12 0 241 KB
LAPORAN PENDAHULUAN SUPRAVENTRIKULAR TAKIIKARDI (SVT) Disusun dalam rangka memenuhi tugas stase Medikal Bedah
Disusun oleh : MARYO FRANS MAKUALAINA A1C121021
CI INSTITUSI
CI LAHAN
(…….........……..)
(………......…..)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS MEGAREZKY 2021
1
BAB 1 TINJAUAN TEORI 1.1 Tinjauan Medis 1.1.1 Definisi Supraventrikular takikardi (SVT) adalah detak jantung yang cepat dan reguler berkisar antara 150-250 denyut per menit. SVT sering juga disebut Paroxysmal Supraventrikular Takikardi (PSVT). Paroksismal disini artinya adalah gangguan tiba-tiba dari denyut jantung yang menjadi cepat.Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi, aktivitas fisik dan gagal jantung. Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada SVT mencakup komponen system konduksi dan terjadi di bagian atas bundle HIS. Pada kebnyakan SVT mempunyai kompleks QRS normal (Price,2016). 1.1.2 Etiologi Menurut Hudak (1997), penyebab dari gangguan irama jantung secara umum adalah sebagai berikut : 1. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, miokarditis karena infeksi. Adanya peradangan pada jantung akan berakibat terlepasnya mediator-mediator radang dan hal ini menyebabkan gangguan pada penghantaran impuls. 2. Gangguan sirkulasi coroner (aterosklerosis coroner, spasme arteri coroner, iskemi miokard, infark miokard). Arteri coroner merupakan pembuluh darah yang menyuplai oksigen untuk sel otot jantung. Jika terjadi gangguan sirkulasi coroner, akan berakibat pada iskemi bahkan nekrosis sel otot jantung sehingga terjadi gangguan penghantaran impuls.
2
3. Karena intoksikasi obat misalnya digitalis, obat – obat anti aritmia. Obat – obat anti aritmia bekerja dengan mempengaruhi proses reenteral larisasi sel otot jantung. Dosis yang berlebuh akan mengubah reenteral larisasi sel otot jantung sehingga terjadi gangguan irama jantung. 4. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiper atau hienteralkalemia). Ion kalium menentukan enteraltensial istirahat dari sel otot jantung. Jika terjadi perubahan kadar elektrollit, maka akan terjadi peningkatan atau perlambatan
permeabilitas
terhadap
ion
kalium.
Akibatnya
enteraltensial istirahat sel otot jantung akan memendek atau memanjang dan memicu terjadinya gangguan irama jantung. 5. Gangguan pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung. Dalam hal ini aktivitas nervus vagus yang meningkat dapat memperlambat atau menghentikan aktivitas sel pacu di nodus SA dengan cara meninggkan konduktansi ion kalium. 6. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. Peningkatan aktivitas simpatis dapat menyebabkan bertambahnya kecepatan deenterallarisasi senteralntan. 7. Gangguan endokrin ( hipertiroidisme dan hipotiroidisme). 8. Akibat gagal jantung. Gagal jantunng merupakan suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompa darah secara optimal ke seluruh tubuh. Pada gagal jantung, focus – focus ektopik (pemicu jantung selain nodus SA) dapat muncul dan terangsang sehingga menimbulkan impuls tersendiri. 9. Akibat kardiomiopati. Jantung yang mengalami kardiomiopati akan disertai dengan dilatasi sel otot jantung sehingga dapat merangsang focus – focus ektopik dan meninbulkan gangguan irama jantung. 10. Penyakit degenerasi misalnya fibrosis system konduksi jantung. Sel otot jantung akan digunakan oleh jaringan parut sehingga konduksi jantung pun terganggu. 1.1.3 Tanda dan Gejala
3
SVT
biasanya terjadi mendadak dan berhenti juga secara mendadak.
Serangan bias terjadi mungkin hanya beberapa detik saja, bahkan dapat menetap sampai berjam – jam. Tanda dan gejala supraventricular takikardi antara lain : 1. Frekuensi jantung 150 kali/menit sampapi 250 kali/menit 2. Perubahan tkanan darah, nadi tidak teratur, irama jantung tidak teratur, kulit pucat, sianosis, berkeringat 3. Pusing disorientasi, letargi, perubahan reflek pupil 4. Nyeri dada ringan sampai berat, gelisah. 5. Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan 6. Terdapat nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) 7. Demam, kullit kemerahan, inflamasi eritema, edem, kehilangan tonus otot (Hudak & Galo, 1997). 1.1.4 Klasifikasi Terdapat 3 jenis SVT yang sering ditemukan pada umumnya, yaitu: 1. Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik) Terdapat sekitar 10% dari semua kasus SVT, namun SVT ini sukar diobati. Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Penemuannya biasanya karena pemeriksaan rutin atau karena ada gagal jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer, tampak adanya gelombang “p” yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu irama sinus, tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal (jaras tambahan). 2. Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT) Pada AVRT pada sindrom Wolf-Parkinson-White (WPW) jenis orthodromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras his-purkinye (slow conduction) sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras tambahan (fast conduction). Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS yang sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS dan terbalik. Pada jenis yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada jaras tambahan sedangkan konduksi
4
retrograd terjadi pada jaras his-purkinye. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang jauh setelah kompleks QRS. 3. Atrioventricular nodal reentry tachycardia (AVNRT) Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV, dan jenis ini merupakan mekanisme yang paling sering menimbulkan TSV pada bayi dan anak. Sirkuit tertutup pada jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi cepat (fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic. Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS tersebut dan terbalik atau kadang-kadang tidak tampak karena gelombang p tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini disebut jenis atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah komplek QRS.
1.1.5 Patofisiologi Berdasarkan pemeriksaan elektrofisiologi intrakardiak, terdapat dua mekanisme
terjadinya
takikardi
supraventrikular
yaitu
Otomatisasi
(automaticity) dan Reentry. Irama ektopik yang terjadi akibat otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan (akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-V junction, bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya takiaritmia berhenti. Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan
5
gangguan metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipomagnesemia, dan asidosis. Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya reentry adalah Adanya dua jalur konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup. Salah satu jalur tersebut harus memiliki blok searah. Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur konduksi yang mengalami blok searah untuk kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat pada jalur konduksi tersebut.
1.1.6 Pathways
6
Ketidakefektifan Pola Nafas
7
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan
penunjang
yang
dapat
dilakukan
untuk
membantu
menengakkan diagnosis dari supraventricular takikardi adalah : 1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. 2. Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif
(di
rumah/kerja).
Juga
dapat
digunakan
untuk
mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. 3. Foto dada : dapat menunjukkan pembesaran bayangan antung sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup. 4. Skan pencitraan miokard : dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemmapuan enteralmpa. 1.1.8 Penatalaksanaan Penting untuk membedakan aritmia reentry SVT berdasarkan miokard atrium ( cth: A Fib) versus aritmia pada sirkuit reentry. Karena setiap bentuk aritmia tersebut memiliki respon yang berbeda pada terafi yang ditujukan untuk menghalangi konduksi melalui nodus AV. Denyut ventricular dari aritmia reentry beasal dari miokard atrium dapat diperlambat, tapi tidak dapat dihentikan oleh obat-obatan yang memperlambat konduksi melalui AV node. Aritmia yang salah satu tungkai sirkuit berada pada nodus AV (AVNRT atau AVRT) dapat diterminasi oleh obat-obat seperti ini. 1. Manuver vagal Manuver vagal dan adenosine merupakan pilihan terapi awal untuk SVT stabil. Maneuver vagal saja akan menghentikan 25% SVT. Sedangkan untuk jenis SVT lainnya maneuver vagal dan adenosine
8
dapat memperlambat denyut ventrikel secara transien dan mebantu diagnosis irama, tetapi tidak selalu m,enghentikan irama ini. Pemijatan karotis harus dilakukan dengan sangat hati-hati a. Auskultasi adanya bising karotis (bruit), jika ada penyakit karotis. JANGAN MELAKUKAN PIJAT KAROTIS !!!! b. Pasien berbaring datar, kepala ekstensi (leher), rotasi menjauhi anda. c. Palapasi artesi karotis pada mandibula, tekanlah dengan lembut selam 10-15 detik. d. Jangan menekan kedua arteri karotis secara bersamaan, dahulukan arteri komunis dekstra karena tingkat keberhasilannya sedikit lebih baik. e. Buat strip irama selama prosedur, siapkan alat-alat resusitasi karena pada kasus yang jarang dapat menyebabkan henti sinus. 2. Adenosine, 6 mg adenosine IV cepat pada vena besar (cth: antecubital) diikuti flush 20 ml saline. Bila tidak berubah dal 1-2 menit berikan 12 mg adenosine dengan cara seperti di atas. 3. Penghambat kanal kalsium a. verapamil 2,5-5mg IV bolus selama 2-3 menit. Bila tidak berespon dan tidak ada efek samping obat, ulang 5-10mg dosis setiap 10-30 menit sampai total dosis 20 mg. atau dosis alternative 5 mg setiap 15 menit sampai total 30 mg. b. diltiazem 15-20 mg ( 0,25mg/kgBB ) IV selama 2 menit, bila diperlukan
dapat
diberikan
dosis
tambahan
20-25
mg
(0,35mg/kgBB) selama 15 menit. Dosis maintenans 5mg/jam sampai 15mg/jam, titrasi sesuai heart rate. 4. Penghambat beta (metoprolol, bisoprolol, atenolol, esmolol, labetolol) 5. Obat-obat antiaritmia (amiodarone, prokainamide, sotalol) 6. Digoxin 7. Kardioversi : 50-100 joule
9
1.2 Asuhan Keperawatan 1.2.1 Pengkajian 1. Identitas klien, meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, agama, diagnose medis, no. RM. 2. Keluhan utama 3. Riwayat penyakit sekarang 4. Riwayat penyakit dahulu, seperti penyakt jantung, stroke dan hipertensi 5. Riwayat penyakit keluarga 6. Pengkajian primer : a. Airway 1) Apakah ada peningkatan secret ? 2) Adakah suara nafas tambahan : krekels ? b. Breathing 1) Adakah distress pernafasan ? 2) Adakah hienteralksemia berat ? 3) Adakah retraksi otot interkosta, dyspnea, sesak nafas ? 4) Apakah ada bunyi wheezing ? c. Circulation 1) Bagaimana perubahan tingkat kesadaran ? 2) Apakah ada takikardi ? 3) Apakah ada takipnea ? 4) Apakah haluran urin menurun ? 5) Apakah terjadi penurunan TD ? 6) Bagaimana kapilery refill ? 7) Apakah ada sianosis ? 7.Pengkajian sekunder : a. Riwayat penyakit 1) Factor risiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi 2)
Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, PJK, penyakit katup jantung, hipertensi
3) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadi intoksikasi
10
4) Kondisi psikososial b. Pengkajian fisik 1) Aktivitas : kelelahan umum 2) Sirkulasi : perubahan TD (hipertensi atau hienteraltensi), nadi mungkin tidak tertur, deficit nadi, bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun, kulit warna dan edema, haluran urin menurun bila curah jantung menurun berat. 3) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terncam, cemas, takut, menolak, marah, gelisah, menangis. 4) Makan/ cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual muntah, perubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit. 5) Neurosensory : pusing berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil 6) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, apat hilang atau tidak dengan obat antianginal, gelisah 7) Pernafasan : penyakkit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman
pernafasan,
bunyi
nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru atau fenomena tromboembolitik pulmonal, hemoptysis 8) Keamanan : demam, kemarahan kulit (rekasi obat), inflamasi, eritema, edema (thrombosis siperfisial), kehilangan tonus otot/kekuatan. 1.2.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan supraventricular takikardi, antara lain : 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung Penurunan Curah Jantung (00029) Definisi : ketidakadekuatan darah yang di pompa oleh jantung untuk mememnuhi kebutuhan metabolik tubuh.
