LP Meningitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS



LAPORAN PENDAHULUAN disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N) Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)



oleh Haidar Dwi Pratiwi, S.Kep NIM 112311101012



PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2015



2



A. Review Anatomi dan Fisiologi 1) Bagian-bagian otak Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. SSP dilindungi oleh tulang-tulang yaitu sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas tulang belakang dan otak dilindungi oleh tengkorak. Sebagian besar otak terdiri dari neuron, glia, dan berbagai sel pendukung. Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan orang dewasa (3 pon), menerima 20% curah jantung, memerlukan 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa (Price & WIlson, 2006).



Gambar 1. Bagian-bagian otak Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu cerebrum, cerebellum, brainstem (batang otak), dan limbic system (sistem limbik). a) Cerebrum Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan nama cerebral cortex, forebrain, atau otak depan. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual. Cerebrum secara terbagi



3



menjadi 4 (empat) bagian yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital dan lobus temporal. 1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang



terletak pada bagian



depan cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum. 2) Lobus parietal berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit. 3) Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara. 4) Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata (Muttaqin, 2008)..



Gambar 2. Lobus-lobus pada cerebrum b) Cerebellum Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di bagian belakang tengkorak (fossa posterior cranial). Semua aktivitas pada bagian ini di bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utama cerebelum yaitu



4



mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh. Apabila terjadi cedera pada cerebelum, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi (Price dalam Muttaqin, 2008). c) Brainstem Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya (Puspitawati, 2009). Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum. Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi pendengaran. 2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla oblongata mengontrol fungsi involuntary otak (fungsi otak secara tidak sadar) seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan. 3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan midbrain disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons berperan dalam pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V (trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.



5



d) Limbic system (sistem limbik) Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang mencakup komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara fungsional sistem limbik berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut. 1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku individu 2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan 3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar dan memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan 4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali simpanan memori yang diperlukan 5) Merespon suatu pengalaman dan ekspresi suasana hati, terutama reaksi takut, marah, dan emosi yang berhubungan dengan perilaku seksual (Muttaqin, 2008). 2) Meninges Otak merupakan bagian tubuh yang sangat penting yang dilindungi oleh tulang tengkorak yang keras, jaringan pelindung, dan cairan otak. Dua macam jaringan pelindung utama yaitu meninges dan sistem ventrikular. Meninges terdiri dari tiga lapisan yaitu a. Durameter Durameter merupakan lapisan paling luar yang tebal, keras, dan fleksibel tetapi tidak dapat diregangkan (unstrechable). b. Arachnoid membran Arachnoid membran merupakan lapisan bagian tengah yang bentuknya seperti jaringan laba-laba. Sifat lapisan ini lembut, berongga-rongga, dan terletak dibawah lapisan durameter. c. Piameter Piameter merupakan lapisan pelindung yang terletak pada lapisan paling bawah (paling dekat dengan otak, sumsum tulang belakang, dan melindungi



6



jaringan-jaringan saraf lain). Lapisan ini mengandung pembuluh darah yang mengalir di otak dan sumsum tulang belakang. Antara piameter dan membran arachnoid terdapat bagian yang disebut dengan subarachnoid space (ruang sub-arachnoid) yang dipenuhi oleh cairan serebrospinal (CSS) (Puspitawati, 2009).



Gambar 3. Lapisan meninges 3) Sistem Ventrikulus Otak sangat lembut dan kenyal sehingga sangat mudah rusak. Selain lapisan meninges, otak juga dilindungi oleh cairan serebrospinal (CSS) di subarachnoid space. Cairan ini menyebabkan otak dapat mengapung sehingga mengurangi tekanan pada bagian bawah otak yang dipengaruhi oleh gravitasi dan juga meilndungi otak dari guncangan yang mungkin terjadi. CSS ini terletak dalarn ruang-ruang yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Ruang-ruang ini disebut dengan ventrikel (ventricles). Ventrikel berhubungan dengan bagian subarachnoid dan juga berhubungan dengan bentuk tabung pada canal pusat (central canal) dari tulang belakang. Ruang terbesar yang berisi cairan terutama ada pada pasangan ventrikel lateral (lateral ventricle). Ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga (third ventricle) yang terletak di otak bagian tengah (midbrain). Ventrikel ketiga dihubungkan ke ventrikel keempat oleh cerebral aqueduct yang menghubungkan ujung caudal ventrikel keempat dengan central canal. Ventrikel lateral juga membentuk ventrikel pertama dan ventrikel kedua (Puspitawati, 2009).



7



CSS merupakan konsentrasi dari darah dan plasma darah yang diproduksi oleh choroid plexus yang terdapat dalam keempat ventrikel tersebut. Sirkulasi CSS dimulai dalam ventrikel lateral ke ventrikel ketiga, kemudian mengalir ke cerebral aqueduct ke ventrikel keempat. Dari ventrikel keempat mengalir ke lubang-lubang subarachnoid yang melindungi keseluruhan SSP. Volume total CSS sekitar 125 ml dan daya tahan hidupnya (waktu yang dibutuhkan oleh sebagian CSS untuk berada pada sistem ventrikel agar diganti oleh cairan yang baru) sekitar 3 jam. Apabila aliran CSS ini terganggu, misalnya karena cerebral aqueduct diblokir oleh tumor dapat menyebabkan tekanan pada ventrikel karena dipaksa untuk mengurangi cairan yang terus menerus diproduksi oleh choroid plexus sementara alirannya untuk keluar terhambat. Dalam kondisi ini, dindingdinding ventrikel akan mengembang dan menyebabkan kondisi hydrocephalus. Bila kondisi ini berlangsung terus menerus, pembuluh darah juga akan mengalami penyempitan dan dapat menyebabkan kerusakan otak (Puspitawati, 2009).



Gambar 4. Sistem ventrikel otak



8



B. Konsep Teori tentang Penyakit 1) Pengertian Meningitis adalah radang pada selaput otak yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur, dan keadaan non infeksi seperti neoplasma (Arydina, Triono, & Herini, 2014). Meningitis adalah peradangan pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medulla spinalis/sumsum tulang belakang) yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur (Baughman & Hackley, 2003).



Gambar 5. Perbedaan meninges normal dan meningitis 2) Etiologi Meningitis memiliki beberapa tipe berdasarkan penyebabnya yaitu aseptik, septik, dan jamur. a. Meningitis aseptik mengacu pada meningitis yang disebabkan virus atau infeksi sekunder dari ensefalitis, abses otak, limfoma, leukimia, atau darah di ruang subarakhnoid. Virus yang dapat menyebabkan meningitis yaitu herpes simpleks, cacar, rabies, dan HIV (Muttaqin, 2008). b. Meningitis septik mengacu pada meningitis yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang paling sering menginfeksi yaitu Neisseria meningitidis, meskipun Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae juga menjadi agen penyebab meningitis (Muttaqin, 2008). c. Meningitis jamur terjadi apabila jamur telah menyebar dalam aliran darah. Bentuk umun dari meningitis jamur yaitu meningitis jamur kriptokokus (Meningitis Foundation of America Inc., 2013).



9



Faktor-faktor



yang



meningkatkan



risiko



meningitis



bakteri



yaitu



penggunaan tembakau atau infeksi virus pada saluran pernapasan atas. Otitis media dan mastoiditis juga dapat meningkatkan resiko meningitis bakteri karena bakteri dapat menyeberang membran epitel dan masuk ke dalam ruang subarachnoid. Orang dengan penurunan sistem kekebalan tubuh juga beresiko tinggi menderita penyakit meningitis bakteri. Infeksi meningeal umumnya berawal dari satu atau dua cara yaitu baik melalui aliran darah akibat infeksi lain (selulitis) atau oleh ekstensi langsung (setelah cedera traumatik pada tulang wajah). Dalam kasus yang jumlahnya kecil penyebab meningitis adalah iatrogenik atau sekunder akibat prosedur invasif (pungsi lumbal) atau alat bantu (alat pemantau TIK) (Baughman & Hackley, 2003). 3) Tanda dan Gejala Baughman & Hackley (2003) menjelaskan bahwa tanda dan gejala meningitis adalah sebagai berikut. a. Sakit kepala dan demam merupakan gejala awal yang sering timbul. b. Kaku kuduk (stiff neck) merupakan tanda awal meningitis. Usaha untuk memfleksikan kepala sangat sulit pada penderita meningitis karena mengalami kejang otot pada leher. c. Tanda kernig positif (Kernig’s sign) yaitu ketika pasien berbaring dengan paha difleksikan ke abdomen, pasien akan merasa kesakitan.



Gambar 6. Kernig Sign



10



d. Tanda Brudzinki positif (Brudzinski’s sign) yaitu ketika leher pasian dibungkukkan ke arah dada, pasien secara spontan menekuk lututnya ke atas.



Gambar 7. Brudzinki Sign e. Fotofobia yaitu peka terhadap cahaya. f. Ruam kulit berupa bintik-bintik merah yang tersebar (tidak terjadi pada semua orang). g. Perubahan tingkat kesadaran berkaitan dengan tipe bakteri yang menyerang. h. Disorientasi dan kerusakan memori merupakan hal yang umum pada awal penyakit. i. Letargi, tidak memberikan respons, dan koma dapat berkembang sejalan dengan perkembangan penyakit. j. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) merupakan gejala sekunder akibat akumulasi eksudat purulen. 4) Klasifikasi Diagnosis pasti penyakit meningitis ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) melalui pungsi lumbal. Klasifikasi meningitis dapat dibedakan menurut penyebabnya sebagai berikut (Mesranti, 2011). a. Meningitis karena virus (aseptik) Meningitis karena virus ditandai dengan cairan serebrospinal yang jernih serta rasa sakit penderita tidak terlalu berat. Umumnya meningitis virus dapat sembuh tanpa perawatan khusus dan jarang berakibat fatal. Meningitis virus paling sering disebabkan oleh enterovirus. Meningitis virus dapat menyebar melalui pernapasan dan sekret tenggorokan seperti saat berciuman,



11



batuk, bersin, pinjam atau meminjam cangkir, lipstik atau rokok. Periode inkubasi meningitis virus dapat berkisar beberapa hari sampai beberapa minggu sejak penderita terinfeksi sampai munculnya gejala (Meningitis Foundation of America Inc., 2013). b. Meningitis karena bakteri (septik) Meningitis bakteri ditandai dengan cairan serebrospinal yang tampak kabur, keruh atau purulen. Meningitis bakteri sangat berbahaya dan mengancam kehidupan karena dapat menyebabkan kerusakan otak, pendengaran, dan disabilitas. Pada meningitis bakteri, sangat penting untuk mengetahui jenis bakteri yang menjadi penyebab meningitis sehingga dapat diberikan antiobiotik tertentu untuk pengobatannya. Seseorang dengan penurunan kekebalan tubuh atau sedang menjalani prosedur pembedahan sangat beresiko tertular meningitis bakteri. Gejala pada meningitis bakteri dapat muncul dengan cepat dalam waktu 3-7 hari. Kejang dan koma merupakan gejala yang umum dari infeksi bakteri yang sudah parah (Mesranti, 2011; Meningitis Foundation of America Inc., 2013). c. Meningitis jamur Meningitis jamur terjadi apabila jamur telah menyebar dalam aliran darah. Bentuk umun dari meningitis jamur yaitu meningitis jamur kriptokokus. Meningitis jamur biasanya terjadi pada seseorang dengan sistem imun yang lemah seperti pasien kanker dan AIDS. Meningitis jamur tidak menular dari orang ke orang tetapi menular melalui injeksi obat-obatan seperti steroid. Meningitis jamur juga dapat menular melalui inhalasi pada lingkungan yang terkontaminasi feses burung (Meningitis Foundation of America Inc., 2013). 5) Patofisiologi Secara anatomi meningen menyelimuti otak dan medula spinalis. Selaput otak terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan



otak



dihasilkan



di



dalam



pleksus



choroid



ventrikel



bergerak/mengalir melalui sub-arachnoid dalam sistem ventrikuler, seluruh otak, dan sumsum tulang belakang, kemudian di reabsorbsi melalui vili arachnoid yang



12



berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan sub-arachnoid. Infeksi pada meningen dapat terjadi melalui dua cara yaitu melalui aliran darah sebagai akibat dari infeksi lain, atau secara langsung saat terjadi cedera pada tulang wajah, atau infeksi sekunder saat prosedur invasif (Baughman & Hackley, 2003; Muttaqin, 2008). Organisme (virus/bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melaui aliran darah di dalam pembuluh darah otak. Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar). Bakteri atau meningitis meningokokal juga dapat terjadi karena infeksi oportunistik pada pasien HIV AIDS dan juga sebagai komplikasi dari penyakit Lyme. S. pneumoniae merupakan penyebab yang paling sering pada meningitis bakteri yang terkait dengan AIDS. Mikroorganisme yang masuk dapat berjalan kecairan otak melalui ruang sub-arachnoid atau piameter dan menyebabkan reaksi inflamasi pada meningen. Inflamasi atau peradangan tersebut dapat meningkatkan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK disebabkan oleh cairan serebrospinal (CSS) yang mengalir dalam ruang subarachnoid, dimana material inflamasi selular dari jaringan meningen masuk dan terakumulasi dalam ruang subarachnoid, sehingga meningkatkan jumlah sel cairan serebrospinal (CSS) (Baughman & Hackley, 2003; Muttaqin, 2008). 6) Prognosis dan Komplikasi Prognosis meningitis tergantung pada organisme penyebab, tingkat keparahan infeksi dan penyakit, serta ketepatan waktu pengobatan. Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita meningitis yaitu gangguan penglihatan, gangguan pendengaran (tuli), kejang, kelumpuhan, hidrosefalus, septic shock, dan kematian (Baughman & Hackley, 2003) 7) Pemeriksaan Penunjang Meningitis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan tes diagnostik tertentu. Tes diagnostik yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosa adalah sebagai berikut (Mesranti, 2011; Mayo Clinic, 2015).



13



a. Lumbal pungsi Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal (CSS), dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial. Analisis cairan serebrospinal dari pungsi lumbal yaitu sebagai berikut. 1) Meningitis bakteri: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri. 2) Meningitis virus: tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif.



Gambar 8. Lumbal pungsi b. Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, dan kultur darah. Pada kultur darah, darah yang diambil dari vena dikirim ke laboratorium dan dilihat apakah terdapat pertumbuhan mikroorganisme



14



terutama bakteri. Sampel darah juga dapat diuji menggunakan pewarnaan gram sehingga dapat diamati pada mikroskop. c. Pemeriksaan radiologis Pemeriksaan x-ray dan computerized tomography (CT) scan kepala, dada, atau sinus dapat menunjukkan adanya pembengkakan atau peradangan.



Gambar 9. CT otak normal



Gambar 10. CT edema otak



15



8) Penatalaksanaan Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan meningitis adalah sebagai berikut (Hidayat, 2008; Baughman & Hackley, 2003). a. Pemantauan berat badan, elektrolit serum, pertahankan status hidrasi seperti turgor kulit, jumlah urin, osmolaritas urin, berat jenis urin, input output, dan berat badan. b. Lindungi pasien dari cedera sekunder saat kejang atau saat mengalami perubahan tingkat kesadaran c. Bantu kebutuhan aktivitas dengan memberikan mobilisasi atau fisioterapi pada saat tidak kejang dan panas untuk mempertahankan range of motion (ROM). d. Lakukan fisioterapi paru dan batuk efektif apabila ditemukan adanya masalah kurangnya oksigenasi. e. Cegah terjadinya komplikasi terkait imobilitas pasien seperti dekubitus (pressure ulcers) karena tirah baring lama f. Berikan lingkungan yang tenang dan bebas dari kebisingan atau yang dapat memberikan stimulus yang besar. Penetalaksaan medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sebagai bahan kolaborasi dengan tim medis. Penatalaksanaan medis dalam pemberian obat antikonvulsan dan antibiotik. Antibiotik yang digunakan merupakan antibiotik yang mampu melewati barier darah otak ke ruang subarakhnoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangan bakteri. Biasanyya menggunakan sefaloposforin generasi keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan (Muttaqin, 2008). a. Obat infeksi (meningitis tuberkulosa). 1) Isoniazid 10 – 20 mg/kg BB / 24 jam, oral , 2x sendiri maksimal 500mg selama 1 ½ tahun 2) Rifampisin 10 – 15 mg/kgBB/24 jam , oral, 1 x sehari selama 1 tahun



16



3) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/ kg BB/ 24 jam, IM , 1-2 x sehari selama 3 bulan b. Obat anti-infeksi (meningitis bakterial) 1) Sefalosporin generasi ketiga 2) Amfisilin 150 – 200 mg (400mg)/kgBB/24jam, IV, 4 – 6 x sehari. 3) Kloramfenikol 50 mg/kgBB/24jam IV 4xsehari c. Pengobatan simtomatis : 1) Antikonvulsi, diazepam IV ; 0,2 – 0,5 mg/kgBB/dosis atau rektal 0,40,6



mg/kgBB



atau



Feniton



5mg/kgBB/24jam,



3xsehari



atau



Fenobarbital 5-7mg/kgBB/24jam, 3xsehari 2) Antipiretik : parasetamol / asam salisilat 10 mg/kgBB/dosis 3) Antiedema serebri: Diuretik oosmotik (seperti manitol) dapat digunakan untuk megobati edema serebri 4) Pemenuhan oksigenasi dengan O2 5) Pemenuhan hidrasi atau pencegahan syok hipovolemik: pemberian tambahan volume cairan intravena 9) Pencegahan Pada meningitis bakteri terdapat vaksin yang dapat diberikan pada seseorang yang sangat beresiko menderita meningitis. Vaksinasi yang tersedia yaitu vaksin bakteri Neisseria meningitidis (meningococcus), Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), dan Haemophilus influenzae tipe b (Hib). Apabila pernah kontak langsung dengan seseorang yang menderita meningitis meningokokus, disarankan untuk menjalani pengobatan antibiotik untuk menurunkan resiko tertular meningitis. Pada meningitis virus, sampai saat ini belum ada vaksin yang dapat mencegah meningitis. Pencegahan yang paling baik pada meningitis virus yaitu dengan cara mencuci tangan sesering mungkin dan menyeluruh. Pada meningitis yang disebabkan oleh jamur, tidak ada tindakan tertentu yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi. Seseorang dengan penurunan sistem kekebalan tubuh seperti penderita HIV AIDS lebih beresiko tertular meningitis jamur (Meningitis Foundation of America Inc., 2013).



17



C. Clinical Pathway



18



D. Asuhan Keperawatan 1) Pengkajian a. Keluhan utama Pada pasien meningitis dapat ditemukan keluhan utama berupa suhu tubuh meningkat, kejang, kesadaran menurun. b. Riwayat penyakit dahulu Kemungkinan pasien menderita HIV/AIDS, ensefalitis, abses otak, limfoma, leukimia, perdarahan otak yang dapat menyebabkan meningitis. Pasien post pembedahan dan cedera kepala dapat menjadi faktor resiko meningitis karena adanya port d’ entry mikroorganisme. c. Riwayat penyakit keluarga Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contohnya Herpes simplex, cacar, dan lain-lain; bakteri contoh: Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E. Coli , dan lain-lain. d. Pemeriksaan fisik (B1-B6) Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal yaitu 38-48 oC, kemerahan, panas, kulit kering, dan berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah menggangu pusat pengatur suhu tubuh (Muttaqin, 2008). B1 Breathing Inspeksi apakah terdapat batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada pasien meningitis yang disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan. Auskultasi bunyi napas tambahan



19



seperti ronkhi pada pasien meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru. B2 Blood Penurunan denyut nadi dapat terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolism umum dan adanya infeksi pada sistem pernafasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah bisanya normal atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK. Pemeriksaan darah juga dilakukan untuk mengetahui kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit, dan kultur darah. B3 Brain Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainya. 1) Tingkat kesadaran Tingkat kesadaran pasien meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor dan semi koma. Tingkat kesadaran dapat dinilai menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale) Penilaian GCS: Membuka Mata (Eye) Nilai 4 3 2 1 5 4 3 2 1 6 5 4 3 2 1



Spontan Rangsang suara (pasien disuruh membuka mata) Rangsang nyeri Tidak membuka mata Respon Bicara (Verbal) Baik dan tidak terdapat disorientasi Kacau (terdapat disorientasi tempat dan waktu) Tidak tepat (mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat dan kata-kata tidak tepat) Mengerang (tanpa mengucapkan kata-kata) Tidak terdapat jawaban Respon Gerakan (Motorik) Menuruti perintah Mengetahui lokasi nyeri Refleks menghindari nyeri Refleks fleksi Refleks ekstensi Tidak terdapat refleks



20



2) Pemeriksaan 12 saraf kranial (Muttaqin, 2008) Saraf I (N.Olfaktorius) Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II (N.Optikus) Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal, pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan. Saraf III, IV & VI (N.Okulomotor, N.Troklearis, N.Abdusen) Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasnya tanpa kelainan. Pada pasien dengan penurunan tingkat kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Pasien mengeluh fotofobia atau sensitif yang terhadap cahaya. Saraf V (N.Trigeminus) Umumnya tidak ditemukan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan. Saraf VII (N.Fasialis) Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris. Saraf VIII (N.Vestibulo-Koklearis) Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X (N.Glosofaringeus dan N.Vagus) Kemampuan menelan baik. Saraf XI (N.Aksesorius) Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal). Saraf XII (N.Hipoglosus) Lidah simetris tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi (kedutan) dan indra pengecapan biasanya normal.



21



3) Sistem motorik Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan. 4) Pemeriksaan refleks Refleks patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma yaitu adanya refleks babinski (+) 5) Gerakan involunteer Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia (kontraksi otot terus-menerus yang tidak terkontrol oleh pasien yang dapat menyebabkan kesalahan postur). Pada keadaan tertentu pasien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. 6) Sistem sensorik Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptif (gerak, sikap, getar, tekan) dan diskriminatif (mengetahui benda dengan perabaan) normal. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas nukal (kaku kuduk), tanda kernig (+) dan adanya tanda brudzinski. B4 Bladder Pemeriksaan



pada



sistem



perkemihan



biasanya



didapatkan



berkurangnya volume haluaran urin. B5 Bowel Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada pasien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.



22



B6 Bone Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis (perdarahan bawah kulit) yang besar pada wajah dan ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga menggangu aktivitas hidup sehari-hari (ADL). e. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien



meningitis meliputi



laboratorium klinik rutin (HB, Leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa ). f. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak. Lumbal fungsi tidak bisa dilakukan pada pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Analisis cairan otak diperiksa untuk mengetahui jumlah sel, protein dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal. Untuk mengetahui jenis mikroba, maka organism penyebab infeksi dapat diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan darah. g. Pemeriksaan lainnya meliputi foto rontgen paru, CT scan kepala. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah. h. Lumbal Pungsi Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.



23



Meningitis bakteri: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri. Meningitis virus: tekanan bervariasi, CSS jernih, leukositosis, glukosa dan protein normal, kultur biasanya negative Glukosa & LDH : meningkat LED : meningkat (Muttaqin, 2008) 2) Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat pada kasus meningitis sesuai dengan pathway adalah sebagai berikut (NANDA, 2013). a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan peradangan dan edema pada otak dan selaput otak. b. Hipertermia



berhubungan



dengan



inflamasi



pada



meningen



dan



peningkatan metabolisme tubuh c. Nyeri akut (kepala) berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran f. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kontraksi otot sekitar saraf servikal g. Gangguan citra tubuh berhubungan penumpukan cairan serebrospinal dalam otak h. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran



24



3) Rencana Tindakan Keperawatan No 1



2



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Setelah dilakukan tindakan Resiko ketidakefektifan keperawatan selama ...x24 perfusi jaringan jam ketidakefektifan perfusi jaringan otak tidak terjadi otak dengan kriteria hasil: berhubungan a) Warna kulit pada dengan ekstremitas dalam peningkatan batas normal TIK dan edema b) Peningkatan tingkat serebral kesadaran c) TTV dalam batas normal (TD: 120/80, RR 16-20x/mnt, Nadi 80-100x/mnt, Suhu 36,5-37,5oC) Diagnosa



Hipertermia berhubungan dengan inflamasi pada meningen dan peningkatan metabolisme tubuh



Intervensi (NIC) Monitor TIK 1) Monitor status neurologi pasien 2) Monitor jumlah dan karakteristik cairan serebrospinal 3) Monitor intake dan output pasien 4) Monitor suhu dan WBC pasien 5) Posisikan pasien dengan kepala dan leher dalam posisi netral 6) Monitor lingkungan yang dapat menstimulus peningkatan TIK 7) Kolaborasi pemberian antibiotik



Setelah dilakukan tindakan Penanganan demam keperawatan selama ...x24 1) Monitor suhu sesering jam pengaturan suhu tubuh mungkin pasien normal dengan 2) Monitor IWL (Insensible kriteria hasil: Water Loss) a) Suhu tubuh dalam 3) Monitor tekanan darah, rentang normal (36,5nadi, dan RR 37,5oC) 4) Selimuti pasien b) Nadi dan RR dalam 5) Berikan cairan IV



Rasional 1) Perubahan status neurologi menandakan adanya perubahan TIK dan penting untuk rencana intervensi 2) Untuk menentukan lokasi, penyebaran, dan perkembangan kerusakan serebral 3) Mencegah terjadinya kehilangan cairan 4) Hipertermi dapat meningkatkan resiko dehidrasi 5) Perubahan posisi kepala dapat meningkatkan TIK 6) Kebisingan, suhu, pencahayaan dapat mempengaruhi TIK 7) Mengatasi infeksi bakteri 1) Hipertermi dapat meningkatkan resiko dehidrasi 2) Mencegah hilangnya cairan 3) Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan peningkatan TIK 4) Mencegah hilangnya kehangatan tubuh 5) menurunkan edema serebri,



25



No



3



Diagnosa



Nyeri akut (kepala) berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak



Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) rentang normal (Nadi 80-100x/menit, RR 1620x/menit) c) Melaporkan kenyamanan suhu tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam pasien dapat mengontrol nyeri dengan kriteria hasil: a) Menggunakan metode non-analgetik untuk mengurangi nyeri b) Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan c) Melaporkan nyeri sudah terkontrol



Intervensi (NIC)



Rasional



6) Anjurkan untuk kompres menurunkan tekanan darah dan TIK pada lipatan paha dan 6) Menurunkan suhu tubuh secara nonketiak farmakologi 7) Kolaborasi pemberian 7) Menurunkan suhu tubuh obat antipiretik Manajemen nyeri 1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2) Observasi reaksi non-verbal dari ketidaknyamanan 3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan 5) Ajarkan teknik non-farmakologi untuk mengatasi nyeri 6) Kolaborasi pemberian analgetik



1) Mengetahui karakteristik nyeri untuk pemilihan intervensi 2) Mengetahui reaksi pasien terhadap nyeri yang dirasakan 3) Guna memilih intervensi yang tepat yang dapat digunakan 4) Mengurangi faktor yang dapat memperparah nyeri pasien 5) Mengurangi nyeri tanpa obat-obatan 6) Mengurangi nyeri



26



8) Discharge Planning Sebelum pasien pulang, perawat hendaknya memberikan rencana tindak lanjut atau discharge planning kepada pasien agar penyakit pasien tidak bertambah buruk. Rencana tindak lanjut yang dapat diberikan kepada pasien meningitis yaitu sebagai berikut. a) Anjurkan untuk minum obat sesuai petunjuk dokter dan menghubungi petugas kesehatan terdekat apabila obat dirasa tidak dapat memperbaiki gejala yang dirasakan. Bawalah obat saat melakukan kontrol ke pusat kesehatan. b) Anjurkan untuk istirahat yang cukup dengan pencahayaan yang redup apabila kepala terasa nyeri. c) Jangan berbagi makanan, minuman, alat makan, atau alat mandi. d) Hubungi petugas kesehatan terdekat apabila terdapat gejala pasien susah bangun, kaku kuduk, atau kejang. e) Anjurkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien untuk mempercepat proses penyembuhan.



27



DAFTAR PUSTAKA Arydina, Triono, A., & Herini, E. 2014. Bacterial Meningeal Score (BMS) Sebagai Indikator Diagnosis Meningitis Bakterialis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Sari Pediatri, Vol. 15, No. 5, 274-280. Baughman, D., & Hackley, J. 2003. Medical Surgical Nursing 10th Edition. Philadelphia. Bulechek, Gloria, Howard K, Joanne M., Cheryl M. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier Mosby. Hidayat, A. A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. Mayo



Clinic Staff. 2015. Diseases and Conditions Meningitis. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/meningitis/basics/testsdiagnosis/con-20019713 [10 Oktober 2015]



Meningitis Foundation of America inc. 2013. Understanding Meningitis. http://www.musa.org/understanding_meningitis [10 Oktober 2015] Mesranti, M. 2011. Karakteristik Penderita Meningitis Rawat Inap di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2005-2008. http://repository.usu.ac.id/ handle/123456789/23705 [10 Oktober 2015] Moorhead, Sue, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2012. Nursing Ooutcomes Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes Fifth Edition. Elsivier Mosby. Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika. NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC. Price, S, Wilson L. M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC Puspitawati, Ira. 2009. Psikologi Faal. Jakarta: Universitas Gunadarma