Makalah Penanganan Komplain PRINT [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH PENANGANAN KOMPLAIN Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar Manajemen Keperawatan II Dosen Pembimbing : Agus Santoso, S. Kep., M. Kep. Oleh : Ismaya Dwi Safitri



22020115120005



Fatia Zulfa



22020115120038



Putri Erlina Febrianti 22020115130092 Astri Artanti



22020115130111



Nikita Apriani



22020115140097 A15.2



DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO 2018



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Perkembangan rumah sakit yang semakin maju membuat pihak manajemen rumah sakit berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu agar tercipta kepuasan pasien. Rumah sakit juga harus bisa memanfaatkan setiap sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pelayanan yang berkualitas serta dapat meminimalisir datangnya keluhan dari pasien terhadap pelayanan yang diberikan rumah sakit. Adanya pergeseran tujuan pelayanan rumah sakit dari organisasi sosial menjadi organisasi sosial ekonomi menuntut pihak manajemen untuk dapat mempertahankan pasiennya, agar dapat terus bersaing dengan rumah sakit yang lainnya. Dibutuhkan komitmen yang kuat dari pihak manajemen dalam usaha mempertahankan pelanggan agar dapat terus bertahan dan tidak tenggelam dalam persaingan. Mempertahankan



kebahagiaan pelanggan



adalah



kunci



untuk



mempertahankan pelanggan (John Reh, 2007). Salah satu produk pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit adalah pelayanan jasa kesehatan. Pelayanan ini dapat langsung dirasakan oleh pasien sehingga pasien dapat menilai apakah pelayanan yang diterima sudah sesuai dengan yang mereka inginkan. Tetapi hal ini berbanding terbalik dengan rumah sakit sebagai pihak yang memberikan pelayanan tidak akan mengetahui apakah pasien merasa puas atau tidak terhadap pelayanan yang rumah sakit berikan. Karena ukuran standar kualitas yang ditentukan oleh rumah sakit belum tentu sama dengan ukuran standar yang ditentukan oleh pelanggan. Jadi pada hakekatnya tingkat kepuasan pelanggan hanya dapat diketahui oleh masing-masing pelanggan yang bersangkutan. Dalam hal ini tentu saja sifatnya subjektif dan kita tidak akan pernah tahu secara pasti



apakah pernyataan dari pelanggan itu benar-benar tulus atau hanya sekedar basa-basi (Barata, 2003). Kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa yang didapatkan seseorang dari membandingkan antara kinerja (atau hasil) produk yang dipersepsikan



dengan



ekspetasinya.



Apabila



kinerja



lebih



rendah



dibandingkan ekspetasinya, maka konsumen bersangkutan akan merasa tidak puas. Apabila kinerja sama dengan ekspetasi maka ia akan merasa puas (Oliver, 2006). Pasien yang merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh suatu rumah sakit akan terus menggunakan produk pelayanan tersebut dan akan memberikan referensi kepada orang yang mereka kenal. Tetapi akan menjadi suatu ancaman apabila pasien merasa tidak puas terhadap pelayanan yang



diberikan



oleh



menyampaikan pengalaman



rumah buruk



sakit yang



karena



diterima



mereka



kepada



orang



akan lain



atau bahkan ada yang diam saja dan langsung beralih ke rumah sakit yang lain (Donnely, 1992). Oleh karena itu apabila ada pelanggan yang mengeluh hal ini menjadi momentum yang baik karena memberikan kesempatan kepada organisasi untuk melakukan pemulihan jasa (service recovery). Pelanggan yang mengeluh bisa berubah menjadi pelanggan yang loyal apabila organisasi dapat menangani keluhan tersebut dengan baik (Cannie, 1994)



BAB II TINJAUAN TEORI



A.



