur Umumnya pasien mengalami gangguan pola tidur / istirahat setelah masuk rumah sakit, beda dengan sebelum masuk rumah sakit. Manusia normalya tidur >6 jam per hari, setelah masuk rumah sakit hanya bisa tidur 1-4 ja 6. Pola Kognitif-Persepsi Sebelum dan setelah masuk rumah sakit, umumnya pasien tidak mengalami gangguan pada indera 7. Pola Peran Hubungan Hubungan pasien dengan keluarga dan masyarakat sekitar cukup baik sebelum masuk rumah sakit dan setelah masuk rumah sakit biasanya hubungan dengan orang-orang sekitar semakin bertambah karena pasien sakit membutuhkan perhatian orang sekitar 8. Pola Seksualitas/Reproduksi



9



Untuk pasangan suami istri yang biasanya melakukan seksualitas secara teratur, namun ketika sakit pola seksualitas akan terganggu 9. Pola Koping Toleransi Stress Penyebab stres, koping terhadap stres, dan pemecahan masalah. Sebelum masuk rumah sakit sudah banyak pikiran misalnya tentang sosial-ekonomi ditambah lagi ketika manusia masuk rumah sakit pikiran tersebut bisa menambah dua kali lipat 10. Pola Keyakinan Nilai Sebelum masuk rumah sakit pasien rajin sholat dan beribadah kepada Tuhannya, tetapi setelah masuk rumah sakit mungkin pasien hanya bisa beribadah lewat doa-doa dan cara sholat yang duduk maupun tiduran di tempat tidur 11. Pola Konsep diri Pasien selalu berespon atau mengatakan bahwa dirumah lebih nyaman daripada dirumah sakit dan pasien ingin sekali cepat sembuh dan kembali ke rumah berkumpul bersama keluarga terdekat 3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum: Keadaan penyakit, kesadaran, suhu meningkat, dan BB menurun. b. Tanda-tanda Vital : TD:.., RR:..., HR:.., Suhu:,... c. Kepala: d. Mata : e. Telinga : f. Hidung : g. Mulut : h. Leher : i. Thoraks: Bentuk thorax pasien hemaptoe biasanya tidak normal (Barrel chest) j. Paru: Bentuk dada simetris/tidak, pergerakan paru tertinggal/bersama, adanya whezing atau ronkhi. k. Jantung: ada/tidak suara 1 dan suara 2 tambahan



10



l. Abdomen: Biasanya terdapat pembesaran limfa dan hati m. Urogenital n. Ekstremitas: kekuatan otot, akral o. Kulit dan kuku p. Keadaan lokal 2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES) 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas (sekresi dibronkus, mukus yang berlebihan); fisiologis (infeksi). 2. Nyeri akut b.d agen injuri (fisik). 3. Ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi (hemaptoe). 4. Gangguan rasa nyaman 5. Kurang pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi. 6. PK infeksi



11



3. Perencanaan /Nursing Care Plan No. 1.       1.



Diagnosa (PES)



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)



Intervensi (NIC)



Rasional



Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas (sekresi dibronkus, mukus yang berlebihan), fisiologis (infeksi) ditandai dengan DS : Dispneu DO : 1. Penurunan suara nafas 2. Orthopneu 3. Sianosis 4. Kelainan suara (crackles, wheezing) 5. Kesulitan berbicara 6. Batuk 7. Produksi sputum



Respiratory Status : Ventilation Respiratory Status : Airway Patency



Airway Management 1. Auskultasi suara napas 1-4 jam 2. Pantau pola nafas, meliputi rate, kedalaman, dan upaya bernafas 3. Berikan oksigen sesuai order 4. Observasi sputum, warna, bau, dan volume 5. Dorong pemberian cairan lebih dari 2500ml/ hari kecuali klien dengan gangguan jantung atau ginjal 6. Berikan kompres dingin dibagian leher dan dada klien 7. Berikan pengobatann seperti obat koagulan dan antitusif



a. Suara napas normal jelas atau krakels tersebar dibagian dasar yang jelas dengan napas dalam. b. Respiratory rate normal untuk dewasa tanpa dispneu adalah 1624,adanya sekresi pada jalan napas RR akan meningkat c. Pemberian oksigen dapat memperbaiki hipoksemia d. Sputum normal adalah bening atau abu-abu dan minimal sputum abnormal adalah hijau, kuning atau terdapat bercak darah, berbau, dan biasanya jumlah banyak e. Meminimalisasi keringnya mukosa dan memaksimalkan kerja silia untuk mengeluarkan sekresi f. Kompres dingin memberikan efek vasokontriksi pada pembuluh darah sehingga perdarahan dapat dikontrol g. Obat koagulan diberikan untuk menghentikan perdarahan dan obat



Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan bersihan jalan klien menjadi efektif. Kriteria hasil : a) Suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dipsneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah) b)Menunjukkan jalan napas yang paten (irama nafas, frekuensi pernapasan dalam rentang normal, tidak ada suara napas abnormal)



12



2.       2.



Nyeri akut b.d agen injuri (fisik) ditandai dengan perubahan nafsu makan, perubahan respiratory rate, melaporkan nyeri secara verbal ditandai dengan: DS : Laporan secara verbal DO : 1. Posisi untuk menahan nyeri 2. Tingkah laku berhatihati 3. Gangguan tidur 4. Kurang fokus 5. Perubahan dalam tonus otot mungkin lemah 6. Tingkah laku ekspresif ( gelisah, merintih) 7. Perubahan dalam nafsu makan dan minum



c)Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan napas. Pain Level Pain Control Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 2 jam diharapkan nyeri yang dirasakan klien berkurang. Kriteria hasil : a) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) b) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri c) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri) d) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri



golongan antitusif untuk mengurangi batuk pada klien melalui penekanan pusat saraf batu Pain Management 1. Lakukan pengkajian menyeluruh pada nyeri meliputi PQRST 2. Kaji adanya nyeri secara rutin, biasanya dilakukan pada pemeriksaan TTV dan selama aktivitas dan istirahat 3. Minta klien untuk menjelaskan pengalaman nyeri sebelumnya, keefektifan intervensi manajemen nyeri, respon pengobatan analgetik termasuk efek samping, dan informasi yang dibutuhkan 4. Manajemen nyeri akut dengan pendekatan multimodal 5. Jelaskan pada klien mengenai pendekatan



1. Pengkajian menyeluruh pada nyeri termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi penting untuk menentukan penyebab utama nyeri dan pengobatan yang efektif 2. Nyeri akut sebaiknya dikaji saat istirahat (penting untuk kenyamanan) dan selama bergerak (penting untuk fungsi dan menurunkan risiko terjadinya kardiopulmonari dan tromboembolitik pada klien) 3. Memperoleh riwayat nyeri individu membantu untuk mengidentifikasi faktor potensial yang mungkin mempengaruhi keinginan pasien untuk melaporkan nyeri, seperti intensitas nyeri, respon klien terhadap nyeri, cemas, farmakokinetik dari analgesik 4. Manfaat dari pendekatan ini adalah dosis efektif terendah dari setiap obat bisa diberikan, hasilnya efek samping dapat diminimalkan seperti



13



berkurang.



3



Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor biologi (hemaptoe) ditandai dengan berat badan turun dengan intake makanan yang tidak adekuat, nyeri dada, kesulitan menelan



Nutritional Status Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi Kriteria hasil : a) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.



manajemen nyeri, termasuk intervensi farmakologi dan nonfarmakologi. 6. Minta klien untuk menjelaskan nafsu makan, eliminasi, dan kemampuan untuk istirahat dan tidur 7. Sebagai tambahan administrasi obat analgesik, dukung klien untuk menggunakan metode nonfarmakologi untuk membantu mengontrol nyeri, seperti distraksi, imaginary, relaksasi dengan menarik napas dalam Nutrition Management 1. Pantau intake makanan 2. Tawarkan makanan yang biasa pasien makan 3. Anjurkan pasien yang mungkin tidak nafsu makan untuk makan sedikit tapi sering 4. Pantau eliminasi pasien



terjadinya oversedasi dan depresi respirasi 5. untuk meningkatkan kemampuan kontrol nyeri adalah klien memahami nyeri secara alami dengan baik, pengobatannya dan peran klien dalam mengontrol nyeri 6. Strategi perilaku-kognitif dapat menjadi sumber kontrol diri klien, keberhasilan personal, dan berpartisipasi aktif dalam pengobatannya sendiri



1. Pencatatan intake makanan membantu klien dan perawat, mengakaji makanan yang biasa dimakan, pola makan 2. Setiap orang menyukai makanan yang biasa dimakan, terutama ketika mereka sakit 3. Pasien harus tetap mengkonsumsi makanan walaupun sedikit untuk



14



makanan dtandai dengan : DS: 1. Nyeri abdomen 2. Muntah 3. Kejang perut 4. Rasa penuh tiba-tiba setelah makan DO : 1. Diare 2. Kurang nafsu makan 3. Bising usus berlebih 4. Konjungtiva pucat 5. Denyut nadi lemah



b) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi. c) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.



5. Berikan pengobatan menghindari dari resiko peningkatan antiemetik dan nyeri asam lambung sesuai order dan 4. Mengetahui intake dan output nutrisi keperluan pasien dapat dikategorikan normal atau abnormal 5. Adanya mual/ muntah atau nyeri menimbulkan penurunan nafsu makan



15



4. Discharge Planning 1. Jelaskan kepada pasien dan keluarga untuk mengkonsumssi obat yang telah diberikan pihak rumah sakit sampai batas pemakaian 2. Untuk sementara, anjurkan kepada pasien dan keluarga agar mengatur posisi tidur pasien dirumah dengan posisi supinasi (terlentang) 3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga untuk membatasi aktivitas pasien hemaptoe (bedrest) 4. Anjurkan kepada keluarga untuk mengantar pasien ke rumah sakit untuk kontrol sesuai anjuran



16



DAFTAR PUSTAKA Corwin Elizabeth J. Buku saku pathofisiologi. Edisis 3, alih bahasa Nike Budi Subekti, Egi Komara Yuda, Jakarta: EGC, 2009. Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004. Guyton, Arthur C, Fisiologi Manusia dan Mekanisme Panyakit, Edisi 3, Jakarta: EGC, 1997. Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004. Nanda International. Diagnosis Keperawatan: Defenisi dan klassifikasi, Jakarata: EGC, 2009. Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002. Tarwoto & Wartonah.. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta, 2010



17



Lampiran pathway Peradangan (Tuberculosis, Pneumonia, Bronklektasis, Brokitis, Abses paru), Neoplasma ( Karsinoma Paru, Adenoma), Lain-lain (Trombo emboli paru, trauma)



Batuk produktif (batuk terus menerus)



Droplet infeksi



Batuk berat



Terjadi robekan pembuluh darah pada paru-paru



Terhirup orang sehat



Resiko Infeksi



Fisik (batuk) Nyeri akut



Mual, muntah



Perdarahan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas



Kurang pengetahuan



Distensi abdomen



Intake nutrisi kurang



HEMAPTOE



PK infeksi



psikologis



Ansietas, takut



Gangguan rasa nyaman



Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh