LP Tetraparese [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama : Yosepha NIM : I4051161018 LAPORAN PENDAHULUAN (LP) TETRAPARESE 1. Definisi Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya merupakan parese dari keempat ekstremitas.”Tetra” dari bahasa yunani sedangkan “quadra” dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit otot. kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury) atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida). Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan rektum, sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya, dapat terjadi penurunan/kehilangan fungsi sensorik. adapun manifestasinya seperti kekakuan, penurunan sensorik, dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetraparese itu terjadi kelumpuhan pada keempat anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari tangan yang tidak dapat memegang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini semua tergantung dari luas tidaknyanya kerusakan. 2. Etiologi Penyebab umun dari tetraparesis: - Complete/incomplete transection of cord with fracture Prolapsed disc Cord contusion-central cord syndrome, anterior cord syndrome - Guillain-Barre Syndrome (post infective polyneuropathy) - Transverse myelitis Acute myelitis - Anterior spinal artery occlusion - Spinal cord compression - Haemorrhage into syringomyelic cavaty - Poliomyelitis 3. Epidemiologi



Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula spinalis. menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk, dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera medula spinalis. Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2) paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4) tetraparese komplet (18,5%). 4. Klasifikasi Pembagian tetraparese berdasarkan kerusakan topisnya : a. Tetrapares spastik Tetraparese spastik terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN), sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni. b. Tetraparese flaksid Tetraparese flaksid terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN), sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni. 5. Komplikasi Komplikasi yang paling umum adalah:  Masalah pernapasan seperti atelektasis, hipersekresi, bronkospasme, edema paru dan pneumonia  Tromboemboli paru dan emboli lain (pembekuan darah)  Infeksi saluran kencing dan paru  Dekubitus  Hilangnya kontrol kandung kemih dan peristaltik usus  Nyeri 6. Patofisiologi Tetraparese dapat disebabkan karena kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) atau kerusakan Lower Motor Neuron (LMN). Kelumpuhan/kelemahan yang terjadi pada kerusakan Upper Motor Neuron (UMN) disebabkan karena adanya lesi di medula spinalis. Kerusakannya bisa dalam bentuk jaringan scar, atau kerusakan karena tekanan dari vertebra atau diskus intervetebralis. Hal ini berbeda dengan lesi pada LMN yang berpengaruh pada serabut saraf yang berjalan dari horn anterior medula spinalis sampai ke otot. Pada columna vertebralis terdapat nervus spinalis, yaitu nervus servikal, thorakal, lumbal, dan sakral. Kelumpuhan berpengaruh pada nervus spinalis dari servikal dan



lumbosakral dapat menyebabkan kelemahan/kelumpuhan pada keempat anggota gerak. Wilayah ini penting, jika terjadi kerusakan pada daerah ini maka akan berpengaruh pada otot, organ, dan sensorik yang dipersarafinya. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat menyebabkan parese spastic sedangkan lesi pada LMN menyebabkan parese flacsid. 7. Pemeriksaan Diagnostik Yang terpenting untuk menegakkan diagnosa MND adalah diagnosa klinis 3,4 Karena belum ada pemeriksaan khusus untuk MND, maka diagnosa pasti baru dapat diketahui pada otopsi post-mortem dengan memeriksa otak ,medulla spinalis dan otot penderita. Gejala utama yang menyokong diagnosa adalah adanya tanda-tanda gangguan UMN dan LMN pada daerah distribusi saraf spinal tanpa gangguan sensoris dan biasanya dijumpai fasikulasi spontan. Gambaran khasnya berupa kombinasi tanda-tanda UMN dan LMN pada ekstremitas dengan adanya fasikulasi lidah. Implikasi dari penegakan diagnosa MND adalah bahwa kita menegakkan adanya suatu penyakit yang akan berkembang terus menuju kematian. Jadi penting sekali untuk menegakkan diagnosa secara teliti dengan menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan yang lain dengan melakukan pemeriksaan yang lengkap dan sesuai. Pemeriksaan elektrofisiologis, radiologis, biokimiawi, imunologi dan histopatologi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya. Elektromiografi (EMG) adalah pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk menegakkan .diagnosa MND. Rekaman EMG menunjukkan adanya fibrilasi dan fasikulasi yang khas pada atrofi akibat denervasi. Pemeriksaan biokimiawi darah penderita MND kebanyakan berada dalam batas normal. Punksi lumbal dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa MND. Protein cairan serebrospinal sering dijumpai normal atau sedikit meninggi. Kadar plasma kreatinin kinase (CK) meninggi sampai 2-3 kali nilai normalnya pada sebagian penderita, tetapi penulis lain menyatakan kadarnya normal atau hanya sedikit meninggi. Enzim otot carbonic anhydrase III (CA III) merupakan petunjuk yang lebih sensitif. Pemeriksaaan radiologis berguna untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosa lainnya .MRI dan CT-scan otot bermanfaat untuk membedakan atrofi otot neurogenik dari penyakit miopatik dan dapat menunjukkan distribusi gangguan penyakit ini. MRI mungkin dapat menunjukkan sedikit atrofi dari korteks motorik dan degenerasi Wallerian dari traktus motorik di batang otak dan medulla spinalis. Block dkk mendemonstrasikan kemampuan proton magnetic resonance spectroscopy untuk mendeteksi perubahan metabolik pada korteks motorik primer dari penderita MND yang sesuai dengan adanya kerusakan sel neuron regional dan berbeda secara bermakna dengan orang sehat atau penderita neuropati motoric.



Biopsi otot mungkin perlu dilakukan untuk membedakan MND yang menimbulkan slowly progressive proximal weakness dari miopati. Bila dilakukan biopsi otot, terlihat serabut otot yang mengecil dan hilangnya pola mosaik yang nomlal dari serabut-serabut otot . 8. Tatalaksana MND adalah penyakit yang menakutkan karena penyakitnya terus berlanjut sedangkan terapinya belum ada yang efektif disertai adanya beberapa gejala klinis yang progresif. Belum ada terapi yang spesifik untuk penyakit MND, yang ada baru berupa terapi suportif. Penatalaksanaan penderita MND membutuhkan pendekatan multidisiplin bervariasi menurut latar belakang sosial ekonomi, budaya dan keluarga. Masalah etika terlibat pada saat pengambilan keputusan untuk memberikan alat bantu penafasan buatan, pemberian makan dengan cara artifisial dan penggunaan obat-obat golongan narkotik pada tahap akhir penyakit ini. Masalah logistik dan edukasi timbul dari jarangnya penyakit ini dijumpai dan kenyataan bahwa banyak dokter maupun perawat yang kurang berpengalaman menangani paralise bulbar dan paralise pernafasan kronik yang progresif. Tujuan terapi adalah mempertahankan penderita dapat berfungsi dengan baik selama mungkin, membantu stabilitas emosi dan menangani masalah fisik bila sudah timbul. .Obatobat seperti baclofen, diazepam, tizanidine dan dantrolene dapat dipakai untuk mengatasi spastisitas yang terjadi. Untuk mengatasi disfagia, penderita dilatih mencari makanan dengan ujung lidah, meregang lidah, menggigit dengan kuat dan menutup mulut. Makanan yang lunak tetapi padat lebih baik daripada makanan cair. Karena penderita sulit menelan cairan, makanan yang dikonsumsinya harus banyak mengandung air. Mengulum potongan es kadang-kadang dapat membantu penderita agar dapat menelan dengan lebih baik. Neostigmin atau piridostigmin dapat diberikan bila perlu .Pemasangan NGT dilakukan bila : (1). Dehidrasi berat ; (2). Sering tersedak ; (3). Pneumonia aspirasi ; (4). Sangat sulit menelan clan (5) Berat badan menurun terus. Agar tidak sering tersedak dianjurkan agar makan perlahan-lahan, setelah mengunyah tunggu sebentar sebelum menelan makanan, tetap dalam posisi duduk 30 menit setelah makan dan frekuensi makan ditambah tetapi dengan porsi kecil. Fisioterapi terutama ditujukan untuk melatih sisa-sisa serabut otot yang reinervasi yang masih dapat dilatih dan untuk otot yang mengalami disuse atrophy pada penderita yang cacat atau inaktif . Pergerakan sendi perlu untuk menghindari kekakuan sendi dan nyeri. Fisioterapi juga diperlukan karena dapat membantu mengatasi kekecewaan penderita. Penanganan psikososial ditujukan untuk membantu stabilitas emosi penderita dan keluarganya begitu mengetahui MND adalah penyakit yang belum dapat diobati. Penderita harus memperoleh penjelasan bahwa ia masih dapat hidup normal dengan penyakitnya tersebut dan dapat mengatasi problem yang muncul. 9. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi No Diagnosa Tujuan/KH Intervensi



Rasional



1.



2 .



Keperawatan dan Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot



Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik



NOC: NIC : Ambulasi/ROM 1.Terapi latihan normal Mobilitas sendi dipertahankan. o Jelaskan pada klien&keluarga KH: tujuan latihan o Sendi tidak pergerakan sendi. kaku o Monitor lokasi dan o Tidak terjadi ketidaknyamanan atropi otot selama latihan o Gunakan pakaian yang longgar o Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan o Encourage ROM aktif o Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/keluarga. o Ubah posisi klien tiap 2 jam. o Kaji perkembangan/kemaj uan latihan 2. Self care Assistance o Monitor kemandirian klien o bantu perawatan diri klien dalam hal: makan,mandi, toileting. o Ajarkan keluarga dalam pemenuhan perawatan diri klien. NOC : NIC : Self Care Self Care 1. Observasi kemampuan klien untuk mandi, Assistance( mand berpakaian dan makan. i, berpakaian, 2. Bantu klien dalam posisi makan, toileting. duduk, yakinkan kepala KH: dan bahu tegak selama -Klien terbebas makan dan 1 jam setelah



Pergerakan aktif/pasif bertujuan untuk mempertahankan fleksibilitas sendi



Ketidakmampuan fisik dan psikologis klien dapat menurunkan perawatan diri seharihari dan dapat terpenuhi dengan bantuan agar kebersihan diri klien dapat terjaga



1. Dengan menggunakan intervensi langsung dapat menentukan intervensi yang tepat untuk klien



dari bau, dapat makan kelelahan makan sendiri, 3. Hindari sebelum makan, mandi dan berpakaian dan berpakaian sendiri 4. Dorong klien untuk tetap makan sedikit tapi sering



2. Posisi duduk membantu proses menelan dan mencegah aspirasi 3. Konservasi energi meningkatkan toleransi aktivitas dan peningkatan kemampuan perawatan diri 4. Untuk meningkatkan nafsu makan



3.



Resiko kerusakan intagritas kulit b.d faktor mekanik



NOC: NIC: Berikan manajemen mempertahankan tekanan integritas 1. Lakukan penggantian alat tenun setiap hari kulitindikator : dan tempatkan kasur Tidak terjadi yang sesuai kerusakan kulit 2. Monitor kulit adanya ditandai dengan area kemerahan/pecah2 tidak adanya 3. monitor area yang kemerahan, luka tertekan 4. berikan masage pada dekubitus punggung/daerah yang tertekan serta berikan pelembab pad area yang pecah2 5. monitor status nutrisi



1. Meningkatkan kenyamanan dan mengurangi resiko gatal-gatal 2. Menandakan gejala awal  lajutan kerusakan integritas kulit 3. Area yang tertekan biasanya sirkulasinya kurang optimal shg menjadi pencetus lecet 4. Memperlancar sirkulasi 5. Status nutrisi baik dapat membantu mencegah keruakan integritas kulit.



Referensi : Doenges, Marilynn E. dkk. 2000. Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC; Jakarta. Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta: Mediaction Publishing.