Strategi Penanganan Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, maka pemerintah dalam hal ini birokrasi pemberi layanan memiliki kewajiban untuk mengembangkan manajemen pelayanan yang mampu menjamin semua warga untuk dapat mengakses pelayanan publik tanpa terkecuali, karena memperoleh jasa pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah adalah hak warga yang sudah seharusnya didasarkan pada norma-norma hukum yang mengaturnya secara jelas. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Fahriza, 2017). Teori ‘exit’ dan ‘voice’ yang dikembangkan oleh Hirschman (1970), menyatakan bahwa kinerja pelayanan publik dapat ditingkatkan apabila ada mekanisme ‘exit’ dan ‘voice’. Mekanisme ‘exit’ berarti bahwa jika pelayanan publik tidak berkualitas maka konsumen/ pelanggan harus memiliki kesempatan untuk memilih lembaga penyelenggara pelayanan publik yang lain yang disukainya. Sedangkan mekanisme ‘voice’ berarti adanya kesempatan untuk mengungkapkan ketidakpuasan kepada lembaga penyelenggara pelayanan publik. Karena pelayanan kesehatan adalah jenis pelayanan publik yang tidak membuka kesempatan bagi konsumen untuk beralih ke alternatif lain. Begitu pula bagi konsumen dangan taraf ekonomi lemah, untuk memenuhi kebutuhan seperti pendidikan dan kesehatan nyaris tidak ada kesempatan untuk memilih layanan publik di luar yang disediakan



oleh pemerintah. Karena itu diperlukan manajemen komplain, sebagai pengganti exit mechanism untuk mengatasi masalah tersebut. Manajemen komplain diperlukan untuk perbaikan sistem pelayanan publik dan untuk meningkatkan legitimasi institusi pelayanan di mata publik. Perbaikan itu dilakukan dengan memanfaatkan respon yang diperoleh dan mengolahnya menjadi bahan pengambilan keputusan. Seperti yang dikemukakan oleh Queensland’s Public Sector Agencies (2006), bahwa manajemen komplain adalah suatu tahapan cara dari menerima, merekam,



memproses,



merespon



dan



melaporkan



keluhan



dan



menggunakannya untuk meningkatkan pelayanan dan pembuatan keputusan. Sedangkan indikator yang digunakan untuk melihat manajemen komplain agar menghasilkan kepuasan pelanggan terhadap penanganan complain menurut Davidow (2003), ada enam dimensi,yaitu: Timeliness, Facilitation, Redress, Apology, Credibility, Attentiveness. Berdasarkan prinsip manajemen pengaduan yang efektif dari beberapa sumber penelitian antara lain NSW Ombudsman’s (2010), Stauss dalam Subekti (2010), Schnaars dalam Subekti (2010), Patterson, Tjiptono (2000) dan standard ISO 1002:2004, setidaknya terdapat 18 prinsip manajemen pengaduan yang efektif, yaitu: 1. Komitmen/Empati Menurut Standard ISO 1002:2004, komitmen adalah informasi tentang bagaimana dan kemana pengaduan ditujukan sebaiknya dipublikasikan kepada pelanggan, personel dan pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Subekti (2010), komitmen dalam penyelesaian masalah pelanggan ditunjukkan oleh mekanisme penyelesaian masalah yang telah dilakukan yaitu menjalankan penyelesaian masalah sesuai dengan keputusan yang telah diambil, serta menginformasikan kembali. 2. Visibilitas LeBoeuf, Denham, dan Patterson dalam



Tjiptono (2000)



menyebutkan bahwa visibilitas adalah cara menyampaikan



pengaduan dan kepada siapa itu ditunjukkan diinformasikan secara jelas dan akurat kepada setiap pelanggan. 3. Aksesibilitas Menurut Standard ISO 1002:2004 yang dimaksud aksesibilitas adalah proses penanganan pengaduan sebaiknya mudah diakses oleh semua pihak yang mengajukan pengaduan. Sebaiknya tersedia informasi rinci mengenai cara pengajuan dan penyelesaian pengaduan.



Proses



penanganan



pengaduan



dan



informasi



pendukung mudah dipahami dan digunakan serta dengan bahasa yang jelas. Tersedia petunjuk dan informasi untuk mengajukan pengaduan, dalam bahasa dan format apapun yang berkenaan dengan produk. 4. Daya Tanggap (Responsif) Menurut Standard ISO 1002:2004 yang dimaksud daya tanggap adalah



setiap pengaduan yang diterima



sebaiknya



segera



diinformasikan kepada pelanggan. Pengaduan sebaiknya segera ditangani sesuai dengan urgensinya Misalnya: Masalah kesehatan dan keselamatan yang penting sebaiknya segera ditindaklanjuti. Pelanggan



sebaiknya



diperlakukan



dengan



sopan



dan



perkembangan proses penanganan pengaduan diinformasikan kepada pelanggan melalui proses penanganan pengaduan. Menurut NSW Ombudsman’s (2010), daya tanggap (responsive) adalah menanggapi keluhan pada waktu yang tepat dan mengakui, serta menanggapi setiap keluhan dengan baik. 5. Kecepatan LeBoeuf, Denham, dan Patterson dalam



Tjiptono (2000)



menyebutkan bahwa kecepatan adalah setiap pengaduan ditangani secepat mungkin. Rentang waktu penyelesaian yang realistis diinformasikan kepada pelanggan. Selain itu, setiap perkembangan atau kemajuan dalam penanganan pengaduan yang sedang



diselesaikan



dikomunikasikan



pula



kepada



pelanggan



bersangkutan. 6. Objektivitas/fairness Menurut Standard ISO 1002:2004 yang dimaksud objektivitas adalah Setiap pengaduan sebaiknya ditangani dengan cara yang adil, objektif dan tidak bias dengan prosedur yang jelas sesuai proses penanganan pengaduan. 7. Akuntabilitas Menurut



NSW



pelayanan



Ombudsman’s



publik



menjamin



(2010)



akuntabilitas



adalah



kejelasan



akuntabilitas



sistem



penanganan pengaduan di pelayanan publik. 8. Kaji ulang (review) Menurut Standard ISO 1002:2004, review adalah mengkaji ulang proses penanganan pengaduan secara berkala untuk memastikan bahwa proses tersebut dipelihara secara efektif dan efisien serta ditingkatkan secara berkelanjutan. Semua pengaduan sebaiknya diklasifikasikan dan kemudian dianalisis untuk mengidentifikasi secara sistematis, masalah kejadian tunggal dan berulang, dan kecendurungan



untuk



memebantu



mengeliminasi



penyebab



pengaduan. 9. Biaya Menurut Standard ISO 1002:2004 dan NSW Ombudsman’s (2010), pelanggan sebaiknya tidak dikenakan biaya dalam proses penanganan pengaduan. 10. Remidy Menurut Standard ISO 1002:2004, remidy dapat dilakukan melalui pengembalian uang, penggantian, perbaikan pengerjaan ulang, substitusi, bantuan teknik, informasi, rujukan, bantuan dana, bantuan lain, kompensasi, permintaan maaf hadiah atau tanda mata dan indikasi perubahan produk, proses, kebijakan atau prosedur yang berawal dari pengaduan.



11. Sederhana (simplicity) Menurut LeBoeuf, Denham, dan Patterson dalam Tjiptono (2000) yang dimaksud sederhana adalah prosedur pengaduan sederhana dan mudah dipahami pelanggan. 12. Kerahasiaan (konfidential) Menurut LeBoeuf, Denham, dan Patterson dalam Tjiptono (2000) yang dimaksud kerahasiaan adalah keinginan pelanggan akan privasi dan kerahasiaan dihargai dan dijaga. Menurut Standard ISO 1002:2004, informasi pribadi dari pelanggan sebaiknya tersedia hanya bila diperlukan, tetapi untuk sasaran penanganan pengaduan di dalam organisasi sebaiknya secara aktif dijaga kerahasiaannya, kecuali jika yang bersangkutan tidak keberatan diinformasikan untuk kepentingan pihak lain yang terkait. 13. Rekaman (record) Menurut LeBoeuf, Denham, dan Patterson dalam Tjiptono (2000) yang dimaksud rekaman adalah data mengenai pengaduan disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan setiap upaya perbaikan berkesinambungan. 14. Friendline Standard ISO 1002:2004 mensyaratkan agar memperlakukan pelanggan dengan sopan dan segera menangani pengaduan mereka atau mengarahkan kepada personel yang tepat. 15. Tanggapan (feed back) Setiap menerima pengaduan, sebaiknya pengaduan tersebut diases terlebih dahulu berdasarkan kriteria seperti keparahan, pengaruh terhadap keselamatan, kerumitan, dampak, serta kebutuhan dan kemungkinan perlunya tindakan segera. Tanda terima setiap pengaduan sebaiknya segera disampaikan kepada pelanggan (misalnya melalui surat, telepon atau e-mail). Investigasi terhadap semua informasi dan kondisi yang relevan mengenai pengaduan sebaiknya dilakukan secara memadai dan beralasan. Tingkat



investigasi sebaiknya proporsional sesuai dengan keseriusan, frekuensi kejadian dan tingkat keparahan pengaduan. Setelah dilakukan investigasi yang memadai, organisasi sebaiknya memberikan tanggapan (feed back), misalnya memperbaiki dan mencegah agar tidak terulang kembali di masa mendatang. Jika pengaduan tidak dapat diselesaikan dengan segera, maka perlu diperlakukan sesuai ketentuan sehingga masalah dapat diselesaikan secara efektif dalam waktu sesegera mungkin. Keputusan atau tindakan yang diambil berkaitan dengan pengaduan, yang relevan bagi



pelanggan



atau



personil



yang



terlibat,



sebaiknya



dikomunikasikan sesegera mungkin. Apabila pelanggan menolak keputusan atau tindakan yang diusulkan, berarti pengaduan belum terselesaikan. Hal ini sebaiknya direkam dan pelanggan diberitahu tentang bentuk penyelesaian alternatif yang tersedia baik secara internal maupun eksternal (Standard ISO 1002:2004) . 16. Sumber daya Menurut LeBoeuf, Denham, dan Patterson dalam Tjiptono (2000) yang dimaksud sumber daya adalah organisasi mengalokasikan sumber daya dan infrastruktur yang benar-benar memadai untuk keperluan pengembangan dan penyempurnaan sistem penanganan pengaduan. 17. Pendekatan Fokus Pada Pelanggan Menurut



Standard



ISO



1002:2004,



Organisasi



sebaiknya



mengadopsi pendekatan fokus pada pelanggan, terbuka untuk umpan balik termasuk pengaduan, dan sebaiknya menunjukkan komitmen untuk menyelesaikan pengaduan dengan tindakan. Sebaiknya ada tindakan yang dilakukan secara reguler guna mengetahui tingkat kepuasan para pelanggan terhadap proses penanganan pengaduan.



18. Peningkatan berkelanjutan Menurut Standard ISO 1002:2004, peningkatan berkelanjutan dari proses penanganan pengaduan dan mutu produk sebaiknya menjadi sasaran setiap pelayanan publik.



B.



Bentuk Komplain yang Perlu Diantisipasi Komplain yang disampaikan berkenaan dengan adanya ketidakpuasan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori , yaitu : 1.



Voice response Kategori ini meliputi usaha untuk menyampaikan keluhan secara langsung dan/atau meminta ganti rugi kepada organisasi jasa yang bersangkutan. Bila pelanggan melakukan hal ini, maka organisasi jasa masih mungkin memperoleh beberapa manfaat. Pertama, pelanggan memberi kesempatan sekali lagi kepada organisasi jasa untuk memuaskan mereka. Kedua, resiko publisitas buruk dapat ditekan, baik publisitas dalam bentuk rekomendasi dari mulut ke mulut, maupun melalui koran/media massa. Ketiga, memberi masukan mengenai kekurangan pelayanan yang perlu diperbaiki organisasi jasa. Melalui perbaikan jasa, orga nisasi dapat memelihara hubungan baik dan loyalitas pelanggannya.



2.



Private response Tindakan



yang



memberitahu



dilakukan



kolega,



antara



teman



lain



atau



memperingatkan keluarganya



atau



mengenai



pengalamannya dengan organisasi jasa yang bersangkutan. Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya sangat besar bagi citra organisasi jasa. 3.



Third-party response Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti rudgi secara hukum; mengadu lewat media massa , surat atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum dan sebagainya.



Tindakan seperti ini sangat ditakuti oleh sebagian besar perusahaan yang tidak memberi pelayanan baik kepada pelanggannya atau organisasi jasa yang tidak memiliki prosedur penanganan keluhan yang baik.