11
Batasan Karakteristik
9. Penurunan
Perubahan Frekuensi/Irama jantung 1. Bradikardia
resitensi
vaskular sistemik (systemic vascular resistance, SVR)
2. Palpitasi jantung
10. Perubahan tekanan darah
3. Perubahan
11. Perubahan warna kulit (mis
elektrokardiogram
(EKG)
pucat, abu-abu, sianosis)
(mis aritmia, abnormalitas Perubahan Kontraktilitas konduksi, iskemia)
1. Batuk
4. Takikardia
2. Bunyi napas tambahan
Perubahan Preload
3. Bunyi S3
1. Distensi vena jugular
4. Bunyi S4
2. Edema
5. Dispnea
3. Keletihan
paroksimal
nocturnal
4. Murmur jantung
6. Ortopnea
5. Peningkatan berat badan
7. Penurunan fraksi ejeksi
6. Peningkatan CVP
8. Penurunan indeks jantung
7. Peningkatan PAWP
9. Penurunan left ventricular
8. Penurunan artery
pulmonary
wedge
pressure
(PAWP)
10. Penurunan stroke volume index (SVI)
9. Penurunan sentral
stroke work index (LSWI)
tekanan
(central
vena Perilaku / Emosi venous
pressure, CVP)
1. Emosi 2. Gelisah
Perubahan Afterload 1. Dyspnea
Faktor yang Berhubungan
2. Kulit lembap
1. Perubahan afterload
3. Oliguria
2. Perubahan
4. Pengisian
kapiler
memanjang
frekuensi
jantung 3. Perubahan irama jantung
5. Peningkatan PVR
4. Perubahan kontraktilitas
6. Peningkatan SVR
5. Perubahan preload
7. Penurunan nadi perifer
6. Perubahan
12
volume
8. Penurunan
resistansi
sekuncup
vascular paru (pulmonary vascular resistance, PVR) 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi Ketidakefektifan pola napas
(00032)
Definisi : inspirasi dana tau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat Batasan Karakteristik
Faktor yang Berhubungan
1. Bradipnea
1. Ansietas
2. Dyspnea
2. Cedera medula spinalis
3. Fase ekspirasi memanjang
3. Deformitas dinding dada
4. Ortopnea
4. Deformitas tulang
5. Penggunaan
otot
bantu
pernafasan 6. Penggunaan
5. Disfungsi neuromuscular 6. Gangguan musculoskeletal
posisi
tiga-
titik 7. Peningkatan
7. Gangguan neurologis (mis, elektroensefalogram (EEG)
daiameter
anterior-posterior
positif,
trauma
kepala,
gangguan kejang)
8. Penurunan kapasitas vital
8. Hiperventilasi
9. Penurunan
9. Imaturasi neurologis
tekanan
ekspirasi
10. Keletihan
10. Penurunan tekanan inspirasi
11. Keletihan otot pernafasan
11. Penurunan ventilasi semenit
12. Nyeri
12. Pernapasan bibir
13. Obesitas
13. Pernapasan cuping hidung
14. Posisi
14. Perubahan ekskursi dada 15. Pola nafas abnormal (mis irama,
frekuensi,
kedalaman) 16. Takipnea
13
tubuh
yang
menghambat ekspansi paru 15. Sindrom hipoventilasi
1.2.3 NOC 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung Keefektifan Pompa Jantung
(0403)
Definisi : kecukupan volume darah yang dipompakan dari ventrikel kiri untuk mendukung tekanan perfusi sistemik Deviasi
Deviasi
Devisiasi
yang cukup
sedang
rinngan
berat dari
dari
dari
kisaran
kisaran
kisaran
normal
normal
normal
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
Deviasi SKALA TARGET
berat dari
OUTCOME
kisaran normal
Indikator 040001 040019 040002
Tekanan darah sistol Tekanan darah diastole Denyut jantung apical
Tidak ada devisiasi dari kisaran normal
040003
Indeks jantung
1
2
3
4
5
NA
040004
Fraksi ejeksi
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
040006
Denyut nadi perifer
040007
Ukuran jantung
1
2
3
4
5
NA
040020
Urin output
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
Sedang
Ringan
Tidak ada
3
4
5
Keseimbangan 040022
intake dan output dalam 24 jam
040025
Tekanan vena sentral
Berat 040009
Distensi vena
Cukup Berat
1
2
14
NA
leher 040010 040011
Disritmia Suara jantung abnormal
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
040012
Angina
1
2
3
4
5
NA
040013
