LP Tumor Nasofaring [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN TUMOR NASOFARING RUANG PERAWATAN LONTARA 4 ATAS DEPAN RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO



Oleh Filda Awliya Al Gazali R014 18 2011



PRESEPTOR LAHAN



PRESEPTOR INSTITUSI



(…………………………)



(Nur Fadhilah, S.Kep., Ns., MN)



PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN ANAK PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2019



BAB I KONSEP MEDIS A. Definisi Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak dibelakang rongga hidung. Diatas tepi bebas palatum molle yang berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustachius. Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak dan pembuluh darah. Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle. Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi dibagian belakang. Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertebralis dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara tuba eustachius dengan batas superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut torus tubarius. Sedangkan kearah superior terdapat fossa rossenmuller atau resessus lateral. Nasofaring diperdarahi oleh cabang arteri karotis eksterna, yaitu faringeal asenden dan desenden serta cabang faringeal arteri sfenopalatina. Darah vena dari pembuluh darah balik faring pada permukaan luar dinding muskuler menuju pleksus pterigoid dan vena jugularis interna. Daerah nasofaring dipersarafi oleh saraf sensoris yang terdiri dari nervus glossofaringeus (N.IX) dan cabang maksila dari saraf trigeminus (N.V2) yang menuju ke anterior nasofaring. Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker ini merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas dan leher merupakan kanker nasofaring, kemudian diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam prosentase rendah.



Karsinoma Nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring. Carsinoma nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel yang melapisi nasofaring. Tumor ini tumbuh dari epitel yang meliputi jaringan limfoit, dengan predileksi di Fosa Rossenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi skuamosa dan atap nasofaring (Asroel, 2002). Tumor primer dapat mengecil, akan tetapi telah menimbulkan metastasis pada kelenjar limfe. Pada banyak kasus, nasofaring carsinoma banyak terdapat pada ras mongoloid yaitu penduduk Cina bagian selatan, Hong Kong, Thailand, Malaysia dan Indonesia juga di daerah India. Ras kulit putih jarang ditemui terkena kanker jenis ini. Selain itu, kanker nasofaring juga merupakan jenis kanker yang diturunkan secara genetik. Penggolongan Ca Nasofaring : Ukuran tumor (T) T



Tumor



T0



Tidak tampak tumor



T1



Tumor terbatas pada satu lokasi saja Tumor terdapat pada dua lokalisasi



T2



atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga nasofaring



T3



Tumor telah keluar dari rongga nasofaring Tumor telah keluar dari rongga



T4



nasofaring yang telah merusak tulang tengkorak atau saraf saraf otak Regional Limfe Nodes



N0



Tidak ada pembesaran



N1



Terdapat pembesaran tetapi homolatral dan masih bisa di gerakan Terdapat pembesaran kontralateral/biltral dan masih dapat di



N2



gerakan Terdapat pembesaran baik, homolateral, kontralateral, bilateral



N3



yang sudah melekat pada jaringan sekitar Metatase Jauh(M)



M0



Tidak ada metatese jauh



M1



Metatase jauh



Stadium Tumor Nasofaring 1. Stadium I



: T1 N0 dan M0



2. Stadium II



: T2 N0 dan M0



3. Stadium III



: T1/T2/T3 dan N1 dan M0 atau T3 dan N0 dan M0



4. Stadium IVa



: T4 dan N0/N1 dan M0 atau T1/T2/T3/T4 dan N2 /N3 dan M0



atau T1/T2/T3.T4 dan N0/N1/N2/N3/N4 dan M1 Stage



T



N



M



I



T1



N0



M0



II



T2



N0



M0



III



T3



N0



M0



T1



N1



M0



T2



N1



M0



T3



N1



M0



T4a



N0



M0



T4a



N1



M0



T1



N2



M0



IVA



Stage



IVB



IVC



B.



T



N



M



T2



N2



M0



T3



N2



M0



T4a



N2



M0



T4b



Any N



M0



Any T



N3



M0



Any T



Any N



M1



Etiologi Terjadinya Ca Nasofaring mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin



mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah: 1. Kerentanan Genetik Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap Ca Nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif menonjol dan memiliki fenomena agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA ( Human luekocyte antigen ) dan gen pengode enzim sitokrom p4502E ( CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap Ca Nasofaring, mereka berkaitan dengan timbulnya sebagian besar Ca Nasofaring . Penelitian



menunjukkan



bahwa



kromosom



pasien



Ca



Nasofaring



menunjukkan



ketidakstabilan, sehingga lebih rentan terhadap serangan berbagai faktor berbahaya dari lingkungan dan timbul penyakit. 1. Virus EB (Eipstein-Barr) Metode imunologi membuktikan virus EB membawa antigen yang spesifik seperti antigen kapsid virus ( VCA ), antigen membran ( MA ), antigen dini ( EA), antigen nuklir ( EBNA ) , dll. Virus EB memiliki kaitan erat dengan Ca Nasofaring , alasannya adalah :



1. Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi terkait virus EB (termasuk VCA-IgA, EA-IgA, EBNA, dll) , dengan frekuensi positif maupun rata-rata titer geometriknya jelas lebih tinggi dibandingkan orang normal dan penderita jenis kanker lain, dan titernya berkaitan positif dengan beban tumor. Selain itu titer antibodi dapat menurun secara bertahap sesuai pulihnya kondisi pasien dan kembali meningkat bila penyakitnya rekuren atau memburuk. 2. Di dalam sel Ca Nasofaring dapat dideteksi zat petanda virus EB seperti DNA virus dan EBNA. 3. Epitel nasofaring di luar tubuh bila diinfeksi dengan galur sel mengandung virus EB, ditemukan epitel yang terinfeksi tersebut tumbuh lebih cepat , gambaran pembelahan inti juga banyak. 4. Dilaporkan virus EB di bawah pengaruh zat karsinogen tertentu dapat menimbulkan karsinoma tak berdiferensiasi pada jaringan mukosa nasofaring fetus manusia. Ada beberapa mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring ialah: 1. Zat Nitrosamin. Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan mediator penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan atau makanan yang diawetkan di Greenland juga pada ” Quadid ” yaitu daging kambing yang dikeringkan di Tunisia, dan sayuran yang difermentasi (asinan) serta taoco di Cina. 2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup. Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatkan jumlah kasus KNF. Di Hongkong, pembakaran dupa rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF. 3. Kontak dengan zat karsinogenik.



Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat karsinogen yaitu zat yang dapat menyebabkan kanker, antara lain Benzopyrene, Benzoathracene (sejenis dalam arang batubara), gas kimia, asap industri, asap kayu dan beberapa ekstrak tumbuhan-tumbuhan. 4. Ras dan keturunan. Kejadian KNF lebih tinggi ditemukan pada keturunan Mongoloid dibandingkan ras lainnya.Di Asia terbanyak adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan.Ras Melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang banyak terkena. 5. Radang Kronis di daerah nasofaring. Dianggap dengan adanya peradangan, mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap karsinogen lingkungan. 6. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan juga berperan penting. Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat berikut berkaitan dengan timbulnya Ca Nasofaring : 1. Hidrokarbon aromatik, pada keluarga di area insiden tinggi kanker nasofaring , kandungan 3,4 benzpiren dalam tiap gram debu asap mencapai 16,83 ug, jelas lebih tinggi dari keluarga di area insiden rendah. 2. Unsur renik : nikel sulfat dapat memacu efek karsinognesis pada proses timbulnya kanker nasofaring. 3. Golongan nitrosamin : banyak terdapat pada pengawet ikan asin. Terkait dengan kebiasaan makan ikan asin waktu kecil, di dalam air seninya terdeteksi nitrosamin volatil yang berefek mutagenik. C.



Manifestasi Klinis



Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah : 



Gejala Dini



Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin sangat diperlukan.. 1. Gejala telinga: 



Sumbatan tuba eustachius atau kataralis.



Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran.Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. 



Radang telinga tengah sampai perforasi membran timpani.



Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi perforasi membran timpani dengan akibat gangguan pendengaran. 1. Gejala Hidung : 



Epistaksis



Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan. 



Sumbatan hidung



Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lainlainnya. Epistaksis juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang. Hal ini menyebabkan keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi pada stadium dini (Roezin & Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009).



2.4.2 Gejala Lanjut 1. Pembesaran kelenjar limfe leher Tidak semua benjolan leher menandakan kekhasan penyakit ini jika timbulnya di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan biasanya berada di level II-III dan tidak dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan oleh pasien. Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter. 1. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar Karena nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi, seperti penjalaran tumor melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat juga mengenai saraf otak ke-V, sehingga dapat terjadi penglihatan ganda (diplopia). Proses karsinoma nasofaring yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson.Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral.Dapat juga disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian biasanya prognosisnya buruk. 1. Gejala akibat metastasis Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh.Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Nutrisno , Achadi, 1988 dan Nurlita, 2009).



D. Patofisiologi Sudah hampir dipastikan ca.nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca. nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel host. Protein tersebut dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang berperan dalam mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan konsumsi ikan asin yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang menyebabkan stimulasi pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller. E. Komplikasi dan Prognosis Komplikasi Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang diradiasi. Komplikasi ini terjadi selama atau beberapa hari setelah dilakukannya radioterapi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi.Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat (Maqbook, 2000 dan Nasir, 2009). 



Prognosis



Prognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada pertumbuhan lokal dan metastasenya.Karsinoma skuamosa berkeratinasi cenderung lebih agresif daripada yang non keratinasi dan tidak berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan hematogen lebih sering



pada ke-2 tipe yang disebutkan terakhir.Prognosis buruk bila dijumpai limfadenopati, stadium lanjut, tipe histologik karsinoma skuamus berkeratinasi. Prognosis juga diperburuk oleh beberapa faktor seperti stadium yang lebih lanjut,usia lebih dari 40 tahun, laki-laki dari pada perempuan dan ras Cina daripada ras kulit putih (Arima, 2006) . F. Penatalaksanaan Untuk penyakit tumor nasofaring, ada beberapa terapi yang perlu dilakukan untuk mendukung pemulihan kondisi pasien diantaranya: 



Radioterapi



Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan KNF.Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi. Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna dengan menggunakan sinar pengion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu berat. Karsinoma nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi untuk keberhasilan melakukan radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy. Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukuran sebelum kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang tidak teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy,