MAKALAH KELOMPOK 2 Social and Cultural Enviroments-1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PEMASARAN GLOBAL “Social and Cultural Enviroments”



DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2 •



Aulia Dwi Ramadhani



(A021191072)







Retno Purnama Amalia



(A021191108)







Nurul Izzah



(A021191126)







Aulia Pratiwi



(A021191151)







Salsabilla



(KMB-2010631020203)



JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN 2021



1



KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah iniyang berjudul “ Social and Cultural Environments” Makalah ini diajukan guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemasaran Global. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Makassar, 05 September 2021



Penulis,



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2 DAFTAR ISI....................................................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4 1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................4 1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................................5 1.3 Tujuan........................................................................................................................................5 BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................6 2.1 Budaya Masyarakat dan Budaya Konsumen Global.................................................................6 2.2 Budaya Konteks Tinggi dan Rendah.......................................................................................13 2.3 Tipologi Budaya Hofstede.......................................................................................................14 2.4 Teori Difusi .............................................................................................................................15 2.5 Kategori Pengadopsi................................................................................................................17 2.6 Implikasi lingkungan pemasaran social dan budaya................................................................19 BAB III PENUTUP.......................................................................................................................22 3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................22 3.2 Saran........................................................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................23



3



BAB I PENDAHULUAN 1.4 Latar Belakang Pemasar global harus mengetahui pengaruh budaya dan harus menyiapkan diri untuk menjawab tantangan itu atau mengubahnya. Pemasar global memainkan peran penting bahkan dapat dikatakan menentukan dalam mempengaruhi kecepatan tingkat perubahan diseluruh dunia. Hal terlihat jelas dalam makanan tetapi praktis menyangkut semua industri, terutama produk konsumen. Pabrik sabun dan deterjen telah mengubah kebiasaan, mencuci, industri elektronik telah mengubah pola hiburan, dan pemasar pakaian telah mengubah gaya gaya, dan sebagainya. Dalam produk industri budaya telah mempengaruhi karakteristik dan permintaan produk tetapi yang lebih penting lagi sebagai pengaruh pada proses pemasaran, terutama dalam cara menjalankan bisnis. Pemasar internasional telah belajar untuk mengandalkan orang yang mengetahui dan memahami adat serta sikap setempat untuk keahlian pemasaran. Hubungan bisnis antara pihak-pihak yang mempunyai budaya atau kebangsaan berbeda dapat dipengaruhi oleh tantangan tambahan. Bila salah satu pihak dari budaya konteks tinggi mengambil bagian dalam kesepakatan bisnis, faktor-faktor yang dibahas mungkin akan lebih rumit karena keyakinan berbeda mengenai signifikansi dari kesepakatan bisnis formal dan kewajiban yang mengikat semua pihak misalnya, manajer penjualan benar-benar yakin bahwa hanya kontrak yang ditulis dengan baik yang diperlukan agar perusahaanya dapat menerima semua kewajiban yang mengikat. Tetapi manajer penjualan tadi juga tidak dapat memahami belahan dunia, sesuatu hanya dapat terjadi bila ada hubungan pribadi karena kadang-kadang hubungan pribadi juga perlu untuk melaksanakan sesuatu dalam lingkungan konteks rendah. Banyak produk yang dapat memperoleh sukses di luar lingkungan budaya negara asalnya. Pemasar global harus mengenali dan menghadapi perbedaan-perbedaan dalam lingkungan sosial dan budaya di pasar dunia. Oleh karena itu, pemasar harus juga mengenali keunggulan dari karakteristik budaya yangterbagi-bagi dan mengabaikan adaptasi bauran pemasaran yang tidak perlu danyang memerlukan biaya. Untuk membantu pemasar agar lebih memahami lingkungan social dan budaya dengan baik di



4



pasar global, akan dijelaskan mengenai lingkungan sosial dan budaya dalam makalah ini. 1.5 Rumusan Masalah 1) Bagaimana masyarakat, budaya, dan budaya konsumen global? 2) Bagaimana budaya konteks tinggi dan rendah? 3) Bagaimana tipologi budaya hofstede? 4) Bagaimana kriteria dan persepsi referensi diri? 5) Bagaimana teori difusi? 6) Bagaimana implikasi pemasaran lingkungan sosial dan budaya? 1.6 Tujuan Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui : 1) Bagaimana masyarakat, budaya, dan budaya konsumen global 2) Bagaimana budaya konteks tinggi dan rendah 3) Bagaimana tipologi budaya hofstede 4) Bagaimana kriteria dan persepsi referensi diri 5) Bagaimana teori difusi 6) Bagaimana implikasi pemasaran lingkungan sosial dan budaya



5



BAB II PEMBAHASAN 2.1 Budaya Masyarakat dan Budaya Konsumen Global Pemasaran internasional adalah pemasaran yang kegiatan operasinya melewati batas- batas lebih dari satu negara. Pemasaran global adalah kegiatan pemasaran oleh perusahaan global yang mempunyai bisnis global dengan strategi pemasaran global, pasar global maupun produk dan standar global di berbagai negara. Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan denangan penduduk negara lain atas dasr kesepakatan bersama.



Globalisasi



pasar



dan kompetisi



mengharuskan



semua



manajer



untuk



memperhatikan lingkungan global. Pemasaran internasional didefinisikan sebagai kinerja aktivitas bisnis termasuk keputusankeputusan penentuan harga, promosi, dan distribusi produk ( barang dan jasa) kepada pelanggan/konsumen di lebih dari satu negara untuk mendapatkan keuntungan.Sektor jasa memberikan kontribusi terbesar bagi Gross Domestic Product (GDP) di negaranegara maju dan merupakan sumber lapangan kerja utama, baik di negara maju maupun negara berkembang. Nilai, keyakinan dan sikap. Jika kita menerima gagasan Hofstede tentang budaya sebagai "pemrograman kolektif pikiran", maka masuk akal untuk belajar tentang budaya dengan mempelajari sikap, keyakinan, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh sekelompok orang tertentu. Sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk merespon dengan cara yang konsisten terhadap objek atau entitas tertentu. Sikap adalah kelompok keyakinan yang saling terkait. Keyakinan adalah pola pengetahuan terorganisir yang diyakini benar oleh seseorang tentang dunia. Sikap dan keyakinan, pada gilirannya, terkait erat dengan nilai-nilai. Nilai dapat didefinisikan sebagai keyakinan atau perasaan yang bertahan lama bahwa cara perilaku tertentu lebih disukai secara pribadi atau sosial daripada cara perilaku lain. Dalam pandangan Hofstede dan lainlain, nilai-nilai mewakili tingkat terdalam dari suatu budaya dan hadir di sebagian besar anggota budaya tertentu.



6



Perilaku konsumen merupakan suatu proses yang berkaitan erat dengan adanya suatu proses pembelian, pada saat itu konsumen melakukan aktivitas seperti melakukan pencarian, penelitian, dan pengevaluasian produk dan jasa (product and services). Perilaku konsumen merupakan sesuatu yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan dalam pembelian. Perilaku konsumen adalah sebuah kegiatan yang berkaitan erat dengan proses pembelian suatu barang atau jasa. Mungkin sedikit bingung, perilaku seperti apa yang dimaksud atau dikategorikan ke dalam perilaku konsumen. Pada dasarnya perilaku konsumen ini sangat luas, mungkin anda telah melakukan perilaku konsumen, namun tidak menyadarinya. Hal-hal seperti itu seringkali terjadi ketika melakukan suatu proses pembelian. Perilaku konsumen selain mengenai kualitas produk, juga meliputi harga produk, promosinya juga mengenai tempat dimana barang tersebut dijual (distribusinya). Jika harga suatu produk tidak terlalu tinggi, maka konsumen tidak akan terlalu lama membutuhkan waktu untuk memikirkan dan melakukan aktivitas perilaku konsumen untuk membeli. Namun jika harga suatu barang atau jasa tersebut tinggi, atau mahal, maka konsumen tersebut akan memberikan usaha atau effort lebih terhadap barang tersebut. Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari dan menjadikan konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Ketika memutuskan akan membeli suatu barang atau produk dan jasa, tentu sebagai konsumen selalu memikirkan terlebih dahulu barang yang akan dibeli. Mulai dari harga, model, bentuk, kemasan, kualitas, fungsi atau kegunaan barang tersebut, dan lain sebagainya. Aktivitas memikirkan, mempertimbangkan, dan mempertanyakan barang sebelum membeli merupakan atau termasuk ke dalam perilaku konsumen. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perilaku konsumen sangat erat kaitannya dengan pembelian dan penjualan barang dan jasa. Tentu sebagai konsumen, tidak ingin salah membeli suatu produk atau jasa, maka dari itu perilaku konsumen diperlukan untuk memilih dan akhirnya membeli barang. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai perilaku konsumen dalam membeli suatu barang, yaitu: 1. Memperhatikan Konsumen Merupakan kemampuan penuh dalam menyaring semua upaya untuk mempengaruhi, dengan hasil bahwa semua yang dilakukan oleh pemasar harus disesuaikan dengan motivasi dan perilaku konsumen. 2. Motivasi dan Perilaku Konsumen Sesuatu yang berkaitan dengan motivasi dan perilaku dapat diketahui melalui penelitian, sehingga penelitian ini dipakai sebagai acuan dalam 7



membuat program dan strategi pemasaran, perencanaan periklanan, perencanaan promosi sehingga hal-hal yang terjadi pada masa yang akan datang dapat diprediksi untuk menjual produk Perilaku (Behaviour) Keyakinan dan rasa senang pada suatu produk dan jasa akan mendorong konsumen melakukan tindakan sebagai wujud dari keyakinan dan perasaannya (Ferrinadewi, 2008). Sebagian dari perilaku konsumen seperti melihat-lihat dan memandangi produk di rak, memungut dan meneliti bungkus, mengarahkan roda kereta dan seterusnya akan menarik perhatian seorang manajer pemasaran, beberapa perilaku memiliki pengaruh penting bagi afeksi dan kognisi konsumen serta pembelian dadakan yang dilakukan, contohnya: jika tidak melalui lorong tempat obat vitamin, maka konsumen tidak akan melihat dan membeli obat vitamin yang dijual, karena biasanya obat vitamin akan didapat pada Apotek. Contoh lain: Seorang ibu rumah tangga bisa saja berbelanja bahan makanan kalengan di supermarket sementara untuk bahan buah-buahan dan sayuran, ia akan berbelanja di pasar tradisional. Perilaku ini bisa jadi disebabkan karena ia berkeyakinan bahwa harga sayuran dan buahbuahan akan lebih murah di pasar tradisional sementara produk makanan kalengan yang pasti terjamin kualitasnya tidak akan tersedia di pasar tradisional. Perilaku dapat timbul karena adanya proses afeksi (perasaan) dan kognisi (pemikiran) dari konsumen dalam membeli suatu produk. Seseorang dikatakan berperilaku karena mempunyai perasaan dan pemikiran tertentu, sehingga dapat menimbulkan suatu tindakan melihat dan bahkan juga membeli suatu produk. Jenis Perilaku Konsumen Jenis-jenis perilaku konsumen ada yang bermacam-macam. Misalkan seseorang ingin membeli buah durian, maka yang termasuk ke dalam perilaku konsumen sebelum membeli adalah mencium bau durian tersebut untuk memastikan apakah sudah matang, kemudian melihat dari bentuknya, apakah ada sisi yang busuk, membuka sedikit durian tersebut juga untuk memastikan tingkat kematangan durian tersebut, dan lain sebagainya. Hal ini juga dapat diterapkan pada pembelian produk jangka panjang, misalnya peralatan elektronik, gadget, alat-alat furniture, dan lain sebagainya. Untuk produk jasa, misalkan jasa tour wisata, pasti akan mengecek terlebih dahulu dari testimoni yang telah menggunakan travel tersebut, track record perusahaan jasa travel itu 8



sendiri, dan lain sebagainya. Pada intinya, setiap konsumen yang akan membeli suatu produk atau menggunakan sebuah jasa, maka konsumen tersebut pasti melakukan apa yang disebut sebagai perilaku konsumen. Pada dasarnya, perilaku konsumen secara umum dibagi menjadi dua yaitu perilaku konsumen yang bersifat rasional dan irasional. Perilaku konsumen yang bersifat rasional adalah tindakan perilaku konsumen dalam pembelian suatu barang dan jasa yang mengedepankan aspek-aspek konsumen secara umum, yaitu seperti tingkat kebutuhan mendesak, kebutuhan utama, serta manfaat produk itu sendiri terhadap konsumen pembelinya. Sedangkan perilaku konsumen yang bersifat irasional adalah perilaku konsumen yang mudah terbujuk oleh rayuan marketing dari suatu produk tanpa mengedepankan aspek kebutuhan atau kepentingan. Berikut ini beberapa ciri-ciri dari Perilaku Konsumen yang bersifat Rasional: 1. Konsumen memilih produk sesuai kebutuhan dan keinginannya 2. Produk yang dipilih konsumen memberikan manfaat yang optimal bagi konsumen 3. Konsumen memilih produk yang kualitasnya bagus 4. Konsumen memilih produk yang harganya sesuai dengan kemampuan dan pendapatan konsumen 5. Konsumen memilih produk sesuai dengan kenyamanan lingkungan toko Beberapa ciri-ciri Perilaku Konsumen yang bersifat Irasional: 1. Konsumen sangat cepat tertarik dengan iklan dan promosi di media baik cetak maupun elektronik 2. Konsumen memilih produk bermerek atau branded yang sudah terkenal 3. Konsumen memilih produk bukan untuk kebutuhan, tetapi karena gengsi atau prestise 4. Konsumen memilih produk hanya karena ingin mencoba-coba Kepercayaan(agama) Pengaruh logo halal menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap kesadaran merek. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Raufu dan Bakar, serta Girard, et al., yang menunjukkan bahwa produsen memutuskan untuk memasang logo halal untuk memberikan informasi dan menyakinkan konsumen bahwa produknya halal dan sesuai dengan aturan agama Islam. Ketertarikan mengenai logo halal tersebut berpengaruh terhadap kesadaran



9



merek makanan halal yang mana mayoritas konsumen Indonesia mengaku dapat mengenali logo halal yang berlaku di Indonesia(Ambali dan Bakar, 2014; Girard, dan Anitsal, 2013). Pengaruh pemaparan terhadap kesadaran merekmenunjukkan hasil yang signifikan. Pemaparan merupakan kegiatan produsen dalam memberikan informasi, pengetahuan, maupun pembelajaran mengenai produknya. Pemaparan dapat dilakukan melalui iklan baik di koran, televisi, radio, internet atau saluran komunikasi lainnya. Hal ini bertujuan untuk mempengaruhi tingkat kesadaran merek makanan halal(Patnoad, 2005). Roshni yang menyatakan bahwa iklan dapat menciptakan suatu kesadaran merek, sehingga konsumen memiliki keinginan untuk mencoba membeli suatu produk (Sawant, 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran merek adalah logo halal,dan alasan kesehatan. Pemberian edukasi melalui orang-orang terdekat seperti keluarga dan teman memberikan dampak yang signifikan pada konsumen. Faktoryang berpe-ngaruh terhadap keputusan pembelian adalah kepercayaan agama, alasan kesehatan, dan kesadaran merek. Keper-cayaan agama merupakan alasan kon-sumen dalam mengonsumsi makanan halal berdasarkan norma keyakinana agama. Selanjutnya, alasan kesehatan menjadi dasar konsumen bahwa mengonsumsi makanan halal untuk kesehatan jasmani dan rohani. Faktor selanjutnya yang mempengaruhi kepu-tusan pembelian makanan halalyakni kesadaran merekhalal. Konsumen cen-derung akan memutuskan untuk membeli produk makanan, dengan merek yang telah dikenal. Oleh karena itu, kepercayaan agama, alasan kesehatan, dan kesadaran merek adalah faktor penentu keputusan pembelian makanan halal di Kabupaten Malang. Peran mediasi terhadap faktor kesadaran merek berpengaruh pada pemaparan dan keputusan pembelian, alasan kesehatan, dan keputusan pembelian. Hal ini menunjukkan bahwa pemaparan mempengaruhi kesadaran merek dan berpengaruh terhadap keputusan pembelian. Selain itu, alasan kesehatan juga mempengaruhi kesadaran merek dan keputusan pembelian. Estetika Dalam setiap budaya, ada pengertian keseluruhan tentang apa yang indah dan apa yang tidak indah, apa yang mewakili selera yang baik sebagai lawan dari hambar atau bahkan kecabulan, dan seterusnya. Pertimbangan tersebut adalah masalah estetika. Pemasar global harus memahami pentingnya estetika visual yang diwujudkan dalam warna atau bentuk suatu 10



produk, label, atau kemasan. Demikian pula, berbagai belahan dunia memandang gaya estetika—berbagai tingkat kerumitan, misalnya—secara berbeda. Unsur-unsur estetis yang atraktif, menarik, dan berselera tinggi di satu negara mungkin dipersepsikan dengan cara yang sama sekali berbeda di negara lain. Memberikan jawaban terhadap perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu: a. Secara keseluruhan peranan estetika, di masyarakat Indonesia terhadap produk smartphone masih dinilai baik, sehingga masyarakat Indonesia masih memperhatikan nilai – nilai estetika yang terdapat dalam produk smartphone. b. Secara keseluruha nilai fungsional, nilai sosial, dan nilai emosional memperoleh tanggapan yang hampir baik walaupun nilai sosial memiliki nilai yang cukup namun terbantu oleh nilai fungsional yang nilai sangat baik, sehingga keseluruhan aspek dapat dikatakan baik oleh masyarakat Indonesia terhadap produk smartphone. c. Estetika pada produk smartphone merupakan indikator yang memiliki pengaruh positif terhadap niat pembelian pada masyarakat Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa presepsi masyarakat terhadap nilai estetika adalah tolak ukur untuk memilih produk smartphone yang akan digunakan. d. Nilai fungsional pada produk smartphone memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap hubungan antara estetika dan niat pembelian baik secara langsung maupun secara tidak langsung menjadi mediator antara nilai estetika dan niat pembelian. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia menilai sebuah fungsionalitas produk smartphone berdasarkan nilai estetika yang dimiliki produk tersebut, hal itu juga dapat meningkatkan ketertarikan tersendiri pada produk tersebut. e. Nilai sosial pada produk smartphone tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hubungan antara estetika dan niat pembelian. Nilai estetika sendiri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai sosial, namun presepsi masyarakat Indonesia pada produk smartphone tidak dapat menumbuhkan ketertarikan pada produk tersebut. f. Nilai emosional pada produk smartphone memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap hubungan antara estetika dan niat pembelian baik secara langsung maupun secara tidak langsung menjadi mediator antara nilai estetika dan niat pembelian. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia menilai sebuah niali emosional produk



11



smartphone berdasarkan nilai estetika yang dimiliki produk tersebut, hal itu juga dapat meningkatkan ketertarikan tersendiri pada produk tersebut. g. Model penelitian yang digunakan dapat dikatakan memiliki prediksi yang baik dan dapat di terakapn pada objek penelitian smartphone dan pada populasi masyarakat Indonesia. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa niat pembelian smartphone di Indonesia dipengaruhi oleh nilai estetika baik mempengaruhi langsung atau dimediasi melalui nilai fungsional dan nilai emosional. Hal ini membuktikan bahwa nilai estetika merupakan pertimbangan yang cukup berpengaruh dalam pemilihan sebuah produk smartphone di Indonesia, sehingga bagi para industri smartphone yang ingin melakukan penetrasi pasar di Indonesia dapat melakukan startegi competitive advantage dari segi estetika produk tersebut. Sehingga menimbulkan daya Tarik sendiri di mata masyarakat Indonesia. Tidak hanya itu hal ini membuktikan bahwa estetika sudah mencangkup dari nilai – nilai yang ada bagi pandangan masyarakat Indonesia yaitu nilai fungsional, nilai sosial, dan nilai emosional. Sehingga estetika sebuah produk smartphone sangatlah perlu untuk diperhatikan. Adapun kekurangan – kekurangan dari penelitian ini yang seharusnya dapat diperbaiki di penelitian selanjutnya yaitu, penggunaan sample dalam penelitian ini dirasa kurang heterogenitasnya, sehingga diharapkan penelitian selanjutnya dapat memiliki sampe yang tingkat heterogenitasnya lebih tinggi, agar dapat mewakili populasi lebih akurat. Tujuan penelitian ini terbatas hanya untuk mengetahui pengaruh estetika pada produk smartphone, sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat mengembangkan pada produk – produk lain yang dianggap memiliki nilai jual yang tinggi bagi masyarakat Indonesia sendiri. Bahasa dan komunikasi Komunikasi adalah elemen yang penting untuk membentuk kehidupan bersosial yang lebih baik. Dalam sebuah bisnis, komunikasi menjadi salah satu faktor penting dalam keberhasilan pencapaian usaha. Dengan komunikasi yang baik, pebisnis bisa menjual produk yang dimiliki dengan lebih baik dan juga bisa menghindari terjadinya kesalahpahaman antar kedua belah pihak. Dalam kegiatan bisnis, seperti pemasaran pastinya membutuhkan komunikasi yang baik terutama kepada konsumen agar produk yang dimiliki bisa diterima sepenuhnya.



