Makalah Qowaid [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH QAWAID FIQHIYYAH



Kaidah Kulliyah Kubro III Al-Masyaqqah Tajlibu Al-Taisir Dosen Pengampu: Ust. Abdul Khaliq, MA



Disusun oleh : Nadiyah Anggraini M. Taufiqurahman



FAKULTAS USHULUDDIN JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA 2020



PENGANTAR



Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan kita nikmat, yang dalam hal ini kita rasakan adalah nikmat menuntut ilmu. Sholawat serta salam senantiasa terucap dari lisan kita untuk seorang manusia yang segala pada dirinya menjadi tauladan bagi seluruh alam, nabi Muhammad SAW. Kemudian ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak ust. Abdul Khaliq, MA yang telah memberikan ilmunya kepada kami, mudah-mudahan ilmu yang telah beliau sampaikan menjadi barokah bermanfaat untuk kemudian kami sampaikan lagi kepada generasi berikutnya. Dengan segala keterbatasan ilmu dan referensi buku, penyusun menyadari makalah ini jauh dari sempurna dan penyusun bertekad untuk terus belajar agar makalah-makalah selanjutnya menjadi lebih baik.



Jakarta, 26 Februari 2020



Penyusun



2



DAFTAR ISI



Kata Pengantar.........................................................................................................2 Daftar Isi...................................................................................................................3 BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………...4 BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………5 1. Dasar Kaidah................................................................................................5 2. A. Definisi...................................................................................................6 B. Kualifikasi..............................................................................................7 C. Sebab Masyaqqah...................................................................................8 3. A. Rukhshah................................................................................................ B. Takhfif.................................................................................................... C. Azimah................................................................................................... 4. A. Hukum.................................................................................................... B. Bentuk..................................................................................................... C. Objek Rukhshah...................................................................................... BAB III PENUTUP KESIMPULAN ………………………………………………………... DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….



3



BAB I PENDAHULUAN



Dalam al-Quran, Allah Swt. berfirman antara lain bahwa Allah tidak menjadikan suatu kesempitan dalam agama1 dan hendak memberikan keringanan kepada manusia karena manusia mempunyai sifat lemah.2 Dia membuat aturanaturan khusus yang disebut sebagai syariah demi kemaslahatan manusia sendiri. Tentunya syariah itu disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan potensi yang dimiliki seorang hamba, karena pada dasarnya syari’at itu bukan untuk kepentingan Tuhan melainkan untuk kepentingan manusia sendiri.3 Pada dasarnya, Allah Swt. tidak mungkin memberikan perintah dan larangan manakala tidak bisa dilaksanakan oleh hamba-Nya. Namun jika keadaan mukalaf itu lemah dan tidak dapat melaksanakan hukum tersebut maka Allah swt telah menyiapkan perangkat hukum lanjutan yang di dalamnya penuh kemudahan (Al-Taysîr) dan keringanan (Al-Takhfîf).4



1



Q.s. al-Hajj [22]: 78. Q.s. al-Nisâ’ [4]: 28. 3 https://enamardianingsih.wordpress.com/2013/11/09/qoidah-ke-empat-masyaqqah-tajlibu-altaisir-kesulitan-menyebabkan-adanya-kemudahan/ 4 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam/article/download/1283/1149 2



4



BAB II PEMBAHASAN



1. Dasar Kaidah Al-Masyaqqah Tajlib At-Taisir ‘kesulitan membawa kemudahan’ Kaidah ini diinduksi (istiqra’) dari beberapa ayat dan hadis, di antara ayat dimaksud adalah : .‫س َر‬ ْ ُ‫ْالع‬



‫ي ُِريدُ ه‬ ‫َّللاُ ِب ُك ُم ْاليُس َْر َوال ي ُِريد ُ بِ ُك ُم‬



“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.”



ْ َ‫سب‬ ْ َ‫سب‬ ‫ف ه‬ ‫ت‬ ً ‫َّللاُ نَ ْف‬ ُ ِّ‫ال يُ َك ِل‬ َ ‫ت َو‬ َ َ ‫علَ ْي َها َما ا ْكت‬ َ ‫سا إِال ُو ْس َع َها لَ َها َما َك‬ “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”. Dalam hadis Nabi di antaranya sebagai berikut :



‫ َولَ ْن‬،‫اَل هن الدِِّينَ يُس ٌْر‬ َ ُ‫صلهى هللا‬ َ َ ‫ع ْن أ َ ِب ْي ُه َري َْرة‬ َ َ ‫ع َل ْي ِه َو‬ َ ِ‫ي‬ ِ َ ‫سله َم َق‬ ِّ ‫ع ِن النه ِب‬ َ ‫يُشَاده الدِِّينَ أ َ َحد ٌ ِإ هال‬ ‫ َوا ْست َ ِعينُوا ِب ْالغَد َْو ِة‬،‫اربُوا َوأ َ ْبش ُِروا‬ َ ‫غلَ َبهُ َف‬ ِ َ‫س ِدِّد ُوا َوق‬ ‫ش ْيءٍ ِمنَ الد ُّْل َجة‬ َ ‫الر ْو َح ِة َو‬ ‫َو ه‬ “Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah, agama tidak memberatkan kepada seseorang kecuali sesuai kemampuannya, konsistenlah beramal dengan wajar, mendekatlah, bergembiralah, minta tolonglah di awal pagi, siang dan akhir malam.”5



5



https://www.kompasiana.com/m-khaliq-shalha/54f3c5f9745513992b6c8001/formulasi-danimplementasi-kaidah-fiqih-almasyaqqah-tajlibut-taisir?page=all



5



2. A. Definisi. Al-masyaqqah tajlib at-taisir dapat diartikan dengan bahwa kesulitan mendatangkan



kemudahan, namun secara etimologis al-Masyaqqah adalah



atta’ab yaitu kelelahan, kepayahan, kesulitan atau kesukaran.6 Seperti yang terdapat dalam QS. An-Nahl ayat 7 :



‫ِق األَنفُ ِس‬ ِ ِّ ‫َوتَ ْح ِم ُل أَثْقَالَ ُك ْم ِإلَى َبلَ ٍد له ْم ت َ ُكونُواْ َبا ِل ِغي ِه ِإاله ِبش‬ “Dan ia memikul beban-bebanmu kesuatu negeri yang tidak sampai ketempat tersebut kecuali dengan kelelahan diri (kesukaran)”7



Secara etimologi, taysîr berasal dari kata “yasara” yang berarti lembut, lentur, mudah, fleksibel, tertib, dan dapat digerakan.8 Sedangkan at-taisyir secara etimologis berarti kemudahan.9 Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt. bahwa “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran”. 10 Sedangkan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh bukhari.



﴾‫الدين يسر احﺐ الدين الى اهللا الحنفية السمحة ﴿رواﻩالبﺧرى‬ “Agama itu memudahkan, agama yang disenangi Allah adalah agama yang benar dan mudah” (HR. Bukhari) kaidah ini juga masuk dalam kemudahan yang disyariatkan oleh agama islam bagi umat mukallaf dengan syariat islam. Kemudahan adalah sesuatu hukum yang telah ditetapkan allah untuk keringanan bagi hamba mukallaf pada kondisikondisi tertentu.11 para ulama-ulama yang menerangkan bahwa kaidah ini merupakan kaidah yang sangat penting dalam agama Islam adalah hadist yang diriwayatkan Bukhori 6



Sarwat Ahmad, Seri Kehidupan (1) Ilmu Fiqih, ed. oleh Aini Aryani, Cet. 1 (Jakarta: DU Publishing, 2011) 7 Q.s an-Nahl [14]:7 8 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam/article/download/1283/1149 9 http://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/nizham/article/download/1312/1110 10 Q.s. al-Baqarah [2]: 185. 11 Nadawi, Qawaid al-fiqhiyah dalam http://e-journal.metrouniv.ac.id/index.php/nizham/article/download/1312/1110/



6



dari Anas yang maknanya kurang lebih “mudahkan jangan mempersulit, bersosialisasilah jangan individualistik” hadist dari Aisyah RA, hadist dari Jabir ibn Abdullah tentang mengambil rokhsah (keringanan) bagi yang berpuasa ketika safar. Ayat-ayat al-Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW tentang menghilangkan kesulitan ini merupakan suatu petunjuk kepada umat muslim adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan baik. Dua sumber dalil tersebut juga tidak menutup kemungkinan untuk digunakan sebagai dalil pada kaidah-kaidah yang serupa dengan kaidah al-masyaqqah tajlib at-taisir. Selanjutnya dalil-dalil tersebut setidaknya dapat dibagi mejadi tiga bagian penting: Pertama, agama Islam memperbolehkan untuk menghilangkan kesulitan dari umatnya. kedua, bahwa Rosulullah SAW memerintahkan umatnya untuk meninggalkan keadaan yang membahayakan diri dan menempuh jalan yang lebih ringan. ketiga, bahwa Nabi Muhammad SAW mengkhawatirkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi umatnya. 12 Jadi makna dari judul diatas adalah kesulitan mendatangkan kemudahan, maksudnya adalah bahwa hukum-hukum yang dalam penerapannya menimbulkan kesulitan dan kesukaran bagi mukallaf, sehingga syariah meringankannya sehingga mukallaf mampu melaksanakannya tanpa kesulitan dan kesukaran.13 B. Kualifikasi Para ulama membagi masyaqqah ini menjadi tiga bagian : 1. al-Masyaqqah al-‘Azhimmah (kesulitan yang sangat berat), seperti ke khawatiran yang akan hilangnya jiwa atau rusaknya anggota badan. Hilangnya jiwa atau anggota badan mengakibatkan kita tidak bisa melaksanakan ibadah dengan sempurna. Masyaqqah semacam ini membawa keringanan. 2. al-Masyaqqah al-mutawasithah (kesulitan yang pertengahan, tidak sangat berat juga sangat tidak ringan). Masyaqqah semacam ini harus 12



Nadawi, Qawaid al-fiqhiyah dalam http://ejournal.metrouniv.ac.id/index.php/nizham/article/download/1312/1110/ 13 Al Burnu, Muhammad Shiddiq bin Ahmad, al-Wajiz fi Idhah, al-Qawai’id al Fiqhiyah, cet I, (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1404 H/1983 M), hal. 129.



7



dipertimbangkan, apabila lebih dekat kepada masyaqqah yang sangat berat,



maka



ada



kemudahan



disitu.



Apabila



lebih



dekat



kepada masyaqqah yang ringan, maka tidak ada kemudahan disitu. Inilah yang penulis maksud bahwa masyaqqah itu bersifat individual. 3. al-Masyaqqah al-Khafifah ( kesulitan yang ringan), seperti terasa lapar waktu puasa, terasa capek waktu tawaf dan sai, terasa pening waktu rukuk dan



sujud,



dan



lain



sebagainya. Masyaqqah semacam



ini



dapat



ditanggulangi dengan mudah yaitu dengan cara sabar dalam melaksanakan ibadah. Alasannya, kemaslahatan dunia dan akhirat yang tercermin dalam ibadah tadi lebih utama dari pada masyaqqah yang ringan ini.14 D. Sebab Masyaqqah Ada 7 macam-macam sebab yang menyebabkan kesulitan mendatangkan kemudahan menurut para ulama yaitu : 1. Karena safar (berpergian) : boleh qasar sholat, buka puasa (tidak berpuasa),dll. 2. Keadaan sakit : sholat fardhu sambil duduk, boleh bertayamum ketika sulit memakai air,dll. 3. Keadaan terpaksa : Minum arak hukumnya haram, tetapi karena ia dipaksa orang yang lebih kuat, dengan ancaman dianiaya kalau tidak minum, maka meminumnya menjadi tidak haram. 4. Kejahilan : Bergerak tiga kali berturut-turut dalam salat pada dasarnya membatalkan salat, tetapi bagi orang yang belum tahu, salatnya tidak batal karena kebodohannya. 5. Kesulitan : dibolehkan ber-istinja dengan batu jika tidak ada air disekitaran kita. 6. Kekurangan : orang gila dan anak kecil tidak wajib melaksanakan sholat, puasa, bayar zakat dan naik haji. Dalam ilmu hukum, yang berhubungan dengan perilaku ini disebut unsur pemaaf. 7. Lupa : seseorang makan dan minum pada waktu puasa.



14



Djazuli Prof. H. A.. Kaidah-Kaidah Fiqih. Jakarta:Kencana, 2006. hal 57-58



8



3. A. Rukhshah Secara bahasa rukhshah berasal dari kata rakhasha, berarti keringanan atau kelonggaran. Adapun pengertian rukhshah secara kaidah ushul Fiqh adalah keringanan bagi manusia mukallaf dalam melakukan ketentua Allah SWT pada keadaan tertentu karena ada kesulitan.15 Dari beberapa ulama mendefinikan rukhshah sebagai berikut :16 1. Imam Al-Ghazali : “ Sesuatu yang dibolehkan kepada seorang mukallaf untuk melakukannya karena adanya uzhur atau ktidak mampuannya”. 2. Imam Syatibi berpendapat bahwa rukhshah adalah sesuatu yang di syari’atkan karena uzhur. Rukhshah tidak terjadi begitu saja, harus ada sebab-sebab yang mengiringinya. Sebab-sebab rukhshah adalah : 1. Safar (bepergian jauh) 2. Sakit 3. Lupa 4. Kebodohan 5. Kesulitan



B. Takhfif C. Azimah 4. A. Hukum B. Bentuk C. Objek Rukhshah



15



https://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/fatwa/18/03/13/p5iuoh313-rukhsah-dankemudahan-dalam-agama diakses 27 Feb 2020 16 Kurniawati, Vivi, LC,MA, Rukhshah Dalam Tinjauan Syar’i, (Rumah Fiqih Publising, Jakarta,2018) hal 8



9



BAB III KESIMPULAN



DAFTAR PUSTAKA



10