Kadangkala



pelanggan



lebih



memilih



menyebarluaskan



keluhannya kepada masyarakat luas, karena secara psikologis lebih memuaskan. Lagipula mereka yakin akan mendapat tanggapan yang lebih cepat dari organisasi jasa yang bersangkutan. Untuk menghadapi ketidakpuasan pelanggan, maka organisasi jasa harus bertindak cepat dengan menemukan satu solusi yang tidak hanya sekedar menyelesaikan masalah, tetapi juga sekaligus memperbaiki kepercayaan klien pada organisasi dengan tidak menahan masalah dan mengambil tindakan segera. Jika masalah tidak segera diatasi, pelanggan akan mengabarkan pada orang lain, dan organisasi jasa akan memperoleh reputasi buruk. Ketidakpuasan pelanggan dengan melakukan komplain merupakan ungkapan rasa kecewa pelanggan yang disampaikan dalam berbagai bentuk sebagai akibat dari adanya kesenjangan antara kenyataan layanan yang diterima pelanggan dengan layanan yang diharapkan. Dalam dunia usaha apa saja yang namanya komplain tak dapat dihindari, yang bisa dilakukan hanya bagaimana menyelesaikan komplain tersebut sesegera mungkin dengan cara yang sebaik-baiknya atau berusaha mengeleminir dari komplain itu sendiri. Keterlambatan dalam menangani komplain akan semakin memperburuk hubungan pelanggan dengan organisasi. Sesungguhnya pelanggan menghendaki organisasi atau badan usaha sebagai lembaga yang bisa dipercaya dan ahli di bidangnya tanpa pengecualian. Jika pelanggan kecewa karena hal yang tidak bisa dielakkan atau karena masalahnya betulbetul sulit diantisipasi, maka organisasi jasa perlu bersikap jujur pada pelanggan sebab kebenaran akan mengundang simpati pelanggan bahkan di lain waktu bisa menolong. Secara umum ada dua tujuan utama pelanggan menyampaikan keluhannya. Pertama, untuk menutupi kerugian ekonomis. Ini biasanya



diwujudkan dengan melakukan voice action atau public action. Tujuan kedua adalah untuk memperbaiki citra dirinya (self image). Apabila citra diri pelanggan tersebut berkaitan dengan pembelian barang/jasa, maka ketidakpuasan pada barang/jasa yang dibeli itu akan menurunkan citra diri pelanggan itu. Untuk mengangkat kembali citra dirinya, maka ia biasanya melakukan tindakan-tindakan voice action atau public action. Sesungguhnya pelanggan menghendaki organisasi atau badan usaha sebagai lembaga yang bisa dipercaya dan ahli di bidangnya tanpa pengecualian. Jika pelanggan kecewa karena hal yang tidak bisa dielakkan atau karena masalahnya betulbetul sulit diantisipasi, maka organisasi jasa perlu bersikap jujur pada pelanggan sebab kebenaran akan mengundang simpati pelanggan bahkan di lain waktu bisa menolong. Ketidakpuasan atau keluhan pelanggan berasal dari beberapa sebab, diantaranya : a. pelanggan tidak puas dengan organisasi dan kualitas kerjanya, b. layanan organisasi gagal mencapai hasil yang diinginkan atau diperkirakan, c. organisasi telah melakukan kecerobohan atau kesalahan, d. organisasi bertindak tidak profesional atau terlibat konflik dengan pelanggan, e. organisasi tidak memenuhi deadline, f. pelanggan menginginkan layanan lebih banyak dari pada yang bisa diberikan oleh organisasi, g. pelanggan menginginbkan layanan berbeda yang bisa diberikan oleh organisasi, h. terjadi kesalahpahaman atau miskomunikasi antara organisasi dengan pelanggan



C.



Contoh Penanganan Komplain Adapun 10 Contoh Upaya Penanganan Komplain (Tjiptono, 2000), yaitu :



1. Comitment, semua anggota organisasi termasuk pihak manajemen berkomitmen tinggi untuk mendengarkan dan menyelesaikan masalah komplain. 2. Visible, cara menyampaikan komplain dan kepada siapa itu ditunjukkan diinformasikan secara jelas dan akurat. 3. Accessible, perusahaan menjamin bahwa setiap pelanggan bisa dengan mudah dan bebas biaya menyampaikan komplainnya. 4. Sederhana, prosedur komplain sederhana dan mudah dipahami. 5. Cepat, setiap komplain ditangani secepat mungkin. Rentang waktu penyelesaian yang realistis diinformasikan kepada pelanggan. 6. Fair, setiap pelanggan yang komplain mendapatkan perlakuan adil tanpa dibeda-bedakan. 7. Konfidensia, keinginan pelanggan akan privasi dan kerahasiaan dihargai dan dijaga. 8. Records, data mengenai komplain disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan setiap upaya perbaikan berkesinambungan. 9. Sumber daya, perusahaan mengalokasikan sumber daya dan infrastruktur yang benar-benar memadai penanganan komplain. 10. Remidy, pemecahan dan penyelesaian yang tepat (seperti permohonan maaf, hadiah, ganti 11. rugi, (refund) untuk setiap komplain.