12



Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu komunikasi yang dilakukan secara verbal dan non verbal. Dalam komunikasi terdapat pendapat, ide, gagasan maupun informasi yang disampaikan untuk kepentingan bisnis, misalnya pembuatan strategi bisnis. Pada prakteknya, komunikasi dapat dilakukan secara personal maupun impersonal. Selain itu, dalam setiap iklan lowongan pekerjaan biasanya ditemui syarat agar karyawan bisa berkomunikasi dengan baik. Dalam bisnis, ada dua jenis komunikasi yang harus Anda ketahui, yaitu: a. Komunikasi Horizontal Yang dimaksud dengan komunikasi horizontal adalah cara berkomunikasi yang tujuannya untuk menjalin hubungan baik antara atasan yang setingkat dan diwujudkan biasanya dengan mengadakan pertemuan secara berkala. b. Komunikasi Vertikal Yang dimaksud komunikasi vertikal adalah proses penyampaian informasi dari atasan kepada bawahan atau dari bawahan kepada atasan. Contohnya saja setiap pegawai harus memberikan laporan kepada atasan setiap harinya dengan tujuan agar bisa mengoordinasikan semua kegiatan agar sdm perusahaan bekerja optimal dan operasional perusahaan berjalan dengan lancar sesuai dengan tujuan. Dari kondisi seperti itulah komunikasi bisnis sangat penting diterapkan kepada semua pelaku bisnis, baik sebagai atasan maupun bawahan. Selain itu, ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap komunikasi bisnis. Dapat dipastikan bahwa terdapat hubungan yang kuat dan positip antara peranan customer



service



ketika



melakukan



komunikasi



dengan



pelanggan



baik



ketika



mengkomunikasikan tentang produk yang dihasilkan maupun ketika mendengar dan menampung setiap keluhan yang muncul terhadap kepuasan pelanggan dimana perusahaan yang bergerak dibidang jasa pengiriman surat (kurir). Peranan customer service dalam melakukan komunikasi yang tepat, baik tentang product knowledge, layanan selama transaksi, hingga layanan purna jual dalam upaya untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada dan diarahkan agar menjadi pelanggan loyal dalam hubungannya untuk memenuhi kebutuhan jasa sebagaimana yang diperlukan.



13



Dengan optimalasisasi peranan customer service dalam melakukan tugas dan tanggung jawab untuk melakukan komunikasi yang tepat akan dapat diperoleh perusahaan pelanggan yang loyal, serta keuntungan perusahaan yang mungkin tidak dinilai dengan materi secara langsung, namun sangat berdampak pada munculnya opini positip dari pelanggan yang mampu mengangkat citra positip dari hasil kinerja customer service ketika melakukan komunikasi yang tepat. Sehingga ketika masuk pada ranah pemasaran atau marketing akan diperoleh satu pemikiran positip di benak pelanggan tentang citra positip yang telah terbagun di masyarakat tentang produk yang dihasilkan. Citra positip diperoleh dari kualitas pelayanan dalam melakukan tugas dari setiap karyawan yang ada ditambah komunikasi yang tepat dari petugas customer service. Dengan memberi informasi tentang produk yang dimiliki dengan baik dan mampu mendengarkan setiap masukan dari pelanggan, baik berbentuk kritik, saran, maupun keluhan atas produk yang dihasilkan atau yang dibeli oleh pelanggan, maka akan didapatkan pelanggan loyal terhadap perusahaan. 2.2 Budaya Konteks Tinggi dan Rendah Edward T. Hall (1973) menjelaskan perbedaan antara konteks budaya tinggi dan konteks budaya rendah.Edward T. Hall menganjurkan teori budaya konteks rendah dan budaya konteks tinggi berdasarkan teori individu dan kelompok. Budaya konteks rendah ditemukan pada orang yang melekat pada budaya individu, sedangkan budaya konteks tinggi ditemukan pada orang yang melekat pada budaya kolektivis. Budaya konteks tinggi ditandai dengan komunikasi konteks tinggi. Dengan kata lain, sebagian besar pesan tidak implisit, tidak langsung atau langsung. Pesan sebenarnya tersembunyi dalam perilaku non-verbal pembicara (intonasi suara, gerakan tangan, postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata dan bahkan konteks fisik (makeup, tata ruang), objek, dll.) Pernyataan lisan mungkin berbeda atau bertentangan dengan pesan non-verbal. Budaya konteks rendah (LC) ditandai dengan pesan yang jelas dan verbal, dan gaya percakapan yang lugas, langsung, dan langsung. Dalam budaya konteks rendah , mereka mengatakan pikiran mereka dan bersungguh-sungguh dengan apa yang mereka katakan. Teori ini mengklasifikasikan masyarakat menurut banyak simbol atau makna yang tersembunyi dalam semua interaksi. Semakin banyak simbol dan makna tersembunyi yang ada, semakin tinggi budaya konteksnya. Jelas menekankan bahwa "komunikasi konteks 14



rendah (LC) adalah kebalikan dari konteks tinggi (HC) dan sejumlah besar informasi diinvestasikan dalam kode yang jelas." 2.3 Tipologi Budaya Hofstede Melalui karyanya, Hofstede (1980; 1991) telah berhasil mengidentifikasi lima model khas untuk mengevaluasi budaya perusahaan transnasional. Dengan mengambil sampel 40 negara, Hofstede menemukan bahwa manajer dan karyawan memiliki lima aspek berbeda dari nilai budaya suatu negara. Kelima budaya tersebut adalah: 1. Jarak kekuasaan adalah karakteristik budaya nasional yang mewakili seberapa banyak orang menerima distribusi kekuasaan yang tidak merata dalam institusi dan organisasi. 2. Individualisme vs kolektivisme. Individualisme adalah kecenderungan seseorang yang bebas dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Kolektivisme adalah kecenderungan seorang individu yang mengidentifikasi dirinya sebagai kelompok serta memiliki loyalitas yang tinggi. 3. Maskulin vs Feminim.Dalam maskulin masyarakat mewakili prefensi masyarakat untuk berprestasi, ketegasan, dan keberanian. Sedangkan feminim menganggap bahwa feminitas lebih menyukai kerjasama, kelembutan, dan kualitas hidup. Dalam bisnis maskulin berarti bersikap tegas dan feminim berarti lembut . 4. Uncertainty avoidance. Dimensi ini menjelaskan tingkat toleransi anggota masyarakat dalam halketidakpastian dan ambiguitas. 5. Long Term Orientation. Dalam hal ini dipandang bahwa bagaiamana masyarakat memelihara hubungan jangka panjangnya untuk menghadapi tantangan di masa depan. 2.4 Teori Difusi Teori difusi atau teori difusi inovasi yang dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam sebuah kebudayaan. Rogers menyaring penelitian terkait teori difusi menjadi tiga konsep yang sangat berguna bagi pemasar global: proses adopsi, karakteristik inovasi, dan kategori pengadopsi. Proses Adopsi



15



Proses Adopsi Salah satu elemen dasar teori difusi Rogers adalah konsep proses adopsi— tahap mental yang dilalui seseorang dari saat pengetahuan pertamanya tentang suatu inovasi hingga saat adopsi atau pembelian produk. Rogers menyarankan bahwa seorang individu melewati lima tahap berbeda dalam melanjutkan dari pengetahuan pertama tentang suatu produk hingga adopsi akhir atau pembelian produk itu: kesadaran, minat, evaluasi, percobaan, dan adopsi. 1. Kesadaran : Pelanggan menjadi sadar untuk pertama kalinya terhadap produk atau inovasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada tahap ini, sumber informasi impersonal seperti iklan media massa adalah yang paling penting. Tujuan komunikasi awal yang penting dalam pemasaran global adalah untuk menciptakan kesadaran akan produk baru melalui paparan umum terhadap pesan iklan. 2. Minat : Pelanggan cukup tertarik untuk mempelajari lebih lanjut. Pelanggan telah memusatkan perhatiannya pada komunikasi yang berkaitan dengan produk dan akan terlibat dalam kegiatan penelitian dan mencari informasi tambahan. 3. Evaluasi : Pada tahap ini individu secara mental menilai manfaat produk dalam kaitannya dengan kebutuhan masa kini dan yang diantisipasi di masa depan dan, berdasarkan penilaian ini, memutuskan apakah akan mencobanya. 4. Percobaan : Sebagian besar pelanggan tidak akan membeli produk mahal tanpa pengalaman "langsung" yang disebut pemasar sebagai "percobaan". Contoh yang baik dari uji coba produk yang tidak melibatkan pembelian adalah uji coba mobil. Untuk produk perawatan kesehatan dan barang kemasan konsumen murah lainnya, percobaan sering kali melibatkan pembelian aktual. Pemasar sering mendorong percobaan dengan mendistribusikan sampel gratis. Untuk produk murah, pembelian tunggal awal didefinisikan sebagai percobaan. 5. Adopsi : Pada titik ini, individu melakukan pembelian awal (dalam hal produk yang lebih mahal) atau terus membeli—mengadopsi dan menunjukkan loyalitas merek pada— produk yang lebih murah. Karakteristik Inovasi Karakteristik



Inovasi



Selain



menggambarkan



proses



adopsi



produk,



Rogers



mengidentifikasi lima karakteristik utama inovasi. Faktor-faktor ini, yang mempengaruhi 16



tingkat adopsi inovasi, adalah keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, keterbagian, dan keterkomunikasian. 1. Keunggulan relatif: Bagaimana produk baru dibandingkan dengan produk atau metode yang ada di mata pelanggan. Keuntungan relatif yang dirasakan dari produk baru versus produk yang sudah ada adalah pengaruh besar pada tingkat adopsi. Jika suatu produk memiliki keunggulan relatif yang substansial dibandingkan dengan persaingan, kemungkinan besar produk tersebut akan diterima dengan cepat. 2. Kompatibilitas: Sejauh mana produk konsisten dengan nilai-nilai yang ada dan pengalaman masa lalu dari pembeli, lalu memperbaikinya . 3. Kompleksitas: Sejauh mana suatu inovasi atau produk baru sulit untuk dipahami dan digunakan. Kompleksitas produk merupakan faktor yang dapat memperlambat tingkat adopsi, terutama di pasar negara berkembang dengan tingkat melek huruf yang rendah. Pada 1990-an, lusinan perusahaan global mengembangkan produk elektronik konsumen multimedia baru yang interaktif. Kompleksitas adalah masalah desain utama; itu adalah lelucon bahwa di sebagian besar rumah tangga, jam VCR berkedip "12:00" karena pengguna tidak tahu cara mengaturnya. Untuk mencapai kesuksesan massal, produk baru harus mudah digunakan seperti, misalnya, memasukkan DVD yang sudah direkam sebelumnya ke pemutar DVD. 4. Divisibility: Kemampuan suatu produk untuk dicoba dan digunakan secara terbatas tanpa biaya yang besar. Perbedaan yang luas dalam tingkat pendapatan di seluruh dunia menghasilkan perbedaan besar dalam jumlah pembelian yang disukai, ukuran porsi, dan porsi produk. Misalnya, mayones Hellmann's Hellmann CPC International tidak dijual dalam toples ukuran AS di Amerika Latin, tetapi penjualan meningkat setelah perusahaan menempatkan mayones dalam kemasan plastik kecil. Paket plastik berada dalam anggaran makanan konsumen lokal, dan mereka tidak memerlukan pendinginan — plus lainnya. 5. Keterkomunikasian: Sejauh mana manfaat dari suatu inovasi atau nilai suatu produk dapat dikomunikasikan ke pasar potensial. Perekam kaset digital baru dari Philips mengalami kegagalan pasar, sebagian karena iklan tidak secara jelas mengomunikasikan fakta bahwa produk tersebut dapat membuat rekaman berkualitas CD menggunakan teknologi kaset baru sambil tetap memutar kaset analog lama. 17



Kategori Pengadopsi Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna inovasi: 1. Inovator: Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orangorang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi. 2. Pengguna awal: Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru. 3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat. 4. Mayoritas akhir: Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi. 5. Laggard: Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.



18



2. 5 Kriteria Dan Persepsi Referensi Diri Persepsi seseorang tentang kebutuhan pasar dibingkai oleh pengalaman budayanya sendiri. Suatu kerangka yang secara sistematik mengurangi hambatan perseptual dan distorsi ini dikembangkan oleh James Lee. Lee menamakan referensi yang tidak disadari terhadap nilai budaya orang itu : kriteria referensi diri sendiri, atau disingkat SRC ( Self Reference Criteria). Untuk mengatasi masalah ini dan menghilangkan atau mengurangi miopia budaya, ia mengusulkan kerangka kerja sistematis, yang terdiri dari 4 langkah : 1. Tentukan masalah atau sasaran dalam arti sifat-sifat budaya, kebiasaan, atau norma Negara sendiri. 2. Tentukan masalah atau sasaran dalam arti sifat-sifat budaya, kebiasaan, atau norma Negara asing. 3. Pisahkan pengaruh SRC dalam masalah dan telitilah dengan hati-hati untuk mengetahui bagaimana hal itu memperumit masalah. 4. Tentukan ulang masalah tanpa pengaruh SRC dan pecahkan untuk situasi luar negeri. Dari langkah 1, langkah-langkah yang tersisa untuk melihat adaptasi budaya mana yang seharusnya dilakukan. Kebijakan Disney melarang penjualan atau konsumsi alkohol di dalam taman hiburannya. Langkah 2 Orang Eropa pada umumnya, dan Perancis pada khususnya, peka terhadap imperialisme budaya Amerika. Mengkonsumsi anggur dengan makan siang adalah kebiasaan yang sudah lama ada. Orang Eropa memiliki kastil asli mereka sendiri, dan banyak karakter Disney populer berasal dari cerita rakyat Eropa. Langkah 3 Perbedaan signifikan yang terungkap dengan membandingkan temuan pada langkah 1 dan 2 menunjukkan dengan kuat bahwa kebutuhan yang menjadi dasar taman hiburan Disney Amerika dan Jepang tidak ada di Prancis. Modifikasi desain ini diperlukan untuk kesuksesan Eropa. Langkah 4 Ini akan membutuhkan desain taman hiburan yang lebih sesuai dengan norma budaya Prancis dan Eropa—yaitu, memungkinkan Prancis untuk menempatkan identitas mereka sendiri di taman tersebut. Pelajaran yang diberkan SRC ini sangat vital, keahlian kritis dari pemasar global untuk tidak membuat persepsi yang standar, kemampuan untuk melihat apa yang ada dalam suatu budaya. Meskipun keahlian ini sama bernilainya baik di Negara asal maupun di luar negeri, bagi pemasar global keahlian itu tetap merupakan sesuatu yang kritis karena 19