Edema perifer
1
2
3
4
5
NA
040014
Edema paru
1
2
3
4
5
NA
040015
Diaphoresis
1
2
3
4
5
NA
040016
Mual
1
2
3
4
5
NA
040017
Kelelahan
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
040023
Dyspnea pada saat istirahat Dyspnea
040026
dengan aktivitas ringan
040024
Peningkatan berat badan
040027
Asites
1
2
3
4
5
NA
040028
Hepatomegaly
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
040029 040030
Gangguan kognisi Intoleransi aktivitas
040031
Pucat
1
2
3
4
5
NA
040032
sianosis
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
040033
Wajah kemerahan
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi Status Pernafasan : Ventilasi
(0403)
Definisi : keluar masuknya udara dari dank e dalam paru Deviasi SKALA TARGET
berat dari
OUTCOME
kisaran normal
Indikator
Deviasi
Deviasi
Devisiasi
yang cukup
sedang
rinngan
berat dari
dari
dari
kisaran
kisaran
kisaran
normal
normal
normal
2
3
4
1
15
Tidak ada devisiasi dari kisaran normal 5
040301 040302 040303 040318
Frekuensi pernafasan Irama pernafasan Kedalaman inspirasi Suara perkusi nafas
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
040324
Volume tidal
1
2
3
4
5
NA
040325
Kapasitas vital
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
Berat
Cukup
Ringan
Tidak ada
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
040326 040327
Hasil rontgen dada Tes faal paru
Sangat berat 040309 040310 040311
Penggunaan otot bantu nafas Suara nafas tambahan Retraksi dinding dada Pernafasan
040312
dengan bibir mengerucut
040313 040314
Dyspnea saat istirahat Dyspnea saat latihan
040315
Orthopnea
1
2
3
4
5
NA
040317
Taktil fremitus
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
Pengembangan 040329
dinding dada tidak simetris
040330 040331 040332
Gangguan vokalisasi Akumulasi sputum Gangguan
16
ekspirasi Gangguan suara 040333
nafas saat
1
2
3
4
5
NA
1
2
3
4
5
NA
auskultasi 040334
Atelektasis
1.2.4 NIC 1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung Perawatan Jantung
(4040)
Definisi : keterbatasan dari komplikasi sebagai hasil dari ketidakseimbangan antara suplai okisgen pada otot jantung dan kebutuhan seorang pasien yang memiliki gejala gangguan fungsi jantung Aktivitas-aktivitas : 21. Instruksikan pasien dan 1. Secara rutin mengecek pasien baik
secara
psikologis
fisik
sesuai
dan dengan
kebijakan tip agen/penyedia layanan 2. Pastikan pasien
tingkat
aktivitas
yang
tidak
atau memprovokasi serangan jantung
dan kemajuan 22. Susun waktu latihan dan kelelahan 23. Batasi merokok 24. Monitor toleransi aktivitas pasien 25. Monitor
3. Dorong adanya peningkatan aktivitas
bertahap
ketika
kondisi
pasien
sudah
distabilkan
sesak
kelelahan,
nafas,
takipnea
dan
orthopnea 26. Bangun hubungan saling mendukung antara pasien
4. Intruksikan pasien tentang untuk
segera
melaporkan bila merasakan nyeri dada
dan keluarga 27. Identifiksi metode pasien dalam menangani stress 28. Berikan dukungan teknik
5. Evaluasi episode nyeri dada 6. Monitor
modalitas, batasan aktivitas
istirahat untuk mencegah
membahayakan curah jantung
pentingnya
keluarga mengenai terapi
EKG,
adakah 17
yang
efektif
untuk
perubahan
segmen
ST,
sebagaimana mestinya 7. Lakukan
mengurangi stress 29. Lakukan terapi relaksasi,
penilaian
sebagaimana mestinya
komprehensif pada sirkulasi
30. Kenali efek psikologis dari
perifer secara rutin sesuai
kondisi yang mendasari
kebijakan agen 8. Monitor
31. Lindungi
tanda-tanda
vital
secara rutin
kecemasan
termsuk gangguan ritme dan konduksi jantung disritmia
jantung dan
gejala
penurunan curah jantung status
depresi,
pengobatan