BAB III PENUTUP



A.



Kesimpulan Rumah sakit sebagai pemberi jasa layanan kesehatan, berusaha untuk memberikan pemberian terbaik bagi pelanggan atau pengguna jasanya. Namun, tidak semua pelanggan akan memberi respon yang sama. Ada yang puas, ada pula yang mungkin memiliki kritik atau komplain terhadap pelayanan rumah sakit. Maka dari itu dibutuhkan manajemen komplain yang bermaksud untuk meningkatkan legitimasi institusi pelayanan di mata publik. Perbaikan itu dilakukan dengan memanfaatkan respon yang diperoleh dan mengolahnya menjadi bahan pengambilan keputusan. Kemudian berdasarkan penelitian, ada 18 prinsip manajemen efektif yang harus diperhatikan , yaitu : komitmen/empati, visibilitas, aksesibilitas, daya tanggap (Responsive), kecepatan, objektivitas/fairness, akuntabilitas, kaji ulang (review), biaya, remidy, sederhana (simplicity), kerahasiaan (konfidential), rekaman (record), friendly, tanggapan (feed back), sumber daya, pendekatan fokus pada pelanggan, dan peningkatan berkelanjutan. Komplain yang disampaikan berkenaan dengan adanya ketidakpuasan dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori , yaitu : (1) Voice response ; (2) Private response ; (3) Third-party response Untuk menghadapi ketidakpuasan pelanggan, maka organisasi jasa harus bertindak cepat dengan menemukan satu solusi yang tidak hanya sekedar menyelesaikan masalah, tetapi juga sekaligus memperbaiki kepercayaan klien pada organisasi dengan tidak menahan masalah dan mengambil tindakan segera. Jika masalah tidak segera diatasi, pelanggan



akan mengabarkan pada orang lain, dan organisasi jasa akan memperoleh reputasi buruk. B.



Saran Setelah mengetahui mengenai manajemen komplain, diharapkan mahasiswa mendapatkan gambaran dalam bagaimana mempertahankan kualitas pelayanan di rumah sakit nantinya, dan dapat menerima serta mengatasi komplain yang ada. Bahkan diharapkan untuk memberi performa seoptimal mungkin agar dapat meminimalisir komplain dari pengguna jasa layanan kesehatan (pasien dan keluarganya)



DAFTAR PUSTAKA



Barata, Atep, A. (2004) dalam Az Zahra, F. 2015. Mnajemen Komplain. Diakses pada



14



November



2018



dari



https://www.academia.edu/15638057/MANAJEMEN_KOMPLAIN Barata, Atep, A. (2004). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Cannie (1994) dalam Az Zahra, F. 2015. Mnajemen Komplain. Diakses pada 14 November



2018



dari



https://www.academia.edu/15638057/MANAJEMEN_KOMPLAIN Barata, Atep, A. (2004). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Donnely (1992) dalam Az Zahra, F. 2015. Mnajemen Komplain. Diakses pada 14 November



2018



dari



https://www.academia.edu/15638057/MANAJEMEN_KOMPLAIN Barata, Atep, A. (2004). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Fahriza. (2017). “Pengendalian Manajemen Pengaduan Layanan Kesehatan Puskesmas Kota Tangerang”. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Irawan,A. (2016). Manajemen Komplain Dalam Pelayanan Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Merauke. Ejournal unmus, 5(1),22-31. John Reh (2007) dalam Az Zahra, F. 2015. Manajemen Komplain. Diakses pada 14



November



2018



dari



https://www.academia.edu/15638057/MANAJEMEN_KOMPLAIN Barata,



Atep, A. (2004). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Oliver (2006) dalam Az Zahra, F. 2015. Mnajemen Komplain. Diakses pada 14 November



2018



dari



https://www.academia.edu/15638057/MANAJEMEN_KOMPLAIN Barata, Atep, A. (2004). Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Santoso, H. (2011). Strategi perpustakaan perguruan tinggi dalam menghadapi ketidakpuasan (keluhan) pemakai. Universitas Negeri Malang: UPT Perpustakaan Tjiptono, Fandy. (2000). Strategi Pemasaran Edisi II. Yogyakarta: Penerbit Andi.