kecenderungan yang meluas terhadap etnosentrisme dan menggunakan kriteria referensi diri sendiri. SRC dapat menjadi tekanan penolakan yang sangat kuat dalam bisnis global, dan lupa memeriksanya dapat menyebabkan kesalahpahaman dan kegagalan. 2.6 Implikasi lingkungan pemasaran social dan budaya Budaya sangat mempengaruhi pemasaran produk ke konsumen dan industry di berbagai Negara di seluruh dunia. Sehingga factor budaya perlu masuk dalam perencanaan pemasaran global. Sensitivitas lingkungan dalam hal ini mencakup bagaimana seharusnya produk dapat beradaptasi dengan budaya pada lingkungan dari pasar nasional yang berbeda di seluruh dunia. Setiap produk memiliki sensitivitas yang berbeda dalam menghadapi pasar global. Ada produk yang tidak memerlukan adaptasi yang signifikan untuk menghadapi lingkungan pasar global. Produk ini biasanya bersifat universal sehingga tidak memerlukan waktu banyak untuk menentukan kondisi pasar local. Namun ada juga produk yang lebih sensitive terhadap factor lingkungan pasar global yang berbeda-beda pada setiap Negara. Semakin besar sensitivitas lingkungan suatu produk, semakin besar kebutuhan manajer untuk mengatasi kondisi lingkungan ekonomi, peraturan, teknologi, sosial, dan budaya negara tertentu.







Integrated circuits, memiliki sensitivitas lingkungan terendah kerena tingkat adaptasi produk lebih rendah (chip di seluruh dunia kurang lebih sama)







Computer, memiliki sensitivitas lingkungan sedang karena tegangan, dan perangkat lunak harus mengikuti ketentuan (seperti bahasa harus dalam bahasa local) 20







Makanan, memiliki sensitivitas lingkungan tinggi karena makanan harus beradaptasi mengikuti budaya dan ketentuan dari Negara tersebut. Sumbu horizontal menunjukkan kepekaan lingkungan, dan sumbu vertikal menunjukkan



tingkat adaptasi produk yang diperlukan. Setiap produk yang menunjukkan tingkat sensitivitas lingkungan yang rendah—sirkuit terpadu, misalnya—dimiliki di kiri bawah gambar. Intel telah menjual lebih dari 100 juta mikroprosesor karena chip adalah chip di mana saja di seluruh dunia. Pindah ke kanan pada sumbu horizontal, tingkat sensitivitas meningkat, seperti halnya jumlah adaptasi yang dibutuhkan. Komputer menunjukkan tingkat sensitivitas lingkungan yang sedang; misalnya, variasi dalam persyaratan tegangan negara memerlukan beberapa adaptasi. Selain itu, dokumentasi perangkat lunak komputer harus dalam bahasa lokal. Selanjutnya adalah produk dengan sensitivitas lingkungan yang tinggi. Makanan terkadang termasuk dalam kategori ini karena sensitif terhadap iklim dan budaya. Raksasa makanan cepat saji (McD) ini telah mencapai sukses besar di luar Amerika Serikat dengan menyesuaikan item menunya dengan selera lokal. Peralatan turbin General Electric juga dapat muncul di ujung kontinum sensitivitas tinggi; di banyak negara, produsen peralatan lokal menerima perlakuan istimewa saat menawar proyek nasional. Studi penelitian menunjukkan bahwa, terlepas dari kelas sosial dan pendapatan, budaya merupakan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku konsumsi dan kepemilikan barang tahan lama. Produk konsumen mungkin lebih sensitif terhadap perbedaan budaya daripada produk industri. Abraham Maslow, seorang psikolog yang mempelajari motivasi manusia, mengembangkan hierarki kebutuhan mulai dari kebutuhan paling dasar hingga yang lebih abstrak. Kelaparan adalah kebutuhan fisiologis dasar dalam hierarki Maslow; manusia memiliki kebutuhan biologis yang sama untuk mendapatkan makanan, tetapi apa yang ingin kita makan dapat sangat dipengaruhi oleh budaya. Bukti dari garis depan perang pemasaran menunjukkan bahwa makanan mungkin merupakan kategori produk konsumen yang paling sensitif. Kontroversi yang sedang berlangsung tentang organisme hasil rekayasa genetika (GMO) dalam pasokan makanan adalah contohnya. Konsumen Amerika umumnya menerima makanan yang mengandung bahan transgenik; Orang Eropa kurang menerima.



21



BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pertama, pemasar harus mempelajari dan memahami budaya negara tempat mereka akan berbisnis. Kedua, mereka harus memasukkan pemahaman ini ke dalam proses perencanaan pemasaran. Dalam beberapa kasus, strategi dan program pemasaran harus disesuaikan dengan budaya lokal; namun, pemasar juga harus memanfaatkan karakteristik budaya bersama dan menghindari adaptasi bauran pemasaran yang tidak perlu dan mahal. Terlepas dari kelas sosial dan pendapatan, budaya merupakan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku konsumsi dan kepemilikan barang tahan lama. Produk konsumen mungkin lebih sensitif terhadap perbedaan budaya daripada produk industri. 3.2 Saran Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini memiliki banyak kekurangan. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca terkait Social and Cultural Environments.



22



DAFTAR PUSTAKA Green & Keegan, 2020. Global Marketing, Pearson, Harlow, United Kingdom



23