dengan antidepresan yang tepat, jika diindikasikan bersaing/kompetitif pasien
tanda
dari
32. Dorong aktivitas yang tidak
10. Dokumentasikan
12. Monitor
dan
anjurkan
9. Monitor disritmia jantung,
11. Catata
pasien
pada
dengan
resiko
gangguan fungsi jantung 33. Diskusikan modifikasi pada
pernafasan
aktivitas
seksual
dengan
terkait dengan adanya gejala
pasien dan pasangan, jika
gagal jantung
tepat
13. Monitor
abdomen
jika
34. Instruksikan
pasien
dan
terdapat indikasi penurunan
keluarga mengenai tujuan
peruse
perawatan dan bagaimana
14. Monitor keseimbangan cairan
kemajuannya akan diukur
15. Monitor nilai laboratorium
35. Yakinkan semua staf untuk
yang tepat
menyadari
16. Monitor fungsi pacemaker, sebagaimana mestinya
bekerjasama menyediakan
17. Evaluasi perubahan tekanan darah 18. Evaluasi
tujuan
dan dalam
perawatan
yang konsisten 36. Rujuk ke program gagal
respon
pasien
terhadap ektop atau disritmia 19. Sediakan terapi antiaritmia sesuai kebijakan unit
jantung
dapat
mengikuti program edukasi pada rehabilitasi jantung, evaluasi
18
untuk
dan
dukungan
20. Monitor
respon
pasien
terhadap obat antiaritmia
yang sesuai panduan untuk meningkatkan aktivitas dan membangun hidup kembali, sebagaimana mestinya 37. Tawarkan
dukungan
spiritual kepada pasien dan keluarga,
sebagaimana
mestinya 2.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi Manajemen Jalan Nafas
(3140)
Definisi : fasilitasi kepatenan jalan nafas Aktivitas-aktvitas : 1. Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagaimana mestinya 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi 3. Identifikasi kebutuhan actual/potensial pasien unttuk memasukkan alat mmebuka jalan nafas 4. Masukkan alat nasopharyngeal airway (NPA) atau oropharyngeal airway (OPA), sebagaimana mestinya
10. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan 11. Lakukan penyedotan melalui endotrakea atau nasotrakea, sebagaimana mestinya 12. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaiamana mestinya 13. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan inhaler sesuai resep, sebagaiamana mestinya 14. Kelola pengobatan aerosol, sebagaimana mestinya
5. Buang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir
15. Kelola nebulizet ultrasonic, sebagaimana mestinya
6. Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam,
16. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan,
19
berputar dan batuk
sebagaimana mestinya
7. Gunakan teknik yang menyenangkan untuk memotivasi bernafas dalam kepada anak – anak 8. Instruksikan bagaimana agar bias melakukan batuk efektif 9. Bantu dengan dorongan spirometer, sebagaimana mestinya
17. Ambil benda asing dengan forcep McGill, sebagaimana mestinya 18. Regulasi asupan cairan untuk mengoptimalkan keseimbangan cairan 19. Posisikan untuk meringankan sesak nafas 20. Monitor status pernafasan dan oksigenasi, sebagaimana mestinya
20
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall. (2009). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Dongoes, E. Marilynn. (2004). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC Hanafi B. Trisnohadi.,2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hudak, C.M, Gallo B.M., 1997, Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC. Nanda. (2012). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. Media Hardy. Yogykarta Price, Sylvia Anderson., 2016, Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. Editor Caroline Wijaya. Ed. 4. Jakarta : EGC. Santoso Karo karo, 1996, Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Smeltzer Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
.
21