LP Trauma Kapitis [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA CAPITIS



I. KONSEP MEDIS A. Definisi Trauma capitis adalah gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan dan tidak mengganggu jaringan otak. Trauma capitis adalah gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak. Brunner & Suddarth (2000)



B. Etiologi Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain : 1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat. 2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.



C. Manifestasi Klinik Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis : 1. Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran. 2. Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal. 3. Respon pupil mungkn lenyap. 4. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan TIK. 5. Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial. 6. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.



1 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



D. Pathway



2 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



E. Patofisiologi



Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan Oksigen dan Glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan ventrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi



tekanan



vaskuler,



dimana



penurunan



tekanan



vaskuler



menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.



F. Klasifikasi Cedera Kepala Cedera kepala pada praktek klinis sehari-hari dikelompokkan atas empat gradasi sehubungan dengan kepentingan seleksi perawatan penderita, pemantauan diagnostic-klinik penanganan dan prognosisnya, yaitu : 1. Tingkat I : bila dijumpai adanya riwayat kehilangan kesadaran/pingsan yang sesaat setelah mengakami trauma, dan kemudian sadar kembali. Pada waktu diperiksa dalam keadaan sadar penuh, orientasi baik, dan tidak ada deficit neurologist. 2. Tingkat II : kesadaran menurun namun masih dapat mengikuti perintah-perintah yang sederhana, dan dijumpai adanya deficit neurologist fokal. 3. Tingkat III : kesadaran yang sangat menurun dan tidak bisa mengikuti perintah (walaupun sederhana)sama sekali. Penderita masih bisa bersuara , namun susunan kata-kata dan orientasinya kacau, gaduh gelisah. Respon motorik bervariasi dari keadaan yang masih mampu melokalisir rasa sakit sampai tidak ada respon sama sekali. Postur tubuh dapat menampilkan posisi dekortikasideserebrasi. 4. Tingkat IV : tidak ada fungsi neurologist sama sekali.



3 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



Kategori Penentuan Keparahan Cedera Kepala berdasarkan Nilai Glasgow Coma Scale(GCS). Penentuan keparahan Minor



Deskripsi



Frekuensi







GCS 13 – 15



55 %







Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.







Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio serebral, hematoma



Sedang







GCS 9 – 12







Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.



Berat



24 %







Dapat mengalami fraktur tengkorak







GCS 3 – 8







Kehilanmgan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam







Juga



meliputi



kontusio



serebral,



hematoma intracranial.



laserasi,



atau 21 %



G. Pemeriksaan Penunjang 1. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. 2. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma. 3. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang. 4. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial. 5. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.



4 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



H. Penatalaksanaan  Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut : 1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi. 2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma. 3. Berikan oksigenasi. 4. Awasi tekanan darah 5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik. 6. Atasi shock 7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.  Penatalaksanaan lainnya: 1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. 2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi. 3. Pemberian analgetika 4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %. 5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin). 6. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak. 7. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui NGT (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea N.



5 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



II.



KONSEP DASAR KEPERWATAN TEORI KEPERAWATAN A. Pengkajian Aktivitas/ Istirahat Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : Perubahan kesehatan, letargi Hemiparase, quadrepelgia Ataksia cara berjalan tak tegap Masalah dalam keseimbangan Cedera (trauma) ortopedi Kehilangan tonus otot, otot spastic



Sirkulasi Gejala : Perubahan darah atau normal (hipertensi) Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia).



Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis) Tanda



:



Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan



impulsif.



Eliminasi Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.



Makanan/ cairan Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Tanda : Muntah (mungkin proyektil) Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).



Neurosensoris Gejala



:



Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,



sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas. Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma Perubahan status mental 6 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri) Wajah tidak simetri Genggaman lemah, tidak seimbang Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah Apraksia, hemiparese, Quadreplegia



Nyeri/ Kenyamanan Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma. Tanda



: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat,



gelisah tidak bisa beristirahat, merintih. Pernapasan Tanda



: Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas



berbunyi stridor, terdesak, ronkhi, mengi positif. Keamanan Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan Tanda : Fraktur/ dislokasi Gangguan penglihatan Gangguan kognitif Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh



Interaksi Sosial Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.



B. Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung). 2.



Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.



3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. 7 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS,). 4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi. 5. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan



dengan



perubahan



kemampuan



untuk



mencerna



nutrien



(penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.



C.



Intervensi Keperawatan 1). Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung) Tujuan: Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi motorik/sensorik. Kriteria hasil: Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK Rencana Tindakan : 1. Tentukan faktor-faktor yg menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK. 2. Pantau /catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar GCS. 3. Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi terhadap cahaya. 4. Pantau tanda-tanda vital: TD, nadi, frekuensi nafas, suhu. 5. Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa. 6. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan yang tenang. 7. Bantu pasien untuk menghindari /membatasi batuk, muntah, mengejan. 8. Tinggikan kepala pasien 15-45 derajad sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi. 9. Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. 10. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 8



Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



11.Berikan obat sesuai indikasi, misal: diuretik, steroid, antikonvulsan, analgetik, sedatif, antipiretik. 2). Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif.Obstruksi trakeobronkhial. Tujuan: Mempertahankan pola pernapasan efektif.



Kriteria evaluasi: Bebas sianosis, GDA dalam batas normal Rencana tindakan : 1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan. 2. Pantau dan catat kompetensi reflek gag/menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan napas sendiri. Pasang jalan napas sesuai indikasi. 3. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miirng sesuai indikasi. 4. Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif bila pasien sadar. 5. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret. 6. Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara tambahan yang tidak normal misal: ronkhi, wheezing, krekel. 7. Pantau analisa gas darah, tekanan oksimetri 8. Lakukan rontgen thoraks ulang. 9. Berikan oksigenasi. 10. Lakukan fisioterapi dada jika ada indikasi.



3). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh.Kekurangan nutrisi.Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid).Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS). Tujuan: Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi. Kriteria evaluasi: Mencapai penyembuhan luka tepat waktu. 9 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



Rencana tindakan : 1. Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan tehnik cuci tangan yang baik. 2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi. 3. Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, menggigil, diaforesis dan perubahan fungsi mental (penurunan kesadaran). 4. Anjurkan untuk melakukan napas dalam, latihan pengeluaran sekret paru secara terus menerus. Observasi karakteristik sputum. 5. Berikan antibiotik sesuai indikasi



4). Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi. Tujuan :Klien merasa nyaman. Kriteria hasil : Klien akan melaporkan peningkatan kekuatan/ tahanan dan menyebutkan makanan yang harus dihindari. Rencana tindakan : 1. Dorong klien untuk berbaring dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas abdomen. R/ tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi tenaga selama perawatan dan saat klien lemah. 2. Singkirkan pemandangan yang tidak menyenagkan dan bau yang tidak sedap dari lingkungan klien. R/ pemandangan yang tidak menyenagkan atau bau yang tidak sedap merangsang pusat muntah. 3. Dorong masukan jumlah kecil dan sering dari cairan jernih (misal :teh encer, air jahe, agar-agar, air) 30-60 ml tiap ½ -2 jam. R/ cairan dalam jumlah yang kecil cairan tidak akan terdesak area gastrik dan dengan demikian tidak memperberat gejala. 4. Instruksikan klien untuk menghindari hal ini :  Cairan yang panas dan dingin



10 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



 Makanan yang mengandung serat dan lemak (misal; susu, buah)  Kafein R/ Cairan yang dingin merangsang kram abdomen; cairan panas merangsang peristaltik; lemak juga merangsang peristaltik dan kafein merangsang motilitas usus. 5. Lindungi area perianal dari iritasi R/ sering BAB dengan penigkatan keasaman dapat mengiritasi kulit perianal.



5). Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.Status hipermetabolik. Tujuan : 1. Intake nutrisi meningkat. 2. Keseimbangan cairan dan elektrolit. 3. Berat badan stabil. 4. Torgor kulit dan membran mukosa membaik. 5. Membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan nutrisi diberikan per oral. Keluarga mampu menyebutkan pantangan yang tidak boleh dimakan, yaitu makan rendah garam dan rendah lemak. Kriteria hasil : Klien dapat mengatakan kondisinya sudah mulai membaik dan tidak lemas lagi.Klien diberikan rentang skala (1-10). 1. Mengkaji keadaan nutrisi untuk mengetahui intake nutrisi klien. 2. Kaji faktor penyebab perubahan nutrisi (klien tidak nafsu makan, klien kurang makan makanan yang bergizi, keadaan klien lemah dan banyak mengeluarkan keringat). 3. Kolaborasi dengan tim gizi tentang pemberian mekanan yang sesuai dengan program diet (rendah garam dan rendah lemak). 4. Membantu keluarga dalam memberikan asupan makanan peroral dan menyarankan klien untuk menghindari makanan yang berpantangan dengan penyakitnya. 5. Membantu memberikan vitamin dan mineral sesuai program.



11 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)



DAFTAR PUSTAKA



1. Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC 2. Guyton dan Hall. 1996. Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC. 3. Marlyn E Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC. 4. http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/02/21/trauma-kapitis/ 5. http://panduankeperawatan.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-cedera-kepalatrauma-capitis



12 Indah Pratiwi, S.Kep (STIKes Mega Rezky Makassar)